Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN PARALEGAL DALAM

SISTEM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat USUL Penulisan Skripsi

Dalam Bidang Hukum Tata Negara

Oleh :

Apriski Wijaya

NIM. 16111150012

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TAHUN 2019 M/ 1440 H
Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbil allamiin Penyusun Panjatkan puji dan syukur atas


kehadirat Allah SWT, yang mana atas bekat rahmat, hidayah dan Inayah_NYA
lah sehinggah penyusun dapat menyelesaikan pembuatan proposal skripsi ini
dengan lancer dan tanpa hambatan apapaun. Sholawat dan Salam selalu tercurah
Kepada Pemimpin terbaik umat Manusia sepanjang masa yaitu Baginda
Rasullallah Muhammad SAW semoga kita senantiasa menjadi pengikut beliau
yang setia hingga akhir zaman.
Tak Lupa Penyusun mengaturkan Terima Kasih Yang sebesar – besarnya
kepada Bapak Wery Gusmansyah. S.HI.,M.H selaku pembimbing Akademik
Penyusun, Bapak Dr. Imam Mahdi, S.H.,M.H. selaku dosen Bidang Ilmu dan
Bapak Ade Kosasih, S.H,.M.H selaku K.A PRODI Hukum Tata Negara Yang
Telah Memberikan Arahan, Saran dan Masukan Kepada Penyusun dalam
Menentukan Permasalahan dan Judul Untuk di Teliti oleh Penyusun dalam
Rangka Penyusunan Skripsi Penyusun. dan akhirnya penyusunpun bisa menulis
proposal penelitian ini untuk diajukan.
Tentunya dalam penyususnan proposal penelitian ini masih jauh sekali
dari sempurna dan masih banyak yang harus diperbaiki, maka dari itu penyusun
sangat menharapkan kritik dan saran guna pembelajaran dan sebagai bahan
perbaikan dimasa yang akan datang. Penyusun juga mengaturkan permohonan
maaf apanila terdapat kesalahan dalam proposal ini baik itu penulisan maupun isi.
Mengingat penysun hanyalah manusia biasa dan masih dalam tahap pembelajaran.
Akhirnya semoga proposal ini dapat berguana dan bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Terima kasih.
Bengkulu, 22 April 2019

Penyusun

Apriski Wijaya

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Skripsi Berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan

Paralegal Dalam Sistem Penegakan Hukum Di Indonesia” yang disusun oleh :

Nama : Apriski Wijaya

Nim : 1611150012

Prodi : Hukum Tata Negara

Telah diujikan Oleh Tim Penguji Proposal Fakultas Syariah Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu Pada :

Hari :

Tanggal :

Proposal Skripsi Tersebut telah diperbaiki sesuai saran – saran tim

penguji. Oleh karenanya sudah dapat di usulkan penetapan surat keputusan (SK)

Pembimbing Skripsi.

Tim Penguji

Bengkulu, ………………………….M
H
Penguji I Penguji II

(……………………………………) (…………………………………….)
NIP………………………………. NIP…………………………………..
Mengetahui
Ketua Jurusan/Wakil Dekan I

(………………………………..)
NIP…………………………….

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 13
C. Batasan Masalah ................................................................................................... 13
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 14
E. Kegunaan Penelitian ............................................................................................. 14
1. Kegunaan Teoritis ............................................................................................. 14
2. Kegunaan Praktis .............................................................................................. 15
F. Penelitian Terdahulu. ............................................................................................ 15
G. Kerangka Pemikiran.............................................................................................. 16
1. Tinjauan Yuridis ............................................................................................... 16
2. Kedudukan Paralegal ........................................................................................ 17
3. Sistem Penegakan Hukum Indonesia ................................................................ 18
H. Metode Penelitian ................................................................................................. 20
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ....................................................................... 20
2. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................................ 21
3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data............................................................ 22
4. Teknik Analisis Data .......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi yang berdasarkan atas

hukum oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan

Negara diatur dalam sistem perundang - undangan.1

Penegakan Hukum merupakan tahapan dari pembangunan hukum yaitu

pada tatanan implementasi. Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap

orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa

yang konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku pada dasarnya

tidak diperbolehkan menyimpang „Fiat Justitia et pereat Mundus (Meskipun

dunia ini akan runtuh hukum harus ditegakkan). Itulah yang di inginkan oleh

kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan justiesiabel

terhadap tindakan sewenang – wenang, yang berarti bahwa seseorang akan

dapat memperoleh sesuatu diharapkan dalam keadaan tertentu.2

Secara umum tujuan penegakan hukum yang dicita – citakan konstitusi

Indonesia adalah agar dapat mewujudkan keinginan – keinginan dari

masyarakat yang mendambahkan keadilan. Namun faktanya, sistem

penegakan hukum di indonesia saat ini masih sangat jauh dan banyak sekali

yang harus diperbaiki agar dapat mewujudkan apa yang cita – citakan oleh

1 Weri Gusmansyah, Bahan Ajar Pancasila, (Bengkulu : 2017) h.70

2 John Kennedi, Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) dalam sistem penegakan

hukum diindonesia (Yogayakarta : Pustaka Pelajar, 2017) h. 22

1
2

bangsa Indonesia yaitu terwujudnya penegakan hukum yang berkeadilan.

Masalah tersebut bukan tanpa sebab, kurang efektif dan banyaknya kesalahan

dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum penegak hukum di Indonesia

adalah yang paling banyak ditemui didalam pelaksanaan penegakan hukum di

Indonesia saat ini. Hukum sebagai alat merupakan suatu peraturan yang bisa

menghalangi seseorang atau sekelompok orang maupun penguasa untuk

bertindak sewenang – wenang.3

Mestinya Negara Indonesia selaku Negara hukum harus menjamin hak

konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan,

perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia dan sebagai

upaya untuk mewujudkan tujuan bangsa. Untuk itu Negara berkewajiban

untuk mewujudkan sistem penegakan hukum yang Demokratis kepada seluruh

warga Negara sebagai akses terhadap keadilan.

Sistem penegakan hukum Nasional akan mencakup kelembagaan dan

tata cara penegakan hukum nasional harus dipandang dan ditempatkan sebagai

bagian bagian dari subsistem hukum nassional. Sebagai subsistem hukum

Nasional, sistem penegakan bukan saja menentukan tercapai tidaknya tujuan

hukum nasional, tetapi juga sebagai instrument yang menjamin dinamika isi

sistem hukum.4

3 Alwi Wahyudi, Ilmu Negara dan Tipologi Kepemimpinan Negara, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2014) h. 214

4 Abdul latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016) h. 191
3

Sejalan dengan Penegakan hukum yang Berkeadilan maka jika kita

merujuk pada hukum islam maka jelas al Qur‟an selaku sumber Hukum Islam

memerintahkan kepada oknum penegak hukum bahkan kepada seluruh

manusia untuk mengakkan hukum dengan adil, salah satunya didalam Al

Quran Surah An. Nisa (4) : 58 yang berbunyi :

َ‫بَ ْْي‬ ‫َه لِ َه ا َوإِذَ ا َح َك ْم تُ ْم‬ ِ


ْ ‫إِ َّن ال لَّهَ يَأْمُ ُرُك ْم أَ ْن تُ َؤدُّ وا ْاْلَمَ ا نَات إِ َلى أ‬
َ‫ال لَّه‬ ‫َّاس أَ ْن ََتْ ُك ُم وا بِا لْعَ ْد ِل ۚ إِ َّن ال لَّهَ نِعِ َّم ا يَعِظُ ُك ْم بِهِ ۚ إِ َّن‬ ِ ‫ال ن‬
ِ ‫َك ا َن ََسِ يع ا ب‬
‫ص ريًا‬ َ ً
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Makna dari surat Tersebut dijelaskan berdasarkan tafsir Jalalyn adalah

(Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat) artinya

kewajiban-kewajiban yang dipercayakan dari seseorang (kepada yang berhak

menerimanya) ayat ini turun ketika Ali r.a. hendak mengambil kunci Kakbah

dari Usman bin Thalhah Al-Hajabi penjaganya secara paksa yakni ketika Nabi

saw. datang ke Mekah pada tahun pembebasan. Usman ketika itu tidak mau

memberikannya lalu katanya, "Seandainya saya tahu bahwa ia Rasulullah

tentulah saya tidak akan menghalanginya." Maka Rasulullah saw. pun

menyuruh mengembalikan kunci itu padanya seraya bersabda, "Terimalah ini

untuk selama-lamanya tiada putus-putusnya!" Usman merasa heran atas hal itu
4

lalu dibacakannya ayat tersebut sehingga Usman pun masuk Islamlah. Ketika

akan meninggal kunci itu diserahkan kepada saudaranya Syaibah lalu tinggal

pada anaknya. Ayat ini walaupun datang dengan sebab khusus tetapi

umumnya berlaku disebabkan persamaan di antaranya (dan apabila kamu

mengadili di antara manusia) maka Allah menitahkanmu (agar menetapkan

hukum dengan adil. Sesungguhnya Allah amat baik sekali) pada ni`immaa

diidghamkan mim kepada ma, yakni nakirah maushufah artinya ni`ma syaian

atau sesuatu yang amat baik (nasihat yang diberikan-Nya kepadamu) yakni

menyampaikan amanat dan menjatuhkan putusan secara adil. (Sesungguhnya

Allah Maha Mendengar) akan semua perkataan (lagi Maha Melihat) segala

perbuatan.5

Indonesia adalah Negara demokrasi hal ini tegas diatur didalam UUD

NRI Tahun 1945. Jika demokrasi itu diartikan sebagai peran masyarakat

dalam mengambil keputusan politik, maka bangsa Indonesia telah lama

mempraktekkan demokrasi itu seperti pada pemerintah marga disumatera

selatan. Pemilihan kepala marga dilakukan secara langsung, menurut bagir

manan pemerintahan marga adalah contoh demokrasi sejati bangsa Indonesia.6

Maka artinya kebutuhan masyarakat adalah prioritas utama dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat

5 Al – Mahally, Imam Jallaludin, Imam Jallaluddin As- Suyutti, Tafsir Jalalin,

Berikut asbab an Nujulnya Jillid II, (Bandung : Sinar Baru, 1990) h. 55

6 Imam Mahdi, Hukum Perencanaan Pembangunan Daerah, (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2017) h. 68
5

terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan

antarbangsa (Globalisasi), Semakin bertambah pula permasalahan –

permasalahan yang ada terkhususnya permasalahan dibidang hukum dan

untuk itu masyarakat membutuhkan bantuan hukum. kebutuhan masyarakat

akan bantuan hukum oleh pemberi bantuan hukum diatur didalam Didalam

Undang – Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang

menyebutkan Bahwa Pemberi Bantuan Hukum adalah Lembaga Bantuan

Hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberikan bantuan hukum

berdasarkan undang – undang tersebut. Disamping memberikan jasa

hukum kepada masyarakat , Undang – Undang NO. 16 Tahun 2011

tentang Bantuan hukum juga bertujuan lebih luas untuk menjamin dan

memenuhi akses akan keadilan serta memperbaiki sistem peradilan.

untuk meningkatkan kualitas pemberi bantuan hukum, baik secara

organisasional maupun secara personal. Akan tetapi, Saat ini

implementasi Undang – Undang bantuan Hukum masih sangat terbatas

pada pemberian jasa hukum kepada masyarakat miskin.

Umumnya jasa pemebrian bantuan hukum ini diberikan oleh seorang

atau sekelompok orang yang memang professional dibidang ini yang dalam

hal ini adalah Advokat. Advokat diatur didalam undang undang no.18 tahun

2013 tentang Advokat. Akan tetapi antara orang yang mebutuhkan bantuan

hukum dengan jumlah advokat yang ada saat ini masih sangat jauh sekali

perbedaan jumlanya, terutama didaerah – daerah yang mana jumlah advokat

yang ada tidak seimbang dengan banyaknya masyarakat yang membutuhkan


6

bantuan hukum. Maka dari itu untuk menjangkau seluruh masyarakat

Indonesia yang disebabkan oleh keterbatasan pelaksana bantuan Hukum

sehingga diperlukan peran Paralegal untuk meningkatkan jangkauan

pemeberian bantuan Hukum.

Paralegal adalah orang-orang yang bergerak dalam bidang bantuan

hukum, namun status mereka bukan seorang advokat. Istilah ini muncul pada

tatanan praktek dalam gerakan bantuan hukum khususnya dikalangan

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Paralegal adalah dari kalangan

mahasiswa, tokoh masyarakat, ataupun kalangan LSM, dan belum tentu

seorang sarjana hukum. Tugas mereka adalah antara lain melakukan

pendampingan masyarakat, advokasi, penyuluhan hukum investigasi,

dokumentasi ataupun kegiatan lain yang menunjang pekerjaan seorang

advokat. 7 Sebagian besar sasaran dari pekerjaaan paralegal disini

adalah masyarakat miskin. Sebelum mereka melaksanakan tugasnya,

mereka diberikan pelatihan dan pendidikan singkat mengenai bidang

hukum baik hukum formal maupun materiil. Bila dibandingkan dalam

bidang kesehatan peran paralegal hampir dapat disamakan dengan

peran paramedis. Paralegal muncul sebagai refleksi dari

ketidakberdayaan advokat dalam menjalankan fungsi bantuan hukum

secara probono. Sebagai reaksi atas lemahnya posisi hukum dan dunia

profesi hukum untuk memahami dan menangkap serta memenuhi

7 LBH Makasar, Buku Panduan Sekolah Paralegal, (Makasar: LBH Makasar, 2015)
h. 6
7

asumsi sosial yang ada dimasyarakat yang secara jelas telah diakui

oleh hukum.

Ruang lingkup kegiatan paralegal, pada salah satu sisi ia

bergerak didalam hubungan-hubungan hukum dalam menjalankan

fungsi, yang menjembatani komunitas yang mengalami ketidakadila n

ataupun pelanggaran hak-hak asasi manusia akibat sistem hukum yang

berlaku, sementara itu disisi lain paralegal juga bergerak dalam

hubungan-hubungan sosial dan fungsi-fungsi mediasi, advokasi, dan

pendamping masyarakat. Jadi, peranan paralegal tidak han ya terbatas

pada fungsi penunjang lembaga kepengacaraan atau fungsi

"intermediaries".8

Mulyana W. Kusumah terkait kedudukan paralegal ini menyatakan:

“Menjadi perantara atau bertindak sebagai perantara antara masyarakat

yang mempunyai suatu masalah yang memerlukan bantuan paralegal.

Akan tetapi juga dalam hubungannya dengan kegiatan advokasi lebih

luas, eksistensi paralegal tidak dikukuhkan oleh sebuah l egitimasi

formal akan tetapi melalui legitimasi sosial. 9

8 Anung Anshori, Kedudukan dan peranan Paralegal dalam aktivitas Bantuan

Hukum dihubungkan dengan Undang – Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo

Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Jo. Undang – Undang No 16 Tahun

2011 Tentang Bantuan Hukum, (Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Pasundan Bandung,

2014). h. 5

9 Mulyana W. Kusumah, at all, (ed). Paradigma dan /akses Masyarakat Terhadap

Keadilan. Yayasan LBH Indonesia, Jakarta, 1991, h xiii


8

Meskipun begitu besar kontribusi yang diberikan oleh pekerja

paralegal baik itu secara langsung maupun tidak langsung, pada

perkembangan dunia hukum sampai saat ini meski telah diatur didalam

peraturan tersendiri yaitu Permenkumham No. 01 Tahun 2018 Tentan g

Paralegal dan pemberi bantuan hukum hanya memberikan perlindungan

kepastian hukum bagi paralegal dalam melaksanakan proses

pendampingan masyarakat, namun belum sutuhnya mampu menjadi

landasan hukum yang memenuhi dan menjelaskan secara jelas terkait

kedudukan dan kewenangan paralegal seperti layaknya penegak hukum

lain yang pengaturannya secara jelas diatur didalam peraturan

perundang – undangan yang mengaturnya, bahkan tidak jarang dan

masih banyak ditemui pihak - pihak yang memandang sebelah mata

atas segala usaha yang Paralegal kerjakan.

Meski mirip antara Tugas dan Fungsinya Adalah kesalahan

dalam berpikir jika menyamakan paralegal dengan Fokrol Bamboo,

yang pernah marak muncul pasca penjajahan Belanda. paralegal adalah

para pekerja LSM dan pemuka-pemuka masyarakat yang dengan tulus

memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat miskin.

yang selain menyadari potensi-potensi dirinya termasuk pula memahami

hak-hak dan tanggung jawabnya sebagai warga masyarakat. Mereka

juga bisa disebut sebagai konsultan hukum bagi masyarakat. yang turut

memegang peranan dalam menumbuhkan kesadaran hukum, yang kritis

di kalangan masyarakat, terutama masyarakat miskin di Indonesia.


9

Perbedaannya adalah Paralegal membantu masyarakat khususnya yang

kurang mampu didalam bidang hukum yaitu ketika mereka mempunyai

permasalahan hukum dan membutuhkan keadilan didalam peradilan.

Sedangkan Fokrol Bamboo membantu masyarakat miskin pada saat

pasca penjajahan Belanda yaitu lebih kearah sosial. 10

Saat ini Dalam kedudukannya dalam memberi bantuan hukum kepada

penerima bantuan hukum Paralegal diatur didalam Peraturan Menteri Hukum

dan HAM (Permenkumham) No. 01 Tahun 2018 Tentang Paralegal dan

pemberi Bantuan Hukum. Yang mana untuk dapat dikatakan parlegal

berdasarkan peraturan tersebut harus memenuhi kulifikasi khusus dan perlu

adanya pemberdayaan agar dapat melaksanakan pemberian bantuan hukum

dan terdaftar pada pemberi bantuan hukum. Untuk dapat direkrut menjadi

paralegal harus memenuhi syarat – syarat yang telah ditetapkan dengan

peraturan tersebut.

Dalam rangka pelaksanaan Permenkumham No.01 tahun 2018 tentang

Paralegal dan Pemberi Bantuan Hukum, Praktek paralegal yang ada diwilayah

Provinsi Bengkulu Cukup Aktif namun belum maksimal dalam membantu

masyarakat terkhususnya masyarakat menengah kebawah diprovinsi

10 Anung Anshori, Kedudukan dan peranan Paralegal dalam aktivitas Bantuan

Hukum dihubungkan dengan Undang – Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo

Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Jo. Undang – Undang No 16 Tahun

2011 Tentang Bantuan Hukum, (Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Pasundan Bandung,

2014). h. 5
10

Bengkulu. Belum adanya kesadaran moril dan implementasi nyata dari

pemberi bantuan hukum untuk melakukan perekrutan dan pemberdayaan

kepada paralegal diprovinsi Bengkulu serta kurang maksimalnya usaha dalam

memberikan bantuan hukum oleh pemeberi bantuan hukum diprovinsi

Bengkulu masih Nampak jelas sekali.

Terkait Permenkumham No.01 Tahun 2018 tentang paralegal

dan pemberi bantuan hukum awalnya dalam peraturan tersebut

mengatakan bahwa paralegal dapat memberikan bantuan hukum baik

itu dalam penyelesaian sengketa melalui litigasi maupun non litigasi,

akan tetapi melalui putusan mahkamah agung yang menyatakan bahwa

kewenangan paralegal untuk memberikan bantuan hukum hanya

sebatas penyelesaian sengketa melalui proses non litigasi saja.

Sedangkan pasal yang menyatakan paralegal boleh melakukan

pendampingan untuk penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi

dibatalkan oleh MA. Namun tentu saja hal ini memunculkan efek yang

positif dan juga yang negative terhadap peran dan kedudukan paralegal

dalam memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum.

Keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 22 P/HUM/2018 tanggal

31 Mei 2018 untuk membatalkan Pasal 11 dan Pasal 12 yang merupakan

„jantung‟ dari Permenkumham No.1 Tahun 2018 mengakibatkan hilangnya

landasan hukum paralegal dalam menjalankan fungsi litigasi dan non litigasi

untuk mendampingi para advokat. Dalam pertimbangannya, MA menyatakan

Pasal 11 dan Pasal 12 permenkumham a quo bertentangan dengan UU No. 18


11

Tahun 2003 tentang Advokat. Pokok keberatan dalam judicial review (JR)

yang diajukan Tim Advokat Bireven Aruan mengutarakan ketentuan Pasal 11

dan Pasal 12 tersebut dapat dimaknai Paralegal menjalankan sendiri proses

pemeriksaan persidangan di pengadilan, bukan hanya sekadar mendampingi

atau membantu advokat. Sementara berdasarkan Pasal 4 juncto Pasal 31 UU

18/2003 disebutkan hanya advokat yang telah bersumpah di sidang terbuka

Pengadilan Tinggi yang dapat menjalankan profesi advokat untuk dapat

beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di Pengadilan.11

Ketua Peradi kubu Fauzi Yusuf Hasibuan, Fauzi Hasibuan mendukung

keputusan MA dalam membatalkan Pasal 11 dan Pasal 12 Permenkumham

Paralegal tersebut. Menurutnya, Kemenkumham memang telah keliru

mengeluarkan SK yang memperbolehkan paralegal menjalankan fungsi

advokat tanpa adanya upaya mempersiapkan diri sebagai profesional dalam

melaksanakan tugas-tugas pendampingan perkara di pengadilan. Putusan MA

itu, kata Fauzi, merujuk pada landasan filosofi keperluan seseorang terhadap

profesi advokat untuk melakukan pekerjaan litigasi maupun non litigasi.

Pekerjaan tersebut pada dasarnya merupakan pekerjaan profesional dan harus

dilandasi oleh beberapa kriteria, di antaranya adalah berkompeten. Untuk

11.Hamalatul Qur,ani, “ Putusan MA dianggap Kembali pada hakekat pembelaan

ysng hsrud kompeten dan Berifat profesional” https://www. hukumonline.com /berita /baca

/lt5b45b2ba7b333 / suara – 3 - peradi – terkait - putusan-ma-soal-permenkumham - paralegal.

(20 April 2019)


12

mencapai level yang kompeten, terang Fauzi, seseorang tentu harus melewati

serangkaian proses pelatihan dan pendidikan.

Sedang dari pihak yang tidak setuju mengatakan bahwa “Putusan ini

menjadi sejarah yang salah karena perspektif hakim sudah cenderung

menetapkan paralegal sebagai pembantu advokat dan terjadi inkonsistensi

dalam pengertian paralegal,” kata Sekretaris Nasional Perhimpunan Bantuan

Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani saat dihubungi

Hukumonline, Senin (9/7/2018). Julius mengungkapkan pertimbangan putusan

MA menyebut tidak ada satu UU pun yang mendefinisikan paralegal termasuk

UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan hukum. Sebab, UU Bantuan Hukum

tidak tegas mendefinisikan paralegal itu seperti apa. Namun, putusan MA ini

justru menggunakan definisi paralegal dari sisi pemohon.

Sampai saat ini putusan Mahkamah agung Terkait Permenkumham

No.01 Tahun 2018 ini tetap dan masih debatable dikalangan advokat yang

setuju dan mendukung dengan keputusan tersebut dan juga dikalangan para

penggiat bantuan hukum yang tidak setuju dengan keputusan tersebut.

Atas dasar pemikiran yang telah dibahas diatas, penyusun tertarik

untuk meneliti dan membahas permasalahan tersebut dan mengungkapnya ke

dalam skripsi ini dengan Judul : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

KEDUDUKAN PARALEGAL DALAM SISTEM PENEGAKAN

HUKUM DI INDONESIA”
13

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang yang telah di uraikan, maka penyusun

tertarik untuk menelaah beberapa permasalahan yang akan diidentifikasikan

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Peran dan Kedudukan Paralegal dalam memberikan Bantuan

Hukum Kepada Penerima Bantuan Hukum.?

2. Permasalahan apa yang Muncul Terkait dengan Peran dan Kedudukan

Paralegal sebagai pemberi Bantuan Hukum.?

3. Bagaimana Upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi

permasalahan yang Muncul Terkait dengan Peran dan Kedudukan

Paralegal dihubungkan dengan Permenkumham no.01 Tahun 2018 J.P

UU.NO. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat J.P UU NO. 8 Tahun 1981

Tentang KUHAP J.P UU NO. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

C. Batasan Masalah

Supaya Masalah didalam Pembahasan Penelitian Tidak Melenceng

jauh dan melebar dari Substansi Permasalahan, maka hanya dibatasi

Permaslahan Terkai Pada Kedudukan Paralegal dihubungkan dengan

Permenkumham no.01 Tahun 2018 Tentang Paralegal dan Pemberi Bantuan

Hukum J.P UU.NO. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat J.P UU NO. 8 Tahun

1981 Tentang KUHAP J.P UU NO. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
14

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui/Menganalisis Peran dan Kedudukan Paralegal dalam

memberikan Bantuan Hukum Kepada Penerima Bantuan Hukum

2. Untuk Mengetahui dan Mengkaji Permasalahan apa yang Muncul Terkait

dengan Peran dan Kedudukan Paralegal sebagai pemberi Bantuan Hukum.

3. Untuk Mengetahui dan memberi solusi tentang Bagaimana Upaya yang

harus dilakukan untuk menanggulangi permasalahan yang Muncul Terkait

dengan Peran dan Kedudukan Paralegal dihubungkan dengan

Permenkumham no.01 Tahun 2018 J.P UU.NO. 18 Tahun 2003 Tentang

Advokat J.P UU NO. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP J.P UU NO. 16

Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

E. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Diharapkan dapat memeberikan kotribusi pemikiran bagi ilmu hukum

sehingga dapat memberikan masukan mengenai pemahaman tentang

peran, fungsi dan kedudukan Paralegal dalam sistem penegakan hukum

pada umumnya.

b. Menambah Pengetahuan dalam menunjang pengembangan ilmu bagi

penulis sendiri terkhususnya dibidang ilmu hukum


15

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini merupakan masukan bagi penulis yang sangat

berguna dalam menambah pengetahuan terutama dibidang pemberian

bantuan hukum.

b. Dapat menjadi landasan dan motivasi bagi paralegal untuk

memberikan bantuan hukum secara maksimal kepada masyarakat yang

membutuhkan bantuan hukum.

c. Dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat tentang peranan dan

eksistensi paralegal dalam aktifitas pemberian bantuan hukum, baik

sebagai fasilitator maupun sebagai pendamping.

F. Penelitian Terdahulu.

Sejauh Pengetahuan Penyususun, Sudah cukup Banyak ditemukan

penelitian, Tulisan, karya ilmiah yang membahas tentang Paralegal. Guna

kepentingan penelitian ini maka perlu dilakukan tinjauan terhadap penelitian

yang telah ada dan berkaitan dengan tema pembahasan ini.

Skripsi Tita Kartika dengan Judul “Undang – Undang No. 18 Tahun

2003 Tentang Kode etik Advokat ditinjau dari Hukum Islam” Fakultas

Syariah IAIN Bengkulu, 2017.

Skripsi Mairda Sukma Ftichah dengan Judul “Peran Pendamping

(Paralegal) dalam memberikan Perlindungan Hukum Bagi istri Korban dalam

Kekerasan Rumah Tangga”, Fakultas Hukum Universitas Surakarta, 2016


16

Thesis Nurwita Kusumaningrum dengan Judul “ Kedudukan Hukum

Paralegal dalam pendampingan Hukum Bagi Masyrakata Tidak Mampu

Ditinjau Dari Undang – Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan

Hukum” Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Ageng Semarang, 2017.

Thesis Anung Anshori yang berjudul “Kedudukan dan peranan

Paralegal dalam aktivitas Bantuan Hukum dihubungkan dengan Undang –

Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo Undang – Undang No. 8

Tahun 1981 Tentang KUHAP Jo. Undang – Undang No 16 Tahun 2011

Tentang Bantuan Hukum” Fakultas Hukum, Universitas Pasundan Bandung,

2014.

Kesamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh penyusun adalah sama – sama membahas tentang paralegal dan

pemberi bantuan hukum. Akan tetapi perbedaannya adalah semua penelitian

yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu adalah sebelum permenkumham

No.01 tahun 2018 tentang paralegal dan pemeberi bantuan hukum berlaku

sedangkan yang kan penyusun lakukan adalah pasca peraturan tersebut

berlaku.

G. Kerangka Pemikiran

1. Tinjauan Yuridis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tinjauan adalah

Mempelajari dengan Cermat, Memeriksa (Untuk Memahami), Pandangan,


17

Pendapat (Sesudah Menyelidiki, Mempelajari dan Sebagainya).12 Menurut

Kamus Hukum Yuridis berasal dari kata yurudisch yang berarti menurut

hukum atau dari segi hukum.13 Jadi dapat disimpulkan bahwa tinjauan

yuridis adalah mempelejari dengan cermat dari sudut pandang hukum.

2. Kedudukan Paralegal

Menurut Black Law Dectionary dalam bukunya Mulyana W.K.

menyatakan bawah Paralegal adalah : ”A person with legal skills,

but who is not an attorney, and who works under the supervision of a

lawyeror no is otherwise authorized by law to use those legal skills.

Paralegal courses leading to derses in such specially are no afforted

by many schools”. Berdasarkan pengertian ini yang disebut

paralegal adalah “seseorang yang mempunyai keterampilan hukum

namun ia bukan seseorang penasehat hukum (yang professional)

dan ia bekerja di bawah bimbingan seorang advokat atau yang

dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan

keterampilannya” 14.

Atau secara Umum Paralegal adalah orang-orang yang bergerak

dalam bidang bantuan hukum, namun status mereka bukan seorang

12 Dapartemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat

Bahasa (Edisi Keempat), (PT.Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2012) ha. 1470

13 M. Ridwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Reality Publisher, Surabaya, 2009),

ha. 651

14 Mulayana W. Kusumah, at all, (ed). Op.cit. Hlm. 27


18

advokat. Istilah ini muncul pada tatanan praktek dalam gerakan bantuan

hukum khususnya dikalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Paralegal adalah dari kalangan mahasiswa, tokoh masyarakat, ataupun

kalangan LSM, dan belum tentu seorang sarjana hukum. Tugas mereka

adalah antara lain melakukan pendampingan masyarakat, advokasi,

penyuluhan hukum investigasi, dokumentasi ataupun kegiatan lain yang

menunjang pekerjaan seorang advokat.

3. Sistem Penegakan Hukum Indonesia

Sistem Hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan – tatanan yang

terdiri dari bagian – bagian atau unsur – unsur yang satu sama lain saling

berhubungan dan berkaitan erat.15

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi

kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna.

Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai

reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana

pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan

yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi

kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni

mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana

yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk

15 Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2018) h.51


19

masa-masa yang akan datang. 16

Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka

tiga konsep, yaitu sebagai berikut :

a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement

concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma

hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali.

b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full

enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu

dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi

perlindungan kepentingan individual.

c. Konsep penegakan hukum actual (actual enforcement concept) yang

muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum

karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-

prasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang-

undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.17

Sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa

Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian pembangunan

nasional dibidang hukum ditujukan agar masyarakat memperoleh

16 Barda Nawawi arief, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya

Abadi, 2002), h. 109

17 Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan

Karangan Buku Kedua, (Jakarta; Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga

Kriminologi Universitas Indonesia, 1997).


20

kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran

dan keadilan serta memberikan rasa aman dan tentram.

Melalui penertiban Fungsi, Tugas dan Wewenang lembaga –

lembaga penegak hukum menurut proporsi ruang lingkup masing –

masing, yang didasarkan pada sistem kerjasama yang baik dan

mendukung tujuan yang hendak dicapai. Sistem penegakan hukum

diindonesia adalah seperangkat sistem (Litigasi dan non litigasi)

hukum yang tersusun secara baik dan sistematis yang dijadikan

landasan dalam penegakan hukum di Indonesia.

H. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menggunakan metode

penelitian deskriptif analitis yaitu metode penelitian yang

menggambarkan dan menganalisis fakta yang terjadi apa adanya

yang dalam penulisan Skripsi ini hal-hal yang berkaitan dengan

peranan dan kedudukan paralegal dalam Sistem Penegakan Hukum

di Indonesia dihubungkan dengan Permenkumham No.01 Rahun

2018 Tentang Paralegal dan Pemberi Bantuan Hukum Jo Undang -

Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Jo. Undang –

Undang No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Melalui

metode ini penulis memberikan gambaran mengenai aktivitas


21

bantuan hukum yang dijalankan oleh paralegal, selanjutnya

dilakukan analisa apakah Permenkumham No.01 Rahun 2018

Tentang Paralegal dan Pemberi Bantuan Hukum Jo Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Jo. Undang – Undang No 16 Tahun

2011 Tentang Bantuan Hukum dapat menunjang aktivitas bantuan

hukum yang telah dijalankan.

Pendekatan yang dilakukan adalah Yuridis Normatif yaitu dengan

melakukan penjabaran atas fakta-fakta yang ada sebagai hasil dari

penelitian. Dalam Pendekatan Normatif ini, penelitian dilakukan terhadap

norma-norma hukum yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang

akan diteliti oleh paralegal sehingga memberikan kejelasan mengenai

upaya yang harus dilakukan baik dari segi sosiologis yaitu pendekatan

yang dilakukan secara langsung kepada masyarakat dan yuridis untuk

menunjang aktivitas tersebut.

2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu Pelaksanaan Penleitian ini diperkirakan akan berlangsung

selam 1 (Satu) Bulan dan di lakukan di Tempat – Tempat Stragis untuk

meneliti data Primer seperti Perpustakaan, Rumah dan Mesjid.


22

3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

a. Sumber Data

1) Sumber data Primer

Bahan Data Primer berupa Perundang-undangan yaitu :

Permenkumham No.01 Tahun 2018 Tentang Paralegal dan

Pemberi Bantuan Hukum Jo Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 Tentang Advokat Jo Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 Tentang KUHAP Jo. Undang – Undang No 16

Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Jo. Undang-Undang No.

48 Tahun 2009 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman;

2) Sumber data Sekunder

Bahan Data Sekunder adalah yang dapat membantu

menganalisa dan memahami Sumber data primer, seperti hasil

karya ilmiah hasil penelitian dan bibliografi hukum;

b. Teknik Pengumpulan Data

1) Dalam penulisan ini teknik pengumpulan data dilakukan melalui

penjelasan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer.

dan sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan

penelitian lapangan sebagai pelengkap data sekunder dan dianalisis

dengan cara melalui data studi kepustakaan dan penelitian

lapangan karena data - data tersebut yang dapat dianalisis.


23

2) Wawancara dan diskusi, dalam hal ini penulis melakukan

wawancara dengan para pihak yang berkaitan langsung maupun

tidak langsung dengan materi penelitian dan juga melakukan

diskusi-diskusi kecil dengan pihak-pihak yang memiliki

pengetahuan dan pemahaman lebih banyak tentang materi

penelitian untuk lebih membuka wawasan dan

pengetahuan penulis seperti pihak-pihak dari Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian kegiatan penelitian yang sangat

penting setelah peneliti mengumpulkan data, maka lamgkah selanjutnya

adalah mengorganisakan, dan melakukan analisis data untuk mencapai

tujuan penelitian yang ditetapkan.18 Untuk mempermudah menganalisis

Data dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode Deskriftif

kualitatif. Dimana Data yang diperoleh tidak menggunakan rumus atau

data statistik, melainkan berupa uraian-uraian, bahkan aturan yang satu

dengan yang lainnya yang tidak bertentangan.

18
Toha Anggoro, Metode Penelitian, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2008) h.38
DAFTAR PUSTAKA
Buku

Latif. Abdul, Hasbi Ali, Politik Hukum, Jakarrta: Sinar Grafika, 2016

Ridwan. M, Jimmy P, Kamus Hukum, Surabaya: Reality Publisher, 2009

Gusmansyah Weri, Bahan Ajar Pancasila, Bengkulu: IAIN Bengkulu Press, 2017

Sri Imaniyati. Neni, Panji Adam, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2018

Mahdi Imam, Hukum Perencanaan Pembangunan Daerah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

2017

Wahyudi Alwi, Ilmu Negara dan Tipologi Kepemimpinan Negara, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2014.

Prakoso. Abintoro, Pengantar Hukum Indonesia (Cetakan 1), Surabaya:

LaksBang PRESSindo, 2018

Kenedi. John, Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia, jakarta: Pustaka Pelajar, 2017

W. Kusumah. Mulyana at all, (ed). Paradigma dan /akses Masyarakat Terhadap

Keadilan. Yayasan LBH Indonesia, Jakarta, 1991

KEMENKUMHAM, KEMENDAGRI dan YLBHI, Panduan Penyelenggaraan

Bantuan Hukum di daerah, jakarta : Yayasan Tifa, 2018

24
25

Kemenkumham RI, Panduan Implementasi Undang- Undang Nomor 16 Tahun

2011 tentang Bantuan Hukum. 2011

Anggoro Toha, Metode Penelitian, Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2008

Al – Mahally, Imam Jallaludin dan Imam Jallaluddin As- Suyutti, Tafsir Jalalin,

Berikut asbab an Nujulnya Jillid II, Bandung : Sinar Baru, 1990

Alwasim, Al Quran Tajwid Kode Transliterasi Per kata Terjemah Perkata, Jawa

Barat : Cipta Bagus Segara, 2013

Internet

Qur,ani Hamalatul, “ Putusan MA dianggap Kembali pada hakekat pembelaan

ysng hsrud kompeten dan Berifat profesional” https://www.

hukumonline.com /berita /baca /lt5b45b2ba7b333 / suara – 3 - peradi –

terkait - putusan-ma-soal-permenkumham - paralegal. (20 April 2019)

Undang – Undang

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang – Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Bantuan Hukum

Undang – Undang No. 23 Tahun 2008 Tentang Advokat

Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 Tentng KUHAP

PERMENKUMHAM No. 1 Tahun 2018 Tentang Paralegal dan Pemberi Bantuan

hukum

Anda mungkin juga menyukai