Anda di halaman 1dari 78

SKRIPSI

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK


PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Analisa Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)

Untuk Memenuhi Salah Satu


Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Hukum

Diajukan Oleh:
Nama : Ni Kadek Putri Sita Rahayu
NIM : 8.19.2.1964

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
DENPASAR
2022
SKRIPSI
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK
PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Analisa Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)

Untuk Memenuhi Salah Satu


Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Hukum

Diajukan Oleh:
Nama : Ni Kadek Putri Sita Rahayu
NIM : 8.19.2.1964

Di bawah Bimbingan
Dr. A.A.A. Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H., M.M., M.H., CCD

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
DENPASAR
2022

i
PERSETUJUAN SKRIPSI

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK


PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Analisa Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)

(Skripsi)
Disusun Oleh
Nama : Ni Kadek Putri Sita Rahayu
NIM : 8.19.2.1964
Telah disetujui untuk
Dipertahankan dalam Ujian Sidang Kesarjanaan
Pada Tanggal 6 Desember 2022

Menyetujui, Denpasar, 6 Desember 2022

Dosen Pembimbing Skripsi Peneliti

Dr. A.A.A. Ngurah Rusmini Gorda, S.H., M.M., M.H., CCD Ni Kadek Putri Sita Rahayu
NIM :8.19.2.1964
NIP: 1967 12 31 1991 03 2 001

Mengetahui,
A.n. Dekan Fakultas Hukum
Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Putu Eva Ditayani Antari, S.H., M.H., CCD


NPP: 02.03.15.235

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Ni Kadek Putri Sita Rahayu

NIM : 8.19.2.1964

Bidang Ilmu : Ilmu Hukum

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat adalah :

a. Asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik baik di
Fakultas Hukum Undiknas maupun perguruan tinggi lainnya;
b. Murni gagasan, rumusan dan hasil penelitian penulis dengan arahan dosen
pembimbing;
c. Tidak memuat karya-karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang laian, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan namaa pengarang atau
dicantumkan dalam Pustaka.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, apabila dikemudian hari


terdapat kekeliruan saya bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Fakultas Hukum (FH) Undiknas.

Denpasar, 6 Desember 2022

Pembuat pernyataan

(Ni Kadek Putri Sita Rahayu)

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penyusunan Skripsi yang berjudul “Pertanggung
Jawaban Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Analisa Putusan
Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)” dapat diselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh Karena itu,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penulisan Skripsi yang lebih baik lagi sebagai syarat menyelesaikan Tugas Akhir
untuk menyelesaikan pendidikan S1. Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak
mendapatkan saran, kritik, dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga pada
kesempatan ini perkenalkan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir Nyoman Sri Subawa, S.T., S.Sos., M.M., IPM., ASEAN.Eng
selaku Rektor Universitas Pendidikan Nasional Denpasar.
2. Ir. I Wayan Sutama, M.T, IPM. selaku Kepala Lembaga Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Pendidikan Nasional (UNDIKNAS) Denpasar.
3. Dr. Ni Nyoman Juwita Arsawati, S.H., M. Hum., CCD selaku Dekan
Fakultas Hukum Unversitas Pendidikan Nasional Denpasar sekaligus
sebagai Dosen Penguji Skripsi 1.
4. Putu Eva Ditayani Antari, S.H., M.H., CCD selaku Ketua Program Studi
Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Nasional Denpasar sekaligus sebagai
Dosen Pembimbing Akademik
5. Dr. A.A.A Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H., M.M., M.H., CCD selaku
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pendidikan Nasional Denpasar,
khususnya sebagai Dosen Pembimbing.
6. Ni Gusti Agung Ayu Mas Tri Wulandari, S.H., M.H selaku Dosen Fakultas
Hukum Universitas Pendidikan Nasional Denpasar sekaligus sebagai Dosen
Penguji Skripsi 2.
7. Kepala Pengadilan Negeri Denpasar
8. Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar
9. Kepala Kepolisian Resor Kota Denpasar

iv
10. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas
Pendidikan Nasional Denpasar atas Pendidikan dan Pelatihannya selama
penulis menempuh perkuliahan di Universitas Pendidikan Nasional
Denpasar.
11. Seluruh Staff Universitas Pendidikan Nasional (UNDIKNAS) Denpasar.
12. Kepada Orang tua penulis, Bapak I Nyoman Sukarta dan Ibu Ni Wayan
Sariani yang selama ini selalu mendoakan dan mendukung serta
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
13. Terimakasih Kepada Indra Raditya dan Intan Kirana yang telah memberikan
semangat, masukan, serta memberikan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan Skripsi ini.
14. Teman-Teman, Sahabat dan Orang-Orang Terkasih Penulis yang selalu
memberikan masukan dan semangat dalam penyusunan Skripsi ini.

Penulis menyadari Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, berbagai
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan sebagai dasar untuk
menyempurnakan Skripsi ini. Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan bagi yang memerlukannya, terutama dalam lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Pendidikan Nasional Denpasar.

Denpasar, 6 Desember 2022


Penulis

(Ni Kadek Putri Sita Rahayu)


NIM: 8.19.2.1964

v
ABSTRAK

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK


PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA
(Analisa Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)

Permasalahan terkait tindak pidana narkotika pada saat ini semakin hari semakin
memprihatinkan, dengan adanya permasalahan ini pemerintah terus berupaya untuk
menanggulangi pengedaran gelap narkotika di Indonesia. Pada masa sekarang ini
anak bukan hanya menjadi korban tindak pidana tetapi anak juga bisa menjadi
pelaku tindak pidana, seperti beberapa kasus penyalahgunaan narkotika yang tidak
memandang usia, mulai dari orang dewasa, orang tua, remaja bahkan anak-anak
sekalipun. Dengan hal tersebut timbulah rumusan masalah, Dasar Pertimbangan
Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana
Narkotika. Penggunaan metode penelitian ini menggunakan metode penelitian
empiris, dengan menggunakan pendekatan kasus dan fakta serta data menggunakan
Teknik wawancara dan studi kepustakaan. Dalam membahas rumusan masalah
penulis menggunakan teori pertanggung jawaban pidana dan teori perlindungan
hukum. Aparat penegak hukum dalam memproses dan memutuskan suatu perkara
harus benar – benar yakin bahwa keputusan yang diambil bisa menjadi satu dasar
yang kuat untuk mengembalikan dan mengatarkan anak menuju masa depan yang
baik agar bisa terus mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat Indonesia
yang dapat mempertanggungjawabkan kehidupannya dalam berbangsa dan
bernegara.

Kata kunci: pertanggung jawaban, anak pelaku tindak pidana, narkotika.

vi
ABSTRACT

CRIMINAL LIABILITY AGAINST CHILD PERFORMERS OF


CRIMINAL ACTS OF NARCOTICS
(Analysis of Decision Number 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)

Problems related to narcotics crimes are currently getting more and


more alarming, with this problem the government continues to try to
tackle the illicit trafficking of narcotics in Indonesia. At this time
children are not only victims of criminal acts but children can also be
perpetrators of criminal acts, such as several cases of drug abuse
regardless of age, ranging from adults, parents, teenagers and even
children. With this, the formulation of the problem arises, the basis for
judges' considerations in making decisions against children as
perpetrators of narcotics crimes. The use of this research method uses
empirical research methods, using a case approach and facts and data
using interview techniques and literature study. In discussing the
formulation of the problem, the author uses the theory of criminal
responsibility and the theory of legal protection. Law enforcement
officials in processing and deciding a case must really believe that the
decisions taken can be a strong basis for returning and leading children
to a good future so that they can continue to develop themselves as
Indonesian citizens who can take responsibility for their lives in the
nation and state. patriotic.
Keywords: responsibility, child perpetrators of crime, narcotics.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

PERSETUJUAN SKRIPSI ..................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7

BAB II

KAJIAN TEORITIS ............................................................................................... 8

2.1. Originalitas Penelitian .............................................................................. 8

2.2. Kajian Teoritis ........................................................................................ 10

2.2.1. Anak Sebagai Pelaku....................................................................... 10

2.2.2. Tindak Pidana Narkotika................................................................. 14

2.2.3. Teori Pertanggung Jawaban Pidanan Menurut Van Hamel ............ 17

2.2.4. Teori Perlindungan Hukum Menurut Phillipus M. Hadjon ............ 18

2.2.5. Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak ............................................ 19

2.3. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 21

viii
2.4. Definisi Oprasional ................................................................................. 22

BAB III

METODE PENELITIAN ...................................................................................... 23

3.1. Jenis Penelitian ....................................................................................... 23

3.2. Jenis Pendekatan ..................................................................................... 23

3.3. Sumber Bahan Hukum ........................................................................... 24

3.4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 25

3.5. Teknik Analisis Data .............................................................................. 25

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................. 26

4.1. Kepolisian Resor Kota Denpasar (Polresta Denpasar) ........................... 26

4.2. Kejaksaan Negeri Denpasar ................................................................... 27

4.3. Pengadilan Negeri Denpasar .................................................................. 28

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... 30

5.1. Hasil Penelitian....................................................................................... 30

5.2. Hasil Pembahasan ................................................................................... 38

BAB VI

PENUTUP ............................................................................................................. 52

6.1. KESIMPULAN ...................................................................................... 52

6.2. SARAN .................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

SURAT REKOMENDASI PENELITIAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Permasalahan terkait tindak pidana narkotika pada saat ini semakin hari
semakin memprihatinkan, dengan adanya permasalahan ini pemerintah terus
berupaya untuk menanggulangi pengedaran gelap narkotika di Indonesia.
Berdasarkan hasil dari penelitian Indonesia Drugs Report 2022, Pusat Penelitian,
Data, dan Informasi Badan Narkotika Nasional (BNN) angka prevalensi setahun
terakhir penyalahgunaan narkoba meningkat dari 1,80% pada tahun 2019 menjadi
1,95% di tahun 2021.(Utami Putri, 2022) Narkotika merupakan obat yang biasa
digunakan oleh tim medis untuk membius pasien ketika melaksanakan tindakan
operasi dan narkotika juga dipergunakan sebagai obat untuk menyembuhkan
penyakit tertentu, namun pada praktiknya penggunaan narkotika sering
disalahgunakan secara tidak benar.(Sihotang, 2019, p. 7) Secara umum narkotika
merupakan jenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi orang-orang
yang mengunakan dan mengkonsumsinya. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memiliki definisi sebagai
berikut;
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tersebut”.
Pada kenyataannya, penggunaana Narkotika pada saat ini bukan hanya
dipergunakan sebagai pengobatan dan ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih dari pada
itu narkotika digunakaan sebagai ladang bisnis yang menguntungkan bagi
pelakunya.(Devi et al., 2021, p. 214)
Penyalahgunaan narkotika tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja
tetapi sudah menyasar kepada generasi generasi muda penerus bangsa. Pada masa
sekarang ini anak bukan hanya menjadi korban tindak pidana tetapi anak juga bisa
menjadi pelaku tindak pidana, seperti beberapa kasus penyalahgunaan narkotika

1
yang tidak memandang usia, mulai dari orang dewasa, orang tua, remaja bahkan
anak-anak sekalipun. Usia anak-anak merupakan target empuk dan merupakan usia
yang paling rawan terhadap pengedaran dan penyalahgunaan narkotika, karena
pada usia ini anak-anak berada pada tahap pencarian identitas jati diri, saat dimana
anak-anak memiliki rasa penasaran dan keingintahuan yang sangat besar, serta
ingin mencoba hal-hal baru dan bahkan beresiko tinggi bagi diri sianak.(Sihotang,
2019, p. 7) Selain itu kurangnya pengetahuan tentang narkotika dan ketidak
mampuan anak untuk menolak ataupun melawan, hal inilah yang dapat
dimanfaatkan oleh bandar narkotika untuk menjadikan anak sebagai sasaran untuk
dijadikan pengedar narkotika ataupun sebagai pengguna narkotika secara luas dan
tersembunyi.(Nurlisa, 2022, p. 4) Menurut pasal 1 ayat (1) Undang – Undang
Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak menyatakan; “anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih
dalam kandungan.” Sedangkan menurut pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan; “anak yang
berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang
diduga melakukan tindak pidana”.
Pada dasarnya di dalam Konstitusi Indonesia, anak memiliki peran penting
yang secara jelas diatur didalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,
yang menyatakan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
dengan demikian kepentingan terbaik bagi anak perlu memperoleh perlindungan
dan jaminan sehingga hak-haknya sebagai anak dapat terpenuhi.(Paramarta, 2016,
p. 2) Hukum di Indonesia memiliki beberapa aturan khusus terkait perlindungan
anak yang berhadapan dengan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dengan adanya beberapa peraturan terkait perlindungan anak
yang telah diatur ini, tetapi dalam prakteknya dirasa masih kurang efektif dalam
menyelesaikan kasus kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Pada dasarnya
segala bentuk penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan masalah hukum,
dalam hal ini berhadapan dengan masalah penyalahgunaan narkotika harus
dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan terbaik bagi anak. (Setiawan,
2017, p. 7)
Pada dasarnya seorang anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari
segala bentuk perbuatan yang menimbulkan kerugian dalam hal mental, fisik, dan
sosial dalam menjalankan suatu kehidupan. Seluruh anak yang berhadapan dengan
hukum harus mendapatkan perlindungan hukum baik sebagai korban ataupun
pelaku. Seperti salah satu contoh kasus tindak pidana narkotika yang terjadi di Kota
Denpasar Selatan yang melibatkan seorang anak dibawah umur yang berinisial STP
terbukti melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum menjadi
pengguna dalam tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I dengan
barang bukti berupa 1 (satu) klip kristal bening yang berisikan kristal bening shabu
dengan berat bruto 0,24 gram dan netto 0,13 gram yang terbungkus didalam
potongan pipet warna putih, 1 (satu) buah pipa kaca, 1 (satu) korek api gas, 1 (satu)
buah gunting, dan 1 (satu) HP OPPO warna hitam. Anak membeli narkotika ini
bahwa tujuannya adalah untuk digunakan sendiri. Semestinya dalam hal ini pelaku
anak penyalahgunaan narkotika bernisial STP yang sepatutnya menghabiskan
waktunya untuk belajar serta meningkatkan kemampuan yang dipunyai harus
mengalami permasalahan hukum serta menempuh proses peradilan yang nyaris
sama dengan peradilan orang dewasa. Hal ini membuat berbagai macam pandangan
dari berbagai pihak. Satu sisi menggangap penjatuhan pidana bagi anak itu tidak
bijak atau tidak sesuai, dan disatu sisi berpandangan bahwa penjatuhan pidana bagi
anak dapat memberikan efek jera agar anak yang melakukan tindak pidana tidak
melakukan perbuatannya kembali. Pengawasan dari orang tua dan keluarga
merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak.
Lingkungan menjadi salah satu faktor penting dalam pengaruh kehidupan seorang
anak, terlebih lagi pengetahuan dalam hal-hal yang tidak boleh dilakukan atau
perbuatan yang melanggar hukum.
Berdasarkan kasus yang penulis teliti, yaitu putusan Pengadilan Negeri
Denpasar Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps dimana dakwaaan yang diajukan
Jaksa penuntut Umum kepada terdakwa anak adalah yaitu pasal 112 ayat (1) dan
pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Penjatuhan hukuman terhadap perkara yang dihadapi oleh seorang anak pada kasus
penyalahgunaan narkotika ini, terdapat sistem peradilan pidana yang dianggap
belum memperdulikan hak – hak asasi anak yang menjadi pelaku tindak pidana
narkotika. Hal ini sama dengan penjatuhan hukuman terhadap orang dewasa yang
menjadi pelaku penyalahgunaan narkotika, artinya didalam perkara ini masih ada
hak – hak asasi anak yang belum terlindungi dan ditegakkan secara proporsional
dan professional.
Terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, berdasarkan pasal 2
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
menyatakan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan beradasarkan asas;
“a. pelindungan; b. keadilan; c. nondiskriminasi; d. kepentingan terbaik bagi Anak;
e. penghargaan terhadap pendapat Anak; f. kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang Anak; g. pembinaan dan pembimbingan Anak h. proporsional; i.
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan j.
penghindaran pembalasan”.
Selain itu dalam pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
menyatakan; bahwa “Bagi anak yang diancam pidana penjara, maka ancamannya
dikurangi ½ dari ancama pidana pokok yang diperuntukan pada orang dewasa”.
Dalam tumbuh kembang anak, perlu mendapatkan perlindungan dan binaan agar
bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Setiap anak yang berhadapan dengan
hukum atau melakukan kejahatan seharusnya tidak untuk di hukum pidana secara
langsung, melainkan untuk diberikan pengertian ataupun pembinaan terlebih
dahulu agar dapat tumbuh dan berkembang untuk menyadari kesalahan dan tidak
melakukannya kembali agar dapat menjalani kehidupannya sebagai anak yang
sehat, normal, dan cerdas seutuhnya untuk dapat melanjutkan pendidikannya demi
masa depan yang baik. Perlindungan khusus diberikan kepada anak yang
berhadapan dengan hukum yaitu dengan menjatuhkan sanksi yang tepat agar tetap
memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak yang dapat mendukung pembinaan
dan perlindungan bagi anak.(Saeful Bahri, 2020, p. 35)
Berdasarkan pasal 64 Undang – Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak, menyatakan;
“perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum, sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: a) perlakuan
secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b)
pemisahan dari orang dewasa; c) pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara
efektif; d) pemberlakuan kegiatan rekreasional; e) pembebasan dari penyiksaan,
penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan
martabat dan derajatnya; f) penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau
pidana seumur hidup; g) penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara,
kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; g) pemberian
keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang
yang tertutup untuk umum; h) penghindaran dari publikasi atas identitasnya. i)
pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; j)
pemberian advokasi sosial; k) pemberian kehidupan pribadi; l) pemberian
aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas; m) pemberian
pendidikan; n) pemberian pelayanan kesehatan; dan o) pemberian hak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Selanjutnya berdasarkan pasal 67 Undang – Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang perlindungan anak, menyatakan; “Perlindungan khusus bagi Anak yang
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf e dan Anak yang
terlibat dalam produksi dan distribusinya dilakukan melalui upaya pengawasan,
pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.”
Hakim pada saat menjatuhkan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana
wajib mempertimbangkan masa depan dan psikologis anak. Pertimbangan hakim
dalam memutus suatu perkara merupakan aspek yang sangat penting agar
terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan dan
mengandung kepastian hukum. Selain itu, agar dapat memberi manfaat bagi seluruh
pihak yang bersangkutan khususnyaa anak sehingga pertimbangan hakim ini harus
disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Hakim dalam memutus suatu perkara tindak
pidana yang dilakukan oleh anak harus mempertimbangkan faktor-faktor lainnya
seperti keadaan di lingkungan tempat anak tinggal, status sosial anak dan kondisi
keluarga anak.(Nabila, 2022, p. 4) Tindakan hukum yang dilakukan pada anak di
bawah umur yang melakukan penyalahgunaan narkotika dalam hal ini anak pelaku
pengguna narkotika berinisial STP sudah seharusnya mendapatkan perhatian yang
sangat serius. Aparat penegak hukum dalam memproses dan memutuskan suatu
perkara harus benar – benar yakin bahwa keputusan yang diambil bisa menjadi satu
dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengatarkan anak menuju masa depan
yang baik agar bisa terus mengembangkan dirinya sebagai warga masyarakat
Indonesia yang dapat mempertanggungjawabkan kehidupannya dalam berbangsa
dan bernegara.(Nurlisa, 2022, p. 6) kesejahteraan anak merupakan hal yang utama
seperti pendapat Yuliana Yuli W,dkk menyatakan dengan terjemahannya:
Law Number 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System (SPPA) can
be an effort to protect and create child welfare and guarantee the rights of a child
without discrimination. (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (SPPA) dapat menjadi upaya untuk melindungi dan
mewujudkan kesejahteraan anak serta menjamin hak-hak anak tanpa
diskriminasi).(Azaria et al., 2021, p. 1073)
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis akan membahas terkusus
terhadap pertimbangan hakim dalam memutus perkara anak pelaku tindak pidana
narkotika. Selama penulisan penelitian proposal ini, penulis telah membaca putusan
terkait tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur
berdasarkan Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps. Dalam kasus ini
penulis tertarik untuk meneliti terkait dasar pertimbangan hakim dalam memutus
suatu perkara Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis menemukan permasalahan
terkait sistem peradilan pidana yang dianggap belum mengutamakan hak – hak
asasi anak yang menjadi pelaku tindak pidana narkotika. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pertanggung Jawaban Pidana
Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Analisa Putusan Nomor
11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah
yang menjadi bahasan penelitian ini adalah:
Bagaimana Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap
Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan terhadap anak sebagai pelaku
tindak pidana penyalahgunaan narkotika
2. Tujuan Subyektif
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum atau
Strata Satu (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Pendidikan Nasional Denpasar.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi
pengembangan secara teori maupun praktek. Adapun maanfaat penelitian ini
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
kontribusi teoritis dalam rangka mengembangkan konsep Hukum Pidana, terutama
yang berkaitan dengan Tindak Pidana Narkotika yang dalam hal ini dilakukan oleh
anak dibawah umur.
2. Manfaat Praktis
Manfaat Praktis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi para praktisi dan aparat penegak hukum dalam
memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika yang
dilakukan oleh anak dibawah umur.
BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1. Originalitas Penelitian


Penulisan Penelitian ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran dan
pemaparan murni dari penulis demi originalitas penelitian yang dibuat dan
dikembangkan oleh penulis. Hal ini untuk menghindari terjadinya duplikasi
penelitian terhadap rumusan masalah yang sama. Adapun Penelitian terdahulu yang
menyerupai dengan judul penulis gunakan yaitu :
No Nama dan Judul dan Rumusan Persamaan Perbedaan
Institusi Tahun Masalah
1. Maria Pertanggun 1. Apa faktorAdapun persamaan Dalam penelitian ini,
Aprillia Jawaban penyebab dari penelitian penulis sebelumnya
Manik, Pidana anak penulis dengan lebih berfokus pada
Terhadap mengedarkan penelitian faktor penyebab anak
Universitas
Anak Sebagai narkotika? mengedarkan
Pembangun sebelumnya yaitu
Pengedar narkotika, peran dan
an, Panca Narkotika 2. Bagaimana sama sama kewenangan dari
Budi (Penelitian peran dan membahas terkait Lembaga pembinaan
Medan. Pada Lebaga kewenangan anak sebagai pelaku khusus anak dan
(Manik, Pembinaan Lembaga tindak pidana pertanggung jawaban
Khusus Anak pembinaan pengedaran pidana bagi pelaku
2020) khusus Anak Narkotika
Kelas 1 anak pengedar
Tanjung Gusta Kelas 1 narkotika, sedangkan
Medan, 2020 Tanjung pada penelitian yang
Gusta dalam penulis buat adalah
menerapkan lebih berfokus kepada
fungsi dasar pertimbangan
pembinaan hakim dalam
terhadap menjatuhkan putusan
narapidana terhadap anak sebagai
anak pelaku tindak pidana
pengedar narkotika. Selain itu
narkotika? pada penelitian yang
dibuat oleh penulis
3. bagaimana terdahulu
pertang- menggunakan jenis
gungjawaban metode penelitian
pidana bagi Normatif sedangkan
anak metode penelitian yang
pengedar digunakan oleh penulis
narkotika?

8
9

menggunakan metode
penelitian empiris.

2. Ridwan Pertanggungj 1.Bagaiman Adapun persamaan Dalam penelitian ini,


Ardiansyh, awaban akah penulis sebelumnya
penelitian yang
Universitas Pidana ketentuan- lebih berfokus pada
Sam Terhadap ketentuan dibuat oleh penulis ketentuan- ketentuan
Ratulangi,( Kasus hukum yang hukum yang mengatur
dengan penelitian
tentang kasus
Ridwan, Penyalahgun mengatur
sebelumnya yaitu penyalahgunaan
2017) aan Narkotika tentang narkotika anak
Ditinjau Dari kasus sama sama
dibawah umur dan
UU. 35 penyalahgu membahas terkait pertanggungjawaban
Tahun 2014 naan pidana terhadap anak
pertanggungjawaban
Tentang narkotika penyalahguna
Perlindungan dikalangan pidana terhadap anak narkotika ditinjau dari
Anak, 2017 anak UU No 35 Tahun 2014
pelaku
dibawah sedangkan pada
umur? penyalahgunaan penelitian yang penulis
2. buat yaitu penelitian ini
narkotika.
lebih berfokus kepada
bagaimanak bagaimana
ah pertimbangan hakim
pertanggung dalam memutus
jawaban perkara anak
pidana penyalahguna
terhadap narkotika berdasarkan
kasus Putusan Nomor
penyalahgu 11/Pid.Sus-
naan Anak/2022/PN.Dps
narkotika selain itu pada
dikalangan penelitian ini
menggunakan metode
anak penelitian normatif
dibawah sedangkan penelitian
umur yang penulis buat
ditinjau dari menggunakan metode
UU No 35 penelitian empiris.
Tahun
2014?
10

2.2. Kajian Teoritis


2.2.1. Anak Sebagai Pelaku
a. Pengertian Anak
Definisi anak menurut Konvensi Hak Anak berdasarkan pasal 1 Konvensi
Hak Anak yaitu “Anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18 Tahun,
kecuali ditentukan lain oleh hukum suatu negara” Sedangkan menurut pasal 1 ayat
(1) Undang- Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak menyatakan;
“anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak
yang masih dalam kandungan.”
1) Pengertian Anak Secara Sosiologis
Pada dasarnya anak diartikan sebagai seorang yang lahir dari hubungan
biologis antara pria dan wanita. Dari aspek sosiologis seorang anak bukan
didasarkan pada batas usia yang dimiliki, melainkan dilihat dari segi mampu
atau tidaknya seseorang untuk dapat hidup mandiri dan bertanggungjawab pada
dirinya menurut pandangan sosial kemasyarakaatan anak tersebut
berada.(Wibianda, 2018, p. 18)
2) Pengertian Anak Secara Psikologis
Ditinjau dari aspek psikologis pertumbuhan manusia mengalami fase-fase
perkembangan yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Untuk menentukaan
kriteria seorang anak, ditentukan beradasarkan batas usia juga dapat dilihat dari
pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang dialaminya. (Wibianda, 2018, p.
20)
3) Pengertian Anak Secara Yuridis
Pertumbuhan manusia mengalami fase-fase perkembangan yang ditandai
dengan ciri-ciri tertentu. Untuk menentukaan kriteria seorang anak, ditentukan
beradasarkan batas usia juga dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan
jiwa yang dialaminya. Batas usia anak secara Yuridis dikarenakan terkait
kepada hak dan kewajiban anak, usia secara yuridis ini berkaitan dengan
persoalan kekuasaan orang tua, perwalian, hak warisan, perkawainan dan lain-
lain. (Wibianda, 2018, p. 18)
11

Anak adalah pelanjut dari suatu keluarga, anak juga memiliki pengertian
sebagai manusia yang masih kecil dan belum mampu mempertanggung jawabkan
kehidupannya. Dalam hidup Anak merupakan anugrah dan karunia yang diberikan
oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang patut kita jaga dan patut kita lindungi harkat dan
martabatnya sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah bagian dari sebuah
keberlangsungan hidup manusia dan perihal keberlangsungannya sebuah bangsa
dan Negara. Setiap kehidupan anak harus mendapatkan perhatian baik itu dari segi
ilmu pengetahuan, kebutuhan pangannya, Pendidikan, Kesehatan, tempat tinggal,
dan perlindungan hukum agar menjadikan anak tersebut menjadi rasional dan actual
dalam lingkungan sosial hidupnya.(Manik, 2020, p. 7)
Setiap Anak agar kedepannya mampu menjadi generasi muda penerus cita-
cita bangsa maka harus diberikan kesempatan yang luas dalam tumbuh
kembangnya agar mampu mempertanggung jawabkan kehidupan, bangsa dan
negara sehingga perlu diberikan perlindungan hukum untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap hak-haknya dengan
perlakuan tanpa diskriminasi.(Hutahaean, 2013) Setiap anak-anak baik itu
perempuan ataupun laki-laki yang belum berumur 18 Tahun harus memperoleh
segala bentuk perlindungan dari peraturan mengenai peradilan anak. Apapun alasan
dan permasalahannya standar maksimal seorang anak dapat dipidana harus
ditingkatkan dan sangat penting apabila standar tersebut mendekati batasan usia 18
Tahun yang sudah tertuang didalam Konvensi Hak Anak. (Rosmi, 2016, p. 441)
b. Konvensi Hak Anak
Anak merupakan seorang yang masih berusia dibawah 18 tahun, dimana
anak yang masih berusia dibawah 18 tahun wajib diberikan perlindungan hukum
dari suatu peraturan yang mengenainya. Penjabaran terhadap pengaturan
perlindungan anak dalam instrumen hukum internasional nampak dalam
Kesepakatan Hak- Hak Anak Tahun 1989 (Convention on the Rights of the Child)
dimana kesepakatan ini ialah pangkal dari perlindungan anak secara universal
dalam hukum internasional, tetapi Pasal 40 dalam kesepakatan ini yang khusus
mengendalikan tentang Perlindungan Anak Pelaku Tindak Pidana dalam Proses
12

Peradilan Pidana khususnyanya dalam proses penyidikan, yang berisi(Rosmi, 2016,


p. 442):
1) Negara- negara Anggota mengakui hak setiap anak yang dinyatakaan sebagai
tersangka ataupun diketahui sudah melanggar hukum pidana, untuk
diperlakukan sedemikian rupa, sesuai dengan kemajuan penafsiran anak
tentang harkat serta martabatnya, sembari mengusahakan supaya anak
memiliki rasa hormat pada hak- hak asasi serta kebebasan pihaklain, dengan
senantiasa memikirkan umur serta kemauan anak dalam rangka
mengintegrasikannya kembali sesuai dengan kedudukan konstruktifnya di
masyarakat. Tidak hanya itu, negara- negara anggota wajib secara khusus
menjamin bahwa Anak tidak boleh didakwa, dituntut, atau dinyatakan telah
melanggar hukum pidana dengan alasan perbuatan atau kelalaiannya itu tidak
dilarang oleh hukum nasional atau internasional pada saat perbuatan
pelanggaran itu dilakukannya. Anak yang telah didakwa atau dituntut sebagai
pelaku tindak pidana harus dijamin hak-haknya sebagai berikut:
a) Anak dianggap tidak bersalah sebelum adanya pembuktian kesalahan
menurut hukum.
b) Anak berhak mendapatkan informasi terkait hal yang dituduhkan
kepadanya, apabila perlu, dilakukan melalui orang tua atau kuasaha
hukumnya agar memperoleh bantuan hukum dalam rangka pembelaannya.
c) Untuk menjamin kepastian hukum guna mencegah terjadinya penundaan
penangan, anak berhak untuk didampingi oleh penasehat hukumnya,
dengan tetap memperhatikan usia, keadaan anak, orang tua atau kuasa
hukumnya.
d) Dalam pemberian keterangan kesaksian anak tidak boleh dipaksa untuk
mengakui perbuatan bersalah, pengujian terhadap kesaksian yang
merugikan bagi anak agar memperoleh kepastian bahwa peran serta saksi
dan pengujian kesaksiannya atas kehendak anak yang dilandaskan atas
persamaan hak.
e) Apabila didalam pertimbangan adanya pelanggaran hukum pidana,
keputusan dan Tindakan yang dijatuhkan harus dilakukan oleh pihak yang
13

berkompeten, bebas dan tidak memihak atau badan yudisial yang sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
f) Anak yang tidak mampu memahami atau tidak bisa berbicara Bahasa yang
dipergunakan, harus dibantu dan didampingi oleh seorang penerjemah
yang bebas.
g) Anak berhak memperoleh Privacy nya di semua tingkatan dalam
pemeriksaan.
2) Perlindungan hukum dalam instrument internasional khusus terhadap anak
sebagai pelaku tindak pidana telah diatur didalam The United Nation Standard
Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules)
yang menyatakan bahwa setiap negara harus mengutamakan kepentingan
kesejahteraan anak dan keluarganya.(Rosmi, 2016, p. 443) Sehingga
memperoleh perlindungan bagi anak pelaku tindak pidana agar bisa tumbuh
dan berkembang dengan baik. Beijing Rules memberikan penegasan bahwa
seluruh kasus anak yang berhadapan dengan hukum haruslah diajukan
penggunaan upaya diversi atau restorative justice dalam proses peradilan
pidana anak, agar menghindarkan anak dari dampak negatif pemidanaan oleh
pihak yang berwenang. The Beijing Rules mencantumkan bahwa setiap
penangan kasus tindak pidana, maka hak-hak anak harus dilaksanakan sistem
peradilan pidana anak sebagai berikut(Rosmi, 2016, p. 443):
a) General Principles (Asas Umum).
Bagian ini secara universal berisi tentang perlunya Kebijakan Sosial yang
Komprehensif yang bertujuan untuk menunjang tercapainya kesejahteraan
anak, yang pada tujuannya untuk mengurangi campur tangan sistem peradilan
anak. Maksudnya kebijakan sosial yang diatur dalam bagian ini betul- betul
bertujuan untuk kesejahteraan terhadap anak, hal tersebut bisa tercapai apabila
dilakukan dengan tidak mendekatkan ataupun mengaitkan anak dengan sistem
peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana.
b) Penyidik dan Penuntutan.
Penindakan anak di tingkatan penyidikan wajib dihindari dari perilaku yang
menuju pada penekanan terhadap anak semacam persoalan yang bersifat
14

gertakan bernada keras ataupun aksi kekerasan (kontak fisik), supaya tidak
memunculkan ketakutan dari dalam diri anak. Diversi (pengalihan), sesuatu
mekanisme yang membolehkan anak dialihkan dari proses peradilan mengarah
ke proses pelayanan sosial harus diprioritaskan, sebab keterlibatan anak dalam
proses peradilan sesungguhnya sudah menghadapi proses stigmatisasi.
c) Batas Usia Anak.
Batas usia anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang berusia 12
tahun sampai dengan 18 tahun. Ketentuan batas usia anak ini telah sesuai
dengan Beijing Rules yang menentukan bahwa dalam menentukan batas usia
anak yang berkonflik dengan hukum harus memperhatikan keadaan anak dan
tidak ditentukan terlalu rendah.
2.2.2. Tindak Pidana Narkotika
a. Tindak Pidana
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum atau aturan
yang berlaku, yang dilakukan baik itu dengan sengaja ataupun tidak sengaja yang
dapat menyebakan pelanggaran pidana. Dalam perundang-undangan, istilah dari
perbuatan atau tindak pidana sering disebut dengan delict. Perbuatan atau tindak
pidana adalah suatu makna yang memiliki pengertian dasar dalam ilmu hukum
pidana yang dibentuk oleh kesadaran untuk memberikan ciri hal tertentu pada
peristiwa hukum pidana.(Mukhlis, 2019, p. 202) Menurut Wirjono Prodjodikoro
mengatakan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dapat dijatuhkan
hukuman pidana dan pelaku dari tindak pidana atau kejahatan ini dapat dikatakan
sebagai subjek tindak pidana.(Mukhlis, 2019, p. 203) Pengertian tentang tindak
pidana atau suatu perbuatan yang melanggar aturan norma dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) disebut dengan istilah Strafbaafeit dan didalam
kepustakaan hukum sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat
Undang-Undang merumuskan suatu Undang-Undang mempergunakan istilah
peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. (Wahyuni, 2017, p. 35)
Jonkers merumuskan bahwa Strafbaarfeit sebagai kejadian atau peristiwa
tindak pidana yang diartikan sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum
(wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang
15

dilakukan oleh orang yang mampu dipertanggungjawabkan. (Wahyuni, 2017, p. 37)


Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa dalam suatu perbuatan akan
menghasilkan suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebut melawan hukum,
merugikan rakyat, dilarang oleh aturan pidana maka perbuatan tersebut akan
diancam dengan pidana dan pelakunya dapat mempertanggung jawabkan
perbuatannya. (Mukhlis, 2019, p. 204)
Jadi dapat disimpulkan bahwa anak adalah seorang yang masih berumur
dibawah 18 Tahun yang bisa juga melakukan suatu perbuatan melawan hukum yang
dapat menjadi pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dapat
mengakibatkan kerugian terhadap para pihak yang bersangkutan dan dapat
menyebakan rusaknya mindset atau pola pikir anak.
b. Narkotika
Narkotika merupakan zat atau obat baik yang bersifat alami, sintetis,
ataupun semisintetis yang mengakibatkan efek penurunan kesadaran, halusinasi
serta daya rangsang. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika menyatakan;
“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini”.
Jackobus memberikan definisi narkotika sebagai berikut narkoba adalah zat atau
bukan tanaman, baik sintetis ataupun semi sintetis yang dapat mengakibatkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa mengurangi bahkan sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.(Hardita
Larasati, 2020) Narkotika dapat digolongkan kedalam 3 jenis golongan yaitu
(Humas BNN, 2020):
1) Golongan I
Golongan Narkotika yang hanya dapat dipergunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, yang tidak dapat dipergunakan sebagai
pengobatan terapi, narkotika golongan I ini menyebabkan ketergantungan bagi
penggunanya. Contoh Narkotika Golongan I yaitu Ganja, Heroin/Putaw,
Cocain, Opium, Amfetamin, Metamfetamin (shabu), dan Mdma (extacy).
16

2) Golongan II
Gologan Narkotika yang dapat berkhasiat sebagai pengobatan, yang
dipergunakan sebagai alat pengobatan pada terapi dan dapat digunakan sebagai
tujuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan memiliki potensi tinggi
menyebabkan ketergantungan bagi penggunanya. Contoh Narkotika Golongan
II yaitu Morfin, Pethidin, dan Metadona.
3) Golongan III
Golongan Narkotika yang memilki khasiat sama dengan narkotika golongan II
yang berkhasiat sebagai pengobatan terapi dan dipergunakan juga sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan, yang memilki potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan bagi penggunanya. Contoh Codein dan Entil
Morfin.
c. Tindak Pidana Narkotika
Pengertian tindak pidana narkotika di dalam Undang-Undang No 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika tidak dijelaskan, tetapi dapat diartikan Tindak
pidana narkotika adalah suatu perbuatan melanggar hukum dan merupakan
kejahatan yang terorganisir. Tindak pidana narkotika adalah suatu kejahatan
transnasional yang merupakan suatu bentuk kejahatan lintas batas negara. Hal ini
dapat menyebabkan perkembangan kejahatan narkotika yang terjadi di negara-
negara didunia perlu untuk dicegah dan diberantas secara tuntas. Tindak Pidana
Narkotika (psikotropika, narkotika dan bahan zat adiktif lainya) sudah dapat
dipastikan membahayakan kehidupan manusia, jika dikomsumsi dengan cara yang
salah dapat mengakibatkan kematian bagi penggunanya. Tindak pidana narkotika
merupakan kejahatan yang didasarkan atas 2 faktor yaitu faktor yang datang dari
diri sendiri pelaku tindak pidana narkotika dan faktor yang datang dari luar diri
pelaku tindak pidana narkotika.(Raja Gukguk & Jaya, 2019, p. 340)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
setiap orang yang melakukan perbuatan tindak pidana penyalahgunaan narkotika
dapat dikenakan pidana yang telah tercantum didalam Undang-Undang Nomer 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika dimana telah diklasifikasikan sesuai perbuatan
tindak pidana yang dilakukan sebagai berikut:
17

1) Sebagai Pengguna
Pelaku pengguna narkotika dalam Undang-Undang Narkotika dikenakan
ketentuan pidana telah diatur dalam pasal 127 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana paling
singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun penjara.
2) Sebagai Pengedar
Pelaku pengedaran narkotika dalam Undang-Undang Narkotika dikenakan
ketentuan dalam pasal 115 Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) Tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah), pasal 120
Narkotika Golongan Il, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), dan pasal 125 Golongan III, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 empat ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
3) Sebagai Produsen
Pelaku produsen narkotika dalam Undang-Undang Narkotika dikenakan
ketentuan dalam pasal 113 dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun
penjara dan denda mksimum.
2.2.3. Teori Pertanggung Jawaban Pidanan Menurut Van Hamel
Pertanggungjawaban pidana merupakan penjatuhan hukuman kepada
pelaku karena perbuatan yang dilakukan melanggar larangan atau menimbulkan
keadaan yang terlarang (Fadlian, 2020, p. 4). Pertanggungjawaban pidana atau
criminal liability memiliki arti yaitu setiap orang yang melakukan suatu perbuatan
tindak pidana itu belum berarti pelakunya harus dipidana, akan tetapi pelaku harus
mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuat apabila ditemukan
unsur kesalahan padanya yang terdiri atas dua unsur yaitu a criminal act actus reus
18

(perbuatan pidana) dan a criminal intent mens rea (niat untuk melakukan tindak
pidana) (F. Sjawie, 2017, p. 10). Menurut Van Hamel, mengatakan
pertanggungjawaban pidana merupakan suatu keadaan normal dimana keaadan
tersebut memiliki kesanggupan psikis untuk dapat membawa tiga macam
kemampuan yaitu(Sriwidodo, 2019, p. 171):
a. Memahami arti dan akibat dari perbuatannya sendiri.
b. Menyadari bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh
masyarakat dan,
c. Mampu untuk menentukan kehendak dalam berbuat.
2.2.4. Teori Perlindungan Hukum Menurut Phillipus M. Hadjon
Perlindungan hukum merupakan perlindungan yang memberikan
pengayoman kepada setiap Hak Asasi Manusia yang dirugikan oleh orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada seluruh masyarakat agar dapat menikmati
semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan
hukum adalah upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum
kepada seluruh masyarakat untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran
maupun fisik dari seluruh ganguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Pada
prakteknya teori Perlindungan Hukum yang berkembang dan sering dipakai adalah
teori perlindungan hukum dari Phillipus M. Hadjon.
Menurut Phillipus M. Hadjon perlindungan hukum adalah perlindungan
akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap Hak Asasi Manusi yang dimilki
oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan umum dari kesewenangan atau sebagai
kumpulan peraturan atau kaidah yang dapat melindungi suatu hal lain. (Juliana &
Arifin, 2019)
Phillipus M. Hadjon menggolongkan sarana perlindungan hukum menjadi 2 macam
yaitu:
1) Sarana perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang subyek
hukumnya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat
sebelum adanya suatu keputusan pemerintah. Tujuan dari perlindungan hukum
preventif ini adalah mencegah terjadinya pelanggaran. Perlindungan hukum
19

preventif ini sangat penting bagi tindakan pemerintah yang didasarkan atas
kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum preventif
pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati didalam mengambil suatu
keputusan yang didasarkan pada diskresi.(Juliana & Arifin, 2019)
2) Sarana perlindungan hukum Represif
Perlindungan hukum Represif merupakan proses perlindungan hukum yang
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum represif adalah
penangan perlindungan hukum di lingkungan Peradilan Umum, bahwa
perlindungan hukum baru diberikan Ketika masalah ataua sengketa sudah
terjadi sehingga perlindungan hukum yang diberikan oleh Peradilan Umum
bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa.
2.2.5. Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak
Berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak pada pasal 2 huruf d UU SPPA dianut asas kepentingan
terbaik bagi anak dimana dalam proses upaya penyelesaian perkara anak yang
berkonflik dengan hukum, Asas kepentingan terbaik bagi anak secara tegas
menyatakan bahwa pidana merupakan jalan terakhir (ultimum remidium) di dalam
proses perkara anak yang berkonflik dengan hukum. Sebelum masuk ke tahap
pidana, penyelesaian perkara pidana anak harus melaksanakan upaya diluar
pengadilan terlebih dahulu melalui proses diversi, di dalam UU ini mengharapkan
pada penghindaran stigma buruk peradilan pidana bagi anak yg berkonflik dengan
hukum dengan berorientasi kepada pemulihan dan bukan pembalasan.(Anwar &
Wijaya, 2020, p. 268)
Pada pasal 71 UU SPPA memberikan beberapa opsi kepada aparat
penegak hukum khususnya hakim dalam memutus dan menjatuhkan pidana kepada
anak yang berkonflik dengan hukum, dimana dalam penyelesaian perkara anak
dapat menggunakan upaya “pidana peringatan, pidana dengan syarat yaitu
pembinaan diluar Lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan, pelatihan
kerja, pembinaan Lembaga dan pidana penjara upaya terakhir”. Asas kepentingan
terbaik bagi anak ini memberikan batasan kebebasan hakim dalam menjatuhkan
putusan, sebab hakim dalam memeriksa perkara anak tidak hanya melihat perbuatan
20

yang dilakukan oleh anak tersebut dari aspek formil saja, melainkan harus
mempertimbangkan keadaan pribadi dari anak serta motif anak melakukan tindak
pidana sehingga putusan hakim diharapkan dapat mengutamakan aspek
kemanusiaan anak sehingga sesuai dengan asas kepentingan terbaik bagi anak yang
telah diatur didalam Pasal 71 UU SPPA. (Anwar & Wijaya, 2020, p. 269)
21

2.3. Kerangka Pemikiran


Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika
(Analisa Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps)

Latar Belakang Masalah Rumusan Kajian Teoritis Metode Penelitian


Masalah
Permasalahan terkait tindak 1. Anak Sebagai 1. Jenis Penelitian:
pidana narkotika pada saat ini 1. Bagaimana Dasar Pelaku penelitian empiris
semakin hari semakin pertimbangan 2. Tindak Pidana
memprihatinkan, dengan adanya hakim dalam Narkotika 2. Jenis Pendekatan Kasus
permasalahan ini pemerintah terus menjatuhkan 3. Teori dan pendekatan fakta
berupaya untuk menanggulangi putusan terhadap Pertanggung
pengedaran gelap narkotika di anak sebagai Jawaban Pidana 3. Sumber Data:
Indonesia. Penyalahgunaan pelaku tindak Menurut Van
narkotika tidak hanya dilakukan oleh pidana Hamel a. data primer
orang dewasa saja tetapi sudah penyalahgunaan 4. Teori
b. data sekunder, terdiri
menyasar kepada generasi muda narkotika? Perlindungan
dari:
penerus bangsa. Seperti salah satu Hukum menurut
contoh kasus tindak pidana narkotika Phillipus M. 1) bahan hukum primer
yang terjadi di Kota Denpasar Hadjon
Selatan yang melibatkan seorang Pembahasan 5. Asas 2) bahan hukum sekunder
anak dibawah umur yang berinisial Kepentingan
STP terbukti melakukan tindak Dasar pertimbangan Terbaik Bagi 4. Teknik pengumpulan data
pidana tanpa hak atau melawan hakim dalam Anak melalui:
hukum menjadi penguna Narkotika menjatuhkan putusan
golongan I. terhadap anak a. Wawancara
sebagai pelaku tindak b. Studi Kepustakaan
Berdasarkan Putusan Nomor pidana
11/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Dps penyalahgunaan 5. Teknik analisis:
hakim menjatuhkan hukuman pidana narkotika Deskriptif Kualitatif
kepada anak berinisial STP tersebut
dengan pidana penjara selama 7
(tujuh) bulan penjara. Aparat
penegak hukum dalam memproses
dan memutuskan suatu perkara harus Penutup
benar – benar yakin bahwa
keputusan yang diambil bisa menjadi
satu dasar yang kuat untuk
mengembalikan dan mengatarkan
anak menuju masa depan yang baik
agar bisa terus mengembangkan
dirinya sebagai warga masyarakat
Indonesia yang dapat
mempertanggungjawabkan
kehidupannya dalam berbangsa dan
bernegara.
22

2.4. Definisi Oprasional


Definisi operasional dibuat untuk meminimalisir dan menghindari kesalah
pahaman serta perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan judul Penelitian, sesuai
dengan judul Skripsi penelitian yaitu: “Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap
Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Analisa Putusan Nomor 11/Pid.Sus-
Anak/2022/PN Dps)” Maka definisi Operasional yang perlu dijelaskan adalah:

1. Pertanggung Jawaban Pidana adalah pertanggung Jawaban Anak sebagai


pelaku pengguna Narkotika yang berusia 17 Tahun 11 Bulan dengan putusan
pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan penjara.
2. Anak Sebagai pelaku adalah anak yang berinisial STP berusia 17 Tahun 11
Bulan sebagai pengguna Narkotika Golongan I yang dilakukan dikawasan
Denpasar Selatan.
3. Pengguna narkotika adalah pengguna narkotika Golongan I yang dilakukan
oleh anak berusia 17 Tahun 11 Bulan dengan barang bukti berupa 1 (satu) klip
kristal bening yang berisikan kristal bening shabu dengan berat bruto 0,24 gram
dan netto 0,13 gram yang terbungkus didalam potongan pipet warna putih, 1
(satu) buah pipa kaca, 1 (satu) korek api gas, 1 (satu) buah gunting, dan 1 (satu)
HP OPPO warna hitam dikawasan Denpasar Selatan.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah empiris, yakni
jenis penilitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian
lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi
dalam kenyataannya dimasyarakat.(Muhaimin, 2020, p. 115)Penelitian yang
melihat hukum dalam artian yang nyata atau bagaimana bekerjanya hukum di
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dalam proses
penyempurnaan penulisan skripsi ini.
Penelitian ini hendak mengetahui Pertanggung jawaban anak pelaku
tindak pidana penyalahgunaan narkotika berdasarkan putusan hakim dalam
memutus perkara anak pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, oleh karena
itu perlu adanya penelitian langsung dilapangan untuk mengetahui dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara anak pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkotika di Polresta Denpasar, Kejaksaan Negeri Denpasar, dan
Pengadilan Negeri Denpasar
3.2. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam mengkaji permasalahan ini adalah
menggunakan Pendekatan Kasus (The Case Approach), serta Pendekatan Fakta
(The Fact Approach). Pendekatan ini memiliki keterkaitan dengan metode
penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu metode penelitian empiris. Bahwa
dengan mempergunakan Pendekatan Kasus serta Pendekatan Fakta dapat
membantu penulis dalam melihat kenyataan yang sebenarnya dilapangan untuk
memperoleh data yang akurat pada lembaga Polresta Denpasar, Kejaksaan Negeri
Denpasar dan Pengadilan Negeri Depasar.

23
24

3.3. Sumber Bahan Hukum


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu:
a. Data Primer
Data primer, merupakan data yang berasal dari data lapangan, yaitu data
yang diperoleh langsung dari sumber pertama atau dengan respondent.(Muhaimin,
2020, p. 124) Adapun data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari penelitian langsung di lapangan yang bertempat di Polresta Denpasar,
Kejaksaan Negeri Denpasar dan Pengadilan Negeri Depasar.
a. Data Sekunder terdiri dari:
1) Bahan hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas. Adapun bahan hukum primer terdiri dari:
a) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062)
b) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
(SPPA), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5332).
c) Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5606)
d) Putusan Pengadilan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps.
2) Bahan hukum skunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
jurnal-jurnal, buku buku, hasil penelitian yang berwujud laporan yang berkaitan
dengan penelitian mengenai pertanggung jawaban pidana terhadap anak pelaku
penyalahgunna narkotika. Lokasi penelitian yang dilakukan di Polresta Denpasar,
Kejaksaan Negeri Denpasar dan Pengadilan Negeri Depasar.
25

3.4. Teknik Pengumpulan Data


a. Wawancara
Teknik pengumpulan data dalam data primer dilakukan dengan metode
wawancara atau interview langsung kepada pihak terkait dari Kepolisian Resor
Kota Denpasar, Kejaksaan Negeri Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar.
b. Studi Kepustakaan
Data skunder diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan sebagai data
pendukung dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan data melalau literature,
perundang-undangan, jurnal-jurnal dan dokumen lain yang berkaitan dengan
bahasan yang dibuat penulis.
3.5. Teknik Analisis Data
Penelitian yang digunakan penulis ini menggunakan metode analisis
deskriptif kualitatif dengan didukung oleh data yang sudah diperoleh. Penulis
memberikan penjelasan mengenai gambaran serta menjelaskan objek penelitian
berdasarkan dengan fakta yang ada. Data yang nantinya sudah diperoleh akan
dianalisa dengan menggunakan sistem kualitatif, yakni mendeskripsikan serta
menggambarkan data dengan fakta yang diperoleh dengan penelitian dilapangan.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kepolisian Resor Kota Denpasar (Polresta Denpasar)


Kepolisian Resor Kota Denpasar atau sering disebut dengan Polresta
Denpasar beralamat di Jl. Gunung Sanghayang No. 110, Padangsambian, Kec.
Denpasar Barat Kota Denpasar, Bali 80117. Polres bertugas menyelenggarakan
tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dan melaksanakan tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah
hukum Polres, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepolisian
Resor Kota Denpasar memiliki 6 (enam) satuan yaitu Sat Reskrim, Sat Resnarkoba,
Sat Intelkam, Sat Sabhara, Sat Lantas dan Sat Tahti.
Berdasarkan penelitian yang penulis laksanakan di Polresta Denpasar
terkait kasus narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang penulis teliti
yang menangani kasus narkotika, maka perkara tersebut akan masuk kebagian
satuan Satresnarkoba dimana bidang inilah yang melaksanakan tugas penyelidikan
dan penyidikan didalam perkara tindak pidana narkotika baik itu penyalahgunaan
dan pengedaran gelap narkoba berikut prekursornya, serta pembinaan dan
penyuluhan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban penyalahgunaana
narkoba selain itu Satresnarkoba menyelenggarakan fungsi: Pengawasan terhadap
pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunan Narkoba
yang dilakukan oleh unit reskrim Polsek dan Satresnarkoba Polres; dan
Penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji efektivitas
pelaksanaan tugas Satresnarkoba.

26
27

4.1.1. Struktur Organisasi Sat Resnarkoba Polresta Denpasar

Gambar 1 Struktur Sat Resnarkoba Polresta Denpasar

KASAT NARKOBA

KBO
KAURMINT

KANIT 1 KANIT 2

KASUBNIT 1 KASUBNIT 2 KASUBNIT 3 KASUBNIT 4

ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA


Sumber: Kepolisian Resor Kota Denpasar
4.2. Kejaksaan Negeri Denpasar
Kejaksaan Negeri Denpasar merupakan Lembaga kejaksaan yang
berkedudukan di Ibu Kota, Kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
kekuasaan Kabupaten/kota. Kejaksaan Negeri Denpasar berlokasi di Jl. Jend.
Sudirman No 3, Dauh Puri Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80113.
Kejaksaan Negeri adalah instansi yang bertugas melaksanakan pra penuntutan,
pemeriksaan, tambahan, penuntutan, pelaksanaan terhadap hakim dan putusan
pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan lepas bersyarat dan
Tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak pidana umum berdasarkan peraturan
perundang undangan dan kebijaksanaan oleh Jaksa Agung. Kejaksaan Negeri
Denpasar ini juga bersebelahan dengan Gedung Pengadilan Negeri Denpasar.
Berdasarkan pasal 30 Undang- undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang dari Kejaksaan.
Memiliki 6 bidang di dalamnya Bidang pidana umum Pidana Khusus, Intelijen,
Pembinaan, Perdata dan Tata Usaha Negara, Barang Bukti Barang Rampasan dan
Barang Sitaan. Dimana dimasing masing bidang memiliki tugas dan wewenang
nyamasing-masing. Berdasarkan penelitian yang penulis laksanakan di Kejaksaan
28

Negeri Denpasar dimana perkara tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak
dibawah umur ini masuk ke bagian Pidana Umum yang dimana Pidana umum ini
memiliki tugas penyiapan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang tindak pidana
umum berupa pemberian bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis;
penyiapan rencana, pelaksanaan dan penyiapan bahan pengendalian kegiatan
prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan dalam 8 perkara tindak pidana
terhadap keamanan negara dan ketertiban umum, tindak pidana terhadap orang dan
harta benda serta tindak pidana umum lain yang diatur di luar KUHP; Menyiapkan
bahan pengendalian dan atau pelaksanaan penetapan hakim dan putusan
pengadilan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas
bersyarat dan tindakan hukum lain dalam perkara tindak pidana umum serta
pengadministrasiannya ; pembinaan kerjasama dan melakukan koordinasi dengan
instansi serta pemberian bimbingan serta petunjuk teknis dalam penanganan
perkara tindak pidana umum kepada penyidik; penyiapan bahan saran, konsepsi
tentang pendapat dan atau pertimbangan hukum Jaksa Agung mengenai perkara
tindak pidana umum dan masalah hukum lainnya dalam kebijaksanaan penegakan
hukum.
4.2.1. Struktur Organisasi Kejaksaan Negeri Denpasar

Gambar 2 Struktur Organisasi Kejari Denpasar

Sumber: Kejaksaan Negeri Denpaasar

4.3. Pengadilan Negeri Denpasar


Pengadilan Negeri Denpasar yang beralamat di Jl. P.B. Sudirman No.1,
Dauh Puri, Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80232. Adapun tugas pokok
29

dan fungsi dari Pengadilan Negeri Denpasar yaitu: Kekuasaan kehakiman


merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh Mahkamah Agung RI, Badan- badan peradilan lain di bawah
Mahkamah Agung (Peradilan Umum, PTUN, Peradilan Militer, Peradilan Agama)
serta Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman tersebut
diserahkan kepada badan-badan peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer, dan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi dengan tugas
pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya. Pengadilan Negeri Denpasar memiliki 6 bidang
yaitu Inzage, Perdata, Informasi;Hukum, Pengaduan/Pidana/Tipikor, PPHI, dan
Umum. Berdasarkan penelitian yang penulis laksanakan di Pengadilan Negeri
Denpasar dimana perkara tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak
dibawah umur ini masuk ke bagian bidang Informasi;Hukum.

4.3.1. Stuktur Organisasi Pengadilan Negeri Denpasar

Gambar 3 Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Denpasar

Sumber: https://www.pn-denpasar.go.id/tentang-pengadilan/struktur-organisasi
Diakses pada tanggal 17 November 2022 pukul 16.30 Wita
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil dari penelitian pertama yang penulis laksanakan melalui


teknik wawancara di Kepolisian Resor Kota Denpasar Bersama Bapak IPDA I Gede
Eka Parnama, selaku Kaurbinopsnal Satresnarkoba Polresta Denpasar dan Bapak
AIPTU I Wayan Suarjaya, selaku Penyidik Satresnarkoba Polresta Denpasar
bahwa tindakan awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap anak pelaku
tindak pidana narkotika yaitu adanya laporan dari masyarakat bahwa ada seseorang
yang diduga melakukan tindak pidana penyalaghgunaan narkotika yang dilakukan
oleh anak dibawah umur, dalam penyelidikan tersebut pihak kepolisian melakukan
penahanan terhadap anak tersebut dimana pada proses penahan dilakukan untuk
melaksanakan upaya penyelidikan dan penyidikan terkait barang bukti tersebut
apakah mengandung sediaan narkotika atau tidak. Setelah dilaksanakan upaya
penyelidikan dan penyidikan terkait barang bukti yang diduga narkotika tersebut
diserahkan ke laboratorium untuk dimohonkan pemeriksaan apakah terkait barang
bukti tersebut benar mengandung sediaan narkotika atau tidak, selain itu pihak
kepolisian juga melaksanakan introgasi kepada saksi – saksi yang ada bahwa dari
keterangan saksi perbuatan tersebut benar atau sesuai dengan delik-delik pidana
yang telah diatur sehingga dapat menentukan bahwa perbuatan tersebut merupakan
delik pidana atau bukan. Di dalam upaya penyelidikan dan pemeriksaan anak
didampingi oleh Balai pemasyarakatan (BAPAS) orang tua dari si anak dan
lembaga sosial. Perbedaan penanganan kasus narkotika pada anak dengan orang
dewasa yaitu jangka waktu penahanan terhadap anak hanya berlaku paling lama 7
(tujuh) hari dan dapat diperpanjanag oleh jaksa penuntut umum paling lama 8
(delapan) hari. Jadi total proses kepolisian melakukan penyidikan itu adalah 15 hari
ditambah 6 hari masa penyelidikan totalnya 21 hari maksimal untuk masa
penahanan anak untuk pihak kepolisian menyelesaikan berkas perkara yang
nantinya perkara akan dilimpahkan ke kejaksaan, dalam perkara anak dengan

30
31

nomor putusan 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps oleh penyidik Polresta Denpasar


anak ditahan di Rutan sejak tanggal 22 Agustus 2022 sampai dengan tanggal 28
Agustus 2022. Perpanjangan Penahanan oleh Penuntut Umum pada Kejaksaan
Negeri Denpasar diperpanjang penahanan Rutan sejak tanggal 29 Agustus 2022
sampai dengan tanggal 05 September 2022.
Penyidikan terhadap pelaku tindak pidana anak dilakukan oleh penyidik
anak, dalam melakukan penyidikan, penyidik wajib meminta pertimbangan dari
balai pemasyarakatan (BAPAS), didalam melaksanakan pemeriksaan terhadap
anak penyidik tidak menggunakan pakaian dinas dan pada saat dilakukan penahan
anak tidak boleh digabungkan oleh orang dewasa dan dimasukkan kedalam sel
khusus anak. Menurut Bapak AIPTU I Wayan Suarjaya, S.H selaku Penyidik
Satresnarkoba Polresta Denpasar bahwa Pihak kepolisian sudah melaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang
Perlindungan Anak yang telah diatur, tetapi hingga saat ini pemerintah belum
menyediakan terkait rumah penitipan anak yang terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika untuk melaksanakan rehabilitasi. Pihak kepolisian tidak berwenang untuk
melaksanakan rehabilitasi kecuali pada saat penangkapan barang bukti tersebut
telah habis digunakan oleh pelaku maka pihak kepolisian berwenang untuk
melaksanakan rehabilitasi dengan melimpahkan perkara tersebut ke Badan
Narkotika Nasional (BNN) jika dalam penangkapan dan barang bukti diperoleh
maka proses tersebut akan tetap berjalan dan dalam persidangan yang menentukan
apakah perkara tersebut bisa didiversi atau tidak.
Pihak kepolisian dapat mengajukan Restorative Justice atau diversi yaitu
apabila salah satunya harus mengikuti aturan assessment SEMA (Surat Edaran
Mahkamah Agung) yang dimana SEMA merupakan salah satu bentuk peraturan
yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Asesment ada dua yaitu; yang pertama
assessment medis dan hukum. assessment hukum dapat dibuktikan dengan
terlibatnya pelaku dalam jaringan nasional ataupun internasional, jika dari medis
ditinjau dari sejauh mana pelaku sebagai pengguna dan barang bukti dibawah dari
aturan yang telah diatur oleh SEMA untuk nantinya bisa diajukan ke rehabilitasi
medis. Rehab medis juga memeliki beberapa bagian, apakah pelaku cukup dengan
32

intervensi singkat dengan dilakukannya Tanya jawab saja, rehab awal 1 bulan atau
rehab lanjutan dengan durasi 3 bulan sampai 6 bulan. Jadi berdasarkan hasil
penelitian yang penulis lakukan di Kepolisian Resor Kota Denpasar bersama Bapak
IPDA I Gede Eka Parnama selaku Kaurbinopsnal Satresnarkoba Polresta Denpasar
dan Bapak AIPTU I Wayan Suarjaya, selaku Penyidik Satresnarkoba Polresta
Denpasar bahwa terkait dengan kasus perkara tindak pidana narkotika yang
dilakukan oleh anak dibawah umur berdasarkan putusan nomor 11/Pid.Sus-
Anak/2022/PN Dps tetap dilimpahkan ke kejaksaan dikarenakan terkait pada proses
penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian bahwa benar
anak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika sesuai dengan delik-delik
pidana yang telah diatur.
Berdasarkan hasil dari penelitian kedua yang penulis laksanakan melalui
teknik wawancara di Kejaksaan Negeri Denpasar bersama Ibu Ni Ketut Muliani,
selaku jaksa penuntut umum yang menangani kasus perkara anak berdasarkan
Putusan Nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps yang memiliki jabatan Jaksa
Fungsional Kejaksaan Negeri Denpasar bahwa tindakan awal yang dilaksanakan
oleh jaksa penuntut umum pada saat diberikan surat SPDP (Surat Pemberitahuan
Diadakan Penyelidikan/Penyidikan) oleh penyidik yaitu dimana kepala kejaksaan
negeri akan menunjuk jaksa untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan
penyidikan dan dikeluarkanlah P-16 untuk menunjuk siapa jaksa penuntut yang
akan menangani kasus perkara tersebut, dan berasarkan P-16 yang dikeluarkan oleh
kepala kejaksaan negeri bahwa ibu Ni Ketut Muliani, yang ditugaskan sebagai jaksa
penuntut umum didalam kasus perkara anak penyalahguna narkotika berdasarkan
putusan nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps. Saat diterimanya SPDP ada batas
waktu sesuai dengan SOP yaitu selama 30 hari harus dikirim berkas perkara apabila
dalam 30 hari dari penyidik tidak mengirimkan hasil dari penyidikannya maka dari
jaksa penuntut umum akan bersurat yaitu mengirimkan P17 untuk menanyakan
kembali terkait bagaimana perkembangan dari penyidikan yang telah dilakukan.
Setelah dikirimnya berkas perkara maka akan dipelajari berkas perkara tersebut
dimana pada saat anak dilakukan penahanan anak dengan batas waktu yang singkat
yaitu maksimal 15 hari maka dalam jangka waktu 15 hari. Jangka waktu dari
33

diterimanya berkas sampai JPU menentukan sikap yaitu memiliki jangka waktu 7
hari untuk P21 dan apabila ada hal-hal yang kurang terpenuhi maka jaksa akan
melakukan perpanjangan 8 hari untuk mengirimkan P18 yaitu pemberitahuan
berkas tidak lengkap kepada penyidik dan P19 yaitu petunjuk apa saja dari berkas
berkas yang belum terpenuhi jadi totalnya 15 hari, dalam perkara anak dengan
nomor putusan 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps Oleh Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Denpasar anak ditahan Rutan sejak tanggal 05 September 2022
sampai dengan tanggal 09 September 2022. Jaksa penuntut umum akan memeriksa
berkas perkara dan menentukan sikap apakah berkas tersebut lengkap atau P21 atau
tidak dalam arti apakah syarat formil dan materiilnya sudah memenuhi syarat, jika
tidak memenuhi syarat formil dan materiil maka akan dibuatkan petunjuk ke
penyidik dan bersurat disertai dengan petunjuk syarat-syarat formil dan materil apa
yang belum terpenuhi dalam berkas perkara, artinya jaksa beracu kepada unsur-
unsur pasal yang disangkakan jadi berdasarkan pasal yang disangkakan tersebut
maka harus sesuai dengan unsur-unsur yang disangkakan jika tidak sesuai maka
berkas akan ditanyakan kembali kepada penyidik terkait dengan unsur-unsur yang
disangkakan dan jika masih ada yang kurang maka akan dikembalikan ke penyidik
untuk dilengkapi. Apabila batas waktu yang ditentukan lewat maka tahanan anak
akan dibebaskan demi hukum dan apabila masih perlu dilaksanakan penyidikan
maka anak boleh ditangkap kembali.
Dalam hal cara meneliti berkas perkara tindak pidana narkotika yang
dilakukan oleh anak sama halnya dengan cara meneliti berkas perkara yang
dilakukan oleh orang dewasa tetapi khusus untuk pelaku anak didalam berkas berisi
penelitian dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS), dan penelitian masyarakat
(LITMAS) jadi harus dicantumkan didalam berkas perkara anak. Dari pihak
BAPAS akan ditunjuk untuk melaksanakan penelitian terhadap anak dari segi
ekonomi, latar belakang si anak dan motif anak melakukan perbuatan tersebut dari
hasil penelitian BAPAS dan LITMAS tersebut maka akan dibuatkan laporan yang
berisi Analisa, kesimpulan dan saran dari bapas bahwa dari perkara anak tersebut
dapat dilakukan tindakan seperti apa yang wajib dilampirkan diberkas perkara.
Dalam hal penelitian berkas tersebut harus sesuai dengan syarat formil dan materiil
34

sesuai dengan KUHAP. syarat Formil meliputi identitas anak, kelengkapan berkas
seperti daftar isi dan lain-lain dan untuk syarat materiilnya yaitu mengenai unsur-
unsur dari pasal yang disangkakan itu apakah sudah terpenuhi dalam berkas seperti
BAP saksi, BAP tersangka, saksi ahli, alat bukti surat, dan barang bukti yang disita
apakah setiap unsur ini sudah memenuhi 2 alat bukti tersebut, dan apabila belum
memenuhi kedua alat bukti tersebut maka jaksa penuntut umum akan meminta
penyidik untuk memperdalam lagi unsur-unsur tersebut untuk mencari saksi guna
memperkuat pembuktian dan memperoleh alat bukti yang mendukung unsur-unsur
yang didakwakan. Jadi yang membedakan penelitian berkas perkara anak dengan
orang dewasa yaitu harus dilengkapi dengan BAPAS, LITMAS dan identitas anak
harus jelas harus dilampirkan akta kelahiran, ijazah ataupun kartu keluarga yang
menyebutkan identitas tahun kelahirannya yang membuktikan bahwa anak tersebut
masih anak-anak dan apabila identitas tersebut sama sekali tidak ada maka dapat
dibuatkan surat pernyataan dengan dibubuhkan materai bahwa memang benar anak
tersebut merupakan anak dibawah umur, dalam perkara narkotika yang dilakukan
oleh anak bahwa memang terbukti anak tersebut baru berumur 17 (tujuh belas)
tahun 11 (sebelas) bulan dengan bukti Akta kelahiran dan kartu keluarga (KK) yang
telah terlampir didalam berkas acara persidangan.
Pada saat pemeriksaan pra penuntutan yang membedakan perlakuan jaksa
penuntut umum terhadap anak dengan orang dewasa yaitu didalam pemeriksaan
berkas perkara anak harus dilampirkan penelitian yang dilakukan oleh BAPAS dan
LITMAS selain itu anak juga didampingi oleh orang tua atau wali sampai dengan
proses persidangan. Perlakuan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum didalam
persidangan yaitu pada saat persidangan dilakukan diruangan khusus sidang anak,
tidak menggunakan baju kedinasan atau toga dan tidak menggunakan atribut seperti
dalam persidangan orang dewasa, menggunakan hakim tunggal dan menciptakan
suasana yang ramah anak sehingga anak merasa nyaman dan tidak takut sehingga
anak bisa jujur dan mengakui perbuatannya Pada saat anak di tanyakan didalam
persidangan penyampaian kata”nya juga tidak ada kalimat yang membuat anak
takut ataupun tertekkan selain itu orang tua, balai pemasyarakatan juga hadir
didalam persidangan untuk menyampaikan hasil penelitian yang telah diperoleh,
35

selain itu Lembaga pemerhati anak juga datang didalam persidangan dan anak juga
didampingi oleh kuasa hukumnya.
Adapun pertimbangan jaksa penuntut umum didalam menuntut perkara
narkotika yang dilakukan oleh anak yaitu berdasarkan dari bagaimana kronologi
kasus atau Tindakan yang dilakukan oleh pelaku penyalahguna narkotika tersebut
dan untuk tuntutannya ½ dari orang dewasa selain itu dilihat dari hal-hal yang
memberatkan dan hal hal yang meringankan. Didalam menuntut jaksa penuntut
umum juga memiliki tolak ukur atau aturan intern dari kejaksaan mengenai
penuntutan yang terdiri dari faktor obyektif dan faktor subyektif yaitu dari faktor
obyektifnya seperti barang bukti dengan jenis dan golongan narkotika dan
subyektifnya yaitu terkait dari diri terdakwa anak mengenai motif melakukan tindak
pidana penyalahgunaan narkotika. Dari faktor obyektif dan subyektif inilah yang
nantinya diberikan pint point, dari pont inilah dijumlahkan, dari situlah jaksa
penuntut umum menentukan rentang waktu penuntutan berapa lama dan terkait
dengan denda rentan waktunya juga diatur didalam aturan tersebut dan hukuman
denda diganti dengan pelatihan kerja yang dilakukan oleh terdakwa anak sesuai
dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Menurut Ibu Ni Ketut
Muliani, S.H., M.H selaku jaksa penuntut umum yang menangani kasus perkara
anak berdasarkan putusan nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN beliau tidak
mengupayakan diversi dikarenakan beliau selaku jaksa penuntut umum
berpendapat, proses diversi pada tingkat penuntutan tidak menghasilkan
kesepakatan/ kesepakatan diversi tidak dilaksanakan sepenuhnya dan dari hasil
penyidikan dapat dilakukan penuntutan dengan dakwaan telah melakukan tindak
pidana sebagaimana diuraikan dan diancam dengan pidana yaitu pasal 112 ayat (1)
dan pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika karena pada pasal 112 ayat (1) Undang-Undang No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika diancam dengan pidana penjara diatas 7 (tujuh) tahun sehingga
jaksa penuntut umum tidak mengajukan upaya diversi dan melanjutkan proses
perkara narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur ke persidangan.
Berdasarkan hasil dari penelitian ketiga yang penulis laksanakan melalui
teknik wawancara di Pengadilan Negeri Denpasar Bersama bapak hakim Hari
36

Supriyanto, S.H., M.H. selaku hakim yang menangani kasus perkara anak dalam
putusan nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps yang memiliki jabatan Hakim pada
Pengadilan Negeri Denpasar bahwa dalam pelimpahan berkas perkara dari penuntut
umum terlebih dahulu dilimpahkan ke bagian PTSP untuk dipelajari dan berkas
tersebut didisposisi kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dipelajari terlebih
dahulu guna menentukan/ menunjuk majelis hakim untuk menangani perkara anak
dan panitera pengadilan akan menunjuk PP dan Juru sita. setelah ketua pengadilan
menunjuk majelis hakim dalam perkara anak, barulah hakim menerima berkas
perkara untuk dipelajari mulai dari dakwaan, BAP dari penyidik beserta surat surat
terlampir kemudia hakim menentukan jika itu perkara anak dilihat dari dakwaan
apakah perkara tersebut wajib diversi atau tidak. Apabila wajib diversi maka hakim
akan menetapkan tanggal diversi dengan memerintahkan penuntut umum untuk
menghadapkan anak beserta orang tuanya, penasehat hukum anak, pembimbing
kemasyarakatan anak, tokoh masyarakat dan tokoh agama, dan apabila dari
dakwaan tidak bisa diupayakan diversi karna ancamannya lebih dari 7 tahun atau
anak sudah pernah dipidana maka hakim langsung menentukan hari sidang sesuai
proses peradilan anak dimulai dari pembacaan dakwaan, pembuktian, saksi-saksi,
bukti surat sampai dengan tuntutan, pembelaan, dan terakhir putusan. Didalam
meneliti berkas perkara hakim membaca seluruh berkas perkara yang terdiri dari
berbagai macam dokumen mulai dari surat pelimpahan dari kejaksaan, penahan
oleh jaksa, penunjukan jaksa, BAP penyidik dan lain-lain, Hakim akan mempelajari
dakwaan dari jaksa penuntut umum apakah sesuai dengan pasal yang didakwakan
dan sesuai dengan fakta yang ada di dalam persidangan. Berdasarkan perkara
dengan nomor putusan 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps oleh Hakim Pengadilan
Negeri Denpasar anak dikenakan penahanan Rutan sejak tanggal 6 September 2022
sampai dengan tanggal 15 September 2022. Perpanjangan Penahanan oleh Ketua
Pengadilan Negeri Denpasar diperpanjang penahanan Rutan sejak tanggal 16
September 2022 sampai dengan tanggal 30 September 2022.
Tugas utama pengadilan adalah menerima, memeriksa dan mengadili
setiap perkara yang dilimpahkan kepada pengadilan, jadi hakim tidak boleh
menolak perkara, perkara apapun yang sudah dilimpahkan dan sudah ditunjuk
37

hakimnya oleh ketua pengadilan, maka hakim harus tetap memeriksa dan
disidangkan. Apabila terbukti merupakan tindak pidana maka dihukum pidana dan
apabila terbukti dan bukan merupakan tindak pidana maka terdakwa dibebaskan.
Pada saat jalananya persidangan hakim tidak menggunakan toga ataupun atribut
kedinasan dan dalam persidangan mengunakan hakim tunggal. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak hakim Hari Supriyanto, S.H., M.H. selaku hakim yang
menangani kasus perkara anak dalam putusan nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN
Dps bahwa Diversi diutamakan apabila suatu tindak pidana mengakibatkan adanya
korban, diversi merupakan pemulihan hak terhadap korban dan tersangka sehingga
dalam hal tersebut munculah diversi. Dalam perkara narkotika tidak ada diversi,
diversi muncul dari Mahkamah Agung. Tidak semua perkara dapat dilakukan
diversi dalam kasus ini sudah dilaksanakan upaya diversi dan langsung dinyatakan
gagal, diversi memiliki batas waktu sementara dalam perkara anak memiliki batas
waktu dengan penahanan. Batas waktu penahanan oleh hakim yaitu maksimal 25
hari sudah harus diputus dan apabila lewat dari batas waktu tersebut maka anak
bebas demi hukum. Pada saat pelimpahan beras ke pengadilan, posisi anak masih
dilakukan penahanan di kejaksaan dan saat berkas sudah dilimpahkan ke
pengadilan maka penahanan berwenang dihakim, setelah hakim menerima berkas
perkara maka hakim menetapkan 7 hari untuk sidang dan apabila ancaman dibawah
7 tahun maka perkara tersebut wajib dilaksanakan diversi pada hari itu juga,
sementara untuk perkara narkotika yang berwenang untuk menyetujui diversi
adalah penyidik dan kejaksaan karena penyidik dan kejaksaan mewakili negara
karna dalam hal perkara narkotika yang dilakukan oleh anak ini tidak ada korban,
dalam perkara narkotika ini penyidik dan kejaksaan menganggap bahwa perkara
narkotika terhadap anak ini tidak dapat dilaksanakan diversi sehingga diversi
pertama kali dinyatakan gagal dengan dinyatakan gagalnya proses diversi ini maka
proses dilanjutkan ke persidangan karna diversi diutamakan untuk perkara yang
mengakibatkan adanya korban. Dalam perkara narkotika anak ini gagal karena
dalam perkara anak, pedoman penjatuhan pidana yang tidak boleh dikesampingkan
adalah hasil dari penelitian masyaratkat (LITMAS) bahwa hasil dari penelitian
masyarakat menimbang bahwa dalam perkara anak STP telah dilakukan Penelitian
38

Kemasyarakatan oleh pembimbing Kemasyarakatan yang hasilnya telah


dituangkan secara tertulis dalam laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang
terlampir dalam berkas perkara yang telah dibacakan dalam persidangan.
Menimbang bahwa berdasarkan Hasil penelitian kemasyarakatan pada bagian
kesimpulan dan rekomendasi menyatakan bahwa Tim Pengamat Pemasyarakatan
(TPP) Balai Pemasyarakatan Kelas I Denpasar merekomendasikan agar apabila
anak STP dinyatakan bersalah kiranya dapat dijatuhi dengan pidana penjara. Dalam
hal ini LITMAS yang pertama kali melaksanakan penelitian yaitu memeriksa
kejiwaan anak, lingkungan anak, sosial, Pendidikan dari penelitian inilah LITMAS
memberikan rekomendasi bahwa anak dinyatakan bersalah kiranya dapat di dijatuhi
dengan pidana penjara dan apabila LITMAS merekomendasikan terhadap anak ini
masih bisa dibina dan di rehabilitasi maka penyidik tidak boleh meneruskan perkara
ini. Hakim dan jaksa pada saat membuat tuntutan dan putusan tidak boleh
menyimpang dari hasil rekomendasi dari LITMAS dan apabila menyimpang dari
rekomendasi LITMAS maka harus ada pertimbangan hakim untuk melaksanakan
hukuman pelatihan kerja.
5.2. Hasil Pembahasan
5.2.1 Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap
Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Hakim merupakan salah satu Lembaga penegak hukum di Indonesia
sebagai salah satu fungsi penegak hukum, hakim melakukan tugas kekuasaan
kehakiman, untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan
perkara perdata di tingkat pertama. Pada dasarnya tugas hakim adalah memberi
keputusan dalam setiap perkara atau konflik yang dihadapkan kepadanya,
menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum, nilai hukum dari perilaku serta
kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara, sehingga untuk
dapat menyelesaikan perselisihan atau konflik secara imparsial berdasarkan hukum
yang berlaku, maka hakim harus selalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak
manapun, terutama dalam mengambil keputusan.(Rahayu & Monita, 2020, p. 131)
Berdasarkan putusan nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps dalam hal
kaitannya kasus perkara penyalahgunaan narkotika Adapun fakta-fakta yang
39

terungkap dalam pemeriksaan persidangan secara berturut-turut diperoleh alat bukti


Keterangan Saksi, Surat, Keterangan Anak dan Petunjuk dan fakta hukumnya
adalah sebagai berikut:
1. Bahwa benar telah terjadi penangkapan dan penggeledahan terhadap Anak STP
pada hari Selasa tanggal 16 Agustus 2022 sekira pukul 00. 20 wita bertempat
di dalam kamar nomor 2 Jalan Tambak Sari Gg. Meranggi No. 14 Banjar
Blanjong Ds/Kel. Sanur Kauh Kec. Denpasar Selatan.
2. Bahwa benar penangkapan dan penggeledahan tersebut dilakukan oleh anggota
Sat Resnarkoba Polresta Denpasar yakni saksi I Nyoman Joni, S.H dan saksi
Putu Lanang Dirgantara Putra, dengan disaksikan oleh I Made Arta Dan I Ketut
Sutrana.
3. Bahwa benar penangkapan dan penggeledahan dilakukan berdasarkan atas
informasi dari masyarakat tentang adanya peredaran Narkotika diseputaran
Denpasar Selatan, Kota Denpasar yang dilakukan oleh anak yang sering
dipanggil TIAN, yang kemudian ditindaklanjuti dengan dilaksanakan
penyelidikan terhadap Anak STP di sebuah rumah kos Jalan Tambak Sari Gang
Meranggi No.14 Banjar Blanjong Ds/Kel.Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar
Selatan dan saat di rumah tersebut dilakukan penangkapan terhadap Anak STP.
4. Bahwa benar saat dilakukan penggeledahan terhadap badan dan pakaian Anak
STP tidak ditemukan barang-barang terlarang jenis narkotika, namun petugas
melakukan penggeledahan didalam rumah kos anak tersebut dan menemukan
1 buah HP OPPO warna hitam ditangan kanannya dan dilantai kamar
ditemukan 1 potongan pipet warna putih, 1 (satu)buah gunting dan 1 (satu)
buah korek api gas, kemudian di fentilasi udara yaitu 1 (satu) potongan pipet
warna putih berisikan 1 plastik klip kristal bening sabhu,1 (satu) buah pipa kaca
yang terselip di tempat sabun dalam toilet.
5. Bahwa benar barang berupa sabu sebanyak 0,13 (nol koma tiga belas) gram
dengan harga Rp. 350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) milik Anak STP
diperoleh dari seseorang yang bernama BOS (yang tidak diketahui
keberadaannya) dengan cara membeli melalui transfer ke rekening yang sudah
dikirimkan melalui WhatsApp.
40

6. Bahwa benar setelah dilakukan penimbangan diketahui berat bersih sabu


adalah 0,13 (nol koma tiga belas) gram.
7. Bahwa benar kristal bening sabu tersebut mengandung sediaan Narkotika
Golongan I, sebagaimana disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksaan
Laboratoris Kriminalistik Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri
Cabang Denpasar No.Lab. 834/NNF/2022 tanggal 18 Agustus 2022 dapat
disimpulkan bahwa barang bukti dengan nomor : -5804/2022/NF berupa kristal
bening dan 5805/2022/NF berupa cairan warna kuning/urine seperti tersebut
dalam I adalah benar mengandung sediaan Metamfetamina dan terdaftar dalam
Narkotika Golongan I (satu) Nomor urut 61 lampiran I Undang-Undang
Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.
8. Bahwa benar Anak STP tidak memiliki ijin atas memiliki, menguasai dan
menggunakan sabu tersebut.
9. Bahwa benar para saksi dan Anak membenarkan barang bukti yang
ditunjukkan berupa : 1 (satu) Palstik Klip yang berisikan kristal bening sabhu
dengan berat bruto 0,24 Gram dan netto 0,13 gram, yang terbungkus dengan
potongan pipet warna putih,1 (satu) potong pipet warna putih, 1 (satu) buah
pipa kaca,1 (satu) korek api gas,1 (satu) buah gunting,1 (satu) HP OPPO warna
hitam, adalah barang-barang yang diamankan dari Anak SEPTIAN TRI
PUTRA saat dilakukan penangkapan dan penggeledahan pada hari Selasa
tanggal 16 Agustus 2022 sekira pukul 00. 20 wita bertempat di dalam kamar
nomor 2 Jalan Tambak Sari Gg. Meranggi No. 14 Banjar Blanjong Ds/Kel.
Sanur Kauh Kec. Denpasar Selatan.
Analisa yuridis berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan,
maka sampailah kepada tahap pembuktian unsur-unsur tindak pidana yang
didakwakan kepada anak, yaitu : Pertama : Pasal 112 ayat (1) UU RI Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika; atau Kedua : Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Bahwa oleh karena dakwaan berbentuk
Alternatif, maka penuntut umum akan memilih dakwaan yang dianggap lebih
terbukti, yaitu dakwaan Kedua : sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
41

Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur setiap orang

- Bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah subyek hukum yang
mempunyai hak dan kewajiban yang mampu melakukan perbuatan hukum dan
atas perbuatannya tersebut dapat dimintai pertanggungjawabannya serta pada
dirinya tidak terdapat alasan pembenar, alasan pemaaf, maupun yang
menghapus pidana.

- Bahwa kemampuan bertanggung jawab itu sendiri menurut para ahli hukum
pidana dapat dideskripsikan bahwa pelaku tindak pidana sebagai subyek
hukum mempunyai kemampuan untuk membedakan mana perbuatan yang baik
dan mana yang buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum,
di samping itu pelaku tindak pidana mempunyai kemampuan untuk
menentukan mengerti akan perbuatannya dan dapat menentukan kehendaknya
secara sadar.

- Bahwa unsur ”setiap orang” dalam ketentuan pasal tersebut adalah bukan
merupakan delik inti atau bestanddel delict, tapi merupakan element delict
yang merupakan subyek hukum yang diduga melakukan tindak pidana yang
pembuktiannya bergantung pada pembuktian delik intinya.

- Bahwa dengan memperhatikan pengertian tersebut di atas dan dihubungkan


dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu berdasarkan
keterangan saksi-saksi dan keterangan anak sendiri, jelas menunjukkan bahwa
anak STP adalah pribadi yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya dan diperiksa disidang pengadilan
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani sehingga tidak ditemukan adanya
alasan pembenar, pemaaf, maupun alasan yang menghapuskan pidana atas diri
anak.
2. Unsur menyalahgunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 1
angka 15 yang dimaksud dengan “Penyalah Guna” adalah orang yang
42

menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Sedangkan yang


diimaksud “menyalahgunakan” tidak didefinisikan di dalam “Ketentuan
Umum” maupun dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika, akan tetapi berdasarkan formulasi ketentuan Pasal 7 dan
Pasal 8 tentang klasifikasi 20 peruntukan Narkotika maupun Narkotika
Golongan I, yaitu : bahwa Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan /atau pengembangan ilmu pengetahuan (vide Pasal 7
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009), dapat disimpulkan pengertian
“Menyalahgunakan” artinya mengguna atau memakai atau mengkonsumsi
Narkotika tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 atau istilah yuridisnya “menggunakan narkotika tanpa
hak dan atau melawan hukum”.
- Keterangan anak, yang pada pokoknya membenarkan bahwa benar anak
sebagai pemilik narkotika jenis sabu tersebut, anak membeli kristal bening
sabhu kepada BOS dengan harga Rp. 350.000 (tiga ratus lima puluh ribu
rupiah),pada saat anak memesan sabhu kepada BOS anak memesan
dengan mengatakan “ ready bos” dan dijawab “ ready” dan anak balas “
yang berapa” dan dijawab “ 02” harga Rp. 350.000 (tiga ratus lima puluh
ribu rupiah). Anak membayar kristal bening sabhu yang anak beli tersebut
dengan cara anak diberikan nomor rekening oleh BOS, yaitu rekening
BCA dengan nomor rekening anak lupa dan anak membayarnya melalui
BRI link dan mengambilnya di jalan gurita tepatnya di samping warung
madura. Serta Setelah anak mendapatkan kristal bening sabhu tersebut
anak bawa ketempat kost I Made Arta.
- Bahwa cara anak menggunakan shabu yaitu Kristal bening shabu anak
masukan di pipa kaca selanjutnya anak sambungkan dengan pipet warna
putih kemudian pipa kaca yang berisikan shabu anak bakar dengan korek
api gas dan anak menghirup asap pembakaran tersebut dari pipet warna
putih yang disambungkan dengan pipa kaca tersebut kemudian anak hisap
seperti orang merokok.dan anak biasanya menggunakan Kristal bening
shabu tersebut sebanyak 4 kali sedotan dimana yang dirasakan anak
43

setelah menggunaka Kristal bening shabu tersebut anak merasakan pikiran


tenang, capeknya hilang dan bilamana anak tidak menggunkan shabu anak
merasa lemas.
- Bahwa terakhir kali anak menggunakan shabu yaitu tanggal 12 Agustus
2022 di sunset road tepatnya dibangunan kosong.
- Dengan demikian unsur “Menyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri
sendiri” ini telah terbukti secara sah menurut hukum.
Berdasarkan uraian-uraian seperti tersebut di atas, semua unsur dalam
dakwaan telah dapat dibuktikan, maka menurut hukum dan keyakinan penuntut
umum Anak STP terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana Narkotika
“tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi dirinya
sendiri” sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (1)
huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menjatuhkan pidana terhadap
Anak STP dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dikurangi selama Anak
dalam tahanan; Bahwa yang dijadikan dasar pertimbangan mengajukan tuntutan
pidana ini oleh penuntut umum yaitu :
Hal-hal yang memberatkan :
- Bahwa perbuatan Anak bertentangan dengan usaha pemerintah yang sedang
gencar-gencarnya melakukan pemberantasan terhadap segala jenis peredaran
gelap dan penyalahgunaan narkotika.

Hal-hal yang meringankan :


- Anak mengakui terus terang perbuatannya;
- Anak menunjukan rasa penyesalannya di persidangan
- Anak bersikap sopan di persidangan;
- Anak masih ingin sekolah lagi;
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara di Kepolisian Resor Kota
Denpasar Bersama Bapak IPDA I Gede Eka Parnama, dan Bapak AIPTU I Wayan
Suarjaya, bahwa dalam perkara kasus penyalahgunaan narkotika yang dilakukan
oleh anak dibawah umur dalam hal ini berdasarkan kasus dengan nomor putusan
11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps bahwa Pihak kepolisian sudah melaksanakan
44

proses penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan Undang-Undang Sistem


Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang telah diatur,
tetapi hambatannya hingga saat ini pemerintah belum menyediakan terkait rumah
penitipan anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika untuk melaksanakan
rehabilitasi. Pihak kepolisian dalam hal ini tidak berwenang untuk melaksanakan
rehabilitasi kecuali pada saat penangkapan barang bukti tersebut telah habis
digunakan oleh pelaku maka pihak kepolisian berwenang untuk melaksanakan
rehabilitasi dengan melimpahkan perkara tersebut ke Badan Narkotika Nasional
(BNN) jika dalam penangkapan dan barang bukti diperoleh maka proses tersebut
akan tetap berjalan dan dalam persidangan yang menentukan apakah perkara
tersebut bisa diupayakan didiversi atau tidak. Pihak kepolisian dapat mengajukan
Restorative Justice atau diversi yaitu apabila salah satunya harus mengikuti aturan
assessment SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yaitu Surat Edaran Nomor 04
Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan
Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan
b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :Terdakwa
pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi
tertangkap tangan; Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan
barang bukti pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut
salah satunya untuk kelompok metafetamine (shabu) yaitu 1 gram. Menerangkan
surat uji laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan
penyidik, surat keterangan dari dokter jiwa/pisikiater pemerintah yanag ditunjuk
oleh hakim dan yang bersangkutan tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan
terlibat dalam peredaran gelap narkotika dan dalam hal hakim menjatuhkan
pemidanaan berupa hukum perintah rehabilitasi maka majelis hakim harus
menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar
putusannya.
Pada dasarnya seorang anak tidak dapat melindungi dan mempertanggung
jawabkan dirinya sendiri dari segala bentuk perbuatan yang menimbulkan kerugian
45

dalam hal mental, fisik, dan sosial dalam menjalankan suatu kehidupan. Menurut
Van Hamel, menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana merupakan suatu
keadaan normal dimana keaadan tersebut memiliki kesanggupan psikis untuk dapat
membawa tiga macam kemampuan yaitu (Sriwidodo, 2019, p. 171):
a. Memahami arti dan akibat dari perbuatannya sendiri.
b. Menyadari bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh
masyarakat dan,
c. Mampu untuk menentukan kehendak dalam berbuat.
Pada kasus perkara narkotika yang dilakukana oleh anak STP berdasarkan hasil dari
penelitian masyarakat yang penulis teliti di Berita Acara Persidangan dan kaitannya
dengan pertanggungjawaban menurut Van Hamel terkait point ke 3 (tiga) yaitu
mampu untuk menentukan kehendak dalam berbuat bahwa faktor penyebab
terjadinya tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak STP
adalah dilatarbelakangi oleh kurangnya kasih sayang dan pengawasan yang intens
dari orang tua juga keluarga dekatnya, selain itu kondisi pisikologis anak atau
ketidak mampuan berpikir logis dan komposisi kematangan emosional dan juga
kondisi lingkungan sosial pergaulan anak yanag cenderung kearah yang kurang
baik sehingga dalam hal ini anak belum mampu untuk menentukan kehendaknya
didalam berbuat.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh melalui proses
wawancara dengan Ibu Ni Ketut Muliani selaku jaksa penuntut umum yang
menangani kasus perkara anak berdasarkan putusan nomor 11/Pid.Sus-
Anak/2022/PN Adapun pertimbangan jaksa penuntut umum didalam menuntut
perkara narkotika yang dilakukan oleh anak yaitu berdasarkan dari bagaimana
kronologi kasus atau Tindakan yang dilakukan oleh pelaku penyalahguna narkotika
tersebut dan untuk tuntutannya ½ dari orang dewasa selain itu dilihat dari hal-hal
yang memberatkan dan hal hal yang meringankan. Menurut Ibu Ni Ketut Muliani,
selaku jaksa penuntut umum yang menangani kasus perkara anak berdasarkan
putusan nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN beliau tidak mengupayakan diversi
dikarenakan beliau selaku jaksa penuntut umum berpendapat, proses diversi pada
tingkat penuntutan tidak menghasilkan kesepakatan/ kesepakatan diversi tidak
46

dilaksanakan sepenuhnya dan dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan


dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan dan
diancam dengan pidana yaitu pasal 112 ayat (1) dan pasal 127 ayat (1) huruf a
Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika karena pada pasal 112 ayat
(1) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika diancam dengan pidana
penjara diatas 7 (tujuh) tahun sehingga jaksa penuntut umum tidak mengajukan
upaya diversi dan melanjutkan proses perkara narkotika yang dilakukan oleh anak
dibawah umur ke persidangan.
Maka dari itu berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dengan meneliti
Berita Acara Persidangana dibagian fakta-fakta hukum yang terjadi di persidangan
bahwa anak STP terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana Narkotika
“tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi dirinya
sendiri” sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (1)
huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sehingga Penuntut Umum
Menjatuhkan tuntutan pidana terhadap Anak STP dengan pidana penjara selama 10
(sepuluh) bulan dikurangi selama Anak dalam tahanan. Berdasarkan fakta-fakta
persidangan yang penulis teliti bahwa Hal-hal yang memberatkan adalah bahwa
perbuatan Anak bertentangan dengan usaha pemerintah yang sedang gencar-
gencarnya melakukan pemberantasan terhadap segala jenis peredaran gelap dan
penyalahgunaan narkotika dan hal-hal yang meringankan adalah bahwa Anak
mengakui terus terang perbuatannya; Anak menunjukan rasa penyesalannya di
persidangan; Anak bersikap sopan di persidangan; dan Anak masih ingin
melanjukan sekolahnya lagi.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Phillipus M. Hadjon perlindungan
hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap
Hak Asasi Manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan umum
dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang dapat
melindungi suatu hal lain. (Juliana & Arifin, 2019) Maka dari itu dalam perkara
narkotika yang dilakukan oleh anak STP ini bahwa berdasarkan pasal 7 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
menyebutkan bahwa: “Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
47

perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Diversi sebagaimana


dimaksudkan pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan
pengulangan tindak pidana”. Maka berdasarkan penelitian yang penulis laksanakan
pada saat meneliti Berkas Acara Persidangan yang pada pokoknya fakta-fakta
dipersidangan menyatakan anak telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan
narkotika berdasarkan pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika bahwa “setiap penyalahguna narkotika golongan I bagi diri
sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 Tahun dan pasal 127 ayat (3)
menyatakan dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalahguna
tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Sehingga dalam
perkara ini anak berhak mendapatkan proses penyelesaian perkara melalui diversi
mengingat pasal yang didakwakan diancam pidana paling lama 4 tahun dan anak
sebelumnya tidak pernah dipidana.
Tugas utama pengadilan adalah menerima, memeriksa dan mengadili
setiap perkara yang dilimpahkan kepada pengadilan, jadi hakim tidak boleh
menolak perkara, perkara apapun yang sudah dilimpahkan dan sudah ditunjuk
hakimnya oleh ketua pengadilan, maka hakim harus tetap memeriksa dan
disidangkan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh melalui proses
wawancara dengan Bapak hakim Hari Supriyanto, selaku hakim yang menangani
kasus perkara anak dalam putusan nomor 11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Adapun dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap anak
yang terlibat penyalahgunaan narkotika yaitu bertitik tolak didasari oleh hasil dari
penelitian kemasyarakatan (LITMAS) dalam perkara ini, dan dengan
memperhatikan kategori tindak pidana yang dilakukan oleh Anak, usia anak, dan
keadaan pada saat anak melakukan perbuatannya dan fakta di dalam persidangan
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut hakim akan menjatuhkan pidana penjara
terhadap diri anak dengan menjatuhkan hukuman pidana selama 7 (tujuh) bulan
penjara.
48

Bahwa berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan maka dalam


perkara anak penyalahguna narkotika berdasarkan putusan nomor 11/Pid.Sus-
Anak/2022/PN Dps tidak dilaksanakan upaya rehabilitasi sesuai dengan Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Penempatan
Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam
Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dan sesuai pasal 127 ayat 3
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan diversi sesuai pasal
7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dikarenakan hakim berpatokan berdasarkan dari hasil penelitian masyarakat yaitu
sebagai berikut berdasarkan hasil penelitian masyarakat ditinjau dari segi Yuridis
dan Sosiologisnya bahwa anak diduga telah melakukan tindak pidana Narkolika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 ( Dua belas) tahun penjara sehingga tidak dapat di upayakan untuk
diversi sesuai dengan pasal 7 ayat (2) U Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak. Memperhatikan latar belakang kehidupan anak yang pada
saat ini sudah tidak tinggal dengan orangtua dan keluarganya sehingga kurang
mendapat kasih sayang dan pengawasan yang mengakibatkan terjadinya tindak
pidana tersebut. Maka anak berhak memperoleh pembinaan, pembimbingan,
pengawasan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan merujuk pasal 85 ayat (1) dan (2)
Undang-undang Sistem Peradilan pidana anak No. 11 Tahun 2012 yang pada
intinya didalam hasil penelitian masyarakat tersebut merekomendasikan
berdasarkan data dan analisis hail penelitian kemasyarakatan seta Sidang Tim
Pengamat Pemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Kelas I Denpasar pada Hari
Kamis, tanggal 25 Agustus 2022, dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik
untuk anak dan memperhatikan Pasal 71 ayat (1) huruf e Undang-undang No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Maka dengan in Pembimbing
Kemasyarakatan merekomendasikan kepada Hakim yang menyidangkan perkara in
dapat menjatunkan Pidana Penjara dengan menempatkan di LPKA
49

Karangasem agar klien mendapatkan pembinaan sesuai Pasal 85 ayat (1), (2),
dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Melalui putusan tersebut maka Klien akan mendapatkan pembinaan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak sebagaimana diatur dalam Pasal 85 UURI
No. 11 tahun 2012 tentan sistem Peradilan Pidana Anak. Hal ini sebagai bentuk
pertanggung jawaban atas perbuatannya.
b. Pembinaan di Lembaga Khusus Anak merupakan upaya untuk menyadarkan
klien agar insyaf menyadari kesalahannya dan dapat merubah sikap serta
mentalnya supaya tidak mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum.
c. Didalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak maka Klien berhak untuk
pembimbingan, pengawasan, pendampingan, memperoleh pembinaan,
pendidikan dan pelatihan sera hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut bapak hakim Hari Supriyanto selaku majelis hakim yang
menangani perkara narkotika anak ini berpendapat bahwa pedoman penjatuhan
pidana yang tidak boleh dikesampingkan dalam hal perkara tindak pidana yang
dilakukan oleh anak dibawah umur adalah hasil dari penelitian masyarakat
(LITMAS) hakim menerangkana bahwa dalam hal ini LITMAS yang pertama kali
melaksanakan penelitian yaitu memeriksa kejiwaan anak, lingkungan anak, sosial,
Pendidikan dari penelitian inilah LITMAS memberikan rekomendasi bahwa anak
dinyatakan bersalah kiranya dapat di dijatuhi dengan pidana penjara dan apabila
LITMAS merekomendasikan terhadap anak ini masih bisa dibina dan di rehabilitasi
maka penyidik tidak boleh meneruskan perkara ini. Berdasarkan perkara
penyalahgunaan narkotika ini hakim mengatakan bahwa tidak semua perkara dapat
dilakukan diversi. Diversi diutamakan apabila suatu tindak pidana mengakibatkan
adanya korban, diversi merupakan pemulihan hak terhadap korban dan tersangka
sehingga dalam hal tersebut munculah diversi. Dalam perkara narkotika tidak ada
diversi, diversi muncul dari Mahkamah Agung. Tidak semua perkara dapat
dilakukan diversi dalam kasus ini sudah dilaksanakan upaya diversi dan langsung
dinyatakan gagal, diversi memiliki batas waktu sementara dalam perkara anak
memiliki batas waktu dengan penahanan. Sementara untuk perkara narkotika yang
50

berwenang untuk menyetujui diversi adalah penyidik dan kejaksaan karena


penyidik dan kejaksaan mewakili negara karna dalam hal perkara narkotika yang
dilakukan oleh anak ini tidak ada korban, dalam perkara narkotika ini penyidik dan
kejaksaan menganggap bahwa perkara narkotika terhadap anak ini tidak dapat
dilaksanakan diversi sehingga diversi pertama kali dinyatakan gagal dengan
dinyatakan gagalnya proses diversi ini maka proses dilanjutkan ke persidangan
karna diversi diutamakan untuk perkara yang mengakibatkan adanya korban.
Selain itu Bapak Hari Supriyanto juga mengatakan bahwa hakim tidak
mempunyai ranah untuk menentukan diversi, karna yang menentukan diversi itu
adalah para pihak, yang berperkara hakim didalam proses diversi hanya sebagai
mediator dan apabila diversi dinyatakan berhasil maka hakim akan mengeluarkan
penetapan untuk diajukan ke ketua pengadilan bahwa proses diversi dinyatakan
berhasil. Dalam perkara ini hakim tidak memandang dari usia anak tetapi hakim
memandang dari sosiologis anak yang dimana pola pikir anak melakukan tindak
pidana ini sudah seperti orang dewasa yang seharusnya tidak dilakukan oleh
seorang anak. Jadi jika perkara penyalahgunaan narkotika yang penulis teliti jika
dikaitkan dengan asas kepentingan terbaik bagi anak dimana dalam proses upaya
penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum, Asas kepentingan
terbaik bagi anak secara tegas menyatakan bahwa pidana merupakan jalan terakhir
(ultimum remidium) di dalam proses perkara anak yang berkonflik dengan hukum.
Sebelum masuk ke tahap pidana, penyelesaian perkara pidana anak harus
melaksanakan upaya diluar pengadilan terlebih dahulu melalui proses diversi, di
dalam UU ini mengharapkan pada penghindaran stigma buruk peradilan pidana
bagi anak yg berkonflik dengan hukum dengan berorientasi kepada pemulihan dan
bukan pembalasan.(Anwar & Wijaya, 2020, p. 268)
Asas kepentingan terbaik bagi anak ini memberikan batasan kebebasan
hakim dalam menjatuhkan putusan, sebab hakim dalam memeriksa perkara anak
tidak hanya melihat perbuatan yang dilakukan oleh anak tersebut dari aspek formil
saja, melainkan harus mempertimbangkan keadaan pribadi dari anak serta motif
anak melakukan tindak pidana sehingga putusan hakim diharapkan dapat
mengutamakan aspek kemanusiaan anak sehingga sesuai dengan asas kepentingan
51

terbaik bagi anak yang telah diatur didalam Pasal 71 UU SPPA (Anwar & Wijaya,
2020, p. 269). Jika asas kepentingan terbaik bagi anak dikaitkan dalam kasus
penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak yang berinisial STP ini dimana
hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 7 (Tujuh) bulan, dimana dalam
kasus ini anak bukan hanya sebagai pelaku tetapi anak juga merupakan korban
karena dengan mengonsumsi sabhu atau narkotika golongan I dapat merusak
Kesehatan dan masa depan sianak, selain dijatuhi hukuman pidana penjara dalam
kasus ini anak juga bisa mendapatkan upaya rehabilitasi agar anak mendapatkan
hak-haknya karena dalam hal penyalahgunaan narkotika pelaku tidak hanya
dihukum penjara untuk menghilangkan kecanduannya atas barang-barang terlarang
tetapi pelaku penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak juga mempunyai
hak-haknya untuk diupayakan rehabilitasi mengingat kepentingan terbaik bagi
masa depan si anak.
BAB VI
PENUTUP

6.1. KESIMPULAN

6.2. SARAN

52
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Ni Kadek Putri Sita Rahayu


2. Tempat/Tgl Lahir : Denpasar, 12 September 2000
3. Alamat : Jalan Angsoka, Umelemek. Klungkung
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Hindu
6. Golongan Darah :O
7. Pekerjaan : Pelajar
8. Kewarganegaraan : Indonesia
Data Orang Tua
Ayah : I Nyoman Sukarta
Ibu : Ni Wayan Sariani
Pekerjaan Ayah : Pegawai Bank
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
9. Riwayat Pendidikan:
2006-2007 : TK Saraswati
2007-2013 : SD Negeri 3 Semarapura Kelod
2013-2016 : SMP Negeri 1 Semarapura
2016-2019 : SMA Negeri 1 Semarapura
Sekarang : UniversitasPendidikanNasional(Undiknas) Denpasar
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Denpasar, …….2022

(Ni Kadek Putri Sita Rahayu)


SURAT REKOMENDASI PENELITIAN KAMPUS

1. Surat Penelitian Kepolisian Resor Kota Denpasar


2. Surat Penelitian Kejaksaan Negeri Denpasar
3. Surat Penelitian Pengadilan Negeri Denpasar

SURAT HASIL PENELITIAN

1. Kepolisian Resor Kota Denpasar


SURAT IZIN PENELITIAN INSTANSI

1. Surat Izin Penelitian Kepolisian Resor Kota Denpasar


2. Surat Izin Penelitian Kejaksaan Negeri Denpasar
3. Surat Izin Penelitian Pengadilan Negeri Denpasar
DAFTAR INFORMAN

1. Data Informan Kepolisian Resor Kota Denpasar


2. Data Informan Kejaksaan Negeri Denpasar
3. Data Informan Pengadilan Negeri Denpasar
DOKUMENTASI WAWANCARA

1. Kepolisian Resor Kota Denpasar

Wawancara Bersama Bapak IPDA I Gede Eka Parnama, S.Kom., S.H. selaku
Kaurbinopsnal Satresnarkoba Polresta Denpasar dan Bapak AIPTU I Wayan
Suarjaya, S.H selaku Penyidik Satresnarkoba Polresta Denpasar
2. Kejaksaan Negeri Denpasar

Penulis melaksanakan wawancara Bersama Ibu Ni Ketut Muliani, S.H., M.H selaku
jaksa penuntut umum yang menangani perkara anak dalam putusan nomor
11/Pid.Sus-Anak/2022/PN Dps yang memiliki jabatan jaksa fungsional kejaksaan
negeri Denpasar
3. Pengadilan Negeri Denpasar

Penulis melaksanakan wawancara Bersama Bapak Hari Supriyanto, S.H., M.H


selaku Hakim yang menangani perkara anak dalam putusan nomor 11/Pid.Sus-
Anak/2022/PN Dps yang memiliki jabatan sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri
Denpasar
FORM WAWANCARA

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap
Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika?

B. Pertanyaan Untuk Narasumber


Kepolisian Resor Kota Denpasar
a) Apa tindakan awal yang dilakukan kepolisian pada saat terjadinya tindak
pidana narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur?
b) Bagaimana cara polisi menemukan delik pidana yang dilakukan oleh anak di
bawah umur yang terlibat pengedaran narkotika?
c) Bagaimana cara penanganan yang dilakukan oleh polisi terhadap anak yang
terlibat penyalahgunaan narkotika?
d) Kenapa dalam kasus penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak
dibawah umur, polisi tidak melaksakan diversi atau restorative justice terlebih
dahulu?
Kejaksaan Negeri Denpasar
a) Apa tindakan awal yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum pada saat diberikan
Surat Pemberitahuan Dimulainya penyidikan oleh penyidik?
b) Bagaimana cara Jaksa Penuntut Umum meneliti berkas perkara yang diberikan
oleh penyidik?
c) Bagaimana cara Jaksa penuntut umum dalam menangani anak terkait dengan
pemeriksaan Pra Penuntutan?
d) Mengapa dalam putusan No 11/Pid.sus-Anak/2022/PN Dps Jaksa Penuntut
Umum tidak mengupayakan penyelesaian perkara melalui proses diversi pada
anak?
e) Bagaimana pertimbangan jaksa penuntut umum dalam menuntut perkara
narkotika yang pelakunya anak dibawah umur?
f) Bagaimana perlakuan Jaksa Penuntut Umum terhadap anak yang terlibat
penyalahgunaan narkotika di persidangan?
Pengadilan Negeri Denpasar
a) Apa tindakan awal yang dilakukan Hakim setelah menerima pelimpahan
berkas perkara dan surat dakwaan terhadap penyelesaian perkara anak?
b) Bagaimana cara Hakim meneliti berkas perkara anak?
c) Faktor apa yang Hakim lihat sehingga tetap melanjutkan ke tahap persidangan?
d) Bagaimana cara Hakim memperlakukan anak selama persidangan?
e) Mengapa dalam kasus perkara anak penyalahguna narkotika ini hakim tidak
mengajukan upaya diversi?
f) Apasajakah yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatukan
putusan pidana penjara terhadap anak yang terlibat penyalahgunaan narkotika?
g) Bagaimana pemidanaan terhadap anak yang terlibat dalam penyalahgunaan
narkotika?

Anda mungkin juga menyukai