Anda di halaman 1dari 20

Uang Pemerintah, Konsumsi, dan Investasi

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
“ Ekonomi Makro”

Dosen Pengampu :
Wiwin Hartanto S. Pd., M. Pd.

Disusun Oleh:
1. Hendri Siswantoro 190210301122
2. Marwah Azimatul Hidayah 200210301092
3. Yuni Septi Liana Dewi 200210301093
4. Ridya Yuliastuti 200210301134

Kelompok 10
Kelas C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Uang Pemerintah,
Konsumsi, dan Investasi ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu satunya uswatun hasanah
kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak
Wiwin Hartanto S. Pd., M. Pd. selaku dosen mata kuliah Ekonomi Makro
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, Walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki
kesalahan sebagaimana mestinya.
Jember, 11 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2. 1Konsep Uang Pemerih ................................................................................................... 3

2.2 Konsep Konsumsi ......................................................................................................... 9

2.3 Macam-Macam Teori Konsumsi .................................................................................. 10

2.4 Konsep Investasi ......................................................................................................... 12

2.5 Pelaksana-Pelaksana Investasi ..................................................................................... 14

BAB III PENUTTUP ........................................................................................................... 16

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 16

3.2 Saran.......................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uang adalah suatu benda yang dapat ditukarkan dengan benda lain, dapat digunakan
untuk menilai benda lain, dan dapt kita simpan. Uang juga dapat digunakan untuk
membayar utang waktu masa akan datang. Dan pada perekonomian modern suatu
pemerintah yang struktur kelembagaannya sudah tertatta dengan baik, penguasa negara
menetapkan Lembaga yang mempunayai wewenang dan memegang perana utama dalam
menciptakan uang, yaitu kegiatan pengeluaran dan pengedaran uang karena keberdaan
uang dianggap mewakili keberadaab negara yang bersangkutan. Di Indonesia fungsi
tersebut sesuai dengan undang undang yang berlaku dilaksanakan oleh Bank Indonesia
yang merupakan bank sentral Republik Indonesia.
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Hal ini berarti semakin
besar pendapatan semakin besar pula pengeluran konsumsinya. Perilaku tabungan juga
dipengaruhi oleh faktor pendapatan.Dengan demikian maka jika pendapatan bertambah
baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah. Perbandingan besarnya
tambahan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan disebut hasrat marginal untuk
konsumsi atau MPC, sedangkan besarnya tambahan tabungan terhadap pendapatan
dinamakan hasrat marginal untuk menabung atau MPS.
Teori konsumsi yang telah kita kenal sebelumnya adalah merupakan teori konsumsi
yang dikemukakan oleh Keynes. Dalam teori tersebut dikemukakan bahwa besar kecilnya
pengeluaran konsumsi hanya didasarkan pada besar kecilnya tingkat pendapatan
masyarakat. Keynes menyatakan bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus
dilakukan oleh masyarakat (Konsumsi Aoutomous) dan pengeluaran konsumsi akan
meningkatkan dengan bertambahnya penghasilan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan konsep uang pemerintah
2. Jelaskan konsep konsumsi
3. Jelaskan Macam-Macam Teori Konsumsi
4. Jelaskan Konsep Investasi
5. Jelaskan Pelaksana-Pelaksana Investasi
1.3 Tujuan
1. Dapat mengerti dari konsep uang pemerintah

1
2. Dapat mengerti dari konsep konsumsi
3. Dapat mengerti dari Macam-Macam Teori Konsumsi
4. Dapat mengerti dari Konsep Investasi
5. Dapat mengerti dari Pelaksana-Pelaksana Investasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Konsep Uang Pemerintah


Uang adalah suatu benda yang dapat ditukarkan dengan benda lain, dapat
digunakan untuk menilai benda lain, dan dapt kita simpan. Uang juga dapat digunakan
untuk membayar utang waktu masa akan datang, dengan kata lain uang adalah benda
yang dasarnya dapat berfumgsi sebagai
1. Alat tukar (medium of exchange),
2. Alat penyimpan nilai (staore of value)
3. Satuan hitung (unit of account)
4. Ukuran pembeyaran yang tertunda ( standar for deffered payment)
Perkembangan penggunaan uang, pada awalnya masyarakat primitive yang
hidup berkelompok dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri belum mengenal atau
membutuhkan benda yang Namanya uang. Dalam perkembangan selanjutkan dengan
adanya interksi antar manusia lain atau kelompok lain, mereka tidak dapat lagi
memenuhi kebutuhan sendiri, dari situ timbulah kebutuhan untuk melakukan
pertukaran antar individua tar kelompok masyarakat tersebut. Pertukaran/ transaksi
tesebut pada awalnya dilakukan dengan cara menukar barang yang satu dengan
barang yang lain yang disebut dengan barter. Dan dalam perkembangan selanjutnya
dengan lebih kompleks system barter ini lebih sulit karena adanya kondisi kebetulan
ganda yang sulit ditemukan, kebetulan ganda adalah kebetulan pertama seseorang
menemukan orang lain yang akan mmenukar barang dan kebetulan yang ke dua
bahwa barang tersebut adalah barang yang saling dibutuhkan. Nah karena kondisi
tersebut sulit sekali di temukan maka timbulah kebutuhan alat penukar utuk
mempermudah tukar menukar atau perdagangan antar individu dan antar kelompok.
Selanjutnya muncul penggunaan benda benda sebagai alat tukar, semula
adanya dengan kesepakatan di antara masyarkat karena suatu benda dapat digunakan
sebagai alat tukar setelah disepakati oleh masyarakat, awal mulanya benda yang
dijadikan alat tukar seperti kulit kerrang, batu permata, gading, telur, garam, beras,
binatang ternak dll. Karena benda tersebut dianggap berharga dan sering mempunyai
kegunaan untuk dikonsumsi atau keperluan produksi atau juga bisa karena alas an
mudah dibawa dan tidak mudah rusak dan tahan lama. Dan dalam perkembangan
yang lebih lanjut munculah masyarakat yang menggunakan benda logam berharga dan

3
kertas sebagai uang. Namun sebelum penggunakan kertas sebagai uang, logam
berharga merupakan uang yang popular karena memiliki ciri yang pantas dikehendaki
sebagai uang, yaitu dapat dipecah pecah dan dinyatakan dalam unit unit kecil, selain
itu uang logam mudah dinawa, tahan lama, dan tidak mudah rusak, awal mula uang
loham bersal dari emas dan perak namun hal tersebut mengalami kendala karena
keterbatasan elas dan logam itu sendiri dan mahal untuk pembiayaan penambangan
logam. Penggunaan uang logam berharga menimbulkan permasalahan dalam
pelaksanaan system pembayaran, khususnya jika melakukan pembayaran dalam
jumlah besar. Maka dari itu munculah uang kertas.
Otoritas penciptaan uang pada awalnya yang memiliki wewenang atas hal
terebut adalah penguasa daerah atau negara yang bersangkutan, contohnya penciptaan
uang kertas pertama kali pada awal abad 9 pada kaisar cina. Dan pada perekonomian
modern suatu pemerintah yang struktur kelembagaannya sudah tertata dengan baik,
penguasa negara menetapkan Lembaga yang mempunayai wewenang dan memegang
perana utama dalam menciptakan uang, yaitu kegiatan pengeluaran dan pengedaran
uang karena keberdaan uang dianggap mewakili keberadaab negara yang
bersangkutan. Di Indonesia fungsi tersebut sesuai dengan undang undang yang
berlaku dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang merupakan bank sentral Republik
Indonesia.
Peran uang dalam perekonomian berkaitan erat karena dianggap suatu hal
yang sifatnya alami karena semua kegiatan perekonomian modern misalnya produksi
investasi dan konsumsi selalu melibatkan uang. Dalam perkembangan uang tidak
hanya digunakan untuk mempermudah transaksi, namun uang menjadi satu komoditas
yang dapat diperdagangkan dipasar uang. Cara untuk memahami aliran atau arus
perputaran barang dan uang terjadi dalan suatu perekonomian.
Perkembangan kegiatan suatu perekonomian pada dasarnya dapat diamati dari
dua sector yang saling berkaitan, yaitu sector rill (barang dan jasa) dan sector moneter
(uang).
Uang dan suku Bunga, jumlah uang yang tercipta harus seimbang jumalah
uang yang dibutuhkan atau diminta oleh masyarakat sehingga tidak terdapat kelebihan
atau kekurangan jumlah uang yang beredar. Sesuai dengan jumlah uang hukum
permintaan pasar, apabila jumlah uang yang disediakan melebihi jumlah uang uang
diminta maka terjadi kelebihan penyediaan uang yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan penurunan harga uang atau suku bunga, begitupun sebaliknya apabila

4
jumlah uang yang diminta melebihi jumlah uang yang disediakan maka akan dapat
mengakibatkan kenaikan harga uang atau suku bunga. Maka dapat dipahami bahwa
perubahan suku bunga dapat terjadi sebagai akibat antara sisi permintaan dan sisi
penawaran.
Uang dan kegiatan ekonomi sector riil pada dasrnya bisa bersifat langsung
atau tidak langsung. Pengaruh tidak langsung uang dapat dijelaskan melalui
pengaruhnya terhadap perkembangan suku bunga seperti telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya. Dalam hal ini. apabila terjadi penambahan jumlah uang beredar
(misalnya sebagai akibat kebijakan bank sentral) maka suku bunga akan cenderung
turun. Penurunan suku bunga tersebut akan menurunkan biaya pendanaan kegiatan
investasi, yang selanjutnya mendorong kegiatan investasi dan kegiatan ekonomi pada
umumya.
Uang dan harga Pada bagian-bagian terdahulu telah dibahas secara berturut-
turut keterkaitan uang dengan suku bunga dan keterkaitan uang dengan kegiatan
ekonomi sektor riil. Keterkaitan uang dengan kedua variabel tersebut pada dasarnya
menunjukkan peranan uang dalam mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi
secara keseluruhan, yang tercermin pada perkembangan permintaan agregat
(aggregate demand) masyarakat akan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam
perekonomian. Kegiatan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut
tentunya harus didukung oleh kapasitas ekonomi, yaitu suatu kondisi yang
mencerminkan ketersediaan sumber daya yang mencukupi, seperti bahan baku, tenaga
kerja, dan teknologi. Dalam ilmu ekonomi makro, kondisi ini dikenal dengan
penyediaan atau penawaran agregat (aggregate supply). Berbeda dengan permintaan
agregat yang dapat berubah dalam jangka pendek, penawaran agregat relatif lebih
sulit untuk berubah dalam jangka pendek. Dalam kaitan ini, perubahan penawaran
agregat lebih terkait dengan struktur dan perkembangan suatu perekonomian. [09.23,
11/5/2022] Marwah Azimatul Hidayah: Idealnya, permintaan agregat harus sama
dengan penawaran agregat. Bagaimana apabila tidak? Apabila permintaan agregat
tidak sama dengan penawaran agregat maka diperlukan penyesuaian kegiatan
ekonomi agar terjadi kesesuaian (keseimbangan), yang pada akhirnya dapat meng
akibatkan perubahan harga barang dan jasa. Dalam hal ini, peningkatan permintaan
agregat yang melebihi penawaran agregat akan mendorong kenaikan harga barang dan
jasa.

5
Dengan demikian, mengingat perubahan jumlah uang beredar dapat
mempengaruhi perkembangan permintaan agregat, dapat disimpulkan bahwa
perubahan jumlah uang beredar dapat mempengaruhi perkem bangan harga." Hal ini
juga berarti bahwa kecenderungan kenaikan harga umum secara terus-menerus
(inflasi) dapat terjadi apabila penambahan jumlah uang beredar melebihi kebutuhan
yang sebenarnya. Dapat dinyatakan secara sederhana bahwa: "jumlah uang beredar
bertambah, harga barang-barang naik". Dalam kasus ini, mengingat inflasi sangat
dipengaruhi oleh perkembangan uang beredar maka inflasi dikenal sebagai fenomena
moneter.
Dalam kasus lain, inflasi yang tinggi dapat berlangsung dalam waktu yang
lama walaupun perkembangan jumlah uang beredar relatif rendah. Fenomena ini
dapat dijelaskan melalui teori Strukturalis yang menyatakan
[09.23, 11/5/2022] Marwah Azimatul Hidayah: bahwa inflasi dalam jangka
panjang lebih disebabkan oleh adanya kekakuan (ketidakelastisan) struktur
perekonomian di negara berkembang. terutama pada struktur penerimaan ekspor dan
produksi bahan makanan dalam negeri. Dengan demikian, tekanan inflasi akan
muncul apabila pertumbuhan sektor ekspor sangat lamban dibandingkan dengan
sektor sektor lainnya, atau pun produksi bahan makanan dalam negeri kurang
memadai. Pendapat tersebut menempatkan inflasi sebagai fenomena struktural.
Bagaimana dengan inflasi di Indonesia, merupakan fenomena moneter atau
fenomena struktural? Tidaklah mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut secara
langsung. Lebih mudah untuk bertanya: sejauh mana fenomena-fenomena tersebut
terjadi di Indonesia? Walaupun sulit untuk memilah kedua fenomena tersebut,
jawaban atas pertanyaan tersebut dapat diarahkan pada suatu kesimpulan dengan
mencermati beberapa contoh sebagai berikut.
Pertama, situasi ekonomi pada paro pertama dekade 1960-an, tingkat inflasi
(yang biasanya diukur dengan menggunakan perubahan harga barang konsumsi) pada
saat itu sangat tinggi, bahkan mencapai 600%. Mengapa harga barang-barang dapat
melonjak demikian tinggi? Hal ini disebabkan oleh kebijakan pencetakan uang yang
berlebihan pada masa itu. Dengan kondisi ekonomi-politik saat itu, ditambah dengan
kurang matangnya manajemen pengendalian uang beredar, pencetakan uang
merupakan kebijakan yang lumrah dilakukan oleh pemerintah. Berlebihnya
penyediaan uang dalam perekonomian berdampak pada kenaikan harga-harga secara
tajam,

6
Kedua, krisis ekonomi yang puncaknya terjadi pada tahun 1998 lalu. Pada
waktu itu terjadi kelangkaan dana di perbankan sebagai akibat penarikan dana oleh
masyarakat yang sangat besar. Ditambah dengan semakin melemahnya nilai rupiah
terhadap dolar AS. kepercayaan masyarakat terhadap rupiah semakin melemah. Untuk
mengatasi masalah tersebut. Pemerintah (Bank Indonesia) menyuntik dana ke pasar
dalam jumlah yang sangat besar dalam beberapa waktu. yang selanjutnya berakibat
pada melonjaknya inflasi beberapa saat kemudian, Begitu pula selanjutnya, begitu
pertumbuhan uang beredar mereda, inflasi juga kembali melemah. Ketiga, pelonjakan
harga-harga barang secara langsung sesaat setelah Pemerintah mengumumkan
beberapa kebijakan, misalnya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tarif
dasar listrik, atau tarif angkutan. Kebijakan lain berupa kenaikan gaji Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan Upah Minimum Regional (UMR) juga sangat berpengaruh terhadap
kenaikan harga barang-barang di masyarakat. Belum lagi kenaikan harga makanan
sebagai akibat banjir yang melanda daerah tertentu, yang mengakibatkan tersendatnya
penyediaan bahan makanan ke daerah lain. Salah satu atau beberapa kebijakan di atas
hampir pasti berlangsung setiap tahun.
Dari gambaran di atas, berdasarkan contoh pertama dan kedua, secara tidak
langsung dapat disimpulkan bahwa inflasi di Indonesia merupakan fenomena
moneler. Namun, apabila dicermati contoh ketiga dengan berbagai kejadiannya,
secara tidak langsung mungkin disepakati bahwa inflasi di Indonesia merupakan
fenomena struktural. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa
kedua fenomena tersebut terjadi untuk kasus perekonomian Indonesia.
Pengendalian Jumlah Uang Beredar. Pengendalian jumlah uang beredar pada
hakikatnya merupakan salah satu bagian dari kerangka kebijakan moneter yang
dilaksanakan oleh otoritas moneter. Dalam hal ini, sesuai dengan tujuan kebijakan
moneter. pengendalian jumlah uang beredar pada umumnya ditujukan untuk menjaga
kestabilan nilai uang dan mendorong kegiatan ekonomi. Yang dimaksud dengan
pengendalian di sini adalah upaya otoritas moneter baik. untuk menambah jumlah
uang yang beredar (kebijakan ekspansi moneter) maupun mengurangi jumlah uang
yang beredar (kebijakan kontraksi moneter). Pengendalian jumlah uang beredar
tersebut juga mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kerangka kebijakan
ekonomi makro, Hal ini disebabkan oleh keterkaitan yang erat antara uang dengan
variabel variable ekonomi lainnya, seperti suku bunga, output, dan harga. Dengan
mengendalikan jumlah uang beredar tersebut, otoritas moneter akan dapat

7
mempengaruhi nilai uang sedemikian rupa sehingga perkembangannya akan mampu
mendorong perekonomian ke arah yang diinginkan sesuai dengan sasaran akhir yang
ditetapkan, seperti inflasi yang rendah dan/ atau pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Bagaimana dengan pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia? Sesuai
dengan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan
otoritas moneter yang mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, antara lain dengan mengendalikan jumlah uang beredar. Dalam pada itu,
pengendalian jumlah uang beredar dianggap cukup relevan, khususnya apabila
dikaitkan dengan arah bara penerapan kebijakan moneter di Indonesia yang
menekankan pada pencapaian sasaran tunggal, yaitu kestabilan nilai rupiah (harga).
Sesuai dengan salah satu aspek dalam paradigma kebijakan moneter yang
dianut saat ini, yaitu pencapaian target kuantitas, melalui pengendalian jumlah uang
beredar kebijakan moneter oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mempengaruhi
kegiatan perekonomian agar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, yaitu tercapainya
kestabilan harga." Dalam pelaksanaannya, pengendalian tersebut tidak dapat
dilakukan secara langsung mengingat perkembangan uang beredar sangat terkait
dengan perilaku pelaku ekonomi lainnya, yaitu perbankan dan masyarakat. Dalam hal
ini, yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia ialah pengendalian jumlah uang
primer. Pengendalian jumlah uang primer tersebut dilakukan dengan mengasumsikan
baliwa perilaku angka pelipat ganda uang (moneymultiplier) cukup stabil. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan mengendalikan jumlah uang primer,
Bank Indonesia mengendalikan jumlah uang beredar sehingga kegiatan ekonomi
dapat diarahkan untuk mencapai perkembangan harga yang cukup stabil (inflasi yang
rendah).
Namun, dalam praktiknya, pengendalian jumlah uang beredar yang optimal
sangatlah sulit dilakukan. Paling tidak, terdapat tiga faktor yang menyebabkan
sulitnya pengendalian jumlah uang beradar tersebut. Faktor pertama adalah adanya
unsur-unsur yang bersifat kontradiktif pada pencapaian sasaran kebijakan. Misalnya,
Bank Indonesia melakukan kebijakan ekspansi moneter untuk mendorong kegiatan
ekonomi yang sedang lesu. Tindakan ini biasanya mempunyai dampak pada mening
katnya inflasi. Sebaliknya, apabila diambil kebijakan kontraksi moneter untuk
meredam laju inflasi tersebut, perkembangan kegiatan ekonomi diperkirakan akan
terhambat. Faktor kedua adalah sulitnya memprediksi dan mengendalikan permintaan
uang masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perilaku permintaan uang

8
masyarakat tergantung pada beberapa motif yang beragam. Sejalan dengan pesatnya
perkem bangan dan inovasi sektor keuangan dan keterbukaan perekonomian
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, perilaku tersebut cenderung tidak stabil
sehingga sulit untuk diprediksi dan dikendalikan. Faktor ketiga adalah sulitnya
memprediksi perilaku angka pelipat ganda uang. Sebagaimana perkembangan
permintaan uang, perilaku angka pelipat ganda uang juga cenderung tidak stabil
sehingga sulit untuk diprediksi. Kesulitan dan tantangan yang dihadapi Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian jumlah uang beredar di masa mendatang
diperkirakan akan semakin berat dan kompleks. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa
berupaya untuk menjaga dan mengkaji beberapa kemungkinan penerapan kerangka
kerja kebijakan moneter lain yang lebih optimal dalam rangka pencapaian sasaran
akhir kebijakan moneter, yaitu stabilitas nilai rupiah.
2.2 Konsep Konsumsi
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Hal ini berarti
semakin besar pendapatan semakin besar pula pengeluran konsumsinya. Perilaku
tabungan juga dipengaruhi oleh faktor pendapatan. Dengan demikian maka jika
pendapatan bertambah baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah.
Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan disebut
hasrat marginal untuk konsumsi atau MPC, sedangkan besarnya tambahan tabungan
terhadap pendapatan dinamakan hasrat marginal untuk menabung atau MPS.
Perbedaan antara masyarakat negara yang sudah maju dengan negara yang
sedang berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan
relatif besar kecilnya angka MPC atau MPS, akan terjadi juga dalam pola konsumsi
itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang sedang berkembang didominasi oleh
konsumsi kebutuhan pokok atau kebutuhan primer. Sedang pada masyarakat yang
sudah maju cenderung lebih banyak teralokasi kebutuhan sekunder atau tersier.
Secara lebih jelas perbedaan pola konsumsi negara sedang berkembang dengan negara
maju dalam kaitannya dengan gambar 3.1 berikut ini :

9
Gambar 3.1. Perbandingan Pola Konsumsi Negara Maju dan Negara Sedang
Berkembang.

Keterangan :
Y : Pendapatan
A : Kebutuhan Primer
B : Kebutuhan Sekunder
C : Kebutuhan Tersier
Berdasarkan gambar 3.1 diatas nampak jelas perbedaan pola konsumsi masyarakat
negara sedang berkembang dengan negara maju digambarkan dalam piramid yang
tebalik. Pada negara yang sedang berkembang sebagian besar pendapatan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pokok atau primer, sedang sebagian kecil digunakan untuk
memenuhi kebutuhan tersier. Pada negara maju sebagian besar pendapatan justru
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan tersier sedangkan sebagian kecil pendapatan
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
2.3 Macam-Macam Teori Konsumsi
Teori konsumsi yang telah kita kenal sebelumnya adalah merupakan teori konsumsi yang
dikemukakan oleh Keynes. Dalam teori tersebut dikemukakan bahwa besar kecilnya
pengeluaran konsumsi hanya didasarkan pada besar kecilnya tingkat pendapatan
masyarakat. Keynes menyatakan bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus
dilakukan oleh masyarakat (Konsumsi Aoutomous) dan pengeluaran konsumsi akan
meningkatkan dengan bertambahnya penghasilan. Dalam perkembangan selanjutnya
timbul pertanyaan bagaimanakah hubungan yang sebenarnya antara pengeluaran
konsumsi dan pendapatan serta factor-faktor pendapatan? Hubungan yang menyangkut
factor-faktor lain itulah yang akan dibicarakan oleh berbagai teori lain mengenai
konsumsi.
Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis)
Teori konsumsi dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Ando, Brimberg, dan Modigliani
3 ekonomi besar yang hidup di abad 18. Menurut teori ini factor social ekonomi
seseorang sangat mempengaruhi pola konsumsi orang tersebut.
Teori ini membagi pola konsumsi menjadi 3 bagian berdasarkan umur seseorang, yaitu :
1. Dari seseorang berumur 0 tahun sampai usia dimana orang tersebut bisa
menghasilkan pendapatan sendiri maka ia mengalami Disaving (berkonsumsi tetapi
tidak menghasilkan pendapatan).

10
2. Dimana usia seseorang yang sudah bisa bekerja kemudian menghasilkan pendapatan
sendiri dan lebih besar dari pengeluaran konsumsinya maka ia mengalami saving.
3. Dimana seseorang berada pada usia yang sudah tidak bisa bekerja lagi ia mengalami
disaving.
Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif (Relatif Income Hypotesis)
Teori dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif ini dikemukakan oleh James
Duesenberry, dalam teorinya duesenberry membuat 2 asumsi yaitu :
1. Selera semua rumah tangga atas barang konsumsi adalah independent yaitu
terpengaruh atas pengeluaran yang dilakukan oleh tetangganya.
2. Pengeluaran Konsumsi adalah irreversible, artinya pola pengeluaran pada saat
penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan
mengalami penurunan.
Duesenberry menyatakan bahwa teori konsumsi atas dasar penghasilan absolute
sebagaimana dikemukakan oleh Keynes tidak mempertimbangkan aspek ekologi
konsumen. Duesenberry menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu rumah tangga
sangat tergantung pada posisi rumah tangga tersebut pada masyarakat disekelilingnya.
Apabila konsumen senantiasa melihat pola konsumsi tetangganya yang lebih kaya, maka
ada efek demontrasi (demontrasi effect).Akan tetapi peniruan pola konsumsi tetangga
harus dianalisis dengan melihat kedudukan relatif rumah tangga tersebut pada
masyarakat sekelilingnya.
Konsep dasar pemikiran teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif inilah
yang menjadi dasar landasan sulitnya upaya pemberantasan KKN dikalangan aparatur
birokrasi kita di era reformasi ini. Para aparatur birokrasi yang korup dengan penghasilan
10 kali lipat dari gaji resmiya, mungkinkah mereka dapat mengurangi konsumsi dengan
hanya menerima gaji resminya (1/10), sedangkan pola konsumsinya sudah terlanjur
sangat tinggi (pendapatan dari hasil korup)
Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry adalah sebagai berikut:

Dimana:
Y= penghasilan tahun tertentu
Y*= penghasilan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu

11
Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Permanent Income
Hypothesis)
Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen ini dikemukakan oleh M
Friedman berdasarkan teori ini pendapatan yang diterima masyarakat dapat dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :
(1) pendapatan permanen (permanent income) dan
(2) pendapatan sementara (transitory income)
Selanjutnya dalam teori Friedman membuat 2 buah asumsi mengenai hubungan antara
pendapatan permanen dengan pendapatan sementara,yaitu: • Tidak ada korelasi Yp Yt
atau dengan kata lain pendapatan transitory yang diterima semata-mata merupakan suatu
faktor kebetulan saja. • Pendapatan transitory tidak mempengaruhi pengeluaran
konsumsi yang berarti apabila ditabung. Sebaliknya apabila pendapatan seseorang
mengalami pendapatan transitory negatif maka reaksinya adalah dengan mengurangi
tabungan serta tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi. Menurut pendapatan
Friedman pengeluaran konsumsi juga dibagi dua kategori yaitu konsumsi permanen (Cp)
dan konsumsi sementara/transitory (Ct). Pengeluaran konsumsi permanen adalah
kosumsi yang direncanakan, sedangkan konsumsi sementara/transitory merupakan
pengeluaran konsumsi yang tidak di rencanakan. Hubungan antara pendapatan terukur
(Y) dan konsumsi terukur (C) akan tetapi hubungan antara pendapatan permanen dan
konsumsi permanen.
2.4 Konsep Investasi
Investasi merupakan salah satu indikator penting didalam kaitannya dengan pendapatan
nasional. Hubungan antara investasi dan pendapatan nasional itu sedemikian pentingnya,
sehingga dapatlah dimengerti mengapa dalam semua teori ekonomi makro investasi
dibahas dalam bagian tersendiri. Investasi merupakan suatu masalah yang langsung
berhubungan dengan besarnya pengharapan akan pendapatan (prospect of yield) dari
barang modal dimasa depan. Pengharapan akan pendapatan masa depan inilah faktor
yang penting untuk penentuan besarnya investasi. Mengenai persoalan kapan atau dalam
keadaan bagaimana seorang pengusaha akan melakukan investasi, ada dua teori yang
membahasnya, (I) teori konvensional (klasik) dan (II) teori dari Keynes.
Teori Konvensional (Klasik)
Teori konvensional (klasik) tentang investasi pada pokoknya didasarkan atas teori
produktivitas batas (marginal productive) dari faktor produksi modal (capital).
Berdasarkan teori ini besarnya modal yang akan di investasikan dalam proses produksi

12
ditentukan oleh produktivitas marginalnya dibandingkan dengan tingkat bunga, sehingga
investasi itu akan terus dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi masih lebih
tinggi dari tingkat bunga yang akan diterima. Kenyataan menunjukkan bahwa berbagai
bentuk kekayaan itu memberikan hasil yang berbeda-beda, dan juga mengandung resiko
yang tidak sama, maka haruslah dipilih cara mana yang lebih baik, yang menguntungkan
dan memberikan kepuasan secara maksimal bagi seorang yang memiliki kekayaan.
Pemilik kekayaan harus memilih dan menentukan putusan tentang manakan yang lebih
menguntungkan antara membeli saham, obligasi jangka panjang, obligasi jangka pendek,
atau di investasikan dalam perusahaan. Berdasarkan teori produktivitas batas, maka soal
investasi oleh ahli-ahli ekonomi klasik dipecah atas prinsip prinsip maksimisasi laba dari
perusahaan-perusahaan individual.Sebab suatu perusahaan akan memaksimir labanya
dalam situasi persaingan sempurna, bila mana perusahaan tersebut menggunakan
modalnya sampai dalam jumlah produk marginal dari modal itu sama dengan harga
modal, yaitu suku bunga.
Adapun secara garis besar teori klasik tentang investasi adalah sebagai berkut:
• Investasi akan dijalankan bilamana pendapatan dari investasi itu (prospected yield)
lebih besar dari tingkat bunga. Bila hendak membandingkan antara pendapatan dari
investasi dangan suku bunga maka tidak boleh dilupakan bahwa barang-barang modal
umumnya mempunyai penggunaan yang panjang dan tidak hanya sekali pakai, sehingga
pendapatan dari investasi (yang akan dibaandingkan dengan bunga) adalah terdiri dari
jumlah-jumlah pendapatan yang akan diterima setiap akhir tahun, selama penggunaan
barang modal itu dalam produksi (umur ekonomis), jumlah pendapatan tiap-tiap tahun
selanjutnya dibandingkan dengan tingkat bung yang berlaku sekarang.
• Investasi dalam suatu barang modal adalah menguntungkan bilamana baiaya (ongkos)
plus bunga lebih kecil dari hasil pendapatan yang diharapkan dari investasi itu. Dengan
demikian unsur-unsur yang diperhitungkan dalam penentuan investasi adalah: (1) tingkat
ongkos (biaya) atas modal; (2) tingkat bunga; dan (3) tingginya hasil pendapatan yang
diterima. Berubahnya salah satu dari ketiga faktor diatas, akan mengakibatkan
berubahnya perhitungan profitabilitas.
Teori Dari JM.Keynes
Menurut pandangan dari JM. Keynes, masalah investasi, baik penentuan jumlah maupun
kesempatan untuk melakukan investasi didasarkan atas konsep Marginal Effeciency of
Investment (MEI). Dengan mendasarkan atas konsep pemikiran tersebut investasi akan
dilaksanakan apabila MEI masih lebih tinggi daripada tingkat bunga. Secara grafis MEI

13
itu digambarkan sebagai suatu skedul yang menurun, skedul ini menggambarkan jumlah
investasi yang akan terlaksana pada setiap tingkat bunga. Menurunya tingkat skedul MEI
ini antara lain disebabkan oleh dua hal, yaitu:
• Bahwa semakin banyak jumlah investasi yang terlaksana dalam masyaraka, semakin
rendahnya MEI itu.
• Semakin banyak investasi dilakukan, maka ongkos dan barang modal (asset) menjadi
lebih tinggi.
Menurut teori Keynes tentang investasi, pertimbangan pokok untuk terlaksananya
investasi adalah faktor efisiensi marginal dari investasi itu sendiri. Efisiensi marginal dari
investasi ini sangat tergantung pada perkiraan-perkiraan dan perhitungan pengusaha
terhadap pekembangan situasi ekonomi masa depan. Oleh sebab itu tingkat MEI tidak
dapat ditentukan dengan pasti.
2.5 Pelaksana-Pelaksana Investasi
Apabila di lihat dari sisi siapa yang akan melaksanakan investasi, dapat dibedakan atas :
(1) investasi pemerintah
(2) investasi swasta dan
(3) investasi pemerintah dan swasta.
Ketiga unsur pelaksana investasi tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut :
(1) Investasi Pemerintah (Public Investment)
Investasi pemerintah ini umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk mendapatkan
keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalag untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
seperti pembangunan jalan, jembatan, bendungan dan lain-lain. Investasi-investasi itu
sering disebut Social Overhead Capital (SOC). Keuntungan bagi investasi-investasi ini
baru terasa bilamana timbulah pertambahan permintaan dalam masyarakat.
Bertambahnya permintaan efektif, juga menaikkan pendapatan. Public investment ini
sering juga disebut sebagai investasi yang otonom, yaitu investasi yang timbul bukan
karenanya adanya tambahan pendapatan. Investasi ini tidak menarik bagi swasta, karena
investasi ini memerlukan biaya yang sangat besar, dan investasi ini tidak memberikan
keuntungan secara langsung, melainkan secara berangsur-angsur dalam beberapa tahun.
(2) Investasi Swasta (private investment)
Private investment adalah jenis investasi yang dilakukan swasta dan ditunjukan untuk
memperoleh pendapatan dan diring oleh karena adanya pertambahan pendapatan. Oleh
sebab itu apabila pendapatan bertambah konsumsi bertambah dan bertambah pula

14
effective demand. Investasi swasta ini juga disebut induced investment, Induced
investment adalah suatu Teori investasi yang ditimbulkan oleh sebab bertambahnya
permintaan yang sumbernya terletak pada penambahan pendapatan.
(3) Investasi Pemerintah Dan Swasta
Jenis investasi yang dilakukan oleh publik dan swasta adalah investasi luar negri (foreign
investment). Foreign Investment terjadi dari selisih antara export di atas import. Induced
investment dalam hal ini adalah disebabkan oleh perkembangan ekonomi diluar negeri.
Jadi sifat induced investment adalah suatu investasi karena adanya pertambahan
pendapatan. Investasi dalam jenis ini sangat memungkinkan dikembangkan dalam era
globalisasi ekonomi di mana batasbatas wilayah ekonomi suatu negara menjadi tidak
jelas. Masalahnya sekarang adalah bagaimana tiap-tiap negara dapat memberikan
rangsangan agar investasi asing masuk.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Hal ini berarti semakin
besar pendapatan semakin besar pula pengeluran konsumsinya. Perilaku tabungan juga
dipengaruhi oleh faktor pendapatan.Dengan demikian maka jika pendapatan bertambah
baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah. Teori konsumsi yang telah
kita kenal sebelumnya merupakan teori konsumsi yang dikemukakan oleh Keynes.
Dalam perkembangan selanjutnya timbul pertanyaan bagaimanakah hubungan yang
sebenarnya antara pengeluaran konsumsi dan pendapatan serta factor-faktor pendapatan?
Hubungan yang menyangkut factor-faktor lain itulah yang akan dibicarakan oleh
berbagai teori lain mengenai konsumsi seperti Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Siklus
Hidup (Life Cycle Hypothesis), Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
(Relatif Income Hypotesis), Teori Konsumsi Dengan Hipotesis Pendapatan Permanen
(Permanent Income Hypothesis). Investasi merupakan suatu masalah yang langsung
berhubungan dengan besarnya pengharapan akan pendapatan (prospect of yield) dari
barang modal dimasa depan. Pengharapan akan pendapatan masa depan inilah faktor
yang penting untuk penentuan besarnya investasi. Mengenai persoalan kapan atau dalam
keadaan bagaimana seorang pengusaha akan melakukan investasi, ada dua teori yang
membahasnya, (I) teori konvensional (klasik) dan (II) teori dari Keynes.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini dan selanjutnya. Dan akhirnya pemakalah memohon maaf apabila terdapat banyak
kesalahan, baik dalam penulisan, isi dalam pembahasan, maupun dalam hal
penyampaian materi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya dalam kehidupan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Priyono Teddy. 2016. Esensi Ekonomi Makro. Sidoarjo: Zifatama Publisher
https://akupintar.id/belajar/-/online/materi/10-iis/ekonomi/konsumsi-dan-investasi/463888
https://www.academia.edu/27053599/PERAN_ALOKATIF_PEMERINTAH_MELALUI_PENG
ADAAN_BARANG_JASA_DAN_PEREKONOMIAN_INDONESIA

17

Anda mungkin juga menyukai