Anda di halaman 1dari 75

i

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL DEBITUR


MEMINJAMKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA KEPADA PIHAK
KETIGA
( Studi Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN Kis. )

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagai persyaratan

Untuk mencapai derajat S-1 pada

Program Studi Ilmu Hukum

Oleh :

DENNY IMADUDDIN AKBAR


D1A017074

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2021
ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL DEBITUR


MEMINJAMKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA KEPADA PIHAK
KETIGA
( Studi Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN Kis. )

Oleh:

DENNY IMADUDDIN AKBAR

D1A017074

Menyetujui,

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

H. Zaenal Arifin Dilaga, SH., M.Hum. Hasan Asy’ari, SH., MH.


NIP. 19610712 198903 1 002 NIP. 19780424 200501 1 001
iii

Halaman Pengesahan Dewan Penguji dan Ketua Bagian

SKRIPSI INI TELAH DI SEMINARKAN DAN DIUJI PADA

TANGGAL:________________________________

Oleh :

DEWAN PENGUJI

Ketua,

H. Zaenal Arifin Dilaga, SH., M.Hum. (__________________)


NIP. 19610712 198903 1 002

Anggota I,

Hasan Asy’ari, SH., MH. (__________________)


NIP. 19810326 200812 1 001

Anggota II,

Sahruddin, SH., MH. (__________________)


NIP. 19631231 199203 2 016

Mengetahui,

Fakultas Hukum Universitas Mataram

Ketua Bagian Hukum Perdata

Arief Rahman, SH., M.Hum.


NIP. 19610816 198803 1 004
iv

Halaman Pengesahan Dekan

SKRIPSI INI TELAH DITERIMA DAN DISAHKAN

OLEH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

PADA TANGGAL : ____________________________________

Dekan,

Dr. H. Hirsanuddin, SH., M,Hum


NIP. 19621231 198803 1 011
v

PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Denny Imaduddin Akbar

Nim : D1A017075

Judul Skripsi : ” PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM


HAL DEBITUR MEMINJAMKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA
KEPADA PIHAK KETIGA ( Studi Putusan Nomor
05/Pdt.G/2013/PN Kis. ) “

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan


hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri, baik untuk
naskah laporan maupun kegiatan penelitian yang tercantum sebagai bagian dari
skripsi ini. Jika terdapat karya orang lain, saya akan mencantumkan sumber yang
jelas.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila


dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunaan sebagaimana


mestinya.

Mataram, 25 Desember 2021


Yang membuat pernyataan

Denny Imaduddin Akbar


D1A017074
vi

KATA PENGANTAR

Asalamualaikum, Wr, Wb.

Dengan segara puji dan syukur penyusun tunjukan atas kehadirat allah

SWT, karena berkat rahmat, nikmat, dan karunianya serta limpahan kesehatan

yang diberikan kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

penuh perjuangan, ikhtiar, dan pengorbanan, yang berjudul : “PERLINDUNGAN

HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL DEBITUR MEMINJAMKAN

OBJEK JAMINAN FIDUSIA KEPADA PIHAK KETIGA ( Studi Putusan

Nomor 05/Pdt.G/2013/PN Kis. )”. Ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun dengan maksud memenuhi sebagaian persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram.

Penyusun menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

karena bantuan, dukungan, bimbingan, dan arahan dari semua pihak. Untuk tidak

lupa penyusun ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak Dr. Hirsanuddin, SH., M.Hum., selaku dekat Fakultas Hukum

Universitas Mataram beserta wakil dekan dan seluruh jajarannya.

2. Bapak Arief Rahman, SH., M.Hum., selaku kepala bagian Hukum Perdata.

3. Bapak H. Zaenal Arifin Dilaga, SH., M.Hum., sebagai dosen pembimbing

pertama yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan yang

bermanfaat dengan penuh kesabaran sehingga penyusun dapat

menyelesaikan skripsi ini.


vii

4. Bapak Hasan Asy’ari, SH., MH., sebagai dosen pembimbing kedua yang

telah mengarahkan bimbingan serta memberikan saran dan petunjuk yang

sangat bermanfaat bagi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Sahruddin, SH., MH., selaku dosen penguji yang telah

membimbing penyusunan selama belajar di Fakultas Hukum Universitas

Mataram.

6. Seluruh staff di bagian akademik dan bagian administrasi Fakultas Hukum

Universitas Mataram yang selalu membantu dan memberikan informasi

kepada penyusun selama proses perkuliahan ini.

7. Kedua orang tua tercinta yaitu Jauhar Arifin, dan Yuni Sutraningsih yang

menjadi alasan penyusun mengapa hingga hari ini terus berjuang, yang

tetap memberikan semangat, motivasi tiada henti dan mendukung setiap

proses yang penyusun lewati.

8. Selurus keluarga besar penyusun yang tidak biasa penyusun sebutkan

namanya satu persatu.

9. Teman tercinta penyusun yaitu Yahdi Putra Aditya S,T., yang telah

menghibur, memberikan semangat, teman bertukar ilmu dan menemani

penyusun saat penyusun marasa jenuh selama penyusunan skripsi ini.

10. Sahabat tercinta penyusun yaitu Dinul Apriliano Akbar, Detto Kharisma

Rovvano, Dimas Aditya Prasetya, Dika Davanda Dirganta, dan Enoliska

Walini yang telah menghibur, memberikan semangat, dan menemani

penyusun saat penyusun marasa jenuh selama penyusunan skripsi ini.


viii

11. Temen-teman dalam grup UKF GIBAH 2017 yaitu Akbar, Detto, Dimas,

Deva, Tiffani, Devi, Epin, Cindy, Budi, Buyu, Hamdani, bunga, Devi

Indah, dan nawa yang telah memberikan semangat, informasi, dan

bertukar pikiran selama penyusunan skripsi ini.

12. Semua pihak yang turut membantu sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Sebagai manusia biasa penyusun memiliki kekurangan yang melekat pada

diri pribadi penyusun dalam proses belajar memahami dalam penulisan skripsi ini,

sehingga kritik serta saran dan pemikiran sangat dinantikan dalam rangka

peningkatkan penyusunan skripsi ini. Dengan demikian, penyusun akan menerima

dengan senang hati dan tangan terbuka serta dengan lapang dada.

Akhirnya sekian ucapan terima kasih dari penyusun, semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu khususnya pengetahuan tentang Ilmu

Hukum bagi penyusun mengenai Hukum Keperdataan serta bermanfaat bagi

kalangan atau siapa saja yang membaca skripsi ini.

Mataram, 2021

DENNY IMADUDDIN AKBAR


ix

RINGKASAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL DEBITUR
MEMINJAMKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA KEPADA PIHAK
KETIGA
( Studi Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN Kis. )
Oleh : Denny Imaduddin Akbar
Pembimbing I : H. Zaenal Arifin Dilaga, SH., M.Hum.
Pembimbing II : Hasan Asy’ari, SH., MH.
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi sejak diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dalam implementasinya
masih terdapat pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak
debitur (pemberi fidusia) dan menimbulkan akibat hukum yang dimana debitur
menyewakan objek jaminan fidusia kepada pihak ke tiga tanpa persetujuan pihak
kreditur. Permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini ialah pertama,
bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal debitur meminjamkan
objek jaminan fidusia kepada pihak ketiga tanpa persetujuan pihak kreditur.
Kedua, bagaimana pertanggung jawaban debitur dalam hal meminjamkan objek
jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur. Ketiga, bagaimana pertimbangan
hakim dalam Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN Kis.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan
pendekatan konseptual, pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang.
Sumber hukum yang digunakan adalah research document yaitu sumber hukum
yang didapat dari literatur-literatur peraturan perundang-undangan, atau refrensi
dalam bentuk buku-buku yang berkenaan dengan judul yang ingin diteliti.
Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu suatu cara
menganalisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam kasus Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 05/Pdt.G/2013/PN. Kis dilihat dari segi perlindungan hukum
preventif, maka pada perjanjian antara debitor dengan kreditor tersebut
dicantumkan klausul yang menyatakan bahwa debitor tidak diperbolehkan untuk
menyewakan objek jaminan tanpa sepengetahuan ataupun tanpa seizin pihak
kreditor. Sedangkan perlindungan hukum represif yang didapat oleh kreditor
adalah untuk mengajukan gugatan terhadap debitor. Gugatan tersebut diajukan ke
Pengadilan Negeri domisili debitor dimana selanjutnya kreditor dapat pula
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Dalam hal ini putusan hakim berkuatan tetap dan dapat
dieksekusi sehingga bersifat memaksa dan para pihak harus melaksanakannya.
tanggung jawab debitur yang mengalihkan objek jaminan fidusia yaitu ganti rugi
berupa pemulihan seperti keadaan semula, ganti kerugian ini dikarenakan debitur
telah melakukan perbuatan melawan hukum, tanggung jawab secara pidana
debitur dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sesuai dengan pasal 36
x

Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pertimbangan


hakim dalam penelitian ini didasarkan bahwa perbuatan debitur yang mengalihkan
objek jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur telah memenuhi unsur-unsur
perbuatan melawan hukum, yakni perbuatan tersebut telah melanggar ketentuan
pasal 23 UUJF, menimbulkan kerugian bagi kreditur, perbuatan itu dilakukan
dengan kesalahan yaitu mengalihkan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan
kreditur
xi

ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL DEBITUR
MEMINJAMKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA KEPADA PIHAK
KETIGA
( Studi Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN Kis. )
Jaminan fidusia merupakan salah satu jaminan kebendaan yang dikenal dalam
hukum positif. Dalam perjanjian jaminan fidusia benda yang dijadikan objek
jaminan fidusia adalah tetap dalam penguasaan debitur dan tidak dikuasai oleh
kreditur, jadi dalam hal ini adalah penyerahan kepemilikan benda tanpa
menyerahkan fisik bendanya. Debitur harus mempunyai itikad baik untuk
memelihara benda jaminan dengan sebaik-baiknya. Dalam pasal 23 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia debitur dilarang
mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang
menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali
dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditur. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui legalitas pengalihan objek jaminan fidusia jika tidak ada
persetujuan kreditur, tanggung jawab debitur yang mengalihkan objek jaminan
fidusia dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara pengalihan objek
jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur.

Kata Kunci : Jaminan, Fidusia, Objek.

ABSTRACT
xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI DAN

KETUA BAGIAN ......................................................................................... iii


HALAMAN PENGESAHAN DEKAN ......................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN ....................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
RINGKASAN ................................................................................................. ix
ABSTRAK...................................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................. xii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 5
D. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 6
E. Orisinalitas Penelitian ........................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9


A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum .................................... 9
1. Istilah Perlindungan Hukum ........................................................... 9
2. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum ............................................. 10
B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia ............................................ 13
1. Pengertian Jaminan Fidusia ............................................................ 13
2. Unsur-Unsur Jaminan Fidusia ......................................................... 14
3. Subyek dan Objek Jaminan Fidusia ................................................ 15
4. Eksekusi Jaminan Fidusia ............................................................... 17

BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 20


A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 20
B. Metode Pendekatan .............................................................................. 20
C. Sumber dan Jenis Bahan Hukum .......................................................... 22
D. Teknik/Cara Memperoleh Bahan Hukum.............................................. 23
E. Analisis Bahan Hukum ......................................................................... 23
xiii

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 24


A. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Hal Debitur
Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak ketiga ......... 24
1. Tindakan Perlawanan Yang Dapat Ditempuh Kreditur Apabila Debitur
Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Tanpa Persetujuan Pihak
Kreditur .......................................................................................... 24
2. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Hal Debitur Meminjamkan
Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ketiga .................................. 27
B. Tanggung Jawab Debitur Terhadap Peminjaman Objek Jaminan Fidusia
Kepada Pihak Ketiga Tanpa Persetujuan Pihak Kreditur ....................... 31
C. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN.Kis .... 42

BAB KE 5 PENUTUP .................................................................................... 58


A. Kesimpulan .......................................................................................... 58
B. Saran .................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 61


1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan peran lembaga

keuangan dalam aktivitas bisnis dan perdagangan secara simultan telah

memicu lahirnya lembagalembaga keuangan non-bank yang memberikan

fasilitas (jasa) pembiayaan bagi masyarakat melalui sistem pembayaran

angsuran (kredit). Dengan adanya pembiayaan konsumen (consumer

finance) ini masyarakat tidak perlu menyediakan dana yang terlalu besar

untuk mewujudkan keinginannya dalam membeli barang-barang yang

dibutuhkan, cukup dengan menyediakan 10% sampai 20% saja dari harga

barang sebagai down payment (DP) maka masyarakat sudah bisa

membawa pulang barang-barang yang diinginkannya. 1 Berdasarkan

Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan disebutkan

bahwa lembaga pembiayaan konsumen adalah kegiatan yang dilakukan

dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang

(konsumtif) yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau

mencicil. 2

Dalam prakteknya, hal ini membutuhkan fasilitas kredit yang tidak

sedikit dengan mengingat bahwa terkadang barang yang diperlukan

bukanlah barang dengan harga yang rendah. Kegiatan ini mendorong

lembaga pembiayaan untuk mensyaratkan adanya jaminan demi keamanan

1
D.Y Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen,
Mandar Maju, Bandung, 2015, hlm.6.
2
Ibid, hlm. 10
2

modal dan kepastian hukum lembaga tersebut. Istilah jaminan berasal dari

kata “jamin” yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan

sebagai tanggungan atas segala perikatan dari seseorang sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 1131 KUHPerdata maupun tanggungan atas

perikatan tertentu dari seorang.

Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat

dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. 3 Jaminan itu

sendiri digunakan dan berfungsi sebagai sarana perlindungan untuk

memberikan kepastian kepada pihak kreditur apabila pihak debitur tidak

dapat memenuhi atau lalai dalam kewajibannya. Jaminan terdiri dari

jaminan utama, jaminan pokok, dan jaminan tambahan.

Jaminan utama berupa kepercayaan terhadap konsumen (debitur)

bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar angsurannya sampai

selesai. Jaminan pokok secara fidusia berupa barang yang dibiayai oleh

perusahaan pembiayaan konsumen di mana semua dokumen kepemilikan

barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan konsumen (fiduciary transfer

of ownership) sampai angsuran terakhir dilunasi. Jaminan tambahan

berupa pengakuan utang (promisary notes) dari konsumen. 4

Lembaga jaminan fidusia sebagai suatu perjanjian accessoir dari

perjanjian utang piutang (perjanjian kredit) merupakan perkembangan dari

lembaga jaminan gadai. Perbedaan prinsipil antara lembaga jaminan gadai

3
H Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Cetakan ke-2, Bandung: PT Alumni, 2006,
hal. 31.
4
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Cetakan ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal.
97.
3

dengan lembaga jaminan fidusia terletak pada aspek penguasaan atas objek

jaminannya.

Fidusia sebagai lembaga jaminan sebenarnya bukanlah hal yang

baru, tapi sudah lama digunakan dalam dunia usaha, Sri Soedewi

Masjchun Sofwan mengemukakan jika ditelusuri sejarah, sebenarnya

lembaga jaminan fidusia dengan berbagai variasinya telah dipraktikan juga

di beberapa negara maju lainnya selain Belanda. 5 Lembaga jaminan

fidusia sebenarnya sudah ada dan ditemukan sejak zaman Romawi. Di

mana pada masa itu dikenal dengan istilah Fidusia Cum Creditore, di

mana barang-barang debitur diserahkan miliknya kepada kreditur, tetapi

dimaksudkan hanya sebagai jaminan.

Pada awalnya, ketentuan hukum tentang lembaga jaminan fidusia

di Indonesia hanya mendasarkan pada jurisprudensi saja. Namun

mengingat lembaga jaminan fidusia semakin banyak digunakan dalam

kegiatan kredit masyarakat, pemerintah akhirnya membuat regulasi dalam

bentuk undang-undang untuk memberikan kepastian hukum dan

perlindungan hukum baik bagi pihak kreditur maupun pihak debitur .Pada

tahun 1999 lahir Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia yang selanjutnya disebut UUJF , dalam Pasal 1 angka 2 disebutkan

bahwa :

“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik


yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak
bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

5
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 13.
4

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada


dalam penguasaan Debitur, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya”

Ketentuan pasal tersebut memberikan gambaran bahwa jaminan fidusia

meliputi benda bergerak, benda yang tidak dibebani hak tanggungan, dan

benda berwujud.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia, dalam implementasinya masih terdapat

pelanggaran-pelanggaran hukum baik yang dilakukan oleh pihak kreditur

(penerima fidusia) maupun oleh pihak debitur (pemberi fidusia). Salah

satu pelanggaran yang sering dilakukan oleh debitur adalah pengalihan

objek jaminan fidusia kepada pihak ke tiga tanpa pemberitahuan kepada

kreditur sehingga menyulitkan kreditur untuk melakukan eksekusi jaminan

fidusia pada saat debitur mengalami kredit macet.

Tindakan ini biasanya dilakukan oleh debitur yang telah

mendapatkan pembiayaan dari perusahaan finance untuk pembelian benda

bergerak, di mana hutangnya belum lunas tapi kendaraannya telah

dialihkan kepada pihak ke tiga. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut

di atas maka penelitian ini menarik untuk dibahas dengan judul penelitian

“Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Hal Debitur

Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ke Tiga (Studi

Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN. Kis.)”.


5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Hal Debitur

Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ke Tiga ?

2. Bagaimana Tanggung Jawab Pihak Debitur Terhadap Peminjaman

Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ketiga Tanpa Persetujuan Pihak

Kreditur ?

3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara Putusan

Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 05/PDT.G/2013/PN. Kis ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari permasalahan yang diajukan, maka penelitian ini mempunya

beberapa tujuan dan manfaat, yaitu :

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi kreditur dalam

hal debitur menyewakan objek jaminan fidusia kepada pihak ke

tiga.

b. Untuk Mengetahui Bentuk Tanggung Jawab Pihak Debitur

Terhadap Peralihan Objek Fidusia Tanpa Persetujuan Pihak

Kreditur.

c. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus perkara

Putusan Pengadilan Nemeri Kisaran Nomor 05/PDT.G/2013/PN. Kis.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis
6

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi bagi

akademisi dan untuk pengembangan wawasan dan kajian tentang

akibat dari pengalihan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan

kreditur untuk dapat menjadi bahan perbandingan bagi kajian

lanjutan.

b. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang

akademis terutama dapat dijadikan materi buku ajar Hukum

Perjanjian.

c. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi seluruh masyarakat

dan para pihak yang akan melaksanakan perjanjian kredit dengan

pemberian jaminan secara fidusia dan diharapkan penelitian ini

dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

penyelesaian suatu perkara pengalihan objek jaminan fidusia.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mencegah agar pembahasan tidak terlalu luas dan agar

penelitian ini tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta lebih

terarahnya didalam melakukan penelitian ini diperlukan pembatasan dalam

ruang lingkup pembahasan penelitian. Adapun ruang lingkupnya menitik

beratkan pada bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Hal

Debitur Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ke Tiga

(Studi Putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN. Kis.).


7

E. Orisinalitas Penelitian

Penulis menuliskan beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan

judul dan tema skripsi penulis guna menjadi perbandingan dalam

orisinalitas penelitian, antara lain :

1. Khairunnisa, Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, tahun 2019

dengan judul skripsi “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Hal

Debitur Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ke Tiga

(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1271 K/PDT/2016)”.

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti bagaimana

perlindungan bagi kreditur dalam hal debitur mengalihkan obyek

jaminan fidusia kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditur.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada studi

kasusnya dimana penelitian ini menggunakan studi kasus putusan

Nomor 05/Pdt.G/2013/PN. Kis.

2. Dian Stevany Tongli, mahasiswa Universitas Sumatera Utara, tahun

2017 dengan judul tesis “anggung Jawab Debitur Terhadap Pengalihan

Objek Jaminan Fidusia Tanpa Persetujuan Kreditur (studi putusan

Nomor 05/Pdt.G/2013/PN. Kis.)”. Persamaan pada penelitan ini adalah

sama-sama menggunakan studi studi putusan Nomor

05/Pdt.G/2013/PN. Kis.. Perbedaan penelitian ini yaitu, penelitian ini

meneliti perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal debitur

meminjamkan obyek jaminan fidusia kepada pihak ketiga sedangkan


8

tesis tersebut meneliti tanggung jawab debitur yang mengalihkan

obyek jaminan fidusia.

3. Dani, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palembang, tahun 2016

dengan judul skripsi “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Apabila

Akta Jaminan Fidusia Tidak Didaftarkan Oleh Notaris”. Persamaan

penelitian ini sama-sama meneliti perlindungan hukum bagi kreditur.

Perbedaan penelitian ini yaitu, penelitian tersebut meneliti

perlindungan hukum kreditur apabila akta jaminannya tidak

didaftarkan oleh notaris, sedangkan penelitian ini meneliti

perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal debitur meminjamkan

obyek jaminan fidusia kepada pihak ketiga.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum

1. Istilah Perlindungan Hukum

Istilah perlindungan hukum dalam bahasa inggris dikenal

dengan legal protection, sedangkan dalam bahasa belanda dikenal

dengan Rechts bescherming. Secara etimologi perlindungan hukum

terdiri dari dua suku kata yakni Perlindungan dan hukum. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia perlindungan diartikan (1) tempat

berlindung, (2) hal (perbuatan dan sebagainya), (3) proses, cara,

perbuatan melindungi. 6 Hukum adalah Hukum berfungsi sebagai

pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia

terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Artinya

perlindungan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan

dengan cara-cara tertentu menurut hukum atau peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Istilah perlindungan hukum disebut dengan rechtsbescherming

(Belanda) atau dalam bahasa inggrisnya disebut legal protection.

Harjono mencoba memberikan pengertian perlindungan hukum

sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau

perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada

perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu dengan

6
Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan, diakses
pada tanggal 9 Oktober 2021
10

menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut dalam sebuah

hak hukum. 7 Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari

perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja.

Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya

hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai

subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta

lingkungannya.

2. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum

Menurut Muchsin, perlindungan hukum adalah suatu hal yang

melindungi subyek-subyek hukum melalui undang-undang yang

berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perlindungan Hukum Preventif, merupakan suatu perlindungan

yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dengan tujuan untuk mencegah suatu

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan

dalam melakukan suatu kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif, merupakan suatu perlindungan

hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan jika

7
Harjono, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 357.
11

hal tersebut sudah terjadi adanya sengketa atau telah dilakukan

suatu pelanggaran. 8

Perlindungan hukum bertujuan untuk mencari keadilan.

Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil

dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa

keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan hukum positif

untuk menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan realita di

masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan

damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtidee)

di dalam negara hukum (Rechtsstaat), dan bukan negara kekuasaan

(Machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan

manusia, penegakkan hukum harus memperhatikan 4 unsur, yaitu:

a. Kepastian Hukum (Rechtssicherkeit)

b. Kemanfaatan Hukum (Zeweckmassigkeit)

c. Keadilan Hukum (Gerechtigkeit)

d. Jaminan Hukum (Doelmatigkeit)9

Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur

pemikiran yang tepat dengan alat bukti dan barang bukti untuk

merealisasikan keadilan hukum, serta isi hukum harus ditentukan oleh

keyakinan etnis, adil tidaknya suatu perkara. Persoalan hukum menjadi

nyata jika para perangkat hukum melaksanakan dengan baik serta

8
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta, 2003, Hal, 20.
9
Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Hlm. 43.
12

memenuhi dan menepati aturan yang telah dibakukan sehingga tidak

terjadi penyelewengan aturan dan hukum yang telah dilakukan secara

sistematis, artinya menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi

terwujudnya kepastian hukum dan keadilan hukum.10

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia.

Dan agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan

secara profesional. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung aman,

damai dan tertib. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan

melalui penegakkan hukum. Penegakkan hukum menghendaki

kepastian hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan

yustisiable terhadap suatu tindakan kesewenang-wenangan.

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan

adanya kepastian hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai.

Masyarakat mengharapkan manfaat dari penegakkan hukum.

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan

dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan

logis. Jelas dalam arti tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir)

dan logis dalam arti ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain

sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik

norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk

kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.

10
Ibid, Hlm. 44.
13

B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia

1. Pengertian Jaminan Fidusia

Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiducie,

sedangkan dalam bahasa inggris disebut fiduciary transfer of

ownership, yang artinya kepercayaan. Di dalam berbagai literatur,

fidusia lazim disebut dengan istilah eigendom overdract (FEO), yaitu

penyerahan hak milik bedasarkan atas kepercayaan. Di dalam Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia kita jumpai pengertian fidusia: 11

“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda

atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda

yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap

dalam penguasaan pemilik benda itu.”

Di samping istilah fidusia, dikenal juga istilah jaminan fidusia.

Istilah jaminan fidusia ini terdapat dalam Pasal 1 angka (2) UUJF: 12

“Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak


baik yang berwujud maupunyang tidak berwujud dan benda
tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima
fidusia terhadap kreditor lainnya”.

11
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2004, Hal. 55.
12
Indonesia, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Pasal 1
Angka (2).
14

2. Unsur-Unsur Jaminan Fidusia

Unsur-Unsur Jaminan Fidusia adalah:13

1) Adanya hak jaminan

2) Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun

yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khusunya bangunan

yang tidak dibebani hak tanggungan. Ini berkaitan dengan

pembebanan jaminan rumah susun.

3) Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan

pemberi fidusia.

4) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur

Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan

kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.

Kekuasan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan dari suatu

benda secara ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi

fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak yang

dijaminkannya itu, akan tetapipemberi fidusia tersebut tidak dapat

mengalihkan maupun mengagunkan benda bergerakyang dijaminkan

itu kepada pihak lain sebelum kewajibannya terhadap kreditur

penerima fidusia terpenuhi. Benda jaminan masih dapat dipergunakan

oleh pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian pemberi fidusia

13
Salim HS, Ibid., hal. 57
15

bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima fidusia

bertindak sebagai pemilik yuridis. 14

Dari perumusan Pasal 1 angka 1 Undang-undang jaminan

fidusia, dapat diketahui unsur-unsur fidusia sebagai berikut :15

1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda;

2. Dilakukan atas dasar kepercayaan;

3. Kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Dari perumusan Pasal 1 angka 2 Undang-undang jaminan

fidusia, dapat diketahui unsur-unsur jaminan fidusia sebagai berikut :16

1. Sebagai lembaga hak jaminan kebendaan dan hak yang

diutamakan;

2. Kebendaan bergerak sebagai obyeknya;

3. Kebendaan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak

dibebani dengan Hak Tanggungan juga menjadi obyek

jaminan fidusia;

4. Dimaksudkan untuk pelunasan suatu utang tertentu;

5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima

Fidusia terhadap kreditor-kreditor lainnya.

3. Subyek dan Obyek Dalam Jaminan Fidusia

Subyek dalam jaminan fidusia adalah pemberi fidusia yang

dalam hal ini sebagai debitur dalam perjanjian kredit, dan penerima

fidusia yang dalam hal ini sebagai kreditur dalam perjanjian kredit.

14
Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, cetakan ke-VII, 1985, hlm. 27.
15
Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2013, hlm. 283-284.
16
Ibid, hlm. 285.
16

Sedangkan yang menjadi obyek fidusia, kalau pada waktu lampau

yurisprudensi berkali-kali disebutkan, bahwa yang menjadi obyek

jaminan fidusia adalah benda bergerak saja, maka sekarang obyek

fidusia meliputi benda bergerak dan benda tetap tertentu, yang tidak

bisa dijaminkan melalui lembaga hak tanggungan atau hipotik, tetapi

kesemuanya dengan syarat, bahwa benda itu dapat dimiliki dan

dialihkan. 17

Pasal 1 angka 4 Undang-undang Jaminan Fidusia menyatakan

bahwa benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan,

baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar

maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak

yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.

Dari perumusan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang

jaminan fidusia tersebut, maka dapat diperinci obyek jaminan fidusia

itu meliputi :18

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara


hukum;
2. Dapat atas benda berwujud;
3. Dapat atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;
4. Dapat atas benda yang terdaftar;
5. Dapat atas benda yang tidak terdaftar;
6. Benda bergerak;
7. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan
Hak Tanggungan;
8. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan
hipotik.

17
Satrio, J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti, 2002, hlm. 179.
18
Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm 286-287.
17

4. Eksekusi Jaminan Fidusia

Salah satu ciri dari jaminan hutang kebendaaan yang baik

adalah manakala jaminan tersebut dapat dieksekusi secara cepat

dengan proses yang sederhana, efisien dan mengandung kepastian

hukum. Tentu saja fidusia sebagai salah satu jenis jaminan hutang juga

harus memiliki unsure-unsur cepat, murah, dan pasti tersebut. Karena

selama ini tidak ada kejelasan mengenai bagaimana caranya

mengeksekusi fidusia.19

Eksekusi ini dapat pula diartikan “menjalankan putusan”

pengadilan yang melaksanakan secara paksa putusan pengadilan

dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah tidak mau

menjalankannya secara sukarela. Eksekusi dapat dilakukan apabila

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.20

Apabila debitur cidera janji, maka penerima fidusia berhak

untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan atas kekuasaannya

sendiri. Ini merupakan salah satu ciri jaminan kebendaan, yaitu adanya

kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya.

Pengamanan terhadap objek jaminan fidusia dapat

dilaksanakan dengan persyaratan yang diatur oleh Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang

Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia pada Pasal 6, yaitu:

19
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 149-150.
20
Munir Fuady, Op., Cit., hlm. 57.
18

1. Ada permintaan dari pemohon,

2. Meliliki akta jaminan fidusia,

3. Jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia,

4. Memiliki sertifikat jaminan fidusia, dan

5. Jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.

Pasal 29 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia menyatakan bahwa apabila debitur atau pemberi

fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek

jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan title

eksekutorial oleh penerima fidusia.

Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Eksekusi

Jaminan Fidusia, pasal 1 ayat 12 menjelaskan bahwa pengamanan

eksekusi adalah tindakan kepolisian dalam rangka memberi

pengamanan dan perlindungan terhadap pelaksana eksekusi, pemohon

eksekusi, termohon eksekusi (tereksekusi) pada saat eksekusi

dilaksanakan.

Dalam Undang-undang Jaminan Fidusia diatur secara khusus

tentang eksekusi jaminan fidusia yaitu melakukan parate eksekusi.

Parate eksekusi adalah melakukan sendiri eksekusi tanpa bantuan atau

campur tangan pengadilan. Parate eksekusi dalam hukum jaminan

semula hanya diberikan kepada kreditur penerima hipotik dan kepada

penerima gadai.
19

Dalam berbagai hukum jaminan terdapat beberapa macam

parate eksekusi diantaranya parate eksekusi penerima hipotek pertama,

parate eksekusi penerima hak tanggungan pertama, parate eksekusi

penerima gadai, parate eksekusi penerima fidusia dan parate eksekusi

panitia urusan piutang negara untuk bank pemerintah.


20

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini, diperlukan

pedoman dalam mempelajari, menganalisis, serta memahami permasalahan

guna memperoleh gambaran secara nyata tentang hal yang diperlukan guna

menemukan jawaban atas permasalahan yang diangkat. Berkaitan dengan hal

tersebut maka perlu dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan

metode sebagai berikut :

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan

hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma, yakni menggunakan

berbagai data seperti peraturan perundang-undangan,keputusan

pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.

B. Metode Pendekatan

Metode penelitian merupakan suatu sarana pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta seni. Metode pendekatan dalam penelitian

ini menggunakan 2 (dua) macam metode pendekatan. Antara lain :

1. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu


21

hukum yang sedang ditangani. 21 Pendekatan perundang-undangan

dalam penelitian hukum normative memiliki kegunaan baik secara

praktis maupun akademis.

2. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus

terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan

yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa

kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang

menjadi kajian pokok didalam pendekatan kasus adalah rasio

decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk

sampai kepada suatu putusan.22

3. Pendekatan Konseptual

yaitu suatu pendekatan yang mengkaji pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam Ilmu Hukum, dengan

mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin di dalam ilmu

hukum23, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan

pengertian-pengertian hukum,konsep-konsep hukum dan asas-asas

hukum yang relevean dengan isu yang dihadapi.

21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-11, Kencana, Jakarta, 2011,
hlm. 35.
22
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. ke 9, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm. 165
23
Ibid, hlm. 166
22

C. Sumber dan Jenis Bahan Hukum

1. Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, penulis memperoleh bahan hukum yang

bersumber dari data kepustakaan (reseach document) yaitu data yang

diperoleh dari berbagai literatur peraturan perundangundangan dan

berbagai referensi-referensi lain yang ada kaitannya dengan masalah

yang diteliti.

2. Jenis Bahan Hukum

Adapun jenis bahan hukum dalam penelitian ini yaitu bahan hukum

yang sudah diolah yang meliputi, buku-buku dan hasil penelitian

(laporan penelitian), antara lain:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat

mengikat, yang terdiri dari :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945;
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia;
b. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur,

buku-buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan

dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang

dibahas.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan


23

hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum dan ensiklopedi.

D. Teknik/Cara Memperoleh Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum normatif, bahan hukum dihimpun dengan

menggunakan teknik studi dokumen yaitu dengan mengadakan penelaahan

kepustakaan, menelusuri, membaca, mempelajari serta mengkaji berbagai

literatur berupa peraturan perundang-undangan, bukubuku, dan pendapat

pakar hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

E. Analisis Bahan Hukum

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah

dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif,

yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan

peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum

relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan

yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah

dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari

permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini

adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam

bentuk pernyataan dan tulisan. 24

24
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
Bahan Ajar , Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, hlm.54.
24

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Hal Debitur

meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ketiga Tanpa

Persetujuan Pihak Kreditur

1. Tindakan Perlawanan Yang Dapat Ditempun Kreditur Apabila

Debitur Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Tanpa

Sepengetahuan Kreditur

Dalam suatu perjanjian dengan bentuk apapun yang dibuat oleh

para pihak, mengikat diri para pihak untuk melakukan suatu prestasi

yang telah diperjanjikan. Akan tetapi secara praktek tidak menutup

kemungkinan dapat tidak terpenuhinya suatu prestasi yang telah

diperjanjikan atau disebut dengan wanprestasi.

Prestasi atau sesuatu yang dipenuhi menurut Pasal 1234

KUHPerdata merupakan memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan

tidak berbuat sesuatu. Ada saatnya prestasi tidak dilakukan

sebagaimana mestinya, ini dikarenakan dua hal :

1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun

karena kelalaian, disebut dengan wanprestasi.

2. Karena adanya suatu keadaan yang memaksa, yaitu diluar dari

kehendak debitur disebut dengan Overmatcht.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa

debitur dan kreditur dalam perjanjian fidusia berkewajiban untuk


25

memenuhi prestasi. Dengan didaftarkannya Perjanjian Jaminan

Fidusia, maka perlindungan hukum bagi para pihak yang diatur di

dalam UUJF dapat dilaksanakan.

Secara dalil yang benar yang tidak dapat dibantahkan atau disebut

dengan argumentum a contrario bahwa tidak terlaksananya suatu yang

diperjanjikan oleh debitur atau kreditur disebut dengan wanprestasi

dengan segala akibatnya dan kesalahannya. Kesalahan itu dapat

berupa, sengaja, lalai, atau alpa dengan melakukan sesuatu yang telah

dilarang. Hal ini mengakibatkan adanya salah satu pihak mengalami

kerugian dan dapat menuntut pelaksanaan dari prestasi atau

konsekuensi lain yang telah diatur dalam perjanjian atau peraturan-

peraturan terkait.

Apabila debitur telah melakukan wanprestasi maka akan

menimbulkan akibat hukum bagi para pihak dalam perjanjian tersebut.

Seorang kreditur dapat melakukan somasi teguran keras secara tertulis

kepada debitur untuk melakukan prestasinya dengan mencantumkan

denda atau melakukan penuntutan berdasarkan ketentuan Pasal 1267

KUHPerdata.

Menurut Pasal 1267 KUHPerdata tersebut, wanprestasi

mengakibatkan kreditor dapat menuntut berupa:

1. Pemenuhan prestasi

2. Pemutusan prestasi

3. Ganti rugi
26

4. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi

5. Pemutusan perjanjian disertai ganti rugi

Wanprestasi atau perbuatan melawan hukum merupakan kelalaian

atau kealpaan terhadap apa yang ialah dijanjikan atau melakukan

sesuatu yang telah dilarang untuk dilakukan, maka untuk hal ini ada

sanksi atau hukuman yang akan diberikan kepada debitur akibat yang

ditimbulkan bagi debitur yang ada tiga macam yaitu:

1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditor atau dengan

kata lain debitor harus membayar ganti rugi

2. Pembatalan perjanjian atau yang dinamakan juga

pemecahan perjanjian (broken promise)

3. Membayar biaya perkara, jika sampai diperkarakan di

depan hukum.

Dalam perjanjian jaminan fidusia perbuatan wanprestasi atau

perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur yaitu meminjamkan

atau mengalihkan objek jaminan fidusia kepada pihak ketiga tanpa

memberitahukan atau persetujuan tertulis dari kreditur. Hal ini tentu

akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur dikarenakan debitur

melakukan suatu yang tidak boleh dilakukan dalam pasal 23 ayat (2)

bahwa pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau

menyewakan, kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan

fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan

persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia.


27

Apabila debitur meminjamkan objek jaminan fidusia yang tidak

merupakan benda persediaan kepada pihak ketiga tanpa adanya

persetujuan dari kreditur, Perlawanan yang dapat dilakukan oleh

kreditur kepada pihak debitur yang menyewakan objek jaminan fidusia

kepada pihak ke tiga sebagai akbiat dari perbuatan wanprestasi dalam

perdata yang diatur dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan

Pemberian Jaminan Secara Kepercayaan (fidusia) dimana debitur akan

dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Undang-

Undang Jaminan Fidusia.

Dalam Undang-Undang ini dijelaskan bahwa pemberi fidusia yang

mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi

objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)

yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima

fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lambat 2 (dua) tahun

dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

2. Perlingdungan Hukum Bagi Kreditur dalam hal Debitur

Meminjamkan Objek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ketiga

Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan

perlindungan hukum kepada masyarakat yang mengalami kerugian.

Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan

menurut hukum yang berlaku. Tujuan pokok hukum sebagai

perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan

masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.


28

Perlindungan hukum adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek

hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif

maupun represif, serta dalam bentuk yang tertulis maupun tidak

tertulis.

Dengan kata lain, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai

suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu ketenteraman bagi segala

kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat sehingga tercipta

keselarasan dan keseimbangan hidup masyarakat. Salah satu wujud

dari pemberian kepastian hukum hak-hak kreditur adalah dengan

mengadakan lembaga pendaftaran jaminan fidusia dan tujuan

pendaftaran itu tidak lain adalah menjamin kepentingan dari pihak

yang menerima fidusia. 25

Perlindungan hukum bagi pihak kreditur dalam perjanjian kredit

dengan jaminan fidusia sangat diperlukan, mengingat benda yang

menjadi objek jaminan fidusia berada pada pihak debitur.

Sehingga apabila debitur melakukan wanprestasi terhadap

perjanjian kredit dengan jaminan fidusia, kepentingan kreditur dapat

terjamin dengan adanya perlindungan hukum tersebut. Selain

perlindungan hukum diatas ,perlindungan hukum terhadap kreditur ini

juga diatur secara umum, yaitu: diatur dalam KUH Perdata Pasal 1131

dan 1132 dan Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia. Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan segala kebendaan,

25
J. Satrio, Op.,Cit, hlm 143
29

baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal diatas

dapat diartikan, sejak seseorang mengikatkan diri pada suatu perjanjian

maka sejak itu semua harta kekayaan baik yang sudah ada maupun

yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala

perikatannya.

Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan “kebendaan tersebut

menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan

kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut

keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing,

kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah

didahulukan.” Pasal ini menjelaskan bahwa harta kekayaan debitur

menjadi jaminan bagi para krediturnya. Hasil penjualan dibagi menurut

imbangan masing-masing kecuali ada hak untuk didahulukan. Undang-

undang No. 42 Tahun 1999 dalam hal ini menjelaskan perlindungan

hukum bagi para pihak yang berkepentingan dalam perjanjian kredit

dengan jaminan fidusia.

Dengan kata lain Undang-undang yang secara khusus mengatur

tentang jaminan fidusia, Pasal 11, 14, dan 15 Undang-undang Nomor

42 Tahun 1999 yang pada intinya menyebutkan bahwa benda yang

dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan kemudian dibuat

sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan irah-irah “DEMI

KEADILAN DAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, sehingga


30

sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama

dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap.26 Kreditur mempunyai hak untuk melaksanakan title eksekutorial

sebagaimana tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia, apabila

debitur wanprestasi.

Kreditur juga mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi

objek jaminan fidusia melalui pelelangan umum serta pelunasan

piutang dari hasil penjualan atau penjualan dibawah tangan yang

dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara kreditur dan

debitur. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 ini juga mengatur

mengenai ketentuan pidana bagi pemberi fidusia atau debitur yang

mengalihkan, mengendalikan, atau menyewakan benda yang menjadi

objek jaminan fidusia yang dilakukan tanpa persetjuan tertulis terlebih

dahulu dari penerima fidusia atau kreditur. Maka dapat dipidana

dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak

Rp.50.000.000,00.

Namun hal ini perlu dipastikan kembali apakah dalam perjanjian

terdapat klausul yang mengatakan bahwa debitur diperbolehkan untuk

meminjamkan objek jaminan fidusia kepada pihak lain. Jika terdapat

klausul yang menyatakan bahwa debitur tidak diperbolehkan untuk

meyewakan objek jaminan fidusia tersebut maka tindakan debitur

tersebut merupakan tindakan wanprestasi.

26
Munir Fuady, Op.,Cit, hlm. 59.
31

B. Tanggung Jawab Debitur Terhadap Peminjaman Objek Jaminan

Fidusia Kepada Pihak Ketiga Tanpa Persetujuan Pihak Kreditur

Dilihat dari aspek lingkup bidang hukum, maka secara umum

konsep tanggung jawab hukum (liability) akan merujuk pada tanggung

jawab hukum dalam ranah hukum publik dan tanggung jawab hukum

dalam ranah hukum private.27 Tanggung jawab hukum dalam ranah hukum

publik misalkan berupa tanggung jawab administrasi Negara dan tanggung

jawab hukum pidana. Sedangkan tanggung jawab dalam ranah hukum

privat, yaitu tanggung jawab hukum dalam hukum perdata dapat berupa

tanggung jawab berdasarkan wanprestasi dan tanggung jawab berdasarkan

perbuatan melawan hukum. 28

Tanggung jawab debitur terhadap meminjamkan objek jaminan

fidusia tanpa persetujuan kreditur adalah sebuah konsekuensi dari tindakan

yang telah dilarang. Tanggung jawab debitur terhadap jaminan benda

bergerak yang telah dialihkan tanpa persetujuan kreditur bisa berupa

tanggung jawab secara perdata juga bisa secara pidana, bahkan bisa secara

perdata dan pidana.

27
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, cet. 28, Pradnya Paramita, Jakarta, 2000,
hlm. 174. Bahwa Hukum Publik adalah pertaturan perundang-undangan yang obyeknya adalah
kepentingan-kepentingan umum dan yang karena itu , soal mempertahankannya dilakukan oleh
pemerintah, sedangkan hukum privat adalah peraturan perundang-undangan hukum yang
obyeknya ialah kepentingan-kepentingan khusus dan yang soal akan dipertahankannya atau tidak
diserahkan kepada pihak yang berkepentingan.
28
Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979,
hlm. 13 Istilah Perbuatan Melawan Hukum merupakan terjemahan dari istilah onrechtmatigedaad,
namun demikian ada juga yang menterjemahkannya perbuatan melanggar hukum.Namun
demikian banyak ahli hukum yang menggunakan istilah perbuatan melawan hukum (Moegni
Djojodirjo).Istilah “melawan” lebih tetap dari “melanggar” karena pada kata melawan melekat
kedua sifat aktif maupun pasif.
32

Mengenai perpindahan atau pengalihan hak milik dimaksud

haruslah tetap mengacu kepada sistem hukum jaminan yang berlaku di

Indonesia, yaitu bahwa pihak penerima jaminan atau kreditur tidak

dibenarkan menjadi pemilik yang penuh atas benda tersebut, artinya

kewenangan kreditur hanyalah kewenangan yang berhak atas benda

jaminan tersebut dalam hal ini hanya hak kepemilikan yang beralih

sedangkan benda jaminan masih dikuasai oleh debitur. Konsekuensi

hukum jika timbul masalah atau gugatan karena kesalahan (kesengajaan

atau kelalaian) dari debitur sehubungan dengan penggunaan atau

pengalihan benda jaminan fidusia, maka pihak penerima fidusia

dibebaskan dari tanggung jawab. Dengan kata lain pihak debitur yang

bertanggung jawab penuh. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 24 UUJF, yang

menyatakan bahwa :

“Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat


tindakan atau kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) dari pihak
debitur, baik yang timbul karena hubungan kontraktual atau
timbul dari perbuatan melanggar hukum, sehubungan dengan
penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia.”

Pihak debitur dilarang untuk melakukan fidusia ulang kepada pihak

ketiga terhadap benda yang sudah menjadi objek jaminan yang sudah

memiliki akta yang didaftarkan. Selain itu debitur juga dilarang untuk

mengalihkan, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan kepada pihak

lain terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah

terdaftar kecuali ada suatu persetujuan tertulis dari penerima fidusia

(kreditur). Pihak debitur wajib untuk menyerahkan benda yang menjadi


33

objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksaan eksekusi jaminan fidusia

yang dilakukan oleh kreditur sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 30

UUJF dan menerima kelebihan hasil eksekusi yang melebihi nilai jaminan,

namun apabila setelah pelaksanaan eksekusi tidak mencukupi untuk

pelunasan utang, pihak debitur tetap bertanggung jawab atas hutang yang

belum terbayar.

Pengalihan dibawah tangan oleh debitur yang belum melunasi

hutangnya, merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Dikatakan

perbuatan melawan hukum karena perbuatan pengalihan tersebut

membawa kerugian kepada kreditur karena objek fidusia itu merupakan

benda jaminan hutang debitur kepada kreditur dan memiliki sanksi pidana,

sehingga kreditur dapat menuntut debitur untuk memberikan ganti rugi

dan segera melunasi seluruh sisa hutangnya. Pasal 1365 KUHPerdata

menentukan bahwa :

“tiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian

pada orang lain, mewajibkan orang yang melakukan perbuatan

tersebut untuk mengganti kerugian”.29

Pengalihan objek jaminan fidusia di bawah tangan oleh Debitur,

tidak menghapuskan kewajiban debitur untuk melunasi hutangnya kepada

kreditur. Walaupun objek jaminan tersebut telah berpindah tangan kepada

pihak ketiga, debitur yang berutang kepada leasing (kreditur) lah yang

tetap bertanggung jawab dalam pelunasan utang debitur tersebut, karena

29
R.Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang hukum Perdata, Pradnya
Paramita,Jakarta, 2003 hlm .346.
34

pengalihan tersebut dilakukan di bawah tangan tanpa sepengetahuan dan

persetujuan secara tertulis dari pihak kreditur.30 Berbeda halnya apabila

pengalihannya dilakukan secara sah, atau pembaharuan perjanjian kredit

antara pihak leasing ( kreditur) dengan pihak ketiga tersebut, maka yang

berkewajiban membayarnya adalah debitur yang baru atau pihak ketiga

tersebut.

Akibat dari perbuatan debitur yang mengalihkan objek jaminan

fidusia tanpa persetujuan kreditur dapat dituntut melalui pelanggaran

perdata dan pidana seperti yang telah diatur dalam pasal 35 dan 36 UUJF.

Kerugian yang dialami oleh kreditur secara materi sudah jelas, bahwa

kreditur telah rugi sebesar berapa besarnya jaminan yang difidusiakan

ditambah bunga yang sudah ditentukan dan disepakati bersama antara

kreditur dan debitur. Akibat kerugian yang dialami oleh pihak kreditur

tentunya ia dapat meminta kembali atau menarik kembali dari debitur yang

telah menimbulkan kerugian tersebut. Dalam upaya tersebut dapat melalui

upaya-upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar

biasa. Upaya hukum biasa dapat ditempuh melalui pengadilan negeri,

pengadilan tinggi dan tingkat kasasi, sedangkan upaya hukum luar biasa

30
Pasal 24 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dikatakan
bahwa Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kesalahan
(kesengajaan atau kelalaian) dari pihak debitur, baik yang timbul karena hubungan kontraktual
atau timbul dari perbuatan melanggar hukum, sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan
benda yang menjadi objek jaminan fidusia
35

dapat ditempuh melalu proses peninjuaan kembali atas segala kasus yang

ada.31

Sebagai langkah preventif, dalam perjanjian kredit antara kreditur

dan debitur selalu memuat klausula berikut :

a. larangan pengalihan obyek jaminan selama dalam jangka waktu

kredit dan;

b. pemberitahuan atas setiap tindakan terhadap obyek jaminan

secara tertulis, seperti perbuatan hukum menyewakan dan

meminjamkan obyek jaminan.

Debitur tetap bertanggung jawab atas pelunasan fasilitas kredit.

Apabila debitur tidak bersedia melakukan pemenuhan tanggung jawab

tersebut, kreditur memiliki hak untuk melukan upaya hukum dalam

melakukan penagihan, baik terhadap obyek jaminan maupun seluruh harta

debitur. Hal ini disebabkan setelah pelaksanaan pengalihan secara bawah

tangan didapatkan kemungkinan debitur tidak menguasai obyek jaminan.

Dalam kondisi demikian, kreditur tetap memiliki hak untuk melakukan sita

jaminan melalui gugatan di pengadilan negeri.

Adapun dasar gugatan tersebut didasarkan pada Pasal 1131

KUHPerdata, yaitu :

“Segala kebendaan si ber-utang, baik yang bergerak maupun tak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di

31
Yurizal, aspek pidana dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia, 2015, Media Nusa Kreatif, hlm.76.
36

kemudian haru, menjadi tanggungan untuk segala perikatan

perseorangan”.

Secara tegas pasal ini memberikan ruang kepada kreditur untuk

melakukan gugatan atas harta debitur. Keadaan yang lebih merugikan

debitur ialah harta kekayaan yang akan ada dikemudian hari atau benda

bergerak yang tidak berwujud juga menjadi jaminan pelunasan utang

debitur kepada kreditur.

Bagi lembaga pembiayaan yang telah mendaftarkan objek jaminan

fidusia akan mendapatkan sertifikat jaminan fidusia. Dimana sertifikat

inilah yang akan dijadikan bukti kepemilikan oleh kreditur bahwa ia

merupakan pemilik benda jaminan yang dijaminkan oleh debitur,

walaupun benda jaminan tersebut berada dalam penguasaan debitur.

Dalam hal objek jaminan fidusia dipinjamkan oleh debitur sehingga pada

saat di lakukan eksekusi objek jaminan tidak di temukan ada pada debitur

maka debitur harus bertanggung jawab atas hilangnya objek jaminan

tersebut. Berdasarkan sertifikat jaminan fidusia yang dimiliki oleh

lembaga pembiayaan selaku kreditur maka ia mempunyai hak untuk

mendapatkan pengembalian atas objek jaminan tersebut. 32 Debitur harus

bertanggung jawab untuk melunasi segala hutang-hutangnya kepada

kreditur. Kreditur sebagai penerima fidusia tidak ikut bertanggung jawab

atas kelalaian yang dilakukan oleh debitur . Hal ini dipertegas dalam Pasal

24 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu :

32
Lidya Mahendra, Perlindungan Hak-Hak Kreditur Dalam Hal Adanya Pengalihan
Benda Jaminan Oleh Pihak Debitur, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2015-
2016,Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, hlm. 275
37

“Penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat

tindakan atau kelalaian Debitur baik yang timbul dari hubungan

kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum

sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang

menjadi objek jaminan fidusia”.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas dapat dilihat adanya

perlindungan terhadap hak-hak kreditur yaitu dengan adanya tanggung

jawab dari debitur untuk mengembalikan objek jaminan yang dialihkan

atau dipinjamkan dan pemberian sanksi berupa denda dan pidana penjara

bagi debitur yang sengaja mengalihkan objek jaminan tanpa persetujuan

dari kreditur.33

Jika telah dilakukan penagihan dan peringatan dalam bentuk

somasi oleh lembaga pembiayaan atau finance debitur tetap tidak

melaksanakan untuk mempertanggungjawabkan hutang atau kreditnya

yang terhenti sementara, selanjutnya lembaga pembiayaan atau finance

mulai mempertimbangkan kemungkinan penyelesaian melalui penarikan

obyek jaminan atau eksekusi.Pencairan jaminan yang dibebani jaminan

kebendaan fidusia yang menjadi hak kreditur sesuai dengan Pasal 29

Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu dengan jalan lembaga pembiayaan

atau bank melelang barang yang dijaminkan tanpa diperlukan persetujuan

Ketua Pengadilan Negeri atau biasa dikenal dengan perate eksekutoir.

Sebagai prinsip yang berlaku dalam hukum jaminan fidusia, pencairan

33
Ibid, hlm 276
38

dilakukan dengan cara penjualan obyek jaminan tersebut, baik secara

lelang maupun di bawah tangan. Permintaan eksekusi yang diajukan

langsung oleh bank atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia yang menurut

ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia mempunyai

kekuatan eksekutorial, dilakukan dengan melampirkan Sertifikat Jaminan

Fidusia tersebut.sebagaimana diketahui bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia

dapat dilaksanakan sebagaimana putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam UU No.42 Tahun 1999

ditemukan dalam pasal 36 yang menyatakan sebagai berikut ;

”-Pemberian Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan atau


menyewakan benda yang menjadi objek fidusia sebagaimana
dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, di
pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling lama banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)
-Pasal 23 ayat (2) isinya adalah larangan bagi debitur untuk
mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak
lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak
merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia”.

Ketentuan Pasal 36 UUJF memiliki kemiripan dengan dengan

Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan yang bunyinya sebagai berikut :

”barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum


memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain tetapi berada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan diancam dengan pidana penggelapann dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling
banyak Sembilan ratus rupiah”.
39

Frasa “memiliki” sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 372

KUHP diatas dapat dicontohkan kedalam bentuk perbuatan konkret antara

lain menjual, mengalihkan, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan

barang milik orang lain yang ada dalam kekuasaannya bukan karena

kejahatan”.

Jika diuraikan unsur-unsur dalam Pasal 36 UUJF maka akan

didapatkan beberapa unsur, sebagai berikut :

1. Unsur debitur;

2. Unsur mengalihkan, menggadaikan, menyewakan, atau

meminjamkan ;

3. Unsur benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);

4. Unsur dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari

penerima fidusia.

Subjek hukum yang ditunjuk oleh ketentuan Pasal 36 UUJF hanya

ditujukan bagi debitur yang dalam hal ini debitur atau pihak ketiga pemilik

barang yang dijaminkan dengan jaminan fidusia. Penunjukkan subjek

hukum kepada debitur karena meskipun hak kepemilikannya telah

dialihkan kepada pihak kreditur (penerima fidusia) namun objek jaminan

fidusia tetap berada dalam kekuasaan si pemilik barang atau debitur

sendiri, sehingga ketentuan Pasal 36 UUJF bermaksud untuk melindungi

kepentingan penerima fidusia dari tindakan wanprestasi atau tindakan

melawan hukum si debitur, pengaturan seperti itu sangat berguna


40

mengingat objek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak

yang mudah untuk dialihkan kepada pihak lain, meskipun jaminan fidusia

menganut prinsip droit de suite sehingga kemanapun benda tersebut

berpindah tangan kreditur penerima fidusia tetap dapat melakukan

eksekusi pelunasan piutangnya, namun jika objeknya dipinjamkan dan

kemudian tidak ada pemberitahuan atau persetujuan secara tertulis dimana

keberadaannya maka hal itu akan menimbulkan kesulitan bagi kreditur

untuk melakukan eksekusi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 29

UUJF.

Pasal 36 UUJF baru bisa diterapkan jika perjanjian fidusia itu telah

memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) jo Pasal 14 ayat (3) UUJF tentang

kewajiban pendaftaran, karena fidusia dianggap telah lahir jika telah

dilakukan pendaftaran dan dicatat dalam Buku Pendaftaran Fidusia.

Pendaftaran fidusia juga merupakan titik tumpu dimana hak kebendaan

dalam jaminan fidusia itu lahir dengan ditandai terbitnya sertifikat

fidusia..perjanjian fidusia sebagaimana yang dimuat dalam Akta Jaminan

Fidusia baru menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi para pihak yang

membuatnya sebagaimana perjanjian obligatoir pada umumnya. 34

Ketentuan Pasal 36 UUJF memuat sanksi ancaman pidana 2 (dua)

tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah),

sedangkan jika dibandingkan dengan ketentuan pasal 372 KUHP

mencantumkan ancaman pidana yang lebih berat yaitu 4 (empat) tahun

34
D.Y Witanto, Op.,Cit, hlm. 150.
41

penjara. Pasal 36 UUJF dirumuskan dalam bentuk delik formil artinya

tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam pasal tersebut dianggap telah

terbukti jika semua unsur yang dirumuskan telah terpenuhi terlepas apakah

kreditur telah mengalami kerugian atas semua tindakan yang dilakukan

oleh si pemberi jaminan atau tidak, dan sebaliknya si debitur tidak dapat

menghindar dengan mengatakan bahwa ia tetap melaksanakan prestasinya

dengan baik meskipun telah mengalihkan objek jaminan fidusia yang ada

dalam kekuasaannya.

Dalam perjanjian fidusia penyerahan hak milik dari debitur kepada

kreditur tidak diikuti dengan penyerahan barangnya secara nyata karena

penyerahan barang dalam perjanjian fidusia dilakukan berdasarkan prinsip

constitutum possessorium sehingga segi kebendaan dalam perjanjian

fidusia ditentukan oleh pendaftaran jaminan tersebut di kantor pendaftaran

fidusia.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal

tentang segi obligatoir dan segi kebendaan dalam perjanjian fidusia

berkaitan dengan penerapan Pasal 372 KUHP, antara lain sebagai berikut :

1. Perjanjian fidusia yang tidak didaftarkan hanya memiliki segi

obligatoir dan tidak menimbulkan hak kebendaan;

2. Perjanjian fidusia baru memiliki segi kebendaan ketika

jaminannya didaftarkan dalam buku pendaftaran fidusia;


42

3. Ketentuan pasal 36 UUJF ditujukan untuk melindungi

kepentingan penerima fidusia yang telah mempercayakan

barang jaminan fidusia itu tetap dikuasai oleh pihak debitur;

4. Pasal 36 UUJF hanya dapat diterapkan terhadap jaminan

fidusia yang telah didaftarkan dan telah menimbulkan segi

kebendaan dalam jaminan fidusia tersebut;

Pasal 372 KUHP tidak dapat diterapkan terhadap pengalihan benda

jaminan yang hanya mengandung segi obligatoir karena sifat obligatoir

dalam perjanjian hanya menimbulkan hak penagihan tidak mengalihkan

hak kebendaannya, sehingga unsure sebagian atau seluruhnya milik orang

lain tidak dapat diterapkan pada perjanjian jaminan yang hanya memiliki

segi obligatoir.35

C. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri Kisaran

Nomot 05/PDT.G/2013/PN. KIS

1. Kasus Posisi

Para pihak :

- Toyota Astra Financial Service Medan (Penggugat) dan

- Tuan Rustam (Tergugat)

Peristiwa ini diawali ketika Tuan Rustam (Tergugat I) dan isterinya

(Tergugat II) selaku debitur mendapat fasilitas kredit pembiayaan dari

PT. Toyota Astra Financial Service Medan (Penggugat) selaku kreditur

untuk pembelian 1 (satu) unit mobil Merk/Model/Type :

35
Ibid, hlm. 151
43

Toyota/Avanza/F 52 V M/T 10, Tahun 2013, Warna Black Mica, No.

Rangka : MHKM1CA4JDK045331, No. Mesin : 3SZ DDT5735, No.

Polisi BK 1780 IL sebagaimana tersebut dalam Perjanjian Pembiayaan

Nomor : 91526413 tanggal 4 Juli 2013 untuk jangka waktu

pembayaran selama 36 (tiga puluh enam) bulan sebesar Rp.

2.717.000,- (dua juta tujuh ratus tujuh belas ribu rupiah) per bulannya,

terhitung dari bulan Agustus 2013 s/d bulan Juli 2016 dengan total

angsuran fasilitas kredit sebesar Rp. 193.762.001,- (seratus sembilan

puluh tiga juta tujuh ratus enam puluh dua ribu satu rupiah) dan mobil

tersebut telah bertitel Sertifikat Jaminan Fidusia dengan Nomor :

W2.098007.AH.05.01 Tahun 2013 tertanggal 15 Juli 2013 yang

diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Sumatera Utara Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia selaku Kantor

Pendaftaran Fidusia.

Awalnya para tergugat masih lancar dan tertib membayar angsurannya

selama 3 bulan pertama, akan tetapi memasuki angsuran ke-4 tidak lagi

memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran. Para Tergugat

telah berulang kali diperingati oleh Penggugat, tetapi Tergugat tidak

pernah menghiraukannnya, dan mengatakan mobil tersebut

dialihkan/dipinjamkan kepada orang lain, tanpa izin Penggugat dan

mobil tersebut tidak diketahui lagi keberadaannya atau hilang.

Penggugat merasa bahwa Para Tergugat tidak lagi memiliki itikad baik

untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan kredit 1 unit


44

mobil tersebut hingga lunas, atas kejadian tersebut Penggugat merasa

dirugikan dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Kisaran.

Selanjutnya Penggugat memohon agar Pengadilan Negeri Kisaran

memutus dengan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

2. Menyatakan Sah Perjanjian Pembiayaan Nomor : 91526413

tanggal 4 Juli 2013 ;

3. Menyatakan Sah Sertifikat Jaminan Fidusiasebagaimana tersebut

dalam Salinan Buku Daftar Fidusia Nomor :

W2.098007.AH.05.01 Tahun 2013 tertanggal 15 Juli 2013 yang

diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Sumatera Utara

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

selaku Kantor Pendaftaran Fidusia ;

4. Menyatakan 1 (satu) unit mobil Merk/Model/Type

:Toyota/Avanza/F 52 V M/T 10, Tahun 2013, Warna : Black

Mica, No. Rangka : MHKM1CA4JDK045331, No. Mesin : 3SZ

DDT5735, No. Polisi BK 1780 IL berdasarkan Perjanjian

Pembiayaan Nomor : 91526413 tertanggal 04 Juli 2013 dan

Setifikat Jaminan Fidusia sebagaimana tersebut dalam Salinan

Buku Daftar Fidusia Nomor :W2.098007.AH.05.01 Tahun 2013

tertanggal 15 Juli2013 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor

WilayahSumatera Utara Kementerian Hukum dan Hak Asasi


45

Manusia Republik Indonesia selaku Kantor Pendaftaran Fidusia

adalah masih merupakan milik Penggugat ;

5. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan

perbuatan melawan hukum ;

6. Menyatakan perbuatan Tergugat I dan Tergugat IIyang telah

mengalihkan/meminjamkan 1 (satu) unit mobil Merk/Model/Type

: Toyota/Avanza/F 52 V M/T10, Tahun 2013, Warna Black Mica,

No. Rangka : MHKM1CA4JDK045331, No. Mesin : 3SZ

DDT5735,No. Polisi BK 1780 IL adalah merupakan perbuatan

melawan hukum dan melanggar Pasal 23 ayat (2) jo pasal 36 UU

Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang dapat

diancam dengan hukuman pidana ;

7. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk mengembalikan 1

(satu) unit mobil Merk/Model/Type: Toyota/Avanza/F 52 V M/T

10, Tahun 2013, Warna Black Mica, No. Rangka :

MHKM1CA4JDK045331,No. Mesin : 3SZ DDT5735, No. Polisi

BK 1780 IL kepada Penggugat ;

8. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar

kerugian Penggugat baik materiil maupun immateriil, yaitu :

a. Kerugian materiil :

1) Total angsuran (Nopember 2013 s/d juli 2016) = Rp.

185.611.000,

2) Denda = Rp. 11.933.290.


46

3) Jumlah = Rp. 197.544.290.- (Seratus Sembilan Puluh

Tujuh Juta Lima Ratus Empat Puluh Empat Ribu Dua

Ratus Sembilan Puluh Rupiah).

b. Kerugian immaterial :Bahwa kerugian immaterial ini

sebenarnya tidak dapat dihitung dengan uang namun

akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan

TergugatI dan Tergugat II, telah membuat nama baik

Penggugat terhadap kepercayaan masyarakat dan dunia

perbankan menjadi tercemar. Oleh karena itu dalam hal

ini Penggugat menetapkan sebesar Rp.300.000.000.- (tiga

ratus juta rupiah) ; Total Kerugian Materiil dan Immteriil :

Rp. 197.544.290,- + Rp.300.000.000,- = Rp.

497.544.290,-Terbilang : (Empat Ratus Sembilan Puluh

Tujuh Juta Lima RatusEmpat Puluh Empat Ribu Dua

Ratus Sembilan Puluh Rupiah).

9. Menyatakan sah Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang telah

dijalankan;

10. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan dengan

serta merta (Uit voorbaar bijvoorraad), meskipun ada verzet,

banding atau kasasi ;

11. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada

Tergugat I dan Tergugat II ; Jika Pengadilan berpendapat lain

mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono) ;


47

2. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan Majelis hakim pengadilan Negeri Kisaran sebelum

memutus pokok perkara adalah sebagai berikut :

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat pada

pokoknya adalah bahwa para tergugat telah melakukan wanprestasi

karena Para Tergugat adalah debitur Pengguat yang mendapat fasilitas

kredit pembiayaan untuk pembelian 1 unit mobil merk/Model/type

Toyota/Avanza/F 52 V M/T 10, tahun 2013, warna Black Mica, No.

Rangka : MHKM1CA4JDK045331, Nomor Mesin : 3SZ DDT5735,

No. Polisi BK 1780 IL sebagaimana dalam Perjanjian Pembiayaan

Nomor : 91526413 tanggal 4 Juli 2013 untuk jangka waktu 36 bulan

terhitung dari bulan Agustus 2013 s/d Bulan Juli 2016 dengan total

angsuran sebesar Rp 193.762.001,- dan mobil tersebut telah bertitel

Sertifikat Jaminan Fidusia, bahwa Para Tergugat membayar cicilan

dengan tertib dan teratur selama 3 (tiga) bulan hingga bulan Oktober

2014 sebesar Rp. 2.717.000,- setiap bulannya akan tetapi sejak bulan

Nopember 2013 hingga gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri

Kisaran Para Tergugat tidak lagi mau membayar angsuran kredit mobil

tersebut ;

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya,

Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat berupa bukti P – 1

sampai dengan P – 4 ;
48

Menimbang, bahwa pada awal persidangan di gelar, Majelis

Hakim menanyakan kepada Kuasa Hukum Para Tergugat mengenai

hubungan hukum antara Tergugat I dan Tergugat II lalu Kuasa Hukum

Para Tergugat menyatakan bahwa Para Tergugat adalah Suami-istri.

Sehingga menurut Majelis Hakim bahwa perbuatan hukum yang

dilakukan oleh salah satu pihak baik suami maupun istri maka juga

akan menjadi tanggung jawab bersama ;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1 berupa perjanjian

pembiayaan tertanggal 4 Juli 2013 oleh PT. Toyota Astra Financial

Services atas 1 unit mobil merk/Model/type Toyota/Avanza/F 52 V

M/T 10, tahun 2013, warna Black Mica, No. Rangka :

MHKM1CA4JDK045331, Nomor Mesin : 3SZ DDT5735, No. Polisi

BK 1780 IL ternyata bahwa antara Rustam (Tergugat 1) dengan pihak

PT.Toyota Astra Financial Services (Penggugat) yang saat perjanjian

pembiayaan tersebut dibuat diwakili oleh Christian Tinovel Manurung

dan disaksikan oleh Dedek Yudi Kurniawa ;

Menimbang, bahwa dari bukti P-1 tersebut ternyata pihak

Kreditor yaitu PT. Toyota Astra Financial Services dan pihak Debitor

yaitu Rustam (Tergugat I) telah menandatangani Perjanjian

Pembiayaan tertanggal 04 Juli 2013 ;

Menimbang, bahwa dari bukti P-1 tersebut kemudian diikuti oleh

bukti P-4 yaitu berupa Syarat dan ketentuan Umum Perjanjian

Pembiayaan No.91526413 yang mana dalam perjanjian ini berisi hak


49

dan kewajian pihak Kreditor maupun Debitor, dan dalam pasal 4 point

4.1 disebutkan bahwa “Debitor akan mengembalikan hutang secara

mengangsur dalam jangka waktu dan jumlah sebagaimana diuraikan

dalam perjanjian ini..” dan bukti P-4 tersebut telah di Paraf tiap

halaman oleh Tergugat I ;

Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata

“bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang

berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan

kedua belah pihak, atau. Karena alasan-alasan yang ditentukan oleh

undang-undang” ;

Menimbang, bahwa dari uraian pasal 1338 KUHPerdata

terkait dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak PT. Toyota Astra

Financial Services dengan pihak Tergugat I ternyata bahwa selama

persidangan ini tidak ada bukti yang diajukan bahwa perjanjian

tersebut telah ditarik atau tidak berlaku lagi, sehingga Majelis Hakim

berpendapat bahwa perjanjian sebagaimana dimaksudkan dalam bukti

P-1 tersebut sah dan berharga ;

Menimbang, bahwa karena itu terhadap Petitum nomor 2

dinyatakan dikabulkan ;

Menimbang, bahwa terhadap petitum nomor 3, Majelis Hakim

mempertimbangkan sbb :
50

Menimbang, bahwa dari bukti P-1 berupa Perjanjian Pembiayaan

tertanggal 04 Juli 2013 atas 1 unit mobil sebagaimana disebutkan

dalam bukti P-1 tersebut kemudian dikuatkan dengan Akta Perjanjian

Fidusia Nomor 246 yang dibuat dihadapan Notaris Vincent, SH, M.Kn

Notaris di Kabupaten Deli Serdang (vide : pasal 4 UU No. 42 Tahun

1999) sebagaimana bukti P-2 yaitu antara Tuan Eddy Hardiyanto

Lengga yang bertindak untuk dan atas nama Leli Arwita (Tergugat II)

dan Rustam (tergugat I) dan didalam bukti P-2 tersebtu selanjutnya

disebut sebagai Pemberi Fiducia, dengan PT. Toyota Astra Financial

Service yang berkedudukan di Jakarta dan berkantor cabang di Jln.

Iskandar Muda No. 15B Medan yang dalam bukti P-2 disebut sebagai

Penerima Fidusia, yang mana dalam bukti P-2 pada halaman 4-5

menyebutkan bahwa “Debitur menerangkan dengan ini memberikan

Jaminan kepada Penerima Fidusia yang menerima jaminan Fidusia dari

Debitur sampai dengan nilai penjaminan sebesar Rp. 198.936.439,- ;

Menimbang, bahwa dalam bukti P-2 yaitu Akta Jaminan Fiducia

pada pasal 1 paragraf ke-2 disebutkan “Debitur mengakui bahwa

terhitung sejak hari ini dan selama berlakunya perjanjian ini Obyek

Jaminan Fidusia dikuasai oleh Debitur bukan lagi dalam hubungan hak

milik, namun dalam hubungan pinjam pakai, yang berdasarkan

hubungan pinjam pakai tersebut, Penerima Fidusia meminjam pakai

Obyek Jaminan Fidusia” dan dalam pasal 2 disebutkan “Obyek

Jaminan Fidusia hanya dapat dipergunakan oleh Debitur menurut sifat


51

dan peruntukannya…. namun Debitur berkewajiban untuk memelihara

Obyek Jaminan Fidusia…” ;

Menimbang, bahwa dalam pasal 5 dari bukti P-2 tersebut

disebutkan bahwa “Debitur tidak berhak untuk melakukan fidusia

ulang atas Obyek Jaminan Fidusia.Debitur juga tidak diperkenankan

untuk membebankan dengan cara apapun, menggadaikan atau menjual

atau mengalihkan dengan cara apapun Obyek Jaminan Fidusia kepada

pihak lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima

Fidusia…” ;

Menimbang, bahwa dari bukti Obyek Jaminan Fidusia

sebagaimana dimaksudkan dalam bukti P-2 tersebut telah didaftarkan

pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan telah dibukukan dan diterbitkan

Sertifikat Fidusia oleh an. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I

Kepala Kantor Wilayah Sumatera Utara Nomor :

W2.098007.AH.05.01 Tahun 2013 tertanggal 15 Juli 2013 ;

Menimbang, bahwa bukti P-2 tersebut dibuat dihadapan Notaris

Vincent, S.H, M.Kn dimana Tuan Eddy Hardiyanto Lengga yang

bertindak untuk dan atas nama Leli Arwita (Tergugat II) dan Rustam

(tergugat I) telah menyetujui seluruh isi dari Akta Jaminan Fidusia

Nomor : 246 tersebut dan Akta tersebut kemudian didaftarkan di

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Kepala Kantor Wilayah

Sumatera Utara sehingga majelis Hakim berpendapat bahwa syarat-

syarat hukum dari suatu Perjanjian Pembiayaan telah terpenuhi sesuai


52

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan pasal 12 UU

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ;

Menimbang bahwa terhadap petitum nomor 3 dinyatakan

dikabulkan ;

Menimbang, bahwa terhadap petitum nomor 4 oleh karena ada

kaitannya dengan petitum nomor 3 dan petitum nomor 3 telah

dikabulkan, dimana terbitnya sertifikat Jaminan Fiducia (bukti P-3)

karena diawali oleh Perjanjian Pembiayaan (bukti P-1) yang kemudian

ditindak lanjuti dengan terbitnya Akta Jaminan Fidusia Nomor : 246

(bukti P-2) yang mana dalam bukti P-2 tersebut pada Pasal 1

menyebutkan bahwa :

“Pembebanan jaminan fidusia atas obyek jaminan fidusia

dilakukan ditempat dimana Obyek Jaminan Fidusia tersebut berada

dan telah menjadi miliknya Penerima Fidusia, sedangkan Obyek

Jaminan Fidusia tersebut tetap berada pada dan dalam kekuasaan

Debitur selaku Peminjam Pakai. Debitur mengakui bahwa terhitung

sejak hari ini dan selama berlakunya perjanjian ini Obyek Jaminan

Fidusia dikuasai oleh Debitur bukan lagi dalam hubungan hak milik,

namun dalam hubungan pinjam pakai, yang berdasarkan hubungan

pinjam pakai tersebut, Penerima fidusia meminjam pakai Obyek

Jaminan Fidusia” ;

Menimbang, bahwa obyek Jaminan fidusia yang dimaksud dalam

Akta Jaminan Fidusia Nomor 246 tersebut adalah 1 unit mobil, merek
53

Toyota, Model Avanza, Type F 52 V M/T 10, Tahun 2013, Nomor

Rangka : MHKM1CA4JDK045331, Nomor Mesin : 3SZ DDT75735,

Warna Black Mica, Nilai Pasar Rp. 191.900.000,- BK 1780 IL

sebagaimana bukti P-1 dan Obyek Jaminan Fidusia sebagaimana

dimaksudkan dalam bukti P-2 tersebut telah didaftarkan pada Kantor

Pendaftaran Fidusia dan telah dibukukan dan diterbitkan Sertifikat

Fidusia oleh an. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Kepala

Kantor Wilayah Sumatera Utara Nomor : W2.098007.AH.05.01 Tahun

2013 tertanggal 15 Juli 2013 ;

Menimbang, bahwa oleh karena dalam pasal 1 bukti P-2 tersebut

telah jelas disebutkan bahwa Obyek Jaminan Fidusia adalah milik

Penerima Fidusia (penggugat) dan bukan milik Debitur (para

Tergugat), sehingga terhadap petitum nomor 4 dinyatakan dikabulkan ;

Menimbang, bahwa oleh karena terhadap petitum nomor 2 dan

nomor 3 telah dilkabulkan dan terhadap petitum nomor 5 terkait

dengan petitum nomor 2 dan nomor 3 tersebut dan dipersidangan fakta

yang membuktikan sebaliknya dari yang didalilkan oleh penggugat

maka terhadap para Tergugat dinyatakan telah melakukan Perbuatan

Melawan Hukum ;

Menimbang, bahwa oleh karena itu terhadap petitum Nomor 5

dinyatakandikabulkan; Menimbang, bahwa terhadap petitum nomor 6

oleh karena tidak didukung dengan bukti di persidangan, maka

dinyatakan ditolak ;
54

Menimbang, bahwa terhadap petitum nomot 7 oleh karena telah

dinyatakan bahwa 1 unit mobil, merek Toyota, Model Avanza, Type F

52 V M/T 10, Tahun 2013, Nomor Rangka :MHKM1CA4JDK045331,

Nomor Mesin : 3SZ DDT75735, Warna Black Mica, Nilai Pasar Rp.

191.900.000,- BK 1780 IL adalah milik Penggugat sedangkan pihak

Para Tergugat hanya meminjam pakai mobil tersebut sehingga sudah

seharusnya Para Tergugat mengembalikan mobil tersebut kepada

Penggugat ;

Menimbang, bahwa oleh karena itu terhadap petitum Nomor 7

dinyatakan dikabulkan ;

Menimbang, bahwa terhadap petitum nomor 8 berupa kerugian

Materiil dan kerugian Immateriil, oleh karena terhadap kerugian

Materiil yang dimintakan oleh Penggugat namun terhadap Para

tergugat telah ditetapkan untuk mengembalikan 1 unit mobil, merek

Toyota, Model Avanza, Type F 52 V M/T 10, Tahun 2013, Nomor

Rangka : MHKM1CA4JDK045331, Nomor Mesin : 3SZ DDT75735,

Warna Black Mica, Nilai Pasar Rp. 191.900.000,- BK 1780 IL

sehingga tidak lagi dibebani untuk membayar kerugian berupa

pembayaran angsuran mobil tersebut. Sedangkan terhadap tuntutan

kerugian Immateril Penggugat, namun Penggugat tidak mengajukan

bukti di persidangan yang menudukung petitum tersebut ;

Menimbang, bahwa oleh karena itu terhadap petitum nomor 8

dinyatakan ditolak; Menimbang, bahwa terhadap petitum nomor 9


55

berupa tuntutan Sita Jaminan, namun selama persidangan ini tidak

pernah diletakkan Sita Jaminan terhadap obyek perkara, sehingga

petitum nomor 9 tersebut dinyatakan ditolak ;

Menimbang, bahwa terhadap petitum nomor 10 oleh karena tidak

ada alasan dan bukti yang mendukung untuk dikabulkannya petitum

tersebut, maka dinyatakan ditolak ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas,

Majelis Hakim berpendapat gugatan Penggugat dapat dikabulkan

sebagian ;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan

sebagian dan para Tergugat berada di pihak yang kalah, maka para

Tergugat harus dihukum untuk membayar biaya perkara ;

Memperhatikan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan UU UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

serta peraturan-peraturan yang bersangkutan ;

3. Putusan

Selanjutnya Pengadilan Negeri Kisaran dalam putusannya,

yaitu putusan Nomor 05/Pdt.G/2013/PN Kis., tanggal 11 Agustus 2014

yang amarnya sebagai berikut :

Dalam Provisi ;

Menolak Gugatan provisi Penggugat;

Dalam Pokok Perkara;

1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian ;


56

2. Menyatakan sah perjanjian nomor : 91526413 tanggal 04 Juli 2013

3. Menyatakan Sah Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana tersebut

dalam Salinan Buku DaftarFidusia Nomor : W2.098007.AH.05.01

Tahun 2013 tertanggal 15 Juli 2013 yang diterbitkan oleh Kepala

Kantor Wilayah Sumatera Utara Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia selaku Kantor Pendaftaran

Fidusia ;

4. Menyatakan 1 (satu) unit mobil Merk/Model/Type

:Toyota/Avanza/F 52 V M/T 10, Tahun 2013, Warna Black Mica,

No. Rangka : MHKM1CA4JDK045331,No. Mesin : 3SZ

DDT5735, No. Polisi BK 1780 ILberdasarkan Perjanjian

Pembiayaan Nomor :91526413 tertanggal 04 Juli 2013 dan

Setifikat Jaminan Fidusia sebagaimana tersebut dalam Salinan

Buku Daftar Fidusia Nomor :W2.098007.AH.05.01 Tahun 2013

tertanggal 15 Juli2013 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor

Wilayah Sumatera Utara Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia selaku Kantor Pendaftaran Fidusia

adalah masih merupakan milik Penggugat ;

5. Menyatakan tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan

Melawan Hukum;gai berikut :

6. Menghukum tergugat I dan tergugat II untuk mengembalikan 1

(satu) unit mobil, merek Toyota,Model Avanza, Type F 52 V M/T


57

10, Tahun 2013,Warna Black Mica, Nomor Rangka

:MHKM1CA4JDK045331, Nomor Mesin : 3SZDDD5735, No.Pol

BK 1780 IL kepada Penggugat ;

7. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya

perkara yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah Rp 1.066.000,00

(satu juta enam puluh enam ribu rupiah) ;

8. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya ;


58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perlindungan hukum terhadap kreditur ini juga diatur secara umum,

yaitu: diatur dalam KUH Perdata Pasal 1131 dan 1132 dan Undang-

Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 1131 KUH

Perdata menyebutkan segala kebendaan, baik yang sudah ada maupun

yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala

perikatan perseorangan. Pasal diatas dapat diartikan, sejak seseorang

mengikatkan diri pada suatu perjanjian maka sejak itu semua harta

kekayaan baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di

kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya.

2. Debitur yang mengalihkan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan

kreditur dapat dikenakan tanggung jawab perdata dan

pidana.Pengalihan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur

merupakan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum

diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dimana debitur bertanggung

jawab untuk mengganti kerugian berupa pemulihan seperti keadaan

semula akibat dari perbuatannya yang merugikan orang lain.

Sedangkan tanggung jawab pidana atas pengalihan tersebut dipidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak

Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) hal ini diatur dalam Bab VI,

ketentuan Pidana dalam UUJF pada pasal 36 yang menyebutkan:


59

“Debitur yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda

yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam

pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih

dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima

puluh juta rupiah).

3. Pertimbangan hakim dalam penelitian ini didasarkan bahwa perbuatan

debitur yang mengalihkan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan

kreditur telah memenuhi unsur-unsur PMH, yakni perbuatan tersebut

telah melanggar ketentuan pasal 23 UUJF, menimbulkan kerugian bagi

kreditur, perbuatan itu dilakukan dengan kesalahan yaitu mengalihkan

objek jaminan fidusia tanpa persetujuan kreditur.

B. Saran

1. Pengalihan objek jaminan fidusia oleh debitur kepada pihak ke tiga

dapat saja dikarenakan ketidaktahuan mengenai konsep fidusia dimana

debitur tidak mengetahui tentang pelarangan tersebut, diharapkan

kepada pemerintah untuk melakukan suatu pengaturan khusus dalam

hal sistem informasi terhadap objek jaminan fidusia secara online,

sehingga pihak ke tiga dapat melakukan pengecekan terlebih dahulu

terhadap status objek yang akan dibelinya apakah dibebani jaminan

fidusia atau tidak, hal ini dapat meminimalisir pengalihan suatu barang

yang masih dibebani jaminan fidusia.


60

2. Hendaknya kreditur memberikan pemahaman hak dan tanggung jawab

kepada debitur sehingga debitur dapat mengetahui mengenai

kewajiban – kewajiban debitur atas objek jaminan fidusia yang

dikuasai olehnya terutama mengenai larangan pengalihan objek kepada

pihak ke tiga tanpa persetujuan kreditur

3. Hendaknya pemerintah memberikan sosialisasi kepada lembaga

keuangan bank maupun non bank sebagai pihak kreditur serta kepada

masyarakat yang menggunakan fasilitas Jaminan Fidusia sehingga

dapat mengurangi sengketa-sengketa yang diakibatkan ketidaktahuan

hak dan kewajiban dalam jaminan fidusia.


61

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum,


Cet. ke 9, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

D.Y Witanto, 2015, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian


Pembiayaan Konsumen, Mandar Maju, Bandung.

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, 2009, Metode penelitian dan Penulisan
Hukum Sebagai Bahan Ajar, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Seri Hukum Bisnis Jaminan
Fidusia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

H Tan Kamello, 2006, Hukum Jaminan Fidusia, Cetakan ke-2, Bandung:


PT Alumni.

H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT


RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Harjono, 2008, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jendral dan


Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Ishaq, 2009, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Moegni Djojodirdjo, 1979, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya


Paramita, Jakarta.

Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di


Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cetakan ke-11,


Kencana, Jakarta.

R.Subekti dan Tjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang hukum Perdata,


Pradnya Paramita,Jakarta.
Rachmadi Usman, 2013, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta.

Richard Burton Simatupang, 2003, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka


Cipta, Jakarta.
62

Satrio, J, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT.


Citra Aditya Bakti, Bandung

Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, cetakan keVII, PT. Alumni, Bandung.

Van Apeldoorn, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, cet. 28, Pradnya Paramita,
Jakarta.

Yurizal, 2015, aspek pidana dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999


Tentang Jaminan Fidusia, Media Nusa Kreatif.

2. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

3. Jurnal

Lidya Mahendra, Perlindungan Hak-Hak Kreditur Dalam Hal Adanya


Pengalihan Benda Jaminan Oleh Pihak Debitur, Jurnal Ilmiah Prodi
Magister Kenotariatan, 2015-2016, Program Magister Kenotariatan
Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai