SKRIPSI
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Komang Adi Sastra Wijaya, SS., Putu Eka Purnamaningsih, SH., Putu Nomy Yasintha, S.Sos.,
M.AP. M.AP M.PA
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Collaborative Governance dalam
Penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar” dapat diselesaikan dengan
baik. Dalam proses penyelesaian skripsi, penulis memperoleh bantuan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng,
IPU.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Dr. Drs.
I Nengah Punia, M.Si.
3. Koordinator Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Udayana I Putu Dharmanu Yudartha, S.Sos.,
M.PA
4. Dosen Pembimbing I yakni Ni Putu Anik Prabawati, S.IP., M.AP dan
Dosen Pembimbing II yakni I Ketut Winaya, S.Sos., M.AP yang sudah
meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan dorongan dan
masukan, serta solusi dalam proses pembuatan skripsi ini.
5. Dosen Penguji yakni Komang Adi Sastra Wijaya, SS., M.AP., Putu Eka
Purnamaningsih, SH., M.AP., dan Putu Nomy Yasintha, S.Sos., M.PA
yang memberikan evaluasi dan masukan kepada penulis dalam skripsi
ini.
6. Seluruh Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu
kepada penulis selama menempuh perkuliahan.
7. Seluruh pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam urusan
administrasi selama penulisan menempuh pendidikan di Program Studi
Administrasi Publik dan dalam proses penyusunan skripsi ini.
8. Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari, S.Tr. Kes selaku Plt. Sub Koordinator
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular P2PM - Dinas
Kesehatan Kota Denpasar, Ibu Ni Wayan Sriwiyanti selaku Asisten
Koordinator Komisi Penanggulangan AIDS Kota Denpasar, Ibu Putu
v
Utami Dewi selaku Ketua Yayasan Spirit Paramacitta, kak Kimora, kak
dan kak yudi selaku staff monev data entry Yayasan Gaya Dewata, ibu
Niken, kak Ika, kak Nyongki, kak Utari sebagai Masyarakat kota
Denpasar yang telah membantu penulis dan memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam penyusunan skripsi.
9. Kedua orang tua penulis, Bapak I Wayan Suwirya dan Ibu Ni Wayan
Sukerni, Kakak penulis, I Gede Arya Kalpa Wiguna, serta seluruh
keluarga besar yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan
dalam proses penyusunan skripsi.
10. Sahabat-sahabat penulis yang senantiasa memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
11. Seluruh mahasiswa Administrasi Publik 2018 dan kawan-kawan baik
kakak tingkat dan adik-adik yang telah memberikan dukungan dan
motivasi untuk penulis.
12. Teman-teman Alumni KSPAN SUKSMA, kak aryo, kak tia, kak dea dan
kak adi yang selalu memberikan saran dan dukungan.
13. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang
telah banyak memberikan doa, saran, dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Atas segala bantuan serta bimbingan tersebut, penulis hanya bisa
mengucapkan syukur dan terima kasih semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat
membalas budi baik Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian. Sebagai akhir kata dengan
penuh kerendahan hati diharapkan bimbingan dan saran yang sifatnya
membangun demi penyempurnaan materi skripsi ini, dan akhirnya skripsi ini
dipersembahkan kepada almamater tercinta, semoga bermanfaat bagi semua
pihak.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................xi
DAFTAR TABEL.........................................................................................xii
DAFTAR SINGKATAN...............................................................................xiii
ABSTRACT ............................................................................................... xv
vii
2.2.5 Ukuran Keberhasilan Collaborative Governance.......................24
viii
4.3.1 Networked Structure (Struktur Jaringan)...................................61
5.1 Kesimpulan.....................................................................................107
ix
5.2 Saran..............................................................................................109
LAMPIRAN ...............................................................................................114
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model Collaborative Governance ..............................................20
Gambar 4.10 Postingan KPA Kota terkait peringatan Hari AIDS Sedunia......73
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Situasi Kasus HIV-AIDS di Kota Denpasar dari Tahun 2011 s/d
Desember 2021 .............................................................................3
xii
DAFTAR SINGKATAN
GF : Global Fund
xiii
ABSTRAK
Kota Denpasar merupakan kota yang memiliki kasus HIV dan AIDS
tertinggi di Provinsi Bali. Guna mengatasi persoalan ini, pemerintah daerah kota
Denpasar melaksanakan sebuah kemitraan kolaboratif lintas sektoral antara
Pemerintah, LSM dan masyarakat agar kebijakan penanggulangan berjalan
lebih efektif. Namun, kolaborasi yang terjalin selama ini masih mengalami
beberapa kendala seperti kurangnya sarana utama pencegahan HIV,
terbatasnya kualitas dukungan LSM, dan masih adanya mispersepsi
dimasyarakat bahwa HIV-AIDS merupakan penyakit yang sangat
membahayakan dan mudah menular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penerapan Collaborative Governance dalam penanggulangan HIV dan AIDS di
Kota Denpasar. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara
dan dokumentasi. Analisis menggunakan teori ukuran keberhasilan menurut
DeSeve (2007). Hasil temuan menunjukkan bahwa indikator struktur jaringan,
komitmen terhadap tujuan, kepercayaan antar aktor, governance, akses
terhadap otoritas, pembagian akuntabilitas/tanggung jawab sudah berjalan
baik, namun pada indikator berbagi informasi dan akses terhadap sumberdaya
masih belum optimal.
xiv
ABSTRACT
Denpasar is a city that has the highest HIV and AIDS cases in Bali
Province. To overcome this problem, the local government of Denpasar has
implemented a collaborative cross-sectoral partnership between the Government,
NGOs, and the community so that the response policy is more effective. However,
the collaboration that has been established so far is still experiencing several
obstacles, such as the lack of main HIV prevention facilities, the limited quality of
NGO support, and the existence of misperceptions in the community that HIV-AIDS
is a very dangerous and easily contagious disease. This study aims to determine
the application of Collaborative Governance in HIV and AIDS Prevention in
Denpasar City. The research method used in this research is descriptive
qualitative. Data were collected by observation, interview and documentation
methods. The analysis uses the theory of success measures according to DeSeve
(2007). The findings show that the indicators of network ed structure, commitment
to a common purpose, trust among the participant, governance, access to
authority, distributive accountability/ responsibility have worked well, but indicators
information sharing and access to resources is still not optimal.
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Sangkala (2012: 196) salah satu peran pemerintah yakni sebagai
paradigma administrasi publik. Paradigma the New Public Service (NPS) hadir
administrasi publik ini, pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam
Salah satu persoalan publik yang cukup kompleks dan masih menjadi
berlangsungnya epidemi HIV & AIDS hingga saat ini. Persoalan HIV & AIDS
maksimal. Bukan hanya melalui sisi kesehatan saja, namun juga diperlukan
manajemen program atau aset publik (Ansell & Gash, 2007:544). Menurut Sink
secara bersama dalam rangka mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai
secara sendiri.
(enam) dengan kasus HIV terbanyak di Indonesia, yakni per 2020 jumlah
kumulatif kasus HIV di Provinsi Bali secara keseluruhan sebesar 22.427 kasus.
(Ditjen P2P Kemenkes RI, 2020). Kota Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali
merupakan kabupaten/kota dengan kasus HIV dan AIDS tertinggi di Provinsi Bali,
adapun tingginya kasus HIV & AIDS yang ada di Kota Denpasar dapat dilihat
Tabel 1.1 Situasi Kasus HIV-AIDS Kota Denpasar dari Tahun 2011 s/d
Desember 2021
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa selama 10 tahun terakhir angka
kasus HIV dan AIDS di Kota Denpasar memiliki angka kumulatif yang cukup
tinggi yakni sebesar 11.083 kasus, lebih jauh angka-angka yang tertera di tabel
keseluruhan. Hal ini dikarenakan permasalahan HIV & AIDS diibaratkan sebagai
fenomena gunung es. Jumlah data yang dilaporkan hanya sebagian saja dari
kasus yang sebenarnya terjadi (Sanusi, 2014; Hugo, 2011). Tingginya mobilitas
HIV. Bahkan Skeldon (dalam Raharja & Akhmad, 2019) menyatakan dengan
tegas bahwa terdapat hubungan yang nyata dan kompleks antara mobilitas
Kota Denpasar No. 1 Tahun 2013, yang telah disahkan sejak April 2013. Dalam
4
Perda tersebut dijelaskan bahwa salah satu strategi yang ditempuh adalah
Collaborative Governance.
HIV dan AIDS di Kota Denpasar. Mengingat, persoalan HIV & AIDS merupakan
5
tetapi juga ranah sosial. Adapun permasalahan yang terdapat dalam proses
penanggulangan HIV & AIDS yakni; Pertama, tingginya stigma dan diskriminasi
yang ada sampai saat ini. Dari ranah sosial ODHA sangat rentan mengalami
menyimpang dan tidak dapat diterima masyarakat. Stigma dan diskriminasi yang
diberikan dapat berupa sikap sinis ataupun ketakutan yang berlebih ketika
mengenai jalan penularan HIV. Masih saja ada masyarakat yang percaya bahwa
pencegahan dan penularan HIV & AIDS. Padahal hal ini tentunya semakin
memperlambat jalan penanggulangan virus ini. Terlebih lagi banyak orang yang
enggan atau takut untuk di tes VCT (Voluntary Counseling and Testing) karena
Sampai saat ini penanggulangan HIV & AIDS di Kota Denpasar belum bisa
dikatakan sepenuhnya berhasil. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya angka
kasus HIV & AIDS yang ditemukan di kota Denpasar. Apalagi dampak dari
pendemi COVID-19 yang terjadi, kolaborasi yang telah berlangsung cukup lama,
KPA dan LSM sangat dibutuhkan sebagai penggerak masyarakat, agar dapat
lingkungan masyarakat.
kemunduran, hal ini bisa terjadi karena peran masing-masing aktor yang kurang
maksimal atau juga bisa terjadi karena terlalu didominasi oleh satu aktor, aturan
atau regulasi yang belum jelas antar aktornya, serta anggaran yang terbatas .
Sementara proses kolaborasi bisa mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik,
apabila antusias dan peran serta dari masing-masing aktor terjalin dengan baik,
terhadap tanggung jawab dan data yang dilaporkan suatu akto r, fasilitas layanan
pelaksanaanya.
KPA dan LSM. Kedua, masih terbatasnya kualitas dukungan yang dimiliki LSM.
anggapan bahwa HIV & AIDS merupakan penyakit yang sangat membahayakan
7
dan identik dengan perilaku seksual yang menyimpang, sehingga ODHA masih
penanggulangan HIV & AIDS di Kota Denpasar. Konsep ini melihat dan
keberhasilan penanggulangan HIV & AIDS di Kota Denpasar menuju Tree Zero
HIV pada 2030 yang terdiri dari tidak ada infeksi HIV baru, tidak ada kematian
akibat AIDS dan tidak adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA pada
Kota Denpasar.
yang akan dibahas, sehingga dapat meneliti aspek tertentu secara mendalam
Denpasar.
BAB I : PENDAHULUAN
karya ilmiah yang terkait dengan tema yang diteliti berikut dengan
penelitian.
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi uraian tentang pokok kesimpulan dan saran yang
perlu disampaikan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
& AIDS di Kota Denpasar belum pernah dikaji. Kendati demikian, guna menambah
dan membedakan suatu kajian mengenai penulisan pada penelitian ini, penulis
penelitian ini, penulis menggunakan rujukan penelitian dari Farras Alya Riefkah
(2020), Laila Rahmawati dan Utami Dewi (2018), Dio Wicaksono Putranto (2018),
Yunita Elianda dan Dian Eka Rahmawati (2020), Sam”un Jaja Raharja dan Dede
Akhmad (2020).
Pertama, mengacu pada penelitian oleh Farras Alya Riefkah (2020) dalam
Penanggulangan HIV & AIDS di Kota Banda Aceh”. Penelitian ini menggunakan
penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Banda Aceh belum berjalan optimal dan
Banda Aceh yang telah mengakhiri masa tugas dan menutup kantornya. Selain itu
Kemudian juga ada oknum dalam sebuah instansi yang memiliki kepedulian hanya
didasarkan kepada dana yang diberikan, tetapi tidak benar-benar tulus dalam
11
yang terjadi.
Kedua, mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Laila Rahmawati dan
Penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Yogyakarta” Penelitian ini bertujuan untuk
dilakukan oleh KPA, OPD, LSM, WPA cenderung mengalami peningkatan kualitas
dan perkembangan berjalan ke arah yang lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan
peran dari masing-masing instansi yang terlibat semakin aktif, diukur dengan
peran (2) para aktor memiliki komitmen mencapai tujuan yang sama (3)
membangun kepercayaan (4) terdapat batas aturan yang jelas (5) otoritas,
(6) penyampaian informasi melalui sosialisasi langsung dan media massa. Adapun
yang sedang dikaji. Teori yang digunakan untuk membedah penelitian ini adalah
teori Collaborative Governance yang berfokus pada proses kolaborasi. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa hasil positif yang ditemukan lebih banyak
daripada hasil negatif sehingga menurut ansell, hal tersebut telah sesuai dengan
kajian dan menunjukkan kolaborasi memiliki hasil yang baik. Namun, dalam
baik. Dijelaskan juga dalam hasil interpretasi teoritik (dari indikator dialog
antara pemerintah daerah dengan LSM dalam upaya pencegahan penyakit HIV-
Keempat, mengacu pada jurnal internasional oleh Yunita Elianda dan Dian
Eka Rahmawati (2020) yang berjudul “Collaborative Governance in HIV and AIDS
diadakannya penelitian ini untuk mengkaji lebih dalam tata kelola kolaboratif
AIDS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi lintas sektoral yang
pedoman dalam melakukan kolaborasi tersebut sehingga kerja sama hanya pada
tahap keterlibatan timbal balik dalam penanggulangan HIV dan AIDS, bukan pada
tahap kerja sama resmi yang memiliki legalitas. Bagaimanapun juga, keberadaan
13
aturan dasar menjadi penting dalam tata kelola kolaboratif sebagai landasan awal
Kelima, mengacu pada jurnal internasional oleh Sam”un Jaja Raharja dan
kolaborasi yang dicerminkan oleh lima dimensi : tata kelola, administrasi, otoritas
organisasi, mutualitas, dan norma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua
kelola adalah faktor yang paling bernilai yang mempengaruhi konstruk kolaborasi.
perbedaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan penulis teliti
terdapat pada lokasi penelitian yang berbeda sehingga membedakan hasil dari
penelitian yang akan penulis teliti terletak pada fokus dari penelitian yang
dipaparkan terlebih dahulu mengenai teori governance. Penjabaran teori ini dirasa
Governance. Kata governance saat ini menjadi suatu idiom yang praktiknya kerap
dipakai secara luas. Sehingga bisa dikatakan governance ini menjadi payung dari
atau institusi baik itu dari pemerintah atau swasta yang dipertautkan (linked
tujuan secara kolektif atau bersama-sama. Kata kunci dari terminologi pertama ini
atau tidak (stakeholders) dapat berupa : partai politik, badan-badan legislatif dan
(2000), governance dalam konteks kebijakan ialah “....kebijakan publik tidak harus
15
kebijakan tersebut harus diletakkan sebagai bagian dari Network kebijakan yang
dalam terminologi kedua ini adalah pluralitas aktor, kekuasaan yang makin
kebijakan publik, yang mana relasi multi organisasional antar aktor-aktor kunci
yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Kerjasama para aktor yang lebih
organisasi, hirarki, tata aturan. Dalam konteks yang lebih luas governance
dan horizontal guna mencapai tujuan-tujuan publik. Kata kuncinya ialah jaringan
absah, lebih kreatif, lebih responsif dan bahkan lebih baik dalam berbagai aspek.
16
aktor : plularitas organisasi, dengan sifat hubungan yang lebih luwes dalamtataran
kesetaraan dan Networking yang kuat untuk mencapai tujuan publik yang
akuntabel. Hal ini juga dimuat dalam United Nation of Developing Program dimana
governance yang baik memiliki keterkaitan yang konstruktif dan sinergitas antara
masyarakat, sektor swasta dan negara (Rosidi dan Fajriani, 2013:3). Sehingga
mengatur satu maupun lebih lembaga publik yang secara langsung melibatkan
kebijakan publik atau aset publik atau manajemen program (Ansell and Gash,
2007: 2).
is thefore a type of governance in which public and private actor work collectively
in distinctive way, using particular processes, to establish laws and rules for the
dimana aktor publik dan aktor private (bisnis) bekerja sama dengan cara dan
proses tertentu yang nantinya akan menghasilkan suatu produk hukum, aturan dan
kebijakan yang tepat untuk publik atau masyarakat. Konsep ini menunjukkan
bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan, aktor publik yaitu pemerin tah dan
aktor privat yaitu organisasi bisnis atau perusahaan bukanlah suatu yang terpisah
masyarakat.
makna yang ide utamanya sama, yakni adanya kolaborasi antara sektor publik dan
juga sektor non publik atau privat dalam penyelenggaraan pemerintah atau
berikut :
juga dikemukakan oleh Agranoff dan McGuire dalam Chang Hyun Joo (2009 :76-
publik atau program dari lembaga publik, dalam hal ini yakni pemerintah. Selain
haruslah menjunjung tinggi nilai deliberatif atau musyawarah dan konsensus antar
lebih umum atau secara keseluruhan. Collaborative governance dalam hal ini lebih
program atau kebijakan yang dilaksanakan akan terlaksana lebih efektif karena
tidak muncul secara tiba-tiba karena hal tersebut ada disebabkan oleh inisiatif dari
dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh publik. Menurut Ansell
biaya dan adanya politisasi terhadap regulasi. Melalui pendapat ini dapat diketahui
berbagai aspek.
hanya akan berasal dari satu lembaga saja, tetapi juga lembaga lain dalam
dianggap mampu menjadi solusi atas buruknya suatu impementasi program atau
kegiatan yang dilakukan oleh satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga
tersebut. Lebih jauh, kolaborasi juga dianggap sebagai solusi guna mengatasi
berikut :
Pada tahap kondisi awal dalam relasi antar stakeholder, setiap aktor
ini antara lain muncul dari sikap tidak adanya kepercayaan antar aktor,
yang efektif, yaitu; (1) Manajemen yang cukup terhadap proses kolaborasi, (2)
Dalam proses kolaborasi yang harus ditekankan adalah pemerintah dituntut untuk
perkembangan tahapan. Gray dalam Ansell dan Gash (2007: 15) menerangkan
tiga tahapan proses yag terdiri dari; problem setting (penentuan permasalahan),
tujuan yang ideal seperti hasil, saling memahami, komitmen, kepercayaan dan
langsung antar aktor. Dialog tatap muka diperuntukkan sebagai suatu proses
antar aktor yang terlibat. Sehingga para aktor dapat bekerjasama sesuai
kajian literasinya yang cukup luas, akan tetapi banyak contoh kasus yang
Komitmen mempunyai kaitan yang erat terhadap motivasi yang kuat dalam
prosedur.
jelas dan strategis, tujuan yang jelas, ideologi bersama, visi bersama,
permasalahan.
yang bisa membawa pada arah kolaborasi yang berhasil. Terkait proses
Sudarmo (2011: 110-116) beberapa item penting yang bisa digunakan untuk
meliputi :
keterkaitan antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dan
bersama.
pada misi umum suatu organisasi pemerintah. Selain itu, komitmen yang
bersama.
bersama. Maka dari itu dalam hal ini, setiap stakeholders harus saling
4) Governance
ada kejelasan siapa yang menjadi anggota dan siapa yang bukan
termasuk anggota.
sudah ada aturan kewenangan yang jelas dan diterima oleh masing -
kebijakan.
27
terlibat.
Governance milik DeSeve (2007) dalam Sudarmo (2011: 110-116) yang terdiri dari
Resources. Teori ini dipilih karena dirasa mampu memudahkan penulis dalam
ini akan menghancurkan ataupun mengganggu fungsi sel kekebalan tubuh. (KPA
Kota Denpasar, 2021). Dampak dari infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya
ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi
2021).
manusia. AIDS adalah tahap akhir dari infeksi virus HIV ketika sistem kekebalan
tubuh telah benar-benar rusak, sehingga tidak dapat melawan infeksi ringan
terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan akan menunjukkan tanda -tanda
AIDS dalam waktu 8-10 tahun. Belum ada obat yang dapat sepenuhnya
29
kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS (KPA Kota Denpasar, 2021).
binatang atau gigitan serangga. Virus masuk dan bertahan didalamtubuh manusia
melalui cairan darah, cairan kelamin (cairan sperma dan vagina) serta air susu ibu.
HIV tidak dapat menular melalui kontak fisik seperti ciuman, pelukan, berjabat
tangan, berbagi pemakaian barang bersama, dan makanan atau minuman (WHO,
2015). Saat HIV masuk kedalam tubuh manusia memerlukan waktu yang cukup
panjang untuk menimbulkan gejala - gejala sakit atau disebut masa inkubasi yaitu
8 - 10 tahun. Seorang terinfeksi HIV yang masih terlihat sehat, sudah mampu
Menurut Zein (2017) secara jelas penularan HIV, dapat melalui berbagai
dapat terjadi selama ada kontak langsung antara dua individu, laki-laki
b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar virus HIV.
c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk
ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato
f. Penularan dari Ibu ke Anak, kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari
Penularan ini dimungkinkan dari seorang Ibu hamil yang HIV positif, yang
kehamilan Ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV
positif.
penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait dengan penyakit HIV & AIDS,
sehingga pengetahuan masyarakat terkait HIV & AIDS dapat meningkat dan
berperilaku yang dapat mencegah penularan HIV & AIDS. Adapun strategi yang
tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak yaitu:
2. B (Be faithful), artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks
Upaya penanggulangan HIV & AIDS selama ini sudah banyak dilakukan oleh
pamflet atau stiker tentang bahaya HIV & AIDS dan cara-cara pencegahannya.
ekonomi dari penyakit HIV & AIDS pada individu, keluarga, dan masyarakat.
konstruktif.
32
yang ditimbulkannya.
2.3.2 Stakeholders
yang diambil. Pemahaman serupa juga diungkapkan Salam dan Noguchi (2006),
kelompok sasaran.
kontribusi agar suatu program dapat berjalan sesuai dengan sasaran atau
Teori Governance
Daerah Kota Denpasar No. 1 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV & AIDS
& AIDS di Kota Denpasar. Seiring dengan meningkatnya jumlah kasus HIV & AIDS
di Kota Denpasar dan masih banyaknya ODHA yang tidak terbuka dengan
memberhentikan laju penularan virus ini. Penanggulanan HIV dan AIDS di Kota
ketersediaan kondom pada KPA dan LSM, masih terbatasnya kualitas dukungan
masyarakat bahwa HIV & AIDS merupakan penyakit yang sangat membahayakan
Governance dari DeSeve (2007) dalam Sudarmo (2011: 110-116), yang terdiri dari
dapat dilihat melalui adanya suatu tujuan bersama seperti visi, misi dan
menitikberatkan kepada akses data yang mudah bagi LSM dan KPA
dalam penanggulangannya.
manajemen informasi.
jaringan kolaborasi.
Dinas Kesehatan Kota Denpasar, KPA Kota Denpasar, LSM (Yayasan Spir it
berisiko tertular HIV) sudah berjalan sejauh mana. Adapun hasil akhir dari
menuju Three Zero HIV-AIDS pada Tahun 2030, yang terdiri dari tidak ada infeksi
HIV baru, tidak ada kematian akibat AIDS dan tidak adanya stigma dan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
deskriptif. Menurut Sugiyono (2015: 15) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
menggambarkan atau melukiskan apa yang sedang diteliti dan berusaha unt uk
memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang apa yang diteliti dan
yang dimaksudkan guna memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
sebagainya secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata -kata secara
deskriptif kualitatif yaitu jenis penelitian yang berusaha melukiskan keadaan objek,
praktik kolaborasi antara stakeholders dalam penanggulangan HIV & AIDS di Kota
Denpasar.
40
Data primer merupakan data utama yang diperoleh secara langsung dari
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari pihak lain dan data
akan diteliti, unit analisis dapat berupa orang, benda, tempat dan lain sebagainya
yang menjadi fokus penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi
informasi terkait obyek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2015: 215), tujuan
Proposive Sampling, yang berarti memilih informan sesuai tujuan penelitian yang
informasi mengenai
penjangkauan populasi kunci
5 Masyarakat kota Dipilih sebagai informan karena
Denpasar yang dianggap mampu memberikan
Society berisiko terhadap informasi mengenai upaya yang
penularan HIV dilakukan pemerintah
(Populasi Kunci) khususnya KPA, LSM dan
situasi di lapangan
6 Orang dengan Dipilih sebagai informan karena
HIV dan AIDS dianggap mampu memberikan
(ODHA) di Kota informasi mengenai pelayanan
Denpasar kesehatan dan fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah
setempat dan LSM
teknik Snowball Sampling, yakni cara pengambilan informan secara berantai yang
pada mulanya memilih satu atau dua informan, namun kemudian mencari informan
lainnya yang dapat melengkapi data yang diberikan oleh informan sebelumnya
yang tentunya relevan dengan masalah penelitian (Satori & Komariah; 2014: 48).
Hal ini digunakan agar informasi dan data yang didapat tepat dan juga akurat.
argumentasi logis menjadi sebuah fakta. Fakta merupakan suatu kenyataan yang
telah diuji secara empiris. Oleh karenanya penulis mengumpulkan data dengan
3.5.1 Observasi
adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan yang dapat memberikan fakta
lapangan yang mungkin tidak sesuai dengan standar yang ada atau hasil
3.5.2 Wawancara
mendapatkan data terkait variabel yang diteliti. Wawancara juga bertujuan untuk
Struktur (Semi Structured Interview, yakni jenis wawancara yang mana penulis
sudah mengetahui apa yang ingin digali dan membuat garis besar pokok
bebas dan tergantung pada situasinya (Satori & Komariah, 2014 : 135). Teknik
digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip,
44
dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang
dan melalui dokumen-dokumen baik dalam bentuk tertulis ataupun tidak tertulis,
seperti gambar, video, audio dan lain sebagainya yang tentunya relevan dengan
data terbagi menjadi reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi
pada penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
beragam, maka tahap yang peneliti lakukan pertama dalam menganalisis data
adalah proses reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
dipahami (Sugiyono, 2013: 249). Tahapan ini dibutuhkan oleh peneliti guna
lapangan. Dalam proses penyajian data ini, penelti menyajikannya dalam bentuk
teks yang bersifat naratif. Menurut Miles dan Huberman (1992), yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang
bersifat naratif serta dengan penyajian data ini akan memudahkan peneliti untuk
memahami apa yang terjadi. Penyajian data juga biasanya berbentuk tabel, grafik,
dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten, sehingga kesimpulan yang disajikan
menyajikan data sesuai dengan data yang telah diperoleh dari hasil analisis data
simbol matematis.
BAB IV
PEMBAHASAN
Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali yang memiliki luas wilayah
127,78 km2 atau sebesar 2,18% dari luas wilayah Provinsi Bali. Kota denpasar
terletak pada posisi 08 035’31” sampai 08 044’49” Lintang Selatan dan 115 000’23”
sampai 115016’27” Bujur Timur dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut.
Batas wilayah Kota Denpasar di bagian Utara, Selatan dan Barat adalah
Gianyar.
47
Kecamatan Denpasar Utara dengan luas wilayah sebesar 31,12 km2 (24,35%),
Kecamatan Denpasar Barat dengan luas wilayah sebesar 24,13 km2(18,88%), dan
Kecamatan Denpasar Timur dengan luas wilayah 22,54 km2 (17,64%). Sementara
Timur terdiri dari 4 Kelurahan dan 7 Desa, Denpasar Barat terdiri dari 3 Kelurahan
dan 8 Desa dan Kecamatan Depasar Utara terdiri dari 3 Kelurahan dan 8 Desa.
tahun 2010 yang dibantu oleh BPS Kota Denpasar, pencerminan penduduk Kota
Denpasar pada tahun 2020 berjumlah 962.900 jiwa yang terdiri dari penduduk lagi-
laki sebanyak 491.500 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 471.400 jiwa.
Sementara untuk kepadatan penduduk Kota Denpasar tahun 2020 adalah 7.535
Km2 meningkat bila dibandingkan tahun 2019 sebesar 7.412 per Km 2. Adapun visi
VISI :
Keharmonisan
MISI :
Bali.
inforcement).
dilaksanakan oleh kabupaten dan kota, struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota
dan kota. Berdasarkan Peraturan Daerah kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2008 dan
perubahannya Nomor 2 Tahun 2009 maka Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, dan
A. Kedudukan
Daerah.
49
B. Tugas Pokok
C. Fungsi
c. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas dan cabang dinas dalam
lingkup tugasnya.
D. Visi
E. Misi
Untuk mencapai visi di atas, adapun misi yang dimiliki Dinas Kesehatan Kota
baik.
sehat.
berskala nasional.
F. Struktur Organisasi
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat yang terdiri dari Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub.
3. Bidang Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari Seksi Alat Kesehatan
Kesehatan.
Tradisional.
Kelompok Sekretariat
Jabatan
Fungsional
Subbag Subbag Subbag
Umum & Keuangan Perencanaan
Kepegawai data &
an pelaporan
UPTD
Melati No 21 Dangin Puri Kangin Denpasar Utara. KPA Kota Denpasar untuk
Pada tahun 1999 sudah mulai ada kegiatan yang dilaksanakan yaitu berupa
Lokakarya HIV/AIDS dimana pesertanya dari Unsur yayasan peduli AIDS, Kasi-
Kasi dan Tim Penggerak PKK di Kecamatan se-Kota Denpasar serta pengurus
Kerja Penanggulangan AIDS Kota Denpasar tanggal 17 April 2000 yang terdiri dari
tiga bidang yaitu Bidang Komunikasi, Informasi dan Edukasi, Bidang Testing,
A. Visi
B. Misi
Untuk mencapai visi di atas, adapun misi yang dimiliki oleh KPA Kota
Denpasar yakni :
secara umum dan secara khusus (Klinik IMS, Klinik VCT dan CST)
C. Tujuan
Tujuan yang dimiliki KPA Kota Denpasar dibedakan menjadi dua, yakni tujuan
a. Tujuan Umum
ODHA dan mengurangi dampak sosial serta ekonomi akibat HIV & AIDS
b. Tujuan Khusus
pencegahan.
D. Sasaran
E. Strategi Kebijakan
Adapun strategi kebijakan yang dimiliki KPA Kota Denpasar terdiri dari :
selama ini lebih banyak dilaksanakan oleh LSM atau lembaga donor.
dan rujukan.
55
dan kelompok.
Januari tahun 2001. Berawal dari berkumpulnya 5 orang yang terinfeki HIV
(ODHIV). Pada saat itu 5 orang yang terinfeksi HIV tersebut saling berbagi
dengan HIV dan AIDS. Berkumpulnya 5 ODHA di Bali Usadha Meditasi kita
yang postif HIV dan berfikir dan berpandangan postif. Kemudian lahirlah gagasan
untuk mendirikan sebuah yayasan yang resmi untuk melindungi secara psikis
orang-orang yang terinfeksi HIV. Langkah awal dibentuklah tim pendiri yang terdiri
dari: Dra Ni Luh Made Suwari, Christian Supriyadinata, Putu Ayu Utami Dewi,
SE.,M.Kes dan Hatara Sugito. Setelah tim pendiri dibentuk mereka mulai bekerja
sehingga terbentuklah wadah organisasi sosial yang berna ma Yayasan Bali Plus,
Setelah mengajukan ke Departemen Hukum dan HAM maka dari instansi tersebut
56
Paramacitta.
A. Visi
Posisi ODHA dan OHIDA adalah sama dan sejajar sebagai individu dan
B. Misi
C. Tujuan :
hidupnya.
dan AIDS.
resiko penularan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV & AIDS untuk kelompok Gay,
58
Waria dan Lelaki yang Sex dengan Lelaki lainnya (GWL) dan juga pendampingan
untuk teman teman ODHA GWL di propinsi Bali. Gaya Dewata secara organisasi
didirikan pada tanggal 14 Februari 1992 oleh beberapa orang dari komunitas Gay
di Bali dan difasilitasi oleh Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI). Sejak Juli
1999 memisahkan diri dari YCUI dan berdiri sendiri menjadi Yayasan. YGD Bali
menerima dana dari Australia Aid (Ausaid) untuk program penanggulangan HIV
pada kelompok GWL sejak tahun 2000 hingga 2015. YGD Bali telah terdaftar di
akta notaries per tanggal 23 Juni 2009 dan di Departemen Hukum dan HAM RI
A. Visi
B. Misi
pendekatan multisektoral.
C. Tujuan
kesehatan seksual.
dengan multisektoral/multipihak.
D. Nilai
1. Kesetaraan gender
59
2. Demokrasi
3. Kebersamaan
4. Transparansi
kelompok, baik kelompok dampingan gay, waria dan LSL lainnya maupun
masyarakat umum.
entertainment.
4.2 Awal M ula Munculnya Kolaborasi dalam Penanggulangan HIV & AIDS di
Kota Denpasar
salah satu faktor utama dalam terjalinnya kolaborasi penanggulangan HIV dan
ranah kesehatan tetapi juga ranah sosial. Kerjasama dari berbagai lapisan
bisa diwujudkan.
Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 1 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV
& AIDS di kota Denpasar. Dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan terkait
siapa saja aktor yang bertanggungjawab dan berperan penting dalam upaya
penanggulangan HIV & AIDS di Kota Denpasar diantaranya Dinas Kesehatan dan
KPA Kota Denpasar. Selain itu, Peraturan Daerah tersebut juga menuntut
mengurangi dampak negatif dari penyebaran HIV dan AIDS seperti LSM, ODHA
penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar dapat dilihat melalui kolaborasi
antar aktor yang terlibat dan bentuk sinergitas yang dibangun antar stakeholders.
Kaitannya dalam hal ini, penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar tidak
dapat dilakukan oleh satu stakeholder saja, karena kompeksnya persoalan HIV
dan AIDS sehingga membutuhkan peran serta dari stakeholder lainnya seperti
dan AIDS di Kota Denpasar bersifat multi aktor yang terdiri dari Dinas Kesehatan
Kota Denpasar, KPA, LSM dan Masyarakat. Adapun jejaring kolaborasi yang
terbangun ini tidak memiliki hierarki atau tingkatan struktural siapa yang harus
patuh dan siapa yang harus memerintah, artinya semua aktor yang terlibat dalam
penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar ini berkedudukan setara dan
tidak ada dominasi peran dari salah satu aktor. Hal ini senada dengan apa yang
dikatakan oleh Asisten Koordinator KPA Kota Denpasar Ibu Ni Wayan Sriwiyanti
“.....tidak ada dominasi peran, selama yang saya lihat antara Komisi
Penanggulangan AIDS, Dinas Kesehatan, itu sudah mengambil peran
sesuai tupoksi ya. Kemudian LSM juga sudah mengambil perannya sesuai
tupoksi. Tidak ada hierarki dan dominasi. Memang KPA selaku koordinator
lapangan dalam upaya penanggulangan AIDS, tetapi tidak ada dominasi.
Semua berjalan sesuai dengan perannya masing-masing.” (Wawancara 28
Januari 2022)
Hal yang sama juga dipaparkan oleh Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari selaku
dominasi peran dari salah satu aktor. Semua aktor berkesempatan untuk
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pertemuan rutin antar masing-
terwujudnya keberhasilan kolaborasi ini. Hal ini dibenarkan oleh Utari selaku
“.....iya jadi dari KPA atau Dinkes terkadang ada undangan atau pertemuan
gitu, merasa cukup terbantu juga sih, jadi dalam pertemuan itu kita di
lapangan bisa tau perkembangan-perkembangan yang ada” (Wawancara 17
Januari 2022)
Hal serupa juga dipaparkan oleh Ibu Putu Utami Dewi selaku Ketua Yayasan
“.....iya sangat terbantu dengan adanya rapat dan pertemuan rutin, artinya
gini pertemuan koordinasi antar lintas sektor itu sangat mem-back up
khususnya untuk konselor-konselor VCT di layanan, karena kita sering
ketemu tuh setiap 3 atau 6 bulan sekali jadi interpersonalnya jadi lebih dekat”
(Wawancara 31 Januari 2022)
yang dibangun antar aktor berjalan sesuai tupoksinya masing-masing tidak adanya
dominasi peran dari salah satu aktor, kemudian penguatan kelembagaan juga
telah dilakukan dengan melalukan pertemuan dan rapat rutin untuk mendekatkan
hubungan interpersonal antar aktornya sehingga tidak ada rasa canggung dan
Komitmen terhadap tujuan adalah indikator yang menitik ber atkan kepada
alasan mengapa suatu jaringan kerjasama tersebut harus ada, yaitu perhatian
dan komitmen yang besar dalam mencapai tujuan. Dalam penanggulangan HIV
dan AIDS di Kota Denpasar ini, setiap aktor memiliki visi, misi dan tujuan yang
sama yakni terkendalinya kasus HIV dan AIDS yang ada di Kota Denpasar.
65
Dinas Kesehatan
KPA Tujuan :
Berhasilnya
Y. Spirit penanggulangan HIV
Collaborative & AIDS di Kota
Paramacitta Governance
Denpasar menuju
Three Zero HIV-
Y. Gaya Dewata AIDS pada Tahun
2030
Masyarakat
terlibat dalam kolaborasi ini mempunyai komitmen dan tujuan yang sama.
benar apa itu HIV dan AIDS, bagaimana cara pencegahannya dan
menstigma dan melakukan diskriminasi terhadap ODHIV ataupun ODHA. Hal ini
2030 yang terdiri dari : Zero New HIV Infection, Zero Stigma dan Discrimination
66
dan Zero AIDS Related Death. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ni Wayan
“.....pasti sama ya. Tujuan kita semua ya terkendalinya epidemi HIV dan
AIDS ini, artinya bisa menurunkan epidemi HIV dan AIDS, jadikan sesuai
dengan tujuan Nasional penanggulangan HIV yaitu getting Three Zero
2030 yang terdiri dari tidak ditemukannya kasus infeksi baru, tidak adanya
stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, dan tidak adanya kasus kematian
akibat AIDS itu harapannya.” (Wawancara 28 Januari 2022).
senada juga disampaikan Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari selaku Plt. Sub
“....iya dik, jadi untuk tujuan penanggulangan HIV dan AIDS baik KPA,
Dinas kesehatan dan stakeholders terkait lainnya sama yaitu
melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS demi
terkendalinya epidemi HIV AIDS.” (Wawancara 9 Februari 2022).
Pendapat ini juga diperkuat oleh Ibu Putu Utami Dewi selaku Ketua
“....iya, artinya gini dari dinas kesehatan dan stakeholders terkait, mereka
punya semacam goals. Artinya mereka berinisiatif melakukan training-
training konselor. Idealisme nya sih agar tidak lagi stigma dan diskrimin asi
terhadap ODHA sama kayak kita (LSM) tujuannya” (Wawancara 31 Januari
2022).
Pada tempat yang berbeda, Ibu Ika Rayni seorang ODHIV juga mengaku
bahwa memiliki komitmen yang kuat dalam penanggulangan epidemi HIV dan
“....tentu saja iya, jadi sejak lama saya memang sudah berkomitmen untuk
menjadi bagian dalam upaya penanggulangan ini demi tercapainya tujuan
bersama, itulah mengapa saya juga aktif sebagai kelompok dukungan
sebaya” (Wawancara 22 Januari 2022).
67
terjalin antar aktor dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar bersifat
sama dan sejalan yakni terkendalinya epidemi HIV dan AIDS di Kota Denpasar.
Jadi hal ini sesuai dengan tujuan Nasional penanggulangan HIV yaitu getting
Three Zero 2030 yang terdiri dari tidak ditemukannya kasus infeksi baru, tidak
adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA, dan tidak adanya kasus kematian
HIV & AIDS di Kota Denpasar harus dilandaskan atas dasar saling percaya akan
setiap aktor yang terlibat, baik KPA, Dinas Kesehatan, LSM dan masyarakat.
semua aspek utamanya kepercayaan akan kinerja dari masing-masing aktor yang
terlibat didalamnya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ibu Gusti Ayu Ketut
Sri Witari selaku Plt. Sub Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
“.......percaya ya, jika tidak saling percaya tidak mungkin lahir sebuah
kolaborasi. Jadi kami sangat percaya pula dengan kinerja dari masing -
masing stakeholders yang ikut terlibat dalam penanggulangan ini.”
(Wawancara 9 Februari 2022).
memiliki kepercayaan penuh terhadap kinerja seluruh aktor yang terlibat. Tidak
mungkin terbangunnya sebuah kolaborasi jika tidak didasarkan atas rasa percaya
antar satu aktor dengan aktor lainnya. Sejalan dengan pernyataan di atas, hal
serupa juga dipaparkan Ibu Ni Wayan Sriwiyanti selaku Asisten Koordinator KPA
stakeholders tumbuh karena adanya tugas, fungsi, dan peran yang dimiliki oleh
kepercayaan kepada aktor yang diajak berkolaborasi, baik itu Dinas Kesehatan
ataupun LSM itu sendiri. Selain rasa kepercayaan antar aktor yang tumbuh dalam
dan AIDS ini juga diwujudkan dengan suatu perjanjian kontrak kerjasama (MOU)
antar pemerintah. Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari
“.....ada MOU juga, salah satunya antara KPA dengan Rumah Sakit Umum
Daerah Wangaya tentang pemeriksaan on ART (Anti Retroviral Therapy)
bagi ODHA yang kurang mampu di Kota Denpasar, kemudian MOU antara
LSM Yayasan Spirit Paramacitta dengan Pemkot dan LSM dengan Dinkes
tentang Dampingan ODHA dan Lost To Follow Up pasien ODHA.
(Wawancara 9 Februari 2022).
69
kerjasama. MOU ini memuat tentang perjanjian dan kesepakatan yang disetujui
oleh pihak yang terlibat. Kehadiran MOU ini berguna sebagai kepastian hukum
bagi pihak yang terlibat. Adanya MOU ini juga dikonfirmasi kebenarannya oleh Ibu
Ni Wayan Sriwiyanti selaku Asisten Koordinator KPA Kota Denpasar yaitu sebagai
berikut :
“.....kalau MOU diatas kertas kita kolaborasi dengan layanan itu ada, seperti
rumah sakit wangaya dalam mendukung program pemeriksaan on ART .
Kalau KPA dengan LSM tidak ada (MOU), karena kita kan masing-masing
ya. Tetapi LSM tetap koordinasi dalam menyampaikan data dan
menyampaikan permasalahan-permasalahan yang ada dimasyarakat,
karena LSM kan semua jejaring kerjanya KPA.” (Wawancara 28 Januari
2022).
beberapa aktor. MOU dalam kolaborasi tidak dimiliki setiap aktor, melainkan hanya
terjalin antara KPA dengan layanan (RS. Wangaya) dan Yayasan Spirit
data dan permasalahan yang ada kepada KPA ketika diminta. Membangun
tujuan yang telah dikehendaki bersama. Kolaborasi tidak akan bisa berjalan
dengan optimal apabila salah satu aktor tidak memiliki kepercayaan anta ra satu
sama lain.
4.3.4 Governance
meliputi batas-batas siapa yang boleh terlibat dan belum terlibat, serta aturan main
yang cukup vital dalam tata kelola hubungan yang bersifat kolaboratif. Terdapat 3
aspek utama yang mampu menunjukkan kehadiran indikator ini yaitu partisipasi,
berikut :
a. Partisipasi
2013 tentang penanggulangan HIV dan AIDS, masyarakat dapat ikut serta
KDPAN (Kader Desa Peduli AIDS dan Narkoba). Adapun adanya KSPAN
ada di kota Denpasar. Bahkan kader desa peduli HIV dan AIDS ini sudah
(Bapak Rai Mantra). KDPAN ini memiliki tugas memberikan KIE (komunikasi,
AIDS sesuai dengan arahan Dinas Kesehatan dan KPA Kota Denpasar.
ataupun pita merah kepada masyarakat luas. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat menjadi lebih peduli dan tersadar akan keberadaan dan upaya
b. Transparansi
AIDS.
Kota Denpasar terkait dengan jumlah kasus terkini juga mudah untuk
(Sistem Informasi HIV dan AIDS). Hal ini senada dengan yang dikatakan Ibu
sebagai berikut :
transparansi terkait jumlah dan pemetaan kasus terkini dapat diakses di web
SIHA (Sistem Informasi HIV dan AIDS) yang disediakan Dinas Kesehatan.
aktor juga harus memiliki kesinambungan satu sama lain, sehingga dalam
c. Akuntabilitas
kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan setiap bulan untuk laporan
keuangan dan fisik, dan laporan kegiatan setiap tiga bulan sekali. Senada
75
Hal ini juga diperkuat oleh Bapak Kimora selaku Staff monev data
juga merupakan suatu hal yang penting dalam jalannya kolaborasi antar
stakeholders.
diterima secara luas. KPA, Dinas Kesehatan, LSM mempunyai otoritas masing-
masing dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar. Adapun dalam
76
para aktor yang ikut bertindak. Dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota
Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Hal
ini senada dengan yang dikatakan oleh Ketua Yayasan Spirit Paramacitta Ibu Putu
“....iya jadi kewenangannya berdasar pada perda dan renstra ya, dalam
perda dan renstra dijelaskan terkait dengan akses ARV, pengobatan ARV,
mekanisme pendampingan dan lain-lain. Jadi otoritas dan kewenangannya
jelas, LSM bidang pendampingan dan pengobatan, dinkes dilayanan itu
berdasar Perda” (Wawancara 31 Januari 2022).
LSM berdasar kepada perda dan renstra, adapun otoritasn ya bergerak pada ranah
Gusti Ayu Ketut Sri Witari selaku Plt. Sub Koordinator Pencegahan dan
sebagai berikut :
“.....tentu saja ada, jadi aturan dasar kewenangan yang dijadikan acuan itu
bersumber dari SK-SK dan juga Perda No 1 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS. Kita bekerja berdasarkan aturan itu, jadi
tidak sembarangan” (Wawancara 9 Februari 2022).
“.....iya jadi kita ada Perda No 1 tahun 2013, dulu sebelum itu ada perwali
juga, cuman sudah disempurnakan oleh perda. Dalam perda tersebut
mencakup aturan mekanisme penanggulangan, kemudian tentang layanan
juga, bagaimana layanan harus memperlakukan ODHA. Peran masyarakat
juga dibahas disana. Kemudian selain perda untuk penanggulangan HIV
AIDS itu juga ada SOP-nya. SOP itu bersumber dari kementrian. Jadi kita
berdasarkan itu bekerjanya.” (Wawancara 28 Januari 2022).
77
otoritas dalam upaya penanggulangan ini sudah dijelaskan dengan rinci dalam
Dalam hal ini terlihat bahwa setiap instansi yang tergabung dalam kolaborasi
asal-asalan. KPA bertugas sebagai fasilitator antara Dinas Kesehatan, LSM dan
penanggulangan HIV dan AIDS tersebut. Serta LSM memiliki otoritas dalam
dan Responsibilitas)
penjabaran indikator ini dapat dilihat melalui proses manajemen mulai dari tahap
penanggulangan HIV dan AIDS ini dimulai dari pertemuan rutin antar lintas
sektoral yang diadakan oleh Dinas Kesehatan, bersama KPA dan LSM. Dalam
pertemuan tersebut dibahas perencanaan untuk satu tahun kedepan dan juga
78
mengenai laporan dan evaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan. Pada proses
evaluasi ini setiap aktor dituntut untuk menunjukkan laporan capaian hasil kegiatan
dan laporan pertanggungjawaban akhir tahun. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari selaku Plt. Sub Koordinator Pencegahan
yaitu :
dalam kolaborasi penanggulangan HIV dan AIDS di kota Denpasar sudah sesuai
dengan tugas dan tanggungjawab kerja dari masing-masing aktor. Hal ini diperkuat
oleh Ibu Ni Wayan Sriwiyanti selaku Asisten Koordinator KPA Kota Denpasar,
Kesehatan, LSM disini baik Yayasan Gaya Dewata dan Yayasan Spirit
(lembaga donor asing) yang telah mendanai kegiatannya. Hal ini senada dengan
yang disampaikan oleh Ketua Yayasan Spirit Paramacitta Ibu Putu Utami Dewi :
kolaborasi ini. Begitu pula dengan bentuk akuntabilitas dan responsibilitas berbeda
antara satu aktor dengan lainnya karena perbedaan sumber anggaran yang
Berdasarkan tabel yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa setiap
yang terjalin antar stakeholders yang terlibat dalam penanggulangan HIV dan
dengan segala aspek informasi yang dibutuhkan bagi setiap aktor dala m
AIDS juga sangat penting untuk dilakukan oleh keseluruhan aktor yang terlibat.
Harapannya dengan koordinasi yang baik dan lancar bisa meminimalisir atau
penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar ini dijalankan melalui rapat-rapat
rutin, pertemuan ataupun dalam proses monev itu sendiri. Namun karena pandemi
yang terjadi mekanisme koordinasi yang terjalin menjadi sedikit pasif. Hal ini
diungkapkan oleh Ibu Putu Utami Dewi selaku Ketua Yayasan Spirit Paramacitta
yaitu :
81
mekanisme koordinasi yang terjalin masih tergolong pasif. Hal ini dikarenakan
kemudahan penuh dalam mengakses data perkembangan HIV dan AIDS terbaru.
Data informasi mengenai HIV dan AIDS dapat diakses pada laman SIHA (Sistem
Informasi HIV dan AIDS. Hal ini disampaikan oleh Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari
Hal ini dibenarkan oleh Ibu Ni Wayan Sriwiyanti selaku Asisten Koordinator
“......iya, kita di KPA dengan Dinas Kesehatan ibaratnya kita sudah sehati
gitu ya, orang kita dibiayai juga dari dinas kesehatan kan, artinya akses
informasi dan akses data itu mudah. Kita kalau mau data emang kesana.”
(Wawancara 28 Januari 2022).
akses data dari Dinas Kesehatan. Namun informasi penderita by name by addres
ini tentunya dijaga kerahasiaanya dan tidak bisa diakses sembarangan oleh
82
masyarakat umum. Dalam penelitian ini, dapat diketahui pula bahwa masyarakat
edukasi tentang penularan ataupun pencegahan HIV dan AIDS melalui sosialisasi
yang digencarkan oleh stakeholders, baik itu sosialisasi langsung ataupun melalui
banner, baliho, pamflet ataupun sosial media. Hal ini dipaparkan oleh masyarakat
KPA Kota Denpasar, proses berbagi informasi yang diwujudkan dalam bentuk
sosialisasi ataupun penyuluhan ini tampaknya sudah mulai berhasil, karena stigma
dan diskriminasi terhadap ODHA yang diberikan masyarakat sudah mulai bisa
“.....terlihat mulai berhasil ya, kalau dulu itu kan ada stigma dan diskriminasi,
kalau sekarang sudah bisa kita hapus, tapi bukan hapus total ya, tahun
sekarang tidak ada laporan tentang stigma dan diskriminasi. Dulu tahun
2006 itu parah banget, jadi kita yang turun tangan memandikan jenazah,
dengan petugas puskesmas, sampai akhirnya lama-kelamaan masyarakat
akhirnya berani. (Wawancara 28 Januari 2022).
koordinasi dalam penanggulangan HIV dan AIDS ini masih terbatas dikarenakan
pandemi yang cukup menghambat jadwal pertemuan atau rapat yang awalnya
Namun kendati demikian akses informasi yang diterima berjalan baik dan
dapat mengaksesnya dengan mudah dimana dan kapan saja. Selain itu
dengan baik melalui proses penyuluhan dan sosialisasi yang dilaksanakan oleh
KPA.
Gambar 4.11
Penyuluhan HIV AIDS bertempat di Kantor Desa Pemecutan Kaja
ketersediaan sumber daya baik itu sumber daya manusia, teknis, keuangan dan
dalam penanggulangan HIV dan AIDS dalam indikator ini akan dilihat dari 3 (tiga)
aspek sumber daya, yaitu sumber daya manusia, sumber daya finansial dan
sumber daya sarana prasarana. Adapun penjabaran dari ketiga aspek ini sebagai
berikut :
kota Denpasar dilakukan dalam kerjasama antar lintas sektoral, setiap aktor
oleh KPA Kota Denpasar, maka dalam sosialisasi tersebut KPA juga
data entry Yayasan Gaya Dewata, SDM yang dimiliki Yayasan Gaya Dewata
berikut :
“.....kalau untuk SDM di yayasan nya cukup ya, karena kan kita
didanai dari GF (Global Fund) jadi sudah tertera jumlah-jumlah SDM
nya berapa dan budget-budget-nya berapa. Jadi kita di yayasan
hanya tinggal ngikutin itu, karena kan menyesuaikan target wilayah
juga”. (Wawancara 17 Januari 2022).
berikut :
Asisten Koordinator KPA Kota Denpasar mengaku bahwa SDM yang dimiliki
“.....sudah cukup memadai, karena kan dibantu juga oleh LSM, yang
melakukan penjangkauan masing-masing populasi-populasi kunci.
Artinya semua pihak bergerak dibidangnya masing-masing tetapi
muaranya tetap sama. Jadi kita saling membantu.” (Wawancara 28
Januari 2022).
tampaknya belum berjalan optimal. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ibu
Niken Pratiwi seorang ODHIV yang juga aktif sebagai kelompok pendamping
sebaya yakni :
Sumber Daya Manusia yang cukup memadai telah dimiliki oleh masing-
untuk tes VCT dan mengaku merasa malu untuk tes karena takut akan
Kota Denpasar berasal dari dana APBD dan dari Lembaga Donor Asing
Kesehatan, dan anggaran Dinas Kesehatan bersumber dari APBD. Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan oleh Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari selaku
bersumber dari lembaga donor asing, sementara dana yang bersumber dari
bahwa sumber dana finasial yang dimiliki oleh instansi lintas aktor, tidak
berasal dari sumber yang sama karena pemerintah belum memiliki dana
khusus untuk LSM. Sumber anggaran dana yang dimiliki LSM bersumber
dari lembaga donor asing atau yang biasa disingkat GF (Global Fund).
Sarana dan prasarana dapat ditinjau melalui layanan kesehatan yang ada,
untuk orang-orang yang terinfeksi HIV dan AIDS. Sampai tahun 2022 ini,
kota Denpasar memiliki total 32 klinik VCT resmi yang bisa di akses oleh
penjabarannnya :
penanggulangan ini, hal ini dibuktikan dengan banyaknya Rumah Sakit dan
sukarela. Namun dari segi sarana memang terlihat masih kurang. Apalagi di
era pandemi seperti saat ini, kebijakan lockdown yang sempat diambil oleh
obat (ARV) sempat terbatas. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Ibu
Niken Pratiwi selaku ODHIV yang juga aktif sebagai kelompok pendamping
sebaya yaitu :
Pernyataan di atas juga diperkuat oleh Ibu Gusti Ayu Ketut Sri Witari
Hal yang sama juga dipaparkan oleh Ibu Ni Wayan Sriwiyanti selaku
tes VCT sudah cukup memadai, bahkan semua puskesmas yang ada di kota
89
Denpasar telah menyediakan jasa VCT sehingga bisa melayani pasien yang
ingin melakukan tes HIV secara gratis. Namun keberadaan kondom sebagai
salah satu sarana utama Pencegahan HIV melalui transmisi seksual saat ini
masih kosong jadi sudah lama tidak ada pengiriman dari pusat.
Governance dari DeSeve (2007) dalam Sudarmo (2011: 110-116), yang terdiri dari
sebagai berikut :
unsur-unsur fisik dari jaringan yang dibangun (Deseve, 2007 dalam Sudarmo,
2011:111). Pada prinsip indikator Networked structure, struktur jaringan yang baik
tidak boleh membentuk suatu hierarki karena justru tidak akan bisa bersifat efektif.
Struktur jaringan yang terbangun harus sedatar mungkin, sehingga tidak ada
dilakukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS, hal ini menjadi suatu keharusan
antar lintas sektor ini dilakukan, mengingat masalah HIV dan AIDS bukan hanya
menyangkut persoalan kesehatan saja, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi
penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar tidak memiliki hirarki, dan
dominasi peran antar aktor. Semua aktor berkesempatan untuk memimpin dan
persoalan ini guna membangun struktur jaringan yang kuat, para stakeholders ini
rutin ataupun rapat, sehingga membuat struktur jaringan yang terbangun bersifat
dengan cukup baik, karena tidak adanya monopoli dan dominasi dari salah satu
aktor.
mengapa sebuah jaringan harus ada, yakni karena adanya perhatian dan
dalam misi umum suatu organisasi pemerintah (DeSeve, 2007 dalam Sudarmo,
2011:113). Kaitannya dalam hal ini, kolaborasi yang terjalin antar seluruh
91
dilakukan dan komitmen yang dimiliki oleh setiap stakeholders dalam mencapai
Denpasar, setiap aktor yang terlibat, baik itu Dinas Kesehatan, KPA, LSM dan
masyarakat, pada hakikatnya memiliki visi dan misi dari masing-masing instansi.
penanggulangan HIV & AIDS di Kota Denpasar menuju Three Zero HIV-AIDS
pada Tahun 2030, yang terdiri dari Zero New HIV Infection, Zero Stigma and
antar stakeholders baik itu pemerintah, LSM dan masyarakat telah berjalan
dengan baik, karena setiap aktor memiliki tujuan dan komitmen yang sama. Pada
prinsipnya kolaborasi memang akan lebih mudah terjalin apabila antar aktor
memiliki tujuan dan komitmen yang sama seriusnya dalam mengatasi persoalan
yang tengah diupayakan. Komitmen dalam kolaborasi ini terbangun karena para
permasalahan sosial yang ada di masyarakat. Kolaborasi ini tetap bisa terjalin
hubungan profesional atau sosial, keyakinan bahwa para aktor percaya terhadap
dan AIDS di Kota Denpasar mulai terbangun melalui pertemuan, rapat -rapat dan
Kesehatan sebagai instansi yang membuat kebijakan dan juga sebagai penyedia
Suatu bentuk bukti kepercayaan juga dituangkan dalam bentuk MOU oleh
Dinas Kesehatan dengan Yayasan Spirit Paramacitta dan KPA dengan Rumah
Sakit Umum Daerah Wangaya. Walaupun tidak semua stakeholders yang terlibat
terikat dengan MOU, tetapi proses kolaborasi yang terjalin tetap berjalan
HIV dan AIDS di Kota Denpasar, sehingga melalui hal ini dapat diket ahui bahwa
indikator Trust Among the Participants sudah berjalan dengan cukup baik yang
93
dilandasi dengan rasa percaya sepenuhnya akan tanggungjawab, tugas dan peran
dari masing-masing instansi dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Kota
Denpasar.
4.4.4 Governance
dilakukan, harus ada kejelasan siapa saja yang termasuk dalam jaringan dan siapa
dikeluarkan jika perilaku tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui
Berdasarkan hal di atas, maka terdapat 3 aspek yang menjadi bagian dari
sekolah dan KDPAN (Kader Desa Peduli AIDS dan Narkoba) di seluruh
dan KDPAN ini bisa memberikan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) kepada
masyarakat baik secara kolektif ataupun personal. Namun karena pandemi yang
terjadi proses kaderisasi dan pelatihan KDPAN menjadi terhambat, sehingga jalan
organisasi KDPAN di setiap desa belum bisa dikatakan optimal karena masih
Hari AIDS Sedunia yang jatuh setiap tanggal 1 Desember, momentum ini cukup
informasi mengenai HIV dan AIDS melalui media sosial. KPA selalu aktif
Kesehatan Kota Denpasar melalui SIHA (Sistem Informasi HIV AIDS). Baik KPA
Kesamaan data dan sumber yang dimiliki, tentu bisa memudahkan jalan
Adapun jenis laporannya, yakni laporan capaian fisik, keuangan. Kemudian Monev
dilakukan oleh Dinas Kesehatan setiap tiga bulan sekali, kepada seluruh
kolaborasi ini.
prosedur yang jelas dan diterima secara luas. Bagi kebanyakan network, mereka
harus memberi kesan kepada salah satu anggota network untuk memberikan
terlibat dalam kolaborasi lintas sektoral dalam penanggulangan HIV dan AIDS di
penanggulangan ini. Adapun kewenangan yang yang dijadikan legitimasi bagi para
Tahun 2013 tentang penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar. Selain
Perda, ada juga Renstra dan SK yang dijadikan acuan dalam praktik kolaborasi
ini. Dengan adanya legitimasi yang jelas ini, dapat diketahui bahwa aktor yang
tergabung dalam kolaborasi ini tidak bersifat asal-asalan dan setiap aktor yang
berjalan dengan cukup baik, karena otoritas dari masing-masing aktornya sudah
jelas diketahui dan diterapkan dalam pelaksanaanya. Misalnya saja KPA yang
teknis dan penyediaan jasa layanan kesehatan, dan Yayasan Spirit Paramacita
dan Yayasan Gaya Dewata yang memiliki kewenangan dalam pendampingan dan
dan Responsibilitas)
itu KPA dan LSM memiliki tanggungjawab masing-masing dan melaporkan setiap
96
kegiatan yang dilaksanakan setiap 3 bulan sekali kepada Dinas Kesehatan setiap
ada pertemuan koordinasi. Khusus untuk LSM yang terlibat, baik Yayasan Spirit
ini sudah sesuai dengan tugas dan tanggungjawab kerja dari masing-masing aktor.
pencegahan dan penularan HIV dan AIDS, Yayasan Spirit Paramacitta yang
sebaya terhadap ODHA, Yayasan Gaya Dewata yang bertanggungja wab dalam
penanggulangan IMS, HIV dan AIDS. Sehingga dapat dicermati bahwa pembagian
kemudahan akses informasi yang terjalin dalam penanggulangan HIV dan AIDS di
Kota Denpasar. Kemudahan akses informasi antar aktor harus didasarkan atas
melalui pertemuan rutin ataupun proses monitoring dan evaluasi yang rutin. Hal ini
97
cukup membatasi intensitas koordinasi yang terjalin. Para aktor yang dulunya
email ataupun pertemuan virtual, sehingga forumnya terlihat sedikit pasif. Namun
kendati demikian mengenai akses data terkini, seluruh aktor yang terlibat dalam
kemudahan penuh dalam mengakses data dan perkembangan HIV dan AIDS
terbaru dalam laman SIHA yang sudah disediakan. Selain itu para LSM juga sudah
ke desa ataupun kelurahan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam indikator
tentu membutuhkan akses sumber daya yang mumpuni dalam pencapaian tujuan
bersama. Dilihat dari sisi ketersediaan Sumber Daya Manusia, apabila dikaji
melalui ketersediaan sumberdaya manusia dari Dinas Kesehatan, KPA dan LSM
semuanya sudah memiliki ketersediaan sumber daya manusia yang memadai, dan
98
dengan tambahan SDM dari akademisi dan praktisi sehingga dalam proses
pendampingan dan konseling bisa berjalan lebih optimal. Selain itu apabila ditinjau
dari Sumber Daya Manusia dari masyarakat kota Denpasar sendiri, terlihat
pengakuan dari Ibu Niken Pratiwi seorang ODHIV yang juga aktif dalam kelompok
pendamping sebaya, masih banyak masyarakat yang sulit untuk diedukasi, karena
abai ketika ada sosialisasi mengenai HIV dan AIDS itu sendiri. Selain itu masih
banyak ditemukan masyarakat yang malu untuk melakukan tes VCT, padahal
apabila status dapat diketahu lebih dini, pengobatan dan pendampingan akan lebih
cepat untuk dilakukan sehingga harapan hidup juga lebih besar. Sehingga disini
perlu adanya suatu inovasi dalam melakukan sosialisasi, agar masyarakat lebih
Sementara apabila ditinjau dari aspek sumber daya finansial, masing -masing
instansi memiliki situasi dan keadaan yang berbeda-beda. Mengingat, tupoksi dan
tugas yang di emban juga sedikit berbeda. Adapun sumber daya finansial KPA dan
dan Yayasan Gaya Dewata didanai oleh Lembaga donor asing ( Global Fund).
apabila ditinjau dari aspek sumber daya sarana dan prasarana, layanan kesehatan
yang ada seperti rumah sakit dan puskesmas yang ada di kota Denpasar sudah
sangat mumpuni. Kota Denpasar mempunyai total 32 klinik, rumah sakit dan
puskesmas yang menyediakan layanan VCT resmi, yang bisa diakses gratis oleh
99
seluruh masyarakat kota Denpasar. Namun dari segi prasarana, memang sempat
khususnya LSM dan KPA yang mengaku kekurangan kondom karena tidak
penanggulangan.
ditumbuhkan kesadaran dan kepedulian, agar tidak bersikap abai akan laju
penularan virus ini. Disinilah peran penting KPA dan LSM dalam memberikan
sosialisasi dan pemahaman. Kemudian dari aspek sumber daya prasarana, lebih
telah berjalan baik, namun belum optimal. Sehingga perlu beberapa peningkatan
dapat dikategorikan sebagai faktor pendukung dan juga faktor penghambat dalam
1. Faktor Pendukung
dan IMS yang diadakan hampir setiap Rumah Sakit dan seluruh
telah digratiskan.
2. Faktor Penghambat
virtual.
yang masih suka main handphone dan tidak fokus saat mendengarkan
Denpasar pada dasarnya telah memberikan dampak yang cukup baik terhadap
jalan penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar. Namun guna mencapai
tujuan yang lebih besar yakni tercapainya Three Zero HIV-AIDS pada Tahun 2030
tentu ada beberapa permasalahan dan kendala yang harus dia tasi terlebih dahulu.
terlihat lebih aktif. Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan media
sosial dan pertemuan virtual yang lebih sering, sehingga tidak ada ak tor
mengenai HIV dan AIDS dengan lebih intens karena tidak hanya
3. Pihak NGO yakni LSM perlu meningkatkan advokasi mengenai apa saja
sehingga hal ini bisa segera didengar dan direspon oleh pemerintah.
cepat dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
AIDS di Kota Denpasar yang dikaitkan dengan teori ukuran keberhasilan menurut
DeSeve (2007) sudah berjalan dengan baik namun belum sepenuhnya optimal,
telah berjalan dengan baik karena tidak adanya hierarki dan dominasi
pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS ini sudah berjalan b aik, hal
AIDS ini sudah baik, dilihat dari Dinas Kesehatan yang memberikan
Setiap aktor yang terlibat memiliki rasa kepercayaan satu sama lain dalam
aspek partisipasi sudah berjalan baik dikarenakan setiap aktor yang terlibat
Aspek transparansi juga sudah berjalan baik, karena semua aktor yang
terlibat khususnya KPA dan LSM mengaku bahwa Dinas Kesehatan sangat
dalam penanggulangan HIV dan AIDS ini jelas, karena bersumber dari
AIDS, sehingga dapat diketahui bahwa setiap aktor yang terlibat memiliki
HIV dan AIDS ini sudah berjalan cukup baik namun belum optimal.
Kemudahan akses data berupa SIHA yang diberikan oleh dinas kesehatan
kolaborasi ini belum cukup optimal. Aspek sumber daya manusia dari
karena masih saja ada masyarakat yang abai akan penanggulangan HIV.
Dari aspek prasarana sudah sangat memadai, hal ini dibuktikan dengan
belakangan sangat sulit dicari karena tidak ada kiriman dari pusat.
5.2 Saran
kolaborasi dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Denpasar, ada beberapa
bersama, sehingga forum yang tercipta tidak terkesan pasif. Hal ini tentu
melakukan tes VCT lebih dini kepada kelompok berisiko (populasi kunci)
perlu diciptakannya media sosialisasi yang lebih atraktif dan masif, seperti
DAFTAR PUSTAKA
Buku;
Dwiyanto, Agus. 2015. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 251
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
Subarsono, A., 2016. Kebijakan Publik dan Pemerintahan Kolaboratif : Isu -isu
Kontemporer. 1 penyunt. Yogyakarta: Gava Media
Sudarmo. 2011. Isu – isu Administrasi Publik dalam Perspektif Governance. Solo:
Smart Media
Zein, U. 2017. Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda Ketahui. Medan:
Indo Media. Hal. 46.
Karya Ilmiah;
Elianda, Y dan Dian, ER. (2020). Collaborative Governance in HIV and AIDS
Prevention in Sleman District 2018. Journal of Government and Civil
112
Fauzi, AR dan Amy, YS. (2019). Collaborative Governance Penanganan HIV AIDS
di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Administrasi Negara. Vol. 7, No. 1. Diakses
pada 23 September 2021, dari http://e-jurnal.lppmunsera.org
Nurlaela, E dan Liza, A. (2018). Paradigma New Public Service. Diakses pada 24
Oktober 2021, dari https://osf.io
Agranoff dan Mc.Guira dalam Chang, 2009. Catatan mahasiswa pidana. Depok:
indie publishing. Hal. 7677
Sanusi, Sri Rahayu. (2014). Mobilitas Penduduk Usia Produktif dan Penyebaran
HIV/ AIDS di Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Direktorat Analisis Dampak
Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional.
Direktur Jenderal P2P (2020). Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit
Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan II Tahun 2020. Diakses 22
September 2021, dari https://siha.kemenkes.go.id
KPA Kota Denpasar (2021). Info HIV/AIDS. Diakses 24 September 2021, dari
https://kpa.denpasarkota.go.id/hivaids.php
Peraturan Perundang-undangan;
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
Tujuan)
1. Apakah terdapat Visi dan Misi bersama yang diciptakan oleh stakeholders
Kota Denpasar?
baik?
masing?
D. Indikator Governance
AIDS?
1. Apakah ada aturan dasar (kewenangan) yang dijadikan acuan oleh Dinas
Kesehatan Kota Denpasar dalam penanggulangan HIV & AIDS? Bila ada,
Akuntabilitas)
stakeholders?
menjalankan tugasnya?
KPA-Yayasan-Masyarakat) dijalankan?
3. Terkait sarana dan prasarana dalam penanggulangan HIV & AIDS di Kota
Tujuan)
1. Apakah terdapat Visi dan Misi bersama yang diciptakan oleh stakeholders
Kota Denpasar?
baik?
D. Indikator Governance
1. Apakah ada aturan dasar (kewenangan) yang dijadikan acuan oleh KPA
Akuntabilitas)
masing stakeholders?
stakeholders?
menjalankan tugasnya?
119
KPA-Yayasan-Masyarakat) dijalankan?
3. Terkait sarana dan prasarana dalam penanggulangan HIV & AIDS di Kota
Tujuan)
1. Apakah terdapat Visi dan Misi bersama yang diciptakan oleh stakeholders
Kota Denpasar?
baik?
masing-masing?
D. Indikator Governance
1. Apakah ada aturan dasar (kewenangan) yang dijadikan acuan oleh KPA
Akuntabilitas)
Paramacitta?
stakeholders?
122
KPA-Yayasan-Masyarakat) dijalankan?
3. Terkait sarana dan prasarana dalam penanggulangan HIV & AIDS di Kota
2. Program kerja apa saja yang dimiliki dan dijalankan Yayasan Gaya
Dewata?
masyarakat umum?
7. Apakah ada aturan dasar (kewenangan) yang dijadikan acuan oleh GYD
stakeholders ?
12. Apakah terdapat kemudahan akses informasi kepada anggota (LGBT -Q)
13. Kendala-kendala apa saja yang dominan terjadi di Yayasan Gaya Dewata?
kendala tersebut?
125
HIV dan AIDS yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya
AIDS?
AIDS?
Sebagai : ODHIV
prosedurnya?
Kesehatan/KPA/Yayasan?