Anda di halaman 1dari 89

PERLINDUNGAN KARYA CIPTA LAGU DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR

28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

(Analisis Putusan Mahkamah Agung No.121 k/Pdt.Sus/2007 Antara Dodo Zakaria Melawan
PT. Telekomuniksi Seluler dan PT. SONY BMG MUSIC)

Skripsi

Oleh:

Siti Nurhadiyanti

NIM: 1113048000058

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/ 2017 M
ABSTRAK

SITI NURHADIYANTI. NIM 1113048000058. Perlindungan Karya Cipta Lagu


Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (Analisis Putusan Mahkamah
Agung No. 121 K/Pdt.Sus/2007 Antara Dodo Zakria Melawan PT. Telekomunikasi
Seluler dan PT. SONY BMG MUSIC). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi
Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1438 H / 2017 M.

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Hak Moral
merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
ciptaannya dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan
yang berlaku.

Hakim dalam memberikan putusan harus memuat prinsip-prinsip keadilan. Demikian


dengan putusan hakim Mahkamah Agung dalam sengketa yang terjadi antara Dodo
Zakaria melawan PT. Sony BMG Music Entertainment Indonesia dan PT.
Telekomunikasi Seluler dengan dasar gugatan yaitu, mengenai pelanggaran hak
moral Dodo Zakaria sebagai Pencipta Lagu “Di Dadaku Ada Kamu”.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berlaku maka dapat disimpulkan:
Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 121 K/Pdt.Sus/2007 dalam sengketa hak
moral atas karya cipta lagu, sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002
yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta.

Kata Kunci: perlindungan hak moral atas karya cipta lagu

Pembimbing: Dra. Hafni Muchtar, S.H., M.H., M.M dan Dewi Sukarti, M.A

v
KATA PENGANTAR

ِ‫ِبسْــــــــــــــــــمِ اهللِ ال َّرحْ َمنِ ال َّرحِ ْيم‬

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Junjungan kita, Nabi

Muhammad SAW, juga kepada keluarga dan para sahabatnya serta semua orang yang

mengikuti petunjuknya sampai Yaumul Akhir.

Sebagai tanda syukur atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul

“Perlindungan Karya Cipta Lagu Ditinjau Dari Undang-Undang Hak Cipta

Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Analisis Putusan Mahkamah Agung

Nomor 121 K/Pdt.Sus/2007 Antara Dodo Zakaria melawan PT. Telekomuniksi

Seluler dan PT. SONY BMG MUSIC)”. Maka dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang

Terhormat :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat SH, MH dan Drs. Abu Tamrin, MA., Ketua

Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi
3. Dra. Hafni Muchtar, S.H, M.H, M.M dan Dewi Sukarti, M.A, dosen

pembimbing skripsi, terima kasih atas kesediaannya semoga Ibu senantiasa

diberikan nikmat sehat dan selalu menjadi suri tauladan bagi kami.

4. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H dan Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,

M.A., M.H, penguji sidang munaqaah yang telah memberi waktu dan

pengertiannya selama perbaikan skripsi.

5. Kedua orang tua papahku E.,Kosasih dan mamahku Yausah yang telah

merawat dan mendidik serta membantu moril maupun materil yang tiada

hingga kepada penulis, juga do’a restu dalam langkah-langkah kehidupan

penulis dalam berkarya “Maaf hanya ini yang bisa Kadian berikan”. Do’akan

selalu ananda agar menjadi anak yang berbakti dan selalu membuat kalian

bangga. Amin dan Keluarga besar KH. Abdillah Muin & Hj. Syawiyah Na’ali

dan Umi Rumita & Apak. serta Kakaku tersayang Ratih Purnamasari dan

adik tersayang Nining Kartika, yang selalu bersama untuk saling mendo’akan

dan mensupport dalam pengerjaan skripsi ini, semoga kalian selalu dalam

lindungan Allah swt. Aamiin…

6. Bela Awaliyah Agustina, Delila Sandriva, dan Fina Rozana selaku teman-

teman baik yang kenal dari pertama kali masuk kuliah sampe sekarang bisa

lulus bareng. Semoga kita tetep menjadi teman sekaligus sahabat yang

bahagia selalu, dan bisa sukses kedepannya. Love you Prims (Primadona).

Tim KKN Otentic (One Team One Intention Charity) Desa Mekar Kondang

Kabupaten Tangerang yang telah memberi kesan banyak sampe KKN selesai.

vii
DIAZ… yaitu aufa, ayu, alwi, lika, sarah, ipeh, kowi, fajar, ziah yang selalu

mensupport dan mendoakan dalam kesuksesan pengerjaan skripsi ini. Thank

you so much.

7. Semua pihak yang mungkin tidak saya sebutkan namanya namun telah

membantu, memberi dukungan, serta mendoakan saya.

Akhirnya peneliti hanya berharap semua amal baik yang telah diberikan

tersebut mendapat balasan berlipat dari Allah SWT, Amin Ya Rabbal „Alamin.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi konsentrasi Hukum Bisnis Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Syariah dan, serta bagi para pembacanya, untuk terakhir kalinya

penulis berharap mendapatkan kritik dan saran dari para pembaca skripsi ini.

Jakarta, 6 Juli 2017

Siti Nurhadiyanti

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................................ ii

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................... iv

ABSTRAK .............................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ vi

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1


B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................................... 9
F. Metode Penelitian ............................................................................................ 12
G. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 16

BAB II PENGATURAN HAK MORAL DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA


ATAS KARYA CIPTA LAGU

A. HAK MORAL ................................................................................................ 19


1. Pengertian Hak Moral .......................................................................................... 20
2. Perlindungan Hak Moral .............................................................................. 21
B. HAK CIPTA .................................................................................................... 25
1. Pengertian Hak Cipta............................................................................................ 25
2. Ciptaan Yang Dilindungi ............................................................................. 28

ix
3. Pemegang Hak Cipta.................................................................................... 30
4. Pendaftaran Hak Cipta ................................................................................. 35
5. Jangka Waktu Hak Cipta ...................................................................................... 38

BAB III PERLINDUNGAN HAK MORAL ATAS KARYA CIPTA LAGU PUTUSAN
NO. 24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA JKT. PST jo. No. 121 K/Pdt.Sus/2007

A. Duduk Perkara Putusan No. 24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA JKT.PST jo. No.


121 K/Pdt.Sus/2007 ......................................................................................... 42
1. Para Pihak .................................................................................................. 42
2. Posisi Kasus ............................................................................................... 44
3. Putusan Pengadilan Negeri ........................................................................ 51
4. Putusan Mahkamah Agung ....................................................................... 52
B. Perlindungan Hukum Mengenai Hak Moral Karya Cipta Lagu Ditinjau Dari
Undang-Undang Hak Cipta.............................................................................. 55

BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN No. 121 K/Pdt.Sus/2007


A. Pertimbangan Yuridis ...................................................................................... 62
B. Pertimbangan Filosofis .................................................................................... 63
C. Pertimbangan Sosiologis .................................................................................. 67
D. Analisis Penulis................................................................................................ 69

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 73
B. Saran ................................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 76

x
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2. Surat Permohonan Data Wawancara Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
3. Surat Tanda Terima Telah Melakukan Permohonan Data Salinan Putusan Mahkamah
Agung
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
5. Salinan Putusan Nomor 121 K/Pdt.Sus/2007

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan era global ini, musik menjadi salah satu

hiburan. Musik hadir diberbagai jaringan telekomunikasi, baik di radio, televisi,

kaset CD / DVD, MP3, maupun RBT (Ring Back Tone). Tidak hanya di

jaringan telekomunikasi, musik juga hadir di panggung hiburan, restoran, kafe

dan tempat hiburan lainnya. Jenis musik pun beragam, dari jenis pop, RnB,

dangdut, jazz, rock dan masih banyak lagi lainnya. Berkaitan dengan pemakian

musik atau lagu oleh masyarakat, di Indonesia masih simpang siur pemahaman

tentang sejauh mana hak Pencipta lagu atau pemegang hak terkait khususnya

penyanyi dan pemusik harus dilindungi.1 Perkembangan globalisasi yang

sangat pesat menyebabkan banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan terhadap

musik, mulai dari maraknya tindakan pembajakan, meniru lagu-lagu ataupun

aransemen dari musik yang sudah ada untuk kepentingan dirinya sendiri.

Tindakan-tindakan tersebut merupakan pelanggaran Hak Ekonomi, juga

tindakan pelanggaran Hak Moral.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta telah

mengatur mengenai Hak Moral, sebagaimana Pasal 4 Undang-Undang Hak

1
Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia (Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu,
Neighbouring Rights, dan Collecting Society), (Bandung: P.T Alumni, 2008), h. 14.

1
2

Cipta bahwa Hak Cipta sebagaimana dimaksud merupakan hak eksklusif yang

terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pasal 5 ayat (1) Hak Moral

sebagaimana dimaksud adalah hak yang melekat secara abadi pada diri

Pencipta. Hak Moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya dalam

ciptaan dan hak untuk melarang orang lain mengubah ciptaannya, termasuk

judul atau anak judul ciptaan. Pasal 8 menyatakan bahwa Hak Ekonomi

merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk

mendapatkan manfaat atas Ciptaan. Hak Ekonomi meliputi hak untuk

mengumumkan dan hak untuk memperbanyak. Kedua hak tersebut disebut

right of paternity dan right of integrity.

Pengakuan terhadap Hak Moral tumbuh dari pemahaman bahwa

karya cipta itu merupakan ekspresi dari pribadi pencipta, pengakuan Hak Moral

memang tidak secara eksplisit terdapat dalam rumusan Hak Cipta, tetapi Hak

Moral tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan tanpa alasan apapun. Karena

Hak Moral itu tidak bisa dipisahkan dari penciptanya. Hak Moral mencakup 3

hal besar, yaitu hak atribusi, hak integritas, dan asosiasi dengan pencipta.

Dalam hak atribusi, Hak Moral ini mengharuskan identitas pencipta

dicantumkan pada ciptaan, baik itu nama sendiri maupun nama samaran. Hak

Moral dalam hak integritas yaitu pencipta dapat menghentikan, melarang

pengrusakan, pemotongan atau perubahan ciptaannya apabila tindakan tersebut

dapat mengganggu kehormatan pencipta. Hak terakhir dalam Hak Moral yaitu
3

asosiasi dengan pencipta, pelanggaran terhadap hak terjadi apabila tindakan

yang dilakukan terhadap ciptaan telah merugikan martabat dan mengganggu

reputasi pencipta.

Di Indonesia lembaga yang menjembatani para pencipta lagu dengan

para pemakai lagu untuk mengadministrasi royalti ciptaan-ciptaan lagu adalah

Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Lembaga ini berkecimpung di bidang

musik dan didukung oleh Pemerintah. Adapun tugas dari YKCI adalah

mengumpulkan royalti para pencipta lagu dari user dan mendistribusikannya

kepada pencipta lagu yang berhak. Royalti harus dibayar karena lagu adalah

suatu karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan hukum. Jika

pihak lain ingin menggunakannya seharusnya minta izin kepada pemilik Hak

Cipta. Pembayaran royalti merupakan konsekuensi dari menggunakan jasa atau

karya orang lain.

Karya lagu yang diciptakan oleh para musisi merupakan karya-karya

musik atau lagu yang mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Perlindungan

Hak Moral karya cipta lagu menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa

diabaikan dalam perkembangan musik. Walaupun Undang-Undang Hak Cipta

tidak mengatur secara khusus mengenai pengertian hak cipta lagu dan musik

tetapi lagu dan musik merupakan salah satu karya yang dilindungi Undang-

Undang Hak Cipta.


4

Hak Moral karya lagu dalam pelaksanaannya yaitu larangan untuk

mengganti lirik lagu dengan ungkapan-ungkapan yang tidak dibenarkan dan

candaan yang mengubah makna lagu aslinya. Salah satu pelanggaran yaitu

dimana RBT (Ring Back Tone) atau NSP (Nada Sambung Pribadi) terjadi

pemenggalan atau pemotongan lagu yang diperdengarkan dalam handphone.

Contoh studi kasus pelanggaran Hak Moral adalah kasus Dodo

Zakaria, seorang musisi dan pencipta lagu dalam hal ini sebagai Penggugat

melawan Telkomsel dan Sony BMG sebagai Para Tergugat yang dianggap

telah melanggar Hak Moral-nya Dodo Zakaria. Tindakan Telkomsel bersama

Sony BMG pada pokoknya adalah memotong lagu “Didadaku Ada Kamu”

ciptaan Dodo Zakaria. Pelanggaran terjadi terhadap lirik dan melodinya yang

dipotong dan digunakan untuk Nada Sambung Pribadi (NSP) atau Ring Back

Tone (RBT). Perkara ini diajukan ke PN. Jakarta Pusat dan dalam putusannya

majelis hakim menyatakan tindakan Telkomsel dan Sony BMG yang

memutilasi lagu Dodo, merupakan pelanggaran Hak Moral Dodo sebagai

penciptanya.

Masalahnya yaitu, bahwa Dodo Zakaria merasa Hak Moralnya

dilanggar sebagai Pencipta, karena pihak Telkomsel dan Sony BMG telah

melakukan mutilasi lagu yang digunakan sebagai Nada Sambung Pribadi

(NSP). Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Telkomsel dan Sony

BMG telah melakukan pelanggaran hak moral dan oleh karenanya kedua
5

perusahaan itu secara tanggung renteng berkewajiban membayar sejumlah ganti

rugi. Selain itu, kedua perusahaan harus segera menghentikan segala bentuk

tindakan penggunaan lagu ciptaan Dodo Zakaria sebagai Nada Sambung

Pribadi (NSP).

Pada dasarnya, Hak Cipta dilanggar jika materi muatan Hak Cipta

digunakan tanpa izin dari pencipta yang mempunyai hak eksklusif atas

ciptaannya. Untuk memberi penghormatan sekaligus mengapreasiasi kreativitas

pencipta serta memberi perlindungan, maka sepantasnya ditekankan norma-

norma larangan pelanggaran terhadap Hak Moral, dalam hal apa yang sudah

dilakukan pencipta berupa jerih payahnya dan hak-hak terkait.

Perlindungan Hak Moral terhadap karya lagu menjadi salah satu

masalah dalam sebuah perkembangan musik di Indonesia. Karena pada

umumnya kebanyakan pencipta lagu belum mengerti betul mengenai

perlindungan hak cipta serta perlindungan Hak Moral atas lagu ciptaan mereka.

Para pencipta lagu dengan mudahnya memberikan kepercayaan kepada

produser untuk mendistribusikan lagu ciptaannya. Akibatnya, pencipta lagu

tidak mendapat keuntungan yang setara dengan lagu ciptaannya yang laris di

pasaran. Dalam hal ini yang diuntungkan hanyalah produser dan operator

seluler yang mengaplikasikan lagu, tidak sebanding dengan yang pencipta lagu

peroleh.
6

Untuk itu peneliti mengangkat penelitian dengan judul

“Perlindungan Karya Cipta Lagu Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor

121 K/Pdt.Sus/2007 Antara Dodo Zakaria melawan PT. Telekomunkasi Seluler

dan PT. SONY BMG MUSIC)”.

B. Identifikasi Masalah

Pembuatan karya cipta lagu merupakan hal yang kompleks dan rumit.

Oleh karena itu perlu adanya perlindungan terhadap pencipta, perlindungan ini

berupa perlindungan Hak Moral. Karena tindakan seseorang untuk melindungi

Hak Moral pencipta atas karya lagu maka hal itu akan berdampak baik bagi

pencipta, dan sebaliknya apabila tindakan seseorang merugikan karya cipta lagu

pencipta, maka hal itu akan berdampak buruk bagi pencipta. Adapun

identifikasi masalahnya yaitu:

1. Perlindungan Hak Moral jika ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta.

2. Sikap Undang-Undang Hak Cipta menanggapi masalah perlindungan Hak

Moral atas karya cipta lagu

3. Metode Penafsiran Hakim dalam putusan perkara No. 24/HAK

CIPTA/PN.NIAGA JKT.PST jo. No. 121 K/Pdt.Sus/2007.


7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang telah didiidentifikasi kadang-kadang

sifatnya umum, belum konkret dan spesifik. Apabila demikian yang

terjadi, maka permasalahan tersebut harus dipersempit agar konkret dan

spesifik melalui pemecahan masalah menjadi sub-sub masalah atau

sederet pertanyaan yang relevan dengan permasalahan pokoknya.2

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah tentang masalah

perlindungan Hak Moral atas karya lagu ditinjau dari Undang-Undang

Hak Cipta, disertai dengan studi kasus Dodo Zakaria melawan Telkomsel

dan Sony BMG. Fokus penelitian pada perlindungan Hak Moral karya

cipta lagu yang dibuat oleh seorang pencipta, sejauh mana perlindungan

terhadap Hak Moral.

2. Perumusan Masalah

Sehingga dari batasan masalah diatas dapat dirumuskan kedalam

rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana perlindungan Hak Moral atas karya cipta lagu dalam

putusan No. 24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA JKT.PST jo. No.

121 K/Pdt.Sus/2007?

2
Bambang Sungguno, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
h.106-107.
8

b. Bagaimana pertimbangan hakim memberikan putusan pelanggaran

Hak Moral dalam putusan No. 121 K/Pdt.Sus/2007?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tentang perlindungan Hak Moral ditinjau dari

putusan No. 24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA JKT.PST jo. No.

121 K/Pdt.Sus/2007.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan putusan

mengenai pelanggaran Hak Moral dalam putusan No. 121

K/Pdt.Sus/.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan

oleh peneliti ialah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat mengembangkan konsep

pemikiran secara logis, sistematis, dam rasional terkait pelaksanaan

Undang-Undang Hak Cipta. Penelitian ini digunakan untuk sumber

data dan informasi yang dipercaya dan dapat


9

dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai bahan menambah

ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum

Perdata dan Hukum Bisnis.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan dapat menjadi masukan bagi

pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang

mendukung perlindungan hak moral terkait hak kekayaan

intelektual (khususnya Hak Cipta lagu) yang pada umumnya sudah

banyak di Indonesia, akan tetapi penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi masyarakat khususnya para pemegang Hak Cipta

Atas Ciptaannya berupa karya lagu dan aparat penegak hukum

dalam hal perlindungan Hak Moral.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Sebelum penentuan judul bahasan dalam skripsi ini, peneliti

melakukan review kajian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang peneliti

bahas. Review kajain terdahulu yang berkaitan dengan penelitian diantaranya:

1. Skripsi Alinda Yani “Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Seni

Lukis, Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 596k/Pdt.Sus/2011”,

Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah


10

Jakarta, 2013. Skripsi ini membahas bagaimana perlindungan hukum

atas karya cipta seni lukis dalam analisis putusan Mahkamah Agung,

serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hakim dalam

memberikan putusan. Kesimpulannya skripsi ini lebih focus

membahas perlindungan hukum atas karya seni lukis berdasarkan

analisis putusan Mahkamah Agung.

Perbedaan dengan skripsi peneliti adalah peneliti membahas

mengenai hak moral atas karya cipta lagu, yang ditinjau berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

2. Tesis Diana Kusumasari “Perlindungan Hak Cipta atas Karya Lagu

Studi Kasus: Karya Lagu yang Digunakan Sebagai Nada Sambung

Pribadi (Ring Back Tone)”, Program Studi Pasca Sarjana Hukum

Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2012. Tesis ini

membahas apakah hak cipta atas lagu yang digunakan sebagai RBT

diatur oleh UU. No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan bagaimana

peran lembaga manajemen kolektif terkait dengan hak-hak pencipta

lagu. Kesimpulan tesis ini adalah perlindungan hak cipta karya lagu,

lebih focus karya lagu yang digunakan nada sambung pribadi.

Perbedaan dengan skripsi peneliti, peneliti lebih menekankan pada

perlindungan hak moral yang diterima pencipta atas karya cipta lagu

ditinjau Undang-Undang Hak Cipta.


11

3. Buku Dr. Henry Soelistyo, S.H., LL.M., “Hak Cipta Tanpa Hak

Moral”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011. Penulisan

mengenai Hak Moral menurut hukum Hak Cipta Indonesia yang

dikaji dari aspek konsepsi perlindungan, pengaturan, dan pengelolaan

Hak Cipta dilakukan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang

perlindungan Hak Moral yang semakin terabaikan dalam era global,

terutama karena kemajuan media teknologi informasi dan

telekomunikasi. Kesimpulan buku ini adalah mengenai Hak Cipta

tanpa disertai Hak Moral.

Perbedaan dengan peneliti, peneliti lebih memfokuskan terhadap

perlindungan hak moral yang diterima pencipta lagu atas karya cipta

lagunya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta.

4. Artikel I Gusti Putu Andre Pratista dan Ida Ayu Sukihana dengan

judul “Pelanggaran Hak Moral Karya Lagu/Musik dan Rekaman

Suara dalam Praktik Penggunaan Hak Cipta” dalam Jurnal Kertha

Semaya yang diterbitkan oleh Universitas Udayana tahun 2014.

Jurnal tersebut membahas mengenai bentuk pelanggaran Hak Moral

terhadap suatu karya lagu/musik dan rekaman suara, serta untuk

mengetahui upaya dan langkah penegakan hukum yang dapat

dilakukan dalan penegakan Hak Moral yang sudah terabaikan.

Kesimpulan artikel ini yaitu mengenai pelanggaran hak moral yang


12

terjadi pada karya lagu, dan bagaimana upaya hukum yang dapat

dilakukan untuk penegakan Hak Moral.

Perbedaan dengan peneliti, peneliti hanya membahas mengenai

perlindungan hak moral atas karya cipta lagum tidak membahas

mengenai bentuk-bentuk pelanggaran hak moral.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-

undangan (statutory approach) yang dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum

yang sedang ditangani.3 Maka dalam penelitian ini pendekatan ilmu

perundang-undangan digunakan untuk mengetahui kedudukan undang-

undang dalam suatu penerapan hak moral atas karya cipta lagu

berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta.

2. Jenis Penelitian

Berdasarkan sifatnya penelitian ini termasuk kedalam penelitian

yuridis normatif, yang dilakukan untuk penelitian yang mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan. Penelitian yuridis normatif yang dipergunakan merujuk pada


3
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133.
13

sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yaitu penelitian

terhadap norma-norma hukum yang ada dalam perangkat hukum.

Penelitian ini juga memberikan gambaran mengenai perlindungan hak

moral atas karya cipta lagu.

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini bertujuan untuk fact-

finding (menemukan fakta) dan semua informasi yang relevan mengenai

Hak Moral. Informasi yang akurat dapat dikumpulkan dengan bantuan

metode atau teknik tertentu. Teknik dari menemukan fakta terdiri dari

studi kepustakaan dan dokumentasi. Secara disiplin ilmunya, penelitian

ini masuk ke dalam penelitian interdisipliner, karena menggunakan dua

disiplin keilmuan, tetapi hanya menggunakan satu metodologi keilmuan,

yakni penelitian hukum. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan

suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan

pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

gejala hukum dengan cara menganalisisnya dan juga diadakan

pemeriksaan terhadap fakta hukum yang kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul.

3. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, dalam penelitian ini ada tiga sumber,

yakni:
14

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat.4 Dalam

hal ini peneliti menggunakan bahan hukum primer berupa Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, dan peraturan

perundang-undangan lainnya yang relevan dengan tema yang

diangkat oleh peneliti.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer.5 Dalam hal ini peneliti menggunakan bahan

hukum sekunder berupa buku-buku refrensi di bidang hukum,

terutama hukum bisnis khususnya Hak Cipta, serta buku-buku

refrensi terkait.

c. Bahan Hukum Tertier (non-hukum), yaitu bahan-bahan yang

memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder. Dalam hal ini peneliti menggunakan bahan

hukum tertier berupa artikel-artikel terkait dengan tema dan judul

yang diangkat oleh peneliti.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan (Library Research)6

4
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, h. 113.
5
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, h. 114.
6
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.50-51.
15

Untuk mendapatkan data tentang teori-teori yang mendukung

penelitian ini yaitu menggunakan studi kepustakaan, dengan

mencari dan menganalisis peraturan perundang-undangan serta

buku referensi yang terkait dengan judul yang hendak diangkat oleh

peneliti. Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya

untuk menunjukkan jalan pemecah permasalahan penelitian, maka

peneliti akan lebih siap dengan pengetahuan yang lebih dalam dan

lengkap.

b. Studi Dokumen, adalah suatu alat pengumpulan data yang

dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan content

analysis terhadap dokumen yang sudah ada.7 Studi dokumen

dilakukan dengan cara menelusuri berbagai bahan pustaka yang

merupakan pustaka hukum.

5. Metode Pengolahan Data

Teknik pengolahan data merupakan upaya mencari dan

mengumpulkan serta menata secara sistematis berdasarkan pada konsep

teori tentang hak moral atas karya cipta lagu ditinjau dari undang-undang

hak cipta. Dengan data-data yang diperoleh penulis dari studi dokumen

7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 21
16

sebagai upaya meningkatkan pemahaman penulis berkaitan dengan

pembahasan.

6. Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.8 Metode analisis data dilakukan setelah data dan

bukti yang mendukung penelitian telah selesai.

Dalam penelitian ini data-data yang terkumpul, selanjutnya

diidentifikasi, diolah dengan menggunakan metode deskriptif analitis,

yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan

secara tertulis, selain itu memberikan gambaran secara umum tentang

sutau gejala dan menganalisisnya.9

7. Metode Penulisan

Metode penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah

menggunakan "Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2012".10

8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 33.
9
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 67.
10
Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman
Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012).
17

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui bagaimana logika yang dipakai dalam

penulisan skripsi ini, maka peneliti paparkan sistematika penulisan skripsi

ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari:

Bab pertama, adalah pemaparan tentang latar belakang masalah,

pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode dan teknik penelitian, review kajian terdahulu,

sistematika penulisan. Dari bab ini dapat diketahui apa yang melatar

belakangi pembahasan ini, kemudian juga bisa mengetahui batasan

pembahasan dan juga rumusan masalah dalam skripsi ini. Selanjutnya

juga untuk mengetahui apa metode yang dipakai, teknik penelitian apa

yang di pakai, serta mengetahui bahasan-bahasan orang lain yang

berkaitan dengan judul ini. Dalam review kajian terdahulu kita bisa

mengetahui perbedaan karya kita dengan orang lain.

Bab kedua, adalah pemaparan tentang teori - teori yang

mendukung pembahasan skripsi ini. Dalam teori ini Membahas tentang

Pengaturan Hak Moral Atas Karya Cipta Lagu Ditinjau Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Bab ketiga, adalah pemaparan tentang objek penelitian yaitu

tentang bagaimana perlindungan Hak Moral atas karya cipta lagu putusan

No. 24/Hak Cipta/2007/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. No. 121 K/Pdt.Sus/2007.

Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai perlindungan Hak Moral
18

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta di

Indonesia yang mengatur hak moral, hak cipta.

Bab keempat, adalah bab yang memaparkan tentang bagaimana

pertimbangan dan penafsiran hakim dalam memberikan putusan No. 121

K/Pdt.Sus/2007 dan analisis penulis dalam menanggapi permasalahan

adanya pelanggaran Hak Moral karya cipta lagu.

Bab Kelima, adalah bab menjelaskan tentang kesimpulan dari

penulisan skripsi ini dan juga saran yang ingin disampaikan. Simpulan

merupakan inti sari dari pembahasan terhadap permasalahan yang

diajukan dalam skripsi, sedangkan saran merupakan pemikiran sebagai

usulan terhadap simpulan yang ada.


BAB II

PENGATURAN HAK MORAL DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

ATAS KARYA LAGU

A. HAK MORAL

1. Pengertian Hak Moral

Tentang kata “moral” etimologinya sama dengan “etika”,

sekalipun bahasa asalnya berbeda, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang

menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur

tingkah lakunya.1Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan apa

yang dimaksud Hak Moral yaitu hak yang melekat secara abadi pada diri

Pencipta. Hak Moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya

dalam ciptaan dan hak pencipta untuk melarang orang lain mengubah

ciptaannya, termasuk judul ataupun anak judul ciptaan. Keduanya lazim

disebut right of paternity dan right of integrity.2

Hak Moral merupakan hak yang berkaitan dengan perlindungan

pencipta, baik secara personal maupun integritas dari penciptanya. Setiap

orang berhak untuk mendapat perlindungan moral dan materil atas hasil

ciptaannya. Maka dari itu setiap pencipta berhak dilindungi haknya secara

1
K. Bertens, Etika Edisi Revisi, (Yogyakarta: KANISIUS, 2013), h. 6.
2
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, h. 47.

19
20

moral maupun ekonomis atas karyanya berupa seni, maupun bentuk karya

lainnya.

Hak moral ini terbit bersamaan dengan hak ekonomi walau

keduanya berdiri sendiri. Namun keistimewaan hak moral adalah bahwa

hak moral tidak bisa dipisahkan dari penciptanya. Termasuk sebagai hak

pribadi pencipta untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan

untuk tetap disebut pencipta.3

Oleh karena itu, Undang-Undang memberikan hak kepada

pencipta untuk mengubah atau tidak mengubah judul ciptaannya dan

untuk memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan atas

perubahaan judul yang diusulkan orang lain. Itulah prinsip hak moral

yang dianut oleh hak cipta.4 Pada akhirnya pencipta tetap berhak untuk

melakukan sesuatu perubahan atas ciptaannya, walaupun dengan syarat

sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.

2. Perlindungan Hak Moral

Pengaturan Hak Moral dalam Undang-Undang Hak Cipta

Indonesia tidak memiliki akar keterkaitan yang jelas dengan nilai-nilai

3
Venantia Sri Hadiarianti, Memahami Hukum Atas Karya Intelektual¸ (Jakarta: Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya, 2015), h. 37.
4
H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),
(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 101.
21

budaya bangsa Indonesia. Dari segi substansi, Undang-Undang Hak Cipta

lebih merupakan adopsi konsep hukum Belanda Auteurswet 1912 dengan

karakter monopoli yang lebih menonjolkan aspek Hak Ekonomi.

Sebaliknya, norma pengaturan Hak Moral, yaitu Right of Paternity dan

Right of Integrity, tampak sangat terbatas, tidak terstruktur, dan tidak

terjabar secara sistematis.5

Konsep perlindungan Hak Moral lebih diekspresikan dalam

norma-norma yang bernuansa ofensif, yaitu dalam ketentuan mengenai

hak dan wewenang menuntut, dengan sasaran siapapun yang dengan

sengaja meniadakan nama pencipta, atau memutilasi ciptaan, mendistorsi,

atau memodifikasi, termasuk mengubah maupun isi ciptaan.

Dr. Otto Hasibuan mengemukakan bahwa hak moral adalah hak

yang melekat pada diri Pencipta yang tidak dapat dihilangkan atau

dihapus tanpa alasan apapun. Di antara para Pencipta dan ciptaannya ada

sifat yang tidak terpisahkan atau dapat dikatakan ada hubungan integral di

antara keduanya. Suatu ciptaan ada karena adanya pencipta, dan pencipta

baru disebut pencipta apabila telah menghasilkan suatu ciptaan, sehingga

keduanya tak terpisahkan.

Di Indonesia ketentuan mengenai hak moral diatur dalam

undang-Undang Hak Cipta, yaitu dalam Pasal 5 Undang-Undang Hak

Cipta yang berbunyi:


5
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, h. xix.
22

(1) Hak Moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri

pencipta untuk:

(a) Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan

namanya pada salinan sehubungan dengan

pemakaian Ciptaannya untuk umum.

(b) Menggunakan nama aslinya atau samarannya.

(c) Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan

dalam masyarakat.

(d) Mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan.

(e) Mempertahankan haknya dalam hal terjadi

distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi

ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan

kehormatan diri atau reputasinya.

(2) Hak Moral tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih

hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan

dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan setelah Pencipta

meninggal dunia.

(3) Pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak


23

pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau

penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara

tertulis.

Pelaksanaan perlindungan Hak Moral masih terabaikan,

terutama karena kemajuan media teknologi informasi dan telekomunikasi.

Dalam era digital, media pe-eksploitasi karya cipta semakin intensif,

kompleks, dan multifacet sehingga cenderung mengabaikan

penghormatan terhadap Hak Moral pencipta. Ada beberapa norma

perlindungan Hak Moral yang melindungi pencipta atas ciptaannya,

diantaranya:

a. Hak Atribusi (Attribution/Right of Paternity)

Hak Moral ini mengharuskan identitas pencipta

dilekatkan pada ciptaan, baik dengan nama diri maupun

samaran. Dalam hal-hal tertentu, dan atas dasar

pertimbangan yang rasional dari pencipta, ia dapat

meniadakan identitas dirinya dan membiarkan ciptaannya

berstatus anonim. Hal ini dapat dilakukan dalam kondisi

dan dengan alasan yang dapat diterima (reasonable in the

circumstances).

b. Hak Integritas (Right of Integrity)


24

Hak Integritas merupakan representasi paling

menonjol dari citra pribadi dan martabat pencipta. Dalam

lingkup hak ini, pencipta dapat menghentikan atau

melarang perusakan, pemotongan atau perubahan

ciptaannya bila tindakan itu dapat mengganggu

kehormatan dan reputasi pencipta.6 Melalui hak ini,

pencipta dapat mengontrol peredaran ciptaannya di

masyarakat. Pencipta hanya dapat menyetujui adaptasi

dan perubahan bila tidak mengganggu reputasinya.

c. Keterkaitan atau Asosiasi dengan Pencipta (Association)

Pada dasarnya aspek Hak Moral ini merupakan

bagian dari hak integritas pencipta. Pelanggaran terhadap

hak ini terjadi apabila tindakan yang dilakukan terhadap

ciptaan telah merugikan martabat dan mengganggu

reputasi pencipta. Bila pencipta keberatan, ia dapat

melarang atau menolak memberi izin. Hal itu sesuai

dengan prinsip bahwa pencipta dapat mengontrol

penggunaan ciptaannya.

6
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, h. 109.
25

B. HAK CIPTA

1. Pengertian Hak Cipta

Ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta salah

satunya adalah lagu atau musik. Karya lagu atau musik adalah ciptaan

utuh yang terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan

aransemen, termasuk notasinya, dalam arti bahwa lagu atau musik

tersebut merupakan unsur kesatuan karya cipta. Pencipta musik atau lagu

adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas

inspirasinya lahir suatu ciptaan musik atau lagu berdasarkan kemampuan

pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan

dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, yang dalam istilah lain

dikenal dengan composer.7

Ciptaan berupa musik atau lagu yang dibuat oleh pencipta yang

mempunyai daya imajinasi tinggi yang mengharmonisasikan antara lirik,

nada-nada dan notasi menjadi satu kesatuan, yang kemudian lagu tersebut

dinyanyikan oleh penyanyi yang dapat memberikan nuansa tertentu

kepada orang lain yang mendengar hasil karya tersebut sehingga

pendengar akan mendapakan suatu kepuasan dalam menikmati musik,

maka tidak menutup kemungkinan akan dinyanyikan kembali oleh orang

lain ataupun penyanyi lainnya. Pencipta, pemegang hak cipta atau hak

7
Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, (Jakarta: Pasca Sarjana Universitas
Indonesia, 2003), h. 55.
26

terkait dapat mempunyai peluang atas fenomena tersebut untuk

mendapatkan keuntungan komersial dengan cara memanfaatkan hak

mereka untuk dapat menarik keuntungan berupa royalti atas penggunaan

ciptaannya tersebut.

Teori hukum alam dari John Locke, menurut teori hukum alam,

bahwa pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi untuk menikmati

hasil karyanya, termasuk keuntungan yang dihasilkan oleh hasil

ciptaannya. Karena pencipta telah memperkaya masyarakat melalui

ciptaannya, pencipta memiliki hak untuk mendapatkan imbalan atau

royalti yang sepadan dengan nilai karyanya, oleh karena itu hak cipta

memberi hak milik eksklusif atau suatu karya pencipta. Hal ini

mempertahankan hukum alam individu untuk mengawasi karya-karyanya

dan mendapatkan kompensasi yang adil atas karyanya kepada

masyarakat.8

Hak Kekayaan Intelektual atau disebut HKI itu adalah suatu

ilmu yang mengedepankan dan memaksimalkan daya piker manusia

untuk menghasilkan suatu karya melalui pengorbanan-pengorbanan baik

waktu, dana, tenaga dan pikiran yang sekaligus memberikan konstribusi

kepada masyarakat umumnya. HKI juga merupakan suatu ilmu yang

tumbuh dari suatu objek tertentu, dari yang tidak berwujud (intangible)

kemudian menjadi yang berwujud (tangible). Artinya, timbulnya suatu


8
Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, h. 19.
27

ide atau gagasan manusia melalui proses yang disebut intelektual

(Creation Of The Mind), yang pada akhirnya menghasilkan suatu karya,

baik dalam bidang hak cipta, paten, merek, desain industri dan lain

sebagainya.9

Lebih jelas batasan pengertian hak cipta dalam pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Hak Cipta Indonesia. Pasal 1 Undang-Undang Hak

Cipta menentukan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif yang timbul

secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 2

menjelaskan bahwa yang dimaksud pencipta adalah seorang atau

beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sedangkan

yang dimaksud dengan ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang

ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,

kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian

yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi

pemegangnya sehingga tidak ada pihak pihak lain yang memanfaatkan

hak tersebut tanpa seizin pemegangnya. Hak ini dimiliki pencipta atau

9
Hendra Tanu Atmadja, Perlindungan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun
2002 Tentang Hak Cipta, (Jakarta: CV. Pratiwi Jaya Abadi Publishing, 2003), h. iii.
28

pemegang hak cipta yang menerima hak dari pencipta. Hak eksklusif ini

dilaksanakan tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan sebagaimana

diatur pada bagian kelima Undang-Undang Hak Cipta.10

2. Ciptaan Yang Dilindungi

Perlindungan terhadap suatu ciptaan timbul secara otomatis

sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk nyata. Pasal 40 Undang-

Undang Hak Cipta Tahun 2014 mengenai ciptaan-ciptaan yang

dilindungi. Adapun ciptaan-ciptaan yang dilindungi tersebut adalah

sebagai berikut:11

a. Dalam undang-undang ini, ciptaan yang dilindungi adalah

ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra,

yang meliputi karya:

(1) Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;

(2) Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya;

(3) Pertunjukkan seperti music, karawitan, drama, tari,

pewayangan, pantomime, dan karya siaran antara

lain untuk media radio, televisi, dan film serta karya

rekaman video;

10
Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2010), h. 5.
11
Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia Beserta Peraturan Pelaksanaannya,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992), h. 31.
29

(4) Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau music

dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara

atau bunyi;

(5) Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat,

seni patung, dan kaligrafi yang perlindungannya

diatur dalam;

(6) Seni batik (yang kontemporer), arsitektur, peta,

sinematografi, fotografi, program komputer,

terjemahan, tafsir, dan lainnya.

Terjemahan, tafsir, saduran, perfilman, rekaman, gubahan,

musik, himpunan beberapa ciptaan dan lain-lain cara

memperbanyak dalam bentuk mengubah daripada ciptaan

asli, dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak

mengurangi hak cipta atas ciptaan aslinya.

b. Dalam perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

40 ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua ciptaan

yang tidak atau belum diumumkan akan tetapi sudah

merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata yang

memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.

Itulah ciptaan-ciptaan yang dilindungi dalam

Undang-Undang Hak Cipta yang salah satunya terdapat


30

ciptaan lagu atau musik. Karya cipta lagu menjadi salah

satu ciptaan yang dilindungi karena semakin meluasnya

perkembangan dibidang musik. Di samping manfaat besar

yang diberikan kepada para pendengar setia musik,

kehadiran music khususnya lagu juga memunculkan

masalah dalam bidang Hak Cipta.

Perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan

yang immaterial merupakan hak milik. Hak milik ini

menjamin kepada pemilik untuk menikmati dengan bebas

dan boleh pula melakukan tindakan hukum dengan bebas

terhadap miliknya itu. Objek hak milik itu dapat berupa

hak cipta sebagai hak kekayaan immaterial. Terhadap hak

cipta, si pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan

untuk seluruhnya atau sebagai hak cipta itu kepada orang

lain, dengan jalan pewarisan, hibah atau wasiat atau

dengan cara lain.12

3. Pemegang Hak Cipta

Pemegang Hak Cipta pada dasarnya hanya ada dua yaitu

pencipta dan pihak lain. Apabila pencipta sebagai pemegang Hak Cipta

12
H.OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), h. 111.
31

maka tidak perlu ada proses hukum, artinya pencipta tidak diwajibkan

untuk melakukan pendaftaran ciptaan, karena dengan sendirinya terjadi

proses hukum yaitu secara otomatis pencipta itu sebagai pemegang hak

cipta. Sedangkan pihak lain yang menjadi pemegang Hak Cipta harus ada

proses hukumnya yaitu dengan cara perjanjian lisensi. Perjanjian lisensi

dimaksudkan untuk memberikan izin oleh Pemilik Lisensi kepada

Penerima Lisensi untuk memanfaatkan atau menggunakan (bukan

mengalihkan hak) suatu kekayaan intelektual yang dipunyai pemilik.

Dalam hal ini jenis lisensinya yaitu lisensi eksklusif, yang berarti sebuah

perjanjian dengan pihak lain untuk melisensikan sebagian HaKI tertentu

kepada Penerima Lisensi untuk jangka waktu yang telah ditentukan.13

Pencipta sebagai pemberi lisensi akan memberi izin memperbanyak

ciptaan kepada pihak lain sebagai penerima lisensi.14

Sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1 ayat (4) Undang-

Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 bahwa Pemegang Hak Cipta

adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak

tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih

lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Jadi, yang

dimaksud Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak

13
Tim Lindsey, d.k.k, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: Asian Law Group
Pty. Ltd & Penerbit P.T. Alumni, 2006), h. 334.
14
Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, h. 9.
32

Cipta atau orang lain yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau

orang lain yang menerima lebih lanjut dari pencipta.

Selanjutnya yang dimaksud dengan pencipta dalam hal ini,

Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 memberikan

penjelasan sebagai berikut:

Pasal 2

Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak

Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul

secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi

pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4

Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan hak eksklusif

yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

Pasal 5 Ayat (1)

Hak Moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang

melekat secara abadi pada diri pencipta.

Pasal 5 Ayat (2)

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) bahwa Hak Cipta tidak

dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak

tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan
33

ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal

dunia.

Pasal 8

Bahwa pemegang hak cipta memperoleh hak ekonomi untuk

mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.

Pasal 9 Ayat (1)

Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan

ciptaan, penggandaan ciptaan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan

pendistribusian hasil ciptaan.

Pasal 9 Ayat (3)

Setiap orang yang tanpa izin Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan

Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Pasal 17 Ayat (1)

Hak ekonomi atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pemegang Hak

Cipta selama Pencipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi dari

Pemegang Hak Cipta tersebut kepada penerima pengalihan ha katas

Ciptaan.

Pasal 17 Ayat (2)

Hak ekonomi yang dialihkan Pemegang Hak Cipta untuk seluruh atau

sebagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh Pemegang Hak

Cipta yang sama.


34

Pasal 24 Ayat (2)

Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah

diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau

dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal

dunia.

Demikian pasal-pasal yang dianggap sebagai Pencipta atau

Pemegang Hak Cipta menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28

Tahun 2014 dan posisi judul penelitian yaitu terdapat dalam Pasal 4

mengenai Hak Cipta yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi, Pasal 5

Ayat (1) mengenai apa yang dimaksud dengan hak moral, Pasal 5 Ayat

(2) mengenai hak moral tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih

hidup, tetapi dapat dilaksanakan pengalihan sesuai dengan ketentuan

peraturan yang berlaku, Pasal 8 mengenai pemegang hak cipta, Pasal 9

mengenai pemegang hak cipta memilik hak ekonomi, dan Pasal 17 Ayat

(1) mengenai hak ekonomi atas suatu ciptaan yang tetap berada di tangan

pemegang hak cipta selama pencipta itu tidak mengalihkan seluruh hak

ekonominya. Sama halnya dengan Hak Cipta jika digunakan kata

persetujuan si pencipta akan mempersulit persoalan, apabila si pencipta

tidak memberikan persetujuan. Oleh sebab itu undang-undang telah

menetapkan syarat-syarat tertentu, dan atas dasar pertimbangan Dewan

Hak Cipta Nasional.


35

4. Pendaftaran Hak Cipta

Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk

mendapatkan hak cipta. Meskipun demikian, pencipta maupun pemegang

hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat

pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di

Pengadilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan

tersebut.15

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

melindungi pencipta dan memberikan hak untuk mengalihkannya

berdasarkan perjanjian. Menurut istilah hukum bahwa pendaftaran hak

cipta menganut sistem deklaratif artinya bahwa pendaftaran bukan

menerbitkan hak tetapi pendaftaran hanya sebagai alat bukti pemegang

terhadap hak cipta, dengan pengertian lain didaftar ataupun tidak

didaftarakan mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dengan demikian,

apabila terjadi sengketa mengenai hak cipta dan ternyata pihak lain dapat

membuktikan sebaliknya, Pengadilan Negeri dapat membatalkan

pendaftarannya dan menghapuskan kekuatan hukum pendaftaran ciptaan

yang bersangkutan.

Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan,

karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan

15
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, (Bandung: P.T. ALUMNI, 2013),
h. 164.
36

menunjukkan kemampuan, kreativitas atau keahlian, sehingga ciptaan itu

dapat dilihat, dibaca atau didengar. Karena itu, banyak sekali terjadi

pelanggaran dan pembajakan karya cipta. Guna mendapatkan

perlindungan hukum dan kepastian hukum sebaiknya didaftaran hasil

karya Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sehingga negara

mempunyai data yang lengkap setiap pemohon hak cipta yang telah

mendaftarkan suatu ciptaan asli atau yang pertama kali menciptakan suatu

karya ciptaan.

Dalam hubungan kepemilikan terhadap hak cipta, hukum

bertindak dan menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati secara

eksklusif hasil karyanya itu dan jika perlu dengan bantuan negara untuk

menegakkan hukumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan

hukum adalah merupakan kepentingan pemilik hak cipta baik secara

individu maupun kelompok sebagai subjek hak. Untuk membatasi

penonjolan kepentingan individu, hukum memberikan jaminan tetap

terpeliharanya kepentingan masyarakat. Jaminan ini tercermin dalam

sistem Hak Kekayaan Intelektual yang berkembang dengan

menyeimbangkan antara dua kepentingan yaitu pemilik hak cipta dan

kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran hak cipta

dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa


37

mengenai hak cipta. Pendaftaran ini tidak mutlak diharuskan, karena

tanpa pendaftaran hak cipta dilindungi. Hanya mengenai ciptaan yang

tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu dalam

pembuktiannya.16

Dari penjelasan umum diatas dapat disimpulkan bahwa

pendaftaran bukanlah syarat untuk sahnya atau diakuinya suatu hak cipta,

melainkan hanya untuk memudahkan sutau pembuktian bila sewaktu-

waktu terjadi sengketa. Hal yang penting lainnya dari pendaftaran ini

adalah dengan pendaftaran diharapkan dapat memberikan semacam

kepastian hukum serta lebih memudahkan dalam prosedur pengalihan

haknya.

Pendaftaran dimaksudkan diselenggarakan oleh Ditjen HAKI

dibawah naungan Departemen Kehakiman dan dicantumkan dalam daftar

umum ciptaan yang dapat dilihat oleh setiap orang. Mengenai cara

pendaftaran akan diatur tersendiri dan diserahkan pengaturan selanjutnya

melaluli keputusan presiden. Permohonan pendaftaran ciptaan dapat

diajukan oleh pencipta atau pemegang hak kepada Ditjen HAKI dengan

surat rangkap dua dan ditulis dalam Bahasa Indonesia dan disertai baiaya

pendaftaran dan contoh ciptaan atau penggantinya.

16
H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), h. 90.
38

Permohonan pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri

Kehakiman melalui Direktorat Jenderal HAKI dengan surat rangkap dua.

Dalam surat permohonan itu tertera:17

a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;

b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;

c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;

d. Jenis dan judul ciptaan;

e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;

f. Uraian ciptaan rangkap tiga.

5. Jangka Waktu Hak Cipta

Jangka waktu perlindungan hukum yang diberikan terhadap

karya-karya tersebut adalah seumur hidup pencipta dan akan terus

berlangsung dalam jangka waktu 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta

meninggal dunia.18

Adapun ciptaan-ciptaan yang dilindungi dan jangka waktu

perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Cipta,

yaitu:19

17
H.OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), h. 94.
18
Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, (Bogor: GHALIA
INDONESIA, 2009), h. 13.
39

a. Hak Cipta atas ciptaan:

1) Buku, pamphlet, dan semua hasil karya tulis

lainnya;

2) Seni tari (koreografi);

3) Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis,seni

pahat dan seni patung;

4) Seni batik (yang kontemporer);

5) Ciptaan lagu atau music dengan atau tanpa teks;

dan

6) Karya arsitektur.

Perlindungan hukum atas ciptaan-ciptaan tersebut berlaku

selama penciptanya hidup dan berlangsung terus hingga 50 (lima puluh)

tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Apabila ciptaan-ciptaan

tersebut diciptakan oleh 2 orang atau lebih, maka perlindungan hukumnya

berlaku selama hidup pencipta yang terlama hidupnya dan berlangsung

terus hingga 50 tahun setelah pencipta yang terlama hidupnya meninggal

dunia, dan apabila ciptaan-ciptaan tersebut diciptakan oleh suatu badan

hukum atau suatu instansi resmi, maka perlindungan hukumnya berlaku

hingga 50 tahun dihitung sejak pertama kali ciptaan itu diumumkan.

b. Hak cipta atas ciptaan:

19
Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia Beserta Peraturan Pelaksanaannya,
h. 32.
40

1) Karya pertunjukan seperti musik, karawitan,

drama, tari, pewayangan, pantomime, dan karya

siaran antara lain untuk media radio, televise dan

film serta rekaman video;

2) Ceramah, kuliah, pidato, dan sebagainya;

3) Peta;

4) Karya sinematografi;

5) Karya rekaman suara atau bunyi;

6) Terjemahan dan tafsir.

Perlindungan hukum atas ciptaan-ciptaan tersebut berlaku

selama 50 tahun dihitung mulai sejak pertama kali ciptaan tersebut

diumumkan, baik ciptaan itu diciptakan oleh orang ataupun oleh orang-

orang maupun diciptakan oleh suatu badan hukum atau instansi resmi.

c. Hak cipta atas ciptaan;

1) Karya fotografi;

2) Program komputer atau komputer program;

3) Saduran dan penyusunan bunga rampai.

Perlindungan hukum atas ciptaan-ciptaan tersebut berlaku

selama 25 tahun dimulai sejak pertama kali ciptaan itu diumumkan, baik

ciptaan itu diciptakan oleh orang atau orang-orang ataupun oleh suatu

badan hukum atau instansi resmi.


41

Jangka waktu berlakunya hak cipta atas ciptaan yang

diumumkan bagian demi bagian, dihitung mulai tanggal pengumuman

bagian yang terakhir. Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya,

maka negara memegang hak cipta atas ciptaan itu, kecuali ada pihak lain

yang dapat membuktikan bahwa ia sebagai penciptanya.

Walaupun hak cipta itu dimiliki oleh seseorang atau suatu badan

hukum, maka hak cipta ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945

harus mempunyai fungsi sosial. Untuk itulah maka hak cipta itu

kepemilikannya harus dibatasi, artinya kepada pihak lain yang bukan

sebagai pemegang hak cipta atas ciptaan itu diperbolehkan untuk

mengumumkan, memperbanyak, mengambil, mengutip, membuat

salinanya, memotretnya dan memfotocopynya. Namun demikian hal-hal

tersebut harus memenuhi syarat seperti yang telah ditetapkan oleh

Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.


BAB III

PERLINDUNGAN HAK MORAL ATAS KARYA CIPTA LAGU PUTUSAN

NOMOR 24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA.JKT.PST jo NOMOR 121

K/Pdt.Sus/2007

A. Duduk Perkara Putusan Nomor 24/HAK

CIPTA/2007/PN/NIAGA.JKT.PST jo Nomor 121 K/Pdt.Sus/2007

1. Para Pihak

Sebagaimana diketahui, Putusan Nomor 24/HAK

CIPTA/2007/PN/NIAGA.JKT.PST jo Nomor 121 K/Pdt.Sus/2007

mengenai kasus Dodo Zakaria yang merupakan persengketaan perdata

khusus. Dodo Zakaria yang merupakan seorang musisi sekaligus pencipta

lagu beralamat di Jalan Pluto No. 4 Rt.02 / Rw.13 Pisangan, Ciputat

Tangerang, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya 1. Sidharta Pratidina,

S.H. M.H., 2. I Gusti Ayu Santi Pujiati, S.H., M.H., 3. Erry Gunari

Prakasa, S.H., 4. Irvan Sidiki, S.H. M.Hum., 5. Ricky Permana, S.H., dan

para Advokat, Pengacara dan Konsultan Hukum pada kantor

“SIDARTHA PRATIDINA & PARTNERS Law Firm”, beralamat di

Central Cikini Building, Jl. Cikini Raya No. 58 Q Jakarta Pusat 10330,

berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 1 Maret 2007, untuk

selanjutnya disebut sebagai Penggugat.

42
43

Melawan 1) Perusahaan Telekomunikasi Seluler yang

melakukan perjanjian “sub-lisensi” dengan PT Sony BMG Music

Entertainment Indonesia, yang beralamat di Wisma Mulia lantai 3, Jalan

Jend. Gatot Subroto Kav.42, Jakarta Selatan 12710 Indonesia, yang

diwakili oleh kuasa hukumnya Panji Prasetyo, S.H.LLM., M. Sadly

Hasibuan, S.H., Indra Nathan Kusnadi, S.H., dan Laila Manja, S.H.

Advokat-Advokat dari ADNAN BUYUNG NASUTION & Partners Law

Firm, yang beralamat di Menara Global Lantai 3 Jl. Jend. Gatot Subroto

Kav. 27 Jakarta 12950, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 12

April 2007. Selanjutnya Perusahaan Telekomunikasi Seluler dan para

kuasa hukumnya disebut sebagai TERGUGAT I.

2) PT. Sony BMG Music Entertainment Indonesia, perusahaan

rekaman musik yang melakukan perjanjian pertama dengan Dodo Zakaria

untuk melakukan perjanjian lisensi atas lagu “Di Dadaku Ada Kamu”,

beralamat di Jln. Johar No. 13 Menteng Jakarta 10350 Indonesia, dalam

hal ini diwakili oleh kuasanya, Hotma P.D. Sitompoel, SH., Ria Hetharia,

S.H.M.H., Sheila A. Salomo, SH., Rugun Rohana Tobing S.H., dan Sopar

A. Sitinjak, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 12 April

2007. Selanjutnya PT. Sony BMG Music Entertainment dan kuasa

hukumnya disebut sebagai TERGUGAT II.

2. Posisi Kasus
44

Gugatan ini dilatarbelakangi oleh adanya perbuatan Para

Tergugat yang melakukan pemenggalan/pemotogan atau mutilasi lagu

ciptaan Penggugat yang berjudul “Di Dadaku Ada Kamu”, untuk

kemudian diubah ke dalam bentuk format multimedia berupa Nada

Sambung Pribadi (NSP) atau Ring Back Tone (RBT) bagi pengguna

kartuHALO, simPATI, dan KartuAS. Tindakan tersebut dilakukan tanpa

sepengetahuan dan tanpa seizin dari Penggugat selaku Pencipta lagu

tersebut.

Bahwasanya Penggugat telah menandatangani suatu Perjanjian

tertulis dengan Tergugat II pada tanggal 28 Juli 2005, melalui

PERJANJIAN LISENSI HAK CIPTA SONY BMG INDONESIA-

DODO, Penggugat telah memberikan izin secara eksklusif kepada

Tergugat II untuk melakukan segala bentuk eksploitasi Hak Cipta atas

Lagu berjudul “Di Dadaku Ada Kamu”, tanpa mengabaikan Hak Moral

maupun Hak Ekonomi dari Penggugat, serta tanpa mengurangi

pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun dalam pelaksanaan perjanjian lisensi tersebut, Tergugat II telah

memberikan “sub-lisensi” kepada Tergugat I yang menyebabkan

terjadinya perubahan atas materi (komposisi) dari Lagu “Di Dadaku Ada

Kamu”. Padahal, tidak ada satupun klausul dalam Perjanjian Lisensi

tersebut yang memberikan izin kepada Tergugat II untuk memberika


45

“sub-lisensi” kepada pihak lain (termasuk Tergugat I) yang dapat

mengakibatkan perubahan terhadap materi (komposisi) dari lagu.

Maka Penggugat menegaskan bahwa Tergugat II telah

menyalahgunakan pemberian lisensi eksklusif, dengan cara memberikan

“sub-lisensi’ kepada Tergugat I untuk menggunakan penggalan lagu

tersebut sebagai Nada Sambung Pribadi (NSP) pengguna, kartuHALO,

simPATI, KartuAS. Perjanjian lisensi tersebut tidak serta merta

memberikan keleluasan kepada Para Tergugat untuk dapat mengambil

keuntungan ekonomis atas penggunaan lagu secara sewenang-wenang

dan melawan hukum.

Tergugat I dan Tergugat II sudah sepatutnya mengetahui

bahwasanya pengubahan format lagu “Di Dadaku Ada Kamu” tersebut ke

dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (format multimedia) secara

langsung akan mengubah materi (komposisi) daripada lagu yang

bersangkutan.

Berdasarkan uraian tersebut, Penggugat menegaskan bahwa Para

Tergugat telah menyebabkan perubahan terhadap keseluruhan unsur

(Rhytm, Melody, Harmony, dan Form) yang terdapat pada lagu yang

bersangkutan. Hal inilah yang tidak diinginkan dan tidak disetujui oleh

Penggugat selaku pencipta lagu, serta dipandang telah merusak nama baik

maupun reputasi Penggugat itu sendiri. Padahal lisensi atau izin yang
46

diberikan oleh Penggugat kepada Tergugat II adalah lisensi eksklusif atas

penggunaan lagu sebagai suatu karya cipta lagu yang bersifat utuh.

Tindakan pemenggalan atau pemotongan (mutilasi) atas Lagu

ciptaan Penggugat yang dilakukan Para Tergugat, telah dipublikasikan

dan ditawarkan (dipromosikan) secara komersial kepada para konsumen

dalam bentuk NSP. Bahkan Tergugat I telah menggunakan berbagai

media massa (cetak maupun elektronik) untuk melakukan publikasi dan

promosi atas produk NSP tersebut kepada pihak konsumen (masyarakat).

Tergugat I tidak pernah mencantumkan (mempublikasikan) nama

Penggugat selaku Pencipta lagu.

Hal itulah yang menyebabkan lagu ciptaan Penggugat menjadi

berkurang nilai keasliannya (originality), serta kehilangan nilai-nilai

estetika (keindahannya) sebagai suatu karya seni. Atas dasar inilah,

perlindungan hukum Hak Moral Pencipta menjadi sesuatu yang sangat

penting untuk ditegakkan oleh Majelis Hakim yang terhormat dalam

mengabulkan Gugatan ini.

Berdasarkan hal - hal di atas, adapun gugatan yang diajukan

Penggugat kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk memutuskan

perkara ini dengan amar Putusan (Dictum) sebagai berikut:

a. Mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;

b. Menyatakan bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II

(PARA TERGUGAT) telah melakukan pelanggaran atas


47

Hak Moral dari PENGGUGAT berupa tindakan

pemotongan (mutilasi) atas Lagu berjudul Di Dadaku Ada

Kamu" tersebut, serta penggunanya sebagai "Nada

Sambung Pribadi" (NSP) untuk tujuan komersial;

c. Menyatakan bahwa PERJANJIAN LISENSI HAK CIPTA

SONY BMG INDONESIA - DODO tertanggal 28 Juli

2005 tersebut adalah batal demi hukum;

d. Menyatakan bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II

(PARA TERGUGAT) harus bertanggung jawab secara

tanggung renteng atas segala bentuk kerugian yang dialami

PENGGUGAT sebagai akibat dilakukannya pelanggaran

Hak Moral tersebut;

e. Memerintahkan kepada TERGUGAT I dan TERGUGAT

II (PARA TERGUGAT) untuk menghentikan segala

bentuk penggunaan Lagu ciptaan PENGGUGAT yang

berjudul Di Dadaku Ada Kamu" tersebut sebagai "Nada

Sambung Pribadi" (NSP) untuk tujuan komersial;

f. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II (PARA

TERGUGAT) untuk membayar kerugian materil sebesar

Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta Rupiah) dan kerugian

moril/immaterial sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh

milyar Rupiah);
48

g. Meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas seluruh

perangkat elektronik milik PARA TERGUGAT, yang

meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat

lunak (software), serta termasuk ke dalam teknologi "Ring

Back Tone" (RBT) tersebut;

h. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II (PARA

TERGUGAT) untuk membayar seluruh biaya perkara ini;

i. Menyatakan Putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu,

meskipun diajukan upaya hukum Verzet, maupun Kasasi

(uitvoerbaar bij voorraad). Penggugat mohon agar perkara

ini diputus dengan seadil - adilnya berdasarkan ketentuan

hukum yang berlaku (ex aequo et bono).

j. Tergugat I telah mengajukan Eksepsi tertanggal 26

September 2006 yang pada pokoknya Tergugat I menolak

dengan tegas seluruh dalil yang diajukan oleh Penggugat

dalam gugatan a quo, kecuali yang secara tegas diakui

kebenarannya oleh Tergugat I. Adapun Eksepsi yang

diajukan Tergugat I adalah:

a. Menerima dan mengabulkan Eksepsi Kewenangan

Absolut yang diajukan oleh Tergugat I untuk

seluruhnya;
49

b. Menyatakan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat secara

absolut tidak berwenang memeriksa, mengadili dan

memutus Perkara No. 65/HC/2006/PN. JKT.PST;

c. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya

perkara yang timbul.

Tergugat II telah mengajukan Eksepsi tanggal 26

September 2006, yang pada pokoknya:

a. Bahwa Tergugat II dengan ini mengajukan Eksepsi

Kompetensi Absolut terhadap kewenangan

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo,

sebagai berikut:

b. PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN

NEGERI JAKARTA PUSAT SECARA ABSOLUT

TIDAK BERWENANG MEMERIKSA PERKARA

AQUO, MELAINKAN MENJADI

KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI.

c. Materi gugatan Penggugat mengenai Pembatalan

Perjanjian tanggal 28 Juli 2005 adalah materi

gugatan perdata yang harus diperiksa dan diputus

oleh Pengadilan Negeri.


50

d. Bahwa Tergugat II dengan tegas menolak seluruh

dalil-dalil yang di kemukakan oleh Penggugat,

kecuali yang kebenarannya secara tegas diakui oleh

Tergugat II.

e. Bahwa setelah membaca dan mencermati gugatan

Penggugat ternyata cara diajukannya gugatan aquo

adalah adanya perjanjian yang dibuat oleh Penggugat

dengan Tergugat II tanggal 28 Juli 2005, dimana

menurut Penggugat perjanjian tersebut tidak

memenuhi unsur obyektif oleh karena Penggugat

menuntut supaya perjanjian tersebut batal demi

hukum.

f. Bahwa untuk tujuan pembatalan perjanjian tersebut

maka Penggugat telah mengajukan gugatan aquo di

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat daftar No.65/Hak Cipta/PN.Niaga.Jkt.Pst

(perkara aquo) sementara sesuai dengan Undang-

Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta secara

limitatif telah ditentukan mengenai bentuk-bentuk

pelanggaran Hak Cipta yang dapat diajukan ke

Pengadilan Niaga.
51

3. Putusan Pengadilan Negeri

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa

perkara memberikan putusan sebagai berikut:

Mengadili

- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk

sebagian;

- Menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II

telah melakukan pelanggaran hak moral dari Penggugat berupa

tindakan pemotongan (mutilasi) atas lagu berjudul “Di Dadaku

Ada Kamu” tersebut sebagai “Nada Sambung Pribadi (NSP)”

untuk tujuan komersial;

- Menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II

harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas segala

bentuk kerugian yang dialami Penggugat sebagai akibat

dilakukannya pelanggaran Hak Moral tersebut;

- Memerintahkan kepada tergugat I dan tergugat

II untuk menghentikan segala bentuk penggunaan lagu Ciptaan

Penggugat yang berjudul “Di Dadaku Ada Kamu” tersebut

sebagai Nada Sambung Pribadi (NSP) untuk tujuan komersial;

- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk

membayar biaya perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp.

5.000.000,- (lima juta rupiah);


52

- Menolak gugatan Penggugat selain dan

selebihnya.

4. Putusan Mahkamah Agung

Diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung

sebagai berikut:

Mengenai keberatan dari Pemohon Kasasi III. Bahwa keberatan-

keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak

salah menerapkan hukum, khususnya penolakan terhadap tuntutan ganti

rugi oleh Penggugat. Lagipula keberatan-keberatan tersebut adalah

mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang

suatu kenyataan hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam

pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat

kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan

dalam penerapan hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbang-pertimbangan

diatas, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi III: DODO

ZAKARIA tersebut haruslah ditolak, dan terdapat cukup alasan untuk

mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: PT SONY

BMG MUSIC ENTERTAINMENT INDONESIA dan Pemohon Kasasi

II: TELEKOMUNIKASI SELULER, dan membatalkan putusan

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 24/HAK


53

CIPTA/2007/PN.NIAGA JKT.PST. tanggal 15 Agustus 2007, serta

Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar

putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Kasasi/Pemohon

Kasasi III/Penggugat berada dipihak yang kalah, maka ia dihukum untuk

membayar biaya perkara pada tingkat kasasi;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2002, serta Undang-Undang lain yang

bersangkutan;

Mengadili

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi III: DODO ZAKARIA;

- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi I: PT SONY BMG MUSIC ENTERTAINMENT

INDONESIA dan Pemohon Kasasi II: TELEKOMUNIKASI

SELULER;

- Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada

Pengadila Negeri Jakarta Pusat, tanggal 15 Agustus 2007,

Nomor: 24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA JKT.PST.


54

Mengadili Sendiri

- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;

- Menghukum Termohon

Kasasi/Penggugat/Pemohon Kasasi III untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 5.000.000,- (lima

juta rupiah).

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung pada hari Selasa tanggal 26 Februari 2008 oleh DR. HARIFIN A.

TUMPA, SH., MH., Hakim Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah

Agung sebagai Ketua Majelis, DR. SUSANTI ADI NUGROHO,

SH.M.H. dan Prof. DR. MIEKE KOMAR, SH.,MCL. Hakim-Hakim

Agung masing-masing sebagai Hakim-Hakim Anggota, dan diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum.

Dalam putusan ini pihak Penggugat yaitu Dodo Zakaria

menuntut Pasal 24 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Hak Cipta No. 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang kini telah diperbaharui menjadi

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Mengenai

Pelanggaran atas hak moral dari Penggugat ini dilakukan oleh Para

Tergugat dengan cara pemenggalan atau pemotongan (mutilasi) atas lagu

ciptaan Penggugat dilakukan oleh Para Tergugat yang telah

dipublikasikan dan ditawarkan pada media elektronik.


55

B. Perlindungan Hukum Mengenai Hak Moral Karya Cipta Lagu Ditinjau

Dari Undang-Undang Hak Cipta

Hak Cipta memberi kewenangan yang sangat luas bagi Pencipta.

Secara konseptual kedudukan Pencipta berada pada tempat yang sangat

terhormat di tengah-tengah masyarakat.1 Untuk memperoleh pengakuan atas

hak yang timbul atas ciptaanya, maka seseorang dalam hal ini pencipta harus

mendaftrakan karya ciptaannya (original) kepada Menteri Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal HaKI. Jika sudah mendapat

keputusan dalam Daftar Umum Ciptaan dan diumumkan dalam Tambahan

Berita Negara Republik Indonesia, maka sejak saat itu pencipta mempunyai hak

eksklusif dan hak-hak lainnya atas karya ciptaannya. Orang lain diwajibkan

untuk menghormatinya, sehingga tidak dapat melakukan tindakan seenaknya

terhadap karya ciptaan pencipta.

Apabila orang lain dengan sengaja bermaksud mengkomersilkan

dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan Pencipta, maka

orang tersebut melanggar hukum dan dapat dituntut secara perdata dan pidana.

Dengan maksud agar memberi efek jera bagi mereka yang melakukan

pelanggaran terhadap Undang-Undang Hak Cipta. Adapun yang harus

dilakukan oleh pencipta yaitu dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

1
Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia (Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring
Rights, dan Collecting Society), (Bandung: P.T. Alumni, 2008), h. 51.
56

Menurut Pasal 105 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta: “Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas

pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkiat tidak mengurangi Hak Pencipta

dan/atau pemilik Hak Terkiat untuk menuntut secara pidana”.

Selanjutnya Pasal 106 butir (b) dan (d) Undang-Undang Nomor 28

tahun 2014 Tentang Hak Cipta juga menjelaskan mengenai:

“Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena pelaksanaan

Hak Cipta atau Hak Terkait, Pengadilan Niaga dapat mengeluarkan penetapan

sementara untuk:

(b) menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan

sebagai alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta

atau Hak Terkait tersebut;

(d) menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang

lebih besar”.

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang Hak Cipta harus dianggap

sebagai lex specialis, karena secara khusus mengatur hak cipta. Namun dalam

penggunaan karya cipta lagu perlindungan hukum mengenai hak moral karya

cipta lagu dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 hanya

memfokuskan perhatian terhadap Undang-Undang Hak Cipta, tanpa menyentuh

substansi ketentuan pidana dalam KUHPidana. Sanksi pidana yang dijatuhkan

baik oleh KUHPidana maupun Undang-Undang Hak Cipta, diancam secara


57

alternatif, jumlah pidana dan dendanya jauh lebih tinggi Undang-Undang Hak

Cipta dibandingkan dengan denda yang dijatuhkan dalam KUHPidana.

Berdasarkan Pasal 99 Ayat (3) butir (a) dan (b) Undang-Undang

Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, bahwa untuk mengajukan ganti rugi yang

berbunyi:

“Selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pencipta,

Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak Terkait dapat memohon putusan

provisi atau putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk:

(a) meminta penyitaan Ciptaan yang dilakukan Pengumuman

atau Penggandaan, dan/atau alat Penggandaan yang

digunakan untuk menghasilkan Ciptaan hasil pelanggaran

Hak Cipta dan produk Hak Terkait; dan/atau

(b) menghentikan kegiatan Pengumuman, Pendistribusian,

Komunikasi, dan/atau Penggandaan Ciptaan yang

merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta dan Produk Hak

Terkait.”

Dalam hal ini negara berkewajiban mengusut setiap tindakan

pelanggatan hak cipta yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kerugian yang

ditimbulkan oleh tindakan pelanggaran hak cipta, yang tentu aja diderita oleh

pemilik atau pemegang hak cipta atau hak terkait. Selain itu, negara harus

melindungi kepentingan pemilik hak, agar haknya jangan sampai dilanggar oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.


58

Sedangkan ketentuan pidana yang terdapat pada Pasal 112 Undang

Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menjelaskan:

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk

Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2

(dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah)”.

Berdasarkan kasus Dodo Zakaria vs Telekomunikasi Seluler dan

PT. Sony BMG Music Entertainment Indonesia dengan nomor putusan

24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA.JKT.PST jo No. 121 K/Pdt.Sus/2007 terjadi

pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta yaitu pelanggaran terhadap hak moral

pencipta yaitu Dodo Zakaria, dimana terjadi pemenggalan atau pemotongan

(mutilasi) lagu karya pencipta yang dilakukan oleh para tergugat.

Menurut Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Tentang Hak Cipta yang

berbunyi:

“Pengalihan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak

mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap orang

yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pencipta yang

melanggar hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)”.

Namun dalam hal ini, Mahkamah Agung Menolak Permohonan

Kasasi yang dilakukan Termohon terhadap pelanggaran Hak Moral yang

dilakukan Para Pemohon, dengan alasan bahwa antara Termohon dan Pemohon
59

telah terjadinya hubungan hukum berupa perjanjian lisensi, dimana Termohon

telah memberikan hak eksklusifnya kepada Pemohon. Dalam perjanjian

tersebut bahwa Pemohon akan memiliki hak secara eksklusif tanpa batas untuk

melakukan segala bentuk eksploitasi Hak Cipta terhadap lagu yang berjudul

“Di Dadaku Ada Kamu”, tanpa mengabaikan Hak Moral maupun Hak Ekonomi

dari Penggugat, dan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Perlindungan Hukum dalam Pasal 98 ayat (1) di atas sudah jelas

yang dimana dalam Perkara Perdata Khusus antara pihak PT Sony BMG Music

Entertainment yang pertama melakukan perjanjian dengan Dodo Zakaria sudah

mengemukakan isi perjanjian lisensi mengenai pemberian hak secara eksklusif

tanpa batas, namun Penggugat yaitu Dodo Zakaria mau untuk menandatangani

isi dari perjanjian itu, maka secara langsung Penggugat menyetujui semua isi

perjanjian lisensi termasuk melakukan bentuk eksploitasi Hak Cipta atas lagu

“Di Dadaku Ada Kamu”.

Hal lain yang menjadi masalah dalam kasus ini yaitu, dalam

pelaksanaan perjanjian lisensi antara Dodo Zakaria dengan PT Sony BMG

Music Entertainment, Tergugat II yaitu PT Sony BMG telah memberikan “sub-

lisensi” kepada Tergugat I yaitu Telekomunikasi Seluler tanpa sepengetahuan

Penggugat, yang menyebabkan terjadinya perubahan atas materi (komposisi)

lagu, tidak ada satupun klausul dalam perjanjian yang memberikan izin kepada

Tergugat II untuk memberikan “sub-lisensi” kepada pihak lain yang dapat


60

mengakibatkan perubahan terhadap materi (komposisi) dari lagu. Berdasarkan

hal tersebut, Penggugat menegaskan bahwa Tergugat II telah menyalahgunakan

pemberian lisensi eksklusif dari Penggugat dengan cara memberikan “sub-

lisensi” kepada Tergugat I untuk menggunakan penggalan lagu “Di Dadaku

Ada Kamu”.

Adapun putusan yang dijatuhkan Mahkamah Agung terhadap

Termohon Kasasi III yaitu membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar

Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). Hal ini dikarenakan Termohon Kasasi III

berada dipihak yang kalah, maka Termohon III dihukum untuk membayar biaya

perkara pada semua tingkat peradilan.

Keberadaan hak cipta dalam bidang musik atau lagu dimulai sejak

ciptaan musik atau lagu terwujud dalam bentuk yang nyata. Hak moral pencipta

adalah hak yang dapat mengklaim dirinya sebagai pencipta musik atau lagu

yang diciptakannya, dan menuntut agar namanya diletakkan pada karya

ciptaannya.

Dapat dilihat disini, bahwa pentingnya perlindungan terhadap hak

atas ciptaan ini dipandang sebagai hal yang harus dianggap serius. Karena

banyaknya kasus pelanggaran hak cipta, terutama hak cipta atas karya lagu dan

kendala-kendalan yang dihadapi pencipta dalam hal perlindungan hak moral

yang dapat berakibat pada dirugikannya pencipta lagu berkaitan dengan hak

moral dan hak ekonomi, serta hak terkait lainnya.


61

Akar permasalahan dari banyaknya pelanggran hak cipta ini selain

kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penghargaan terhadap

hak cipta, juga karena belum adanya ketentuan peraturan perundang-undangan

yang mengatur dan melindungi hak-hak pencipta secara komprehensif.

Sehingga, banyak celah yang digunakan para pelanggar hak cipta untuk

melakukan pelanggaran hak cipta.

Peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2014 memang belum mengatur secara tegas mengenai perlindungan

hak moral atas karya cipta lagu. Hal ini dapat dijadikan alasan oleh beberapa

pihak untuk menghindari kewajibannya untuk mematuhi hak moral yang

seharusnya diterima pencipta. Bahkan di sisi lain, dapat terjadi tumpang tindih

antara pihak yang melakukan pelanggaran dengan pihak yang merasa dilanggar

hak moralnya.

Hal ini jelas justru menimbulkan persoalan lain, selain pelanggaran

hak moral pencipta juga akan berakibat pada pelanggaran hak ekonomi

pencipta. Untuk itu, pemerintah harus melakukan pembenahan secara serius

terhadap penegakan dan perlindungan hukum atas setiap ciptaan yang

diciptakan oleh pencipta-pencipta Indonesia, khususnya dalam bidang lagu dan

musik.
BAB IV
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN
No. 121 K/Pdt.Sus/2007

A. Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yuridis merupakan hal yang pertama dan utama

dengan berpatokan kepada undang-undang yang berlaku. Hakim sebagai

penegak undang-undang harus memahami undang-undang dengan mencari

undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi.1 Pasal-

pasal dari perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar tuntutan

penggugat untuk mengabulkan atau tidak mengabulkan suatu tuntutan yang

diajukan oleh penggugat. Karena pada pertimbangan yuridis, tujuan

hukumnya dititikberatkan pada segi kepastian hukumnya.

Majelis Hakim Mahkamah Agung dengan memperhatikan pasal-

pasal dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang telah diubah

menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dalam Pasal 2 yang

menyatakan bahwa “…. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta

atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa

1
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif), (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011), h. 126.

62
63

mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

….”, Pasal 72 ayat (6), Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 55, Pasal 56 ayat (1),

Pasal 58, Pasal 24 ayat (2). Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada tanggal 26

Februari 2008.

Pertimbangan yuridis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

mengenai kasus Dodo Zakaria sama halnya dengan pertimbangan yuridis

Mahkamah Agung yaitu berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Cipta No.

19 Tahun 2002 dalam Pasal 24 ayat (2) yaitu: “…Suatu ciptaan tidak boleh

diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali

dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal

Pencipta telah meninggal dunia…”, Pasal 60 ayat (1) jo Pasal 55, Pasal 55

ayat (1), Pasal 58, Pasal 24 ayat (1), Pasal 72 ayat (6), yang telah diubah

menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2014, hanya pada Pengadilan Niaga

ditambah dengan berdasarkan HIR.

B. Pertimbangan Filosofis

Pertimbangan filosofis juga merupakan pertimbangan yang

berladasakan undang-undang yang berlaku, namun pertimbangan filosofis

juga berintikan pada kebenaran dan keadilan.2 Oleh karena itu hakim dituntut

2
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif), h. 126.
64

untuk berperilaku adil, jujur, bijaksana, bertanggung jawab, dan bersikap

professional. Hakim yang berperilaku adil, berarti menempatkan sesuatu pada

tempatnya dan memberikan hak kepada orang yang berhak, dengan

didasarkan pada prinsip bahwa setiap orang setara kedudukannya di hadapan

hukum.3

Keadilan berarti memberikan perlakuan dan kesempatan yang sama

kepada semua orang, dan Hakim dituntut untuk menegakkan hukum dan

keadilan.

Pertimbangan filosofis hakim dalam memutus perkara No.

121K/Pdt.Sus/2007 yaitu dengan memperhatikan Pasal-Pasal dari Undang-

Undang No. 4 tahun 2004, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985, sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2002 telah diubah menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun

2014 dan Undang-Undang lain yang bersangkutan.

Karena pertimbangan filosofis merupakan aspek yang berdasarkan

pada kebenaran dan keadilan, maka hakim dengan pertimbangannya

menegakkan keadilan dan kebenaran dengan berpegang teguh pada hukum,

undang-undang, dan nilai-nilai keadilan. Keadilan procedural yang merupakan

keadilan yang mengacu pada bunyi undang-undang, apabila bunyi undang-

undang terwujud maka akan tercapailah keadilan.

3
Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, (Jakarta: Kencana, 2015), h.
155.
65

Konsep keadilan menurut Bung Hatta dalam buku Anwar Abbas

yaitu adil maksudnya supaya tiap-tiap orang dalam masyarakat diperlakukan

secara sama oleh negara dalam segala rupa dan bebas dari tindakan

kezaliman.4

Jadi konsep keadilan dalam pertimbangan filosofis yang dimaksud

adalah negara tidak boleh membeda-bedakan antara orang satu dengan orang

lainnya, negara juga harus memperlakukan secara sama, baik dalam bidang

ekonomi, distribusi, dan konsumsi.

Sebagai orang yang beragama kita seharusnya bisa menjadikan

keadilan itu sebagai budaya dan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari,

karena apabila kita mengakui bahwa Tuhan Maha Adil, maka kita juga harus

melaksanakan keadilan dalam bermasyarakat.

Keadilan bisa ditegakkan dengan diperlukan syarat, berupa

kedamaian. Kedamaian akan tercapai apabila dalam masyarakat antara

manusia dengan manusia, bangsa dengan bangsa rukun. Maka dengan

sendirinya akan terjadi kedamaian, dengan kedamaian maka akan tercapai

pula keadilan. Keadilan tidak bisa ditegakkan apabila masih terdapat praktik-

praktik penjajahan dan eksploitasi hal-hal yang membuat akan terjadi

pelanggaran hak-hak orang lain.

4
Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 173-174.
66

Menurut Achmad Ali, ada 2 (dua) teori penemuan hukum yang

dapat dialkukan oleh hakim dalam praktik peradilan, yaitu melalui metode

interpretasi atau penafsiran dan yang kedua yaitu melalui metode konstruksi.5

1) Metode Interpretasi Hukum merupakan salah satu metode

penemuan hukum yang memberikan penjelasan gambalang

tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup kaidah dalam

undang-undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum

tertentu.

2) Metode Konstruksi Hukum, adalah penemuan hukum yang

akan digunakan oleh hakim pada saat hakim itu dihadapkan pada

situasi adanya kekosongan hukum (recht vacuum) atau

kekosongan undang-undang (wet vacuum), karena pada prinsipnya

hakim tidak boleh menolak perkara untuk diselesaikan dengan

dalih hukumnya tidak ada atau belum mengaturnya (asas isu curia

novit).

Dalam perkara ini, hakim memutus perkara dengan dasar

Interpretasi Hukum, karena ketentuan perundang-undangannya sudah ada

yaitu Undang-Undang Hak Cipta, hakim secara langsung dapat menetapkan

putusan pada kasus Dodo Zakaria ini. Tujuan dari interpretasi hukum ini

5
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif), H. 59.
67

adalah untuk merealisasikan fungsi agar hukum positif itu berlaku dan

diterapkan dengan adil.

Metode penemuan hukum melalui interpretasi hukum dalam

putusan ini masuk kedalam kategori Interpretasi Gramatikal yang berarti

menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah hukum tata

bahasa. Metode interpretasi gramatikal merupakan cara dan upaya yang tepat

dalam memahami teks aturan perundang-undangan.

C. Pertimbangan Sosiologis

Pertimbangan sosiologis yaitu berdasarkan pada pertimbangan tata

nilai budaya yang hidup di masyarakat. Aspek filosofis dan sosiologi,

penerapannya sangat memerlukan pengalaman dan pengetahuan yang luas

serta kebijaksanaan yang mampu mengikuti nilai-nilai dalam masyarakat yang

terabaikan.6

Hukum yang baik merupakan hukum yang sesuai dengan hukum

yang hidup di masyarakat, dan merupakan nilai-nilai yang lahir dan berlaku di

dalam masyarakat itu sendiri. Pertimbangan sosiologis lebih menitikbertakan

pada segi kemanfaatan, yaitu kemanfaatan yang akan diberikan kepada

masyarakat.

Dalam kasus dengan Nomor putusan No. 121 K/Pdt.Sus/2007

terdapat pertimbangan sosiologis secara umum. Pertimbangan sosiologis ini


6
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif), h. 126.
68

lebih menekankan pada tujuan dan kegunaan dari hukum itu sendiri, yaitu

untuk mengabdi kepada masyarakat karena pada akhirnya hukum itu ada

untuk masyarakat.

Salah satu hal yang diperkarakan dalam putusan No. 121

K/Pdt.Sus/2007 adalah mengenai perjanjian yang dilakukan Dodo Zakaria

dengan Telekomunikasi Seluler dan PT. Sony BMG Entertainment, dimana

dalam perjanjian itu Dodo Zakaria telah memberikan hak eksklusifnya kepada

Tergugat III, yang berarti Tergugat III memiliki hak secara eksklusif terhadap

lagu karya cipta Dodo Zakaria untuk digunakan tanpa batas.

Apabila Hakim Mahkamah Agung tidak memutus seperti dalam

putusannya itu, di masyarakat akan berbahaya untuk kekuatan sebuah

perjanjian. Karena perjanjian merupakan hal yang penting untuk suatu

kesepakatan. Apabila perjanjian itu dilanggar maka akan merugikan salah satu

pihak, dan masyarakat akan beranggapan bahwa putusan yang ditetapkan oleh

hakim itu tidak sesuai dan tidak dapat diterima oleh masyarakat.

Pada intinya perjanjian itu merupakan lex specialis derogate legi

generali dari Undang-Undang yang berlaku, dan dapat merugikan salah satu

pihak apabila pihak tersebut menyetujui begitu saja isi dari perjanjian.

Tujuan majelis hakim memutus pekara adalah untuk keadilan dan

kepastian hukum dan keadilan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan

masyarakat dan mengenai Hak Cipta khususnya Hak Moral.


69

Oleh karena putusan Hakim Mahkamah Agung mengenai kasus

Dodo Zakaria yang sudah sesuai dengan Undang-Undang, maka masyarakat

pun akan percaya pada putusan hakim khususnya pada tingkat peradilan, dan

masyarakat akan beranggapan bahwa hakim dalam memutus perkara

mengenai kasus pelanggaran hak moral sudah mempertimbangkan mengenai

aspek sosiologisnya.

D. Analisis Penulis

Dalam perkara putusan No. 121 K/Pdt.Sus/2007, dapat dijelaskan

tentang perlindungan hak moral seperti yang tertera dalam kasasi Pemohon I

dan Pemohon II, Pemohon I dan Pemohon II dalam memori kasasinya

tertanggal 24 Agustus 2007 telah mengajukan keberatan-keberatan terhadap

putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang

diantaranya yaitu bahwa Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat salah

dalam menerapkan hukum pembuktian tentang adanya perubahan (komposisi)

lagu karya cipta. Sehubungan dengan gugatan Termohon Kasasi yang

dipermasalahkan bahwa adanya hak moral yang dilanggar, Pemohon Kasasi I

dan Pemohon Kasasi II keberatan atas putusan yang dijatuhkan Pengadilan

Niaga karena untuk membuktikan adanya pelanggaran Hak Moral Pencipta,

maka Termohon Kasasi harus membuktikan bahwa Pemenggalan atau

pemotongan (mutilasi) lagu tersebut telah terbukti menurunkan apresiasi dan


70

reputasi dari Pencipta, dan bila tidak ada tentunya tidak dapat dikatakan

adanya pelanggaran hak moral.

Setelah mengikuti duduk perkara dan pertimbangan hakim, ada

beberapa hal yang menjadi perhatian penulis untuk dianalisis, berikut

pemaparan hasil pandangan penulis terhadap kasus tersebut.

Pertama, dalam putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat hakim memutuskan dengan mengabulkan gugatan Pengugat

mengenai pelanggaran hak moral yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II

kepada Penggugat, dengan menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II

harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas segala bentuk kerugian

yang dialami Penggugat sebagai akibat dilakukannya pelanggaran Hak Moral.

Hakim menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II terbukti telah

melakukan pelanggaran Hak Moral berupa tindakan pemotongan (mutilasi

lagu) yang berjudul “Di Dadaku Ada Kamu” untuk tujuan komersial. Untuk

itu Hakim Pengadilan Niaga memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk

menghentikan segala bentuk penggunaan lagu Ciptaan Penggugat, dan

menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Kedua, pada putusan Mahkamah Agung Majelis Hakim malah

berbanding terbalik dengan putusan Pengadilan Niaga. Hakim Mahkamah

Agung menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi III, dan

membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 24/HAK


71

CIPTA/2007/PN. NIAGA JKT/PST dalam putusan tersebut hakim

mengabulkan gugatan Penggugat/Pemohon Kasasi III mengenai pelanggaran

Hak Moral, adapun alasan Hakim Mahkamah Agung membatalkan putusan

Pengadilan Niaga adalah karena Pengadilan Niaga telah salah dalam

menerapkan hukum yang dijatuhkannya pada putusan Dodo Zakaria. Serta

menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi

sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). Hal ini juga menunjukkan bahwa

Termohon Kasasi/Pemohon Kasasi III/Penggugat berada di pihak yang kalah

dalam tingkat kasasi.

Ketiga, dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta jelas diatur mengenai pengalihan Hak Cipta kepada pihak lain tidak

mengurangi Pencipta untuk menggugat setiap orang yang apabila dengan

sengaja dan tanpa persetujuan Pencipta melanggar Hak Moral Pencipta.

Meskipun memang tidak secara jelas mengenai perlindungan Hak Moral atas

karya cipta lagu, tetapi itu juga sama halnya dengan perlindungan terhadap

hak moral yang diberikan kepada Pencipta karya lagu ataupun musik.

Maka dapat penulis simpulkan bahwasanya dari pemaparan di atas

penulis setuju dengan putusan Mahkamah Agung No. 121 K/Pdt.Sus/2007

tentang kasus pelanggaran Hak Moral dimana hakim memutuskan perkara ini

dengan memperhatikan pasal-pasal dari segi Hukum yang berlaku yaitu

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun


72

2002 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014,

serta Undang-Undang lainnya yang bersangkutan, yang dimana pada kasus ini

memenangkan Pemohon Kasasi I yaitu PT. SONY BMG MUSIC

ENTERTAINMENT INDONESIA, dan Telekomunikasi Seluler selaku

Pemohon Kasasi II. Karena Pihak Dodo Zakaria selaku Pemohon Kasasi III

sebenarnya sudah melakukan perjanjian, yang berarti dalam perjanjian itu

pihak Dodo setuju dengan apa yang diperjanjikan termasuk pemotongan

(mutilasi) lagu untuk dijadikan Nada Sambung Pribadi (NSP) atau Ring Back

Tone (RBT), karena perjanjian merupakan lex specialis derogate legi generali,

yang berarti bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.

Hal lainnya adalah bahwa Pihak Dodo Zakaria dalam gugatannya

tidak memberi kejelasan siapakah pihak yang telah melanggar Hak Moralnya

selaku pencipta dalam karya lagu ciptaannya yang berjudul “Di Dadaku Ada

Kamu” yang digunakan sebagai Nada Sambung Pribadi (NSP) atau Ring Back

Tone (RBT), apakah Pemohon Kasasi I atau Pemohon Kasasi II. Oleh karena

putusan Mahkamah Agung sudah tepat dan bijaksana, dan sudah sesuai

dengan pertimbangan-pertimbangan hakim, baik pertimbangan yuridis,

pertimbangan filosofis, maupun pertimbangan sosiologis.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya terkait dengan

perlindungan pelanggaran hak moral atas karya cipta lagu, khususnya dalam

kasus antara Dodo Zakaria vs Telekomunikasi Seluler dan PT. SONY BMG

Music Entertainment Indonesia dengan putusan No. 121 K/Pdt.Sus/2007,

penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perlindungan Hak Moral Atas Karya Cipta Lagu dalam Putusan No.

24/HAK CIPTA/2007/PN.NIAGA.JKT.PST jo No. 121 K/Pdt.Sus/2007

sudah diterapkan oleh hakim dalam sengketa kasus pelanggaran hak

moral antara Dodo Zakaria dengan PT. Telekomunikasi Seluler dan PT.

SONY BMG Music Entertainment Indonesia telah memenuhi prinsip

keadilan. Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi, Majelis Hakim

Mahkamah Agung telah merujuk pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang telah

diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Perlindungan

Hak Moral merupakan salah satu perlindungan hukum hak cipta di

Indonesia yang telah dilindungi. Akan tetapi, di dalam Undang-Undang

tersebut memang belum mengatur secara tegas mengenai perlindungan

hak moral atas karya cipta lagu, dan dalam penegakannya perlindungan

73
74

hukum hak moral pencipta ini belum secara maksimal dilaksanakan.

Dapat disimpulkan bahwa perlindungan hak moral terhadap karya cipta

lagu ataupun musik masih sangat rendah. Karena pelanggaran terhadap

hak moral juga akan menimbulkan persoalan lain, yang juga akan

berakibat pada pelanggaran hak ekonomi pencipta.

2. Bahwa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara

yaitu pertimbangan yuridis, pertimbangan filosofis dan pertimbangan

sosiologis. Dalam putusan No. 121 K/Pdt.Sus/2007 Majelis Hakim

Mahkamah Agung telah memberikan putusan dengan berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan yang ada. Pertimbangan yuridis,

pertimbangan filosofis dan pertimbangan sosiologis merupakan

pertimbangan undang-undang, yang dalam memutus perkara hakim

berlandaskan ketiga pertimbangan tersebut. Namun juga dilandaskan

dengan pertimbangan hakim yang harus berasaskan keadilan dan

kebenaran. Sehingga hakim Mahkamah Agung dalam perkara antara

Dodo Zakaria melawan PT. Telekomunikasi Seluler dan PT. Sony BMG

MUSIC memutus perkara tersebut dengan mempertimbangkan undang-

undang yang berlaku serta dengan pertimbangan keadilan dan kebenaran.

Sehingga akan tercipta suatu putusan yang adil dan bijaksana, baik untuk

Para Pemohon maupun Termohon.


75

B. Saran

1. Pemerintah dan para pembentuk hukum (legislatif) seharusnya

melakukan pembenahan secara serius terhadap penegakan dan

perlindungan hukum atas suatu karya cipta lagu yang diciptakan oleh

pencipta dan musisi Indonesia, khususnya dalam bidang musik. Dan

harus lebih responsif mengakomodasi aspirasi masyarakat yang

mengandungrasa keadilan dengan menyempurnakan peraturan

perundang-undangan yang ada, khususnya mengenai Hak Moral dalam

Hak Cipta dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

2. Hakim dalam memutus suatu perkara hendaknya berpedoman pada

peraturan perundang-undangan yang ada dan fakta-fakta hukum di

persidangan.

3. Kepada para akademis sekaligus pembaca agar dapat memberi

penghargaan yang layak dan wajar atas Hak Moral Atas Karya Cipta

Lagu. Sikap menghargai dan melindungi hak orang lain merupakan hal

yang patut dilakukan. Disisi lain sikap menghargai dan melindungi hak

orang lain dapat menghindari resiko adanya tuntutan-tuntutan hukum

yang dapat dilakukan oleh pemilik Hak Moral sekaligus Hak Cipta.

Upaya perlindungan hukum tehadap hak moral juga harus sejalan

dengan pemberian sanksi yang tegas dan tepat kepada para pelanggar.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bertens, K. Etika Edisi Revisi, Yogyakarta: KANISIUS, 2003.

Abbas, Anwar. Bung Hatta dan Ekonomi Islam, Jakarta: Kompas, 2010.

Harjowidigdo, Rooseno. Mengenal Hak Cipta Indonesia Berserta Peraturan


Pelaksanaannya, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992.

Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesia (Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu,
Neighbouring Rights, dan Collecting Society), Bandung: P.T Alumni, 2008.

Isnaini, Yusran, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, Bogor: GHALIA
INDONESIA, 2009.

J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya,


2000.

Lindsey, Tim d.k.k. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: Asian
Law Group Pty. Ltd & Penerbit P.T Alumni, 2006.

Mahmud, Peter Marzuki. Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Jakarta: Kencana, 2005.

Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005.

Mappiasse, Syarif. Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Jakarta: Kencana,


2015.

OK, H. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property


Rights), Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum,
Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2012.

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif),
Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia


Press, 2008.

76
77

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Soelistyo, Henry. Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003.

Supramono, Gatot. Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2010.

Sutiyoso, Bambang. Metode Penemuan Hukum (Upaya Mewujudkan Hukum Yang


Pasti dan Berkeadilan), Yogyakarta: UII Press, 2012.

Sri, Venantia Hadiarianti. Memahami Hukum Atas Karya Intelektual, Jakarta:


Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2015.

Syarifuddin. Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, Bandung: P.T Alumni,
2013.

Tanu, Hendra Atmadja. Hak Cipta Musik atau Lagu, Jakarta: Universitas Indonesia
Fakultas Hukum Pasca Sarjana, 2003.

Tanu, Hendra Atmadja. Perlindungan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang No.


19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Jakarta: CV. Pratiwi Jaya Abadi
Publishing, 2003.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika,


2009.
78

Peraturan-Peraturan

Undang-Undang Nomor19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Putusan

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 24/HAK

CIPTA/2007/PN.NIAGA.JKT.PST

Putusan Mahkamah Agung Nomor 121 K/Pdt.Sus/2007

Anda mungkin juga menyukai