Anda di halaman 1dari 88

1

Tinjauan Yuridis Penarikan Kendaraan Bermotor Akibat Dari Kredit Macet


(Studi Kasus Adira Finance Cabang Mataram)

SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
untuk mencapai derajat S-1 pada
Program Studi Ilmu Hukum

OLEH:

NOVI ZANTA PUTRI DALLA


D1A 017230

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2022
2

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tinjauan Yuridis Penarikan Kendaraan Bermotor


Akibat Dari Kredit Macet

(Studi Kasus Adira Finance Cabang Mataram)

SKRIPSI

Oleh:

NOVI ZANTA PUTRI DALLA


D1A017230

Menyetujui,

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

H. Zaenal Arifin Dilaga, SH. M. Hum. Wiwiek Wahyuningsih, SH., M.Kn.


NIP.19610712 198903 1 002 NIP. 19620719 199702 2 001
3

HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI DAN KETUA BAGIAN


SKRIPSI INI TELAH DISEMINARKAN DAN DIUJI
PADA TANGGAL:

DEWAN PENGUJI
Ketua,

H. Zaenal Arifin Dilaga, SH. M. Hum. ( ……………….. )


NIP. 19610712 198903 1 002

Anggota I,

Wiwiek Wahyuningsih, SH., M.Kn. ( ……………….. )


NIP. 19620719 199702 2 001

Anggota II,

M. Yazid Fathoni, SH., MH. ( ……………….. )


NIP. 19810326200812 1 001

Mengetahui,
Bagian Hukum Perdata
Ketua,

Arief Rahman, SH., M. Hum.


NIP. 19610816198803 1 004
4

HALAMAN PENGESAHAN DEKAN

SKRIPSI INI TELAH DITERIMA DAN DISAHKAN

OLEH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

PADA TANGGAL:

Dekan,

Dr. H.Hirsanuddin, SH., M.Hum.


NIP. 19621231 198803 1 011
5

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Novi Zanta Putri Dalla
Nim : D1A 017230
Judul Skripsi : “Tinjauan Yuridis Penarikan Kendaraan Bermotor Akibat
Dari Kredit Macet (Studi Kasus Adira Finance Cabang
Mataram)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penelitian Skripsi ini berdasarkan
hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri, baik untuk
naskah laporan maupun kegiatan penelitian yang tercantum sebagai bagian dari
Skripsi ini. Jika terdapat karya orang lain, saya akan mencantumkan sumber yang
jelas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila
dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Mataram, Januari 2022


Yang membuat pernyataan,

NOVI ZANTA PUTRI DALLA


D1A 017230
6

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa atas segala kekuasaannya, yang senantiasa mencurahkan limpahan Rahmat,

dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai

dengan judulnya: “Tinjauan Yuridis Penarikan Kendaraan Bermotor Akibat

Dari Kredit Macet (Studi Kasus Adira Finance Cabang Mataram).

Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh penyususn dalam menganalisis dan

memahami ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penyususn selalu membuka ruang

dan waktu untuk kritik dan saran dari semua pihak demi kemampuan skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari berbagai

kendala. Namun berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara

moril maupun materil akhirnya penyusun dapat mengatasi dan melalui segala

kendala yang dialami. Oleh karena itu melalui kesempatan ini, penyususn

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Hirsanuddin, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Mataram.

2. Bapak Arief Rahman, SH., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Mataram.

3. Bapak H. Zaenal Arifin Dilaga, SH. M. Hum. selaku Dosen Pembimbing

pertama dan selaku ketua penguji yang telah berkenan memberikan arahan

dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penyusun dapat

menyelesaikan skripsi ini.


7

4. Ibu Wiwiek Wahyuningsih, SH., M.Kn. selaku Dosen Pembimbing kedua

dan selaku anggota penguji yang telah memberikan arahan, saran, dan

bimbingan sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak M. Yazid Fathoni, SH., MH. selaku Dosen Penguji netral yang

telah menguji dan memberikan arahan, bimbingan, serta saran untuk lebih

menyempurnakan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Matarm yang telah

memberikan ilmunya yang bermanfaat selama di bangku perkuliahan.

7. Seluruh staff bagian akademik dan bagian administrasi Fakultas Hukum

Universitas Mataram yang selalu memberikan informasi dan membantu

penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada kedua orang tua penyusun yang sangat dicintai, Bapak Sabikis

Martin Dalla dan Ibu Hernawati Danga yang tiada hentinya mencurahkan

Do’a dan kasih sayang serta dukungan kepada penyusun untuk

menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada Oma, Mak Anti, Mak Emi, Pakde Byono dan adikku Ricky Martin

Dalla yang selalu memberikan dukungan, Do’a dan semangat kepada

penyusun untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Untuk sahabat-sahabat Boston seperjuangan Ogik, Dilia, Nyimas, Nindia,

Dini, dan yang selalu mau direpotkan selama kuliah, selalu memberikan

semangat, hiburan dan dukungan yang sangat berarti selama kuliah.

11. Untuk sahabat dan tetangga sepermainan Sanita, Dewi, Ririn, Dwi, Mba

Desi, Dwib, Zahra, Dila, Oming, Wiwik, Galuh, Akbar yang telah
8

memberikan dukungan, candaan dan obrolannya yang dapat menghibur

penyusun selama proses penyusunan skripsi ini.

12. Untuk semua temen-temen seperjuangan yang sudah mendukung dan

memberikan semangat auntuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

dapat membangun. Penyusun berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca khususnya mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas Mataram.


9

RINGKASAN
“Tinjauan Yuridis Penarikan Kendaraan Bermotor Akibat Dari Kredit
Macet
(Studi Kasus Adira Finance Cabang Mataram)
Oleh:
NOVI ZANTA PUTRI DALLA
D1A 017230

Pembimbing 1 : H. Zaenal Arifin Dilaga, SH. M. Hum


Pembimbiing 2 : Wiwiek Wahyuningsih, SH., M.Kn.
Dalam perkembangan sistem pembayaran serta lahirnya berbagai jenis lembaga
pembiayaan tentunya dapat memunculkan permasalahan-permasalahan baru.
Sistem pembayaran secara berangsur memungkinkan terjadinya kredit macet
dalam perjanjian sewa guna usaha (leasing) sebagai salah satu bentuk lembaga
pembiayaan, dan memicu perusahaan pembiayaan sebagai kreditur untuk
melakukan penarikan paksa terhadap benda bergerak yang berada ditangan
debitur yang banyak dilakukan secara sewenang - wenang tanpa mematuhi
peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Pemberian kredit
berarti memberikan kepercayaan kepada debitur oleh kreditur meskipun
kepercayaan tersebut mengandung risiko yang tinggi. Karena itu dalam
pemberian kredit terdapat beberapa unsur yang sering disebut sebagai unsur-
unsur kredit. Tujuan kredit adalah untuk mengembangkan pembangunan dengan
berdasarkan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya dapat
diperoleh keuntungan sebesar-besarnya maka pada umumnya tujuan kredit
secara ekonomis adalah untuk mendapatkan keuntungan.

Penarikan kendaraan bermotor dalam perjanjian debitur dan lembaya


pembiayaan terkait dengan pendaftaran jaminan fidusia terdapat dalam
ketentuan Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia. Mengenai tata cara pendaftran jaminan fidusia
diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Setelah pendaftaran jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14
Undang-Undang jaminan fidusia, kantor pendaftaran jaminan fidusia
menerbitkan dan meyerahkan sertifikat jaminan kepada penerima fidusia pada
tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendafttaran. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi
debitur wanprestasi atau cidera janji di dalam perjanjian jaminan Fidusia, maka
dapat dilakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.

Jenis penelitian ini penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris
dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, konseptual dan
sosiologis. Jenis data dan bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
10

primer, sekunder dan tersier. Teknik dan alat pengumpulan data adalah studi
dokumen dan data lapangan. Analisis bahan yang digunakan adalah analisis
kualitatif.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa Adira Finance cabang Mataram dalam
mekanisme prosedur penarikan kendaraan bermotor dalam perjanjian debitur dan
lembaga pembiayaan untuk saat ini sudah tidak lagi ada penarikan secara
langsung. Dimana ada peraturan baru dalam penarikan yaitu diselesaikan secara
kekeluargaan. Upaya yang dilakukan oleh pihak adira yaitu biasanya dengan
memberikan jangka waktu kepada pihak debitur untuk membayar angsuran yaitu
melalui surat peringatan atau teguran, dan apabila pihak debitur menunggak
pembayaran selama 3 bulan maka akan diberikan surat somasi, berupa teringatan
untuk melunasi tunggakannya. Surat somasi diberikan 2 kali jika tidak ada
tanggapan setelah surat pertama, maka surat kedua pun dikirimkan. Setelah surat
kedua telah dikirimkan, namun masih tidak ada tanggapan dari nasabah tersebut,
pihak Adira Finance akan melaporkan ke pihak yang berwajib.
11

“Tinjauan Yuridis Penarikan Kendaraan Bermotor Akibat Dari Kredit


Macet
(Studi Kasus Adira Finance Cabang Mataram)

NOVI ZANTA PUTRI DALLA


(D1A017230)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelesaian kredit macet


dilembaga pembiayaan yang ditempuh dalam praktek Adira Finance serta
mengetahui prosedur penariakan kendaraan bermotor dalam perjanjian debitur dan
lembaga pembiayaan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normatif dan penelitian empiris, dengan menggunakan pendekatan perundang-
undangan, konseptual, dan sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan bahwa Pendaftaran jaminan fidusia terdapat dalam ketentuan Pasal 11
sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia, benda yang
dibebani jaminan fidusia wajib di daftarkan. Pendaftaran jaminan fidusia
dilakukan oleh kreditur atau kuasanya atau wakilnya. Kemudian penyelesaian
kredit macet dalam praktek adira finance yaitu dengan peringatan tertulis dapat
dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis
secara resmi yang disebut somasi.
Kata Kunci : Jaminan Fidusia, Kredit, Macet
12

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING.....................................ii

HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI............................................iii

HALAMAN PENGESAHAN DEKAN...............................................................iv

PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN..............................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

RINGKASAN........................................................................................................ix

ABSTRAK.............................................................................................................xi

DAFTAR ISI.........................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................................6

D. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................7

E. Orisinalitas Penelitian..................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia.................................................12

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit............................................18

C. Asas Hukum Perjanjian...........................................................................19

D. Pengertian Kredit.....................................................................................21

E. Unsur Kredit............................................................................................23

F. Tujuan Fungsi Kredit..............................................................................24


13

G. Syarat-Syarat Kredit................................................................................25

H. Kredit Macet............................................................................................26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian........................................................................................27

B. Metode Pendekatan.................................................................................28

C. Jenis Bahan Hukum/Data........................................................................28

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum atau Data......................................29

E. Analisis Bahan Hukum/Data...................................................................29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Penarikan Kendaraan Bermotor Dalam Perjanjian Debitur

Dan Lembaga Pembiayaan......................................................................30

B. Penyelesaian Kredit macet dilembaga pembiayaan yang ditempuh

dalam praktek Adira Finance..................................................................51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................64

B. Saran .......................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menghasilkan

bermacam ragam produk kebutuhan hidup sehari-hari dan dipasarkan secara

terbuka baik dipasar-pasar tradisional maupun melalui iklan dimedia massa,

mendorong masyarakat untuk ikut memiliki dan menikmati produk yang

dibutuhkannya, akan tetapi tingginya kebutuhan masyarakat tersebut tidak

dibarengi oleh kemampuan membayar tunai yang memadai.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa setiap manusia memerlukan alat

transportasi yang dalam hal ini berupa kendaraan bermotor. Pada era modern

seperti saat ini kebutuhan untuk memiliki kendaraan bermotor adalah sesuatu

yang berangsur menjadi sebuah kebutuhan primer. Hal tersebut didasari akan

kegiatan manusia yang semakin dinamis dalam kaitannya untuk menunjang

kegiatan ekonomi, pemenuhan kebutuhan hidup, keperluan bisnis, serta

berbagai aktivitas sehari-hari lainnya. Dampak dari perubahan kebutuhan

tersebut berimbas pada adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang

cukup signifikan khususnya di Indonesia setiap tahunnya.

Menurut data dari Badan Pusat Statistika (BPS), jumlah kendaraan

bermotor yang masih beroprasi di seluruh Indonesia pada tahun 2013

mencapai 104,118,969 unit, naik sebelas persen dari tahun sebelumnya yaitu

tahun 2012 yang hanya berjumlah 94,373,324 unit. Data tersebut dapat
2

menjadi bukti nyata bahwa setiap tahunnya kebutuhan masyarakat Indonesia

akan kendaraan bermotor semakin meningkat.30

Selain kebutuhan manusia akan kendaraan bermotor, kebutuhan-

kebutuhan manusia dibidang lainnya pun ikut meningkat, hal ini

menimbulkan kemungkinan biaya yang harus dikeluarkan dalam pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak dapat dibayarkan secara tunai dan lunas

pada saat itu juga. Kebanyakan orang akhirnya memilih untuk memanfaatkan

fasilitas pembayaran secara berangsur (kredit). Kredit sebagai salah satu

aktivitas ekonomi yang berkembang cukup pesat di Indonesia telah memberi

berbagai kemungkinan guna mempermudah lalu lintas ekonomi diberbagai

sektor, sebagai contoh adalah kredit pembelian kendaraan bermotor.31

Pada pandemi corona atau covid-19 saat ini telah memberi dampak

signifikan pada sektor keuangan. Penyaluran kredit menjadi salah satu core

bisnis keuangan sedikit banyak tertahan karena ketidak pastina dan anjloknya

aktifitas ekonomi yang berdampak pada perputran uang. Di tahun 2020

lembaga keuangan semakin selektif menyalurkan kreditnya karena risiko

kredit macet yang menjadi trend peningkatan kredit yang tidak lancar menjadi

naik sampai 19,10 persen. Kondisi ini memunculkan sinyal risiko likuidita

yang perlu disikapi dengan prinsip kehati-hatian sehingga dampak pandemi

30
BPS, Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun 1987-
2013,http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1413 , diakses pada 14 Oktober 2016.
31
Shavira Ramadhanneswari, R. Suharto, Hendro Saptono, 2017, Penarikan Kendaraan
Bermotor Oleh Perusahaan Pembiayaan Terhadap Debitur Yang Mengalami Kredit Macet
(Wanprestasi) Dengan Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Aspek Yuridis, Diponegoro Law Journal,
Vol 6 No.2, hlm 2.
3

covid-19 bisa semakin dimitigasi.32

Seiring dengan perkembangan sistem pembayaran secara berangsur

(kredit), tentunya juga melahirkan berbagai jenis lembaga pembiayaan.

Lembaga pembiayaan (finance) merupakan istilah yang relatif lebih baru

dibandingkan dengan lembaga perbankan. Kegiatan usaha lembaga

pembiayaan menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk

penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara

langsung dari masyarakat. Perkembangan sistem pembayaran serta lahirnya

berbagai jenis lembaga pembiayaan tentunya dapat memunculkan

permasalahan-permasalahan baru.

Sistem pembayaran secara berangsur memungkinkan terjadinya kredit

macet dalam perjanjian sewa guna usaha (leasing) sebagai salah satu bentuk

lembaga pembiayaan, dan memicu perusahaan pembiayaan sebagai kreditur

untuk melakukan penarikan paksa terhadap benda bergerak yang berada

ditangan debitur yang banyak dilakukan secara sewenang - wenang tanpa

mematuhi peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

pembiayaan menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk

penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara

langsung dari masyarakat. Perkembangan sistem pembayaran serta lahirnya

berbagai jenis lembaga pembiayaan tentunya dapat memunculkan

permasalahan-permasalahan baru. Sistem pembayaran secara berangsur

32
https://tsm.ac.id.com, diakses pada tanggal 2 Mei 2021
4

memungkinkan terjadinya kredit macet dalam perjanjian sewa guna usaha

(leasing) sebagai salah satu bentuk lembaga pembiayaan, dan memicu

perusahaan pembiayaan sebagai kreditur untuk melakukan penarikan paksa

terhadap benda bergerak yang berada ditangan debitur yang banyak dilakukan

secara sewenang - wenang tanpa mematuhi peraturan dan ketentuan hukum

yang berlaku di Indonesia.

Pembeliaan kendaraan bermotor secara angsuran dalam hukum perdata

bersifat sewa beli yang termasuk perjanjian Inominat atau perjanjian yang

tidak diatur dalam KUHPerdata, karena dalam KUHPerdata hanya mengatur

jual beli dan sewa menyewa tukar menukar, jual beli itu sendiri dengan

sistem tunai cash.33

Perjanjian pembiayaan konsumen dibuat berdasarkan atas asas kebebasan

berkontrak para pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan

kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia

dana (fund lender), dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user).

Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan dokumen hukum utama yang

dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan

dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum perjajian yang dibuat secara

sah, maka akan berlaku Undang-Undang bagi pihak-pihak yaitu perusahaan

pembiayaan konsumen dan konsumen Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan

bahwa:

33
Demy Amelia Amanda Manalip, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Penarikan Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Perusahaan, Jurnal Lex Administratum,
Vol.V/No. 3/Mei/2017, hlm 42.
5

“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-


undang bagi mereka yang membuatnya.’’frasa’’ sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”.
memberikan makna bahwa perjanjian yang dibuat secara sah memiliki kekuatan

mengikat yang sama dengan kekuatan mengikatnya undang- undang yang

dibuat oleh penguasa, namun perlu diingat bahwa kedudukan tersebut hanya

ditunjukan bagi para pihak perjanjian saja, artinya meskipun suatu

perjanjian dipersamakan daya mengikatnya dengan undang-undang, bukan

berarti bahwa perjanjian itu memiliki kedudukan seperti undang-undang

yang dapat berlaku secara umum.34

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa :

“kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan


dengan itu, berdasarkan atas kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah waktu tertentu dengan pemberian bunga
setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada
diri kreditur, yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada
debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur
pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak
pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para
pihak. Hak dan kewajiban debitur adalah bertimbal balik dengan hak
dan kewajiban kreditur”.
Adanya kredit seperti ini pihak kreditor juga

mengharapkan pengembalian kredit yang telah diberikan

tersebut dengan bunga yang telah ditetapkan pula,

namun dalam perakteknya tidaklah semuanya berjalan

34
D.Y. Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen
(Aspek Perikatan, Pendaftara, dan Eksekus), Mandar Maju, Bandung, 2015, hlm 120.
6

dengan lancar, sebab banyak kredit yang mengalami

penunggakan. Dengan kata lain, pengembalian kredit

yang telah diberikan oleh kreditor mengalami hambatan

atau yang disebut problem loan”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur penarikan kendaraan bermotor dalam perjanjian

debitur dan lembaga pembiayaan ?

2. Bagaimana penyelesaian Kredit macet dilembaga pembiayaan yang

ditempuh dalam praktek di Adira Finance?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan berdasarkan latar belakang dan

permasalahan yang diuraikan diatas adalah :

a. Untuk mengetahui prosedur penariakan kendaraan bermotor dalam

perjanjian debitur dan lembaga pembiayaan.

b. Untuk mengetahui penyelesaian kredit macet dilembaga pembiayaan

yang ditempuh dalam praktek di Adira Finance.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian sebagaimana telah dituangkan

diatas, maka diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai

berikut :

a. Manfaat Akademis
7

Manfaat akademis dari penelitian ini yaitu sebagai syarat untuk

dapatmenyelesaikan studi pada Strata Satu (S1) Program Studi Ilmu

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram.

b.Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan di

bidang ilmu hukum secara umum.

c. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan wawasan keilmuan

bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang

diharapkan akan menunjang terhadap pengembangan keilmuan dalam

bidang ilmu hukum.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk melakukan suatu penelitian diperlukan suatu batasan yang

tegas dari suatu objek permasalahan yang diteliti. Adapun ruang lingkup

dalam penelitian ini yaitu tentang bagaimana pengaturan penarikan

kendaraan bermotor akibat dari kredit macet dilembaga pembiayaan

Adira Finance.

E. Orisinalitas Penelitian

Untuk mengetahui orisinalitas penelitian yang penyusun lakukan,

dalam hal ini akan dicantumkan penelitian terlebih dahulu yang satu tema

pembahasan. Penelitian dalam bentuk skripsi pernah dilakukan oleh

beberapa mahasiswa berikut ini:


8

NO. PENULIS PENELITIAN RUMUSAN HASIL PENELITIAN


DAN JUDUL MASALAH
1. Perlindungan Hukum Bagi 1. Bagaimanakah Proses dan tata cara eksekusi

Debitur Akibat prosedur dan tata objek jaminan Fidusia

oleh pihak PT. Adira


Eksekusi Objek cara eksekusi
Finance apabila debitur
Jaminan Fidusia Oleh objek jaminan
wanprestasi dengan cara
Pihak Finance Karena Fidusia oleh
memberikan surat
Adanya Wanprestasi pihak Finance
peringatan atau somasi
Dalam Perjanjian karena adanya
sebanyak tiga kali
Kredit Sepeda Motor wanprestasi
berturut- turut.
(Studi di PT Adira dalam perjanjian Pelaksanaan eksekusi
Finance Kota kredit sepeda yang dilakukan oleh pihak

Mataram) motor. PT Adira Finance adalah

Hermandarin Jayadi 2. Bagaimanakah perbuatan melanggar

Universitas Mataram perlindungan hukum berdasarkan Pasal

1365 KUH Perdata karena


Fakultas Hukum), hukum bagi
melakukan eksekusi
2015. 6 Debitur akibat
secara kesewenang-
eksekusi objek
wenangan. Dan debitur
jaminan Fidusia oleh
dapat mengugat apabila
pihak Finance
merasa dirugikan ke
karena adanya
kreditur secara
wanprestasi musyawarah dengan cara

66
Hermandarin Jayadi, Perlindungan Hukum Bagi Debitur Akibat Eksekusi Objek Jaminan
Fidusia Oleh Pihak Finance Karena Adanya Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Sepada Motor
(Studi di PT.Adira Finance Kota Mataram), (Skripsi Universitas Mataram Fakultas Hukum),
2015.
9

dalam perjanjian melakukan negosiasi

kredit sepeda mengenai besarnya ganti

rugi dan dapat juga di


motor.
tempuh melalui

pengadilan negeri

setempat.

2. Analisa Yuridis Terhadap 1. Mengapa pihak Faktor penyebab terjadi

Penarikan Kendaraan debitur lalai penarikan kendaraan

Bermotor Oleh dalam memenuhi bermotor adalah faktor

Kreditur kewajiban ekonomi dimana pihak

Adrianus Sijabat, 2018.7 sebagai debitur debitur mengalami

sehingga pihak kesulitan ekonomi

kreditur menarik karena keluarga dari

kendaraan pihak debitur

debitur. mengalami sakit dan

2. Bagaimana kegiatan usaha yang

mekanisme dijalankan pihak debitur

penarikan macet karena dana yang

kendaraan seharusnya di butuhkan

bermotor oleh untuk kegiatan usaha

kreditur atas dan pembayaran

kelalaian atau angsuran tersebut di

tidak alokasikan untuk biaya


77
Adrianus Sijabat, Analisa Yuridis Terhadap Penarikan Kendaraan Bermotor Oleh
Kreditur, 2018.
10

dilaksanakan perobatan. Sebelum

kewajiban debitur terjadinya eksekusi ada

kepada kreditur. beberapa tahapan yang

dipenuhi agar kekuatan

eksekutorial dan Pasal

29 Undang-Undang

Jaminan Fidusia dapat

terpenuhi.

3. Ferdy Salim dengan judul, 1. Apa yang Lembaga pembiayaan

Tinjauan Yuridis menjadi dasar yang secara formal di

Penyelesaian Kredit hak dalam Indonesia masih relatif


Macet Pada pemberian baru. Lembaga ini
Perjanjian Pembiayaan dana dari tumbuh dan
Konsumen Dengan Lembaga
berkembang seiring
Jaminan Fidusia pembiayaan
dengan dikeluarkannya
Kendaraan Bermotor ke konsumen.
pranata hukum berupa
Roda Empat, 2013.8 2. Apakah yang
Keppres No. 61 tahun
menyebabkan
1988 tentang Lembaga
terjadinya
Pembiayaan. Ada 2
kredit macet
(dua) sumber hukum
dalam
perdata untuk kegiatan
perjanjian
88
Ferdy Salim ,Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Perjanjian Pembiayaan
Konsumen Dengan Jaminan Fidusia Kendaraan Bermotor Roda Empat, (Skripsi UNIVERSITAS
JEMBER FAKULTAS HUKUM), 2013.
11

pembiayaan pembiayaan konsumen

dengan yaitu asas kebebasan

jaminan berkontrak dan


Fidusia perundang-undangan
kendaraan dibidang hukum
bermotor roda
perdata. Pertumbuhan
empat.
bisnis pembiayaan

konsumen enunjukkan

tingginya minat

masyarakat untuk

membeli barang-

barang dengan cara

kredit. Dalam transaksi

pembiayaan konsumen

terdapat 3 (tiga) pihak

yang terlibat, yaitu

perusahaan

pembiayaan

konsumen, konsumen

dan pemasok

(supplier). Konsumen

sebagai debitur tertarik


12

karena perusahaan

pembiayaan konsumen

tidak mengharuskan

penyerahan sesuatu

sebagai jaminan

melainkan hanya

barang yang dibiayai

itulah yang langsung

dibebani dengan

jaminan fidusia dan

konsumen tetap

menguasai obyek dan

mengambil manfaat

dari obyek pembiayaan

tersebut.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian-penelitian

sebelumnya yang diuraikan diatas adalah mengenai prosedur penarikan

dan penyelesaian kredit macet. Penulis menggunakan metode penelitian

hukum normatif dan hukum empiris. Titik persamaan pada penelitian ini

yaitu sama-sama membahas tentang Penarikan Kendaraan Bermotor

Akibat Dari Kredit Macet.

BAB II
13

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia

a. Sejarah Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia lahir karena ketentuan undang-undang yang

mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak

kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat

mengikuti perkembangan masyarakat. Pasal 1152 ayat 2 KUH

Perdata tentang gadai mensyaratkan bahwa kekuasaan atas benda

yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai (azas

inbezitstelling).

Ini merupakan hambatan yang berat bagi gadai atas benda-

benda bergerak berwujud, karena pemberi gadai tidak dapat

menggunakan benda-benda tersebut untuk keperluannya.9 Hambatan

tersebut kemudian diatasi dengan mempergunakan lembaga fidusia

yang diakui oleh Yurisprudensi Belanda tahun 1929 dan diikuti oleh

Arrest Hooggerechtshof di Indonesia tahun 1932, bahwa pada

hakekatnya dalam hal jaminan fidusia memang terjadi pengalihan

hak kepemilikan atas suatu benda berdasarkan kepercayaan antara

Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia.

99
Purwahid dan Kashadi. Hukum Jaminan Fidusia, (Semarang : Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, 2008), hal. 34-35.
14

Pengalihan hak kepemilikan dimaksud semata-mata sebagai

jaminan bagi pelunasan utang bukan untuk seterusnya dimiliki oleh

Penerima Fidusia. Lahirnya Arrest Hooggerechtshof tersebut

dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari

pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, padagang menengah,

pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya.

Perkembangan perundang-undangan fidusia sangat lambat, karena

undang-undang yang mengatur tentang jaminan fidusia baru

diundangkan pada tahun 1999, berkenaan dengan bergulirnya era

reformasi.1010

b. Pengertian Jaminan Fidusia

Fidusia atau lengkapnya “Fiduciaire Eigendomsoverdracht”

sering disebut sebagai Jaminan Hak Milik Secara Kepercayaan,

merupakan suatu bentuk jaminan atas benda-benda bergerak

disamping gadai dimana dasar hukumnya yurisprudensi. Pada

fidusia, berbeda dari gadai, yang diserahkan sebagai jaminan kepada

kreditor adalah hak milik sedang barangnya tetap dikuasai oleh

debitor, sehingga yang terjadi adalah penyerahan secara constitutum

possessorium.

Dalam ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, disebutkan bahwa: “Fidusia

adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

1010
Salim H.S. Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2004), hal 60.
15

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak

kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam pengusaan pemilik

benda.” Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kepercayaan

merupakan syarat utama didalam lalu lintas perkreditan. Seorang

nasabah memperoleh kredit karena adanya kepercayaan dari bank.

Dalam fidusia, benda jaminan tidak diserahkan secara nyata

oleh debitor kepada kreditor, yang diserahkan hanyalah hak milik

secara kepercayaan. Benda jaminan masih tetap dikuasai oleh debitor

dan debitor masih tetap dapat mempergunakan untuk keperluan

sehari-hari. Jaminan fidusia dituangkan dalam bentuk perjanjian.

Biasanya dalam memberikan pinjaman uang, kreditor

mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitor harus

menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan

utangnya.1111

Dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa :

”Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda brgerak baik


yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak
bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4
tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”

Dari pengertian di atas, dapat diketahui unsur-unsur jaminan fidusia

meliputi adanya hak jaminan; adanya obyek, yaitu benda bergerak


1111
Oey Hoey Tiong, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1984), hal. 21V
16

baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak

bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak

tanggungan; benda yang menjadi obyek jaminan tetap berada dalam

penguasaan pemberi fidusia; dan memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada penerima fidusia.

Perjanjian Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari

suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para

pihak untuk memenuhi prestasi.1212

c. Ciri- ciri Lembaga Fidusia Seperti halnya hak tanggungan, Lembaga

Jaminan Fidusia yang kuat mempuyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Memberikan kedudukan yang mendahulukan kepada

kreditor (penerima fidusia) terhadap kreditor lainnya. (Pasal

27 Undang-undang jaminan Fidusia) Penerima fidusia

memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.

Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran

benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada kantor

pendaftaran fidusia. Hak yang didahulukan yang dimaksud

adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan

piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek

jaminan fidusia. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia

tidak hapus karena adanya kepailitan dan likuidasi pemberi

fidusia.

1212
Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. Cit, hal. 36.
17

Ketentuan dalam hal ini berhubungan dengan ketentuan

bahwa jaminan fidusia merupakan agunan atas kebendaan

bagi pelunasan utang. Disamping itu, ketentuan dalam

undang-undang tentang kepailitan menentukan bahwa benda

yang menjadi obyek jaminan fidusia berada diluar kepailitan

dan atau likuidasi. Apabila atas benda yang sama menjadi

objek jaminan fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan

fidusia, maka hak yang didahulukan ini diberikan kepada

pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada kantor

pendaftaran fidusia.

2) Selalu mengikuti obyek yag dijaminkan di tangan siapapun

objek itu berada (droit de suite) (pasal 20 Undang-undang

fidusia). Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi

obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu

benda itu berda, kecuali pengalihan atas benda persediaan

yang menjadi obyek jaminan fidusia. Ketentuan ini

merupakan pengakuan atau prinsip “droit de suite” yang telah

merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan

Indonesia dalam kaitanya dengan hak mutlak atas kebendaan

(inrem)

3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat

pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum


18

kepada pihak yang berkepentingan (Pasal 6 dan 11 Undang-

undang Fidusia).

Akta Jamian Fidusia yang dibuat Notaris sekurang-kurangnya

memuat :

a) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia

b) Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia;

c) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek fidusia;

d) Nilai penjaminan;

e) Nilai benda yang menjadi objek fidusia;

Selanjutnya dalam hal ini benda yang dibebani dengan

jaminan fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran

Fidusia. Hal ini merupakan terobosan penting yang

melahirkan fidusia sehingga dapat memenuhi asas publisitas

(semakin terpublikasi jaminan hutang, akan semakin baik,

sehingga kreditor atau khalayak ramai dapat mengetahui atau

punya akses untuk mengetahui informasi-informasi penting

di sekitar jaminan hutang tersebut.

4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29

Undang-undang Fidusia) Dalam hal debitor atau pemberi

fidusia cidera janji, pemberi fidusia wajib menyerahkan

obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi.

Eksekusi dapat dilaksanakan dengan cara pelaksanaan titel

eksekutorial oleh kreditor atau penerima fidusia, artinya


19

langsung melaksanakan eksekusi melalui lembaga parate

eksekusi atau penjualan obyek jaminan fidusia atas

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan dari hasil penjualan. Dalam hal akan dilakukan

penjualan dibawah tangan, maka harus dilakukan berdasarkan

kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.

2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit

a. Pengertian Perjanjian

Istilah perjajian berasal dari kata Belanda overeenkomst dan

verbintenis. Buku III KUHPer menggunakan istilah perikatan untuk

verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst. Di kenal tiga istilah

Indonesia untuk verbintenis, yaitu perikatan, perjanjian, dan

perutangan, sedangkan untuk istilah overeenkomst dipakai dua istilah,

yaitu perjanjian dan persetujuan.1313

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji

kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.1414 Pengertian dari perjanjian itu sendiri

diatur dalam buku III KUHPer, dalam Pasal 1313 menyatakan bahwa:

“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak


atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih’’.

Namun definisi perjanjian dalam pasal 1313 ini adalah : (1)

tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, (2) tidak

1313
R. Soeroso, Perjanjian Dibawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 3.
1414
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm 74.
20

tampak asas konsensualisme, dan (3) bersifat dualisme.1515 Tidak

jelasnya definisi ini disebabkan di dalam rumusan tersebut hanya

disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun

disebut dengan perjanjian.Untuk memperjelas pengertian itu, maka

harus dicari dalam doktrin.Menurut doktrin (teori lama), yang disebut

perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.1616

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang

diartikan dengan perjanjian adalah.1717 “suatu hubungan hukum

antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum’’.

Dalam hukum perjanjian terdapat syarat sah yang mengatur

sahnya suatu perjanjian. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam di

dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata

menentukan empat syarat sahnya perjanjian.1818

1. Adanya kesepakatan (toesteming/izin) kedua belah pihak


2. Kecakapan bertindak
3. Adanya objek perjanjian (onderwerp der overeenskomst)
4. Adanya causa yang halal (geoorloofde oorzaak)

b. Asas-asas Hukum Perjanjian

Asas hukum adalah suatu pikiran yang bersifat umum dan abstrak

yang melatar belakangi hukum positif. Didalam hukum perjanjian

1515
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm
160
1616
Ibid.
1717
Ibid.
1818
Ibid.
21

terdapat beberapa asas, yaitu:1919

1) Asas kebebasan berkontrak


Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 Ayat (1) KUHPer yang berbunyi: ‘‘semua
perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-
undang bagi mereka yang membuatnya’’. Asas kebebasan
berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk :
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan
persyaratannya.
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau
lisan.
2) Asas konsensualisme
Kata konsensualisme, berasal dari bahasa latin
‘‘consensus’’, yang berarti sepakat. Dapat disimpulkan pada
Pasal 1320 Ayat (1) KUHPer yang berbunyi : ‘‘salah satu
syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah
pihak”. Hal tersebut mengandung makna, bahwa perjanjian
pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup
dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
3) Asas Pacta sunt servanda
Perjanjian sebagai figure hukum harus mengandung
kepastian hukum, kepastian ini terungkap dari kekuatan
mengikatnya perjanjian, yaitu Undang-undang bagi yang
membuatnya.

4) Asas iktikad baik


Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat
(3) KUH Perdata. Pasal 1338 (3) KUH Perdata berbunyi :
“perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik’’. Asas
iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur
dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik
dari para pihak.
5) Asas kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak
hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal
1315 KUH Perdata berbinyi: “pada umumnya seseorang tidak
dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
1919
Salim H.S, Hukum KontraK Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, 2017, hlm 9.
22

dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang


mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya
sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi “perjanjian hanya
berlaku antara para pihak yang membuatnya.” Ini berarti
bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku
bagi mereka yang membuatnya.

c. Pengertian Kredit

Menurut Astiko “kredit merupakan kemampuan untuk

melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman

dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan pada jangka waktu

yang telah disepakati”.2020

Menurut Sutan Remy Sajhdeini, perjanjian kredit adalah:

“perjanjian bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur

mengenai penyediaan uang atau tagiahan yang dapat dipersamakan

dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi

utangnya setelah jangaka waktu tertentu dengan jumlah bunga,

imbalan atau penghasilan hasil keuntungan”.2121

Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh

barang dengan membayar cicilan atau angsuran dikemudian hari atau

memperoleh pinjaman uang, yang pembayarannya dilakukan

dikemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan

perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang atau berbentuk

uang. Baik kredit berbentuk barang maupunkredit berbentuk uang

dalam hal pembayarannya dengan menggunakan metode angsuran

2020
Astiko, Manajement Perkreditan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996, hlm 5.
2121
Sutan Remy Sajhdeini, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 78.
23

atau cicilan tertentu.2222

Kata kredit berasal dari bahasa latin creditus yang merupakan

bentuk past participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith.

Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. Dapat dikatakan dalam

hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit) dalam hubungan

perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai

kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat

yang telah disetujui bersama, dan dapat mengembalikan (membayar

kembali) kredit yang bersangkutan.2323

Undang-undang No. 10 Tahun 1998, tentang perubahan

Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Undang-undang Perbankan, Pasal

1 butir 11 ditegaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara kreditor dengan pihak lain,

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang. Barang

dengan balas prestasi (kontra prestasi) yang akan terjadi pada waktu

yang akan datng. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang

yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat

kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si

penerima kredit atau antara kreditor dan debitor. Mereka menarik

keuntungan dan saling menanggung resiko.


2222
Rudyanti Dorotea Tobing, Hukum Perjanjian Kredit Konsep Perjanjian Kredit Sindikasi
Yang Berasaskan Demokrasi Ekonomi, Laksbag Grafika, Yogyakarta, 2014, hlm 178.
2323
Ibid.
24

Terdapat prinsip dalam perkreditan yang senantiasa dipegang

teguh yaitu bahwa “kredit yang dikeluarkan harus diterima kembali

sesuai dengan perjanjian” dengan mengingat hal tersebut maka

kreditor didalam mempertimbangkan permohonan kredit harus

senantiasa selektif.

d. Unsur-unsur kredit

Pemberian kredit berarti memberikan kepercayaan kepada

debitur oleh kreditur meskipun kepercayaan tersebut mengandung

risiko yang tinggi. Karena itu dalam pemberian kredit terdapat

beberapa unsur yang sering disebut sebagai unsur-unsur kredit,

yaitu:2424

a) Kepercayaan.
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang
diberikan akan benar - benar diterima kembali dimasa
tertentu di kemudian hari. Sutan Remy Sdjahdeini
mengatakan bahwa hubungan antara bank dengan penerima
kredit (nasabah debitur), mempunyai sifat hubungan
kepercayaan (Fiduciary Obligation) kepada bank terhadap
nasabahny, maka masyarakat bisnis dan perbankan
Indonesia telah melihat pula bahwa hubungan antara bank
dan nasabah debitur adalah hubungan kepercayaan.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya
sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah
baik secara interen maupun eksteren.
b) Jangka Waktu.
Yaitu jangka waktu antara masa pemberian kredit dan masa
pengembalian kredit. Di sini terkandung arti bahwa nilai
uang pada waktu pemberian kredit (nilai algio) adalah lebih
tinggi dari nilai uang yang akan diterima pada waktu
pengembalian kredit kemudian hari.
c) Degre of Risk
Yaitu adanya tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai
akibat jangka waktu yang memisahkan antara pemberian
kredit dan pengembalian kredit di kemudian hari, makin
2424
Rudiyanty Dorota Tobing,Op cit, hal.181
25

lama jangka waktu pengembalian kredit berarti makin tinggi


pula tingkat risikonya. Karena ada unsur risiko ini maka
suatu perjanjian kredit perlu suatu jaminan.
d) Prestasi
Prestasi yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat
berupa barang, jasa atau uang. Dalam perkembangan
perkreditan di alam modern maka yang dimaksud dengan
prestasi dalam pemberian kredit adalah uang. Secara teori
kredit dapat diberikan dalam bentuk uang ataupun barang,
tetapi dalam kehidupan ekonomi modern selalu didasarkan
pada uang maka kredit dalam bentuk uang ini yang banyak
dilakukan.

e. Tujuan Fungsi Kredit

Tujuan kredit adalah untuk mengembangkan pembangunan

dengan berdasarkan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan

sekecil-kecilnya dapat diperolah keungtungan sebesar-besarnya maka

pada umumnya tujuan kredit secara ekonomis adalah untuk

mendapatkan keuntungan. Karena itu bank akan memberikan kredit

apabila calon debitur itu akan mampu mengembalikan kredit disertai

uang sebagaimana telah disepakati.

Kepentingan dan keuntungan yang diharapkan baik oleh

masyarakat maupun oleh bank, bercermin dalam dua kegiatan pokok

yaitu to receive deposits and to make loan. Para penyimpan dana

mengharapkan dapat keuntungan dari bunga, sedangkan pihak bank

memperolah keuntungan dengan mengoperkan dana tersebut dalam

bentuk kredit. Dengan ini timbul saling membutuhkan antara bank dan

masyaraka.2525

f. Syarat-syarat kredit
2525
Ibid.
26

Dalam praktik perbankan dikenal beberapa prinsip yang

digunakan dalam pemberian kredit pada pihak debitur. Prinsip- prinsip

tersebut antara lain :2626

1. Prinsip kepercayaan, maksudnya bahwa kredit adalah


kepercayaan kreditur bagi debitur, sekligus kepercayaan bahwa
debitur akan mengembalikan hutangnya.
2. Prinsip kehati-hatian, adalah salah satu konkretisasi dari prinsip
kepercayaan dalam suatu pemberian kredit.
3. Prinsip 5 C`s. meliputi :

a. Watak (character), yaitu kepribadian, moral dan kejujuran


pemohon kredit.
b. Modal (capital), yaitu modal dari pemohon kredit,yang untuk
mengembangkan usahanya memerlukan bantuan bank.
c. Kemampuan (capacity), yaitu kemampuan untuk
mengendalikan, memimpin, menguasai bidang usaha,
kesungguhan dan melihat perspektif masa depan, sehingga
usaha pemohon berjalan dengan baik dan memberikan
untung (rendable).
d. Kondisi ekonomi (condition of economic), yaitu situasi
ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu, dimana
kredit diberikan bank pada pemohon.
e. Jaminan (collateral),adalah kekayaan yang dapat diikat
sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan dibelakang hari,
kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya.
4. Prinsip 5 P, meliputi :
a. Para pihak (party),dilakukan penggolongan calon debitur
yang dibagi dalam beberapa golongan berdasarkan
character,capacity,dan capital.

b. Tujuan (purpose), maksudnya analisis tentang tujuan


penggunaan kredit yang telah disampaikan oleh calon
debitur.
c. Pembayaran (payment),artinya sumber pembayaran dari
calon debitur.
d. Perolehan laba (profitability), yaitu penilaian terhadap
kemampuan calon debitur untuk memperoleh keuntungan
dalam usahanya.
e. Perlindungan (protection), merupakan analisis terhadap
sarana perlindungan terhadap kreditur.
5. Prinsip 3 R meliputi :
a. Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh

2626
Ibid.
27

perusahaan peminjam setelah memperoleh kredit


b. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan jadwal dan
jangka waktu pembayaran kredit oleh debitur, tetapi
perusahaannya tetap berjalan.
c. Risk bearing ability adalah besarnya kemampuan perusahaan
debitur untuk menghindari risiko, dan apakah risiko
perusahaan debitur besar atau kecil.

g. Kredit macet

Kredit macet adalah kredit dengan kolektibilitas macet, kredit yang

angsuran pokok dan bunganya tidak dapat dilunasi selama lebih dari

2 (dua) massa angsuran ditambah 21 (dua puluh satu) bulan, atau

penyelesaian kredit telah diserahkan kepada pengadilan atau Badan

Urusan Piutang Negara atau telah diajukan ganti rugi kepada

perusahaan asuransi kredit. Terjadinya kredit macet dalam perjanjian

kredit pada umumnya selain berasal dari masalah yang berasal dari

bank, juga berasal dari nasabah (debitur).2727

Kredit macet sebagai kelanjutan dari usaha penyelesaian atau

pengaktifan kembali kredit yang tidak lancar dan usaha itu tidak

berhasil, barulah kredit tersebut dikategorikan kedalam kredit

macet.2828

2727
Etty Mulyanti, KREDIT PERBANKAN (Aspek Hukum dan Pengembangan Usaha Mikro
Kecil dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia), PT Refika Aditama, Bandung, 2016, hlm
206.
2828
Ibid.
28

BAB III

METODE PENELITIAN

Melakukan suatu penelitian hukum tidak dapat

terlepas dengan penggunaan metode penelitian, karena

setiap penelitian apa saja pasti menggunakan metode

untuk menganalisa permasalahan yang diangkat.

Penelitian (research) berarti pencarian kembali.

Pencarian yang dimaksud adalah pencarian terhadap

pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari

pencarian ini akan dipakai untuk menjawab

permasalahan tertentu.

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian

yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dan empiris yaitu:

a. Jenis penelitian hukum normatif adalah menemukan kebenaran

koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah

norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip

hukum, serta apakah Tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma

hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau primsip hukum.35

b. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang mengandalkan

observasi dan eksperimen dalam membuktikan kebenaran. Obeservasi

dan eksperimen merupakan cara untuk membuktikan hipotesis. Bukti

35
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, rev.ed. cetakan ke-14, Prenadamedia Group,
Jakarta, 2019, hlm. 47
29

yang didapatkan melalui observasi dan eksperimen itulah yang di sebut

empiris, yaitu bukti yang dapat diindra. Ilmu-ilmu empiris terwujud

dalam ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu social.36

2. Metode Pendekatan

Untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini di gunakan pendekatan:

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Aprroach)

Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu

memahami hierarki, dan asas-asas dalam Peraturan Perundang-

Undangan.37

b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Aprroach)

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak

dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau

tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.38

c. Pendekatan Sosiologis (Sosilogis Approach)

Pendekatan ini dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga

hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini sangat membantu peneliti

untuk memahami filosofi dari aturan hukum, dari waktu ke waktu.39

3. Jenis Data dan Bahan Hukum

Jenis data yang di gunakan oleh peneliti dalam Menyusun penelitian ini adalah:

1. Data Kepustakaan, yang terdiri dari bahan hukum, yaitu:

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa berbagai peraturan perundang-

36
ibid
37
ibid
38
ibid
39
ibid
30

undangan yang berlaku dan berhubungan dengan pokok masalah yang

dibahas, diantaranya Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata), Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia, artikel hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan objek

penelitian.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan hukum yang

menjelaskan tentang bahan hukum primer seperti hasil dari penelitian,

artikel hukum, dan buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan

ensiklopedia

2. Data Lapangan

Data lapangan yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

lapangan yang bersumber dari responden, yaitu pihak debitur sebagai

konsumen dan pihak kreditur sebagai produsen dengan cara

melakukan wawancara langsung dilokasi penelitian

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber dan jenis data diatas, maka Teknik dan alat

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teknik pengumpulan bahan hukum dan data yang diperoleh dengan

Teknik studi dokumen, yaitu data yang diperoleh dengan mengumpulkan


31

bahan kepustakaan yang berupa peraturan perundangundangan dokumen

resmi, literatur, dan karya tulis yang berhubungan dengan materi

penelitian, dengan cara menelusuri, membaca dan menelaah buku

literatur serta dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

pokok permasalahan dan pembahasan yang bersifat ilmiah.

b. Data lapangan (primer), yaitu data yang diperoleh dengan menggunakan

teknik wawancara. Wawancara atau sering disebut interview merupakan

salah satu cara memperoleh data yang akurat, wawancara dilakukan

dengan informan.

5. Analisis data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data

dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema

dan dapat ditemukan hipotesis kerja yang disarankan oleh badan hukum.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu

dengan mengumpulkan bahan, mengkualifikasi kemudian menghubungkan

teori yang berhubungan dengan masalah dan menarik kesimpulan untuk

menentukan hasil.
32

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Penarikan Kendaraan Bermotor Dalam Perjanjian Debitur

Dan Lembaga Pembiayaan

1. Gambaran Umum tentang PT. Adira finance

Sebelum dibahas tentang prosedur penarikan kendaraan bermotor

dalam perjanjian debitur dan lembaga pembiayaan penulis terlebih dafulu

menguraikan tentang gambaran umum mengenai PT. Adira Finance

sebagai berikut:

PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk (‘‘Adira Finance’’ atau

‘‘Perusahaan’’) didirikan sejak tahun 1990 merupakan salah satu

perusahaan pembiayaan terbesar untuk berbagai merek otomotif di

Indonesia berdasar pangsa pasar dan jumlah aktiva yang dikelola. Pada

bulan maret 2004, Adira Finance melakukan penawaran saham perdana,

yang diikuti dengan pengalihan 75,0% kepemilikan pemegang saham

lama melalui penempatan terbatas ke PT. Bank Danamon Indonesia Tbk

(Bank Danamon), salah satu bank swasta nasional terbesar yang dimiliki

oleh Grup Temasek dari Singapura. Dengan dukungan dari Bank

Danamon, Perusahaan terus mengembangkan usahanya dengan

menciptakan keunggulan kompetitif yang dapat menghasilkan nilai yang

tinggi, baik bagi konsumen maupun pemegang saham.

Sejalan dengan kemampuan utama Perusahaan dalam mengelola


33

risiko pembiayaan secara retail, Adira Finance lebih berkonsentrasi

kepada pembiayaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi. Dengan

dukungan dana yang besar dari Bank Danamon, serta profesionalisme

dan dedikasi yang tinggi, Perusahaan mampu membukukan pembiayaan

baru sebesar Rp. 8,5 triliun pada tahun 2006, dari jumlah pembiayaan

baru tersebut, 74,5% berasal dari sector pembiayaan sepeda motor dan

25,0% berasal dari sektor pembiayaan mobil, Perusahaan membiayai

sedikitnya 12,2% dari seluruh penjualan sepeda motor baru dan 3,9%

dari seluruh penjualan mobil baru di Indonesia selama tahun 2006.2929

Tahun 2006 merupakan tahun yang penuh tantangan sebagai akibat

dari kondisi ekonomi makro yang kurang menguntungkan. Namun

demikian, Adira Finance mampu melewati tahun sulit tersebut dengan

hasil yang memuaskan. Hasil tersebut dapat terwujud berkat kerjasama

yang baik antara karyawan dan perhatian penuh perusahaan terhadap

pengembangan sumber daya manusia. Untuk menghasilkan individu

terbaik, perusahaan telah menerapkan budaya perusahaan melalui

program pelatihan yang berkesinambungan yang menyentuh hati

karyawan, mitra usaha dan komunitas secara umum, keseluruhan upaya

ini menghasilkan kebanggaan dan kecintaan terhadap perusahaan.

Sementara itu, belajar dari pengalaman perusahaan dalam melewati

tahun-tahun yang sulit, Adira Finance mulai melebarkan sayapnya dan

mengembangkan sayapnya dan mengembangkan strategi yang tepat,

yaitu mulai bergerak melayani konsumen yang hendak mengajukan


2929
Adira, Sekilas Adira Finance: http://adira.co.id
34

pembiayaan atas kepemilikan sepeda motor atau mobil dan

memperkokoh posisinya sebagai perusahaan pembiayaanyang

membiayai berbagai merek otomotif. Strategi ini terbukti efektif seiring

dengan terus berkembangnya industri otomotif terutama untuk sepeda

motor, sehingga menjadikan Adira Finance sebagai salah satu pemain

terbesar disektor pembiayaan konsumen otomotif, tanpa harus terikat

pada salah satu merek otomotif tertentu. Didukung dengan lebih dari

12.500 karyawan dan 245 jaringan usaha yang tersebar dibanyak kota di

Indonesia, PT. Adira Finance telah memantapkan posisinya sebagai salah

satu perusahaan pembiayaan konsumen otomotif terkemuka di Indonesia.

a. PT. Adira Finance Mempunyai Visi Misi

Visi : Menjadi perusahaan pembiayaan kelas dunia

Adira Finance bertekad untuk menjadi ‘‘Perusahaan

Pembiayaan Kelas Dunia’’yang keberadaannya sangat

diperhitungkan baik oleh pesaing maupun pasar. Aspirasi

kami adalah menjadi pilihan utama untuk berkarya bagi dan

yang dihormati oleh konsumen, karyawan dan pihak terkait.

Misi : Mewujudkan impian esok pada hari ini

Adira Finance menyediakan fasilitas kredit kepada

masyarakat untuk mewujudkan impiannya pada hari ini,

tanpa harus menunggu hari esok.

Nilai: Untuk memberikan hasil kerja yang sempurna dan

berkomitmen melalui Kerjasama yang berdasarkan


35

kepercayaan dan rasa hormat.3030

b. Struktur Organisasi Perusahaan

Untuk menjamin kelancaran aktivitas Adira Finance dalam rangkai

mencapai tujuan perusahaan, maka diperlukan suatu kordinasi yang baik

dan untuk memperjelas tugas dan wewenang masing-masing bagian

maka dibentuk struktur organisasi perusahaan.

Dari masing-masing bagian dari struktur tersebut memiliki tugas

antara lain :

1) Direktur

Merupakan pimpinan tertinggi dan bertanggung jawab

terhadap aktivitas perusahaan dalam mencapai tujuan

perusahaan.

a) Bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya usaha.

b) Mengkoordinir dan mengontrol bagian-bagian

dibawahnya.

c) Mewakili perusahaan dalam hal yang berhubungan

dengan pihak ekstern dan bertindak atas nama

perusahaan.

d) Menentukan kebijakan perusahaan, berkaitan dengan

pembelian dan penjualan.

e) Melakukan otoritas pemberian kredit.

3030
Ibid.
36

2) Bagian Akuntansi

a) Bertanggung jawab langsung kepada pimpinan atas

laporan keungan perusahaan.

b) Mencatat semua transaksi keuangan yang terjadi dalam

perusahaan.

3) Kasir

a) Bertanggung jawab atas keluar masuknya uang

perusahaan.

b) Membuat laporan tentang penerimaan dan pengeluaran

kas perusahaan.

4) Bagian Administrasi dan Keuangan

a) Menyelenggarakan tertib administrasi dan ketatausahaan

perusahaan.

b) Melakukan penagihan pada pelanggan jika sampai saat

jatuh tempo pelanggan belum membayar.

5) Bagian Penjualan

Bertanggung jawab atas kegiatan jual beli kendaraan.

6) Bagian Umum

Bertanggung jawab terhadap kondisi kebersihan dan

kesiapan kendaraan yang akan dijual setiap hari.

7) Dewan Komisaris

a) Mengontrol dan menilai pekerjaan direktur.

b) Menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan.


37

c. Persyaratan Permohonan Kredit

Secara umum dalam pengajuan permohonan kredit PT Adira Multi

Finance Tbk membagi permohonan menjadi 4 kategori yaitu:

1) Karyawan

Adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan,

dan sebagainya) dengan mendapat gaji atau upah. Yang termasuk

karyawan yaitu pekerja lepas, pegawai menejerial, operasianal, pegawai

tetap dan pegawai tidak tetap.

a) Foto copy KTP pemohon suami/istri.

b) Foto copy Kartu Keluarga.

c) Foto copy rekening listrik/PAM/PBB/telepon. (*)

d) Slip gaji atau fotocopy rekening tabungan (3 bulan terakhir).

e) Foto copy NPWP. (**)

Keterangan:

(*) Dapat digantikan dengan dokumen bukti bertempat

tinggal lainnya seperti SHM, SHGB, SHGU, AJB,

Girik dan lain-lain.

(**) Wajib untuk pembiayaan di atas Rp. 50.000.000.

2) Profesi

Adalah janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas

khusus secara tetap/permanen.

a) Foto copy KTP pemohon suami/istri.

b) Foto copy Kartu Keluarga.


38

c) Foto copy ijin praktek.

d) Foto copy rekening listrik/PAM/PBB/telepon.(*)

e) Foto copy rekening tabungan (3 bulan terakhir) atau rekening

koran (3 bulan terakhir).

f) Foto copy NPWP. (**)

Keterangan:

(*) Dapat digantikan dengan dokumen bukti bertempat

tinggal lainnya seperti SHM, SHGB, SHGU, AJB,

Girik dan lain-lain.

(**) Wajib untuk pembiayaan di atas Rp. 50.000.000

3) Wirausaha

Adalah kemampuan untuk berdiri sendiri mengejar peluang yang

menuntut kemampuan mengelola dan pengalaman untuk memacu

kreatifitas.

a) Foto copy KTP pemohon suami/istri.

b) Foto copy Kartu Keluarga.

c) Foto copy rekening listrik/PAM/PBB/telepon. (*)

d) Foto copy rekening tabungan (3 bulan terakhir) atau rekening

koran (3 bulan terakhir).

e) Foto copy SIUP/SKDP/TDP/TDR

f) Foto copy NPWP. (**)

Keterangan:

(*) Dapat digantikan dengan dokumen bukti bertempat


39

tinggal lainnya seperti SHM, SHGB, SHGU, AJB,

Girik dan lain-lain.

(**) Wajib untuk pembiayaan di atas Rp. 50.000.000

d. Perusahaan Badan Hukum

Seperti bank untuk operasional kendaraan.

1) Foto copy KTP pengurus (komisaris dan direktur).

2) Foto copy rekening koran (3 bulan terakhir) atau laporan

keuangan.

3) Foto copy akte pendirian dan perubahannya.

4) Foto copy SIUP/SKDP/TDP/TDR.

5) Foto copy NPWP. (**)

Keterangan:

(*) Dapat digantikan dengan dokumen bukti bertempat

tinggal lainnya seperti SHM, SHGB, SHGU, AJB,

Girik dan lain-lain.

(**) Wajib untuk pembiayaan di atas Rp.50.000.000.

Cara pembayaran angsuran PT Adira Finance

Multi Tbk dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :

a) ATM on-line 24 hours non stop (ATM BCA dan ATM

Danamon).

b) Kantor Pos

c) Kantor cabang Adira Finance.


40

2. Prosedur penarikan kendaraan bermotor dalam perjanjian debitur dan

lembaga pembiayaan

Jaminan fidusia merupakan salah satu bentuk agunan atas kebendaan

atau jaminan kebendaan {zakelijke zekerheid, security right in rem).

Konstruksi jaminan fidusia adalah penyerahan hak milik secara

kepercayaan, atas kebendaan atau barang-barang bergerak milik debitur

kepada kreditur dengan penguasaan fisik atas barang-barang itu tetap

pada debitur. Dengan ketentuan bahwa jika debitur melunasi hutangnya

sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, maka kreditur berkewajiban

untuk mengembalikan hak milik atas kebendaan atau barang-barang

tersebut kepada debitur. Dalam khazanah ilmu hukum, penyerahan

kebendaan seperti ini dinamakan “constitutum possessorium”. 3131

Bentuk jaminan fidusia saat ini sebenamya sudah mulai digunakan secara

luas dalam transaksi pinjam meminjam. Proses pembebanannya dianggap

sederhana, mudah dan cepat, walau sesungguhnya masih kurang dapat

menjamin adanya kepastian hukum.

Penarikan kendaraan bermotor dalam perjanjian debitur dan

lembaya pembiayaan penulis akan menjelasakan terkait tata cara

pendaftaran Jaminan Fidusia. Terkait dengan pendaftaran jaminan fidusia

terdapat dalam ketentuan Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Berdasarkan

Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia, benda yang dibebani jaminan


3131
Yandra Kesuma, Analisis Tentang Jenis Akia Jaminan Fidusia, Program Studi Magister
Kenotariatan, FH-UNSRl, 2012, him.
41

fidusia wajib di daftarkan. Terkait dengan permohonan pendaftaran

jaminan fidusia dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Jaminan

Fidusia, ditentukan bahwa:

1) Permohonan pendaftran Jaminan Fidusia dilakukan oleh


penerimaan Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan
pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia.
2) Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memuat:
a) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
b) Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, tempat kedudukan
notaris yang membuat akta jaminan fidusia
c) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
d) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
e) Nilai penjaminan, dan
f) Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
3) Kantor pendaftran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku
daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran diatur
dengan peraturan pemerintah.

Mengenai tata cara pendaftran jaminan fidusia

diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia

dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Dalam

ketentuan Pasal 3 PP 21 Tahun 2015 disebutkan bahwa:

Permohonan pendaftran Jaminan Fidusia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 memuat:

a) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia


b) Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, tempat kedudukan notaris
yang membuat akta jaminan fidusia
c) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
d) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
e) Nilai penjaminan, dan
42

f) Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh kreditur

atau kuasanya atau wakilnya. Dalam prakteknya kreditur

memberikan kuasa kepada Notaris yang membuat akta

jaminan fidusia untuk melakukan pendaftaran jaminan

fidusia. Adapun tujuan pendaftaran jaminan fidusia

adalah:

1. Untuk melakukan kepastian kepada para pihak yang berkepentingan

2. Memberikan hak yang didahulukan (Perferent) kepada penerima fidusia

terhadap kreditur yang lain.

Setelah pendaftaran jaminan fidusia, sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang jaminan

fidusia, kantor pendaftaran jaminan fidusia menerbitkan

dan meyerahkan sertifikat jaminan kepada penerima

fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal

penerimaan permohonan pendafttaran. Sertifikat

jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar

fidusia yang memuat catatan tentang:

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia

b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, tempat kedudukan notaris

yang membuat akta jaminan fidusia

c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

d. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia


43

e. Nilai penjaminan, dan

f. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.

Dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-

kata " DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA". Sertifikat

jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang

sama dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitur

cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk

menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas

kekuasaannya sendiri. Hal ini sebagaimana disebutkan

dalam ketentuan Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang

Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa:

“ Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Apabila memperhatikan substansi ketentuan Pasal

15 ayat (2) Undang-undang Jaminan Fidusia, ini berarti

apabila debitur cidera janji atau wanprestasi, maka

penerima fidusia (kreditur) mempunyai hak untuk

melakukan eksekusi terhadap objek Jaminan Fidusia.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-undang

Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi debitur wanprestasi

atau cidera janji di dalam perjanjian jaminan Fidusia,


44

maka dapat dilakukan eksekusi terhadap benda yang

menjadi objek jaminan Fidusia. Selengkapnya Pasal 29

Undang-undang Jaminan Fidusia berbunyi :

(1) Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda

yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

a. pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15


ayat (2) oleh Penerima Fidusia.
b. penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta pengambilan
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c

dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara

tertulis oleh pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak

berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang

beredar di daerah bersangkutan.

Melihat substansi Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia,

pengeksekusian dapat dilakukan dengan cara antara lain dengan Titel

Eksekutorial. Pelaksanaan title eksekutorial dalam mengeksekusi objek

jaminan Fidusia, yaitu didasarkan adanya irah-irah ‘‘DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA’’ pada sertifikasi

jaminan fidusia. Adanya irah-irah tersebut berarti Sertifikasi Jaminan

Fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, ini berarti memberikan kedudukan

yang kuat kepada kreditur penerima fidusia untuk melakukan eksekusi

benda jaminan fidusia yang dijadikan jaminan hutang oleh debitur pemberi
45

Jaminan Fidusia. Berdasarkan irah-irah itulah yang kemudian

mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikiann, akta tersebut

tinggal dieksekusi (tanpa perlu lagi suatu Putusan Pengadilan).3232

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Mas Yudi selaku HRD

Adira Finance Cabang Mataram beliau mengatakan bahwa dalam

mekanisme prosedur penarikan kendaraan bermotor dalam perjanjian

debitur dan lembaga pembiayaan untuk saat ini sudah tidak lagi ada

penarikan secara langsung. Dimana ada peraturan baru dalam penarikan

yaitu diselesaikan secara kekeluargaan. Misalkan nasabah motor dari

nasabah tersebut ditarik maka yang menyerahkan motor tersebut adalah

nasabah itu sendiri. 3333

Di dalam Kitab Undang – Undang Hukum perdata, tepatnya di Buku

III, disamping mengatur mengenai perikatan yang timbul dari perjanjian,

juga mengatur perikatan yang timbul dari Undang – Undang misalnya

tentang perbuatan melawan hukum. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus

ada kesepakatan, kecakapan, hal tertentu dan sebab diperbolehkannya.

1. Kesepakatan kedua belah pihak

Syarat pertama sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan

atau consensus para pihak. Kesepakatan diatur dalam Pasal 1320

Ayat 1 KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah

Munir fuady, Jaminan Fidusia, Cet, II, PT, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.59.
3232

Hasil Wawancara Dengan Bapak Yudi Selaku HRD Adira Finance Cabang Mataram, 6
3333

Oktober 2021.
46

persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih

dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya,

karena hendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Pada

dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu

dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis.

Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar

memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat

bukti yang sempurna, tatkala timbul sengketa atau permasalahan

dikemudian hari.

2. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk

melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan

yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan

mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan

mempunyai wewenang untuk melakukan perbutan hukum,

sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan

hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan

adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang

tidak berwenang melakukan perbuatan hukum:3434

a. Anak dibawah umur


b. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan
c. Istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam
3434
Salim HS, S.H., M.S, Hukum Kontrak, Cet.9, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm.34
47

perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum,


sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No.3 Tahun 1963.

1. Hal tertentu

Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi

objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi

adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang

menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif

dan negatif. Prestasi terdiri atas:3535

a. Memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata)

2. Adanya kausa yang halal

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian

kausa yang halal. Suatu sebab adalah terlarang apabila

bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan

ketertiban umum. Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat

subyektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat

objektif, karena menyangkut objek perjanjian.

Apabila syarat yang pertama dan kedua tidak terpenuhi

maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah

satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk

membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para

pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap


3535
Ibid
48

dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka

perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa dari semula

perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.

Pada prinsipnya keabsahan suatu perjanjian tidak ditentukan oleh bentuk fisik dari

perjanjian tersebut. Baik cetak maupun digital/elektronik, baik lisan maupun

tulisan, akan dianggap sah menurut hukum jika memenuhi kriteria Pasal 1320

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni memenuhi syarat kesepakatan,

kecakapan, objek yang spesifik, dan sebab yang halal sebagaimana diuraikan

dalam pasal tersebut.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pada Pasal 5 sampai dengan

Pasal 12 dijelaskan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang merupakan

perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di

Indonesia. Demikian halnya dengan Tanda Tangan Elektronik, memiliki kekuatan

hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda


Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah
waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan
Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
49

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa


Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

Ketentuan pada KUH Perdata dan UU ITE tersebut menunjukkan bahwa

perjanjian yang dibuat secara elektronik memiliki kekuatan yang sama dengan

perjanjian yang ditandatangani para pihak langsung (dengan kehadiran langsung

para pihak). Demikian halnya dengan kekuatan pembuktiannya, perjanjian

elektronik maupun rekaman akan memiliki kekuatan pembuktian yang sama

dengan perjanjian yang ditandatangani langsung oleh para pihak.

Upaya yang dilakukan oleh pihak adira yaitu biasanya dengan

memberikan jangka waktu kepada pihak debitur untuk membayar angsuran

yaitu melalui surat peringatan atau teguran. Dalam wawancara dengan Mas

Yudi beliau juga menjelaskan apabila pihak debitur menunggak

pembayaran selama 3 bulan maka akan diberikan surat somasi, berupa

teringatan untuk melunasi tunggakannya. Surat somasi diberikan 2 kali

jika tidak ada tanggapan setelah surat pertama, maka surat kedua pun

dikirimkan. Setelah surat kedua telah dikirimkan, namun masih tidak ada

tanggapan dari nasabah tersebut, pihak Adira Finance akan melaporkan ke

pihak yang berwajib.3636

Adapun timbul hak dan kewajiban apabila telah terjadi penunggakan

pembayaran yang dilakukan oleh debitur terhadap objek perjanjian yang

telah mengakibatkan objek tersebut disita oleh pihak Finance dalam hal ini

Hasil Wawancara Dengan Bapak Yudi Selaku HRD Adira Finance Cabang Mataram, 6
3636

Oktober 2021.
50

sebagai kreditur diantarannya adalah hak dan kewajiban yang dimiliki oleh

Finance dalam hal ini sebagai kreditur, yaitu :

1. Hak Finance sebagai Kreditur

a. Berhak untuk melakukan penarikan atau penyitaan terhadap

objek perjanjian yang di dasarkan atas perjanjian yang di buat

oleh kedua belah pihak yakni antara debitur dengan kreditur.

b. Berhak untuk memperoleh pembayaran yang telah di tonggak

oleh pihak debitur.

c. Memperoleh pembayaran terhadap ongkos penarikan yang

dilakukan.

d. Apabila pihak kreditur telah memberikan kelonggaran

tenggang waktu kepada debitur untuk melunasi tunggakan

pembayaran namun dari pihak debitur tidak juga melunasi

meski di berikan kelonggaran waktu maka pihak kreditur

berhak untuk melakukan pelelangan terhadap objek perjanjian

yang di sita tersebut.

2. Kewajiban Finance dalam hal ini sebagai Kreditur

a. Memelihara dengan baik barang sitaan tersebut yakni

sepeda motor yang di sita

b. Mengembalikan sepeda motor yang di sita apa bila debitur

sudah melunasi segala tonggakan pembayaran.

c. Menjalani sepenuhnya atas isi surat perjanjian yang dibuat

oleh kedua belah pihak yakni kreditur dan debitur.


51

Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh debitur yakni

sebagai berikut :

1. Hak debitur yakni memperoleh barang perjanjiannya

Kembali apabila sudah melunasi tunggakan pembayaran

beserta ongkos penarikan.

2. Kewajiban debitur

a. Jaminan tetap dalam penguasaan oleh debitur dan/atau

penjamin tetapi debitur dan/atau penjamin tetapi debitur

dan/atau penjamin tidak lagi sebagai pemilik malainkan

sebagi peminjam atau pemakai jaminan, kreditur akan

menyimpan asli faktur dan bukti pemilikan kendaraan

bermotor/BPKB jaminan sampai seluruh kewajiban

debitur kepada kreditur dibayar lunas.

b. Debitur dan/atau penjamin dilarang meminjamkan,

menyewakan, mengalihkan, menjaminkan atau

menyerahkan penguasaan jaminan kepada pihak ketiga

dengan cara atau jalan apapun juga. Pelanggaran atas

ketentuan ini dikenakan Pasal 372 dan Pasal 378 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana jo Pasal 23 (2) jo. Pasal

36 UUNo. 42 tahun 1999.

c. Debitur dan/atau penjamin wajib memelihara dan

mengurus jaminan tersebut sebaik-baiknya dan melakukan

pemeliharaan dan perbaikan atas biaya debitur/penjamin


52

dan bila ada bagian dari jaminan yang diganti atau

ditambah maka bagian tersebut termasuk dalam

penyerahan secara fidusia kepada kreditur.

Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari

istilah dalam Bahasa Belanda yang terdapatdalam

Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata), yaitu

Overeenkomst.Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah

suatu hubungan antara dua orang tersebut yang

dinamakan perikatan. Perjanjian ini menerbitkan suatu

perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam

bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian

perkataan yang mengandung janji-janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.3737

1. Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata dirumuskan mengenai pengertian dari

perjanjian, yaitu : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Perjanjian tersebut di atas adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan

atau perjanjian yang obligatoir.3838

Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata mengandung beberapa

3737
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XIX, Penerbit Intermasa, Jakarta, 2002, hlm. 1.
3838
J. Satrio, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 9.
53

kelemahan,yaitu :

Kata “Perbuatan” terlalu luas maknanya, karena ada perbuatan biasa,

perbuatan hukum, perbuatan melawan hukum, dan perbuatan sesuai hukum.

Perbuatan yang dimaksud disini adalah perbuatan hukum.

2. Kata “Satu orang atau lebih”, perjanjian minimal harus dilakukan oleh 2

(dua) orang atau lebih dan tidak hanya orang tetapi juga badan hukum

yang biasa disebut subjek hukum.

3. Kata “Mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” seharusnya

saling mengikatkan diri. Oleh karena itu, definisi perjanjian adalah suatu

perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) subjek hukum atau lebih

untuk saling mengikatkan diri. Sesuatu hal yang dapat dituntut itu

dinamakan “prestasi”, wujud dari prestasi itu dirumuskan dalam Pasal

1234 KUHPerdata, yaitu berupa :

1. Memberikan sesuatu barang


2. Berbuat sesuatu hal/perbuatan
3. Tidak berbuat sesuatu hal/perbuatan

Wujud prestasi dari memberikan sesuatu barang misalnya

dalam perjanjian jual beli, dimana pihak penjual

berkewajiban untuk memberikan sesuatu barang

terhadap si pembeli. Dalam hal wujud prestasi dari

berbuat sesuatu hal atau perbuatan, misalnya seorang

pemahat diwajibkan untuk membuat sebuah patung

menurut pesanan seseorang. Sedangkan wujud prestasi

dari tidak berbuat sesuatu hal/perbuatan, misalnya


54

seseorang yang bekerja di sebuah restoran terkenal tidak

diperbolehkan untuk memberikan resep makanan

restoran tersebut kepada pihak lain. Dengan demikian,

hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa

perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah

sumber perikatan, disamping sumber-sumber lainnya.

Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena

dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu.

Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan

persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak,

lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau

persetujuan yang tertulis.3939

B. Penyelesaian Kredit macet dilembaga pembiayaan yang ditempuh dalam

praktek Adira Finance

Dari segi macam-macamnya kredit macet terdapat lima macam yang

dikenal selama ini, adalah :

1. Debitur tidak melaksanakan sama sekali apa yang telah di

perjanjikan,

2. Debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan,

3. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan,

4. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjikan, atau

5. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian.


3939
Subekti, Op. Cit, hlm. 1
55

Keadaan yang demikian apabila ditinjau dari segi hukum perdata disebut

dengan wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa

pemberian kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang dan

pengembalian kredit atau membayar angsuran kredit yang disebut sebagai

prestasi. Apabila debitur tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka

waktu pengembalian tersebut terlewati, maka perbuatannya disebut perbuatan

wanprestasi.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Mas

Yudi selaku HRD Adira Finance Cabang Mataram mengenai

Penyelesaian Kredit macet dilembaga pembiayaan yang

ditempuh dalam praktek Adira Finance;4040

Debitur dapat melakukan dengan cara datang

langsung kekantor PT. Adira Finance jika motor tersebut

telah disita oleh pihak Finance dimana pada saat debitur

datang ke kantor maka dilakukan negosiasi antara

debitur dengan kreditur yang membahas mengenai

jangka waktu pengembalian sepada motor dan kapan

debitur tersebut dapat melunasi kredit tersebut.

Pihak dari finance memberikan jangka waktu

paling lambat selama 15 hari jatuh tempo, jika dalam

jangka waktu 15 hari tidak melunasi kredit tersebut

maka sepeda motor tersebut sepenuhnya jadi milik

Hasil Wawancara Dengan Bapak Yudi Selaku HRD Adira Finance Cabang Mataram, 20
4040

Desember 2021.
56

finance maka perjanjian tersebut hapus dengan

sendirinya dan finance berhak melakukan pelelangan

untuk biaya yang timbul atas penjualan jaminan,

melunasi pokok pinjaman debitur, melunasi kewajiban

lainnya termasuk bunga dan denda serta sisa dari

kelebihan hasil dari pelelangan motor tersebut

dikembalikan ke debitur hal ini berdasarkan surat

perjanjian pembiayaan mengenai syarat-syarat

perjanjian angka 14 huruf f. jika berdasarkan ketentuan

Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya

perjanjian yang telah dibuat antara, debitur dan kreditur.

Jika melihat berdasarkan asas itikad baik, debitur

tersebut tidak beritikad baik karena tidak memenuhi

kewajiban untuk membayar sisa kredit tersebut.

Pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh pihak

PT. Adira Finance adalah perbuatan melanggar hukum

berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata karena melakukan

eksekusi secara kesewenang-wenangan tanpa

memperlihatkan sertifikat fidusianya. Seharusnya pihak

finance tidak berhak untuk melakukan eksekusi, yang

berhak untuk melukan eksekusi adalah Pengadilan

melalui juru sita pengadilan dengan terlebih dahulu

pihak finance mengirimkan surat peringatan ke


57

Pengadilan Negeri setempat.

Berdasarkan wawancara dengan pak Joni selaku

debitur, pihak Finance melakukan eksekusi tanpa

pembicaraan terlebih dahulu. Bagi debitur akibat

eksekusi kendaraan sepeda motor hanya sebatas

pemberian jangka waktu untuk pelunasan segala bentuk

utangnya saja, tidak untuk melindungi hak-hak debitur

apabila terjadi perbuatan melanggar hukum oleh pihak

Finance akibat eksekusi yang dilakukan secara

kesewenang-wenangan. Dalam Undang-undang

perlindungan konsumen sudah diatur mengenai hak

debitur sesuai pasal 4 haruf a mengenai hak atas

keselamatan dan kenyamanan debitur.4141

Menurut Subekti dalam Djaja S. Meliala Wanprestasi, artinya tidak

memenuhi kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam perikatan atau

perjanjian, tidak dipenuhinya kewajiban dalam suatu perjanjian, dapat

disebabkan, yaitu:4242

1. Karena kesalahan debitur baik sengaja maupun karena

kelalaian;

2. Karena keaadaan memaksa (overmacht/forcemajeur).

Menurut Djaja S. Meliala Ada empat keadaan wanprestasi

4141
Hasil Wawancara Dengan Bapak Joni Selaku Debitur Adira Finance Cabang Mataram, 28
Desember 2021.
4242
Djaja S. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, (Bandung: Nuansa Aulia,
2012), hal.175
58

yaitu sebagai berikut: 4343

1. Tidak memenuhi prestasi.

2. Terlambat memenuhi prestasi.

3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.

Wanprestasi atau cidera janji itu ada kalau seseorang debitur itu tidak

dapat membuktikan bahwa tidak dapatnya melakukan prestasi adalah di luar

kesalahannya atau dengan kata lain debitur tidak dapat membuktikan adanya

overmacht, jadi dalam hal ini debitur jelas tidak bersalah. Sejak kapankah

debitur itu telah wanprestasi. Dalam praktek dianggap bahwa wanprestasi itu

tidak secara otomatis, kecuali kalau memang sudah disepakati oleh para pihak

bahwa wanprestasi itu ada sejak tanggal yang disebutkan dalam perjanjian

dilewatkan. Dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap

lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan.

Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa

debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam

waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau

wanprestasi.

Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara

tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi yang disebut somasi. Somasi

dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian Pengadilan

4343
Ibid
59

Negeri dengan perantara Juru Sita menyampaikan surat peringatan tersebut

kepada debitur, yang disertai berita acra penyampaiannya. Peringatan tertulis

tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan

sendiri oleh kreditur kepada debitur sebagai peringatan bahwa tenggang

waktu atas perjanjian yang disepakati telah berakhir.

a) Bentuk-Bentuk Wanprestasi

Adapun bentuk wanprestasi menurut R. Subekti dalam Johanes

Ibrahim terdapat ada empat macam yaitu:4444

1) Tidak melakuakan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak

sebagaimana dijanjikanMelakukan apa yang dijanjikannya

tetapi terlambat;

3) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.

Menurut Gunawan Wijaya dalam Ferdy Salim, bahwa

bentuk ketiadalaksanakan oleh debitur dapat terwujud dalam beberapa

bentuk yaitu:

1) Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya,

2) Dibitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana

mestinya,

3) Debitur tidak melaksanaknnya kewaajibannya pada

waktunya,

4444
Johanes Ibrahim,”Cross Defauld & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian
Kredit Bermasalah”,( Cetakan ke-1, Penerbit refika Aditama, Bandung, 2004), hal.55-56.
60

4) Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak

diperbolehkan.4545 Untuk mengatakan bahwa seseorang

melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-

kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak

dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan

melakukan prestasi yang diperjanjikan.

Dalam hal bentuk prestasi dibitur dalam perjanjian yang berupa

tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur

melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu

yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Adapun bentuk prestasi

debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila

batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238

KUHPerdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan

lewatnya batas waktu tersebut. Apabila tidak ditentukan mengenai

batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan

wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang

diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan

somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur

kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki

pemenuhan prestasi atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan

dalam pemberi tahuan itu dengan kata lain somasi adalah peringatan

agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran


4545
Ferdy Salim, Skripsi; Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Perjanjian
Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia Kendaraan Bermotor Roda Empat, (Jember;
Program Study Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember, 2013), hal. 15
61

kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya.

Pemberian suatu fasilitas kredit mengandung risiko kemacetan.

Akibatnya, kredit tidak dapat ditagih, sehingga menimbulkan

kerugian. Sebaiknya apapun analisis kredit yang dilakukan dalam

mempertimbangkan permohonan kredit, kemungkinan terjadinya

kredit bermasalah tetap ada.

Dalam upaya cara penyelesaian debitur wanprestasi pada

perjanjian kredit dengan jaminan fidusia hukum di Indonesia pada

dasarnya menganut dua cara dalam penyelesaian sengketa yaitu non-

litigasi dan litigasi. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau non-

litigasi merupakan salah satu proses untuk menyelesaikan suatu

sengketa diluar pengadilan yang dapat dilakukan oleh para pihak

untuk dapat menyelesaikan sengketanya.

Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan ini menghasilkan

kesepakatan yang bersifat win-win solution atau saling

menguntungkan satu sama lain yang dijamin kerahasiaan sengketa

para pihak, dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal

prosedural dan administrative, menyelesaikan masalah secara

komperhensif dalam kebersamaandan tetapmenjaga hubungan baik.

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini lebih banyak dipilih

karena proses peradilan diIndonesia dianggap tidak efisien dan tidak

efektif.

Landasan hukum penyelesaian sengketa dengan cara non litigasi:


62

1. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian

yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi

yang mebuatnya. Ketentuan ini mengandung asas perjanjian

bersifat terbuka artinya dalam menyelesaikan masalah setiap

orang bebas memformulasikannya dalam bentuk perjanjian

yang isinya apapun untuk dapat dijalankan dalam rangka

menyelesaikan masalah selanjutnya sebgaimana ditentukan

dalam pasal 1340 KUHPerdata bahwa perjanjian hanya

berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Penyelesaian

sengketa dengan cara non litigasi membuat ketentuan

tersebut menjadi penting dalam hal mengingatkan kepada

para pihak yang bersengketa bahwa kepadanya diberikan

kebebasan oleh hukum memilih jalan dalam menyelesaikan

masalahnya yang dapat dituangkan dalam perjanjian, asal

perjanjian itu dibuat secara sah memenuhi syarat-syarat

sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320

KUHPerdata.

2. Pasal 1266 KUHPerdata menyebutkan bahwa syarat batal

dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan timbal balik,

jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Ketentuan pasal tersebut sangat penting untuk mengingatkan

para pihak dalam hal ini kreditur dan debitur yang membuat

perjanjian dalam menyelesaikan masalahnya bahwa


63

perjanjian harus dilaksanakan secara konsekuen oleh kedua

belah pihak.

3. Pasal 1851 sampai dengan pasal 1864 KUHPerdata tentang

perdamaian,yang menyatakan bahwa perdamaian adalah

perjanjian, oleh sebab itu perjanjian perdamaian itu sah jika

dibuat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian dan dibuat

secara tertulis. Perdamaian dapat dilakukan di dalam

Pengadilan maupun diluar Pengadilan. Penyelesaian sengketa

dengan cara non litigasi, perdamaian dibuat diluar Pengadilan

yang lebih ditekankan yaitu bagaimanapun sengketa hukum

dapat diselesaikan dengan cara perdamaian diluar Pengadilan

dan perdamaian itu mempunyai kekuatan untuk dijalankan

oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga

peradilan sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi

akan diperiksa dan diputus oleh hakim, yang mana melalui sistem ini

tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution atau solusi yang

memperhatikan kedua belah pihak karena hakim harus menjatuhkan

putusan dimana salah satu pihak akan menjadi

pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.

Penyelesaian secara litigasi, penyelesaian kredit terhadap debitur

wanprestasi dapat dilakukan dengan cara yaitu:

a. Mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri sesuai dengan


64

ketentuan hukum acara perdata, atau permohonan eksekusi

grosse akta. Dengan cara tersebut dapat dijadikan salah satu

cara penyelesaian kredit macet yang lebih cepat dan lebih

mudah dibandingkan mengajukan gugagtan perdata atas dasar

wanprestasi. Grosse Akta Pengakuan Utang merupakan

eksekusi pengecualian yang diatur pasal 224 HIR dan pasal

258 Rbg, yakni eksekusi yang dijalankan melalui penetapan

Ketua Pengadilan Negeri, dan tidak memerlukan putusan

pengadilan yang bersifat tetap. Dengan aturan ini maka

eksekusi tersebut dapat dilakukan lebih cepat dan lebih mudah.

b. Gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri atas dasar

wanprestasi. Mengajukan gugatan perdata melalui Pengadilan

Negeri (PN) atas dasar wanprestasi (ingkar janji) dapat

dijadikan opsi oleh Bank (kreditur) untuk menyelesaikan kredit

macet. Opsi ini dapat ditempuh apabila pihak bank (kreditur)

tidak dapat melakukan eksekusi grosse akta melalui

Pengadilan Negeri disebabkan antara lain perjanjian kreditnya

tidak diiringi pembuatan grosse akta pengakuan utang yang

dibuat secara notariil.

Dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia tersebut pihak kreditur

agar mendapat perlindungan hukum, maka sebagaimana yang diatur dalam

Undang-Undang Jaminan Fidusia, pembebanan benda dengan akta jaminan

fidusia harus dibuat dengan akta otentik agar muncul asas spesialitasnya.
65

Asas ini terdapat pada pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang

menyatakan bahwa pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat

dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan

Fidusia.

Ada 3 (tiga) cara Eksekusi jaminan fidusia berdasarkan pasal 29

Undang- undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia :

1. Eksekusi langsung dengan title eksekutorial yang berarti

kekuatannya dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum.

Eksekusi ini dibenarkan oleh Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia dalam pasal 15 ayat (2) yang menggunakan

irah- irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN

YANG MAHA ESA” yang berarti kekuatannya sama dengan

kekuatan putusan pengadilan yang bersifat tetap. Pelaksanakan

eksekusi dengan titel eksekutorial yaitu tulisan yang mengandung

pelaksanakan putusan pengadilan, yang memberikan dasar untuk

penyitaan dan lelang sita (executorial verkoop) tanpa perantaraan

hakim.

2. Pelelangan Umun

Eksekusi fidusia ini dilakukan dengan jalan mengeksekusinya oleh

penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum yaitu Kantor

lelang, dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi

pembayaran tagihan penerima fidusia parate eksekusi lewat

pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan


66

sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang

Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

3. Eksekusi fidusia juga dapat dilakukan melalui penjualan dibawah

tangan tetapi harus memenuhi syarat-syarat. Penjualan dibawah

tangan dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut :

a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan

penerima fidusia

b. Apabila penjualan tersebut dicapai harga tertinggi yang

menguntungkan para pihak.

c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima

fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Diumumkan dengan sedikitnya dua surat kabar yang berada

di daerah tersebut.

e. Pelaksanakan penjualan dilakukan setelah lewat waktu satu

bulan sejak diberitahukan secara tertulis. Penjualan dibawah

tangan dilakukan untuk memperoleh biaya tertinggi dan

menguntungkan kedua belah pihak. penjualan yang dilakukan

dibawah tangan harus diotentikkan ulang oleh para pihak jika

hendak dijadikan alat bukti sah di pengadilan. Untuk

penjualan dibawah tangan harus dengan persetujuan dari

pemberi dan penerima fidusia serta dilakukan setelah lewat

satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis kepada pihak-

pihak yang berkepentingan serta diumukan sedikitnya dalam


67

dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.

Fidusia yang dilakukan dibawah tangan tidak dapat dijerat

dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jmainan Fidusia karena tidak sah atas legalnya perjanjian

jaminan fidusia yang dibuat.

Ada 2 (dua) janji yang dilarang dalam pelaksanakan eksekusi objek

Jaminan Fidusia, yaitu:

1. Janji melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi

objek Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan

dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

2. Janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Fidusia

untuk memiliki benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

apabila debitur cidera janji di atur pada pasal 33 Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999. Kedua macam perjanjian

tersebut adalah batal demi hukum yang berarti semula

perjanjian itu dianggap tidak ada. Undang-undang Nomor 42

Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia tidak menyebutkan

eksekusi lewat gugatan ke pengadilan, tetapi pihak-pihak

yang berkepentingan dapat menempuh prosedur eksekusi

biasa lewat gugatan ke pengadilan. Keberadaan undang-

undang tersebut dengan macam-macam eksekusi khusus

tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum tentang

eksekusi umum melalui gugatan ke Pengadilan Negeri yang


68

berwenang. Selain itu apabila ada salah satu pihak yang

merasa dirugikan dengan adanya eksekusi jaminan fidusia

tanpa melalui proses peradilan maka satu- satunya langkah

hukum yaitu melakukan gugatan ke peradilan umum.


69

Pada masalah yang terjadi dalam debitur yang wanprestasi dalam

perjanjian kredit dengan jaminan fidusia tersebut perlu adanya penyelesaian

dengan cara debitur harus melunasi atau membayar semua utang atau kerugian

yang diderita oleh kreditur. Apabila pihak debitur tetap melalaikan tanggung

jawabnya maka pihak kreditur akan melakukan upaya penyelesaian sengketa

melalui jalur hukum yaitu dengan melakukan gugatan secara perdata di

Pengadilan. Penyelesaian di luar pengadilan atau non litigasi pihak kreditur

akan mengajak pihak debitur untuk bermusyawarah permasalahan guna

menemukan jalan terbaik bagi pihak kreditur maupun pihak debitur.

Penyelesaian yang dapat dilakukan seperti negoisasi maupun mediasi

dengan adanya saling keterbukaan dari para pihak maka akan ditemukan upaya

damai dalam penyelesaian perjanjian kredit tersebut sehingga tidak sampai

dilakukan gugatan perkara perdata di Pengadilan Negeri terlebih dahulu

melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan dari

pengadilan.
70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pendaftaran jaminan fidusia terdapat dalam ketentuan Pasal 11 sampai

dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia. Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Jaminan

Fidusia, benda yang dibebani jaminan fidusia wajib di daftarkan.

Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh kreditur atau kuasanya atau

wakilnya. Dalam prakteknya kreditur memberikan kuasa kepada Notaris

yang membuat akta jaminan fidusia untuk melakukan pendaftaran

jaminan fidusia. Setelah pendaftaran jaminan fidusia, sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang jaminan fidusia, kantor

pendaftaran jaminan fidusia menerbitkan dan meyerahkan sertifikat

jaminan kepada penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal

penerimaan permohonan pendafttaran. Sesuai dengan ketentuan Pasal 29

Undang-undang Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi debitur wanprestasi

atau cidera janji di dalam perjanjian jaminan Fidusia, maka dapat

dilakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.

Dalam mekanisme prosedur penarikan yang dilakukan oleh pihak adira

finance kendaraan bermotor dalam perjanjian debitur dan lembaga

pembiayaan untuk saat ini sudah tidak lagi ada penarikan secara

langsung. Dimana ada peraturan baru dalam penarikan yaitu diselesaikan

secara kekeluargaan.
71

2. Pelaksanaan penyelesaian kredit macet dalam praktek adira finance

memberikan peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat

juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi yang disebut

somasi. Somasi dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang.

Kemudian Pengadilan Negeri dengan perantara Juru Sita menyampaikan

surat peringatan tersebut kepada debitur, yang disertai berita acara

penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak resmi diberikan melalui surat

tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur

sebagai peringatan bahwa tenggang waktu atas perjanjian yang disepakati

telah berakhir. Dalam upaya cara penyelesaian debitur wanprestasi pada

perjanjian kredit dengan jaminan fidusia hukum di Indonesia pada

dasarnya menganut dua cara dalam penyelesaian sengketa yaitu non-

litigasi dan litigasi.

B. Saran

1. Dalam rangka menjalankan preferensinya, maka sebaiknya kreditor

mendaftarkan jaminan yang diadakannya dengan pihak debitor, agar

dapat memberikan perlindungan hukum bagi kreditor dalam

melaksanakan eksekusi jaminan, dengan mengingat pelaksanaan

pendaftaran jaminan akan menghasilkan sertifikat jaminan, dan sertifikat

jaminan fidusia itulah yang memberikan kekuatan eksekutorial, karena

substansinya terdapat kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa” sehingga sertifikat jaminan tersebut disamakan dengan


72

putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

2. Perlu adanya penambahan hak bagi debitur dalam isi perjanjjian antara

pihak finance dengan pembeli agar perlindungan hukum bagi debitur

dapat diperoleh secara penuh, sehingga apabila terjadi wanprestasi oleh

pihak debitur tidak serta merta pihak debitur diberi sanksi sepihak yang

dapat mengancam keberadaan objek perjanjian dan juga pihak debitur.


73

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Ahmadi Miru, 2013, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajawali

Pers, Jakarta.

Astiko, 1996, Manajement Perkreditan, Andi Offset, Yogyakarta.

Bruto Suwiryo, 2017, Hukum Ketenagakerjaan, Cet.1, LakBang

Pressindo, Surabaya.

D.Y.Witanto, 2015, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian


Pembiayaan Konsumen (Aspek Perikatan, Pendaftara, dan
Eksekus), Mandar Maju, Bandung.

Djaja S.M, 2012, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia,
Bandung.

Etty Mulyanti, 2016, Kredit Perbankan (Aspek Hukum dan Pengembangan


Usaha Mikro Kecil dalam Pembangunan Perekonomian
Indonesia), PT Refika Aditama, Bandung.

Johanes Ibrahim, 2004, Cross Defauld & Cross Collateral Sebagai Upaya
Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung.

Kashadi dan Purwahid Patrik, 2008, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum,


Universitas Diponegoro, Semarang.

Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, Sinar Grafika, Jakarta.

Oey Hoey Tiong, 1984, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan,


Ghalia Indonesia, Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2019, Penelitian Hukum, Prenadamedia Group,
Jakarta.

R. Soeroso, 2010, Perjanjian Dibawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta.


74

Rudyanti Dorotea Tobing, 2014, Hukum Perjanjian Kredit Konsep


Perjanjian Kredit Sindikasi Yang Berasaskan Demokrasi Ekonomi,
Laksbag Grafika, Yogyakarta.

Sutan Remy Sajhdeini, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar


KUH Perdata, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Salim H.S, 2017, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak,
Sinar Grafika, Jakarta.

------------, 2011, Pengantar Hukum Perdata tertulis (BW), Sinar Grafika,


Jakarta.

------------, 2013, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

------------, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia, Raja


Grafindo Persada, Jakarta.

Sutarno, 2014, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta,


Bandung.

Yuzrizal, 2015, Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan


Fidusia, MNC Publishing, Malang.

JURNAL:

Demy Amelia Amanda Manalip, 2017, Perlindungan Hukum Terhadap


Konsumen Dalam Penarikan Kendaraan Bermotor Yang
Dilakukan Oleh Perusahaan, Jurnal Lex Administratum, Vol.V
No. 3

Shavira Ramadhanneswari, R. Suharto, Hendro Saptono, 2017, Penarikan


Kendaraan Bermotor Oleh Perusahaan Pembiayaan Terhadap
Debitur Yang Mengalami Kredit Macet (Wanprestasi) Dengan
Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Aspek Yuridis, Diponegoro Law
Journal, Vol 6 No.2

SKRIPSI:

Ferdy salim, Tinjauan Yuridis Penyelesaian


Kredit Macet Pada Perjanjian
Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia Kendaraan
Bermotor Roda Empat, (Program Study Ilmu Hukum Fakultas
Hukum Universitas Jember), 2013
75

WEBSITE:
Badan Pusat Statistik, Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor
Menurut Jenis Tahun 1987- 2013,
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/View/id/1413 , diakses pada
14 April 2021
Adira, Sekilas Adira Finance,
http://adira.co.id ,diakses pada 29 September 2021

TESIS:

Yandra Kesuma, analisis tentang jenis akia jaminan fidusia, (Program Studi
Magister Kenotariatan, FH-UNSRl), 2012.

Anda mungkin juga menyukai