Anda di halaman 1dari 70

SKRIPSI

PRINSIP KERAHASIAN BANK DALAM


MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP
NASABAH
( Studi Kasus Bank Permata )

OLEH

DERVI SADITYA
NIM : 2120 9169

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
TAHUN 2017
PENGESAHAN PEMBIMBING

PRINSIP KERAHASIAN BANK DALAM


MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP
NASABAH
( Studi Kasus Bank Permata )

OLEH :

DERVI SADITYA
STAMBUK : 2120 9169

Telah Di Pertahankan Di Hadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Kendari

PEMBIMBING 1 PEMBIMBING II

RASMUDDIN, SH.MH. SUDIRMAN, SH.M.Kn.


NIDN.0021087403 NIDN.0917127904

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

PRINSIP KERAHASIAN BANK DALAM


MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP
NASABAH
( Studi Kasus Bank Permata )
OLEH :

DERVI SADITYA
STAMBUK : 2120 9169

Telah Di Pertahankan Di Hadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Kendari
Pada Hari : Jum’at, Tanggal : 12 Agustus 2016
Dan Dinyatakan Diterima

Tim Penguji Tanda Tangan Tanggal

1. Rasmuddin SH, MH ........................... ........................


( Ketua Penguji )

2. Sudirman SH, M.Kn ........................... ........................


( Sekretaris Penguji )

3. Dr. Deity Yuningsi SH, MH ............................ ........................


( Penguji Utama )

4. Muryanto Lanontji SH, MH ............................ ........................


( Anggota Penguji )

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Kendari

RASMUDDIN, SH., MH
Nip. 197408212000121001

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

NAMA : DERVI SADITYA

STAMBUK : 2120 9169

PROGRAM STUDI : FAKULTAS HUKUM

ALAMAT : JLN. LUMBA-LUMBA KOTA KENDARI

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Prinsip Kerahasiaan Bank Dalam

Memberikan Perlindungan Terhadap Nasabah (Studi Kasus Bank Permata

Cabang Kendari)” Di Bawah Bimbingan Bapak RASMUDDIN, SH.MH sebagai

pembimbing 1 dan Bapak SUDIRMAN, SH.M.Kn. sebagai Pembimbing II.

Menyatakan benar-benar hasil karya Pribadi dan seluruh sumber yang di kutip dan

hasil wawancara di lakukan dengan sebenar-benarnya.

Kendari, 25 September 2016

DERVI SADITYA

iv
HALAMAN MOTTO

“ TAK MASALAH SEBERAPA KAMU JATUH


YANG TERPENTING SEBERAPA CEPAT KAMU BANGKIT”

“SUKSES BUKANLAH KEBETULAN. SUKSES ITU KERJA KERAS,


KEGIGIHAN, PENGORBANAN, DAN YANG PALING
CINTAILAH YANG KAMU LAKUKAN DAN ATAU BELAJAR
UNTUK MELALAKUKAN”

“SETIAP ORANG YANG BERUSAHA DAN BEKERJA KERAS,


SUATU SAAT AKAN MELAKUKAN KESALAHAN,
SEDANGKAN MEREKA YANG HANYA BERDIAM DIRI
SERTA BERPANGKU TANGAN, TIDAK AKN PERNAH
MELAKUKAN KESALAHAN”.

v
ABSTRAK

Dervi Saditya (2120 9169) “Penerapan Prinsip-Prinsip Persidangan Oleh


Hakim Dalam Gugatan Penyelesaian Perkara Perceraian Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
(Studi Kasus Pada Pengadilan Agama Kota Kolaka)”. Di Bawah Bimbingan
Bapak RASMUDDIN, SH.MH sebagai pembimbing I dan Bapak MURYANTO
LANONTJI, SH.MH sebagai Pembimbing II.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah(1)


Bagaimanakah Penerapan asas-asas persidangan oleh hakim dalam gugatan
penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Kolaka berdasarkan
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman? (2) Faktor-
faktor apa yang menghambat dalam penerapan prinsip-prinsip persidangan oleh
hakim dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Kolaka
berdasarkan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman?
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif empiris yaitu dengan menganalisa, mengkaji perundang-
undangan serta melakukan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk
mengetahui sejauh mana penerapan asas-asas persidangan oleh hakim dalam
gugatan penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agarna Kolaka.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) penerapan asas-asas
persidangan oleh hakim dalam gugatan penyelesaian perkara perceraian di
Pengadilan Agama Kolaka berdasarkan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman belumlah dilaksanakan seefektif mungkin. Hal
tersebut disebabkan dengan tertundanya sidang dengan ketidakhadiran majelis
hakim yang menangani perkara tersebut dengan alasan sakit dan mengikuti
pendidikan/pelatihan serta ketidak hadiran para saksi-saksi dari para pihak dan
tidak hadirnya para Pengugat dan Tergugat. (2) Faktor-faktor yang menghambat
dalam penerapan prinsip-prinsip persidangan oleh hakim dalam penyelesaian
perkara perceraian di Pengadilan Agama Kolaka berdasarkan Undang-Undang
No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman di sebabkan karena dari pihak
Penggugat dan Tergugat sendiri yang sulit untuk didamaikan serta kurangnya
kesadaran dari kedua belah pihak yang mendasari perbuatan untuk memperbaiki
perkawinan mereka, proses penyelesaian perkara perceraian masih dianggap
lambat dan berbelit-belit oleh para pihak, masih ada praktisi hukum di lingkungan
Pengadilan Agama Kolaka yang masih mengabaikan prinsip-prinsip persidangan,
serta dalam penyelesaian sengketa perkara perceraian waktunya tidak efesien
dimana waktu persidangan kadang kala diundur karena tidak hadirnya salah satu
pihak perkara perceraian dan tertundanya sidang dengan ketidakhadiran majelis
hakim yang menangani perkara tersebut dengan alasan sakit dan mengikuti
pendidikan/pelatihan.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini dengan judul “Prinsip Kerahasian

Bank Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Nasabah (Studi Kasus Bank

Permata)”.

Dalam proses penyusunan penelitian ini yang dimulai dari persiapan

sampai selesai, penulis menemukan berbagai hambatan dan kesulitan. Namun

berkat bimbingan, arahan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak terutama

kedua pembimbingku yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran selama penyusunan maupun

penulisan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu

dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapakan rasa terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada di bawah bimbingan Rasmuddin, SH, MH. selaku

Pembimbing I, Sudirman, SH.MKn. selaku Pembimbing II yang dengan

kedisiplinan dan ketegasannya serta kerelaan waktunya dalam pembimbingan

Penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini sulit untuk dapat terwujud tanpa

adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang memberikan

kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada Ayahanda

vii
tercinta Sahabuddin dan ibunda tercinta Ariyati yang telah melahirkan dan

membesarkan serta meletakkan dasar-dasar pendidikan dengan penuh rasa kasih

sayang serta do’a harapannya selama ini, Saudara & Saudariku tercinta Deki

Darmawan, Sitti Fatimag Azahra, Mutia Aulia Maharani serta nenek dan tanteku

Hartati dan Arni yang telah memberi motivasi serta dorongan baik itu moril

maupun materil tak terbatas kepada penulis dan tak lupa juga sahabat

seperjuanganku Junaid R.M, Aprianto, Lukman, A.S. Dira Sinta Y, Zhanas R, Nur

Septi Y, Nurkholis, Armindia beserta teman-teman kelas D angkatan 2012

Fakultas Hukum yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, banyak pihak yang telah membantu

penulis baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan yang baik ini

dan dengan kerendahan hati serta penuh rasa hormat yang tinggi penulis

menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada yang terhormat :

1. Bapak Muhammad Nur, SP, M.Si, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Kendari;

2. Bapak Rasmuddin, SH, MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Kendari;

3. Bapak Kamaruddin, SH, MH selaku Ketua Program Studi Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Kendari;

4. Ibu DR. Deity Yuningsih, SH.MH dan Bapak Muryanto Lanontji, SH, MH.

Fakultas Hukum Muhammadiyah Selaku Dosen Penguji;

5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari yang

telah banyak memberi bekal ilmu;

viii
6. Bapak Pimpinana Bank Permata Kendari beserta Staff yang telah memberikan

informasi.

Akhirnya besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bernilai strategis

dan bermanfaat bagi siapapun yang membaca dan menggunakannya untuk

kepentingan dan kemajuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini

mengingat keterbatasan waktu dan tenaga serta ilmu penulis. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun selalu penulis harapkan untuk lebih

menyempurnakan penelitian ini.

Kendari, 19 Januari 2017

Penulis,

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

PENGESAHAN PEMBIMBING ....... .. ...............................................................ii

PENGESAHAN SKRIPSI ....... ............ ...............................................................iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...............................................................iv

MOTTO....... ...........................................................................................................v

ABSTRAK ....... ....................................................... ............................................vi

KATA PENGANTAR....... ................... ...............................................................vii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................5

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................6

D. Manfaat Penelitiaan.................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Umum Tentang Bank.............................................................7

1. Pengertian Bank.................................................................................7

2. Fungsi Bank.....................................................................................10

3. Jenis-Jenis Bank...............................................................................14

B. Tinjauan Mengenai Hubungan Bank dan Nasabah...............................20

1. Sumber Dana Bank..........................................................................20

x
2. Hubungan Antar Bank dan Nasabah................................................23

C. Prinsip Know Your Dalam Nasabah......................................................27

D. Kerahasian Bank....................................................................................30

1. Apa Yang diRahasiakan Bank.........................................................30

2. Siapa Yang Bisa Membuka Rahasia Bank......................................31

a. Kepentingan Perpajakan............................................................31

b. Kepentingan Penyelesaian Piutang Pajak..................................32

c. Kepentingan Peradilan Pidana...................................................33

d. Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perdata............................34

e. Kepentingan Tukar-Menukar informasi Antar Bank.................34

f. Kepentingan Pihak Lain Yang ditunjuk Nasabah......................34

g. Kepentingan Masalah Kewarisan..............................................35

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian .....................................................................................36

B. Lokasi Penelitian ..................................................................................36

C. Jenis dan Sumber Data .........................................................................37

D. Tehnik Pengumpulan Data ...................................................................37

E. Metode Analisis Data ...........................................................................38

F. Definisi Operasional .............................................................................38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Batasan Kerahasian Bank Terhadap Rekening Nasabah.......................40

1. Upaya Bank Menjaga Rahasia Nasabah..........................................40

2. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank...................................46

B. Penerapan Asas Kehati-hatian Pada Bank Permata Telah Memenuhi

xi
Ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankan..............................................................................................50

1. Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan Masyarakat..........................50

2. Kepentingan Perpajakan..................................................................52

3. Kepentingan Penyelesaian Piutang Pajak........................................53

4. Kepentingan Peradilan Pidana.........................................................53

5. Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perdata..................................54

6. Kepentingan Tukar-Menukar informasi Antar Bank.......................54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................57

B. Saran......................................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan merupakan pokok dari sistem keuangan setiap negara, karena

perbankan merupakan salah satu motor penggerak pembangunan seluruh bangsa.

Tidak dapat disangkal bahwa di dalam mencapai tujuan pembangunan nasional,

yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

Undang – Undang Dasar 1945, perbankan mempunyai peran yang sangat penting.

Sebagai salah satu motor penggerak pembangunan bangsa, lembaga

perbankan mempunyai peran yang sangat strategis karena bank mempunyai fungsi

untuk menghimpun dana dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk simpanan

dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang

membutuhkannya.

Bank diharapkan dapat menyerasikan, menyelaraskan dan

menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang pada akhirnya mengarah

kepada peningkatan taraf hidup masyarakat banyak.

Untuk dapat menjaga agar perputaran uang dapat berjalan sebagaimana

mestinya diperlukan sebuah lembaga keuangan yang mampu berperan aktif dalam

menjaga kestabilan perekonomian. Lembaga keuangan tersebut adalah bank.

Pendirian bank di Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan

xiii
ekonomi dan stabiltas nasional.1

Semakin banyaknya kegiatan ekonomi yang dilakukan, tentu saja akan

berbanding lurus dengan semakin cepatnya perputaran uang yang terjadi

didalamnya. Dan semakin banyak perputaran uang yang terjadi, hal itu akan

semakin mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang semakin lama akan

semakin meningkat. Dengan demikian sektor riil akan semakin bergerak dan pada

akhirnya tujuan pembangunan akan semakin tercapai.

Pembangunan ekonomi suatu negara di samping memerlukan program

pembangunan yang terencana dan terarah untuk mencapai sasaran pembangunan,

maka faktor lain yang dibutuhkan adalah modal / dana pembangunan yang cukup

besar.

Perbankan dituntut untuk dapat bekerja secara profesional, dapat membaca

dan menelaah, serta menganalisis semua kegiatan dunia usaha serta perekonomian

nasional. Oleh karena itu maka lembaga perbankan perlu dibina dan diawasi

secara terus – menerus agar dapat berfungsi dengan efisien, sehat, wajar, mampu

bersaing dan dapat melindungi dana yang disimpankan oleh nasabah dengan baik

serta mampu menyalurkan dana simpanan tersebut kepada sektor - sektor

produksi yang benar – benar produktif sesuai dengan sasaran pembangunan.

Sehingga dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman tersebut tidak sia – sia.

Sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dalam

menjalankan usahanya, bank harus berlandaskan dengan prinsip kehati-hatian. Hal

ini dikarenakan dana yang dikumpulkan oleh bank bukanlah jumlah yang sedikit.

1
Malayu S.P. Hasibuan,Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hal 4

xiv
Sedikit saja kesalahan yang dilakukan oleh bank dalam mengelola dana dari

masyarakat, maka akibatnya bias sangat fatal. Hubungan yang terjalin antara

bank dengan nasabah tersebut haruslah disertai dengan hak dan kewajiban yang

harus dipatuhi kedua belah pihak. Jika salah satu pihak melakukan perbuatan yang

dapat merugikan pihak lainnya dengan cara-cara yang melawan ketentuan hukum

dibidang perbankan yang berlaku, maka perbuatan salah satu pihak tersebut

di kategorikan sebagai tindak pidana perbankan.

Perlu dilakukan penataan kembali terhadap struktur organisasi yang

terintegrasi terhadap lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan

pada industri perbankan serta industri keuangan bukan bank agar tercapai

stabilitas sistem keuangan diharapkan dapat menyelesaikan berbagai

permasalahan yang timbul dari dinamika sistem keuangan di Indonesia.2

Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan ikut mengalihkan Peran Bank Indonesia

sebagai pengawas perbankan, namun Bank Indonesia akan tetap menjalankan

fungsinya dalam pembentukan regulasi dibidang moneter. Pengalihan tugas ini

juga tidak sepenuhnya melepaskan pengawasan Bank Indonesia terhadap industri

perbankan di Indonesia.

Sebaliknya nasabah yang mempercayakan dana simpanannya untuk dikelola

oleh pihak bank juga harus mendapat perlindungan dari tindakan yang dapat

merugikan nasabah yang mungkin dilakukan pengelola bank.

Selain itu untuk menjaga nama baik nasabah, maka harus diatur kapan dan

dalam hal yang bagaimana bank diperkenankan untuk memberikan informasi

2
Indonesia, Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21 Tahun 2011, LN. No.
111 Tahun 2011, TLN. No. 5253, Pasal 1 ayat 1.

xv
kepada pihak ketiga mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan

dan hal – hal lain dari nasabah yang diketahui oleh bank.

Nasabah hanya akan mempergunakan jasa bank untuk menyimpan dananya

apabila ada jaminan dari bank bahwa pihak bank tidak akan menyalahgunakan

pengetahuannya tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabahnya.

Dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah

maka dibuatlah aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan informasi

tercatat kepada siapapun berkaitan dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan

dan penyimpanannya sebagaimana diatur dalam Undang - Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan kecuali dalam hal – hal tertentu yang disebutkan

secara tegas di dalam undang – undang tersebut. Hal inilah yang disebut dengan

“Rahasia Bank”.

Di sinilah diperlukannya peranan perbankan, terutama dikarenakan

kemampuannya untuk menggali sumber – sumber dana dari dalam dan luar

negeri serta menyalurkannya dalam bentuk pinjaman kepada para pelaku usaha

yang membutuhkannya, agar mampu menjadi salah satu katalisator penting dalam

pembangunan ekonomi nasional.

Menurut G.M. Verryn Stuart dari bukunya bank politik dalam O.P.

Simorangkir merumuskan bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk

memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan

uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan

alat-alat penukar uang berupa uang giral.3

3
O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank, Penerbit Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000, hal. 10.

xvi
Oleh karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan haruslah

mendapat perhatian yang sungguh – sungguh dari semua aparat penegak hukum,

karena apabila terjadi tindak pidana dalam bidang perbankan akan menyebabkan

kerugian yang sangat besar bagi negara.

Salah satu contoh kasus yang pernah penulis jumpai ada seorang ibu yang

ingin mengambil uang suaminya di bank dengan alasan suaminya lagi berada di

luar kota karena ada urusan pekerjaan di mana lokasi pekerjaan suaminya itu

berada di lokasi terpencil dan tidak ada signal atau jaringan untuk

menghubunginya sedangkan uang tersebut mau di pakai berobat tetapi pihak

bank tetap menolak untuk mencairkan dana suami ibu tersebut.

Yang menjadi masalah bukan hanya karena adanya pembocoran rahasia,

akan tetapi kenyataan bahwa rahasia bank itu kadang kala dijadikan sebagai

tempat berlindung bagi penyelewengan administrasi dan kolusi pada perbankan.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu pengkajian untuk melihat

sejauh apa upaya hukum yang dilakukan oleh pihak bank untuk memberikan rasa

aman kepada nasabah dalam menitipkan dananya dengan mengangkat judul

“Prinsip Kerahasiaan Bank Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Nasabah (

Studi Kasus Bank Permata Cabang Kendari )”

B. Perumusan Masalah

1. Batasan Kerahasiaan Bank Terhadap Rekening Nasabah ?

2. Apakah Penerapan asas Kehati-hatian pada Bank Permata Telah Memenuhi

Ketentuan UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ?

C. Tujuan Penulisan

xvii
Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Batasan Prinsip Kerahasiaan Bank Terhadap

Rekening Nasabah

2. Untuk mengetahui Penerapan Asas Prudential Banking Pada Bank

Permata Telah Memenuhi Kententuan UU N0 10 Tahun 1998

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian pasti terdapat manfaat yang diharapkan, sehingga

manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai peran Bank

dalam menjaga dan Merahasiakan nasabahnya.

b. Dapat di jadikan referensi untuk pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu hukum

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan

yang diperoleh dibidang hukum, khususnya hukum Perbankan.

b. Bagi Masyarakat dengan adanya penulisan hukum ini mampu memberikan

pengetahuan kepada masyarakat tentang Rahasia nasabah di bank

c. Bagi pegawai bank hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran terhadap pihak bank dalam rangka memberikan

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

BAB II

xviii
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Umum Tentang Bank

1. Pengertian Bank

Dalam kehidupan sehari-hari hampir setiap orang tahu apa yang dimaksud

dengan bank dan apa yang menjadi tanda bahwa sesuatu itu adalah bank. Apabila

kita menelusuri sejarah dari terminologi “bank” maka akan ditemukan bahwa kata

bank berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bance yaitu suatu bangku

tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy yang

memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di

bangku-bangku halaman pasar.

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit /

pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak.4

Secara sederhana bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang

kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa

bank lainnya.5

Istilah bank bukan lagi merupakan bahasa asing, tetapi juga telah masuk

4
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998
5 Kasmir, S.E., MM, 2002, Manajemen Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.hal 4

xix
dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia yaitu :

Bank adalah badan usaha dibidang keuangan yang menarik dan

mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu

lintas pembayaran dan peredaran uang.6

Sebuah bank dapat mengajak masyarakat untuk turut serta berpartisipasi

dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya, dan

pertumbuhan ekonomi masyarakat itu sendiri pada khususnya. Dalam

menjalankan tujuan tersebut, bank membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana

yang dibutuhkam bank tersebut dapat dihasilkan dari dana bank itu sendiri (dana

intern) dan dana dari pihak ketiga (dana ekstern). Dana yang berasal dari bank itu

sendiri dapat berupa setoran modal/ penjualan saham, pemupukan cadangan, laba

yang ditahan, dan lain-lain yang merupakan dana bersifat tetap. Sedangkan dana

yang berasal dari luar bank seperti rekening giro dan rekening Koran, deposito

berjangka, sertifikat deposito, pinjaman dari lembaga keuangan lainnya dan

lembaga keuangan bukan bank, penjualan surat berharga (efek-efek) dan sumber

lainnya.

Beberapa penulis lain memberi definisi bank antara lain : Prof. GM. Verryn

Stuart dalam bukunya “Bank Politik” mengatakan bahwa :

Bank adalah suatu badan usaha yang bertujuan untuk memuaskan


kebutuhakredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan
uang yang diperoleh dari orang lain maupun dengan jalan
mengedarkan alat penukaran baru berupa uang giral.7

Pengertian bank menurut Undang –Undang RI nomor 10 tahun 1998

6
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka,
Jakarta,2002, hal. 103-104.
7 Abdul Malik dkk, 2004, Sistem dan Manajemen Bank Umum, Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka

Malang.

xx
tanggal 10 November 1998 tentang perbankan adalah :

Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam


bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya tentang pengertian bank.

Walaupun masing-masing ahli mengemukakan pendapatnya namun pada dasarnya

mengacu pada tugas dan fungsi bank. Di sini akan dikutip pendapat beberapa ahli.

Marulak Pardede mengemukakan bahwa bank adalah lembaga keuangan

yang merupakan tempat masyarakat menyimpan dananya yang semata-mata

dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada

waktunya dan disertai imbalan berupa bunga.8

Definisi bank adalah suatu industri yang bergerak dibidang

kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan

(financial intermediary) antara debitur dan kreditur dana.

Dengan demikian bank merupakan lembaga yang berperan sebagai

intermediatery antara masyarakat sebagai penyimpan dana dengan masyarakat

yang membutuhkan dana untuk keperluan pengembangan usahanya dalam rangka

mendukung pelaksanaan pembangunan nasional (agent of development). Dalam

menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk investasi, bank

akan mendapat selisih bunga (spread) dari kredit yang disalurkannya tersebut.

2. Fungsi Bank

Fungsi utama dari perbankan dilihat dari sudut peranan ekonomi adalah
:

1. Menerima dan menyelenggarakan tabungan-tabungan. Bank-bank memberikan

8
Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998, hal. 1.

xxi
suatu jasa-jasa yang penting dengan menerima uang tabungan atau surat-surat

berharga (money instruments) dalam bentuk apapun sampainya ke tangan publik

dan mengubahnya ke dalam rekening giro yang fleksibel dan dapat dipakai.

2. a. Menyelenggarakan pembayaran-pembayaran uang. Melalui cek-cek dan

perintah- perintah lainnya untuk pembayaran dana-dana, bank-bank

menawarkan cara yang mudah dan efisien untuk penyelesaian transaksi-

transaksi.

3. b. Memberikan pinjaman-pinjaman dan melaksanakan investasi-investasi.

Bank-bank menyediakan dana-dana untuk produsen-produsen, konsumen-

konsumen dan pemerintah.

4. c. Menciptakan uang dengan pemberian kredit. Kecuali untuk jumlah uang

logam dan mata uang yang relatif kecil yang dikeluarkan oleh pemerintah,

bank-bank menciptakan seluruh uang yang kita pakai dalam melaksanakan

kegiatan-kegiatan ekonomi kita.9

Sedangkan fungsi utama perbankan Indonesia menurut Pasal 3 Undang-

undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-

undang No. 10 Tahun 1998 adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana

masyarakat. Wujud dari fungsi tersebut pada perbankan Indonesia tercermin

melalui produk jasa yang dihasilkan.

Jasa-jasa perbankan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu

penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat.

1. Penghimpunan dana

Penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan antara lain dalam

9
American Institute of Banking, Penerjemah : A. Hasyani Ali, Op.Cit, hal. 12

xxii
bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya

yang dipersamakan dengan itu.

(1) Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran

lainnya, atau dengan pemindahbukuan, Penyetoran dana ke suatu

rekening giro nasabah dapat dilakukan secara tunai atau melalui cek dan

bilyet giro.

a. Cek

Adalah surat perintah nasabah, yang telah distandarisasi bentuknya,

kepada bank penyimpan dana untuk membayar sejumlah uang kepada

pembawa atau orang yang namanya tercantum di dalam cek tersebut.

b. Bilyet giro

Adalah surat perintah nasabah, yang telah distandarisasi bentuknya,

kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah

dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang

disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya.

(2) Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan

bank.

(3) Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang

sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.

(4) Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan

cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

xxiii
2. Penyaluran dana

Penyaluran dana masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian kredit

dan atau bentuk- bentuk lainnya. Kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

dan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan pemberian bunga. Dasar kredit adalah adanya kepercayaan.

Selain sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, bank umum juga

mempunyai jasa-jasa lain sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang No.

10 Tahun 1998 antara lain :

1. Menerbitkan surat pengakuan hutang.

2. Membeli dan menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang

masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam

perdagangan surat-surat dimaksud.

b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa

berlakunya tidak lebih dari kebiasaan dalam perdagangan dimaksud.

c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.

3. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk


kepentingan nasabah.

4. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana

telekomunikasi maupun dengan wesel untuk, cek atau sarana lain.

5. Menerima pembayaran dari tagihan atau surat berharga dan melakukan

xxiv
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

6. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

7. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan


suatu kontrak.

8. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam

bentuk surat berharga yang tidak tercatat dalam bunga efek.

9. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat.

10. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan

prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

11. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Selain mempunyai fungsi seperti apa yang telah diuraikan di atas, perbankan

Indonesia juga mempunyai fungsi sebagai agen pembangunan (agent of

development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan mendukung pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan

dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah

peningkatan taraf hidup rakyat banyak.10

Fungsi tersebut sebagai penjabaran dari Pasal 4 Undang-undang No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10

Tahun 1998, yaitu :

10
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000, hal. 86.

xxv
“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi

dan stabilitas nasional kea rah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

3. Jenis-jenis Bank

Ruddy Tri Santoso dalam bukunya Mengenal Dunia Perbankan

membedakan bank dalam beberapa kelompok yaitu :

Menurut fungsinya :

(1) Bank Sentral, adalah bank yang merupakan badan hukum milik

Negara yang tugas pokoknya membantu pemerintah dalam :

- Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

- Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta

memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup

rakyat.

- Mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kartal (uang

resmi dari pemerintah, yang berupa uang kertas dan logam).

Tugas-tugas bank yang lainnya adalah :

- Memajukan dan mengawasi perkembangan perkreditan.

- Melakukan pembinaan terhadap bank-bank yang ada di negara

tersebut, baik itu bank pemerintah, bank swasta, maupun bank

swasta asing.

- Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah.

- Mendorong pengerahan dana masyarakat.

(2) Bank Umum, adalah bank yang sumber utama dananya berasal dari

simpanan masyarakat, terutama giro, tabungan dan deposito, serta

xxvi
pemberian kredit jangka pendek dalam penyaluran dananya.

Contoh :

- Bank umum pemerintah : BRI, BNI

- Bank umum swasta : BCA, dll

- Bank umum asing : Citibank.

(3) Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya

terutama berasal dari penerimaan simpanan dalam bentuk deposito serta

commercial paper jangka menengah dan panjang. Usaha utamanya

adalah memberikan kredit jangka menengah dan panjang dibidang

pembangunan.

(4) Bank Desa, adalah kantor bank di suatu desa yang tugas utamanya adalah

melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan dana dalam rangka

program pemerintah memajukan sektor pedesaan serta peningkatan

produksi pertanian, khususnya pangan.

(5) Bank Perkreditan Rakyat, adalah kantor bank di kota, kecamatan yang

merupakan unsur penghimpun dana masyarakat maupun menyalurkan

dananya di sektor pertanian/pedesaan.

5. Menurut pemilikannya :

(1) Bank Pemerintah, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah

undang-undang tersendiri. Bank pemerintah, atau juga biasa disebut

Bank Negara, terdiri dari beberapa jenis, yaitu bank umum, bank

tabungan dan bank pembangunan.

(2) Bank Pembangunan Daerah, adalah bank yang pendiriannya berdasarkan

xxvii
Peraturan Daerah Kota dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh

Pemerintah Kabupaten di wilyah bersangkutan dan modalnya merupakan

harta kekayaan milik pemerintah daerah yang dipisahkan.

Contoh : Bank Sumut.

(3) Bank Swasta Nasiona, adalah bank milik swasta yang didirikan dalam

bentuk hukum perseroan terbatas dimana seluruh sahamnya dimiliki oleh

WNI dan atau badan-badan hukum di Indonesia, serta pengelolaan

manajemennya ditangani oleh para WNI itu sendiri. Bank swasta terdiri

dari Bank Umum, Bank Tabungan dan Bank Pembangunan.

Contoh : BCA, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

(4) Bank Swasta Asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang

bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara

bank asing dengan bank nasional di Indonesia. Di Indonesia bank asing

hanya diperkenankan menjalankan operasinya di lima kota besar

Indonesia.

(5) Bank Koperasi, adalah bank yang pengoperasiannya berlandaskan hukum

koperasi dan anggotanya terdiri dari badan-badan hukum koperasi.

Contoh : Bukopin (Bank Umum Koperasi Simpan Pinjam).

6. Berdasarkan kegiatan operasionalnya (hubungan formal) :

(1) Bank Devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang

diberikan oleh Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing

dan lalu lintas devisa serta hubungan koresponden dengan bank asing di

luar negeri.

Contoh : BCA, Bank Niaga

xxviii
(2) Bank Swasta Non Devisa, adalah bank yang dalam

operasionalnya hanya melaksanakan transaksi di dalam negeri (rupiah)

dalam bentuk simpanan dan pinjaman serta tidak melaksanakan transaksi

valuta asing atau hubungan dengan luar negeri. Bank Swasta Non Devisa

biasanya meminta bantuan bank devisa apabila akan melaksanakan

transaksi valuta asing atau hubungan koresponden dengan bank luar.

Contoh : YAMA Bank, Guna Bank, Synergy Bank

7. Berdasarkan penciptaan uang giral :

(1) Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak

hanya sekedar mengumpulkan dana dan menyalurkan pinjaman, tetapi

juga melaksanakan segala macam transaksi yang berhubungan langsung

dengan kas, seperti misalnya yang berhubungan langsung dengan kas,

seperti misalnya menerbitkan cheque dan bilyet giro, serta ikut dalam

transaksi kliring yang diselenggarakan oleh BI dan merupakan bank yang

berdiri sendiri, tidak tergantung bank lain.

Contoh : Lippo, BCA, dan lain-lain.

(2) Bank Sekunder, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya

sekedar melayani transaksi kas langsung, seperti pencairan kuitansi

dan pemberian pinjaman. Dalam hal pelayanan transaksi kas yang

lain seperti penerbitan cheque dan bilyet giro serta

keikutsertaannya dalam kliring, bank sekunder biasanya membuka

rekening di bank primer untuk membantu transaksinya.

Contoh : Bank Pasar, Bank Desa.

8. Berdasarkan sistem organisasi :

xxix
(1) Unit Banking, adalah system organisasi perbankan di mana jasa

perbankan hanya diberikan melalui satu kantor bank saja, tidak lebih

dan tidak kurang. Satu bank hanya mempunyai satu kantor

operasional. Sistem ini timbul dari kebiasaan di mana bank hanya

membatasi diri pada pelayanan yang kecil dan pemilik tidak mau

dicampuri oleh orang lain. Unit bank merupakan embrio tumbuhnya

Branch Banking karena sifat operasinya yang kecil. Unit bank tidak

bias berkembang menjadi besar jika tidak mau membuka diri

terhadap pengembangan sistem organisasi yang lain.

(2) Branch Banking, adalah sistem operasional bank yang kegiatannya

pada dua tempat atau lebih. Cabang-cabang ini dikendalikan serta

diawasi oleh kantor pusatnya.

(3) Correspondent Banking, adalah hubungan sistem antarbank di mana

terdapat suatu pengaturan informasi antara bank, sehingga bank-bank

kecil mempunyai deposit pada bank-bank besar untuk membantu jasa

pelayanannya (misalnya : transfer uang). Correspondent Banking

beroperasi baik di dalam satu daerah, juga secara nasional maupun

internasional.11

Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 hanya membedakan

bank menurut jenisnya yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Hal ini

disebutkan secara jelas dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998

tentang Perbankan, hanya saja terdapat varian lainnya, yakni Bank Umum Syariah

11
Dahlan Siamat, 2001, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta.hal : 4

xxx
dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

Perbedaan terakhir ini didasarkan pada sistem operasi yang dilandasi oleh

ketentuan syariah dan bukan berdasarkan jenis usahanya, Pengertian Bank Umum

berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah :

Bank yang melakanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan dalam Pasal 1 angka (4)

disebutkan mengenai pengertian Bank Perkreditan Rakyat, yaitu :

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam

lalu lintas pembayaran.

B. Tinjauan Mengenai Hubungan Bank Dan Nasabah

1. 1. Sumber Dana Bank

Dalam menjalankan usahanya sebagai lembaga keuangan, maka dana

merupakan persoalan bank yang paling utama. Tanpa dana, bank tidak dapat

berbuat apa-apa, artinya tidak berfungsi sama sekali. Yang dimaksud dengan dana

bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai

bank dan setiap waktu dapat diuangkan.12

Dana-dana bank yang digunakan sebagai modal operasional bersumber


dari :

(1) Dana dari modal sendiri, adalah dana yang berasal dari para pemegang

saham bank yakni pemilik bank.

Dana sendiri ini terdiri dari beberapa bagian yaitu :

12
Ruddy Tri Santoso, Drs, 1997, Mengenal Dunia Perbankan,Yogyakarta.Hal 8

xxxi
a. Modal yang disetor, yaitu jumlah uang yang disetor secara efektif oleh

para pemegang saham pada saat bank berdiri. Umumnya modal setoran

pertama dari para pemilik bank (pemegang saham = stockholders) ini

sebagian dipergunakan bank untuk sarana perkantoran, peralatan kantor

dan promosi untuk menarik minat masyarakat.

b. Cadangan-cadangan, yaitu sebagian dari laba bank yang disisihkan dalam

bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk

menutup timbulnya resiko di kemudian hari.

c. Laba yang ditahan, atau Retained Earnings yang mestinya milik para

pemegang saham, tapi oleh mereka sendiri diputuskan untuk tidak dibagi

dan dimasukkan kembali dalam modal kerja.

Pada modal yang disetor tidak ada perubahan atau dapat dikatakan bersifat

tetap (permanen) dalam arti selamanya tetap mengendap dalam bank dan tidak

akan mudah ditarik oleh penyetornya, karena hal itu terjadi sekali saja, yaitu pada

waktu berdirinya bank tersebut. Sedangkan perubahan dana dari tahun ke tahun

terjadi pada bagian cadangan-cadangan dan laba yang ditahan. Melalui kenaikan

kedua bagian tersebut, dapat juga dijadikan indikasi tentang kemajuan bank

bersangkutan yang berarti kepercayaan masyarakat bertambah baik dan bank telah

dapat menempatkan dirinya dalam posisi yang diterima bahkan dibutuhkan

masyarakat.

(2) Dana Pinjaman dari pihak luar, yaitu pihak yang memberikan pinjaman dana

(uang) pada bank terdiri dari 4 (empat) pihak, yaitu :

a. Pinjaman dari bank-bank lain yang dikenal dengan Call Money yaitu

pinjaman harian antar bank. Pinjaman ini biasanya diminta bila ada

xxxii
kebutuhan mendesak yang diperlukan bank. Jangka waktu call money ini

biasanya tidak lama, yaitu sekitar satu bulan dan bahkan hanya beberapa

hari saja. Kadangkala ada yang meminjam hanya satu malam sehingga

juga disebut dengan overnight call money.

b. Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain di luar negeri, yang

biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah panjang. Realisasi

pinjaman ini (dari bank atau lembaga-lembaga keuangan internasional)

harus melalui persetujuan Bank Indonesia di mana secara tidak langsung

Bank Indonesia selaku bank sentral ikut serta mengawasi pelaksanaan

pinjaman tersebut demi menjaga solvabilitas bank yang bersangkutan.

c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank. Pinjaman ini kadangkala

tidak benar-benar berbentuk pinjaman atau kredit, tetapi lebih banyak

berbentuk surat berharga yang dapat diperjual belikan sebelum tanggal

jatuh tempo. Misalnya berbentuk Sertifikat Bank atau Deposito on call

dengan jangka waktu melebihi 3 bulan dan dapat diperpanjang kembali

tanpa mengeluarkan sertifikat baru. Dalam banyak hal, pinjaman seperti

ini dapat digolongkan pada sumber dana dari pihak ketiga, yaitu dari

masyarakat.

d. Pinjaman dari Bank Sentral (BI). Untuk membiayai usaha masyarakat

yang tergolong prioritas apalagi yang berprioritas tinggi seperti kredit

investasi pada sektor-sektor yang harus ditunjang sesuai dengan petunjuk

Pelita (misalnya pertanian, pangan, perhubungan, industry penunjang

sektor pertanian, tekstil, ekspor non migas, kredit- kredit dalam rangka

peningkatan kehidupan masyarakat golongan ekonomi lemah, koperasi

xxxiii
dan sebagainya) kredit produksi dan modal kerja dan kredit-kredit kecil

lainnya, maka Bank Indonesia memberikan bantuan dana yang dikenal

dengan nama Kredit Likuiditas.

(3) Dana dari masyarakat, yaitu dana yang bersumber dari masyarakat luas

yang umumnya berbentuk simpanan-simpanan yang disetor oleh

penyimpan.

Dari ketiga sumber dana bank tersebut, dana-dana masyarakat yang

disimpan dalam bank adalah merupakan sumber dana terbesar yang paling

diandalkan bank dan merupakan tulang punggung dari dana yang harus diolah dan

dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan.

2. 2. Hubungan Antar Bank Dan Nasabah

3. a. Nasabah Sebagai Konsumen Jasa Perbankan

Hubungan antara bank dan nasabah berdasarkan pada dua unsur yang

saling berkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bias melakukan

kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk

menempatkan uangnya pada produk-produk perbankan yang ada pada bank

tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir

dana dari masyarakat untuk ditempatkan pada banknya, dan bank akan

memberikan jasa-jasa perbankan.

Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah

dengan Undang- undang No. 10 Tahun 1998 mengemukakan bahwa fungsi utama

perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Pengerahan dana dari masyarakat dan penyalurannya kembali kepada masyarakat

dalam bentuk kredit merupakan dua fungsi utama bank yang tidak dapat

xxxiv
dipisahkan satu sama lain. Fungsi pemberian kredit tidak mungkin ada tanpa ada

fungsi pengerahan dana.

Karena itu perjanjian-perjanjian untuk nasabah penyimpan dana ini hanya

tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dari KUH Perdata mengenai

perjanjian, antara lain yaitu Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya

persetujuan yang meliputi empat hal yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Dalam melakukan hubungan hukum antara bank dengan nasabah terdapat

dua kepentingan yang berbeda dan harus dipertemukan. Pertama, kepentingan

bank sebagai badan usaha tentu mencari keuntungan. Kedua, kepentingan nasabah

sebagai konsumen jasa perbankan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Kepentingan fisik

2. Kepentingan sosial ekonomi

Kepentingan fisik nasabah penyimpan dana dapat diidentifikasi dari

adanya jaminan keamanan terhadap dana yang disimpan di bank yang

bersangkutan. Pelayanan baik dalam arti proses pengambilan cepat dan

likuiditasnya terjamin. Sedangkan kepentingan sosial ekonomi penyimpan dana

menyangkut keuntungan yang diperoleh bagi nasabah penyimpan dana (berupa

bunga) yang diberikan oleh bank yang bersangkutan. Hal ini berkaitan erat dengan

manajemen bank (dikelola secara professional dan jujur), sehingga dapat

memberikan keuntungan yang maksimal terhadap bank khususnya dan nasabah

xxxv
pada umumnya. Karena dana nasabah yang disimpan di bank pada dasarnya

merupakan sumber ekonomi bagi para nasabah yang dimanfaatkan untuk

kepentingan sendiri, keluarga maupun rumah tangganya.13

b. Definisi Nasabah Menurut Undang Undang

Definisi nasabah baru dapat direalisasikan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan diatur perihal nasabah yang terdiri dari dua pengertian yaitu:

1. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank

dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah

yang bersangkutan.

2. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan

itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Sementara itu Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan mengenal pengertian nasabah sebagaimana dijelaskan dalam

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu :

1. Pengertian Nasabah penyimpan, yaitu nasabah yang menempatkan

dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank

dengan nasabah yang bersangkutan.

13
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademis Peraturan Perundang-
undangan Tentangan Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1993/1994, hal. 16.

xxxvi
2. Pengertian Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah

yang bersangkutan.

Pengertian Nasabah adalah Tidak dijumpai rumusan/pengertian nasabah

dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, padahal di

dalamnya dijumpai rumusan bank. Bagaimana mungkin sebuah undang-undang

yang mengatur tentang perbankan tetapi tidak memberikan pengertian tentang

nasabah.

Tiga Macam Nasabah yaitu :

Demikian juga halnya dalam praktek perbankan dikenal ada tiga macam nasabah

yaitu :

1. Nasabah deposan yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu

bank.

2. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan.

3. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.14

Kamus besar Bahasa Indonesia menjelaskan nasabah adalah “orang yang

biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (Dalam hal keuangan),

dapat juga diartikan sebagai orang yang menjadi tanggungan asuransi,

perbandingam pertalian.15

14Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2003, hlm. 40-41.

15 Dinas Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, 2003, hlm. 775.

xxxvii
c. Hak dan Kewajiban Nasabah

Hak nasabah adalah sebagai berikut :

1. Nasabah berhak untuk mengetahui secara terperinci tentang produk-produk

perbankan yang ditawarkan.

Hak ini merupakan hak utama dari nasabah, karena tanpa penjelasan secara

terperinci dari bank melalui customer servicenya, maka sangat sulit nasabah

untuk memilih produk perbankan apa yang sesuai dengan kehendaknya, hak-

hak apa saja yang akan diterima oleh nasabah apabila nasabah mau

menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola.

2. Nasabah berhak untuk mendapatkan bunga atas produk deposito yang telah

diperjanjikan terlebih dahulu.

Dalam praktek perbankan berlaku ketentuan bahwa nasabah yang mau

menyimpan dananya pada suatu bank dilakukan bukan dengan cuma-cuma.

Nasabah berhak untuk

menerima bunga atas dana yang disimpan pada bank tersebut. Besarnya bunga ini

dapat dilihat pada ketentuan yang berlaku pada setiap bank menurut produk

perbankan yang ada.

Sedangkan kewajiban pihak nasabah dalam hubungannya dengan bank,

pada umumnya harus memperhatikan penampilan bank tersebut dengan

melakukan pemantauan dan analisis terhadap hal-hal penting yang bisa

menditeksi gejala dari kemungkinan timbulnya masalah pada bank tersebut,

sehingga pihak nasabah dapat menilai sendiri tingkat resiko yang akan

dihadapinya apabila akan menyimpan dananya pada bank tersebut.

xxxviii
C. Prinsip Know Your Constumer Dalam Rahasia Bank

Definisi atau pengertian Prinsip Mengenal Nasabah meliputi :


Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001
tanggal 18 Juni 2001 yang dimaksud dengan Prinsip Mengenal Nasabah adalah:
“Prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas
nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk
pelaporan transaksi yang mencurigakan”.

Perbankan merupakan salah satu sarana yang sering digunakan oleh para

pelaku kejahatan untuk membersihkan hasil kejahatannya dengan cara pencucian

uang, dan untuk mengurangi risiko tersebut maka bank diwajibkan untuk

mengenal dan mengetahui identitas nasabahnya dengan memantau setiap transaksi

nasabahnya serta melaporkan apabila terjadi transaksi keuangan yang

mencurigakan yang dilakukan oleh nasabahnya tersebut. Kegiatan yang dilakukan

oleh bank tersebut dikenal dengan sebutan Prinsip Mengenal Nasabah (Know

Your Customer Principles).

Penerapan Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) didasari

pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan

pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking

untuk melindungi bank atau perusahan jasa keuangan lain dari berbagai risiko

dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.16

Prinsip Mengenal Nasabah atau Know Your Customer Principle (KYC)

sudah dikenal oleh para Penyedia Jasa Keuangan, khususnya perbankan, dalam

melakukan bisnisnya dengan dasar sebagaimana diatur oleh Bank Indonesia dalam

16
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan; Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm.73.

xxxix
Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang

Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah dan telah diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia No.3/23/PBI/2001 tanggal 19 Desember 2001 tentang Perubahan Atas

Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Pelaksanaan Prinsip

Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) dan terakhir diubah

dengan Peraturan Bank Indonesia No.11/28/PBI/2009 tanggal 01 Juli 2009

tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme Bagi Bank Umum yang di dalamnya memuat mengenai ketentuan

Prinsip Mengenal Nasabah.

Ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle)

diperkuat lagi dengan dikeluarkannya UU No.15 Tahun 2002 yang memberikan

dasar hukum yang lebih tinggi dari Peraturan Bank Indonesia sebelumnya, dimana

setiap Penyedia Jasa Keuangan seperti Bank wajib mengetahui dengan baik siapa

saja yang menjadi nasabahnya, seperti yang disebutkan dalam Pasal 17.

Sedangkan di sektor perbankan, penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003.
2. Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.
3. Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).
4. Peraturan Bank Indonesia No.3/23/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).
5. Peraturan Bank Indonesia No.5/21/PBI/2003 tanggal 17 Oktober 2003
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001

xl
D. Kerahasiaan Bank

1. 1. Apa yang di Rahasiakan Bank

Pengertian Rahasia bank adalah segala sesuatu yang behubungan dengan

keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia

perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat.

Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank,

adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan keuangan, dan hal- hal lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh

bank karena kegiatan usahanya.17

Bahwa Undang-Undang No.7 Tahun 1992 menyangkut kerahasiaan bank

yang luas baik menyangkut objek maupun kedudukan nasabahnya, sebab yang

dilindungi rahasia bank bukan hanya keterangan dan keadaan keuangan nasabah

penyimpan dana dan simpanannya, melainkan juga keterangan keuangan nasabah

debitur atau pinjamannya. Sedangkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998

membatasi atau mempersempit hal-hal yang wajib dirahasiakan oleh bank, yakni

sebatas pada keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan dan

simpanannya. Sehingga keterangan dan keadaan keuangan nasabah selain sebagai

nasabah penyimpana bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh

bank.

Untuk melindungi suatu informasi dikenal adanya hukum kerahasiaan.

Hukum kerahasiaan adalah hukum yang berisikan kaidah-kaidah yang berkaitan

dengan perlindungan rahasia baik yang menyangkut rahasia perdagangan, rahasia

17
Muhammad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia), Bandung :
Citra Aditya Bakti 1996, hal.111.

xli
yang sifatnya pribadi atau rahasia pemerintahan. Informasi mengenai kegiatan

bank terutama hubungannya antara nasabah dengan bank merupakan bagian dari

rahasia bank dan itu adalah salah satu bagian yang dilindungi hukum kerahasiaan.

Dengan demikian bila terjadi pembocoran atau pembukaan informasi serta

melawan hukum atau menyalahgunakan informasi tersebut maka ketentuan

hukum dapat dikenakan kepada si pelaku pembocoran atau penyalahgunaan

informasi tersebut.

2. 2. Siapa Yang Bisa Membuka Rahasia Bank

Adanya pengecualian dalam ketentuan rahasia bank memungkinkan untuk

kepentingan tertentu suatu badan atau instansi diperbolehkan meminta keterangan

atau data tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dari pijakan tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi yang dapat

disimpulkan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal

yang sangat khusus. Selanjutnya dalam Undang_undang No. 10 Tahun 1998

memberikan pengecualian dalam 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tersebut

bersifat limitatif, artinya diluar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tidak terdapat

pengecualian yang lain. Pengecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Kepentingan Perpajakan

Pasal 41 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa , “Untuk

kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri

Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar

xlii
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat

mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

b. Kepentingan penyelesaian piutang pajak

Pasal 41 A Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa untuk

penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang

dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia

memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara /

Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai

simpanan nasabah debitur”. Izin tersebut diberikan :

1. Atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang

Negara (BUPLN) / Ketua Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

dengan menyebutkan :

o nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang meminta

keterangan

o nama nasabah debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya

keterangan dan

o alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitur tersebut.

2. Izin tersebut dengan sendirinya :

o diberikan secara tertulis

o menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN / PUPN yang

meminta keterangan

xliii
o menyebutkan nama nasabah debitur yang akan diminta keterangan

berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BUPLN /

PUPN

o mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan

urusan penyelesaian piutang bank.

c. Kepentingan peradilan pidana

Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa, “Untuk

kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin kepada

polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan

keuangan tersangka/terdakwa pada bank.” Izin tersebut diperoleh dengan cara

seperti diatur dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3) :

1. Atas permintaan tertulis dari :

o Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan

o Jaksa Agung dalam tahap penuntutan

o Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka

pengadilan

2. Pemberian izin pimpinan Bank Indonesia tersebut :

o dibuat secara tertulis

o menyebut nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim yang

meminta

o nama tersangka atau terdakwa

o alasan diperlukannya keterangan dan

o hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan

yang diperlukan tersebut

xliv
d. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata

Pasal 43 disebutkan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,

direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan

tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan

keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

e. Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank

Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa,“ dalam

rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan

keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain”.

Selanjutnya dalam ayat (2), ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antar

bank diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Selanjutnya Bank Indonesia telah

mengatur ketentuan tata cara tukar-menukar informasi antar bank sebagaimana

dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/6/UPB masing-masing

tanggal 25 Januari 1995 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan tukar-

menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai

keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitur tertentu dan keadaan serta

status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota

direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukan sebagaimana diatur oleh

ketentuan internal masing-masing bank.

f. Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah

Pengecualian ini disebutkan dalam Pasal 44 A yang merupakan ketentuan baru

yang ditambahkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

xlv
Pasal 44 A ayat (1) menetapkan bahwa atas permintaan,, persetujuan atau kuasa

dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan

keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan

kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.

g. Kepentingan penyelesaian kewarisan

Pasal 44 A ayat (2) menentukan bahwa dalam hal nasabah penyimpan telah

meninggal dunia, ahli waris yang sah dari penyimpan yang bersangkutan berhak

memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah tergolong ke

dalam jenis penelitian normatif yaitu dengan menganalisa, mengkaji perundang-

undangan di sertai pengumpulan data secara studi pustaka (library research)

disertai mengumpulkan dan membaca referensi melalui peraturan, majalah,

internet kemudian data – data yang layak diseleksi untuk mendukung penulisan.

B. Jenis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 sumber data, antara lain:

1) Bahan hukum primer.

xlvi
Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai

otoritas yang mengikat dan terdiri dari suatu norma atau kaidah dasar yang

mana yang digunakan dalam penulisan ini, antara lain Undang- Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan peraturan perundang-

undangan lainnya yang berkaitan dengan Perbankan.

2) Bahan hukum sekunder.

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum berupa publikasi hukum

yang bukan bersifat dokumen resmi, meliputi buku teks, jurnal, pendapat para

ahli hukum, dan sumber elektronik.

3) Bahan hukum tersier.

Merupakan bahan hukum penunjang yang pada dasarnya meliputi bahan-

bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti bibliografi hukum, direktori pengadilan,

ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, dan sebagainya.

C. Teknik Pengumpulan Data

Guna mengumpulkan data-data yang digunakan dalam rangka penulisan

skripsi ini, maka pendekatan metode pengumpulan datanya adalah sebagai

berikut:

1. Penelitian kepustakaan ( Library Reseach)

Dalam penelitian kepustakaan, penulis akan melakukan pengkajian dan

mengolah data-data yang tersebut dalam peraturan perundang-undangan, jurnal

dan kajian-kajian ilmiah serta buku-buku yang berkaitan dengaan latar

belakang permasalahan, termasuk dapat mengumpulkan data melalui media

elektronik dan media-media informasi lainnya.

xlvii
2. Wawancara (Interview)

Penelitian akan melakukan dengan terjun langsung ke lapangan melakukan

interview, dengan pihak-pihak Pegawai bank yang terkait dengan masalah yang

menjadi materi pembahasan.

D. Metode Pendekatan

1. (satatute approoh) pendekatan Undang-undang yaitu mengkaji Peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang akan di teliti

2. Pendekatan Konsep (conseptual aprooh) yaitu melakukan pengkajian tentang

batasan prinsip rahasia bank yang dapat di buka kepada pihak yang

membutuhkan

E.Analisa Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data dapat dilakukan dengan cara

melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian memasukkan pasal-

pasal ke dalam kategori-kategori atas pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.

Data yang berasal dari studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode

kualitatif dengan melakukan:

b. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum

(konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap

bahan hukum tersebut;

c. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis,

dalam hal ini yang berhubungan dengan Perbankan;

d. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian

xlviii
diolah;

e. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau

peraturan perundang-undangan dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga

mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.

BAB IV

BATASAN KERAHASIAAN BANK TERHADAP


REKENING NASABAH

A. Upaya Bank Menjaga Rahasia Nasabah

Rahasia bank merupakan hal yang penting karena bank sebagai lembaga

kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan

nasabah penyimpan dan simpanannya. Oleh karena itu, baik bank sebagai entity

dan pihak terafiliasi, termasuk pegawai dan manajemen bank yang bersangkutan

wajib mengetahui mengenai peraturan rahasia bank ini, untuk menghindari sanksi

pidana dan atau administratif serta sanksi sosial dari masyarakat.

xlix
Melakukan penerapan dalam hal – hal (informasi) yang bersifat rahasia

terutama pada bank sangatlah sulit karena belum ada suatu keseragaman yang

menetukan hal – hal (informasi) apa saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu

yang dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data – data seorang nasabah.

Kewajiban bank untuk merahasiakan mengenai penyimpanan dan

simpanannya dapat bersifat eksplisit dan implisit. Pada umunya perjanjian bank

dan nasabah tidak mencantumkan secara eksplisit. Kewajiban merahasiakan

tersebut misalnya terlihat pada perjanjian pembukaan rekening koran, tabungan

dan deposito antara bank dan nasabah. Dengan demikian, walaupun dalam

perjanjian tidak diatur secara eksplisit, tetapi berdasarkan azas itikad baik di

dalam melaksanakan perjanjian, maka perjanjian antara bank dan nasabahnya

dianggap mencantumkan secara diam – diam kewajiban merahasiakan tentang

penyimpan dan simpanannya. Hal ini sejalan dengan Pasal 7 huruf (a) Undang –

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang

menyebutkan bahwa salah satu kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik

dalam melakukan kegiatan usahanya.

Dalam kaitannya dengan masalah rahasia bank, walaupun rahasia bank itu

sudah diatur dalam perjanjian antara bank dan nasabah ataupun masalah rahasia

bank ini sudah diatur dalam undang – undang, namun kepentingan umum tetap

harus didahulukan sesuai dengan ketentuan undang – undang yang berlaku.

Dalam hal nasabah debitur. Ada kemungkinan bank digugat melakukan

perbuatan melanggar hukum oleh nasabah debitur bilamana dengan

pengungkapan keterangan mengenai nasabah debitur dipandang oleh nasabah

debitur merugikan dirinya. Gugatan ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 1365

l
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata yang secara tegas mengatur, bahwa

setiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut.

Bank juga dimungkinkan diancam pidana dengan menggunakan delik lain,

yakni pengungkapan keterangan mengenai nasabah debitur dapat dipersangkakan

sebagai kejahatan rahasia jabatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 322 KUHP

yang berbunyi

” (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia, yang menurut


jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia
diwajibkan menyimpannya, dihukum penjara selama – lamanya sembilan
bulan atau denda sebanyak – banyaknya Rp 9.000,-
(2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seorang yang ditentukan, maka
perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang itu.”
Rahasia bank semata – mata diletakkan pada kepentingan umum. Prinsip

kerahasiaan bank yang bertujuan untuk melindungi kepentingan individu seorang

nasabah dikorbankan demi menyeimbangkannya dengan kepentingan umum

dalam hal penyelesaian perkara pidana.

Di Indonesia, pengecualian rahasia bank dengan alasan kepentingan umum

ini masih perlu disempurnakan, karena masih banyak kepentingan umum lain

yang dapat dijadikan alasan untuk membuka rahasia bank yang belum tercantum

pada Undang – Undang Perbankan, misalnya kepentingan Dewan Perwakilan

Rakyat, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, Peradilan Militer,

Otoritas Asing, Badan Artbitrase dan pemegang saham.

Di Indonesia, pengaturan rahasia bank lebih dititkberatkan pada alasan

untuk kepentingan bank, seperti terlihat dalam penjelasan Pasal 40 Undang –

li
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok – pokok Perbankan sebagaimana

telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

yang menyebutkan bahwa kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank itu

sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di

bank. Pertimbangan yang demikian dikarenakan Indonesia mempunyai nilai –

nilai budaya yang mengutamakan kolektifitas atau kebersamaan. Dalam hal ini,

kepentingan bank dianggap sama dengan kepentingan umum karena begitu

pentingnya peranan bank di dalam perekonomian suatu negara, yang dalam hal ini

perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary), sarana

untuk transmisi kebijakan moneter dan pelaku utama di dalam sistem pembayaran

nasional.

Mengenai Pasal 43 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998,

penerapannya sempit, karena dianggap merugikan kepentingan masyarakat luas,

terutama bagi kepentingan dunia bisnis. Pasal tersebut seolah – olah mengandung

diskriminasi karena hanya melindungi kegiatan perusahaan perbankan saja dan

tidak melindungi kepentingan perusahaan jenis lain dalam arti luas. Kalau bank

yang bersangkutan prinsip kerahasiaan banknya boleh dilanggar dan diluar itu

tidak. Hal ini jelas tidak adil, seolah – olah Undang – Undang tidak peduli

terhadap kesengsaraan yang dialami masyarakat luas. Padahal banyak perusahaan

dengan sengaja tidak membayar kewajiban (utang) kepada mitra bisnisnya di

sektor distribusi, agen atau kontraktor walau perusaahn – perusahaan tersebut

akhirnya lancar (current assets) di berbagai bank.

Oleh sebab rahasia bank hanya menyangkut nasabah penyimpan dan

lii
simpanannya saja, maka dalam kasus kredit sering sekali terjadi kredit macet.

Rahasia bank terlampau berpihak melindungi debitur. Hal ini menyebabkan para

debitur nakal menjadi terlindungi yang dapat mengancam kepentingan umum dan

perkembangan pembangunan bangsa.

Jelas tampak kredit macet secara langsung atau tidak langsung sangat

merugikan kepentingan negara dan masyarakat. Jadi bukan hanya sekedar

permasalahan antara debitur nakal dengan bank saja, tetapi juga menyangkut

kepentingan perekonomian dan peningkatan pemerataan kesejahteraan rakyat

luas. Sehingga, tidak layak rasanya membiarkan dengan memanjakan dan

melindungi para debitur nakal dan beritikad buruk. Oleh sebab itu, jika ada

debitur yang seperti itu, masyarakat luas berhak untuk mengetahuinya secara

terbuka.

Setiap bank wajib memegang teguh prinsip rahasia bank. Adapun salah

satu bentuk upaya yang dapat dilakukan bank di dalam menjaga keamanan rahasia

bank adalah apabila ada orang yang menanyakan identitas dari nasabah, atau

aktivitasnya di bank selain dari ketiga pihak yang berwenang yaitu Kejaksaan,

Kepolisian dan Pengadilan, maka bank tidak memberikan informasi apapun. Bank

akan merahasiakannya. Dengan melakukan upaya menjaga keamanan rahasia

bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan nasabah

karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan simpanannya.

Di samping itu, upaya lain yang dilakukan oleh bank untuk menjaga

keamanan rahasia bank tersebut adalah melalui :

1. Kelaziman Operasional

Kelaziman operasi bank yang menyangkut pada penghimpunan dana

liii
masyarakat seperti melalui giro, tabungan, deposito dan lain

sebagainya. Adapun setelah melakukan penghimpunan dana tersebut

bank perlu untuk menyebarkan dana tersebut kepada masyarakat

yaitu melalui pemberian kredit. Dalam operasi tersebut bank

mengadakan pencatatan serta mengumpulkan data dan informasi

yang berhubungan dengan usahanya maupun yang berhubungan

dengan nasabahnya, contoh : dengan nasabah peminjam.

Pencatatan transaksi merupakan kewajiban bank guna memnuhi

kebutuhan akan data pokok yang harus dipenuhinya. Setiap bank

harus mengadakan pencatatan untuk memberikan data bagi

pelaporan – pelaporan seperti pelaporan pada Bank Indonesia

sebagai Bank Sentral, pelaporan untuk pajak, pelaporan untuk

pemegang saham, pelaporan untuk nasabah dan sebagainya. Dari

pencatatan itulah sebuah data diolah menjadi suatu laporan yang

informatif dan mudah dimengerti oleh mereka yang menerimanya.

Data dan informasi tersebut merupakan milik bank yang secara

umumnya bisa dikategorikan merupakan rahasia bank.

Sebelum transaksi yang dilakukan antara bank dengan nasabah, bank

terlebih dahulu memeriksa identitas nasabah tersebut. Jika seseorang

nasabah tidak bertindak untuk dirinya sendiri, maka perlu disertai

dengan tegas wewenangnya untuk bertindak atas nama orang lain

baik untuk badan hukum maupun untuk pihak lainnya. Biasanya

identifikasi juga dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap

referensi – referensi yang diajukan. Transaksi yang telah dilakukan

liv
akan dikumpulkan ke dalam dokumen tertentu dan dokumen

tersebut nantinya akan disimpan secara permanen oleh bank.

2. Pencatatan Pada Bank

Pencatatan yang teliti dan memadai dalam operasi bank atau

transaksi yang dilakukan bank merupakan suatu keharusan.

Memadai atau tidaknya catatan itu diukur dengan kesanggupannya

memenuhi berbagai permintaan terhadap informasi mengenai setiap

kegiatan bank. Bila pencatatan dan administrasi perbankan kurang

baik maka kelancaran kegiatan perbankan akan mendapat gangguan.

Dengan demikian pencatatan dan pengarsipan semua kegiatan

perbankan yang dilakukan oleh bank adalah merupakan tanggung

jawab dan kewajiban yang tidak dapat dihindari. Dalam

perkembangan teknologi informasi yang ada sekarang ini, maka

pencatatan kegiatan perbankan saat ini serta penyimpanannya dapat

pula dilakukan dengan menggunakan perangkat data elektronik

(komputer). Keuntungan bagi nasabah dengan adanya teknologi ini

adalah nasabah dapat terlayani dengan lebih cepat dan lebih

nyaman.

Sedangkan keuntungan bagi bank sendiri adalah memberikan pelayanan

kepada nasabah dengan lebih baik lagi serta dapat mengamankan dokumen

penting tanpa memerlukan tempat atau ruangan yang luas.

Sebagai lembaga yang bertumpu pada kepercayaan masyarakat, sudah

seharusnya bank berusaha memberikan jaminan pada masyarakat bahwa bank

aman dan mampu merahasiakan keterangan atau informasi mengenai nasabah dan

lv
simpanannya. Bank harus mempunyai pedoman, kebijakan, organisasi dan

prosedur kerja khususnya mengenai rahasia bank dan rahasia jabatan. Pedoman –

pedoman itulah yang nantinya dipergunakan oleh bank dalam menjalankan segala

kegiatannya sehingga bank dapat tetap menjaga kepercayaan masyarakat tersebut.

Selebihnya penilaian selanjutnya akan dikembalikan kepada masyarakat itu

sendiri apakah bank tersebut dapat dipercaya atau tidak.

Secara umum ketentuan rahasia bank dipandang seringkali menimbulkan

benturan antara kepentingan nasabah dan kepentingan bisnis bank itu sendiri.

Akan tetapi walaupun demikian keadaannya, bank harus tetap memegang teguh

ketentuan rahasia bank ini.

B. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank

Apabila ada perjanjian antara bank dengan nasabah, maka rahasia bank

bersifat kontraktual. Sehingga apabila bank memberikan keterangan tentang

keadaan keuangan nasabahnya, bank dapat digugat oleh nasabahnya berdasarkan

alasan wanprestasi (cidera janji). Sebaliknya, meskipun tidak ada perjanjian antara

bank dan nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk mempertahankan

rahasia bank berdasarkan pada peraturan perundang – undangan atau konsep

hukum lainnya, seperti konsep ”perbuatan melawan hukum”. Artinya dalam hal

bank memberikan keterangan tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank

dapat dituntut oleh nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan hukum.

Masalah tindak pidana perbankan merupakan bagian yang tidak bisa

ditinggalkan bila dibahas hukum perbankan. Sudah sepatutnya setiap terjadi

lvi
pelanggaran terhadap ketentuan hukum maka akan diberikan sanksi kepada pelaku

pelanggaran tersebut. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan

sebagai ”tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu pelanggar ketentuan rahasia

bank, apabila dibandingkan dengan hanya sekedar pelanggaran, perlu diberi

sanksi hukum pidana yang lebih berat lagi. Sanksi pidana tersebut bukan hanya

sebagai pelengkap suatu peraturan dalam bidang perbankan melainkan diperlukan

guna ditaatinya peraturan tersebut.

Seperti diatur dalam Pasal 47 ayat (2) Undang – Undang Perbankan yang

mengatur pelanggaran ketentuan rahasia bank yang menyangkut keadaan

keuangan individual nasabah bank sebagai pelanggaran pidana biasa bukan delik

aduan. Tetapi sejak berlakunya ketentuan pidana terhadap pelanggaran ketentuan

rahasia bank yang dimulai tahun 1960 dengan PERPU Nomor 23 Tahun 1960

belum ada satupun kasus pidana yang sampai ke pengadilan. Penyelesaian secara

pidana paling jauh hanya sampai di tingkat kejaksaan, kemudian perkara tersebut

dihentikan, dengan alasan sudah tercapai perdamaian di antara para pihak.

Ada 1 kasus perdata yang berkaitan dengan pelanggaran ketentuan rahasia

bank yang telah diselesaikan oleh Pengadilan Tinggi Palangkaraya (Putusan

Pengadilan No. 28/PDT/2001/PT.PR, 11 Desember 2001). Dalam kasus ini

nasabah bank menggugat bank dan kantor pajak dengan dasar perbuatan melawan

hukum, yang memberikan keterangan yang bersifat rahasia bank yang merugikan

kepentingan nasabah bank. Dalam hal ini nasabah dimenangkan baik pada tingkat

Pengadilan Negeri (Pengadilan Pangkalan Bun) dan Pengadilan Tinggi

lvii
Palangkaraya.(media online 15 jan 2017)

Menurut sistem Undang – Undang Perbankan maka sanksi pidana atas

pelanggaran prinsip kerahasiaan bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam hal

sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank dalam Undang – Undang

Perbankan ini, sebagaimana juga terhadap sanksi – sanksi pidana lainnya dalam

Undang – undang Perbankan yang bersangkutan. Ciri khas dari sanksi pidana

terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank, yaitu sebagai berikut :


1. Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman
maksimal;
2. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat
kumulatif, bukan alternatif;
3. Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman
penjara dengan hukuman denda.

Dalam kaitannya dengan pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank

ini, membawa konsekuensinya kepada bank untuk wajib memberikan keterangan

yang diminta. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 42 A Undang – Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa bank wajib memberikan keterangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42. Ini berarti bank

wajib memberikan keterangan yang diminta demi hukum dalam rangka

pemeriksaan perpajakan, penyelesaian piutang bank, dan pemeriksaan peradilan

pidana.

Ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang

perbankan menurut Undang – Undang Perbankan dapat dibagi dalam 3 kategori

sebagai berikut :

1. Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun

serta denda minimal 10 milyar rupiah dan maksimal 200 milyar

lviii
rupiah. diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa

perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42,

dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk

memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

Undang – undang Perbankan.

2. Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun

serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah

tersebut diancam terhadap para anggota dewan komisaris, direksi,

pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja

memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40

Undang – undang Perbankan.

3. Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun

serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 15 milyar rupiah

tersebut diancam kepada anggota dewan komisaris, direksi atau

pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan

yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan

Pasal 44 A undang – undang Perbankan.

lix
2. Penerapan Asas Kehati-hatian pada Bank Permata Telah Memenuhi
Ketentuan UU No 10 Tahun 1998 Tentang perbankan

A. Bank sebagai Lembaga Kepercayaan Masyarakat

Pasal 1 angka 28 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan menyebutkan bahwa : ”rahasia bank adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya”. Undang – undang ini membatasi atau mempersempit hal – hal

yang wajib dirahasiakan oleh bank, yakni hanya sebatas pada keterangan dan

keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja. Sehingga keterangan dan

keadaan keuangan nasabah selain sebagai nasabah penyimpan dana bukan

merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.

Industri perbankan selain penuh dengan peraturan perundang – undangan,

juga mendasarkan kepada kepercayaan masyarakat, bahkan kepercayaan

masyarakat inilah yang merupakan pilar dan unsur utama yang harus selalu dijaga

dan dipelihara. Di Indonesia hal itu telah diatur dan merupakan satu kewajiban

yang perlu dilaksanakan oleh industri perbankan.

Bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang akan menjembatani

potensi, dan sumber – sumber dana yang dimiliki masyarakat dengan berbagai

kegiatan ekonomi/pembangunan. Dengan demikian pengelolaan bisnisnya harus

lx
berdasarkan pada norma perbankan yang sehat, tetap memperhatikan unsur

sebagai agen pembangunan serta sebagai lembaga penghubung (perantara)

keuangan yang dapat dipercaya masyarakat, sehingga dengan demikian mereka

harus menjauhkan diri dari sikap spekulatif. Tuntutan seperti itu mengingat bisnis

perbankan melibatkan dana masyarakat, serta bisnis yang berjangka panjang

dengan melandaskan pada kepercayaan masyarakat.

Masyarakat berhubungan dengan lembaga perbankan karena adanya

kepercayaan, yaitu bahwa perbankan akan memberikan keuntungan terhadap

nasabahnya, baik itu berupa keuntungan materi misalnya berupa bunga atas

simpanannya, maupun keuntungan bukan materi seperti keamanan atas barang

berharga (dana) yang dititipkan/disimpan di bank tersebut. Dari hal itu timbullah

adanya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan yang saling

berkaitan, yaitu saling mempercayai. Salah satu bentuk dari saling mempercayai

adalah bahwa apa – apa yang diketahui oleh bank dari diri nasabahnya akan

dirahasiakan dan tidak akan dibuka kepada siapapun kecuali atas dasar peraturan

hukum yang berlaku. Kondisi demikian inilah maka perbankan mendapat julukan

sebagai lembaga kepercayaan (agent of trust). Di lain pihak perbankan juga

merasa yakin dan percaya, bahwa nasabahnya datang dari kalangan masyarakat

yang mempunyai reputasi dan kredibilitas baik.

Kepercayaan masyarakat atas lembaga perbankan tumbuh dan

berkembang, dikarenakan pada lembaga tersebut adanya satu unsur berupa

kerahasiaan bank. Dengan adanya kerahasiaan itulah maka masyarakat tertarik

untuk menyimpan dana dan menggunakan jasa – jasa perbankan.

lxi
Adanya kerahasiaan tersebut merupakan salah satu pemenuhan atas

kebutuhan nasabah (masyarakat). Nasabah (masyarakat) membutuhkan rasa aman,

dan dengan kerahasiaannya itulah salah satu daya tarik bagi nasabah untuk

menyimpan uang, dan berhubungan dengan lembaga keuangan bank. Karena bila

kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan

merasa enggan untuk berhubungan dengan bank.

Selanjutnya dalam Undang_undang No. 10 Tahun 1998 memberikan

pengecualian dalam 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tersebut bersifat

limitatif, artinya diluar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan tidak terdapat

pengecualian yang lain. Pengecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut :

 Kepentingan perpajakan;

 Kepentingan piutang bank;

 Kepentingan peradilan pidana;

 Kepentingan pemerikasaan peradilan perdata;

 Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank;

 Kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah;

 Kepentingan penyelesaian kewarisan.18

a. Kepentingan Perpajakan

Pasal 41 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa , “Untuk

kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri

18
(Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, Op.Cit, hal.156 )

lxii
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar

memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat

mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

b. Kepentingan penyelesaian piutang pajak

Pasal 41 A Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa untuk

penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang

dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia

memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara /

Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai

simpanan nasabah debitur”.

c. Kepentingan peradilan pidana

Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa, “Untuk

kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin kepada

polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan

keuangan tersangka/terdakwa pada bank.” Izin tersebut diperoleh dengan cara

seperti diatur dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3) :

1. Atas permintaan tertulis dari :

o Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan

o Jaksa Agung dalam tahap penuntutan

o Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka

pengadilan

2. Pemberian izin pimpinan Bank Indonesia tersebut :

lxiii
o dibuat secara tertulis

o menyebut nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim yang

meminta

o nama tersangka atau terdakwa

o alasan diperlukannya keterangan dan

o hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan

yang diperlukan tersebut.

Penjelasan Pasal 42 menyebutkan kata “dapat” memberikan izin dimaksudkan

untuk memberikan penegasan bahwa izin oleh pimpinan Bank Indonesia akan

diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tata cara

seperti disebutkan dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3).

d. Kepentingan pemeriksaan peradilan perdata

Pasal 43 disebutkan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,

direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan

tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan

keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau

diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara

perdata antara bank dan nasabahnya di pengadilan. Untuk itu direksi dari bank

yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan keuangan

dari nasabah tersebut.

e. Kepentingan tukar-menukar informasi antar bank

lxiv
Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa,“ dalam

rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan

keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain”.

Ketentuan di atas tentu dapat dilakukan apabila ada suatu kepentingan dari

bank yang bersangkutan yang berkaitan dengan nasabah tersebut dan tidak

menimbulkan kerugian bagi nasabah. Oleh sebabitu, pelaksanaan dari ketentuan

ini lebih lanjut diatur oleh Bank Indonesia, sebagaimana ditentukan oeh Pasal 44

ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi

nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategorikan rahasia bank

layak dikenakan sanksi berat. Meskipun demikian ketentuan itu tidaklah bisa kaku

serta ketat tanpa kekecualian. Ketentuan ini dapat dikesampingkan saat

kepentingan umum (masyarakat) tampak bakal dirugikan oleh oknum tertentu.

Disinilah terlihat bahwa kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama karena

kepentingan masyarakat harus dilindungi, yaitu perbankan bukanlah lembaga

yang bisa dijadikan tempat untuk penyalahgunaan kewenangan atau tempat kerja

sama mereka yang melanggar hukum dalam menjalankan kegiatan mengambil

dana dari masyarakat melalui hal yang tidak wajar.

Sebagai pelaksanaan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998,

pengecualian rahasia bank juga diatur dalam peraturan Gubernur Bank Indonesia

Nomor : 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah

Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Lahirnya peraturan Gubernur Bank

Indonesia ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa rahasia bank yang

diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menunjang kepercayaan nasabah

lxv
penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian

piutang bank, kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata

antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar

bank, atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, dan permintaan ahli

waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.

Selain pengecualian – pengecualian yang telah diuraikan di atas, maka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diberikan kewenangan dalam

membuka rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat Mahkamah

Agung No. KMA/694/R.45/XII/2004 perihal pertimbangan hukum atas

pelaksanaan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan

ketentuan rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung

Republik Indonesia tanggal 2 Desember 2004. Surat Keputusan Mahkamah

Agung RI tersebut diterbitkan sebagai jawaban atas Surat Gubernur Bank

Indonesia No. 6/2/GBI/DHk/Rahasia, tanggal 8 Agustus 2004 yang meminta

pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung untuk menjawab persoalan

kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam membuka rahasia bank.

Pemberian kewenangan untuk menerobos rahasia bank kepada Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah suatu terobosan hukum yang tepat dalam

upaya mencegah dan menindak tindak pidana di bidang perbankan.

lxvi
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Malik dkk, 2004, Sistem dan Manajemen Bank Umum, Fakultas
Ekonomi Universitas Merdeka Malang.

Adrian Sutedi, 2007, Hukum Perbankan; Suatu Tinjauan Pencucian Uang,


Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta

American Institute of Banking,2006, Penerjemah : A. Hasyani Ali

Amin Wijaya Tunggal, Drs, MBA, 1996, Kamus MBA, Bumi Aksara,
Atiek Setyo Rini,2006, Pengaruh Kinerja Perbankan Berdasarkan
Analisis.jakarta

Dahlan Siamat, 2001, Manajemen Lembaga Keuangan, Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia, Jakarta.

Dedy Handoko, 2003, Metode CAMEL Untuk Mengevaluasi Kinerja bank


Hasil Merger (Studi kasus pada Bank Mandiri dan Bank Central
Asia), Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Hal
1-19, Malang.

Hair Jr. Joseph F. at All, 1992, Multivariate Data Analysis, Macmillan


Publishing Company, New York.

Harahap, Sofyan Syafri, BSAc, SE, Akuntan, MSAc, PhD, 2003, Teori
Akuntansi, Universitas Trisakti Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Hasibuan, H. Malayu S.P., Drs., 2005, Dasar-Dasar Perbankan, Bumi


Aksara, Jakarta.

Heru Budihantho, Moh, 2001, Analisis Kinerja Bank Perkreditan Rakyat


Syariah di Jawa Timur, Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana
Universitas Brawijaya, Hal. 1-23, Malang.

Jeni Susyanti, 2002, Indikasi Potensi Economic Value Added dan Analisis
Rasio CAMEL dalam Memprediksi Kesehatan Bank yang Listing
di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas
Brawijaya, Hal 1-23, Malang.

Kasmir, S.E., MM, 2002, Manajemen Perbankan, PT. Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

lxvii
Malhotra, K. Naresh, 2004, Marketing Research An Applied Orientation,
Edisi Keempat, Pearson Education International, Prentice Hall.
Martono, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Penerbit
Ekonisia, Yogyakarta.

Nurhidayah, 2003, Analisis Z-Score dan CAMEL Dalam Mengevaluasi


Tingkat Kesehatan Bank Yang Go Public di Bursa Efek Jakarta,
Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Hal 1-13,
Malang.

Prastowo, Dwi D., Drs, MM, Akuntan, Analisis Laporan Keuangan


Konsep dan Aplikasi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Ruddy Tri Santoso, Drs, 1997, Mengenal Dunia Perbankan, ANDI,


Yogyakarta.

S. Munawir, Drs, Ak, 2002, Analisa Laporan Keuangan, Penerbit Liberty,


Yogyakarta.

Santoso, Singgih, 2004, SPSS Parametrik, Elex Media, Jakarta.

Singarimbun, Masri & Soffian Efendi, 1996, Metode Penelitian Survei,


Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta.

Sunariyah, 2004, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Keempat,


UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Vika Suwargita Satriawati, 2004, Pengaruh Kinerja Bank Berdasarkan


Analisis CAR, ROA, BOPO, dan LDR terhadap Harga Saham
(Studi Kasus Pada Bank-Bank Yang Terdaftar di BEJ), Skripsi,
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Brawijaya, Malang.

Wahyu Sri Wulandari, 2002, Analisis Laporan Keuangan Sebagai Dasar


Penilaian Kinerja dan Kesehatan Bank Yang Go Public (Studi
Kasus Pada Pojok BEJ), Program Skripsi, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang.

Weston J. Fred dan Thomas E. Copeland, 1995, Manajemen Keuangan,


Edisi Kesembilan, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Zaki Baridwan, 1997, Intermediate Accounting, BPFE, Yogyakarta.

INTERNET
Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Tujuan Kebijakan Moneter,
diperoleh dari:

lxviii
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/, diakses
tanggal 23 Oktober 2016.

Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia, Sistem Pembayaran


di Indonesia,diperoleh dari:
http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di
+ Indonesia/Sekilas, diakses tanggal 25 Oktober 2016

Nasution, Anwar, Prof. Dr. Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan


Indonesia; diperoleh dari http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/M
asalah%20sistem%20keuangan%20dan%20perbanka
n%20%20anwar%20nasution.pdf, diakses tanggal 25 Oktober 2016.

Nurhaida, Reformasi Pengawasan Sektor Jasa Keuangan melalui Pembentukan


Otoritas Jasa Keuangan sebagai Upaya Mendorong Pertumbuhan
Ekonomi Nasional, diperoleh dari
http://www.iaitbjakarta.com/files/makalah_Ibu_Nurhaida_OJK.pdf,
diakses tanggal 25 Oktober 2016.

Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas Keuangan; diperoleh dari


http://www.ojk.go.id/peran- bi#; diakses tanggal 25 Oktober 2016.

Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank;


diperoleh dari
http://www.bi.go.id/id/perbankan/ikhtisar/pengaturan/tujuan-dan-
kewenangan/Contents/Default.aspx; diakses pada 24 Oktober 2016.

Zaidatul Amina, “Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia:


Melihat dari Pengalaman di Negara Lain”, diperoleh dari:
http://www.google.com/search?q=Kajian+Pembentukan+Otoritas+Jas
a+Keuangan
+di+Indonesia%3A+Melihat+dari+Pengalaman+di+Negara+Lain&ie
=utf- 8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-
US:official&client=firefox-a, diakses tanggal 25 Oktober 2016.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN.


No. 182 Tahun 1998, TLN. No. 3790.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21


Tahun 2011, LN. No. 111 Tahun 2011, TLN. No. 5253.

lxix
Indonesia, Undang-Undang tentang Bank Indonesia, UU No. 23 Tahun 1999,
LN. No. 66 Tahun 1999, TLN. No. 3843.

Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU No. 3
Tahun 2004, LN. No. 7
Tahun 2004, TLN. No. 4357.

Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang


Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, PerPPUU No. 2 Tahun 2008, LN. 142 Tahun 2008,
TLN. No. 4901.

Indonesia, Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi Undang-Undang, UU No. 6 Tahun 2009, LN. No. 7
Tahun 2009, TLN. No. 4901.

Arsip Dokumen Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Risalah Sidang


Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta , 2010).

lxx

Anda mungkin juga menyukai