Anda di halaman 1dari 154

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI KREDITUR (Studi Pada Bank BRI


Cabang Takengon dan PT. Mandala Finance cabang takengon)

TESIS

OLEH:

YANTI ARNILIS
NIM : 177005017/HK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MAGISTER ILMU HUKUM
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN
DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI KREDITUR (Studi Pada Bank BRI
Cabang Takengon dan PT. Mandala Finance cabang takengon)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu
Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

YANTI ARNILIS
NIM : 177005017/HK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


MAGISTER ILMU HUKUM
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Yanti Arnilis1
Tan Kamello2
Sunarmi3
Dedi Harianto4

Keistimewaan dari jaminan fidusia yakni objek yang dibiayai oleh lembaga
pembiayaan juga merupakan objek jaminan atas kontrak bisnis para pihak, penguasaannya
justru dikuasi oleh konsumen atau debitur itu sendiri bukan di dalam penguasaan kreditur.
Salah satu wujud dari pemberian kepastian hukum hak–hak kreditur adalah dengan
mengadakan lembaga pendaftaran jaminan fidusia. Konsekuensi yuridis bagi kreditur yang
tidak mendaftarkan akta jaminan fidusia yaitu tidak mendapat perlindungan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah akibat hukum bagi kreditur yang tidak
mendaftarkannya objek jaminan fidusia, pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia yang
tidak didaftarkan pada Bank BRI cabang Takengon dan PT. Mandala Finance dan hambatan-
hambatan dan upaya yang dilakukan oleh BRI cabang Takengon dan PT. Mandala Finance
dalam melakukan eksekusi objek jaminan yang tidak didaftarkan.
Jenis metode penulisan yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif, objek dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan, mensistemasikan dan
menganalisis norma-norma hukum positif di Indonesia yang pengaturannya berkenaan
dengan eksekusi jaminan fidusia.
Akibat hukum bagi kreditur yang tidak mendaftarkan objek jaminan fidusia
adalahtidak melahirkan hak kebendaan jaminan fidusia bagi Bank maupun perusahaan
pembiayaan selaku kreditur, kreditur tidak mempunyai hak preferen, kreditur tidak dapat
melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia, kreditur tidak dapat meminta
pengamanan eksekusi kepada Kepolisian. Hambatan yang menjadikan BRI cabang Takengon
sulit untuk melaksanakan eksekusi adalah adanya ketentuan yang mengatur tentang jumlah
minimal nilai objek jaminan yang dapat didaftarkan yaitu Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah), proses eksekusi membutuhkan waktu yang lama, objek jaminan fidusia musnah,
penerima fasilitas atas nama, nilai barang yang menjadi objek jaminan berkurang dan debitur
pindah alamat, dan hambatan yang tidak termasuk dalam katagori hukum adalah masyarakat
kurang paham mengenai jaminan fidusia. Hambatan bagi PT. Mandala Finance dalam
eksekusi adalah PT. Mandala Finance tidak dapat melakukan eksekusi karena tidak
mendaftarkkan objek jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. upaya yang dilakukan
BRI cabang Takengonadalah dengan kesepakatan, eksekusi dengan menggunakan perjanjian
penyerahan hak kepemilikan secara kepercayaan terhadap barang, melalui gugatan sederhana
dan mendaftarkan kembali jaminan fidusia. Upaya yang dapat dilakukan PT. Mandala
Finance dalam eksekusi objek jaminan yang tidak didaftarkan adalah dengan surat kuasa
penarikan dan negosiasi kepada debitur.
Kata kunci : Eksekusi, Jaminan Fidusia, Kreditur

1
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
2
Ketua Komisi Pembimbing
3
Dosen Pembimbing
4
Dosen pembimbing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT
Yanti Arnilis51
Tan Kamello62
Sunarmi73
Dedi Harianto84
The distinction of fiduciary collateral is that its object is financed by a
financing company which is simultaneously a collateral for the business contract
between all concerned parties, which is in fact controlled by the consumer or debtor
instead of the creditor. One form of the provision of legal certainty for the creditor’s
rights is by running institution for registration of fiduciary collateral. The juridical
consequence for a creditor who does not register his fiduciary collateral deed is that
it is not protected by the Law No. 42/1999 on Fiduciary Collateral. The research
problems are how about the legal consequence for a creditor who does not register
his fiduciary object, how about the execution of unregistered fiduciary object in Bank
BRI Takengon Branch and PT. Mandala Finance, and how about the obstacles
encountered and efforts made by Bank BRI Takengon Branch and PT. Mandala
Finance in the execution of the unregistered fiduciary object.
This is a normative juridical research. The object is to collect, systemize, and
analyze norms of positive law in Indonesia on fiduciary object execution.
The legal consequence for a creditor who does not register his fiduciary
object is that the fiduciary object does not have any material rights for either Bank or
financing companies as the creditor, the creditor does not have preference rights, the
creditor does not have the rights to execute the fiduciary object and cannot request
for protection to the police. What impedes Bank BRI Takengon Branch from
conducting the execution is the provisions regulating that the minimum amount of a
fiduciary object is IDR 50,000,000 (fifty million Rupiahs), the execution process takes
much time, the fiduciary object is destroyed, the facility receiver name is different, the
values of the fiduciary object is declined, and the debtor has different address. The
impediment which is not included into a legal category is that the society has little
understanding of fiduciary collaterals. The obstacles encountered by PT. Mandala
Finance in the execution is that PT. Mandala Finance cannot make an execution
because he has not registered the fiduciary object to the Fiduciary Collateral Office.
The efforts made by BRI Takengon Branch is making an agreement; the execution is
conducted by using an agreement of ownership right transfer of the object with trusts,
by filinga simple lawsuit and re-registering the fiduciary object. The efforts that can
be made by PT. Mandala Finance in the execution of the unregistered fiduciary
object is by issuing Power of Attorney to grant the withdrawal authority and make
negotiations with the debtor.Keywords: Execution, Fiduciary Collateral, Creditor

1
A student in Study of Master Jurisprudence, University of Sumatera Utara Program
2
A Head of Supervising Board
3
Supervisor
4
Supervisor

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada kehadirat Allah SWT atas kesehatan dan

kesempatan yang diberikan kepada saya dapat menyelesaikan tesis ini. Adapun judul

tesis yang saya teliti adalah EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG

TIDAK DIDAFTARKAN DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI KREDITUR (Studi

Pada Bank BRI Cabang Takengon dan PT. Mandala Finance cabang takengon).

Dalam penyusunannya masih memerlukan penyempurnaan karena keterbatasan

kemampuan dan pengetahuan saya dalam penyelesaiannya.Untuk itu dengan segala

kerendahan hati, saya mengharapkan saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini.

Secara khusus saya mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua saya

Bapak Sabran dan Ibu Radiah, telah membantu dalam usaha dan doa sehingga

perkuliahan dapat berjalan lancar sampai kepada penyelesaian tesis ini. Dalam

penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, terlebih kepada :

1. Prof. Budiman Ginting, SH. M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Sunarmi, SH. M.Hum. Selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Tan Kamello, SH. MS. Selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

memberikan saran dan petunjuk dalam penulisan tesis ini.

4. Prof. Dr. Sunarmi, SH.M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan tesis ini.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Dr. Dedi Harianto. SH. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing III, yang telah

membimbing dan meberikan saran dan petunjuk dalam penulisan tesis ini.

6. Seluruh Pengajar di Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

7. Para staf dan pegawai di Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Selurus staf dan karyawan BRI Cabang Takengon dan PT. Mandala Finance.

9. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, kelas Reguler A dan Kelas

Kosentrasi Hukum Perdata.

10. Seluruh pihak yang turut serta membantu dalam penulisan tesis ini.

Akhir kata saya berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi setiap orang atau

pihak-pihak yang berkepentingan.

Medan,29Juli 2019

YANTI ARNILIS

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1


B. Permasalahan ..................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 12
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 13
1. Manfaat Teoretis .................................................... 13
2. Manfaat praktis ..................................................... 13
E. Keaslian Penulisan ........................................................... 14
1. Kerangka Teori ...................................................... 17
2. Kerangka Konsep ................................................. 23
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ............................ 17
G. Metode Penelitian ............................................................. 27
1. Jenis dan Sifat Penelitian ...................................... 28
2. Sumber Data ......................................................... 29
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ..................... 31
4. Analisis Data ......................................................... 32

BAB II AKIBAT HUKUKM BAGI KREDITUR YANG TIDAK


MENDAFTARKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ........... 35

A. Tentang Jaminan Fidusia ................................................ 35


1. Latar Belakang Lahirnya Jaminan Fidusia ............ 35
2. Ruang Lingkup Jaminan Fidusia ........................... 42
3. Asas-Asas Jaminan Fidusia ................................... 48
4. PengalihandanHapusnyaJaminanFidusia............... 57
B. Pendaftaran Jaminan Fidusia .......................................... 61
1. Kewajiban Pendaftaran Jaminan Fidusia ............... 64
2. Benda Jaminan Fidusia Sebagai Benda Terdaftar . 68
3. Alasan Tidak Didaftarkan Jaminan Fidusia........... 71
C. Akibat Hukum Tidak Didaftarkannya Jaminan Fidusia . 73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA
OLEH LEMBAGA PERBANKAN DAN LEMBAGA
PEMBIAYAAN ....................................................................... 85

A. Pengaturan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia ................. 85


B. Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pada
Bank BRI Cabang Takengon dan PT. Mandala Finance
Takengon ......................................................................... 91
1. Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia
Pada BRI Cabang Takengon.................................. 91
a Pelaksanaan Jaminan Pada BRI Cabang
Takengon ........................................................ 91
b Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia
Pada BRI Cabang Takengon .......................... 98
2. Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia
Pada PT. Mandala Finance Takengon ................... 101
a Pelaksanaan JaminanPada PT. Mandala
Finance Takengon .......................................... 101
b Pelaksanaan Eksekusi Pada PT. Mandala
Finance Takengon ......................................... 106
C. Penyelesaian Eksekusi Jaminan Fidusia yang Tidak
Didaftarkan...................................................................... 107

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA YANG


DILAKUKAN DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI
OBJEK JAMINAN PADA JAMINAN FIDUSIA YANG
TIDAK DIDAFTARKAN ...................................................... 111

A. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Oleh Bank BRI


Cabang Takengon dan PT. Mandala Finance Dalam
Melaksanakan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia yang
tidak didaftarkan ............................................................. 111
1. Hambatan Eksekusi Terhadap Objek Jaminan
Fidusia yang Tidak Didaftarkan Pada BRI
Cabang Takengon ............................................... 114
2. Hambatan Eksekusi Terhadap Objek Jaminan
yang Tidak Didaftarkan Pada PT. Mandala
Finance................................................................ 122

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


B. Upaya Yang Dilakukan Bank BRI Cabang Takengon
dan PT. Mandala Finance Dalam Menyelesaikan
Eksekusi Objek Jaminan Fidusia .................................... 124
1. Upaya Yang Dilakukan BRI Cabang Takengon
Terhadap Eksekusi Objek Jaminan Yang Tidak
Didaftarkan .......................................................... 125
2. Upaya Yang Dilakukan PT. Mandala Finance
Terhadap Eksekusi Objek Jaminan Yang Tidak
Didaftarkan .......................................................... 131

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 135


A. Kesimpulan ................................................................... 135
B. Saran ............................................................................. 137

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 139

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam struktur perekonomian nasional, kebijakan perkreditan merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebijaksanaan pembangunan secara makro,

kebijaksanaan perkreditan adalah searah dengan tujuan pembangunan, penyaluran

kredit harus merata agar semua lapisan masyarakat ikut berperan serta dalam

pembangunan.9 Upaya untuk mendapatkan modal melalui pemberian kredit oleh

pihak bank bagi pengusaha menengah keatas tidak begitu sulit untuk mendapatkan

fasilitas kredit, karena pada mereka biasanya persyaratan–persyaratan yang diminta

oleh pihak bank dapat mereka penuhi dengan baik dalam keyakinan bank atas watak,

kemampuan dan modal. Prospek usaha dan jaminannya karena pengusaha tersebut

mempunyai kemampuan yang lebih dibanding dengan para pengusaha kecil ditambah

lagi para pengusaha menengah keatas mempunyai kemampuan yang tinggi. 10

Kredit sebagai salah satu aktivitas ekonomi telah memberi berbagai

kemungkinan dalam lalu lintas ekonomi terutama di sektor pengembangan

pembangunan. Kredit sangat vital bagi pembangunan ekonomi, karena itu kredit

selalu dibutuhkan bagi pengembangan dan pembangunan usaha oleh para

9
Yurizal, aspek pidana dalam Undang – Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, (Malang : media Nusa Creative). Hlm 2
10
Ibid, hlm 3.

1
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

pengusaha, baik pengusaha besar atau pun pengusaha menengah maupun pengusaha

kecil.11

Dalam kehidupan sehari – hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda

perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang

kelebihan dana, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengusahakannya, dan

disisi lain ada juga sekelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk

berusaha tetapi terhambat di dana, bahkan banyak pada kalangan masyarakat yang

sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk berusaha dan tidak memiliki dana

sama sekali. Untuk dipertemukan keduanya maka diperlukan intermediary yang akan

bertindak selaku kreditor yang bisa menyediakan dana bagi debitor. Dari sinilah

timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit.

Jaminan dalam rangka pemberian kredit dapat dibedakan atas dua bagian

yaitu jaminan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tidak bergerak atau benda

tetap. Jaminan merupakan sesuatu yang diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk

memberikan keyakinan atau kepastian kepada kreditur, bahwa debitur akan mampu

membayar utangnya dengan yang diperjanjikan. Hal ini bisa dimaklumi karena setiap

pemberian kredit melalui lembaga perkreditan memerlukan suatu kepastian

hukum.12Seperti yang dikatakan oleh Sri soedewi Masjchoen Sofwan:13

11
Ibid, hlm. 1
12
Agra Putra Abdi Laksana, Perjanjian 9kredit pada koperasi simpan pinjam (KSP) dengan
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan, http://repository.unej.ac.iddiakses pada tanggal 15 Januari
2019.
13
Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok – Pokok Hukum Jaminan
dan Jaminan Perorangan,cetakan ke 4 (Yogyakarta: Liberty,2007), hlm. 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

“Dalam rangka pembangunan ekonomi yang tidak bisa dilepaskan dari


bidang hukum diantaranya ialah lembaga jaminan, karena
perkembangan ekonomi dan pandangan akan diikuti oleh perkembangan
kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit memerlukan
jaminan demi keamanan pemberi kredit ini”.

Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan

perorangan dan jaminan kebendaan.14 Jaminan perorangan adalah jaminan yang

menimbulkan hubungan langsung para perorangan tertentu, hanya dapat

dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor umumnya.

Jaminan perorangan memberikan hak verhaal (hak untuk meminta pemenuhan

piutangnya) kepada kreditorterhadap benda keseluruhan dari kreditor untuk

memperoleh pemenuhan dari piutangnya, sedangkan jaminan kebendaan adalah

jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan

langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu

mengikuti bendanya dan dapat dialihkan, tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan

ini bermaksud memberikan hak verhaal kepada kreditor, terhadap hasil penjualan

benda–benda tertentu dari debitor untuk pemenuhan piutangnya. Selain itu hak

kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang

memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang umum maupun khusus, juga pada

kreditor dan pihak lainnya.

Jaminan yang paling disukai bank adalah jaminan kebendaan. Salah satu jenis

jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah jaminan fidusia.

14
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan (Bandung :
PT. Alumni, 2006). Hlm 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak jaminan fidusia banyak dipergunakan

oleh masyarakat bisnis. 15 Jaminan yang diminta bank atau non bank dapat berupa

jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa barang, proyek atau

hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut, sedangkan jaminan tambahan adalah

harta kekayaan nasabah debitur.

Jaminan yang diberikan oleh lembaga pembiayaan berupa jaminan fidusia16.

Jaminan fidusia ini diberikan kepada pihak kreditur oleh lembaga pembiayaan.

pemberian jaminan tersebut nantinya akan berguna bagi lembaga pembiayaan dalam

hal eksekusi benda jaminan.17 Dengan kata lain, apabila debitur wanprestasi atau

melalaikan kewajibannya berupa kelalaian dalam melakukan pelunasan utangnya

yang sudah waktunya ditagih, maka dalam peristiwa seperti itu, kreditur dapat

melaksanakan eksekusi atas benda jaminan.

Lembaga jaminan fidusia diatur melalui peraturan perundang – undangan

yaitu Undang–Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dengan

berlakunya Undang–Undang Jaminan Fidusia, pengikatan jaminan hutang yang

dilakukan melalui jaminan fidusia wajib mematuhi ketentuan Undang – Undang

tersebut.

15
Ibid, hlm. 2
16
Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang ettap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap
kreditor lainnya. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
17
Rega Satya Rachellariny, “eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan lembaga
keuangan non bank”, privat law vol. IV, 2016. Hlm 2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Pada dasarnya lembaga jaminan fidusia dipakai untuk memberi kemudahan

dan sekaligus memenuhi kebutuhan sangat besar yang terus meningkat bagi dunia

usaha. Dalam perkembangannya jaminan fidusia tidak hanya digunakan oleh

pengusaha besar saja, tetapi juga digunakan oleh masyarakat pada umumnya.

Keistimewaan dari jaminan fidusia yakni objek yang dibiayai oleh lembaga

pembiayaan yang juga merupakan objek jaminan atas kontrak bisnis para pihak,

penguasaannya justru dikuasi oleh konsumen atau debitur itu sendiri bukan didalam

penguasaan lembaga perbankan selaku kreditur.18 Konsep lembaga jaminan tersebut

sengaja dirancang semata-mata guna menunjang aktifitas perdagangan dari pada

debitur di samping menjadi sebuah solusi bagi para debitur yang membutuhkan dana

dalam jumlah besar yang sekaligus menjadi objek pembiayaan yang nantinya

penguasaannya justru tetap berada di tangan para debitur. Hal ini tentunya berbeda

dengan lembaga jaminan gadai, yang penguasaan objek jaminan berpindah

penguasaan kepada kreditur setelah debitur mendapatkan sejumlah dana dari

kreditur.19

Salah satu wujud dari pemberian kepastian hukum hak–hak kreditur adalah

dengan mengadakan lembaga pendaftaran jaminan fidusia20 dan tujuan untuk

pendaftaran itu tidak lain adalah untuk menjamin kepentingan dari pihak yang

18
Munir Fuadi, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2002). Hlm.248.
19
Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, (Jakarta : Harvarindo, 2006). Hlm.2.
20
Diatur pada pasal 11 Undang-Undang No 42 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa : (1)
benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. (2) dalam hal benda yang dibebani
dengan jaminan fidusia berada di luar negaraa Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud
ayat (1) tetap berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

menerima fidusia. Lebih dari itu, dalam penjelasan ternyata bahwa kepentingan yang

dilindungi lebih luas, sebab kepastian hukum ditujukan kepada para pihak yang

berkepentingan.21 Bank sebagai kreditur fidusia memiliki kepentingan atas jaminan

fidusia berdasarkan perjanjian jaminan khusus, oleh karena itu kreditur berkewajiban

untuk mendaftarkan akta jaminan fidusia yang dibuat oleh Notaris untuk medapatkan

sertifikat jaminan fidusia.

Dengan diaturnya data–data yang harus termuat dalam akta jaminan fidusia

secara tidak langsung memberikan pegangan yang kuat bagi kreditur, khususnya

mengenai tagihan mana yang dijamin dan besarnya nilai jaminan, yang menentukan

seberapa besar tagihan kreditur preferen. Dimungkinkan pemberian jaminan untuk

hutang yang akan datang tentunya diberikan untuk menampung kebutuhan praktek

dari para kreditur.

Pendaftaran jaminan fidusia akan melahirkan hak kebendaan, sehingga

mendudukan kreditur menjadi kreditur separatis dengan segala hak istimewa yang

diberikan oleh undang-undang.22 Oleh karena pendaftaran tersebut secara tidak

langsung memberikan mamfaat bagi pihak kreditur, maka kewajiban pendaftaran

berlaku pada pihak kreditur sedangkan debitur tidak memiliki kepentingan atas

didaftarkan atau tidaknya jaminan tersebut, bahkan debitur akan lebih diuntungkan

21
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm 143
22
Witanto, Hukum Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, (Bandung :
Mandar Maju, 2015). Hlm 174

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

seandainya benda yang diserahkan sebagai jaminan fidusia tidak didaftarkan oleh

pihak kreditur.23

Saat ini banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank menyelenggarakan

pembiayaan bagi konsumen sewa guna usaha (leasing)24, anjak piutang (factoring25).

Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya

jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia. Prakteknya lembaga pembiayaan

menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (seperti motor atau mesin

industri) kemudian diatas namakan konsumen sebagai debitor secara fidusia. Artinya

debitor sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditor

yang dalam posisi sebagai penerima fidusia.

Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitor / pihak yang punya

barang mengajukan pembiayaan kepada kreditor, lalu kedua belah pihak sama – sama

sepakat menggunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitor dan dibuatkan

akta notaris lalu didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditor sebagai

penerima fidusia akan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditor serta merta

mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi), seperti terjadi dalam pinjam

meminjam dalam perbankan. Kekuatan serfikat tersebut sama dengan keputusan

pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

23
Ibid, hlm 175.
24
Leasing atau equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk
digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam,
Jurnal Ekonomi islam. Vol. I, No2, Desember 2007.
25
Factoring atau anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang
dagang dalam jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut, dalam
keputusan Menteri Keuangan No. 84 /PMK.012/2006.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Sebelum lahirnya Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012

tentang Pendafaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang melakukan

pembiayaan konsumen dengan pembebanan jaminan fidusia, undang-undang No 42

Tahun 1999 tentang jaminan fidusia tidak menyatakan secara tegas dan jelas terkait

konsekuensi hukum apapun bagi lembaga pembiyaan perbankan yang tidak

mendaftarkan jaminan fidusia kepada kantor pendaftaran fidusia.26

Hal tersebut tentunya menjadi salah satu faktor penyebab lembaga

pembiayaan tidak mendaftarkan jaminan yang dibebani jaminan fidusia karena di

dalam pasal undang-undang No 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia tidak

menyebutkan secara tegas terkait dengan sanksi hukum yang diberikan kepada

lembaga pembiayaan bank maupun non bank atas tidak didaftarkannya jaminan

fidusia kepada lembaga fidusia.27

Faktor penyebab lainnya tidak didaftarkannya jaminan fidusia antara lain

jangka waktu kreditnya hanya berlangsung selama tidak lebih dari satu tahun, nilai

pinjaman kecil dan debiturnya sudah dikenal dengan baik oleh bank yang

bersangkutan. Jadi dianggap sangat kecil kemungkinan debitur melakukan

26
Yosef Warmanto Panggabean, sanksi hukum terhadap lembaga perbankan yang tidak
mendaftarkan jaminan fidusia dalam praktik pembiayaan kredit pemilikan mobil (studi pada PT. Bank
X), dalam hasis penelitian tesis. Hlm 7.
27
Ibid, Hlm 8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

wanprestasi.28 Dan dilihat dari faktor biaya yang ditentukan dalam pendaftaran

fidusia yang terlalu besar untuk jaminan fidusia.29

Konsekuensi yuridis bagi kreditur yang tidak mendaftarkan akta jaminan

fidusia tidak mendapat perlindungan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, 30 sebagaimana sesuai dengan amanat undang-

undang jaminan fidusia untuk mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana yang

diatur dalam undang-undang tersebut, pembebanan benda dengan akta jaminan fidusi

harus dibuat dengan akta otentik dan dicatatkan dalam Buku Daftar Fidusia. Jika

ketentuan tersebut tidak dipenuhi maka hak-hak kreditur tidak mendapat

perlindungan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No 42 tentang Jaminan

Fidusia.

Undang–Undang Jaminan fidusia telah memberikan aturan mengenai

pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh lembaga

jaminan fidusia, namun fakta di lapangan pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh

lembaga pembiayaan bank atau pun non bank tidak memenuhi aturan undang–undang

yang berlaku. Tidak jarang di pelaksaan eksekusi yang dilakukan oleh lembaga

28
Op.Cit. Hlm 214
29
PP No. 21 Tahun 2015 Pasal 18 menyebutkan bahwa : pembuatan akta jaminan fidusia
dikenakan berdasarkan biaya yang besarnya ditentukan berdasarkan nilai penjamin, dengan ketentuan
sebagai berikut :
a Nilai penjaminan sampai dengan Rp. 100.000.000,00, biaya pembuatan akta paling banyak
2,5% .
b Nilai penjaminan diatas Rp. 100.000.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00, biaya
pembuatan akta paling banyak 1,5%
c Nilai penjaminan diatas Rp. 1.000.000.000,00 biaya pembuatan akta berdasarkan kesepakatan
antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% dari objek yang dibuatkan
aktanya.
30
Op.cit, Hlm 216

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

pembiayaan terjadi penyimpangan. Lembaga pembiyaan atau pihak bank juga dapat

ditemukan tidak melalukan kontrak pembiayaan dengan debitur dihadapan notaris,

sehingga perjanjian tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

perjanjian dibawah tangan karena tidak ada akta notaris sebagai kekuatan hukum

perjanjian tersebut.

Pemberi kredit di bank atau pun dilembaga pembiayaan non bank juga sering

sekali tidak mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia

dibawah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia maka apa yang terjadi di dalam

prakteknya dan apa yang diharapkan oleh Undang–Undang Jaminan Fidusia tidak

tercapai. Dengan latar belakang tersebut antara peraturan yang ada dengan kenyataan

dimasyarakat serta kekuatan mengikatnya perjanjian kredit terhadap jaminan fidusia

yang tidak didaftarkan dalam pelaksanaan eksekusi tidak seperti yang diharapkan,

dibutuhkan solusi yang cocok untuk mengsinkronkan antara aturan yang ada dengan

kenyataan yang terjadi dimasyarakat.

Salah satu perusahaan pembiayaan (non bank) yang melakukan praktek

penjaminan secara fidusia adalah PT. Mandala Finance yang disahkan berdasarkan

keputusan Menteri Keuangan RI No. 323/KMK.017/1997, kegiatan usaha perusahaan

meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit dan pembiayaan

konsumen, yang sampai saat ini perusahaan menfokuskan diri pada kegiatan usaha

pembiayaan konsumen khususnya pembiayaan roda dua. 31 Khususnya pada PT.

31
Anonim, Sejarah, visi dan misi, http://mandalafinance.com/tentang-kami/sejarah-visi-misi/ ,
diakses pada tanggal, 26 Maret 2019.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Mandala Finance cabang Takengon belum ada nya dilakukan pendaftaran jaminan

fidusia, dan pengikatan objek jaminan hanya melalui perjanjian dibawah tangan saja,

yang mana tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yaitu undang-undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Pada lembaga perbankan yaitu pada bank BRI cabang Takengon salah satu

pelaksanaan kredit dengan menggunakan pengikatan jaminan fidusia, dimana pada

bank BRI cabang Takengon ini pendaftran jaminan fidusia hanya untuk objek

jaminan yang senilai dari Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta) keatas yang

didaftarkan, sebaliknya objek jaminan yang nilai nya dibawah Rp.50.000.000,- hanya

melakukan perjanjian dibawah tangan antara pihak bank sebagai kreditur dengan

pihak debitur.

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan suatu penelitian tentang “Eksekusi

Objek Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan Dan Akibat Hukumnya Bagi

Kreditur Dan Debitur (Studi Pada Bank BRI Cabang Takengon dan PT. Mandala

Finance cabang takengon)”.

B. Permasalahan

1. Apakah akibat hukum bagi kreditur yang tidak mendaftarkan objek

jaminan fidusia ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak

didaftarkan pada Bank BRI cabang Takengon dan PT. Mandala Finance ?

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

3. Apakah hambatan-hambatan dan upaya yang dilakukan oleh BRI cabang

Takengon dan PT. Mandala Finance dalam melakukan eksekusi objek

jaminan yang tidak didaftarkan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menganalisis akibat hukum bagi kreditur dan debitur dari tidak

didaftarkannya objek jaminan fidusia dalam melakukan eksekusi objek

jaminan pada Bank BRI cabang Takengon dan PT. Mandala Finance

dalam melakukan eksekusi terhadap barang jaminan fidusia.

2. Untuk menganalisis eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak

didaftarkan pada Bank BRI cabang Takengon dan PT. Mandala Finance

dan untuk mengetahui apakah pengaturan pendaftaran jaminan fidusia

tersebut sudah sesuai dengan seperti yang di atur dalam peraturan

perundang-undangan.

3. Untuk menganalisis apa saja hambatan-hambatan dan upaya yang

dilakukan BRI cabang Takengon dan PT. Mandala Finance dalam

melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia yang tidak

didaftarkan.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik teoretis kepada

disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh peneliti maupun praktis kepada para praktisi

hukum.32

Dapat dijelaskan kegunaan secara teoretis dan praktis bagi pengembangan

ilmu pengetahuan maupun bagi praktek33 :

1. Kegunaan atau manfaat yang bersifat teoritis adalah


mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan
pemikiran dibidang hukum yang akan mengebangkan disiplin
ilmu hukum.
2. Kegunaan atau manfaat yang bersifat praktis adalah bahwa hasil
penelitian nantinya dapat memberikan jalan keluar yang akurat
terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil
penelitian ini dapat mengungkapkan teori – teori yang sudah ada.

Kegiatan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoretis maupun praktis adalah sebagai berikut :

1. Secara teoretis.

a Untuk memberikan informasi dan kontribusi baru bagi

pengembangan bidang pengetahuan hukum umumnya dan hukum

perdata khususnya.

b Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan suatu gambaran lebih

nyata mengenai dampak tidak didaftarkannya jaminan fidusia

terhadap eksekusi objek jaminan fidusia, sehingga dapat dibaca dan

32
Ediwarman, Metode Peneitian Hukum, Panduann Penulisan Skripsi, Tesis dan
Disertasi.(Yogyakarta : Genta Publishing, 2016). Hlm. 63.
33
Ibid, hlm 63

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

dipelajari lebih lanjut oleh para mahasiswa Fakultas Hukum serta

memicu diadakannya penelitian lain yang lebih mendalam tentang

eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

c Untuk perkembangan hukum di Indonesia, terutama dapat menambah

pengetahuan tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan

kewajiban pendaftaran fidusia agar tercapainya perlindungan hukum

bagi pihak kreditur sebagai pemberi fidusia maupun debitur sebagai

penerima fidusia.

2. Secara praktis

a Untuk memberikan kontribusi pemikiran dan masukan bagi

penyempurnaan pranata peraturan hukum dalam rangka

mengoptimalkan eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

b Untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi aparat penegak hukum

(Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, Pengacara) dan masyarakat dalam

memahami eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui penelusuran hasil-hasil

penelitian baik yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya

perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian dengan

judul “Eksekusi Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan dan Akibat Hukumnya Bagi

Kreditur dan Debitur, Studi pada Bank BRI cabang Takengon dan PT. Mandala

Finance”. Merupakan penelitian baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

jujur, rasional dan objektif dan terbuka sehingga penelitian ini dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-

kritikan yang membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan di dalam

penelitian ini.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang

sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data dan juga pemeriksaan terhadap

hasil-hasil penelitian yang ada. Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa penelitian

yang memiliki topik yang sama, yakni :

1. Yosef Warmanto Panggabean, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara, dengan judul tesis: “Sanksi Hukum Terhadap Lembaga

Perbankan Yang Tidak Mendaftarkan Jaminan Fidusia Dalam Praktik

Pembiayaan Kredit Pemilikan Mobil (Studi Pada PT. Bank X ). Rumusah

masalah :

a. Mengapa lembaga perbankan perlu mendaftarkan jaminan fidusia

dalam pembiayaan kredit pemilikan mobil ?

b. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi lembaga perbankan yang

tidak mendaftarkan jaminan fidusia kepada kantor pendaftaran

jaminan fidusia ?

c. Bagaimana sanksi hukum yang dapat dikenakan terhadap lembaga

perbankan atas tidak didaftarkannya jaminan fidusia berdasarkan

hukum nasional ?

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

2. Anggiat Ferdinan, 077005002, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara, dengan judul tesis “ Kekuatan Eksekutorial Sertifikat

Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan”. Rumusan

masalah :

a Bagaimana kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia dapat

memberikan perlindungan kepada pemegang hak jaminan fidusia

dalam kepailitan ?

b Bagaimana proses pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan

fidusia dalam kepailitan ?

c Kendala-kendala apa yang dapat menghambat proses eksekusi

terhadap objek jaminan fidusia dalam kepailitan ?

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya seperti yang

disebutkan diatas adalah pada penelitian dari Yosep Warmanto Panggabean,

membahas tentang sanksi hukum terhadap perbankan yang tidak mendaftarkan objek

jaminannya. Dan pada penelitian kedua dari Anggiat Ferdinan, yang membahas

tentang kekuatan eksekutorian dari sertifikat jaminan fidusia. Dari kedua penelitian

tesebut belum ada yang membahas tentang eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak

didaftarkan dan akibat hukumnya bagi kreditur dan debitur khususnya pada pada

bank BRI cabang Takengon dan pada PT. Mandala Finance, oleh karena itu

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dan belum ada penelitian

yang sama dengan penetian ini.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

F. Kerangka Teori dan Kerangka konseptual

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian. Artinya teori hukum

harus dijadikan dasar dalam memberikan deskripsi atau penilaian apa yang

seharusnya memuat hukum. Kerangka teori merupakan landasan yang digunakan

untuk menjawab permasalahan atau pertanyaan penelitian. Kerangka teori juga

digunakan untuk membedah suatu kasus atau permasalahan sebagai pegangan

teoretis.34 Penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan

secara ilmu hukum dan mengarahkan diri kepada unsur hukum. Soejono Soekanto

menyatakan bahwa “perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi,

aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”. 35 Fungsi teori

dalam penelitian adalah untuk mensistematiskan penemuan–penemuan penelitian,

membuat prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini

untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang

berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris

untuk dapat dinyatakan benar. Ada beberapa teori yang dipakai dalam penelitian ini

yaitu teori kepastian hukum, teori perlindungan hukum dan teori sistem hukum.

34
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Press, 2003). Hlm 39.
35
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005).
Hlm. 6.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

a Teori Kepastian Hukum

Tentang teori kepastian hukum Soejono Soekanto mengemukakan :36

“Wujud dari kepastian hukum adalah peraturan – peraturan dari


pemerintah pusat yang berlaku umum diseluruh wilayah negara.
Kemungkinan lain adalah peraturan tersebut berlaku umum bagi
golongan tertentu, selain itu dapat pula peraturan setempat, yaitu
peraturan yang dibuat oleh penguasa setempat yang hanya berlaku di
daerahnya saja”.

Kepastian hukum berarti dengan adanya aturan hukum yang jelas dan tegas,

maka setiap orang mengetahui dan menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan

haknya sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu kepastian hukum dimaknai dapat memberikan jaminan perlindungan

hukum kepada setiap orang dalam melaksanakan kewajiban serta haknya. 37

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan

kemanfaatan hukum. Kaum positivisme hukum lebih menekankan kepada kepastian

hukum dan sedangkan kaum fungsionalisme mengutamakan kepada kemanfaatan

hukum. Dengan demikian kendatipun keadalian bukan merupakan tujuan hukum satu

– satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan.38

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis Dogmatik yang

didasarkan pada aliran pemikiran positivisme di dunia hukum yang cenderung

melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom yang mandiri, karena bagi penganut

36
Soejono Soekanto A, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan
Indonesia, (Jakarta :UI Press, 1974). Hlm 56.
37
Heo Hujibers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982). Hlm
163.
38
Domikinos Rato, Filsafat Hukum Mnecari dan memahami hukum, (Yogyakarta : Laksbang
Pressindo,2010). Hlm 59.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

aliran ini hukum tak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.

Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat

suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturam-aturan hukum

membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau

kemanfaatan melainkan semata–mata untuk kepastian.39

Teori kepastian hukum digunakan untuk melihat apakah seperangkat aturan

yang mengatur tentang lembaga perbankan atau non perbankan dalam melakukan

pembiayaan dengan jaminan fidusia dan keseluruhan undang-undang serta perangkat

peraturan turunan lainnya memberikan kepastian, ketegasan dan memberikan batasan

serta informasi menyeluruh kepada masyarakat umum. Dengan berlakunya Undang-

Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, mengatur tentang kewajiban

pendaftaran jaminan fidusia agar memberikan kepastian hukum kepada para pihak

yang berkepentigan. Dan dengan adanya kepastian hukum dalam pendaftaran akta

jaminan fidusia akan dapat memberikan jaminan perlindungan bagi setiap orang,

mengingat kepastian hukum itu sendiri adalah alat atau syarat untuk memberikan

perlindugan kepada para pihak.

b Teori Kemanfaatan Hukum

Eksistensi hukum bertujuan untuk memberikan keamanan dan ketertiban serta

menjamin adanya kesejahteraan yang diperoleh masyarakat dari negara sebagai

39
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiogis, (Jakarta
:TokoGunung Agung 2002). Hlm 82-83

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

payung bermasyarakat.40 Identifikasi setiap permasalahan merupakan tugas dari

hukum untuk memberikan jaminan adanya kepastian hukum. Masyarakat

berkembang pesat di dunia komunitasnya atau dalam bernegara, hal ini dipengaruhi

oleh perkembangan zaman sehingga kebutuhan harus dipenuhi sesuai zamannya.

Keberlakuan ini secara langsung tidak memiliki relevansi dengan kepastian hukum,

karenamya hukum akan bersifat statis tanpa adanya penyesuaian antara hukum dan

perilaku masyarakat atau terjadi kerancuan hukum.41

Untuk itu perlu hukum yang kontekstual, dalam arti dapat mengakomodir

praktik–praktik sosial di masyarakat dengan diatur oleh norma dan hukum. Ajaran

ajaran hukum yang diterapkan, menurut Jhonson “agar tercipta korelasi antara hukum

dan masyarakatnya, yaitu hukum sosial yang lebih kuat dan lebih maju daripada

ajaran–ajaran yang diciptakan oleh hukum perorangan.42 Artikulasi hukum ini akan

mencitakan hukum yang sesuai cita–cita masyarakat. Karenanya muara hukum tidak

hanya keadilan dan kepastian hukum, akan tetapi aspek kemanfaatan juga harus

terpenuhi.

Penganut mazhab utilitarialisme memperkenalkan tujuan hukum yang ketiga,

disamping keadilan dan kepastian hukum. Dilanjutkan tujuan hukum itu adalah untuk

kemanfaatan bagi seluruh orang. Teori ulititas (utilitarialisme) atau teori kemanfaatan

yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh Jhon
40
Sudikno Mertokusuo, Teori Hukum, Cetakan ke 1 (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya,
2011). Hlm 16.
41
Suwardi Sagama, “Analisis Konsep Keadilan, Kepastian Hukum dan Kemamfaatan dalam
Pengelolaan Lingkungan”, Mazhab Jurnal Pemikiran Hukum Islam. Vol XV 2016. Hlm 14
42
Alvin S Jhonson, Sosiologi Hukum, Cetakan ke 3 (Jakarta : Asdi Mahastya,2006). Hlm.
204.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Stuart Mill. Utilitarialisme disebut lagi suatu teleologis (telos = tujuan, dalam bahasa

Yunani), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan

dicapainya tujuan pembuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak

mengahasilkan apa-apa, menurut utilitarialisme tidak dapat dikatakan baik.43

Kemanfaatan merupakan tujuan hukum yang memiliki peranan hukum saat

praktek mengenyampingkan keadilan dan kepastian hukum. Dikatakannya hukum

baik adalah apabila aplikasi norma hukum memberikan kemanfaatan yang baik bagi

masyarakat serta menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat lainnya. Untuk itu

penegak hukum dapat mengimplementasikan peraturan perundang-undangan dengan

mengutamakan rakyat.

Teori ini digunakan untuk menganalisis dan membahas permasalahan

mengenai pengaturan pendaftaran akta jaminan fidusia. Dengan mendaftarkan

jaminan fidusia kepada kantor pendaftaran fidusia maka penerima fidusia akan

memperoleh sertifikat jaminan fidusia yang dapat memberikan manfaat kekuatan

eksekutorial, yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap. Sertikat jaminan fidusia tersebut dapat digunakan untuk melakukan

eksekusi terhadap objek jaminan fidusia jika sewaktu-waktu pemberi fidusia cidera

janji.

43
K. Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, (Yogyakarta : Kanisius,
1989), hlm 67.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

c. Teori Sistem Hukum

Salah satu tokoh yang cukup dikenal yang menganggap hukum sebagai

komponen struktur, substansi dan budaya hukum yaitu Friedman yang

menggambarkan komponen struktural hukum sebagai “perangkat keras” yang

memungkinkan sistem hukum dapat bekerja secara nyata dalam masyarakat.

Pengembangan berbagai institusi hukum di Indonesia seperti Kepolisian, Kejaksaan,

Pengadilan dan institusi hukum lainnya harus dapat menjamin tegaknya hukum dan

keadilan. Diantara institusi di atas apabila tanpa sumber daya berkualitas, niscaya

hukum hanya ada diatas kertas.44 Komponen substansi adalah segala produk yang

dikeluarkan oleh masyarakat, baik yang sifatnya tertulis maupun yang tidak tertulis,

yang fungsinya sebagai norma hukum dalam masyarakat.45 Pendapat Friedman

selanjutnya tentang komponen budaya hukum yang dikatakan sebagai “bensinnya”

motor keadilan.46 Sehingga tergambar bagaimana serangkaian nilai dan sikap

mempunyai hubungan dalam sistem hukum. Bagaimana pun hukum itu dibuat

sebagai institusi dan nilai serta sikap akan mempengaruhi prilaku masyarakat baik

secara positif maupun negatif.47

44
Mahmud Kusuma, Menyelami Semangat Hukum Progresif : TerapiParadigma Bagi
Lemahnya Hukum Indonesia, (Yogyakarta : Antonylib, 2009). Hlm 96.
45
Ibid, hlm 97
46
Ibid, hlm 98
47
Ariya Zurnetti dan Himawan Ahmed Sanusi, “Perkembangan Pertentangan Hukum Suatu
Sistem Dalam Perspektif Penegekan Hukum Di Indonesia”. Jurnal Normatif , Vol 5Tahun 2017. Hlm
4.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Hampir sejalan dengan pendapat Friedman Sudikno Mertkusumo menjelaskan

bahwa:48

“Hukum merupakan sistem yang berarti bahwa hukum merupakan


tatanan dan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri bagian-bagian atau
unsur-unsur yng saling terkait erat satu sama lain. Sistem hukum
adalah satu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai
interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
kesatuan tersebut”.

Penelitian tesis ini difokuskan pada sistem hukum dalam budaya hukum yang

menyangkut sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum yaitu terhadap

Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, terkhusus masalah

pendaftaran jaminan fidusia yang merupakan suatu kewajiban para pihak untuk

mendaftarkan akta jaminan fidusia.

Unsur – unsur hukum bekerja secara integral satu dengan yang lainya agar

tujuan dari hukum dapat tercapai, yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaat dari suatu

hukum. Tercapainya suatu hukum dapat menekan kepada para pihak yang melakukan

perjanjian kredit dengan jaminan fidusia agar mendaftarkan objek jaminan fidusia

kepada kantor pendaftaran jaminan fidusia yang merupakan kewajiban sebagaimana

yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

2. Kerangka konseptual

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori peranan konsep

dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara

48
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar (Yogyakarta : Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, 2010). Hlm 115

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

abstaksi dan realitas.49 Peranan konsep dalam penelitian adalah sebagai suatu upaya

menghadirkan suatu abstrak lalu kemudian bermetamorfosis menjadi suatu bentuk

baru yang lebih konkrit, jelas dan tegas yang disebut Operational Definition. Definisi

operational memainkan peranan yang sangat penting guna menghindari adanya suatu

perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubitus) atau bahkan kesalahan sebuah

interprestasi dari istilah yang digunakan. Oleh karena itu didalam penelitian ini

menterjemahkan beberapa konsep fundamental agar kiranya secara penerapan

diharapkan mendapatkan suatu hasil penelitian analisis dalam menjelaskan rumusan

masalah yaitu sebagai berikut :

a Lembaga perbankkan merupakan segala sesuatu yang menyangkut

tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan

proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.50

b Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk laiinya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 51

c Debitur adalah pihak yang mempunyai hutang karena perjanjian atau

Undang-Undang.52

49
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja grafindo Persada, 1998). Hlm 3.
50
Pasal 1 angka 1 Undang – Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Perbankan.
51
Pasal 1 angka 2 undang-undang No 10 Tahun 2008 tentang Perbankan.
52
Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

d Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang

mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang.53

e Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda tas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.54

f Pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik

benda yang menjadi objek jaminan fidusia.55

g Penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang

mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan

fidusia.56

h Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai

dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum.57

i Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik

berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud

dalam Undang – Undang No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi fidusia sebagai agunan

53
Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
54
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
55
Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
56
Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
57
Tan Kamello , Hukum Jaminan fidusia, suatu kebutuhan yang didambakan, (Bandung : PT.
Alumni, 2004). Hlm 31

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

bagi pelunsan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap Kreditur Lainnya. 58

j Objek jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan

dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang

terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang

tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau

hipotik.59

k Eksekusi objek jaminan fidusia adalah jika debitur cidera janji

(wanprestasi) eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan

fidusia yang dapat dilakukan dengan cara :

1) Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam

pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia, yakni dengan

menggunakan kekuatan eksekutorial yang bersifat Inkrachr

Van Gewisjde (berkekuatan hukum tetap) dari sertifikat fidusia.

2) Penjualan yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan

Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.

3) Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan

kesepakatan Pemberi Fidusia jika dengan cara demikian dapat

diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

58
Ibid, hlm 31.
59
Ibid, hlm. 32.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

l Cidera janji / wanprestasi adalah keadaan dimana seseorang debitur

tidak memenuhi atau melaksanakan prstasi sebagaimana yang telah

dijanjikan, melaksanakan apa yang dijanjikan, namun tidak seperti apa

yang dijanjikan atau terlambat melakukan sesuatu menurut perjanjian

tidak boleh diakukan.60

m Kantor Pendaftaran Fidusia adalah kantor tempat mendaftarkan

jaminan fidusia yang berada dibawah lingkup Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia yang Menerbitkan dan menyerahkan kepada

Penerima Fidusia / Notaris Rekanan Kreditur sebagai Penerima

kuasapada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan

pendaftaran.61

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah rangkaian langkah sistematis untuk memecahkan

suatu rangkaian sebab akibat dan menemukan jawaban ilmiah terhadap permasalahan.

Setiap penelitian berangkat dari ketidaktahuan dan berakhir pada suatu keraguan, dan

selanjutnya berangkat dari keraguan dan berakhir pada suatu hipotesis. 62 Peter

Marzuki merumuskan:63

“penelitian hukum sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum,


prinsip-prinsip hukum maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi”.
60
Pasal 1313 KUHPerdata
61
Kheriah, Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Dalam Hukum Kepailitan, Jurnal Ilmu Hukum, Portal Garuda, Vol. 3 No 2.
62
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian ( Jakarta : Rajawali Pers, 2013),
hlm 19.
63
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan ke II (Jakarta : Kencana, 2008), hlm 29.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Suatu karya ilmiah selalu disusun berdasarkan data – data yang benar dan

bersifat objektif sehingga dapat diuji kebenarannya, serta tunduk pada suatu

metodelogi. Demikian juga halnya dengan penulisan tesis ini, mempergunakan

metode ilmiah dalam mengumpulkan bahan–bahan atau sumber-sumber data yang

dibutuhkan, sehingga penelitian ini dapat diuji objektifitasnya berdasarkan metode–

metode ilmiah. Adapun metode penelitian hukum yang dipergunakan dalam

penelitian ini yaitu :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis metode penulisan yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif (legal Research). Dikatakan sebagai penelitian hukum

normatif karena objek dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan,

mensistemsikan dan menganalisis norma-norma hukum positif di Indonesia yang

pengaturannya berkenaan dengan eksekusi jaminan fidusia. Hukum dalam penelitian

ini dikonsepsikan sebagai sekumpulan asas dan kaidah – kaidah hukum dalam

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang eksekusi jaminan fidusia. Oleh

karena itu, pada awal penelitian ini mengkaji tentang norma – norma hukum yang

terdapat dalam Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

dan peraturan – peraturan lain yang berkaitan dengan jaminan fidusia.

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriftif analitis, yang artinya adalah

mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

hukum yang menjadi objek penelitian.64 Deskriptif analitis bertujuan untuk

mendeskrpsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara

sistematis, faktual dan akurat tentang bagaimana akibat hukum dari eksekusi jaminan

fidusia yang tidak didaftarkan.

2. Sumber Data

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara

langsung dari masyarakat dan dari bahan–bahan pustaka. Yang diperoleh langsung

dari masyarakat dinamakan data primer (data dasar), sedangkan yang diperoleh dari

bahan – bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.65 Dalam penelitian hukum

normatif digunakan data sekunder, adapun data yang digunakan adalah sebagai

berikut :

a Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan – bahan hukum yang mengikat pada

masyarakat, yang terdiri dari norma – norma atau kaidah – kaidah,

peraturan dasar, peraturan perundang–undangan, bahan hukum yang tidak

dikodifikasikan seperti hukum adat, yurisprudensi, traktat dan bahan

hukum lainnya. Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan

pendaftaran jaminan fidusia, antara lain yaitu :

1) Udang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

64
Ibrahim Johni, Teori dan Metodelogi Hukum Normatif (Malang : Bayu Media Publishing,
2005), hlm 336.
65
Soerjono soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada), hal 12.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2015

tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya

Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

3) Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 tentang

Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang

Melakukan Pembiyaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor

dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.

4) Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 10 Tahun 2013 tentang

Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Eletronik.

5) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8

Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Fidusia.

b Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer. Seperti rancangan undang–undang, hasil–hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.

c Bahan hukum tertier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Hukum dan Kamus

Umum Bahasa Indonesia.66

66
Ibid, hlm 13

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni studi

pustaka (Library Research) dan studi lapangan (Field Research). studi pustaka

(Library Research) yaitu penelusuran kepustakaan untuk memperoleh data sekunder

yang meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan hakim. Bahan hukum sekunder berupa semua

publikasi tetang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi

tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum

dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Studi lapangan (Field Research)

dengan mengumpukan data serta informasi yang diperoleh langsung dari responden

dan mengamati secara langsung penerapan peraturan perundang-undangan.

Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah studi

dokumen (Decomantary Research) dan pedoman wawancara. Studi dokumen yaitu

suatu alat untuk menyelesaikan pemasalahan dengan menelusuri sumber-sumber

tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. 67 Wawancara adalah cara untuk memperoleh

informasi dengan bertanya langsung pada informan, yang merupakan suatu proses

interaksi dan komunikasi.68 Yang menjadi Informan pada penelitian ini adalah pihak

bank BRI yaitu bagian Administrasi kredit dan pihak PT. Mandala Finance yang akan

bagian kredit.

67
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta : Yayasa Obor Indonesia, 2008. Hlm
2.
68
Ediwarman, Op.Cit. hlm 81

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

4. Analisis Data

Analisi data merupakan sebuah proses yang mencoba mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam sebuah pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga

dapat ditemukan sebuah tema serta dapat juga dirumuskan suatu hipotesis kerja

seperti yang disarankan data.69 Metode yang digunakan untuk mengalisis data adalah

analisis data secara kualitatif yaitu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian.70 Dalam penelitian ini yang

menjadi objek penelitiannya adalah eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak

didaftarkan dan akibat hukumnya kepada para pihak yang melakukan pengikatan

jaminan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir

deduktif yaitu proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap

yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang besifat umum.71

69
Ibid, hlm 103
70
Op.Cit. hln 88
71
Op.Cit. hlm 89.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

BAB II

AKIBAT HUKUM BAGI KREDITUR YANG TIDAK MENDAFTARKAN


OBJEK JAMINAN FIDUSIA

A. Tentang Jaminan Fidusia

1. Latar Belakang Lahirnya Jaminan Fidusia

Latar belakang timbulnya lembaga fidusia sebagaimana yang telah dipaparkan

para ahli adalah karena ketentuan undang–undang yang mengatur tentang lembaga

pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan

masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya mengenal dua jenis hak

kebendaan, yaitu hak gadai dan hipotek. Secara umum orang mengatakan bahwa hak

gadai adalah hak jaminan untuk barang yang bergerak, dan hipotek untuk barang

yang tidak bergerak.72

Pada mulanya kedua pranata jaminan tersebut dirasa cukup untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam bidang perkreditan. Tetapi karena terjadi krisis

pertanian yang melanda negara–negara Eropa pada pertengahan sampai akhir abad ke

19, terjadi penghambatan pada perusahaan–perusahaan pertanian untuk memperoleh

kredit. Pada waktu itu tanah sebagai jaminan kredit kurang populer dan kreditor

menghendaki jaminan gadai sebagai jaminan tambahan disamping jaminan pertanian.

Dengan menyerahkan alat–alat pertaniannya sebagai jaminan gadai dalam

72
O.K. Brahn, Penggadaian Diam – Diam dan Retensi Milik Menurut Hukum yang Sekarang
dan yang Akan Datang, TataNUSA, (Jakarta-Indonesia, 2001). Hlm 11.

33
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34

pengambilan kredit sama saja dengan bunuh diri. Apakah artinya kredit yang

diperoleh kalau alat–alat pertanian yang dibutuhkanuntuk mengolah tanah sudah

berada dalam penguasaan kreditor. Terjadilah perbedaan kepentingan antara kreditor

dan debitor yang menyulitkan kedua pihak.

Hambatan yang menjadi kekurangan dari ketentuan–ketentuan undang-undang

tentang lembaga gadai adalah sebagai berikut :

a Adanya asas inbezitstelling

Asas ini, menyaratkan bahwa kekuasaan atas bendanya harus dipindahkan

/ berada pada pemegang gadai, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1152

KUH Perdata. Ini merupakan hambatan yanng berat bagi gadai atas

benda–benda bergerak berwujud, karena pemberi gadai tidak dapat

menggunakan benda-benda tersebut untuk keperluannya. Terlebih jika

benda tanggungan tersebut kebetulan merupakan alat yang penting untuk

mata pencaharian sehari–hari, misalnya bus atau truk bagi perusahaan

penganggukan, alat–alat rumah makan, sepeda bagi penarik rekening atau

lover susu dan lain–lainnya. Mereka itu disamping memerlukan kredit,

masih membutuhkan tetap dapat memakai bendanya untuk alat bekerja;

b Gadai atas surat–surat piutang

Kelemahan dalam pelaksanaan gadai atas surat – surat piutang karena :

1) tidak adanya ketentuan tentang cara penarikan dari piutang –

piutang oleh sipemegang gadai;

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

2) tidak adanya ketentuan mengenai bentuk tetentu bagaimana gadai

itu harus dilaksanakan, misalnya mengenai cara pemberitahuan

tentang adanya gadai pitang–piutang tersebut kepada di debitur

syarat hutang., maka keadaan demikian tidak memuaskan bagi

pemegang gadai. Dalam keadaan demmikian, berarti finansial si

pemberi gadai menyerahkan diri sepenuhnya kepada debitur surat

piutang tersebut, hal mana dianggap tidak baik dalam dunia

perdagangan;

c Gadai kurang memuaskan karena ketiadaan kepastian berkedudukan

sebagai kreditur terkuat, sebagaimana tampak dalam hal membagi hasil

eksekusi, kreditur lain, yaitu pemegannng hak privelege dapat

bekedudukan lebih tinggi daripada pemegang gadai.

Berbagai kelemahan diatas, dalam praktik timbul lembaga baru, yang disebut

sebelumnya yaitu fidusia. Pada awal perkembangannya sebagaimana yang terjadi di

negeri Belanda mendapat tantangan yang keras dari yurisprudensi karena dianggap

menyimpang dari ketentuan pasal 1152 BW. Tidak memenuhi syarat tentang harus

adanya causa yang diperkenankan.73

Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

formal diakui sejak berlakunya Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia. Sebelum Undang-Undang ini dibentuk lembaga jaminan ini disebut dengan

73
Salim HS, Peerkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2014). Hlm 57.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

berbagai macam nama. Zaman Romawi menyebutnya “Fidusia cum creditore” Asser

Van Oven menyebutnya “zekerheids-eigendom” (hak milik sebagai jaminan), Blom

menyebutkan “bezitloos zekerheidsrecht” (hak jaminan tanpa penguasaan), Kahrel

memberi nama “Verruimd Pandbegrip” (Penyerahan hak milik sebagai jaminan)

sebagai singkatan dapat dipergunakan istilah “fidusia” saja.74

Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah “penyerahan hak milik

secara kepercayaan”. Dalam terminologi Belanda nya sering disebut dengan istilah

lengkapnya berupa Fiduciari Eigondoms Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa

Inggris nya secara lengkap sering disebut istilah Fidusiary Transfer of Ownership.75

Namun begitu, kadang–kandang dalam literatur Belanda dijumpai pula pengungkapan

jaminan fidusia ini dengan istilah–istilah sebagai berikut :76

a Zekerheids-eigomdem ( Hak Milik Sebagai Jaminan ).


b Bezitloos Zekerheidsrecht ( Jaminan Tanpa Menguasai ).
c Verruimd Pand Begrip ( Gadai yang Diperluas ).
d Eigendom Overdracht tot Zekerheid ( Penyerahan Hak Milik secara jaminan ).
e Bezitloos Pand ( Gadai tanpa Penguasaan ).
f Een Verkapt Pand Recht ( Gadai Berselubung ).
g Uitbaouw dari Pand ( Gadai yang Diperluas ).

Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat 77 yang

eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitan dengan civil law. istilah civil law

berasal dari kata latin jus civile, yang diperlakukan kepada masyarakat Romawi.

74
Mariam Darus Badrulzaman, Bab Tentang Kredit Verband, Gadai dan Fidusia, (Bandung:
Citra AdityaBakti 1983). Hlm. 90
75
Munir Fuady. Jaminan Fidusia, cetakan kedua, (Bandung: citra adytia bakti, 2003) Hlm 3.
76
Ibid, Hlm 4
77
Di Indonesia, dalam pandangan tradisionil, potensi fidusia ini sudah cukup lama dikenal
dalam kehidupan masyarakat dengan sebutan “boreh”. R. Soebekti, Suatu Tinjauan Tentang Sistem
Hukum Jaminan Nasional, kertas kerja pada seminar hukum jaminan, Bina Cipta tahun 1081. Hlm. 29.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Lembaga jaminan fidusia sudah dikenal sejak zaman Romawi, pada masa itu orang

Romawi mengenal dua bentuk fidusia yaitu:78

a Fidusia cum creditore.

b Fidusia cum amico.

Kedua bentuk fidusia tersebut timbul dari perjanjian yang disebut pactum

fidusiae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cessio. Dari kata

cum creditore dapat diduga bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu

benda kepada krediturnya sebagai jaminan untuk mengalihkan kembali kepemilikan

tersebut kepada debitur bilamana hutangnya sudah dibayar lunas. 79

Dilihat dari isi perjanjian yang disepakati dalam bentuk fidusia cum creditore,

maka ada beberapa hal yang penting sebagai unsur dalm hubungan hukum antara

debitur dengan kreditur yakni: pertama, debitur mengalihkan kepemilikan atas benda

kepada kreditur; kedua, benda yang diserahkan adalah sebagai jaminan hutang;

ketiga, secara fisik benda yang dijadikan jaminan hutang dikuasa oleh debitur;

keempat, kreditur berkewajiban mengembalikan hak milik atas benda kepada debitur

setelah melaksanakan kewajibannya. 80

Pada kontruksi fidusia cum creditore walaupun debitur menyerahkan benda

dalam kepemilikan kreditur bukan berarti bahwa kreditur dapat melakukan sesuatu

terhadap benda itu secara bebas dan tidak terbatas. Debitur percaya bahwa kreditur

78
Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan,(Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1985). Hlm 35.
79
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan (Bandung :
PT. Alumni, 2006). Hlm 42.
80
Ibid. Hlm 42.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

tidak akan menyalahgunakan hak tersebut walaupun tidak ada undang-undang atau

peradilan yang menetapkan hubungan kepercayaan itu. Jadi, hubungan kepercayaan

itu didasarkan kepada aturan moral.81 Kaitannya dengan fidusia cum creditore yaitu

hubungan pihak-pihak didasarkan atas pertimbangan kepercayaan kepada moral yaitu

moral intrinsik, yang tidak dipengauhi oleh hukum positif baik undang-undang

maupun yurisprudensi.82

Selain bentuk fidusia cum creditore, dikenal pula fidusia cum amico, yang

terjadi bilamana seseorang menyerahkan kewenangannya kepada pihak lain atau


83
menyerahkan suatu barang kepada pihak lain untuk diurus. Mengenai fidusia cum

amico. Fred B.G. Tumbuan menjelaskan bahwa :

Fidusia cum amico merupakan suatu lembaga titian yang dikenal dalam
hukum Romawi. Lembaga ini sering digunakan oleh seorang Pater
familias yang harus meninggalkan keluarga dan tanahnya untuk jangka
waktu yang lama karena ia harus membuat perjalanan jauh atau
bepergan perang. Dalam hal demikian Pater familias tersebut akan
menitipkan familiarnya yaitu keluarga dan seluruh kekayaannya kepad
seorang teman yang selanjutnya akan mengurus tanah dan kekayaannya
yang ditinggalkan oleh pater famililas. Tentu saja antara pater familias
dan temannya tersebut dibuat janji bahwa teman tersebut akan
mengembalikan kepemilikan atas familiasnya bilamana si pater familis
sudah kembali dari perjalanannya. 84

81
Kata “moral” berasal dari kata latin “mores” yang identik dengan akar kata “ethos” berarti
alat kebiasaan. Moral berarti bebarti sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan wajar, lihat sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, buku IV, Bulan Bintang
Jakarta, 1978, hal. 512 (lihat Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang
Didambakan, Alumni, Bandung 2004. Hlm. 43).
82
Ibid. Hlm 44.
83
Oey HoeyTiong. Op. Cit. Hlm 37.
84
Fred. B.G, Op.Cit hal 11. Disitir dari Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu
Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2004). Hlm 45.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Cum amico merupakan hubungan yang tidak dapat ditujukan untuk

kepentingan jaminan hutang. Hubungan antara pemberi dan penerima adalah bersifat

kepengurusan harta benda. Penerima harta benda menjalankan kewenangan sesuai

dengan kepentingan dari pemberi harta benda. Pranata jaminan ini pada dasarnya

sama dengan “trust” yang dikenal dengan dalam sistem hukum common law. Dalam

fidusia cum amico ini kewenangan diserahkan kepada pihak penerima tetapi

kepentingan tetap berada pada pihak pemberi.85 Kedua bentuk fidusia yang dianut

dalam hukum Romawi tersebut jaminan fidusia yang dimaksud dalam undang-undang

jaminan fidusia sekarang ini adalah fidusia cum creditore contracta.86

Sistem hukum Indonesia mempunyai hubungan erat dengan hukum Belanda

karena adanya peraturan sejarah yang didasarkan kepada asas konkordansi

(concordantie beginsel).87 Demikian pula sistem hukum Belanda yang memiliki

sejarah dengan hukum Prancis yang berasal dari hukum Romawi. Lembaga jaminan

fidusia diakui di Belanda oleh Yurisprudensi untuk pertama kali dengan

dikeluarkannya keputusan Hoge Raad (HR) tanggal 25 Januari 1929, di Indonesia

pengakuan lembaga jaminan fidusia pertama kali didasarkan kepada keputusan

Hoogerechttsschof (Hgh) dalam perkara Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM)

85
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia. (Jakarta: PT Raja Grapindo persada,
2006). Hlm 15.
86
K. Agus Rahardjo, Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,
(Bandung: Makalah disampaikan dalam pelatihan sisminbakum tanggal 29-31 Maret 2004), hal 3.
Disitir dari Rega Satya Rachellariny, “eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan lembaga
keuangan non bank”, privat law vol. IV, 2016
87
Schoulten Van Oud Haarlem, asas konkordansi yang diikuti Indonesia adalah konkordansi
sempit (enge concordantie), disitir dari C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka., 1982). Hlm 198.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

vs Pedro Clignett, tanggal 18 Agustus 1932. Lahirnya putusan ini sekaligus

meletakkan dasar pertama yurisprudensi yang terpengaruholeh Arrest Bierbrouwerij

di Belanda.88

Lembaga jaminan fidusia dalam KUHPerdata tidak diatur secara khusus.

Lembaga jaminan yang diatur secara khusus dalam KUHPerdata hanyalah hipotik

dan gadai. Namun, secara tersirat dapat dilihat dari beberapa pasal dalam hukum

perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata yang menganut sitem terbuka.

Artinya bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas–luasnya kepada

para pihak untuk membuat perjanjian apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Hingga pada akhirnya lembaga

fidusia diakui oleh yurisprudensi, baik di negara Belanda yang berrdasarkan asas

konkordansi berlaku juga di Indonesia.89

Ketentuan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur jaminan

fidusia adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang

diundangkan pada tanggal 30 September 1999 LN.168, TLN. 3889 dan berlaku pada

saat diundangkan.

Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 :90

88
Tan Kamello. Op. Cit. Hlm 69
89
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Indonesia Kajian Berdasarkan
Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. (Depok: PT. RajaGrafindo, 2018). Hlm 165.
90
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”

Berdasarkan pasal tersebut fidusia dirumuskan secara umum, yang belum

dihubungkan atau dikaitkan dengan suatu perjanjian pokok jadi belum dikaitkan

dengan hutang. Adapun unsur-unsur perumusan fidusia sebagai berikut:91

a Unsur secara kepercayaan dari sudut pemberi fidusia. Unsur


kepercayaan memang memegang peraanan penting dalam fidusia
dalam hal ini juga tampak dari penyebutan unsur tersebut dalam
Undang-undang Jaminan Fidusia arti kepercayaan selama ini diberikan
oleh praktik, yaitu : Debitur pemberi jaminan percaya benda fidusia
yang diserahkan olehnya tidak akan benar-benar dimiliki oleh kreditur
penerima jaminan tetapi hanya sebagai jaminan saja, Debitur pemberi
jaminan percaya bahwa kreditur terhadap benda jaminan hanya akan
menggunakan kewenangan yang diperolehnya sekedar untuk
melindungi kepentingan sebagai kreditur saja, Debitur pemberi
jaminan percaya bahwa hak milik atas benda jaminan akan kembali
debiturpemberi jaminan kalau hutang debitur untuk mana diberikan
jaminan fidusia dilunasi.
b Unsur kepercayaan dari sudut penerima fidusia.
c Unsur tetap dalam penguasaan pemilik benda.
d Kesan keluar tetap beradanya benda jaminan di tangan pemberi
fidusia.
e Hak mendahului (Preferen).
f Sifat acessoir.

Jaminan adalah menjamin dipenuhuinya kewajiban yang dinilai dengan uang

yang timbul dari suatu perikatan hukum,92 sedangkan Jaminan fidusia adalah hak

jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tdak terwujud dan

bangunan / rumah di atas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar,

91
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2002). Hlm. 160-175
92
Ibid. Hlm 31

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan

pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan hutang tertentu, yang memberikan

kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 93

Pasal 1 angka 2 Undang – Undang Jaminan Fidusia merumuskan jaminan

fidusia sebagai berikut ;94

“Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 4 tahun 1996
tentang hak tanggungan, yang tetap berada dalam pengusaan pemberi
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan yang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor
lainnya”.

Defenisi tersebut sudah jelas bahwa fidusia berbeda dengan jaminan fidusia,

dimana Fidusia merupakan suuatu proses pengalihan hak kepemilikan dan jaminan

fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Ini berarti pranata

jaminan fidusia yang diatur dalam Undang – Undang No 42 Tahun 1999 ini adalah

pranata jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam fiducia cum creditore

contracta di atas.95

2. Ruang Lingkup Jaminan Fidusia.

Pasal 2 Undang – Undang Jaminan fidusia memberikan batas ruang lingkup

berlakunya undang – undang jaminan fidusia yaitu berlaku berlaku terhadap setiap

93
J. Satrio. Op.Cit. Hlm 56
94
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia/.
95
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.Cit. Hlm123

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia96,

berdasarkan pasal 2 undang-undang jaminan fidusia tersebut sepanjang perjanjian itu

bertujuan untuk membenani benda dengan jaminan fidusia perjanjian tersebut tunduk

dan mengikuti ketentuan undang-undang jaminan fidusia.

Objek jaminan fidusia pada awalnya hanya benda bergerak saja. Hal ini dapat

dilihat dari Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 158/1950/Pdt tanggal 22

Maret 1950 dan Keputusan Mahkamah Agung Nomor 372 K/Sip/1970 tanggal 1

September 1971, yang menyatakan bahwa fidusia hanya sah sepanjang mengenai

barang-barang bergerak.

Lahirnya Undang–Undang Jaminan Fidusia, yaitu dengan mengacu kepada

pasal 1 butir 2 dan 4 serta pasal 3 Undang–Undang Jaminan Fidusia, dapat dikatakan

bahwa yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki

dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda terdaftar maupun

tidak terdaftar, bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tidak

bergerak dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak

tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan atau Hipotek sebagaimana dimaksud dalam pasal 314 KUH

Dagang jis pasal 1162 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata.97 Dengan begitu

berarti atas suatu hubungan hukum yang mempunyai ciri–ciri fidusia yang disebutkan

dalam undang–undang jaminan fidusia berlaku Undang– Undang Jaminan Fidusia.

96
Pasal 2 Undang-Undang 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
97
Gunawan widjaja, Op.Cit, hal 141.

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Benda yang tidak dapat menjadi objek jaminan fidusia sekarang ini meliputi :

benda bergerak dan benda tetap yaitu benda yang tidak bisa dijaminkan melalui

lembaga jaminan hak tanggungan atau hipotik dan dengan syarat benda tetap tersebut

dapat dimiliki dan dapat dialihkan.98

Undang–undang jaminan fidusia pada umumnya benda yang menjadi objek

jaminan fidusia itu benda bergerak yang terdiri atas benda persediaan, benda

dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor.99 Undang-undang

Jaminan fidusia mengatur tentang objek jaminan fidusia ketentuan tersebut dapat

dilihat dalam pasal 1 ayat 4, pasal 9, pasal 20 dan pasal 31. Yang menjadi objek

jaminan fidusia tersebut adalah:100

a Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.


b Benda tersebut dapat berupa benda berwujud, termasuk piutang. Dapat
juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang.
c Benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Arrtinya objek jaminan
fidusia biasanya berupa benda bergerak tidak atas nama (benda bergerak
tidak terdaftar) seperti mesin dan lain-lain. Dan bisa juga benda
bergerak terdaftar seperti kendaraan bermotor.
d Benda tersebut dapat berupa benda bergerak maupun tidak bergerak
dapat diikat dengan hak tanggungan, serta benda tidak beergerak yang
tidak dapat diikat dengan hipotik.
e Baik atas benda sudah ada maupun benda yang akan diperoleh
kemudian.
f Dapat atas satu satuan atau jenis benda.
g Dapat juga atas satu jenis benda.
h Meliputi juga hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia.
i Dapat juga berupa benda perdagangan atau efek yang dapat dijual
dipasar atau bursa (pasal 31 Undang-Undang Jaminan Fidusia)

98
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2002). Hlm. 179
99
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika 2009. Hlm 176.
100
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, cetakan kedua, (Bandung: citra adytia bakti, 2003). Hlm.
22.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

j Dapat juga terhadap hak milik atas satuan rumah susun (Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun), jika tanahnya
tanah hak pakai atas rumah negara.
k Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan musnah
dan diasuransikan, maka klaim asuransi akan menjadi penggantu objek
jaminan fidusia tersebut (penjelasan pasal 25 ayat 2).
l Benda persediaan (inventory/stok perdagangan) dapat juga menjadi
jaminan fidusia.

Terhadap pembebanan fidusia yang berobjekkan barang persediaan ini, dalam

hukum anglo saxon dikenal dengan nama Floating Lien atau Floating Charge.

Disebut dengan Floating (mengambang) karena jumlahnya yang menjadi objek

jaminan sering berubah – ubah sesuai dengan persediaan stok, mengikuti irama

pembelian dan penjualan dari benda tersebut.101

Pasal 3 Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 ini tidak berlaku terhadap

:102

a Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,


sepanjang peraturan perundang – undangan yang beraku menentukan
jaminan atas benda – benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian
bangunan diatas milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan berdasarkan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan fidusia;
b Hipotek atas kapal yang tedaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua
puluh) M3 atau lebih;
c Hipotek atas pesawat terbang; dan
d Gadai.

Ilmu hukum yang merupakan sumber hukum dalam arti formil adalah

Undang-Undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi dan doktrin (pendapat para ahli).

101
Ibid. Hlm. 23
102
Ibid. Hlm. 138

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Adapun sumber-sumber yang melandasi lembaga jaminan fidusia ini antara lain

adalah:103

a Umum (General)

1) Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “ semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya”. Pasal ini memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk membuat perjanjian yang mereka buat, sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusiaan dan ketertiban umum.

2) Pasal 14 dan pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang

ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, bahwa Hakim tidak

boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak

ada hukumnya atau Undang-Undang yang mengaturnya dan Hakim

wajib menggali hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat

dalam rangka penemuan hukum baru.

b Khusus:

1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1999, LN.58, TLN.3837, jo

Peraturan Pemerintah Nomor 87 tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementrian

hukum, LN.171, TLN.4006.

103
Andi Hamzah dan Senjun Manullang, Lembaga Fidusia dan Penerapannya Di Indonesia,
(Jakarta: indhill Co, 1987). Hlm 41-42.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

3) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara

Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan

Fidusia, LN.170, TLN.4005.

4) Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 Tanggal 30 september

2000 tentang Pembentukan kantor Pendaftaran Di Setiap Ibukota

Provinsi Di Wilayah Negara Republik Indonesia.

5) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M.01.06 Tahun 2000 tanggal 30 Oktober 2000

tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia.

6) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan.

7) Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012 tentang

Pedaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang

Meakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan

Pembebanan Jaminan Fidusia.

8) Peraturan Menteri Huum dan HAM No. 9 Tahun 2013 tentang

Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Elektronik.

9) Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 10 Tahun 2013 tentang Tata

Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Online.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

3. Asas-Asas Jaminan Fidusia

Dalam Undang–Undang Jaminnan Fidusia, pembentukan undang–undang

tidak mencantumkan secara tegas asas–asas hukum jaminan fidusia yang menjadi

fundamental dari pembentukan norma hukumnya.

Asas–asas hukum jaminan fidusia dapat dilihat dari pasal-pasal dari Undang–

Undang Jaminan Fidusia. Asas–asas yang terdapat dalam hukum jaminan fidusia

adalah sebagai berikut :

a Kreditur berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur–


kreditur lainnya (hak preferent).

Setiap kreditor pemegang jaminan kebendaan pada umumnya selalu memiliki

hak untuk mendahului atau memiliki kedudukan yang didahulukan dari kreditor–

kreditor lainnya. Maksud dari kedudukan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor

lain adalah jika debitor cidera janji (wanprestasi), maka kreditor pemegang jaminan

kebendaan (kreditor gadai, hipotek, hak tanggunan dan fidusia) berhak menjual

melalui pelelangan umum objek yang dijadikan jaminan menurut peraturan

perundang–undangan yang berlaku dengan hak mendahului dari kreditor–kreditor

yang lainnya.104

Pasal 27 Undang–Undang Jaminan Fidusia memberikan pengaturan tentang

hak mendahului dalam jaminan fidusia sebagai berikut :

1) Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor


lainnya;

104
D.Y. Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Aspek
Perikatan, Pendaftaran dan Eksekusi), (Bandung: MandarMaju, 2015). Hlm. 114

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pellunasan
piutangnya atau hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan
fidusia;
3) Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena
adanya kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia.

Hak preferensi akan sangat berguna bagi kreditor pada saat debitor dalam

waktu yang bersamaan memiliki lebih dari satu kreditur, sehingga para kreditor akan

melaksanakan hak tagihannya berdasarkan kedudukan masing – masing, dalam posisi

pertama kreditur separatis pemegang jaminan kebendaan akan mendapatkan hak

paling dulu untuk mengambil pelunasan benda jaminan, lalu disusul oleh kreditur

preferen dan diposisi terakhir adalah kreditor konkuren yang akan mengambil

pelunasan dari harta milik si debitor yang masih tersisa. Jika hanya ada satu–satunya

kreditor maka hak preferensi menjadi tidak begitu penting artinya karena kreditor

tidak dihadapkan pada persaingan untuk melakukan pelunasan atas harta benda milik

debitor.105

b Asas jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan
fidusia, dalam tangan siapapun benda tersebut berada. (droit de suite atau
zaaksgevolg).

Asas ini menunjukkan bahwa jaminan fidusia adalah merupakan hak

kebendaan (zakeijkrecht) dan bukan hak perorangan (persoonlikjrecht), karena hal

perorangan tidak memiliki karakter droit de suite.106

Pasal 20 Undang – Undang Jaminan fidusia menentukan :

105
Ibid. Hlm 115
106
Andreas Albertus Andi Prajitno, Hukum Fidusia, (Malang: Selaras Malang, 2010). Hlm
115-116

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

“Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia

dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda

persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia”.

Hak kebendaan jaminan fidusia baru lahir pada tanggal dicatatnya jaminan

fidusia dalam buku daftar fidusia. Maksud dari penegasan ini tidak lain adalah kalau

jaminan fidusia tidak dicatatkan dalam buku daftar fidusia berarti hak jaminan fidusia

bukan merupakan hak kebendaan melainkan memiliki karakter hak perorangan.

Akibatnya, bagi pihak ketiga adalah pihak yang tidak dihormatinya hak jaminan

fidusia dari kreditor pemegang jaminan fidusia.

Prinsip droit de siute ini dapat disimpangi atau dikecualikan, dalam

kebendaan yang dijadikan sebagai objek jaminan fidusia berupa benda atau barang

persediaan (inventory), seperti barang jadi (finished good) yang diproduksi dan

dipasarkan pemberi fidusia. Pengecualian prinsip droit de suite ini dinyatakan dalam

klausul terakhir ketentuan dalam pasal 21 Undang–Undang Jaminan Fidusia “kecuali

pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia”. Dengan

demikian berarti sifat hak kebendaan berupa droit de suite tidak berlaku terhadap

benda-benda persediaan, yaitu stok barang dagangan. Pengecualian ini didasarkan

pada sifat kebendaannya berupa barang–barang dagangan, yang memang untuk

diperdagangkan atau diperjualbelikan, sehingga sifat droit de suite dengan sendirinya

tidak dapat ditetapkan kepada kebendaan yang dimaksud. 107

107
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika 2009) hlm. 166

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

c Asas Accessoir

Asas ini merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut dengan asas

assessoir (perjanjian buntutan) yang mengandung arti bahwa keberadaan jaminan

fidusia adalah ditentukan oleh perjanjian lain yaitu perjanjian utama atau perjanjian

prinsipal dalam hal ini perjanjian utama bagi jaminan fidusia adalah perjanjian utama

piutang melahirkan utang yang dijamin dengan jaminan fidusia.108

Pasal 4 Undang–Undang Nomor 42 Tahun 1999 Jaminan Fidusia 109 beserta

penjelasannya menegaskan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari

suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk

memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau

tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian berarti,

bahwa kelahiran dan kebenaran perjanjian jaminan fidusia ditentukan oleh adanya

perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban dan sekaligus tanggung jawab para

pihak untuk memenuhi suatu prestasi sebagai akibat terjadinya suatu perikatan.

Sifat suatu perjanjian Accessoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat-sifat

sebagai berikut:110

1) Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok: jaminan fidusia


terkat dengan perjanjian pokok, sehingga jaminan fidusia bersifat
accessoir dan mengukuti perjanjian dasar, sehingga batalnya
perjanjian dasar secara hukum akan membatalkan perjanjian
accessoir yang mengikuti perjanjian tersebut.

108
Andreas Albertus Andi Prajitno,Op. Cit. Hlm 115-116
109
Pasal 4 Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menyatakan ;
“Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”
110
Gunawan widjaja & Ahmad Yani, Op.Cit. Hlm 123-124.

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

2) Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian


pokok.
3) Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika
ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak
terpenuhi.

Pencantuman asas assosiaritas adalah untuk menegaskan atau menghilangkan

adanya keraguan – keraguan mengenai karakter jaminan fidusia apakah bersifat

assesor atau merupakan perjanjian yang berdiri sendiri (zelfstandig).

Asas assesoritas membawa konsekuensi hukum terhadap pengalihan hak atas

piutang dari kreditur pemegang jaminan fidusia lama kepada pemegang jaminan

fidusia baru. Hal ini berarti terjadi pemindahan hak dan kewajiban dari kreditur

pemegang jaminan fidusia lama kepada kreditur pemegang jaminan fidusia baru.

Pihak yang menerima peralihan hak jaminan fidusia mendaftarkan perbuatan hukum

(cessie) tersebut ke kantor pendaftaran fidusia.111

Konsekuensi dari perjanjian assessoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok

tidak sah, atau karena sebab apa pun hilang berakunya atau dinyatakan tidak berlaku,

maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian accessoir juga ikut menjadi

batal.112

d Asas jaminan fidusia dapat dilayakkan atas hutang yang baru akan ada
(kontinjen).

Undang–Undang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa objek jaminan fidusia

dapat dibebankan kepada hutang yang telah ada dan yang akan ada. Asas ini adalah

111
Tan kamello,Op.Cit. Hlm. 164-165
112
Munir fuady, Jaminan Fidusia, cetakan kedua, (Bandung: citra adytia bakti, 2003). Hlm,
19

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

untuk menampung aspirasi hukum dari dunia bisnis perbankan, misalnya hutang yang

timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur

dalam rangka pelaksanaan garansi bank. Pengatutran asas ni juga ingin menuntaskan

perbedaan pendapat antara pihak pengadilan dengan kalangan perbankan tentang

problema hukum jaminan pada masa lalu dalam menetukan besarnya jumlah hutang

yang pasti.

e Jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada

Hal ini dapat ditemukan dalam pasal 9 Undang–Undang Nomor 42 Tahun

tentang Jaminan Fidusia, 113 yang menentukan bahwa objek jaminan fidusia dapat

diberikan pada satu atau lebih atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada

pada saat jaminan diberikan, maupun yang akan diperoleh kemudian.

Asas ini adalah salah satu yang membedakan jaminan fidusia dengan jaminan

hipotek. Seperti diketahu bahwa jaminan hipotek hanya dapat diletakkan atas benda-

benda yang sudah ada (pasal 1175 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata).

f Asas pemisahan horisontal

Jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/rumah yang terdapat di

atas tanah milik orang lain. Dalam ilmu hukum sas ini disebut dengan asas

pemisahan horisontal.114 Dalam pemberian kredit bank, penegasan asas ini dapat

menampung pihak mencari kredit khususnya pelaku usaha yang tidak memiliki tanah
113
(1). Jaminan fidusia dapat memberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda,
termasuk piutang, baik yang telah pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. (2).
Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tidak perllu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia.
114
Tan kamello. Op.Cit., Hlm, 168

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

tetapi mempunyai hak atas bangunan/rumah. Biasanya hubungan hukum antara

pemilik tanah dan pemilik bangunan adalah perjanjian sewa.

g Asas publisitas

Artinya setiap pembebanan jaminan dilakukan secara terbuka dan tegas, tidak

diakukan secara diam–diam dan tersembunyi. Menurut asas ini setiap pembebanan

jaminan wajib didaftarkan ditempat dimana undang–undang telah menunjuk tempat

pendaftaran tersebut. Semua jaminan kebendaan mensyaratkn adanya pendaftaran

kecuali pada jaminan gadai, karena gadai secara langsung benda jaminannya

diserahkan kepada pihak kreditur, sehingga asas publisitas pada jaminan gadai

dilakukan dengan cara menyerahkan bendanya.115

Setelah fidusia di daftarkan, maka berlaku fictie hukum bahwa setiap orang

akan dianggap mengetahui tentang pemberian jaminan tersebut, sehingga penerima

jaminan dapat mempertahankan objek jaminan tersebut kepada siapapun, dan sebagai

kelanjutan dari asas publisitas ini adalah bahwa pihak pemegang jaminan dapat

melakukan eksekusi jaminan di tangan siapapun benda tersebut berada.

Kewajiban pendaftaran fidusia akan menimbulkan konsekuensi secara pidana

jika lembaga pembiayaan (finance) telah menarik biaya pendaftaran kepada

konsumen namun, ternyta melakukan pendaftaran tersebut setelah lewat jangka waktu

30 hari sejak akta pemberian jaminan fidusia itu ditandatangani oleh para pihak,

terkecuali jika sebelumnya pihak lembaga pembiayaan tidak menarik biaya

115
D.Y. Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Aspek
Perikatan, Pendaftaran dan Eksekusi), (Bandung: MandarMaju, 2015). Hlm 117

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

pendaftaran kepada konsumen, maka meskipun pendaftaran tersebbut semata–mata

merupakan kewajiban namun tidak akan menimbulkan konsekuensi secara hukum

pidana baik penggelapan maupun pelanggaran atas perintah penyetoran PNBP.

h Asas bahwa benda dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh

kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun hal itu diperjanjikan. Dalam

ilmu hukum disebut asas pendakuan.

i Asas iktikad baik

pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus

mempunyai iktikad baik. Asas iktikad baik disisni memiliki kepatutan seperti dalam

hukum perjanjian. Dengan asas ini diharapkan bahwa pemberi jaminan fidusia wajib

memelihara benda jaminan, tidak mengalihkan, menyewakan dan menggadaikannya

kepada pihak lain.

j Jaminan fidusia mudah dieksekusi.

Pasal 15 ayat (3)Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999116 menegaskan

bahwa apabila debitur cidera janji, kreditur sebagai penerima fidusia mempunyai hak

untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri.

Hak menjual atau hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas

kekuasaan sendiri.

116
Pasal 15: (1) “dalam sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat
(1) dicantumkan kata-kata “Demi Keadalian Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. (2) sertifikat
jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadian yang telh memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) apabila debitur cidera
janji, penerima fidusia berhak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
kekuasaan sendiri.

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Kemudahan pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan mencantumkan irah–irah

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sertifikat jaminan

yuridis bahwa jaminan fidusia mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam penjualan benda

jaminan fidusia, selain melalui titel eksekutorial, dapat juga dilakukan dengan cara

melelang secara umum dan di bawah tangan.

Asas–asas yang tercantum dalam jaminan fidusia mencerminkan bahwa

hukum jaminan fidusia mempunyai karakter dan keunikan tersendiri yang perlu

diteliti sedemikian rupa. Masih banyak kelemahan dalam pembentukan undang–

undang jaminan fidusia dan pengaturannya serta penafsirannya. Untuk melaksanakan

asas–asas tersebut diatas seharusnya dalam pembuatan akta jaminan fidusia yang

dibuat oleh Notaris, antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia haruslah dibuat

dengan lengkap. Dimulai dengan penandatanganan perjanjian pokok, surat kuasa

untuk mendaftarkan fidusia dari penerima fidusia kepada Notaris atau Karyawan

Notaris. Surat kuasa pendaftaran tersebut dapat disubstitusikan kepada karyawan

notaris, apabila didalam surat kuasa tersebut penerima akta jaminan fidusia tidak

lantas berhenti sampai tahap pembuatan akta jaminan fidusia saja, namun proses

pendaftaran jaminan fidusia sangat diperlukan untuk menjamin kepastian hukum serta

perlindungan hukum terhadap para pihak.

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

4. Pengalihan dan Hapusnya Jaminan Fidusia.

a. Pengalihan Jaminan Fidusia

Menurut hukum perdata, bahwa peralihan hak atas suatu piutang yang timbul

dari suatu perikatan dapat terjadi karena cessie, subrogasi, novasi ataupun sebab

lainnya. Karena perjanjian memberikan jaminan fidusia bersifat accessoir pada pitang

tertentu yang dijaminnya, dengan sendirinya peralihan atau pengalihan jaminan

fidusia kepada penerima fidusia baru, juga akan mengikuti peralihan pitang yang

dijamin dengan jaminan fidusianya.

Mengenai pengalihan hak atas jaminan fidusia, diatur dalam pasal 19

Undang–Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia, yang menyatakan

sebagai berikut:117

1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia,


mengakibatkan beralihanya demi hukum segala hak dan kewajibban
penerima fidusia kepada kreditur baru.
2) Beralihnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didaftarkan oleh kreditur bru kepada kantor pendaftaran fidusia.

Penjelasan pasal 19 Undang – Undang Jaminan Fidusia, bahwa peralihan

piutang itu dilakukan dengan cessie atau pengalihan piutang yang dilakukan dengan

sebuah akta. Pasal 631 KUH Perdata menyebutkan bahwa “ penyerahan piutang–

piutang atas nama dan barang–barang lain yang tidak bertubuh dilakukan dengan

jalan membuat akta otentik atau dibawah tangan yang melimpahkan hak–hak atas

barang itu kepada orang lain.”118

117
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
118
Ibid, Hlm. 168

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Untuk supaya pengalihan jaminan fidusia itu sah, maka tentunya harus

didahului oleh pengadilan piutang yang menjadi perjanjian pokoknya yang sah, jika

pengalihan piutang itu batal, maka secara hukum akan dianggap bahwa jaminan

fidusia tersebut tidak pernah beralih.

Selain karena adanya peralihan tagihan, jaminan fidusia juga bisa beralih

karena disepakati oleh pemberi dan penerima fidusia untuk mengalihkan hal tersebut

sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 23 ayat (1) Undang–Undang Jaminan

fidusia. Yang menentukan bahwa sepanjang terdapat “kesepakatan” atau

“persetujuan” di antara pemberi fidusia dan penerima fidusia, maka pemberi fidusia

masih mempunyai kewenangan untuk dapat :119

1) Menggunakan benda atau hasil dari objek benda jaminan fidusia;


2) Menggabungkan benda–benda atau hasil dari benda objek jaminan
fidusia;
3) Mencampurkan benda atau hasil dari benda yang menjadi objek
jaminan fidusia;
4) Mengalihakan benda atau hasil dari benda yang menjadi objek
jaminan fidusia;
5) Melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang.

Perbedaan antara peralihan jaminan fidusia yang diakibatkan oleh tindakan

cessie dengan peralihan objek jaminan fidusia karena adanya over kredit, dalam

hubungan hukum yang pertama yang beralih sedangkan pada peralihan karena adanya

over kredit yang beralih adalah penguasaannya atau hak pinjam pakainya karea pada

saat itu hak atas objek jaminan sedang pada pihak penerima fidusia sehingga

119
Rachmadi usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika 2009). Hlm. 219

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

mungkin debitor dapat mengalihkan hak milik atas benda tersebut sedangkan pada

saat itu ia bukan sebagai pemiliknya, namun sebagai peminjam pakai.120

b. Hapusnya Jaminan Fidusia

Sebagai suatu perjanjian accessoir, jaminan fidusia ini demi hukum hapus bila

utang pada perjanjian pokok, yang menjadi sumber lahirnya perjanjian penjaminan

fidusia atau utang yang dijamin dengan jaminan fidusia hapus. Pasal 25 Undang–

Undang Jaminan fidusia menyatakan secara tegas bahwa jaminan fidusia hapus

karena:

1) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia;

2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima jaminan fidusia;

3) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Ketentunan pasal 25 tersebut diatas merupakan konsekuensi logis dari sifat

jaminan fidusia sebagai perikatan assesoir yang dimaksud dengan “perikatan yang

dijamin” adalah “perikatan pokoknya”. Jadi kata “hutang” disini ahrus ditafsirkan

luas, meliputi segala macam perikatan, karena pada asasnya lembaga jaminan bisa

dipakai untuk menjamin kewajiban prestasi yang timbul dari perikatan yang

manapun.121

Jaminan fidusia akan berakhir jika utang yang dijamin dengan fidusia hapus

dengan kata lain perikatan dalam perjanjian pokok yang dijamin dengan jaminan

120
D.Y. Witanto, Op.Cit. Hlm. 170
121
J. Satrio, Op.Cit. Hlm 200

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

fidusia tersebut berakhir.122 Hapusnya perikatan, menurut pasal 1381 KUH Perdata

bisa terjadi karena :

1) Pembayaran
2) Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau
penitipan
3) Pembaharuan hutang (novasi)
4) Perjumpaan hutang atau kompensasi
5) Pembebasan hutangnya
6) Musnahnya barang yang terhutang
7) Kebatalan atau pembatalan
8) Berlakunya syarat batal, yang diatur dalam bab 1 KUH Perdata
9) Lewatnya waktu

Bedasarkan pasal 1444 KUH Perdata, jika objek persetujuan musnah, tidak

bisa lagi diperdagangkan atau hilang, maka akibatnya hapuslah perikatannya.

Selanjutnya ketentuan dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000

dan ketentuan dalam pasal 14 Keputusn Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 menegaskan, bahwa dala m jaminn fidusia hapus

karen hal–hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) UUJF, maka penerima

fidusia yang bersangkutan dengan melampiran Sertifikat Jaminan Fidusia dan

dokumen pendukung tentang hapusnya jaminan fidusia dalam waktu paling lambat 5

hari terhitung sejak tanggal pelunasan utang.123

Hapusnya jaminan fidusia maka pejabat pendaftaran fidusia akan mencoret

dari buku daftar fidusia, meskipun tindakan ini hanya sebatas tindakan administratif,

tindakan roya itu aan sangat bermamfaat bagi si pemilik barang ketika hapusnya

jaminan fidusia itu terjadi karena pelunasan hutang pokoknya, sehingga jika suatu

122
D.Y.Witanto, Op.Cit. Hlm. 141
123
Rachmadi Usman, Op.Cit,. Hlm. 227

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

saat pemilik barang akan menjaminkan kembali dengan utang yang lain tidak akan

terkendala pada proses pendaftarannya.124

Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia yang

menyatakan bahwa sertifikat berlaku sebagaimana yang diatur dalam pasal 16 ayat

(2) Undang–Undang Jaminan Fidusia akan menjadi dasar bagi pemberi fidusia untuk

menolak permohonan eksekusi jikasetelah lunasnya utang yang dijamin dengan benda

milik pemberi fidusia pihak kreditor tetap mengajukan permohonan eksekusi, atau

setidaknya dapat menjadi bukti yang akan menggugurkan kekuatan eksekutorial dari

sertifikat fidusia.

Ketentuan tentang penerbitan surat keterangan yang menyatakan sertifikat

fidusia tidak berlaku memberikan asumsi bahwa kreditor tidak diwajibkan untuk

menyerahkan syarat bagi pencoretan (roya) dalam daftar fidusia sedangkan yang

menjadi syarat bagi pencoretan tersebut adalah keterangan tentang hapusnya utang,

keterangan tentang pelepasan hak dari kreditor dan keterangan tentang hapusnya

objek jaminan fidusia.125

B. Pendaftaran Jaminan Fidusia

Fidusia lahir dalam praktek yang dituntun oleh yurisprudensi, baik

yurisprudensi di negeri Belanda maupun yurisprudensi di Indonesia. Sebagai pranata

hukum yang lahir dari praktek dan tidak mendapatkan pengaturan perundang–

undangan, maka tidak ada pengaturan dari segi prosedural dan proses. Sebab

124
D.Y. Witanto,Op.Cit. Hlm. 144
125
Ibid. Hlm 145

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

yurisprudensi tetang fidusia tidak sampai mengatur tentang prosedural dan proses

tersebut. Karena itu, tidak mengherankan jika kewajiban pendaftaran fidusia sebagai

salah satu mata rantai dari prosedur lahirnya fidusia tidak diatur sehingga tidak ada

kewajiban pendaftaran fidusia tersebut bagi jaminan fidusia.126

Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktek

sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata hukum fidusia ini. Sebab di samping

menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran jaminan

fidusia tersebut menyebabkan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur publisitas,

sehingga susah dikontrol. Hal ini dapat menimbulkan hal – hal yang tidak sehat

dalam praktek, seperti adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya,

adanya pengalihan barang fidusia tanpa sepengetahuan kreditur, dan lain lain.

Pendaftaran jaminan fidusia ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian

hukum para pihak, baik bagi pemberi fidusia, apalagi bagi penerima fidusia, sehingga

dapat memberikan perlindungan hukum terhadap kreditor dan pihak ketiga lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan dari sistem pendaftaran jaminan

fidusia ini adalah untuk :127

1. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan,


terutama terhadap kreditor lain mengenai benda yang telah dibebani
dengan jaminan fidusia;
2. Melahirkan ikatan jaminan fidusia bagi kreditor;
3. Memberikan hak yang didahulukan kepada kreditor terhadap kreditor lain,
berhubung pemberi fidusia tetap mengusasai benda yang menjadi objek
jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan;

126
Munir fuady, Jaminan Fidusia, cetakan kedua, (Bandung: citra adytia bakti, 2003). Hlm.
29
127
Rachmadi Usman, Op.Cit. Hlm. 200

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

4. Memenuhi asas publisitas.

Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia,

kuasa atau wakilnya dan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia.

Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia memuat sebagai berikut:128

1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;


2. Tanggak, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan
Notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
3. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
5. Nilai penjaminan;
6. Nilai benda yang menjadi fidusia.

Setelah diberlakukan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 9 Tahun 2013

tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Online, maka semua

proses pendaftaran jaminan fidusia seperti pendaftaran, perubahan dan penghapusan

semuanya melalui sistem elektronik. Proses pendaftaran jaminan fidusia dapat dilihat

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran

Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Sedangkan biaya

pendaftaran, perubahan dan penghapusan sesuai dengan nilai jaminan yang

dijaminkan.

Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan dalam jangka waktu

paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal pembuatan Akta Jaminan Fidusia. 129

Permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang telah memenuhi ketentuan tersebut

dibuktikan dengan diperolehnya bukti pendaftaran yaitu sartifikat jaminan fidusia.

128
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
129
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

1. Kewajiban Pendaftaran Jaminan Fidusia.

Pertama kalinya dalam sejarah hukum Indonesia, adanya kewajiban untuk

mendaftarkan fidusia ke instansi yang berwenang. Kewajiban tersebut bersumber dari

pasal 11130 Undang–Undang tentang Jaminan Fidusia dilakukan di Kantor

Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pihak pemberi fidusia.131

Ketentuan dalam pasal 11 tersebut dapat diketahui yang wajib didaftarkan

oleh penerima fidusia itu “benda” yang dibebani dengan jaminan fidusia, yang

didaftarkan bendanya mencakup benda, baik benda yang berada di wilayah negara

Republik Indonesia, maupun benda yang berada diluar Republik Indonesia. Dengan

kata lain berdasarkan ketentuan dalam pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia ini,

yang wajib untuk didaftarkan itu adalah “benda” objek jaminan fidusia.

Pendaftaran benda berbeda dengan pendaftaran “ikatan jaminan” untuk

masing–masing pendaftaran dan aturan sendiri–sendiri. Kalau orang mendaftarkan

“benda”, tidak dengan sendirinya benda itu menjadi terikat jaminan, sedangkan

sebaliknya, selama ini tidak ada pendaftaran ikatan jaminan atas benda yang tidak

terdaftar, paling tidak dengan pendaftaran benda yang bersangkutan sekaligus

didaftarkan ikatan jaminannya. Akan tetapi, kalau memang yang dimaksud dengan

“pendaftaran” itu pendaftaran benda jaminan sekaligus ikatan jaminannya, mestinya

130
Pasal 11 Undang – Undang Nomor 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa
1. Benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.
2. Dalam hal benda yang dbebani dengan jaminan fidusia berada diluar wilayah negara
Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud pasal (1) tetap berlaku.
(Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
131
Munir Fuady, Op.cit., hal 30

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

benda jaminan didaftarkan atas nama Pemberi Jaminan, kemudian dicacat hak

kreditor berdasarkan ikatan jaminan dengan itu menjadi terdaftar.132

Dibandingkan dengan ketentuan hipotek dan hak tanggungan, secara tegas

menentukan bahwa yang wajib didaftarkan adalah ikatan hipotek dan hak

tanggungannya, bukan benda yang diikat dengan hipotek dan hak tanggungan.

Bahkan yang didaftarkan itu termasuk pula janiji–janji yang tercantum dalam Akta

Hipotek dan Akta Pemberian Hak Tanggungan. Karenanya bagi benda-benda yang

belum terdaftar tidak dijaminkan dengan menggunakan lembaga hipotek maupun hak

tanggungan. Bagi tanah adat atau tanah yang belum bersertifikat, jika hendak

dibebani dengan hak tanggungan, harus dikonversikan dan didaftarkan terlebih

dahulu dan itu dapat dilakukan secara bersamaan.133

Undang–Undang Jaminan Fidusia tidak bermaksud untuk menghapus lembaga

jaminan fidusia yang selama ini kita kenal, yang didasarkan atas hukum kebiasaan

dan yurisprudensi, maka kita perlu penjelasan mengenai kata “wajib” dalam

ketentuan Undang–Undang Jaminan Fidusia tersebut tepatnya dalam Pasal 11 ayat

(1).134

Tidak ada satupun ketentuan dalam Undang–Undang Jaminan Fidusia yang

mengatakan bahwa fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah, maka ketentuan

tersebut di atas ditafsirkan, bahwa “untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam

132
Racmadi Usman, Op.cit,. Hlm 202
133
Ibid. Hlm. 203
134
J. Satrio Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung 2007).
Hlm. 242

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

undang–undang fidusia, maka haruslah dipenuhi syarat, bahwa benda jaminan fidusia

itu didaftarkan”. Fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa menikmati keuntungan–

keuntungan dari ketentuan–ketentuan yang ada di dalam Undang–Undang Jaminan

Fidusia.

Jika dikaji dari sifat sebuah jaminan, maka undang–undang menentukan

proses pendaftaran fidusia sebagai bentuk kewajiban merupakan keanehan, karena

sebagaimana asas yang berlaku umum, sebuah jaminan itu selalu diatur dalam bentuk

hak bukan kewajiban, artinya pihak kreditor boleh memilih untuk mendaftarkannya

ataupun tidak karena jika jaminan tersebut tidak didaftarkan pada akhirnya yang

akan rugi adalah pihak kreditor sendiri, namun dengan ditentukannya pendaftaran

tersebut menjadi sebuah kewajiban, maka mau tidak mau kreditor harus melakukan

pendaftaran tersebut meskipun dari segi mamfaat proses pendaftaran itu akan

menentukan kedudukan yang jauh lebih baik bagi pihak kreditor.135

Pasal 13 ayat (2) Undang–Undang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa

pernyataan pendaftaran antara lain memuat :

a Identitas pihak pemberi dan penerima jaminan fidusia;


b Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan
notaris yang memuat Akta Jaminan Fidusia;
c Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d Uraian mengenai bendaa yang menjadi objek jaminan fidusia;
e Nilai penjamin;
f Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

135
D.Y. Witanto, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Aspek
Perikatan, Pendaftaran dan Eksekusi), (Bandung: MandarMaju, 2015). Hlm. 174 - 175

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Menyangkut tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor: 86 Tahun 2000 yang mengatur secara khusus tentang prosedur

pendaftaran antara lain sebagai berikut :

a Permohonan pendaftaran jaminan fidusia diajukan kepada menteri;


b Permohonan pendaftaran diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan
permohonan pendaftaran jaminan fidusia;
c Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilengkapi dengan ;
1) Salinan akta notris tentang pembebanan jaminan fidusia
2) Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk
melakukan pendaftaran jaminan fidusia
3) Bukti pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia.
d Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengisi
yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan keputusan menteri;
e Pejabat yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia
memeriks kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran
jaminan fidusia;
f Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran fidusia
tidak lengkap pejabat harus langsung mengembalikan berkas
permohonan tersebut kepada pemohon untuk dilengkapi;
g Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran
jaminan fidusia telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan, pejabat
mencatat jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal
yang sama dengan tanggal penerima permohonan pendaftaran;
h Penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia dan penyerahnya kepada
pemohon dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal
pencatatan permohonan pendaftaran jaminan fidusia;
i Dalam hal terjadi kekeliruan penulisan dalam Sertifikat Jaminan
fidusia yang telah diterimaa oleh pemohon dalam jangka waktu
paling lambat 60 ( enam puluh ) hari setelah menerima Sertifikat
Jaminan Fidusia tersebut pemohon memberitahukan kepada kantor
untuk diterbitkan sertifikat perbaikan;
j Sertifikat perbaikan memuat tanggal yang sama dengan tanggal
sertifikat semula;
k Penerbit sertifikat perbaikan tidak dikenakan biaya.

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Pendaftaran fidusia dilakukan terhadap hal–hal sebagai berikut :

a Benda objek jaminan fidusia yang berada di dalam negeri (pasal 11 ayat

(1)).

b Benda obek jaminan fidusia yang berada diluar negeri (pasal 11 ayat (2)).

c Terhadap perubahan isi sertifikat jaminan fidusia (pasal 16 ayat (1)).

Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan akta notaris tetapi perlu

diberitahukan kepada para pihak.

Jaminan fidusia tentunya juga akan digunakan oleh anggota masyarakat untuk

menjamin kredit–kredit kecil, dengan benda–benda jaminan yang kecil pula nilainya.

Kalau benda–benda jaminan seperti itu didaftarkan, maka dibanding dengan nilai

benda jaminan itu, biaya pendaftaran akan dirasakan berat. Dalam hal ini, bahwa

tidak dilakukannya pedaftaran, maka kreditur tidak bisa menikmati kelebihan –

kelebihan yang dijamin Undang – Undang Jaminan fidusia.

2. Benda Jaminan Fidusia Sebagai Benda Terdaftar

Pasal 1 angka 4 Undang – Undang Fidusia diberikan perumusan batasan yang

dimaksud dengan benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah sebagai

berikut:136

“Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang
tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak
dapat dibebani oleh Hak Tanggungan atau hipotek”.

136
Rachmadi Usman,Op.Cit. Hlm. 176

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Makna Benda terdaftar yang biasa dipahami adalah untuk benda tetap seperti

hak atas tanah dan kapal–kapal yang terdaftar, sedang untuk benda bergerak seperti

kendaraan bermotor pendaftaran benda–benda tersebut dilakukan dengan mencatat

ciri–ciri benda yang bersangkutan secara relatif, rinci dalam daftar yang disediakan.

Penyebutan secara rinci–rinci benda yang bersangkutan berkaitan dengan asas

publisitas yang pada umumnya dianut dalam suatu pendaftaran dan sudah tentu

semua itu kalau dihubungkan dengan asas spesialitas, yang biasnya juga dianut dalam

sistem pendaftaran adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada anggota

masyarakat pada umumnya.137

Pasal 11 Undang–Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan “benda yang

dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan”. Bunyi pasal tersebut menimbulkan

kesan, bahwa disana ada pendaftaran “benda”. Kesan seperti itu lebih diperkuat lagi

dengan bunyi pasal 18 Undang–Undang Jaminan Fidusia, yang berbunyi : “Segala

keterangan mengenai benda fidusia yang menjadi objek jaminan fidusia yang ada

pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum”.

Jika ditafsirkan seperti itu menimbulkan pertanyaan, bagaimana jika objek

jaminan fidusia adalah benda terdaftar. Walaupun bagian terbesar dari objek jaminan

fidusia adalah benda bergerak tidak atas nama. Namun sebagian dari padanya bisa

merupakan bergerak terdaftar, seperti kendaraan bermotor, apakah kalau dijaminkan

dengan memakai lembaga jaminan fidusia, benda tersebut terdaftar 2 kali ?. jika ada

pendaftaran benda, bagaimana dengan pendaftaran itu sehubungan dengan sifat


137
J. Satrio. Op.cit,. Hal 244

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

accesoir dari fidusia ?, apakah jika hubungan hukum pokoknya dilunasi dan fidusia

hapus, dengan konsekuensinya pendaftaran hapus, lalu bendanya kembali menjadi

benda tidak atas nama / tidak terdaftar ataukah tetap menjadi benda terdaftar ? 138

Pada pendaftaran hak tanggungan atas tanah–tanah adat yang belum

bersertifikat, dilakukan sekaligus dengan mengkonversi tanahnya menjadi hak atas

tanah menurut Undang–Undang Pokok Agraria dan dibuatkan serta dicacat dalam

buku tanah. Setelah hutang pokok dilunasi dan beban roya, persil yang bersangkutan

tetap merupakan hak atas tanah terdaftar. Pendaftaran benda dan ikatan jaminan

fidusia, berarti bahwa yang harus didaftar adalah benda dan ikatan jaminannya

sekalian, akan sangat menguntungkan. Dengan demikian bisa mengikat pihak ketiga.

Dalam suatu perjanjian penjaminan, biasanya memang antara kreditur dan debitur

disepakati janji–janji tertentu yang pada umunya dimaksudkan untuk memberikan

suatu posisi yang kuat bagi kreditur dan nantinya sesudah didaftarkan dimaksudkan

juga untuk mengikat pihak ketiga. Penafsiran tersebut juga sesuai dengan bunyi pasal

12, pasal 13 dan pasal 15 Undang–Undang Jaminan Fidusia. Selain itu berdasarkan

pasal 11 sub 2 Undang – Undang Jaminan Fidusia, kewajiban pendaftaran tetap

berlaku, sekalipun benda yang dijaminkan berada diluar negeri. Hal ini berarti, bahwa

pendaftaran tetap dilakukan di dalam negeri sesuai dengan ketentuan Undang–

Undang Jaminan Fidusia. 139

138
Ibid. Hlm 243 - 244
139
Ibid hal 248 - 249

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

3. Alasan Tidak Didaftarkan Jaminan Fidusia Oleh Kreditur

a Biaya pendaftaran jaminan fidusia.

Salah satu alasan kreditur tidak mendaftarkan objek jaminan fidusia adalah

mahal nya biaya yang harus dikeluarkan. Biaya pendaftaran jaminan fidusia diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran

Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Pembuatan akta

jaminan fidusia dikarenakan biaya yang besarnya ditentukan berdasarkan nilai

pinjaminan, dengan ketentuan sebagai berikut :140

1) Nilai penjaminan sampai dengan Rp. 100.000.000 (seratus juta


rupiah) biaya pembuatan akta paling banyak 2,5 % (dua koma
lima perseratus)
2) Nilai penjaminan diatas Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah)
sampai dengan Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) , biaya
pembuatan akta paling banyak 1,5 % (satu koma lima perseratus).
3) Nilai penjaminan dias Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah),
biaya pembuatan akta berdasarkan kesepakatan antara notaris
dengan pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu perseratus) dri objek
yang dibuatkan aktanya.

Pada PT. Mandala Finance yang memberikan pembiayan konsumen berupa

sepeda motor tentu biaya pendaftaran sebesar 2.5 % teralu berat, mengingat kantor

pendaftaran fidusia merupakan layanan publik. Oleh karena hal tersebut kreditur tidak

medafarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia meskipun pendaftaran

jaminan fidusia dapat dilaksanakan secara online oleh notaris.

140
Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

b Tidak adanya pengaturan sanksi hukum dalam Undang-Undang


Jaminan Fidusia terhadap kreditur yang tidak mendaftarkan objek
jaminan fidusia

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak

mengatur tentang sanksi hukum terhadap kreditur yang tidak mendaftarkan jaminan

fidusia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11ayat (1) Undang-Undang Jaminan

Fidusia yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib

didaftarkan. Tetapi pada Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut tidak menentukan

sanksi hukum kepada kreditur yang tidak mendaftarkan benda jaminan fidusia,

sedangkan hal tersebut merupakan sebuah kewajiban bagi debitur. Jika kreditur tidak

mendaftarkan benda jaminan fidusia maka kreditur tidak dapat melakukan eksekusi

terhadap objek jaminan fidusia.

Oleh karena tidak adanya sanksi yang mengatur tentang hal tersebut, maka

kreditur dapat menyepelekan hal pendaftaran jaminan fidusia yang telah diwajibakan

melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dengan

tidak didaftarkannya objek jaminan fidusia tersebut maka pada praktek sering sekali

terjadi eksekusi secara paksa oleh kreditur terhadap objek jaminan yang berada pasa

penguasaan kreditur.

c Masyarakat tidak memahami jaminan fidusia

Kedudukan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah

sebagai pemberi fidusia atau konsumen yang perlu diberikan perlindungan selain

untuk keditur. Undang-udang Jaminan Fidusia yang sudah berlaku selama kurang

lebih 20 tahun, tetapi banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui apa itu jaminan

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

fidusia. Oleh sebab itu masih banyak pihak kreditur yang tidak mendaftarkan objek

jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia yang saat ini dapat dilakukan secara

online. Banyak dari Bank atau lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan

jaminan fidusia yang hanya melakukan perjanjian dan pengikatan jaminan dibawah

tangan. Hal tersebut menyebabkan kreditur sebagai pemilik objek jaminan yang

secara hukum tidak dapa dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan fidusia, karena pendaftaran jamina fidusia merupakan satu hal yang

wajib dilakukan oleh kreditur.

Pada saat ini pendaftaran objek jaminan fidusia dapat dilakukan secara online

oleh notaris, yang tidak memakan waktu yang lama dalam melakukan pendaftaran.

Tetapi akses yang pendaftaran online hanya dapat dilakukan oleh notaris, hal ini

tentunya suatu hambatan bagi suatu lembaga pembiayaan dalam memberikan kredit

kepada debitur, karena memungkinkan benda yang akan menjadi objek jaminan

sudah dijaminkan terlebih dahulu.

C. Akibat Hukum Tidak Didaftarkannya Jaminan Fidusia

Akibat hukum bagi kreditur yang tidak didaftarkan adalah sebagai berikut:

1. Tidak Melahirkan Jaminan Fidusia Bagi Bank Maupun Perusahaan


Pembiayaan Selaku Kreditur

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

diatur tentang kewajiban pendaftaran jaminan fidusia yang dalam pelaksanaannya

pendaftarannya diatur sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015

tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Fidusia. Hal ini wajib dilakukan agar memberikan kepastian hukum kepada para

pihak hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia atau kreditur

terhadap kreditur lainnya. Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak

pemberi fidusia untuk menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia

berdasarkan kepercayaan, dengan demikian sistem pendaftaran yang diatur dalam

undang-undang jaminan fidusia tersebut memberikan jaminan kepada pihak penerima

fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut.141

Ketentuan pasal 14 ayat (3) Undang-Undang No 42 Tahun 1999142 Undang-

Undang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan

tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam Buku Daftar Jaminan Fidusia dan kreditur

akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia tersebut

maka kreditur serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie),

kekuatan hukum sertifikat jaminan fidusia tersebut sama dengan putusan pengadilan

yang sudah berkekuatan hukum yang tetap.

2. Kreditur tidak mempunyai Hak Preferen (hak yang didahulukan)

Hak preferensi sebagaimana yang diberikan atas pendaftaran jaminan fidusia

sebagaimana ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

menjelaskan “hak preferensi adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan

141
Rachmadi Usman, Op.Cit. Hlm 265
142
Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
“jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku
daftar fidusia”.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia” dan

sebagaimana ketentuan penjelasan atas pasal tersebut hak preferensi timbul sejak

didaftarkan fidusia sehingga terbit sertifikat jaminan fidusia.143 Dengan hak

preferensi, apabila objek jaminan fidusia dilakukan pembebanan lebih dari satu

penerima fidusia maka yang didahulukan adalah hak preferensi dari pemegang

pendaftaran jaminan fidusia yang pertama kali. Karena apabila sistem pendafarannya

dilakukan secara baik dan benar hampir tidak ada pendaftaran yang kedua 144 hal ini

terkait larangan fidusia ulang pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia.145

Kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau hak

preferent terhadap kreditur lainnya artinya jika debitur cidera janji maka kreditur

penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan

fidusia dan kreditur mendapat hak untuk didahulukan dalam mendapatkan pelunasan

hutang dari hasil eksekusi benda jaminan tersebut.

Sifat mendahului (droit de preference) dalam jaminan fidusia sama


halnya seperti hak agunan kebendaab lainnya seperti gadai ang diatur
dalm Pasal 1150 KUHPerdata dan hak tanggungan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan, maka
jaminan fidusia menganut prinsip droit de preference. Sesuai ketentuan
pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Jadi berlaku adagium “first registered first secured”.146

143
Munir Fuady. Op.Cit. Hlm 131.
144
Ibid. Hlm 132
145
“Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek
jaminan fidusia yang sudah terdaftar”. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
146
Munir Fuady. Op.Cit. Hlm 124

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

3. Kreditur Tidak Dapat Melakukan Eksekusi Terhadap Objek Jaminan


Fidusia.

Asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian yang

dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi

keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi

dalam hal penjanjian yang memberikan penjaminan secara fidusia di bawah tangan

tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara

mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri memalui proses hukum acara yang

normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum

formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang

dikandungnya.

Akta dibawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian

sempurna. Sebaliknya akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan atau dihadapan

pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang dan memiliki kekuatan pembuktian yang

sempurna. Akan tetapi suatu akta dibawah tangan tetap memiliki kekuatan bukti

hukum sepanjang para pihak mengakui keberadaan dan isi akta tersebut, namun agar

memiliki kekuatan yang lebih kuat akta tersebut harus dilegalisir oleh pejabat yang

berwenang.

Hak jaminan atau eksekusi dilakukan karena terjadi wanprestasi baik

disebabkan karena ketidakmampuan atau ketidakmauan debitur dalam melakukan

kewajibannya sebagai penyelesaian terakhir. Dalam penyelesaian kredit macet yang

dijamin dengan jaminan fidusia, kreditur penerima fidusia dalam hal ini bank atau

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

perusahaan pembiayaan tidak harus mengerjaka gugatan melalui pengadilan tetapi

dapat langsung melakukan eksekusi atau penjualan objek jaminan melalui pelelangan

umum atau atas dasar kekuasaan sendiri berdasarkan sertifikat jaminan fidusia yang

bersifat eksekutorial. Ketentuan tersebut dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 merupakan pelaksanaan dari pasal 15 ayat (3), bahwa kreditur

melaksanakan eksekusi berdasarkan kekuasaan sendiri, menjual objek jaminan, maka

hal itu dilaksanakan berdasarkan parete eksekusi.147

Pelaksanaan parate eksekusi tidak melibatkan pengadilan atau juru sita,

melainkan kreditur dapat langsung menghubungi juru lelang agar benda jaminan

dilelang. Pelaksanaan eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah

dengan bermacam-macam sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, namun dalam praktek pelaksanaan eksekusi

lebih banyak dipakai adalah eksekusi dengan penjualan benda jaminan fidusia secara

dibawah tangan, karena dengan eksekusi ini kedua belah pihak baik kreditur maupun

debitur dapat menghemat waktu dan biaya juga dapat mencapai harga yang tinggi

atas penjualan objek jaminan tersebut sehingga menguntungkan kedua belah pihak

baik kreditur maupun debitur. Tetapi hal tersebut dapat tercapai jika kreditur

mendaftarkan objek jaminan fidusia dan mendapatkan sertifikat jaminan fidusia yang

sesuah berkekuatan hukum tetap sama dengan putusan pengadilan.

147
Retno Puspa Dewi, Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jamina Fidusia. Jurnal Repertorium Volume IV No. 1
Januari-Juni 2017. Hlm 6

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Tidak didaftarkannya jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang jaminan fidusia dan aturan pelaksanaannya, maka akta perjanjian fidusia

dimaksud masuk kategori perjanjian dibawah tangan dan penyelesaiannya pun

membutuhkan campur tangan peradilan. Selain itu bank atau lembaga pembiayaan

sebagai kreditur menjadi tidak memiliki hak yang didahulukan 148 terhadap

kreditur lain dalam pengembalian pinjamannya karena penjaminan secara secara

fidusia tidak sah jika tidak didaftarkan.149 Oleh karena itu proses eksekusi harus

dilakukan dengan cara pengajuan kepada pengadilan setelah putusannya mempunyai

kekuatan hukum tetap jika tidak dilakukan pendaftaran jaminan fidusia.

Proses eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia ataupun

benda yang menjadi objek diluar jaminan fidusia, para pihak harus memperhatikan

hak debitur yang melekat pada objek benda yang menjadi jaminan pinjaman

dimaksud, karena dalam hal demikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap objek

pembiayaan jaminan fidusia dalam perjalanannya tidak full sesuai nilai barang,

karena debitur sudah melakukan prestasinya yakni menjadi kewajibannya. 150 Oleh

148
Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya, hak yang
didahulukan sebagaimana dimaksud adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia, hak yang didahhulukan dari
penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan atau likuidasi pemberi fidusias. Dilihat Pasal 27
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
149
Bob Horo & Partners Advocates, Legal Consultans & Legal Auditors, Akibat hukum
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. http://bhp.co.id/akibat-hukum-jaminan-fidusia-yang-tdak-
didaftarkan/, diakses pada tanggal 29 April 2019, jam 23:39.
150
Muhammad Hilmi Iikhsan, Akibat Hukum Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan
Menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jurnal Kita, Vol. 4 No. 3
September 2017. Hlm 4

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

karena itu benda yang menjadi objek jaminan fidusia ada sebagian hak yang dimiliki

debitur sebagian lainnya milik kreditur.

Eksekusi yang dilakukan secara paksa yakni dengan melalui jasa debt

collector atau tukang tagih, hal ini tentunya akan melanggar hukum. Pelanggaran

hukum tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagai mana

diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. Sehingga Debitur dapat mengajukan gugatan

melalui pengadilan untuk meminta ganti kerugian atas perbuatan kreditur tersebut.

Eksekusi objek jaminan fidusia yang dibuat dibawah tangan (tanpa adanya putusan

pengadilan) masuk kedalam tindak pidana pasal 368 KUHPidana 151 jika kreditur

melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan.

Situasi seperti ini dapat terjadi jika kreditur dalam eksekusi melakukan

pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang

tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa

sebagian barang tersebut adalah milik kreditur yang mau mengeksekusi tetapi tidak

didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia. Bahkan pengenaan pasal-pasal lain

dapat terjadi mengingat bahwa eksekusi merupakan bukan hal yang mudah, untuk itu

butuh jaminan hukum dan dukungan aparat hukum secara legal.

151
Pasal 338 ayat (1)KUHPidana menyebutkan: “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun mengahpuskan
piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”.

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

4. Kreditur Tidak Dapat Meminta Pengamanan Kepada Kepolisian


Berdasarkan ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

Keberadaan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

dengan model-model eksekusi khusus tidak meniadakan hukum acara yang umum.

Tidak ada indikasi sedikit pun dalam Undang-Undang tersebut yang meniadakan

ketentuan hukum secara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan ke Pengadilan

Negeri yang berwenang. Selama ini sebelum dikeluarkan Undang-Undang Jaminan

Fidusia, tidak adanya kejelasan mengenai bagaimana cara mengeksekusi objek

jaminan fidusia. Oleh karena ada ketentuan yang mengaturnya, banyak yang

menafsirkan eksekusi objek jaminan fidusia dengan memakai prosedur gugatan biasa

(lewat pengadilan dengan prosedur biasa) yang panjang dan biaya yang mahal.152

Sehingga dengan lahirnya Undang-Udang Jaminan Fidusia ini semakin

mempermudah dan memberi kepastian bagi kreditur dalam pelaksanaan eksekusi.

Salah satu ciri jaminan fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam pelaksanaan

eksekusinya, jika debitur wanprestasi.153

Jika debitur wanprestasi sehingga kreditur berhak atas eksekusi objek jaminan

fidusia, apabila terdaftar sehingga terbit sertifikat jaminan fidusia, kreditur dapat

melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dan dapat meminta bantuan

berupa pengamanan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia, sebagaimana

ketentuan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 tahun

152
Rachmadi Usman. Op.Cit. Hlm 229
153
Ibid, Hlm 229.

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

2011 tentang Pengamanan Eksekusi Objek Jaminan fidusia. Namun lain hal apabila

jaminan fidusia tersebut tidak didaftarkan sehingga tidak terbit sertifikat jaminan

fidusia yang mempunyai kekuatan eksekutorial tidak dapat meminta bantuan

Kepolisian dalam hal pengaman ekskusi.154

Pengamanan ekseksi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilaksakan oleh

Kepolisian dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:155

a. Ada permintaan dari Pemohon;


b. Memiliki akta jaminan fidusia;
c. Jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia;
d. Memiliki sertifikat jaminan fidusia; dan
e. Jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.

Tujuan dari Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011

tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia ini antara lain meliputi:

a. Terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman,


tertib, lancar dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
b. Terlindunginya keselamatan dan keamanan penerima fidusia, pemberi
fidusia dan/atau masyarakat dari perbuatan yang menimbulkan kerugian
harta benda dan/atau keselamatan jiwa.

Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia melalui penjualan dibawah

tangan, maka diharapkan pihak kepolisian untuk melakukan pengawasan dan

pengendalian pada tahap pelaksanaan, dilakukan secara;156

154
Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 menyatakan bahwa “objek
pengamanan jaminan fidusia terhadap benda jaminan yang telah didaftarkan di kantor pendaftaran
jaminan fidusia.
155
Pasal 6 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan
Fidusia.
156
Pasal 22 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011
tentang Pengawasan Eksekusi Jaminan Fidusia.

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

a. Langsung, yaitu dilaksanakan oleh unsur pimpinan yang melekat pada

pelaksanaan pengamanan eksekusi, dan

b. Tidak langsung, yaitu monitor/memantau seluruh rangkaian kegiatan

pengamanan eksekusi melalui sarana atau laporan.

Akibat lain dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah debitur dapat

mengalihkan benda objek jaminan fidusia dibawah tangan yang tidak didaftarkan

kepada pihak lain maka tidak dapat dijerat dengan ketentuan yang ada dalam

Undang-Undang Jaminan Fidusia.157 Dalam hal seperti itu kreditur dapat melaporkan

dengan alasan penggelapan barang jaminan 158. Langkah kreditur yang demikian pada

dasarnya dibenarkan oleh undang-undang, akan tetapi jika kreditur juga melakukan

perbuatan sewenang-wenang untuk mengambil benda jaminan fidusia dan sebaliknya

debitur juga bertindak mengalihkan benda jaminan fidusia, maka hal ini akan terjadi

saling melaporkan.

Hal yang demikian menandakan bahwa sebagian besar lembaga pembiayaan

keuangan atau pun bank belum memahami dan mentaati ketentuan yang diatur dalam

Undang-Undang Jaminan Fidusia. Padahal jika dicermati dengan adanya jaminan

fidusia yang didaftarkan secara benar akan memberikan perlindungan hukum bagi

157
Grace p. Nugroho, Eksekusi Terhadap Benda Objek Jaminan Fidusia Dengan Akta
Dibawah Tangan. https://hukumonline.com diakses pada tanggal 29 April 2019, jam 23:56.
158
Pasal 372 KUHPidana menegaskan bahwa “ barang siapa yang sengaja melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu rupiah”.

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

kreditur. Keengganan mendaftarkan jaminan fidusia yang dimaksud, kemungkinan

disebabkan oleh pembebanan biaya pendaftaran pada pihak kreditur.159

Saat ini banyak lembaga perbankan maupun perusahaan pembiayaan tidak

mendaftarkan jaminan fidusia contohnya seperti pada PT. Mandala Finance yang

merupakan tempat penelitian tesis ini belum melakukan pendaftaran jaminan fidusia

terhadap objek jaminan fidusia, hal tersebut hanya dilakukan pada perjanjian dibawah

tangan saja. Juga pada BRI cabang Takengon tidak mendaftarkan objek jaminan

fidusia yang nilainya dibawah dari Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), tentunya

hal ini akan menjadi hambatan dalam hal eksekusi objek jaminan fidusia karena tidak

memiliki sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan hukum sehingga dapat

dilaksanakan parate eksekusi, Untuk lebih lanjut akan dibahas pada bab-bab

selanjutnya.

159
Muhammad Hilmi Iikhsan, Akibat Hukum Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan
Menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jurnal Kita, Vol. 4 No. 3
September 2017. Hlm 3

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

BAB III

PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA OLEH LEMBAGA


PERBANKAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

A. Pengaturan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia

Eksekusi merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan

kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara dan merupakan tata cara lanjutan dari

suatu proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi merupakan

kesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan

suatu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang

terkandung dalam HIR (Herzeine indonesisch Reglement) dan Rbg (Rechtreglement

Voor de Buitengewesten). Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan

eksekusi harus merujuk kepada aturan perundang-undangan dalam hal ini HIR dan

Rbg.160

Hubungan perhutangan dilengkapi dengan adanya kewajiban berprestasi dari

debitur dan hak prestasi atas kreditur, hubungan hukum akan lancar terlaksana jika

masing-masing pihak memenuhi kewajibannya. Namun, dalam hubungan

perhutangan yang sudah dapat ditagih (opeisbaar) jika debitur tidak memenuhi

prestasi secara sukarela kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan

160
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Barang Perdata (Jakarta: PT.
Sinar Grafika, 2014). Hlm.1

84
84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

piutangnya (hak verhaal atau hak eksekusi) terhadap harta kekayaan debitur yang

dipakai sebagai jaminan.161

Eksekusi objek jaminan fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai Pasal 34

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang dimaksud

dengan eksekusi objek jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang

menjadi objek jaminan fidusia. Penyebab timbulnya eksekusi objek jaminan fidusia

adalah karena debitur atau pemberi fidusia wanprestasi tidak memenuhi prestasinya

tepat pada waktunya kepada keditur atau penerima fidusia, walaupun mereka telah

melakukan somasi.162

Benda atau objek yang dijaminkan oleh debitur kepada kreditur akan

memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sehingga

dalam hal debitur wanprestasi maka pelaksanaan eksekusi akan lebih mudah dan pasti

dan tidak akan ada pihak-pihak yang dirugikan. Utang yang pelunasannya dijaminkan

dengan fidusia dapat berupa:163

1. Hutang yang telah ada.


2. Hutang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan
dalam jumlah tertentu.
3. Hutang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya
berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban
memenuhi suatu prestasi.

161
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jminan dan Jaminan Perorangan. (Yogyakarta: Libery Offset Yogyakarta. Cetakan ke empat 2007).
Hlm 31
162
Retno Puspa Dewi, Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jamina Fidusia. Jurnal Repertorium Volume IV No. 1
Januari-Juni 2017. Hlm 5
163
Gunawan Widjaja, Jaminan Fidusia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000). Hlm 124-
125.

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

Salah satu ciri jaminan fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam

pelaksanaan esksekusinya.164 Walaupun sesungguhnya kemudahan dalam

pelaksanaan eksekusi dianut pula oleh lembaga hak jaminan kebendaan lainnya,

seperti gadai, hipotek dan hak tanggungan. Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, sertifikat jaminan fidusia

mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukkum tetap. Berdasarkan titel eksekutorial ini penerima fidusia dapat

langsung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan

fidusia tanpa melalui pengadilan.

Ketentuan Bab V Undang–Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia mengenai eksekusi objek jaminan fidusia memberi penegasan kepastian atas

ketidakjelasan praktik peradilan terhadap eksekusi objek jaminan fidusia165 sebelum

lahirya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 166 Dasar

alasan eksekusi objek jaminan fidusia, diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang–

Undang Jaminan Fidusia. Menurut Pasal tersebut hak eksekusi didasarkan kepada

Pemberi Fidusia berada dalam keadaan cidera janji (wanprestasi).

164
Rachmadi Usman. Op.Cit. Hlm. 229
165
Ibid. hal 214
166
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
eksekusi objek barang bergerak yang diikat dengan jaminan fidusia pada umumnya tidak melalui
lelang, tetapi hanya dengan mengefektifkan kuitansi kosong yang sebelumnya telah ditandatangani
oleh pemilik barang jaminan debitur. Sesungguhnya pada waktu yang lalu, pengikatan jaminan secara
fidusia sangat lemah karena tidak terdaftar dan tidak diumumkan. Akibatnya banyak pengikatan
fidusia yang sangat terkesan ragu-ragu. Hal ini terlihat dari banyaknya pengikatan pendamping fidusia
seperti kuasa menjual, kuitansi kosong, pengakuan hutang dan sewa beli. (Bachtiar Sibrani, Parate
Eksekusi dan Paksa Badan, Jurnal Hukum Bisnis, 2011, volume 15. Hlm 6.

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda

yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:167

1. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal


15 ayat (2) oleh penerima fidusia;
2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
3. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi fidusia dan penerima fidusia jika dengan
cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.

Model–model eksekusi jaminan fidusia menurut Undang–Undang Jaminan

fidusia Nomor 42 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :168

1. Secara fiat eksekusi

Kitab Undang–Undang Hukum Acara Perdata (HIR), setiap yang mempunyai

titel eksekutorial dapat dilakukan fiat eksekusi. Pasal 224 HIR tersebut menyatakan

bahwa:169

“Grosse Akta hipotik dan surat hutang yang dibuat dihadapan notaris di
Indonesia dan kepalanya berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” berkekuatan hukum sama dengan kekuatan
suatu keputusan Hakim. Jika tidak dengan jalan damai, maka surat yang
demikian dieksekusi dengan perintah dibawah pimpinan ketua Pengadilan
Negeri, yang dalam daerah hukum tempat diam atau tempat tinggal
debitur itu atau tempat kedudukan yang dipilihnya, yaitu menurut cara
yang dinyatakan dalam pasal – pasal yang lalu dalam bagian ini, tetapi
dengan pengertian bahwa paksaan badan hanya boleh dilakukan jika
sudah dengan keputusan Hakim. Jika keputusan Hakim itu harus
dilakksanakan seluruhnya atau sebagian di luar daerah hukum Pengadilan

167
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
168
Munir fuady, Op.Cit,. Hlm 58
169
Pasal 224 HIR

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Negeri yang memerintah pelaksaan keputusan itu, maka haruslah dituruti


peraturan pasal 195 ayat (2) dan seterusnya”.

Ada tiga hal utama terkait grosse akta yaitu:170

a Merupakan salinan dari akta otentik;


b Pada bagian kepala akta memuat irah-irah “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;
c Mempunyai kekuatan eksekutorial.

Ada dua hal yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan sebagai grosse akta

pengakuan hutang yaitu memenuhi syarat materiil dan formil. Syarat formil

meliputi:171

a Grosse akta pengakuan hutang berbentuk pengakuan sepihak dari


debitur;
b Grosse akta pengakuan hutang murni berisi pengakuan hutang
tidak boleh ditambahkan persyaratan lain;
c Dalam grosse akta pengakuan hutang jumlah hutang harus
disebutkan secara pasti.

Syarat formil meputi:172

a Grosse akta pengakuan hutang harus berbentuk akta notaris;


b Grosse akta pengakuan hutang harus berirah-irah;
c Dibawah grosse akta pengakuan hutang menyebut nama orang
yang memintanya dan untuk siapa grosse akta pengakuan hutang
wajib dibubuhi cap stempel.

Pasal 15 dari Undang – Undang Jaminan Fidusia juga menegaskan bahwa

sertifikat jaminan fidusia mencantumkan irah–irah “DEMI KEADAILAN

BERDASARKAN TUHAN YANG MAHA ESA”. Sertifikat jaminan fidusia tersebut

170
Ahmad Fikri assegaf dan Elijana Tanzah, Penjelasan Hukum Tentang Grosse Akta,
cetakan pertama (Jakarta: National Legal Reform Program, 2010). Hlm. 54-55
171
Ibid. Hlm. 56
172
Ibid. Hlm. 58

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

mempunyai kekuatan eksekutorial sama hal nya dengan putusan pengadilan yang

memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Irah–irah yang ini lah yang memberikan titel eksekutorial, yakni titel yang

mensejajarkan kekuatan akta tersebut tinggal dieksekusi (tanpa harus adanya

keputusan Pengadilan). Karena itu yang dimaksud dengan fiat eksekusi adalah

eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum pasti. Yakni dengan cara fiat dari ketua pengadilan, yaitu

memohon penetapan dari Ketua Pengadilan tersebut akan memimpin eksekusi

sebagaimana dimaksud dalam HIR. 173

2. Secara Parate Eksekusi, Yakni Dengan Menjual (Tanpa Perlu

Penetapan Pengadilan) Di Depan Pelelangan Umum

Untuk melaksanakan putusan yang menghukum tergugat membayar sejumlah

uang maka dilakukan penjualan terhadap barang-barang yang telah disita. Sebelum

barang-barang itu dijual, dilakukan pengumuman lelang terlebih dahulu agar

masyarakat umum mengetahuinya sehingga jika ada warga masyarakat yang berminat

membeli dapat mendatangi tempat pelelangan. Menurut HIR ada dua macam cara

yang dapat dilakukan dalam penjualan barang sitaan, yaitu dengan perantaraan kantor

lelang dan dengan dilakukan oleh juru sita atau orang yang ditunjuk secara khusus

oleh Ketua Pengadilan Negeri.174 Pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa

173
Munir Fuady, Op.Cit hal 59 - 60
174
Pasal 200, Herzeine Indonesisch Reglement (HIR)

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

melibatkan pengadilan. Diatur dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b yang menyatakan

bahwa “penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan

penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan”.

3. Dijual Dibawah Tangan Oleh Pihak Kreditur Sendiri.

Jaminan fidusia juga dapat dieksekusi secara parate eksekusi (mengeksekusi

tanpa lewat pengadilan) dengan cara menjual benda objek Fidusia tersebut secara

dibawah tangan, asalkan terpenuhi syarat–syarat untuk itu antara lain dilakukan

berdasarkan kesepakatan antara pemberi fidusia dan penerima fidusia, jika melakukan

penjualan dibawah tangan tersebut tercapai dengan harga tertinggi yang

menguntungkan para pihak, diberitahukan secara tertulis oleh debitur kepada pihak-

pihak yang berkepentingan, diumumkan oleh kreditur dan/atau debitur kepada pihak-

pihak yang berkepentingan dan yang terakhir diumumkan dalam sedikitnya dua surat

kabar yang beredar diwilayah tersebut. Dalam hal ini pelaksanaan penjualan

sebagaimana yang dijelaskan diatas dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak

diberitahukan secara tertulis.175

4. Eksekusi Melalui Gugatan Pengadilan

Eksekusi juga dapat dilakukan melalui gugatan biasa dikarenakan hak dari

kreditur dapat melakukan gugatan ke pengadilan walaupn dalam ketentuan Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak pernah menyebutkan

175
Salawiah, Iwan Riswandi dan Muhammad Aini, Efektivitas Eksekusi Objek Jaminan
Fidusia Bagi Nasabah Yang Tidak Mau Menyerahkan Objek Jaminan Fidusia Secara Sukarela. Jurnal
Al’Adl, volume IX Nomor 3, Desember 2017. Hlm 343

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

tentang gugatan melalui pengadilan, dengan kata lain bahwa keberadaan Undang-

Undang tersebut secara khusus tidak meniadakan hukum secara umum atau dengan

kata lain tidak ada indikasi sedikitpun dalam Undangg-Undang Jaminan Fidusia

bertujuan untuk meniadakan ketentuan hukum acara eksekusi umum lewat suatu

gugatan ke Pengadilan Negeri yang berwenang untuk menangani. 176

B. Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pada Bank BRI Cabang


Takengon dan PT. Mandala Finance Takengon
1. Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pada BRI Cabang
Takengon

a Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pada BRI Cabang Takengon

Perjanjian akan memiliki ciri dan karakteristik tertentu sesuai dengan

hubungan hukum (perikatan) yang disepakati dalam perjanjian tersebut. hak dan

kewajiban dalam perjanjian yang dibuat antara pihak-pihak terkait dalam perjanjian

akan menentukan seperti apa jenis dan model pemenuhan prestasi yang dikehendaki

oleh perjanjian tersebut. Adapun dalam sebuah perjanjian mungkin saja tersusun atas

berbagai perikatan dan masing-masing memiliki sifat dan jenis yang berbeda-beda,

minsalnya karena para pihak yang terikat dalam perjanjian terdiri dari beberapa oran

atau mungkin beberapa pihak dan masing-masing pihak terikat dengan pihak lain

berdasarkkan jenis perikatan yang berbeda.177 Begitupun dalam perjanjian

pembiayaan konsumen sebagai bentuk perjanjian khusus atau biasa dengan perjanjian

tak bernama karena tidak disebutkan secara tegas dalam buku III KUHPerdata yang

176
Ibid. Hlm 343-344
177
D.Y. Witanto. Op.Cit. Hlm 28.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

hanya mengenal perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa

menyewa dan perjanjian kerja.

Jaminan fidusia pada dasarnya merupakan perjanjian ikutan (accessoir). Pasal

4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan

bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang

menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Hal ini dapa

diartikan bahwa jaminan fidusia terjadi jika ada perjanjian kredit atau pinjam

meminjam. Proses pengajuan kredit ke bank atau lembaga pembiayaan selalu diawali

dengan adanya sebuah perjanjian yaitu perjanjian kredit.178

Pada umumnya perjanjian kredit harus memenuhi syarat sahnya perjanjian

yang termuat dalam pasal 1320 KUHPerdata. Oleh karena itu kreditur (BRI cabang

Takengon) tidak dapat semena-mena dalam memberikan kredit kepada debitur.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan BRI cabang Takengon dalam memberikan

kredit adalah:179

1) Bank tidak dapat melakukan perkreditan tanpa adanya perjanjian


kredit yang jelas dengan nasabah sebagai debitur, yang membuat
bentuk jaminan atas perjanjian kredit;
2) Bank harus melakukan akad perjanjian kredit dalam pemberian kredit
kepada debitur;
3) Bank hanya memberikan kredit kepada debitur yang diyakini mampu
atau cakap dalam melakukan perjanjian;

178
Reza Fikri dan Siti Malikhatun, Tinjuan Yuridis Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan
Fidusia Terhadap Debitur wanprestasi. Diponegoro Law Journal, Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017.
Hlm 4.
179
Wawancara dengan zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019, jam 10:30.

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Hal tersebut diatas berkaitan dengan Pasal 1320 KUHPerdata yang megatur

tentang syarat sahnya perjanjian antara lain :180

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) Suatu pokok persoalan tertentu;

4) Suatu sebab yang tidak terlarang.

Ada beberapa bentuk kredit yang ditawarkan oleh BRI cabang Takengon

antara lain sebagai berikut:181

1) Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu jenis produk


pinjaman BRI untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah,
pinjaman jenis ini banyak diminati masyarakat karena bunga yang
rendah 9% per tahun. Suku bunga tersebut karena diperoleh dari
subsidi pemerintah.
2) Pinjaman Mikro (KUPEDES) yang bersifat umum bagi setiap sektor
ekonomi baik individu maupun badan usaha.
3) Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) kredit inilah yang diijaminkan
dengan jaminan fidusia.
4) Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
5) BRIGuna adalah jenis pinjaman yang sebelumnya dinamakan KTA
(kredit tanpa bunga).

Proses pemberian kredit oleh BRI cabang Takengon dilakukan melalui 3 (tiga)

tahap yaitu:

1) Proses Permohonan Kredit

Permohonan kredit dilakukan oleh debitur kepada pihak BRI selaku kreditur

dengan melampirkan formulir yang diberikan oleh BRI cabang Takengon dengan

180
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
181
Wawancara dengan zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019, jam 10:30.

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

dilengkapi dengan data pinjaman, data permohonan, data jaminan berisi data benda

yang akan dijaminkan berikut kelengkapan dokumen, data pekerjaan, data

penghasilan berisi mengenai penghasilan bersih yang diperoleh calon debitur, data

kekayaan dan referensi bank yang memuat di bank mana saja debitur memiliki

rekening atau meemiliki pinjaman.182

2) Proses Analisis Pemberian kredit.

Proses analis dilakukan oleh kreditur yaitu BRI cabang Takengon yang

dilaksanakan sebagai langkah awal untuk mengendalikan resiko yang akan dihadapi

bank, menetapkan jenis kredit yang dapat diberikan kepada debitur serta bahan

pertimbangan terhadap permohonan yang diajukan oleh debitur.183

Kegiatan perkreditan dapat dilakukan dengan benar dengan menyelidiki

melalui analisa kredit pada calon debitur dengan mengemukakan persyaratan-

persyaratan yang dikenal dengan prinsip 5 C yaitu:184

a) Character
Character yaitu sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur.
Tujuannya untuk memberikan keyakinan kepada bank. Sifat atau
watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat
dipercaya.
b) Capacity
Melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit
dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta
kemampuan mencari laba. Sehingga pada akhirnya akan terlihat
kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

182
Ibid.
183
Ibid.
184
Refan Erdi, Penerapan Prinsip 5C Terhadap Pengambilan Keputusan Kredit. Volume 4,
nomor 6, Januari 2017. Hlm. 6

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

c) Capital
Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang
dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.
Biasanya bank tidak akan bersedia untuk membiayai suatu usaha
100%, artinya setiap nasabah yang mengajukan permohonan kredit
harus pula menyediakan dana dari sumber lainnya atau modal sendiri.
d) Collateral
Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah
kredit yang diberikan. Fungsi jaminan adalah sebagai pelindung bank
dari resiko kerugian.
e) Condition
Penilaian kredit juga dinilai dari ekonomi sekarang dan untuk masa
yang akan datang sesuai sektor masing-masing. Dalam kondisi
perekonomian yang kurang stabil sebaiknya pemberian kredit untuk
sektor tertentu jangan diberikan tetapi lebih baik baik melihat prospek
usaha yang akan datang.

3) Persetujuan Pemberian Kredit.

Proses persetujuan kredit adalah hasil analisa yang diberikan oleh bank

kepada debitur berdasarkan dari data atau informasi yang ada, bank dapat

memutuskan apakah kredit tersebut dapat diberikan atau menawarkan kredit yang

lebih sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan debitur atau menolak permohonan

kredit tersebut dengan aspek kelayakan kredit berdasarkan prinsip 5C dari

perbankan.185 Apabila permohonan telah disetujui maka bank menerbitkan surat

persetujuan permohonan nasabah dan kemudian diikuti dengan pengikatan kredit.

185
Refan Erdi, Penerapan Prinsip 5C Terhadap Pengambilan Keputusan Kredit. Volume 4,
nomor 6, Januari 2017.

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

Pemberian kredit dengan jaminan fidusia pada BRI cabang Takengon terdapat

dua bentuk yaitu:186

a) Jaminan fidusia sebagai jaminan tambahan dari jaminan pokok yaitu


dapat berupa jaminan hak tanggungan, hal ini dilakukan apabila nilai
dari objek hak tanggungan tidak mencukupi dengan biaya kredit maka
jaminan fidusia dijadikan sebagai jaminan tambahan.
b) Jaminan fidusia merupakan jaminan untuk pembiayaan suatu barang,
pada BRI cabang Takengon pembiayaan atas suatu barang dapat
dilakukan apabila barang tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk
melakukan suatu usaha, misalnya truk pengangkut pasir yang dapat
menjadi sumber usaha bagi debitur dan bank BRI cabang Takengon
akan melakukan pebiayaan atas barang tersebut jika debitur sudar
membayar sebesar 30% (tiga puluh persen) dari harga baran tersebut.

Pengikatan jaminan fidusia pada BRI cabang Takengon dilakukan dengan dua

tahap yaitu tahap pembebanan jaminan fidusia dan pendaftaran jaminan fidusia.

Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan pembuatan akta jaminan fidusia.

Pembuatan akta tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu akta dibawah tangan dan

akta notariil. Dalam melakukan perkreditan BRI cabang Takengon menggunakan

kedua cara tersebut sesuai dengan nilai jaminan yang akan menjadi jaminan dalam

melakukan perkreditan. Apabila nilai jaminan kurang dari Rp. 50.000.000 (lima

puluh juta rupiah) maka BRI menggunakan akta dibawah tangan sebagai pengikat

perjanjian kredit. Sebaliknya apabila nilai jaminan lebih dari Rp. 50.000.000 (lima

puluh juta rupiah) maka BRI cabang Takengon melakukan pendaftaran jaminan

186
Wawancara dengan o, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengn, pada
tanggal 8 Maret 2019, jam 10:30

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

fidusia sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia.187

Pembebanan jaminan fidusia dengan akta dibawah tangan pada perjanjian

kredit dengan nilai jaminan dibawah Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)

mengakibatkan akta tersebut tidak dapat didafarkan pada kantor pendaftaran

fidusia.188 Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa “pembebanan

benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan

merupakan akta jaminan fidusia”. Sedangkan pada Pasal 11 ayat (1) menyatakan

bahwa “benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan”.

Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dibawah tangan tersebut bukan merupakan

jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia sehingga ketetuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut tidak

dapat diberlakukan dalam perjanjian tersebut.189

Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dapat merugikan pihak bank sendiri,

bank tidak dapat melakukan parate eksekusi terhadap objek jaminan fidusia karena

tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial. Untuk

mengeksekusi harus dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri

187
Ibid.
188
Wawancara dengan Syahrial Irkhaf Tanjung, Notaris pada kota Takengon, pada tanggal 9
Maret 2019, jam 12:00.
189
Diponegoro Law Journal. Op.Cit. Hlm 6

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

melalui proses normal hingga turunnya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan

hukum tetap. Selain itu pihak bank selaku kreditur tidak mendapatkan hak preferen

yaitu hak yang didahukan dari kreditur lainnya.190

b Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pada BRI Cabang


Takengon

Bagi bank kredit yang dibebani dengan jaminan fidusia merupakan suatu

resiko karena aset yang dikuasi oleh debitur. Setiap bank menginginkan agar kualitas

aset sehat dalam arti produktif dan dapat ditagih (collectable), namun terkadang

kredit yang diberikan kepada kreditur terkadang mengalami masalah dalam hal

pelunasan kredit sehingga terjadilah eksekusi terhadap objek jaminan. 191

Eksekusi merupakan suatu pelaksanaan putusan pengadilan atau suatu akta

atau serrtifikat yang memiliki kekuatan eksekutorial yang telah memiki kekuatan

hukum yang tetap. Eksekusi dapat dilakukan apabila debitur dinyatakan

wanprestasi.192 Pengertian wanprestasi disini tidak dapat dipersamakan dengan kredit

macet. Meskipun setiap debitur yang wanpestasi akan menyebabkan kredit macet,

sebab pada saat debitur wanprestasi yang menyebabkan kredit bermasalah masih

dapat dilakukan penyelamatan kredit agar kredit tersebut tidak menjadi macet, yaitu

dengan cara reschedulling atau restrukturisasi kredit. Apabila setelah adanya upaya

190
Ibid, Hlm 6.
191
Wawancara dengan Zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019, jam 10:30.
192
Diponegoro Law Jurnal, Reza Fikri dan Siti Malikhatun. Op.cit. Hlm 7

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

penyelamatan kredit, peringatan dan upaya penyelesaian secara kekeluargaan tidak

tercapai maka pihak Bank akan melakukan eksekusi objek jaminan fidusia.193

Tindakan Bank dalam usaha menyelamatkan dan menyelesaikan kredit

bermasalah beranegaragam tergantung pada kondisi kredit bermasalah itu. Misalnya

apakah debitur masih kooperatif atau tidak dalam usaha penyelesaiaan kredit

bermasalah itu. Bila debitur kooperatif dan ternyata kegiatan usaha debitur masih

memiliki prospek, maka dilakukan restrukturisasi kredit. Sebaliknya bagi debitur

yang tidak memiliki iktikad baik dan tidak kooperatif, maka untuk penyelesaian

kredit akan tergantung dari kuat tidaknya fisik jaminan yang dijaminkan, karena

jaminan inilah satu-satunya sumber pengembalian kredit, oleh karena itu bagi debitur

yang tidak berktikad baik ada dua strategi yang di tempuh yaitu dengan penyelamatan

kredit dan penyelesaian kredit.194

BRI cabang Takengon mengkatagorikan kredit tersebut bermasalah dan harus

dieksekusi apabila adanya kelalaian dalam pembayaran angsuran pokok maupun

bunga dari kredit dan debitur tidak bersedia untuk malakukan pembayaran angsuran

pokok atau bunga.195 Eksekusi tersebut didahului dengan surat peringatan kepada

debitur terlebih dahulu sebanyak 3 kali.

Pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh BRI cabang Takengon dilakukan

dengan dua cara pertama dengan setifikat jaminan fidusia yang sudah berkekuatan

193
Ibid. Hlm 7
194
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: CV. Alfabeta,2004).
Hlm. 263.
195
Wawancara dengan Zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019, jam 10:30.

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

hukum tetap yaitu terhadap jaminan yang telah didaftarkan terlebih dahulu, kedua

eksekusi objek jaminan fidusia yang diikat dengan perjanjian dibawah tangan yang

nilai jaminan kurang dari Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yaitu eksekusi

dengan penjualan barang jaminan oleh kreditur. Eksekusi terhadap objek jaminan

fidusia yang didaftarkan oleh BRI cabang Takengon dilakukan berdasarkan

kesepakatan antara para pihak yang berkepentingan dan model eksekusi tersebut

dapat melalui pelaksanaan titel eksekutorial yang ada pada sertifikat jaminan fidusia,

melalui pelelangan dan melalui penjualan dibawah tangan berdasarkan kesepakatan

antara kreditur dan debitur jika dengan cara tersebut dapat menguntungkan para

pihak.196 Sedangkan pengikatan objek jaminan fidusia yang dilakukan dengan

perjanjian dibawah tangan BRI cabang Takengon melakukan eksekusi dengan cara

mengambil secara lansung objek jaminan fidusia sesuai dengan kesepakatan para

pihak yang diatur dalam pengikatan perjajian kredit dibawah tangan, dan pada BRI

cabang Takengon belum pernah melakukan eksekusi objek jaminan melalui

pengadilan dikarenakan biaya yang cukup mahal dan waktu yang lama. 197

Penyelesaian kredit yang bermasalah pada BRI cabang Takengon tidak selalu

dengan eksekusi tetapi pihak bank lebih sering melakukan restrukturisasi atau

merundingkan kembali dengan debitur cara-cara penyelesaian kredit tersebut secara

kekeluargaan, yang bertujuan untuk:198

196
Ibid.
197
Ibid.
198
Ibid.

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

1. Untuk menghidari kerugian bagi bank karena bank harus menjaga


kualitas kredit yang telah diberikan.
2. Untuk membantu meringankan kewajiban debitur dalam membayar
kembali kreditnya, sekaligus membantu meningkatkan kegiatan usaha
debitur agar tetap dapat berjalan dengan lancar.
3. Dengan melakukan perundingan kembali tersebut maka penyelesaian
kredit melalui lembaga hukum dapat dihindarkan.

Kebijakan yang dapat digunakan untuk melakukan perundingan kembali

terhadap debitur yang kredit bermasalah menurut BRI cabang Takengon adalah

dengan cara menurunkan suku bunga kredit, mengurangi tunggakan angsuran pokok

kredit atau dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit. Dengan cara tersebut

bank dapat mendapatkan prestasi dari debitur, dan debitur mendapat keringanan

dalam pelunasan angsuran kredit.199 Hal tersebut menguntungkan bagi bank jika

barang objek jaminan telah berkurang nilainya dan penjualan objek jaminan tersebut

tidak dapat mencukupi hutang debitur.

2. Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pada PT. Mandala


Finance Takengon

a Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pada PT. Mandala Finance


Takengon

Lembaga keuangan non bank mempunyai peran yang penting dalam

pembiayaan, salah satunya adalah PT. Mandala Finance Takengon yang bergerak di

bidang jasa keuangan yang meliputi pembiayaan konsumen. Setiap tahap awal,

199
Ibid.

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

perusahaan tersebut berkonsentrasi dalam pembiayaan konsumen khususnya dalam

pembiayaan roda dua, dan melayani semua merek sepeda motor.200

Dalam pembiayaan konsumen, ada tiga pihak yang berhubungan yaitu

konsumen, dealer dan perusahaan. Mula-mula konsumen mengajukan permohonan

kredit sepeda motor kepada dealer. Dealer memberikan price list (harga beserta uang

muka dan angsuran) kepada konsumen. Apabila konsumen setuju dengan harga

tersebut maka dealer memberitahukan kepada PT. Mandala Finance mengenai

permohonan kredit konsumen. Setelah perusahaan mengetahui selanjutnya

melakukan survey ke lokasi konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai

kondisi keuangan dan karakter calon debitur, setelah disetujui perusahaan maka

debitur mendapatkan pembiayaan dari perusahaan PT. Mandala Finance atas

pembiayaan konsumen yang selanjutnya debitur berkewajiban atas angsuran yang

ditetapkan oleh PT. Manadala Finance tersebut. Adapun besar angsuran ditentukan

berdasarkan pembayaran uang muka dan jangka waktu yang di minta oleh debitur itu

sendiri.201

Pembiayaan konsumen dibandingkan dengan kredit bank, maka pembiayaan

konsumen mempunyai keunggulan bagi konsumen. Keunggulan pembiayaan

konsumen dibandingkan kredit bank antara lain:

200
http://mandalafinance.com//id/tentang-kami/sejarah-visi-misi/ yang diakses pada tanggal 15
mei 2019, jam 03:19.
201
Wawancara dengan Miara, administrasi PT. Mandala Finance Takengon, pada Tanggal 10
Maret 2019 jam 11:00

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

1. Prosedur yang lebih sederhana.

2. Proses persetujuan yang biasanya lebih cepat.

3. Perusahaan pembiayaan konsumen biasanya tidak mensyaratkan penyerahan

angunan tambahan sepanjang konsumen atau debitur cukup layak untuk

dipercaya kemampuannya memenuhi kewajibannya.

Lahirnya pembiayaan kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini

sebenarnya sebagai jawaban atas kenyataan-kenyataan sebagai berikut:202

1. Bank kurang tertarik tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit kepada
konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil.
2. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemna
kurang fleksibel atu tidak sesuai dengan kebutuhan.
3. Sistem pembayaran informal seperti yang dilakukan oleh para lintah darat
atau tengkulak dirasakan sangat mencengkram masyarakat. Sistem
pembiayaan formal lewat koperasi, seperti koperasi unit desa ternyata tidk
berkembang seperti yang diharapkan.

Objek jaminan fidusia dalam perjanjian pembiayaan merupakan benda yang

pengadaannya dibiayai oleh pihak pemberi pembiayaan, benda tersebut setelah

diserahkan kepada pihak konsumen kemudian diserahkan kembali hak miliknya oleh

debitur tersebut kepada pihak pemberi pembiayaan atau kreditur untuk dibebankan

sebagai jaminan atas hutang yang timbul dari fasilitas pembiayaan yang diberikan.

Dalam perjanjian pembiayaan kredit kendaraan bermotor pihak konsumen akan

menerima kendaraan tersebut sebagai miliknya dengan proses pembelian yang

dibiayai oleh lembaga pembiayaan, atas pemberian biaya tersebut kemudian pihak

konsumen akan terhutang senilai harga pembiayaan ditambah dengan bunga dan

202
Munir Fuady, Op.Cit. Hlm 163.

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

biaya-biaya lainnya dan hutang-hutang itu kemudian dijamin dengan kendaraan

bermotor ang dibiayai melalui pengikatan jaminan fidusia.203

Jaminan fidusia yang membebani benda berupa kendaraan bermotor bukan

hanya diikat oleh sebuah perjanjian pemberian jaminan, namun juga ada kewajiban

yang dibebankan kepada debitur untuk menyerahkan BPKB kendaraan kepada pihak

kreditur sebagai bentuk retensi, sebelum hutangnya lunas pihak pihak kreditur berhak

untuk menahan BPKB tetap berada dalam penguasaannya. Dengan diserahkannya

BPKB kepada pihak kreditur, maka sesungguhnya prinsip jaminan fidusia sebagai

pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan sebagaimana disebut

dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia menjadi kurang tepat karena pemberian jaminan itu tidak lagi hanya

atas kepercayaan, namun telah timbul adanya penguasaan atas bukti kepemilikan dari

objek jaminan tersebut yang menimbulkan konsekuensi bahwa pihak debitur tidak

mungkin bisa menjual objek jaminan itu kepada pihak lain selain dengan cara

memberikan dalam bentuk gadai.204

Peraturan Menteri Keuangan RI (PMK) No. 130/PMK.010/2012 disebutkan

bahwa “perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiaaan konsumen untuk

kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan

jaminan fidusia tersebut pada kantor pendafatran fidusia paling lama 30 (tiga puluh)

hari kelender terhitung sejak tanggal pembiayaan konsumen”. Pada PT. Mandala

203
D.Y. Witanto, Op.Cit. Hlm 135
204
Ibid. Hlm 136.

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

Finance sampai saat ini belum mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor pendaftaran

fidusia, pengikatan objek jaminan hanya dilakukan melalui perjanjian dibawah

tangan, hal tersebut dikarenakan biaya yang cukup mahal dan nilai dari objek jaminan

yang rendah.205 Namun demikian hal tersebut melanggar ketentuan yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menyatakan

bahwa jaminan fidusia wajib untuk didaftarkan, dan Peraturan Pemerintah nomor 21

Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan

Akta Jaminan Fidusia yang menyatakan benda dijamin dengan jaminan fidusia wajib

didaftarkan secara online untuk mendapatkan sertifikat jaminan fidusia hal ini terkait

dengan aspek kekuatan hukum dalam hal pembuktian. Proses pendaftaran jaminan

fidusia secara online tidak membutuhkan waktu yang lama, sertifikat jaminan fidusia

yang memiliki kekuatan eksekutorial dapat didapatkan oleh kreditur sejak

didaftarkannya akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia secara online.206

b Pelaksanaan Eksekusi Pada PT. Mandala Finance Takengon

Untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan

konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari

debitur secara kepercayaan atau secara fidusia kepada perusahaan pembiayaan,

Menteri Keuangan RI menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan RI (PMK) No.

130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan

205
Wawancara dengan Miara, administrasi PT. Mandala Finance Takengon, pada Tanggal 10
Maret 2019 jam 11:00.
206
Wawancara Syahrial Irkhaf Tanjung, Notaris di Takengon. Pada tanggal 9 Maret, jam
11:30.

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor

dengan pembebanan jaminan fidusia yang mulai berlaku pada tanggal 7 Oktober

2012.207

Eksekusi objek jaminan fidusia yang pada PT Mandala Finance dilakukan

apabila konsumen melakukan kelalaian, pada pasal 7 dari rangkuman perjanjian

kredit antara konsumen dan pihak PT. Mandala Finance menyatakan bahwa: 208

“Konsumen tidak membayar angsuran atau lain-lain kewajiban dengan


cara dan pada waktu yang telah ditentukan dalam akad ini. Lewatnya
waktu pembayaran merupakan bukti kelalaian ini, dan karena perusahaan
berhak menarik kembali kendaraan tersebut dari konsumen atau dari
pihak lain yang menguasai kendaraan, pada waktu dan tempat tanpa
diperlukan tindakan lain lagi.”

Penarikan objek jaminan terhadap debitur yang wanprestasi pada PT. Mandala

Finance dilakukan oleh petugas penagihan berdasarkan daftar penagihan. Sebelum

melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan pihak PT. Mandala Finance

melakukan peringatan terlebih dahulu kepada debitur melalui telepon, dan apabila

cara tersebut belum juga mendapatkan iktikad baik dari debitur maka PT. Mandala

Finance melakukan somasi dan mendatangkan pihak PT. Mandala Finance ke

hadapan debitur, jika hal tersebut juga belum mendatangkan iktikad baik debitur

terhadap pelunasan hutang-hutang nya maka pihak PT. Mandala Finance melakukan

eksekusi secara langsung oleh petugas penagihan PT Mandala Finance atau CR Field

207
Yuzrizal, Aspek Pidana dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, (Malang: Media Nusantara Creative, 2015). Hlm. 74.
208
pasal 7 dari rangkuman perjanjian kredit antara konsumen dan pihak PT. Mandala
Finance.

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

terhadap objek jaminan yang berada dalam penguasaan debitur. Setelah dilaksanakan

penarikan barang objek jaminan oleh pihak PT. Mandala Finance debitur masih

diberikan waktu jika ingin melakukan penebusan terhadap objek jaminan yang

dieksekusi oleh pihak kreditur yaitu PT. Mandala Finance. Pada PT. Mandala

Finance tidak ada pengembalian dana terhadap debitur209, hal tersebut tidak sesuai

dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tetang

Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa “Dalam hal eksekusi melebihi nilai

pinjaman, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada

penerima fidusia” Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tetang

Jaminan Fidusia”.

C. Penyelesaian Eksekusi Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan

Eksekusi terhadap benda jaminan merupakan langkah terakhir yang diambil

oleh BRI cabang Takengon dan PT. Mandala Finance apabila debitur tidak dapat

melunasi hutangnya sedangkan semua cara penyelesaian sudah dilakukan tidak

membuahkan hasil. Eksekusi benda jaminan ini merupakan cara untuk mendapatkan

pelunasan utang debitur dengan cara menjual objek jaminan, hasil penjualan benda

jaminan tersebut digunakan untuk melunasi hutang debitur.

Perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan

perjanjian kebendaan bagi jaminan fidusia tersebut, sehingga karakter kebendaan

209
Pasal 7 dari pernyataan nasabah PT. Mandala Finance “konsumen bersedia menitipkan atau
ditarik oleh PT. Mandala Finance apabila lewat 1 (satu) hari dari tangga jatuh tempo belum ada
kejelasan mengenai pembayaran angsurannya dan apabila unit yang ditarik atau dikembalikan maka
uang Dp dan angsuran yang telah dilabayarkan tidak dikembalikan.”

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

seperti droit de suite (jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek

jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda tersebut berada), kecuali

kebendaannya berdasarkan pengalihan hak atas hutang (cessie), dengan demikian hak

atas jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak dan hak preferensi (hak

istimewa yang dimiliki oleh yang berpiutang atau memberi kedudukan haak yang

didahulukan kepada kreditur terhadap kreditur lainnya) tidak melekat pada kreditur.

Sehingga dapat dikatakan, konsekuensi yuridis bagi kreditur tidak mendaftarkan akta

jamina fidusia tidak mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.210

Kewajiban atas pendaftaran jaminan fidusia termuat dalam Pasal 11 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tetang Jaminan Fidusia yang menyatakan

bahwa “benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan” 211 adapun penjelasan

dari Pasal tersebut adalah “pendaftaran benda yang didebani dengan jaminan fidusia

dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya mencakup

benda, baik benda yang berada di dalam maupun diluar wilayah negara Republik

Indonesia untuk memenuhi asas publisitas sekaligus merupakan jaminan kepastian

terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.212

Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang Jaminan Fidusia dan aturan pelaksananya, maka perjanjian fidusia tersebut

masuk dalam katagori perjanjian dibawah tangan, sebagaimana yang telah dijelaskan

210
Tan Kamello, Op.Cit.Hlm. 213-216.
211
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia
212
Penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

sebelumnya akibat dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia tersebut kreditur tidak

mendapatkan kepastian hukum yang ada di Undang-Undang Jaminan Fidusia,

diantaranya kreditur tidak dapat melakukan eksekusi sebagaimana dijelaskan Pasal 29

ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan

adalah dengan melalui Pengadilan Negeri setelah mendapatkan putusan pengadilan

yang memilliki kekuatan hukum tetap maka dapat dilaksanakan eksekusi terhadap

objek jaminan yang sebelumnya tidak didaftarkan oleh kreditur. setelah mendapatkan

hak untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia, kreditur berhak untuk mendapatkan

pelunasan hutang dari penjualan objek jaminan secara dibawah tangan kreditur

sendiri dan apabila hasil eksekusi melebihi nilai pinjaman, penerima fidusia wajib

mengembalikan kelebihan tersebut kepada penerima fidusia atau debitur, seperti yang

dijelaskan dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tetang

Jaminan Fidusia “ dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai pinjaman, penerima fidusia

wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada penerima fidusia”.213

Praktek yang terjadi dilapangan penyelesaian eksekusi terhadap objek jaminan

fidusia tidak semudah yang ditegaskan dalam pengaturan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tetang Jaminan Fidusia, terdapat banyak kendala dalam hal melakukan

eksekusi salah satu nya adalah debitur tidak sukarela memberikan objek jaminan

213
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tetang Jaminan Fidusia

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

fidusia yang berada dalam penguasaannya 214dalam hal seperti ini pengadilan

menetapkan juru sita yang ditugaskan untuk melaksanakan ekskusi jaminan fidusia,

jika nilai dari penjualan eksekusi tersebut bekum mencukupi pelunasan hutang

debitur, maka debitur wajib melaksanakan pelunasan hutang kepada kreditur sesuai

dengan putusan pengadilan. Jika jaminan fidusia sebagai jaminan yang terdaftar pada

kantor pendaftaran fidusia kreditur dapat meminta pengaman pelaksanaan eksekusi

kepada aparat kepolisian agar mendapatkan eksekusi yang aman dengan syarat

bahwa215:

1. Adanya permohonan dari Pemohon atau Kreditur;


2. Memiliki akta jaminan fidusia;
3. Jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia;
4. Memiliki sertikat jaminan fidusia, dan
5. Jaminan fidusia berada di wilayah Negara Indonesia.

214
Wawancara dengan zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019, jam 10:30.
215
Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Repulik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011.

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

BAB IV

HAMBATAN-HAMBATAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM


PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN PADA JAMINAN FIDUSIA
YANG TIDAK DIDAFTARKAN

A. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Oleh Bank BRI Cabang Takengon


dan PT. Mandala Finance Dalam Melaksanakan Eksekusi Objek
Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan

Kewenangan eksekusi jaminan fidusia yang diberikan oleh undang-undang

kepada kreditur penerima fidusia merupakan perwujudan dan kedudukan yang

diutamakan dari pada kreditur-kreditur lainnya yang disebutkan secara tegas dalam

Pasal 1 angka 2 dan Penjelasan Umum angka 3 Undang-Undang No 42 tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia. Kedudukan kreditur penerima fidusia adalah kreditur

preferen, yaitu kedudukan istimewa dari seorang kreditur untuk didahulukan dalam

hal memperoleh pelunasan hutang manakala debitur wanprestsi.

Undang-Undang Jaminan Fidusia pada Pasal 29 menyebutkan secara tegas

mengenai kewenangan kreditur untuk melaksanakan eksekusi terhadap jaminan

fidusia dalam hal debitur wanprestasi. Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia

diatur dalam Pasal 29 ayat (1), berdasarkan pasal tersebut eksekusi terhadap jaminan

fidusia ditempuh dengan cara:

1. Eksekusi title eksekutorial sertifikat jaminan fidusia216: berdasarkan pasal

15 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa sertifikat

jaminan fidusia yang diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia dan

216
Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

111
111
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
112

memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa” mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Parate executie (eksekusi langsung): penerima fidusia mempunyai hak

untuk menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut.217

3. Eksekusi dibawah tangan: bahwa ekskusi penjualaan dibawah tangan

dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia

dan dapat menguntungkan kedua belah pihak.218

Masalah penjualan umum atau pelelangan terdapat ketentuan bahwa

pelaksanaan ekskusi dan perjanjian penjaminan berasarkan ketentuan-ketentuan yang

ada harus melalui penjualan umum atau pelelangan. Baik pelaksanaan eksekusi yang

melalui prosedur beslag (sita) ataupun berdasakan janji untuk menjual atas kekuasaan

sendiri (parate eksekusi). Ternyata penjualan umum ini tidak dapat berjalan dengan

lancar dan banyak menimbulkan kerugian –kerugian baik bagi kreditur maupun bagi

debitur. Yaitu karena adanya biaya penjualan secara umum/lelang yang cukup tinggi

yang dapat memberatkan bagi pihak debitur maupun kreditur. Juga terjadinya harga

penjualan yang rendah, sehingga merugikan bagi kreditur sebagai pihak akan

217
Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
“penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangny dari hasil penjulan”.
218
Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

meminta pelunasan hutang dari penjualan tersebut. Oleh karena itu dalam praktek

sering terjadi bahwa eksekusi dilakukan melalui penjualan dibawah tangan, agar

memperoleh harga yang tinggi, yaitu berdasarkan harga tertinggi dari calon pembeli

yang disetujui oleh kedua belah pihakyaitu debitur dan kreditur. Dalam praktek sering

terjadi bahwa kreditur menyetujui agar debitur menjual sendiri benda jaminan dengan

pengawasan dari bank dan pembayarannya dilakukan dihadapan kreditur dan debitur,

agar tercapai harga penjualan yang tinggi sebagaimana diharapkan bersama maka

hendaknya eksekusi dengan penjualan di bawah tangan ini dimungkinkan. 219

Larangan janji yang berkaitan dengan eksekusi terhadap benda yang menjadi

objek jaminan fidusia yaitu:220

1. Janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi


objek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan pasal 21
Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
2. Janji yang memberi kewenangan kepada penerima fidusia untuk
memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur
wanprestasi.
3. Apabila terdapat janji yang demikian, maka setiap janji tersebut
diancam dengan batal demi hukum.

Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, debitur sebagai pemberi jaminan

fidusia diwajibkan untuk menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan.

Sebaliknya dalam hal pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek

jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, kreditur berhak untuk mengambil

219
Sri Soendewi Masjchoen Sofwan,Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Cetakan kelima (Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta, 2011)
Hlm 35-36.
220
Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan. Cetakan pertama (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
2011). Hlm 296

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

benda yang menjadi objek jaminan fidusia fidusia dan apabila perlu meminta bantuan

pihak yang berwenang.221 Praktek yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa

pelaksanaan eksekusi tidak semudah yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan

Fidusia, ada beberapa hambatan yang menjadikan kreditur sulit untuk melaksanakan

eksekusi yang didaftarkan maupun eksekusi yang tidak didaftarkan.

1. Hambatan Eksekusi Terhadap Objek Jaminan Fidusia yang Tidak


Didaftarkan Pada BRI Cabang Takengon

a Adanya ketentuan nilai dari objek jaminan fidusia yang didaftarkan

Pada BRI cabang Takengon jaminan fidusia dilakukan melalui dua cara yaitu

dengan melakukan pendafaran jaminan fidusia dan yang tidak dengan pendaftaran

jaminan fidusia. Adapun hal yang menjadi hambatan bagi BRI cabang Takengon

tidak mendaftarkan jaminan fidusia adalah adanya ketentuan yang mengatur tentang

jumlah minimal nilai objek jaminan yang dapat didaftarkan yaitu Rp. 50.000.000

(lima puluh juta rupiah)222 bagi barang jaminan fidusia yang dibawah nilai tersebut

tidak dapat dilakukan pendaftaran jaminan fidusia secara online oleh Notaris,

dikarenakan sistem yang ada dalam pendafaran fidusia secara online.

Adanya ketentuan dari nilai objek jaminan fidusia juga berlaku pada BPR

ARTOMORO semarang223, apabila kredit yang diberikan bernilai kecil yakni Rp

5.000.000,- (lima juta rupiah) ke bawah, maka menggunakan akta dibawah tangan

221
Ibid. Hlm 296
222
Wawancara Syahrial Irkhaf Tanjung, Notaris di Takengon. Pada tanggal 9 Maret 2019
223
Hasil penelitian dari Reza Fikri Muhammad, tinjauan pelaksanaan eksekusi objek jaminan
fidusia terhadap debitur wanprestasi (studi pada PT. ARTOMORO Semarang, dalam Jurnal Volume 6
Nomor 1 Tahun 2017.

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

dan jika nominal barang objek jaminan melebihi nilai tersebut maka dilakukan

dengan cara pembuatan akta notariil dan dilakukan pendaftaran jaminan fidusia.

Berbeda dengan Notaris X di kota Medan yang menyatakan bahwa tidak ada

batasan tertentu dari nilai objek jaminan fidusia dalam pendaftaran jaminan fidusia.224

Artinya setiap objek jaminan yang dibebankan dengan jaminan fidusia dapat

didaftarkan oleh Notaris secara online sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan

Menteri hukum dan HAM No. 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan

Fidusia Secara Elektronik.

Pembebanan jaminan fidusia dengan akta dibawah tangan pada permintaan

kredit dengan ditentukan jumlah nilai objek jaminan fidusia mengakibatkan akta

tersebut tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini merupakan

pelanggaran terhadap Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11

ayat (1). Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa

pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa

Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. sedangkan pasal 11 ayat (1)

menyatakan bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarka.

Oleh karena hal tersebut BRI cabang Takengon hanya melakukan perjanjian

penyerahan hak kepemilikan secara kepercayaan saja.225 Dan eksekusi yang

dilakukan hanya dengan kekuatan yang disepakati para pihak dalam perjanjian

tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 5 dalam perjanjian penyerahan

224
Wawancara Notaris X Medan, pada Tanggal 26 Juni 2019.
225
Wawancara dengan zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

hak kepemilikan secara kepercayaan tersebut menyatakan bahwa “Pihak Pertama

(debitur) dengan ini memberi kuasa kepada pihak kedua (kreditur) untuk mengambil

dan menjual barang, baik secara dibawah tangan maupun dimuka umum dan untuk

mengambil pelunasannya atas pinjaman pihak pertama, kuasa tidak dapat dibatalkan

oleh apapun atau sebab-sebab sebagaimana diatur dalam pasal 1813 KUHPerdata”226

Ketentuan tersebut bukan merupakan ketentuan yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan ketentuan yang ada

dalam undang-undang tersebut juga tidak dapat diberlakukan dalam perjanjian

tersebut, termasuk ketentuan eksekusi objek jaminan fidusia yang disebabkan oleh

kelalaian debitur dalam membayar agsuran.

b Objek Jaminan Fidusia Musnah

Jaminan fidusia merupakan jaminan kebendaan antara pemberi fidusia dan

penerima fidusia saling memberikan kepercayaan, pemberi fidusia menyerahkan

kepemilikannya kepada penerima fidusia, namun penerima fidusia tidak lansung

memiliki objek yang menjadi jaminan fidusia tersebut yang diserahkan oleh pemberi

fidusia atau debitur. Walaupun pada dasarnya barang yang telah dipindah tangankan

itu milik debitur akan tetapi debitur telah menyerahkan kepada kreditur sebagai

jaminan fidusia yang tentunya perbuatan tersebut sudah melalui dengan bentuk

perjanjian yang sudah disepakati oleh pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga

226
Pasal 5 dalam perjanjian penyerahan hak kepemilikan secara kepercayaan, pada BRI
cabang Takengon.

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

setiap akan melakukan tindakan yang berkaitan dengan objek jaminan fidusia tersebut

debitur harus meminta persetujuan dulu kepada kreditur.227

Isi perjanjian yang biasa diperjanjikan bahwa debitur boleh mempergunakan

benda objek jaminan fidusia sesuai dengan maksud dan tujuannya dengan kewajiban

untuk memelihara dan memperbaiki semua kerusakan benda atas biaya dan

tanggungan debitur sendiri. Dan debitur juga dilarang untuk menyewakan benda

fidusia kepada orang lain tanpa izin kreditur.228

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak secara

rinci menjelaskan tentang sebab akibat dari musnahnya barang jaminan. Terkait

dengan musnahnya objek jaminan hanyalah disebutkan bahwa musnahnya benda

yang menjadi objek jaminan adalah salah satu bagian atau alasan dari hapusnya

jaminan fidusia. Sehingga tidak nampak secara rinci yang dimaksud dengan

musnahnya benda jaminan yang menjadi objek jaminan tersebut. Namun berdasarkan

penafsiran yang dilandasi pada penertiban secara umum dari kata “musnah” maka

diartikan sebagai lenyap atau hilangnya barang yang menjadi objek jaminan.229

Debitur tetap mengembalikan pinjaman kredit kepada kreditur sebagai

tanggungjawab terhadap objek jaminan fidusia yang hilang230, dan debitur dapat

melakukan pembaharuan hutang (novasi). Pembaharuan hutang terjadi dengan jalan

227
Yurizal. aspek pidana dalam Undang – Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, (Malang : media Nusa Creative). Hlm 69.
228
J. Satrio, Hukum Jaminan Kebendaan . (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002). Hlm. 131.
229
Ida Bagus Gde Surya, Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnasnya Objek Jaminan
Fidusia dalam Perjanjian Kredit. Https://ojs.unud.ac.id. Hlm. 3, diakses pada tanggal 19 Mei 2019
jam 22:51.
230
Wawancara dengan zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019.

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


118

mengganti hutang lama dengan huang yang baru, dalam hal ini yang diganti adalah

perjanjian kreditnya dengan perjanjian kredit yang baru.

Jika objek jaminan yang diasuransikan hilang maka debitur tetap

mempertanggungjawabkan pengembalian pinjaman kredit memalui perusahaan

asuransi kepada kreditur231, walaupun tidak dibayar sepenuhnya oleh perusahaan

asuransi, benda jaminan diasuransikan dan sisa dari pinjaman kredit yang belum

lunas tetap dilunasi oleh pihak debitur. Tetapi jika benda jaminan tidak diasuransikan

dan musnah maka debitur bertanggungjawab penuh terhadap pengembalian pinjaman

kredit kepada kreditur. Hal ini dikarenakan debitur telah terikat dalam perjanjian

kredit dengan pihak kreditur.232

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

menyatakan bahwa “penerima fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat

tindakan atau kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) dari pihak pemberi fidusia, baik

yang timbul karena hubungan kontraktual atau timbul dari perbuatan melanggar

hukum, sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek

jaminan fidusia”.233

Kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan debitur sehubungan dengan

penggunaan atau pengalihan objek jaminan fidusia, maka pihak kreditur memiliki

231
Pada pasal 2 dari pernyataan nasabah PT. Mandala Financemenjelaskan bahwa “konsumen
mendapatkan jaminan asuransi kehilangan/TLO (bukan kecelakaan) selama mas angsuran. Jika
kehilangan dikarenakan pencurian, perampasan, perampokan (bukan penipuan / gendam), penggelapan
maka konsumen berkewajiban melengkapi semua dokumen yang diperlukan untuk proses klaim
asuransi dan tetap membayar angsuran kredit selama proses klaim berlangsung dan kepadanya tidak
ada pengganti kendaraan baru.”
232
Ida Bagus Gde Surya.Op.Cit. Hlm 4
233
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


119

prestasi dari kredit yang diberikan kepada debitur, dengan kata lain bahwa debitur

bertanggungjawab penuh terhadap objek jaminan fidusia yang musnah atau hilang.

Ketentuan pidana terhadap debitur yang sengaja memalsukan, mengubah,

meghilangkan atau dengan cara apapun yang memberikan keterangan secara

menyesatkan yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan

perjanjian jaminan fidusia, dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama (lima) Tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000,00,- (sepuluh ribu rupiah)

paling banyak Rp. 100.000,00,- (seratus ribu rupiah).234

c Penerima Fasilitas Atas Nama

Penerima fasilitas atas nama artinya debitur yang tertulis dalam pengingatan

jaminan berbeda dengan debitur yang menguasi objek jaminan. Dan memanfaatkan

identitas pihak lain untuk mendapatkan pembiayaan dari kreditur, hal ini dilakukan

karena:235

1) Pihak terebut sudah di black list.


2) Pihak tersebut tidak layak untuk menerima pembiayaa menurut
survey dari kreditur
3) Alamat pihak tersebut tidak merupakan wilayah kerja.

d Nilai Barang yang Menjadi Objek Jaminan Berkurang

Hukum jaminan yang bersumber dari KUHPerdata mengandung prinsip

bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan hutang untuk segala perikatan yang

234
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
235
Wawancara dengan Miara, administrasi PT. Mandala Finance Takengon, pada Tanggal 10
Maret 2019.

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

dibuatnya.236 Prinsip ini kurang memberikan rasa perlindungan yang cukup aman

bagi kreditur. Untuk menutupi adanya kelemahan itu, perlu diperjanjikan secara

khusus benda-benda tertentu dari debitur diikat sebagai jaminan hutang. Hukum

jaminan yang diperjanjikan adalah hipotik, hak tanggungan, gadai, jaminan fidusia

dan jaminan perorangan. Secara teoretis jika seorang debitur pemberi fidusia

wanprestasi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilakukan eksekusi. 237 Dalam hal

eksekusi jika harga jual benda jaminan melebihi hutang debitur, kreditur penerima

fidusia wajib mengembalikan kelebihan sisa uang penjualan kepada debiturnya.

Sebaliknya apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk membayar hutang, debitur

tetap bertanggungjawab atas sisa hutang tersebut.238

Salah satu faktor BRI cabang Takengon tidak serta merta melakukan eksekusi

terhadap objek jaminan yang disebabkan debitur wanprestasi adalah karena nilai dari

objek jaminan yang berkurang, hal tersebut terkadang belum cukup untuk melunasi

hutang dari debitur. Terhadap hal tersebut BRI cabang Takengon menyelesaikan

secara kekeluargaan sesuai dengan kesepakatan para pihak, BRI cabang Takengon

memberikan keringanan dapat berupa pengurangan bunga atau jumlah angsuran yang

diringankan.239 Dengan cara tersebut kreditur mendapatkan haknya berupa pelunasan

236
Prinsip Hukum jaminan yang tercantum dalam pasal 1131 KUHPerdata “segala barang-
barang bergerak dan tidak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,
menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”.
237
Tan Kamello. Op.Cit. Hlm 330
238
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
239
Wawancara dengan zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019.

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


121

hutang dari debitur, dan debitur mendapatkan keringanan untuk melunasi hutang

tersebut.

e Debitur Pindah Alamat

Salah satu hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan eksekusi objek

jaminan fidusia adalah debitur pindah tanpa sepengetahuan kreditur, hal tersebut

tentunya menghambat kreditur dalam melakukan eksekusi. Dengan pindah alamat

tanpa pengetahuan kreditur merupakan suatu iktikad buruk dari debitur dalam

menyelesaikan hutangnya dengan kreditur.240 Oleh karena itu memungkinkan kreditur

melakukan penarikan paksa terhadap objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh debt

collector.

Hambatan substansi yang dihadapi yaitu Undang-Undang Jaminan Fidusia

maupun peraturan pelaksananya tidak mengatur lebih lanjut mengenai tata cara

eksekusi objek jaminan fidusia, sehingga pihak kreditur yang akan melakukan

eksekusi jaminan fidusia menggunakan cara yang menurut mereka benar. Akibatnya

eksekusi objek jaminan fidusia sering dianggap tindak perampasan. Selain itu dalam

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak menjelaskan

lebih lanjut mengenai pihak yang berwenang untuk dimintai bantuan melakukan

eksekusi objek jaminan fidusia, menyebabkan hal tersebut menimbulkan multitafsir.

240
Ibid.

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


122

2. Hambatan Eksekusi Terhadap Objek Jaminan yang Tidak Didaftarkan


Pada PT. Mandala Finance

Pada PT. Mandala Finance sampai saat dilakukan penelitian ini belum

melakukan pembuatan akta jaminan fidusia dan tidak mendaftarkan objek jaminan

fidusia sebagaimana yang diwajibkan oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia. Hal tersebut merupakan suatu hambatan bagi PT. Mandala

Finance dalam melakukan eksekusi objek jaminan fidusia, karena eksekusi tidak

dapat dilakukan tanpa adanya sertifikat jaminan fidusia. Tetapi, pada prakteknya PT.

Mandala Finance tetap melakukan penarikan terhadap objek jaminan fidusia dengan

petugas-petugas khusus yang ditunjuk oleh PT. Mandala Finance untuk melakukan

eksekusi. Hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang tidak

melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Jaminan fidusia.

Selain tidak dapat melakukan eksekusi bagi lembaga pembiayaan seperti PT.

Mandala Finance dapat dikenakan sanksi yang telah ditentukan dalam Peraturan

Menteri Keuangan No 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi

Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan

Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Apabila perusahaan pembiayaan

tidak mengikuti ketentuan dalam Peraturan tersebut maka perusahaan pembiayaan

dapat dikenakan sanksi berupa :

1) peringatan, diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali

berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 hari kalender.

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


123

2) Pembekuan kegiatan usaha, diberikan jika masa berlaku sanksi

peringatan telah beakhir tetapi perusahaan pembiayaan belum

memenuhi ketentuan Peraturan Menteri keuangan No

130/PMK.010/2012. Masa berlaku sanksi pembekuan kegiatan usaha

selama 30 hari kalender sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha

diterbitkan.

3) pencabutan izin usaha, dilakukan jika sampai dengan berakhirnya

jangka waktu pembekuan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan tidak

memenuhi ketentuan Perataturan Menteri Keuangan RI. No

130/PMK.010/2012.

Ketentuan sanksi tersebut menunjukkan bahwa Peraturan Menteri Keuangan

secara ketat mewajibkan perusahaan pembiayaan untuk mendaftarkan jaminan fidusia

dan mewajibkan perusahaan untuk mendaftarkan jaminan fidusia dan memperoleh

ssertifikat jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan UU no 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia dan secara tidak langsung untuk memberikan keadilan dan

perlindungan hukum bagi konsumen.241

Pendaftaran jaminan fidusia juga berpengaruh terhadap keuangan negara

khususnya penerimaan negara bukan pajak, maka berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 130/PMK020/2012. Disebutkan bahwa lembaga pembiayaan wajib

mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan lembaga

241
Yurizal. Op.Cit. Hlm 33

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


124

pembiayaan dilarang melakukan penarikan apabila sertifikat jaminan fidusia belum

diterbitkan.

Hambatan yang tidak termasuk dalam katagori hukum adalah masyarakat

kurang paham mengenai jaminan fidusia, sehingga sering kali mereka menyepelekan

ketika mereka melelalaikan kewajibannya untuk membayar angsuran. Masyarakat

menganggap bahwa pihak kreditur melakukan perampasan atas barang objek

jaminan. Selain itu masyarakat tidak mengetahui apakah barang jaminan tersebut

dapat dibebankan dengan jaminan lain atau tidak, oleh karena hal tersebut banyak

debitur yang membebankan kembali objek jaminan fidusia dengan cara gadai. 242

B. Upaya Yang Dilakukan Bank BRI Cabang Takengon dan PT. Mandala
Finance Dalam Menyelesaikan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia yang
Tidak Didaftarkan

Perjanjian jaminan fidusia pada pokoknya ditentukan bahwa debitur pemberi

fidusia memiliki kewajiban dan tanggungjawab atas keadaan, kehilangan,

kemusnahan, pengurangan kualitas atau nilai dan kerusakan barang-barang yang

dijadikan objek jaminan fidusia. Oleh karena itu, debitur pemberi fidusia harus

melakukan pemeliharaan agar benda jamina fidusia dalam keadaan relatif baik. 243

Debitur pemberi fidusia wajib mengganti benda jaminan fidusia apabila benda

tersebut rusak, hilang atau tidak dapat dipakai lagi. Kewajiban debitur pemberi

fidusia harus diletakkan dalam logika berfikir bahwa kreditur penerima fidusia

memiliki hak atas benda jaminan fidusia dalam kaitannya dengan penjaminan hutang

242
Ibid.
243
Tan Kamello. Op.Cit. Hlm 302.

124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


125

debitur. Realisasi ini lebih semakin jelas ketika debitur melakukan wanprestasi yakni

tidak memenuhi kewajiban untuk membayar hutang. Pertanggungjawaban atas hutang

debitur adalah dengan meletakkan sita atas objek jaminan fidusia yang kemudian

dijual menurut ketentuan hukum jaminan.244

3. Upaya Yang Dilakukan BRI Cabang Takengon Terhadap Eksekusi Objek


Jaminan Yang Tidak Didaftarkan

a Melakukan Kesepakatan Secara Kekeluargaan

Upaya yang dapat dilakukan BRI terhadap hambatan-hambatan dalam

pelaksanaan eksekusi adalah melalui pendekatan kekeluargaan atau melakukan

negosiasi dengan debitur agar para pihak mendapatkan keuntungan. BRI cabang

Takengon tidak selalu dengan eksekusi tetapi pihak bank lebih sering melakukan

perundingkan kembali dengan debitur mengenai cara-cara penyelesaian kredit

tersebut secara kekeluargaan, yang bertujuan untuk:245

1) Untuk menghidari kerugian bagi bank karena bank harus menjaga


kualitas kredit yang telah diberikan.
2) Untuk membantu meringankan kewajiban debitur dalam membayar
kembali kreditnya, sekaligus membantu meningkatkan kegiatan
usaha debitur agar tetap dapat berjalan dengan lancar.
3) Dengan melakukan perundingan kembali tersebut maka penyelesaian
kredit melalui lembaga hukum dapat dihindarkan.

Kebijakan yang dapat diberikan oleh BRI cabang Takengon adalah dengan

cara menurunkan suku bunga kredit, mengurangi tunggakan angsuran pokok kredit

atau dengan cara memperpanjang jangka waktu kredit. Dengan cara tersebut bank

244
Ibid. Hlm 302
245
Wawancara dengan zulham, kepala sub Administrasi kredit pada BRI cabang Takengon,
pada tanggal 8 Maret 2019.

125

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


126

dapat mendapatkan prestasi dari debitur dan debitur mendapat keringanan dalam

pelunasan angsuran kredit.246 Dalam hal benda jaminan hilang atau musnah debitur

pemberi fidusia tetap berkewajiban untuk melunasi hutang kepada kreditur. 247

Keistimewaan yang diberikan Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut ada jika

kreditur penerima objek jaminan fidusia mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor

pendaftaran jaminan fidusia dan mendapatkan sertfikat jaminan fidusia. Berbeda jika

kreditur tidak mendaftarkan objek jaminan, kekuatan pengikatan jaminan tersebut

merupakan perjanjian dibawah tangan maka kreditur dapat melakukan gugatan

pengadilan.

b Eksekusi Menggunakan Perjanjian penyerahan Hak Kepemilikan


Secara kepercayaan Terhadap Barang

Eksekusi objek jaminan merupakan pelaksanaan hak kreditur terhadap

pelunasan hutang debitur yang wanprestasi. Salah satu upaya yang dilakukan BRI

Cabang Takengon dalam melakukan eksekusi yang tidak didaftarkan adalah dengan

melakukan eksekusi dibawah tangan yaitu pengikatan jaminan melalui perjanjian

penyerahan hak kepemilikan secara kepercayaan. Pasal 1 dari perjanjian tersebut

menjelaskan bahwa “Pihak pertama setuju untuk menyerahkan hak kepemilikan

secara kepercayaan terhadap barang, kepada pihak kedua sebagaimana pihak kedua

setuju untuk menerima penyerahan tersebut dari pihak pertama sebagai jaminan atas

246
Ibid.
247
Pasal 24 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia “penerima
fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang
timbul karena hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan
dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia”.

126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


127

pinjaman tersebut di atas dan/atau perubahan/tambahannya yang berupa barang

sebagaimana daftar terlampir dan ditandatangani oleh pihak pertama dan merupakan

satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dengan perjanjian ini”.248

Pasal 5 dalam perjanjian tersebut juga menjelaskan bahwa pihak pertama

dengan ini memberikan kuasa kepada pihak kedua untuk mengambil dan menjual

barang yang dimaksud baik secara dibawah tangan maupun dimuka umum untuk

mengambil pelunasannya atas pinjaman pihak pertama, kuasa mana tidak dapat

dibatalkan oleh apapun atau sebab-sebab sebagaimana diatur dalam pasal 1813

KUHPerdata”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa BRI mempuyai kekuasaan yang

dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia apabila debitur wanprestasi

tanpa melakukan pendaftaran jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.hal

yang dilakukan BRI cabang Takengon tersebut merupakan suatu perbuatan melawan

hukum terhadap Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,

Pasal 11 ayat (1) dari Undang-Undang Jaminan Fidusia menjelaskan bahwa jaminan

Fidusia wajib didaftarkan, dan mendapatkan sertifikat jaminan fidusia sebagaimana

diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Jaminan fidusia yang merupakan

salinan dari Buku Daftar Fidusia yang memuat:249

1) Identitas para pihak,


2) Tanggal dan nomor Akta Jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris
yang memuat akta jaminan fidusia,
3) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia,
4) Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia,
5) Nilai pinjaman dan

248
Pasal 1perjanjian penyerahan hak kepemilikan secara kepercayaan BRI Cabang Takengon.
249
Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,

127

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


128

6) Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

c Melalui gugatan sederhana di pengadilan negeri

Akibat hukum bagi penerima fidusia yang tidak membuat akta jaminan fidusia

dalam bentuk akta notaris ataupun tidak mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia,

maka kreditur tidak dapat langsung melakukan eksekusi terhadap objek jaminan

fidusia, tetapi terlebih dahulu mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, sehingga

proses memakan waktu yang panjang. Oleh karena itu Mahkamah Agung

menerbitkan PERMA No. 2 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Gugatan sederhana.250

Suatu hal yang menarik dari PERMA No 2 Tahun 2015 adalah kewajiban

hakim untuk berperan aktif dalam bentuk memberikan pejelasan mengenai acara

gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak, mengupayakan penyelesaian

secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan

perdamaian diluar persidangan, menuntut para piak dalam pembuktian, dan

menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.251 Hal tersebut dapat

dilakukan kreditur yaitu BRI cabang Takengon apabila melaksanakan eksekusi tanpa

adanya pendaftaran jaminan fidusia terlebih dahulu.

Upaya dapat dilakukan kreditur terhadap eksekusi objek jaminan yang tidak

didaftarkan adalah dengan melalui gugatan sederhana pengadilan. Kreditur sebagai

penerima fidusia melakukan gugatan sederhana pada pengadilan dan mendapatkan

250
Pasal 1 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2015 menyatakan bahwa “penyelesaian gugatan
sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan
paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara
pembuktiannya sederhana.”
251
MA tetapkan kriteria perkara Small Claim Court. Https://m.hukumonline.com, 2015

128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


129

putusan pengadilan untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan. Namun,

banyak dari lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia dan juga

tidak melakukan proses pengadilan dalam pelaksanaan eksekusi yang sebelumnya

tidak didaftarkan, melainkan hanya melakukan penarikan dengan jasa debt collector.

Salah satunya adalah PT. Mandala Finance, kreditur tidak mendapatkan

keistimewaan dari Peraturan Perundang-undangan salah satunya adalah pengamanan

pelaksanaan eksekusi yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia jika

dalam pelaksanaan eksekusi terdapat hambatan-hambatan. Hal yang dilakukan PT.

Mandala Finance dalam melaksanakan eksekusi dengan cara penarikan secara paksa

dari debitur adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat di tindak lanjuti

dengan tuntutan pidana perampasan hak milik sesuai dengan pasal 368 KUHP.

Peraturan perundang-undangan telah mengatur ketentuan-ketentuan tentang

jaminan fidusia sehingga pihak-pihak yang bersangkutan mendapatkan hak dan

kewajibannya. Pada kreditur diberikan hak-hak istimewa oleh Undang-Undang

Jaminan Fidusia untuk memberikan perlindungan hukum bilamana debitur

wanprestasi dengan hanya mendaftarkan jaminan fidusia maka keistimewaan yang

diberikan oleh Undang-Undang jaminan Fidusia dapat didapatkan oleh kreditur.

d Mendaftarkan Kembali Objek Jaminan Fidusia

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia, untuk mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Jaminan Fidusia, pembebanan benda dengan akta otentik dan

129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


130

dicatatkan dalam Buku Daftar Fidusia. Jika ketentuan tersebut tidak terpenuhi maka

hak-hak kreditur tidak dapat dipenuhi sebagaimana disebutkan dalam Undang-

Undang Jaminan Fidusia. Salah satu hak kreditur adalah dapat melakukan eksekusi

terhadap objek jaminan fidusia yang dibebankan dengan jaminan fidusia sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia. Akibat hukum tidak

mendaftarkan jaminan fidusia adalah kreditur tidak dapat melakukan eksekusi

terhadap objek jaminan fidusia jika debitur wanprestasi. Oleh karena hal tersebut

dapat terjadi pendaftaran jaminan fidusia setelah debitur wanprestasi, atau

pendaftaran jaminan fidusia telah lebih dahulu dilaksanakan oleh kreditur dan debitur

tetapi pendaftaran jaminan fidusia dilakukan setelahnya. Kreditur melakukan

pendaftaran jaminan fidusia guna untuk melindungi hak-haknya sebagaimana

ketentuan undang-undang jaminan fidusia, dan pada BRI cabang Takengon

mendaftarkan kembali objek jaminan fidusia dilakukan untuk melakukan eksekusi

objek jaminan fidusia terhadap debitur yang wanprestasi.

Adapun akibat hukum dari pendaftaran jaminan fidusia setelah debitur

wanprestasi adalah tetap dapat dilakukan eksekusi objek jaminan fidusia karena

Kantor Pendaftaran Fidusia tetap menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia

walaupun sudah terlambat dan tetap mengeluarkan sertifikat jaminan fidusia untuk

diberikan kepada kreditur sebagai pemohon pendaftaran jaminan fidusia.252

4. UpayaYang Dilakukan PT. Mandala Finance Terhadap Eksekusi Objek


Jaminan Yang Tidak Didaftarkan

252
Tharina Mahaswani, Akibat hybHukum Pendaftaran Jaminan Fidusia Setelah Debitur
wanprestasi , 2014. Hlm. 2

130

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


131

a Eksekusi Dengan Surat Kuasa Penarikan

Kecenderungan untuk membuat pengikatan jaminan fidusia dilakukan

dibawah tangan oleh sebagian kreditur dan jaminan perlindungan kepada kreditur

bisanya dilakukan dengan kesepakatan kuasa jual atau kesediaan bahwa barang

tersebut akan diambil secara fisik. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan

prestasinya yang menimbulkan masalah bagi kreditur. Hal tersebut apabila

dilaksanakan akan bertentangan dengan rasa keadilan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan, oleh karena Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia sudah mengatur cara eksekusi yang memberikan rasa keadilan dan kepastian

hukum. PT mandala Finance dalam melakukan pengikatan jaminan dengan

menggunakan kesepakatan kuasa jual dengan debitur, kesepakatan tersebut dapat

dilakukan apabila debitur wanprestasi. Pasal 4 dari perjanjian kredit antara konsumen

dan PT. Mandala Finance menyatakan bahwa “akibat wanprestasi maka konsumen

wajib menyerahkan barang / kendaraan yang dibiayai kepada PT. Mandala

Financedalam kondisi baik / seperti awal pengambilan unit dan kepadanya diberikan

waktu satu minggu terhitung dari tanggal penyerahan untuk menyelesaikan

kewajibannya”.253 Selanjutnya dijelaskan kembali pada Pasal 8 ayat (2) ketentuan dan

syarat-syarat dari perjanjian konsumen pada PT. Mandala Finance adalah

“perusahaan berhak untuk menarik kembali kendaraan tersebut dari konsumen atau

253
Pasal 4 dari perjanjian kredit antara konsumen dan PT. Mandala Finance

131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


132

dari pihak lain yang menguasai kendaraan, pada setiap waktu dan tempat tanpa

diperlukan tindakan lain lagi ..... “.

Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya, selama

perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, berbeda dengan surat

kuasa penarikan yang dibuat oleh PT. Mandala Finance untuk dapat melakukan

eksekusi terhadap objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan kepada Kantor

Pendaftaran Fidusia, hal tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang-

Undang Jaminan Fidusia. Selanjutnya Peraturan Menteri Keuangan No

130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan

Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor

dengan Pembebanan Jaminan Fidusia memberikan sanksi bahwa apabila Perusahaan

Pembiayaan tidak melakukan pendaftaran jaminan fidusia maka mendapatkan sanksi

berupa peringata, pembekuan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha bagi kreditur

yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.

b Melakukan Negosiasi dengan Debitur

Dalam hal penarikan objek jaminan tentunya tidak mudah, banyak diantara

debitur yang mengalihkan objek jaminan, objek jaminan hilang, objek jaminan tidak

berada pada wilayah kerja PT.Mandala Finance Takengon, hal tersebut merupakan

hambatan-hambatan yang ditemui kreditur dalam pelaksanaan eksekusi objek

jaminan fidusia meskipun PT. Mandala Finance tidak mendaftarkan objek jaminan

fidusia. Upaya yang dilakukan PT.Mandala Finance dalam menghadapi hambatan-

132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


133

hambatan tesebut adalah menawarkan kebijakan kepada debitur jika debitur masih

beriktikad baik dalam melakukan pelunasan hutang, kreditur tetap mendatangkan

debitur untuk untuk menunjukkan rincian pelunasan dan jika barang objek jaminan

telah dialihkan maka kreditur meminta debitur untuk menunjukkan benda objek

jaminan berada atau dialihkan.

Keuntungan dari negosiasi antara PT. Mandala Finance dan debitur atau

konsumen adalah kreditur dapat melakukan penarikan objek jaminan dengan cepat

tanpa adanya hambatan dari debitur yang tidak mau memberikan objek jaminan

secara sukarela dan adanya kewajiban bagi debitur untuk membayar denda kelalaian

membayar angsuran kredit kepada kreditur. Pada tahap ini kreditur dapat mengetahui

apakah debitur mau menebus objek jaminan fidusia yang ditarik oleh PT. Mandala

Finance beserta denda dari penunggakan angsuran atau memberikan objek jaminan

fidusia secara sukarela kepada pihak debitur. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3

Perjanjian kredit antara konsumen dan PT. Mandala Finance adalah “jika terjadi

keterlambatan pembayaran, maka konsumen akan dikenakan denda perharinya

sebesar 0,5 % dari nilai angsuran terhitung dari hari kedua dari tanggal jatuh tempo

yang telah ditetapkan dan konsumen dianggap telah melakukan wanprestasi atau

lalai”.254

Berbeda halnya apabila objek jaminan fidusia pada PT. Mandala Finance

hilang atau musnah maka PT. Mandala Finance mengupayakan debitur untuk

mendapatkan jaminan asuransi kehilangan / TLO (bukan kecelakaan) selama masa


254
Pasal 3 Perjanjian Kredit antara konsumen dengan PT. Mandala Finance.

133

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


134

angsuran yang terjadi kehilangan karena pencurian, perampasan atau penggelapan.255

Kendaraan yang termaktub dalam perjanjian ini akan diasuransikan dengan kondisi

TLO (Total Loss Only) yaitu asuransi yang hanya menjamin kerugian akibat

kehilangan, kecurian atau terbakar hangus atau kecelakaan yang mengakibatkan

kerugian sama dengan atau lebih dari 75 % dari harga kendaraan tersebut.256Akan

tetapi pada PT. Mandala Finance.tidak ada pengantian kendaraan baru jika objek

jaminan hilang atau musnah.

255
Pada pasal 2 dari pernyataan nasabah PT. Mandala Financemenjelaskan bahwa “konsumen
mendapatkan jaminan asuransi kehilangan/TLO (bukan kecelakaan) selama mas angsuran. Jika
kehilangan dikarenakan pencurian, perampasan, perampokan (bukan penipuan / gendam), penggelapan
maka konsumen berkewajiban melengkapi semua dokumen yang diperlukan untuk proses klaim
asuransi dan tetap membayar angsuran kredit selama proses klaim berlangsung dan kepadanya tidak
ada pengganti kendaraan baru.”
256
Prosedur claim asuransi sesuai dengan Pasal 4 dan 5 ketentuan dan syarat-syarat dari
perjanjian konsumen pada PT. Mandala Finance cabang Takengon.

134

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


135

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Akibat hukum bagi kreditur yang tidak mendaftarkan objek jaminan fidusia

adalah tidak melahirkan jaminan fidusia bagi bank maupun perusahaan

pembiayaan selaku kreditur, kreditur tidak mempunyai hak preferen (hak

yang didahulukan), kreditur tidak dapat melakukan eksekusi terhadap objek

jaminan fidusia dan kreditur tidak dapat meminta pengamanan kepada

Kapolisian berdasarkan ketentuan Pasal 6 Peraturan kapolri Nomor 8 Tahun

2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

2. Pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh BRI cabang Takengon terhadap

jaminan fidusia yang tidak didaftarkan yaitu eksekusi objek jaminan fidusia

yang diikat dengan perjanjian dibawah tangan yang nilai jaminan kurang dari

Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan cara mengambil secara

lansung objek jaminan fidusia sesuai dengan kesepakatan para pihak yang

diatur dalam pengikatan perjajian penyerahan hak kepemilikan secara

kepercayaan terhadap barang objek jaminan yang dibuat antara BRI cabang

Takengon dengan Debitur, dan pada BRI cabang Takengon belum pernah

melakukan eksekusi objek jaminan melalui pengadilan dikarenakan biaya

yang cukup mahal dan waktu yang lama.

Pada PT. Mandala Finance pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan

yang tidak didaftarkan adalah dengansurat kuasa penarikan yang dibuat oleh

135
135
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
136

PT. Mandala Finance dalam perjanjian dengan debitur dan ekekusi dilakukan

oleh petugas khusus dari PT. Mandala Finance.

3. Hambatan yang menjadikan BRI cabang Takengon sulit untuk melaksanakan

eksekusi adalah adanya ketentuan yang mengatur tentang jumlah minimal

nilai objek jaminan yang dapat didaftarkan yaitu Rp. 50.000.000 (lima puluh

juta rupiah), proses eksekusi membutuhkan waktu yang lama, objek jaminan

fidusia musnah, penerima fasilitas atas nama, nilai barang yang menjadi

objek jaminan berkurang dan debitur pindah alamat, dan hambatan yang tidak

termasuk dalam katagori hukum adalah masyarakat kurang paham mengenai

jaminan fidusia,

Hambatan bagi PT. Mandala Finance dalam eksekusi adalah PT. Mandala

Finance tidak dapat melakukan eksekusi karena tidak mendaftarkan objek

jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Upaya yang dilakukan BRI cabang Takengonterhadap eksekusi objek jaminan

fidusia yang tidak didaftarkan adalah dengan melakukan kesepakatan secara

kekeluargaan dengan debitur, eksekusi menggunakan perjanjian penyerahan

hak kepemilikan secara kepercayaan terhadap barang, melalui gugatan

sederhana di Pengadilan Negeri dan mendaftarkan kembali objek jaminan

fidusia.

Upaya yang dapat dilakukan kreditur BRI cabang Takenggon da PT. Mandala

Financeterhadap objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah

136

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


137

melakukan eksekusi berdasarkan surat kuasa penarikan dan melakukan

negosiasi dengan debitur.

B. Saran

1. Bank atau Lembaga Pembiayaan Non Bank kiranya mempunyai kesadaran

sendiri untuk mendaftarkan objek jaminan fidusia kepada Kantor Perndaftaran

Fidusia sebagaimana yang telah ditentukan pada Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pendaftaran jaminan fidusia merupakan

kewajiban bagi kreditur, agar kreditur mendapatkan perlindungan hukum jika

debitur wanprestasi

2. Pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia yang dilakukan oleh bank

atau lembaga pembiayaan harusnya dilakukan dengan titel eksekutorial dari

sertifikat jaminan fidusia. Diharapkan ada pembaharuan dari Undang-Undang

Jaminan Fidusia yang mengatur secara jelas sanksi terhadap kreditur yang tidak

mendaftarkan jaminan fidusia, dengan begitu hak dan kewajiban bagi kreditur

dan debitur dapat terpenuhi.

3. Hambatan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia pada BRI cabang Takengon

dan PT. Mandala Finance ada karena objek jaminan fidusia tidak didaftarkan.

Agar tidak ada hambatan dalam eksekusi BRI Cabang Takengon dan PT.

Mandala Finance tetap mendaftarkan objek jaminan fidusia atau melakukan

gugatan sederhana melalui Pengadilan Negeri jika objek jaminan fidusia

tersebut tidak didaftarkan, agar eksekusi dapat dilakukan terhadap debitur yang

wanprestsi.

137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


138

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Achmad., 2002. Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiogis.
Jakarta, Toko Gunung Agung.

Asyhadie, Zaeni dan Rahma Kusumawati., 2018. Hukum Jaminan Indonesia


Kajian Berdasarkan Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah.
Depok, PT. RajaGrafindo

Badrulzaman, Mariam Darus., 1991. Bab Tentang Kredit Verband, Gadai dan
Fidusia. Bandung : Citra AdityaBakti.

Bertens,K. 1989. Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan. Yogyakarta :


Kanisius.

Brahn, O.K.., 2001. Penggadaian Diam – Diam dan Retensi Milik Menurut
Hukum yang Sekarang dan yang Akan Datang. Jakarta : TataNUSA.

Ediwarman., 2016. Metode Peneitian Hukum, Panduann Penulisan Skripsi, Tesis


dan Disertasi. Yogyakarta : Genta Publishing.

Ermawan, Emi R. 2007. Business Ethics: Etika Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.

Fuady, Munir, 2003, Jaminan Fidusia, Bandung: P.T Citra Aditya Bakti.

Gazalba, Sidi., 1978. Sistematika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang.

Haarlem, Schoulten Van Oud., asas konkordansi yang diikuti Indonesia adalah
konkordansi sempit (enge concordantie).

Hamzah, Andi dan Senjun Manullang., 1987. Lembaga Fidusia dan


Penerapannya Di Indonesia. Jakarta, indhill Co.

Huijbers, Heo., 1982. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta,


Kanisius.

Johni, Ibrahim., 2005. Teori dan Metodelogi Hukum Normatif. Malang,Bayu


Media Publishing.

Kamello, Tan., 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan,
Bandung , P.T. Alumni.

Kansil. C.S.T., 1982., Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.

138

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


139

Nawawi, Hadari., 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta, Universitas


Gajah Mada Press.

Mertokusumo, Sudikno., 2011. Teori Hukum, Cetakan ke 1 Yogyakarta: Universitas


Atma Jaya.

Moleong, Lexy J., 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, Rosda.

Prajitno, Andreas Albertus Andi., 2010. Hukum Fidusia. Malang, Selaras Malang.

Rato, Domikinos., 2010. Filsafat Hukum Mnecari dan memahami hukum,


Yogyakarta, Laksbang Pressindo.

Salim, HS., 2014, Perkembangan Hukum Jaminan Indonesia, Jakarta, PT.


RajaGrafindo Persada.

Satrio, J., 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung, Citra
Aditya Bakti.

Soekanto, Soejono., 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchun., 1977, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga


Jaminan Khususnya Fidusia di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di
Indonesia, Yogyakarta, FH UGM.

2011. Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan


Jaminan Perorangan, Cetakan kelima. Yogyakarta, Liberty Offset
Yogyakarta.

Sutarno., 2004. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung, CV.


Alfabeta.

Usman, Rachmadi., 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta, Sinar Grafika.

2011. Hukum Kebendaan. Cetakan pertama. Jakarta, Sinar Grafika Offset.

Tunggal, Hadi Setia., 2006. Undang-Undang Republik Indonesia No 42 Tahun 1999


tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, Harvarindo.

Tiong, Oey Hoey., 1985. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan. Jakarta:
Ghalia Indonesia

Tutik, Triwulan Titik., 2011, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional,
Jakarta, Kencana.

139

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


140

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani., 2006. Jaminan Fidusia. Jakarta: PT Raja
Grapindo persada

Witanto, D.Y., 2015, Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan


konsumen (Aspek Perikatan, Pendaftaran dan Eksekusi), Bandung, Mandar
Maju.

Yahya, M. Harahap., 2014. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Barang Perdata


Jakarta, PT. Sinar Grafika.

Yurizal., aspek pidana dalam Undang – Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, Malang, media Nusa Creative.

Zed, Mestika., 2008. Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta, Yayasa Obor


Indonesia.

B. Jurnal

Dewi, Retno Puspa., 2017. Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jamina
Fidusia. Jurnal Repertorium Volume IV No. 1 Januari-Juni 2017

Erdi, Refan., 2017., Penerapan Prinsip 5C Terhadap Pengambilan Keputusan


Kredit. Volume 4, nomor 6, Januari 2017

Fikri , Reza dan Siti Malikhatun., 2017. Tinjuan Yuridis Pelaksanaan Eksekusi
Objek Jaminan Fidusia Terhadap Debitur wanprestasi. Diponegoro Law
Journal, Volume 6 Nomor 1, Tahun 2017.

Ikhsan, Muhammad Hilmi Akibat Hukum Jaminan Fidusia Yang Tidak


Didaftarkan Menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia. Jurnal Kita, Vol. 4 No. 3 September 2017.

Laksana, Agra Putra Abdi., “Perjanjian kredit pada koperasi simpan pinjam (KSP)
dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan”,
http://repository.unej.ac.id diakses pada tanggal 15 Januari 2019.

Kesuma, Mahmud., 2009. Menyelami Semangat Hukum Progresif : TerapiParadigma


Bagi Lemahnya Hukum Indonesia. Yogyakarta, Antonylib. Ariya Zurnetti dan
Himawan Ahmed Sanusi, “Perkembangan Pertentangan Hukum Suatu Sistem
Dalam Perspektif Penegekan Hukum Di Indonesia”. Jurnal Normatif , Vol 5
Tahun 2017.

140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


141

Kheriah, “Independensi Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(PKPU) Dalam Hukum Kepailitan”, Jurnal Ilmu Hukum, Portal
Garuda, Vol. 3 No 2.

Rachellariny, Rega Satya., 2016. eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak
didaftarkan lembaga keuangan non bank. Privat law vol. IV, 2016.

Sagama, Suwardi “Analisis Konsep Keadilan, Kepastian Hukum dan


Kemamfaatan dalam Pengelolaan Lingkungan”, Mazhab Jurnal Pemikiran
Hukum Islam. Vol XV 2016.

Salawiah, Iwan Riswandi dan Muhammad Aini, Efektivitas Eksekusi Objek


Jaminan Fidusia Bagi Nasabah Yang Tidak Mau Menyerahkan
Objek Jaminan Fidusia Secara Sukarela. Jurnal Al’Adl, volume IX
Nomor 3, Desember 2017

Sibrani, Bachtiar., 2011. Parate Eksekusi dan Paksa Badan, Jurnal Hukum Bisnis,
volume 15. Hlm 6.

Panggabean,Yosef Warmanto., “sanksi hukum terhadap lembaga perbankan yang


tidak mendaftarkan jaminan fidusia dalam praktik pembiayaan kredit
pemilikan mobil (studi pada PT. Bank X)”, dalam hasis penelitian tesis.

Rachellariny, Rega Satya., “eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan
lembaga keuangan non bank”, privat law vol. IV, 2016.

Zurnetti, Ariya dan Himawan Ahmed Sanusi, “Perkembangan Pertentangan Hukum


Suatu Sistem Dalam Perspektif Penegekan Hukum Di Indonesia”. Jurnal
Normatif , Vol 5Tahun 2017.

C. Peraturan perundang-undangan

Bugerlijk Werboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Undang – Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Peraturan Pemerintah Repbubik Indonesia No. 21 Tahu 20165 tentang Tata Cara
Penaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.

Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

141

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


142

Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan


Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan
konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan
Fidusia.

Peraturan Menteri hukum dan HAM No. 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.

Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia N0. 8 Tahun 2011 tentang


Pengamanan Eksekusi Fidusia.

D. Internet

http://mandalafinance.com//id/tentang-kami/sejarah-visi-misi/

Https://m.hukumonline.com, 2015 MA tetapkan kriteria perkara Small Claim Court

Bob Horo & Partners Advocates, Legal Consultans & Legal Auditors, Akibat hukum
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. http://bhp.co.id/akibat-hukum-
jaminan-fidusia-yang-tdak-didaftarkan/,

Grace p. Nugroho, Eksekusi Terhadap Benda Objek Jaminan Fidusia Dengan Akta
Dibawah Tangan. https://hukumonline.com

142

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai