Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI TINDAK PIDANA

PENGGELAPAN
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makasar
No.1131/Pid.B/2014/PN.Mks)

Disusun Oleh:
Rahma Aurelia
(3021210167)

Dosen Pengampu:
Dr. Andi Wahyu Wibisana, S.H., M.H.

Yunan Prasetyo Kurniawan, S.H.,M.H

UNIVERSITAS PANCASILA
HUKUM PIDANA A
2022
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Penggelapan (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Negeri Makasar No.1131/Pid.B/2014/PN.Mks). Adapun tujuan dari penulisan
dari makalah ini guna memenuhi penilaian terhadap Ujian Tengah Semester mata kuliah
Hukum Pidana dengan dosen pengampu Bapak Dr. Andi Wahyu Wibisana, S.H., M.H dan
Bapak Yunan Prasetyo Kurniawan, S.H.,M.H Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima
kasih Bapak Dr. Andi Wahyu Wibisana, S.H., M.H dan Bapak Yunan Prasetyo Kurniawan,
S.H.,M.H kepada selaku dosen yang telah memberikan tugas ini. Demi terwujudnya
penyelesaian dan penyusunan makalah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan doa
sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari, makalah yang penulis
susun masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 4 Mei 2022

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ...................................................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 3
1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................................ 3
1.4 Manfaat ......................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4
A. Tinjauan Yuridis ............................................................................................................ 4
B. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana ..................................................................... 4
2. Pengertian Tindak Pidana Menurut Para Ahli............................................................. 5
3. Unsur Unsur Pidana .................................................................................................... 6
C. Tindak Pidana Penggelapan ........................................................................................... 7
1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan ...................................................................... 7
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penggelapan ................................................................ 10
3. Bentuk Tindak Pidana Penggelapan .......................................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................... 16
1. Penerapan Hukum Pidana Materiil terhadap Tindak Pidana Penggelapan dengan
Pemberatan berdasarkan Putusan Nomor 1131/Pid.B/2014/PN.MKS ............................. 16
A. Posisi Kasus.............................................................................................................. 16
B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Primair ................................................................. 17
2. Analisis Penulis............................................................................................................. 19
BAB IV PENUTUP............................................................................................................. 22
KESIMPULAN ................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Waktu yang terus berkembang menuntut manusia untuk berubah menjadi manusia yang lebih
kekinian dan dinamis untuk membawa masyarakat menuju tuntutan eksistensi dan gaya
hidup sehari-hari yang serba membumi dan cepat. Modernisasi ini tidak hanya berdampak
pada permintaan yang berkembang, tetapi juga mempengaruhi semua bidang kehidupan
manusia seperti inovasi, metode transportasi, dan data. Modernisasi tidak hanya secara nyata
mempengaruhi keberadaan manusia di mana peningkatannya dalam bidang inovasi, metode
transportasi, dan data sangat berguna bagi orang-orang dalam rutinitas sehari-hari mereka.
Orang tidak perlu lagi menginvestasikan banyak energi untuk memenuhi setiap kebutuhan
mereka karena ini bekerja dengan kompleksitas modernisasi. Namun demikian, dampak
modernisasi ini juga membawa akibat yang merugikan, terutama dalam cara hidup yang
memuaskan. Sebuah cara hidup dalam terang modernisasi secara positif mengharapkan orang
untuk bertindak lebih tidak moderat1.

Perilaku konsumsi berlebihan yang ekstrem jelas harus sesuai dengan kondisi material
individu itu sendiri. Ini untuk menghindari taruhan yang lebih besar dari poros, dan itu berarti
bahwa konsumsi tidak boleh lebih penting daripada bayaran. Namun, pada kenyataannya,
banyak orang tampaknya gagal untuk mengingat bahwa perilaku tersebut yang berlebihan
akan melukai diri mereka sendiri. Dengan asumsi mata alami redup, itu akan mengambil
metode "rute alternatif" untuk memenuhi persyaratan ini. Salah satunya dengan melakukan
penggelapan sebagai jalur alternatif.

Untuk situasi ini, penganiayaan kepercayaan menguasai sebagai komponen utama dalam hal
melakukan penggelapan. Kesalahan penggelapan adalah kesalahan yang dimulai dengan
adanya kepercayaan pada orang lain, dan kepercayaan itu hilang karena tidak adanya

1
Adami Chazawi, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang, Bayu Media

1
kepercayaan. kemalangan materiil diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP)2

Pelanggaran penggelapan, yaitu perbuatan salah yang terjadi secara teratur dan dapat terjadi
di semua bidang, bahkan pelakunya di berbagai lapisan masyarakat, dari lapisan bawah
hingga lapisan masyarakat atas dapat melakukan kesalahan ini. Mengingat banyaknya kasus
yang terjadi di Indonesia terkait dengan tindak pidana penggelapan, hal ini jelas sangat
memprihatinkan. Sejauh yang diketahui siapa pun, ini tidak harus terjadi jika seseorang
bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan kepadanya. Menjaga kepercayaan dan
bertindak sesuai dengan kekuatan yang diberikan kepadanya akan menjauhkan seseorang
dari kesalahan penggelapan.

Kasus yang berkaitan dengan aksi maling yang dimunculkan pencipta adalah aksi pelanggar
hukum atas penggelapan yang dilakukan oleh Rusmia sebagai pekerja yang menjabat sebagai
Promotor di organisasi PT. Dwifa Resky Pratama Jl. Andi Mangerangi No. 24 D di Kota
Makassar yang mendapat DP atau cicilan di muka dari pembeli atau klien ke atas 9 orang
pada bulan Januari 2012 atau bahkan pada waktu yang berbeda di tahun 2012 langsung dalam
catatan mereka sendiri yang menyebabkan perusahaan mengalami hukuman sebanyak Rp.
100.500.000,- (100.000.000 500.000 rupiah).

Penggugat menggunakan kekuasaannya dengan membawa dan melibatkan angsuran awal


atau investasi awal secara bertahap dari pembeli atau klien dan tidak menyimpan uang tunai
untuk organisasi. Setelah memeriksa kuitansi dari pembeli atau klien dengan kuitansi yang
disatukan oleh responden, Ir. Abdul Mukti sebagai pemilik organisasi melacak perbedaan.
Dimana salah satu perbedaannya adalah penggugat mendapat uang Rp. 11.000.000,- (sebelas
juta rupiah) dan hanya disimpan ke petugas organisasi sebesar Rp. 6.000.000,- (6.000.000
rupiah). Mengingat kegiatannya, responden kemungkinan akan Pasal 374 KUHP dan divonis
satu tahun penjara.3

2
Andi Sofyan. 2013. Hukum Acara Pidana. Yogyakarta. Rangkang Education.
3
Chairul Huda. 2013. Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menjadi Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta. Kencana

2
1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut maka dalam penulisan makalah ini terdapat rumusan masalah yaitu
mengenai bagaimana penerapan dan pertimbangan hukum atas putusan tindak pidana
penggelapan dan pemberatan dalam Putusan No 1131/Pid.B/2014/PN. Mks

1.3 Tujuan Makalah

Mengetahui mengenai bagaimana penerapan dan pertimbangan hukum atas putusan tindak
pidana penggelapan dan pemberatan dalam Putusan No 1131/Pid.B/2014/PN. Mks.

1.4 Manfaat

Manfaat dalam makalah ini adalah mengetahui penerapan dan pertimbangan hukum atas
putusan tindak pidana penggelapan dan pemberatan dalam Putusan No 1131/Pid.B/2014/PN.
Mks.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Yuridis

Survei yuridis berasal dari kata “audit” dan “yuridis”. Survey berasal dari kata audit yang
artinya mempelajari dengan sungguh-sungguh. Kata survei memiliki - penyelesaian berubah
menjadi audit yang berarti melawan pemeriksaan. Pengertian audit kata dapat diartikan
sebagai latihan pengumpulan informasi, penanganan, dan pemeriksaan seefisien mungkin.
Sementara itu, yuridis bersifat yuridis yang ditunjukkan dengan masih mengudara dengan
regulasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan yuridis adalah pemeriksaan yang
cermat, pengumpulan informasi, atau pemeriksaan yang dilakukan secara metodis dan tidak
memihak terhadap sesuatu sesuai atau berdasarkan peraturan dan pedoman.

Mengenai satu pengertian lagi tentang Pemeriksaan Yuridis, bilamana direnungkan dalam
KUHAP, dapat kita bandingkan dengan memeriksa KUHAP, dan itu mengandung arti
penilaian yang cermat terhadap semua pengaturan dan pedoman yang menunjukkan kegiatan
mana yang dapat ditolak, pelanggaran apa yang terjadi. , komponen – komponen suatu
perbuatan pelanggar hukum terpenuhi, serta siapa pelakunya yang dapat dianggap
bertanggung jawab atas kesalahan tersebut dan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku
kesalahan tersebut.

B. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan perbuatan yang tersangkanya seharusnya dipidana. Tindak pidana
dirumuskan dalam UU antara lain KUHP. Contohnya, Pasal 338 KUHP menentukan bahwa:

Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

b. Baar diterjemahkan dapat atau boleh.

4
c. Feit adalah perbuatan, tindak, peristiwa, dan pelanggaran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau
perbuatan yang dapat dipidana.

2. Pengertian Tindak Pidana Menurut Para Ahli

Menurut Simons, tindak pidana atau strafbaarfeit adalah suatu tindakan atau perbuatan yang
diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan
dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.

Dari rencana Simons di atas, cenderung terlihat bahwa dengan adanya strafbaarfeit
diharapkan ada kegiatan yang disangkal atau perlu secara hukum, di mana pelanggaran
larangan atau komitmen telah diumumkan sebagai kegiatan yang dapat ditolak. Agar suatu
kegiatan dapat ditolak, maka kegiatan tersebut harus memenuhi setiap komponen delik
sebagaimana diatur dalam undang-undang. Setiap strafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap
larangan atau komitmen yang ditunjukkan oleh undang-undang, pada dasarnya adalah
melawan hukum.

Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang
melanggar aturan tersebut.

a. Menurut Chairul Huda, pengertian tindak pidana hanya berisi tentang karakteristik
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Kesalahan adalah faktor penentu
pertanggungjawaban pidana karenanya tidak sepatutnya menjadi bagian dari definisi
tindak pidana.
b. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukum pidana.
c. Menurut Komariah E. Sapardjaja, tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang
memenuhi perumusan delik, melawan hukum, dan pembuat bersalah melakukan
perbuatan itu.

5
3. Unsur Unsur Pidana

Dalam suatu peraturan pidana pada umumnya mengatur tentang tindak pidana unjuk rasa.
Dimana untuk mengetahui adanya suatu kesalahan, pada umumnya dibentuk dalam peraturan
pidana berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang diingkari dan disertai dengan sanksi-
sanksi.

Menurut Moeljanto, dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:

a. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia.

b. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.

c. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum atau melawan hukum.

d. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

e. Perbuatan itu harus dipersalahkan kepada si pembuat.

Sedangkan menurut EY. Kanter dan SR. Sianturi, unsur- unsur tindak pidana adalah:

1. Subyek
2. Kesalahan
3. Bersifatmelawanhukum(dantindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang atau perundang-
undangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana.
5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya)

Komponen perbuatan salah pada dasarnya dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif
hipotetis dan perspektif hukum. Signifikansi hipotetis berasal dari penilaian ahli hukum yang
tercermin dalam perincian. Sedangkan perspektif legitimasi berasal dari bagaimana
kebenaran kesalahan dijabarkan menjadi kesalahan tertentu dalam pasal-pasal peraturan dan
pedoman yang berlaku.

6
C. Tindak Pidana Penggelapan

1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan

Pwnggwlapan diatur dalam Buku II dari Kode Crook di bagian XXIV. Penggelapan adalah
melawan hukum yang tidak dapat dipercaya dengan menyembunyikan barang
dagangan/sumber daya orang lain oleh setidaknya satu orang tanpa informasi tentang pemilik
produk yang sepenuhnya bermaksud untuk menyita (perampokan), menguasai, atau
digunakan untuk tujuan yang berbeda.

Penggelapan (verduistering) diatur dalam Bagian XXIV (Buku II) Pasal 372 sd 377 KUHP.
Arti yuridis penggelapan itu sendiri diatur dalam pengaturan Pasal 372 KUHP. Pelanggaran
penggelapan diperintahkan sebagai berikut:

1. KUHPidana dalam Pasal 372 (penggelapan biasa)

2. KUHPidana dalam Pasal 373 (penggelapan ringan)

3. KUHPidana dalam Pasal 374 dan Pasal 375 (penggelapan dengan pemberatan)

4. KUHPidana dalam Pasal 377 (penggelapan dalam keluarga).

Tindak pidana penggelapan merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelakunya
dapat diancam dengan hukuman pidana. Tindak pidana penggelapan menurut Pasal 372
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah:

Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Dalam tindak pidana penggelapan, memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 372 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana:

7
1. Barang siapa;

Unsur barangsiapa ini menunjuk kepada pelaku/ subyek tindak pidana, yaitu orang dan
korporasi. Unsur barang siapa ini menunjuk kepada subjek hukum, baik berupa orang pribadi
maupun korporasi atau badan hukum, yang apabila terbukti memenuhi unsur dari suatu
tindak pidana, maka ia dapat disebut sebagai pelaku.

2. Dengan sengaja;

Dimana unsur ini merupakan unsur subjektif dalam tindak pidana penggelapan, yakni unsur
yang melekat pada subjek tindak pidana, ataupun yang melekat pada pribadi pelakunya. Hal
ini dikarenakan unsur “dengan sengaja” merupakan unsur dalam tindak pidana penggelapan,
dengan sendirinya unsur tersebut harus dibuktikan. Bahwa terdapat dua teori berkaitan
“dengan sengaja”. Bahwa, maksud unsur kesengajaan dalam pasal ini, adalah seorang pelaku
sengaja melakukan perbuatan-perbuatan dalam Pasal 372 KUHP.

1. Melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain;

Maksud unsur “melawan hukum” adalah apabila perbuatan yang dilakukan oleh seorang
pelaku bertentangan dengan norma hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) atau
norma hukum tidak tertulis (kepatutan atau kelayakan) atau bertentangan dengan hak orang
lain sehingga dapat dikenai sanksi hukum.

2. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

Bahwa, untuk menentukan terpenuhinya unsur ini, maka pelaku yang diduga telah
melakukan tindak pidana penggelapan harus menguasai barang tersebut bukan dengan jalan
kejahatan.

Menurut R. Soesilo, penggelapan adalah “perbuatan salah yang dapat disamakan dengan
perampokan dalam Pasal 362. Yang penting perampokan barang itu belum ada dalam
kerangka pikiran penjahat itu bagaimanapun harus “dihilangkan” sedangkan pada saat

8
penggelapan barang dagangan sekarang berada dalam kepemilikan produsen, bukan melalui
kejahatan."

Perbedaan mendasar antara penggelapan dan perampokan adalah bahwa bergantung pada
rasa percaya diri seseorang sehingga seseorang akan memberikan hartanya tanpa tekanan.
Sedangkan perampokan adalah mengambil atau secara salah menguasai harta benda yang
mempunyai tempat pada orang lain tanpa persetujuan pemiliknya.

Dibandingkan dengan pelanggaran perampokan, pelanggaran penggelapan juga merupakan


jenis pelanggaran lain, dimulai dari peraturan Jerman. Dalam peraturan Jerman kuno
seseorang membedakan antara dugaan perampokan seperti yang kita ketahui sebagian besar
atau kepemilikan yang melanggar hukum.

Selain itu, perbedaan mendasar dibuat antara apakah barang yang dikunci dan dikunci pasti
telah dibagikan dengannya atau karena barang tersebut secara tidak sengaja berada dalam
kendalinya.

Dalam perasaan seperti itulah Jerman kemudian mengingatnya karena peraturan mereka yang
disebut verduistering atau penggelapan sebagai kesalahan otonom terlepas dari kesalahan
perampokan.

Pelanggaran penggelapan diarahkan pada Pasal 321 Wetboek van Strafrecht, yang pada
akhirnya persamaannya sama dengan perbuatan pelanggar hukum. Penggelapan
sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP. Sehingga cenderung disimpulkan bahwa
penggelapan bukanlah perbuatan yang salah, tetapi perbuatan mencuri adalah melawan
hukum yang ilegal karena penggelapan tidak dimulai dengan perbuatan yang salah.

Contohnya adalah pengiriman uang tunai dari Tuan Y ke Tuan X yang dilakukan atas dasar
hukum yang sah, khususnya kesepakatan pembelian sepeda dan kesepakatan di antara
mereka. Dalam kesepakatan tersebut, penyampaian uang tunai adalah melawan hukum yang
sah karena tergantung pada pemahaman yang substansial. Jika nanti Pak X tidak

9
menyerahkan sepeda motornya dan mengambil uang tunai untuk beli, maka pada saat sepeda
motor tidak diserahkan itu melawan hukum mencuri uang beli telah selesai.

Alasan ini seperti misalnya seorang kurir yang diturunkan untuk mengirimkan uang ke suatu
tempat, tetapi uang itu tidak sampai ke tujuannya tetapi digunakan oleh pengirim itu sendiri.
Penyerahan uang tunai kepada kiriman untuk diserahkan ke tempat adalah melawan hukum
yang sah mengingat usaha yang diberikan oleh sumber uang, tetapi tugas itu menyimpang
secara ilegal, sehingga dapat dikatakan bahwa utusan itu telah melakukan penggelapan.

Meskipun demikian, definisi dari penggelapan memperlakukan membuat sesuatu menjadi


redup atau tidak ringan, sebagaimana arti penting sebenarnya dari kata buruk. Kata
verduistering, yang dalam arti sebenarnya diterjemahkan ke dalam bahasa kita sebagai
penggelapan, diberikan makna yang luas kepada kelompok orang Belanda (figurlijk), tidak
diuraikan seperti arti penting sebenarnya dari kata tersebut untuk membuat sesuatu tidak
ringan atau membosankan.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penggelapan

Tindak pidana penggelapan atau verduistering dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 372
KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a. Unsur subjektif

Dengan sengaja atau opzettelijk. Unsur ini merupakan satu-satunya unsur subjektif di dalam
tindak pidana penggelapan, yakni unsur yang melekat pada subjek tindak pidana, maupun
yang melekat pada pribadi pelakunya.

Karena merupakan unsur dari tindak pidana penggelapan, dengan sendirinya unsur tersebut
harus didakwakan oleh jaksa di dalam surat dakwaannya, dankarena unsur tersebut
didakwakan terhadap seorang terdakwa, dengan sendirinya juga harus dibuktikan di sidang
pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa.

Agar seseorang dapat dinyatakan sebagai terdakwa karena telah memenuhi unsur
kesengajaan seperti yang disyaratkan di dalam rumusan Pasal 372 KUHP, maka di sidang

10
pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa harus dapat membuktikan bahwa pelaku
memang benar-benar:

1. Menghendaki atau bermaksud untuk menguasai suatu benda secara melawan hokum
2. Mengetahui bahwa yang ingin ia kuasai adalah sebuah benda
3. Mengetahui bahwa sebagian atau seluruh benda yang ingin dikuasainya adalah milik
orang lain.
4. Mengetahui bahwa benda tersebut ada padanya bukan karena kejahatan.

Kesengajaan yang ditujukan pada semua unsur yang ada di belakangnya itu harus dibuktikan
dalam persidangan. Oleh karenanya hubungan antara orang yang menguasai dengan barang
yang dikuasai harus sedemikian langsungnya, sehingga untuk melakukan sesuatu terhadap
barang tersebut orang tidak memerlukan tindakan lain.

dengan sengaja yang terdapat dalam rumusan tindak pidana penggelapan yang diatur dalam
Pasal 372 KUHP.

Akan tetapi bila tidak dapat dibuktikan salah satu dari kehendak atau pengetahuan-
pengetahuan terdakwa tersebut, maka hakim harus memberikan putusan bebas.

b. Unsur objektif

Unsur objektif terdiri atas:

1. Barang siapa

Kata barang siapa ini menunjukkan kepada orang, yang apabila orang tersebut memenuhi
semua unsur tindak pidana yang terdapat dalam rumusan tindak pidana tersebut, maka ia
dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana yang bersangkutan.

2. Menguasai secara melawan hukum (zich wederrechtelijk toeeigenen)

Menguasai suatu benda seolah-olah ia pemiliknya. Perlu ditekankan disini bahwa menguasai
untuk dirinya sendiri yang dimaksudkan adalah yang melawan hukum. Dimana pelaku ingin

11
menguasai milik orang lain untuk kepentingannya sendiri. Apabila penguasaan tersebut tidak
bertentangan dengan sifat dari hak dengan hak

Jika kehendak dan pengetahuan-pengetahuan terdakwa seperti yang dimaksud di atas dapat
dibuktikan, maka orang tersebut dapat dikatakan bahwa terdakwa memenuhi unsur mana
benda itu dapat berada dibawah kekuasannya , maka ini tidak memenuhi unsur dalam pasal
ini.

3. Suatu benda(eeniggoed)

Meskipun dalam Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan tidak mengatur tentang
sifat benda tersebut apakah sifatnya dapat dipindah-pindahkan ataupun yang sering disebut
benda bergerak. Tidak menutup kemungkinan pula penggelapan dapat dilakukan pada benda-
benda yang tidak berwujud.

4. Sebagian atau seluruhnya merupakan milik orang lain

Dalam unsur ini, seseorang dapat dikatakan menggelapkan apabila sebagian itu merupakan
milik orang lain. Misalnya saja seseorang tidak boleh menguasai sesuatu untuk dirinya
sendiri apabila ia memiliki usaha bersama dengan orang lain.

5. Berada padanya bukan karena kejahatan

Kata berada padanya menurut Hoge Raad adalah menunjukkan keharusan adanya suatu
hubungan langsung yang sifatnya nyata atau antara pelaku dengan suatu benda, yakni agar
perbuatannya menguasai secara melawan hukum atas benda tersebut dipandang sebagai
tindak pidana penggelapan, bukan pencurian.

Dapat dikatakan bahwa tindak pidana penggelapan ada unsur kesengajaan untuk menguasai
suatu benda yang sebagian atau seluruhnya adalah milik orang lain akan tetapi tidak ditempuh
dengan cara kejahatan, melainkan atas dasar kepercayaan seperti karena dipinjamkan,

dititipkan, disewakan, dipercayakan, dijaminkan, dan sebagainya.

12
3. Bentuk Tindak Pidana Penggelapan

Tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Dengan
melihat bagaimana cara perbuatan tersebut dilakukan, maka tindak pidana penggelapan
dibagi menjadi beberapa bentuk:

a. Tindak Pidana Penggelapan dalam Bentuk Pokok

Pasal 372 KUHP merupakan bentuk tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok, yang
mengutarakan bahwa:

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Dari rumusan di atas, maka ada unsur-unsur tindak pidana yang terdiri atas:

1. Unsur subyektif

- Dengan sengaja (opzettelijk)

2. Unsur objektif

- Barang siapa

- Menguasai secara melawan hukum (zich wederrechtelijk toeeigenen)

- Suatu benda (eenig goed)

- Sebagian atau seluruhnya merupakan milik orang lain

- Berada padanya bukan karena kejahatan.

b. Tindak Pidana Penggelapan Ringan

13
Dalam bukunya yang berjudul Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, menurut Lamintang
tindak pidana penggelapan ringan ialah tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal
373 KUHP yang mengutarakan sebagai berikut:

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 372 itu, jika yang digelapkan bukan berupa ternak
dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, maka sebagai penggelapan ringan
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan pidana denda
setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.

Tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 373 KUHP disebut sebagai suatu tindak
pidana penggelapan dengan unsur yang meringankan. Unsur-unsur yang meringankan di
dalam tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP ialah, karena yang
menajdi objek tindak pidana penggelapan tersebut:

1. Bukan merupakan hewan ternak,dan

2. Nilainya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah.29

3. Besarnya ketentuan harga tentu tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini. Namun
demikian dalam praktek disesuaikan dengan kondisi sekarang dan tergantung pada
pertimbangan hakim.

4. Tindak Pidana Penggelapan dengan Unsur-Unsur yang Memberatkan

Yang dimaksudkan dengan tindak pidana penggelapan dengan unsur-unsur yang


memberatkan adalah tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 374 KUHP, yang
mengutarakan bahwa:

Penggelapan yang dilakukan oleh orang atas benda yang berada padanya karena hubungan
kerja pribadinya atau karena pekerjaannya atau karena mendapat imbalan uang, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 374 KUHP disebut juga sebagai suatu
penggelapan dengan kualifikasi, yakni tindak pidana dengan unsur-unsur yang memberatkan.

14
Unsur-unsur yang memberatkan yang dimaksud adalah karena tindak pidana penggelapan
telah dilakukan atas benda yang berada pada pelaku:

a. Karena hubungan kerja pribadinya

b. Karena pekerjaannya

c. Karena mendapat imbalan uang.

Perbuatan salah penggelapan karena hubungan kerja sendiri merupakan hubungan bisnis
yang muncul dalam rangka pengaturan kerja. Di mana seorang individu dapat melakukan
melawan hukum penggelapan barang-barang dalam kendalinya sebagai akibat dari hubungan
yang berfungsi sendiri antara individu-individu dari administrasi organisasi tanggung jawab
terbatas. Tindak pidana penggelapan karena ada hubungan bisnis memiliki sentimen yang
berbeda-beda, misalnya karena ada hubungan bisnis dan ada yang mengartikannya karena
keadaan mereka atau berhubungan dengan pekerjaan.

Pasal 374 KUHP tidak masuk akal bahwa melawan hukum pidana penggelapan dilakukan
karena jabatan, tetapi melawan pidana peenggelapan yang dilakukan oleh pelaku dalam
kapasitas tertentu. Kata kerja itu sendiri umumnya digunakan untuk menunjukkan tempat
kerja tertentu yang tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan kewajiban negara atau
kewajiban pemerintah.

Penggelapan yang dilakukan oleh mereka yang berurusan dengan kewajiban negara atau
pemerintah diatur dalam Pasal 415 KUHP dan lebih tegas lagi dalam Pasal 8 Peraturan No.
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

15
BAB III
PEMBAHASAN
1. Penerapan Hukum Pidana Materiil terhadap Tindak Pidana Penggelapan
dengan Pemberatan berdasarkan Putusan Nomor 1131/Pid.B/2014/PN.MKS

Memutuskan dalam melihat perkara pidana, mencari dan menunjukkan kebenaran materil
dengan melihat kenyataan yang terungkap dalam pemeriksaan pendahuluan dan tetap
berpegang pada dakwaan yang ditetapkan oleh Pemeriksa Umum. Sebelum pencipta
mengambarkan penggunaan ketentuan pidana materiil terhadap pelaku tindak pidana
melawan hukum penganiayaan seksual terhadap anak dalam Pilihan Nomor
1131/Pid.B/2014/PN.Mks, perlu diketahui terlebih dahulu tempat terjadinya perkara,
dakwaan Penyidik, permintaan Pemeriksa Publik, dan Permohonan Pilihan, yaitu sebagai
berikut:

A. Posisi Kasus

Penggugat atas kasus ini bernama Rusmia, seorang staf pameran di organisasi PT. Dwifa
Resky Pratama beralamat di Jalan Andi Mangerangi No. 24 D. Dimana penggugat diberikan
janji penjualan rumah dan mendapatkan cicilan awal atau penyertaan awal penginapan dari
pembeli atau klien. Penggugat bekerja di organisasi tersebut dari tahun 2008 hingga 2012
dengan gaji bulanan sebesar Rp. 1.350.000,- (1.000.000 300 50.000).

Selama bertempat tinggal di sini, penggugat terbukti telah mencuri 9 cicilan rumah atau
modal awal dari pembeli pada Januari 2012 langsung dalam catatannya sendiri. Rusmia
menyimpan uang tunai untuk investasi awal rumah untuk organisasi, hanya sebagian yang
digunakan untuk keuntungannya sendiri. Setelah kuitansi diperiksa oleh pemilik organisasi,
Ir. Abdul Mukti yang juga Ketua Umum Organisasi tersebut, terlihat Rusmia tidak
menyimpan cicilan secara penuh. Dengan demikian, Rusmia terbukti telah mencuri uang
organisasi dan merugikan organisasi sebesar Rp. 105.000.000,- (seratus 5.000.000 rupiah).

16
B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Primair

Bahwa ia dituding sebagai Rusmia sebagai buruh dengan gaji bulanan Rp. 1.350.000,-
(1.000.000 300.000 rupiah) diisi sebagai Staf Showcasing di PT. Dwifa Resky Pratama yang
mendapat angsuran di muka atau investasi awal dari pembeli/klien, sekitar bulan Januari
2012 atau mungkin beberapa waktu lain di tahun 2012, bertempat di PT. Dwifa Resky
Pratama Jl. Andi Mangerangi No. 24 D Kota Makassar atau kalaupun tidak ada di tempat
lain yang masih dikenang oleh bangsal Pengadilan Negeri Makassar, dengan sengaja dan
melawan hukum menuntut suatu barang yang seluruhnya atau sebagian besar mempunyai
tempat dengan orang lain, namun tidak dipengaruhi sedikit oleh karena kesalahan.

Penguasaan barang dagangan tersebut karena suatu hubungan bisnis atau karena pekerjaan
mereka atau karena mereka mendapatkan kompensasi untuk itu, khususnya angsuran di
muka/investasi awal untuk penginapan yang menyebabkan perusahaan mengalami
kekurangan sekitar Rp. 100.500.000,- (100.000.000 500.000 rupiah).

Para penggugat melakukan melawan hukum berikut:

Pihak yang berperkara sebagai staf periklanan pada organisasi tersebut telah membawa dan
melibatkan angsuran awal untuk penginapan organisasi tersebut PT. Dwifa Resky Pratama
secara bertahap ketika termohon mendapat angsuran di muka untuk penginapan dari pembeli
atau klien yang menyimpan secara langsung dan yang mengirim atau memindahkannya ke
catatan penggugat sendiri, maka pada saat itu, termohon tidak menyimpan sebagian dari
mencicil uang kepada pegawai organisasi, namun responden melibatkannya untuk
motivasinya sendiri. .

Setelah dilakukan pengecekan kembali oleh pembeli dengan mencocokkan verifikasi


angsuran atau kwitansi angsuran, ternyata terdapat perbedaan antara jumlah uang yang
dibayarkan oleh pembeli dengan kwitansi yang disimpan oleh responden pada petugas
organisasi. Berapa uang organisasi yang telah digunakan oleh penggugat sebesar Rp.
100.500.000,- (100.000.000 500.000 rupiah).

17
Termohon pada waktu dan tempat sebagaimana dituntut dalam dakwaan pokok di atas, telah
dengan sengaja dan melawan hukum telah menuntut suatu barang yang seluruhnya atau
setengahnya ada pada orang lain, tetapi tidak sedikit pun terpengaruh karena suatu kesalahan.

Penguasaan barang-barang tersebut karena suatu hubungan kerja atau karena pekerjaan
mereka atau karena mereka mendapatkan kompensasi untuk itu, lebih tepatnya angsuran
awal/angsuran di muka pada penginapan yang mengakibatkan perusahaan mengalami
kekurangan secara kasar. Rp. 100.500.000,- (100.000.000 500.000 rupiah).

Para penggugat melakukan melawan hukum berikut:

Responden sebagai Showcasing pada organisasi telah membawa dan melibatkan angsuran
awal untuk penginapan organisasi PT. Dwifa Resky Pratama secara bertahap dengan
mengimplikasikan pada saat Termohon mendapat cicilan awal penginapan dari pembeli atau
klien yang menyimpannya secara langsung dan yang mengirimkan atau memindahkannya ke
catatan Penggugat sendiri, maka pada saat itu sebagian dari uang cicilan tersebut tidak
disimpan oleh responden kepada petugas organisasi, namun responden melibatkannya untuk
motivasinya sendiri. .

Setelah dilakukan pengecekan kembali oleh pembeli dengan mencocokkan verifikasi


angsuran atau tanda terima angsuran, ditemukan adanya perbedaan antara jumlah
pembayaran yang nyata yang dibayarkan oleh pembeli dengan tanda terima yang disimpan
oleh penggugat di pegawai organisasi. Berapa uang organisasi yang telah digunakan oleh
penggugat sebesar Rp. 100.500.000,- (100.000.000 500.000 rupiah).

Atas dakwaan dan permohonan Penyidik Umum tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Makassar pada Kamis, 8 Januari 2015 oleh Acice Sendong, S.H., M.H. sebagai Boss
Diangkat Kewenangan Berkumpul, H. Sunarso, S.H., M.H. terlebih lagi, Suparman Nyompa,
S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Bagian, pilihan tersebut akan diucapkan dalam
rapat terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 15 Januari 2015 oleh Juri Pusat Sidang
tersebut yang dihadiri oleh Hakim Bagian tersebut sebelumnya, dan dibantu oleh Hj.
Maryam, S.H. sebagai Pusat Pendaftaran Pengganti di PN Makassar dan dijabat oleh Anis

18
Muslchati, S.H. sebagai Pemeriksa Publik dan Penggugat, serta Konsultan Hukumnya. Maka
Pengadilan Negeri Makassar yang piawai mengadili dan mengadili perkara pidana
sebagaimana diungkapkan sebelumnya

2. Analisis Penulis

Atas keadaan tersebut, Termohon didakwa oleh Penyidik dengan jenis penuntutan elektif,
yaitu dakwaan pokok: didakwakan Pasal 374 KUHP dan dakwaan pelengkap: didakwakan
Pasal 372 KUHP.

Mengingat dakwaan elektif ini, Majelis Hakim akan memilih dakwaan yang paling potensial
antara dakwaan pertama dan kedua. Mengingat fakta hukum yang terungkap di awal dan
berdasarkan penilaian Majelis Hakim bahwa dakwaan pokok memiliki potensi dan sesuai
dengan realitas persidangan saat ini sehingga penuntutan selanjutnya tidak perlu dipikirkan
kembali.

Menurut pencipta, penggunaan peraturan pidana materiil untuk keadaan ini adalah tepat,
dimana pemeriksa umum dalam penuntutannya sudah benar dengan menyatakan bahwa
tergugat terbukti bertanggung jawab karena ia dengan sengaja dan melawan hukum memiliki
sesuatu yang seluruhnya atau tidak seluruhnya mempunyai tempat dengan orang lain yang
berada dalam kekuasaannya, bukan karena suatu kesalahan. Pemikiran hakim dalam
menyimpulkan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh termohon adalah dengan
melihat kontrol yang dilakukan oleh penggugat karena adanya hubungan kerja atau karena
adanya upah untuk itu. Selanjutnya, pihak yang berperkara dikutuk untuk persetujuan pidana
mengingat tuduhan elektif utama, khususnya Pasal 374 dari KUHP.

Kemudian, pada saat itu, dengan asumsi terkait dengan tempat kasus yang telah diperiksa,
komponen pidana yang harus dipenuhi agar tindakan hukum dapat ditolak adalah sebagai
berikut:

1. 1) Unsur “dengan sengaja”

2) Unsur “suatu benda”

19
3) Unsur “barangsiapa”

Siapa pun ini menyinggung pelaku/subyek melawan hukum pidana, dan perusahaan. Barang
siapa yang menyinggung suatu unsur yang halal, baik orang perseorangan maupun badan
hukum atau zat yang sah, yang apabila terbukti memenuhi unsur-unsur perbuatan pelanggar
hukum, dapat diketahui sebagai pelakunya. Untuk situasi ini, respondennya adalah Rusmia.
Dengan demikian, komponen siapa pun untuk situasi ini telah terpenuhi.

4) Unsur “menguasai barang secara melawan hukum”

Motivasi di balik penguasaan yang tidak sah adalah penguasaan sepihak oleh pemegang
barang seolah-olah dia adalah pemilik barang tersebut, bertentangan dengan hak-hak
istimewa yang menyebabkan barang tersebut memiliki tempat dengannya.

Untuk situasi ini, penggugat melibatkan angsuran awal penginapan dari pembeli untuk
dirinya sendiri. Di mana penggugat harus menyimpan uang tunai ke organisasi tanpa
persetujuan atau informasi tentang pembeli atau organisasi.

5) Unsur “sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain”

6) Unsur “berada padanya bukan karena kejahatan”

Unsur berada padanya bukan karena kejahatan menunjukkan adanya hubungan langsung
yang sifatnya nyata antara pelaku dengan benda tersebut.

7) Unsur “berada dalam kekuasaannya karena hubungan kerja atau karena pekerjaannya atau
karena mendapat upah untuk itu”

Yang bersengketa diisi sebagai staf advance di PT. Dwifa Resky Pratama dan diberi upah
Rp. 1.350.000,- (satu juta 300 50.000 rupiah).

Mengenai pemanfaatan pelanggaran materil pada pameran tindak pidana perampokan karena
hubungan bisnis, pembuat mengkoordinir pertemuan dengan salah satu Hakim Pengadilan
Negeri Makassar selaku Hakim Bagian yang menangani perkara dengan putusan nomor

20
1131/Pid.B/2014/PN. Sangat berkewajiban, khususnya Suparman Nyompa, S.H., M.H. pada
tanggal 9 Februari 2016. Dia menyelesaikan bahwa:

Pihak yang bersengketa jelas-jelas bertanggung jawab atas Pasal 374 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana tentang perilaku buruk peggelapan pemberatan. Dimana pemberatan dalam
Pasal 374 KUHP adalah perampokan yang dikhususkan mengingat adanya hubungan kerja,
pekerjaan, atau mendapatkan ganti rugi. Setelah Majelis Hakim Pimpinan telah selesai
mempertimbangkan implikasi Pemeriksa Umum terkait dengan faktor riil saat ini pada
pembuktian yang mendasar dan signifikan, khususnya pengucapan saksi, klarifikasi
termohon, dan bukti cerita sebagai penegasan penerimaan bagian depan dan tengah untuk
perumahan dan surat penjaminan pembelian, pelaksanaan tergugat telah memenuhi semua
bagian dari implikasi tunggal dari Agen Publik. Ketua Majelis Hakim meyakinkan bahwa
tergugat telah terbukti secara jujur dan meyakinkan untuk disalahkan karena melakukan
perilaku buruk yang dipersalahkan.

21
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari rumusan masalah, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di
atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

Penggunaan peraturan pidana materiil oleh Majelis Hakim terhadap para pelaku pelanggar
hukum melawan penggelapan karena adanya hubungan kerja yang menyatakan bahwa
Termohon Rusmia telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan melawan
penggelapan sejak ada adalah hubungan usaha sebagaimana diatur dan dipidana dengan
pidana dalam Pasal 374 KUHP adalah benar. Hal ini sesuai dengan dakwaan Penyidik Umum
dan telah didasarkan pada kenyataan yang ada pada permulaan, bukti yang diajukan oleh
Pemeriksa Umum sebagai pembuktian penerimaan angsuran awal untuk penginapan dan
surat pengesahan untuk membeli, dan pernyataan penggugat. Selain itu, responden dianggap
benar-benar solid secara intelektual sehingga dianggap layak untuk dipertanggung jawabkan
atas kegiatannya.

Perenungan yang sah dari otoritas yang ditunjuk dalam menjatuhkan hukuman terhadap
seorang tergugat untuk melawan penggelapan karena hubungan bisnis dianggap tepat,
sepanjang garis-garis ini membuat yang berperkara layak untuk disiplin atau disiplin. Selain
itu, kenyataan yang diperoleh selama pemeriksaan pendahuluan untuk situasi ini, Termohon
memiliki anak yang berusia di bawah lima tahun sehingga hukuman 1 (tahun) penahanan
dianggap berat bagi seorang ibu, dan lebih jauh lagi, penggugat telah menambahkan untuk
mendorong organisasi sekaligus berfungsi sebagai staf yang mempromosikan.

22
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang, Bayu Media

_____________, 2005. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta. PT. RajaGrafindo


Persada.

_____________, 2005. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta. PT. RajaGrafindo


Persada

_____________, 2013. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta. Rajawali Pers. Jakarta.
Cetakan Ketujuh.

Amir Ilyas. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta. Rangkang Education.

Andi Sofyan. 2013. Hukum Acara Pidana. Yogyakarta. Rangkang Education.

Bambang Waluyo. 2008. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta. Sinar Grafika.

Chairul Huda. 2013. Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menjadi Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta. Kencana

Eddy O. S. Hiariej. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta. Cahaya Atma


Pustaka.

Erdianto Effendi. 2011. Hukum Pidana Indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama.

Lamintang dan Samosir, 2007, Hukum Pidana Indonesia, Medan, Sinar Baru, Cetakan
Pertama.

Lamintang dan Theo Lamintang. 2013. Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Jakarta. Sinar
Grafika Offset.

www.tenagasosial.com/2013/08/unsur-unsur-tindak-pidana.html?m=1

http://achmadrhamzah.blogspot.co.id/2011/01/skripsi-hukum-tinjauan- yuridis.html

23
http://www.tenagasosial.com/2013/08/unsur-unsur-tindak-pidana.html

http://pendapathukum.blogspot.co.id/2014/01

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b2_24

http://herybastyani.blogspot.co.id/2013/06/analisis-kasus-enggelapan.html

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm

https://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_terbatas

https://prasetyooetomo.wordpress.com/2012/06/27/perseroan-terbatas- menurut-undang-
undang-perseroan-terbatas/

https://id.wikipedia.org/wiki/Utilitarianisme

www.raypratama.blogspot.co.id

https://zulfanlaw.wordpress.com/2008/07/10/dasar-pertimbangan-hakim- dalam-
menjatuhkan-putusan-bebas-demi-hukum/

24

Anda mungkin juga menyukai