Anda di halaman 1dari 56

DOKUMEN ELEKTRONIK

SEBAGAI ALAT PEMBUKTIAN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh


Gelar Magister Hukum (M.H.)

SAFITRI INDRIANI
02012681822001

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020

i
ii
3
MOTTO

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka

tanpa batas”. [Q.S. Az-Zumar:10]

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada terputus

dari rahmat Allah melainkan orang-orang yang kufu”. [Q.S. Yusuf: 87]

TESIS INI KU PERSEMBAHKAN UNTUK:

Ayah dan Mama Tercinta

Adikku Tersayang

Sahabat-sahabatku

Almamater yang Ku Banggakan

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Tidak henti-hentinya peneliti panjatkan kehadirat Allat SWT, atas berkat,


rahmat dan karunia yang senantiasa dilimpahkan kepada peneliti, khususnya dalam
menyelesaikan penelitian tesis ini. Shalawat serta salam juga tercurahkan kepada
Rasulullah SAW., sebaai suri tauladan bagi umat seluruh masa.

Pada kesempatan ini peneliti hendak mengucapkan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada para pihak yang telah menjadi bagian terpenting bagi prosses
pembelajaran penliti dalam menempuh Pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaff, MSCE., selaku Rektor Unversitas
Sriwijaya.

2. Bapak Dr. Febrian, S.H. M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya.

3. Bapak Dr. Mada Apriandi Zuhir, S.H. MCL., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya.

4. Bapak Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya.

5. Bapak Drs. Murzal Zaidan, S.H. M. Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya.

6. Ibu Dr. Hj. Nashriana, S.H., M.Hum., elaku Ketua Kordinator Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

7. Bapak Prof. Dr. Joni Emirzon, S.H. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I
sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang optiml meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan membantu peneliti selaku
mahasiswa bimbinannya dalam memberikan arahan serta masukan terbaik guna
menyelesaikan penelitian Tesis ini.

vi
8. Bapak Dr. H. KN. Sofyan Hasan, S.H. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan
membantu peneliti yang selaku mahasiswa bimbingannya dalam meberikan
arahan serta masukan terbaik guna menyelesaikan Penelitian Tesis ini.

9. Bapak H. Amrullah Arpan, S.H., S.U., selaku Dosen yang telah memberikan
penliti arahan, masukan serta saran yang terbaik dalam menyelesaikan
Penelitian Tesis ini.

10. Semoga ssegala kebaikan, ketulusan, pertolongan, dan ilmu-ilmu yang


diberikan oleh Bapak Prof. Dr. Joni Emirzon, S.H., M.Hum. dan Bapak Dr. H.
KN. Sofyan Hasan, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Tesis Peneliti
akan dibalas oleh Allah SWT. Sebagai amalan Jariyah. Amin.

11. Para Dosen (Tenaga Pengajar) yang tidak dapat peneliti sebutkan satu perssatu.
Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan sselama peneliti menempuh
Pendidikan di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Univeritas
Sriwijaya.

12. Para Staf Tata Ussaha dan Staf bagian perpustakaan, dan lainnya yang tidak
dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas bantuan dan
kemudahan yang telah diberikan selama ini.

Terima kasih tak terhingga pula kepada:

1. Kedua Orang Tuaku yang sangat peneliti cintai, Ayah Ruhiyat, S.Ap dan
Mama Ruswati yang tiada henti memberikan doa, semangat, motivasi, nasihat
serta kasih sayang yang tak terhingga. Semoga doa dan harapan mereka
terwujud dan dikabulkan oleh Allat SWT.

2. Adikku tersayang Faiz Satria Ichsani, semoga senantiaa Allah memberikaan


kemudahan, nikmat, serta kelancaran dan kesuksesan untuk kita.

3. Sahabat-sahabat terbaikku Adis, Bunga, Tria dan Vania. Peneliti sangat


berterima kasih sesibuk apapun mereka dapat meluangkan waktu untuk

vii
menghibur, memberikan saran, mendengarkan keluh kesah peneliti, dan
memberikan semangat.

4. Para sahabat terbaikku di Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas


Sriwijaya, Fiska Rina Ekarianti, S.H., Meliana.,S.E., Windy Yolandini, S.H.
Juditira Yusticia. S.H., dan Septi Yulisa. S.H. beserta para sahabat yang lain
yang tidak dapat peneliti sebutkan satu perssatu, terima kasih tak terhingga
yang terlah memberikan semangat dan membantu peneliti selama perkuliahan
dan dalam memberikan saran terhadap penelitian Tesis ini.

Palembang, 2020

Peneliti

Safitri Indriani

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………….. i

PERNYATAAN …………………………………………. ii

MOTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………. iii

KATA PENGANTAR ……………………..……………………. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………..……………………. v

DAFTAR ISI …………………..………………………. viii

ABSTRAK ……………………..……………………. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………..…………………….. 1

B. Rumusan Masalah ……………………….……………………… 14

C. Tujuan Penelitian ……………………….……………………... 14

D. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 15

E. Kerangka Theory ……………………………………………… 16

1. Grand Theory ……………………………………………… 16

2. Middle Theory ……………………………………………… 20

3. Applied Theory ……………………………………………… 26

F. Definisi Konsep ……………………………………………… 32

G. Metode Penelitian ……………………………………………… 33

1. Jenis Penelitian ……………………………………………… 33

2. Pendekatan Penelitian ………………………………………… 34

ix
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum ………………………………… 35

4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan-Bahan Hukum.…… 36

5. Analisis Bahan Hukum ………………………………………… 37

6. Teknik Penarikan Kesimpulan ………………………………… 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Acara Perdata ………………… 40

1. Pengertian Hukum Acara Perdata ………………………… 40

2. Sumber Hukum Acara Perdata ………………………… 45

3. Asas-Asas Hukum Acara Perdata ………………………… 46

B. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti Dalam Hukum Acara

Perdata………………………………………………………………. 48

1. Pengertian Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata …….…. 48

2. Macam-Macam Alat Bukti ………………….…….. 51

C. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti Elektronik ……………..…. 73

1. Pengertia Informasi dan Transaksi Elektronik ……………..…. 73

2. Proses Terjadinya Transaksi Elektronik ………………… 79

3. Pengertian Alat Bukti Elektronik Dalam Hukum Acara Perdata … 82

D. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Dalam Hukum Acara

Perdata……………………………………………………………….. 86

1. Pengertian Pembuktian Hukum Acara Perdata ………………… 86

2. Asas-Asas Dalam Hukum Acara Perdata ………………… 90

E. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Elektronik …………………. 92

1. Pembuktian Elektronik Dalam Hukum Acara Perdata …………. 92

x
2. Syarat-Syarat Surat Elektronik Dapat Dijadikan Alat Bukti … 95

BAB III PEMBAHASAN

A. Kriteria Hukum Yang Menentukan Bahwa Surat Elektronik Dapat

Berkedudukan Sebagai Alat Bukti Otentik ……………………… 98

B. Kriteria Hukum Untuk Pihak Yang Berwenang Mengeluarkan Alat Bukti

Elektronik ……………………………………………………… 125

C. Konsep Pengaturan Bukti Elektronik Dimasa Yang Akan Datang… 143

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan ………………………………………………… 159

2. Saran ………………………………………………… 160

Daftar Pustaka

xi
ABSTRAK

Perkembangan dan kemajuan internet telah mendorong kemajuan di bidang


teknologi informasi. Penggunaan internet yang semakin luas dalam kegiatan bisnis,
industri dan rumah tangga telah mengubah pandangan manusia, dalam transaksi jual
beli barang pun yang pada awalnya bersifat konvensional perlahan-lahan beralih
menjadi transaksi jual beli barang secara elaktronik yang menggunakan media internet
yang dikenal dengan E-commerce atau kontrak dagang elektronik. Maka permasalahan
yang akan dibahas adalah 1) Apa kriteria hukum yang menentukan bahwa surat
elektronik dapat berkedudukan sebagai alat bukti otentik? 2) Apa yang menjadi kriteria
untuk suatu pihak yang berwenang mengeluarkan alat bukti elektronik? Dan 3)
Bagaimana konsep pengaturan bukti elektronik dimasa yang akan datang? Metode
penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif, yang digunakan untuk
menghasilkan argumentasi, teori, konsep baru, penafsiran sebagai preskripsi dalam
menyelesaikan masalah dengan menggunakan logika berfikir deduktif. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh ialah terdapatnya aspek yang
diperbolehkan undang-undang yang didasari dengan pembuktian reability, neccesit. 2)
pihak-pihak yang berwenang dalam mengeluarkan bukti elektronik ialah notaris serta
penyelenggara sertifikat elektronik. 3) konsep pengaturannya dapat meliputi hak privasi,
keamanan, pengawasan serta perizinan bagi pelaku usaha.Terdapat beberapa saran dari
hasil penelitian tersebut ialah harus adanya peraturan baru yang mengatur lebih jelas
mengenai pembuktian transaksi elektronik yang didukung dengan adanya pengawasan,
perlindungan hukum, perizinan bagi pelaku usaha, serta keamanan dalam bertransaksi
elektronik.

Kata Kunci: Transaksi Elektronik, Alat Bukti Elektronik, Pembuktian.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya hukum teknologi informasi telah didorong dengan adanya

konvergensi antara teknologi telokomunikasi dan informatika dan salah satunya adalah

mendorong lahirnya suatu alternatif bagi penyelenggaraan kegiatan bisnis yang dikenal

dengan perdagangan melalui elektronik (selanjutnya akan disebut dengan e-commerce).1

Sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang definisi e- commerce karena

masing-masing pihak memberikan suatu definisi yang berbeda-beda, hal ini sejalan

dengan perkembangan teknologi yang selalu berkembang sehingga efisiensi e-

commerce akan mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Akan tetapi dalam

perkembangan praktik e-commerce merupakan kegiatan yang meliputi tukar-menukar

informasi (information sharing), iklan (advertising), dan transaksi (transacting).2

Perkembangan teknologi di berbagai bidang khususnya bidang informatika yang

memudahkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain khususnya dalam

hubungan hukum antara para pihak tersebut. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi melahirkan berbagai dampak baik dampak positif maupun dampak yang

negatif. Salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini antara lain

adalah teknologi dunia maya yang dikenal dengan istilah internet.3 Kegiatan bisnis

perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce yaitu

suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang,karena transaksi jual beli secara

1
Shinta Dewi. Cyberlaw: Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi Dalam E- commerce
Menurut Hukum International. Bandung: Widya Padjajaran, 2009. Hlm. 54
2
Ibid.
3
M.Yuzron. Tinjauan Tentang Dasar Hukum Transaksi Elektronik Di Indonesia. Jurnal Hukum,
Vol. XIX, No. 19. 2010. Hlm. 1
xiii
elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisien-sikan waktu sehingga seseorang

dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun.4

Perdagangan merupakan transaksi jual beli barang yang dilakukan

antara penjual dan pembeli di suatu tempat. Transaksi perdagangan dapat timbul jika

terjadi pertemuan antara penawaran dan permintaan terhadap barang yang dikehendaki.

Perdagangan sering dikaitkan dengan berlangsungnya transaksi yangterjadi sebagai

akibat munculnya problem kelangkaan barang. 5

Perdagangan juga merupakan kegiatan spesifik, karena di dalamnya melibatkan

rangkaian kegiatan produksi dan distribusi barang. Kegiatan perdagangan bukan

merupakan sesuatu yang baru, sebab kegiatan ini sudah ada sejak zaman prasejarah.

Menurut sejarah, internet pertama kali muncul pada tahun 1969 di Amerika

Serikat, dimana dibentuk suatu jaringan computer di University of

Californiadi Los Angeles, university of California di Santa Barbara, University of Utah

dan Institut Penelitian Stanford.Lalu sekitar tahun 1980, Yayasan Nasional Ilmu

Pengetahuan (NationalScince Foundation) memperluas ARPANET untuk

menghubungkan computer seluruh dunia Internet, termasuk electronic mail (E-mail)

yang berkembang sampai tahun 1994, pada saat mana ilmu pengetahuan

memperkenalkan World Wide Web (WWW). Seterusnya internet mengalami

perkembangan dan penggunaannya meluas ke kegiatan bisnis, industri, dan rumah

tangga di seluruh dunia.6

4
Ibid.
5
Mariam Darus Badrulzaman. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2001. Hlm.267.
6
Ibid.
xiv
Perkembangan dan kemajuan internet telah mendorong kemajuan di bidang

teknologi informasi. Penggunaan internet yang semakin luas dalam kegiatan bisnis,

industri dan rumah tangga telah mengubah pandangan manusia. Dimana kegiatan-

kegiatan diatas pada awalnya dimonopoli oleh kegiatan fisik kini bergeser menjadi

kegiatan di dunia maya (Cyber World) yang tidak memerlukan kegiatan fisik. Ditengah

globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (Global Communication Network )

dengan semakin populernya internet, seakan telah membuat dunia semakin menciut

(Shrinking The World) dan semakin memudarkan batas negara berikut kedaulatan dan

tatanan masyarakatnya, begitu juga perkembangan teknologi dan informasi di

Indonesia, maka transaksi jual beli barang pun yang pada awalnya bersifat

konvensional perlahan-lahan beralih menjadi transaksi jual beli barang secara elaktronik

yang menggunakan media internet yang dikenal dengan E-commerce atau kontrak

dagang elektronik7

Berbicara mengenai “transaksi”, umumnya orang akan mengatakan bahwa hal

tersebut yaitu perjanjian ataupun kontrak jual beli antara para pihak yang bersepakat

untuk itu. Dalam lingkup hukum, sebenarnya istilah transaksi adalah keberadaan suatu

perikatan atau hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Jika kita berbicara

mengenai aspek materiil dari hubungan hukum yang disetujui para pihak. Berdasarkan

Pasal 1338 jo. Pasal 1320 KUHPetdata menyatakan:

Bahwa pada Pasal 1338 KUHPerdata “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak

dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-

7
Ibid.
xv
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik”.

Serta pada Pasal 1320 KUHPerdata berbunyi: “Untuk sahnya suatu perjanjian

diperlukan empat syarat;

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal”.

Sehingga sepatutnya bukan berbicara mengenai perbuatan hukum secara formil,

kecuali untuk melakukan hubungan hukum yang menyangkut benda tidak bergerak.

Sepanjang mengenai benda tidak bergerak, hukum akan mengatur perbuatan hukumnya

itu sendiri, yaitu harus dilakukan secara “tunai” dan “terang”. Oleh karena itu,

keberadaan mengenai ketentuan hukum mengenai perikatan sebenarnya tetap valid

karena ia akan mencakup semua media yang digunakan untuk melakukan transaksi itu

sendiri, baik itu melalui media kertas ataupun media sistem elektronik.8

Perjanjian elektronik menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, diartikan sebagai dokumen elektronik yang memuat transaksi dan

atau perdagangan elektronik, sedangkan perdagangan secara elektronik diartikan

sebagai perdagangan barang maupun jasa yang dilakukan melalui jaringan computer

dan media elektronik lainnya. 9

8
Edmon Makarim. Pengantar Hukum Telematika, Suatu Kompilasi Kajian. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2005. Hlm.254.
9
Ibid.
xvi
Dalam perjanjian terdapat dokumen elektronik, biasanya dokumen tersebut

dibuat oleh para pihak merchant yang berisi aturan dan kondisi yang harus dipatuhi oleh

customer. Aturan dan kondisi tersebut juga dipakai sebagai perlindungan hukum bagi

kedua belah pihak, perlindungan hukum bagi kedua belah pihak yaitu: 10

a. Perlindungan hukum untuk merchant, ditekankan dalam hal pembayaran,

merchant mengharuskan pembeli untuk melakukan pelunasan pembayaran dan

kemudia dilakukan konfirmasi pembayaran, baru setelah itu akan dilakukan

pengiriman barang yang dipesan.

b. Perlindungan hukum untuk costumer terletak pada garansi berupa pengembalian

atau penukaran barang, jika barang yang diterima tidak sesuai dengan yang

dipesan.

c. Privacy data pribadi pengguna media elektronik harus dilindungi secara hukum.

Pemberian informasi harus disertai oleh persetujuan dari pemilik data pribadi.

Hal ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi para pihak yang melakukan

transaksi e-commerce yang termuat dalam Pasal 25 UU ITE.

Seluruh dokumen elektronik, keberadaannya dalam kontrak perdagangan hampir

menjadi semacam standar dalam perdagangan internasional di masa yang akan datang.

Keberadaannya saat ini telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Meskipun

belum ada konvensi yang mengaturnya secara khusus. 11

Dalam permasalahan dokumen elektronik, termasuk kontrak elektronik sebagai

alat bukti di pengadilan, pada dasarnya hakim berdasarkan Pasal 22 Algemene

Bepalingan (AB) dilarang menolak untuk mengadili suatu perkara yang belum ada

10
Dimas Febrian Syahputra, Rivan Kurniawan, Yusuf Bintang Syaifinuha. Jurnal Hukum:
Perlindungan Hukum Transaksi E-Commerce. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2015. Hlm. 5.
11
Ibid.
xvii
pengaturan hukumnya. Selain itu hakim juga dituntut untuk melakukan rechsvinding

(penemuan hukum) dengan mengkaji norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat

dalam menyelesaikan kasus. 12

Tentang alat bukti elektroni, telah disebutkan dalam Pasal 5 Ayat 1 UU ITE

yang menyatakan bahwa infomasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah. Sejak UU ITE

disahkan maka hukum pembuktian secara limitative seperti yang ada dalam

KUHPerdata. Alat bukti dapat dipercaya jika dilakukan dengan cara: 13

a. Menggunakan peralatan computer untuk menyimpan dan memproduksi Print

Out.

b. Proses data seperti pada umumnya dengan memasukan inisial dalam sistem

pengelolahan arsip yang dikomputerisasikan.

c. Menguji data dalam suatu waktu yang tepat, setelah data dituliskan oleh

seseorang yang mengetahui peristiwa hukumnya.

d. Mengkaji informasi yang diterima untuk menjamin keakuratan data yang

dimasukan.

e. Metode penyimpanan dan tindakan pengambilan data untuk mencegah

hilangnya data pada waktu disimpan.

f. Penggunaan program computer yang benar-benar dapat dipertanggung

jawabkan untuk memproses data.

g. Mengukur uji pengambilan keakuratan program.

h. Waktu dan perarsipan mode print-out computer.

12
Edmon Makarim. Op.Cit. hlm. 320
13
Dimas Febrian Syahputra, Rivan Kurniawan, Yusuf Bintang Syaifinuha. Op.Cit. hlm. 5
xviii
Namun pada kenyataan sulit sekali mengenai pembuktian dalam transaksi online

yang akan menjadi bahan pertimbangan hakim untuk menerima atau

mengenyampingkan alat bukti yang telah diajukan oleh para pihak, kita harus

membuktikan apakah alat bukti tersebut benar-benar dibuat oleh para pihak yang

bersengketa bukan karena ada pihak lain atau pihak ketiga yang berniat untuk

memalsukan alat bukti elektronik tersebut.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 dan Pasal 25 menyatakan bahwa

menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas, serta penjelasan pada Pasal 1

Ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009, yaitu Kekuasaan Kehakiman adalah

kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia. 14

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka maka kekuasaan ini

harus terbebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan yudisial. Kebebasan dalam

melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah

untuk menegakkan hukum dan keadilan sesuai Pancasila, sehingga putusannya

mencerminkan rasa keadilan bagi rakyat. Pasal 24 Ayat (2) UndangUndang No. 48

Tahun 2009 menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan

tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Seorang hakim yang bebas

14
Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1996. hlm. 94.
xix
dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal, hal ini menjadi ciri suatu negara

hukum. 15

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan

terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et

bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat

bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi

dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan

cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan

dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.16

Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya pembuktian,

dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang paling penting dalam

pemeriksaan di persidangan. Pembuktian bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa

suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan

hakim yang benar dan adil. Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum

nyata baginya bahwa peristiwa atau fakta tersebut benar-benar terjadi, yakni dibuktikan

kebenaranya, sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak. 17

Pembuktian merupakan tahap yang menentukan dalam proses perkara, karena

dari hasil pembuktian dapat diketahui benar atau tidaknya suatu gugatan atau bantahan

tersebut. Hal itu berarti, bahwa apabila penggugat dapat membuktikan dalil-dalilnya

dalam gugatannya maka hakim akan mengabulkan gugatan dari penggugat, sedangkan

15
Ibid.
16
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004. Hlm.140.
17
Ibid.
xx
apabila Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil dalam gugatannya atau tergugat

dapat membuktikan dalil-dalil bantahannya dalam jawabannya atau dupliknya maka

Hakim akan menolak gugatan dari Penggugat. Dalam tahapan pembuktian terdapat 2

(dua) unsur yang memegang peranan penting, yaitu:18

a. Pertama, Unsur-unsur alat bukti. Para pihak dalam tahapan pembuktian

harus menggunakan alat bukti yang sah menurut hukum pembuktian, dan

tidak boleh menggunakan alat bukti yang tidak diatur dalam peraturan

perundangan. Berkenaan dengan macam alat bukti yang sah, menurut pasal

164 HIR jo. Pasal 1866 KUHPerdata ada 5 macam alat bukti: bukti

tulisan/surat; bukti saksi; bukti persangkaan; bukti pengakuan; dan, bukti

sumpah.

b. Kedua, Peraturan pembuktian. Bahwa kelima macam alat bukti di atas

dianggap sebagai alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan sebagai alat

bukti di persidangan, hal tersebut dikarenakan di dalam peraturan

perundang-undangan (HIR/Rbg dan HIR) mengatur cara pembuatan,

penggunaan dan kekuatan pembuktiannya sebagai alat bukti.

Dengan demikian, berdasarkan rumusan Pasal 163 HIR jo. 1865 KUHPerdata

tersebut, maka kedua belah pihak baik itu penggugat maupun tergugat dapat dibebani

dengan beban pembuktian oleh hakim. Hal tersebut bermakna bahwa hakim wajib

memberikan bebanpembuktian kepada penggugat untuk membuktikan dalil atau

peristiwa yang dapat mendukung dalil tersebut, yang diajukan oleh penggugat,

sedangkan bagi tergugat, hakim wajib memberikan suatu beban pembuktian untuk

18
Johan Wahyudi.Jurnal Hukum Vol. XVII: Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada
Pembuktian Di Pengadilan. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2012. Hlm. 4.
xxi
membuktikan bantahannya atas dalil yang diajukan oleh para penggugat. Penggugat

tidak diwajibkan membuktikan kebenaran bantahan tergugat, demikian pula sebaliknya

tergugat tidak diwajibkan untuk membuktikan kebenaran peristiwa yang diajukan oleh

penggugat. Dengan demikian, jika penggugat tidak bisa membuktikan dalil atau

peristiwa yang diajukannya, ia harus dikalahkan, sedangkan jika tergugat tidak dapat

membuktikan bantahannya, ia harus dikalahkan. 19

Namun demikian, hakim hendaknya tidak begitu saja secara harfiah

melaksanakan asas pembuktian, tetapi hakim harus bijaksana dan pantas, yaitu

hendaknya hakim meletakkan keharusan membuktikan kepada pihak yang paling

gampang untuk membuktikan, dan tidak membebani kepada pihak yang paling sulit

untuk membuktikan, terkhusus pada perkara yang didasarkan pada suatu hubungan

hukum yang timbul tanpa adanya alat bukti tulisan atau surat (dilakukan secara lisan)

oleh para pihak. 20

Apabila dikaitkan mengenai pembuktian dalam transaksi elektronik yaitu

dengan diberlakukannya UU ITE maka terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai

alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE

ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal 5 ayat 2

UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik dan/atau hasil

cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan alat bukti yang sah

dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, bahwa

UU ITE telah menentukan bahwa dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya

19
Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata. Yogjakarta: Liberty, 1998. Hlm. 114.
20
Johan Wahyudi. Op.Cit. Hlm. 5.
xxii
merupakan suatu alat bukti yang sah dan merupakan perluasan alat bukti yang sah

sesuai dengan hukum acara yang telah berlaku di Indonesia, sehingga dapat digunakan

sebagai alat bukti di muka persidangan. 21

Banyak sekali permasalahan yang terdapat di lingkungan masyarakat terkait

mengenai transaksi elektronik dari mulai jual beli secara online (e-Commerce) yaitu jual

beli melalui layana internet ini telah banyak digunakan akan tetapi maraknya penipu

serta kualitas barang yang tidak sama seperti ekspektasi pada umumnya cenderung

konsumen ymengalami banyak kerugian, termasuk dengan pinjaman online (Fintec)

banyak masyarakat berbondong-bondong menggunakan layanan internet dalam

melakukan pinjam meminjam uang selain mudah diakses, syarat yang sangat mudah

untuk dilengkapi konsumen serta pemberian uang yang begitu cepat membuat

masyarakat banyak yang menggunakannya, akan tetapi kita tidak banyak tau dampak

dari pinjaman tersebut selain bunga yang besar.

Contoh kasus dalam jual beli secara online (e-commerce) yang sampai pada saat

Pengadilan dengan nomor: No. 82/Pdt.G/2013/PN.Yk. antara Suhartatik Karuniawati

dengan Rosita Vidiastria dan Rusdi,dalam putusan tersebut penggugat Suhartatik

Karuniawati mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum kepada Rosita (Tergugat

I) dan Rusdi (Tergugat II). Bahwa sebelumnya antara Penggugat dengan Para Tergugat

telah saling mengenal satu sama lain melalui facebook dan berlanjut komunikasi

melalui Pin BBM (Blackbarry Messanger), kemudian tergugat I memesan handphone

Blackberry segala merk dan tipe, baik Penggugat maupun tergugat I telah sama-sama

memenuhi kewajibannya, akan tetapi Tergugat tidak menerima penggiriman barang

tersebut, padahal Penggugat telah mengirimkan langsung ke alamat yang dituju yaitu
21
Ibid.
xxiii
alamat Tergugat I. Kesimpulan dari putusan ini ialah bahwa hakim tidak dapat diterima

gugatan dari Penggugat karena gugatan penggugat tidak jelas atau kabur Majelis

hakim berpendapat bahwa pada kualifikasi ini harus diuraikan juga bagaimana caranya

perbuatan itu dilakukan oleh Para Tergugat, misalnya: Apakah melanggar hak subyektif

orang lain, melanggar undang-undang, bertindak bertentangan dengan kewajibannya,

bertentangan dengan kesusilaan atau kebiasaan, bertindak sewenang-wenang, tidak

melaksanakan kewajiban, melaksanakan kewajiban secara salah.

Bagan Mengenai Dokumen Elektronik Sebagai Alat Pembuktian Transaksi


Elektronik

Modernisasi dalam
perkembangan transaksi

Konvensional Penggunaan Alat Elektronik (Cyber)

Hak dan Kewajiban

Pelaku Usaha Konsumen

Wanprestasi

Alat Bukti
(Pasal 1866 KUHPerdata)

Ditolak

Kewenangan dan Peran


Hakim Dalam Beracara
xxiv
Diterima

Berdasarkan uraian diatas maka dalam perkara yang di periksa oleh hakim

merupakan kewajiban bagi hakim untuk menilai alat bukti surat atau akta dalam bentuk

otentik atau tidak, serta menilai adanya kepalsuaan atau tidak dalam hal pembuktian

transaksi elektronik. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti dalam karya tulis

Tesis yang berjudul “DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT

PEMBUKTIAN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah penulis uraikan diatas, maka dapat diambil

beberapa permasalahan yaitu:

1. Bagaimana kriteria hukum yang menentukan bahwa surat elektronik dapat


berkedudukan sebagai alat bukti otentik?

2. Bagaimana kriteria hukum untuk suatu pihak yang berwenang mengeluarkan


alat bukti elektronik?

3. Bagaimana konsep pengaturan bukti elektronik dimasa yang akan datang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis bahas, maka ada beberapa tujuan

dari penelitian tersebut yaitu:

xxv
1. Untuk menjelaskan mengenai kriteria hukum yang menentukan bahwa surat

elektronik dapat berkedudukan sebagai alat bukti otentik.

2. Untuk menjelaskan mengenai kriteria hukum untuk suatu pihak yang berwenang

mengeluarkan alat bukti elektronik.

3. Untuk menjelaskan mengenai konsep pengaturan bukti elektronik dimasa yang

akan datang.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, bermanfaat untuk:

a. Pengembangan Ilmu Hukum formil Perjanjian terkait dengan Perjanjian

Elektronik di Indonesia serta perkembangan pembuktian dalam transaksi

elektronik.

b. Memberikan masukan pemikiran bagi para peneliti lain untuk melakukan

penelitian lanjutan dengan topik yang serupa.

c. Memberikan informasi kepustakaan tambahan bagi para akademisi hukum.

2. Secara praktis, berguna sebagai bahan pertimbangan bagi semua praktisi hukum

yang terlibat dan berkepentingan dalam beracara perdata dalam perkara transaksi

elektronik, yaitu:

a. Pembuat Undang-undang: sebagai bahan masukan untuk merevisi atau

bahkan membuat aturan hukum baru yang lebih tegas terkait pembuktian

dalam transaksi elektronik.

b. Para pihak dalam sengketa transaksi elektronik : sebagai dasar dalam

mencari keadilan terhadap penyelesaian sengketa transaksi elektronik.

xxvi
E. Kerangka Teori

Dalam membahas penelitian ini, ada beberapa teori hukum yang akan digunakan

untuk menganalisa permasalahan penelitian. Pada hakikatnya teori hukum adalah suatu

keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan sistem konseptual

aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum untuk sebagian yang penting di

positifkan.22 Tugas teori hukum yaitu untuk menjelaskan atau menguraikan hubungan-

hubungan antara norma-norma dasar dan semua norma yang ada dibawahnya. Akan

tetapi, tidak untuk mengatakan norma dasar sendiri baik atau buruk. Menurut Karl

Raimund Popper, suatu teori harus bersifat praktis dan berguna dalam pemecahan

masalah kehidupan. 23 Peneliti juga menggunakan landasan teori yang mendukung

pemikiran peneliti tentang teori dan praktik dalam pembuktian elektronik sebagai bahan

pertimbangan hakim dalam hukum acara perdata. Peneliti akan menggunakan beberapa

teori yang terdiri dari grand theory, middle theory, dan applied theory. Teori-teori

hukum tersebut yaitu:

1. Grand Theory: Teori Keadilan

Grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Keadilan.

Keadilan berasal dari kata adil, yang diartikan dapat diterima secara objektif. Keadilan

22
J.J.H. Bruggink. Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-Pengertian Dasar dalam Teori Hukum.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hlm. 156.
23
Lili Rasjidi. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993. Hlm. 29.
xxvii
dimaknakan sifat (perbuatan, perlakuan yang adil). 24 Para filsuf Yunani memandang

keadilan sebagai suatu kebajikan individual (individual virtue). Apabila terjadi tindakan

yang dianggap tidak adil dalam tata pergaulan masyarakat, maka hukum sangat

berperan untuk membalikan keadaan, sehingga keadilan yang telah hilang kembali

dapat ditemukan oleh pihak yang telah diperlakukan tidak adil. 25

Teori Keadilan telah dimulai sejak Aristoteles. dalam bukunya Nichomacen

Ethics, Aristoteles sebagaimana dikutip Shidarta telah menulis secara panjang lebar

tentang keadilan. Ia menyatakan, keadilan adalah kebajikan yang berkaitan dengan

hubungan antar manusia. Kata adil mengandung lebih dari satu arti. Adil dapat berarti

sesuai hukum, dan apa yang sebanding, yaitu yang semestinya. Seseorang dikatakan

berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya. 26

Karena hukum mengikat semua orang, maka keadilan hukum mesti dipahami dalam

pengertian kesamaan, yaitu Pertama, kesamaan numerik melahirkan prinsip “semua

orang sederajat di depan hukum", Kedua, kesamaan proporsional melahirkan prinsip

“memberi tiap orang yang menjadi haknya”.27

Lebih lanjut, Aristoteles juga mengemukakan adanya keadilan distributif dan

keadilan korektif. Dimana keadilan distributif identik dengan keadilan atas dasar

kesamaan proporsional. Sedangkan, keadilan korektif (remedial) berfokus pada

pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu perjanjian dilanggar atau kesalahan

dilakukan, maka keadilan korektif berupaya memberi kompensasi yang memadai bagi

24
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi (Buku Kedua)Edisi 1 Cet. 1. Jakarta : Rajawali Pers, 2014. Hal. 25.
25
Munir Fuady. Dinamika Teori Hukum,Jakarta : Ghalia Indonesia,2007. Hal. 93 .
26
Ibid.
27
Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi.
Jakarta : Genta Publishing,2010. Hal. 45.
xxviii
pihak yang dirugikan. Jika suatu kejahatan dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya

perlu diberikan kepada si pelaku. Singkatnya, keadilan korektif bertugas membangun

kembali kesetaraan, dan merupakan standar umum untuk memperbaiki setiap akibat dari

perbuatan tanpa memandang siapa pelakunya.

Konsep Themis, sang dewi keadilan melandasi keadilan jenis ini, yang bertugas

menyeimbangkan prinsip-prinsip tersebut tanpa memandang siapa pelakunya. 28

Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya nichomachean

ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku nicomachean ethics, buku itu

sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles,

mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa

ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. 29

Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian hak persamaan

tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak persamaanya sesuai dengan hak

proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang

sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara

dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang apa yang menjadi

haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukanya. 30

Selanjutnya, keadilan menurut Ulpianus adalah kehendak yang terus menerus

dan tetap memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya. 31 Dapat

dikatakan, keadilan merupakan tujuan yang akan dicapai oleh hukum, sebab hukum

28
Ibid.
29
L. J. Van Apeldoorn,. Pengantar Ilmu Hukum Cetakan ke-26. Jakarta: Pradnya Paramita,
1996. Hlm. 11.
30
Carl Joachim Friedrich. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan Nusamedia,
2004. Hlm. 25.
31
O. Notohamidjojo. dalam Rudyanti Dorotea Tobing. ,Hukum Perjanjian Kredit Konsep
Perjanjian Kredit Sindikasi yang Berdasarkan Demokrasi Ekonomi. Yogyakarta:Laksbang Grafika,2014.
Hlm. 46 .
xxix
berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Cita-cita hukum adalah

menciptakan keadilan, dan hukum berasal dari keadilan. Oleh karena itu, keadilan telah

ada sebelum adanya hukum. Keterkaitan dengan teori keadilan, dalam mencapai

tujuannya, hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam

masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta

memelihara kepastian hukum. 32

Tata keadilan tercermin dalam konsep tentang hukum, dikembangkan oleh filsuf

Yunani yaitu Plato dan Aristoteles. Plato menjelaskan bahwa keadilan akan terwujud

jika negara ditata sesuai dengan bentuk-bentuk yang ideal. Sedangkan Aristoteles

membedakan konsep tentang hukum dari konsep konstitusi. hukum (nomos)

berhubungan dengan organisasi antar lembaga dalam suatu negara, dan konstitusi

(politeia) berhubungan dengan hal-hal yang dikerjakan oleh lembaga dalam

menyelenggarakan negara. Dengan demikian dapat dikatakan keadilan merupakan

bagian dari unsur kesejahteraan umum selain adanya unsur perdamaian, ketentraman

hidup, keamanan dan jaminan bagi warganya. 33

Thomas Aquinas mengemukakan bahwa salah satu sarana mewujudkan

kesejahteraan umum adalah hukum, dan bukan hanya hukum positif saja yang dianggap

penting, tetapi hukum kodrat juga harus diperhatikan. Pada umumnya keadilan hanya

dilihat dari satu pihak saja, yaitu pihak yang menerima perlakuan saja. Sehingga

seringkali dirasakan ada ketidakseimbangan dalam pemberian keadilan. Semestinya

keadilan harus dilihat dari dua belah pihak, yaitu pihak yang menentukan perlakuan

hukum dengan ketidakadilannya dan pihak yang menerima perlakuan pengaturan.

32
Rudyanti Dorotea Tobing. ,Hukum Perjanjian Kredit Konsep Perjanjian Kredit Sindikasi yang
Berdasarkan Demokrasi Ekonomi. Yogyakarta:Laksbang Grafika,2014. Hlm. 46.
33
Ibid.
xxx
Namun demikian, tidak adil dapat terjadi dalam suatu hukum, yaitu bertentangan

dengan kesejahteraan manusia. Asas-asas keadilan yang dipilih bersama dari semua

orang yang bebas, rasional, dan setara yang mampu menjamin pelaksanaan hak

sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Prinsip keadilan

menurut John Rawls sebagai kesetaraan menghasilkan keadilan prosedural yang murni

dan prinsip-prinsip keadilan diperoleh bukan dengan mengevakuasi kemanfaatan dari

tindakan-tindakan atau kecenderungan tindakan melainkan dari pilihan rasional dalam

kondisi yang adil. 34

Berdasarkan yang telah penulis uraikan dalam Teori Keadilan ini juga digunakan

untuk memperoleh keadilan bagi para pihak yang bersengketa dalam terjadinya

sengketa transaksi elektronik.

2. Middle Thoery : Teori Perlindungan

Middle Theory yang digunakan dalam penulisan ini adalah Teori Perlindungan.

Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk

memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban

kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam

berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan

bantuan hukum. 35 Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam

bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang

lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan

34
Karen Lebacqz,1986,Teori-Teori Keadilan (terjemahan Six Theories of Justice), Bandung:
Nusa Media,Hal. 51.
35
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1984.
hlm 133.
xxxi
hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki

konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan

dan kedamaian. Pengertian di atas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan

pendapatnya mengenai pengertian dari perlindungan hukum diantaranya : 36

Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikanorang lain dan

perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah

perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi

manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari

kesewenangan. 37 Sedangkan menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan

atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh

penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.38

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk

mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum

sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun

dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak

36
Satjipto Rahardjo. Ilmu hukum Cet. V. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Hlm.53.
37
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Bagi Rakyat diIndonesia. Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1987.
Hlm.1.
38
Setiono. Rule of Law(Supremasi Hukum). Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004. Hlm. 3
xxxii
tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Menurut Hadjon, perlindungan

hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni: 39

a. Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana

kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitif;

b. Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana

lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.

Dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini akan lebih berfokus

pada perlindungan hukum represif, suatu bentuk perlindungan hukum untuk para pihak

yang bersengketa khususnya pada sengketa transaksi elektronik. Telah banyak kasus

yang terjadi berawal dari transaksi elektronik, dan juga jarang kasus mengenai transaksi

ini sampai pada tahap pengadilan seperti pada kasus fintech atau pinjaman online yang

telah banyak dirugikan secara finansial, baik bagi para kreditur maupun debitur. Maka

dari itu diharapkan teori perlindungan hukum ini dapat membantu dalam menjawab

permasalahan dalam penelitian ini.

Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia

merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan

martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip negara hukum yang

berdasarkan pancasila. Perlindungan hukum hakekatnya setiap orang berhak

mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus

mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam

perlindungan hukum. Dari sekian banyak jenis dan macam perlindungan hukum,
39
Philipus M. Hadjon. Op.Cit. Hlm. 4
xxxiii
terdapat beberapa diantaranya yang cukup populer dan telah akrab di telinga kita,

seperti perlindungan hukum terhadap konsumen. Perlindungan hukum terhadap

konsumen ini telah diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang

pengaturannya mencakup segala hal yang menjadi hak dan kewajiban antara produsen

dan konsumen. 40

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan

bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan

dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-

pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Dalam merumuskan

prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah Pancasila sebagai

ideologi dan falsafah negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di Barat

bersumber pada konsep-konsep Rechtstaat dan ”Rule of The Law”.

Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan

pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari

konsep tentang pengakuan danperlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena

menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi menusia diarahkan kepada pembatasan-

pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. 41

40
Ibid.
41
Philipus M.Hadjon. op.cit., hlm. 38
xxxiv
Berdasarkan dengan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum adalah

melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan

hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain itu berfungsi pula untuk

memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi

seluruh rakyat. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari

fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,

ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Pada dasarnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria

maupun wanita. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan pancasila haruslah

memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya karena itu

perlindungan hukum tersebut akan melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi

manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah

negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai

kesejahteraan bersama. Pada perlindungan hukum di butuhkan suatu wadah atau tempat

dalam pelaksanaanya yang sering di sebut dengan sarana perlindungan hukum. Sarana

perlindungan hukum di bagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:42

1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif, Pada perlindungan hukum preventif ini,

subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum

preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada

kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif

42
Wahyu Sasongko. Ketentuan-ketentuan pokok hukum perlindungan konsumen. Bandar
lampung:Universitas lampung, 2007. Hlm. 31
xxxv
pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang

didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai

perlindungan hukum preventif.

2. Sarana Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum yang represif

bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh

Pengadilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori

perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan

pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat,

lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan

kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari

perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara

hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi

manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum. 43

3. Applied Theory : Teori Pembuktian

Pada bagian Applied Theory penulis menggunakan Teori Pembuktian.

Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim

yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa

yang dikemukakan. Membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil

atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian


43
Ibid.
xxxvi
tampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan atau

perkara dimuka hakim atau pengadilan. 44

Dalam acara pembuktian dimuka pengadilan, tidak semua hal perlu dibuktikan,

melainkan ada beberapa hal yang tidak perlu dibuktikan. Hal-hal tersebut adalah:45

1. Segala sesuatu yang diajukan oleh salah satu pihak dan diakui oleh pihak

lawan. Seperti pada penelitian ini mengenai pinjam meminjam uang, apabila

si penggugar mengatakan tergugat meminjam uang kepada penggugat,

gugatan mana kemudian diakui oleh tergugat, maka Penggugat tidak perlu

lagi membuktikan adanya utang pinjam meminjam uang tersebut.

2. Segala sesuatu yang dilihat sendiri oleh hakim didepan sidang pengadilan.

3. Segala sesuatu yang dianggap diketahui oleh umum.

Dengan demikian bahwa pembuktian itu hanya diperlukan dalam persengketaan

atau perkara di muka Hakim atau Pengadilan. Pembuktian hanya diperlukan apabila

timbul suatu perselisihan. Hukum pembuktian dimaksudkan sebagai suatu rangkaian

peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan pertarungan dimuka

Hakim, antara kedua belah pihak yang sedang mencari keadilan. 46

Suatu masalah yang sangat penting dalam hukum pembuktian adalah masalah

pembagian beban pembuktian. Pembagian beban pembuktian itu harus dilakukan

dengan adil dan tidak berat sebelah karena suatu pembagian beban pembuktian yang

berat sebelah berarti a priori menjerumuskan pihak yang menerima beban yang

terlampau berat, dalam jurang kekalahan. Soal pembagian beban pembuktian ini

44
Moh. Taufik Makarao. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.
Hlm.93
45
Ibid.
46
R. Subekti. Hukum Pembuktian. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1995. Hlm. 2
xxxvii
dianggap suatu soal hukum atau soal yuridis, yang dapat diperjuangkan sampai tingkat

kasasi dimuka pengadilan Kasasi, yaitu Mahkamah Agung. Melakukan pembagian

beban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau

undang-undang yang merupakan alasan bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan

putusan Hakim atau Pengadilan yang bersangkutan.47.

Teori Pembuktian ini juga dijelaskan pada Pasal 1865 KUHPerdata yaitu:

“setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hal atau guna

meneguhkan hak sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjukan suatu

peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”48 Adapun

macam-macam alat bukti yang diatur pada Pasal 1866 KUHPerdata yang mana pada

intinya adalah sebagai berikut:49

1. Alat bukti dengan surat atau tertulis.

2. Alat bukti dengan saksi.

3. Alat bukti persangkaan-persangkaan.

4. Alat bukti pengakuan.

5. Alat bukti sumpah.

Pada tahapan penyelesaian perkara di pengadilan, acara pembuktian merupakan

tahap terpenting untuk membuktikan kebenaran terjadinya suatu peristiwa atau

hubungan hukum tertentu, atau adanya suatu hak, yang dijadikan dasar oleh penggugat

untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Pada tahap pembuktian juga, pihak tergugat

dapat menggunakan haknya untuk menyangkal dalil-dalil yang diajukan oleh

penggugat. Melalui pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti inilah, hakim akan

47
Ibid. hlm. 15
48
Sarwono. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Hlm. 236.
49
Ibid.
xxxviii
memperoleh dasar-dasar untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu

perkara.

Hukum pembuktian (law of evidence) dalam beperkara merupakan bagian yang

sangat kompleks dalam proses ligitasi. Kompleksitas itu akan semakin rumit karena

pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa

lalu (past event) sebagai suatu kebenaran (truth). Meskipun kebenaran yang dicari

dalam proses peradilan perdata, bukan kebenaran yang absolut (ultimate truth), tetapi

kebenaran yang bersifat relatif atau bahkan cukup bersifat kemungkinan (probable),

namun untuk menemukan kebenaran yang demikian pun tetap menghadapi kesulitan.

Pada saat menilai alat bukti, hakim dapat bertindak bebas atau terikat oleh Undang-

undang, dalam hal ini terdapat dua teori, yaitu:50

a. Teori Pembuktian Bebas Hakim bebas menilai alat-alat bukti yang diajukan

oleh para pihak yang beperkara, baik alat-alat bukti yang sudah disebutkan oleh

Undang-Undang, maupun alat-alat bukti yang tidak disebutkan oleh Undang-Undang.

b. Teori Pembuktian Terikat Hakim terikat dengan alat pembuktian yang

diajukan oleh para pihak yang beperkara. Putusan yang dijatuhkan, harus selaras dengan

alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan. Lebih lanjut teori ini dibagi menjadi: 51

1. Teori Pembuktian Negatif Hakim terikat dengan larangan Undang-Undang

dalam melakukan penilaian terhadap suatu alat bukti tertentu.

2. Teori Pembuktian Positif Hakim terikat dengan perintah Undang-Undang

dalam melakukan penilaian terhadap suatu alat bukti tertentu.

50
Efa Laela Fakhriah. Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata. Cetakan ke2.
Bandung: PT Alumni, 2013. hlm. 40.
51
Ibid.
xxxix
3. Teori Pembuktian Gabungan Hakim bebas dan terikat dalam menilai hasil

pembuktian. Dalam menilai pembuktian, seorang hakim harus pula

mengingat asas-asas yang penting dalam hukum pembuktian perdata.

Kekuatan pembuktian alat bukti surat dapat dibedakan antara yang berbentuk

akta dengan bukan akta. Surat yang berbentuk akta juga dapat dibedakan menjadi akta

otentik dan akta di bawah tangan. Kekuatan pembuktian suatu akta dapat dibedakan

menjadi:52

1. Kekuatan pembuktian luar Suatu akta otentik yang diperlihatkan harus dianggap

dan diperlakukan sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya

bahwa akta itu bukan akta otentik. Selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya

pada akta tersebut melekat kekuatan bukti luar. Maksud dari kata memiliki daya

pembuktian luar adalah melekatkan prinsip anggapan hukum bahwa setiap akta

otentik harus dianggap benar sebagai akta otentik sampai pihak lawan mampu

membuktikan sebaliknya.

2. Kekuatan pembuktian formil Berdasarkan Pasal 1871 KUHPerdata, bahwa

segala keterangan yang tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan

disampaikan kepada pejabat yang membuatnya. Oleh karena itu segala

keterangan yang diberikan penanda tangan dalam akta otentik dianggap benar

sebagai keterangan yang dituturkan dan dikehendaki yang bersangkutan.

Anggapan atas kebenaran yang tercantum di dalamnya, bukan hanya terbatas

pada keterangan atau pernyataan di dalamnya benar dari orang yang

menandatanganinya tetapi meliputi pula kebenaran formil yang dicantumkan

pejabat pembuat akta: mengenai tanggal yang tertera di dalamnya, sehingga


52
M. Yahya Harahap. Op.cit. hlm. 152.
xl
tanggal tersebut harus dianggap benar, dan tanggal pembuatan akta tidak dapat

lagi digugurkan oleh para pihak dan hakim.

3. Kekuatan pembuktian materil Mengenai kekuatan pembuktian materil akta

otentik menyangkut permasalahan benar atau tidak keterangan yang tercantum

di dalamnya. Oleh karena itu, kekuatan pembuktian materiil adalah persoalan

pokok akta otentik.

Adapun beberapa para ahli mengemukakan mengenai teori pembuktian dalam

hukum perdata maupun hukum acara perdata. Menurut Supomo menerangkan bahwa

pembuktian mempunyai arti luas dan arti terbatas. Di dalam arti luas membuktikan

berarti memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Di dalam

arti yang terbatas membuktikan hanya diperlukan apabila yang dikemukakan oleh

penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apabila yang tidak dibantah itu tidak perlu

dibuktikan. Kebenaran dari apa yang tidak dibantah tidak perlu dibuktikan. 53

Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa membuktikan

mengandung beberapa pengertian yaitu arti logis, konvensional dan yuridis.

Membuktikan dalam arti logis adalah memberikan kepastian yang bersifat mutlak,

karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Untuk

membuktikan dalam arti konvensional, di sini pun berarti juga memberi kepastian,

hanya saja bukan kepastian mutlak, melainkan kepastian nisbi atau relatif sifatnya dan

membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar yang cukup kepada

hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang

53
Supomo. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Bina Aksara, 1983. Hlm. 188.
xli
kebenaran peristiwa yang diajukan. 54 Maka dari itu teori pembuktian akan membantu

menjawab persoalan mengenai pembuktian elektronik atau surat digital sebagai bahan

pertimbangan hakim.

F. Definisi Konsep

1. Kekuatan Hukum Pembuktian.

Kekuatan hukum ialah suatu ketetapan yang dapat mempengaruhi sifat

pergaulan hukum dan apabila telah mendapatkan kekuatan hukum maka suatu

keputusan atau aturan perundang-undangan harus segera direalisasikan. Berdasarkan

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini maka kekuatan hukum tersebut

lebih cenderung kepada kekuatan hukum pembuktian elektronik dalam hukum acara

perdata. Pada umumnya kekuatan hukum pembuktian dalam hukum acara perdata sudah

tercantum dalam Pasal 1866 KUHPerdata, yaitu:

a. Bukti tertulis

b. Bukti saksi

c. Persangkaan

d. Pengakuan

e. Dan sumpah.

2. Transaksi Elektronik.

Transaksi yang dimaksud dalam penulisan ini ialah transaksi yang berbasis

online melalui media elektronik. Transaksi Elektonik internet yaitu elektonik dagang

54
Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Ke-II, Cet. Ke-1. Yogyakarta:
Liberty, 1985. Hlm. 5
xlii
antara penjual dengan pembeli untuk menyediakan barang, jasa atau mengambil alih

hak. Kontrak ini dilakukan dengan media elektronik atau media digital selanjutnya para

pihak tidak hadir secara fisik dan media ini terdapat dalam jaringan umum dengan

system terbuka yaitu internet atau world wide web. Transaksi ini terjadi terlepas dari

batas wilayah dan syarat nasional. 55

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik,menyatakan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum

yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media

elektronik lainnya.

G. Metode Penelitian.

1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Hukum

Normatif, yaitu penelitian yang menggambarkan, meneelaah, menjelaskan serta

menganalisis permasalahan mengenai kedudukan hukum serta tolak ukur keaslian

dalam menentukan suatu alat bukti. Penelitian Hukum Normatif adalah prosedur

penelitian ilmiah untuk menentukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari

sisi normatifnya. Logika keilmuan dalam penelitian hukum normative dibangun

berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif. 56

2. Pendekatan Penelitian

55
Shinta Dewi. Cyberlaw 1 Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi Dalam E- commerce
Menurut Hukum International. Bandung: Widya Padjajaran, 2009. Hlm. 54.
56
Jonny Ibrahim. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia, 2006.
Hlm. 47.
xliii
Dalam kaitannya dengan penelitian hukum normatif ini maka dapat digunakan

beberapa pendekatan yang akan menjawab permasalahan yaitu:

a. Pendekatan Filsafat (Philosophi Approach)

Dalam pendekatan filsafat ini akan mengupas ilmu hukum (legal issue) dalam
57
penelitian normatif dan mengupasnya secara mendalam. Pendekatan ini

digunakan untuk mengkaji dalam menentukan tingkat kedudukan alat bukti serat

menentukan tolak ukur keaslian dalam pembuktian transaksi elektronik.

b. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan ini ialah untuk menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkutan deng isu hukum yang sedang ditangani. 58 Pendekatan ini digunakan

untuk mengkaji permasalahan hukum yang terkait dengan Undang-Undang No. 19

Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Pemerintah Nomor 88

Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

c. Pendekatan Analitis

Pendekatan ini adalah untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah

yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konvensional, sekaligus

mengetahui penerapannya dalam praktik, dan putusan-putusan hukum. 59 Pendekatan

ini digunakan untuk mengkaji istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan

perundang-undangan Informasi dan Transaksi Elektronik, dan peraturan yang terkait

dengan penelitian hukum ini, sehingga dari pendekatan ini dapat mencegah

57
Ibid.
58
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Surabaya: Kencana, 2005. Hlm. 93.
59
Jonny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia, 2005.
Hlm. 310.
xliv
terjadinya interpretasi ataupun salah penafsiran dalam menjawab permasalahan

hukum yang dikaji dalam penelitian ini.

d. Pendekatan Konseptual (conceptual approach)

Pendekatan konseptual ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

yang berkembang didalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan

dan doktrin-doktrin didalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang

melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas

hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. 60

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan ini hanya menggunakan sumber

bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder tersebut yakni:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri

dari;

1) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.

2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Sistem dan Transaksi Elektronik.

4) Yurisprudensi.

5) Traktat.

6) Bahan hukum dari zaman penjajahan, seperti KUHPerdata.

60
Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit. Hlm. 95
xlv
b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif, KHI, dan seterusnya. 61

4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan-bahan Hukum.

Teknik pengumpulan bahan penelitian ini menggunakan metode pengumpulan

data sekunder yaitu dengan cara penelitian kepustakaan atau studi pustaka. 62 Dalam

teknik akan dilakukan mengidentifikasi dan menginventarisasi peraturan perundang-

undangan, meneliti bahan pustaka, serta sumber-sumber lainnya.

Setelah mengumpulkan bahan penelitian yang berupa data-data sekunder, maka

dilakukan pengolahan bahan-bahan hukum yang telah didapat dengan cara membuat

klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan

analisis dan kontruksi.63

5. Analisis Bahan Hukum.

Berdasarkan data primer dan sekunder, maka penelitian ini menggunakan

metode desktriptif kualitatif ialah analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan

kualitatif terhadap data primer dan data sekunder, yang meliputi isi dan striktur hukum

positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan isi atau makna

61
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Palu: Sinar Grafika, 2009. Hlm. 47.
62
Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti,
2004. Hlm. 81.
63
Soejono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia (UI), 2004.
Hlm. 251.
xlvi
aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum. 64

Dalam analisis terhadap bahan penelitian berupa bahan-bahan yang telah dikumpulkan

dan diolah maka akan dilakukan menurut cara-cara analisis atau interprestasi hukum

yaitu:

a. Penafsiran Sejarah atau Historis, yaitu penafsiran sejarah dengan mencari

riwayat terjadinya suatu undang-undang sejak mulai dibuat.

b. Penafsiran Sistematis, yaitu penafsiran terhadap perundang-undangan karena

perundang-undangan suatu Negara adalah satu kesatuan, artinya tidak sebuah

\pun dari peraturan tersebut dapat di tafsirkan seolah-olah ia berdiri sendiri. Pada

penafsiran ini selalu harus diingatkan hubungannya dengan peraturan

perundang-undangan lainnya. Penafsiran sistematis tersebut dapat

menyebabkan, kata-kata dalam undang-undang diberi pengertian yang lebih luas

atau yang lebih sempit daripada pengertiannya dalam kaidah bahasa yang biasa.

Hal yang pertama disebut penafsiran meluaskan dan yang kedua disebut

penafsiran menyempitkan.65

c. Penafsiran Komparatif, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan cara

membandingkan antara beberapa aturan hukum yang berlaku. Tujuannya yaitu

untuk mencari kejelasan mengenai makna dari suatu ketentuan perundang-

undangan .

d. Penafsiran Analogi, yaitu tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan

memberi ibarat atau kiasan pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas

64
Zainuddin Ali. Op.cit. hlm. 107.
65
Utrecht, dalam Yudha Bhakti Ardhiwisastra. Penafsiran dan Konstruksi Hukum. Bandung:
Alumni, 2008. Hlm. 9.
xlvii
hukumnya ,sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat di masukkan

,lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.66

6. Teknik Penarikan Kesimpulan.

Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan logika berfikir

deduktif, yaitu penalaran yang berlaku umum pada kasus individual dan konkret yang

dihadapi, sehingga dapat ditafsirkan dan disimpulkan aturan-aturan hukum khusus

tentang transaksi pinjam meminjam yang dilakukan melalui media elektronik, sehingga

dapat digunakan untuk membuat kesimpulan mengenai keabsahan serta mengenai

jaminan. 67

66
Ibid.
67
Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Mataram: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003. Hlm.251.
xlviii
DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Anshoruddin, 2004. Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum
Positif ,
Surabaya: Pustaka Pelajar.

Ahmaturrahman. 2014. Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Universitas Sriwijaya,


Fakultas
Hukum.

Abdulkadir, Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Citra
Aditya
Bakti.

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Palu: Sinar Grafika,

Aminurddin dan Zainal Asikin. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Mataram:
PT.
Raja Grafindo.

Apeldoorn, L.J. Van. 1996. Pengantar Ilmu Hukum Cetakan ke-26. Jakarta: Padnya
Paramita.

Arto, Mukti. 2004. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet. V.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Badrulzaman, Mariam Darus. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT. Citra
Aditya
Bakti.

Bruggink, J.J.H. 2011. Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-Pengertian Dasar Dalam


Teori
Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Dewi, Shinta. 2009. Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi Dalam E-Commerce
Menurut Hukum Internasional. Bandung: Widya Padjajaran.

Effendie, Bahtiar, Masdari Tasmin, dan A.Chodari. 1999. Surat Gugat Dan Hukum
Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Fakhriah, Efa Laela. 2013. Bukti ELektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata Cetakan
Ke-
2. Bandung: PT. Alumni.

xlix
Fuady, Munir. 2007. Dinamika Teori Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Friedrich, Carl Joachim. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa
dan
Nusamedia.

Hamzah, Andi. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Ibrahim, Honny. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia.

Jogiyanto HM. 1999. Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur
Teori
dan Praktek Aplikasi Bisnis. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

Kansil, C.S.T. 1986. Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka:
Jakarta.

M. Hadjon, Philipus. 1987. Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: PT/ Bina
Ilmu.

Makarao, Moh. Taufik. 2004. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Makarim, Edmon. 2005. Pengantar Hukum Telematika, Suatu Kompilasi Kajian.


Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Surabaya: Kencana.

Mertokusumo, Sudikno. 1985. Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ke-II Cet. Ke-1.
Yogyakarta: Liberty.

Mertokusumo, Sudikno. 1998. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty.

Naja, Daeng.2012. Teknik Pembuatan Akta. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum Cet. V. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Rasjidi, Lili. 1993. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Salim, HS dan Erlies Septiana Nurbani. 2014. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Tesis
dan Disertasi Edisi 1 Cet. 1. Jakarta: Rajawali Pers.

Sarwono. 2006. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.

l
Sarwono. 2011. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika.

Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia


Pers.

Soekanto, Soerjono. 2004. Pengantar Penelitia Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia


Pers.

Supomo. 1983. Hukum Acara Pengadilan Negeri. Jakarta: Bina Aksara.

Sutiono. 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta: Magister Ilmu Hukum
Program
Pascasarjana Universitas Sebelah Maret.

Subekti, R. 1995. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.

Tanya, Bernard L. 2010. Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi.
Jakarta: Genta Publishing.

Tobing, Rudyanti Dorotea. 2014. Hukum Perjanjian Kredit Konsep Perjanjian Kredit
SIndikasi yang Berdasarkan Demokrasi Ekonomi. Yogyakarta: Laksbang
Grafika.

Utrecht. 2008. Penafsiran dan Konstruksi Hukum. Bandung: Alumni.

Wardah, Sri dan Bambang Sutiyoso. 2007. Hukum Acara Perdata dan
Perkembangannya di
Indonesia. Yogyakarta: Gama Media.

Jurnal:
Abdullah, Nawaaf dan Munsyarif Abdul Chalim. “Kedudukan Dan Kewenangan
Notaris
Dalam Membuat Akta Otentik”. Jurnal Akta Volume 4, Nomor 4, Desember
2017.

Atmaja, AP Edi. “Kedaulatan Negara Di Ruang Maya : Kritik UU ITE Dalam


Pemikiran
Satipto Rahardjo”. Junal Opinio Juris, Vol 16. September 2014.

Budoyo, Sapto. “Konsep Langkah Sistemik Harmonisasi Hukum Dalam Pembentukan


Peraturan Perundang Undangan”. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume IV, No 2, Juli
2014.

li
Chandra, M. Jeffri Arlinandes. “Wajib Daftar Usaha Bagi Pelaku Usaha E-commerce
Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan”. Jurnal
Hukum
Sehasen Vol.2 No.2, 2017.

Dhani, Alif Rahman, Suhartono, Beta Noranita. “Pengembang Aplikasi E-Commerce


PT.
Global Elektronik Semarang Dengan Metode Unified Process”. Journal of
Informatics
and Technology, Volume 1, No 4. Tahun 2012.

Djafar, Maman. “Kekuatan Hukum Akta di Bawah Tangan Dalam Praktik di


Pengadilan”.
Lex Privatum, Vol. III Nomor 4, Oktober 2015.

Fakhiriah, Efa Laela. “Perkembangan Alat Bukti Dalam Penyelesaian Perkara Perdata
di
Pengadilan Menuju Pembaharuan Hukum Acara Perdata”. Jurnal Hukum Acara
Perdata Adhaper Vol. 1 Nomor 2.Desember 2015.

Hanapiah, Yogi, dan Sri Endah Wahyuningsih. “Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh
Notaris Dalam Membuat Akta Perjanjian Notariil”. Jurnal AKta, Vol 5 No 1
Maret
2018.

Hanim, Lathifah. “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam E-Commerce Sebagai
Akibat Dari Globalisasi Ekonomi”. Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. 1 Nomor
2.
Agustus 2014.

Heniyatun, Bambang Tjatur Iswanto, Puji Sulistyaningsih. “Kajian Yuridis Pembuktian


dengan Informasi Elektronik dalam Penyelesaian Perkara Perdata di
Pengadilan”.
Varia Justicia, Vol.14 No. 1. Juni 2018

Hutape, Kurnia Parluhutan. “Tinjauan Hukum Terhadap Nilai Pembuktian Saksi Dalam
Penyelesaian Perkara Perdata (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Kabanjahe”.
Jurnal Ilmiah Research Sains, VOL. 3. Nomor 1, Februari 2017

Juanda, Enju. “Kekuatan Alat Bukti Dalam Perkara Perdata Menurut Hukum Positif di
Indonesia”. Lex Jurnalica Volume 12 Nomor 3, Desember 2015.

Lukito, Imam. “Tantangan Hukum dan Peran Pemerintah Dalam Pembangunan E-


Commerce
(Legal Challenges and Government`S Role in E-Commerce Development)”.
JIKH

lii
Vol. 11 No. 3, 2017.

Ngafifi, Muhamad. “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif
Sosial
Budaya”. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2,
Nomor 1, 2014.

Nirhaini, Elisabeth Butarbutar. “Konsep Keadilan Dalam Sistem Peradilan Perdata”.


Mimbar
Hukum Volume 21, Nomor 2 Juni 2009.

Nugraha, Rifan Adi, Jamaluddin Mukhtar, dan Hardika Fajar Ardianto. “Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Online”. Jurnal Serambi Hukum,
Vol.
08 No. 02, 2015.

Nurhaini, Elisabeth Butarbutar. “Arti Pentingnya Pembuktian Dalam Proses Penemuan


Hukum Di Peradilan Perdata”. Mimbar Hukum Volume 22 Nomor 2. Juni 2010.

Ma’ruf, Umar dan Dony Wijaya. “Tinjauan Hukum Kedudukan dan Fungsi Notaris
Sebagai
Pejabat Umum Dalam Membuat Akta Otentik (Studi Kasus di Kecamatan
Bergas Kabupaten Semarang)”. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume II No.3
September - Desember 2015.

Muqaddas, Busyro. “Mengkritisi Asas-asas Hukum Acara Perdata”. Jurnal Hukum,


Volume 9
Nomor 20, Juni 2002.

Pomantow, Vivien. “Akibat Hukum Terhadap Akta Otentik Yang Cacat Formil
Berdasarkan
Pasal 1869 KUHPerdata”. Lex Privatum Vol. VI No. 7, September 2018.

Prastomo, Dimas Agung dan Akhmad Khisni. “Akibat Hukum Akta Di Bawah Tangan
Yang
Dilegalisasi Oleh Notaris”. Jurnal Akta, Vol. 4 No. 4 Desember 2017.

Prasetya, Boby. “Tinjauan Yuridis Tentang Syarat dan Penerapan Penggunaan


Persangkaan
Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perdata”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion
Edisi
2, Volume 2, 2014.

Priowirjanto, Enni Soerja. “Pengaturan Transaksi Elektronik dan Pelaksanaannya di


Indonesia Dikaitkan dengan Perlindungan E-Konsumen”. Padjadjaran Jurnal
Ilmu

liii
Hukum, Volume 1 No 2. Tahun 2014

Runtung, Muhammad Iqbal Tarigan, Budiman Ginting, Dedi Harianto. “Dokumen


Elektronik
Sebagai Alat Bukti Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Acara Perdata”.
USU
Law Jurnal, Vo. 4No. 1, Januari 2016.

Safitri, Ria. “Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Bagi Perguruan


Tinggi
(Law on Electronic Information and Transactions for Universities)”. Jurnal
Sosial dan
Budaya Syar-i. Volume 5 Nomor 3. 2018.

Salami, Rochani Urip dan Rahadi Wasi Bintoro. “Alternatif Penyelesaian Sengketa
Dalam
Sengketa Transaksi Elektronik (E-Commerce)”. Jurnal Dinamika Hukum, Vol.
13 No.
1, 2013.

Setiawan, Ahmad Budi. “Studi Standarisasi Sertifikat Eletronik Dan Keandalan Dalam
Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik”. Buletin Pos dan
Telekomunikasi,
Vol. 12 No. 2 Juni 2014.

Setiawan, Ahmad Budi. “Ekosistem Penyelenggaraan Sertifikat Eletronik Dalam Sistem


Perdagangan Elektronik:. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan
Informatika Volume 6 No. 2 November 2015.

Sidik, Suyanto. “Dampak Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik


(UUITE)
Terhadap Perubahan Hukum dan Sosial Dalam Masyarakat”. Jurnal Ilmiah
Widya, Volume 1 Nomor 1, 2013.

Syakbani, Baehaki dan Sumarni. “Kekuatan Pembuktian Dokumen Elektronik Dengan


Tanda Tangan Elektronik Dalam Proses Persidangan Perdata”. Jurnal Valid Vol.
10
No. 4, Oktober 2013.

Syahputra, Dimas Febrian, Rivan Kurniawan, dan Yusuf Bintang Syaifinuha. 2015.
“Perlindungan Hukum Transaksi E-Commerce”. Fakultas Hukum Universitas
Sebelas
Maret.

Sufi, Fayakundia Putra dan Rusdianto Sesung. “Pemisahan Jabatan Umum Di


Indonesia”.

liv
Perspektif, Volume 22 No. 3, September 2017.

Sugeng, Bambang Ariadi S, Johan Wahyudi, Razky Akbar. “Pembatasan Upaya


Hukum
Perkara Perdata Guna Mewujudkan Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya
Ringan”. Yuridika Volume 30 Nomor 1, Januari 2015.

Sugiarto, Enan. “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016


Terhadap Informasi Elektronik Dan/Atau Dokumen Elektronik Dan/Atau Hasil
Cetaknya Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perdata”. Rechtidee, Vol. 11. No.
2.
Desember 2016.

Sunge, Maisara. “Beban Pembuktian Dalam Perkara Perdata”. Jurnal Inovasi, Volume
9,
No.2. Juni 2012

Sumini dan Amin Purnawan. “Peran Notaris Dalam Membuat Akta Perjanjian Notariil”.
Jurnal Akta, Vol. 4 No. 4, Desember 2017.

Tulenan, Ghita Aprillia. “Kedudukan dan Fungsi Akta Dibawah Tangan Yang
Dilegalisasi
Oleh Notaris”. Lex Administratum, Vol. II No.2 April-Juni 2014.

Tjukup, Ketut, I Wayan Bela Siki Layang, Nyoman A. Martana,dkk. “Akta Notaris
(Akta
Otentik) Sebagai Alat Bukti Dalam Peristiwa Hukum Perdata”. Jurnal Ilmiah
Prodi
Magister Kenot ariatan, Vol. 2 No. 2 Tahun 2016.

Wahyudi, Johan. 2012. “Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Pembuktian di
Pengadilan” Vol. XVII. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.

Winanto, Wahyu Agus. “Sebuah Kajian Pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE)”. JEAM Vol. X Nomor 1. 2011.

Perundang-Undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

lv
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi
Elektronik.

Karya Ilmiah:
Thamus, Ahdhi. Analisis Yuridis Alat Bukti Elektronik Berupa Email Dalam Perkata
Perdata
Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan
Transaksi Elektronik. Skripsi: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013.

Internet:
Bastary, M. Luqmanul Hakim. Sedikit Tentang Pembuktian Dalam Perkara Perdata.
http://www.pta-banten.go.id/portal/makalah/artikel-02042012.pdf. diAkses pada
Tanggal 12 November2019.

Dalam artikel Aturan Tata Kelola Internet Indonesia Mulai Digodog.


https://www.kominfo.go.id/content/detail/3658/aturan-tata-kelola-internet-
indonesia-mulai-digodog/0/sorotan_media. Diakses pada tanggal 24 november
2019.

Dina, Steffani. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Akan Diatur.


https://kominfo.go.id/content/detail/12285/penyelenggara-sertifikasi-elektronik-
akan-diatur/0/sorotan_media. Diakses pada tanggal 15 November 2019

Kresna, Angel Firstia. Legalistas Tanda Tangan Elektronik Pejabat Dalam Rangka
Mendukung E-Government.
https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/3737/legalitas-tanda-tangan-
elektronik-pejabat-dalam-rangka-mendukung-e-government. Diakses pada
tanggal 15 november 2019.

No Name. Tugas dan Fungsi Kementerian Komunikasi dan Informatika.


https://kominfo.go.id/tugas-dan-fungsi. Diakses tanggal 22 November 2019.

No Name. Keabsahan Alat Bukti Elektronik Dalam Suatu Perjanjian Dalam


Penyelesaian
Sengketa Melalui Abritrase Online. http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-
teknologi/661-keabsahan-alat-bukti-elektronik-dlm-suatu-perjanjian-dlm-
penyelesaian-sengketa-melalui-arbitrase-onl.html. Diakses pada tanggal 4
Oktober 2019.

Noname. Tak Perlu Ragu Gunakan Sertifikat dan Tanda Tangan Elektronik.

lvi
https://kominfo.go.id/content/detail/22776/tak-perlu-ragu-gunakan-sertifikat-
dan-tanda-tangan-elektronik/0/sorotan_media. Diakses pada tanggal 15
November 2019.

Noname. BPSDM Kementerian PUPR Jalin Kerjasama Pemanfaatan Sertifikasi


Elektronik
dengan Badan Siber dan Sandi Negara. Artikel:
https://pu.go.id/berita/view/16745/bpsdm-kementerian-pupr-jalin-kerjasama-
pemanfaatan-sertifikasi-elektronik-dengan-badan-siber-dan-sandi-negara.
Diakses pada tanggal 15 November 2019.

Status Pengakuan Penyelenggara Sertifikat Eleketronik. https://www.kominfo.go.id/.


Diakses
tanggal 22 November 2019.

Tugas dan Fungsi Balai Sertifikasi Elektronik Badan Siber dan Kunci.
https://bsre.bssn.go.id/public/aboutus. Diakses tanggal 22 November 2019.

Tugas Pokok dan Fungsi. http://www.pn-


watansoppeng.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=20&Ite
mid=128. Diakses pada tanggal 22 november 2019.

Waruwu, Riki Perdana Raya. Eksistensi Dokumen Elektronik Di Persidangan Perdata.


https://www.mahkamahagung.go.id/id/artikel/3048/eksistensi-dokumen-
elektronik-di-persidangan-perdata. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2019.

lvii

Anda mungkin juga menyukai