Anda di halaman 1dari 100

ANALISIS GANTI RUGI (TA’WIDH) KARTU KREDIT SYARIAH

BERDASARKAN FATWA DSN NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004


(Studi pada iB Hasanah Card BNI Syariah KCP. Surapati Core)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Studi


Strata Satu (S-1) pada Program Studi Muamalat Konsentrasi Lembaga Keuangan
dan Perbankan Syariah

Oleh:

ALFIN RAMDANIL MUBAROK


NPM: 10010212161

FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2016 M/1437 H
PERSETUJUAN

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Neneng Nurhasanah, Dra., M. Hum. Sandy Rizki Febriadi, Lc., MA.

Mengetahui

Dekan Ketua Jurusan/Program Studi


Fakultas Syari’ah Unisba Muamalat/Lembaga Keuangan dan
Perbankan Syariah

M. Roji Iskandar, Drs., MH. Dr. Neneng Nurhasanah, Dra., M. Hum.

i
PENGESAHAN

Skripsi ini telah dimunaqasyahkan oleh tim penguji skripsi pada hari senin tanggal
15 Agustus 2016, dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana (S-1) pada Fakultas Syari’ah Jurusan/Program Studi
Muamalat/Lembaga Keuangan dan Perbankan Syariah Universitas Islam Bandung.

Bandung, 21 Agustus 2016 M


1437 H

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua Sekretaris

M. Roji Iskandar, Drs., MH. Amrullah Hayatudin, SHI., M.Ag.

TIM PENGUJI:
1. Penguji I : Prof. DR. H. M. Abdurrahman, MA.

2. Penguji II : Titin Suprihatin, Dra., M.Hum.

Skretaris Majelis

Ifa Hanafia Senjiati, S.Sy., M.Si.

ii
MOTTO

Education the Mind Without Education the


Heart is Not Education at All

iii
ABSTRAK
ANALISIS GANTI RUGI (TA’WIDH) KARTU KREDIT SYARIAH
BERDASARKAN FATWA DSN NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004
ALFIN RAMDANIL MUBAROK

Kata Kunci : Kartu kredit syariah, Ganti Rugi (ta’widh), Fatwa DSN.
Kartu kredit syariah merupakan sebuah inovasi dari dunia perbankan
syariah untuk memanjakan nasabah dalam melakukan transaksi. IB Hasanah Card
merupakan salah satu produk kartu kredit berbasis syariah yang diterbitkan oleh PT.
Bank BNI Syariah dengan segala keunggulan yang dimilikinya. Namun sudah
menjadi permasalahan klasik ketika nasabah tidak mampu mengembalikan dana
sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh bank, maka bank akan memberikan
sanksi berupa biaya ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah yang lalai dalam
melakukan pembayaran tagihan. Ketentuan ta’widh ini telah diatur dalam fatwa
DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 mengenai ta’widh, salah satunya disebutkan
bahwa besaran biaya ganti rugi merupakan kerugian riil yang dapat diperhitungkan
dengan jelas, sedangkan di BNI Syariah besaran kerugian riil ditetapkan
berdasarkan ketentuan manajemen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelakasanaan iB Hasnah Card di
BNI Syariah, memahami konsep pembayaran ganti rugi (ta’widh) di BNI Syariah
KCP Surpati Core Bandung, dan mengetahui kesesuaian ganti rugi (ta’widh) dalam
produk iB Hasanah Card di BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung dengan
Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ta’widh.
Metode penelitian yang digunakan merupakan metode analisis deskriptif
kualitatif, yaitu penyederhanaan data yang lebih mudah untuk dijelaskan dan
diinterpretasikan. Teknik pengumpulan data ditempuh melalui kegiatan studi
pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pelaksanaan iB Hasanah Card terdiri
dari proses penerbitan kartu, jenis-jenis biaya iB Hasanah Card, dan proses
pengembalian dana. Ketentuan pembayaran biaya ganti rugi (ta’widh) terdiri dari
akibat kelalaian nasabah, pelanggaran akad, nasabah wajib membayar ta’widh
sesuai dengan ketetapan manajemen¸ dan pembayaran dapat dilakukan melalui
ATM dan Bank. Secara keseluruhan pelaksanaan ta’widh di BNI Syariah telah
sesuai dengan Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004, namun masih terdapat
ketidakjelasan mengenai perhitungan kerugian riil yang dikenakan pada biaya
ta’widh yang mana dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa kerugian riil dapat
diperhitungkan dengan jelas, sedangkan di BNI Syariah telah di tentunkan oleh
pihak manajemen bank dan disebutkan tidak ada perhitungannya.

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini hasil dari penelitian yang dilaksanakan di PT. Bank BNI
Syariah KCP. Surapati Core Bandung.
Penyusunan skripsi ini diajukan untuk bukti dalam pelaksanaan tugas akhir
sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) Program
Studi Keuangan dan Perbankan Syariah Universitas Islam Bandung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami penulis, baik dalam segi isi, penulisan
maupun kata-katanya yang tidak tersusun secara baik, namun berkat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan hati yang tulus dan ikhlas, penulis ingin menyampaikan rasa syukur
dan terima kasih serta penghargaan yang tak terhingga sedalam-dalamnya kepada :
1. Yth. Bapak M. Roji Iskandar, Drs., M.H. selaku Dekan Fakultas Syariah
Universitas Islam Bandung.
2. Yth. Ibu Dr. Neneng Nurhasanah, Dra., M.Hum. selaku Ketua Jurusan
Muamalah/ Lemabaga Keuangan dan Perbankan Syariah sekaligus dosen
Pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini.
3. Yth. Ibu Eva Misfah Bayuni, S.E.I., M.E.Sy. Selaku Dosen Wali.
4. Yth. Bapak Sandy Rizki Febriadi, Lc., MA. selaku dosen pembimbing II.
5. Yth. Seluruh Dosen Pengajar, Staff dan Karyawan Universitas Islam Bandung.
6. Yth. Bapak Elang selaku karyawan divisi hasanah card BNI Syariah KCP.
Surapati Core Bandung.
7. Seluruh staff dan karyawan Bank BNI Syariah KCP. Surapati Core yang telah
banyak memberikan bantuan selama melakukan penelitian dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Yts Ayahanda Drs. Mohammad Yamin, MA dan Ibu Euis Aisyah, S.Pd. yang
telah memberkan pendidikan terbaik dan selalu memberikan banyak dorongan

v
dan dukungan yang begitu besar. Doa dan dukunganmu selalu menyertai
langkahku.
9. Sahabat Seperjuangan Hendriyana Taufik, Regi Adhytia Maulana, Tatang
Rahman, Aji Harnanto, Asep Irwan Juliansyah, Toif Priyanto, Cheppy Yusuf
Pratama, Azlina, Anisa Rahmi Danaferus terima kasih banyak atas segala
kebersamaan dan waktu yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini.
10. Rekan-rekan Mahasiswa Universitas Islam Bandung, khususnya Mahasiswa
Keuangan dan Perbankan Syariah Universitas Islam Bandung, jangan sampai
tali silatuhrahmi kita putus.
11. Kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuan dan dorongan
serta kerja sama yang baik, sehingga laporan ini selesai dengan baik.

Akhir kata penulis mengucapkan Allhamdullilah, semoga Allah SWT selalu


menyertai langkah penulis, amiin. Serta mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat dan dapat menambah wawasan berpikir serta sebagai bahan referensi
dan informasi yang bermanfaat bagi pengetahuan, khususnya bidang Keuangan dan
Perbankan Syariah.

Bandung, 26 Juli 2016


Penulis

vi
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN ..................................................................................................... i
PENGESAHAN ..................................................................................................... ii
MOTTO ................................................................................................................ iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian ..............................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................6
1.5. Kerangka Teori .................................................................................................7
1.5.1. Konsep Kartu Kredit Syariah .................................................................7
1.5.2. Konsep Ganti Rugi (Ta’widh) ................................................................9
1.5.3. Konsep Pembiayaan .............................................................................14
1.5.4. Kerangka Berpikir ................................................................................17
1.6. Metode Penelitian ...........................................................................................18
1.6.1. Jenis dan Sifat Penelitian .....................................................................18
1.6.2. Sumber Data .........................................................................................18
1.6.3. Alat Pengumpulan Data .......................................................................19
1.6.4. Alat Analisa Data .................................................................................20
1.7. Sistematika Penelitian.....................................................................................21
BAB II KONSEP GANTI RUGI (TA’WIDH) PADA PRODUK
PEMBIAYAAN KARTU KREDIT SYARIAH ................................................23
2.1. Tinjauan Umum Kartu Kredit Syariah (Syariah Card) ..................................23
2.1.1. Definisi Kartu Kredit Syariah (Syariah Card) .....................................23
2.1.2. Landasan Hukum Syariah Card ...........................................................24
2.1.3. Ketentuan Akad dalam Kartu Kredit Syariah ......................................26
2.1.4. Batasan-Batasan Kartu Kredit Syariah (Syariah Card) .......................30

vii
2.1.5. Biaya Finansial (Fee) yang Terkait dengan Kartu Kredit Syariah .......31
2.2. Tinjauan Umum Pembiayaan Konsumtif .......................................................32
2.2.1. Pengertian Pembiayaan Konsumtif ......................................................32
2.2.2. Landasan Hukum Pembiayaan Konsumtif ...........................................35
2.2.3. Tujuan Pembiayaan Konsumtif ............................................................36
2.2.4. Manfaat Pembiayaan Konsumtif ..........................................................36
2.3. Tinjauan Umum Ganti Rugi (Ta’widh) ..........................................................38
2.3.1. Konsep Ganti Rugi (Ta’widh) ..............................................................38
2.3.2. Landasan Hukum Ganti Rugi (Ta’widh) dalam Islam .........................41
2.3.3. Ketetapan Ganti Rugi dalam Fatwa DSN No. 43/DSN-
MUI/VIII/2004 .....................................................................................43
2.3.4. Syarat Penggunaan Hukum Ganti Rugi (Ta’widh) ..............................44
2.4. Konsep Pembayaran Utang Piutang dalam Islam ...........................................46
2.4.1. Pengertian dan Landasan Hukum.........................................................46
2.4.2. Pembayaran Hutang .............................................................................48
BAB III PELAKSANAAN GANTI RUGI (TA’WIDH) PADA PRODUK IB
HASANAH CARD DI BNI SYARIAH KCP SURAPATI CORE
BANDUNG ...........................................................................................................51
3.1. Gambaran Umum PT. Bank BNI Syariah ......................................................51
3.1.1. Sejarah Singkat BNI Syariah ...............................................................51
3.1.2. Visi dan Misi BNI Syariah ...................................................................53
3.1.3. Manajemen PT. Bank BNI Syariah ......................................................54
3.2. Gambaran Umum Produk iB Hasanah Card...................................................55
3.2.1. Kriteria Produk iB Hasanah Card ........................................................55
3.2.2. Batasan Penggunaan iB Hasanah Card ................................................56
3.2.3. Fitur dari Hasanah Card .......................................................................57
3.3. Pelaksanaan Ganti Rugi (Ta’widh) Produk iB Hasanah Card di BNI Syariah
KCP. Surapati Core Bandung .........................................................................60
BAB IV ANALISIS GANTI RUGI (TA’WIDH) KARTU KREDIT SYARIAH
BERDASARKAN FATWA DSN NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004 ......................62
4.1. Pelaksanaan Pembiayaan Kartu Kredit Syariah iB Hasanah Card PT. Bank BNI
Syariah KCP. Surapati Core Bandung ............................................................62
4.1.1. Prosedur Penerbitan Kartu Kredit Syariah iB Hasanah Card...............63
4.1.2. Perhitungan Biaya iB Hasanah Card Pada PT. Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Pembantu Surapati Core Bandung ..............................65
4.1.3. Proses Pengembalian Dana iB Hasanah Card ......................................70

viii
4.2. Pembayaran Ganti Rugi (Ta’widh) atas Keterlambatan Biaya Pelunasan di BNI
Syariah KCP Surapati Core Bandung .............................................................72
4.3. Ganti Rugi (Ta’widh) dalam Produk iB Hasanah Card di PT. Bank BNI Syariah
KCP Surapati Core Menurut Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 .......74
BAB V PENUTUP ................................................................................................81
5.1. Simpulan .........................................................................................................81
5.2. Saran ...............................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................85
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Hal

1.1 Struktur Organisasi BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung 55

x
DAFTAR TABEL

Hal

1.1. Struktur Organisasi BNI Syariah 54


1.2. Syarat Umum Pemohon iB Hasanah Card 57
1.3. Ketentuan Nasabah iB Hasanah Card 64
1.4. Kelengkapan Dokumen Aplikasi iB Hasanah Card 64
1.5. Biaya Limit Kartu iB Hasanah Card 66
1.6. Annual Membership Fee(iuran tahunan) iB Hasanah Card 67
1.7. Monthly Membership Fee (iuran bulanan) iB Hasanah Card 67
1.8. Contoh Perhitungan Net Monthly Membership Fee 69
1.9. Tabel Biaya Ganti Rugi (Ta’widh) iB Hasanah Card 73

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Surat Keputusan (SK) Skripsi


Kartu Bimbingan Skripsi I
Kartu Bimbingan Skripsi II
Form Pengajuan iB Hasanah Card
Perlengkapan Dokumen Aplikasi iB Hasanah Card
Informasi Biaya iB Hasanah Card
Biaya Lainnya iB Hasanah Card

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya merupakan

muslim, bahkan dapat dikatakan merupakan negara muslim terbesar di dunia. Hal

ini memberikan dampak pada segi perekonomian di Indonesia yang mana mulai

memperhitungkan sistem ekonomi yang berbasis hukum Islam. Meskipun belum

sepenuhnya sistem ekonomi Islam digunakan, namun telah terlihat

perkembanganya tersebut dengan banyak berdirinya jenis usaha yang beroperasi

berdasarkan hukum Islam, terlebih dunia perbankan yang mulai banyak berkonversi

menjadi bank syariah.

Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang saat ini mulai

diperhitungkan keberadaannya baik dimata pemerintah maupun masyarakat.

Peristiwa yang terjadi pada tahun 1998 merupakan pembuktian bahwa ekonomi

Islam mampu bertahan di tengah goncangan krisis ekonomi moneter, hal ini

dibuktikan oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan hasil lokakarya

yang diadakan oleh MUI pada tahun 1992, ketika itu Bank Muamalat Indonesia

mampu bertahan dari krisis ekonomi ditengah banyaknya bank yang mengalami

likuiditas. Akibat dari peristiwa tersebut, kepercayaan masyarakat kepada bank

syariah meningkat. Hal tersebut semakin jelas terlihat ketika mulai berkembangnya

1
2

jenis usaha yang berbasis syariah, bahkan banyak bank konvensional yang

mendirikan unit usaha syariah untuk memenuhi tingkat kebutuhan masyarakat.

Pada era globalisasi, perkembangan bank di Indonesia semakin meningkat,

hal tersebut tidak terlepas dari kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat berperan

penting atas kemajuan suatu negara. Dengan segala kemudahan yang diberikan

teknologi, membuat masyarakat semakin aktif untuk mencari suatu barang atau alat

yang fleksibel, efisien dan dapat digunakan sewaktu-waktu ketika dibutuhkan tanpa

harus membuang banyak waktu. Hal ini yang diperhatikan oleh bank di dunia,

begitupun bank di Indonesia. Hal tersebut dijadikan peluang bisnis oleh bank di

Indonesia untuk menerbitkan produk yang memberikan kemudahan bertransaksi

bagi penggunanya. Oleh karena itu bank menerbitkan produk kartu kredit.

Kartu kredit merupakan layanan pembiayaan non tunai yang diberikan oleh

bank kepada nasabah. Dengan kata lain kartu kredit merupakan alat pengganti uang

tunai dengan sistem pembayaran yang ditangguhkan dalam kurun waktu yang

ditentukan. Secara prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan syariah selama dalam

prakteknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan

bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau

menunggak. Disamping itu ketentuan uang jasa kafalah tidak boleh terlalu mahal

sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional,

agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang

kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaram dengan

kartu kredit tertentu.


3

Penerbitan kartu kredit syariah ini yang juga diterbitkan oleh PT. Bank BNI

Syariah yang dulunya dipelopori oleh Bank Danamon Syariah. BNI Syariah iB

Hasanah Card merupakan kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang berjalan

dengan menggunakan prinsip dan ketentuan sesuai hukum syariah dengan sistem

perhitungan yang lebih transparan dan bersifat adil dibandingkan dengan kartu

kredit konvensional. iB Hasanah Card beroperasi sesuai dengan aturan Fatwa

Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indoesia (MUI) No. 54/DSN-

MUI/X/2006 tentang syariah card. Pihak DSN-MUI beralasan bahwa secara

prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan syariah selama dalam prakteknya tidak

bertansaksi dengan sistem riba.

Sebagaimana penggunaan kartu kredit pada umumnya, seorang nasabah

yang menggunakan kartu kredit sudah seharusnya memenuhi kewajiban baik dalam

biaya, peraturan serta kebajikan yang telah ditentukan oleh pihak penerbit kartu.

Begitu juga dalam menyelesaikan pembayaran tagihan atas transaksi yang pernah

dilakukan, keterlambatan tersebut akan dikenakan ganti rugi (ta’widh) sesuai

dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No.

43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi (ta’widh).

Ketentuan ganti rugi (ta’widh) dalam fatwa DSN No. 43/DSN-

MUI/VIII/2004 telah dijelaskan bahwa biaya ganti rugi yang dikenakan kepada

nasabah merupakan biaya riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas yang berarti

bersifat transaparan, dalam hal ini pihak bank wajib untuk memberikan informasi

mengenai rincian besaran ganti rugi yang dikenakan kepada pihak nasabah. Besaran

biaya ganti rugi yang berhak dikenakan kepada nasabah merupakan biaya kerugian
4

riil yang dikeluarkan oleh pihak bank dalam rangka penagihan kepada nasabah,

seperti halnya dalam melakukan penagihan melalui telepon, surat, ataupun

mendatangi langsung tempat nasabah. Selain itu besaran ganti rugi tersebut

merupakan biaya riil yang pasti akan terjadi dan bukan biaya yang diperikirakan

akan terjadi ataupun bukan kerugian yang diperkirakan akan adanya sesuatu yang

hilang dan besaran ganti rugi yang boleh dikenakan kepada nasabah merupakan

biaya yang dapat diperhitungkan dengan jelas.

Dengan meninjau kembali pada ketentuan yang telah ditetapkan dalam

fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 mengenai ganti rugi (ta’widh), telah

disebutkan bahwa kerugian yang dapat dikenakan ta’widh merupakan kerugian riil

yang dapat diperhitungkan dengan jelas, sedangkan kerugian yang dikenakan di

BNI Syariah sudah merupakakan ketetapan manajemen.

Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti akan memfokuskan penelitian

pada kesesuaian tentang ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan pembayaran

tagihan iB Hasanah Card berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi (ta’widh). Ganti rugi yang dikenakan oleh PT.

Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Surapati Core di Bandung terhadap

iB Hasanah Card itu berupa biaya penagihan.

Produk kartu kredit syariah (Syariah Card), yang diberi nama iB Hasanah

Card yang berarti keutamaan/kebaikan, keamanan, kesehatan badan, kecukupan

harta, keluarga sakinah, dan unggul dalam perasaingan. Berdasarkan latar belakang

tersebut, peneliti ingin mengetahui tentang ganti rugi (ta’widh) pada iB Hasanah
5

Card dengan mengangkatnya dalam sebuah penelitian dengan judul ANALISIS

GANTI RUGI (TA’WIDH) KARTU KREDIT SYARIAH BERDASARKAN

FATWA DSN NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pembiayaan kartu kredit syariah iB Hasanah Card

pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Surapati Core

Bandung?

2. Bagaimana konsep pembayaran ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan biaya

pelunasan di BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung?

3. Bagaimana analisis ganti rugi (ta’widh) pada produk iB Hasanah Card PT.

Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Surapati Core Bandung

berdasarkan ketentuan Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pembiayaan kartu kredit syariah iB Hasanah

Card pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Surapati Core

Bandung.

2. Memahami konsep pembayaran ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan biaya

pelunasan di BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung.


6

3. Untuk mengetahui hasil analisis kesesuaian ganti rugi (ta’widh) produk iB

Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Surapati

Core Bandung berdasarkan ketentuan Fatwa DSN No. 43/DSN-

MUI/VIII/2004.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapakan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut :

1. Untuk kalangan praktisi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

pengembangan praktik pembayaran ganti rugi (ta’widh) keterlambatan

pembayaran iB Hasanah Card.

2. Untuk kalangan akademisi atau peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan

tambahan referensi dan dasar untuk melakukan penelitian yang sejenis pada

masa yang akan datang.

3. Diharapkan penelitian ini mampu menjadi salah satu upaya pendekatan antara

pihak perbankan syariah kepada masyarakat untuk memperkenalkan produk

terbarunya.

4. Sebagai salahsatu syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada

Fakultas Syariah Program Studi Muamalah/Lembaga Keuangan dan

Perbankan Syariah.
7

1.5. Kerangka Teori

1.5.1. Konsep Kartu Kredit Syariah

Credit card adalah uang plastik atau suatu alat berbentuk kartu yang

diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat

pembayaraan transaksi pembelian barang dan jasa, yang pembayaran dan

pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada

jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran. 1 Dalam

fiqh muamalah kartu kredit secara bahasa berasal dari kata bithaqah (kartu) secara

bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis

penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu. Sementara kata i’timan

secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan

dalam dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni berasal dari kepercayaan

terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia

memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara tertunda.2

Abdul Sattar Abu Ghidah berpandangan bahwa sistem kartu mengandung

Taukil dan kafalah serta Qardh al-hasan dalam bank Islam. Ghaidah

mengungkapkan “Hukum asal dalam penggunaan kartu adalah Taukil dan Kafalah

serta kadangkala Qardh al-hasan di bank yang tidak mensyaratkan pengurangan

langsung dan rekening nasabah (debit card). hanya saja pihak Issuer card

1
Veithzal Rivai dkk, Bank And Financial Institution Management, (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2007), hlm. 1363.
2
Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta : Darul
Haq, 2004), hlm. 303-305
8

membayarkan langsung dan kemudian ia meminta Card holder untuk

melunasinya”.3

Dari sisi ekonomi kata Bitiqah al-i’timan di artikan sebgai berikut : Kartu

khusus yang diterbitan oleh bank kepada nasabah itu mendapatkan barang dan jasa

dari tempat -tempat tertentu dengan menunjukan kartu tersebut, Merchant (Penjual)

memberikan barang dan jasa dan memberikan faktur (sales darf) yang

ditandatangani oleh nasabah tersebut kepada bank Issuer , lalu bank melunasi nilai

barang/jasa tersebut atau dengan mendebet rekeningnya yang masih berlaku kepada

salah satu pihak yang terkait.4

Berdasarkan Fatwa No.54/DSN-MUI/X72006 Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang dimaksud dengan Kartu Kredit Syariah

adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum

(berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah

dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam fatwa ini. Penerbitan Kartu Kredit

Syariah berdasarkan kepada pertimbangan tertentu, yaitu:5

1. Seiring dengan perkembangan zaman, aktifitas dunia perbankan syariah juga

semakin meningkat. Oleh karena itu perbankan syariah juga dituntut untuk

memberikan layanan kemudahan dalam bermuamalah bagi seluruh

nasabahnya, selama masih sesuai dengan syariah-syariah yang ada.

3
Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Card Syari’ah, (Jakarta : RajaGrafindo Persada,
2006), hlm. 178.
4
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, ( Jakarta : Hamzah, 2010), hlm. 600.
5
Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia. No.54/DSN-MUI/X/2006. Tentang
Syariah Card. Jakarta: 2006.
9

2. Melihat kondisi yang ada, dimana sistem kartu kredit yang ada masih

menggunakan prinsip bunga, yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

3. Adanya kartu kredit syariah menjadi alternatif yang paling baik, yang dapat

digunakan oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebagai

pengganti kartu kredit yang berbasis bunga.

Selain pertimbangan di atas, hal yang menjadi landasan hukum tentang

penerbitan kartu kredit syariah adalah firman Allah SWT yang berbunyi:

‫ص َّدقُواْ َخ ۡۡي لَّ ُك ۡم إِن ُكنتُ ۡم تَ ۡعلَ ُمو َن‬ ۡ ِ ۡ


َ َ‫َوإِن َكا َن ذُو عُسَرة فَنَظَرة إِ َ ىل َمي َسَرة َوأَن ت‬
“Dan jika ( Orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah (2):280)

ُ ‫ٱّللَ َد ِد‬
‫ُد‬ ٰۖ ‫وٱتَّقوا‬
َّ ‫ٱّللَ إِ َّن‬ ِ‫ٱۡل ِۡۡث و ۡٱلع ۡد ىو ِۚن‬
ِ
ۡ
‫ى‬ ‫ل‬‫ع‬
ٰۖ ۡ ۡ
ِ‫وتَ َعاونُواْ َعلَى ٱلِ رب‬
َّ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ‫َوٱلتَّق َو‬
‫ا‬
ْ‫و‬ُ‫ن‬‫او‬ ‫ع‬ ‫ت‬
َ ‫َل‬
‫و‬
َ ‫ى‬
‫ى‬ َ َ
ِ ‫ۡٱلعِ َق‬
‫اب‬
“Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya.” (QS Al-Maidah (5):2)

Ayat Al-Qur’an di atas merupakan poin penting yang menjadi landasan

dalam penertiban kartu Kredit Syariah yaitu adanya prinsip tolong-menolong

sesama umat muslim dari dampak riba yang ada dalam kartu kredit syariah, demi

menciptakan kemaslahatan bersama.

1.5.2. Konsep Ganti Rugi (Ta’widh)

Kata al-ta’widh berasal dari kata ‘iwadha, yang berarti ganti atau

konpensasi. Sedangkan al-ta’widh sendiri secara Bahasa berarti mengganti (rugi)


10

atau membayar konpensasi. Adapun menurut istilah adalh menutup kerugian yang

terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan.6

Pendapat Wahbah al-Zuhaili, ta’widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian

yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan. Ketentuan umum yang berlaku

pada ganti rugi dapat berupa:7

1. menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya), seperti memperbaiki

dinding.

2. Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula selama

dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan menjadi utuh

kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka wajib menggantinya

dengan benda yang sama (sejenis) atau dengan uang.

Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum

pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut ketentuan

hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti rugi). Hal itu karena

obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta berharga (diijinkan syariat

untuk memanfaatkannya).

Menurut Qadi Muhammad Taqyuddin al-Ustmani mengemukakan

pendapatnya “yang jelas Issuer Card (pihak penerbit) hanya membebankan biaya

keterlambatan hanya ketika Card Holder (penguna) terlambat membayar, padahal

pihak bank telah memberikan tenggang waktu satu bulan atau dua bulan. Apabila

Card holder bisa membayar nilai transaksi yang telah dilakukannya selama waktu

6
http://ekonomisyariah.org, diakses pada tanggal 4 Mei 2016
7
Buku Kumpulan Fatwa DSN-MUI (Buku 1 Tahun 2000-2006/Fatwa No. 1-54. 2000, hlm. 4
11

tersebut maka ia tidak akan dibebani biaya apapun lagi. Namun, ketika ia terlambat

dalam melakukan pembayaran maka ia akan dibebani dengan biaya

keterlambatan”.8

Menurut tokoh Ekonomi Islam Asmuni Mth dalam tulisannya, teori ganti

rugi (daman) Perspektif Hukum Islam, menyebutkan sebagai berikut: “Ide Ganti

rugi terhadap korban perdata maupun pidana, sejak awal sudah disebutkan oleh nas

Al-Qur’an maupun Hadits Nabi. Dari nas-nas tersebut para ulama merumuskan

berbagai kaidah fiqh yang berhubungan dengan daman atau ganti rugi. Memang

diakui sejak awal, para fuqaha tidak menggunakan istilah masuliyah madaniyah

sebagai sebutan tanggung jawab perdata, dan juga masuliyah al-jina’iyah untuk

sebutan tanggung jawab pidana. Namun demikian sejumlah pemikir hukum Islam

klasik terutama al- Qurafi dan al-‘Iz Ibn Abdi Salam memperkenalkan istilah al-

jawabir untuk sebutan ganti rugi perdata (daman) dan al-zawajir untuk sebutan

ganti rugi pidana (uqubah diyat, arusy, dan lain-lain). Walaupun dalam

perkembangannya kemudian terutama era kekinian para fuqaha’ sering

menggunakan istilah masuliyah yang tidak lain merupakan pengaruh dari karya-

karya tentang hukum Barat. Daman dapat terjadi karena penyimpangan terhadap

akad dan disebut daman al-aqdi, dan dapat pula terjadi akibat pelanggaran yang

disebut daman ‘udwan. Di dalam menetapkan ganti rugi unsur-unsur yang paling

penting adalah darar atau kerugian pada korban. Darar dapat terjadi pada fisik,

8
Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Card Syari’ah Kartu Kredit dan Debit Dalam
Perspektif Fiqih, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 184.
12

harta atau barang, jasa dan juga kerusakan yang bersifat moral dan perasaan atau

disebut dengan darar adabi termasuk di dalamnya pencemaran nama baik.”9

Dalam Islam istilah tanggung jawab yang terkait dengan konsep ganti-rugi

dibedakan menjadi dua:10

1. Daman akad (daman al’aqad), yaitu tanggung jawab perdata untuk

memberikan ganti rugi yang bersumber kepada ingkar akad.

2. Daman udwan (daman al’udwan), yaitu tanggung jawab perdata untuk

memberikan ganti rugi yang bersumber kepada perbuatan merugikan

(alfi’ladh-dhar) atau dalam istilah hukum perdata indonesia disebut dengan

perbuatan melawan hukum.

Biaya keterlambatan pembayaran syariah card merupakan biaya yang harus

dikeluarkan oleh nasabah pengguna syariah card, ketika seorang nasabah terlambat

melakukan pembayaran tagihan atas transaksi yang telah dilakukannya setelah jatuh

tempo yang ditetapkan. Biaya keterlambatan yang dikeluarkan oleh nasabah

merupakan ganti rugi (ta’widh,). Ta’widh (ganti rugi), menurut pendapat Abd al-

Hamid Mahmud al-Bali, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, Al-Qahirah

al-Ma'had al-Alami li-al-Fikr al-Islami, berkenaan ganti rugi dalam Islam

menyatakan bahwa: Ganti rugi karena penundaan pembayaran oleh orang yang

mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan

pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan

pembayaran tersebut.11 Kemudian biaya keterlambatan atas pembayaran tagihan

9
Nurulhidayah, Konsep Ganti Rugi Dalam Islam, ( PDF Version 1.4 . 2011) http://digilib.sunan-
ampel.ac.id, diakses tanggal 23 Maret 2016.
10
Ibid.
11
Ibid.
13

syariah card pada iB Hasanah Card tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis

kartu yang nasbah gunakan. Adapaun jenis kartu dalam iB Hasanah Card

digolongkan atas 3 (Tiga) jenis yaitu Kartu Clasicc, Kartu Gold dan Kartu

Platinum.12

Biaya keterlambatan yang dibayarkan oleh nasabah merupakan biaya rill

yang dikeluarkan oleh pihak bank. Bank hanya boleh mengakui biaya penagihan

(ta’widh) yang nilainya sesuai dengan kerugian riil yang terjadi akibat penagihan

yang dilakukan oleh bank. Misalnya dalam penagihan, bank menghubungi nasabah

melalui telepon atau mendatanginya, maka biaya riil yang akibat penagihan ini

dapat dibebankan kepada nasabah. Teknik dalam penagihannya pun harus

memperhatikan aspek syariah, tidak boleh sama dengan kartu kredit

konvensional.13

Konsep ganti rugi telah tertulis di dalam Al Qu’ran, yaitu:

ۡ
‫ُن ءَ َامنُ أواْ أ َۡوفُواْ بِٱلعُ ُقوِد‬ ِ َّ
َ ‫ىَأَيَُُّ َها ٱلذ‬
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu.” (QS Al-Maidah (5):l)
ۡ ٰۖ ۡ
‫َوأ َۡوفُواْ بِٱل َع ۡه ِد إِ َّن ٱل َع ۡه َد َكا َن َم ۡسوَل‬
“…Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya.” (QS Al-Isra (17):34)

ِۚ ۡ
‫ٱّللَ َم َع‬ َّ ‫ٱّللَ َو ۡٱعلَ ُمأواْ أ‬
َّ ‫َن‬ َّ ْ‫َوٱتَّ ُقوا‬ ‫فَ َم ِن ۡٱعتَ َد ىى َعلَ ۡي ُك ۡم فَ ۡٱعتَ ُدواْ َعلَ ۡي ِه ِبِِث ِل َما ۡٱعتَ َد ىى َعلَ ۡي ُك ۡم‬

‫ي‬ ِ ‫ۡٱلمت‬
‫َّق‬
َ ُ

12
www.bnisyariah.co.id diakses pada tanggal 25 Maret 2016.
13
http://ekonomi.kompasiana.com diakses pada tanggal 26 Maret 2016.
14

“Maka, barang siapa melakukan aniaya (kerugian) kepadamu, balaslah ia,


seimbang dengan kerugian yang telah ia timpakan kepadamu. Bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-
Baqarah (2):194).

Islam mengajarkan hambanya untuk selalu memenuhi janji (akad). Dalam

kartu kredit terdapat beberapa akad yang harus dipenuhi oleh kedua pihak, yaitu

pihak penerbit kartu dan pemegang kartu.

Selain merujuk pada Al-Quran ketentuan Syariah Card juga merujuk pada

Hadist Nabi Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda :

‫َاء‬ َِّ ‫ول‬


َ ‫َع ْن أَِِب ُهَرُْ َرَة عن َر ُس‬
َ َ‫َح َسنُ ُك ْم ق‬
ْ ‫ أنه فَ َق َال َخْي ُرُك ْم أ‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اّلل‬
‫متفق عليه‬
“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam
membayar hutangnya” (HR. Bukhari).

1.5.3. Konsep Pembiayaan

Menurut Muhammad penyaluran dananya pada nasabah, secara garis besar

produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan

berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:14

1. Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya

perpindahan kepemilikan barang atau benda (Transfer Of Property) Tingkat

keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang

dijual.

14
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Hlm. 91
15

Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran

dan waktu penyerahan yakni sebagai berikut:

 Pembiayaan Murabahah

 Pembiayaan Salam

 Pembiayaan Istisnah

2. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi Ijarah dilandasi oleh adanya perpindahan manfaat. Jadi

pada dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi

perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek

transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksi adalah jasa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang

disewakan kepada nasabah.

3. Prinsip Bagi Hasil

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil

adalah sebagai berikut :

 Pembiayaan Musyarakah

 Pembiayaan Mudharabah

4. Pembiayaan Dengan Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan

akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari

keuntungan, tetapi di tujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan,

meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap

ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk


16

melaksanakan akad ini. Adapun jenis-jenis akad pelengkap ini adalah sebagai

berikut:

 Hiwalah (Alih Hutang-Piutang)

 Rahn (Gadai)

 Qardh

 Wakalah (Perwakilan)

5. Kafalah (Garansi Bank)

Sedangkan menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi

menjadi dua hal, yaitu:

 Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha baik

usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

 Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang dipergunakan untuk

memenuhi konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi

kebutuhan.

Menurut Undang-undang Pokok Perbankan No. 10 tahun 1998,

pengertian pembiayaan dapat didefinisikan sebagai berikut, pembiayaan adalah

penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah

jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.15

15
http://www.hukumonline.com di akses pada tanggal 29 Mei 2016
17

Menurut M. Syafii Antonio, pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok

bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-

pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaan, pembiayaan dapat

dibagi menjadi dua, yaitu:16

1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik

usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi

kebutuhan.

Dari uraian diatas peniliti menyimpulkan bahwa kartu kredit syariah

merupakan jenis pembiayaan konsumen yang beroperasi dengan menggunakan

akad pelengkap yaitu kafalah, qardh, dan ijarah, karena pada pelaksanaanya bank

melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan

sistem pembayaran angsuran secara berkala.

1.5.4. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini peneliti menyajikan alur kerangka berpikir sebagai

berikut:
iB Hasanah Card BNI
Ganti Rugi (Ta’widh)
Syariah.

Fatwa DSN No.


Biaya Riil
43/DSN-MUI/VIII/2004.

16
M. Syafii Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Hlm. 160
18

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah dengan cara melakukan studi

kasus, yaitu mengkaji data-data dengan menggunakan metode observasi.

Adapun sifat penelitian ini termasuk deskriptif analitis, yaitu menjelaskan

teori-teori yang bersangkutan dengan kegiatan ganti rugi (ta’widh) pada iB Hasanah

Card yang kemudian peneliti kaji dengan kaidah-kaidah yang sesuai dengan

ketentuan Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004.

1.6.2. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan sesuatu yang diselidiki yang ada dari subjek

maupun hubungan-hubungannya. Untuk memperoleh data dan hasil yang tepat

peneliti melakukan penelitian langsung dari objek penelitian yang barkaitan.

Peneliti mengumpulkan sumber data dengan cara melakukan obervasi dan

wawancara langsung terhadap peristiwa yang terjadi dalam objek penelitian.

Dalam melakukan penelitian ini yang menjadi sumber data adalah:

 Pimpinan PT. Bank BNI Syariah

 Staf divisi Hasanah Card PT. Bank BNI Syariah

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari

sumber-sumber yang ada. Data itu biasanya diperoleh dari perpustakaan atau

laporan-laporan peneliti terdahulu, misalnya koran dan keterangan publikasi


19

lainya. Data ini juga didapat dari hasil membaca buku atau literatur pendukung

lainya atau buku-buku teks mengenai ganti rugi (ta’widh) keterlambatan

pembayaran kartu kredit (Syariah Card) dan penjelasan fatwa DSN No.

43/DSN-MUI/VIII/2004.

1.6.3. Alat Pengumpulan Data

1. Kepustakaan

Teknik ini dilakukan dengan cara mencari dan mempelajari buku-buku

yang berkaitan dengan penelitian yang diteliti.

2. Observasi

Observasi adalah sebagai aktifitas yang sempit, yakni memperhatikan

sesuatu dengan menggunakan mata. Di dalam pengertian psikologis observasi

atau yang disebut juga dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan

perhatian semua objek dengan menggunakan seluruh indra.17 Dengan

menggunakan metode ini dimaksudkan agar peneliti mendapatkan data tentang

lokasi penelitian.

3. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan informasi dan keterangan

sacara lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang

memberikan informasi dan keterangan kepada si peneliti.18 Adapun data yang

ingin peniliti dapatkan melalui metode wawancara ini yaitu:

17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Teori dan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),
hlm.199.
18
Ibid, hlm 145.
20

 Prosedur pembayaran ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran iB

Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah.

 Mekaniseme pehitungan biaya iB Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah.

 Kesesuaian ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran iB Hasanah

Card pada PT. Bank BNI Syariah dengan Fatwa DSN No. 43/DSN-

MUI/VIII/2004.

4. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara yang digunakan untuk mencari data

mengenai objek penelitian berupa catatan, arsip, agenda yang terkait dengan

penelitian.19 Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data tentang:

 Rincian biaya dalam iB Hasanah Card.

 Ketentuan ta’widh (ganti rugi) iB Hasanah Card.

1.6.4. Alat Analisa Data

Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan

menggunakan analisis deskriptif kualitatif, merupakan teknik analisis

penyedehanan data yang lebih mudah untuk dijelaskan dan diinterprestasikan, yaitu

dengan cara peneliti memaparkan sedetail mungkin ketentuan ganti rugi (ta’widh)

menurut Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 pada produk iB Hasanah Card

yang diterbitkan PT. Bank BNI Syariah, sehingga data tersebut dapat diambil

19
Ibid, hlm 14.
21

pengertian dan kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian. Teknik analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:20

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat

diambil. Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun,

sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Bentuk

penyajian data kualitatif berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan) dan

bagan.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis data

kualitatif. Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat digunakan

untuk mengambil tindakan.

1.7. Sistematika Penelitian

Pembahasan dalam penulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab, dengan

sistematika penelitian sebagai berikut :

20
Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, 2010. Terampil Mengolah Data Kualitatif Dengan
NVIVO. Penerbit Prenada Media Group : Jakarta.
22

Bab I Pendahuluan, berisi pendahuluan untuk mengantarkan skripsi secara

keseluruhan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II Konsep Ganti Rugi (Ta’widh) Pada Produk Pembiayaan Kartu

Kredit Syariah. Pada bab ini akan dikemukakan uraian teoritis mengenai tinjauan

umum kartu kredit syariah, pembiayaan konsumtif, konsep ganti rugi (ta’widh),

tinjauan umum utang piutang.

Bab III Pelaksanaan Ganti Rugi (Ta’widh) Pada Produk iB Hasanah

Card di BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung. Bab ini meliputi gambaran

umum PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Surapati Core Bandung,

kriteria produk iB Hasanah Card, dan pelaksanaan prosedur ganti rugi (ta’widh)

pada Produk iB Hasanah Card yang diterbitkan PT. Bank BNI Syariah.

Bab IV Analisis Ganti Rugi (Ta’widh) Kartu Krefdit Syariah

Berdasarkan Fatwa DSN NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004. Bab ini meliputi

pembahasan tentang pelaksanaan iB Hasanah Card, konsep pembayaran ganti rugi

ta’widh, dan kesesuaian pelaksanaan prosedur ganti rugi (ta’widh) pada produk iB

Hasanah Card yang diterbitkan oleh PT. Bank BNI Syariah dengan ketentuan Fatwa

DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 sebagai dasar pengujian kesesuaian ganti rugi

(ta’widh) pada produk iB Hasanah Card.

Bab V Penutup. Bab ini terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian yang

telah dilakukan, saran-saran untuk menjawab pokok permasalahan, dan kata

penutup serta dilengkapi dengan daftar pustaka.


BAB II

KONSEP GANTI RUGI (TA’WIDH) PADA PRODUK

PEMBIAYAAN KARTU KREDIT SYARIAH

2.1. Tinjauan Umum Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)

2.1.1. Definisi Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)

Syariah card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan

hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip

syariah, sehingga beberapa perbankan syariah telah menerbitkan kartu tersebut.

Kartu kredit syariah merupakan jenis kartu yang dapat digunakan sebagai alat

pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa, dimana pelunasan atau

pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau dengan cara mencicil sejumlah

minimum tertentu, dan hubungan hukum antara para pihak berdasarkan prinsip

syariah.21

Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006

Tentang Syari’ah Card, Syari’ah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu

kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para

pihak berdasarkan prinsip syari’ah sebagaimana diatur dalam fatwa ini.

21
http://www.kompasiana.com/kat/rahasia-dibalik-denda-pada-kartu-kredit
syariah_558d78230323bd4e07925ca5, diakses pada tanggal 14 Juni 2016.

23
24

Syari’ah card dalam fiqh muamalah disebut dengan Bithaqah I`timan,22

yaitu memberikan hak kepada orang lain terhadap hartanya dengan ikatan

kepercayaan, sehingga orang tersebut tidak bertanggung jawab kecuali bila ia

melakukan keteledoran atau pelanggaran.

Menurut Solihin kartu kredit (Inggris: credit card, Arab: bithaqah i’timan)

yang dalam Islamic finance dikenalkan istilah Islamic card atau shariah card di

dunia yang menuju less cash society pada hakikatnya merupakan salah satu

instrumen dalam sistem pembayaran sebagai sarana mempermudah proses transaksi

yang tidak tergantung kepada pembayaran kontan dengan membawa uang tunai

yang berisiko.23

2.1.2. Landasan Hukum Syariah Card

ِ‫ُحلَّ ۡت لَ ُكم َبِيمةُ ۡٱۡل َۡن ىع ِم إََِّل ما ُ ۡت لَى علَ ۡي ُك ۡم ََ ۡي ر ُُِلر‬


ِ ‫أ‬ ِِۚ ‫ىأَيَُُّها ٱلَّ ِذُن ءامنُواْ أ َۡوفُواْ بِ ۡٱلع ُق‬
‫ود‬
َ َ ‫َ ُ ى‬ َ َ َ ُ ‫َ ََ أ‬ َ َ
ۡ ٌۗ ۡ
ُ ‫ٱّللَ ََي ُك ُم َما ُُِر‬
‫ُد‬ َّ ‫ٱلصي ِد َوأَنتُ ۡم ُح ُرم إِ َّن‬
َّ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
(Q.S. Al-Maidah (5):1)
ۡ ٰۖ ۡ ۡ ُ ‫وَل ت ۡقربوا م َال ۡٱليتِي ِم إََِّل بِٱلَِِّت ِه أ َۡحسن حَّت‬
‫َددَّهُۥِۚ َوأ َۡوفُواْ بِٱل َع ۡه ِد إِ َّن ٱل َع ۡه َد َكا َن‬
‫أ‬ ‫غ‬‫ل‬ ‫ب‬
ُ َ ُ َ ‫َ َ ُ َ َّ ى‬ َ َ ْ ُ َ َ ََ
ٗ
‫َم ۡسو ا‬
‫ل‬

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu
pasti diminta pertanggungan jawabnya (Q.S. Al-Isra’ (17):34).

22
Istilah lain disebut juga dengan bithaqah isti`man.
23
Ahmad Ifham Sholihin, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah. Hlm.392
25

‫ا‬ ِ ِ‫اع ۡٱلمل‬


‫ك َولِ َمن َجاأءَ بِِهۦ ِ ِۡح ُل بَعِۡي َوأ ََن بِِهۦ َز ِعيم‬ ‫و‬ ‫ص‬ ‫د‬
ُ ِ ‫قَالُواْ نَ ۡف‬
‫ق‬
َ َ َُ
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan
aku menjamin terhadapnya". (Q.S. Yusuf (12):72).

ِ ۡ ‫وٱلَّ ِذُن إِ َذاأ أَن َف ُقواْ ََۡل ُ ۡس ِرفُواْ و ََۡل ُ ۡقت رواْ وَكا َن ب‬
َ ‫ي ىَذل‬
‫ك قَ َواما‬ َ َ َ ُُ َ َ ُ َ َ
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian. (Q.S. Al-Furqan (25):67).

‫ٱلسبِ ِيل َوََل تُبَ رِذ ۡر تَ ۡب ِذُرا‬ ‫ن‬ ۡ ‫ات ذا ۡٱلق ۡرِب حقَّهۥ و ۡٱل ِم ۡس ِكي و‬
‫ٱب‬ ِ
َّ َ َ َ َ ُ َ ‫َوءَ َ ُ َ ى‬
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros. (Q.S. Al-Isra’ (17): 26).

ِ ‫إِ َّن ۡٱلمب رِذ ِرُن َكانُواْ إِ ۡخ ىو َن ٱلشَّي‬


ِٰۖ ‫ىط‬
‫ي َوَكا َن ٱلش َّۡي ىطَ ُن لَِربِرِهۦ َك ُفورا‬ َ َ ‫َُ َ أ‬
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (Al-Isra’ (17):27).

ۡ‫ ِّۚ ىذَلِك َِِنَّهم‬ِۚ ‫ٱلرب ىواْ ََل ُ ُقومو َن إََِّل َكما ُ ُقوم ٱلَّ ِذي ُ تخبَّطُه ٱلش َّۡي ىطَن ِمن ۡٱلم‬ ۡ ِ
ِ ِ
ُ َ َ‫ُن ََي ُكلُو َن ر‬ َّ
ُ َ ‫ُ َ َ ر‬ ُ َ ََ ُ َ َ َ ‫ٱلذ‬
ۡ ِۚ ۡ ۡ ٌۗ ۡ ِ ۡ ۡ َِّ
ِ ِ ِ ِ
‫ٱلربَ ىواْ فَ َمن َجاأءَهُۥ َموعظَة رمن َّربرهۦ فَٱنتَ َه ىى‬ ِ ِ
‫قَالُأواْ إَّنَا ٱلبَ ي ُع م ُ رَ ى َ َ َّ ُ َ َ َ َ َّ َ ر‬
‫م‬‫ر‬‫ح‬ ‫و‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ٱل‬ ‫ٱّلل‬
َّ ‫ل‬ ‫َح‬ ‫أ‬‫و‬ ‫ا‬
ْ‫و‬ ‫ب‬
‫ٱلر‬ ‫ل‬ ‫ث‬

‫ب ٱلنَّا ِٰۖر ُه ۡم فِ َيها ىَخلِ ُدو َن‬ ‫ح‬


‫ى‬ ۡ ‫ٱّلل وم ۡن عاد فأُوىلأئِك أ‬
‫َص‬ ِٰۖ َّ ‫فَلَهۥ ما سلَف وأ َۡمرأهۥ إِ َل‬
ُ َ َ َ ْ َ َ َ ََ ُُ َ َ َ َ ُ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
26

orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-
Baqarah (2):275).

)‫ضَرَر َوَلَ ِضَر َار (رواه ابن ماجه والدارقطين وَۡيمها عن أيب سعيد اخلدري‬
َ َ‫َل‬

“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain” (HR.
Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri).

2.1.3. Ketentuan Akad dalam Kartu Kredit Syariah

Menurut Ascarya akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian

atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai

dengan nilai-nilai Syariah”.24

Terdapat tiga akad yang digunakan dalam kartu kredit syariah, yaitu:

1. Kafalah

Pengertian Akad kafalah menurut UU No. 21 Tahun 2008 adalah akad

pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, di mana

pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang

menjadi hak penerima jaminan (makful).

Ulama Hanafiah dan Abu Muhammad Muwaffiq al-Din ‘Abd Allah bin

Qudamah al-Muqdisi dalam Hakim, membagi kafalah kepada tiga, yaitu:

penjaminan jiwa, penjaminan utang; dan penjaminan harta atau zat.25

Menurut Ascarya, rukun dari akad kafalah yang harus dipenuhi dalam

transaksi ada beberapa hal, yaitu:26

24
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm. 35.
25
Hakim, Atang. 2011. Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam
Peraturan Perundang-undangan. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm 23.
26
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm. 106.
27

1) Pelaku akad, yaitu kâfil (penanggung) adalah pihak yang menjamin, dan

makful (ditanggung), adalah pihak yang dijamin.

2) Objek akad, yaitu makful alaih (tertanggung) adalah objek penjaminan;

3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.

Menurut Ascarya, syarat-syarat dari akad kafalah, yaitu:27

1) Objek akad harus jelas dan dapat dijaminkan; dan

2) Tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Fasilitas kafalah diberikan oleh bank kepada nasabah dalam rangka

mendukung kelancaran transaksi bisnis nasabah dengan berbagai pihak dengan

memberikan perlindungan terhadap mitra usaha nasabah.28

Adapun pengaplikasian kafalah dapat dilihat pada salah satu produk

perbankan yaitu kartu kredit syariah. Huda dan Mohamad Heykal menyatakan

bahwa bank menjamin nasabah (pemegang kartu) untuk belanja tanpa uang

cash kepada pihak ketiga (merchant). Karena penjaminan itu, maka bank

selaku kafil dapat mengenakan ujrah (fee) kepada nasabah.29

2. Qardh

Menurut Dewi, “al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain

yang dapat ditagih kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa

mengharapkan imbalan”.30

27
Ibid.
28
Huda, Nurul, Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan
Praktis. Edisi Pertama, Cet. Ke-1. Jakarta: Kencana. Hlm. 107.
29
Ibid. Hlm. 110.
30
Dewi, Gemala. 2007. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia. Edisi Revisi, Cet. Ke-4. Jakarta: Kencana. Hlm. 95.
28

Menurut Ascarya (2007:48), rukun dari akad Qardh atau Qardhul

Hasan yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa:31

1) Pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam), pihak yang membutuhkan

dana, dan muqridh (pemberi pinjaman), pihak yang memiliki dana

2) Objek akad, yaitu qardh (dana)

3) Tujuan, yaitu ‘iwad atau countervalue berupa pinjaman tanpa imbalan

(pinjam Rp. X,- dikembalikan Rp. X,-)

4) Sighah, yaitu Ijab dan Qabul.

Menurut Ascarya, syarat dari akad Qardh atau Qardhul Hasan yang

harus dipenuhi dalam transaksi, yaitu:32

1) Kerelaan kedua belah pihak; dan

2) Dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal.

Produk pembiayaan al-qardh merupakan salah satu sisi efisiensi Bank

Syariah dibandingkan Bank konvensional. Produk ini berupa transaksi kredit

pembiayaan dalam bentuk pinjaman dana tanpa imbalan. Dimensi efisiensi

Bank Syariah, khususnya biaya yang harus dibayar oleh nasabah, dijumpai

juga dalam produk pembiayaan lainnya seperti murabah, salam, istishna’,

ijarah, wakalah, kafalah, dan hawalah. Semua produk ini tidak mensyaratkan

adanya biaya administrasi, dan kalaupun ada, sifatnya fakultatif berdasarkan

kerelaan dan kewajaran. Hal ini berbeda dengan Bank konvensional yang

mensyaratkan biaya administrasi dalam setiap transaksi perbankan.33

31
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm. 48.
32
Ibid.
33
Hakim, Atang. 2011. Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam
Peraturan Perundang-undangan. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm 270.
29

3. Ijarah

Menurut Huda dan Mohamad Heykal, “secara etimologi ijarah berarti:

sewa, upah, jasa, atau imbalan”.34

Menurut Sayyid Sabiq dalam Ascarya , “ijarah adalah suatu jenis akad

untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”.35 Dalam hal ini Penerbit

Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap

pemegang kartu. Atas Ijarah ini, pemegang kartu dikenakan membership fee.36

Menurut Huda dan Mohamad Heykal, berdasarkan objeknya, ijarah

terdiri dari:37

1) Ijarah di mana objeknya manfaat dari barang, seperti sewa mobil, sewa

rumah, dan sebagainya dan

2) Ijarah di mana objeknya adalah manfaat dari tenaga seorang seperti jasa

konsultan, pengacara, buruh, kru, jasa guru/dosen, dan sebagainya.

Perbedaan aturan teknis transaksi ijarah yang obyeknya manfaat dengan

ijarah yang obyeknya jasa adalah, dalam jasa nasabah tidak dikenakan

kewajiban untuk menjaga keutuhan obyek sewa, dan tidak pula dibebani

tanggung jawab atas kerusakan obyek sewa. Ketentuan ini bertolak belakang

dengan aturan untuk transaksi ijarah yang obyek sewanya manfaat barang.

Adapun ketentuan lainnya relatif sama. Dalam kontek perbankan syariah, aturan

34
Huda, Nurul, Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis dan
Praktis. Edisi Pertama, Cet. Ke-1. Jakarta: Kencana. Hlm. 79.
35
Ascarya. 2007, Op. cit., Hlm. 99.
36
Soemitra, Andri. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Edisi 1, Cet. Ke-2.
Jakarta: Kencana. Hlm. 38.
37
Huda, Nurul, Mohamad Heykal. Op. cit., Hlm. 82.
30

ijarah untuk multijasa adalah bahwa bank selaku pihak yang menyediakan

pembiayaan untuk nasabah yang menggunakan akad ijarah untuk multi jasa

dapat memperoleh imbalan jasa atau fee.38

Menurut Ascarya, rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam

transaksi ada beberapa, yaitu:39

1) Pelaku akad, yaitu musta’jir (penyewa) adalah pihak yang menyewa aset,

dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan

asset.

2) Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan), dan ujrah (harga sewa).

3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.

2.1.4. Batasan-Batasan Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)

Menurut Soemitra, kartu plastik syariah memiliki batasan-batasan, yaitu:40

1. Tidak menimbulkan riba.

2. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.

3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain

menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.

4. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi

pada waktunya.

5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah.

38
Hakim, Atang. 2011. Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam
Peraturan Perundang-undangan. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm 262.
39
Ascarya. Op. cit., Hlm. 101.
40
Soemitra, Andri. Op. cit., Hlm. 381.
31

2.1.5. Biaya Finansial (Fee) yang Terkait dengan Kartu Kredit Syariah

Menurut Soemitra (2010:381-382), sebagai lembaga bisnis, penerbit kartu

plastik syariah boleh mengambil fee dengan ketentuan:41

1. Iuran keanggotaan (membership fee) penerbit kartu berhak menerima iuran

keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan

dari pemegang kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas

kartu.

2. Merchant fee penerbit kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek

transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara

(samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).

3. Fee penarikan uang tunai; Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan tunai

(rusum sahb al-qunud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas

yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.

4. Fee Kafalah penerbit kartu boleh menerima fee dari pemegang kartu atas

pemberian kafalah.

5. Semua bentuk fee harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas

dan tetap, kecuali untuk merchant fee.

Menurut Soemitra, penerbit kartu plastik syariah juga dibatasi dalam hal

pengenaan ganti rugi dan denda, yaitu dengan ketentuan:42

41
Ibid., hlm. 381-382.
42
Ibid., hlm. 382.
32

1. Ta’widh

Penerbit kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-

biaya yang dikeluarkan oleh penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang

kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.

2. Denda Keterlambatan (Late Charge)

Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan

diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

2.2.Tinjauan Umum Pembiayaan Konsumtif

2.2.1. Pengertian Pembiayaan Konsumtif

Pembiayaan Konsumstif, pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhannya.

Menurut jenis akadnya dalam pembiayaan syariah, pembiayaan konsumtif

dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:43

1. Pembiayaan Konsumen Akad Murabahah

Pembiayaan murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang

tertentu dalam transaksi jual beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas

barang yang diperjualbelikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang

di ambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank

selaku penyedia dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang.

43
http://tugaskuliah-syaifurrahman.blogspot.co.id/2013/07/pembiayaan-konsumtif.html, diakses
pada tanggal 3 Juni 2016.
33

2. Pembiayaan Konsumen Akad IMBT

Pembiayaan sewa beli adalah akad sewa suatu barang antara bank dengan

nasabah, dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli objek sewa pada

akhir akad atau dalam dunia usaha dikenal dengan finance lease. Harga sewa

dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian. Dalam pembiayaan ini

yang menjadi objek sewa disyaratkan harus barang yang bermanfaat dan

dibenarkan oleh syariat dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau diukur.

Pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan cara, lembaga pembiayaan

atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah Islam membeli aset yang akan

dibeli oleh nasabah, setelah terbeli maka lembaga tersebut menyewakan aset itu

dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam perjanjian kedua belah

pihak.

3. Pembiayaan Konsumen Akad Ijarah

Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada

mulanya bukan merupakan bentuk pembiayaan, tetapi merupakan aktivitas

usaha seperti jual beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli

aset dapat mendatangi pemilik dana untuk membiayai pembelian aset produktif.

Pemilik dana kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian

menyewakannya kepada yang membutuhkan aset tersebut.

4. Pembiayaan Konsumen Akad Istishna’

Diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri kecil-

menengah dan konstruksi. Dalam pelaksanaannya pembiayaan istishna dapat

dilakukan dengan dua cara, yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau
34

pihak produsen ditentukan oleh nasabah. Pelaksanaan salah satu dari kedua cara

tersebut harus ditentukan dimuka dalam akad berdasarkan persetujuan kedua

belah pihak.

5. Pembiayaan Konsumen Akad Qard dan Ijarah

Qardh merupakan pinjaman kebajikan tanpa imbalan, biasanya untuk

pembelian barang-barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat,

ukuran dan jumlahnya.

Objek dari pinjaman qardh adalah uang atau alat tukar lainnya yang

merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam

mendapatkan uang tunai dari pemilik dana dan hanya wajib mengembalikan

pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang.

Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang

secara formal di Indonesia masih relatif baru. Lembaga ini tumbuh dan

berkembang seiring dengan dikeluarkannya pranata hukum berupa KEPPRES

No. 61 Thun 1988.meskipun demikian, saat ini keberadaan pembiayaan

konsumen menunjukan perkembangan yang sangat baik. Pesatnya pertumbuhan

bisnis pembiayaan konsumen ini sekaligus menunjukan tingginya minat

masyarakat untuk membeli barang-barang dengan cara mencicil seiring dengan

meningkatnya taraf hidup masyarakat lapisan menengah kebawah.44

Pranata hukum pembiayaan konsumen di indonesia di mulai pada tahun

1988, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang

44
http://rinaldisantoso.blogspot.co.id/2011/11/pembiayaan-konsumen.html, diakses pada tanggal
03 Juni 2016.
35

Lembaga Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan No.

1251/KMK.031/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga

Pembiayaan.45

2.2.2. Landasan Hukum Pembiayaan Konsumtif

‫اّللُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم الرِرَب‬


َّ ‫َح َّل‬
َ ‫َوأ‬
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan menghamramkan riba”. (Q.S. Al-
Baqarah (2): 275)

‫اض ِرمن ُك ْم‬ ِ ‫َي أَُُّها الَّ ِذُن آمنُوا ََل ََتْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم ِبلْب‬
ٍ ‫اط ِل إََِّل أَن تَ ُكو َن ِِتَ َارة َعن تَ َر‬َ َْ َ ْ َ َ َ َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kamu.” (Q.S. An-Nisa (4): 29).

Dari Muadz bin ‘Abdillah bin Khubaib, dari ayahnya, dari pamannya Radiyallahu

anhum ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:

‫ ِّۚ ِم َن النَّعِي ِم‬


ِ ‫يب النَّ ْف‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َلَ ِْس ِبلْغَِن لِم ِن اتَّ َقى و‬
ُ ‫الص َّحةُ ل َم ِن اتَّ َقى َخْي ر م َن الْغ ََن َوط‬
‫َ ر‬ َ َ َ َ
"Tidak mengapa kekayaan bagi orang yang bertakwa. Dan kesehatan bagi orang
yang bertakwa lebih baik dari pada kekayaan, dan jiwa yang baik termasuk
nikmat.”

45
Ibid.
36

2.2.3. Tujuan Pembiayaan Konsumtif

Tujuan pembiayaan konsumtif hanya mencakup lingkup kebutuhan

masyarakat, yaitu bertujuan untuk memperoleh barang-barang atau kebutuhan-

kebutuhan lainnya guna memenuhi keputusan dalam konsumsi.46

Maka dapat diketahui bahwa tujuan dari pembiayaan konsumtif adalah

hanya sekedar peningkatan pada aspek kebutuhan primer dan sekunder masyarakat

saja. Sehingga tujuan pembiayaan konsumtif bank Islam adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.

2.2.4. Manfaat Pembiayaan Konsumtif

1. Bagi Pemasok

Manfaat utama bagi pemasok dengan adanya perusahaan pembiayaan

konsumen adalah peningkatan penjualan. Daya beli dan kemampuan konsumen

adalah peningkatan penjualan. Daya beli kemampuan cash-flow yang akan

membeli barang pada pemasok sangat beragam. Konsumen tertentu

berkemampuan membayar secara tunai. Disamping itu dalam kenyataannya

terdapat juga konsumen yang mempunyai niat untuk membeli barang namun

tidak cukup mempunyai dana tunai. Prusahaan pembiayaan konsumen

menjembatani kepentingan konsumen semacam ini sehingga penjualan barang

oleh pemasok tidak hanya dapat dilakukan pada konsumen yang memounyai

cukup dana tunai, melainkan juga pada konsumen yang ketersediaan dana

46
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-pembiayaan-syariah-modal.html, diakses
pada tanggal 14 Juni 2016.
37

tunainta terbatas. Manfaat diatas juga dapat ditinjau dengan pendekatan lain.

Apabila pemasok melakukan penjualan dengan cara kredit maka dana tunai akan

diterima secara bertahap dan setelah jangka waktu tertentu. Dengan adanya

perusahaan pembiayaan konsumen maka pemasok dapat memperoleh

pembayaran secara tunai dan angsuran konsumen dialihkan kepada perusahaan

pembiayaan konsumen. Risiko tidak terbayarnya kredit konsumen yang semula

ditanggung oleh pemasok juga menjadi dapat dialhikan kepada perusahaan

pembiayaan konsumen.47

2. Bagi Konsumen

Manfaat utama yang diperoleh konsemen adalah kesempatan untuk

membeli atau memiliki barang meskipun dana yang tersedia saat ini belum

cukup untuk seluruh harga barang atau jasa. Singkatnya, konsumen tidak harus

membeli tunai atau dapat membeli dengan cara kredit.48

3. Bagi Perusahaan Pembiayaan Konsumen

Manfaat utama yang dapat diperoleh perusahaan pembiayaan konsumen

adalah penerimaan dari bunga dan biaya administrasi yang dibayarkan oleh

konsumen. Tingkat bunga yang ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan

konsumen biasanya lebih tinggi daripada tingkat bunga kredit bank. Hal ini

sebagai konsekuensi atau kompensasi katena perusahaan pembiyiayaan

konsumen menanggung resiko yang relatif lebih besar daripada penyaluran dana

bank dalam bentuk kredit keapada debitornya. Risiko yang ditanggung

47
Sigit Triandaru Totol Budisantoso. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2. (Jakarta:
Salemba Empat). Hlm. 208-210.
48
Ibid. Hlm. 209.
38

perusahaan pembiayaan konsumen relatif lebih besar daripada bank yang

menyalurkan kredit.

2.3.Tinjauan Umum Ganti Rugi (Ta’widh)

2.3.1. Konsep Ganti Rugi (Ta’widh)

Kata al-ta’widh berasal dari kata ‘iwadha, yang berarti ganti atau

konpensasi. Sedangkan al-ta’widh sendiri secara Bahasa berarti mengganti (rugi)

atau membayar konpensasi. Adapun menurut istilah adalh menutup kerugian yang

terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan.49

Istilah Arab yang digunakan untuk denda atau ganti rugi adalah gharamah.

Secara bahasa gharamah berarti denda. Sedangkan dalam bahasa Indonesia denda

mempunyai arti (1) hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk

uang: oleh hakim dijatuhkan hukuman kurungan sebulan atau sepuluh juta rupiah;

(2) uang yang harus dibayarkan sebagai hukuman (karena melanggar aturan,

undang-undang, dan sebagainya): lebih baik membayar dapat dipenjarakan.50

Pendapat Wahbah al-Zuhaili, ta’widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian

yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan. Ketentuan umum yang berlaku

pada ganti rugi dapat berupa:51

1. Menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya), seperti memperbaiki

dinding.

49
http://ekonomisyariah.org, diakses pada tanggal 4 Mei 2016
50
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Edisi III, Jakarta: Balai Pustaka, 2006, hlm.
279.
51
Buku Kumpulan Fatwa DSN-MUI (Buku 1 Tahun 2000-2006/Fatwa No. 1-54. 2000, hlm. 4
39

2. Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula selama

dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan menjadi utuh

kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka wajib menggantinya dengan

benda yang sama (sejenis) atau dengan uang.

Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum

pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut ketentuan

hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti rugi). Hal itu karena

obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta berharga (diijinkan syariat

untuk memanfaatkannya).

Menurut Qadi Muhammad Taqyuddin al-Ustmani mengemukakan

pendapatnya “yang jelas Issuer Card (pihak penerbit) hanya membebankan biaya

keterlambatan hanya ketika Card Holder (penguna) terlambat membayar, padahal

pihak bank telah memberikan tenggang waktu satu bulan atau dua bulan. Apabila

Card holder bisa membayar nilai transaksi yang telah dilakukannya selama waktu

tersebut maka ia tidak akan dibebani biaya apapun lagi. Namun, ketika ia terlambat

dalam melakukan pembayaran maka ia akan dibebani dengan biaya

keterlambatan”.52

Biaya keterlambatan pembayaran syariah card merupakan biaya yang harus

dikeluarkan oleh nasabah pengguna syariah card, ketika seorang nasabah terlambat

melakukan pembayaran tagihan atas transaksi yang telah dilakukannya setelah jatuh

tempo yang ditetapkan. Biaya keterlambatan yang dikeluarkan oleh nasabah

52
Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Card Syari’ah Kartu Kredit dan Debit Dalam
Perspektif Fiqih, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 184.
40

merupakan ganti rugi (ta’widh,). Ta’widh (ganti rugi), menurut pendapat Abd al-

Hamid Mahmud al-Bali, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, berkenaan

ganti rugi dalam Islam menyatakan bahwa: Ganti rugi karena penundaan

pembayaran oleh orang yang mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara

riil akibat penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari

keterlambatan pembayaran tersebut.53 Kemudian biaya keterlambatan atas

pembayaran tagihan syariah card pada iB Hasanah Card tersebut diklasifikasikan

berdasarkan jenis kartu yang nasbah gunakan. Adapaun jenis kartu dalam iB

Hasanah Card digolongkan atas 3 (Tiga) jenis yaitu Kartu Clasicc, Kartu Gold dan

Kartu Platinum.54

Biaya keterlambatan yang dibayarkan oleh nasabah merupakan biaya rill

yang dikeluarkan oleh pihak bank. Bank hanya boleh mengakui biaya penagihan

(ta’widh) yang nilainya sesuai dengan kerugian riil yang terjadi akibat penagihan

yang dilakukan oleh bank. Misalnya dalam penagihan, bank menghubungi nasabah

melalui telepon atau mendatanginya, maka biaya riil yang akibat penagihan ini

dapat dibebankan kepada nasabah. Teknik dalam penagihannya pun harus

memperhatikan aspek syariah, tidak boleh sama dengan kartu kredit

konvensional.55

53
Ibid.
54
www.bnisyariah.co.id diakses pada tanggal 25 Maret 2016.
55
http://ekonomi.kompasiana.com diakses pada tanggal 26 Maret 2016.
41

2.3.2. Landasan Hukum Ganti Rugi (Ta’widh) dalam Islam

Mengenai pemberlakuan denda atau ganti rugi, terdapat beberapa

ketentuan yang membolehkan untuk melaksanakan kegiatan ganti rugi,

diantaranya dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

ِ ‫َي أَُُّها الَّ ِذُن آمنُوا أَوفُوا ِبلْع ُق‬


‫ود‬ ُ ْ َ َ َ َ
”Hai orang-orang yanb beriman! Penuhilah aqad-aqad itu …”. (QS. Al-Ma’idah
(5):1).

‫… َوأ َْوفُوا ِبلْ َع ْه ِد إِ َّن الْ َع ْه َد َكا َن َم ْسئُوَل‬


“…dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra (17): 34).

‫اّللَ َم َع‬ َّ ‫اعتَ ُدوا َعلَْي ِه ِبِِثْ ِل َما ْاعتَ َد ىى َعلَْي ُك ْم َواتَّ ُقوا‬
َّ ‫اّللَ َو ْاعلَ ُموا أ‬
َّ ‫َن‬ ْ َ‫فَ َم ِن ْاعتَ َد ىى َعلَْي ُك ْم ف‬

‫ي‬ ِ
َ ‫الْ ُمتَّق‬
“…maka, barang siapa melakukan aniaya (kerugian) kepadamu, balaslah ia,
seimbang dengan kerugian yang telah ia timpakan kepadamu. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah (2):194).

ْ‫ص َّدقُوا‬ ‫ت‬ ‫َن‬


‫أ‬‫و‬
ِۚ ۡ ِ ِ
‫ة‬ ‫ر‬‫س‬‫ي‬ ‫م‬ ‫ل‬
َ ‫إ‬ ‫ة‬
‫ر‬ ‫ظ‬‫ن‬ ‫ف‬ ‫ة‬
‫ر‬ ۡ ‫) وإِن كان ذُو ع‬٢٧٩( ‫ََل ت ۡظلِمون وََل ت ۡظلَمون‬...
‫س‬
َ َ َ ََ َ ‫ُ َ َ َ ى‬ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ
)٢٨٠( ‫َخْي ر لَّ ُك ۡم إِن ُكنتُ ۡم تَ ۡعلَ ُمو َن‬
“…Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berutang
itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2):279-280).
42

Kemudian kententuan ganti rugi juga dijelaskan secara tegas dalam hadits

yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW membolehkan pememberikan sanksi

pada orang yang lalai dalam melakukan pembayaran, diantantaranya:

‫َح َّل َحَراما َوالْ ُم ْسلِ ُمو َن َعلَى‬ ُ َّ‫ي إَِل‬


َ ‫ص ْلحا َحَّرَم َحالََل أ َْو أ‬
ِِ
َ ‫ي الْ ُم ْسلم‬
ِ
َ ْ َ‫الص ْل ُح َجائز ب‬
ُّ
ِ ِ
َ ‫ُد ُروط ِه ْم إَلَّ َد ْرطا َحَّرَم َحالََل أ َْو أ‬
‫َح َّل َحَراما‬

“Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang


mengharamkan yang halal atau mengalalkan yang haram, dan kaum muslimin
terkait dengan syarat-syarat mereke kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram”. (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).

ِ ِ ِ ِ َُّ
ُ‫ضهُ َوعُ ُق ْوبَتَه‬
َ ‫َل الْ َواجد َُي ُّل ع ْر‬
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan
harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.” (HR. Nasa’i dari Syuraid bin
Suwaid, Abu Dawud dari Syuraid bin Suwaid, Ibu Majah dari Syuraid bin Suwaid,
dan Ahmad dari Syuraid dan Syuwaid)

‫ضَرَر َوَلَ ِضَر َار‬


َ َ‫َل‬
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan
orang lain.( HR. Ibnu Majah dari “Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu
‘Abbas, dan Malik dari Yahya.)

Dan ketentuan dari fiqih muamalah mengenai ganti rugi, antara lain:

‫ت اْ ِۡل َب َحةُ إَِلَّ أَ ْن َُ ُد َّل َدلِْيل َعلَى ََْت ِرْْيِ َها‬


ِ َ‫اَۡلَصل ِِف الْمعامال‬
َ َُ ُ ْ
“Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

‫الَََّرُر َُُز ُال‬


“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
43

2.3.3. Ketetapan Ganti Rugi dalam Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004

1. Ketentuan Umum

1) Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yangn dengan

sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari

ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

2) Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam

ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.

3) Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya riil yg

dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yg seharusnya dibayarkan.

4) Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real

loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan

kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya

peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah).

5) Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang

menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna’ serta

murabahah dan ijarah.

6) Dalam akad Mudharabah dan Musyarakah, ganti rugi hanya boleh

dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah

apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan.

2. Ketentuan Khusus

1) Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai

hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya.


44

2) Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan

tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.

3) Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.

4) Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya

lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.

3. Penyelesaian Perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan

di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan

Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

4. Ketentuan Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian

hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana

mestinya.

2.3.4. Syarat Penggunaan Hukum Ganti Rugi (Ta’widh)

Denda keterlambatan ini dimaksudkan sebagai sanksi atau hukuman, supaya

tidak mengulangi perbuatan maksiat kembali. Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah, sanksi dapat diberikan kepada orang yang inkar janji, dan ketentuan

seseorang disebut ingkar janji dijelaskan dalam Pasal 36, yang menyebutkan

bahwa:56

Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena kesalahannya:

56
Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung: Fokusmedia, 2008,
hlm. 22-23.
45

1. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya.

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.

3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Sedangkan mengenai jenis sanksinya disebutkan dalam Pasal 38, yaitu:

Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat dijatuhi sanksi:

1. Membayar ganti rugi.

2. Pembatalan akad.

3. Peralihan resiko.

4. Denda, dan/atau

5. Membayar biaya perkara.

Sedangkan mengenai penggunaan hukuman denda, sebagian fuqaha dari

kelompok yang membolehkan penggunaannya, mereka mensyaratkan hukuman

denda harus bersifat ancaman, yaitu dengan cara menarik uang terpidana dan

menahan darinya sampai keadaan pelaku menjadi baik. Jika sudah menjadi baik,

hartanya dikembalikan kepadanya, namun jika tidak menjadi baik, hartanya

diinfakkan untuk jalan kebaikan.57 Seorang hakim boleh menetapkan hukuman

denda terhadap suatu tindak pidana ta’zir, apabila menurut pertimbangannya

hukuman denda itulah yang tepat diterapkan pada pelaku pidana. Menurut mereka,

dalam jarimah ta’zir seorang hakim harus senantiasa berupaya agar hukuman yang

ia terapkan benar-benar dapat menghentikan (paling tidak mengurangi) seseorang

57
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamiy Muqaranan bil Qanunil Wad’iy, Terj. Tim
Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor: PT Kharisma ilmu, hlm. 101-102.
46

melakukan tindak pidana yang sama. Oleh sebab itu, dalam menentukan suatu

hukuman, seorang hakim harus benar-benar mengetahui pribadi terpidana, serta

seluruh lingkungan yang mengitarinya, sehingga dengan tepat ia dapat menetapkan

hukumannya. Jika seorang hakim menganggap bahwa hukuman denda itu lebih

tepat dan dapat mencapai tujuan hukuman yang dikehendaki syara’, maka boleh

dilaksanakan.58

2.4. Konsep Pembayaran Utang Piutang dalam Islam

2.4.1. Pengertian dan Landasan Hukum

Istilah Arab yang sering digunakan dalam utang piutang adalah aldain dan

al-qardh. Sebagai transakai yang bersifat khusus, istilah yang lazim dalam fiqih

untuk transaksi utang piutang khusus ini adalah al-qardh. Secara bahasa al-qardh

berarti al-qoth’ (terputus). Harta yang dihutangkan pada pihak lain disebut qardh

karena ia terputus dari pemiliknya. Definisi yang berkembang dikalangan fuqaha

adalah sebagai berikut:59

“Al-Qard adalah penyerahan pemilikan harta al-miliyat kepada orang lain untuk

ditagih pengembaliannya, atau dengan pengertian lain, suatu akad yang bertujuan

untuk menyerahkan harta misliyat kepada pihak lain untuk dikembalikan yang

sejenis dengannya”.

58
Abdul Aziz Dahlan, 1980, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.,
hlm. 1175-1176.
59
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2002,
hlm. 169-171.
47

Definisi lain menyebutkan bahwa utang piutang ialah memberikan sesuatu

kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu.60

Dari definisi tersebut tampaklah bahwa sesungguhnya utang piutang

merupakan bentuk muamalah yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak

lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber ajaran Islam (al-Qur’an dan al-Hadis)

sangat kuat menyerukan prinsip hidup gotong royong seperti ini.

ِۚ ۡ ۡ ۡ ِ ۡ ٰۖ ۡ ۡ
…‫ٱۡل ِۡث َوٱلعُد ىَو ِن‬ ‫َوتَ َع َاونُواْ َعلَى ٱلِ ِرب َوٱلتَّق َو ىى َوََل تَ َع َاونُواْ َعلَى‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (Q.S. Al-
Maidah(5): 2).

Menghutangkan sesuatu kepada seseorang berarti telah menolongnya,

karena orang yang hendak hutang adalah orang yang benarbenar membutuhkan

tetapi ia tidak mempunyai barang yang dibutuhkannya sehingga ia hutang kepada

orang lain. Oleh karena itu Aallah sangat menghargai orang yang mau menolong

sesamanya. Rasullah SAW bersabda:

“Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya”.

(HR. Muslim).

Memberi hutang hukumnya sunnah, bahkan dapat menjadi wajib, misalnya

mengutangi orang yang terlantar atau yang sangat membutuhkannya. Memang

tidak syak lagi bahwa hal ini adalah suatu pekerjaan yang amat besar faedahnya

60
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, PT. Sinar Baru Algensindo, hlm. 306.
48

terhadap masyarakat, karena tiap-tiap orang dalam masyarakat biasanya

memerlukan pertolongan orang lain.61

2.4.2. Pembayaran Hutang

Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam

memiliki utang kepada orang yang berpiutang. Setiap utang wajib dibayar sehingga

berdosalah orang yang tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan pembayaran

utang juga termasuk aniaya. Perbuatan aniaya merupakan salah satu perbuatan

dosa. Rasulullah SAW bersabda:

“Orang yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya”. (H.R.

Bukhori dan Muslim)

Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal saja

kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berhutang semata. Hal ini menjadi

nilai kebaikan bagi yang mempunyai utang.62 Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebaik-

baiknya dalam membayar utang”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Apabila pembayaran hutang dilakukan berlebih dari hutang yang

sebenarnya atas dasar suka rela atau semacam “tanda terimakasih” dari pihak yang

61
Ibid., hlm. 307.
62
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 96.
49

berhutang, maka “tambahan” yang demikian itu, tidaklah termasuk dalam kategori

riba yang diharamkan. Menurut nash dari sejumlah hadits Nabi SAW perbuatan

melebihkan pembayaran hutang secara suka rela itu termasuk sunnah dan fadhilah

(perbuatan utama).63

Adapun tambahan yang dikehendaki oleh yang berpiutang atau telah

menjadi perjanjian sewaktu akad, hal itu tidak boleh. Tambahan itu tidak halal atas

yang berpiutang mengambilnya.64

“Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka itu salah satu dari beberapa

macam riba”. (HR. Baihaqi).

Dari beberapa riwayat-riwayat tersebut, dapat diketahui bahwa tidaklah

semua pembayaran hutang yang berlebih itu termasuk riba yang haram. Namun ada

juga yang sunnah dan baik dilakukan.

Persoalan dikalangan fuqaha ialah pembayaran hutang berlebih dengan

pakai perjanjian. Segolongan mengharamkannya karena termasuk riba, dan

segolongan lainnya membolehkannya.65

Riba dibedakan kedalam dua macam. Riba nasi’ah dan riba fadl. Riba nasiah

diharamkan secara ijma’, sesuai dengan firman Allah SWT.


ۡ
ِ‫ٱّللُ ٱلبَ ۡي َع َو َحَّرَم ر‬
‫ٱلربَ ىوْا‬ َّ ‫َح َّل‬
َ ‫َوأ‬
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah
(2): 275)

63
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1992, hlm.
190.
64
Sulaiman Rasjid, op. cit., hlm. 308.
65
Hamzah Ya’qub, op. cit., hlm. 191.
50

Para ahli tafsir dan penjelasan para ahli hukum Islam, pada umumnya

mereka memandang bahwa riba yang dimaksudkan dalam Al-Qur'an adalah riba

nasiah. Yakni bentuk riba yang merajalela pada zaman jahiliah, yaitu berupa

kelebihan pembayaran yang dimestikan kepada orang yang berutang sebagai

imbalan dari pada tenggang waktu yang diberikan.66

Jadi riba jahiliyah adalah hutang yang dibayar melebihi dari pokok

pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada

waktu yang telah ditetapkan.67

Adapun yang dimaksud dengan riba fadl adalah pertambahan non ganti

dalam mengganti harta dengan harta lain yang masih dalam satu jenis.68 Ada juga

yang mengartikan riba fadl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar

atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk

dalam jenis barang ribawi.69

Akad utang piutang dalam kartu kredit syariah sebagian besar memang telah

sesuai dengan konsep utang piutang dalam Islam. Namun dalam hal penerapan

denda ketika card holder tidak bisa membayar lunas tagihannya, menjadikan

perjanjian hutang piutang dalam kartu kredit syariah sama dengan riba yang banyak

berkambang pada zaman jahiliyah.

66
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 29.
67
Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakartai IIIT
Indonesia, 2003, hlm. 43.
68
Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, 2004, Ekonomi Islam, alih bahasa: M. Irfan Syofwani,
Yogyakarta: PT Magistra Insania Press., hlm. 184.
69
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 41.
BAB III

PELAKSANAAN GANTI RUGI (TA’WIDH) PADA PRODUK IB

HASANAH CARD DI BNI SYARIAH KCP. SURAPATI CORE

BANDUNG

3.1. Gambaran Umum PT. Bank BNI Syariah

3.1.1. Sejarah Singkat BNI Syariah

Berdiri sejak 1946, BNI yang dahulu dikenal sebagai Bank Negara

Indonesia, merupakan Bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah

Indonesia. Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian

dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan

mulai akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih

dikenal sebagai “BNI 46” dan ditetapkan bersamaan dengan perubahan identitas

perusahaan tahun 1988.70

Permintaan akan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah pun mulai

bermunculan yang pada akhirnya BNI membuka layanan perbankan yang sesuai

dengan prinsip syariah dengan konsep dual system banking, yakni menyediakan

layanan perbankan umum dan syariah sekaligus. Hal ini sesuai dengan UU No. 10

Tahun 1998 yang memungkinkan bank-bank umum untuk membuka layanan

syariah, diawali dengan pembentukan Tim Bank Syariah di Tahun 1999, Bank

70
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx.

51
52

Indonesia kemudian mengeluarkan ijin prinsip dan usaha untuk beroperasinya unit

usaha syariah BNI. Setelah itu BNI Syariah menerapkan strategi pengembangan

jaringan cabang, syariah sebagai berikut.71

1. Tepatnya pada tanggal 29 April 2000 BNI Syariah membuka 5 kantor cabang

syariah sekaligus di kota-kota potensial, yakni: Yogyakarta, Malang,

Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin.

2. Tahun 2001 BNI Syariah kembali membuka 5 kantor cabang syariah yang

difokuskan ke kota-kota besar di Indonesia, yakni : Jakarta (2 cabang), Bandung,

Makassar, dan Padang.

3. Seiring dengan perkembangan bisnis dan banyaknya permintaan masyarakat

untuk layanan perbankan syariah, tahun 2002 lalu BNI Syariah membuka dua

kantor cabang syariah baru di Medan dan Palembang.

4. Di awal tahun 2003, dengan pertimbangan load bisnis yang semakin meningkat

sehingga untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, BNI Syariah

melakukan relokasi kantor cabang syariah dari Jepara ke Semarang. Sedangkan

untuk melayani masyarakat kota Jepara, BNI Syariah membuka Kantor Cabang

Cabang Pembantu Syariah Jepara.

5. Pada bulan Agustus dan September 2004, BNI Syariah membuka layanan BNI

Syariah Prima di Jakarta dan Surabaya. Layanan ini diperuntukkan untuk

individu yang membutuhkan layanan perbankan yang lebih personal dalam

suasana yang nyaman.

71
http://www.bnisyariah.co.id/sejarah-bni-syariah, diakses pada tanggal 26 Juni 2016.
53

6. Dari awal beroperasi hingga kini, BNI Syariah menunjukkan pertumbuhan yang

signifikan. Disamping itu komitmen Pemerintah terhadap pengembangan

perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk

perbankan syariah juga semakin meningkat.

Dari awal beroperasi hingga kini, BNI Syariah menunjukkan pertumbuhan

yang signifikan. Disamping itu komitmen Pemerintah terhadap pengembangan

perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk

perbankan syariah juga semakin meningkat.

3.1.2. Visi dan Misi BNI Syariah

1. Visi

Menjadi Bank Syariah pilihan masyarakat yang unggul dalam layanan dan

kinerja.

2. Misi

1) Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli pada

kelestarian lingkungan.

2) Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa perbankan

syariah.

3) Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.

4) Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya

dan berprestasi sebagai pegawai sebagai perwujudan ibadah.

5) Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.


54

3.1.3. Manajemen PT. Bank BNI Syariah

1. Struktur Organisasi PT. Bank BNI Syariah

Dalam mendirikan sebuah Perbankan Syariah ini maka dibentuklah

sebuah tim khusus yang menangani pendirian sebuah bank. Tim tersebut

beranggotakan sebagai berikut.72

Tabel 1.1. Struktur Organisasi BNI Syariah

Dewan Pengawas
Direktur Komisaris Syariah Komite

Direktur Utama : Komite Level Komisaris :


 Divisi Satuan Pengawas Intern  Komite Audit
 Divisi Human Capital  Komite Remunerasi &
 Divis Perencanaan Strategis Niminasi
 Divisi Usaha Menengah  Komite Pemantau Risiko
 Divisi Recovery & Remedial
Direktur Kepatuhan dan Penunjang Komite Level Direksi :
 Divisi Enterprise Risk  Komite SDM
Management  Komite Modal, Investasi
 Divis Product Management & Teknologi
 Divisi Hukum, Kepatuhan &  Komite Kebijakan &
Kesekretariatan Risiko
 Satuan Kerja Kepatuhan  Kimte ALMA
Direktur Bisnis Komite Level Direksi :
 Divisi Bisnis Ritel-Cabang  Komite SDM
 Divisi Bisnis Mikro-Cabang  Komite Modal, Investasi
Mikro & Teknologi
 Divisi Bisnis Kartu  Komite Kebijakan &
 Divisi Tresuri, Dana & Risiko
Internasional  Kimte ALMA
Chief Operating & Financial Officer
 Divisi Pengendalian Keuangan
 Divisi Teknologi Informasi

72
http://www.bnisyariah.co.id, diakses pada tanggal 26 Juni 2016..
55

 Divisi Business Risk


 Divisi Operasional
 Divisi Komunikasi, Jaringan &
Logistik

2. Struktur Organisasi BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung

Dalam penulisan ini peneliti juga menyajikan data struktur organisasi

BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung, sebagai berikut:

Gambar 1.1.
Struktur Organisasi BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung

3.2. Gambaran Umum Produk iB Hasanah Card

3.2.1. Kriteria Produk iB Hasanah Card

iB hasanah card merupakan kartu pembiayaan yang berfungsi sebagai kartu

kredit berdasarkan prinsip syariah, yaitu dengan sistem perhitungan biaya bersifat

tetap, adil, transparan, dan kompetitif tanpa perhitungan bunga. iB hasanah card

adalah kartu berbasis Syariah yang berfungsi seperti kartu pembiayaan sehingga
56

diterima di seluruh tempat bertanda Master Card dan semua ATM yang bertanda

Cirrus di seluruh dunia. iB hasanah card adalah salah satu kartu kredit yang

menggunakan akad Syariah, yang diterbitkan oleh BNI Syariah, berikut ketentuan

Fatwa.

iB Hasanah Card beroperasi dengan menggunakan beberapa prinsip akad

yang sesuai dengan tuntunan Islam, yaitu:73

1) Akad Kafalah

BNI Syariah adalah penjamin bagi pemegang iB hasanah card timbul dari

transaksi antara pemegang iB hasanah card dengan Merchant, dan atau

penarikan tunai

2) Akad Qardh

BNI Syariah adalah pemberi pinjaman kepada pemegang iB hasanah card atas

seluruh transaksi penarikan tunai dengan menggunakan kartu dan transaksi

pinjaman dana.

3) Akad Ijarah

BNI Syariah adalah penyedia jasa system pembayaran dan pelayanan terhadap

pemegang iB hasanah card. atas Ijarah ini, pemegang iB hasanah card

dikenakan annual membership fee.

3.2.2. Batasan Penggunaan iB Hasanah Card

iB hasanah card tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan

Syariah dam juga tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf) Pemegang

73
http://www.bnisyariah.co.id/produk/hasanah-card, diakses pada tanggal 26 Juni 2016.
57

iB hasanah card harus memiliki kemampuan financial untuk melunasi pada

waktunya.

iB Hasanah Card memiliki 3 (tiga) jenis kartu, yaitu Hasanah Classic,

Hasanah Gold, dan Hasanah Platinum. Berikut syarat umum dan informasi biaya

pemohon iB Hasanah Card:

Tabel 1.2. Syarat Umum Pemohon iB Hasanah Card

Penghasilan Pemegang Pemegang Kartu


iB hasanah Card
Minimum Kartu Utama Tambahan
Usia min. 21
Usia min. 17 tahun,
Hasanah Classic Rp. 36 juta/tahun tahun, maks. 65
maks. 65 tahun.
tahun.
Usia min. 21
Usia min. 17 tahun,
Hasanah Gold Rp. 60 juta/tahun tahun, maks. 65
maks. 65 tahun.
tahun.
Usia min. 21
Hasanah Rp. 300 Usia min. 17 tahun,
tahun, maks. 65
Platinum juta/tahun maks. 65 tahun.
tahun.

3.2.3. Fitur dari Hasanah Card

1. Fitur Hasanah Card

1) Kartu BNI Syariah diterima di Seluruh Dunia

Hasanah card dapat diterima sebagai alat pembayaran di lebih 29 juta tempat

usaha yang memasang logo Master Card di seluruh dunia. Hasanah card

juga memiliki fasilitas pengambilan uang tunai melalui ATM BNI maupun

ATM bank lain yang memiliki jaringan Master Card di seluruh dunia.

Jaringan ini dapat ditemui di logo Cirrus.


58

2) Kemudahan Pembayaran Tagihan

Pembayaran tagihan BNI Hasanah Card dapat dilakukan melalui kantor

cabang BNI, ATM BNI, SMS Banking, internet Banking dan layanan

PhonePlus. Pembayaran juga dapat dilakukan melalui fasilitas ATM bank

lain yang sudah bekerjasama dengan BNI Card Center.

3) Exeutive Airport Lounge (Kartu Emas & Platinum)

Bagi pemegang Hasanah Card Emas yang bepergian menggunakan pesawat

udara, dapat menikmati fasilitas executive airport lounge selama menunggu

waktu keberangkatan dan bagi pemegang kartu kredit Platinum berlaku 2

orang termasuk pendampingnya.

4) Layanan Telepon 24 Jam BNI Call.

5) PerisaiPlus

Asuransi berbasis syariah yang meberikan perlindungan terhadap saldo

tagihan Hasanah Card pada saat pemegang kartu tidak dapat membayar

tagihan dikarenakan sakit atau kecelakaan yang menyebabkan

ketidakmampuan untuk bekerja (minimal 30 hari) atau kecelakaan yang

mengakibatkan kematian atau cacat dengan dengan premi hanya 0,39%

perbulan dari total tagihan perbulan.

6) Transaksi Fitur di ATM BNI

Layanan transaksi fitur di ATM BNI yang pembayarannya dapat

menggunakan BNI Hasanah Card.

 Pembelian tiket pesawat

 Isi ulang pulsa


59

 Pembayaran tagihan listrik

 Pembayaran uang kuliah

7) Smart Spending

Fasilitas pembayaran dengan dengan cicilan tetap dengan minimum

transaksi Rp. 500.000 dan maksimal Rp. 10.000.

8) Dana Plus

Fasilitas transfer dana dari Hasanah Card ke rekening mana saja di Indonesia

melalui layanan telepon 24 jam BNI Card dengan nilai yang dapat ditransfer

serta biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9) SmartBill

Merupakan Fitur yang dapat dinikmati oleh pemegang BNI Hasanah Card

untuk melakukan pembayaran tagihan bulanan secara rutin secara auto debt.

10) Layanan Perjalanan Lewat Teletravel BNI

Fasilitas teletravel yaitu kemudahan untuk pemesanan tiket pesawat,

reservasi, dan hotel.

11) Transfer Balance

Faslitas transfer tagihan ke kartu kredit bank lain atas nama pemegang kartu

sendiri, serta dapat dicicil selama 12 bulan.

12) Isi Ulang Pulsa 24 Jam dan Smart Reload (GSM & CDMA)

Fasilitas untuk pengisian pulsa 24 jam melalui BNI Call kapanpun dan

dimanapun.
60

13) Perlindungan Asuransi Perjanalan Bebas Premi

Perlindungan asuransi bebas premi bagi pemegang Hasanah Card Gold, jika

mengalami kecelakaan dalam perjalanan sebagai penumpang dengan

menggunakan angkutan udara dengan syarat utama tiket dibeli dengan

Hasanah Gold.

3.3. Pelaksanaan Ganti Rugi (Ta’widh) Produk iB Hasanah Card di BNI Syariah

KCP. Surapati Core Bandung

Hasanah Card merupakan salah satu produk pembiayaan BNI Syariah,

dalam operasionalnya pihak bank memiliki resiko kerdit dalam hal penundaan

kewajiban pembayaran dari pihak nasabah, maka BNI Syariah menerapkan suatu

kebijakan dengan memberikan sanksi (ta’widh).74

Pada BNI Syariah ketika pemegang kartu tidak melakukan pembayaran

pada batas waktu yang telah ditentukan akan dikenakan denda keterlambatan (lates

charge), namun denda keterlambatan tersebut akan digunakan sebagai dana social.

Jika pemegang kartu sampai dengan bulan berikutnya juga belum melakukan

pembayaran sebesar pembayaran sebesar pembayaran sebesar pembayaran

minimum dari total tagihannya (10%), maka akan dikenakan biaya penagihan yang

nilainya disesuaikan dari masing-masing jenis kartu Hasanah Card, dan kartu akan

terblokir secara otomatis setelah tidak adanya pembayaran atas transaksi selama 4

74
Een Kurniati. Manajemen Resiko Pada Produk Hasanah Card (Studi Kasus Pada PT. BNI
Syariah). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta. 2010. Hlm. 71-73.
61

(empat) bulan dari jangka waktu yang ditentukan sehingga pemegang kartu tidak

dapat menggunakan kembali kartu Hasanah Card sampai nasabah melunasi seluruh

kewajibannya.75

Dalam fatwa DSN-MUI tentang syariah card terdapat biaya-biaya yang

dapat dikenakan kepada cardholder diantaranya adalah baiaya ta’widh. Pemberian

ta’widh ini dibolehkan dengan berdasarkan pada surat Al-Maidah ayat 1, bahwa

akad dalam muamalat memiliki arti yang sangat penting.

Pada dasarnya biaya ta’widh hanya boleh dibebankan kepada nasabah

yang dengan sengaja dalam penagihan kartu kredit. Besarnya nominal ta’widh

ditentukan berdasarkan biaya riil yang dikeluarkan oleh bank pada proses

penagihan, namun pada prakteknya, pada Hasanah card biaya ta’widh ditentukan

berdasarkan waktu, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

penagihan pada nasabah, maka biaya ta’widh akan semakin meningkat, karena

dalam hal penagihan ini BNI Syarih bekerjasama dengan agency, dalam bertugas

agency tersebut dibagi dalam jangka waktu tertentu.

75
Wawancara pribadi dengan Elang. Bandung, 24 Juni 2016.
BAB IV

ANALISIS GANTI RUGI (TA’WIDH) KARTU KREDIT

SYARIAH BERDASARKAN FATWA DSN NO. 43/DSN-

MUI/VIII/2004

4.1. Pelaksanaan Pembiayaan Kartu Kredit Syariah iB Hasanah Card PT. Bank

BNI Syariah KCP. Surapati Core Bandung

Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun

dan menyalurkan dana dari masyarakat ke masyarakat, saaat ini ada dua jenis bank

di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Barat yaitu bank konvensional dan bank

syariah, dimana kedua jenis bank tersebut saling bersaing dalam produk-produk

yang mereka keluarkan. Salah satu produk dari bank-bank tersebut yaitu kartu

kredit, dimana kartu kredit ini berfungsi untuk memanjakan nasabah dalam sebuah

transaksi baik pengambilan tunai atau belanja, seorang nasabah tidak perlu

membawa uang tunai karena dengan kartu tersebut orang dapat melakukan

transaksi yang diinginkan, hal ini juga untuk menghindari tindakan kriminal seperti

pencopetan dan lain-lain.

Pelaksanaan Pembiayaan kartu kredit syariah iB Hasanah Card ini

berlandaskan pada aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah

ditetapkan oleh PT. Bank BNI Syariah yang terdiri dari beberapa tahapan yang

wajib ditempuh oleh nasabah. Tahapan tersebut terdiri pengajuan data, perhitungan

62
63

biaya iB Hasanah Card, dan proses pengembalian dana. Begitupun dengan proses

perhitungan biaya yang ditetapkan dalam iB Hasanah Card juga mengacu pada

standar operasional prosedur BNI Syariah.

4.1.1. Prosedur Penerbitan Kartu Kredit Syariah iB Hasanah Card

BNI Syariah merupakan salah satu bank yang memiliki produk kartu kredit

syariah yaitu Hasanah Card, sebagaimana produk-produk bank pada umumnya,

terdapat beberapa prosedur yang harus ditempuh oleh setiap nasabah, begitu juga

bagi nasabah pengajuan Hasanah Card. Mengenai hal tersebut, juga dijelaskan pada

kegiatan wawancara dengan salah satu karyawan BNI Syariah KCP Surapati Core

pada divisi Hasanah Card dengan hasil, bahwa:

“Semua orang berhak untuk mengajukan kartu kredit syariah tidak ada batasan

dengan persyaratan melampirkan bukti slip gaji bagi karyawan, SIUP (Surat Izin

Usaha Perusahaan) bagi wiraswasta/wirausaha, dan SKU (Surat Keterangan

Usaha) dari rt/rw disertai rekening 3 (tiga) bulan terakhir bagi pemilik bisnis

online.”

Berikut langkah-langkah yang harus ditempuh bagi calon nasabah iB

Hasanah Card diantaranya:

1) Penginputan Data

Sebelum mengajukan pembiayaan kartu kredit syariah iB Hasanah Card,

nasabah perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang telah ditetapkan oleh

PT. BNI Syariah, yaitu:


64

Tabel 1.3. Ketentuan Nasabah iB Hasanah Card

Kriteria Batasan
Batasan Usia Kartu Utama 21-65 Tahun
Batasan Usia Kartu Tambahan 17-65 Tahun
Penghasilan Minimum Rp. 3.000.000,-

Pada tahapan ini nasabah wajib untuk melampirkan beberapa dokumen

persyaratan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan data iB Hasanah

Card, dokumen yang harus dilampirkan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.4. Kelengkapan Dokumen Aplikasi iB Hasanah Card

No Nama Program Kelengkapan Dokumen


1 Karyawan/TNI/Polisi 1. Copy KTP
2. Slip Gaji Asli/SKP
3. Copy ID Card
2 Dokter/Profesional lainnya 1. Copy KTP
2. Copy Kartu IDI (Dokter)
3. Copy Kartu Konsil (Dokter)
4. Copy INI (Ikatan Notaris Indonesia)
5. Bukti SPT
3 Pengusaha 1. Copy KTP
2. Copy Akta Pendirian
3. Copy SIUP
4. Copy TDP
5. Rekening Koran 3 bulan terakhir
6. Bukti SPT
4 Nasabah Dana & Pembiayaan 1. Copy KTP
2. No. Rekening BNI Syariah
3. Surat Referensi Kepala Cabang
5 Staff BNI (Staff BNI Syarih, 1. Copy STP
BNI Konvensional, BNI 2. Copy TPP
Securities, BNI Multi Finance, 3. Slip Gaji Asli
BNI Life) 4. Standing Instruction
65

2) Verifikasi

Setelah semua persyaratan dan ketentuan pada tahap penginputan data

terpenuhi, maka tahapan selanjutnya adalah proses verifikasi. Pada tahapan ini

bank akan memeriksa kembali dokumen-dokumen yang telah dilampirkan oleh

nasabah untuk meminimalisir hilangnya dokumen persyaratan.

3) Analisis

Pada bagian ini bank akan menganalisis track record nasabah mulai dari

proses BI Checking dan lain sebagainya sebagai bahan pertimbangan bagi bank

untuk memutuskan apakah nasabah tersebut layak mendapatkan layanan

pembiayaan kartu kredit syariah iB Hasanah Card atau tidak.

BNI Syariah juga memberikan fasilitas khusus bagi karyawan BNI

Syariah yaitu diberikannya bebas iuran tahunan seumur hidup. Kemudian dari

segi biaya presentasinya lebih rendah dari nasabah umum.

Setalah ketiga tahapan penerbitan kartu kredit syariah terpenuhi maka

pihak bank akan mengirimkan kartu kredit syariah melalui kurir dalam keadaan

tidak aktif (terblokir), hal tersebut dilakukan untuk memberikan kemanan

ketika akan mengaktifkan kartu kredit.

4.1.2. Perhitungan Biaya iB Hasanah Card Pada PT. Bank BNI Syariah

Kantor Cabang Pembantu Surapati Core Bandung

Dalam menentukan biaya yang dikenakan kepada pengguna iB Hasanah

Card, PT. Bank BNI Syariah menentukan beberapa jenis biaya. Biaya yang

dikenakan disesuaikan dengan jenis kartu, hal ini dimaksudkan agar mempermudah
66

dalam mekanisme perhitungan biaya yang dikenakan kepada nasabah ketika

bertransaksi menggunakan kartu kredit syariah iB Hasanah Card. Setiap jenis kartu

iB Hasanah Card memiliki limit kartu yang telah ditentukan oleh pihak penerbit,

adapun rincian dari limit jenis kartu tersebut yaitu:

Tabel 1.5. Biaya Limit Kartu iB Hasanah Card

Classic Gold Platinum


Rp. 4.000.000,- Rp. 10.000.000,- Rp. 40.000.000,-
Rp. 6.000.000,- Rp. 15.000.000,- Rp. 50.000.000,-
Limit
Rp. 8.000.000,- Rp. 20.000.000,- Rp. 75.000.000,-
Kartu
Rp. 25.000.000,- Rp. 100.000.000,-
Rp. 30.000.000,- ≥ Rp. 125.000.000,-
(max Rp. 900.000.000,-)

Selain menentukan limit kartu, pihak bank juga menentukan nasabah yang

akan menggunakan iB Hasanah card dengan cara menyeleksi nasabah, sebagaimana

yang telah dijelaskan pada bagian prosedur pengajuan Hasanah Card. Hal tersebut

diperjelas dengan hasil wawancara sebagai berikut:

“Kartu kredit syariah terdiri dari tiga jenis, yaitu classic, gold, dan platinum

dengan ketentuan memiliki penghasilan tiga juta, hal tersebut merupakan

ketentuan dari Bank Indonesia, namun bagi yang berpenghasilan dibawah tiga

jutapun berhak untuk mengajukan kartu kredit syariah, akan tetapi yang

menentukan di acc atau tidak permohonannya tersebut tergantung pada keputusan

bagian analisis.”

Dalam menentukan nasabah yang akan menggunakan iB Hasanah Card ini

dimaksudkan agar nasabah tidak mengalami keterlambatan dalam pembayaran

tagihan.
67

Selain itu pihak bank juga mengeluarkan jenis biaya yang dikenakan kepada

nasabah pengguna iB Hasanah Card, adapun jenis biaya tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Annual Membership Fee (iuran tahunan)

Adapun rincian dari biaya Annual membership Fee (iuran tahunan)

sebagai berikut:

Tabel 1.6. Annual Membership Fee (iuran tahunan) iB Hasanah Card


Classic Gold Platinum
Kartu Utama Rp. 120.000,- Rp. 240.000,- Rp. 600.000,-
Kartu Tambahan Rp. 60.000,- Rp. 120.000,- Rp. 300.000,-

2. Monthly Membership Fee (iuran bulanan)

Adapun rincian dari biaya Annual membership Fee (iuran tahunan)

sebagai berikut:

Tabel 1.7. Monthly Membership Fee (iuran bulanan) iB Hasanah Card


Classic Gold Platinum
Kategori 1 Rp. 118.000,- Rp. 295.000,- Rp. 1.180.000,-
Kategori 2 Rp. 177.000,- Rp. 442.000,- Rp. 1.475.000,-
Kategori 3 Rp. 236.000,- Rp. 590.000,- Rp. 2.212.500,-
Kategori 4 Rp. 737.500,- Rp. 2.950.000,-
Kategori 5 Rp. 885.000,- ≥Rp. 3.687.500,-
(max Rp. 550.000,-)

3. Pembayaran Minimal 10% dari tagihan atau sesuai cicilan

Minimal pembayaran dari tagihan 10% merupakan ketentuan yang sudah

ditetapkan oleh pihak penerbit yakni PT. Bank BNI Syariah, yang mana

ketentuan tersebut harus ditaati oleh nasabah iB Hasanah card. Hal ini sesuai
68

dengan hasil wawancara dengan staf BNI Syariah KCP Surapati Core divisi

Hasanah Card yang mengatakan bahwa:

”Pembayaran minimum dari tagihan itu adalah 10%, misalkan kamu transaksi

satu juta nanti akan timbul tagihan satu juta. Idealnya kan kamu harus

membayar satu juta tapi dikarenakan belum mampu untuk membayar dengan

jumlah sebesar itu maka kamu boleh untuk membayar besaran minimumnya

sebesar 10% dari tagihan, yaitu sebesar seratus ribu.”

4. Biaya pengambilan tunai Rp. 25.000,- per transaksi

Dalam hal ini sangat berbeda dengan kartu kredit bank BNI

konvensional, untuk biaya penarikan tunai kartu kredit BNI konvensional yaitu

sebesar 6% dari jumlah penarikan tunai, atau Minimal Rp. 50.000,- untuk Kartu

Silver dan Gold. Minimal Rp. 100.000,- untuk kartu Titanium dan Platinum.

Dari keempat biaya tagihan Hasanah Card diatas, dapat disimpulkan

bahwa bank telah menetapkan biaya-biaya yang dikenakan kepada nasabah.

Untuk Annual Membership Fee dan Monthly Membership Fee merupakan biaya

fee dari akad ijarah (akad sewa) dan nasabah minimal melakukan pembayaran

tagihan minimal 10% dari tagihan atau cicilan, kemudian ketika nasabah

melakukan penarikan tunai maka dikenakan biaya Rp. 25.000,- per transaksi,

yang mana biaya tersebut merupakan biaya untuk membayar Master Card.

Untuk mengetahui mekanisme perhitungan biaya Net Monthly

Membership Fee peneliti diarahkan untuk melihat dalam brosur, berikut

perhitungan dari biaya tersebut:


69

Tabel 1.8. Contoh Perhitungan Net Monthly Membership Fee

A Limit Kartu Gold Kategori 1 Rp. 10.000.000,-

B Monthly Membership Fee Rp. 295.000,-

C Penggunaan Kartu Rp. 1.000.000,-

D Outstanding setelah pembayaran Rp. 900.000,-

E Cash Rebate* (Rp. 245.700,-)

F Net Monthly Membership Fee Rp. 49.300,-

Berikut penjelasan dari tabel mekanisme perhitungan biaya Net Monthly

Membership Fee limit kartu gold Rp.10.000.000,- dimana monthly fee nya

Rp295.000,- tanggal 1 Juni melakukan transaksi belanja sebesar Rp.1.000.000,-

dimana ditagih pada tanggal 18 Juni dan jatuh tempo tanggal 8 Juli 2016, dimana

pada tanggal 5 Juni 2016 melakukan pembayaran sebesar Rp.100.000,- maka

outstanding (sisa hutang yang belum dibayar) adalah Rp.900.000,-. Maka Net

Monthly Membership Fee adalah sejumlah Rp. 49.300,- (Monthly Membership Fee-

cash Rebate).

Cash Rebate adalah salah satu bentuk apresiasi kepada pemegang iB

Hasanah Card yang telah melakukan pembayaran yang sifatnya sebagai

pengurangan dari monthly fee. Besarnya persentase Cash Rebate tidak diperjanjikan

dalam bentuk akad dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kebijakan BNI

Syariah.
70

4.1.3. Proses Pengembalian Dana iB Hasanah Card

Setelah proses penerbitan kartu kredit iB Hasanah Card ini selesai, maka

kartu kredit syariah tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana fungsi dari kartu kredit. Maka dari setiap transaksi yang dilakukan,

nasabah wajib untuk mengembalikan dana yang telah terpakai sesuai dengan

prosedur pengembalian yang diterapkan oleh BNI Syariah. Pihak bank akan

memberikan surat peringatan mengenai waktu pengembalian biaya sebelum tanggal

jatuh tempo sebagai salah satu cara untuk meminimalisir terjadinya permasalahan

dalam proses pengembalian dana.

Dalam hal ini nasabah wajib mengembalikan biaya sesuai dengan jenis-jenis

biaya yang telah ditetapkan oleh pihak bank dalam produk iB Hasanah Card yaitu

biaya annual membership fee (iuran tahunan) hal ini berlaku ketika nasabah telah

mencapai satu tahun dalam menggunakan kartu kredit syariah, kemudian monthly

membership fee (iuran bulanan) yang merupakan biaya bulanan yang wajib dibayar

nasabah, pembayaran 10% dari tagihan ketika nasabah membayar tagihan dengan

cara dicicil, dan biaya master card senilai Rp. 25.000,- .

Pada proses pengembalian dana inilah tidak jarang timbul permasalahan

klasik dimana nasabah tidak mampu untuk mengembalikan dana yang telah

dipakainya dalam rentang waktu yang telah ditentukan, maka nasabah akan

dikenakan biaya ganti rugi (ta’widh) sebagai salah satu bentuk tanggung jawab

nasabah atas kelalain yang telah dilakukanya, padahal bank telah memberikan

peringatan mengenai waktu pengembalian biaya iB Hasanah Card.


71

Dari penerbitan kartu kredit syariah iB Hasanah Card peneliti meyimpulkan

bahwasannya proses penerbitan iB Hasanah Card yang dilakukan oleh PT. BNI

Syariah berlandaskan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah

ditetapkan oleh bank yang tediri dari tiga tahapan yang harus dipenuhi oleh calon

nasabah iB Hasanah Card, yaitu proses penginputan data, analisis, dan verifikasi

dimana pada proses verifikasi akan menjadi bahan pertimbangan bank dalam

menentukan kelayakan nasabah iB Hasanah Card.

Begitupun dalam perhitungan biaya iB Hasanah Card yang ditetapkan oleh

BNI Syariah juga mengacu pada SOP yang telah ditetapkan oleh bank, pengambilan

keuntungan yang diterapkan dalam iB Hasanah Card ini merupakan implementasi

dari akad ijarah (sewa), dimana pihak bank akan memberikan empat jenis biaya

yang dikenakan kepada nasabah iB Hasanah Card yaitu Annual Membership Fee

(iuran tahunan), Monthly Membership Fee (iuran tahunan), pembayaran minimal

10% dari tagihan atau sesuai cicilan, dan biaya pengambilan tunai Rp. 25.000,- per

transaksi. Dalam prosedur perhitungan biaya pihak bank melakukannya secara

transaparan kepada nasabah dan dengan perhitungan yang rill. Pihak bank juga

memberikan keringanan biaya kepada nasabah, yaitu merupakan bentuk apresiasi

kepada nasabah iB Hasanah Card yang telah melakukan pembayaran yang sifatnya

sebagai pengurang dari Monthly Fee dengan besaran persentase tidak diperjanjikan

dalam bentuk akad dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan kebijakan BNI

Syariah yang disebut dengan Cash Rebate.

Kemudian pada proses pengembalian dana peneliti dapat menyimpulkan

bahwa nasabah wajib untuk mengemabalikan dana yang telah dipakai selama satu
72

bulan kepada bank sesuai dengan jenis-jenis biaya yang telah diterapkan pada iB

Hasanah Card. Pada proses pengembalian dana inilah tidak jarang timbul

permasalahan klasik dimana nasabah tidak mampu untuk mengembalikan dananya

sesuai dengan rentang waktu yang telah ditentukan sehingga mengakibatkan

timbulnya biaya ganti rugi (ta’widh) yang harus ditanggung nasabah akibat

kelalainnya dalam mengembalikan dana iB Hasanah Card.

4.2.Pembayaran Ganti Rugi (Ta’widh) atas Keterlambatan Biaya Pelunasan di

BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung

Dalam setiap melakukan transaksi terlebih bagi seorang nasabah bank yang

menggunakan produk iB Hasanah Card tentunya ada beberapa prosedur yang harus

diikuti oleh nasabah tersebut. Salah satu prosedur yang ada dalam iB Hasanah Card

yaitu ketika nasabah terlambat membayar tagihan atas transaksi yang dilakukannya

hal tersebut adalah prosedur pembayaran ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan

pembayaran transaksi yang pernah dilakukan. Berikut merupakan ketentuan

pembayaran ganti rugi (ta’widh) pada produk iB Hasanah Card di BNI Syariah KCP

Surapati Core Bandung:

1. Ta’widh (ganti rugi) yang dikenakan kepada nasabah berlaku bila nasabah

terlambat membayar tagihan atas penggunaan iB Hasanah Card, dengan

jangka waktu yang telah ditetapkan oleh pihak penerbit. Mengenai hal

tersebut juga dijelaskan oleh salah satu staf divisi Hasanah Card BNI

Syariah KCP Surapati Core yang dilakukan melalui wawancara, bahwa:


73

“Biaya ta’widh akan dikenakan kepada nasabah yang belum melakukan

pembayaran biaya tagihan setelah lewat tanggal jatuh tempo.”

2. Biaya ta’widh berhak dikenakan kepada nasabah yang menyalahi akad yang

telah ditetapkan.

3. Besaran biaya ganti rugi (ta’widh) yang dikenakan pada nasabah merupakan

ketentuan manajemen BNI Syariah dengan rincian biaya sebagai berikut:

Tabel 1.9. Tabel Biaya Ganti Rugi (Ta’widh) iB Hasanah Card

Description Classic Gold Platinum

x hari – 29 hari Rp. 15.000,- Rp. 35.000,- Rp. 110.000,-

30 hari-59 hari Rp. 20.000,- Rp. 50.000,- Rp. 160.000,-

60 hari-89 hari Rp. 25.000,- Rp. 65.000,- Rp. 220.000,-

90 hari-119 hari Rp. 40.000,- Rp. 100.000,- Rp. 340.000,-

120 hari-149 hari Rp. 50.000,- Rp. 120.000,- Rp. 410.000,-

150 hari-179 hari Rp. 60.000,- Rp. 150.000,- Rp. 480.000,-

>180 hari Rp. 320.000,- Rp. 800.000,- Rp. 2.800.000,-

4. Adapun prosedur pembayaran biaya ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan

pembayaran tagihan iB Hasanah Card berdasarkan ketetapan PT. Bank BNI

Syariah dapat dilakukan melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri) atau bisa

datang langsung ke bank.

Berdasarkan penjelasan mengenai pembayaran ganti rugi (ta’widh) di BNI


Syariah selaku pelaksana ta’widh, peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses
pembayaran ganti rugi (ta’widh) yang dilakukan oleh PT. BNI Syariah telah
dilaksanakan berdasarkan ketentuan SOP yang ditetapkan oleh bank, yang terdiri 4
(empat) ketentuan pembayaran ganti rugi yaitu ta’widh merupakan biaya yang
timbul akibat adanya kelalaian nasabah, ta’widh berhak dikenakan kepada nasabah
74

yang menyalahi akad, besaran biaya ta’widh merupakan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh manajemen bank BNI Syariah, pembayaran ta’widh dapat
dilakukan melalui ATM atau datang langsung ke bank, dan bank akan melakukan
pemblokiran sementara setalah 4 bulan tidak ada pembayaran.

4.3. Ganti Rugi (Ta’widh) dalam Produk iB Hasanah Card di BNI Syariah KCP

Surapati Core Menurut Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004

Ta’widh yang telah ditentukan oleh PT. Bank BNI Syariah merupakan biaya

yang harus dikeluarkan oleh nasabah iB Hasanah Card ketika nasabah tersebut

terlambat dalam melakukan pembayaran tagihan atas transaksi yang pernah

dilakukan, dalam hal ini ta’widh akan dikenakan kepada nasabah setelah

mendapatkan tagihan baru setelah tanggal jatuh tempo bulan sebelumnya. Hal ini

sesuai dengan yang dijelaskan oleh karyawan Bank BNI Syariah KCP Surapati

Core divisi Hasanah Card.

“Katakan kamu belum melakukan pembayaran pada tanggal jatuh tempo, misalkan

pada tanggal 24 Juni kamu transaksi dan pada tanggal 18 Juli kamu cetak tagihan

dan pada tanggal 19 Juli kamu sudah terima lembar tagihan, itu dikasih waktu dua

puluh hari sampai dengan tanggal 8 agustus, tapi kalau kamu belum bayar juga

sampai dengan tanggal tagihan bulan berikutnya maka akan dikenakan biaya

ta’widh.”

Kemudian beliau menambahkan kembali bahwa:

“Biaya tagihan ini dilakukan dalam kondisi belum terlambat, yaitu sebelum

tanggal jatuh tempo.”


75

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum tanggal

jatuh tempo, pihak bank akan memberikan lembar tagihan kepada nasabah lebih

awal bahwa nasabah Hasanah Card wajib membayar biaya tagihan pada tanggal

yang akan datang.

Pihak PT. Bank BNI Syariah mengaplikasikan ta’widh dalam iB Hasanah

Card berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam fatwa DSN No.43/DSN-

MUI/VIII/2004, bahwa biaya ta’widh berhak untuk dikenakan kepada nasabah

ketika nasabah lupa atau sengaja membayar tagihan sementara bank sudah

mengingatkan baik melalui surat atau via telefon. Biaya tagihan yang dikeluarkan

telah disesuaikan dengan ketentuan fatwa DSN sebesar kerugian riil yang

dikeluarkan selama melakukan proses penagihan, dan ketika nasabah melakukan

penyalahan akad.

Mengenai perhitungan kerugian riil yang dikenakan pada ganti rugi

(ta’widh) yang ditentukan oleh pihak bank sudah merupakan kebijakan manajemen,

hal tersebut dijelaskan oleh karywan divisi Hasanah Card BNI Syariah KCP

Surapati Core, bahwa:

“Besaran biaya ta’widh ini merupakan kebijakan manajemen, tidak ada

perhitungannya, jadi bedanya syariah dengan konvensional kita akan

menampilkan biaya ganti rugi ini di awal akad, jadi nasabah tidak akan complain

karena kita sudah menjelaskan di awal.

Biaya keterlambatan ganti rugi (ta’widh) ini dianggap sebagai pendapatan

murni bagi pihak bank, sebagaiman yang telah ditentukan dalam fatwa DSN

mengenai ta’widh. Di BNI Syariah sendiri biaya ganti rugi ini digunakan untuk
76

menutupi kebutuhan bank dan sebagian disisihkan untuk kegiatan sosial,

sebagaimana yang telah dijelaskan oleh staf BNI Syariah divisi Hasanah Card,

bahwa:

“Yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional, ketika adanya

pembayaran keterlambatan, itukan murni merupakan pendapatan bagi pihak bank,

tapi bank syariah juga menyisihkan untuk melakukan kegiatan sosial seperti

memberikan santunan pada panti asuhan, mengenai besaran porsinya berapa itu

semua sudah merupakan kebijakan manajemen.”

Berdasarkan penjelasan di atas, besaran biaya ganti rugi telah sesuai dengan

fatwa DSN yaitu sesuai dengan kerugian riil yang dikeluarkan oleh pihak bank

selama melakukan proses penagihan, namun peneliti tidak mendapatkan informasi

yang jelas mengenai mekanisme perhitungan biaya kerugian riil yang ditetapkan

oleh pihak manajemen BNI Syariah, hal tersebut memang telah dijelaskan dalam

fatwa DSN bahwa kerugian riil dapat diperhitungkan dengan jelas.

BNI Syariah akan memberikan keringanan bagi nasabah yang tidak

melakukan pembayaran biaya tagihan ganti rugi selama berbulan-bulan maka pihak

bank akan menawarkan dua kebijakan, yaitu pertama dengan melakukan cicilan

tanpa ada biaya tambahan, namun nasabah tetap wajib untuk membayar biaya

keterlambatan, kemudian yang kedua merupakan diskon lunas, yaitu pembayaran

lunas biaya pokok tagihan tanpa dikenakan biaya keterlambatan

“Orang terlambat bayar itu merupakan masalah classic, biaya yang muncul

misalkan ada orang terlambat melakukan pembayaran selama lima bulan, dengan

total biaya 10 juta, sepuluh juta itu tidak murni merupakan transaksi pemakaian
77

yang telah dilakukan oleh nasabah, karena ada biaya ganti rugi yang dikenakan

karena keterlambatannya tersebut, cara menangani masalah seperti itu kita

memiliki dua kebijakan, yang pertama dalah cicilan tetap, yaitu kita memberikan

dulu dp minimalnya berapa nanti sisanya silahkan dicicil dengan rentang waktu

berepa tahun tanpa adanya biaya tambahan, itu kalo dicicil tetap. Yang kedua kita

menawarkan diskon lunas, tadikan saya bilang besaran total tersebut bukan murni

biaya pemakaian nasabah tapi ada juga biaya ganti rugi yang dikenakan pada

nasabah, yang munculnya biaya keterlambatan tersebut dapat kita hapuskan tapi

yang pokok yaitu yang nasabah pakai tetap harus dibayar, karena prinsipnya kan

hutang.

Kebijakan yang diberikan oleh BNI Syariah ketika terjadi keterlambatan

pembayaran biaya ganti rugi (ta’widh) telah sesuai dengan yang telah dijelaskan

oleh fatwa DSN bahwa apabila terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak,

maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase sehingga tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

Kartu kredit akan secara otomatis terblokir sementara ketika nasabah tidak

melakukan pembayaran selama dua hingga empat bulansampai nasabah melunasi

biaya tagihan, tapi jika sudah melebihi empat bulan maka kartu kredit tersebut tidak

dapat diaktifkan kembali meskipun telah melakukan pelunasan biaya tagihan. Hal

tersebut diperjelas dari hasil wawancara dengan staff BNI Syariah KCP Surapati

Core, bahwa:

“Kartu terlambat aja dua bulan, itu otomatis terblokir tapi sifatnya sementara

sampai dengan keterlambatan empat bulan, jadi selama itu kartu tidak dapat
78

dipakai tapi kalau nasabah tersebut bayar baru kartu kredit tersebut dapat dipakai

kembali, tapi kalau sudah terlambat lima bulan tidak akan bisa diaktifkan lagi

meskipun dia sudah membayar full tetap tidak bisa, karena sudah kaya permanen.”

Penanganan bank ketika terdapat nasabah terlambat dalam melakukan

pembayaran, terdapat dua bagian yang menangani hal tersebut, yaitu bagian telefon

dan bagian penagihan, bank akan melakukan penagihan melalui telfon dengan

mengingatkan nasabah bahwa belum melakukan pembayaran, tetapi jika sudah

terlalu lama bank akan melakukan penagihan lapangan dengan mendatangi

langsung ke tempat nasabah dengan etika yang santun dan tegas, dan itu merupkan

kebijakan manajemen. Hal tersebut dijelaskan oleh staff BNI Syariah KCP Surapati

Core, bahwa:

“Dari segi penangananya kita ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu bagian telefon

dan bagian lapangan. Kalo ada yang terlambat kita telefon dulu tapi jika masih

susah kita datangi langsung ke tempatnya.”

Kemudian beliau menambahkan kembali dari segi etika penagihan, bahwa:

“Jadi kita sudah dipakem sama manajemen tidak boleh beretika keras, jadi

memang harus santun dan yang paling dilarang oleh manajemen adalah keluar

kata-kata kasar, kalo misalkan penagihannya sama aja kaya konvensional apa

bedanya syariah sama konvensional, tapi kalau tegas tidak apa-apa, beda ya kasar

sama tegas, tapi tegas juga kita lihat dulu berapa lama keterlambatannya, kalau

baru dua bulan masa udah tegas, kalau dua bulan ya sifatnya mengingatkan, tapi

kalau terlambatnya sudah tujuh bulan boleh bersikap tegas.”


79

Mekanisme penagihan yang dilakukan oleh BNI Syariah telah menunjukan

bahwa bank syariah beroperasi dengan etika yang sesuai dengan tuntunan yang

diajarkan dalam Islam, bahwa penagihan dilakukan dengan cara yang santun dan

sopan.

Berdasarkan penjelasan mengenai ta’widh iB Hasanah Card Pada PT. Bank

BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung bahwa prosedur dan ketentuan ta’widh

yang diterapkan sebagian besar telah memenuhi aturan yang telah ditetapkan dalam

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh). Kesesuaian mengenai ta’widh dalam iB Hasanah Card dapat dilihat dari

ketentuan dalam fatwa yaitu :

1. Berdasarkan ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004

tentang ta’widh, bahwa ganti rugi (ta’widh) yang mereka kenakan kepada

nasabah dikarenakan dengan sengaja atau karena kelalaian dari nasabah itu

sendiri.

2. Berdasarkan ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004

tentang ta’widh, bahwa ta’widh yang pihak penerbit dikenakan kepada

nasabah merupakan kerugian rill, dan mereka tidak menginginkan adanya

keterlambatan pembayaran tagihan oleh nasabah.

3. Kemudian berdasarkan ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang ta’widh, pihak penerbit mengenakan ganti rugi atas

keterlambatan karena nasabah iB Hasanah Card menyalahi akad- akad yang

ada dalam ketentuan iB Hasanah Card.


80

4. Berdasarkan ketentuan khusus yang ada dalam Fatwa Dewan Syariah

Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi (ta’widh) pihak

penerbit iB Hasanah Card bahwa ganti rugi yang dibayarkan oleh nasabah

kepada bank menjadi pendapatan pihak bank, karena itu merupakan biaya

yang pernah dikeluarkan oleh pihak bank selama proses penagihan, kemudian

untuk tatacara pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan para pihak,

dalam hal ini antara bank dengan nasabah pengguna iB Hasanah Card.

5. Kemudian jalan terakhir dalam penyelesaian perkara keterlambatan

pembayaran tagihan oleh nasabah, pihak bank BNI Syariah mengikuti dari

pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang

ganti rugi (ta’widh) yaitu melalui Badan Arbritase Syariah.

Namun selama melakukan penelitian di lapangan, terdapat ketidakjelasan

mengenai perhitungan biaya kerugian riil pada ta’widh di BNI Syariah, karena pada

proses penelitian peneliti tidak mendapatkan informasi mengenai proses perhitungan

biaya kerugian riil pada ta’widh karena hal tersebut sudah merupakan kebijakan

manajemen dari BNI Syariah, sedangkan berdasarkan fatwa DSN No. 43/DSN-

MUI/VIII/2004 bahwa besaran biaya yang dapat dikenakan pada ta’widh adalah

kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.


BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai ta’widh pada iB Hasanah Card BNI

Syariah KCP Surapati Core Bandung, dapat diambil beberapa kesimpulan antara

lain:

1. Pelaksanaan pembiayaan kartu kredit syariah iB Hasanah Card diawali

dengan adanya proses pemasaran oleh bagian marketing dari pihak bank

kemudian nasabah akan melalui tiga tahapan utama yaitu penerbitan kartu

yang terdiri dari penginputan data, verifikasi data, dan analisis data sebagai

bahan pertimbangan bank dalam menentukan kelayakan nasabah iB Hasanah

Card, dimana nantinya nasabah akan dikenakan empat jenis biaya iB Hasanah

Card yaitu, Annual Memebrship Fee (iuran tahunan), Monthly Membership

Fee (iuran bulanan), pembayaran minimal 10% dari cicilan atau tagihan, dan

biaya pengambilan tunai Rp. 25.000,- sebagai biaya master card. Kemudian

nasabah akan diwajibkan untuk mengembalikan dana yang telah dipakai

setiap bulannya dengan biaya-biaya lain yang telah ditetapkan dalam produk

iB Hasanah Card, dari proses pengembalian dana inilah tidak jarang terjadi

permasalahan klasik dimana nasabah tidak mampu untuk mengembalikan

dana yang telah terpakai dalam rentang waktu yang telah ditentukan sehingga

81
82

mengakibatkan timbulnya biaya ganti rugi (ta’widh) sebagai sanksi atas

kelalain yang dilakukan nasabah.

2. Konsep pembayaran ganti rugi (ta’widh) di BNI Syariah KCP Surapati Core

Bandung dapat dikenakan pada empat ketentuan yaitu ta’widh berhak

dikenakan pada nasabah yang lalai atau sengaja tidak membayar biaya tagihan

setelah jatuh tempo, ta’widh berhak dikenakan kepada nasabah yang

menyalahi akad yang telah ditetapkan, besaran biaya ta’widh disesuaikan

dengan kebijakan manajemen BNI Syariah, pembayaran biaya ta’widh dapat

dilakukan melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri) atau datang langsung ke

bank.

3. Berdasarkan Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 ketentuan ganti rugi

(ta’widh) pada iB Hasanah Card di BNI Syariah telah sesuai dari penjelasan

bahwa ta’widh yang dikenakan kepada nasabah merupakan kelalaian nasabah

dalam membayar tagihan, biaya ta’widh merupakan pendapatan murni bank

yang tata caranya merupakan ketentuan bank yang telah disepakati oleh

nasabah, kemudian bank akan memberikan kebijakan kepada nasabah yang

mengalami keterlambatan dalam membayar tagihan melalui musyawarah

sehingga mencapai mufakat melalui Badan Arbitrase Syariah. Namun

terdapat ketidakjelasan mengenai perhitungan kerugian riil pada biaya ganti

rugi (ta’widh) yang telah ditetapkan sebagai kebijakan manajemen BNI

Syariah dengan Fatwa DSN NO. 43/DSN-MUI/2004 dengan penjelasan

bahwa kerugian yang dikenakan ta’widh merupakam kerugian riil yang dapat
83

diperhitungkan dengan jelas, sementara di BNI Syariah besaran biaya

kerugian riil merupakan ketentuan yang telah ditetapkan manajemen.

5.2. Saran

Untuk lebih meningkatkan profesionalisme serta eksistensi dalam

persaingan dunia perbankan, penulis memberikan beberapa saran antara lain:

1. BNI Syariah diharapkan terus melakukan inovasi pada produk iB Hasanah

Card dengan cara memperluas jaringan kerjasama dengan berbagai

perusahaan untuk meningkatkan eksistensi kartu kredit syariah kemudian

meningkatkan kegiatan promosi kepada masyarakat secara menyeluruh baik

melalui media cetak maupun elektronik yang disesuaikan dengan

perkembangan kebutuhan masyarakat, agar masyarakat Indonesia lebih tahu

dan tertarik untuk menggunakan kartu kredit syariah iB Hasanah Card sebagai

alat untuk memenuhi kebutuhannya dalam rangka memberikan bantuan dalam

bertransaksi dengan aman dan mudah sesuai syariah.

2. BNI Syariah KCP Surapati Core Bandung diharapkan mampu memberikan

informasi yang lebih jelas mengenai perhitungan biaya kerugian riil ganti rugi

(ta’widh) yang dijelaskan pada saat melangsungkan akad dan tertera pada

brosur resmi atau media publikasi lainnya sehingga masyarakat dapat

mengetahui transparansi biaya kerugian riil yang diperhitungkan oleh bank

yang akan dikenakan kepadanya ketika mengalami keterlambatan

pembayaran tagihan.
84

3. Kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

diharapkan lebih memperhatikan kembali praktek ta’widh di lapangan dengan

melakukan sidak dan audit langsung di lembaga keuangan syariah terlebih

perbankan syariah untuk meminimalisir ketidaksesuaian pelaksanaan ta’widh

dan mengembangkan regulasi yang susai dengan kondisi masyarakat

Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam, alih bahasa: M. Irfan


Syofwani, Yogyakarta: PT Magistra Insania Press. 2004.

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve. 1980.

Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2006.

Adiwarman Azwar Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta:
IIIT Indonesia. 2003.
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 1. Cet. Ke-2.
Jakarta: Kencana. 2010.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2007.

Atang Hakim, Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqih Muamalah ke


dalam Peraturan Perundang-undangan, Bandung: PT Refika Aditama.
2011

Edi Wibowo Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, Bogor: Ghalia


Indonesia. 2005.

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian


Syariah di Indonesia, Edisi Revisi, Cet. Ke-4. Jakarta: Kencana. 2007.

Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT RajaGrafindo


persada. 2002.

Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: CV.


Diponegoro. 1992.

85
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani. 2001.

Nurul Huda, Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoretis


dan Praktis, Edisi Pertama, Cet. Ke-1. Jakarta: Kencana. 2001.

Sigit Triandaru Totol Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi
2. Jakarta: Salemba Empat. 2006.

Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika. 2000.

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, PT. Sinar Baru Algensindo.

Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung:


Fokusmedia. 2008.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Edisi III Jakarta: Balai


Pustaka. 2006.

Zaibuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. 2009.

2. KARYA TULIS ILMIAH

Caroline, Penerapan Kartu-Analisis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.


2010. (PDF Version).
Devianita Nuke Mawardhika, Perlakuan Akuntansi Terhadap Denda Kartu
Kredit Bank Syariah Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Surabaya.
Universitas Negeri Surabaya. (PDF Version).
Ganjar Hidayat, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kartu Kredit Syariah, Skripsi
Sarjana pada Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2010. (PDF Version).

Muhammad Yassir Fahmi, Fungsi Hasanah Card Perspektif Syariah, 2013.


(PDF Version).

Nurulhidayah, Konsep Ganti Rugi Dalam Islam, 2011. ( PDF Version).

86
3. LAPORAN

Kumpulan Fatwa DSN-MUI. Buku 1 Tahun 2000-2006/Fatwa No. 1-54. 2000.

Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia. No. 54 tentang Syariah
Card. Jakarta: DSN-MUI. 2006. (PDF Version).

Majlis Penasihat Syariah Bank Negara Malaysia. Resolusi Syariah dalam


Kewangan Islam Majlis Penasihat Syariah Bank Negara Malaysia 2010
- 2011. Bank Negara Malaysia. (PDF Version).

4. WEBSITE

http://www.bnisyariah.co.id diakses pada tanggal 25 Maret 2016.

http://www.ekonomisyariah.org, diakses pada tanggal 4 Mei 2016.

87

Anda mungkin juga menyukai