SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna melanjutkan
penyusunan skripsi pada Program Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Singaperbangsa Karawang
Oleh :
NPM : 1510631010121
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2019
1
CONVATION RASIONNEE DALAM MENERIMA
PERMOHONAN JUSTICE COLLABORATOR TERHADAP
KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
(Studi Kasus : Putusan Nomor :
32/Pid.Sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst Dengan nama terdakwa
Damayanti)
ABSTRAK
ABSTRACT
This study aims to find out why the defendant Damayanti Wisnu Purtanti is
said to be a justice collaborator in Decision Number 32 / PID.SUS / TPK / 2016 /
PN.JKT.PST and consideration of the judge in determining Damayanti Wisnu
Purtanti as a justice collaborator.
1
KATA PENGANTAR
SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi penegakan hukum dalam
setinggitingginya kepada :
1
1. Prof. Dr. H. Wahyudin Zarkasyih, CPA sebagai Rektor Universitas
Singaperbangsa Karawang;
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan, doa restu serta
terdapat kesalahan dalam penulisan kata atau kalimat. Semoga skripsi ini
1
Karawang, 12 Juni 2019
Penulis,
1
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ………........................................... 4
E. Kerangka Pemikiran ….….…......................................... 5
F. Metode Penelitian ....................................................... 13
1. Pendekatan Penelitian …………………………... 13
2. Spesifikasi Penelitian …………………………………... 13
3. Jenis dan Sumber Data …………………………... 18
4. Teknik Pengumpulan Data ………………………….. 14
5. Teknik Analisis Data ………………………………….. 14
6. Lokasi Penelitian ………………………………….. 15
BAB IV PEMBAHASAN
A. Permohonan penetapan Justice Collaborator dalam Undang-Undang
nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban..63
B. Pertimbangan apa saja yang menjadi ajuan permohonan penetapan
Justice Collaborator dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi
1
atas perkara penyuapan di Kementrian Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016 dengan nama
terdakwa Damayanti …..................................................... 79
C. Convation Rasionee dalam menerima permohonan penetapan Justice
Collaborator terhadap kasus tindak pidana korupsi atas perkara
penyuapan di Kementrian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
(PUPR) Nomor Perkara : 32/Pid.Sus/TPK/2016/PN.Jkt.Pst Tahun
Anggaran 2016 dengan nama terakwa Damayanti………...... 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………… 102
B. Saran …………………………………………… 103
1
BAB I
PENDAHULUAN
dari suatu proses peradilan pidana sangat bergantung dari pada alat bukti
bukti yang berkenaan dengan saksi. Saksi merupakan alat bukti atau
unsur yang paling penting dari sebuah proses pembuktian dalam proses
dikatakan bahwa keterangan dari saksi merupakan alat bukti yang utama
dari suatu perkara pidana sebab tidak ada perkara pidana yang luput dari
dari keterangan saksi walaupun selain dari keterangan saksi masih ada
keterangan saksi masih sangat diperlukan. Hal ini dapat dilihat dari Pasal
1
Saksi dalam hukum pidana dapat saja ada semenjak mulainya suatu
tindak pidana itu dihukum menurut hukum yang sedang berlaku. Saksi
diperlukan guna mencari suatu titik terang atas telah terjadinya suatu
tindak pidana.1
seorang saksi didalam sebuah kasus pidana, antara lain yaitu tindak
Justice Collaborator.
1
Margo Hadi Pura,“Criminal Restorative Justice”, Proposal Disertasi, hlm.48
10
mengatur seorang narapidana. Berdasarkan latar belakang yang telah di
B. Rumusan Masalah
dan Korban ?
C. Tujuan Penelitian
11
1. Untuk mengetahui bagaimana permohonan penetapan Justice
terdakwa Damayanti ?
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Selain itu penelitian ini juga dapat menjadi referensi tambahan bagi
12
wawasan untuk kebutuhan kepustakaan khususnya yang berkaitan
2. Manfaat Praktis
E. Kerangka Pemikiran
gagasan mengenai sistem ini terdapat pada laporan pilot proyek pada
2
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana Konsep, Komponen & Pelaksanaannya
Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Widya Padjajaran, Bandung, 2009, hlm.33.
13
secara terpadu di antara bagian-bagiannya untuk mencapai tujuan
menanggulangi kajahatan.4
adalah:6
3
Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm.13.
4
M.Faal, Penyaringan Perkara Pidana oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Pradnya Paramita,
Jakarta, 1991, hlm.24.
5
Yesmil Anwar dan Adang, Op.cit., hlm.35.
6
Luhut Pangaribuan, Hukum Acara Pidana: Suarat Resmi Adokat di Pengadilan, Papas Sinar
Sinanti, Jakarta, 2013, hlm.14.
14
b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat
15
yang menjadi tujuan Sistem Peradilan Pidana yaitu menanggulangi
tindak pidana anak dan tindak pidana ringan. Tetapi, dalam hal ini
7
Muhari Agus Santoso, Paradigma Baru Hukum Pidana, Averroes Press, Malang, 2002, hlm.12
8
Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung,
2013, hlm. 135
16
dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana korupsi, yaitu seorang
lakukan.
merajalela.
9
Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset Hasil Korupsi; Berdasarkan Konvensi PBB Anti
Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia, PT. Alumni, 2007, hlm. 104
17
Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi
dimaksud.
berikut :
masyarakat.
18
d. Ketua Pengadilan di dalam mendistribusikan perkara,
memungkinkan, dan
bahwa :
10
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,
Jakarta, 2010, hlm. 3
19
“Jika dimaknai menggali tersebut, dapatlah dirumuskan bahwa
sebenarnya hukumnya sudah ada, tetapi masih tersembunyi,
sehingga untuk menemukannya hakim harus berusaha
mencarinya dengan menggali nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat tersebut, kemudian mengikutinya dan
selanjutnya memahaminya agar putusannya itu sesuai dengan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
yang ada di dalam organisasi yang dapat saja terlibat atau tidak
bahwa :
20
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
2. Spesifikasi Penelitian
11
Ronny Hanitijo Soemitro, Metododologi Penelitian Hukum dan Rurimetri, Ghalia Indonesia,
1998, hlm 13-14
21
Penulis menggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder
permasalahan penelitian
22
6. Lokasi Penelitian
BAB II
23
CONVATION RASIONNEE DALAM MENERIMA PERMOHONAN JUSTICE
pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-
undang harus
12
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Gramedia Pustaka, Jakarta,
2000, hlm. 22
24
dihindari dan barang siapa yang melanggarnya akan dikenakan
harus ditaati oleh setiap warga negara wajib dicantumkan dalam undang-
corroption atau coruuptus, dan istilah bahasa latin yang lebih tua dipakai
segi moral, sifat dan kenadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau
13
P. A. F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, hlm.7
14
Andy Hamzah, korupsi di indonesia masalah dan pemecahannya, Gramedia pustaka utama,
jakarta, 1991, hlm.7
15
Evi Hartanti, tindak pidana korupsi edisi kedua, sinar grafika, semarang, 2005, hlm.91
25
pribadi dan atau kelompok tertentu. Dengan demikian secara spesifik
ada tiga fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi, yaitu penyuapan
sebagai berikut :
korban
3. Penyembunyian pelanggaran17
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat
(1) )
26
3. Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai
pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
15)
1. Setiap orang
2. Dengan tujuan menguntungakan diri sendiri atu orang lain atau suatu
korporasi
27
pengaruh, kedudukan, sosial, atau hubungan apa saja yang merugikan
uang.18
18
Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta, Kompas, 2001, hlm.29
28
5. Korupsi merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
B. Pembuktian
1. Pengertian Pembuktian
a. Penyidikan;
b. Penuntutan;
19
W.Sangaji. Tindak Pidana Korupsi, Indah, Surabaya, 1999, hlm.9
20
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Jakarta, 1983: Ghalia
Indonesia, hlm. 12
29
c. Pemeriksaan di persidangan;
21
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta, 2006: Sinar Grafika, hlm.36
22
Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, hlm. 35
30
telah terbukti dan terdakwa bersalah melakukan perbuatan itu, sehingga
harus mempertanggungjawabkannya.23
disertai keyakinan hakim, namun ternyata itu tidak benar. Untuk inilah
formil.24
23
Darwin Prinst, 2002, Hukum Acara Pidana dalam Praktik, cet 3, Jakarta: Djambatan, hlm. 137
24
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, Sinar
Grafika, hlm. 249
31
(dalam hal ini terkandung asas equality before the law, persamaan di
depan hukum).25
32
kepercayaan kepada ketetapan kesan-kesan perseorangan hakim
sebagai berikut:
27
Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni: Bandung, hlm. 28
28
Andi Hamzah, 2004, Op.Cit, hlm. 251.
33
2) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu
(conviction intime) :
dari alat bukti yang ada dalam persidangan atau mengabaikan alat
29
Ibid, hlm. 28.
34
3) Sistem atau teori pembuktian berdasara keyakinan hakim atas
yang logis.
berpendapat:
30
Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian, Pidana dan Perdata, Bandung: Citra
Aditya, hlm. 56.
35
hakim dalam hal membentuk keyakinannya tersebut, asalkan
alasan-alasan yang dipergunakan dalam pertimbangannya logis.
Artinya, alasan yang dipergunakannya dalam hal membentuk
keyakinan hakim masuk akal, dapat diterima oleh akal orang pada
umumnya.31
(negatief wettelijk) :
31
Adam Chazawi, Op.cit, hlm. 26
32
M. Yahya Harahap, 2009, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Jakarta,Sinar Grafika, hlm. 273.
36
faktor keyakinan hakim. Artinya, dalam memperoleh
alasan :
kesalahan terdakwa.
33
Adami Chazawi, Op.cit, hlm. 28
34
Andi Hamzah, Op.cit, hlm. 257
37
tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan
peradilan.
Tidak ditemukan suatu definisi khusus mengenai apa itu alat bukti,
namun secara umum yang dimaksud dengan alat bukti adalah alat bukti
1) keterangan saksi;
2) keterangan ahli;
3) surat;
4) petunjuk;
35
Firman Wijaya, 2008, Peradilan Korupsi Teori dan Praktik, Jakarta, Maharani Press,
hlm. 78
38
5) keterangan terdakwa.
a. Keterangan Saksi
adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
bukti, adalah “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang
36
Ilias Chatzis (et.al), Praktik Terbaik Perlindungan Saksi dalam Proses Pidana yang Melibatkan
Kejahatan Terorganisir, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Jakarta, 2010, hlm 27.
39
“Pengertian saksi menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah: Saksi
adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentangsuatu perkara pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”
auditu. Keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain bukanlah alat
mendengar orang lain atau menceritakan sesuatu, atau apa yang ada di
hearsay evidence.37
saksi, karena boleh dikatakan tidak ada suatu peristiwa pidana yang
37
Andi Hamzah, Op. Cit, hlm. 264
40
Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC)
2) Saksi korban;
pengertian dan istilah saksi lainnya. Hal tersebut dikenal dalam pasal
tersebut.
b. Keterangan Ahli
yaitu :
41
segala keahlian dari seorang ahli yang diberikan di persidangan,
c. Surat
sumpah, adalah:
1) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri,
38
Andi Hamzah, Op. Cit, hlm. 268.
39
Andi Hamzah, 2001, Op.cit, hlm. 271.
42
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;
2) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau suatu keadaan;
3) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
4) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Kekuatan pembuktian surat dalam hukum acara pidana
berikut :
40
C. Djisman Samosir, 1985, Hukum Acara Pidana dalam Perbandingan, Bina Cipta,
Bandung, hlm. 90.
43
1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang
karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang
lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diperoleh dari:
a) keterangan saksi;
b) surat;
c) keterangan terdakwa.
3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan,dengan penuh
kecermatan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan
berdasarkan hati nuraninya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 188 ayat (2) tersebut dapat
41
M. Yahya Harahap, 2006, Op.cit, hlm. 294.
44
maka dengan demikian menjadi sama dengan apa yang disebut
pengamatan hakim (eigen warrneming van rechter).42
e. Keterangan Terdakwa
sebagai berikut :
berikut :
42
Andi Hamzah, 2001, Op.cit, hlm. 272.
45
Antara keterangan terdakwa dengan pengakuan terdakwa
sebagai berikut :
C. Justice Collaborator
43
Andi Hamzah, 2001, Op.cit, hlm. 273.
46
1. Pengertian Justice Collaborator
Dari alat bukti yang telah disebutkan diatas, yang menjadi hal
44
Firman Wijaya, Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam Perspektif Hukum,
Penaku, Jakarta, 2012, hlm.7.
45
Ibid, hlm. 8.
46
Ibid.
47
a. Tempat atau organisasi yang sah, seperti organisasi pemerintah
47
Fausto Zucarelli, Handling and Protection Witnesses and Collaborations of Justice, the Italian
Experience, disampaikan pada International Seminar on the Protection of Whistle Blower as
Justice Collaborator, di Jakarta, 09 Juli 2011.
48
menjadi Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 perubahan atas
diberikan.
berupa :
49
b. Pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak-hak
merupakan salah satu bentuk upaya luar biasa yang dapat digunakan
50
Pengaturan Justice Collaborator di Indonesia masih mengalami
kasus pidana di Indonesia, dalam hal ini adalah kasus korupsi yang
pada keuangan negara yang tentu saja efeknya akan terasa secara
48
Firman Wijaya, “Whistle Blower dan Justice Collaborator dalam Perspektif Hukum”, Penaku,
Jakarta, 2012 hlm.7.
49
Lies Sulistiani, et. Al, “Sudut Pandang Peran LPSK dalam Perlindungan Saksi dan Korban”,
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Jakarta, hlm 1-2.
51
Perbedaan mendasar antara whistle blower dan justice
52
Predikat justice collaborator tidak dapat dengan mudah untuk
diantaranya :
hukum.
53
e. Jaksa penuntut umum didalam tuntutannya menyatakan bahwa
pidana.
komitmen dan aturan yang tidak tertulis diantara anggota mafia yang
54
Akan tetapi terhadap keberanian orang-orang yang telah
otak pelaku yang lebih besar sehingga tindak pidana dapat tuntas
dan tidak berhenti pada di pelaku yang berperan minim dalam tindak
55
penegak hukum.50 Maka ada privilage khusus untuk whistle blower
Perkara Tindak Pidana Tertentu. Oleh karena itu saksi dan/ atau
perlindungan hukumnya.51
b. Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak
50
Firman Wijaya, Op.cit, hlm. 16.
51
Lies Sulistiani, et. Al, Sudut Pandang Peran LPSK dalam Perlindungan Saksi dan
Korban, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, hlm. 1-2.
56
kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam
itikad baik.
artinya tidak adanya suatu kepastian hukum yang jelas bagi seorang
justice collaborator.
52
Abdul Haris Semendawai, “Revisi Undang-Undang No.13 tahun 2006, Momentum
Penguatan Perlindungan Saksi dan Korban”, Jurnal Perlindungan Saksi dan Korban, Volume 1
Tahun 2011, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), hlm. 30.
57
Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborators) di dalam Perkara
asset kejahatan dari hasil korupsi jika asset itu ada pada dirinya.
c. Pengakuan
58
d. Keterangan sebagai saksi
serta melakukan tin dak pidana atau disebut sebagai pelaku tindak
pelaku utama. Hal ini yang tidak terdapat pada saksi biasa.
suatu tindak pidana tertentu yang mana berbeda dengan saksi pada
dilakukan oleh terdakwa, dalam hal ini tindak pidana yang dilakukan
59
diluar KUHP. Seperti yang terdapat dalam poin 1 SEMA nomor 4
justice coallbaorator.
53
Azizi Syamsuddin, tindak pidana khusus, 11
54
Gerry Muhammad Rizky, KUHP & KUHAP, 197-198
60
Hal inilah yang membedakannya dengan saksi pelaku yang
collaborator.
61
yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan atau yang
salah satunya adalah cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala
62
tentang pemberian reward dan punishment dapat diberikan kepada
keterangan palsu.
proses peradilan.
63
yang lain, masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat
bukti keterangan saksi.”55
memang bukan lagi suatu hal yang baru, karena sampai saat ini
55
M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 286.
56
Firman Wijaya, Op.Cit, hlm. 42
57
Ibid.
64
berkat adanya penerapan Justice Collaborator dalam prakteknya,
65
Dengan diundangkannya peraturan tersebut, diharapkan
66
sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator)
67
68
datang menemui.
59
Mahkamah Agung, SEMA No. 04 Tahun 2011, butir 9 huruf a dan b
69
kewenangan LPSK.
5. Convetion Raisonee
lain, yaitu menganut bahwa hakimlah yang dapat menilai alat bukti
60
Andi Sofyan Dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana, Makassar, 2014,
hal 277
71
saja.
aneh.
73
BAB III
Korupsi
dengan adanya tekanan atau ancaman baik itu dari atasan maupun kaum-
tersebut.
divonis lebih berat dari tuntutan Jaksa. Ini kedua kalinya pengadilan
Khoir, dan dua staf Damayanti, yaitu Dessy Edwin dan Julia
V DPR, Budi Supriyanto dan Andi Taufan Tiro, serta Kepala Balai
75
Mustary.
Kasus lainnya dapat dilihat atas kasus suap yang dilakukan oleh
yang
Dan Korban.
sehingga tidak merasa terancam atau tertekan baik hak-hak nya maupun
keselamatan dirinya.
Korban\Pasal 10A :
Collaborator
putusan yang akan dijatuhkan kepada seorang pelaku. Karena ciri khas
yuridis.
3. Pertimbangan yuridis
4. Pertimbangan non-yuridis
2. Akibat perbuatan
3. Kondisi diri
5. Faktor agama
61
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,
hal 115-116
BAB IV
Korban.
80
peraturan-peraturan yang muncul sebelum Undang-Undang terbaru ini
berlaku.
81
82
tentang Justice Collaborator saat ini baik yang berasal dari dokumen
62
United Nations Convention Against Corruption, (General Assembly Resolution 58/4 of 31
october 2003), Konvensi ini diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
tahun 2006 tentang pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003, ( Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi. 2003)
83
dan Korban
63
United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime/UNCATOC,
(General Assembly Resolution 55/52 of 15 november 2000), Konvensi ini diratifikasi dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2009 tentang pengesahan United
Nations Convention Against Transnasional Organized Crime/UNCATOC (Konvensi PBB
Anti Kejahatan Transnasional Terorganisir)
84
berikut:
a. Ayat (2): Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang
sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ternyata
ia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi
kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam
meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
pidana.
85
keadilan masyarakat.
Bekerjasama
Point (3): Saksi Pelaku yang Bekerjasama adalah saksi yang juga
sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat
penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau
akanterjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset
atau hasil suatu tindak pidana kepadanegaradengan memberikan
informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan
kesaksian di dalam proses peradilana
Justice Collaborator.
Nomor 13 Tahun 2006 ini sama sekali tidak ada yang menyinggung
maka dari itu menurut penulis perlu adanya kebijakan hukum pidana
semakin meningkat.
itu sendiri juga tidak terlepas dari bagian penting dalam melakukan
peraturan yang ada yang tentunya memiliki dasar hukum yang kuat.
solidnya para pelaku untuk saling melindungi satu sama lain dengan
ada selama ini agar lebih mempunyai kekuatan hukum yang tetap
pidananya.
pengembalian/kompensasi kerugian.
efektif
Justice
Collaborator
Inisiatif Pejabat
Sendiri Berwenang
LPSK
Permohonan Tertulis
Pemeriksaan
Rekomendasi
Diterima Ditolak
Jaksa Agung/Ketua
KPK
94
( Sumber : dibuat sendiri dengan mengacu pada data yang telah ada dan
Ketua KPK. Alur keputusan oleh Jaksa Agung atau Ketua KPK
LPSK
Grasi
( Sumber : dibuat sendiri dengan mengacu pada data yang telah ada dan
dianggap layak diberikan berupa Grasi. Grasi yaitu salah satu dari
lima hak yang dimiliki kepala negara dibidang yudikatif, yaitu hak
kekuasaan.
terdakwa Damayanti
dalam dunia mafia Italia terdapat sumpah diam (code of silence) atau
tolak dari ketentuan Pasal 37 ayat (2), (3) United Convention Against
66
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung,
NN, hlm. 107-108.
98
bahwa:
ini.
saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana diatur dalam
kesaksian.67
dalam suatu sistem atau dengan kata lain orang yang mengetahui
Indonesia dikenal dengan saksi pelaku yang bekerja sama atau sering
diambil dari salah seorang atau lebih tersangka atau terdakwa lainnya
67
Ibid, hlm. 109.
100
saksi tersebut”.68
68
Ibid., hlm. 110.
69
Siswanto Sunarso, Victimologi dalam Sistem Peradilan Pidana, Sinar Grafika, 2015, hal. 19
101
dijatuhkan.
Korban
Pasal 10A :
sistem atau teori pembuktian yang dikenal didalam hukum pidana yaitu :
karena sebagai manusia biasa, hakim bisa saja salah dalam meyakini
alat-alat bukti tertentu yang harus dipergunakan dan syarat serta cara-
alasan yang dapat diterima oleh akal pikiran yang menjadi dasar
keyakinannya tersebut.
saat ini sudah tidak digunakan lagi karena bertentangan dengan hak
undang-undang.
tidak diperoleh dari sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan
107
dua alat bukti yang sah dipandang nihil bila tidak dapat menciptakan
keyakinan hakim.
pidana korupsi.
Dalam hukum acara pidana dan teori hakim memutus perkara ada
dua hal :
damayanti.
salah satu terdakwa dalam kasus yang sama hakim menyatakan bahwa
ATAU
109
pertama;
Hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun sejak
4. Pertimbangan Hakim
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65ayat (1)
c. Padahal diketahui atau patutut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
berdiri sendiri”.
Menimbang bahwa unsur ini terdiri dari 2 (dua) sub unsur yang
Sehingga apabila salah satu sub unsur terpenuhi maka unsur ini
adalah meliputi :
tentang Kepegawaian;
3) Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau
daerah;
4) Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
5) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
Wisnu Putranti jabatan anggota DPR-RI jabatan periode tahun 2014 s/d
2019. Sebagai anggota DPR-RI terdakwa diberi gaji atau upah dari
seluruh unsur dari pasal yang didakwakan, oleh karena itu Majelis
dengan terpenuhinya salah satu sub unsur maka telah terpenuhi seluruh
unsur.
tawaran.
kewajibannya.
ini bersifat alternatif, yakni sub unsur adalah padahal diketahui ATAU
sub unsur adalah patut diduga. Sehingga cukup dibuktikan salah satu
dan pemahaman dan hal ini diperoleh melalui pengalaman empirik dan
menggerakan
pembuat telah menerima hadiah tersebut dan dia tidak perlu benarbenar
orang lain melakukan suatu tindak pidana (medle plegen), dan mereka
pidana (Uitloking).
kenyataannya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu
diatas maka unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang “turut serta”
berdiri sendiri”
Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65ayat (1) KUHP telah
lagi.
perbuatannya, menerangkan apa saja hal apa yang diketahui dan dialami
Komisi V lainnya yaitu Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Kepala
dengan Penuntut Umum pada KPK bahwa terhadap diri terdakwa patut
dilakukannya sendiri dan yang diduga dilakukan oleh pihak lain, sesuai
atas perbuatannya;
yang didapat oleh seorang Justice Collaborator, maka dalam hal ini
Justice Collaborator.
tindak pidana tertentu (dalam hal ini tindak pidana korupsi). Maka dalam
PENUTUP
A. Kesimpulan
yaitu :
Collaborator
bagi terdakwa
121
pidana tertentu adalah faktor pertama bagi terdakwa
122
2) Jaminan dan kejelasan atas perlindungan bagi seorang Justice
B. Saran
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Mahkamah Agung (MA) dapat
123
2. Para hakim di Indonesia harus memperhatikan dan mengimplementasikan
124
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Adam Chazawi, Pidana Korupsi Di Indonesia ( Edisi Revisi ), PT. Raja Grafindo
Persada,Jakarta, 2016
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Jakarta, 2008
Barda nawawai arief dan Muladi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni,
Bandung
Baharuddin Lopa, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta, Kompas, 2001
Djarwanto PS, Pokok – pokok Metode Riset dan Bimbingan Tehnis Penulisan
skripsi, Yogyakarta Liberti, 1996
125
Darwin Prinst, Hukum Acara Pidana dalam Praktik, cet 3, Jakarta, 2002
Evi Hartanti, tindak pidana korupsi edisi kedua, sinar grafika, semarang, 2005
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Penegakan Hukum, Diedit Media, Jakarta,
2009
Lies Sulistiani, et. Al, Sudut Pandang Peran LPSK dalam Perlindungan Saksi
dan Korban, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2011
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian, Pidana dan Perdata, Bandung, 2006
126
Muhari Agus Santoso, Paradigma Baru Hukum Pidana, Averroes Press, Malang,
2002
Prof. D.r. J.E Sahetapy dan Agutinus Pohan, Hukum Pidana, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2011
Prof. Dr. H.R. Abdussalam, Hukum Pidana Internasiona, Restu Agung, Jakarta,
2006
127
Tri andrisman, hukum pidana : asas-asas dalam aturan hukum pidana indonesia,
universitas lampung, bandar lampung, 2011
B. Undang-undang
Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan
Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja
sama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu
128