Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

“ Jual Beli Perusahaan, dan ADR “

Mata Kuliah : Hukum Dagang


Dosen : Ibu Herlina Basri
Kelas/Ruang : 246
Kelompok : 6 ( ENAM )

Disusun Oleh :

1. Nama : Jihan Sudrajat


Nim : 181010201463
2. Nama : Suardiman matondang
Nim : 181010200349
3. Nama : Siraj Wafi Adnan
Nim : 181010200967
4. Nama : Salsabila Balqis
Nim : 181010201394

PROGRAM STUDI FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan  syukur kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunia  nya
kepda penulis serta dengan izinnyalah makalah ini dapat disusun dan diselesaikan. Shalawat dan
salam buat junjungan alam nabi Muhammad saw yang telah memberikan penerangan dari yang
gelap menjadi bercahaya dan seorang tokoh revolusioner yang patut di teladani manusia.
Makalah ini dibuat dalam rangka  memenuhi tugas HUKUM DAGANG  yang diberikan
oleh dosen pengajar.
Selanjutnya ucapan terima kasih kepada seluruh komponen yang telah memberikan
sumbangan baik berupa pikiran maupun bahan bahan dalam menyelesaikan makalah ini. Serta
tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada teman teman mahasiswa yang telah memberikan
aspirasinya untuk yelesaikan makalah ini . penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan disana sini dan penulispun telah berusaha menyajikan yang terbaik, namun kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat diaharapkan.semoga makalah ini bermamfaat bagi kita
semua. Amin…

Pamulang, 1 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR…………………………………….……….................................    1
DAFTAR ISI……………………………………………………....................................     2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………....................................     3
1.1 Latar Belakang…………………………………………................................      3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………...................................      3
BAB II PEMBAHASAN………………………………………….................................      4
2.1 pengertian jual beli perusahaan………………………………………….......      4
2.2 peraturan nasional dan internasional yang berlaku bagi jual beli perusahaan....  5
2.3 hubungan jual beli perusahaan dengen ekspor impor......................................      6
2.4 berlakunya syarat-syarat dan kebiasaan jual beli perusahaan.............................   7
2.5 kontrak baku merupakan undang-undang bagi jual beli perusahaan..................  8
2.6 dasar hukum dari ketentuan ketentuan kontrak baku..........................................   9
2.7 perwasitan dalan jual beli perusahaan................................................................... 10
2.8 Sengketa dan Upaya Penyelesaiannya………………………………………11
2.9 perwasitan dalam jual beli perusahaan……………………………………..12
2.10 Cara Penyelesaian Sengketa…………………………………………………13
2.11 Urgensi ADR dan kritik Terhadap Pengadilan……………………………..14
2.12 Pengertian dan Tujuan ADR………………………………………………….15
2.13 Sumben Hukum ADR………………………………………………………….16
2.14 Macam-Macam Penyelesaian Sengketa Alternatif……………………………17
2.15 Keunggulan dan Kelemahan ADR………………………………………………18

BAB III PENUTUP ......................................................................................................       19


            3.1 Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...........................        19
            3.2 Saran. . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..........................        19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..............................        20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Sejak zaman Romawi perdagangan sudah berkembang dengan pesatnya,sehingga dengan demikian
diperlukan pula pengaturan yang tepat untuk dapat mengikuti perkembangan yang serba dinamis
itu. Timbulnya pengaturan baru ini akan menimbulkan suatu perubahan pula dalam hukum
Perdata Romawi yang telah ada. Sehingga, akhirnya terbentuklah sebuah kitab undang-undang
yang baru yang kemudian bernama Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.Pemisahan hukum perdata
dalam dua buah bagian itu yang terdiri atas hukum perdata dan hukum dagang diambil alih oleh tata
hukum Prancis yang hukumnya sangat berbau Romawi.Sistem tata hukum Prancis akhirnya diambil oleh
Belanda dan berdasarkan asaskonkordansi/concordantie baginsel berlakulah pula sistem hukum
Belanda itu di Indonesia.Maka dari itu sampai saat ini hukum Perdata di Indonesia terbagi pula
dalam dua buah bagianyaitu Kitab Undang-Undang Hukum Sipil/KUHS atau Burgerlijk
Wetbork/BW dan KitabUndang-Undang Hukum Dagang/KUHD atau Wetboek van
Koophandel/WvK

1.2 rumusan masalah


·         Memahami pengertian jual beli perusahaan
·        Memahami peraturan nasional dan internasional yang berlaku bagi jual beli perusahaa
·         Memahami hubungan jual beli perusahaan dengen ekspor impor
·         Memahami berlakunya syarat-syarat dan kebiasaan jual beli perusahaan
·         Memahami kontrak baku merupakan undang-undang bagi jual beli perusahaan
·         Memahami dasar hukum dari ketentuan ketentuan kontrak baku
·         Memahami syarat- syarat yang menurut kebiasaan yang slalu di perjanjikan
·         Memahami  perwasitan dalan jual beli perusahaan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 pengertian jual beli perusahaan


Jual beli adalah suatu perjajian timbal-balik yang dalam hal ini pihak yang satu
(sipenjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang
lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas jumlah uangsebagai imbalan
dari perolehan hak milik tersebut.[1]
Pengertian jual-beli Perdata (umum) diatur dalam Pasal 1457-1540 KUH Perdata.Jual beli adalah
suatu perjanjian timbal balik antara penjual dan pembeli, denganmana pihak penjual
mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, sedangkanpihak pembeli mengikatkan diri
untuk membayar harga benda sebagaimana yangtelah diperjanjikan. (Psl 1457 KUH Pdt)

Jual beli dapat tercapai apabila:


a.       Saat tercapainya kesepakatan benda dan harga, meskipun belum ada penyerahan atau pembayaranb. 
b.      Azas Konsensualisme (psl.1458 BW)

Menurut Zeylemeker jual beli perusahaan (handelskoop) adalah perbuatan pedagang atau pengusaha
lainnya yang berdasarkan  perusahaannya/ jabatannya melakukan perjanjian jual beli. Dengan demikian
jual beli perusahaan tersebut merupakan jual beli yang memiliki sifat-sifat khusus.
Kekhususan Jual Beli Perusahaan, yaitu:
a)      Perbuatan perusahaan
Jual beli perusahaan merupakan perbuatan perusahaan. Menurut Polak perbuatantersebut
direncanakan terlebih dahulu tentang untung ruginya dan segalasesuatunya dicatat dalam
pembukuan. Jadi jual beli ini bukan untuk kepentingansendiri sebagai konsumen tetapi untuk
kepentingan perusahaan atau jabatannyadalam perusahaan
b)      Para pihak 
salah satu / keduanya adalah pengusaha yaitu orang atau badan hukum yangmenjalankan perusahaan yang
mungkin saja bertempat tinggal tidak dalam satunegara
c)      Barang-barang yang diperjualbelikan
Biasanya barang-barang dagangan tidak dipakai/dikonsumsi sendiri, tetapi untuk dijual kepada
orang lain atau dipergunakan untuk kepentingan perusahaan.
d)     Pengangkutan
Biasanya barang-barang yang diperjualbelikan tidak sedikit, oleh karena itudiperlukan pengangkutan
yang khusus pada waktu penyerahan baik melaluipengangkutan darat. laut, dan udara. (70% biasanya
melalui laut)

2.2 peraturan nasional dan internasional yang berlaku bagi jual beli
perusahaan
Ketentuan- ketentuan dalam bab v, buku III, KUHPER digunakan untuku jual beli
perusahaan, selain banyak unsur yang berbeda antara jual beli perdata dan jual beli perusahaan,
juga karena mengandung unsur internasional. Tidak adanya peraturan nasional yang
lengkap,bukan hanya terjadi di indonesia, tetapi juga terjadi di belanda atau di negara lain.
Menurut dorhout mees, telah ada beberapa peraturan internasional tentang jual beli perusahaan,
dengan maksud untuk menciptakan kesatuan hukum internasional bagi jual beli perusahaan,
yaitu:
a)      Warsaw-oxford rules 1928-1932, mengenai syarat-syarat jual beli perusahaan, uang
ditinjau kembali pada tahun 1953
b)      Inco-terms, mengenai syarat-syarat jual beli perusahaan yang paling banyak
dipergunakan, yang di tinjau kembali pada tahun 1962 dan 1947
c)      “uniform costoms and praktice for documentary credits” (disingat: :uniform
costoms”)yang ditinjau kembali pada tahun 1962 dan 1974
Peraturan huruf b dan c dibuat atas usaha kamar dagang internasional (“International chamber of
commerce” disingkat ICC). Selanjutnya dorhout mess menyebutkan adanya perjanjian L.U.V.I.
tahun 1964(loi uniform sur ia vante international des mobillers corporel).
Pada bulan april 1964 di gravenhage (negeri Belanda) diadakan konversensi internasional yang
dihadiri oleh 28 negara. Ada 4 negara dan 6 organisasi internasional mengirimkan peninjauan.
Konferensi tersebut menghasilkan dua perjanjian, yaitu”
1)      Mengenai jual beli i nternasional benda bergerak
2)      Mengenai terjadinya perjanjian jual belio semacam itu.
Masing-masing dari dua buah perjanian itu dibuat kesatuan undang-undang. Undang-undang
yang terpenting adalah mengenai materi pertama, yang judul resminya adalah “ loi uniforme sur
la vente internationale des objets mobiller corporels”, disingakat LUVI. Undang-undang ini
khusus mengenai jual beli benda bergerak yang bersifat internasional. Untuk itu, para pihak
harus bertempat tinggal dinegara yng berlainan dan memenuhi salah satu syarat seperti yang
dibawah ini:
1.      Jual beli harus mempergunakan pengangkutan internasional untuk mengirim
barangnya.
2.     Penawaran dan penerimaan harus terjadi dinegara- negara barlainan. Dan
3.     Penawaran harus dilakukan di negara lain dari tempat dimana penawaran dan
pemerintahn  terjadi.

2.3 hubungan jual beli perusahaandengan ekspor-inpor


Ekspor di pandang dari sudut indonesia adalah perbuatan mengirimkan barang keluar
indonesia dipandang dari sudut pandangan perusahaan.perbuatan ekspor inpor adalah perikatan
yang timbul dari perjanjian jual beli perusahaan yang telah tutup. Ekspor-inpor adalah prestasi
npenjual dalam usahanya untuk menyerahkan barang kepada poembeli di sebarang lautan.
Ekspor dilakukan oleh penjual diindonesia, sedangkan impor dilakukan oleh penjual di luar
negeri. Jadi, ekspor-inpor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli. Ini
merupakan unsur pertama dari jual beli perusahaan. Sedangkan unsur kedua adalah pembayan.
Unsur kedua ini dilakukan dengan menggunakan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri
mengenai : Ekspor-inpor” dan “lalulintas devisa”, dan PP(L.N.1964-131), “tentang perubahan
Ekspor-inpor”’,  dan lalu lintas devisa”, serta perubahan yang akan terjadi. Sedangkaan peraturan
internasionbal “unifrm costoms and practice for documentary credits”, (disingkat uniform
costom) merupakan peraturan tentang “ cara-cara pembayaran yang harus dilakukan oleh
pembeli melalui bank.[3]

2.4 berlakunya syarat-syarat dan kebiasaan pada jual beli perusahaan


Jual beli perusahaan adalah perjanjian antara orang-orang ahli. Dari itu mereka dapat
memperhitungkan semua kemungkinan yang timbul berhubung dengan telah ditutupnya
perjanjian jual beli perusahaan itu. Mereka memperhitungkan persoalan, bagaimana mengangkut
barang-barang itu, kualitas dari barang yang akan dibeli/dijual, pembayaran harga barang yang
paling aman, dan lain-lain hal yang dalam jual beli perdata biasanya tidak atau kurang
mendapatkan perhatian.
Dalam perlaksanaan perjanjian jual beli perusahaan itu para pihak bertindak sebagaimana
mestinya, membayar harga barang-barang pada waktunya, mengenai beberapa jenis barang dapat
menerima sedikit labih atausedikit kurang. Disamping hal-hal ini masih ada kebiasaan yang
berlaku, yang harus juga ditaati oleh para pihak.
Kemungkinan-kemungkinan di atas telah diperhitungkan masak-masak oleh para pihak
merupakan kebiasaan yang ditaati oleh semua pihak, baik dalam lingkungan nasional maupun
dalam lingkungan internasional. Disinilah timbul syarat-syarat(beding-beding), yang meskipun
dinyatakan dalam huruf atau kata-kata pendek, tetapi mengandung pengertian yang luas dan
dalam. Ini semua hanya dimengerti oleh para ahlinya.
Kecuali syarat-syarat seperti tersebut diatas, masih ada lagi hal-hal yang harus diperhatikan oleh
para pihak, hal ini mempunyai dasar hukumnya pada pasal 1933 KUHPER, yang berbunyi:
“perjanjian perjanjian tidak tidak hannya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalam nya, tetapi juga untukj segala sesuatu, yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.” Dengan ini, jelas bahwa syarat-syarat dan kebiasaan
yang berlaku pada jual beli perusahaan mempunyai dasar hukumnya dalam pasal 1339
KUHPER, termasuk dalam pengertian’ keadilan dan kebiasaan’, seperti yang dimaksud dalam
pasal 1339 KUHPER tsb.

2.5 kontrak baku merupakan undang-undang bagi jual beli perusahaan


Syarat-syarat dan kebiasaan jual beli perusahaan tidak hannya berlaku dalam lingkingan
nasional, tetapi juga berlaku dalam lingkungan lebih luas, yakni internasional,. Perdagangan
internasional mambawaserta kesukaran terhadap tidak pastinya hukum yang berlaku bagi
perjanjian jual beli itu dalam kontrak baku. Kontrak baku ini disusun oleh para ahli yang
berkepentingan, sebagai suatu aturan yang berlaku bagi semua jenis perdagangan tertentu.
Yang dimaksid dengan kontrak baku(standardcontracten) ialah formulir yang dudah dicetak rapi
dengan tempat-tempat kosong, yangbharus diisi oleh pihak-pihak dalam perjanjia, agar menjadi
suatu kontrak yang semourna.
2.6 dasar hukum dari ketentuan-ketentuan kontrak baku
Jual beli perusahaan dikuasai oleh ketentuan ketentuan dalam kontrak baku dan syarat-
syarat umum. Sekarang timbul persoalan,  apakah dasar hukum berlakunya kontrak baku dan
syarat-syarat umum tersebut.hal ini kita bisa mendasarkan dari pada paal 1338 ayat (1) KUHPER
yang  berbunyi: “semua perjanjian di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Sudah tentu hal ini dimaksud bila perjanjianitu tidak bertentangan
dengan hukum memaksa”  (dwingenrech). Suatu perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan
“ hukum memaksa” adalah batal,(pasal 1335 dan1337 KUHPER) berbunyi: suatu perjanjian
tampa sebab atau yang dibuat kasena suatu sebab palsu atau terlarang, idak mempunyai kekuatan
hukum”, sedangkan pasal 1337 KUHPER berbunyi: “ suatu sebab adalah terlarang apabila
dilarang oleh UU, atau bila bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

2.7 perwasitan dalam jual beli perusahaan


Biasanya pada tiap-tiap kontrak baku atas perjanjian jual beli perusahaan itu tercantum
kausul yang dinyatakan bila ada perselisihan mengenai panefsiran atau pelaksanaan suatu
ketentuan dalam perjanjian, para pihak akan menyelesaikan dengan sistem perwasitan. Putusan
wasit tidak hanya memengaruhi secara lansung isi perjanjian jual beli  perusahaan, tetapi
berpengarauh kepada perkembanngan lembaga jual beli perusahaan untuk selanjutnya.
Sekarang,Tiap-tiap kontrak baku jual beli perusahaan selalu tercantum klausul” pactum de
compromittendo”, dengan menemukan wasit-wasit tetapnya. Dalam hal ini kadin indonesia telah
membentuk suatu lembaga perwasitan yang disebut “B.AN.I. dengan adanya lembaga tersebut
para pengusaha dapat mengambil mamfaatnya, dengan cara lansung mengajukan persoalan
kepada BANI tersebut.
Lembaga perwasitan itu di perbolehkan adanya undang-undang no 14 tahun 1970(L.N. 1970-74),
meskipun tidak dinyatakan dalam diktum undang-undang tersebut, tetapi dalam menyelesaikan
pasal demi pasal, pasal 3 ayat 1 ada kalimat yang berbunyi: “ penyelesaian perkara diluar
pengadilan atas dasarperadilan atau melalui wasit (arbitrase) tetap di perbolehkan. Adapun arti
pentingnya peradilan wasit untuk penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian jual beli
perusahaan ialah:
1.      Persengketaan dapat diselesaikan dengan cepat
2.      Putusan lebih sesuai dengan perusahaan keadilan para pengusaha
3.      Adanya peradilan wasit mendorng perkembangan hukum pada materi

   
2.8 Sengketa dan Upaya Penyelesaiannya
Dalam pergaulan bermasyarakat, tempat kita hidup di tengah-tengah orang yang berbeda
tabiat dan kepentingan, kita pasti akan sering berhadapan dengan perselisihan. Perselisihan itu
bisa disebabkan  oleh hal yang sepele dan tidak mempunyai akibat hukum apa pun, seperti
perbedaan pendapat antara suami-istri, tentang penentuan waktu keberangkatan ke luar kota, atau
bisa pula merupakan persoalan serius dan mempunyai akibat hukum, misalnya tentang batas
tanah dengan tetangga atau perselisihan atas perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.
Pada hakikatnya, konflik atau sengketa muncul karena adanya masalah. Masalah sendiri
terjadi karena adanya kesenjangan antara das sollen dan das sein, atau karena adanya perbedaan
antara hal yang diinginkan dengan hal yang terjadi. Semakin jauh perbedaan antara kenyataan
dan harapan yang terjadi, maka akan semakin besar permasalahannya. Sebaliknya semakin dekat
jarak kesenjangan antara keinginan dan yang terjadi maka semakin kecil pula masalah yang
terjadi. Apabila antara das sollen dengan das sein sudah seimbang, maka dengan sendirinya
masalah akan hilang.
Pada dasarnya konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu konflik vertikal dan konflik horizontal. Konflik vertikal adalah konflik antara
antara elit dengan masyarakat. Yang dimaksud elit disini bisa penjabat, para pengambil
kebijakan, kelompok bisnis, polisi, militer, dan sebagainya. Konflik horizontal adalah konflik
antaraagama, suku, golongan, konflik harga diri, harta benda, konflik bisnis, dan lain-lain.

2.9     Ruang Lingkup dan Pengelolaan Sengketa


Dalam penyelesaian perkara perdata di pengadilan, istilah sengketa tidak selalu identik
dengan perkara. Dalam proses litigasi perdata, perlu dibedakan terlebih dahulu pengertian antara
istilah perkara dan sengketa perdata. Dapat ditegaskan bahwa pengertian perkara lebih luas
daripada pengertian sengketa. Dengan kata lain sengketa itu adalah sebagian dari perkara
sedangkan perkara belum tentu sengketa. Dalam pengertian perkara tersimpul dua keadaan yaitu
ada perselisihan (sengketa) dan tidak ada perselisihan (nonsengketa).
Ada perselisihan artinya ada sesuatu yang menjadi pokok perselisihan, ada yang
dipertengkarkan. Perselisihan atau persengketaan itu tidak dapat diselesaikan oelh oleh pihak-
pihak sendiri, melainkan memerlukan penyelesaian melalui pengadilan sebagai institusi yang
berwenang dan tidak memihak. Tidak ada persilisohan artinya tidak ada yang diselisihkan, tidak
ada yang disengketakan. Yang bersangkutan tidak minta peradilan atau keputusan dari hakim,
melainkan minta ketetapan dari hakim tentang status dari sesuatu hal, sehingga mendapatkan
kepastian hukum yang harus dihormati dan diakui oleh semua orang.
Pihak-pihak yang bersengketa dalam praktek dapat melakukan beberapa pendekatan
dalam mengelola sengketa yang dihadapi. Secara umum ada beberapa pendekatan pengelolaan
konflik atau sengketa yang terjadi, yaitu:
1.      Power Based
Power based merupakan pendekatan pengelolaan sengketa dengan mendasarkan pada kekuatan
atau kekuasaan untuk memaksa seseorang iuntuk berbuat seseatu atau tidak berbuat sesuatu.
2.      Right Basid
Right Basid adalah pendekatan pengelolaan sengketa dengan mendasarkan konsep hak (hukum),
yaitu konsep benar dan salah berdasarkan barameter yuridis melalui prosedur adjudikasi, baik di
pengadilan maupun forum arbitrasi.
3.      Interest Basid
Interest Basid merupakan pendekatan pengelolaan sengketa dengan mendasarkan pada
kepentingan atau kebutuhan pihak-pihak yang bersengketa, bukan melihat pada posisi masing-
masing. Solusi diupayakan mencermikan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa secara
mutual.

2.10    Cara Penyelesaian Sengketa


Setiap jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang tepat.
Masing-masing sengketa yang terjadi belum tentu sama tretment penyelesaiannya.
Dari berbagai macam cara penyelesaian sengketa bisnis yang ada, pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
1.      Adjudikatif
2.      Konsensus (kompromi)
3.      Quasi Adjudikatif
Di samping pembagian diatas, mekanisme penyelesaian sengketa bisnis dapat pula dibedakan
menjadi dua, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur nonlitigasi.
1.      Jalur litigasi (ordinary court)
Jalur litigasi merupakan mekanisme penyelesaian perkara melalui jalur pengadilan dengan
menggunakan pendekatan hukum (law approach) melalui aparat ataupun lembaga penegak
hukum yang berwenang sesuai dengan aturan perundang-undangan.
2.      Jalur nonlitigasi (extra ordinary court)
Jalur nonlitigasi adalah mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan, tetapi
menggunakan mekanisme yang hidup dalam masyarakat yang bentuk dan macamnya sangat
bervariasi seperti musyawarah, perdamaian, kekeluargaan, penyelesaian adat dan lain-lain.

2.11   Urgensi ADR dan kritik Terhadap Pengadilan


1.      Lamanya proses beracara dalam persidangan penyelesaian pekara perdata
2.      Lamanya penyelesaian sengketa dapat juga disebabkan oleh panjangnya tahapan penyelesaian
sengketa, yakni proses beracara di pengadilan negeri, kemudian masih dapat banding ke
pengadilan tinggi, dan kasasi ke mahkamah agung. Bahkan proses masih dapat lebih panjang jika
diajukan peninjauan kembali,
3.      Lama dan panjangnya proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan tersebut tentunya
membawa akibat yang berkaitan dengan tingginya biaya yang diperlukan
4.      Sidang pengadilan di pengadilan negeri dilakukan secara terbuka, padahal di sisi lain
kerahasiaan adalah sesuatu yang diutamakan di dalam kegiatan bisnin.
5.       Seringkali hakim yang menangani atau menyelesaikan perkara dalam bisnis kurang menguasai
substansi hukum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan ADR :
a.       Faktor ekonomis
b.      Faktor budaya hukum
c.       Faktor luasnya ruang lingkup permasalahan yang dapat di bahas
d.      Faktor pembinaan hubungan baik para pihak
e.       Faktor proses

2.12    Pengertian dan Tujuan ADR


ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk
menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan. Dalam arti di luar mekanisme ajudikasi
standar konvensional. Oleh karna itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat
dengan pengadilan, tetapi masih menggunakan prosedur ajudikasi non standar, makanisme
tersebut masih merupakan ADR.
Dalam bab I ketentuan umum UU No. 30 tahun 1999, pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsolidasi, dan penilaian ahli.

2.13   Sumben Hukum ADR


Adapun dasar-dasar hukum tersebut antara lain dapat ditemukan dalam:
1.     Pancasila, sebagai dasar filosofi kehidupan masyarakat telah mengisyaratkan bahwa
penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat lebih diutamakan (vide Sila ke 4)
2.     UUD 1945, sebagai hukum dasar di Indonesia, juga menekankan kebersamaan dan
kegotongroyongan (vide Pasal 33)
3.     Pasal 377 HIR/705 RBg.
4.     Pasal 615 s/d 651 Rv, yang meliputi lima bagian pokok.
5.     Undang-undang No. 14 tahun 1970 yang temuat dalam penjelasan pasal 3 dan pasal 14 ayat (2).
6.     Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang termuat dalam
penjelasan pasal 3 ayat (1) dan pasal 16 ayat (1) dan (2).
7.      UU No. 30 Tahun 1999 tentang 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
8.      Etika Bisnis.

2.14    Macam-Macam Penyelesaian Sengketa Alternatif


1.      Konsultasi
Peran konsultan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi tidak bersifat dominan. Konsultan
hanya bertugas memberi pendapat (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya,
selanjutnyakeputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut diambil sendiri oleh para pihak.
2.      Negosiasi dan Perdamaian
Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa oleh para pihak sendiri, tanpa bantuan dari
pihak lain, dengan cara bermusyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan yang dianggab
adil oleh para pihak. Hasil dari negosiasi berupa penyelesaian kompromi yang tidak mengikat
secara hukum.
3.      Mediasi (penengahan)
Mediasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator)
yang tidak memihak (impartial) yang turut aktif memberikan bimbingan atau arahan guna
mencapai penyelesaian. Namun ia tidak berfungsi sebagai hakim yang berwenang mengambil
keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap berada pada tangan para pihak yang bersengketa. Dengan
demikian hasil penyelesaiannya bersifat kompromi.
4.      Konsiliasi (permufakatan)
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga (konsiliator). Konsiliator
lebih bersifat aktif, dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-langkah
penyelesaian, yang selanjutnya diajukan dan ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa.
5.      Pendapat Hukum oleh Lembaga Arbitrase
Pasal 52 Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 menyatakan bahwa para pihak dalam suatu
perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan
hukum tertentu dari suatu perjanjian.
6.      Arbitrase
Arbitrase merupakan salah satu bentuk adjudikasi privat, dengan melibatkan pihak ketiga
(arbiter) yang diberi kewenangan penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, sehingga
berwenanng mengambil putusan yang bersifat final dan mengikat (binding).
7.      Good Office (Jasa Baik)
Good Office merupakan penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga yang memebrikan
jasa baik berupa penyediaan tempat atau fasilitas-fasilitas untuk dogunakan oleh para pihak yang
bersengketa  untuk melakukan musyawarah atau perundingan guna mencapai penyelesaian.
8.      Summary Jury Trial (Pemeriksaan Jury secara sumir)
Summary Jury Trial merupakan mekanisme penyelesaian sengketa khas negara-negara yang
peradilannya memakai sistem jury, khusunya Amerika Serikat.
9.      Mini Trial (Persidangan Mini)
Hampir sama dengan summary jury trial, bedanya hanya tanpa adanya jury penasehat (advisory
jury).
10.  Rent A Judge
Meknisme penyelesaian dengan cara para pihak menyewa seorang hakim pengadilan, biasanya
yang sudah pensiun, untuk menyelesaikan sengketa.
11.  Mediasi-Arbitrasi
Merupakan bentuk kombinasi penyelesaian sengketa antara mediasi dan arbitrasi atau merupakan
proses penyelesaian sengketa campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil.

2.15    Keunggulan dan Kelemahan ADR


Kelebihan tersebut antara lain sebagai berikut:
a.       Kerahasiaan dijamin oleh para pihak yang bersengketa.
b.      Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedur dan administrasi
c.       Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan,
pengalaman, serta latar belakang yang memadai mengenai masalah yang disengketakan, jujur
dan adil.
Meskipun ADR memiliki beberapa keunggulan, tetapi ADR sebenarnya merupakan mekanisme
yang rentan terutama untuk kondisi Indonesia, karena ADR juga mempunyai kelemahan-
kelemahan, di antaranya:
a.       ADR belum dikenal secara luas, baik oleh mayarakat awam, maupun masyarakat bisnis,
bahkna oleh masyarakat akademis senidiri.
b.      Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan memasukkan
perkaranya kepada lembaga-lembaga ADR.
c.       Lembaga ADR tidak mempunyai kewenangan melakukan eksekusi putusannya.
d.      Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam ADR,
sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Jual beli adalah suatu perjajian timbal-balik yang dalam hal ini pihak yang satu
(sipenjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang
lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas jumlah uangsebagai imbalan
dari perolehan hak milik tersebut.
Jual beli perusahaan (handelskoop) adalah perbuatan pedagang atau pengusaha lainnya yang
berdasarkan  perusahaannya/ jabatannya melakukan perjanjian jual beli.
                                                                                                                                       
3.2 Saran
Kami menyadari akan kekurangan makalah ini, oleh sebab itu diharapkan kepada
pembaca untuk dapat memberi kritik dan saran yang konstruktif dalam rangka penyempurnaan
makalah ini. Akhirnya, kepada Allah jualah saya menyerahkan diri serta memohon taufik dan
hidayah-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aminnn..
DAFTAR PUSTAKA

1) Widijowati, dijan 2012 HUKUM DAGANG. Penerbit Andi: Yogyakarta


2) AK, Syahmin 2006 HUKUM DAGANG INTERNASIONAL (dalam kerangka studi
analisis). PT Raja Gravindo Persada: jakarta
3) Soekardono 1957 HUKUM DAGANG INDONESIA jilid I (bagian kedua) .rajawali pers:
Jakarta
4) Subekti, dkk Kitap undang-undang HUKUM PERDATA. Pradnya paramata: jakarta
5) http://www.scribd.com/doc/93893061/1/Pengertian-Jual-Beli-Perusahaan

Anda mungkin juga menyukai