Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HUKUM PERIKATAN

ANEKA PERJANJIAN

Dosen Pengampuh : Nur Fauzia.,SH.,M.H

ANGGOTA KELOMPOK 3 :

 Lu’luul Maknun 2100874201111

 Siti Kurnia Sari 2100874201093

 Dimas Nanda Pratama 2100874201108

 Dhimas Arya Seva 2100874201102

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BATANGHARI

TA. 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya penulis dapat

menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu

tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Perikatan.

Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Diktat sebagai

refrensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa yang telah

mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan pengangkatan judul

makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki

banyak kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.

Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,

sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Amin.

Jambi , 29 September 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2

1.3 Tujuan.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian jual beli……………............................................................... 3

2. Pengertian tukar menukar....................................................................... 4

3. Definisi dari sewa menyewa .............................................................5

4. Definisi dari sewa beli.............................................................................. 7

5. Penjelasan tentang sewa guna usaha........................................................ 9

6. Definisi Waralaba dalam dunia bisnis..................................................... 10

7. Penjelasan dari pinjam pakai ...........................................12

8. Definisi dari pemberian hibah

9. Penjelasan cara penititipan barang

10. Penjelasan cara pemberian kuasa

BAB III PENUTUP

iii
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 13

3.2 Saran....................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan

sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan

hukum yang biasa disebut dengan perikatan. Perjanjian merupakan suatu

perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana

suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal,

sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu.1

Sedangkan pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah “Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih.”

Dalam hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak.

Kebebasan berkontrak merupakan kebebasan para pihak yang terlibat dalam

suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dari

perjanjian tersebut, tanpa campur tangan pihak lain. Asas kebebasan

berkontrak dapat ditemukan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa: semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya. Ada pula yang mendasarkan

v
tentang syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan:

untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan hukum ini akan

membahas beberapa permasalahan sebagai berikut :

1.Apa itu definisi atau pengertian dari Jual Beli?

2.Apa itu definisi dari Tukar Menukar?

3.Apa itu definisi dari Sewa Menyewa?

4.Apa itu definisi Sewa Beli?

5.Apa itu definisi dari Sewa Guna Usaha?

6.Apa itu Waralaba dalam dunia bisnis?

7.Apa itu pengertian dari Pinjam Pakai?

8.Apa itu definisi dari Hibah?

9.Bagaimana tercapainya sepakat dalam Penitipan Barang?

vi
10.Bagaimana cara pemberian kuasa kepada seseorang?

C.RUMUSAN MASALAH

1. Agar pembaca mengetahui dan memahami bagaimana dasar Aneka Perjanjian yang ada

diindonesia dan apa saja syarat Aneka Perjanjian dalam masyarakat.

2.Agar pembaca memahami bagaimana mencapai syarat sah dalam Aneka Perjanjian.

vii
BAB II

PEMBAHASAN

A.Jual Beli

Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457-1540 KUHP Perdata.Menurut Pasal

1457 KUHP perdata,jula beli adalah suata perjanjian dengan mana pihak satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan.Pengertian yag diberikan Pasal 1457 KUHP

Perdata,persetujuan jual bali sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu:

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli

2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada

penjual.

Pihak penjual berkewajiban menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak

menerima harga dan pembelian berkewajiban membayar harga dan berhak menerima

objek tersebut.

1. Adanya subjek hukum,yaitu penjual dan pembeli

2. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga

3. Adanya hak dan kewajiban yang timbul dari para pihak

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara

penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi

obyek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah

setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjianal beli tersebut

ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi “jual beli dianggap teiah

8
terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat

tentang kebendaan tersebut dan harganya, maupunharganya belum dibayar.”

A. Tukar Menukar

Di dalam pengertiannya tukar menukar itu berasal dari bahasa Belanda yaitu

"Ruiling" yang mempunyai arti kata tukar menukar, atau "Ruilen" yang berarti

menukarkan. Menurut KUH Perdata Pasal 1541 yang menyatakan : "Tukar menukar ialah

suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling

memberikan suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya suatu barang lain".

Sedangkan menurut Subekti, perjanjian tukar menukar ini adalah juga suatu perjanjian

konsensuil, dalam arti bahwa perjanjian itu sudah jadi dan mengikat pada detik

tercapainya sepakat mengenai barang-barang yang menjadi objek dari perjanjiannya.

Perjanjian tukar menukar sama hal seperti perjanjian obligatoir yakni juali, dalam

arti bahwa belum memindahkan hak milik tetapi baru pada perikan hak dan kewajiban.

Pemindahan atau pengalihan hak terjadi masing-masing dari pihak barang yang menjadi

objek perjanjian saling memberikan barang yang di pertukarkan, sehingga pada saat itu

kepemilikan barang beralih.

Subjek hukum dalam perjanjian tukar menukar adalah pihak pert hak kedua

sedangkan yang dapat menjadi objek tukar menukar adal barang. Baik barang bergerak

maupun barang yang tidak bergerak (Pasal 1542KUH Perdata) dengan syarat barang

yang menjadi objek tukar menu bertentangan dengan undang-undang.

B. Sewa Menyewa

9
Sewa-menyewa atau perjanjian sewa-menyewa diatur pada Pasal 1548 s.d.Pasal

1600 KUHPerdata.Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan man pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya dari sesuatu barang,

selama suatu waktu tententu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang

tersebut terakhir itu disang pembayarannya berdasarkan Pasal 1548 KUHPerdata

mengenai perjanjian sewa menyewa.

Sewa menyewa merupakan salah satu perjanjian timbal balik. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa

dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa.

Unsur-unsur yang tercantum dalam perjanjian sewa menyewa adalah :

a) Adanya pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa

b) Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.

c) Adanya objek sewa menyewa

d) Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan

kenikmatan kepada pibak penyewa atas suatu benda

e) Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang sewa kepada

pihak yang menyewakan.

C. Sewa Beli

Dari kalangan para ahli hukum sampai sekarang belum ada persamaan pendapat

mengenai perjanjian sewa beli. Subekti mengatakan bahwa perjanjian sewa beli adalah

suatu pengembangan dari perjanjian jual beli, sedangkan Wirjono Prodjodikoro

10
mengemukakan bahwa perjanjian sewa beli lebih condong pada perjanjian sewa-

menyewa.Apabila dilihat dari prinsip-prinsip dalam KUH Perdata, perjanjian sewa beli

asalnya adalah persetujuan sewa-menyewa dan persetujuan jual-beli yang pengaturannya

telah diatur dalam KUH Perdata. Akan tetapi kedua bentuk perjanjian tersebut kurang

dapat memenuhi kebutuban dalam masyarakat, sehingga akhirnya timbul dengan

sendirinya dalam praktek, persetujuan yang belum diaturdalam KUH Perdata, yakni

perjanjian sewa beli.

Menurut pasal I Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.34/kp/1I/80,

Sewa beli (Hire Purchase) adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan

penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang telah disepakati

bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian serta hak milik atas barang tersebut baru

beralih dari penjualan kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh

pembeli kepada penjual.Ciri khas dari pranata sewa beli yaitu perjanjian bentuk tertulis,

meskipun bentuk tertulis bukanlah syarat untuk sabnya suatu perjanjian sewa beli. Dari

bentuk tertulis ini timbul perjanjian-perjanjian yang bentuk maupun isinya telah dibuat

oleh salah satu pihak. Biasanya pembuat perjanjian baku ini adalah pelaku

usaha/kreditur/penjual yang umumnya mempunyai posisi tawar yang lebih kuat.

Ada beberapa persamaan antara perjanjian sewa beli dengan perjanjian jual

beli, yaitu :

1. Sewa beli dan jual-beli merupakan suatu perikatan yang bersumber pada

perjanjian. Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi syarat sahnya

perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

11
2. Dalam perjanjian sewa beli dan jual-beli, penjual pada sewa beli dan jual

beli mempunyai kewajiban untuk menanggung adanya kenikmatan

tenteram dan damai serta adanya cacat tersembunyi.

3. Dalam perjanjian sewa beli dan jual-beli ada kewajiban untuk

menyerahkan suatu barang atau benda tertentu.

4. Sewa beli dan jual-beli bertujuan untuk memperoleh dan mengalihkan

hak milik.

Adapun perbedaan-perbedaan dari perjanjian sewa beli dan perjanjian jual-

beli antara lain :

1. Perjanjian jual beli biasanya merupakan suatu perjanjian dimana pihak

penjual mengikatkan diri untuk menyerabkan hak miliknya atas barang

jual-beli kepada pihak pembeli yang berkewajiban untuk membayarharga

pembelian (Pasal 1457 KUH Perdata), sedangkan dalam perjanjian sewa

beli, pembeli diperbolehkan mengangsur atau mencicil harga barang

tersebut dalam beberapa kali angsuran dan hak milik(meskipun barang

berada dalam penguasaan pembali) tetap berada ditangan penjual.

2. Walaupun pengaturan mengenai sewa beli belum diatur dalam ketentuan

hukum tertulis, tetapi dapat dikatakan bahwa barang sewa beli tersebut

haruslah dapat ditentukan jenis dan harganya. Hal ini berbeda dengan

perjanjian jual beli yang menentukan bahwa masing-masing pihak

diperbolehkan mengadakan perjanjian jual-beli walaupun barang yang

menjadi obyek perjanjian belum ada (Pasal 1334 Ayat (1) KUHPerdata).

12
3. Pengertian penyerahan dalam perjanjian jual-beli pada umumnya adalah

penyeraban nyata dan penyerahan yuridis, sedangkan

pengertianpenyerahan dalam perjanjian sewa beli adalah penyerahan

nyata, dan belum penyerahan secara yuridis.

D. Sewa Guna Usaha

Pengertian sewa guna usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan

No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha:

Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal

baik secara guna usaha dengan hak opsi (finance lease ) maupun sewa guna usaha tanpa

hak opsi (operating lease),untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu

berdasarkan pembayaran secara berkala.

Dari defenisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sewa guna usaha

merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa.Objek sewa guna usaha adalah

barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa.

Dalam setiap transaksi lessing di dalamnya selalu melibatkan 3 pihak utama,yaitu:

a) Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau didalam hal ini pihak

yang memiliki hak kepemilikan atas barang.

b) Lessee adalah perusahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki

hak opsi pada akhir perjanjian.

c) Supplier adalah pihak penjual barang yang disewa guna usahakan.

E. Waralaba (Franchise)

13
Waralaba didalam dunia bisnis terkenal dengan istilah ‘franchise’, yaitu

pemberian sebuah lisensi usaha oleh suatu pihak (perorangan atau perusahaan) kepada

pihak lain sebagai penerima waralaba.

Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia,yang dimaksud dengan waralaba adalah

perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan atau menggunakan hak

dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak

lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain

tersebut dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan jasa.

F. Pinjam Pakai

Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan

sesuatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma,dengan

syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya

waktu tertentu,akan mengembalikannya.

Dalam perjanjian pinjam pakai,peminjam berkewajiban untuk menjaga dan

memelihara objek pinjam pakai itu sebaik mungkin.Undang-undang mewajibkan bahwa

peminjam wajib menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak

rumah yang baik.

G. Hibah

Menurut Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa

“hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah,diwaktu hidupnya,dengan

14
Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,menyerahkan sesuatu barang guna

keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.

Berdasarkan rumusan di atas,dapat diketahui unsur-unsur hibah sebagai berikut:

a) Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan Cuma-Cuma,artinya tidak

ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah

b) Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk

menguntungkan pihak yang diberi hibah

c) Objek perjanjian hibah adalah segala macam harta benda milik penghibah,baik benda

berwujud maupun benda tidak berwujud,benda bergerak maupun benda tidak

bergerak,termasuk juga segala macam piutang penghibah

d) Hibah tidak dapat ditarik kembali

e) Pengibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup

f) .Hibah harus dilakukan dengan akta notaris.

Penghibahan ini digolongkan pada apa yang dinamakan perjanjian “dengan

Cuma-Cuma” (dalam bahasa Belanda: “om niet”) dimana perkataan dengan Cuma-Cuma

itu ditujukan pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja,sedangkan pihak yang lain

tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan.Perjanjian yang demikian juga

dinamakan “sepihak” (unilateral) sebagai lawan dari perjanjian “bertimbal balik”

(bilateral).

H. Penitipan Barang

15
Penitipan adalah suatu perjanjian "ril" yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan

dilakukannya suatu perbuatan nyata yaitu diserahkannya barang yang dititipkan, jadi

tidak seperti perjanjian-perjanjian lainnya pada umumnya yang biasanya konsensual yaitu

sudah dilahirkan pada saat tercapainya kata sepakat tentang hal -hal yang pokok dari

perjanjian itu.

Undang-undang menentukan bahwa penitipan barang itu ada dua (2) yaitu:

1) Penitipan Barang yang Sejati

Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan Cuma-cuma, jika

tidakperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-

barang bergerak (Pasal 1696 KUH Perdata). Perjanjian tersebut tidaklah

telah terlaksana selainnya dengan penyerahan barangnya secara sungguh-

sungguh atau secara dipersangkakan (Pasal 1697 KUH Perdata).

Penitipan barang dapat terjadi dengan sukarela maupun terpaksa hal ini

diatur dalam Pasal 1698 KUH Perdata. Penitipan barang dengan sukarela

terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan

barang dan pihak yang menerima titipan (Pasal 1699 KUH Perdata).

Sedangkan penitipan terpaksa adalah penitipan yang terpaksa dilakukan

oleh seorang karena timbulnya sesuatu malapetaka, misalnya : kebakaran,

runtuhnya gedung, perampokan, karamnya kapal, banjir dan lain-lain

peristiwa yang tak terduga sebelumnya (Pasal 1703 KUHPerdata).

2) Penitipan Barang Sekestrasi

Sekestrasi adalah penitipan barang karena adanya perselisihan ditangannya

16
seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk dan setelah perselisihan

itu diputus mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan

berhak,beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang dilakukan atas

perintah Hakim atau pengadilan (Pasal 1730 KUH Perdata). Sekestrasi

terjadi dengan persetujuan,apabila barang yang menjadi sengketa

diserahkan kepada seorang pihak ke tiga oleh satu orang atau lebih secara

sukarela (Pasal 1731 KUH Perdata).Sekestrasi dapat mengenai baik

barang-barang bergerak maupun barang-barang tidak bergerak (Pasal 1734

KUH Perdata), Jadi berlainan dengan penitipan barang yang sejati, yang

hanya dapat mengenai barang yang bergerak saja.

I. Pemberian Kuasa

Menurut Pasal 1792 KUH Perdata, yang berbunyi: "Pemberian kuasa adalah suatu

persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang

menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan".Ketentuan pasal

tersebut, dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak, yaitu:Pemberi kuasa dan Penerima

kuasa atau disingkat kuasa, yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk

dan atas nama pemberi kuasa.

Lembaga hukum kuasa disebut dengan pemberian kuasa, jika:

a) Pemberi kuasa melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada

penerima kuasa untuk mengurus kepentingannya, sesuai dengan fungsi

dan kewenangan yang ditentukan dalam surat kuasa.

17
b) Dengan demikian, penerima kuasa berkuasa penuh, bertindak mewakili

pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama pemberi kuasa.

c) Pemberi kuasa bertanggungjawab atas segala perbuatan kuasa,sepanjang

perbuatan yang dilakukan kuasa tidak melebihi wewenang yang diberikan

pemberi kuasa.

Sifat perjanjian kuasa, antara lain sebagai berikut:

1) Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa.

2) Pemberian kuasa bersifat konsensual, yaitu perjanjian berdasarkan

kesepakatan, dalam arti:

a. Hubungan pemberian kuasa, bersifat paket yang terdiri dari

pemberi dan penerima kuasa.

b. Hubungan hukum itu dituangkan dalam perjanjian pemberian

kuasa,berkekuatan mengikat sebagai persetujuan di antara mereka

(keduabelah pihak).

c. Oleh karena itu, pemberian kuasa harus dilakukan berdasarkan

pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.

3) Berkarakter garansi-kontrak. Ukuran untuk menentukan kekuatan

mengikat tindakan kuasa kepada pemberi kuasa, hanya terbatas:

a. Sepanjang kewenangan atau mandat yang diberikan oleh pemberi

kuasa.

b. Apabila kuasa bertindak melampaui batas mandat, tanggung jawab

pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan, yang sesuai dengan

mandat yang diberikan. Sedangkan melampaui itu menjadi

18
tanggung jawab kuasa, sesuai dengan asas garansi-kontrak yang

dijelask dalam Pasal 1806 KUH Perdata.

Jenis kuasa dibedakan menjadi:

1. Kuasa Umum diatur dalam Pasal 1795 KUH perdata. Menurut pasal ini,

kuasa umum bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus

kepentingan pemberi kuasa, yaitu:

a. Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa.

b. Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan

kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya.

c. Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi

perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.

2. Kuasa Khusus diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata menjelaskan

pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai

satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan

pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili

kepentingan pemberi kuasa.

3. Kuasa Istimewa diatur dalam Pasal 1796 KUH Perdata mengatur perihal

pemberian kuasa istimewa. Selanjutnya ketentuan mengenai pemberian

kuasa istimewa, diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar

kuasa tersebut sah menurut hukum sebagai kuasa istimewa.

19
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Ada banyak definisi atau pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tetapi perbedaan definisi

tersebut merupakan sebuah hal yang wajar karena setiap pandangan dari para ahli berbeda –

beda. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan

sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama

artinya. Kemudian didalam suatu perjanjian terdapat syarat sahnya suatu perjanjian dan juga

terdapat asas – asas dan macam – macam perjanjian. Perjanjian juga memiliki sebuah syarat

yang sudah tercantum dalam hukum, yaitu terdapat dalam pasal 1320 kitab UU Hukum Perdata.

B.SARAN

Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa terutama mahasiswa fakultas hukum unbari

dapat memahami perjanjian. Namun untuk meningkatkan pemahaman diatas adapun saran –

saran untuk menunjang sebuah peningkatan dari materi maupun penerapannya. Alangkah

baiknya jika perjanjian ini tidak hanya dijadikan sebagai materi yang membantu proses

pemahaman mahasiswa saja namun dapat digunakan langsung atau dipraktekan secara langsung

dalam kehidupan sehari – hari atau dalam proses pembelajaran.Dan alangkah baiknya jika setiap

indivindu dapat menerapkan dan mengerti benar mengenai materi yang sudah kami paparkan

diatas.

20

Anda mungkin juga menyukai