Anda di halaman 1dari 165

Krista Y itawati, S.H., M . Hu m .

A n ik T ri Haryani, S.H., M . Hu m .
Si g i t Sapto Nugroho, S.H. , M . Hu m .

HU K U M
DA N
T EKNOL OGI
Perlindungan Hukum Jual Beli Melalui
Transaksi Elektronik (E-Commerce)
Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Krista Yitawati, S.H., M.Hum., et.al.
Hukum dan Teknologi; Krista Yitawati, S.H., M.Hum., et.al.; Editor: Farkhani,
S.H., S.HI., M.H.; Solo: Pustaka Iltizam; 2017
164 hlm.; 23 cm

ISBN: -

HUK U M D A N T E KN O L O G I
Perlindungan Hukum Jual Beli Melalui Transaksi Elektronik (E-Commerce)

Penulis:
Krista Yitawati, S.H., M.Hum.
Anik Tri Haryani, S.H., M.Hum.
Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum.

Editor:
Farkhani, S.H., S.HI., M.H.

Tata Letak:
Taufiqurrohman

Cover:
naka_abee

Cetakan I : 2017

Diterbitkan Oleh :

Perum Gumpang Baru


Jl. Kresna No. 1, Gumpang, Kartasura, Solo.
Phone : 0271-7652680, HP. 081548542512
Email : p_iltizam@yahoo.com
K A T A P E N G A N T AR

Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum. wr. wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Ilahi Robbi penulis
merasa berbahagia atas terwujudnya buku kolaborasi dengan tema
besar perkembangan hukum dan teknologi di Indonesia. Terdorong
keinginan oleh niat yang tulus dan ikhlas guna memperkaya kha-
zanah keilmuan, khususnya ilmu hukum bagi para mahasiswa dan
masyarakat pembaca untuk memahami dan memperdalam tentang
hukum yang bersinggungan dengan teknologi dalam hal ini khusus-
nya tentang jual beli lewat dunia maya (e-commerce).
Dewasa ini, globalisasi di era pasca millenium semakin mem-
buat dunia menciut dalam artian maknawi. Jarak dan ruang yang
dahulu menjadi salah satu kendala dalam hubungan antar manusia
dapat diterabas oleh kemajuan dan kecanggihan teknologi informa-
tika. Kecanggihan teknologi informatika mampu membuat akselerasi
perkembangan sisi-sisi kehidupan manusia ikut berkembang cepat
pula. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan di bidang eko-
nomi dan perdagangan atau bisnis yang dilakukan oleh masyara-
kat, yakni antar pelaku usaha maupun antara pelaku usaha dan
konsumen tumbuh dan berkembang dengan pesat, konsekuensi
dari perkembangan tersebut adalah semakin banyak transaksi yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Transaksi perda-
gangan manual yang mengharuskan penjual dan pembeli berhada-
pan face to face, dilangkahi hanya dengan melihat layar mini dan
memencet tombol-tombol kecil dalam genggaman tangan.
Model perdagangan yang berbeda ini (e-commerce) disamping
membawa keuntungan, sudah pastinya ada pula keburukan yang
muncul akibat kesalahan teknis dalam penggunaan teknologi atau
kerusakan softwarenya, bisa pula karena tidak sengaja dan kesen-
gaajaan manusia pebisnisnya (human error). Untuk mengantisipasi
hal-hal buruk dalam transaksi e-commerce, maka mengerti tentang
hukum dan teknologi, terutama dengan mekanisme dan perlindun-
Hukum & Teknologi 3
gan hukumnya menjadi penting bagi para pebisnis. Untuk kepentin-
gan itulah buku ini hadir, memberikan wacana dan pemahaman agar
bisnis dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Atas tersusunnya buku ini penulis tak lupa menghaturkan uca-
pan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta
Setiahadi, MP selaku Rektor Universitas Merdeka Madiun yang terus
memberikan dorongan semangat kepada penulis untuk dapat eksis
dalam kajian-kajian ilmiah dan penulisan buku. Bapak Moch. Juli
Pudjiono, SH, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Merdeka Madiun yang memberikan bimbingan dan arahan bagi pen-
ulis. Para rekan-rekan sejawat di Fakultas Hukum Universitas Merde-
ka Madiun yang selalu memberikan support, saran dan kritik yang
sangat berharga bagi penulis.
Penulis menyadari sebagaimana pepatah kata “tiada gading
yang tak retak” kiranya pembaca menemui hal yang kurang sem-
purna tentunya saran kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis
harapkan. Akhirnya dengan rasa kerendahan hati, semoga buku ini
bermanfaat.
Wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum wr. wb.

Madiun, Desember 2016

Penulis

4 Hukum & Teknologi


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................. 3
DAFTAR ISI ......................................................................... 5

BAB PENDAHULUAN ....................................................... 7


A. Perkembangan Bisnis dan Teknologi Informasi ....................7
B. Perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak Elektronik .............13

BAB II KEABSAHAN KONTRAK DALAM TRANSAKSI


ELEKTRONIK ......................................................... 23
A. Bentuk Kontrak Melalui Transaksi Elektronik .....................23
B. Proses Pelaksanaan Kontrak Melalui Transaksi Elektronik. ..37
C. Keabsahan Kontrak dalam Transaksi Elektronik ................44

BAB III KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM KONTRAK


TRANSAKSI ELEKTRONIK ...................................... 53
A. Hukum Pembuktian di Indonesia ......................................53
B. Kekuatan Pembuktian dalam Kontrak Transaksi Komersial
Elektronik ......................................................................58
C. Kedudukan Para Pihak dalam Kontrak Melalui Transaksi
Elektronik ......................................................................65

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI


TRANSAKSI ELEKTRONIK ...................................... 69
A. E-commerce Sebagai Alternatif Perjanjian Jual Beli ..........69
B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Transaksi
Elektronik ......................................................................71
C. Bentuk Perjanjian dalam Perjanjian Jual Beli melalui Transaksi
Elektronik ......................................................................74
D.Hambatan-hambatan dan Cara Mengatasi hambatan dalam
Jual Beli Melalui Transaksi Elektronik. .............................76

Hukum & Teknologi 5


BAB V PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PERJANJIAN JUAL
BELI MELALUI TRANSAKSI ELEKTRONIK ............... 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 88


TENTANG PENULIS ........................................................... 92
LAMPIRAN ........................................................................ 94

6 Hukum & Teknologi


BAB I

P E N D A H U L U AN

A. Perkembangan Bisnis dan Teknologi Informasi


Teknologi diciptakan berkembang seiring dengan kebutuhan ma-
nusia untuk memudahkan hidup dari sebelumnya. Kegiatan teknolo-
gi informasi dapat dimanfaatkan untuk saling berkomunikasi, untuk
penyebaran dan pencarian data, untuk kegiatan belajar mengajar,
untuk memberi pelayanan serta dapat dimanfaatkan untuk melaku-
kan transaksi bisnis. Manusia selalu memperoleh perangkat atau per-
lengkapan baru ketika muncul kebutuhan atau sarana-sarana tersebut
sepanjang perangkat tersebut dapat disediakan. Dalam kenyataan-
nya, sejarah umat manusia sering pula dikatakan sebagai sejarah
perkembangan peralatan atau sejarah perkembangan teknologi.”1
Teknologi informasi telah mengubah cara-cara bertransaksi dan
membuka peluang-peluang baru dalam melakukan transaksi bisnis.
Disamping itu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan tatanan sosial, ekonomi dan budaya secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini
menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi
bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia,
sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.2
Secara fungsional, teknologi informasi dalam suatu teknologi
digital tertentu, memungkinkan penghematan waktu dan ruang
(efisiensi) dan kenyamanan (atau bahkan hiburan) bagi penggunanya.
Melalui perangkat jaringan komputer yang menggunakan basis
data otomatis, akses ke berbagai informasi dapat ditingkatkan, se-
hingga segala sesuatu akan berada pada ujung jari pengguna yang

1 Assafa Endeshaw, 2007, Hukum E Commerce Dan Internet Dengan Fokus Di Asia Pasifik, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, hal. 3
2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Beserta
Penjelasannya, Kesindo Utama, Surabaya, 2008, hal. 30

Hukum & Teknologi 7


memiliki peralatan yang diperlukan (telepon dan modem). Akan teta-
pi, peningkatan ketergantungan pada teknologi yang diakibatkan
oleh kompetisi yang tidak terkendali untuk melakukan inovasi dan
tidak mau kalah dari yang lain, telah melipatgandakan pembeberan
departemen pemerintahan dan bisnis pada resiko potensial berupa
kebocoran keamanan informasi.3
Hal ini menimbulkan kerentanan terhadap akses yang tidak sah
pada informasi yaitu melalui pencurian, penyadapan, pembajakan,
atau penyalahgunaan telah menjadi ancaman yang nyata. Berbagai
permasalahan yang dimunculkan oleh teknologi informasi dan harus
dihadapi oleh hukum, semestinya telah cukup luas dan dapat diduga.
Salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolo-
gi ini antara lain adalah teknologi dunia maya yang dikenal dengan
istilah internet. Pertumbuhan pengguna internet yang sedemikian
pesatnya merupakan suatu kenyataan yang membuat internet men-
jadi salah satu media yang efektif bagi pelaku usaha untuk mem-
perkenalkan dan menjual barang atau jasa ke calon konsumen ke
seluruh dunia.
Internet mempelopori tumbuhnya transaksi perdagangan de-
ngan menggunakan sarana elektronik atau yang kemudian disebut
dengan electronic commerce (Transaksi Elektronik), atau yang biasa
disebut dengan e-commerce. E-commerce merupakan model bisnis
modern yang non-face (tidak menghadirkan pelaku bisnis secara fisik)
dan non-sign (tidak memakai tanda tangan asli) dan lebih praktis tan-
pa kertas (paperless).4 Lazimnya dalam perdagangan konvensional,
para pihak harus bertemu secara langsung apabila akan menjalankan
suatu transaksi perdagangan, tetapi dalam E-commerce konsep ini
berubah menjadi telemarketing yaitu perdagangan jarak jauh dengan
menggunakan internet.
Pada dasarnya transaksi jual beli e-commerce juga merupakan
kontrak jual beli yang sama dengan jual beli konvensional yang biasa
dilakukan oleh masyarakat. Perbedaannya hanya pada media yang
digunakan adalah media elektronik yaitu internet, sehingga kesepa-
katan ataupun kontrak yang tercipta adalah melalui online. Kontrak

3 Assafa Endeshaw, Op. Cit, hal. 10.


4 Ibid,hal. 4.

8 Hukum & Teknologi


jual beli online, hampir sama dengan kontrak jual beli pada umumnya
yang terdiri dari penawaran oleh salah satu pihak dan penerimaan
oleh pihak lain. Melalui e-commerce, semua formalitas yang biasa
digunakan dalam transaksi perdagangan konvensional dikurangi, dis-
amping itu tentunya konsumen memiliki kemampuan untuk men-
gumpulkan dan membandingkan informasi setiap barang dan jasa
secara leluasa tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
Hilangnya batas dunia yang memungkinkan seseorang berkomu-
nikasi dengan orang lain secara efisien dan efektif ini secara langsung
mengubah cara perusahaan melakukan bisnis dengan perusahaan
lain atau dengan konsumen. Menurut Richardus Eko Indrajit, yang
mengutip pendapat Peter Fingar, mengungkapkan bahwa :
Pada prinsipnya e-commerce menyediakan infrastruktur bagi pe-
rusahaan untuk melakukan ekspansi proses bisnis internal menuju
lingkungan eksternal tanpa harus menghadapi rintangan waktu dan
ruang (time and space) yang selama ini menjadi isu utama. Pelu-
ang untuk membangun jaringan dengan berbagai institusi lain harus
dimanfaatkan, karena dewasa ini persaingan sesungguhya terletak
bagaimana sebuah perusahaan dapat memanfaatkan e-commerce
untuk meningkatkan kinerja dalam bisnis inti yang digelutinya.5
Transaksi perdagangan melalui sistem elektronik khususnya
melalui internet (e-commerce) selain menjanjikan sejumlah keuntun-
gan, tetapi pada saat yang sama juga berpotensi terdapat sejumlah
kerugian. Munculnya bentuk penyelewengan-penyelewengan yang
cenderung merugikan konsumen dan menimbulkan berbagai per-
masalahan hukum dalam melakukan transaksi e-commerce. Masalah
hukum yang menyangkut perlindungan hukum terhadap konsumen
semakin mendesak dalam hal seorang konsumen melakukan trans-
aksi e-commerce dengan merchant dalam satu negara atau berlainan
negara. Dalam jual beli melalui internet, masalah yang sering diha-
dapi konsumen adalah meliputi sikap pelaku usaha yang bertindak
curang pada saat perjanjian jual beli dilakukan, seperti ketidakjelasan
isi dari kontrak standar, produk cacat (defective product), dan keti-
dakpuasan atas jasa yang ditawarkan (unsatisfactory services), iklan

5 Zulfi Chairi, 2006, Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui Internet, USU Repository ©,http://
library.usu.ac.id, hal.2, Diakses tanggal 5 Desember 2016.

Hukum & Teknologi 9


yang menyesatkan, serta permasalahan layanan purna jual. Secara
garis besar, permasalahan yang timbul berkenaan dengan hak-hak
konsumen, antara lain sebagai berikut :
1. Konsumen tidak dapat langsung mengklasifikasi, melihat atau
menyentuh barang yang akan dipesan.
2. Ketidakjelasan informasi tentang produk (barang dan jasa) yang
ditawarkan dan/atau tidak ada kepastian apakah konsumen
telah memperoleh berbagai informasi yang layak diketahui atau
yang sepatutnya dibutuhkan untuk mengambil suatu keputusan
dalam bertransaksi.
3. Tidak jelasnya status subyek hukum dari si pelaku usaha.
4. Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi serta
penjelasan terhadap resiko-resiko yang berkenaan dengan sistem
yang digunakan, khususnya dalam hal pembayaran secara elek-
tronik baik dengan credit card maupun elektronik cash.
5. Pembebanan resiko yang tidak berimbang, karena umumnya ter-
hadap jual beli di internet, pembayaran telah lunas dilakukan di
muka oleh si konsumen, sedangkan barang belum tentu diterima
atau akan menyusul kemudian karena jaminan yang ada adalah
jaminan pengiriman barang bukan jaminan penerimaan barang.
6. Transaksi yang bersifat lintas batas negara (borderless) menim-
bulkan pertanyaan mengenai yurisdiksi hukum negara mana
yang sepatutnya diberlakukan.6
Pelaksanaan jual beli melalui transaksi elektronik kini dalam
prakteknya menimbulkan beberapa permasalahan, misalnya pembeli
yang seharusnya bertanggung jawab untuk membayar sejumlah har-
ga dari produk atau jasa yang dibelinya, tapi tidak melakukan pem-
bayaran. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jaw-
abnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dapat digugat
oleh pihak yang merasa dirugikan untuk mendapatkan ganti rugi.7

6 Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 312.
7 Lia Sautunnida, 2008, Jual Beli Melalui Informasi elektronik (E-commerce) Kajian Menurut Buku
III KUH Perdata dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Fakultas Hukum Uni-
versitas Syiah Kuala,hal. 1.

10 Hukum & Teknologi


Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu
sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian terse-
but, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum
bagi para pihak yang membuatnya.8
Jika melihat salah satu syarat sahnya perjanjian dalam Pasal
1320 KUH Perdata, yaitu adanya kecakapan maka akan menjadi
permasalahan jika pihak dalam jual beli melalui informasi elektronik
adalah anak di bawah umur, hal ini mungkin terjadi karena untuk
mencari identitas yang benar melalui transaksi elektronik tidak mu-
dah, juga apabila melihat unsur yang lain seperti terjadinya kesepaka-
tan menjadi pertimbangan untuk menentukan relevansi penerapan
asas – asas hukum yang selama ini berlaku dalam dunia informasi
elektronik.
Pemanfaatan media e-commerce dalam dunia perdagangan
sangat membawa dampak pada masyarakat internasional pada um-
umnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Bagi masyarakat
Indonesia hal ini terkait masalah hukum yang sangat penting. Pent-
ingnya permasalahan hukum di bidang e-commerce adalah terutama
dalam memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melaku-
kan transaksi melalui informasi elektronik.9
Mengingat pentingnya hal tersebut maka Indonesia pada tahun
2008 lalu mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur transaksi
melalui informasi elektronik yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang untuk selan-
jutnya disingkat UU ITE, yang pada tahun 2016 mengalami peruba-
han dengan pertimbangan untuk menjamin pengakuan serta peng-
hormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ket-
ertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis, untuk itu
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pe-
rubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik.

8 Suharnoko,2004, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus) Prenada Media, Jakarta, hal. 1.
9 Ahmad M.Ramli, 2000, Perlindungan Hukum Dalam Transaksi E-commerce, Jurnal Hukum Bis-
nis, hal. 14.

Hukum & Teknologi 11


Menurut ketentuan Pasal 1 butir 2 UUITE, disebutkan bahwa
transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
mengunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik
lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu
perwujudan ketentuan tersebut. Selanjutnya menyangkut penyelesa-
ian hukum jika terjadi sengketa antara para pihak yang melakukan
jual beli melalui transaksi elektronik tersebut. Persoalan tersebut akan
menjadi semakin rumit, jika para pihak berada dalam wilayah negara
yang berbeda, menganut sistem hukum yang berbeda pula.
Hal ini bisa terjadi, karena informasi elektronik merupakan dunia
maya yang tidak mengenal batas – batas kenegaraan dan dapat di
akses dari berbagai belahan dunia manapun selama masih terdapat
jaringan ekonomi elektronik. Kontrak elektronik dalam transaksi ele-
ktronik, harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak
konvensional. Oleh karena itu, kontrak elektronik harus juga mengi-
kat para pihak sebagaimana Pasal 18 ayat (1) UU ITE menyebutkan
bahwa “transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elek-
tronik mengikat para pihak”.
Berdasarkan UU ITE, dikemukakan bahwa dokumen elektronik
dan tandatangan digital (digital signature) tidak berlaku untuk pem-
buatan dan pelaksanaan surat wasiat, surat-surat berharga selain sa-
ham yang diperdagangkan di bursa efek, perjanjian yang berkaitan
dengan barang tidak bergerak, dokumen-dokumen lain yang menu-
rut peraturan perundang-undangan yang berlaku mengharuskan ad-
anya pengesahan notaris atau pejabat yang berwenang. Ketentuan
ini mengandung arti bahwa ada akta-akta otentik tertentu yang tidak
dapat dibuat dalam bentuk elektronis.
Pengakuan kontrak elektronik sebagai suatu bentuk perjanjian
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Indo-
nesia masih merupakan permasalahan yang pelik. Pasal 1313 KUH
Perdata mengenai definisi perjanjian memang tidak menentukan
bahwa suatu perjanjian harus dibuat secara tertulis.
Pasal 1313 KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat-
kan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika mengacu pada
definisi ini maka suatu kontrak elektronik dapat dianggap sebagai

12 Hukum & Teknologi


suatu bentuk perjanjian yang memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUH
Perdata tersebut. Namun pada prakteknya suatu perjanjian biasanya
ditafsirkan sebagai perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis
(paper-based) dan bila perlu dituangkan dalam bentuk akta notaris.
Selanjutnya, mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata, suatu
perjanjian barulah sah jika memenuhi syarat subyektif (ada kesepaka-
tan antar para pihak dan para pihak cakap untuk membuat perjan-
jian) dan syarat obyekif (obyek perjanjian harus jelas dan perjanjian
dilakukan karena alasan yang halal). Dalam transaksi konvensional
di mana para pihak saling bertemu, tidak sulit untuk melihat apakah
perjanjian yang dibuat memenuhi syarat-syarat tersebut. Permasala-
han timbul dalam hal transaksi dilakukan tanpa adanya pertemuan
antar para pihak. Di samping itu, transaksi komersial elektronik san-
gat bergantung pada kepercayaan di antara para pihak.Ini terjadi
karena dalam transaksi komersial elektronik para pihak tidak melaku-
kan interaksi secara fisik. Karena itu masalah pembuktian jika terjadi
sengketa menjadi hal yang sangat penting.
Dalam hukum acara perdata Indonesia dikenal ada lima macam
alat bukti di mana surat/bukti tulisan diletakkan pada urutan per-
tama. Yang dimaksud dengan surat di sini adalah surat yang ditan-
datangani dan berisi perbuatan hukum. Sedangkan surat yang dapat
menjadi alat bukti yang kuat adalah surat yang dibuat oleh atau diha-
dapan notaris (akta otentik). Dari sini timbul permasalahan mengenai
kekuatan pembuktian kontrak elektronik jika terjadi sengketa antara
para pihak.

B. Perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak Elektronik


Hukum Indonesia mengatur perjanjian secara umum di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Buku III Bab ke dua
tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau per-
janjian. Sedangkan untuk perjanjian yang lebih khusus diatur dalam
bab V sampai dengan Bab XVIII. Perjanjian akan menimbulkan suatu
perikatan yang dalam kehidupan sehari-hari sering diwujudkan den-
gan janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Hubungan
hukum dalam perjanjian bukanlah hubungan hukum yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang berkeinginan untuk menimbulkan hubungan

Hukum & Teknologi 13


hukum tersebut.10
Mengenai transaksi umumnya orang akan mengatakan bahwa
hal tersebut adalah perjanjian jual beli antar para pihak yang ber-
sepakat untuk itu. Dalam lingkup hukum, sebenarnya istilah trans-
aksi adalah keberadaan suatu perikatan ataupun hubungan hukum
yang terjadi antara para pihak. Jadi jika berbicara mengenai transaksi
sebenarnya adalah berbicara tentang aspek materiil dari hubungan
hukum yang disepakati oleh para pihak (Pasal 1320 jo Pasal 1338
KUH Perdata), sehingga sepatutnya bukan berbicara mengenai per-
buatan hukumnya secara formil, kecuali untuk melakukan hubungan
hukum yang menyangkut benda tidak bergerak. Sepanjang menge-
nai benda tidak bergerak, maka hukum akan mengatur mengenai
perbuatan hukumnya itu sendiri yakni harus dilakukan secara terang
dan tunai.
Oleh karena itu, keberadaan ketentuan-ketentuan hukum men-
genai perikatan sebenarnya tetap valid karena ia akan mencakup
semua media yang digunakan untuk melakukan transaksi itu sendiri.
Namun dalam prakteknya seringkali disalahpahami oleh masyarakat
bahwa yang namanya “transaksi” dagang harus dilakukan secara “hi-
tam diatas putih” atau dikatakan diatas kertas dan harus bertanda
tangan serta bermaterai. Padahal hal tersebut sebenarnya adalah
dimaksudkan agar ia lebih mempunyai nilai kekuatan pembuktian,
jadi fokusnya bukanlah formil kesepakatannya, melainkan materiil
hubungan hukumnya itu sendiri.
Transaksi dengan menggunakan media elektronik (online con-
tract) sebenarnya adalah perikatan ataupun hubungan hukum yang
dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (network-
ing) dari sistem informasi berbasis komputer dengan sistem komuni-
kasi yang berdasarkan atas jaringan dan jasa telekomunikasi, yang
selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan computer global in-
formasi elektronik. Oleh karena itu, syarat sahnya perjanjian juga
akan tergantung kepada esensi dari sistem elektronik itu sendiri. Se-
hingga perjanjian dapat dikatakan sah apabila dapat dijamin bahwa
komponen dalam sistem elektronik itu dapat dipercaya dan/atau ber-
jalan sebagaimana mestinya.

10 Edmon Makarim, Op-Cit, hal. 216.

14 Hukum & Teknologi


1. Tinjauan Tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeen-
komst (Belanda) yang diterjemahkan dengan persetujuan/per-
janjian.11 Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat-
kan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Perikatan dan perjanjian merupakan dua hal yang berbe-
da. Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat
abstrak yang menunjuk pada hubungan hukum harta kekayan
antara dua orang atau lebih, di mana hubungan hukum terse-
but melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat
dalam hubungan hukum tersebut.
Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian: suatu
hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau
lebih yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk mem-
peroleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain un-
tuk menunaikan prestasinya.12
Abdulkadir Muhammad13 mengemukakan bahwa penger-
tian menurut Pasal 1313 KUH Perdata ini mengandung banyak
kelemahan yaitu :
1) Hanya menyangkut sepihak saja dilihat dari perumusan
“satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih lainnya.” Seharusnya perumusan itu “saling
mengikatkan diri”, sehingga ada konsensus dari para pihak.
2) Kata perbuatan mengandung arti tanpa konsensus, seharus-
nya dipakai kata persetujuan.
3) Pengertian perjanjian terlalu luas, di mana yang dimaksud
adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapan-
gan harta kekayaan saja.

11 R. Subekti, Tjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Ja-
karta, hal. 338.
12 M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal 6.
13 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung Citra Aditya Bakti, hal. 45

Hukum & Teknologi 15


4) Tanpa menyebut tujuan, dalam perumusan pasal itu tidak
disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga tidak
jelas untuk apa.
Endang Mintorowati14 mengartikan bahwa perjanjian adalah
suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan
harta kekayaan.

b. Macam-macam Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara sehingga
muncullah bermacam-macam perjanjian. Pembedaan yang pal-
ing pokok adalah:15
1) Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan ke-
wajiban kepada kedua belah pihak yang membuat perjan-
jian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUH Perdata
dan Perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUH Perdata.
2) Perjanjian Sepihak
Perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kew-
ajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah,
dimana kewajiban hanya ada pada orang yang menghibah-
kan sedangkan penerima hibah hanya berhak menerima ba-
rang yang dihibahkan tanpa kewajiban apapun.
3) Perjanjian dengan Percuma
Perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi
salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam
pakai Pasal 1666 dan Pasal 1740 KUH Perdata.
4) Perjanjian Konsensuil, Riil dan Formil
Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian yang dianggap
sah jika telah terjadi konsensus atau sepakat antara para pi-
hak yang membuat perjanjian. Perjanjian Riil adalah per-
janjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya

14 Endang Mintorowati, 1999, Hukum Perjanjian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, hal. 2.
15 Sutarno, 2005, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabetha, Bandung, hal. 82-83.

16 Hukum & Teknologi


pun harus diserahkan, misalnya perjanjian penitipan barang
Pasal 1741 KUH Perdata. Perjanjian Formil adalah perjan-
jian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang
mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan ben-
tuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pe-
jabat umum Notaris atau PPAT, misalnya perjanjian jual beli
tanah harus dibuat denngan akta PPAT.
5). Perjanjian Bernama atau Khusus dan Perjanjian Tak Ber-
nama
Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang
telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUH perdata
Bab V sampai dengan Bab XVIII, misalnya perjanjian jual
beli. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak
diatur secara khusus dalam undang-undang misalnya perjan-
jian kredit.

c. Syarat Sahnya Perjanjian


Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, antara lain :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Suatu hal tertentu,
d. Suatu sebab yang halal
Dua syarat pertama disebut syarat subjektif karena menge-
nai para pihak dalam suatu perjanjian. Sedangkan dua syarat
yang terakhir disebut syarat objektif karena mengenai perjanjian-
nya sendiri atau objek dari perjanjian yang dilakukan.

d. Lahirnya Perjanjian
Sejak terjadi kata sepakat antara para pihak atau sejak per-
nyataan sebelah menyebelah bertemu yang kemudian diikuti
sepakat, kesepakatan itu sudah cukup secara lisan saja. Kese-
pakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya
perjanjian.

Hukum & Teknologi 17


e. Isi Perjanjian
Isi perjanjian adalah :
1) Hal – hal yang dengan tegas ditentukan dalam perjan-
jian.
2) Segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang (Pasal
1339 KUH Perdata).
Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan
dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian meski-
pun dengan tidak tegas dinyatakan.

f. Ingkar Janji (Wanprestasi)


Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti suatu
keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak
melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan.

g. Keadaan Memaksa (Overmacht)


Overmacht adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak
dapat diduga-duga terjadinya, sehingga menghalangi seorang
debitur untuk melakukan prestasi sebelum ia lalai/alpa dan ke-
adaan mana tidak dapat dipersalahkan kepadanya.

h. Ganti Rugi
Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi karena
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Ganti rugi kare-
na wanprestasi diatur dimulai dari Pasal 1243 KUH Perdata
menyatakan penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak di-
penuhinya suatu perikatan.
Sedangkan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum
diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.Ganti rugi karena per-
buatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang
dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan
kepada pihak yang dirugikannya.16
16 Salim HS, 2003, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontak) Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 100.

18 Hukum & Teknologi


2. Tinjauan Tentang E-commerce

a. Internet
Saat ini kita telah memasuki era millenium ke 3, yang di-
tandai dengan era teknologi informasi yang memperkenalkan
kepada kita media dunia maya (cyberspace) atau informasi ele-
ktronik, yang mempergunakan komunikasi tanpa kertas (paper-
less document).
Apabila kita melihat pada sejarah perkembangan informasi
elektronik bahwa sekitar tahun 1969 di Amerika Serikat, diben-
tuk jaringan komputer di Univercity of California di Los Angeles,
Univercity of California di Santa Barbara, Univercity of Utah
dan Institut Penelitian Stanford. Proyek ini mendapat dana dari
Departemen Pertanahan Amerika Serikat dengan nama Ad-
vances Researche Project Agence (ARPA). Jaringan Advances
Researche Project Agence atau ARPANET ini di desain untuk
mengadakan sistem desentralisasi informasi elektronik.
Sekitar tahun 1983, Yayasan Nasional Ilmu Pengetahuan
(National Science Foundation) memperluas Arpanet untuk men-
ghubungkan komputer seluruh dunia. Informasi elektronik, ter-
masuk electronic mail (e-mail) yang berkembang sampai tahun
1994, pada saat mana ilmu pengetahuan memperkenalkan
World Wide Web. Seterusnya penggunaan web meluas ke keg-
iatan bisnis, industri, dan rumah tangga di seluruh dunia.17
Mengenai pengertian internet, D.E. Corner menulis dalam
suatu ensiklopedi elektronik bahwa:
“internet, computer based global information sistem. The
internet is composed of many interconnected computer net-
works. Each network may link tens, hundreds, or even thou-
sands of computers, enabling them to share information with
one another and to share computational resources such as
powerfull supercomputers and databases of information. (In-
ternet, sistem informasi global berbasis komputer internet
terbentuk dari jaringan komputer yang saling terkoneksi.
17 Tammy S. Trout-Mc, 1997,Intyre, Personal Jurusdiction and The Informasi elektronik : Does The
Shoe Fit 21 Jakarta : Hamlie, hal. 223.

Hukum & Teknologi 19


Tiap jaringan dapat mencakup puluhan, ratusan atau bah-
kan ribuan komputer, memungkinkan mereka untuk berbagi
informasi satu dengan yang lain dan untuk berbagi sumber-
sumber daya komputerisasi seperti supercomputer-super-
komputer yang kuat dan database-database informasi)18
Secara teknis, internet/informasi elektronik merupakan
jaringan komputer yang bersifat global dimana dilakukan per-
tukaran informasi oleh para pengguna informasi elektronik.
Suatu jaringan komputer dapat saja dibentuk dalam suatu lokasi
terbatas dan kecil, misalnya jaringan yang terdiri dari beberapa
komputer di suatu gedung kantor. Ini dinamakan Local Area
Network (LAN). Tetapi, informasi elektronik merupakan jarin-
gan komputer yang memiliki cakupan wilayah amat luas, yaitu
bersifat global.

b. E-commerce sebagai transaksi tanpa kertas (pa-


perless transaction)
Istilah informasi elektronik sekarang ini dikenal pula istilah
cyberspace, yang biasanya diterjemahkan ke Bahasa Indonesia
sebagai dunia maya. Istilah Cyberspace ini sebenarnya merupak-
an istilah lain dari informasi elektronik.
Dewasa ini, teknologi informasi berkenaan dengan cyber-
space (dunia maya) telah digunakan di banyak sektor kehidupan.
Menurut Wiradipradja dan Budhijanto.“sistem informasi dan
teknologinya telah digunakan di banyak sektor kehidupan, mu-
lai dari perdagangan/bisnis (electronic commerce/e-commerce)
pendidikan (electronic education), kesehatan (tele-medicine),
telekarya, transportasi, industri, pariwisata, lingkungan sampai
ke sektor hiburan, bahkan sekarang timbul pula untuk bidang
pemerintahan (e-government).”19
Mengenai pengertian e-commerce, diberikan keterangan
oleh Peter Scisco, bahwa :

18 E. Corner, 2003,Informasi elektronik dalam Microsoft, Microsoft Encarta Reference Library 2003,
Microsoft Corporation, Ensiklopedi Elektronik, Jakarta, hal. 28.
19 S. Wiradipradja dan D. Budhijanto,2002, Perspektif Hukum Internasional tentang Cyber Law,
dalam Kantaatmadja, et al, Cyberlaw : Suatu Pengantar Elips 11, Jakarta, hal.88.

20 Hukum & Teknologi


“Electronic Commerce or e-commerce, the exchange of
goods and services by means of the informasi elektronik or
other computer networks. E-commerce follows the same
basic principles as traditional commerce – that is, buyers
and sellers come together to exchange goods for money.
But rather than conducting business in the traditional way –
in stores and other “brick and mortar” buildings or through
mail order catalogs and telephone operators – in e-com-
merce buyer and sellers transact business over networked
Computers.(Electronic Commerce atau e-commerce, per-
tukaran barang dan jasa menggunakan Informasi elek-
tronik atau jaringan komputer lainnya. E-commerce mengi-
kuti prinsip-prinsip dasar yang sama dengan perdagangan
tradisional yaitu, pembeli dan penjual datang bersama-sama
guna saling menukarkan barang-barang untuk uang. Tetapi
tidak sebagaimana melakukan bisnis dalam cara tradisional
dalam took-toko dan gedung- gedung “yang terbagi atas
unit dan kelompok” atau melalui katalog surat pesanan dan
operator telepon dalam e-commerce pembeli dan penjual
melakukan transaksi bisnis melalui jaringan komputer.)20

c. Perjanjian Jual Beli Secara Elektronik


1) Pengertian Jual Beli Secara Elektronik
Pada transaksi jual beli secara elektronik, para pihak ter-
kait di dalamnya melakukan hubungan hukum yang dituang-
kan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga
dilakukan secara elektronik dan sesuai dengan Pasal 1 butir
17 UUITE disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjan-
jian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media ele-
ktronik lainnya.
Dengan kemudahan berkomunikasi secara elektronik,
maka perdagangan pada saat ini sudah mulai merambat ke
dunia elektronik. Transaksi dapat dilakukan dengan kemu-

20 Peter Scisco, 2003, Electronic Commerce dalam Microsoft, Microsoft Encarta


Reference Library 2003, Microsoft CorporationEnsiklopedi Elektronik, Ja-
karta, hal. 19.

Hukum & Teknologi 21


dahan teknologi informasi, tanpa adanya halangan jarak.
Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan baik
dalam lingkup publik ataupun privat.
2) Para Pihak dalam Jual Beli Secara Elektronik
Dalam dunia e-commerce dikenal dua pelaku, yaitu mer-
chant/pelaku usaha yang melakukan penjualan dan buyer/
customer/konsumen yang berperan sebagai pembeli.Selain
pelaku usaha dan konsumen, dalam transaksi jual beli me-
lalui transaksi elektronik juga melibatkan provider sebagai
penyedia jasa layanan jaringan informasi elektronik dan
bank sebagai sarana pembayaran.
ddd

22 Hukum & Teknologi


BAB II

K E A B S A H A N K O N T R AK D AL AM
T RAN S A K S I E L E K TRO N IK

A. Bentuk Kontrak Melalui Transaksi Elektronik


Pada umumnya perdagangan yang dilakukan oleh masyara-
kat merupakan perdagangan yang mempertemukan antara pihak
pembeli dan pihak penjual secara langsung, pembayaran harga dan
penerimaan barang langsung di tempat transaksi tersebut. Berdasar-
kan kesepakatan antara para pihak itulah maka perjanjian jual beli
tersebut dilakukan. Dalam transaksi elektronik tidak ada proses tawar
menawar seperti pada transaksi di dunia nyata. Barang dan harga
yang ditawarkan terbatas dan telah ditentukan oleh penjual. Jadi jika
pembeli tidak sepakat, maka pembeli bebas untuk tidak meneruskan
transaksi dan pembeli dapat mencari website lain yang sesuai dengan
keinginannya.
Dalam lingkup hukum, sebenarnya istilah transaksi adalah ke-
beradaan suatu perikatan ataupun hubungan hukum yang terjadi
antara para pihak. Transaksi sebenarnya adalah suatu aspek mate-
riil dari hubungan hukum yang disepakati oleh para pihak sehingga
sepatutnya bukan mengenai perbuatan hukumnya secara formil, ke-
cuali untuk melakukan hubungan hukum yang menyangkut benda
tidak bergerak.21
Oleh karena itu, keberadaan ketentuan-ketentuan hukum men-
genai perikatan sebenarnya tetap ada karena mencakup semua me-
dia yang digunakan untuk melakukan transaksi itu sendiri baik den-
gan media kertas maupun dengan media sistem elektronik. Tetapi
dalam praktek seringkali disalahpahami oleh masyarakat bahwa tran-
saksi dagang harus dilakukan secara hitam di atas putih atau dapat
dikatakan di atas kertas dan harus bertanda tangan serta bermat-

21 Edmon Makarim, Op. Cit, hal. 222.

Hukum & Teknologi 23


erai. Sebenarnya hal tersebut dimaksudkan agar suatu transaksi lebih
mempunyai nilai kekuatan pembuktian hukumnya, jadi fokusnya bu-
kanlah formil kesepakatannya melainkan materiil hubungan hukum-
nya itu sendiri.
Keberadaan transaksi dalam lingkup ilmu teknologi informasi,
dipahami sebagai suatu perikatan ataupun hubungan hukum antara
pihak yang dilakukan dengan cara saling bertukar informasi atau
data untuk melakukan perdagangan. Oleh karena itu, dalam proses
pertukaran informasi atau data harus sesuai dengan kaedah-kaedah
dasar dalam aspek keamanan berkomunikasi, yaitu antara lain harus
bersifat confidential, intregity, authority, authencity dan non repu-
diation. Dengan demikian, informasi yang disampaikan antara para
pihak yang dijadikan dasar transaksi baru dapat dikatakan mengikat
apabila informasi tersebut dijamin kebenarannya. Sistem komunikasi
yang aman ini merupakan keterpaduan antara keberadaan sistem
perangkat keras komputer, perangkat lunak komputer maupun den-
gan operator (manusianya).
Pada dasarnya transaksi elektronik merupakan perikatan atau
hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik yang memadukan
jaringan dari sistem informasi berbasiskan komputer dengan sistem
komunikasi yang berdasarkan atas jasa jaringan dan jasa telekomuni-
kasi yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer
global internet, sehingga syarat sahnya perjanjian juga akan tergan-
tung pada esensi dari sistem elektronik itu sendiri dan suatu perjanjian
dikatakan sah apabila dapat dijamin bahwa semua komponen dalam
sistem elektronik itu dapat dipercaya dan/atau berjalan sebagaimana
mestinya. Dalam hal ini terdapat beberapa bentuk perdagangan me-
lalui internet antara lain sebagai berikut :
1. Perdagangan dengan internet (Internet Commerce)
Perdagangan dengan internet (Internet Commerce) adalah
sistem perdagangan yang menggunakan internet sebagai media
pemasaran dan media penjualan. Setelah melakukan pemesan-
an atau pembelian barang, pembeli membayar sejumlah uang
melalui kartu kredit atau mengirim ke nomor rekening tertentu
dan selanjutnya barang akan melalui tahap pengiriman.

24 Hukum & Teknologi


2. Perdagangan dengan fasilitas web internet (Web Commerce)
Perdagangan dengan fasilitas web internet (Web Commerce)
adalah sistem perdagangan yang menggunakan internet sebagai
tempat melakukan penawaran dalam sebuah kelompok pasar,
sehingga pembeli dapat membandingkan berbagai macam harga
dan barang yang ditawarkan. Keuntungan bagi pelanggan adalah
efisien dalam hal waktu dan perdagangan terlihat lebih nyata.
Sedangkan bagi penjual adalah penjual dapat mendistribusikan
informasi mengenai produk dan pelayanan yang ditawarkan
dengan lebih cepat sehingga dapat menarik pelanggan.
3. Perdagangan dengan sistem pertukaran data secara elektronik
(Electronik Data Interchange)
Perdagangan dengan sistem pertukaran data secara elek-
tronik (Elektronik Data Interchange) adalah sarana pertukaran
data transaksi regular dengan format standar yang dilakukan ber-
ulang dalam jumlah besar antara organisasi komersial. Biasanya
digunakan oleh kelompok retail yang besar ketika melakukan
bisnis dagang dengan para supplier mereka. Keuntungannya
adalah waktu pemesanan yang singkat, mengurangi biaya, pen-
giriman faktur yang cepat dan akurat serta pembayaran dapat
dilakukan secara elektronik.
Berdasarkan ruang lingkup aktifitasnya, praktek bisnis yang
berkembang dalam internet dibagi menjadi dua (2), yaitu :
1. Electronic Business
Electronic Business ditujukan untuk lingkup aktivitas perda-
gangan dalam arti luas.
2. Electronic Commerce
Electronic Commerce ditujukan untuk lingkup perdagangan
atau perniagaan yang dilakukan secara elektronik dalam arti
sempit (perdagangan melalui internet).
Berbeda dengan transaksi perdagangan dalam dunia nyata, tran-
saksi elektronik memiliki beberapa karakteristik yang sangat khusus,
yaitu :

Hukum & Teknologi 25


1. Transaksi tanpa batas.
Dengan membuat atau dengan memasang iklan di situs-situs
dalam internet, para penjual di seluruh dunia dapat memasarkan
produknya secara internasional tanpa batas waktu sedangkan
para pembeli dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut
dan melakukan transaksi secara on line. Secara alami, dengan
adanya situs E-Commerce tersebut akan terbentuk sebuah pasar
tersendiri bagi para pihak karena disinilah tempat bertemunya
permintaan dan penawaran walaupun yang bersangkutan be-
rada dalam sisi geografis yang berbeda.
2. Transaksi anonym.
Para penjual dan pembeli dalam transaksi tidak harus ber-
temu muka satu sama lainnya. Penjual tidak memerlukan nama
dari pembeli sepanjang mengenai pembayarannya telah disetu-
jui oleh penyedia sistem ini. Cukup dengan menggunakan kartu
kredit atau mengirim uang ke rekening tertentu.
3. Produk digital dan non digital.
Produk-produk digital seperti software komputer, musik
dan produk lain yang bersifat digital dapat dipasarkan melalui
internet dengan cara mendownload secara elektronik. Dalam
perkembangannya obyek yang ditawarkan melalui internet juga
meliputi barang-barang kebutuhan hidup lainnya.
4. Produk barang tak berwujud.
Banyak perusahaan yang bergerak di bidang E-Commerce
dengan menawarkan barang tak berwujud seperti software dan
ide-ide yang dijual melalui internet.22
Implementasi E-Commerce pada dunia industri yang penera-
pannya semakin lama semakin luas tidak hanya mengubah sua-
sana kompetisi menjadi semakin dinamis dan global, namun telah
membentuk suatu masyarakat tersendiri yang dinamakan Komunitas
Bisnis Elektronik (Electronic Business Community). Komunitas ini
memanfaatkan dunia maya sebagai tempat bertemu, berkomunikasi
dan berkoordinasi serta memanfaatkan media dan infrastruktur tele-

22 Ibid.

26 Hukum & Teknologi


komunikasi dan teknologi informasi dalam menjalankan kegiatannya
sehari-hari.Seperti halnya pada masyarakat tradisional, pertemuan
antara berbagai pihak dengan beragam kepentingan secara natural
telah membentuk sebuah pasar tersendiri sebagai tempat bertemu-
nya permintaan dan penawaran.
Transaksi yang terjadi antara permintaan dan penawaran dapat
dengan mudah dilakukan walaupun yang bersangkutan berada dalam
sisi geografis yang berbeda, hal ini disebabkan karena kemajuan dan
perkembangan teknologi informasi yaitu teknologi transaksi elek-
tronik. Secara umum, dalam transaksi elektronik dapat diklasifikasi-
kan menjadi dua (2) jenis, antara lain sebagai berikut :
1. Business to Business (B to B)
Transaksi Business to Business merupakan transaksi antar
perusahaan (baik pembeli maupun penjual adalah perusahaan),
jadi diantara para pihak sudah terjalin hubungan yang cukup
lama dengan format transaksi yang telah disepakati bersama se-
hingga transaksi tersebut hanya didasarkan pada kebutuhan dan
kepercayaan saja. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam
Business to Business adalah pemasok, distributor, pabrik, toko,
dan sebagainya. Dengan keuntungan B to B adalah menghemat
biaya, meningkatkan pendapatan, mempercepat pengiriman,
mengurangi biaya administrasi dan meningkatkan layanan pada
pelanggan.
2. Business to Customer (B to C)
Transaksi Business to Customer merupakan transaksi antar
perusahaan dengan konsumen atau individu. Model transaksi ini
menggunakan website karena sistem ini sudah umum dipakai di
kalangan masyarakat. Sedangkan pihak yang berinisiatif melaku-
kan transaksi adalah pihak pembeli atau konsumen dan penjual
hanya menerima respon dari konsumen saja. Contohnya adalah
situs Amazon.com yang merupakan sebuah situs E-Commerce
yang besar dan terkenal.23
Pada dasarnya perjanjian jual beli melalui transaksi elektronik
juga hampir sama dengan perjanjian jual beli pada umumnya, yaitu

23 Ibid, hal. 227.

Hukum & Teknologi 27


terdiri dari permintaan dan penawaran. Karena suatu kesepakatan
selalu diawali dengan adanya penawaran oleh satu pihak dan peneri-
maan oleh pihak lain.
1. Penawaran
Penawaran adalah suatu perbuatan seseorang yang beral-
asan bahwa perbuatan itu sendiri sebagai ajakan untuk ma-
suk ke dalam suatu ikatan perjanjian dapat dianggap sebagai
penawaran.24 Dalam transaksi E-Commerce, khususnya je-
nis transaksi Business to Customer (B to C), yang melakukan
penawaran adalah penjual. Para penjual (pelaku usaha) tersebut
memanfaatkan website untuk menjajakan produk dan jasa pelay-
anan. Para penjual menyediakan daftar barang (katalog barang)
dan pelayanan yang akan diberikan.
Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menyebutkan bah-
wa Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem ele-
ktronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang
ditawarkan.
Berdasarkan ketentuan pasal ini, dalam website penjual
tersebut biasanya ditampilkan barang-barang yang ditawarkan,
harganya, nilai rating tentang barang itu yang diisi oleh pem-
beli sebelumnya, spesifikasi tentang barang tersebut dan menu
produk lain yang berhubungan. Dalam hal ini suatu penawaran
haruslah dinyatakan dengan jelas dari dalam email website terse-
but yang menyatakan bahwa jika terjadi suatu penawaran yang
baru dari seorang penawar, maka setiap kali e-mail ini dijawab
haruslah terdapat suatu kepastian berupa diterima atau tidaknya
hal tersebut dengan kata-kata “I accept” atau “I agree”.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jelas
sekali menyatakan bahwa “suatu perjanjian harus didasarkan
pada obyek tertentu dan suatu kausa yang halal.” Oleh karenan-
ya, jika suatu tawaran dinyatakan secara jelas maka para pihak
dalam masalah ini akan dengan tegas menyatakan menerima
24 Niniek Suparni, 2009, Cyberspace: Problematika dan Antisipasi Pengaturannya, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 76.

28 Hukum & Teknologi


atau menolak tawaran itu dan akhirnya suatu kontrak baik se-
cara lisan maupun tulisan telah terjadi setelah memenuhi unsur
yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Penawaran tersebut pada dasarnya terbuka bagi semua
orang. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha terse-
but dapat melihat-lihat barang-barang yang ditawarkan dan jika
ada barang yang menarik perhatian maka transaksi dapat dilaku-
kan. Setelah pembeli memilih barang dan pembeli sepakat den-
gan isi perjanjian, maka pembeli harus mengisi sejumlah formulir
untuk melengkapi identitas si pembeli, dimana barang pesanan
akan diantar, dan sebagainya. Dengan diisinya formulir tersebut
pembeli dianggap sepakat dan menyetujui isi perjanjian yang di-
tawarkan oleh penjual.
Setelah terjadi kesepakatan tersebut, maka pembeli atau
konsumen mengirim sejumlah uang untuk pembayaran ke rek-
ening yang ditunjuk oleh pihak penjual, kemudian pihak pen-
jual akan mengirim pesanan pembeli ke alamat yang ditujukan
sebagai tempat penerimaan pesanan. Inilah keuntungan jika
melakukan belanja melalui transaksi elektronik. Kita dapat ber-
belanja kapan dan dimana saja tanpa dibatasi oleh jam buka toko
serta kita juga tidak akan risih dengan pandangan penjaga toko
yang mengawasi kegiatan kita.
2. Penerimaan
Penawaran dan penerimaan saling terkait untuk menghasilk-
an suatu kesepakatan. Dalam menentukan suatu penawaran dan
penerimaan dalam perdagangan melalui transaksi elektronik ini
tergantung pada keadaan dari sistem E-Commerce (komputer,
provider, dan pihak yang terlibat dalam E-Commerce) tersebut.
Penerimaan dapat dinyatakan melalui website, e-mail (surat ele-
ktronik), dan sebagainya.
Penjual biasanya bebas untuk menentukan suatu cara pener-
imaan. Misalnya ia menentukan bahwa dalam hal penjualan me-
lalui website atas barang dagangannya maka penawaran dapat
ditujukan pada halaman dari e-mail address calon pembelinya.

Hukum & Teknologi 29


Karena penawaran ini dikirimkan pada e-mail tertentu maka su-
dah jelas hanya pemegang e-mail itulah yang dituju. Tetapi jika
penawaran dilakukan melalui website atau news group maka se-
tiap orang yang berminat dapat membuat kesepakatan dengan
penjual yang menawarkan.25
Transaksi elektronik antara pihak yang menawarkan barang dan
jasa melalui internet dengan pihak yang membeli barang dan jasa
tersebut, pada umumnya berlangsung secara paperless transaction
(transaksi tanpa kertas) sedangkan dokumen yang digunakan dalam
transaksi tersebut bukanlah paper document (dokumen kertas), me-
lainkan digital document (dokumen elektronik).
Berbeda dengan perdagangan di dunia nyata dimana pembeli
dapat berkomunikasi aktif menanyakan tentang diskripsi barang yang
akan dibeli secara terperinci, dalam transaksi elektronik informasi
yang ditawarkan terlihat pasif, pembeli hanya diberikan informasi
secara sepihak saja oleh penjual. Apabila pembeli tertarik dengan
barang atau jasa yang ditawarkan, selanjutnya para pihak melakukan
perjanjian atau kontrak.
Perjanjian atau kontrak dalam transaksi elektronik termasuk
dalam kontrak elektronik. Berdasarkan Pasal 1 angka 17 UU ITE,
menyatakan bahwa Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak
yang dibuat melalui sistem elektronik. Dengan demikian, perjanjian
atau kontrak tersebut menggunakan media elektronik/internet seb-
agai media utamanya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa per-
janjian secara elektronik adalah kesepakatan antara kedua belah
pihak yang dilakukan secara elektronik, dimana para pihak dalam
melaksanakan perjanjian tidak memerlukan tatap muka secara lang-
sung.
Menurut Johannes Gunawan, di dalam kontrak elektronik selain
terkandung ciri-ciri kontrak baku juga terkandung ciri-ciri kontrak ele-
ktronik sebagai berikut :2632

25 Edmon Makarim, Op. Cit, hal. 229.


26 32 Onno W Purbo dan Aang Arif Wahyudi, 2001, Mengenal E-Commerce, Elex Media Komputin-
do, Jakarta, hal 46.

30 Hukum & Teknologi


a. Kontrak elektronik dapat terjadi secara jarak jauh, bahkan
melampaui batas-batas negara melalui internet.
b. Para pihak dalam kontrak elektronik pada umumnya tidak
pernah bertatap muka (faceless nature), bahkan mungkin ti-
dak akan pernah bertemu.
Sedangkan jenis kontrak elektronik dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :2733
a. E-contract yang memiliki obyek transaksi berupa barang dan
atau jasa. Pada e-contract jenis ini, internet merupakan me-
dium dimana para pihak melakukan komunikasi dalam pem-
buatan kontrak. Namun akan diakhiri dengan pengiriman
atau penyerahan benda dan atau jasa yang menjadi obyek
kontrak secara fisik (physical delivery).
b. E-contract yang memiliki obyek transaksi berupa informasi
dan atau jasa. Pada econtract jenis ini, internet merupakan
medium untuk berkomunikasi dalam bentuk pembuatan
kontrak dan sekaligus sebagai medium untuk mengirim atau
menyerahkan informasi dan atau jasa yang menjadi obyek
kontrak (cyber delivery).
Salah satu bentuk dari transaksi elektronik yang menjadi perha-
tian adalah perjanjian secara elektronik atau electronic contract. Per-
janjian di era digital akan menggunakan data digital sebagi pengganti
kertas. Penggunaan data digital sebagai media dalam melakukan per-
janjian akan memberikan efisiensi yang sangat besar terutama bagi
perusahaan – perusahaan yang menjalankan bisnisnya di internet.
Menurut perjanjian secara elektronik para pihak dalam melaku-
kan perjanjian tidak memerlukan tatap muka secara langsung, para
pihak dalam melaksanakan perjanjian tidak akan bertemu sebelum
perjanjian atau bahkan tidak akan pernah bertemu. Untuk men-
gatasi resiko perihal ketiadaan tatap muka langsung ini, telah ada
mekanisme pengesahan identitas. Teknologi yang dapat diandalkan
dalam mekanisme pengesahan identitas adalah teknologi penan-
datanganan secara digital.

33
27 Ibid.

Hukum & Teknologi 31


Perjanjian jual beli melalui transaksi elektronik pada dasarnya ti-
dak berbeda jauh dengan perjanjian biasa, yang membedakan hanya
pada bentuk dan berlakunya. Dalam perjanjian jual beli melalui trans-
aksi elektronik yang ada hanya form atau blanko klausul perjanjian
yang dibuat oleh salah satu pihak (penjual) yang ditulis atau dibuat
dan ditampilkan dalam media elektronik (halaman web), kemudian
pihak yang lain (konsumen) cukup menekan tombol yang disediakan
untuk setuju mengikatkan diri terhadap perjanjian tersebut.
Ada beberapa jenis perjanjian atau kontrak yang biasa dilakukan
dalam transaksi elektronik, yaitu :2834
a. Kontrak atau perjanjian melalui chatting dan video conference
“Chatting”adalah kegiatan komunikasi atau berdiskusi secara
on line dengan para pemakai jaringan lain di seluruh bagian du-
nia dengan menggunakan software yang mendukung Internet Re-
lay Chat (IRC). Chatting biasanya dilakukan dengan media tulisan
saja, namun sekarang ini sudah berkembang dengan adanya
fasilitas yang diberikan oleh salah satu situs internet yang me-
mungkinkan seseorang bisa berkomunikasi dengan media audio
(suara) dan visual (gambar) yaitu video conference. Video confer-
ence adalah alat untuk berbicara dengan beberapa pihak dengan
melihat gambar dan mendengar suara secara langsung pihak
yang dihubungi dengan alamat ini. Dalam hal penggunaan video
conference ini, pengguna internet harus menambah perangkat
tambahan yang dipasang di komputernya berupa kamera dan
microphone. Dengan demikian para pihak dalam E-Commerce
dapat bertemu secara langsung seperti dalam perdagangan di
dunia nyata. Selain itu, dengan model ini khususnya video con-
ference maka dapat dibuktikan apakah para pihak cakap untuk
membuat suatu perikatan atau tidak.
b. Kontrak atau perjanjian melalui e-mail
Kontrak melalui e-mail adalah salah satu fasilitas dari in-
ternet yang sangat populer dan yang paling banyak digunakan
oleh masyarakat dunia karena biayanya sangat murah dan waktu
yang efisien. Kontrak melalui e-mail dapat berupa kontrak murni
dimana penawaran yang dikirim kepada seseorang atau kepada
34
28 Ibid.
32 Hukum & Teknologi
banyak orang yang tergabung dalam mailing list, penerimaan
dan pemberitahuan seluruhnya dikirimkan melalui e-mail. Selain
itu, kontrak melalui e-mail dapat berupa gabungan beberapa for-
mula yang ketika penawaran barangnya diberikan di situs web
yang mengirimkan penawarannya, dan penerimaannya dikirim-
kan melalui e-mail. Kontrak melalui e-mail jika dikaitkan den-
gan kontrak konvensional tidak menimbulkan persoalan, karena
peraturan yang berkaitan dengan surat dapat diterapkan dalam
kontrak melalui e-mail. Dengan model ini kesepakatan terjadi ke-
tika seseorang yang menerima e-mail penawaran mengirimkan
e-mail balasan bahwa ia menerima penawaran tersebut. Disamp-
ing itu, biasanya penjual mempromosikan barang yang mereka
jual kepada pelanggan e-mail tertentu.
c. Kontrak atau perjanjian melalui web atau situs internet
Kontrak melalui web dapat dilakukan dengan cara situs web
seorang supplier (baik yang berlokasi di server supplier maupun
diletakkan pada server pihak ketiga) yang memiliki diskripsi ba-
rang atau jasa yang bersifat self-contruction, yaitu dapat digu-
nakan untuk membuat kontrak sendiri, yang memungkinkan
pengunjung web untuk memesan produk atau jasa tersebut.
Negara-negara yang tergabung dalam masyarakat ekonomi Er-
opa telah memberikan garis-garis petunjuk kepada para negara ang-
gotanya, dengan memberlakukan sistem 3 klik.
Cara kerja sistem ini adalah:2935 Pertama, setelah calon pem-
beli melihat di layar komputer adanya penawaran dari penjual (klik
pertama), maka si calon pembeli memberikan penerimaan terha-
dap penawaran tersebut (klik kedua). Dan masih disyaratkan adanya
peneguhan dan persetujuan dari calon pembeli (klik ketiga). Sistem
ketiga klik ini jauh lebih aman daripada sistem 2 klik, penjual dapat
mengelak dengan menyatakan kepada calon pembeli bahwa ia tidak
pernah menerima penerimaan dari calon pembeli. Dan ini tentunya
akan merugikan pembeli.
Dalam hukum Indonesia belum ada ketentuan semacam ini, ti-
dak ada kewajiban dari penjual untuk melakukan konfirmasi kepada
pembeli, sehingga banyak penjual yang tidak melakukan konfirmasi.
35
29 Ninik Suparmi , Op-Cit hal : 68.
Hukum & Teknologi 33
Hal ini sangat merugikan pembeli (konsumen) karena pembeli tidak
mengetahui apakah pesanannya telah diterima atau belum. Jika ter-
jadi wanprestasi akan sulit menghitung kapan terjadinya wanprestasi
karena penjual (merchant) dapat dengan mudah mendalihkan bahwa
ia tidak menerima pesanan tersebut. Oleh karena itu, konfirmasi san-
gat penting dilakukan oleh penjual (merchant).
Aturan khusus yang berlaku untuk kontrak transaksi elektronik
bagi konsumen, ketika konsumen membuat kesalahan dalam mem-
buat kontrak elektronik, dan kesalahan itu tidak dapat diperbaiki.
Misalnya, konsumen itu tidak bertanggung jawab atas tiap kerugian
yang disebabkan oleh kesalahan jika :3036
a. Ia memberitahukan masalah itu pada pelaku usaha
b. Mengembalikan salinan-salinan informasi komputer itu atau
mengikuti instruksi dari pihak pelaku usaha untuk perbaikan
kesalahan
c. Konsumen tidak menerima keuntungan dari transaksi terse-
but.
Kontrak ini tidak berlaku jika dokumen tersebut dapat dikore-
ksi secara otomatis, seperti ketika konsumen dapat untuk meninjau
kembali dan mengkonfirmasi dokumen transaksi itu.
Tingkat ketidakpastian dalam hukum saat ini yang berkaitan den-
gan penyusunan kontrak secara on line tidak terbatas pada persoalan
umum penawaran dan penerimaan. Cara-cara melakukan perjanjian
mengenai dan ruang lingkup dari kontrak, ketentuan spesifik dari
kontrak dapat lebih sulit dalam proses penyusunan kontrak. Dalam
hal ini yang akan menjadi masalah utama adalah cara untuk mema-
sukkan ketentuan-ketentuan mengenai pengiriman, resiko dan asur-
ansi, harga dan cara pembayaran, pembatasan atau pengecualian
dari pertanggungjawaban dan hukum yang mengaturnya, kedalam
kontrak tersebut. Oleh karena itu, persetujuan kontrak jual beli me-
lalui transaksi elektronik harus disusun secara tepat, hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kredibilitasnya. Perhatian tersebut harus diberi-
kan pada masalah-masalah berikut ini :

36
30 Edmon Makarim, Op. Cit, hal. 103.

34 Hukum & Teknologi


a. Pengguna harus diberitahu dengan jelas tentang syarat-
syarat dan kondisi yang ada dalam kontrak jual beli melalui
transaksi elektronik.
b. Persetujuan kontrak jual beli melalui transaksi elektronik
harus dinyatakan dengan cara yang dapat dilihat sebelum
dilakukan pilihan persetujuan atau penolakan. Pilihan meng-
klik “I agree” atau “I accept”, dan sebagainya harus ditem-
patkan di bagian akhir persetujuan.
c. Pengguna mungkin keliru mengklik icon “I agree” atau “I ac-
cept” dan untuk menghindari persetujuan yang salah terse-
but maka harus ditentukan mekanisme persetujuan secara
tegas. Ini mengimplikasikan proses dua langkah, yaitu per-
tama, konsumen akan mengklik “I accept” dan kemudian
program akan memberikan icon lain seperti “I confirm” se-
bagai konfirmasi persetujuan. Untuk menghindari keraguan,
ini harus dinyatakan secara spesifik bahwa untuk pembentu-
kan kontrak, konfirmasi atau klik yang kedua akan dianggap
adanya persetujuan.
d. Pengguna harus diperbolehkan keluar dari proses dengan
mudah kapan saja.
Dari beberapa jenis perdagangan melalui transaksi elektronik di
atas, dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk komunikasi penawaran
dan penerimaannya juga berbeda. Ada yang dilakukan melalui e-
mail, World Wide Web (www), dan sebagainya. Meskipun akses ke
sebagian besar informasi yang dibutuhkan mungkin dapat tersedia di
web tetapi hanya e-mail saja yang dapat digunakan sebagai sarana
penerima.
Dalam transaksi jual beli melalui transaksi elektronik melalui
website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang
ditawarkan oleh penjual. Jika memang calon pembeli tertarik maka
daftar belanja akan menyimpan terlebih dahulu barang yang calon
pembeli inginkan sampai calon pembeli yakin akan pilihannya.
Setelah yakin akan pilihannya maka calon pembeli akan memasuki
tahap pembayaran. Bentuk pembayaran yang digunakan di internet
umumnya bertumpu pada sistem keuangan nasional, tetapi ada juga

Hukum & Teknologi 35


beberapa yang mengacu pada keuangan lokal. Bentuk-bentuk pem-
bayaran dalam transaksi elektronik antara lain sebagai berikut :3137
a. Transaksi model ATM
Transaksi ini hanya melibatkan institusi finansial dan peme-
gang account yang akan melakukan pengambilan atau mende-
posit uangnya dari accountnya masing-masing.
b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara
Dalam model pembayaran ini, transaksi dilakukan langsung
antara dua pihak tanpa perantara dengan menggunakan uang
nasionalnya.
c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga
Pada umumnya yang termasuk dalam proses pembayaran
ini adalah debit, kredit maupun cek. Ada beberapa metode pem-
bayaran yang dapat digunakan yaitu sistem pembayaran dengan
kartu kredit on line dan sistem pembayaran check on line.
d. Micropayment
Micropayment adalah pembayaran untuk uang recehan
yang kecil-kecil. Micropayment ini penting dikembangkan kare-
na sangat diperlukan untuk pembayaran uang receh yang kecil
tanpa overhead yang tinggi.
e. Anonymous digital cash
Anonymous digital cash merupakan uang elektronik yang
dienkripsi. Digital cash memiliki karakteristik utama yaitu trans-
nationality of digital cash, dimana digital cash memiliki kemam-
puan mengalir secara bebas melewati batas hukum negara lain.
Pada umumnya digital cash dapat diklasifikasikan dalam tiga (3)
kategori utama, yaitu tipe yang berbasiskan kartu kredit, tipe
cek dan tipe cash.
Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda, maka pem-
bayaran dapat dilakukan melalui cara account to account atau pen-
galihan dari rekening pembeli kepada rekening penjual. Berdasar-

37
31 Ibid, hal. 230.

36 Hukum & Teknologi


kan kemajuan teknologi, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu
kredit dengan cara memasukkan nomor kartu kredit pada formulir
yang disediakan oleh penjual dalam penawarannya. Tetapi, dengan
sistem pembayaran menggunakan kartu kredit tersebut juga sering
menimbulkan masalah antara lain pembajakan kartu kredit dan pe-
nipuan kartu kredit. Oleh karena itu konsumen yang akan melakukan
transaksi sebaiknya berhati-hati dan memastikan bahwa data-data
yang mereka kirim telah melalui proses pengecekan data sehingga
tidak dapat dibaca oleh pihak lain (terenkripsi dengan baik). Kare-
na, dapat saja pihak yang tidak berwenang menyadap nomor kartu
kredit tersebut dan melakukan trik penipuan klasik yaitu melakukan
penipuan dengan meminta kartu kredit dengan alasan sebagai jami-
nan meskipun tidak melakukan transaksi.
Setelah proses pembayaran atas barang yang telah dibeli selesai,
maka proses selanjutnya adalah pengiriman. Dalam hal ini pembeli
berhak atas penerimaan barang termaksud. Pengiriman dapat dilaku-
kan dengan cara dikirim sendiri atau menggunakan jasa pengiriman.
Barang yang dijadikan obyek perjanjian tersebut dikirimkan oleh
penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah
diperjanjikan antara penjual dan pembeli. Selanjutnya mekanisme
pengiriman barang dan jasa dilakukan dengan membedakan wujud
dari barang dan jasa yang dipesan atau dibeli tersebut, yaitu:
a. Untuk produk on line yang berupa lagu, software dan sejen-
isnya, pembeli diizinkan untuk mendownloadnya.
b. Untuk produk yang berwujud fisik, pengiriman barang di-
lakukan sampai tempat yang ditunjuk atau ditulis konsumen
dalam perjanjian sebagai tempat penerimaan barang.
c. Untuk pembelian jasa, supplier menyediakan untuk melay-
ani konsumen sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
ditentukan dalam perjanjian.

B. Proses Pelaksanaan Kontrak Melalui Transaksi Elek-


tronik.
Telah diketahui bahwa dalam dunia transaksi elektronik dikenal
dua pelaku, yaitu merchant yang melakukan penjualan dan buyer/
customer yang berperan sebagai pembeli. Baik sebagai merchant
Hukum & Teknologi 37
maupun buyer, pengetahuan yang mendasar tentang cara belanja
dan juga cara pembayaran akan mendukung pengambilan keputusan
yang setepat-tepatnya baik bagi merchant maupun buyer pada saat
akan memenuhi aktivitas transaksi elektronik.Pengambilan kepu-
tusan yang tepat tentang cara belanja dan cara pembayaran juga
mendukung langkah hati-hati dari para pelaku transaksi elektronik
dalam rangka meminimalkan kemungkinan terjadinya kecurangan,
sabotase, maupun penyadapan yang dilakukan oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab. Menurut hasil penelitian penulis, terdapat 4 (em-
pat) proses pelaksanaan jual beli melalui transaksi elektronik yaitu :
1. Penawaran
Penawaran dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui
website pada Internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan
strorefront yang berisi catalog produk dan pelayanan yang akan
diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha
tersebut dapat melihat barang yang ditawarkan oleh penjual.
Salah satu keuntungan jual beli melalui toko on line ini adalah
bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja
tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Penawaran dalam sebuah website biasanya menampikan
barang-barang yang ditawarkan, harga, nilai ratting atau poll
otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya,
spesifikasi barang termasuk menu produk lain yang berhubun-
gan. Penawaran melalui transaksi elektronik terjadi apabila pihak
lain yang mengunakan transaksi elektronik memasuki situs mi-
lik penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh
karena itu apabila seseorang tidak menggunakan media internet
dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah
produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan
demikian, penawaran melalui transaksi elektronik hanya dapat
terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampilkan se-
buah tawaran melalui internet tersebut. Penawaran yang dilaku-
kan oleh penjual harus nyata dan benar, baik berupa kondisi
barang maupun harga barang, semuanya harus dituliskan secara
lengkap, yang benar-benar menggambarkan keadaan barang
yang akan dijual.

38 Hukum & Teknologi


Hal ini sesuai dengan Pasal 9 UU ITE yang menjelaskan
bahwa “pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem
elekronik harus menyediakan informasi yang dilengkapi dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan”.

2. Penerimaan
Penerimaan dapat dilakukan tergantung penawaran yang
terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail address,
maka penerimaan dilakukan melalui e-mail, karena penawaran
hanya ditujukan sebuah e-mail tersebut yang ditujukan untuk
seluruh masyarakat yang membuka website yang beris ikan
penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau
pelaku usaha. Setiap orang yang berminat untuk membeli ba-
rang yang ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan
penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang tersebut.
Pada transaksi jual beli secara elektronik khususnya melalui
website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu
yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan jika calon
pembeli atau konsumen itu tertarik membeli salah satu barang
yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih da-
hulu sampai calon pembeli/konsumen merasa yakin akan pili-
hannya, selanjutnya pembeli/konsumen akan memasuki tahap
pembayaran.

3. Pembayaran
Klasifikasi cara pembayaran adalah sebagai berikut :
a. Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya meli-
batkan intitusi finansial dan pemegang account yang akan
melakukan pengambilan atau deposit uangnya dari account
masing-masing.
b. Pembayaran dengan menggunakan paypal, paypal dapat di-
gunakan untuk mengirim uang dari 190 negara dan wilayah
di seluruh dunia. Bayar aman dengan saldo paypal, kartu

Hukum & Teknologi 39


kredit, atau rekening bank. Penerima mendapatkan uang
tanpa melihat kartu kredit atau nomor rekening bank. Pen-
jual atau penerima dapat menarik dana dari account pay-
pal ke rekening bank atau kartu kredit., atau, mereka dapat
menggunakan saldo paypal untuk membayar secara on line.
Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda, maka
pembayaran dapat dilakukan melalui cash account to ac-
count atau pengalihan dari rekening pembeli pada reken-
ing penjual. Berdasarkan kemajuan teknologi, pembayaran
dapat dilakukan melalui kartu kredit pada formulir yang
disediakan oleh penjual dalam penawarannya. Pembayaran
dalam transaksi jual beli secara elektronik ini sulit untuk di-
lakukan secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi
antar penjual dengan pembeli. Setelah pembayaran, pen-
jual mewajibkan kepada pembeli untuk melakukan konfir-
masi atas pembayaran tersebut, karena dengan konfirmasi
tersebut, penjual dapat melakukan pengecekan. Jika pem-
beli tidak melakukan konfirmasi meskipun sudah membayar,
maka penjual tidak akan mengirimkan barang yang sudah
dibayar tersebut. Batas waktu konfirmasi pembayaran ber-
beda dari setiap penjual, biasanya antara 5 hari sampai 14
hari setelah terjadi kesepakatan.
4. Pengiriman
Pengiriman merupakan suatu proses yang dilakukan setelah
pembayaran atas barang yang telah ditawarkan oleh penjual ke-
pada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan
barang termaksud.
Berdasarkan penelitian penulis, barang yang dijadikan objek
perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya
pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antar penjual dan
pembeli, biasanya biaya pengiriman terpisah dari harga barang
yang tercantum pada penawaran. Dalam mengirimkan barang
ke pembeli, penjual bekerjasama dengan pengusaha jasa pen-
giriman barang seperti TIKI, JNE, dan lain sebagainya. Menurut
penulis, proses penawaran dan penerimaan akan berjalan den-
gan baik jika didukung oleh keamananan dan kelancaran jarin-

40 Hukum & Teknologi


gan, sesuai dengan Pasal 15 UU ITE yang menjelaskan bahwa
sistem penyelenggaraan informasi dan transaksi elektronik harus
dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi sebagaimana
mestinya. Penyelenggaraan sistem elektronik bertanggung jawab
atas sistem yang diselenggarakannya.
Menurut ketentuan Pasal 10 ayat (1) UUITE dijelaskan bah-
wa “setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elek-
tronik dapat disertifikasi oleh lembaga sertifikasi keandalan”. Pasal
16 UUITE menjelaskan bahwa sepanjang tidak ditentukan lain oleh
undang-undang tersendiri, setiap penyelenggaraan sistem elektronik
wajib mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi persyaratan
minimum sebagai berikut :
a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;
b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,
kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam
penyelenggaraan system elektronik tersebut;
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk
dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan
dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipaha-
mi oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan
sistem elektronik tersebut; dan
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga ke-
baruan, kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur atau
petunjuk.
Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang
telah diuraikan di atas yang telah menggambarkan bahwa ternyata
jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional, dimana an-
tara penjual dengan pembeli saling bertemu secara langsung, namun
dapat juga hanya melalui transaksi elektronik sehingga orang yang
saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat
melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk sal-

Hukum & Teknologi 41


ing bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan
efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli.
Sebelum melakukan proses jual beli seperti yang dijelaskan di
atas, para pihak harus mengetahui dahulu syarat - syarat sah per-
janjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain :
a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak
antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Suatu kes-
epakatan selalu diawali dengan adanya suatu penawaran oleh
suatu pihak dan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa
penerimaan oleh pihak lain. Jika penawaran tersebut tidak di-
tanggapi atau direspon oleh pihak lain maka dengan demikian
tidak akan ada kesepakatan. Karena itu diperlukan dua pihak
untuk melahirkan suatu kesepakatan. Pada perjanjian jual beli
secara langsung, kesepakatan dapat dengan mudah diketahui.
Tetapi dalam transaksi melalui transaksi elektronik, kesepakatan
dalam perjanjian tersebut tidak diberikan secara langsung me-
lainkan melalui media elektronik dalam hal ini internet. Dalam
transaksi E-Commerce, pihak yang memberikan penawaran
adalah pihak penjual yang dalam hal ini menawarkan barang-
barang dagangannya melalui website yang dirancang agar me-
narik untuk disinggahi. Semua pihak pengguna internet (netter)
dapat dengan bebas masuk untuk melihat-lihat toko virtual terse-
but atau untuk membeli barang yang mereka butuhkan atau mi-
nati. Jika pembeli tertarik untuk membeli suatu barang maka ia
hanya perlu mengklik barang yang sesuai dengan keinginannya.
Biasanya setelah pesanan tersebut sampai di tempat penjual
maka penjual akan mengirim e-mail atau melalui telepon un-
tuk mengkonfirmasi pesanantersebut kepada konsumen. Proses
terciptanya penawaran dan penerimaan tersebut menimbulkan
keragu-raguan kapan terciptanya suatu kesepakatan.
b. Kecakapan Bertindak
Kecakapan bertindak adalah kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjan-
jian haruslah orang yang cakap dan wenang untuk melakukan

42 Hukum & Teknologi


perbuatan hukum yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris yang menyatakan bahwa seorang dianggap dewasa dan
cakap melakukan perbuatan hukum adalah sudah berusia 18
tahun dan diatur pula dalam Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang me-
nyatakan bahwa anak yang masih di bawah umur 18 Tahun be-
rada dalam kekuasaan orang tua dan perwalian..
c. Suatu Hal Tertentu
Hal tertentu menurut undang-undang adalah prestasi yang
menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Barang yang di-
maksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenis-
nya, undang-undang tidak mengharuskan barang tersebut sudah
ada atau belum di tangan debitur pada saat perjanjian dibuat dan
jumlahnya juga tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat
dihitung atau ditetapkan. Ada barang-barang yang tidak dapat
dijual melalui kesepakatan on line, seperti jual beli tanah yang
mensyaratkan jual beli tanah harus dituangkan dalam akta yaitu
Akta Pejabat pembuat Akta Tanah. Akta otentik ini terdiri dari
dua bagian yaitu notaris dan PPAT menerangkan bahwa orang-
orang tertentu benar datang menghadap padanya dan bagian
kedua ia mencatat apa yang diutarakan masing-masing pihak.
Kemudian para pihak disertai para saksi mendatatangani akta
tersebut. Untuk saat ini proses pembuatan akta tersebut tidak
dimungkinkan dibuat secara on line sehingga harus dilakukan
secara langsung (tatap muka). Kecuali jika dalam perkemban-
gannya nanti akan ada undang-undang yang mengatur bahwa
semua itu dapat dilakukan melalui elektronik.3238
d. Adanya causa yang halal
Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelas-
kan pengertian oorzaak (causa yang halal), dan hanya disebutkan
causa yang terlarang di dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Suatu
sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-un-
dang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun
1927 mengartikan oorzaak sebagai suatu yang menjadi tujuan
38
32 Ibid, hal 236.

Hukum & Teknologi 43


para pihak.
Menurut pendapat penulis, dalam transaksi elektronik tidak
dipermasalahkan apakah objek perjanjian adalah barang yang
akan bermanfaat bagi pembelinya. Karena segala macam jasa
atau barang dapat dijadikan objek dalam transaksi elektronik.
Setelah mengetahui syarat sah perjanjian dan menerapkannya
dalam proses jual beli dengan transaksi elektronik, ternyata ma-
sih terdapat banyak kekurangannya, terutama dalam penerapan
syarat yang berupa kecakapan bertindak.
Sulit untuk mengetahui apakah para pihak dalam transaksi
elektronik tersebut (terutama customer) sudah berwenang un-
tuk melakukan suatu perbuatan hukum (jual beli melalui internet)
atau tidak. Jadi dalam praktek transaksi elektronik ini, syarat-
syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak
terpenuhi secara utuh.

C. Keabsahan Kontrak dalam Transaksi Elektronik


Keabsahan kontrak dalam transaksi elektronik/kontrak elektron-
ik (e-contract) merupakan kontrak yang terjadi akibat suatu trans-
aksi komersial elektronik (E-Commerce). Secara garis besar, ilustrasi
terjadinya suatu transaksi komersial elektronik (E-Commerce) adalah
sebagai berikut: Toko X memiliki website (situs) yang di dalamnya
terdapat segala informasi produk yang dimiliki toko A termasuk
pula harga, tata cara pembayaran, dan penyerahan barang. Situs ini
dapat diakses oleh calon pembeli. Pembeli memilih barang yang di-
inginkannya dan mengisi order form (formulir pesanan) yang tersedia
atau mengirimkan e-mail berisi pesanan barang. Selanjutnya pembeli
harus melakukan pembayaran sesuai dengan tata cara pembayaran
yang telah ditentukan. Setelah menerima formulir pesanan dan pem-
bayaran dari pembeli, maka toko Xakan mengirimkan barang yang
dipesan.
Tampak bahwa proses transaksi komersial elektronik(E-Com-
merce) dan transaksi komersial konvensional memiliki kesamaan.
Baik dalam transaksi komersial elektronik(E-Commerce) maupun
dalam transaksi komersial konvensional terdapat proses penawaran,
penerimaan penawaran (pembelian), pembayaran, dan penyerahan

44 Hukum & Teknologi


barang. Yang membedakan kedua transaksi tersebut hanyalah bahwa
transaksi komersial elektronik (E-Commerce) dilakukan tanpa tatap
muka dan prosesnya terjadi lebih cepat serta lebih mudah. Karena
tidak ada perbedaan konsep antara kedua jenis transaksi tersebut,
maka suatu kontrak yang terjadi dalam transaksi komersial elektronik
(E-Commerce) pada dasarnya adalah sama dengan kontrak yang ter-
jadi dalam transaksi komersial konvensional dan dengan demikian
hal-hal yang berlaku mengenai kontrak konvensional dapat diber-
lakukan pula untuk kontrak elektronik (e-contract). Namun, pada
praktiknya masih terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai
keabsahan suatu kontrak elektronik (e-contract).
Syarat sahnya perjanjian dari satu negara ke negara lain tidak
menunjukkan perbedaan besar. Di negara-negara yang menga-
nut sistem Common Law (Anglo Saxon Law), agar suatu perjan-
jian dapat dikatakan sah maka perjanjian tersebut harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ada kesepakatan antara para pihak
a. Ada offer (penawaran) dari offeror (pihak pemberi
penawaran/pihak pertama).
b. Ada penyampaian penawaran kepada offeree (pihak yang
memperoleh penawaran/pihak kedua).
c. Ada penerimaan oleh pihak kedua yang menyatakan kehen-
dak untuk terikat pada persyaratan dalam offer (penawaran)
tersebut.
d. Ada penyampaian penerimaan oleh pihak kedua kepada pi-
hak pertama.
2. Ada nilai/prestasi yang dipertukarkan.
3. Adanya kecakapan bertindak.
4. Adanya suatu obyek yang halal.33

33 Mieke Komar Kataatmadja, 2001, Cyber Law Suatu Pengantar , Elips, Bandung, hal 4-5.

Hukum & Teknologi 45


Di Indonesia, syarat sahnya perjanjian terdapat dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
1. Adanya kesepakatan
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak an-
tara satu pihak atau lebih dengan pihak lain. Suatu kesepakatan
selalu diawali dengan adanya suatu penawaran oleh satu pihak
dan penerimaan oleh pihak lain. Jika penawaran tidak ditang-
gapi dengan penerimaan maka kesepakatan tidak akan terjadi.
Pada transaksi komersial konvensional,terjadinya kesepakatan
mudah diketahui karena kesepakatan dapat langsung diberikan
secara lisan maupun tertulis.
Sebaliknya, dalam transaksi komersial elektronik, kesepak-
atan tidak diberikan secara langsung melainkan melalui media
elektronik (khususnya internet). Dalam transaksi komersial elek-
tronik, pihak yang melakukan penawaran adalah merchant atau
produsen/penjual yang dalam hal ini menawarkan barang dan
jasa melalui website. Penawaran ini dapat diakses oleh siapa
saja. Jika calon pembeli tertarik untuk membeli barang yang
ditawarkan maka ia hanya perlu meng-“klik” barang yang ingin
dibelinya. Umumnya setelah pesanan barang diterima oleh pen-
jual, penjual akan mengirim e-mail kepada pembeli yang berisi
konfirmasi bahwa pesanan sudah diterima. Dalam transaksi
komersial elektronik (E-Commerce), kesepakatan diberikan
melalui media elektronik (khususnya internet) dan akibatnya me-
nyebabkan keraguan mengenai kapan terjadinya kesepakatan.
Adapuan teori yang dapat menentukan saat terjadinya per-
janjian, yaitu:
a. Perjanjian terjadi pada saat disampaikannya persetujuan
oleh pihak penerima penawaran (expedition theory).
b. Perjanjian terjadi pada saat diterimanya penerimaan terse-
but oleh pihak penerima penawaran (acceptor’s acceptance/
transmission theory).
c. Perjanjian terjadi pada saat diterimanya penerimaan tersebut
oleh offeror (reception theory).

46 Hukum & Teknologi


d. Perjanjian terjadi pada saat offeror mengetahui adanya
penerimaan (information theory).34
Untuk menentukan kapan terjadinya kesepakatan dalam
suatu transaksi komersial elektronik (E-Commerce) menerapkan
sistem “3 Klik” dengan mekanisme kerja sebagai berikut:
a. Klik pertama: calon pembeli melihat penawaran dari calon
penjual.
b. Klik kedua: calon pembeli memberikan penerimaan terha-
dap penawaran tersebut.
c. Klik ketiga: peneguhan dan persetujuan calon penjual ke-
pada pembeli mengenai diterimanya penerimaan calon pem-
beli.35
Di Indonesia belum ada ketentuan semacam ini.Ajaran yang
umum diikuti menyatakan bahwa suatu perjanjian dianggap lahir
saat offerte menerima jawaban. Menurut Hikmahanto Juwana,
kontrak pada transaksikomersial elektronik (E-Commerce) sudah
berlaku secara sah dan mengikat pada saat pembeli meng-klik
tombol send dan dalam hal ini pembeli dianggap telah sepak-
at serta menyetujui syarat dan kondisi yang tercantum dalam
penawaran.36
Dari beberapa pendapat tampaknya terdapat kesepaka-
tan untuk menerapkan sistem 3 klik untuk menentukan kapan
terjadinya kesepakatan. Sistem 3 klik ini hampir sama den-
gan sistem yang diterapkan oleh negara-negara Masyarakat
Ekonomi Eropa, di mana klik pertama merupakan tahapan
penawaran oleh calon penjual, klik kedua merupakan taha-
pan penerimaan oleh calon pembeli, dan klik ketiga merupakan
saat terjadinya kesepakatan.37
Mengenai kapan terjadinya kesepakatan ini, Menurut ha-
sil penelitian para pelaku transaksi komersial elektronik mem-
berikan pendapat yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa

34 Ibid, hal 6.
35 Edmon Makarim, Op-Cit, hal 235.
36 Hikmahanto Juwana, 2003,Legal Issues on E-Commerce and E-Contract in Indonesia, Jurnal Hu-
kum Bisnis, Volume 22, hal. 87.
37 Ibid

Hukum & Teknologi 47


dalam melakukan transaksi komersial elektronik dengan meman-
faatkan web site dan e-mail (surat elektronik bahwa kesepakatan
terjadi pada saat calon pembeli menyetujui harga yang diajukan
penjual. Dalam hal terdapat beberapa calon pembeli, maka calon
pembeli dengan siapa kesepakatan tersebut akan dibuat, dipilih
berdasarkan waktu yang tercantum dalam e-mail (surat elektron-
ik) yang berisikan persetujuan calon pembeli atas harga yang
diminta penjual dan calon pembeli yang dipilih akan mendapat
konfirmasi melalui e-mail.
Pendapat lain berpendapat bahwa penentuan kapan kes-
epakatan terjadi bagi pihak pembeli lebih sulit karena keputusan
akhir terdapat di tangan penjual. Pembeli hanya bisa menunggu
konfirmasi dari penjual. Dengan demikian menurutnya kesepaka-
tan terjadi pada saat pembeli menerima konfirmasi dari penjual
bahwa pemesanan barang dan pembayaran telah diterima oleh
penjual, baik melalui website ataupun e-mail.
Berdasarkan UU ITE sebenarnya telah memberikan batasan
mengenai kapan terjadinya suatu transaksi elektronik. Pasal
22 ayat (1) UUITE menyatakan bahwa transaksi elektronik ter-
jadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah
diterima dan disetujui penerima.

2. Adanya kecakapan
Pihak-pihak yang membuat perjanjian haruslah cakap dan
berwenang untuk melakukan perbuatan hukum. Cakap di sini
berarti telah dewasa (telah mencapai umur 18 tahun atau telah
menikah walaupun belum berumur 21 tahun. Menurut Pasal
1330 KUH Perdata, yang termasuk tidak cakap untuk membuat
perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa, mereka yang
ditaruh di bawah pengampuan, dan wanita bersuami. Dalam
perkembangannya isteri dapat melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.
Dalam transaksi komersial elektronik sulit menentukan ke-
cakapan seseorang, karena transaksi tidak dilakukan secara fisik,

48 Hukum & Teknologi


tetapi melalui media elektronik.

3. Adanya suatu hal tertentu


Yang dimaksud hal tertentu menurut undang-undang adalah
prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan.Wa-
laupun undang-undang tidak mengharuskan suatu barang sudah
ada atau belum ada pada saat perjanjian, barang yang dimaksud-
kan dalam perjanjian setidaknya harus ditentukan jenisnya.Lebih
lanjut Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiap-tiap
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu,
atau tidak berbuat sesuatu.

4. Adanya suatu sebab yang halal


Sebab yang halal di sini berkaitan dengan isi dari perjan-
jian dan bukan sebab para pihak mengadakan perjanjian. Pasal
1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu persetujuan yang
dibuat karena sebab yang terlarang tidak mempunyai kekuatan.
Lebih lanjut dalam Pasal 1337 KUH Perdata disebutkan bahwa
yang termasuk dalam sebab yang terlarang adalah yang di-
larang oleh undang-undang atau berlawanan dengankesusilaan
dan ketertiban umum.
Dua syarat yang pertama adalah syarat subjektif karena
merupakan syarat mengenai pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian. Sedangkan kedua syarat yang terakhir adalah syarat
objektif karena merupakan syarat mengenai objek perjanjian.
Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjian dapat dibatal-
kan atas permintaan pihak yang berhak atas suatu pembatalan.
Namun apabila para pihak tidak ada yang keberatan, maka per-
janjian tersebut dianggap sah.
Jika syarat obyektif tidak terpenuhi, perjanjian dapat batal
demi hukum yang berarti sejak semula dianggap tidak pernah
diadakan perjanjian.Agar kontrak yang terjadi akibat transaksi
komersial elektronik dapat dikatakan sah menurut hukum perda-
ta Indonesia, maka kontrak tersebut juga harus memenuhi per-

Hukum & Teknologi 49


syaratan sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata
tersebut.
Sayangnya kontrak yang terjadi akibat suatu transaksi komer-
sial elektronik tidak memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Per-
data, terutama karena kesulitan menentukan kecakapan para
pihak dan belum adanya peraturan mengenai kapan terjadinya
kesepakatan dalam transaksi komersial elektronik. Prinsipnya
setelah terdapat kepercayaan antara penjual dan pembeli, maka
transaksi maupun kontrak yang terjadi adalah sah.
Menurut penulis berpendapat bahwa kontrak yang terjadi
dalam suatu transaksi komersial elektronik dapat dikatakan sah
sepanjang memang memenuhi persyaratan dalam KUH Perdata.
Sifat kontrak elektronik yang tidak tertulis tidak menyebabkan
kontrak tersebut menjadi tidak sah karena di dalam KUH Perdata
sendiri memang tidak ada ketentuan bahwa suatu kontrak harus
dibuat secara tertulis.
UU ITE menyebutkan bahwa informasi elektronik din-
yatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi (Pasal 4 ayat (3)) dan bahwa transaksi elektronik yang
dituangkan dalam kontrak elektronik mengikat para pihak (Pasal
20 ayat (1)).
Ketentuan Pasal 4 ayat (3) UUITE tersebut tidak berlaku
untuk:
a. Pembuatan dan pelaksanaan surat wasiat;
b. Pembuatan dan pelaksanaan surat-surat terjadinya perkawi-
nan dan putusnya perkawinan;
c. Surat-surat berharga yang menurut undang-undang harus
dibuat dalam bentuk tertulis;
d. Perjanjian yang berkaitan dengan transaksi barang tidak
bergerak;
e. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hak kepemi-
likan; dan

50 Hukum & Teknologi


f. Dokumen-dokumen lain yang menurut peraturan perun-
dang-undangan yang berlaku mengharuskan adanya penge-
sahan notaris atau pejabat yang berwenang.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan sistem elektronik yang
dapat dipertanggungjawabkan adalah sistem elektronik yang
andal, aman, beroperasi sebagaimana mestinya. Ini mengand-
ung arti bahwa agar suatu kontrak elektronik memiliki kekuatan
mengikat, maka kontrak tersebut harus memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai berikut:38
a. Confidentiality
Hal ini berkaitan dengan kerahasiaan data dan/atau in-
formasi serta dilindunginya data dan/atau informasi tersebut
dari pihak yang tidak berwenang.
b. Integrity
Hal ini berkaitan dengan masalah perlindungan data
dan/atau informasi terhadap usaha memodifikasi data dan/
atau informasi tersebut oleh pihak-pihak yang tidak ber-
tanggungjawab selama data dan/atau informasi tersebut
disimpan maupun dikirimkan kepada pihak lain. Sistem
pengaman harus mampu memastikan bahwa data dan/atau
informasi yang diterima harus sama seperti data dan/atau
informasi yang disimpan atau dikirimkan.
c. Authorization
Authorization berkaitan dengan pengawasan terhadap
akses kepada data dan/atau informasi tertentu.Hal ini di-
maksudkan untuk membatasi perbuatan oleh pihak-pihak
yang tidak berwenang untuk dapat berbuat sesuatu di dalam
lingkungan jaringan informasi itu. Pembatasan ini menyang-
kut sejauh mana pihak yang diberi wewenang untuk dapat
melakukan hal-hal seperti mengakses, memasukkan, mem-
baca, memodifikasi, menambah, menghapus, dan mencetak
data dan/atau informasi.

38 Supancana, Kekuatan Akta Elektronis Sebagai Alat Bukti Pada Transaksi E-Commerce Dalam
Sistem Hukum Indonesia,www.indoregulation.com.Diakses tanggal 5 Januari 2017.

Hukum & Teknologi 51


d. Availability
Data dan/atau informasi yang disimpan atau dikirimkan
melalui jaringan komunikasi harus dapat tersedia sewaktu-
waktu apabila diperlukan.
e. Authenticity
Hal ini berkaitan dengan kemampuan seseorang, or-
ganisasi, atau komputer untuk membuktikan identitas pe-
milik data dan/atau informasi. Apabila suatu pesan telah
diterima, maka penerima harus dapat memverifikasi bahwa
pesan itu benar-benar dikirim oleh pihak yang sesungguh-
nya. Untuk menjamin otentisitas ini dapat dilakukan dengan
menggunakan lembaga sertifikasi (certification authority).
f. Non-repudiation
Hal ini berkaitan dengan pembuktian kepada pihak ke-
tiga yang independen mengenai keaslian data dan/atau in-
formasi.
g. Auditability
Data dan/atau informasi harus dicatat sedemikian rupa
sehingga terhadap data itu semua syarat confidentiality dan
integrity yang diperlukan telah terpenuhi.
ddd

52 Hukum & Teknologi


BAB III

K EK U A T A N P E M B U K T IAN D AL AM
K O NTRA K T R A N S A K S I EL E KTRO N IK

A. Hukum Pembuktian di Indonesia

1. Pengaturan Hukum Pembuktian Perdata di Indone-


sia
Hukum pembuktian adalah hukum yang mengatur mengenai macam-
macam alat bukti yang sah, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat
bukti dan kewenangan hakim untuk menerima atau menolak serta menilai
hasil pembuktian. Sampai saat ini sistem pembuktian hukum perdata di In-
donesiamasihmenggunakanketentuan-ketentuanyangdiaturdalamKitab
Undang-undang Hukum Perdata, HIR (untuk Jawa dan Madura) dan RBg
(untuk luar Jawa dan Madura).
Adapun pengaturan mengenai pembuktian dalam hukum perdata di
Indonesia dapat dilihat dalam:
a. Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1945 KUH Perdata.
b. Pasal 137 sampai dengan Pasal 158 dan Pasal 162 sampai den-
gan Pasal 177 HIR.
c. Pasal 163 sampai dengan Pasal 185 dan Pasal 282 sampai den-
gan Pasal 314 RBg.

2. Teori dan Asas Hukum Pembuktian


Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum
oleh para pihak yang berperkara kepada hakim dalam suatu per-
sidangan dengan tujuan untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta
hukum yang menjadi pokok sengketa sehingga hakim memperoleh dasar
kepastian untuk menjatuhkan keputusan.39
39 Bachtiar Effendie, Masdari Tasmin, A. Chodari, 1999, Surat Gugat dan Hukum Pembuktian
Dalam Perkara Perdata, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hal 50.

Hukum & Teknologi 53


Dalam menilai suatu pembuktian, hakim dapat bertindak bebas atau
terikat oleh undang-undang. Dalam hal ini terdapat tiga teori, yaitu:
a. Teori Pembuktian Bebas
Hakim bebas menilai alat-alat bukti yang diajukan oleh para pi-
hak yang berperkara baik alat-alat bukti yang sudah disebutkan oleh
undang-undang maupun alat-alat bukti yang tidak disebutkan oleh
undang-undang.
b. Teori Pembuktian Terikat
Hakim terikat dengan alat pembuktian yang diajukan oleh para
pihak yang berperkara. Putusan yang dijatuhkan harus selaras dengan
alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan.
Lebih lanjut teori ini dibagi menjadi:
1) Teori Pembuktian Negatif
Hakimterikatdenganlaranganundang-undangdalammelakukan
penilaian terhadap suatu alat bukti tertentu.
2) Teori Pembuktian Positif
Hakimterikatdenganperintahundang-undangdalammelakukan
penilaian terhadap suatu alat bukti tertentu.
c. Teori Pembuktian Gabungan
Hakim bebas dan terikat dalam menilai hasil pembuktian.40
Disamping itu, dalam menilai pembuktian seorang hakim harus
pula mengingat asas-asas yang penting dalam hukum pembuktian per-
data. Asas-asas tersebut adalah:
a. Asas audi et alteram partem
Asas ini berarti bahwa kedua belah pihak yang bersengketa harus
diperlakukan sama (equal justice under law).
b. Asas actor sequitur forum rei
Gugatan harus diajukan pada pengadilan di mana tergugat ber-
tempat tinggal. Asas ini dikembangkan dari asas presumption of in-
nocence yang dikenal dalam hukum pidana.

40 Ibid hal 53.

54 Hukum & Teknologi


c. Asas actori incumbit probation
Asas ini mengandung arti bahwa siapa yang mengaku memiliki
hak maka ia harus membuktikannya.41

3. Macam-macam Alat Bukti


Alat bukti atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai evidence
adalahinformasiyangdigunakanuntukmenetapkankebenaranfakta-fakta
hukum dalam suatu penyelidikan atau persidangan. Menurut sebagaimana
yang dikutip oleh Sudikno Mertokusumo, menyebutkan bahwa alat
bukti dapat bersifat oral, documentary, atau material. Alat bukti yang
bersifat oral merupakan kata-kata yang diucapkan oleh seseorang dalam
persidangan. Alat bukti yang bersifat documentary meliputi alat bukti su-
rat atau alat bukti tertulis. Alat bukti yang bersifat material meliputi alat
bukti berupa barang selain dokumen.42
Pakarlainnya,yaituMichaelChissickdanAlistairKelmanmengemuka-
kan tiga jenis pembuktian yang dibuat oleh komputer, yaitu:
a. RealEvidence
Contohnya adalah komputer bank yang secara otomatis meng-
hitung nilai transaksi perbankan yang terjadi. Hasil kalkulasi ini dapat
digunakan sebagai sebuah bukti nyata.
b. HearsayEvidence
Contohnyaadalahdokumen-dokumenyangdiproduksiolehkom-
puter sebagai salinan dari informasi yang dimasukkan oleh seseorang
ke dalam komputer.
c. DerivedEvidence
Derived evidence merupakan kombinasi antara real evidence
dan hearsay evidence.43
Freddy Haris membagi alat-alat bukti dalam sistem hukum pem-
buktian menjadi:

41 Eksistensi Electronic Commerce (E-Commerce) dalam Sistem Hukum Pembuktian Nasional, www.
fhunpad.com. Diakses tanggal 5 Januari 2017.
42 Sudikno Mertokusumo, 1996, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kelima, Yogyakarta, Lib-
erty, hal. 120.
43 Michael Chissick and Alistair Kelman, 1999, Electronic Commerce Law and Practice, New York,
Sweet & Maxwell, hal. 326.

Hukum & Teknologi 55


a. Oral Evidence
1) Perdata (keterangan saksi, pengakuan, sumpah).
2) Pidana (keterangan saksi, keterangan ahli, dan keteran-
gan terdakwa).
b. Documentary Evidence
1) Perdata (surat dan persangkaan).
2) Pidana (surat dan petunjuk).
c. Material Evidence
1) Perdata (tidak dikenal).
2) Pidana(barangyangdigunakanuntukmelakukantindak
pidana,barangyangdigunakan untuk membantu tindak
pidana, barang yang merupakan hasil tindak pidana).
d. ElectronicEvidence
1. Konsep pengelompokkan alat bukti menjadi alat
bukti tertulis dan elektronik (tidak dikenal di In-
donesia).
2. Konsep tersebut terutama berkembang di nega-
ra-negara common law.
3. Pengaturannya tidak melahirkan alat bukti baru
tetapi memperluas cakupan alat bukti documen-
tary evidence.44
Menurut praktek muncul berbagai jenis yang dapat dikategorikan se-
bagai alat bukti elektronik misalnya : e-mail, pemeriksaan saksi menggu-
nakan video conference (tele-conference), sistem layanan pesan sing-
kat (SMS), hasil rekaman kamera tersembunyi (cctv), informasi elektronik,
data/dokumen elektronik, dan sarana elektronik lainnya sebagai media pe-
nyimpanan data.45
Menurut Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg, dan Pasal 1866 KUH Per-
data, alat-alat bukti dalam hukum pembuktian perdata yang berlaku di In-

44 Freddy Haris, Cybercrime dari Perspektif Akademis, www.gipi.or.id. Diakses


5 Januari 2017.
45 Efa Laela Fakhriah, 2009, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, Alumni, Bandung,
hal. 114.

56 Hukum & Teknologi


donesia adalah:
a. Alat bukti surat/alat bukti tulisan
Pembagian macam-macam surat/tulisan:
1) Surat biasa
Surat biasa adalah tulisan yang tidak ditandatangani. Hakim
bebas memberikan penilaian terhadap alat bukti ini.
2) Akta otentik
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan
pejabat yang berwenang menurut prosedur dan bentuk yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Akta otentik memiliki kekuatan
pembuktian lahir, formal dan material serta merupakan alat bukti
yang sempurna, artinya isi akta harus dianggap benar.46
3) Akta di bawah tangan
Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pi-
hak tanpa bantuan pejabat umum.
4) Alat bukti saksi
Kesaksian adalah pernyataan yang diberikan kepada
hakim dalam persidangan mengenai peristiwa yang disengket-
akan oleh pihak yang bukan merupakan salah satu pihak yang
berperkara.
5) Alat bukti persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh un-
dang-undang atau hakim ditariknya satu peristiwa yang sudah
diketahui ke arah peristiwa yang belum diketahui. Persangkaan
merupakan alat bukti tidak langsung yang ditarik dari alat bukti
lain.
6) Alat bukti pengakuan
Pengakuan adalah suatu pernyataan lisan atau tertulis dari
salah satu pihak yang berperkara yang isinya membenarkan dalil
lawan sebagian atau seluruhnya.

46 Supancana, Op-Cit, hal. 3.

Hukum & Teknologi 57


7) Alat bukti sumpah
Sumpah adalah suatu pernyataan seseorang dengan menga-
tasnamakanTuhanYangMahaKuasasebagaipenguatkebenaran
keterangannyayangdiberikandimukahakimdalampersidangan.

B. Kekuatan Pembuktian dalam Kontrak Transaksi


Komersial Elektronik
HukumpembuktianIndonesiamasihmendasarkanketentuannyapada
KUH Perdata. Ditentukan bahwa alat-alat bukti yang dapat digunakan dan
diakui di depan sidang pengadilan perdata masih sangat limitatif. Dalam
Pasal 1866 KUH Perdata dinyatakan bahwa alat-alat bukti dalam perkara
perdata terdiri dari :
1. bukti tulisan,
2. saksi-saksi,
3. persangkaan-persangkaan,
4. pengakuan, dan
5. sumpah.
Di Indonesia sebenarnya ada beberapa hal yang mengarah kepada
penggunaan dan pengakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang
sah, misalnya :47
1. Dikenalnya on line trading dalam kegiatan bursa efek; dan
2. Pengaturan mikro film sebagai media penyimpanan dokumen pe-
rusahaan yang telah diberi kedudukan sebagai alat bukti tertulis
otentikdalamUndang-UndangNomor8Tahun1997tentangDo-
kumen Perusahaan.
Namun demikian pengaturan semacam ini tidak dapat menunjang dan
mengakomodir cyberspace pada umumnya dan transaksi elektronik pada
khususnya. Pengguna transaksi elektronik sekarang sudah diatur dengan-
lahirnya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE). Tentang alat bukti elektronik, telah dise-
butkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE yang menyatakan bahwa informasi
dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti
47 Ahmad M. Ramli, dkk., 2007, Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elek-
tronik, Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jakarta, hal.46.

58 Hukum & Teknologi


yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah.
Sejak UU ITE disahkan maka hukum pembuktian di Indonesia tidak
lagi menetapkan alat bukti secara limitatif. Alat bukti dapat dipercaya jika
dilakukan dengan cara:48 menggunakan peralatan komputer untuk meny-
impan dan memproduksi print out, proses data seperti pada umumnya
dengan memasukkan inisial dalam sistem pengelolaan arsip yang dikom-
puterisasikan; dan menguji data dalam waktu yang tepat, setelah data
dituliskan oleh seseorang yang mengetahui peristiwa hukumnya. Syarat-
syaratlainnyayangharusdipenuhi.Mengkajiinformasiyangditerimauntuk
menjamin keakuratan data yang dimasukkan. Metode penyimpanan dan
tindakan pengambilan data untuk mencegah hilangnya data pada waktu
disimpan; penggunaan program komputer yang benar-benar dapat diper-
tanggungjawabkan untuk memproses data; mengukur uji pengambilan ke-
akuratan program; dan waktu dan persiapan model print-out computer.
Berdasarkan hasil penelitian, dokumen elektronik yang ditandatan-
gani dengan sebuah digital signature dapat dikategorikan sebagai bukti
tertulis. Akan tetapi, terdapat suatu prinsip hukum yang menyebabkan sulit-
nya pengembangan penggunaan dan dokumen elektronik atau digital sig-
nature, yakni adanya syarat bahwa dokumen tersebut harus dapat dilihat,
dikirim dan disimpan dalam bentuk kertas.
Masalah lain yang dapat timbul berkaitan dengan dokumen elektronik
dan digital signature ini adalah masalah cara untuk menentukan dokumen
yang asli dan dokumen salinan. Berkaitan dengan hal ini sudah menjadi
prinsip hukum umum bahwa: 49
1. Dokumen asli mestilah dalam bentuk perjanjian tertulis yang di-
tandatangani oleh para pihak yang melaksanakan perjanjian;
2. Dokumen asli hanya ada satu dalam setiap perjanjian; dan
3. Semua reproduksi dari perjanjian tersebut merupakan salinan.
Hukum pembuktian yang diatur dalam undang-undang harus bersifat
khusus, seperti halnya dalam beracara kepailitan pun demikian. Bidang-
bidang hukum lainnya seperti Hukum Acara Perdata (dalam BW, HIR/
RBg),Undang-UndangPerseroanTerbatas,dansebagainyayangmengatur
masalah pembuktian tetap diakui sebagai hukum umum. Artinya undang-

48 Lia Sautunnida, Op-Cit, hal. 66.


49 Mieke Komar Kantaatmadja. Op-Cit Hal. 36 .

Hukum & Teknologi 59


undang yang sudah ada dibiarkan tetap mengatur secara umum sebelum
ada pencabutan terhadap ketentuan-ketentuan undang-undang tersebut
dan undang-undang yang baru sebagai hukum special/khusus akan patuh
pada asas lex specialis derogat lex generalis.50
Berdasarkan hal demikian dalam praktek penerapan bukti elektronik
hasil cetak dari dokumen atau informasi tidak langsung dapat diterima seb-
agai bukti yang berdiri sendiri, menurut Ridwan suatu bukti elektronik dapat
memilikikekuatanhukumapabilainformasinyadapatdijaminkeutuhannya,
dapat dipertanggung-jawabkan , dapat diakses dan itampilkan sehingga
menerangkan suatu keadaan. Orang atau pihak-pihak yang mengajukan
bukti elektronik di persidangan harus dapat menunjukkan bahwa informasi
yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang dapat dipercayai yang
pembuatannyadilakukanolehpenyelenggarasertifikatdansistemelektron-
ik.51
Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus dapat menunjuk-
kan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang
terpercaya. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menentukan keas-
lian atau keabsahan suatu bukti elektronik adalah tanda tangan elektronik.
Menurut penulis, hal ini berkaitan dengan Pasal 11 UU ITE yang menye-
butkan bahwa tanda tangan elektronik harus dapat diakui secara hukum
karena penggunaan tanda tangan elektronik lebih cocok untuk suatu doku-
men elektronik. Salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk menentu-
kan keaslian atau keabsahan suatu bukti elektronik adalah tanda tangan
elektronik.
Agar suatu tanda tangan elektronik dapat diakui kekuatan hukumnya,
maka syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah:52
1. Data pembuatan tanda tangan hanya terkait kepada penanda tan-
gan saja;
2. Data pembuatan tanda tangan hanya berada dalam kuasa penan-
datangan pada saat penandatangan;
3. Perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;

50 Ibid, hal. 37.


51 Varia Peradilan Nomor 296 Juli 2010.
52 Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.2007, Menuju Kepastian Hukum
di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta Hal. 16.

60 Hukum & Teknologi


4. Perubahanterhadapinformasielektronikyangberhubunganden-
gan tanda tangan elektronik dapat diketahui setelah waktu penan-
datanganan;
5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatangannya;
6. Terdapatcaratertentuuntukmenunjukkanbahwapenandatangan
telahmemberikanpersetujuanterhadapinformasielektronikyang
ditandatangani.
Orang yang menggunakan tanda tangan elektronik atau terlibat di-
dalamnya mempunyai kewajiban untuk mengamankan tanda tangan agar
tanda tersebut tidak dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak berhak.
Pada dasarnya lembaga sertifikasi elektronik merupakan pihak ketiga yang
menjamin identitas pihak-pihak secara elektronik. Dalam dunia teknologi
informasi, seperti transaksi elektronik, seseorang dapat dengan mudah
membuat identitas lain (contoh, nama chatting, alamat e-mail). Oleh
karenaitu,pemerintah atau masyarakat harus dapat membentuksuatulem-
baga sertifikasi yang terpercaya, agar pelaku usaha dapat melakukan usaha
dengan sarana elektronik secara aman.
Digital signature merupakan salah satu isu spesifik dalam transaksi
elektronik. Digital signature pada prinsipnya berkenaan dengan jaminan
untuk “message integrity” yang menjamin bahwa pengirim pesan (sender)
adalah benar-benar orang yang berhak dan bertanggung jawab untuk itu.
Hal ini berbeda dengan tanda tangan biasa yang berfungsi sebagai pen-
gakuan dan penerimaan atas isi pesan/dokumen. Mengingat transaksi ele-
ktronik sangat mudah disusupi atau diubah oleh pihak-pihak yang tidak
berwenang, maka sistem keamanan dalam bertransaksi menjadi sangat
penting untuk menjaga keaslian data tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
sistem danprosedurpengamananyanghandal,dalamkontekspenggunaan
sistem komunikasi dengan jaringan terbuka (seperti transaksi elektronik),
agar timbul kepercayaan pengguna terhadap sistem komunikasi tersebut.
Di Indonesia kegiatan transaksi elektronik meskipun bersifat virtual
tetapi dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Secara yuridis untuk ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk
mengkategorikan sesuatu hanya dengan ukuran dan kualifikasi konven-
sional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat
Hukum & Teknologi 61
hukum. Kegiatan transaksi elektronik merupakan kegiatan virtual tetapi
berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik, den-
gan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai telah
melakukan perbuatan hukum secara nyata.
Menurut pendapat penulis, salah satu hal penting adalah masalah ke-
amanan. Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di
cyberspace, pertama yaitu pendekatan teknologi, kedua pendekatan so-
sial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum. Untuk mengatasi gang-
guankeamananpendekatanteknologimemangmutlakdilakukan,mengin-
gat tanpa pendekatan teknologi suatu jaringan akan sangat mudah disusupi
atau diakses secara illegal dan tanpa hak. Oleh karena itu, pendekatan hu-
kumdansosialbudaya-etikasebagaibentukpendekatanberikutnyamenjadi
sangat penting. Pendekatan hukum yaitu dalam bentuk tersedianya hukum
positif akan memberikan jaminan kepastian dan sebagai landasan pen-
egakan hukum (law enforcement) jika terjadi pelanggaran. Transaksi jual
beli secara elektronik dilakukan oleh pihak yang terkait, walaupun pihak-
pihaknyatidakbertemusecaralangsungsatusamalain,tetapiberhubungan
melalui transaksi elektronik. Dalam jual beli secara elektronik, pihak-pihak
yang terkait antara lain:53
1. Penjual atau merchant yang menawarkan sebuah produk
melalui Transaksi elektronik sebagai pelaku usaha.
Pembeli yaitu setiap orang tidak dilarang oleh undang-
undang, yang menerima penawaran dari penjual atau
pelaku usaha dan berkeinginan melakukan transaksi jual
beli produk yang ditawarkan oleh penjual.
2. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau
konsumen kepada penjual atau pelaku usaha/merchant,
karena transaksi jual beli dilakukan secara elektronik,
penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab
mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga pem-
bayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini
yaitu Bank.
3. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses transaksi
elektronik. Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli
secara elektronik tersebut di atas, masing-masing memi-
53 Edmon Makarim, Op. Cit., hal. 365.

62 Hukum & Teknologi


liki hak dan kewajiban, penjual/pelaku usaha/merchant
merupakan pihak yang menawarkan produk melalui
transaksi elektronik, oleh karena itu penjual bertanggung
jawab memberikan secara benar dan jujur atas produk
yang ditawarkan kepada pembeli atau konsumen. Di
samping itu, penjual juga harus menawarkan produk
yang diperkenankan oleh undang-undang maksudnya
barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
tidak rusak atau mengandung cacat tersembunyi, se-
hingga barang yang ditawarkan adalah barang yang
layak untuk diperjualbelikan. Penjual juga bertanggung
jawab atas pengiriman produk atau jasa yang telah dibeli
oleh seorang konsumen. Dengan demikian, transaksi jual
beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapa
pun yang membelinya. Di sisi lain, seorang penjual atau
pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pem-
bayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang
dijualnya dan juga berhak untuk mendapatkan perlind-
ungan atas tindakan pembeli/konsumen yang beritikad
tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli elek-
tronik ini.
Jadi, pembeli berkewajiban untuk membayar sejumlah harga atas
produk atau jasa yang telah dipesannya pada penjual tersebut. Seorang
pembeli memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang telah di-
belinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disampaikan
antara penjual dan pembeli tersebut, selain itu mengisi data identitas diri
yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Di sisi lain, pembeli/
konsumenberhakmendapatkaninformasisecaralengkapatasbarangyang
akandibelinyaitu.Pembelijugaberhakmendapatperlindunganhukumatas
perbuatan penjual/pelaku usaha yang ber’itikad tidak baik.
Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik,
berkewajiban dan bertanggung jawab sebagai penyalur dana atas pem-
bayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual produk itu karena
mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli produk dari
penjual melalui transaksi elektronik yang letaknya berada saling berjau-
han sehingga pembeli termaksud harus mengunakan fasilitas Bank untuk

Hukum & Teknologi 63


melakukan pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari pen-
jual, misalnya dengan proses pentransferan dari rekening pembeli kepada
rekening penjual (acount to acount).
Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara ele-
ktronik, dalam hal ini provider memiliki kewajiban atau tanggung jawab
untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk
dapat melakukan transaksi jual beli secara elektronik melalui media Trans-
aksielektronikdenganpenjualanyangmenawarkanproduklewatTransaksi
elektronik tersebut, dalam hal ini terdapat kerja sama antara penjual/pelaku
usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui Transaksi elek-
tronikini.Transaksi jual beli secara elektronik merupakanhubunganhukum
yang dilakukan dengan memadukan jaringan (network) dari sistem yang
informasi berbasis komputer dengan sistem komunikasi yang berdasarkan
jaringan dan jasa tekomunikasi.
Menurut penulis, tanggung jawab seseorang mengenai tanda tangan
elektronik maka dalam Pasal 12 ayat (1) UU ITE disebutkan bahwa setiap
orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban memberi-
kan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang digunakannya. Dalam
Pasal21ayat(2)UU ITE dijelaskan bahwa “pengamanantandatanganelek-
troniksebagaimanadimaksudpadaayat(1)sekurang-kurangnyameliputi:54
1. Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak. Penan-
datangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari
penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan tanda
tangan elektronik;
2. Penandatanganharustanpamenunda-nunda,menggunakancarayang
dianjurkan oleh penyelenggara tanda tangan elektronik jika;
a. Penandatanganmengetahuibahwadatapembuatantandatangan
elektronik telah di bobol; atau
b. Keadaanyangdiketahuiolehpenandatangandapatmenimbulkan
resiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pemben-
tukan tanda tangan elektronik; dan
3. Dalam hal sertifikasi digunakan untuk mendukung tanda tangan elek-
tronik,penandatanganharusmemastikankebenarandankeuntungan
semua informasi yang terkait dengan sertifikasi elektronik tersebut.
54 Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Op. Cit., hal. 16-17 .

64 Hukum & Teknologi


Pasal 12 ayat (3) UU ITE juga menjelaskan bahwa setiap orang yang
melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang tim-
bul.Artinya setiap orang bertanggung jawab atas segala kerugian yang tim-
bul akibat pelanggaran yang dilakukan terhadap pemberian pengamanan
atas tanda tangan elektronik tersebut.

C. Kedudukan Para Pihak dalam Kontrak Melalui Tran-


saksi Elektronik
Transaksi elektronik mengubah cara-cara konsumen bertransaksi.
Denganbantuaninternet,bisnistransaksielektronikmenembusbatas-batas
dan memberi konsumen akses yang lebih besar pada barang dan jasa den-
gan harga yang lebih murah. Persaingan perdagangan yang ketat telah
memberi konsumen keuntungan dalam transaksi online, terutama dalam
mendapatkan produk barang dan/atau jasa. Kemudahan dalam melaku-
kan belanja lewat internet, tidak membuat posisi tawar konsumen trans-
aksi elektronik semakin membaik. Hal ini terlihat dari banyaknya indikasi
yangmemperlihatkanbahwahak-hakperlindungandanpengamananbagi
konsumen yang didapatkan sebelumnya di “ruang nyata”, dalam transaksi-
transaksi elektronik semakin berkurang sehingga merugikan konsumen le-
wat transaksi elektronik. Misalnya, jika ada kekurangjelasan pada alamat
tujuan pelaku usaha, atau jika barang dan/atau jasa yang diberikan tidak
memadahi. Pada posisi ini konsumen cenderung lebih dirugikan oleh tran-
saksi lewat elektronik dibandingkan jika dalam transaksi yang dilakukan di
“ruang nyata”.
Perkembangan perekonomian dewasa ini, telah memacu tumbuhnya
sektor produksi dan perdagangan yang dalam kenyataan secara tidak lang-
sung menciptakan kekuatan posisi pelaku usaha di satu sisi dan menempat-
kan konsumen pada posisi yang lain. Sebagian pelaku usaha dalam melaku-
kankegiatannyaacapkalimengabaikankepentingankonsumen.Akibatnya
kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan kon-
sumen berada pada posisi yang lemah, yang menjadi obyek aktifitas bisnis
untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha yang
dilakukan melalui berbagai promosi, cara penjualan serta penerapan per-
janjianbakuyangmerugikankonsumen.Mengingatposisinyainikonsumen
sering “terpaksa” menerima suatu produk barang atau jasa meskipun tidak
sesuai dengan yang diinginkannya.

Hukum & Teknologi 65


Rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen tidak
mustahil dijadikan lahan bagi pelaku usaha dalam transaksi yang tidak
mempunyai itikad baik dalam menjalankan usahanya yaitu berprinsip men-
cari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan seefisien
mungkin sumber daya yang ada.
Kedudukanpembeli/konsumenpadadasarnyaberadadalamposisita-
war lemah, hal ini didasarkan pada beberapa argumentasi, yaitu :55
1. Dalam masyarakat modern, pelaku usaha menawarkan berbagai jenis
produkbaruhasilkemajuanteknologidanmanajemen.Barang-barang
tersebut diproduksi secara massal.
2. Terdapatperubahan-perubahanmandasardalampasarkonsumen.Di-
mana konsumen sering tidak memiliki posisi tawar untuk melakukan
evaluasi yang memadahi terhadap produk barang dan jasa yang diteri-
manya.Konsumenhampir-hampirtidakdapatdiharapkanmemahami
sepenuhnya penggunaan produk-produk canggih yang tersedia.
3. Metodeperiklananmodernmelakukandisinformasikepadakonsumen
daripada memberikan informasi secara obyektif.
4. Pada dasarnya konsumen berada dalam posisi tawar yang tidak seim-
bang, karena kesulitan-kesulitan dalam memperoleh informasi yang
tidak memadahi.
5. Gagasanpaternalismeyangmelatarbelakangilahirnyaundang-undang
perlindungan hukum bagi konsumen, dimana terdapat rasa tidak per-
cayaterhadapkemampuankonsumenmelindungidirisendiriakibatre-
siko kerugian, keuangan yang dapat diperkirakan atau resiko kerugian
fisik.
Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Troelstrup, yang mengatakan
bahwa konsumen pada dasarnya memiliki posisi tawar yang lemah dan
terus melemah, hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang mem-
pengaruhi pola konsumsi konsumen, antara lain sebagai berikut:56
1. Terdapat lebih banyak produk, merek, dan cara penjualannya.
2. Daya beli konsumen yang meningkat.

55 Abdul Halim Berkatullah, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Transaksi E-Com-
merce Lintas Negara di Indonesia, FH UII Press dan Pascasarjana FH UII Press, Yogyakarta, hal.
65.
56 Ibid, hal. 20.

66 Hukum & Teknologi


3. Lebih banyak variasi merek yang beredar di pasaran, sehingga belum
banyak diketahui semua orang.
4. Model-model produk lebih cepat berubah.
5. Kemudahan transportasi dan komunikasi sehingga membuka akses
yang lebih besar kepada bermacam-macam pelaku usaha.
6. Iklan yang menyesatkan.
7. Wanprestasi oleh pelaku usaha.
Bila dikaji lebih jauh, suatu produk tidak akan berarti apa-apa jika ia
tidak dikonsumsi. Dalam keseharian sering didapati kenyataan bahwa kon-
sumen menanggung akibat adanya ketidakjujuran informasi melalui media
iklan yang terus menerus disajikan secara luas kepada konsumen.Begitu
hebatnya pengaruh iklan dalam suatu transaksi, sehingga konsumen sering
tidak menyadari informasi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan ke-
nyataan yang sebenarnya tentang suatu produk. Keadaan ini merupakan
suatu indikasi begitu tergantungnya pengaruh pelaku usaha terhadap kon-
sumen.
Pada dasarnya konsumen dalam transaksi elektronik mempunyai
kedudukan yang sama dengan konsumen dalam transaksi yang dilakukan
secara konvensional, yaitu berada dalam situasi yang tidak jelas, dan ke-
adaankonsumenyangsangatbervariasiinidimanfaatkanolehpelakuusaha
untukmelakukankegiatan-kegiataniklan,pemasarandandistribusiproduk
barang dan jasa dengan cara-cara yang tidak fair dan seefektif mungkin
agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu
semuacarapendekatandiupayakansehinggamungkinmenimbulkandam-
pak termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif
bahkan yang dimulai dengan itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi
antara lain menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak
jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan, wanprestasi, pelepasan tanggung
jawab, dan sebagainya.
Ketidakberdayaan konsumen dalam suatu transaksi semakin terasa
dengan munculnya klausula kontrak yang dibakukan (standarlized con-
tract). Dalam suatu kontrak selalu ada kebebasan bekontrak bagi para pihak
yang terlibat, maka dengan kontrak standar ini, asas kebebasan berkontrak
dieliminasi. Konsumen tinggal menerima atau menolak (take it or leave it)

Hukum & Teknologi 67


atas kontrak yang ditawarkan pelaku usaha. Pelaku usaha merasa secara
sosial, ekonomis, psikologis dan politis berada diatas konsumen.57
Kontrak atau perjanjian baku banyak memberikan keuntungan dalam
penggunaanya,tetapi dari berbagai keuntunganyangadatersebut terdapat
sisi lain dari penggunaan serta perkembangan perjanjian baku yang banyak
mendapatsorotan,yaitusisikelemahannyadalammengakomodasikanpo-
sisi yang seimbang dari para pihaknya.
Kelemahan-kelemahan dari kontrak baku ini bersumber dari karakter-
istik kontrak baku yang dalam wujudnya merupakan suatu kontrak yang
dibuat oleh salah satu pihak dan suatu kontrak terstandarnisasi yang me-
nyisakan sedikit atau bahkan tidak sama sekali ruang bagi pihak lain un-
tuk menegosiasikan isi perjanjian tersebut. Disamping itu, dalam kontrak
baku terdapat klausul yang mengandung kondisi membatasi atau bahkan
menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan ke-
pada pihak pelaku usaha. Kontrak atau perjanjian yang dibakukan ini juga
ditemui dalam transaksi elektronik. Konsumen dalam transaksi elektronik
juga dihadapkan pada kontrak elektronik yang dibuat oleh salah satu pihak,
sehingga dalam transaksi tersebut konsumen hanya dapat mengatakan “I
agree” atau I “accept”.
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam suatu tran-
saksi baik dalam transaksi perdagangan konvensional maupun dalam tran-
saksi elektronik, konsumen selalu berada dalam posisi yang sangat lemah
dan tidak mempunyai daya tawar yang memadahi apabila berhadapan den-
gan pelaku usaha. Posisi lemah yang dihadapi konsumen mendorong suatu
pemikiran mengenai adanya kerangka konsep terpadu dalam menyikapi
hubungannya dengan pelaku usaha. Oleh karena itu, pemikiran konsep se-
cara luas dan kajian dari aspek hukum juga membutuhkan wawasan hukum
yang luas, sehingga tidak dapat dikaji dari satu aspek hukum semata-mata.
Hal ini sangat penting mengingat kepentingan konsumen pada dasarnya
sudah ada sejak awal sebelum barang atau jasa diproduksi, selama dalam
proses produksi sampai pada saat distribusi, sehingga sampai di tangan
konsumen untuk dimanfaatkan secara maksimal.
ddd

57 Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, hal. 41.

68 Hukum & Teknologi


BAB IV

PE L A K S A N A A N P E R JAN JIAN
J U A L B E L I M E L A L U I T R AN S AKS I
ELEKTRONIK

A. E-commerce Sebagai Alternatif Perjanjian Jual Beli


Era globalisasi telah membawa perubahan di berbagai bidang kehidu-
pan, termasuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi informasi
dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban ma-
nusiasecaraglobal.Perkembanganteknologiinformasitelahmenyebabkan
dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan perubahan sosial
secara signifikan berlangsung demikian cepat.
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini sedang mengarah ke-
pada konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta,
pengembang dan pengguna teknologi itu sendiri.Salah satunya dapat dili-
hat dari perkembangan transaksi elektronik yang sangat pesat. Informasi
elektronik sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik telah
banyakdimanfaatkanuntukberbagaikegiatan,antaralainuntukmenjelajah
(browsing, surfing), mencari data dan berita, saling mengirim pesan me-
lalui email, dan perdagangan. Kegiatan perdagangan dengan memanfaat-
kan transaksi elektronik ini dikenal dengan istilah electronic commerce,
atau disingkat e-commerce.58
Saat ini transaksi e-commerce telah menjadi bagian dari perniagaan
nasional dan internasional. Contoh untuk membayar zakat atau berkurban
pada saat Idul Adha, atau memesan obat – obatan yang bersifat sangat
pribadi, orang cukup melakukannya melalui informasi elektronik. Bahkan
untuk membeli majalah orang juga dapat membayar tidak dengan uang tapi
cukup dengan mendebit pulsa telepon seluler melalui fasilitas SMS.59
58 Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia Refika Aditama,
Bandung, hal. 1.
59 Ibid, hal. 2.

Hukum & Teknologi 69


Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang telematika
berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya
Hak Cipta dan paten baru di bidang teknologi informasi.60 Hampir semua
barang dapat menjadi objek perdagangan melalui informasi elektronik, hal
itu karena informasi elektronik merupakan media yang paling efektif saat
ini. Di dalam dunia informasi elektronik saat ini, mulai tumbuh komunitas-
komunitasyangmengkhususkandiridalammemperdagangkanbarang-ba-
rang tertentu. Mereka tergabung dalam situs- situs yang mewadahi komuni-
tas mereka. Ada situs-situs yang mewajibkan penggunanya untuk menjadi
anggotanya terlebih dahulu, namun ada juga yang tidak. Sebagaimana se-
buahtokoonlineyangmenawarkanbarangnyamelaluiinformasielektronik.
Pelaksanaanjualbelimelaluitransaksielektronikkinidalamprakteknya
menimbulkanbeberapapermasalahan,misalnyapembeliyangseharusnya
bertanggung jawab untuk membayar sejumlah harga dari produk atau jasa
yang dibelinya, tapi tidak melakukan pembayaran. Bagi para pihak yang
tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati dapat digugat oleh pihak yang merasa dirugikan untuk
mendapatkan ganti rugi.61
Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjan-
jian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang ha-
lal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.Dengan di-
penuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian
menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuat-
nya.62
Jika melihat salah satu syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320
KUH Perdata, yaitu adanya kecakapan maka akan menjadi permasalahan
jika pihak dalam jual beli melalui informasi elektronik adalah anak di bawah
umur, hal ini mungkin terjadi karena untuk mencari identitas yang benar
melalui transaksi elektronik tidak mudah, juga apabila melihat unsur yang
lain seperti terjadinya kesepakatan menjadi pertimbangan untuk menentu-
kan relevansi penerapan asas – asas hukum yang selama ini berlaku dalam
dunia informasi elektronik. Pemanfaatan media e-commerce dalam du-
niaperdagangansangatmembawadampakpadamasyarakatinternasional
pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Bagi masyara-

60 Ibid, hal. 3.
61 Lia Sautunnida, Op-Cit, hal. 1.
62 Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus) Prenada Media, Jakarta,hal. 1.

70 Hukum & Teknologi


kat Indonesia hal ini terkait masalah hukum yang sangat penting.Penting-
nya permasalahan hukum di bidang e-commerce adalah terutama dalam
memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melakukan transaksi
melalui informasi elektronik.63
Mengingat pentingnya hal tersebut maka Indonesia pada tahun 2008
lalu mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur transaksi melalui in-
formasi elektronik yaitu UU ITE.Menurut ketentuan Pasal 1 butir 2 UU
ITE, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang
dilakukan dengan mengunakan komputer, jaringan komputer atau media
elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah
satu perwujudan ketentuan tersebut. Selanjutnya menyangkut penyelesa-
ian hukum jika terjadi sengketa antara para pihak yang melakukan jual
beli melalui transaksi elektronik tersebut. Persoalan tersebut akan menjadi
semakin rumit, jika para pihak berada dalam wilayah negara yang berbeda,
menganut sistem hukum yang berbeda pula.
Hal ini bisa terjadi, karena informasi elektronik merupakan dunia maya
yang tidak mengenal batas – batas kenegaraan dan dapat di akses dari
berbagai belahan dunia manapun selama masih terdapat jaringan ekonomi
elektronik. Kontrak elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki
kekuatanhukumyangsamadengankontrakkonvensional.Olehkarenaitu,
kontrak elektronik harus juga mengikat para pihak sebagaimana Pasal 18
ayat (1) UU ITE menyebutkan bahwa “transaksi elektronik yang dituangkan
ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak”.

B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Tran-


saksi Elektronik
Terbukanyajaringan informasi global yang serbatransparanmemung-
kinkan adanya transformasi secara cepat keseluruh dunia melalui dunia
maya, dengan teknologi internet interaksi antar manusia mengalami pe-
rubahan yang cukup signifikan. Jaringan komunikasi global telah mencip-
takantantangan-tantangansekaliguspermasalahan-permasalahantersend-
iri terhadap cara pengaturan transaksi-transaksi perdagangan.
Dahulu orang melakukan transaksi jual beli dengan cara bertemu lang-
sung antara penjual dan pembeli, dan bahkan sebelum adanya mata uang
sebagai alat pembayaran transaksi jual beli dilakukan dengan cara barter
63 Ahmad M.Ramli, Op-Cit, hal. 14.

Hukum & Teknologi 71


atau pertukaran barang antara orang yang saling membutuhkan barang
tersebut satu sama lain. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang se-
makin canggih, telah banyak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada
saat ini, segala macam bidang kegiatan usaha manusia terasa semakin mu-
dah, jika dibandingkan ketika teknologi yang digunakan belum mutakhir
seperti sekarang ini. Perkembangan teknologi elektronik yang sangat pesat
sangatmempengaruhihampirseluruhaspekkehidupanmanusiatermasuk
dalam transaksi jual beli.
Telah diketahui secara luas bahwa jika dibandingkan dengan belanja
di dunia nyata, belanja di internet lebih mudah, dekat, murah dan efisien
bagi para pembeli (konsumen). Penjual juga mendapatkan keuntungan dari
karakteristik transaksi online (E-commerce) tersebut. Berdasarkan kara-
kteristik transaksi elektronik tersebut mereka dapat melakukan transaksi
bisnis tanpa perlu melakukan pertemuan dengan konsumen.
Transaksi elektronik mempunyai potensi yang memungkinkan kon-
sumen mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginan mereka, yang
dapat jadi dari belahan dunia manapun saat bergerak menuju penjual terse-
but, beban pelaksanaan pengiriman dari wilayah yang paling jauh yang
dapat dicapai, biaya dan syarat-syarat muatan serta asuransi hanya dapat
dilakukan dalam bisnis perdagangan internasional. Harga dan strategi iklan
juga akan mengalami perubahan besar-besaran.64
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 2 UU ITE, menyatakan bahwa
transaksielektronikadalahperbuatanhukumyangdilakukandenganmeng-
gunakan komputer, jaringan komputer dan/atau media elektronik lainnya.
Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan
ketentuan diatas.Pada transaksi elektronik ini, para pihak yang terkait di
dalamnya, melakukan suatu hubungan hukum yang dituangkan melalui
bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik yaitu
kontrak elektronik.
Pada transaksi elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa
yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait, wa-
laupun dalam transaksi elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara
langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui transaksi elektronik
Tidak ada perbedaan antara pihak-pihak dalam perjanjian konvensional
dengan pihak-pihak dalam perjanjian transaksi elektronik. Begitu juga den-
64 Assafa Endeshaw, 2007, Op-Cit, hal. 402.

72 Hukum & Teknologi


gan hak-hak dan kewajibannya, tergantung dengan jenis perjanjian yang
hendak dibuat oleh para pihak.
Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui transaksi ele-
ktronik antara lain sebagai berikut :
1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah
produk melalui internet sebagai pelaku usaha.
2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh
undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku
usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk
yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha atau merchant.
3. Banksebagaipihakpenyalurdanadaripembeliataukonsumenkepada
penjual atau pelaku usaha atau merchant, karena pada transaksi jual
belisecaraelektronik, penjual dan pembeli tidakberhadapanlangsung,
sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran
dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank.
4. Provider sebagai penyelenggara jasa jaringan telekomunikasi atau pe-
nyedia jasa layanan akses internet.65
Pada dasarnya pihak-pihak dalam transaksi elektronik tersebut diatas,
masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual atau pelaku usaha atau
merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet,
oleh karena itu seorang penjual wajib memberikan informasi yang benar
dan jujur atas produk yang ditawarkan kepada pembeli (konsumen). Dis-
amping itu, penjual juga tidak diperkenankan menjual barang yang ber-
tentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak rusak ataupun
mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang ditawarkan adalah
barang yang layak untuk diperjualbelikan. Dengan demikian, transaksi jual
beli tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun yang menjadi pem-
belinya (konsumennya).
Di sisi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk
mendapatkan pembayaran dari pembeli (konsumen) atas harga barang
yang dijualnya dan berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan
pembeli atau konsumen yang beritikad tidak baik. Seorang pembeli atau
konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang telah
dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disepakati
65 Edmon Makarim, Op. Cit, hal. 224.

Hukum & Teknologi 73


antara penjual dengan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib men-
gisi data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan.
Di sisi lain, pembeli atau konsumen berhak mendapatkan informasi secara
lengkap atas barang yang akan dibelinya dari penjual, sehingga pembeli
tidak dirugikan atas produk yang telah dibelinya itu. Pembeli juga berhak
mendapatkan perlindungan hukum atas perbuatan penjual (pelaku usaha)
yang beritikad tidak baik.
Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik, ber-
fungsi sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli
kepada penjual produk itu, karena mungkin saja pembeli atau konsumen
yang berkeinginan membeli produk dari penjual melalui internet berada
di lokasi yang letaknya saling berjauhan sehingga pembeli termaksud ha-
rus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan pembayaran atas harga
produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan proses pentrans-
feran dari rekening pembeli kepada rekening penjual.
Provider yang dalam hal ini sebagai penyedia jasa telekomunikasi atau
penyedia jasa layanan internet berkewajiban untuk menyediakan layanan
akses internet 24 jam tanpa henti kepada para pengguna. Sehingga, dalam
hal ini terdapat kerjasama antara penjual atau pelaku usaha dengan pro-
vider dalam menjalankan usaha melalui transaksi elektronik tersebut.

C. Bentuk Perjanjian dalam Perjanjian Jual Beli melalui


Transaksi Elektronik
Pada umumnya perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat meru-
pakan perdagangan yang mempertemukan antara pihak pembeli dan
pihak penjual secara langsung, jadi pembayaran harga dan penerimaan
baranglangsungditempattransaksitersebut.Berdasarkankesepakatanan-
tara para pihak itulah maka perjanjian jual beli tersebut dilakukan. Dalam
transaksi elektronik tidak ada proses tawar menawar seperti pada transaksi
di dunia nyata. Barang dan harga yang ditawarkan terbatas dan telah diten-
tukan oleh penjual. Jadi jika pembeli tidak sepakat, maka pembeli bebas
untuk tidak meneruskan transaksi dan pembeli dapat mencari website lain
yang sesuai dengan keinginannya.
Dalamlingkup hukum, sebenarnya istilah transaksiadalahkeberadaan
suatu perikatan ataupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak.
Artinya transaksi sebenarnya adalah suatu aspek materiil dari hubungan

74 Hukum & Teknologi


hukum yang disepakati oleh para pihak sehingga sepatutnya bukan menge-
naiperbuatanhukumnyasecaraformil,kecualiuntukmelakukanhubungan
hukum yang menyangkut benda tidak bergerak.66
Berdasarkan hal tersebut, karena itu keberadaan ketentuan-ketentuan
hukummengenaiperikatansebenarnyatetapadakarenamencakupsemua
media yang digunakan untuk melakukan transaksi itu sendiri baik dengan
media kertas maupun dengan media sistem elektronik.Tetapi dalam prak-
teknya seringkali disalahpahami oleh masyarakat bahwa transaksi dagang
harus dilakukan secara hitam diatas putih atau dapat dikatakan diatas ker-
tas dan harus bertanda tangan serta bermaterai.Sebenarnya hal tersebut
dimaksudkanagarsuatutransaksilebihmempunyainilaikekuatanpembuk-
tian hukumnya, jadi fokusnya bukanlah formil kesepakatannya melainkan
materiil hubungan hukumnya itu sendiri.
Keberadaan transaksi dalam lingkup ilmu teknologi informasi, dipa-
hami sebagai suatu perikatan ataupun hubungan hukum antara pihak yang
dilakukan dengan cara saling bertukar informasi atau data untuk melaku-
kan perdagangan. Oleh karena itu, dalam proses pertukaran informasi atau
data harus sesuai dengan kaedah-kaedah dasar dalam aspek keamanan
berkomunikasi, yaitu antara lain harus bersifat confidential, intregity, au-
thority, authencity dan non repudiation.
Berbeda dengan transaksi perdagangan dalam dunia nyata, transaksi
elektronik memiliki beberapa karakteristik yang sangat khusus sebagaima-
na dijelaskan dalam bab sebelumnya, yaitu:
1. Transaksi tanpa batas.
2. Transaksi anonym.
3. Produk digital dan non digital.
4. Produk barang tak berwujud.
Implementasi E-commerce pada dunia industri yang penerapannya
semakin lama semakin luas tidak hanya mengubah suasana kompetisi men-
jadi semakin dinamis dan global, namun telah membentuk suatu masyara-
kat tersendiri yang dinamakan Komunitas Bisnis Elektronik (Electronic
Business Community).

66 Edmon Makarim, Op. Cit, hal. 222.

Hukum & Teknologi 75


Transaksi yang terjadi antara permintaan dan penawaran dapat den-
gan mudah dilakukan walaupun yang bersangkutan berada dalam sisi geo-
grafis yang berbeda, hal ini disebabkan karena kemajuan dan perkemban-
gan teknologi informasi yaitu teknologi transaksi elektronik. Secara umum,
dalam transaksi elektronik dapat diklasifikasikan menjadi dua (2) jenis, an-
tara lain sebagai berikut: Business to Business (B to B)dan Business to
Customer (B to C)
Pada dasarnya perjanjian jual beli melalui transaksi elektronik juga
hampir sama dengan perjanjian jual beli pada umumnya, yaitu terdiri dari
permintaan dan penawaran. Karena suatu kesepakatan selalu diawali den-
gan adanya penawaran oleh satu pihak dan penerimaan oleh pihak lain.
Transaksi elektronik antara pihak yang menawarkan barang dan jasa
melalui internet dengan pihak yang membeli barang dan jasa tersebut, pada
umumnya berlangsung secara paperless transaction (transaksi tanpa ker-
tas) sedangkan dokumen yang digunakan dalam transaksi tersebut bukan-
lah paper document (dokumen kertas), melainkan digital document (do-
kumen elektronik).
Berbeda dengan perdagangan di dunia nyata dimana pembeli dapat
berkomunikasi aktif menanyakan tentang diskripsi barang yang akan di-
beli secara terperinci, dalam transaksi elektronik informasi yang ditawarkan
terlihat pasif, pembeli hanya diberikan informasi secara sepihak saja oleh
penjual. Apabila pembeli tertarik dengan barang atau jasa yang ditawarkan,
selanjutnya para pihak melakukan perjanjian atau kontrak.

D. Hambatan-hambatan dan Cara Mengatasi hambatan


dalam Jual Beli Melalui Transaksi Elektronik.
Perjanjian jual beli melalui media transaksi elektronik juga tak luput dari
hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, berikut ini penulis paparkan
tentang hambatan-hambatan tersebut: hambatan secara ini dialami lang-
sung oleh para pihak baik pelaku usaha maupun konsumen dalam men-
jalankan usahanya. Berdasarkan penelitian penulis, hambatan-hambatan
dalam transaksi di internet antara lain mengenai cacat produk, informasi
dan webvertising yang tidak jujur atau keterlambatan pengiriman barang.
Misalnya, saat barang dan/atau jasa yang dikonsumsikan tidak sesuai den-
gan manfaat kegunaan.Konsumen yang mengalami kerugian seperti ini
biasanya kehilangan nilai dari suatu produk atau kehilangan fungsi peng-

76 Hukum & Teknologi


gunaan suatu produk.
Di sisi lain, kehilangan ekonomis secara tidak langsung adalah kehilan-
gan suatu pengharapan nilai suatu produk. Misalnya konsumen kehilangan
nilai keuntungan di masa depan atas bisnis yang ditawarkan dan kehilangan
ketidakmampuan untuk menggantikan suatu produk. Menurut penulis hal
itu tidak sesuai dengan Pasal 9 UU ITE yang menjelaskan bahwa pelaku
usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menye-
diakan informasi yang dilengkapi dan benar berkaitan dengan syarat kon-
trak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Hambatan Secara Umum antara lain :
1. Hambatan Mindset
Mindset atau pola pikir yang masih tertanam pada customer rata-
rata adalah bahwa transaksi di internet kurang terjamin keamanannya,
terutama terkait keamanan dalam pembayaran dan alat pembayaran-
nya. Rata-rata customer ingin agar merchant memberikan jaminan
keamanan bertransaksi pada website merchant tersebut. Uniknya di
jaman yang sudah serba kartu kredit ini, di Indonesia budaya peng-
gunaan kartu kredit masih sedikit, sehingga terdapat banyak website
transaksielektronikdiIndonesiayangmenawarkancarakonvensional,
yaitu dengan melalui wesel, via telepon, atau transfer melalui rekening
bank (internet banking).
Berdasarkan penelitian tampilan halaman website transaksi ele-
ktronik di Indonesia masih sering dijumpai hanya menawarkan jenis
produk yang akan dijual, dan transaksi dilakukan dengan kontak lang-
sung via telepon atau e-mail. Hal ini dipakai sebagai cara mengatasi
hambatan mindset karena kurang terjaminnya keamanan dalam tu-
juannya agar meminimalkan risiko kejahatan dalam transaksi pem-
bayaran melalui internet.
2. Hambatan Minat
Kenyataannya, hingga saat ini sebagian besar pengguna internet
di Indonesia masih memperlakukan internet sebagai alat komunikasi.
Para user tersebut lebih suka mengirimkan e-mail atau berbagi infor-
masi satu dengan yang lain. Banyak user yang tidak menyadari bahwa
internet dapat dimanfaatkan untuk keperluan melakukan bisnis dan
membuat transaksi. Oleh karena itu, jumlah customer yang memesan

Hukum & Teknologi 77


barang langsung melalui internet jumlahnya sangat sedikit. Cara men-
gatasi hambatan minat ini adalah perlunya memasyarakatkan manfaat
transaksi online dengan mengakses internet.
3. Hambatan Culture
Culture atau budaya juga dapat menghambat perkembangan
transaksi elektronik di Indonesia menurut penulis.transaksi elek-
tronik memang menawarkan kemudahan dan efisiensi berbelanja
bagi orang-orang, permasalahannya hal ini belum tentu disukai oleh
orang Indonesia. Itu karena berbelanja lewat transaksi elektronik dapat
menghilangkan kesempatan berkreasi karena dengan cara belanja
konvensional biasanya orang-orang dapat sekalian “cuci mata” dan
bersenang-senang. Kebiasaan melakukan seleksi produk yang rumit
juga menyebabkan tidak bertambahnya minat orang Indonesia untuk
bertransaksi di dunia e-commerce.Ketakutan membeli “kucing dalam
karung” atau membeli tanpa tahu persis bagaimana keadaan produk
yang dibelinya juga turut menjadi penyebab mengapa orang Indonesia
kurang menyukai belanja di internet.
Cara mengatasinya adalah dengan membuat katalog produk den-
gan semenarik mungkin seperti berbelanja dalam dunia nyata dan
memberikan deskripsi atas suatu produk dengan sangat detail sehing-
ga membuat customer nyaman dan senang dalam berbelanja melalui
transaksi elektronik dan tidak takut untuk membeli barang tanpa tahu
persis keadaan barang yang dibelinya, serta membuka line telepon
atau e-mail sebagai forum tanya jawab antara customer dengan
merchant mengenai produk yang diperdagangkan.
ddd

78 Hukum & Teknologi


BAB V

P E RLI N D U N G A N H U K UM D AL AM
PE RJ A N J I A N J U A L B E LI ME L AL UI
T RAN S A K S I E L E K TRO N IK

Berdasarkan kemudahan berkomunikasi secara elektronik, maka


perdagangan pada saat ini sudah mulai merambat ke dunia elektronik.
Transaksi dapat dilakukan dengan kemudahan teknologi informasi, tanpa
adanyahalanganjarak.Dalamtransaksielektronikterdapatlimaunsuryang
saling terkait, berikut ini akan dijelaskan dengan bagan :

Keterangan :
Subyek hukum, dalam hal ini merchant dan customer, melaku-
kan transaksi perdagangan melalui teknologi informasi berupa tran-
saksi elektronik sehingga melahirkan perjanjian. Dalam perjanjian
tersebut terdapat dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai
alat bukti elektronik untuk menghindari adanya penyalahgunaan oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang berupa kejahatan
perdagangansecaraelektronik.Untukitudiperlukanperlindunganhu-
kum untuk melindungi para subyek hukum yang melakukan transaksi
perdagangan melalui transaksi elektronik.

Hukum & Teknologi 79


Berikut ini akan dijelaskan perlindungan hukum dalam hal perjanjian,
alat bukti elektronik, dan tanggung jawab para pihak antara lain :

1. Perjanjian

a. Perlindungan hukum di dalam perjanjian.


Berdasarkan perjanjian terdapat dokumen elektronik, biasanya
dokumen tersebut dibuat oleh pihak merchant yang berisi aturan dan
kondisi yang harus dipatuhi oleh customer tetapi isinya tidak mem-
beratkan customer. Aturan dan kondisi tersebut juga dipakai sebagai
perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Perlindungan hukum
bagi kedua belah pihak adalah :
1) Perlindungan hukum untukmerchantterutamaditekankandalam
hal pembayaran, merchant mengharuskan customer untuk
melakukan pelunasan pembayaran dan kemudian melakukan
konfirmasi pembayaran, baru setelah itu akan dilakukan pengiri-
man barang yang dipesan.
2) Perlindungan hukum untuk customer terletak pada garansi beru-
pa pengembalian atau penukaran barang jika barang yang diteri-
ma tidak sesuai dengan yang dipesan.
3) Privacy
Data pribadi pengguna media elektronik harus dilindungi
secara hukum. Pemberian informasinya harus disertai oleh per-
setujuan dari pemilik data pribadi. Hal ini merupakan bentuk
perlindungan hukum bagi para pihak yang melakukan transaksi
transaksi elektronik, yang termuat dalam Pasal 25 UU ITE din-
yatakanbahwaInformasielektronikdan/ataudokumenelektronik
yang disusun menjadi karya intelektual, situs transaksi elektronik,
dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai hak
kekayaanintelektualberdasarkanketentuanperaturanperundang-
undangan.

80 Hukum & Teknologi


b. Perlindungan Hukum Di Luar Perjanjian.
1. Hak Atas Kekayaan Intelektual
Perlindungan hukum untuk merchant juga menyangkut tentang
Hak Atas Kekayaan Intelektual atas nama domain yang dimilikinya
seperti terdapat dalam Pasal 23 UU ITE. Informasi elektronik yang
disusun menjadi suatu karya intelektual dalam bentuk apapun harus dil-
indungi undang-undang yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intele-
ktual. Hal ini disebabkan informasi elektronik memiliki nilai ekonomis
bagi pencipta atau perancang. Oleh karena itu, hak-hak mereka harus
dapat dilindungi oleh undang-undang HAKI.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, telah menjadikan masalah perlindungan kon-
sumen menjadi masalah yang penting, yang artinya kehadiran undang-
undang tersebut tidak saja memberikan posisi tawar yang kuat pada kon-
sumen untuk menegakkan hak-haknya, melainkan juga agar dapat tercipta
aturan main yang lebih fair bagi semua pihak. Dalam penjelasan Undang-
UndangNomor8Tahun1999tentangPerlindunganKonsumendisebutkan
bahwa piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan un-
tuk mematikan pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, karena perlindungan
konsumen akan dapat mendorong iklim berusaha yang sehat serta lahirnya
perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyedi-
aan barang dan/jasa yang berkualitas.
Dalamkaitannyadenganperkembanganteknologikomunikasidanin-
formasi di mana barang dan/atau jasa dapat diperdagangkan kepada kon-
sumen melewati batas-batas wilayah, maka perlindungan konsumen akan
selalu menjadi isu penting yang menarik untuk diperhatikan.67
Konsumen dan pelaku usaha merupakan pihak-pihak yang harus
mendapatperlindunganhukum.Namun,posisikonsumenpadaumumnya
lemah dibandingkan dengan pelaku usaha. Hal ini berkaitan dengan tingkat
kesadaran akan haknya, kemampuan finansial, dan daya tawar (bargaining
position) yang rendah. Padahal tata hukum tidak bisa mengandung kesen-
jangan. Tata hukum harus memposisikan pada tempat yang adil dimana
hubungan konsumen dengan pelaku usahaberada pada kedudukan yang
saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup
tinggi satu dengan yang lain.68
67 Edmon Makarim, Op-Cit, hal. 314.
68 Ibid, hal. 316.
Hukum & Teknologi 81
Posisi konsumen harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat
dantujuanhukumadalahmemberikanperlindungan(pengayoman)kepada
m asyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan
dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen.Menurut
penulis, dalam melakukan transaksi jual beli melalui transaksi elektronik,
konsumen juga harus jeli, teliti serta waspada terhadap penawaran yang di-
lakukan oleh pelaku usaha. Tidak jarang pelaku usaha menawarkan produk
yang fiktif, yang dijual murah agar konsumen tertarik. Konsumen harus me-
mastikan dahulu sebelum memesan barang, pastikan merchant mencan-
tumkan nomor telepon yang bisa dihubungi dan alamat lengkapnya. Apa-
bila tertarik dengan barang yang ditawarkannya, maka lakukan komunikasi
terlebihdahulu,biasanyapembelilangsungmenghubungilewattelepon,un-
tuk memastikan apakah barang benar-benar ada, setelah itu pembeli baru
menanyakan tentang spesifikasi barang yang akan dibelinya. Jika setuju,
maka pembeli segera membayar harga atas barang tersebut, kemudian ba-
rang dikirimkan. Kegiatan aktif konsumen untuk selalu berkomunikasi atau
bertanya tentang barang yang akan dibelinya kepada pelaku usaha akan
dapat mengurangi dampak kerugian bagi konsumen.
Untukmelindungikonsumenapabilaterjadihal-halyangtidakdiingink-
an, pemerintah dalam hal ini harus memberikan suatu jaminan, selain jami-
nan yang diberikan oleh penjual (pelaku usaha) itu sendiri.Upaya perlindun-
gan konsumen sebagaimana dikemukakan di atas, selain diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata juga ditegaskan dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hak-hak kon-
sumendiakomodirsebagaimanatercantumdalampasal4Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain seb-
agai berikut :
a) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam meng-
konsumsi barang dan atau jasa.
b) Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan atau jasa sesuai
dengan nilaitukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
barang dan/atau jasa.
d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/
atau jasa yang digunakan.

82 Hukum & Teknologi


e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya pe-
nyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau peng-
gantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-un-
dangan lainnya.
Bagaimanapun ragamnya rumusan hak-hak konsumen yang telah
dikemukakan, namun secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang
menjadi prinsip dasar, yaitu :
a) Hakyangdimaksudkanuntukmencegahkonsumendarikerugian,
baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan.
b) Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang
wajar.
c) Hakuntukmemperolehpenyelesaianyangpatutterhadapperma-
salahan yang dihadapi.69
Oleh karena ketiga hak atau prinsip dasar tersebut merupakan himpu-
nan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor8Tahun1999TentangPerlindunganKonsumen,makahaltersebut
sangat esensial bagi konsumen, sehingga merupakan prinsip perlindungan
hukum bagi konsumen di Indonesia. Jelas dalam Undang-Undang tersebut
disebutkan,bahwabetapasangatdihargainyahak-hakkonsumen,sehingga
apabilaterjadiperbuatanmelawanhukummakakonsumendapatmenuntut
hak-haknya.
Dalam suatu kontrak jual beli para pihak yang terkait didalamnya yaitu
penjual atau pelaku usaha dan pembeli yang berkedudukan sebagai kon-
sumen memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda. Hak yang dimiliki
konsumenterkaiterat dengan kewajiban pelaku usaha. Berdasarkanketen-
tuanpasal7Undang-UndangNomor8Tahun1999TentangPerlindungan
Konsumen, diatur mengenai kewajiban pelaku usaha diantaranya:
69 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 47.
Hukum & Teknologi 83
a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b) Memberikaninformasiyangbenar,jelasdanjujurmengenaikondi-
si dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan
tidak diskriminatif.
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi berdasar-
kan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e) Memberikesempatankepadakonsumenuntukmenguji,dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagang-
kan.
f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan ba-
rang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak ses-
uai dengan perjanjian.
DalamUndang-UndangPerlindnganKonsumentampakbahwaitikad
baik lebih ditekankan pada pelaku usaha. Itikad baik itu meliputi semua
tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan
kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang diran-
cang atau diproduksi sampai pada tahap purna jual, sebaliknya konsumen
hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena kemungkinan
terjadinya kelalaian dari pelaku usaha dimulai sejak barang dirancang atau
diproduksi oleh pelaku usaha, sedangkan bagi konsumen, kemungkinan
untuk dapat merugikan pelaku usaha mulai pada saat melakukan transaksi
dengan pelaku usaha.
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut
diatas, berlaku juga dalam transaksi jual beli secara elektronik, walaupun
antara penjual dan pembeli tidak bertemu langsung, namun tetap keten-
tuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli ini harus ditaati.
Dengan demikian,merupakan kewajiban pelaku usaha atau penjual untuk

84 Hukum & Teknologi


memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur, sehingga konsumen bisa
mendapatkankejelasanmengenaiproduktersebutdandapatmempercayai
sistem yang disediakan oleh pelaku usaha untuk digunakan dalam transaksi.
Sehingga, apabila pelaku usaha telah memberikan jaminan bahwa sistem
yang dimilikinya dapat mengamankan suatu transaksi, maka jaminan itu
haruslah benar dan transaksi memang berjalan dengan aman. Oleh sebab
itu,penyelenggarajasaharusmelakukanpemeliharaanterhadapsistemnya
secara berkala dan meng-up date sistemnya sesuai dengan sistem baru yang
adadimasyarakatinternet,yangsemuanya dilakukansemaksimalmungkin
agar sesuai dengan standar yang ada dalam masyarakat transaksi elektronik
dan kepentingan konsumen tetap terjaga.
Apabila dikaitkan antara hak-hak konsumen sebagaimana tertuang
dalam rumusan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlind-
ungan Konsumen dengan hak-hak konsumen dalam transaksi elektronik,
maka terdapat sejumlah hak-hak konsumen pada transaksi elektronik yang
sangat riskan sekali untuk dilanggar dalam setiap kegiatan transaksi elek-
tronik tersebut, diantaranya adalah:
a) Tidak ada jaminan keselamatan dan keamanan dalam mengkonsumsi
barang dan jasa. Hal ini dikarenakan para konsumen tidak dapat lang-
sung mengidentifikasi, melihat, menyentuh barang yang akan dipesan
lewat internet, sebagaimana yang biasa terjadi dalam transaksi di dunia
nyata.
b) Tidak ada kepastian apakah konsumen telah memperoleh informasi
yang dibutuhkan dalam bertransaksi, sebab informasi yang tersedia
dibuat secara sepihak oleh penjual saja.
c) Tidak terlindunginya hak-hak konsumen untuk mengadu atau mem-
peroleh kompensasi. Dapat saja penjual mencantumkan alamat yang
tidak jelas atau hanya sekedar alamat di e-mail yang tidak terjangkau
oleh dunia nyata.
d) Sistem pembayaran dalam transaksi elektronik dilakukan dengan
cara konsumen terlebih dahulu membayar penuh, kemudian barulah
pesanannya diproses oleh penjual. Hal ini sangat jelas beresiko tinggi
bagi konsumen, sebab membuka peluang kemungkinan terjadinya
wanprestasi yang dilakukan oleh penjual.

Hukum & Teknologi 85


e) Transaksi elektronik dapat dilakukan antar negara. Bila terjadi seng-
keta maka akan sulit untuk ditentukan hukum negara mana yang akan
dipakai dalam penyelesaiannya.
DalamUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 TentangPerlindungan
Konsumen masih terdapat kelemahan yang tidak dapat menjangkau trans-
aksi elektronik. Kelemahan yang dimaksud dalam kaitannya dengan trans-
aksi elektronik adalah mengenai batasan tentang pengertian pelaku usaha.
Yaitu sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang
menyatakan bahwa :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didiri-
kan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjianmenyelenggarakankegiatanusahadalamberbagaibidangeko-
nomi.”

Jadi, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlind-


ungan Konsumen, pengertian pelaku usaha hanya sebatas di wilayah hu-
kumNegaraRepublik Indonesia, padahal dalamtransaksielektronikpelaku
usaha dapat berasal dari luar wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
dan apabila terjadi hal yang demikian maka hal ini tergantung dari perjan-
jian antara para pihak.

2) Alat Bukti Elektronik


HukumpembuktianIndonesiamasihmendasarkanketentuannyapada
KUH Perdata. Ditentukan bahwa alat-alat bukti yang dapat digunakan dan
diakui di depan sidang pengadilan perdata masih sangat limitatif. Dalam
Pasal 1866 KUH Perdata dinyatakan bahwa alat-alat bukti dalam perkara
perdata terdiri dari :
1. bukti tulisan,
2. saksi-saksi,
3. persangkaan-persangkaan,
4. pengakuan, dan
5. sumpah.

86 Hukum & Teknologi


Di Indonesia sebenarnya ada beberapa hal yang mengarah kepada
penggunaan dan pengakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang
sah, misalnya:70
1. Dikenalnya on line trading dalam kegiatan bursa efek; dan
2. Pengaturan mikro film sebagai media penyimpanan dokumen pe-
rusahaan yang telah diberi kedudukan sebagai alat bukti tertulis otentik
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusa-
haan.
Namun demikian pengaturan semacam ini tidak dapat menunjang dan
mengakomodir cyberspace pada umumnya dan transaksi elektronik pada
khususnya.Pengguna transaksi elektronik sekarang sudah mulai bernafas
lega lahirnya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Tentang alat bukti elektronik, telah disebutkan
dalam Pasal 5 ayat (1) UUITE yang menyatakan bahwa informasi dan atau
dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang
sah dan memiliki akibat hukum yang sah. Pembahasan lebih lengkap telah
dijelaskan dalam bab 3 (tiga).
ddd

70 Ahmad M. Ramli, dkk.,Op-Cit, hal. 46.

Hukum & Teknologi 87


D A F T A R P U S T AKA

Buku :
Abdul HalimBerkatullah, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
dalam Transaksi E-Commerce Lintas Negara di Indonesia, FH
UII Press dan Pascasarjana FH UII Press, Yogyakarta.
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung Ci-
tra Aditya Bakti.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Kon-
sumen, Grafindo Persada, Jakarta.
Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum
Indonesia, Refika Aditama, Bandung.
Ahmad M. Ramli, 2007, Menuju Kepastian Hukum di Bidang Infor-
masi dan Transaksi Elektronik, Departemen Komunikasi dan In-
formatika Republik Indonesia, Jakarta.
Assafa Endeshaw, 2007, Hukum E Commerce dan Internet dengan
Fokus di Asia Pasifik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Bachtiar Effendie, Masdari Tasmin, A. Chodari, 1999, Surat Gugat dan
Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung,.
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. 2007,
Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Jakarta.
E. Corner, 2003, Informasi elektronik dalam Microsoft, Microsoft En-
carta Reference Library 2003, Microsoft Corporation , Ensik-
lopedi Elektronik, Jakarta.
Efa Laela Fakhriah, 2009, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian
Perdata, Alumni, Bandung.
Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

88 Hukum & Teknologi


Endang Mintorowati, 1999, Hukum Perjanjian, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
LiaSautunnida, 2008, Jual Beli Melalui Informasi Elektronik (E-Com-
merce) Kajian Menurut Buku III KUH Perdata dan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Fakultas Hukum
Universitas Syiah Kuala.
Michael Chissick and Alistair Kelman, 1999, Electronic Commerce Law
and Practice, New York, Sweet & Maxwell.
Mieke Komar Kataatmadja, 2001, Cyber Law Suatu Pengantar, Elips,
Bandung.
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Seg iHukum Perjanjian, Alumni, Band-
ung.
Niniek Suparni, 2009,Cyberspace: Problematika dan Antisipasi Pen-
gaturannya, Sinar Grafika, Jakarta.
Onno W Purbodan dan Aang Arif Wahyudi, 2001, Mengenal E-Com-
merce, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Peter Scisco, 2003, Electronic Commerce dalam Microsoft, Microsoft
Encarta Reference Library 2003, Microsoft Corporation Ensik-
lopedi Elektronik, Jakarta.
R. Subekti, Tjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Per-
data, Pradnya Paramita, Jakarta.
Salim HS, 2003, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan
Kontak), Sinar Grafika, Jakarta.
Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus) Pre-
nada Media, Jakarta.
Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasin-
do, Jakarta.
Tammy S. Trout-Mc, 1997, Intyre, Personal Jurusdiction and The In-
formasi Elektronik: Does The Shoe Fit 21 Hamlie, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1996, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi
Kelima, Liberty, Yogyakarta.

Hukum & Teknologi 89


Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus) Pre-
nada Media, Jakarta.
Sutarno, 2005, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfa-
betha, Bandung.
S. Wiradipradjadan D. Budhijanto,2002, Perspektif Hukum Internasi-
onal tentang Cyber Law, dalam Kantaatmadja, et al, Cyber-
law: Suatu Pengantar, Elips 11, Jakarta.

Jurnal :
Ahmad M.Ramli, 2000, “Perlindungan Hukum dalam Transaksi E-
Commerce, Jurnal Hukum Bisnis.
Hikmahanto Juwana, 2003, Legal Issues on E-Commerce and E-Con-
tract in Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22.

PeraturanPerundang-undangan:
Undang-UndangNomor11Tahun2008TentangInformasiDanTransaksi
ElektronikBesertaPenjelasannya,KesindoUtama,Surabaya,2008.

Majalah :
Varia Peradilan Nomor 296 Juli 2010.

Internet :
Zulfi Chairi, 2006, Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui In-
ternet, USU Repository ©, http://library.usu.ac.id,, Diak-
ses tanggal 5 Desember2016.
Supancana, Kekuatan Akta Elektronis Sebagai Alat Bukti Pada
Transaksi E-Commerce dalam Sistem Hukum Indonesia,
www.indoregulation.com. Diakses tanggal 5 Januari 2017.

90 Hukum & Teknologi


Eksistensi Electronic Commerce (E-Commerce) dalam Sistem Hu-
kum Pembuktian Nasional, www.fhunpad.go.id. Diakses
tanggal 5 Januari 2017.
Freddy Haris, Cybercrime dari Perspektif Akademis, www.gipi.
or.id. Diakses tanggal5 Januari 2017.

Hukum & Teknologi 91


T E N T A N G P E N UL IS

Krista Yitawati, S.H., M.H, lahir di Magetan, 6 Agustus 1986.


PendidikanSekolahDasardanMenengahdiselasaikandikotakelahirannya.
Gelar Sarjana Hukum (2008) diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta (UNS) dan Magister IlmuHukum (S2) di kampus
yang sama (2010). Aktif dalam penelitian dan pengkajian bidang Hukum
KetenagakerjaandanHukumTeknologi.SekarangmenjabatsebagaiSekre-
taris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Merdeka Madiun.

Anik Tri Haryani, S.H., M.Hum, lahir 22 Maret 1975 di Mag-


etan Jawa Timur. Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah diselesaikan di
kota kelahirannya. Melanjutkan Studi Sarjana di Fakultas Hukum Universi-
tas Jember (1998) dan Magister Ilmu Hukum Bisnis Universitas Merdeka
Malang (2011). Aktif sebagai staf pengajar di Fakultas Hukum Universi-
tas Merdeka Madiun sejak tahun 1999 hingga sekarang. Pernah menjabat
sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum. Aktif dalam pengkajian dan
penelitianbidangHukumHakKekayaanIntelektual,HukumKeperdataan,
Hukum Dagang dan Hukum Ekonomi.

Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum, lahir di Magetan Jawa


Timur, 26 Juli 1974, Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah di kota
kelahirannya.MenyelesaikanpendidikanSarjanaHukum(1999)diFakultas
HukumUnmerMadiun,MagisterHukumS2(2004)diProgramPascasarja-
na Universitas Brawijaya Malang dan saat ini sedang studi di Program Dok-
tor(S3)diSekolahPascasarjanaUniversitasMuhammadiyahSurakarta.Se-
lain aktif mengajar di kampus Universitas Merdeka Madiun juga sangat aktif
dalam bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dibiayai
oleh DP2M Dikti serta menulis buku dan artikel pada jurnal-jurnal ilmiah.
Artikel publikasi: Islamisasi IlmuPengetahuan: Basis Epistemologi Sains
Modern (Proceeding International Conference on Islamic Epistemology,
2016), Model Pengembangan, Desa Konservasi Berbasis Pendayagunaan
Potensi Lokal Kawasan Lindung Lereng Gunung Wilis Jawa Timur (Prosid-
ing Konferensi Nasional ke-4 APPPTM Palembang, 2016), Membumikan
92 Hukum & Teknologi
Hukum Pancasila Sebagai Basis Hukum Nasional Masa Depan (Prosiding
Seminar Nasional Universitas Negeri Semarang, 2016). Model Pengelo-
laan Tanah Bengkok/Ganjaran Sebagai Kekayaan Aset Desa Menuju Desa
Mandiri (Studi Perspektif UU Desa No. 6 Tahun 2014) (Proceding Seminar
NasionalUniversitasMerdekaMadiun,2017),Bukuyangsudahditerbitkan:
Pengantar Hukum Adat Indonesia (2016), Hukum Waris Adat (2016), Cita
Hukum Pancasila; Ragam Paradigma Hukum Berkepribadian Indonesia
(BungaRampai) (2016), Hukum Kontrak dan Perkembangannya (2017).
Hukum Perseroan Terbatas; Prinsip Good Corporate Governance dan
Doktrin Piercing Corporate Veil (2017).

Hukum & Teknologi 93


L A M P IR A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11


TAHUN 2008

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional adalah


suatu proses yang berkelanjutan yang
harus senantiasa tanggap terhadap berb-
agai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah men-
empatkan Indonesia sebagai bagian
dari masyarakat informasi dunia sehingga
mengharuskan dibentuknya pengaturan
mengenai pengelolaan Informasi dan Trans-
aksi Elektronik di tingkat nasional sehingga
pembangunan Teknologi Informasi dapat
dilakukan secara optimal, merata, dan me-
nyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna
mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan
Teknologi Informasi yang demikian pesat
telah menyebabkan perubahan kegiatan
kehidupan manusia dalam berbagai bi-
dang yang secara langsung telah memen-
garuhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan
hukum baru;

94 Hukum & Teknologi


d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan
Teknologi Informasi harus terus dikem-
bangkan untuk menjaga, memelihara, dan
memperkukuh persatuan dan kesatuan na-
sional berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi
berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional un-
tuk mewujudkan kesejahteraan masyara-
kat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung
pengembangan Teknologi Informasi me-
lalui infrastruktur hukum dan pengaturan-
nya sehingga pemanfaatan Teknologi In-
formasi dilakukan secara aman untuk
mencegah penyalahgunaannya dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial
budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan seb-
agaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f,
perlu membentuk Undang-Undang ten-
tang Informasi dan Transaksi Elektronik;

Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Un-


dang Dasar Negara Republik Indonesia Ta-
hun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

Hukum & Teknologi 95


BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpu-


lan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejen-
isnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memaha-
minya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lain-
nya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk men-
gumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebar-
kan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elek-
tronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektro-
magnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dili-
hat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Kom-
puter atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancan-
gan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna
atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mam-
pu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyim-
pan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan,
dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

96 Hukum & Teknologi


6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah peman-
faatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya
dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertu-
tup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu
Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan
suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik
tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh
Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat
elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yang menunjukkan status subjek hu-
kum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektron-
ik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan
hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak di-
percaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat
Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga
independen yang dibentuk oleh profesional yang
diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah den-
gan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan serti-
fikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang
terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang teraso-
siasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektron-
ik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data ele-
ktronik, magnetik, optik, atau sistem yang melak-
sanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

Hukum & Teknologi 97


15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan
Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam ja-
ringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter
lainnya atau kombinasi di antaranya, yang meru-
pakan kunci untuk dapat mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak
yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima In-
formasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat,
yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui
internet, yang berupa kode atau susunan karakter
yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi terten-
tu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara
Indonesia, warga negara asing, maupun badan hu-
kum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hu-
kum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang
ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang


melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia,
yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia

98 Hukum & Teknologi


dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN Pasal 3

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik


dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, man-
faat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih
teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik


dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian


dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan
di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi
Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jaw-
ab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepas-
tian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi.

Hukum & Teknologi 99


BAB III

INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN


ELEKTRONIK

Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik


dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hu-
kum yang sah.
(2 Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektron-
ik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku
di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektron-
ik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem
Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang- Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Un-
dang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta
notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pem-
buat akta.

Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur


dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Ele-
ktronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepan-
jang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,

100 Hukum & Teknologi


ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertang-
gungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak


yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan
adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektron-
ik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem
Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan
Perundang- undangan.

Pasal 8

(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektron-
ik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan ala-
mat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Ele-
ktronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima
dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada
di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di
bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem
Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Ele-
ktronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Ele-
ktronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi
yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan

Hukum & Teknologi 101


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik,
maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elek-
tronik dan/atau Dokumen Elektronik memasu-
ki sistem informasi pertama yang berada di luar
kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elek-
tronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
sistem informasi terakhir yang berada di bawah
kendali Penerima.

Pasal 9

Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem


Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap
dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen,
dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10

(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Trans-


aksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sert-
ifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Serti-
fikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum


dan akibat hukum yang sah selama memenuhi per-
syaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik
terkait hanya kepada PenandaTangan;

102 Hukum & Teknologi


b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada
saat proses penandatanganan elektronik hanya
berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elek-
tronik yang terjadi setelah waktu penandatanga-
nan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elek-
tronik yang terkait dengan Tanda Tangan Ele-
ktronik tersebut setelah waktu penandatanganan
dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai
untuk mengidentifikasi siapa Penandatan-
gannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan
bahwa Penanda Tangan telah memberikan per-
setujuan terhadap Informasi Elektronik yang ter-
kait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Ele-
ktronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Ele-


ktronik berkewajiban memberikan pengamanan atas
Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya meli-
puti:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang
tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip ke-
hati-hatian untuk menghindari penggunaan se-
cara tidak sah terhadap data terkait pembuatan
Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nun-
da, menggunakan cara yang dianjurkan oleh
penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun
Hukum & Teknologi 103
cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh
Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda
Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung
layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah
dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan
dapat menimbulkan risiko yang berarti, ke-
mungkinan akibat bobolnya data pembua-
tan Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk
mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda
Tangan harus memastikan kebenaran dan keutu-
han semua informasi yang terkait dengan Sertifi-
kat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran keten-
tuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertang-
gung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi
hukum yang timbul.

BAB IV

PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN


SISTEM ELEKTRONIK Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal 13

(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Peny-


elenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan
Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memasti-
kan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik den-
gan pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:

104 Hukum & Teknologi


a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia;
dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia
berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di
Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang
beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimak-


sud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus
menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepa-
da setiap pengguna jasa, yang meliputi:

a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Pen-


anda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data
diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c.`hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan
keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elek-
tronik.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus me-


nyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan
aman serta bertanggung jawab terhadap beroper-
asinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.

Hukum & Teknologi 105


(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadin-
ya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian
pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-un-


dang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elek-
tronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang
memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektron-
ik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh
sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan den-
gan Peraturan Perundang-undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keo-
tentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Infor-
masi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau
petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elek-
tronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk
yang diumumkan dengan bahasa, informasi,
atau simbol yang dapat dipahami oleh pi-
hak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk
menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertang-
gungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan
Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

106 Hukum & Teknologi


BAB V TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilaku-


kan dalam lingkup publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik se-
bagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad
baik dalam melakukan interaksi dan/atau per-
tukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kon-


trak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih
hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik in-
ternasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum
dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum
yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetap-
kan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga peny-
elesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari Tran-
saksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum se-
bagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan ke-
wenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga peny-
elesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang
menangani sengketa yang mungkin timbul dari tran-
saksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perda-
ta Internasional.

Hukum & Teknologi 107


Pasal 19

Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus


menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

Pasal 20

(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Trans-


aksi Elektronik terjadi pada saat penawaran trans-
aksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetu-
jui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik se-
bagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21

(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi


Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan
olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik se-
bagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai
berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik men-
jadi tanggung jawab para pihak yang bertransak-
si;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kua-
sa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Ele-
ktronik menjadi tanggung jawab penyelenggara
Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak

108 Hukum & Teknologi


ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik,
segala akibat hukum menjadi tanggung jawab peny-
elenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak
pengguna jasa layanan, segala akibat hukum men-
jadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadin-
ya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian
pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22

(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus me-


nyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasi-
kannya yang memungkinkan penggunanya melaku-
kan perubahan informasi yang masih dalam proses
transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen
Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN


PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23

(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,


dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Do-
main berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain seb-
agaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan
pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persain-

Hukum & Teknologi 109


gan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan
Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, ber-
hak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain
dimaksud.

Pasal 24

(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/


atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Do-
main oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengam-
bil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang
diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah
Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya
diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama
Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang


disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan
karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai
Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Per-
aturan Perundang-undangan.

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perun-


dang-undangan, penggunaan setiap informasi me-
lalui media elektronik yang menyangkut data pribadi

110 Hukum & Teknologi


seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang
yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan
atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Un-
dang-Undang ini.

BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak


mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/
atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elek-
tronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/
atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elek-
tronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/
atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektron-
ik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/
atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elek-
tronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menye-


barkan berita bohong dan menyesatkan yang men-
gakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.

Hukum & Teknologi 111


(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menye-
barkan informasi yang ditujukan untuk menimbul-
kan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/
atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan
atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi.

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak


atau melawan hukum mengakses Komputer dan/
atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara
apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses Komputer dan/
atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses Komputer dan/
atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak


atau melawan hukum melakukan intersepsi atau
penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Do-
kumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau

112 Hukum & Teknologi


Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan intersepsi atas
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebab-
kan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan
adanya perubahan, penghilangan, dan/atau pengh-
entian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Ele-
ktronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum atas permintaan kepoli-
sian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum
lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-un-
dang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau


melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyem-
bunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Do-
kumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum dengan cara apa pun memind-
ahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik
Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Infor-
masi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik

Hukum & Teknologi 113


dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mes-
tinya.
Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau mela-


wan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan
Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mes-
tinya.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau


melawan hukum memproduksi, menjual, menga-
dakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusi-
kan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Kom-
puter yang dirancang atau secara khusus
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem
Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bu-
kan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan
kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik,
untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri se-
cara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan


hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau

114 Hukum & Teknologi


Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elek-
tronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap
seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan


hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengaki-
batkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang


dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem
Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

BAB VIII PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38

(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terha-


dap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elek-
tronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi
yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara per-
wakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan
Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknolo-
gi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat,
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- un-
dangan.

Hukum & Teknologi 115


Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan


Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyele-
saikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga pe-
nyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB IX

PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi In-


formasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ke-
tentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari se-
gala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang
mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan keten-
tuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang
memiliki data elektronik strategis yang wajib dilind-
ungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan
rekam cadang elektroniknya serta menghubungkan-
nya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pen-
gamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat
(3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang
elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan
data yang dimilikinya.

116 Hukum & Teknologi


(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan peman-


faatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan
Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi
Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
ini.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang
dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.

BAB X PENYIDIKAN

Pasal 42

Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud


dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan keten-
tuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Un-
dang- Undang ini.

Pasal 43

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indo-


nesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di ling-
kungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transak-
si Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyi-
dik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan pe-
nyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Hukum & Teknologi 117
(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan per-
lindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelan-
caran layanan publik, integritas data, atau keutuhan
data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap
sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tin-
dak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadi-
lan negeri setempat.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau peny-
itaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik
wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan
umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari ses-


eorang tentang adanya tindak pidana berdasar-
kan ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya un-
tuk didengar dan/atau diperiksa sebagai ter-
sangka atau saksi sehubungan dengan adanya
dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan
ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran lapo-
ran atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang
ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/
atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan
tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau
sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknolo-
gi Informasi yang diduga digunakan untuk
melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-
Undang ini;

118 Hukum & Teknologi


f. melakukan penggeledahan terhadap tempat
tertentu yang diduga digunakan sebagai tem-
pat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan
ketentuan Undang- Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap
alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Infor-
masi yang diduga digunakan secara menyimpang
dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam
penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak
pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai
dengan ketentuan hukum acara pidana yang ber-
laku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahan-
an, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta
penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam
waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimak-
sud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberi-
tahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat
berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk
berbagi informasi dan alat bukti.

Pasal 44

Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di


sidang pengadilan menurut ketentuan

Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan


Perundang-undangan; dan

Hukum & Teknologi 119


b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3).

BAB XI KETENTUAN PIDANA

Pasal 45

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana di-


maksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus
juta rupiah).

120 Hukum & Teknologi


(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (dela-
pan ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimak-


sud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

Hukum & Teknologi 121


Pasal 49

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimak-


sud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara pal-
ing lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimak-


sud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana pen-
jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua be-
las miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua be-
las miliar rupiah).
Pasal 52

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau
eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pem-
beratan sepertiga dari pidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap
Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Infor-
masi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layan-
an publik dipidana dengan pidana pokok ditambah
sepertiga.

122 Hukum & Teknologi


(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap
Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Infor-
masi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan
tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sen-
tral, perbankan, keuangan, lembaga internasional,
otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksi-
mal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal dit-
ambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan
oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok dit-
ambah dua pertiga.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Per-


aturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang ber-
hubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan
tetap berlaku.

BAB XIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal di-


undangkan.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan pal-
ing lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Un-
dang-Undang ini.

Hukum & Teknologi 123


Agar setiap orang mengetahuinya, memer-
intahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MA-


NUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN


2008 NOMOR 58

Salinan sesuai dengan aslinya


DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA BIDANG PE-
RUNDANG-UNDANGAN,

MUHAMMAD SAPTA MURTI

124 Hukum & Teknologi


PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11


TAHUN 2008

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. UMUM

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komu-


nikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubun-
gan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebab-
kan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifi-
kan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat
ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif per-
buatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dike-
nal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum
siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk
istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telema-
tika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika.
Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknolo-
gi informasi (law of information technology), hukum dunia
maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-
istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan
melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi
baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan
memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem kom-
puter yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat
secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali diha-
dapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khu-

Hukum & Teknologi 125


susnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elek-
tronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem


komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup per-
angkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga
mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komu-
nikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer
adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam ben-
tuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apa-
bila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang
khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi
tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan


keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan
teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi
dan media elektronik, yang berfungsi merancang, mem-
proses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan
atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi
secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwuju-
dan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu
bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakter-
istik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai den-
gan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem in-
formasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan
sistem antara manusia dan mesin yang mencakup kompo-
nen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber
daya manusia, dan substansi informasi yang dalam peman-
faatannya mencakup fungsi input, process, output, storage,
dan communication.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya


sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan
normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang
tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik se-
bagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber
tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibata-
si oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan
pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada

126 Hukum & Teknologi


pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak per-
nah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu
kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu,
pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, meng-
ingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi
dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif,
melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, dis-
adap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia
dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak
yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan ru-
mit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang


keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan
perdagangan melalui sistem elektronik (electronic com-
merce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan
internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konver-
gensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika
(telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, sei-
ring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang
teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut


juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual
dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hu-
kum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber
tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum
konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan
terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pember-
lakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah keg-
iatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik.

Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifika-


sikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan
hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara
lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukan-
nya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas ker-
tas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi ke-


amanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi
informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang

Hukum & Teknologi 127


secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan
untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan
aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan
etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam peny-
elenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum
bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan
pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.
Pasal 2

Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi


tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang
berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga
negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbua-
tan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum
(yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indo-
nesia maupun warga negara asing atau badan hu-
kum Indonesia maupun badan hukum asing yang
memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat
pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat
lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan In-
donesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada
merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlind-
ungan data strategis, harkat dan martabat bangsa,
pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan nega-
ra, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

Pasal 3

“Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum


bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Trans-
aksi
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung
penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan

128 Hukum & Teknologi


hukum di dalam dan di luar pengadilan.
“Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik di-
upayakan untuk mendukung proses berinformasi se-
hingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyara-
kat.
“Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak
yang bersangkutan harus memperhatikan segenap
aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik
bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam peman-
faatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para
pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak
bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak
lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
“Asas kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi” berarti asas pemanfaatan Teknologi Infor-
masi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada
penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengi-
kuti perkembangan pada masa yang akan datang.

Pasal 4

Cukup jelas.
Pasal 5

Ayat 1

Cukup jelas.
Ayat 2

Cukup jelas.
Ayat 3

Cukup jelas.

Hukum & Teknologi 129


Ayat 4

Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus
dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas
pada surat berharga, surat yang berharga, dan
surat yang digunakan dalam proses penegakan
hukum acara perdata, pidana, dan administrasi
negara.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 6

Selama ini bentuk tertulis identik dengan infor-


masi dan/atau dokumen yang tertuang di atas
kertas semata, padahal pada hakikatnya informa-
si dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam
media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam
lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli den-
gan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan
sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi
dengan cara penggandaan yang mengakibatkan in-
formasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari sa-
linannya.

Pasal 7

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Infor-


masi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu
hak.

Pasal 8

Cukup jelas.

130 Hukum & Teknologi


Pasal 9

Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan


benar” meliputi:
a. informasi yang memuat identitas serta status
subjek hukum dan kompetensinya, baik seb-
agai produsen, pemasok, penyelenggara maupun
perantara;
b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu
yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta
menjelaskan barang dan/atau jasa yang dita-
warkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi
barang/jasa.

Pasal 10

Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti
bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan
secara elektronik layak berusaha setelah melalui pe-
nilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti
telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan
dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark
pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara
tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu
kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan
yang sama dengan tanda tangan manual pada um-
umnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini
merupakan persyaratan minimum yang harus di-

Hukum & Teknologi 131


penuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ke-
tentuan ini membuka kesempatan seluas- luasnya
kepada siapa pun untuk mengembangkan metode,
teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elek-
tronik.

Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, men-
gatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini


adalah informasi yang minimum harus dipenuhi
oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 15

Ayat (1)
“Andal” artinya Sistem Elektronik memiliki kemam-
puan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaan-
nya.
“Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara
fisik dan nonfisik.
“Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem
Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spe-
sifikasinya.

132 Hukum & Teknologi


Ayat (2)
“Bertanggung jawab” artinya ada subjek hukum
yang bertanggung jawab secara hukum terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap
pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan
secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif,
dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebe-
sar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam
kontrak internasional termasuk yang dilakukan se-
cara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum

Hukum & Teknologi 133


ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kon-
trak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya
dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat un-
sur asing dan penerapannya harus sejalan dengan
prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hu-
kum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas
hukum perdata internasional yang akan ditetapkan
sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak
internasional, termasuk yang dilakukan secara elek-
tronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Fo-
rum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase,
atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lain-
nya.
Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan
forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan
prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas
tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergu-
gat (the basis of presence) dan efektivitas yang
menekankan pada tempat harta benda tergugat
berada (principle of effectiveness).

Pasal 19

Yang dimaksud dengan “disepakati” dalam pasal ini


juga mencakup disepakatinya prosedur yang ter-
dapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.
Pasal 20

Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan
antara para pihak yang dapat berupa, antara lain
pengecekan data, identitas, nomor identifikasi prib-

134 Hukum & Teknologi


adi (personal identification number/PIN) atau sandi
lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dikuasakan” dalam keten-
tuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “fitur” adalah fasilitas yang
memberikan kesempatan kepada pengguna Agen
Elektronik untuk melakukan perubahan atas in-
formasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas
pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Hukum & Teknologi 135


Pasal 23

Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penye-
lenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau ma-
syarakat, yang perolehannya didasarkan pada prin-
sip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan
dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekay-
aan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan
substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran
merek dan paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”,
misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan
hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama
sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Nama Domain
secara tanpa hak” adalah pendaftaran dan penggu-
naan Nama Domain yang semata-mata ditujukan
untuk menghalangi atau menghambat Orang lain
untuk menggunakan nama yang intuitif dengan ke-
beradaan nama dirinya atau nama produknya, atau
untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah ter-
kenal atau ternama, atau untuk menyesatkan kon-
sumen.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik


yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelek-
tual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain
industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Un-

136 Hukum & Teknologi


dang- Undang ini dengan memperhatikan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26

Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindun-
gan data pribadi merupakan salah satu bagian dari
hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung
pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati
kehidupan pribadi dan bebas dari segala ma-
cam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat
berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tinda-
kan memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi
akses informasi tentang kehidupan pribadi dan
data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Hukum & Teknologi 137


Pasal 30

Ayat (1)
Cukup jelas.
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaima-
na dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara
lain dengan:
a. melakukan komunikasi, mengirimkan, meman-
carkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-
hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak
untuk menerimanya; atau
b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud
tidak dapat atau gagal diterima oleh yang ber-
wenang menerimanya di lingkungan pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membata-
si akses Komputer atau melarang akses ke dalam
Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau
klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan
yang ditentukan.

Pasal 31

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan”
adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam,
membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau
mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik,
baik menggunakan jaringan kabel komunikasi mau-
pun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromag-
netis atau radio frekuensi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

138 Hukum & Teknologi


Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kegiatan penelitian” adalah
penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga peneli-
tian yang memiliki izin.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Hukum & Teknologi 139


Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat” merupakan lembaga yang bergerak di
bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
140 Hukum & Teknologi
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang
yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknolo-
gi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis maupun praktis mengenai pen-
getahuannya tersebut.
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Hukum & Teknologi 141


Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

142 Hukum & Teknologi


Pasal 52

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum se-
tiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi un-
sur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sam-
pai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi
(corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau
staf yang memiliki kapasitas untuk:
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam
korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 4843

Hukum & Teknologi 143


SALINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 2016

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin pengakuan serta penghormatan


atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat yang demokratis perlu dilakukan perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik agar terwujud
keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, Pasal 28D ayat (1),
Pasal 28E ayat (2), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28F, Pasal
28G ayat (1), Pasal 28J ayat (2), dan Pasal 33 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

Dengan . . .

144 Hukum & Teknologi


-2-

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-


UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun


2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) diubah
sebagai berikut:

1. Di antara angka 6 dan angka 7 Pasal 1 disisipkan 1 (satu)


angka, yakni angka 6a sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan
data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol,
atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Hukum & Teknologi 145


-3-

3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk


mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis,
dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi
Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog,
digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,
yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar
melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis,
menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah
pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
6a. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap
Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan
masyarakat yang menyediakan, mengelola,
dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
kepada pengguna Sistem Elektronik untuk
keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya
dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem
Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik
tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh
Orang.

9. Sertifikat . . .

146 Hukum & Teknologi


-4-

9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat


elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yang menunjukkan status subjek
hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan
hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak
dipercaya, yang memberikan dan mengaudit
Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga
independen yang dibentuk oleh profesional yang
diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah
dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan
sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang
terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang
terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan
Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data
elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan
penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan
Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam
jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter
lainnya atau kombinasi di antaranya, yang
merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak
yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

Hukum & Teknologi 147


-5-

19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat,
yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui
internet, yang berupa kode atau susunan karakter
yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi
tertentu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga
negara Indonesia, warga negara asing, maupun
badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya
yang ditunjuk oleh Presiden.

2. Ketentuan Pasal 5 tetap dengan perubahan penjelasan


ayat (1) dan ayat (2) sehingga penjelasan Pasal 5 menjadi
sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi
pasal Undang-Undang ini.

3. Ketentuan Pasal 26 ditambah 3 (tiga) ayat, yakni ayat (3),


ayat (4), dan ayat (5) sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-


undangan, penggunaan setiap informasi melalui
media elektronik yang menyangkut data pribadi
seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang
yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan
atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan
Undang-Undang ini.

(3) Setiap . . .

148 Hukum & Teknologi


-6-

(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib


menghapus Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada
di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang
bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menyediakan mekanisme penghapusan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penghapusan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
diatur dalam peraturan pemerintah.

4. Ketentuan Pasal 27 tetap dengan perubahan penjelasan


ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) sehingga penjelasan Pasal
27 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan
pasal demi pasal Undang-Undang ini.

5. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 31 diubah sehingga


Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau


melawan hukum melakukan intersepsi atau
penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atas
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan,
dan/atau penghentian Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.

Hukum & Teknologi 149


-7-

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan


ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau
penyadapan yang dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian,
kejaksaan, atau institusi lainnya yang
kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-
undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
undang-undang.

6. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 40 disisipkan 2 (dua)


ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b); ketentuan ayat (6)
Pasal 40 diubah; serta penjelasan ayat (1) Pasal 40
diubah sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi


Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari
segala jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik yang mengganggu ketertiban umum,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2a) Pemerintah wajib melakukan pencegahan
penyebarluasan dan penggunaan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2b) Dalam melakukan pencegahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang
melakukan pemutusan akses dan/atau
memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem
Elektronik untuk melakukan pemutusan akses
terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
hukum.

(3) Pemerintah . . .

150 Hukum & Teknologi


-8-

(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang


memiliki data elektronik strategis yang wajib
dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan
rekam cadang elektroniknya serta
menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk
kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat
(3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang
elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan
data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(2a), ayat (2b), dan ayat (3) diatur dalam peraturan
pemerintah.

7. Ketentuan ayat (2), ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7),
dan ayat (8) Pasal 43 diubah; di antara ayat (7) dan ayat
(8) Pasal 43 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (7a); serta
penjelasan ayat (1) Pasal 43 diubah sehingga Pasal 43
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik


Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik.
(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan,
kelancaran layanan publik, dan integritas atau
keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Hukum & Teknologi 151


-9-

(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap Sistem


Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau
penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan
pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari
seseorang tentang adanya tindak pidana di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya
untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang
dan/atau Badan Usaha yang patut diduga
melakukan tindak pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat
dan/atau sarana yang berkaitan dengan
kegiatan Teknologi Informasi yang diduga
digunakan untuk melakukan tindak pidana di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat
tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat
untuk melakukan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

g. melakukan . . .

152 Hukum & Teknologi


- 10
-
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap
alat dan/atau sarana kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga digunakan secara
menyimpang dari ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h. membuat suatu data dan/atau Sistem
Elektronik yang terkait tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
agar tidak dapat diakses;
i. meminta informasi yang terdapat di dalam
Sistem Elektronik atau informasi yang
dihasilkan oleh Sistem Elektronik kepada
Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait
dengan tindak pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik;
j. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam
penyidikan terhadap tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
dan/atau
k. mengadakan penghentian penyidikan tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana.
(6) Penangkapan dan penahanan terhadap pelaku
tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum acara pidana.
(7) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan
tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.
(7a) Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik
Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat
berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk
berbagi informasi dan alat bukti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hukum & Teknologi 153


- 11
-
8. Ketentuan Pasal 45 diubah serta di antara Pasal 45 dan
Pasal 46 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 45A dan
Pasal 45B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak


mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah).
(4) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(5) Ketentuan . . .
154 Hukum & Teknologi
- 12
-
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan delik aduan.

Pasal 45A

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak


menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 45B

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak


mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).

Pasal II

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .

Hukum & Teknologi 155


- 13
-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2016

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2016

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 251

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Asisten Deputi Bidang Perekonomian,
Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan,

ttd

Lydia Silvanna Djaman

156 Hukum & Teknologi


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. UMUM

Bahwa kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat


serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan
Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta
memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
Penyelenggara Sistem Elektronik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak dan
kebebasan melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang
sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar
pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik. Akan tetapi, dalam kenyataannya, perjalanan implementasi dari
UU ITE mengalami persoalan-persoalan.
Pertama, terhadap Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali
uji materiil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 50/PUU-VI/2008, Nomor 2/PUU-VII/2009, Nomor 5/PUU-VIII/2010,
dan Nomor 20/PUU-XIV/2016.

Berdasarkan . . .

Hukum & Teknologi 157


-2-

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008


dan Nomor 2/PUU-VII/2009, tindak pidana penghinaan dan pencemaran
nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik
bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik
aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan
asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010,
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan
penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi
merupakan pembatasan hak asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek
kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation) mengenai
legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di
samping itu, Mahkamah berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan
pelanggaran atas hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak
privasi warga negara tersebut, negara haruslah menyimpanginya dalam
bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
20/PUU-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa untuk
mencegah terjadinya perbedaan penafsiran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) UU ITE, Mahkamah menegaskan bahwa setiap intersepsi harus
dilakukan secara sah, terlebih lagi dalam rangka penegakan hukum. Oleh
karena itu, Mahkamah dalam amar putusannya menambahkan kata atau
frasa “khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik”. Agar tidak terjadi penafsiran bahwa putusan tersebut akan
mempersempit makna atau arti yang terdapat di dalam Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) UU ITE, untuk memberikan kepastian hukum keberadaan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti perlu dipertegas
kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE.
Kedua, ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan,
dan penahanan yang diatur dalam UU ITE menimbulkan permasalahan bagi
penyidik karena tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik begitu cepat dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan
perbuatan atau alat bukti kejahatan.

Ketiga . . .

158 Hukum & Teknologi


-3-
Ketiga, karakteristik virtualitas ruang siber memungkinkan konten
ilegal seperti Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama
baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan
menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik, serta perbuatan menyebarkan kebencian atau permusuhan
berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman
kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat
diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin, disimpan untuk
didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Dalam rangka
melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, diperlukan
penegasan peran Pemerintah dalam mencegah penyebarluasan konten ilegal
dengan melakukan tindakan pemutusan akses terhadap Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi Indonesia serta
dibutuhkan kewenangan bagi penyidik untuk meminta informasi yang
terdapat dalam Penyelenggara Sistem Elektronik untuk kepentingan
penegakan hukum tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Keempat, penggunaan setiap informasi melalui media atau Sistem
Elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas
persetujuan Orang yang bersangkutan. Untuk itu, dibutuhkan jaminan
pemenuhan perlindungan diri pribadi dengan mewajibkan setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik untuk menghapus Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah
kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan
penetapan pengadilan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menegaskan kembali
ketentuan keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dalam Penjelasan Pasal 5, menambah ketentuan kewajiban penghapusan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan
dalam Pasal 26, mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) mengenai
pendelegasian penyusunan tata cara intersepsi ke dalam undang-undang,
menambah peran Pemerintah dalam melakukan pencegahan penyebarluasan
dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang dilarang dalam Pasal 40, mengubah beberapa
ketentuan mengenai penyidikan yang terkait dengan dugaan tindak pidana
di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 43, dan
menambah penjelasan Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) agar lebih
harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia.

II. PASAL . . .

Hukum & Teknologi 159


-4-

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.

Angka 2
Pasal 5
Ayat (1)
Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat
bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan
hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang
dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Ayat (2)
Khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik berupa hasil intersepsi atau penyadapan
atau perekaman yang merupakan bagian dari
penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya
ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat
tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat
berharga, surat yang berharga, dan surat yang
digunakan dalam proses penegakan hukum acara
perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.

Angka 3 . . .

160 Hukum & Teknologi


-5-

Angka 3
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan
data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak
pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung
pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati
kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam
gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat
berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan
memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses
informasi tentang kehidupan pribadi dan data
seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah
mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada
banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem
Elektronik.
Yang dimaksud dengan “mentransmisikan” adalah
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain
melalui Sistem Elektronik.
Yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses”
adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan
dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang
menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.

Hukum & Teknologi 161


-6-

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan
pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ayat (4)
Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan
pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Angka 5
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan”
adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam,
membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau
mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun
jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau
radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Angka 6
Pasal 40
Ayat (1)
Fasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi, termasuk
tata kelola Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
yang aman, beretika, cerdas, kreatif, produktif, dan
inovatif. Ketentuan ini termasuk memfasilitasi
masyarakat luas, instansi pemerintah, dan pelaku
usaha dalam mengembangkan produk dan jasa
Teknologi Informasi dan komunikasi.

Ayat (2) . . .

162 Hukum & Teknologi


-7-

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (2b)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Angka 7
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu” adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika
yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Hukum & Teknologi 163


-8-

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang
yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi
Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan
secara akademis maupun praktis mengenai
pengetahuannya tersebut.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (7a)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 45A
Cukup jelas.
Pasal 45B
Ketentuan dalam Pasal ini termasuk juga di dalamnya
perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang
mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-
nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis,
dan/atau kerugian materiil.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5952

164 Hukum & Teknologi

Anda mungkin juga menyukai