Anda di halaman 1dari 35

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA KOTA SUKABUMI

(Penelitian Di Pengadilan Agama Kota Sukabumi)

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

Diajukan kepada
Program Studi Hukum Keluarga Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Syamsul ‘Ulum Gunungpuyuh Sukabumi
Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum (S.H.)

Disusun Oleh :
FAUJI RAMADLAN
No.Pokok/NIRM : 16.1.S1.0321/014.06.0441.16

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYAMSUL ‘ULUM
GUNUNGPUYUH SUKABUMI
2021 M/1443 H
LEMBARAN PENGESAHAN

Judul : Efektifitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian Di

Pengadilan Agama Kota Sukabumi

Nama : FAUJI RAMADHAN

No. Pokok/NIRM : 16.1.S1.0321/014.06.0441.16

Program Studi : Hukum Keluarga Islam

Sukabumi, 08 Desember 2021

Menyetujui :

Ketua Lembaga Penelitian dan Ketua/Sekretaris Prodi


Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M)

Arman Syaefurrahman, SE. Ak., MM. Asep Indra Gunawan Lc., M.Ag.
NIDN: 2110108304

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillah peneliti panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan Taufik dan Hidayah-Nya. Sholawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah kepada baginda alam Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa risalahnya kepada ummat-Nya.
Berkat rahmat dan karunia-Nya yang selalu terpancar bagi ummat-Nya, maka
segala macam halangan dan hambatan yang senantiasa merintangi dapat teratasi,
sehingga dengan terbukanya pintu kelancaran, peneliti dapat menyelesaikan
proposal sebagai salah satu syarat untuk penyusunan skripsi pada program studi
Pendidikan Agama Islam dengan judul “EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM
PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KOTA
SUKABUMI (Penelitian Di Pengadilan Agama Kota Sukabumi)”.
Pada kesempatan yang baik ini, tak lupa peneliti ingin mengucapkan
terima kasih kepada Ibu/Bapak Dosen yang telah arahan berharga, dan bantuan
pemikiran sehingga proposal ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Kendati peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
proposal ini, peneliti tetap menyadari bahwa sebagai manusia tentunya tidak
terlepas dari kesalahan dan kekurangan termasuk dalam penyusunan proposal ini,
baik dari segi pembahasan yang menyebabkan proposal yang peneliti susun ini
jauh dari kriteria sempurna.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya agar
dapat menyusun proposal ini dengan baik.
Sukabumi, 08 Desember 2021

Peneliti

ii
DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

A. Judul penelitian.................................................................................................1

B. Latar belakang..................................................................................................1

C. Rumusan Masalah.............................................................................................8

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian........................................................................8

a. Tujuan penelitian...........................................................................................8

b. Manfaat penelitian.........................................................................................8

E. Kajian Pustaka..................................................................................................9

F. Kerangka Berpikir..........................................................................................20

G. Fokus Penelitian..............................................................................................21

H. Penelitian Terdahulu.......................................................................................21

I. Sistermatika Penelitian...................................................................................25

J. Metode Penelitian...........................................................................................25

K. Tempat Dan Waktu Penelitian........................................................................30

DAFTAR PUSTAKA

iii
A. Judul Penelitian
“EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN
DI PENGADILAN AGAMA KOTA SUKABUMI”
B. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa Indonesia adalah negara Hukum. Sejalan dengan
ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara Hukum adalah
adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas
dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan Hukum dan Keadilan.
Kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
yang berperan sebagai katup penekan atas segala pelanggaran Hukum dan
ketertiban masyarakat. Peradilan dapat dimaknai juga sebagai tempat terakhir
mencari kebenaran dan keadilan, sehingga secara teoritis masih diandalkan
sebagai badan yang berfungsi dan berperan menegakan kebenaran dan
keadilan (to enforce the truth and justice )1
Namun demikian realita yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada
umumnya adalah ketidak efisien dan tidak efektifnya sistem peradilan di
Indonesia membuat penyelesaian suatu perkara membutuhkan waktu yang
lama. Mulai dari tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali,
padahal dalam proses peradilan kita mengenal namanya Asas peradilan
sederhana, cepat dan biaya ringan yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2)
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan merupakan salah satu
Asas yang sangat penting dalam implementasi Hukum acara. Asas sederhana
bermakna bahwa penyelengaraan acara perdata harus dilakukan dengan
mekanisme yang pasti dan sederhana. Hukum acara harus mengatur teknis
dan sistematika dengan cara yang runtun (process orde) sehingga persidangan
atas perkara berjalan dengan baik.
Asas cepat bermakna bahwa persidangan perdata harus diselanggarakan
dalam tengat waktu tertentu yang patut. Sementara itu, Asas biaya ringan
1
M. Yahya harahap, hukum acara perdata: tentang gugatan persidangan, penyitaan,
pembuktian dan putusan pengadilan , ctk. VII, (Jakarta: sinar grafika, 2008), hlm. 229.

1
adalah Asas yang menyatakan bahwa, biaya yang timbul dari perkara di
Pengadilan harus ditetapkan dengan besaran biaya yang layak dan sedapat
mungkin dapat dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat.
Pada prakteknya, penerapan Asas sederhana, cepat dan biaya ringan
mengalami kendala, karena banyaknya perkara yang masuk, terbatasnya
tenaga hakim, dan minimnya dukungan fasilitas bagi lembaga peradilan
tingkat pertama yang wilayah Hukumnya meliputi kabupaten/kota.
Penumpukan perkara ini tidak hanya terjadi pada tingkat pertama dan
banding, tetapi juga pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Hal ini
disebabkan system Hukum di Indonesia memberikan peluang setiap perkara
dapat dilakukan peninjauan kembali. Akibat tersendatnya perwujudan Asas
ini, telah mengakibatkan pencari keadilan mengalami kesulitan mengakses
keadilan (acces to justice) guna mendapatkan hak-hak secara cepat. Keadaan
ini tentu tidak dapat dibiarkan, karena berdampak buruk pada penegakan
Hukum di Indonesia. Dengan melihat kondisi seperti ini, pencari keadilan
mencari cara bagaimana agar permasalahan yang dihadapi dapat
terselesaikan.
Menghadapi tantangan yang begitu berat, system Hukum Indonesia
sebenarnya memiliki aturan yang dapat dipergunakan bagi para pencari
keadilan untuk menyelesaiakan sengketa secara baik dilingkungan peradilan
maupun di luar Pengadilan. Di lingkungan peradilan dapat ditempuh jalur
damai melalui proses Mediasi, hakim terlibat untuk mendamaikan para pihak
yang bersengketa. Di luar Pengadilan dapat ditempuh jalur Arbitrase,
Mediasi, sebagaia alternative penyelesaian sengketa.2
Pada dasarnya prinsip penyelesaian sengketa sebenarnya bersandar pada
postulat bahwa perdamaian merupakan tujuan tertinggi Hukum. Perdamaian
merupakan cara terbaik dalam menyelesaiakan persengketaan diantara pihak
berperkara. Dengan perdamaian maka pihak-pihak perkara dapat mencoba
suatu resolusi yang saling menguntungkan satu sama lain (win win solution).
ini dikarnakan dalam perdamaian, yang ditekankan bukanlah aspek Hukum

2
Dr. dwi rezki sri astarini, s.h., m.h.: Mediasi pengadilan salah satu bentuk penyelesaian
sengketaberdasarkan asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, (bandung, P.T. alumni, 2013),
hlm. 83,84.

2
semata, namun bagaimana kedua belah pihak tetap dapat memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya dari pilihan perdamaian, penyelesaian justru
lebih mengedepankan sisi humanitas dan keinginan untuk saling membantu
dan berbagi. Tidak ada pihak yang menang secara bersama-sama.
Dalam peraktiknya di Pengadilan agama, penyelesaian sengketa diluar
pengadilan sudah dipraktekan dalam badan peradilan agama di Indonesia
untuk menyelesaiakan sengketa. Bentuk penyelesaian sengketa diluar
pengadilan agama yang sekarang yang di praktekan terintegrasi dengan
proses peradilan dan dinamakan dengan mediasi.
Dalam kerangka berpikir demikian maka praktik Hukum acara perdata
di Indonesia selama ini telah menerapkan lembaga Mediasi sebagai bagian
tak terpisahkan dalam proses litigasi. Mediasi memang pada awalnya tidak
begitu diperhatikan dan tidak bersifat wajib. Dalam sejarahnya pada masa
kolonial belanda pengaturan penyelesaian sengketa dengan upaya damai
diatur dalam Pasal 130 HIR (het herziene indonesich reglement, staatsblad
1941:44), atau Pasal 154 RBg (rechts reglement buitengewesten,staatsblad,
1927:227) atau Pasal 31 Rv (reglement op de rechtsvordering,staatsblad
1874:52) kedua Pasal tersebut mengenal dan menghendaki penyelesaian
sengeketa melalui cara damai Pasal 130 HIR berbunyi:
Ayat (1) jika pada hari yang ditentukan, kedua belah pihak datang,
maka Pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan
memperdamaikan mereka.
Ayat (2). jika pedamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada
waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akte) tentang itu, dalam mana kedua
belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu surat mana
akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
Ketentuan dalam Pasal 130 HIR/154 RBg/31 RV mengambarkan bahwa
penyelesaian sengketa melalui jalur damai merupakan bagian dari proses
penyelesaian sengketa di Pengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban
hakim, dan ia tidak boleh memutuskan perkara sebelum upaya Mediasi
dilakukan terlebih dahulu. Bila kedua belah pihak bersetuju menempuh jalur
damai, maka hakim harus segera melakukan Mediasi terhadap kedua belah

3
pihak sehingga mereka sendiri menemukan bentuk-bentuk kesepakatan yang
dapat meneyelesaiakan sengketa mereka.3
Setelah Indonesia merdeka dan Mahkamah Agung sebagai pelaku
kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia sesuai amanat Pasal 24 UUD
1945 tentang kekuasaan kehakiman, Mediasi didalam Pengadilan (court
annexed mediation) mulai berlaku di Indonesia sejak diterbitkannya
Ketentuan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Th. 2003 mengenai Prosedur
Mediasi di Pengadilan. PERMA ini mempunyai tujuan menyempurnakan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 1 Th. 2002 mengenai
Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama dalam Mengaplikasikan Instansi
Damai seperti ditata dalam Pasal 130 Herziene Inlandsch Reglemen (HIR)
serta Pasal 154 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg). Pasal 130
HIR serta 154 RBg seperti di ketahui mengatur mengenai instansi
perdamaian serta mewajibkan hakim untuk terlebih dulu mendamaikan
beberapa pihak yang berperkara sebelumnya perkaranya di check.4
Dengan berlakunya PERMA No 2 Th. 2003, Mediasi berbentuk harus
untuk semua perkara perdata yang diserahkan ke Pengadilan tingkat pertama
dan mengharuskan hakim sebelum melanjutkan proses pemeriksaan perkara
terlebih dahulu menawarkan Mediasi kepada pihak yang bersengketa.5
Setelah dilakukan evalusasi terhadap PERMA No 02 Tahun 2003, masih
ditemukan masalah pada PERMA tersebut. maka Mahmakah Agung
Menganggap perlu untuk melakukan revisi kembali karena efektifitas
PERMA No. 02 Tahun. 2003 dirasa masih kurang maksimal. Maka
Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 01 Th. 2008.
Peradilan agama telah memperaktekan mediasi berdasarkan PERMA No
01 tahun 2008. Mediasi perkara perceraian atau bisa di sebut dengan
“sengketa hati” dikarenakan suami dan istri hatinya tengah emosional secara
psikologis

3
Prof.dr. syahrizal abbas, Mediasi: dalam perspektif hukum syariat, hukum adat dan hukum
nasional. (Jakarta: kencana prenada media groub), hlm. 286,287.
4
Dr. dwi rezki sri astarini, S.H., M.H, Mediasi pengadilan: salah satu bentuk penyelesaian
sengketa berdasarkan asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan . (bandung: P.T. ALUMNI),
hlm. 129.
5
PERMA NO 02 tahun 2003

4
Dalam konsideran huruf A PERMA Nomor 01 Tahun 2008 disebutkan
bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang
lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar
kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian yang memuaskan dan
memenuhi rasa keadilan. Selanjutnya dalam huruf B disebutkan
pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat
menjadi salah satu instrument efektif mengatasi masalah penumpukan
perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga
pengadilan dalam penyelesaian sengketa disamping proses pengadilan yang
bersifat memutus (ajudikatif).6
PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
PERMA ini kemudian menggantikan PERMA sebelumnya, yakni PERMA
No. 1 Tahun 2008. Didalam PERMA No. 1 Tahun 2016 tersebut terdapat
perbedaan dari PERMA sebelumnya, di antaranya, pertama, terkait batas
waktu Mediasi yang lebih singkat dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung sejak
penetapan perintah melakukan Mediasi. Kedua, adanya kewajiban bagi para
pihak untuk menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau
tanpa didampingi kuasa Hukum, kecuali ada alasan-alasan yang sah. Ketiga,
yang paling baru adalah adanya “Itikad Baik” dalam proses Mediasi dan
akibat Hukum dari para pihak yang tidak beritikad Baik dalam proses
Mediasi. Dan adapun alasan dari Pengaturan Itikad Baik dalam Mediasi
adalah :
1. menghindari risiko berlangsungnya proses mediasi yang bersifat pro
forma belaka, yakni sekedar untuk mengikuti perintah mediasi agar
perkaranya dapat diperiksa melalui proses litigasi. Hampir semua
peraturan mediasi di pengadilan mempersyaratkan para pihak untuk
menempuh mediasi terlebih dahulu dan baru dapat dilanjutkan pada
tahap litigasi jika mediasi dinyatakan tidak berhasil;
2. menghindari proses mediasi dilaksanakan seperti proses litigasi yang
sifatnya berlawanan (adversarial), dimana para pihak saling

6
Konsideran butir b Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.

5
berargumen secara baik secara verbal maupun tertulis dan
mengajukan pembuktian satu sama lain;
3. para pihak cenderung menghindari dan menunjukkan sikap penolakan
terhadap proses mediasi, akibatnya mereka bermediasi ala kadarnya
tanpa memperhatikan kualitas partisipasi dan negosiasi. Dengan
adanya pengaturan tentang iktikad baik akan mendorong terwujudnya
proses mediasi yang sungguh-sungguh dan berkualitas;
4. proses mediasi pada dasarnya adalah proses kerjasama para pihak
dengan mediator secara timbal balik untuk mencapai terjadinya
kesepakatan penyelesaian perkara. Tujuan mediasi yang baik dan
mulia akan sia-sia jika pihak-pihak yang terlibat dalam mediasi tidak
menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik dan mulia pula.
Dengan pengaturan tentang iktikad baik diharapkan proses mediasi
akan berlangsung efektif dengan dukungan dan partisipasi konstruktif
dari para pihak.7
Dalam Islam perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia,
mawadah dan rahmah sebagai wujud ibadah kepada Allah. Allah
menyatakan:8
“ di antara tanda-tanda (kekuasaan)-nya, diciptakan kepadamu pasangan
dan dirimu agar kamu cenderung kepadanya, dan kami jadikan di antara
kamu mawadah wa rahmah…” (ar-rum: 21).
Islam mengharapkan perkawinan yang akadnya bernilai sakral dan dapat
dipertahankan untuk selamanya (permanent) oleh suami istri, namun Islam
juga memahami realitas kehidupan suami istri dalam rumah tangga yang
kadang-kadang mengalami persengketaan dan percekcokan yang
berkepanjangan, perselisihan antar suami istri yang memuncak dapat
membuat rumah tangga tidak harmoni, sehigga akan mendatangkan
kemudaratan. Oleh karena itu, Islam membuka jalan berupa perceraian,
perceraian merupakan jalan terakhir yang dapat di tempuh oleh suami istri,
bila rumah tangga mereka tidak dapat di pertahankan lagi. Namun perceraian
7
Buku Tanya jawab Mediasi di Pengadilan berdasarkan PERMA No 1 tahun 2016 tentang
prosedur mediasi di pengadilan. Hlm. 22
8
Prof.dr. syahrizal abbas, Mediasi: dalam perspektif hukum syariat, hukum adat dan
hukum nasional. (Jakarta: kencana prenada media groub), hlm. 178.

6
bukanlah jalan terbaik yang biasa di ambil oleh suami istri, Islam mengenal
proses penyelesaian sengketa melalui perdamaian yang di sebut dengan al-
sulh. Islam menganjurkan pihak yang bersengketa, menempuh jalur damai,
baik di depan pengadilan maupun di luar pengadilan, sulh memberikan
kesempata para pihak untuk memikirkan jalan terbaik dalam menyelesaiakan
sengketa .
Peradilan agama sebagai perwujutan dari peradilan Islam di Indonesia
tentunya melaksanakan konsep sulh, dengan tujuan merukunkan kedua belah
pihak agar mau berdamai.
Walaupun kedudukan Hukum mediasi sudah sangat jelas ditambah
dengan kenyataan masyarakat Indonesia yang memiliki watak suka
bermusyawarah didalam menghadapi sengketa yang dihadapi, serta manfaat
yang bisa diraih jika memilih melalui jalur mediasi, ketimbang
menyelesaiakan perkara di pengadilan, tetapi faktanya menunjukan bahwa
masyarakat dan tentu juga pengadilan belum memanfaatkan mediasi
seefektifitas mungkin dalam menyelesaiakan perkara perceraian.
Peradilan Agama kota Sukabumi sebagai salah satu Pengadilan tingkat
pertama di Indonesia sekaligus sebagai salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman yang menerapkan Mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian
masih belum optimal dalam menerapkan mediasi sebagai salah satu cara
penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif dan dapat membuka
akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian
yang memuaskan dan berkeadilan, dikarenakan ini adalah sengketa hati
namun faktanya masih rendahnya penyelesaian perkara perceraian yang dapat
diselesaiakan melalui Mediasi, hal tersebut yang mendorong penulis ingin
membuat penelitian lebih mendalam terkait dengan Mediasi di Pengadilan
Agama kota Sukabumi. Maka dalam hal ini penulis beranggapan perlu
dijadikan obyek penelitian dalam sebuah judul : “Efektifitas Mediasi Dalam
perkara Perceraian di Pengadilan Agama Kota Sukabumi”
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah yang diangkat dalam penelitian
ini adalah :

7
1. Bagaimana Efektifitas Mediasi dalam menyelesaikan perkara
perceraian di Pengadilan Agama Kota Sukabumi?
2. Bagaimana tingkat keberhasilan mediasi di Pegadilan Agama Kota
Sukabumi ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan Mediasi
dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota
Sukabumi ?
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji efektifitas Mediasi dalam penyelesaian perkara
perceraian di Pengadilan Agama Kota Sukabumi.
2. Mengetahui tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Kota
Sukabumi.
3. Mencari faktor-faktor yang mempengaruhi baik itu faktor
penghambat dan faktor pendukung keberhasilan Mediasi dalam
penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota
Sukabumi.
b. Manfaat penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
berikut :
1. Bagi ilmu pegetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikirian bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum
acara perdata khususnya mengenai penerapan Mediasi dalam
peradilan Agama.
2. Bagi masyarakat
Untuk memberikan wawasan dan pemahaman kepada maasyarakat
luas mengenai proses mediasi didalam penyelesaian perkara di
pengadilan Agama.
3. Bagi penulis

8
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berpikir
kritis sebagai mahasiswa Hukum Keluarga Islam serta untuk
memenuhi prasyara dalam penyelesaian studi di STAI Syamsul
‘Ulum Gunungpuyuh Kota Sukabumi.
E. Kajian Pustaka
1. Pengertian Mediasi
a. Mediasi Secara Umum
Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang
berarti berada di tengah, Makna ini menunjukkan pada peran mediator
sebagai pihak ketiga yang berusaha menengahi permasalahan atau
problem yang tengah dihadapi oleh dua pihak yang bersengketa.
‘berada di tengah’ juga bermakna posisi mediator ialah netral dan tidak
memihak siapapun dalam menyelesaikan sengketa atau permasalahan.
Mediator dituntut mampu menjaga kepentingan para pihak yang
bersengketa secara adil sehingga menumbuhkan kepercayaaan dari diri
para pihak yang bersengketa.9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi bermakna
sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perkara atau sengketa sebagai penasehat.10 Sedangkan mediator adalah
perantara (penghubung, penengah) ia bertindak sebagai penengah bagi
pihak-pihak yang bersengketa itu. Penjelasan mediasi dari sisi
kebahasaan etimologi lebih menekankan pada keberadaan pihak ketiga
yang menjembatani para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan
perselisihannya. Penjelasan ini sangat penting guna membedakan
dengan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian perkara atau sengketa
lainnya seperti : arbitrase, negosiasi dan ajudikasi. Mediator berada
dalam posisi di “tengah dan netral” antara para pihak yang bersengketa,
dan mengupayakan menemukan sejumlah kesepakatan yang
memuaskan diantara keduanya. Penjelasan kebahasaan ini masih
bersifat umum dan belum sama sekali menggambarkan secara konkrit
9
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Adat, dan Hukum Nasional, cet I
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), hlm. 1-2.
10
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hlm 569.

9
esensi dari kegiatan mediasi secara menyeluruh. Oleh karena itu, akan
dikemukakan pengertian mediasi secara terminologi yang diungkapkan
oleh para resolusi konflik.
b. Mediasi menurut para ahli
Para ahli resolusi konflik memberikan definisi mediasi sesuai
dengan sudut pandang masing-masing. Laurence Bolle menyatakan
“mediation is decision-making process in which the parties are assisted
by a third party, the mediator; the mediator attempts to improve the
process of decision-making and to assist the parties reach an outcome to
which of them can assent.11 Sedangkan j. Folberg dan A. Taylor
mengatakan mediasi dengan “ the process by which the participant,
together with the assistance of a neutral person, systematically isolate
dispute in order to develop option, consider alternatif, and reach
consensual settlement that will accomandate their need.12
Kedua pengertian mediasi yang diberikan oleh dua ahli di atas, lebih
kepada esensi kegiatan mediasi dan peranan mediator sebagai pihak
tengah atau pihak ketiga. Bolle sangat menekankan mediasi adalah
proses pengambilan sebuah keputusan yang dilakukan para pihak
dengan dibantu oleh pihak ketiga sebagai mediator. Dari sini Bolle
menunjukkan bahwa kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya
berada di para pihak yang bersengketa, dan mediator hanyalah
membantu para pihak di dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
J. Folberg dan A. Taylor lebih kepada konsep mediasi pada upaya yang
dilakukan mediator dalam kegiatan menjalankan mediasinya.13
Kedua ahli diatas menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui
mediasi harus dilakukan bersama-sama oleh para pihak yang
bersengketa dan dibantu oleh mediator atau pihak netral. Mediator
dapat menawarkan dan mengembangkan pilihan penyelesaian sengketa,
dan para pihak dapat pula mempertimbangkan tawaran mediator

11
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Adat, dan Hukum Nasional, cet II
(Jakarta : Kencana Predana Media, 2011).
12
Ibid.
13
Ibid.hlm. 5.

10
sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan dalam proses penyelesaian
sengketa.
2. Dasar Hukum Mediasi
a. Dasar Hukum Mediasi di Peradilan Indonesia
Berikut ini adalah beberapa landasan yuridis upaya damai pada
lembaga peradilan hingga diwajibkannya mediasi dalam setiap
penyelesaian perkara perdata di Indonesia:
1. Pancasila dan UUD 1945, dalam filosofinya dikatakan bahwa asas
penyelesaian sengketa adalah musyawarah dan mufakat.
2. HIR pasal 130 (Pasal 154 RBg = Pasal 31 Rv)
3. UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 39, UU
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama jo, UU Nomor 3
Tahun 2006 jo, UU Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Pengadilan
Agama Pasal 65 dan 82, PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Perkawinan Pasal 31 dan KHI Pasal 115, 131 ayat (2), ayat (1) dan
(2), dan 144.
4. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2002
Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan
Lembaga perdamaian (Pasal 130 HIR/154 RBg).
5. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003,
Nomor 1 Tahun 2008, Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.14
b. Dasar Hukum Mediasi Dalam Al-Quran Dan Hadist
Mediasi dalam hukum Islam sama halnya dengan Tahkim yang
secara etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga yang
disebut ḥākām sebagai penengah dalam suatu sengketa. Tahkim disini
adalah “Menjadikan Hakim” atau dapat juga diartikan “berlindungnya
dua pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan
setujui serta rela menerima keputusannya dalam menyelesaikan
persengketaanya.15
14
Muhammad Saifullah, Mediasi Peradilan, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015, hlm. 24-
31
15
Abdul Aziz, dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Pt Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001, hlm. 750

11
Dasar hukum mediasi sebagai usaha untuk mencapai perdamaian
yaitu;
firman Allah SWT. Dalam al-Quran Surah Al-Hujurat: 0916
ْ Wُ‫ َر ٰى فَ ٰقَتِل‬W‫َت إِ ۡح َد ٰىهُ َما َعلَى ٱأۡل ُ ۡخ‬
‫وا ٱلَّتِي‬W ۡ ‫ُوا بَ ۡينَهُ َم ۖا فَإ ِ ۢن بَغ‬
ْ ‫صلِح‬ ْ ُ‫َوإِن طَٓائِفَتَا ِن ِمنَ ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ۡٱقتَتَل‬
ۡ َ ‫وا فَأ‬
ُّ‫طُ ٓو ۖ ْا ِإ َّن ٱهَّلل َ ي ُِحب‬WWW‫د ِل َوأَ ۡق ِس‬WWW
ۡ ‫ا بِ ۡٱل َع‬WWW‫ُوا بَ ۡينَهُ َم‬
ْ ‫لِح‬WWW‫ص‬ ۡ َ ‫ٓا َء ۡت فَأ‬WWَ‫إِن ف‬WWWَ‫ ِر ٱهَّلل ۚ ِ ف‬WWWۡ‫ت َۡب ِغي َحتَّ ٰى تَفِ ٓي َء إِلَ ٰ ٓى أَم‬
٩ َ‫ۡٱل ُم ۡق ِس ِطين‬
Tafsir ayat di atas memerintahkan untuk melakukan perdamaian
diantara dua kelompok orang yang beriman. Seruan ini menggunakan
lafadz “ashlihu” yang berasal dari kata “ishlah-shaluha” yang artinya
manfaat, tiadanya atau terhentinya kerusakan atau diraihnya manfaat.
Ishlah adalah upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan
kualitas sehingga manfaatnya lebih banyak lagi. Dalam kontek
hubungan manusia, nilai-nilai ini tercermin dalam keharmonisan
sebuah hubungan. Jika hubungan diantara dua pihak rusak atau retak
bahkan terganggu, maka akan terjadi kerusakan dan hilang atau
berkurangnya kemanfaatan yang dapat diperoleh dari mereka.
Sehingga menuntut adannya ishlah, yakni perbaikan agar kembali
keharmonisan, sehingga akan menimbulkan sebuah kemaslahatan.17
Kata damai dalam bahasa Arab itu sendiri juga dikenal dengan al-
Sulhu, yang artinya perdamaian atau penghentian perselisihan. Al-
Sulhu dikategorikan sebagai salah satu akad yang berisi perjanjian
antara kedua pihak yang berselisih atau mereka yang sedang
berperkara untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara
keduanya.18
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat: 1019
ْ ُ‫ُوا بَ ۡينَ أَ َخ َو ۡي ُكمۡۚ َوٱتَّق‬
١٠ َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡر َح ُمون‬ ۡ َ ‫ة فَأ‬ٞ ‫إِنَّ َما ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ إِ ۡخ َو‬
ْ ‫صلِح‬
Berdasarkan dua ayat di atas sangat memberikan petunjuk bahwa
Allah SWT. Sangatlah menganjurkan penyelesaian sengketa atau
perkara di antara keluarga atau masyarakat pada umumnya secara

16
Q.S. Al-Hujurat [49]: 9
17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Terjemahan. Dalam Buku Tafsir, Resolusi Konflik, hlm. 75.
18
Tafsir, Resolusi Konflik, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015, hlm. 71
19
Q.S. Al-Hujurat [49]: 10.

12
damai melalui musyawarah dan mufakat untuk mencari jalan yang
terbaik bagi kedua belah pihak. Salah satu kegiatan dalam mediasi
adalah pada hakekatnya para pihak melakukan musyawarah dan
mufakat untuk mencapai suatu kesepakatan.20
Kata damai dalam bahasa Arab itu sendiri juga dikenal dengan al-
Sulhu, yang artinya perdamaian atau penghentian perselisihan. Al
Sulhu dikategorikan sebagai salah satu akad yang berisi perjanjian
antara kedua pihak yang berselisih atau mereka yang sedang
berperkara untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara
keduanya.
Dasar al-Quran yang menjelaskan tentang anjuran menyelesaikan
konflik dengan cara mediasi juga terdapat dalam QS. An- Nisa: 35.21
ُ ‫ق ٱهَّلل‬ ٰ ۡ ‫دَٓا إ‬W ‫ٓا إن يُري‬WWَ‫ ا ِّم ۡن أَ ۡهلِه‬W‫ ا ِّم ۡن أَ ۡهلِ ِهۦ و َح َك ٗم‬W‫وا َح َك ٗم‬
ْ ُ‫ٱب َعث‬W َ ‫قَا‬W ‫َوإِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ ِش‬
ِ ِّ‫لَ ٗحا ي َُوف‬W ‫ص‬ِ ِ ِ َ ۡ Wَ‫ا ف‬WW‫ق بَ ۡينِ ِه َم‬
٣٥ ‫يرا‬ ٗ ِ‫بَ ۡينَهُ َم ۗٓا إِ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلِي ًما خَ ب‬
Juru damai dalam ayat ini adalah lafadz “ḥākām”, fungsi yang
paling utama adalah mendamaikan. Menurut satu riwayat ḥākām disini
kedudukannya hanya sebagai penengah yang mendamaikan antara
kedua pihak yaitu; suami dan istri yang sedang bersengketa atau
bertingkai. Ḥākām disini sama sekali tidak memiliki kewenangan
untuk mengambil keputusan bercerai atau tidak, kewenangan tetap
berada ditangan kedua belah pihak yaitu suami dan istri.22
Selain dalil al-Quran yang menerangkan tentang perdamaian atau
mediasi di dalam hadist juga diterangkan mengenai perdamaian. Di
riwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:
“Telah menceritakan kepada Muhammad bin Abdullah
menceritakan kepada kita Abdul Aziz bin Abdullah al- Uwaisyyu dan
Ishaq bin Muhammad al-Farwiyu mengatakan telah menceritakan
kepada kita Muhammad bin Ja’far dari Abu Hazm dari Sahal bin Sa’ad
Radhiyallahu anhu bahwa penduduk Quba’ telah bertikai hingga saling

20
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang: fatawa publising, 2014, hlm.
41-42
Q.S. An-Nisa” [04]: 35.
21

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta:
22

Lentera Hati, Cet. V. 2012. hlm. 521-522.

13
lempar batu, lalu Rasûlullâh shallallahualaihi wasallam dikabarkan
tentang peristiwa itu, maka beliau bersabda: Mari kita pergi untuk
mendamaikan mereka. (HR. Bukhari).”23
3. Tujuan Dan Manfaat Mediasi
Tujuan dilakukannya mediasi ini adalah untuk menyelesaikan sengketa
para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral (penengah).
Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada terwujudnya kesepakatan
damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa atau
pertikaian melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi
yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang dikalahkan
(win-win solution).
Dalam penyelesaian sengketa yang melalui jalur mediasi sangatlah
dirasakan manfaatnya, karena para pihak telah mencapai kesepakatan yang
mengakhiri persengketaan atau pertikaian secara adil dan saling
menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal pun, dimana para
pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah dirasakan
manfaanya, kesediaan para pihak bertemu dalam suatu proses mediasi,
setidaknya telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan
pertikaian diantara para pihak. Hal ini menunjukkan adanya keinginan
para pihak untuk menyelesaikan sengketanya, namun para pihak belum
menemukan format yang tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah
pihak.
Wirhanuddin mengatakan dalam bukunya,24 untuk menyelesaikan
sengketa memang sulit untuk dilakukan, namun bukan berarti tidak
mungkin untuk diwujudkan. Dengan mediasi dapat memberikan sejumlah
keuntungan diantaranya:
1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan perselisihan secara cepat,
relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan ini ke
pengadilan atau ke lembaga arbitrase.

23
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, kitab hadist shahih al-Bukhari, Juz II, Bandung,
hlm. 112
24
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang: Fatawa Publishing, 2014,
hlm. 33-35

14
2. Mediasi ini memberikan para pihak sebuah kemampuan untuk
melakukan control terhadap proses dan hasil.
3. Mediasi menfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka
secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka itu
sendiri, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya
saja.
4. Mediasi memberikan kesempatan kepada para pihak untuk
berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam
menyelesaikan perselisihannya.
5. Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam arbitrase dan litigasi sulit
diprekdiksi, dengan suatu kepastian melalui suatu konsensus.
6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu
menciptakan saling pengertian yang lebih baik diantara para pihak
yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.
7. Mediasi mampu Menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir
selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang
dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga
arbitrase.
Dalam kaitanya dengan keuntungan mediasi itu sendiri, para pihak
dapat mempertanyakan pada diri mereka masing-masing dari hasil yang
dicapai melalui proses mediasi itu sendiri (meskipun hal itu
mengecewakan atau lebih buruk dari apa yang diharapkan). Bila
direnungkan lebih dalam lagi, bahwa hasil kesepakatan yang diperoleh
melalui jalur mediasi ini jauh lebih baik, bila dibandingkan dengan para
pihak yang terus-menerus bersengketa yang tidak pernah selesai,
meskipun kesepakatan tersebut tidak seluruhnya mengakomodasikan
keinginan para pihak.
4. Teori Efektifitas Hukum
1. Pengertian Teori Efektifitas
Istilah teori efektifitas hukum berasal dari terjemah bahasa Inggris,
yaitu effectiveness of the legal theory, bahasa Belanda disebut dengan

15
effectiviteit van de juridische theorie.25 Ada tiga suku kata yang
terkandung didalam teori efektivitas hukum, diantaranya teori, efektifitas,
dan hukum. Di dalam (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesi, ada dua
istilah yang ada kaitannya dengan efektivitas, yaitu efektif dan keefektifan.
Efektif artinya (a) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya dan kesannya), (b)
dapat membawa hasil, berhasil guna, (c) mulai berlaku (tentang undang-
ungang, peraturan).
Sedangkan keefektifan (a) keadaan yang berpengaruh, hal yang
berkesan, (b) keberhasilan (usaha, tindakan), dan (c) hal mulai berlakunya
(undang-undang, peraturan).26
Peraturan perundang-undangan, baik yang tingkat lebih rendah
maupun yang lebih tinggi bertujuan agar masyarakat maupun aparatur
penegak hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa
membedakan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Semua
orang dipandang sama dihadapan hukum (equality before the law).
Namun, didalam realitanya peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan tersebut sering dilangggar, sehingga aturan tersebut tidak
berlaku secara efektif. Tidak efektifnya
undang-undang ini disebabkan karena undang-undangnya kabur atau
tidak ada kejelasan, aparatur yang tidak konsisten atau masyarakatnya
tidak mendukung pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Teori yang
mengkaji dan menganalisi tentang hal ini, ialah teori efektivitas hukum.
2. Teori-Teori Efektifitas Analisis Hukum Mediasi
Teori efektivitas hukum banyak dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya adalah soerjono soekanto dan Lawrence M. Friedman.
Menurut Soejono Soekanto, paling tidak ada 5 faktor yang
berpengaruh dalam penegakan hukum, dan diantara kelimanya itu sangat
berkaitan erat satu dengan yang lain, oleh karenanya merupakan esensi
dari penegakan hukum dan merupakan tolok ukur dari efektivitas
penegakan hukum. Faktor yang dimaksud diharapkan akan menjadi
25
Salim HS, penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2013, hlm. 301
26
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, hlm. 219

16
landasan utama untuk mengukur efektivitas penegakan hukum melalui
peran dan pengaruh hakim dan mediator dalam perdamaiannya terhadap
kasus-kasus yanag ada di Pengadilan. Kelima faktor tersebut adalah:27
a. Faktor hukum
Faktor hukum disini adalah peraturan-perundangan. Suatu
peraturan perundang-undangan dikatakan baik, apabila dapat berlaku
secara yuridis, sosiologis, dan fisolofis, (unsur kepastian hukum,
kemanfaatan, dan keadilan). Suatu peraturan hukum dikatakan berlaku
secara yuridis ialah peraturan hukum yang berlaku secara piramida.
Hukum membentangkan proses yang bertahap, dari norma yang
paling tinggi, yang abstrak dan makin ke bawah semakin konkrit.
Suatu peraturan hukum dikatakan berlaku sosiologis bilamana
peraturan hukum tersebut diakui atau disetujui oleh masyarakat,
kepada siapa peraturan hukum tersebut ditujukan atau diperlakukan.
Suatu peraturan perundang-undangan berlaku secara fisolofis
apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum
sebagai nilai positif yang tinggi. Apabila peraturan hukum tidak
memiliki ketiga unsur tersebut, maka peraturan hukum tersebut bisa
menjadi peraturan hukum yang vakum, atau dirasakan sebagai tirani
karena tidak berakar.
b. Faktor penegakan hukum, (pihak-pihak yang membentuk dan yang
menerapkan hukum).
Penegakan hukum mencakup segala elemen-elemen yang secara
langsung atau tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan
hukum, mereka adalah yang mempunyai peranan yang sangat
menentukan keberhasilan usaha penegakan hukum dalam masyarakat,
seperti jaksa, hakim, polisi, pengacara dan lain-lain.
c. Faktor fasilitas atau sarana yang mendukung penegakan hukum.
Sarana atau fasilitas sangatlah menentukan dalam penegakan
hukum, tanpa fasilitas atau sarana yang memadai, penegakan hukum

27
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, dalam buku
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang: Fatawa Publishing, 2014, hlm. 78-81

17
tidak akan baik dalam menjalankan perananya. Sarana atau fasilitas
tersebut antara lain tenaga manusia berpendidikan dan profesional,
organisasi yang baik, peralatan yang sangat memadai, keuangan yang
cukup dan lainnya.
d. Faktor masyarakat, (lingkuangan dimana hukum itu berlaku atau
diterapkan).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses penegak
hukum adalah kesadaran masyarakat terhadap hukum, maka akan
semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik, sebaliknya jika
sangat rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan
semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum.
e. Faktor kebudayaan, ialah sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan prakarsa di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor diatas harus benar-benar diperhatikan dalam proses
penegakan hukum, karena apabila hal itu kurang mendapat perhatian,
maka penegakan hukum tidak akan tercapai dengan sempurna.
Sedangkan dalam teori Lawrence M. Friedman, paling tidak ada tiga
unsur utama disetiap sistem hukum, diantaranya struktur hukum, subtansi
hukum dan budaya hukum.28 Untuk lebih jelasnya dirinci unsur-unsur
dibawah init sebagai berikut:
a. Struktur Hukum (Legal Strukcur).
Struktur hukum berkaitan dengan bentuk atau format yang
mencakup unsur-unsur kelembagaan, pelayanan, penegakan
pengelolaan hukum pada umumnya, seperti badan pembentuk undang-
undang, peradilan, kejaksaan, kepolisian dan administrasi negara yang
mengelola pembentukan atau pemberian pelayanan hukum dan lain
sebagainya.
b. Subtansi Hukum (Legal Subtance).
Subtansi mencakup berbagai aturan formal, aturan yang hidup
didalam masyarakat (the living Law) dan berbagai produk yang timbul
akibat penerapan hukum.
28
Lawrence M. Friedman, Law and Society, Kut. Wirhanuddin, Semarang: Fatawa
Publishing, 2014, hlm. 78

18
c. Budaya Hukum (legal cultur).
Budaya Hukum berkenaan dengan sikap dan nilai-nilai terhadap
hukum, sikap ini sangat berkaitan dengan sikap budaya pada umumnya,
karenanya akan memberi pengaruh yang baik dan positif maupun negatif
kepada tingkah laku yang berkaitan dengan hukum.29
Budaya hukum seperti yang digambarkan oleh Friedman ini adalah
sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, suasana pikiran dan
kekuatan sosial atau masyarakat yang sangat menentukan bagaimana
hukum itu seharusnya digunakan. Artinya, hukum tidak hanya dilihat saja
yang diatur secara eksplisit dalam buku tetapi juga bagaimana konteks
dalam prakteknya. Dalam masyarakat yang dinamis, sistem hukum akan
berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya.30

29
Salim HS, penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2013, hlm. 306
30
Hatta Ali, Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan Restoratif,
Bandung: Alumni, 2012, hlm. 99

19
F. Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, Kerangka
berfikir menjadi penting dalam suatu penelitian, karena dapat memberi
gambaran dalam alur berfikir peneliti. Adapun kerangka berfikir
penelitian ini dapat dilihat dari gambar berikut ini:

20
G. Fokus Penelitian
Fokus dan subfokus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Fokus Penelitian: Efektivitas Proses Mediasi dalam Mengurangi
Perkara Perceraian
2. Sub-sub Fokus:
a. Efektivitas proses mediasi
b. Peran mediator dalam proses mediasi
c. Keberhasilan proses mediasi dalam perkara perceraian
H. Penelitian Terdahulu
No Persamaan dan
Nama dan Judul Hasil Penelitian
. Perbedaan
1. Skripsi Agus Dalam skripsi ini Persamaan:
Setiawan yang menjelaskan mengenai Pada skripsi Agus
berjudul “Efektivitas bagaimana efektivitas Setiawan dan
Mediasi Perceraian mediasi perceraian diluar proposal peneliti,
di Luar Pengadilan” pengadilan di desa sama-sama
(Studi Mediasi di Pesahangan Kecematan membahas perihal
Desa Pesahangan Cimanggu Kabupaten Cilacap Efektifitas Mediasi.
Kecamatan berdasarkan Perma No. 1
Cimanggu Tahun 2008 dengan hasil Perbedaan:
Kabupaten Cilacap). penelitiannya, bahwa praktek Pada skripsi Agus
mediasi di luar pengadilan Setiawan meneliti
yang terjadi di desa proses mediasi
Pesahangan dari penelitian diluar Pengadilan
yang telah dilakukan dari 8 Agama sedangkan
orang yang melakukan pada proposal
mediasi, kemudian hasil peneliti tentang
mediasinya berhasil dan Efektifitas mediasi
mediator telah berhasil di Pengadilan
mendamaikan para pihak Agama
yang berselisih. Sehingga
dapat diambil kesimpulan

21
praktek mediasi tersebut telah
mencapai efektivitas.
2. Skripsi Abdul Gapur Dalam skripsi ini Persamaan:
yang berjudul menjelaskan mengenai Pada skripsi Abdul
“Problem yang bagaimana upaya yang Gapur dan proposal
dihadapi Hakim dilakukan oleh para hakim peneliti, sama-sama
Mediator Dalam mediator dalam mediasi membahas Mediasi
Mediasi Perceraian terhadap perkara perceraian, di Pengadilan
Suami Istri di obyek penelitiannya di PA Agama.
Pengadilan Agama Yogyakarta berdasarkan
Yogyakarta.” Perma No. 1 Tahun 2008. Perbedaan:
Pada skripsi Abdul
Gapur meneliti
upaya yang
dilakukan oleh
mediator ketika
proses mediasi
sedangkan pada
proposal peneliti
membahas tentang
keefektifan mediasi
di Pengadilan
Agama.

3. skripsi Ari Prastyo Dalam skripsi ini Ari Prastyo Persamaan:


mahasiswa jurusan menjelaskan mengenai Pada skripsi Ari
Ilmu Hukum tahun kendala-kendala apa saja Prastyo dan
2013 dengan Judul yang dihadapi hakim dalam proposal peneliti,
“Kendala Yang mediasi perceraian di sama-sama
Dihadapi Hakim Pengadilan Agama Sragen membahas perihal
Pengadilan Agama serta bagaimana solusinya. Mediasi.
Dalam Pelaksanaan

22
Mediasi Perceraian Perbedaan:
Di Pengadilan Pada skripsi Ari
Agama Sragen” Prastyo meneliti
kendala-kendala
yang dihadapi
dalam pelaksanaan
mediasi sedangkan
pada proposal
peneliti membahas
tentang Efektifitas
Mediasi terhadap
perkara perceraian
di Pengadilan
Agama.

4. Skripsi Fitrizal Dalam skripsi ini Persamaan:


Widya Pangesti yang menjelaskan mengenai Pada skripsi
berjudul “Tinjauan bagaimana proses Fitrizal Widya
Hukum Islam penyelesian perkara Pangesti dan
Terhadap Praktik perceraian melalui sidang proposal peneliti,
Mediasi Perkara keliling dengan hasil sama-sama
Perceraian dan penelitiannya belum efektif, membahas perihal
Sidang Keliling di obyek penelitiannya di PA Mediasi
Wilayah Yurisdiksi Brebes.
Pengadilan Agama Perbedaan:
Brebes”. Pada skripsi
Fitrizal Widya
Pangesti membahas
tinjauan hukum
Islam terhadap
mediasi sedangkan
pada proposal

23
peneliti membahas
tentang Efektifitas
Mediasi terhadap
perkara perceraian
di Pengadilan
Agama.

5. Skripsi Nurul Dengan hasil penelitian Persamaan:


Fadhillah yang berdasarkan persentase Pada skripsi Nurul
berjudul “Efektivitas perkara yang dimediasi, Fadhillah dan
Perma No. 1 Tahun Pengadilan Negeri Makasar proposal peneliti,
2008 Tentang memiliki tingkat keberhasilan sama-sama
Prosedur Mediasi mediasi lebih tinggi dari pada membahas perihal
Dalam Penyelesaian Pengadilan Agama Makasar, Efektifitas Mediasi.
Perkara Perdata” namun perbedaannya tidak
(Studi Perbandingan terlalu signifikan. Presentase Perbedaan:
di Pengadilan angka belum menunjukkan Pada skripsi Nurul
Negeri Makasar dan efektif disebabkan masih Fadhillah
di Pengadilan banyak perkara yang gagal membahas
Agama Makasar). dimediasi. Efektifitas mediasi
di Pengadilan
Negeri sedangkan
pada proposal
peneliti membahas
Efektifitas Mediasi
di Pengadilan
Agama dan
terfokus kepada
perkara perceraian.

24
I. Sistermatika Penelitian
Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka berpikir, fokus penelitan dan penelitian terdahulu.
Bab II Kajian Pustaka meliputi kajian konseptual dan kajian teori.
Bab III Metode Penelitian meliputi pendekatan dan metode penelitian, jenis
dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
teknik analisis data dan tempat dan waktu penelitian.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan meliputi deskripsi data, hasil
penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V Penutup meliputi kesimpulan dan saran.
J. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian dan Metode
a. Pendekatan Penelitian
Dipandang dari segi prosedur yang ditempuh penulis dalam aktifitas
penelitian, proposal skripsi ini menerapkan pendekatan kualitatif. Dalam
penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam – macam dan
dilakukan secara terus – menerus sampai datanya jenuh.
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif menekankan
analisis proses berfikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika
hubungan antara fenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan
logika ilmiah. Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan
dukungan dari data kuantitatif, tetapi lebih ditekankan pada kedalaman
berfikir formal dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang dihadapi.
Penelitian kualitatif bertujuan mengembangkan konsep sensitivitas
pada masalah yang dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan dengan
penelusuran teori dari bawah dan mengembangkan pemahaman akan satu
atau lebih dari fenomena yang dihadapi.31
Data kualitatif bersifat tidak terstruktur dalam arti variasi data yang
diberikan oleh sumbernya (orang, partisipasi, atau responden yang ditanyai)
sangat beragam Kondisi ini memang disengaja oleh periset karena tujuannya

Iman Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik Ed.1 Cet.4,(Jakarta: PT.
31

Bumi Aksara, 2016),hlm.80.

25
untuk memperoleh ide atau pandangan yang mendalam dan luas dari tiap
partisipan. Kebebasan partisipan dalam menyampaikan pendapat membuat
periset mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik atas masalah yang
sedang diteliti. Oleh karena itu, data kualitatif cenderung digunakan dalam
riset eksploratori.32
penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar ilmiah
dengan mengunakan metode ilmiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti
yang tertarik secara ilmiah.33
metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata - kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan
perilaku yang dapat diamati.34
Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena
atau gejala sosial dengan cara memberikan pemaparan berupa
penggambaran yang jelas tentang fenomena atau gejala sosial tersebut dalam
bentuk rangkaian kata yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah teori.35
2. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, karena analisis
data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis
atau teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data
yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di batik
data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak
menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.
Generalisasi dalam penelitian kualitatif dinamakan transferability.36

32
Istijanto,Aplikasi Praktis Riset Pemasaran,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama,2005),hlm.46.
33
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Persepektif Rancangan Penelitian,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2014),hlm.23.
34
Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Ramaja Rosda
Karya,2005),hlm. 4.
35
V.Wiratna Sujarweni,Metodologi Penelitian – Bisnis dan Ekonomi, (Yogyakarta:Pustaka
Baru Press,2015),hlm. 21-22
36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta
2013) hlm 8-9

26
b. Sumber Data
Dalam sebuah penelitian sumber data merupakan salah satu
komponen yang paling vital. Sebab dalam menggunakan dan memahami
serta memilih sumber data, maka data yang akan diperoleh juga akan
meleset dari yng diharapkan. Oleh karenaya, peneliti harus mampu
memahami sumber data mana yang mesti digunakan dalam penelitian
itu. Dalam bukunya Burhan Bungin mengklasifikasikan sumber data
menjadi dua macam yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah informasi yang diperoleh secara langsung
dari sumber utama yakni para pihak yang menjadi obyek dari
penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang
dihasilkan melalui wawancara secara langsung dengan dewan
pimpinan dan karyawan pengadilan agama kota Sukabumi. 37
Dalam hal ini, peneliti mengambil sample berdasarkan teknik
Purposive Sampling, yaitu pengambilan sample dengan mengambil
orang-orang yanng terpilih betul-betul oleh peneliti menurut ciri-ciri
spesifik yang dimiliki oleh sample itu.38
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari sumber
kedua yang merupakan pelengkap, meliputi buku-buku yang menjadi
referensi terhadap tema yang diangkat.39
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan adalah teknik penelitian lapangan/Field
Research, yaitu penelitian yang digunakan dengan mengamati secara
langsung obyek penelitian dilapangan dengan menggunakan Teknik
observasi, wawancara dan dokumentasi, akan tetapi metode yang paling
pokok dalam penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara.
4. Prosedur Analisis Data

37
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial; Format-Format Kuantitatif dan
Kualitatif( Surabaya: Airlangsa Press,2001),hlm.129
38
S. Nasution, Metode Research ( Penelitian Ilmiah) ( Jakarta: Bumi Aksara,2006),hlm.98
39
Ibid hlm. 34

27
Analisis data adalah proses mencari dan penyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi
dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih
mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.40
Analisis data yang digunakan adalah analisis non statistik, yaitu
menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis data yang digunakan
bukan dalam bentuk angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian
deskriptif. Langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut :
a) Reduksi Data ( Data Reduction )
Reduksi data merupakan data yang diperoleh dari lapangan
jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan
rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin peneliti kelapangan, maka
jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu
segera dilakukan analisis data melalui reduksi data, mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
b) Penyajian Data ( Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selnjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam peneliti kualitatif, penyajian data biasa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya
disarankan dalam melakukan display data, selain dengan teks yang
naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network ( jaringan kerja ) dan
chart.

40
Sugiono, Metode Penelitian ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D), ( Bandung:
Alfabeta, 2012), Cet.1,hlm.335

28
c) Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and
Verification)
Merupakan ke tiga dalam menganalisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam data kualitatif adalah
merupakan temuan baru sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih
remeng-remeng atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat
berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.41
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan data,
menggorganisasikan data, memilah- memilihnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskanya, mencari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan dan dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkanya
dalam pola, tema, kategori, tanpa kategori atau klasifiasi data dan chaos
(kacau balau). Tafsiran atau intrepretasi artinya, memberikan makna kepada
analisis, menjelaskan, atau memberikan kategori, mencari hubungan antara
berbagai konsep. Interpretasi menggambarkan prespektif atau pandangan
peneliti bukan kebenaran.42
Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas
analisis data yang ada. Dalam pengertian ini analisis data kualitatif
merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan verifikasi menjadi gambaran
keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang
terkait.
Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam
bentuk kata-kata untuk mendeskripsikan fakta yang ada di lapangan,
pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian
diambil intisarinya saja.
41
Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. ( Bandung : Alfabeta,
2017), Cet 25,hlm.253
42
Rochajat harun, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Pelatihan,( Bandung: CV
Mandar Maju,2007),hlm.74

29
Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam peroses
tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah
seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan
dan dokumentasi pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya
melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi.
K. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian skripsi ini diadakan di Pengadilan Agama Kota
Sukabumi yang beralamatkan jl. Taman bahagia No. 19,benteng
Kecamatan warudoyong Kota Sukabumi jawa barat 43123 yang
merupakan salah satu Pengadilan Agama yang cukup diperhitungkan di
kota Sukabumi karena banyaknya prestasi yang diperoleh .

30
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Adat, dan Hukum Nasional,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009).
Abdullah, Abu Muhammad bin Ismail, Kitab Hadist Shahih Al-Bukhari, Juz II,
Bandung.
Ahwan, Fanani, Pengantar Mediasi,Prinsip, Metode, dan Teknik, Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2012.
Ali, Hatta, Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan
Restoratif, Bandung: Alumni, 2012.
Astarini, Dwi Rezki Sri,: Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian
Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan,
(bandung, P.T. alumni, 2013)
Depag RI,Al-Quran dan Terjemah
Gunawan, Iman, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik Ed.1,(Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2016),
harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian Dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: sinar grafika,
2008).
J, Lexy, Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Ramaja Rosda
Karya,2005).
Marbun, B.N, Kamus Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 2006).
Nasution, S, Metode Research ( Penelitian Ilmiah) ( Jakarta: Bumi Aksara,2006)
Nugroho, Susanti Adi, Penyelesaian Sengketa Arbitrase Dan Penerapan
Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2015).
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Agama.
Saifullah, Muhammad, Mediasi Peradilan, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Terjemahan. Dalam Buku Tafsir, Resolusi Konflik.
Soekanto, Soerjono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
dalam buku Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang:
Fatawa Publishing, 2014.
Sugiono, Metode Penelitian ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D),
( Bandung: Alfabeta, 2012).
Wirhanuddin, Mediasi Perspektif Hukum Islam, Semarang: fatawa publising,
2014.

Anda mungkin juga menyukai