Anda di halaman 1dari 156

UPAYA PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL SANTRI PONDOK

PESANTREN WAHDATUT TAUHID MAJALAYA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Ips

Disusun Oleh:

Sinta Diani

NIM. 204180035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

BANDUNG

2022

LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi oleh Sinta Diani dengan judul : “ UPAYA PENGEMBANGAN SIKAP

SOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN WAHDATUT TAUHID

MAJALAYA“ telah diperiksa dan disetujui untuk di uji.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr.Sukanda Permana, M.Pd Dena Mustika,M.Pd

Mengetahui.

Ketua Program Studi Pendidikan IPS

Universitas Bale Bandung

Nana Supriatna.,S.E.,M,Pd

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi oleh Sinta Diani telah dipertahankan di hadapan Dewan penguji pada:

Hari :

Tanggal :

Dewan Penguji

Penguji I

(………………..)

Penguji II

(…….………….)

Penguji III

(………………..)

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan IPS

Universitas Bale Bandung

Nana supriatna.,S.E.,M.Pd

iii
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Sinta Diani

NIM : 204180035

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “UPAYA

PENGEMBANGAN SIKAP SOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN

WAHDATUT TAUHID MAJALAYA” ini beserta dengan seluruh isinya adalah

bener-benar karya saya sendiri, dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmiah yang berlaku dalam

masyarakat dan keilmuan. Atas pernyataan ini. Saya siap menanggung

resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya. Apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari

pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 13 Agustus 2022

Sinta Diani

NIM. 204180035

iv
ABSTRAK

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial, yakni antara manusia satu
dengan yang lainnya saling membutuhkan dalam menjalani aktifitas dan memenuhi
kebutuhan hidupnya kemudian membentuk suatu hubungan yang bersifat take and
give atau yang biasa disebut hubungan timbal balik, hubungan timbal balik yang
tidak hanya semata-mata mengandalkan kualitas intelektualnya saja, melainkan
juga terletak dalam kemampuannya bekerja sama dengan orang lain, tanpa hal itu
manusia akan kesulitan hidup bermasyarakat serta dalam mencapai kebahagiaan
dan kasejahteraan hidupnya. Upaya untuk melatih dan membiasakan bersikap
sesuai dengan norma dan etika di masyarakat, perlu yang namanya wadah yang
berupa lembaga, salah satu lembaga tersebut adalah Pondok Pesantren. Pondok
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan lembaga kemasyarakatan.
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka fokus penelitian yang diambil
dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana upaya pengembangan sikap sosial santri
di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya, (2) Apa sajakah faktor-faktor
penunjang dan penghambat dalam pelaksanaan upaya pengembangan sikap sosial
santri di pesantren pesantrenWahdatut Tauhid Majalaya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yakni peneliti berangkat ke
lapangan untuk mengamati dan memahami fenomena yang sedang terjadi di
Pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya, teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisis data
menggunakan reduksi data, penyajian data dan verifikas data.
Adapun hasil penelitian upaya pengembangan sikap sosial santri di Pondok
pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya menunjukkan bahwa, (1) upaya
pengembangan sikap sosial berupa program dan rutinitas yang ada di pesantren
antara lain yakni: ma’hadiyah, pengajian rutin, piket, dan bakti sosial (2) faktor-
faktor yang menjadi penunjang dan penghambat berasal dari diri sendiri, orang lain
dan fasilitas yang tersedia.

Kata Kunci : Sikap Sosial, Santri dan Pondok Pesantren

v
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis. Sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan
skripsi ini, sebagai salah satu persyaratan mendapat gelar Strata Satu (S-1).
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah mengantarkan kita dari jalan kebathilan menuju jalan yang di ridhoi-
Nya yakni dengan agama Islam.
Penulis ucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis
haturkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Ibrahim Danuwikarsa, M.S. selaku Rektor
Universitas Bale Bandung.
2. Bapak Dr. Mumun Mulyana, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Bale Bandung.
3. Bapak Nana supriatna S.E.,M.Pd. selaku ketua jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial.
4. Bapak Dr. Sukanda Permana, M.Pd. dan Ibu Dena Mustika, M.Pd. selaku
pembimbing skripsi yang sabar dan telaten dalam membimbing serta
mengarahkan dalam proses penyempurnaan skripsi.
5. Segenap pengurus Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya yang
telah memberikan data dan informasinya bagi peneliti.
6. Seluruh santri dan alumni Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya
yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
7. Ayah, Ibu dan semua keluarga di rumah, atas doa dan segala dorongan
baik moral maupun material.
8. Seluruh teman-teman P. IPS angkatan 2018 yang telah menyemangati
dan membantu suksesnya penelitian ini.

Sebagai penutup, penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan penulisan


dalam penyusunan skripsi ini. Demi kesempurnaan skripsi ini, penulis mengharap
kritik dan saran dari pembaca. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis serta pembaca pada umumnya.

Bandung, 18 Agustus 2022

Penyusun

Sinta Diani

vi
(204180035)
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :


1. Tuhan yang maha esa.
2. Bapak dan ibu tercinta terima kasih atas pemberian doanya.
3. Suami tercinta yang telah member motivasi dan dukungan
4. Semua dosen dan guru, terima kasih telah memberikan ilmunya.
5. Semua pihak yang telah membantu perselesainya skripsi ini
6. Seluruh teman sejawat mahasiswa prodi P.IPS angkatan 2018
7. Seluruh pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu-persatu yang telah
membantu dalam kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. I


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ III
PERNYATAAN ................................................................................................ IV
ABSTRAK ......................................................................................................... V
KATA PENGANTAR ....................................................................................... VI
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ VII
DAFTAR ISI ....................................................................................................VII
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... IX
DAFTAR TABLE .............................................................................................. X
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... XI
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 11
A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 11
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................ 6
C. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................. 6
D. MANFAAT PENELITIAN .............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9
A. LANDASAN TEORI ..................................................................................... 9
1. Sikap Sosial .......................................................................................... 9
2. Santri.................................................................................................. 13
3. Pondok Pesantren ............................................................................... 15
B. KERANGKA BERPIKIR .............................................................................. 27
C. PENELITIAN TERDAHULU ............................................................................ 29
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 32
A. JENIS PENELITIAN ....................................................................................... 32
B. KEHADIRAN PENELITI ............................................................................. 33
C. LOKASI PENELITIAN ................................................................................ 34
D. INSTRUMEN PENELITIAN .......................................................................... 36
E. DATA DAN SUMBER DATA ....................................................................... 38
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ................................................................. 39
G. VALIDITAS DATA .................................................................................... 43
H. ANALISIS DATA .................................................................................. 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 48
A. HASIL PENELITIAN ............................................................................ 48

vii
1. Profil Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid .......................................... 48
2. Aktivitas di Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid ................................ 58
3. Struktur Kepengurusan Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid..... 61
4. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Santri di Pondok Pesantren Wahdatut
Tauhid Majalaya ........................................................................................ 67
5. Faktor-Faktor Penunjang Dan Penghambat Upaya Pengembangan Sikap
Sosial Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya ....................... 86
B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ................................................. 91
1. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Santri Pondok Pesantren Wahdatut
Tauhid Majalaya ........................................................................................ 91
2. Faktor-Faktor Penunjang Dan Penghambat Upaya Pengembangan Sikap
Sosial Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya ..................... 104
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 109
A. KESIMPULAN ........................................................................................ 110
B. SARAN .................................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 114

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Keputusan Pembimbing Skripsi


Lampiran II : Bukti Konsultasi Penelitian
Lampiran III : Instrumen Wawancara
Lampiran IV : Peraturan dan Tata Tertib Pesantren
Lampiran V : Foto Proses Penelitian
Lampiran VI : Biodata Mahasiswa

ix
DAFTAR TABLE

Tabel 4. 1 Sarana dan Prasarana yang ada di pesantren Wahdatut Tauhid ........... 52

Tabel 4. 2 Mata Pelajaran Tingkat Ibtida ............................................................ 53

Tabel 4. 3 Mata Pelajaran Tingkat Tsanawy ....................................................... 54

Tabel 4. 4 Mata Pelajaran Tingkat Ma’had Ali ................................................... 56

Tabel 4. 5 Mata pelajaran materi umum ............................................................. 56

Tabel 4. 6 Dewan Guru Di Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.......... 57

Tabel 4. 7 Jadwal Kegiatan Harian Santri ........................................................... 58

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Skema kerangka berpikir ............................................................... 29

Gambar 4. 1 Struktur Kepengurusan Santri Wahdatut Tauhid ............................ 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang tidak

mampu menjalani hidup sendiri. Manusia dalam menjalani kehidupannya akan

senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling

membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lain. Ratna Puspitasari

(2017:1) berpendapat bahwa manusia dikatakan mahluk sosial yaitu mahluk yang

di dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia

dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia ada dorongan untuk

berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need)

untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Seringkali didasari oleh kesamaan

ciri atau kepentingan masing-masing.

Masruroh (2017:1-2) berpendapat bahwa pada dasarnya, manusia adalah

makhluk sosial, yakni antara manusia satu dengan yang lainnya saling

membutuhkan dalam menjalani aktifitas dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

xi
2

Dengan demikian, antara manusia satu dengan yang lainnya dapat membentuk

suatu hubungan yang bersifat take and give atau yang biasa disebut hubungan

timbal balik, tanpa hal itu manusia akan kesulitan hidup bermasyarakat serta dalam

mencapai kebahagiaan dan kasejahteraan hidupnya. Dalam melakukan hubungan

timbal balik, manusia tidak hanya sematamata mengandalkan kualitas

intelektualnya saja, melainkan juga terletak dalam kemampuannya bekerja sama

dengan orang lain seperti gotong royong, selain itu rasa empati dan simpati juga

sangat diperlukan . Pola kerja sama manusia satu dengan lainnya dapat terjalin

dengan baik apabila setiap insan yang ada di dalamnya dapat bersikap dan

bertingkah laku secara baik dan benar. Artinya, sikap dan perilaku yang

dimunculkan adalah yang sesuai dengan norma dan etika yang berada di

masyarakat pada umumnya. Seperti yang terdapat dalam dimensi IPS, Eka Susanti

dan Henni Endayani (2018:96) mengemukakan bahwa pada hakikatnya nilai

merupakan sesuatu yang berharga. Nilai yang dimaksud di sini ialah seperangkat

keyakinan atau prinsip perilaku yang telah mempribadi dalam diri seseorang atau

kelompok masyarakat tertentu yang terungkap ketika berfkir atau bertindak.

Umumnya, nilai dipelajari sebagai hasil dari pergaulan atau komunikasi antar

individu dalam kelompok seperti keluarga, himpunan keagamaan, kelompok

masyarakat atau persatuan dari orang-orang yang satu tujuan.

Dalam membentuk sikap sosial dan prilaku yang sesuai dengan norma dan

etika di masyarakat pada umumnya, maka diperlukan adanya pengembangan

pendidikan serta pelatihan yang terus menerus agar nantinya bisa hidup dalam

masyarakat dan menunjukkan sikap sosial yang positif. Bentuk sikap sosial yang
3

positif antara lain adalah tenggang rasa, kerja sama, solidaritas, mempunyai sikap

jujur, disiplin, tanggung jawab, toleransi dan lain sebagainya. Kebutuhan ini

mengarahkan manusia untuk hidup bersama dengan orang lain dan menjalin

interaksi sosial dan juga terbiasa bersikap sesuai dengan norma dan etika di

masyarakat, dan kebiasaan tersebut akan otomatis terbawa hingga nantinya berada

di masyarakat.

Upaya untuk mengembangkan sikap sosial seseorang pasti memerlukan

wadah atau tempat khusus yang berupa lembaga, semisal pendidikan formal

seperti sekolahan dan pendidikan non formal seperti pondok pesantren. Salah satu

lembaga yang akan kita bahas disini adalah lembaga pondok pesantren. Hal ini

dikarenakan pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non

formal sekaligus lembaga pendidikan tertua yang ada di indonesia. Sebagai

lembaga tertua, pesantren memiliki kontribusi dalam mewarnai perjalanan sejarah

bangsa ini terutama dalam pendidikan. Kontribusi ini tidak hanya berkaitan dengan

aspek pendidikan semata, tetapi juga berkaitan dengan bidang lain dalam skala

yang lebih luas.

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam tradisional yang

aktivitasnya adalah mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan

mengamalkan ajaran islam dengan menekankan pada pentingnya moral

keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

Dalam pendidikan islam sendiri, tujuan yang ingin dicapai adalah

membentuk insan kamil, dimana didalamnya terdapat penanaman sikap sosial

yang nantinya dapat di implementasikan di lingkungan masyarakat. Ini merupakan


4

hal penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari dalam menjalani proses

bermasyarakat. Seperti halnya seorang santri yang dapat bersosialisasi di

lingkungan sekitar melalui pendidikan yang telah didapat di pondok pesantren,

santri juga diharapkan memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap lingkungannya,

untuk itu penanaman sikap sosial tersebut dijadikan sebagai jembatan atau media

transformasi bagi pondok pesantren terhadap tujuan yang ingin dicapai. kehidupan

pesantren didalamnya terdapat pelatihan, pendidikan serta pembinaan asrama lebih

selama 24 jam oleh dewan pengasuh dan pengurus dalam rangka pembentukan

serta pembinaan sikap sosial santri. Upaya pelatihan, pendidikan dan pembinaan

di pondok pesantren lebih dominan mengenai akhlak atau sopan santun terhadap

orang tua, guru, teman, hidup mandiri karena jauh dari kedua orang tua, hidup

sederhana dalam artian tidak bermewah-mewahan dan berlebihan, belajar hidup

berdampingan dan tinggal dengan banyak orang sebagai bekal latihan hidup

bermasyarakat.

Upaya-upaya yang ada di pondok pesantren pada umumnya berupa

program, kegiatan dan rutinitas yang dilaksanakan dalam kesehariannya. Pada era

globalisasi sekarang ini, peranan pondok pesantren sangat dibutuhkan, melihat

kondisi perkembangan zaman mengakibatkan berbagai macam perubahan-

perubahan yang akan dialami masyarakat, dari perubahan budaya, sosial, politik

dan bahkan perubahan etika dari norma-norma yang ada, semua ini menuntut peran

aktif dari berbagai lembaga khususnya pondok pesantren, yang nantinya

diharapkan oleh masyarakat mampu mengatasi permasalahan-permasalahan

tersebut.
5

Adapun pondok pesantren yang peneliti pilih disini yakni pondok pesantren

Wahdatut Tauhid Majalaya, Dengan lokasi pondok pesantren yang berada

ditengah-tengah masyarakat ini para santri beradaptasi dengan lingkungan

masyarakat sekitar dan ikut belajar didalamnya. Penanaman sikap sosial santri

disini melalui pembelajaran dan berbagai bentuk kegiatan yang ada di pondok

pesantren. Seperti kedisiplinan, kemandirian, keta‟diman terhadap ustadz atau

kyai, rasa bertanggung jawab, bersosialisasi dengan lingkungannya dan lain

sebagainya yang pada nantinya dapat menumbuhkan jiwa sosial di kalangan santri.

Sikap sosial yang tumbuh itu didapatkan dari pembiasaan yang dilakukan para

santri dan pembiasaan-pembiasaan tersebut yang nantinya akan mengembangkan

sikap sosial dalam diri seseorang dengan adanya proses yang dijalaninya, selain

itu pengalaman yang didapatkan juga termasuk proses santri dalam belajar

menumbuhkan sikap sosial yang baik. Seperti hal nya ketika ada teman yang sakit

santri langsung membantu temanya, dalam melaksakan piket selalu gotong

royong, dan lain sebagainya, selain di lingkungan pondok pesantren santri juga

ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat sekitar. Diantaranya

membantu kurban ketika idul adha, semaan qur‟an, takbir keliling dengan

masyarakat dan lain sebagainya. Namun, disisi lain ada sebagian santri yang

kurang memahami atau tidak melaksanakan ataupun tidak mengimplementasikan

sikap sosialnya, hal ini menarik untuk dikaji terkait dengan sampai sejauh mana

pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren. Dari pemaparan di atas

pada dasarnya adalah upaya-upaya untuk mengembangkan, melatih dan

membiasakan sikap sosial santri terhadap orang-orang yang ada dilingkungan


6

pesantren dan sekitarnya serta menyiapkan nantinya ketika terjun ke masyarakat

dan bersosialisasi langsung dengan masyarakat di daerah-masing-masing. Maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ” Upaya Pengembangan

Sikap Sosial Santri Di Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka peneliti

mengambil dua rumusan masalah penelitian pokok yang akan diteliti yakni:

1. Bagaimana upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren

Wahdatut Tauhid Majalaya ?

2. Apa sajakah faktor-faktor penunjang dan penghambat dalam pelaksanaan

upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil, maka tujuan penelitian yang

akan didapatkan, yakni:

1. Untuk mendeskripsikan upaya pondok pesantren dalam mengembangkan

sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.

2. Untuk mendeskripsikan apa sajakah faktor-faktor penunjang dan

penghambat dalam pelaksanaan upaya pengembangan sikap sosial santri di

pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai rujukan penelitian

setelahnya untuk lebih mengembangkan penelitian dan juga dapat menjadi

sumbangan informasi ilmiah bagi pengembangan penelitian di bidang

pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh msyarakat maupun dalam

bidang Pendidikan khususnya pondok pesantren.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai bahan masukan bagi peneliti untuk mengembangkan sikap

ilmiah dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan baru dalam

memandang kajian penelitian upaya pengembangan sikap sosial santri

di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya. Selain itu juga sebagai

bentuk aktualisasi diri sebagai mahasiswa yang sudah empat tahun

menempuh proses perkuliahan di Universitas Bale Bandung.

b. Bagi Mahasiswa Pendidikan IPS

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan laporan penelitian

yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu literatur sekaligus

penerapan bagi rekan-rekan mahasiswa. Sebagai mahasiswa jurusan

P.IPS, teori bukan hanya untuk dipelajari, melainkan juga dipraktekkan

dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ilmu yang didapatkan bisa

bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain yang ada disekitar serta

diharapkan mampu menambah dan memperkaya khazanah keilmuan.


8

c. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan mampu menambah arsip penelitian

mahasiswa bagi universitas. Secara tidak langsung hal ini akan

membantu Universitas untuk meningkatkan kualitas akademik

mahasiswanya. Karena kualitas akademik mahasiswa bisa dilihat dari

seberapa sering mahasiswa melakukan penelitian. Seperti yang telah

diketahui bahwa penelitian itu memerlukan rencana, konsep, pemikiran,

bimbingan, waktu dan tenaga ekstra untuk melaksanakan dan

menyelesaikannya.

d. Bagi Peneliti Lain

Manfaat yang diperoleh dari adanya penelitian ini, bagi peneliti lain

yaitu dapat menambah informasi tentang upaya pengembangan sikap

sosial santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sikap Sosial

a. Pengertian Sikap

Menurut Allport yang dikutip dari Masruroh (2017:50) , sikap merupakan

kesiapan mental, yaitu suatu proses yang ada dalam diri seseorang, berdasarkan

pengalaman individual masing- masing, yang akan mengarahkan dan menentukan

respons terhadap berbagai objek, situasi dan kondisi. Sikap dapat diketahui atau

dinilai melalui pengetahuan, keyakinan, perasaan, dan kecenderungan tingkah

laku seseorang terhadap objek sikap dengan cara bagaimana ia memperlakukan

objek tersebut. Sikap manusia bukan sesuatu yang melekat sejak lahir, tetapi

diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan

hidupnya.

Beberapa definisi tentang sikap menurut para ahli dalam Abu Ahmadi

(1991) diantaranya yaitu:


10

1) L.L. Thurstone (1946): Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat

positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek

psikologi disini meliputi: simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan

sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu obyek

psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable,

sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap obyek

psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap

obyek psikologi.

2) Zimbardo dan Ebbesen: Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah

terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-

komponen cognitive, affective, dan behavior.

3) D. Krech and RS. Crutchfield : Sikap adalah organisasi yang tetap dari proses

motivasi, emosi, persepsi atau pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan

individu.

4) John H. Harvey dan William P. Smith: Kesiapan merespon secara konsisten

dalam bentuk positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

5) Gerungan: Pengertian attitude dapat diterjemahkan dengankata sikap

terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap

perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan untuk bertindak

sesuai dengan sikap terhadap obyek tadi itu. Jadi attitude itu lebih

diterjemahkan sebagai sikap dan ketersediaan beraksi terhadap suatu hal.

Dari beberapa definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

sikap adalah reaksi dari suatu perangsang atau situasi yang dihadapi individu, atau
11

salah satu aspek psikologis individu yang sangat penting, karena sikap merupakan

kecenderungan untuk berperilaku sehingga mewarnai perilaku seseorang.

b. Pengertian Sosial

Sosial adalah semua hal yang berkaitan dengan masyarakat. Setiap orang

melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya. Interaksi sosial ini merupakan

hubungan yang mencakup antara anggota keluarga, teman, tetangga, rekan kerja,

dan orang asing sekalipun. Interaksi sosial adalah dasar dari sifat manusia.

Dengan berinteraksi satu sama lain, Soekanto dalam Masruroh (2017:56)

mengemukakan bahwa istilah sosial berkenaan dengan perilaku interpersonal,

atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial. Proses sosial merupakan

interaksi sosial antar individu atau kelompok. Untuk memahami apa itu proses

sosial mudah saja. Pertama-tama kita tahu, interaksi sosial adalah hubungan-

hubungan sosial yang dinamis yang berkaitan dengan orang perorangan,

kelompok perkelompok, maupun perorangan terhadap perkelompok ataupun

sebaliknya.

Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial yang didasarkan pada berbagai

faktor, dan menurut Soekanto dalam Moh Agus (2019:52) disebabkan melalui

imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak

sendiri- sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan bergabung. Apabila

masing- masing dapat ditinjau secara lebih mendalam maka:

1) Imitasi

Merupakan dorongan seseorang untuk meniru perilaku orang lain dalam

hal baik/ buruknya suatu prilaku tersebut. Salah satu peran positifnya
12

adalahdapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-

nilai yang berlaku di masyarakat.

2) Sugesti

Suatu pengaruh / dorongan yang berasal dari orang lain untuk melakukan

hal yang serupa dan bersifat persuasif.

3) Identifikasi

Kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi identic

atau sama dengan orang lain. Sifatnya lebih mendalam dari sekedar imitasi.

Proses ini dapat berlangsung secara tidak disadari maupun disadari, oleh

karena hampir pada diri setiap orang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu

didalam proses kehidupannya.

4) Simpati

Suatu proses yang disebabkan oleh ketertarikan seseorang oleh pihak lain,

baik itu hanya sebatas kerja sama, merasa senang dan tertarik karena faktor-

faktor tertentu. Ketertarikan itu dapat berupa rasa kagum, iba, perhatian,

pengertian, tolong menolong dll.

c. Pengertian sikap sosial

Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak

senang, atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu.

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu.

Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan


13

sosial dan kebudayaan misalnya: keluarga, norma, golongan agama, dan adat

istiadat.

Lingkungan sosial menjadi faktor penentu sikap seseorang dalam bersikap,

hal ini dikarenakan sikap terbentuk melalui proses belajar sosial yang terjadi

karena adanya interaksi dengan orang-orang di lingkungan sosial tersebut. W.J

Thomas dalam Ahmadi memberikan batasan sikap sebagai tindakan

kecenderungan yang bersikap positif maupun negatif yang berhubungan dengan

objek psikologi. Objek psikologi disini meliputi: simbol, kata-kata, slogan, orang,

lembaga, ide, dan sebagainya.

Sikap merupakan respons yang terjadi akibat adanya stimulus yang banyak

dipengaruhi oleh lingkungan sosial serta adanya interaksi yang sosial yang terjadi.

Dalam proses sosial, baru dapat dikatakan terjadi interaksi sosial, apabila telah

memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan bersama, yaitu adanya kontak

sosial dan komunikasi sosial.

2. Santri

a. Pengertian Santri

KBBI menjelaskan bahwa santri adalah orang yang mendalami agama

Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh, dan orang yang saleh. Tiga

pengertian dari kata santri itu dicetuskan oleh para pakar, tentu pemberian makna

yang tidak sembarangan dan telah melalui proses pendekatan arti, kesesuaian, dan

penggunaan suku katanya. Berkenaan dengan pengertiannya, istilah santri

diartikan ke berbagai penjelasan. Diantaranya adalah:


14

1) Santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansekerta, atau Jawa) yang berarti

orang yang selalu mengikuti guru, kemanapun guru menetap. Santri berasal

dari bahasa Tamil ada dalam kosa kata bahasa Tamil yang berarti guru ngaji.

2) Menurut Zamaksari Dhofier, santri berasal dari ikatan kata sant (manusia

baik) dan tri (suka menolong), sehingga santri berarti manusia baik yang suka

menolong secara kolektif.

3) Pendapat Clifford Geertz (dan beberapa ilmuan lain), santri berasal dari

bahasa India atau sansekerta shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai

menulis dan kaum terpelajar.

Santri adalah sekelompok orang yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan,

ulama. Santri adalah siswa yang dididik dan menjadi pengikut dan pelanjut

perjuangan ulama yang setia.

Penggunaan istilah santri ditujukan kepada orang yang sedang menuntut

pengetahuan agama di pondok pesantren, sebutan santri senantiasa berkonotasi

mempunyai kiai. Para santri menuntut pengetahuan ilmu agama kepada kiai dan

mereka bertempat tinggal di pondok pesantren. karena posisi santri yang seperti itu

maka kedudukan santri dalam komunitas pesantren menempati posisi subordinat,

sedangkan kiai menempati posisi superordinate.

b. Jenis-jenis santri

Jika diruntut dengan tradisi pesantren, terdapat dua kelompok santri yaitu:

1) Santri mukim, yaitu santri yang berasal dari daerah jauh dan menetap di

pesantren. Santri yang sudah lama mukim biasanya memikul tanggung


15

jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mengajar santri-santri

muda tentang kitab-kitab yang rendah dan menengah.

2) Santri kalong, yaitu santri yang berasal dari desa sekelilingnya, yang

biasanya mereka tidak tinggal di pondok kecuali ketika waktu-waktu belajar

(sekolah dan mengaji) saja, mereka pulang pergi dari rumah ke pondok

pesantren.

3. Pondok Pesantren

1) Pengertian Pondok Pesantren

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti kata pondok adalah:

a) Rumah (sebutan untuk merendahkan diri), biasanya untuk mengajak

seseorang mampir ke kediamannya.

b) Bangunan tempat tinggal berpetak-petak berdinding bilik dan beratap

rumbia, tempat tinggal untuk beberapa keluarga.

c) Madrasah dan asrama, tempat mengaji Al-Quran dan belajar ilmu agama

Islam dan lainnya.

Secara Umum, pengertian pesantren adalah asrama tempat santri atau

tempat murid-murid belajar mengaji dsb. Ada banyak macam pengertian pesantren

baik secara etimologi maupun terminologi. Beberapa pengertian asal kata

pesantren yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

2) Pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata “santri” berarti murid.

Jadi, pesantren adalah tempat santri, asrama tempat santri belajar, atau tempat

menginap santri.
16

3) Dalam konteks masyarakat Jawa, pemahaman tentang pesantren serupa

dengan padepokan, yang didalamnya terdapat komplek perumahan untuk

tempat tinggal santri.

4) Padepokan yang menjadi, awal penyebutan pesantren sebagai tempat

mengaji.

Penyandingan kata pondok dengan pesantren sebenarnya merupakan kata

baru, penyandingan kata pondok dengan pesantren dipopulerkan oleh kalangan

Barat dan akademis pada masa Belanda. Mungkin, kata pondok dicetuskan karena

melihat praktik di pesantren bahwa santri menginap di bangunan berpetak berupa

bilik. Kalaupun bergabung menjadi pondok pesantren, untuk menamai lembaga

keagamaan, itu hanya kebiasaan, bukan keharusan. Kata pondok disini bersifat

umum, lebih bermakna sebagai tempat tinggal saja, sedangkan kata pesantren lebih

bersifat khusus dikarenakan sebagai tempat tinggal para santri dalam mencari

ilmu.

Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata “santri” berarti

murid dalam bahasa jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq yang

berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah.

Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kyai. Untuk mengatur kehidupan dan

aktifitas yang ada di pesantren, kyai menunjuk santri senior untuk mengatur adik-

adik kelasnya, mereka biasanya disebut pengurus pondok.

Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar

melatih santri belajar hidup mandiri karena masing-masing santri jauh dari rumah
17

dan keluarganya yang berarti antar santri sama-sama senasib seperjuangan,

mampu bersosialisasi dengan santri lain yang notabene antar santri mempunyai

watak dan karakter yang berbeda, tinggal bagaimana cara menyikapinya sebagai

suatu progress kedewasaan berfikir serta untuk latihan nantinya ketika terjun di

masayarakat yang mau tidak mau harus bergaul dan menjadi bagian dari

masyarakat, serta dapat menjalin hubungan baik dengan pengasuh,

ustadz/ustadzah, guru-guru dan pengurus pondok.

b. Pondok Pesantren Dalam Lintasan Sejarah

Kiprah berdirinya pondok pesantren dalam segala zaman nampaknya tidak

diragukan lagi, betapa tidak bahwa pesantren sebenarnya memiliki latar belakang

historis yang sangat panjang untuk mengalami perkembangan hingga berwujud

seperti yang ada kebanyakan saat ini. Dalam catatan sejarah, pondok pesantren

dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo.

Asal-usul pesantren di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh

Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam

yang unik Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa

selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim (meninggal 1419 di Gresik Jawa

Timur), spiritual father Walisongo, dalam masyarakat santri Jawa biasanya

dipandang sebagai gurunya-guru tradisi pesantren di tanah Jawa. Ini karena Syekh

Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi yang wafat pada 12 Rabi‟ul

Awal 822 H bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dikenal sebagai Sunan Gresik

adalah orang yang pertama dari sembilan wali yang terkenal dalam penyebaran

Islam di Jawa.
18

Meskipun begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan

mengembangkan pondok pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden

Rahmat (Sunan Ampel). Ia mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada

waktu didirikan hanya memiliki tiga orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu

Hurairah, dan Kyai Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Ampel Denta, Surabaya

dan mendirikan pondok pesantren di sana. Misi keagamaan dan pendidikan Sunan

Ampel mencapai sukses, sehingga beliau dikenal oleh masyarakat Majapahit.

Kemudian bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh para santri

dan putra beliau. Misalnya oleh Raden Patah, dan Pesantren Tuban oleh Sunan

Bonang.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional, pada umumnya tidak

memiliki rumusan tujuan pendidikan secara rinci, dijabarkan dalam sebuah sistem

pendidikan yang lengkap dan konsisten direncanakan dengan baik. Namun secara

garis besar, tujuan pendidikan pesantren dapat diasumsikan sebagai berikut:

1) Tujuan umum, yaitu untuk membimbing anak didik (santri) untuk menjadi

manusia yang berkepribadian islami yang sanggup dengan ilmu agamanya

menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan

amalnya.

2) Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang

alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta

mengamalkannya dalam masyarakat.

c. Jenis-Jenis Pondok Pesantren


19

Jenis pondok pesantren dapat dilihat dari segi sarana dan prasarana, ilmu

yang diajarkan, jumlah santri, dan bidang pengetahuan. Perbedaan jenis ini

memberikan implikasi pada pola pengelolaan dan pendidikan pesantren.

Berdasarkan perbedaan karakteristik tersebut, maka jenis pondok pesantren dapat

dibedakan menjadi:

1) Pondok Pesantren dari Sisi Sarana dan Prasarana

Kelengkapan sarana dan prasarana pondok pesantren yang satu dengan

yang lain bisa jadi berbeda. Hal ini tergantung pada tipe pesantren. Berdasarkan

laporan dari hasil penelitian dan seminar departemen agama sebagaimana

dikemukakan oleh Syarif dalam Moh Agus (2019:46), bahwa tipe pondok

pesantren dilihat dari sarana dan prasarana yang tersedia, bisa diklasifikasikan

sebagai berikut:

a) Pondok pesantren tipe A, yaitu pondok pesantren yang kyainya

bertempat tinggal dalam lingkungan pondok, dan kurikulum pondok

terserah pada kyai. Cara pemberian pelajaran lebih bersifat individual,

dan tidak menyelenggarakan madrasah untuk belajar.

b) Pondok pesantren tipe B, yaitu pondok pesantren yang didalamnya

terdapat madrasah untuk belajar dan tempat santri tinggal. Di lingkungan

pesantren juga terdapat tempat tinggal kyai. Pondok pesantren ini

mempunyai kurikulum tertentu. Pengarahan dari kyai hanya bersifat

aplikasi, dan jadwal pengajaran pokok terletak pada madrasah yang telah

didirikan. Kyai memberikan pelajaran secara umum di madrasah.


20

c) Pondok pesantren tipe C, yaitu pesantren yang semata-mata hanya untuk

tempat tinggal para santri. Mereka belajar disekolah-sekolah dan

madrasah di luar pesantren, bahkan ada pula yang belajar di perguruan

tinggi umum atau agama. Fungsi kyai sebagai pengawas dan pembina

mental.

d) Pondok pesantren tipe D, yaitu pondok pesantren yang didalamnya

terdapat tempat tinggal santri, tempat tinggal kyai serta madrasah

diniyah. Pondok pesantren ini mempunyai kurikulum tertentu, sebagian

santri belajar disekolah-sekolah dan madrasah di luar pesantren,

mayoritas para santri belajar di perguruan tinggi umum atau agama.

Jadwal pengajaran pokok terletak pada madrasah diniyah, kyai

memberikan pelajaran secara umum di madrasah diniyah, pengarahan

dari kyai bersifat sebagai pengawas serta pembinaan mental.

2) Pondok Pesantren dari Sisi Ilmu yang diajarkan

Dari segi ilmu yang diajarkan, pondok pesantren di perkotaan umumnya

tidak hanya mengajarkan kitab-kitab Islam Klasik sebagaimana pondok

pesantren tradisional, tetapi juga mengajarkan ilmu-ilmu umum. Dengan adanya

gejala ini maka pondok pesantren di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu pesantren salafi dan pesantren khalafi (Ahmadi,).

Pondok pesantren salafi atau yang sering disebut dengan pesantren

tradisional adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran-pengajaran

kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di lembaga tersebut. Metode yang

diterapkan untuk memudahkan pengajaran adalah metode sorogan dan


21

bandongan. Sedangkan pondok pesantren khalafi atau yang sering disebut

pondok pesantren modern adalah pesantren yang telah memasukkan ilmu-ilmu

umum dalam kurikulumnya. Beberapa pondok pesantren jenis ini selain

memiliki madrasah diniyah, juga memiliki sekolah umum, bahkan universitas.

Meskipun pondok pesantren khalafi memasukkan pengetahuan-pengetahuan

umum di pondok pesantren, tetapi tetap dikaitkan dengan pelajaran agama.

Sebagai contoh pelajaran ekonomi, keterampilan, pelajaran ini selalu dikaitkan

dengan ajaran agama yang berprinsip pada kemaslahatan.

Pola dasar pendidikan pesantren terletak pada relevansinya dengan segala

aspek kehidupan. Dalam hal ini, pola dasar tersebut merupakan cerminan untuk

mencetak santrinya menjadi insan yang shalih dan mulia. Shalih berarti manusia

yang secara potensial mampu berperan aktif, berguna dan terampil dalam

kaitannya dengan kehidupan sesame makhluk. Mulia merupakan pencapaian

kelebihan dalam kaitannya manusia sebagai makhluk terhadap penciptanya

untuk mencapai kebahagiaan di akhirat (Mahfudh, 1994).

3) Pondok Pesantren dari Sisi Bidang Pengetahuan

Dhofier (1994) membedakan pesantren dilihat dari jumlah santri menjadi

3 kelompok yaitu:

a) Pondok pesantren yang memiliki jumlah santri lebih dari 2000 orang

termasuk pondok pesantren besar.

b) Pondok pesantren yang memiliki jumlah santri antara 1000 sampai 2000

orang termasuk pondok pesantren menengah.


22

c) Pondok pesantren yang memiliki santri kurang dari 1000 orang termasuk

pesantren kecil.

4) Pondok Pesantren dari Bidang Pengetahuan

Bila dilihat dari bidang pengetahuan yang diajarkan Nadj dalam Masruroh

(2017:65) membagi jenis pesantren menjadi: (1) pesantren alat; (2) pesantren

tasawuf; (3) pesantren fiqih.

Pondok pesantren tasawuf adalah pondok pesantren yang mengutamakan

gramatika atas bahasa arab dan pengetahuan filologis, etimologis dan

terminologi yang digunakan dalam literatur agama. Pelajaran utama dari pondok

pesantren ini adalah Nahwu dan Sharaf.

Pondok pesantren tasawuf adalah pondok pesantren yang mengajarkan

para santri untuk menghambakan dan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan

sedikit mengesampingkan pikiran-pikiran duniawi. Hari-hari santri banyak diisi

dengan bermunajat kepada Allah dengan khusyuk dan ikhlas.

Pondok pesantren fiqih adalah pondok pesantren yang pengajarannya

lebih berorientasi pada penguasaan hukum Islam. Pondok pesantren fiqih

bermaksud agar para santri mempunyai pemahaman yang cukup terhadap

persoalan masyarakat yang berkaitan dengan ajaran Islam. Tujuannya agar santri

kelak saat kembali ke tengah-tengah masyarakat dapat menyelesaikan persoalan

hidup dan kehidupan bermasyarakat berdasarkan hukum Islam dengan baik.

Sebenarnya, banyak juga pondok pesantren yang memadukan pengajaran

ketiganya (ilmu alat, tasawuf dan fiqih) secara bersama-sama.

5) Peran Pondok Pesantren


23

Peran pesantren dapat dibedakan menjadi 2 hal, yaitu: internal dan

eksternal. Peran internal adalah mengelola pesantren kedalam yang berupa

pembelajaran ilmu agama kepada para santri. Sedangkan peran eksternal adalah

berinteraksi dengan masyarakat termasuk pemberdayaan dan pengembangannya.

Kebanyakan pesantren mutakhir hanya berperan pada sudut internalnya saja, yaitu

pembelajaran bagi para santri, dan meninggalkan peran eksternalnya sebagai

media pemberdayaan masyarakat. Sehingga pengaruh pesantren mulai menipis

dan tidak sekuat sebelumnya.

Fungsi dan peran pesantren juga dapat diukur dari bahan ajar yang

disuguhkan kepada para santri. Karena bahan ajar merupakan bagian kurikulum

yang dapat membentuk mindset dan kiprah santri ditengah masyarakat kelak.

Setidaknya setiap pesantren membekali para santri dengan 6 pengetahuan, yaitu:

ilmu syariah, ilmu empiris, ilmu yang membuat kemampuan berpikir kritis dan

berwawasan luas, ilmu pembinaan budi pekerti, latihan keterampilan

kemasyarakatan, dan penggemblengan mental dan karakternya.

Tuntutan kehidupan pesantren dengan realitas zaman telah memaksa

sementara para tokoh pesantren untuk melakukan studi banding terhadap sistem

budaya kontemporer, yang dengan mengaitkan modernitas pesantren dan budaya

kaum santri akan memperkuat karakteristik tradisi pesantren dengan tanpa melepas

keterkaitannya dengan dunia luar.

Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan

anak didik yang dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap, pengetahuan,
24

kecerdasan dan keterampilan, kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat

secara luas, serta meningkatkan kesadaran terhadap alam lingkungannya.

Dalam upaya mengerahkan segala sumber yang ada dalam bidang

pendidikan untuk memecahkan berbagai masalah tersebut, maka eksistensi pondok

pesantren akan lebih disorot, karena masyarakat dan pemerintah mengharapkan

pondok pesantren yang memiliki potensi yang besar dalam bidang pendidikan.

Menurut Dhofier dalam Moh Agus (2019:43) Watak otentik pondok pesantren

yang cenderung menolak pemusatan (sentralisasi), merdeka dan bahkan

desentralisasi dan posisinya di tengah-tengah masyarakat, pondok pesantren

sangat bisa diharapkan memainkan peranan pemberdayaan (empowerment) dan

transformasi masyarakat secara efektif, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Peranan instrumental dan fasilitator

Hadirnya pondok pesantren yang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan

dan keagamaan, namun juga sebagai lembaga pemberdayaan umat merupakan

petunjuk yang amat berarti. Pondok pesantren menjadi sarana bagi

pengembangan potensi dan pemberdayaan umat, seperti halnya dalam

kependidikan atau dakwah islamiyah, sarana dalam pengembangan umat ini

tentunya memerlukan sarana bagi pencapaian tujuan. Sehingga pondok

pesantren yang mengembangkan hal-hal yang demikian berarti pondok

pesantren tersebut telah berperan sebagai alat atau instrumen pengembangan

potensi dan pemberdayaan umat.

b) Peranan mobilisasi
25

Pondok pesantren merupakan lembaga yang berperan dalam mobilisasi

masyarakat dalam perkembangan mereka. Peranan seperti ini jarang dimiliki

oleh lembaga atau perguruan lainnya, dikarenakan hal ini dibangun atas dasar

kepercayaan masyarakat bahwa pesantren adalah tempat yang tepat untuk

menempa akhlak dan budi pekerti yang baik. Sehingga bagi masyarakat tertentu,

terdapat kecenderungan yang memberikan kepercayaan pendidikan hanya

kepada pondok pesantren.

c) Peranan sumber daya manusia

Dalam sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pondok pesantren

sebagai upaya mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, pondok pesantren

memberikan pelatihan khusus atau diberikan tugas magang di beberapa tempat

yang sesuai dengan pengembangan yang akan dilakukan di pondok pesantren.

Di sini peranan pondok sebagai fasilitator dan instrumental sangat dominan.

d) Sebagai agent of development

Pondok pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan

kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-

sendi moral, melalui transformasi nilai yang ditawarkan. Kehadirannya bisa

disebut sebagai agen perubahan sosial (agent of social change), yang selalu

melakukan pembebasan pada masyarakat dari segala keburukan moral,

penindasan politik, kemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari kemiskinan

ekonomi.

e) Sebagai center of excellence


26

Institusi pondok pesantren berkembang sedemikian rupa akibat

persentuhan-persentuhannya dengan kondisi dan situasi zaman yang selalu

berubah. Sebagai upaya untuk menjawab tantangan zaman ini, pondok pesantren

kemudian mengembangkan peranannya dari sekedar lembaga keagamaan dan

pendidikan, menjadi lembaga pengembangan masyarakat (center of excellence).

6) Kurikulum Pondok Pesantren

Apabila kita berbicara mengenai kurikulum pondok pesantren, maka apa

yang dilaksanakan di pesantren mulai dari pagi hingga malam hari itulah yang

dinamakan kurikulum pendidikan pondok pesantren. Beberapa jenis kurikulum

pesantren menurut Wahid dalam Abu Ahmadi antara lain:

a) Kurikulum pengajian non-sekolah, dimana santri belajar pada beberapa orang

kyai atau guru dalam sehari semalamnya.

b) Kurikulum sekolah tradisional (madrasah salafiyah), dimana pelajaran telah

diberikan di kelas dan disusun berdasarkan kurikulum tetap yang berlaku

untuk semua santri.

c) Pondok pesantren, dimana kurikulumnya bersifat klasikal dan masing-masing

kelompok mata pelajaran agama dan non agama telah menjadi bagian integral

dari sebuah sistem yang telah bulat dan berimbang.

d) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk

madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan

kurikulum nasional.

e) Madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah

diniyah.
27

f) Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majelis ta‟lim).

g) dan pesantren untuk asrama anak-anak pelajar sekolah umum dan mahasiswa.

B. Kerangka Berpikir

Upaya pondok pesantren dalam mengembangkan sikap sosial santri adalah

suatu cara atau usaha pondok pesantren untuk meningkatkan sikap sosial pada diri

seseorang, dalam hal ini berbagai upaya-upaya dilakukan, untuk mencapai

seseorang mempunyai sikap sosial yang baik. Dalam membentuk sikap sosial dan

prilaku yang sesuai dengan norma dan etika di masyarakat pada umumnya, maka

diperlukan adanya pengembangan pendidikan serta pelatihan.

Sikap sosial sangat dibutuhkan untuk menjalin hubungan dengan orang lain

dalam kehidupan sehari-hari. Sikap sosial merupakan suatu tindakan seseorang

untuk hidup dalam masyarakatnya seperti saling membantu, saling menghormati,

saling berinteraksi, dan sebagainya. Untuk mencapai sikap sosial pada diri

seseorang memerlukan bantuan pembinaan, pembelajaran dan pelatihan dari

keluarga maupun suatu lembaga, seperti hal nya pondok pesantren supaya

menunjang dalam pencapaian sikap seseorang menjadi lebih baik. Upaya untuk

mengembangkan sikap sosial seseorang pasti memerlukan wadah atau tempat

khusus yang berupa lembaga, semisal pendidikan formal seperti sekolahan dan

pendidikan non formal seperti pondok pesantren. Salah satu lembaga yang akan

kita bahas disini adalah lembaga pondok pesantren.

Penelitian ini mengkhususkan tentang bagaimana upaya pondok pesantren

dalam mengembangkan sikap sosial pada santri, serta mencari tahu faktor
28

penunjang dan faktor penghambat santri dalam mengembangkan sikap sosial serta

memberikan solusi bagaimana cara pondok pesantren mengembangkan sikap

sosial santri . kendala tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal

Faktor internal : minat, bakat, intelegensi, sikap, dan motivasi.

2. Faktor eksternal : lingkungan sosial santri dari keluarga, sekolah, pesantren,

guru, teman sebaya, dan faktor lingkungannya lainnya.

Penelitian ini ingin mengetahui, faktor penunjang dan faktor penghambat

dalam pengembangan sikap sosial santri serta ingin mengetahui upaya pondok

pesantren dalam mengatasi pengembangan sikap sosial santri dan solusi dalam

pengembangan sikap sosial santri pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya

yang akan di uraikan dalam penelitian ini.

Sikap Sosial Santri

Upaya Pengembangan Sikap Sosial Santri

Faktor Penunjang Dan Faktor Penghambat

faktor internal faktor eksternal

 Minat Lingkungan sosial santri


dari keluarga, sekolah,
 Bakat pesantren, guru, teman
sebaya, dan faktor
 Intelegensi lingkungannya lainnya.

 Sikap, dan

 Motivasi
29

Gambar 2. 1
Skema kerangka berpikir

C. Penelitian Terdahulu

Dalam bab ini Penulis melakukan kajian pustaka dengan melakukan review

peneleitian terdahulu sehingga mendapatkan referensi yang akan digunakan

dalam penelitian baik berupa metodologi, kajian teori, ataupun hal-hal lain yang

dapat digunakan sebagai acuan dalam penulisan yang berhubungan dengan topik

yang sedang diteliti. Beberapa penelitian yang diambil digunakan sebagai bahan

kajian untuk memperkaya bahan kajian penelitian. Peneliti menggunakan

metodologi penelitian kualitatif, dengan jenis jenis penelitian kualitatif yang

bertujuan untuk memberikan sedikit definisi atau penjelasan mengenai konsep

atau pola tentang sebab mengenai subjek dan objek yang digunakan dalam

penelitian ini. Sebuah penelitian memerlukan beberapa referensi kajian dari

penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai penguat kajian teori,

metodologi serta hal-hal lain yang mendukung penelitian penulis tentang “Upaya

Pengembangan Sikap Sosial Santri Di Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid”

dengan melakukan perbandingan maupun persamaan tujuan, teori, metode serta


30

hasil dari peneluitian terdahulu. Berikut adalah penelitian terdahulu yang penulis

review:

1. Muhammad Asrofi 2013

Penelitian terdahulu Muhammad Asrofi yang berjudul “Peran Pondok

Pesantren Fadlun Minallah Dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Santri

Di Wonokromo Pleret Bantul”. Penelitian ini meneliti tentang pondok

pesantren dan santri. Penelitian ini membahas tentang penanaman

pendidikan karakter. Penelitian ini mengenai upaya pondok pesantren dalam

mengembangkan sikap sosialnya, bukan tentang peran pondok pesantren

dalam menanamkan pendidikan karakter santri. Jenis penelitian yang

digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dan dilakukan dengan deskriptif

kualitatif.

2. Irhamni Rahman, 2010

Penelitian terdahulu Irhamni Rahman yang berjudul “ Pondok

Pesantren Darul Muttaqin Sebagai Percontohan Pondok Pesantren Modern

Di Parung Jawa Barat”. Penelitian ini meneliti tentang pondok pesantren.

Penelitian ini membahas tentang pembaharuan pondok pesantren sebagai

percontohan pesantren modern.Penelitian ini membahas tentang upaya

pondok pesantren dalam mengembangkan sikap sosial. Sedangkan peneliti

tersebut meneliti tentang pembaharuan pondok pesantren sebagai

percontohan pesantren modern dalam penelitiannya. Jenis penelitian yang

digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dan dilakukan dengan deskriptif

kualitatif.
31

3. Suyono, 2013

Penelitian terdahulu Suryono yang berjudul “peranan pondok pesantren

dalam mengatasi kenakalan remaja (studi kasus di pondok pesantren Al-

Muayyad Surakarta)”. Penelitian ini meneliti tentang pondok pesantren.

Penelitian ini membahas tentang kenakalan remaja. Penelitian ini

membahas tentang upaya pondok pesantren dalam mengembangkan sikap

sosial. Sedangkan penelitian tersebut lebih terfokus pada kenakalan remaja

saja. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dan

dilakukan dengan deskriptif kualitatif.

4. Masruroh, 2017

Penelitian terdahulu Masruroh yang berjudul “Upaya Pengembangan

Sikap Sosial Santri Di Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah Malang”. Penelitian

ini meneliti tentang pondok pesantren. Penelitian ini membahas tentang

upaya pondok pesantren dalam mengembangkan sikap sosial santri di

pondok pesantren Al-Ishlahiyah Malang. Jenis penelitian yang digunakan

adalah jenis penelitian kualitatif dan dilakukan dengan deskriptif kualitatif.


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian yang akan penulis paparkan ini berjudul “Upaya

Pengembangan Sikap Sosial Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

Majalaya” merupakan penelitian yang berbentuk penelitian kualitatif, penelitian

kualitatif yaitu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan. Adapun

penelitian kualitatif menurut Sukmadinata dalam Masruroh (2017:42) adalah suatu

penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara

individual maupun kelompok. Adapun metode kualitatif menurut Bogdan dan

Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong mengemukakan metode kualitatif

adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Karena data-

data yang akan dipaparkan merupakan data yang berupa analisis deskriptif, maka
33

dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis deskriptif dengan

pertimbangan agar mampu memahami makna di balik data yang tampak.

Berdasarkan keterangan tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa

penelitian deskriptif kualitatif yaitu rangkaian kegiatan untuk memperoleh data

yang bersifat apa adanya tanpa ada dalam kondisi tertentu yang mana hasilnya

lebih menekankan pada makna. Dari berbagai macam definisi tersebut, dapat

diketahui bahwa sekup wilayah dari penelitian ini terbatas, dalam arti penelitian

deskriptif ini hanya meneliti subjek dalam kuantitas yang sempit yakni santri

pondok pesantren Wahdatut tauhid Majalaya, sedangkan fokus penelitian yang

diteliti disini yakni pembinaan serta pembentukan sikap sosial para santri tersebut

melalui program serta kegiatan yang ada di lingkungan pondok pesantren tersebut.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yang menjadi alat

utama adalah manusia, artinya melibatkan peneliti sendiri sebagai instrument

dengan memperhatikan kemampuan peneliti dalam hal bertanya, melacak,

memperhatikan, mengamati, memahami dan mengabstraksikan sebagai alat penting

yang tidak dapat diganti dengan cara lain. Dalam penelitian kualitatif peneliti wajib

hadir di lapangan.

Sebagai pengamat peneliti berperan serta dalam kehidupan sehari-hari

subjeknya pada setiap situasi yang diinginkan untuk dipahaminya. Dalam penelitian

kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan pengumpul

data utama. Dalam hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Lexy Moeloeng (2002),
34

kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan

perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya

ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrument atau alat penelitian

disini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.

Kehadiran peneliti disini mutlak diperlukan, karena penelitian kulalitatif

membutuhkan kehadiran peneliti di lapangan untuk mengamati langsung mengenai

variable-variabel yang akan diteliti serta menggali informasi yang mendalam serta

melakukan tanya jawab dengan para informan, menciptakan hubungan baik dengan

berbagai pihak yang dimaksud. Dalam hal ini adalah ketua pondok pesantren,

pengurus pondok pesantren, santri yang masih ada di pondok pesantren serta

alumni pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.

Peneliti selaku instrumen utama masuk ke latar penelitian agar dapat

berhubungan langsung dengan informan, dapat memahami secara alami kenyataan

yang ada di latar belakang. Peneliti berusaha melakukan interaksi dengan informan.

Peneliti secara wajar menyikapi segala perubahan yang terjadi di lapangan,

berusaha menyesuaikan diri dengan situasi. Kemudian untuk mendukung

pengumpulan data dari sumber yang ada di lapangan, maka peneliti juga

memanfaatkan buku tulis, jadwal kegiatan, paper, handphone, dan juga alat tulis

seperti bulpoin, dan juga pensil sebagai alat pencatat data dari para narasumber.

C. Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dimaksudkan untuk mempermudah dan

memperjelas objek yang menjadi sasaran penelitian. Adapun lokasi penelitian yang
35

dipilih oleh peneliti adalah pondok pesantren Wahdatut Tauhid Jln SGB Bojong

Rengas RT 01 RW 11 Desa Majasetra Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung.

Lokasi ini dipilih oleh peneliti dengan beberapa pertimbangan, diantaranya

yaitu:

1. Pondok pesantren Wahdatut Tauhid merupakan pondok pesantren yang

cukup lama di daerah Majalaya, dengan melihat kondisi zaman yang sudah

cukup lama, pesantren ini dapat bertahan dengan mengedepankan akhlaqul

karimah, sopan santun, tawadlu‟, ke-salaf-an, dan kebudayaan pesantren

yang lestari di jaga dan ditanamkan oleh pondok kepada para santri agar

dapat mengikuti perkembangan zaman modern ini.

2. Majelis Ta’lim yang ditujukan untuk umum merupakan keunikan

selanjutnya yang dimiliki oleh pesantren ini, para santri diajari bagaimana

cara bersikap dengan baik dengan masyarakat sekitar pesantren dan juga

para jama’ah pengajian yang hadir. Para santri senior belajar dengan

mengelola parkir dan juga berkolaborasi dengan warga sekitar dengan

menciptakan lingkungan yang aman selama acara berlangsung.

3. SMP dan SMA NU Wahdatut Tauhid, merupakan sekolah yang dibangun

oleh pesantren karena melihat kondisi serta kebutuhan masyarakat sekitar.

Diharapkan para santri tersebut selain memiliki akhlaqul karimah, sopan

santun, dan juga luas ilmu keagamaannya, para santri tersebut juga memiliki

ilmu pengetahuan umum yang memadai sebagai bekal nanti ketika sudah

terjun ke dalam masyarakat.


36

4. Maha’diyah, Pesantren ini memiliki program maha’diyah yang disiapkan

oleh pondok pesantren sebagai tempat bagi para santri untuk mendalami

ilmu agama.

5. Sorogan, sorogan merupakan metode yang diterapkan pondok pesantren

dalam mengupas kitab-kitab klasik yang dipelajari oleh para santri. Metode

ini merupakan metode yang unik, karena membutuhkan keteladanan, serta

keuletan dari para senior dalam mendidik para juniornya. Pembelajaran ini

dilaksanakan dengan cara santri menyodorkan kitab atau bahan yang akan

dikaji dengan guru atau kyai mereka dengan cara bergiliran satu persatu.

Disamping melihat beberapa pertimbangan di atas, peneliti juga melihat

bahwa lokasi ini merupakan lokasi yang sangat strategis bagi pembinaan serta

pembentukan sikap sosial santri, dikarenakan banyak pesantren dan juga lembaga

pendidikan yang berdiri di area pesantren.

D. Instrumen Penelitian

Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah peneliti bertindak sebagai

instrumen sekaligus pengumpil data. Instrumen selain manusia (seperti; angket,

pedoman wawancara, pedoman observasi dan sebagainya) dapat pula digunakan,

tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai instrumen

kunci. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti adalah mutlak,

karena peneliti harus berinteraksi dengan lingkungan baik manusia dan non

manusia yang ada dalam kancah penelitian. Kehadirannya di lapangan eneliti harus
37

dijelaskan, apakah kehadirannya diketahui atau tidak diketahui oleh subyek

penelitian. Ini berkaitan dengan keterlibatan peneliti dalam kancah penelitian,

apakah terlibat aktif atau pasif (Murni, 2017).

Menurut Sugiyono (2019:156) Instrumen penelitian adalah suatu alat

yangdigunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen

adalah alat atau fasilitas yang digunakan penelitian dalam mengumpulkan data

agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, sehingga mudah diolah

(Arikunto, 2006).

Dalam penelitian kualitatif, atau instrumen utama dalam pengumpulan data

adalah manusia yaitu, peneliti sendiri atau orang lain yang membantu peneliti.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri yang mengumpulkan data dengan cara

bertanya, meminta, mendengar, dan mengambil. Peneliti dapat meminta bantuan

dari orang lain untuk mengumpulkan data, disebut pewawancara. Dalam hal ini,

seorang pewawancara yang langsung mengumpulkan data dengan cara bertanya,

meminta, mendengar, dan mengambil (Afrizal, 2014).

Untuk mengumpulkan data dari sumber informasi (informan), peneliti

sebagai instrument utama penelitian memerlukan instrumen bantuan. Ada dua

macam instrument bantuan yang lazim digunakan yaitu:

1) Panduan atau pedoman wawancara mendalam. Ini adalah suatu tulisan

singkat yang berisikan daftar informasi yang perlu dikumpulkan.

Pertanyaan-pertanyaan lazimnya bersifat umum yang memerlukan

jawaban panjang, bukan jawaban ya atau tidak;


38

2) Alat rekaman. Peneliti dapat menggunakan alat rekaman seperti, tape

recorder, telepon seluler, kamera fot, dan kamera video untuk merekam

hasil wawancara. Alat rekaman dapat dipergunakan apabila peneliti

mengalami kesulitan untuk mencatat hasil wawancara (Afrizal, 2014).

Jadi instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, karena penelitian

yang digunakan adalah penelitian kualitatif , adapun bentuk instrumen yang dipilih

dalam penelitian ini adalah bentuk instrumen wawancara, observasi dan

dokumentasi.

E. Data dan Sumber Data

Menurut Lefland dalam Moh Agus (2019:42), sumber data yang utama

dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya seperti

sumber data tertulis, foto dan statistik merupakan data tambahan sebagai

pelengkap atau penunjang data utama. Adapun sumber data yang dipakai peneliti

disini adalah sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah sumber

data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui

wawancara. Sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya berupa dokumen.

Dalam usaha memperoleh data dari sumbernya, peneliti nantinya akan

melakukan serangkaian kegiatan, diantaranya:

1. Wawancara, wawancara disini dilakukan oleh peneliti sebagai upaya untuk

menggali informasi dari narasumber. Narasumber yang dimaksud disini


39

ialah, kepala pondok, jajaran kepengurusan, para santri, serta alumni

Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.

2. Observasi, observasi disini ialah peneliti mengobservasi langsung para

santri dengan menggunakan jenis observasi partisipatif. Adapun

penggunaan media Dokumentasi yang dimiliki oleh Pondok Pesantren

Wahdatut Tauhid Majalaya guna menambah informasi dan data yang

diperlukan peneliti sebagai pembanding dan juga sebagai penguat data yang

lebih valid.

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2019), teknik pengumpulan data merupakan langkah

yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting,

berbagai sumber, dan berbagai cara. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan

data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer,

dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta

(participant obersvation), wawancara mendalam (in depth interview),

dokumentasi, dan gabungan ketiganya (triangulasi) (Sugiyono, 2019).

1. Langkah – Langkah Penelitian

Langkah – langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:
40

1) Mengajukan izin permohonan untuk melakukan penelitian dan

pengumpulan data kepada ketua yayasan pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya.

2) Meminta izin untuk melakukan observasi dan wawancara kepada ketua,

jajaran kepengurusan dan santri pondok pesantren Wahdatut Tauhid

Majalaya.

3) Melakukan observasi di lapangan.

4) Melakukan wawancara kepada ketua, jajaran kepengurusan dan santri

pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.

5) Melakukan wawancara kepada alumni pondok pesantren Wahdatut Tauhid

Majalaya.

6) Melakukan pembahasan sesuai penelitian yaitu upaya pengembangan sikap

sosial santri pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya .

7) Menarik kesimpulan yang dihasilkan dari pembahasan data yang ada

mengenai upaya pengembangan sikap sosial santri pondok pesantren

Wahdatut Tauhid Majalaya.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengumpulan data dengan wawancara (interview), observasi dan dokumentasi.

a. Pengumpulan Data dengan Wawancara (Interview)

Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2019), wawancara adalah merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikonstrusikan makna dalam suatu topik tertentu. Esterberg


41

dalam Sugiyono (2019), mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu:

wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, dan tidak terstruktur.

Sugiyono (2019) mengemukakan wawancara terstruktur digunakan

sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah

mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh

karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan

instrument penelitian berupa pertanyaan- pertanyaan tertulis yang alternative

jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap

responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya

(Sugiyono, 2019).

Wawancara semi terstruktur, jenis wawancara ini termasuk dalam kategori

in-depth interview, di mana pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan

dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2019).

Wawancara tak berstruktur, menurut Sugiyono (2019) adalah wawancara

yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman

wawancara yang digunakan hanya berupa garis- garis besar permasalahan yang

akan ditanyakan, namun untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam

tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak

terstruktur (Sugiyono, 2019).


42

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian ini menggunakan

wawancara terstruktur agar lebih mudah dalam melakukan analisa data. Penulis

melakukan wawancara kepada ketua, 3 orang pengurus , 2 orang santri dan 2

orang alumni pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya, karena dalam

penelitian kualitatif tidak ada patokan baku dalam melakukan wawancara dan

jumlah responden akan berubah seiring jalannya penelitian. Interview

Guideline dan hasil wawancara data terlampir.

b. Pengumpulan Data Dengan Observasi

Menurut Hadi dalam Sugiyono (2019:145) observasi merupakan suatu

proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses

biologis dan psikologis. Dua diantara terpenting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti akan

melakukan observasi mengenai upaya pengembangan sikap sosial santri

pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.

c. Pengumpulan Data dengan Dokumentasi

Sugiyono (2019) mengemukakan dokumen merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan

harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumen

yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, dan sketsa. Dokumen

berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, dan

film. Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2019).


43

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dokumentasi pada penelitian ini

dilakukan dengan mengambil dokumen yang ada di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya.

3. Obyek dan Waktu Penelitian

Obyek penelitian ini santri pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.

Waktu yang digunakan penulis untuk penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal

dikeluarkannya izin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih dua bulan, satu

bulan pengumpulan data dan satu bulan pengolahan data yang meliputi penyajian

dalam bentuk skripsi dan proses bimbingan berlangsung.

G. Validitas Data

Validitas penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif,

validitas tidak memiliki konotasi yang sama dengan penelitian kualitatif, tidak pula

sejajar dengan reliabilitas (yang berarti pengujian stabilitas dan konsistensi respon)

ataupun generalisasi (yang berarti validitas eksternal atau hasil penelitian yang

dapat diterapkan pada setting , orang, atau sampel yang baru) dalam penelitian

kualitatif mengenai generalisasi dan reliabilitan kualitatif Craswell (dalam

Susanto, 2013).

Validitas dalam penelitian kualitatif didasarkan pada kepastian apakah hasil

penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipasi, atau pembaca

secara umum, istilah validitas dalam penelitian kualitatif dapat disebut puladengan

trusworthiness, authenticity, dan credibility Creswell (dalam Susanto, 2013).


44

Sugiyono (2019) terdapat dua macam validitas penelitian yaitu, validitas

internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat

akurasi penelitian dengan hasil yang dicapai. Sedangkan validitas eksternal

berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan

atau diterapkan pada populasi dimana sampel teeersebut diambil. Dalam penelitian

ini, uji validitas yang digunakan adalah:

1) Triangulasi

Triangulasi (Moleong, 2014) yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data

dengan melakukan pengecekan atau perbandingan terhadap data yang diperoleh

dengan sumber atau kriteria yang lain diluar data itu, untuk meningkatkan

keabsahan data. Pada penelitian ini, triangulasi yang dilakukan adalah:

a) Triangulasi sumber, yaitu dengan cara membandingkan apa yang dikatakan

oleh subyek dengan dikatakan informan dengan maksud agar data yang

diperoleh dapat dipercaya karena tidak hanya diperoleh dari satu sumber saja.

b) Triangulasi metode, yaitu dengan cara membandingkan data hasil

pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandingkan data hasil

pengamatan data hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. Dalam

hal ini peneliti berusaha mengecek kembali data yang diperoleh melalui

wawancara.

2) Menggunakan bahan referensi

Bahan referensi ini merupakan alat pendukung untuk membuktikan data

yang ditemukan oleh peneliti. Seperti data hasil wawancara perlu didukung dengan

adanya rekaman wawancara. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat


45

perekam untuk merekam hasil wawancara dengan informan. Sedangkan dalam uji

validitas eksternal dalam penelitian kulitatif, peneliti dalam membuat laporan

harus memeberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

Dengan demikian pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian

tersebut.Sehingga dapat memutuskan bisa atau tidaknya untuk mengaplikasikan

hasil penelitian tersebut ditempat lain.

H. ANALISIS DATA

Menurut Moloeng (2002) Analisis data adalah proses mengorganisasikan

dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data. Menurut Sugiyono (2019), analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai

pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah

melakukan analisis terhadap jawaban, yang diwawancarai.

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan analisis data dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni data yang sudah diperoleh

kemudian disusun dan digambarkan menurut apa adanya mengenai fakta-fakta

tanpa memunculkan hipotesa, semata-mata untuk memberikan gambaran yang

tepat dari data dan informasi yang diperoleh dari informan, secara obyektif

berdasarkan kerangka yang telah dibuat, dengan menggunakan ungkapan-

ungkapan kalimat, sehingga dapat dijadikan kesimpulan yang logis mengenai apa

yang sedang diteliti.


46

Dalam penelitia ini yang digunakan dalam menganalisis data dengan cara

deskriptif (non statistik), yaitu penelitian dilakukan dengan menggambarkan data

yang diperoleh dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan untuk kategori

dalam memperoleh kesimpulan. Yang bertujuan untuk mengetahui keadaan

sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak dan sebagainya.

Menurut Suharsimi dilihat dari tujuan analisis, maka ada dua hal yang ingin

dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses

berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang

tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik

informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial itu.

Menganalisis suatu proses berlangsungnya suatu fenomena sosial adalah

mengungkapkan semua proses etik yang ada dalam suatu fenomena sosial dan

mendiskripsikan kejadian proses sosial itu apa adanya sehingga tersusun suatu

pengetahuan yang sistematis tentang proses-proses sosial, realitas sosial, dan

semua atribut dari fenomena sosial itu. Sedangkan menganalisis makna yang ada

dibalik informasi, data dan proses sosial yang diteliti. Sehingga terungkap suatu

gambaran emik terhadap suatu peristiwa sosial yang sebenarnya dari fenomena

sosial yang tampak.

Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif yang bersifat ekploratif, yaitu

dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena. Peneliti hanya ingin

mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu. Dengan berusaha

memecahkan persoalan-persoalan yang ada dalam rumusan masalah dan

menganalisa data-data yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan sosiologi.


47

1) Editing

Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan terhadap jawaban-

jawaban informan, hasil observasi, dokumen-dokumen dan catatan-catatan

lainnya. Tujuannya adalah untuk penghalusan data selanjutnya. Perbaikan

kalimat dan kata, membuang keterangan yang berulang-ulang, menerjemahkan

ungkapan- ungkapan setempat ke bahasa Indonesia, dan mentranskrip rekaman

wawancara.

2) Klasifikasi

Pada tahap ini peneliti menggolongkan jawaban dan data lainnya

menurut kelompok variabelnya. Menyusun dan mensistemasikan data-data

yang diperoleh dari para informan ke dalam pola tertentu guna mempermudah

pembahasan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

Pengelompokkan didasarkan pada kategori-kategori kebutuhan akan

data- data penelitian yang akan disajikan, dengan tujuan untuk mempermudah

dalam menginterpretasikan data. Sehingga memperlancar peneliti dalam

memahami informasi yang sangat beragam dari dokumen, media serta

informan-informan penelitian.

3) Penafsiran

Hasilnya adalah penafsiran tentang situasi dan gejala dalam bentuk

naratif. Pemaparan itu pada umumnya mampu menjawab pertanyaan-

pertanyaan :”apa”, “mengapa”, dan bagaimana. Pada tahap penafsiran peneliti

akan menjaga data penelitian supaya tetap objektif dan tidak memunculkan

penafsiran subjektif.
48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Profil Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

a. Sejarah dan Letak Geografis Pondok Pesantren

Tujuan pertama Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid ini

yang pertama berasal dari niat dan cita-cita. Yang kedua modal ilmu, karena

dengan niat dan modal ilmu ingin mengamalkan ilmu ditengah-tengah masyarakat,

ingin menjadikan orang yang bermanfaat untuk agama, nusa dan bangsa. Maka

diwujudkanlah sebuah lembaga pondok pesantren jadi pondok pesantren itu adalah

alat untuk melangsungkan sebuah media, pembaktian diri dalam mengamalkan


49

ilmu kepada Allah, kepada masyarakat sekaligus membantu untuk mencerdaskan

warga dan bangsa.

Tujuan kedua semata-mata membaktikan diri kepada Allah dengan

membuat sebuah lembaga pesantren maka bisa lebih banyak mengenal Allah,

karena hampir menghabiskan waktu 24 jam untuk memperdalam ilmu-ilmu agama

yaitu ilmu Allah, ilmu akhirat.

Tujuan ketiga membantu mencerdaskan bangsa, memberikan arahan

dengan melalui program tablig dan ta‟lim supaya orang banyak mengenal dirinya,

supaya orang lebih tau bahwa punya Allah dan punya Rasullnya. Jadi arahnya

mengarah kepada jaminan keselamatan dunia, jaminan keselamatan akhirat secara

dunianya itu pasti akan terlewati.

Berdirinya Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid ini, sudah berdiri 22 tahun,

Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid berdiri di tahun 2000 dan di rintis pada tahun

1998, 2 tahun merintis mempersiapkan moril dan materil sehingga di tahun 2000

bisa di mulai dan diberi nama Wahdatut Tauhid. Alhamdulilah dengan potensi dan

dorongan, dukungan dari masyarakat sehingga sampai hari ini pondok pesantren

Wahdatut Tauhid sudah 22 tahun lamanya. Masih bisa eksis dan bermanfaat bagi

orang banyak. Secara kronologis Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid tidak bisa

langsung berdiri di tempat yang sekarang, dari awal pondok pesantren Wahdatut

Tauhid berpindah-pindah tempat dari tempat lain ke tempat yang lain. Sehingga

alhmdulillah dengan 5 kali pindah kota, 5 kali pindah daerah atau tempat, sehingga

mendapatkan tempat yang agak lumayan bisa untuk mengamalkan ilmu dan
50

mendirikan pondok pesantren disini. Adapun untuk dana, sarana pra sarana yaitu

adalah besarnya dari swadaya masyarakat, bila dibandingan dengan bantuan dari

pemerintah 70% dari swadaya masyarakat dan 30% dari pemerintah, pondok

pesantren sebuah lembaga yang sangat dekat dan menjadikan bahan untuk

pengaduan masyarakat.

Petama merintis pondok pesantren Wahdatut Tauhid berada di daerah

Kabupaten Garut kecamatan samarang Desa cisarua. Lalu kedua pindah lagi ke

Kabupaten Tasik kecamatan Indihiang Desa Indrajaya. Lalu ketiga pindah lagi ke

Kabupaten Garut Desa Parakan Kecamatan Samarang, Lalu keempat pindah lagi

ke Kabupaten Bandung Kecamatan Majalaya Desa Majalaya dan sampai sekarang

pondok pesantren Wahdatut Tauhid menetap di Kabupaten Bandung Desa

Majasetra Kecamatan Majalaya.

Secara letak geografis pondok pesantren Wahdatut Tauhid menjadikan

suatu pesantren andalan di wilayah dapil 5. Mayalaya, Paseh, Ibun, Solokan Jeruk

bahkan segala kegiatan pemerintah yang harus didamping oleh pesantren itu selalu

minta bantuan pondok pesantren terutama dalam kegiatan kegamaan, sering

membantu kegiatan diluar keagamaan karena secara geografis pondok pesantren

Wahdatut Tauhid berada di tengah perkotaan terletak di Kabupaten Bandung,

Provinsi Jawa Barat. Lebih tepatnya di Jl.SGB. Kp Bojong Reungas RT.01/RW.11

Desa Majasetra. Kecamatan Majalaya.

b. Visi dan Misi serta Sarana dan Prasarana Pondok di Pesantren Wahdatut

Tauhid
51

Setiap pondok pesantren mempunyai visi dan misi yang berbeda-beda.

pondok pesantren Wahdatut Tauhid mempunyai beberapa visi dan misi

diantaranya:

Visi :

1) Menciptakan manusia yang gemilang dalam ilmu agama

2) Dan berpribadi islami sehingga tegak kejayaan Islam

Misi :

1) Memberikan kenyaman belajar dan tempat tinggal bagi anak-anak yang

selama ini dibina dan dididik dalam pondok pesantren Wahdatut Tauhid.

2) Untuk memberikan pendidikan dan penghidupan yang layak guna

meminimalisir terjadinya kesenjangan sosial dalam masyarakat.

3) Menciptakan kemandirian santri dalam bentuk pelatihan keterampilan

sebagai solusi terhadap ketergantungan dengan orang lain.

4) Mengembangkan adat istiadat dalam budaya yang bernuansa islami.

5) Membentuk santri yang berbadan sehat dan berahlak mulia.

Setiap pondok pesantren pasti membutuhkan beberapa sarana dan prasarana

di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, pondok pesantren Wahdatut Tauhid

dalam menunjang kegiatan-kegiatan tersebut telah memiliki dan menggunakan

sarana dan prasarana yang ada di lingkungan pondok pesantren dengan hak

kepemilikan sepenuhnya. Sarana dan prasarana tersebut dibautkan hasil dari

kerjasama masyarakat dan orang tua santri yang secara rutin membayar syahriyah.
52

Diantaranya sarana dan prasarana yang sudah ada di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid diantaranya:

Tabel 4. 1
Sarana dan Prasarana yang ada di pesantren Wahdatut Tauhid

No Jenis Keterangan

1 Kantor 2 Ruangan

2 Ruang Belajar 7 Ruangan

3 Asrama Putra 8 Ruangan

4 Asrama Putri 4 Ruangan

5 Asrama Pembina 2 Ruangan

6 Masjid 1 Ruangan

7 Kendaraan Roda Dua 3 unit

8 Gudang 1 Ruangan

9 Warung 2 Ruangan

10 Dapur Santri 2 Ruangan

Sumber : Dari Informasi Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

c. Mata Pelajaran yang Dipelajari dan Jumlah pengajar di Pondok Pesantren

Wahdatut Tauhid

Pondok pesantren Wahdatut Tauhid menyajikan mata pelajaran yang akan

dikaji oleh santri sesuai dengan tingkatannya. Adapun tingkatan tersebut

diantaranya:

1) Tingkat Ibtida
53

Tabel 4. 2
Mata Pelajaran Tingkat Ibtida

No Kelas Mata Pelajaran/ Nama Kitab

1. Ibtida 1 1. Tauhid Rancang

2. fiqih Rancang

3. Syahadatain

4. Tarikh Rancang

5. Wiridan dan Istigosah

6. Shalat Pardlu

7. Iqra / Al-Quran

8. Tajwid

9. Bahasa Arab Jilid 1

2. Ibtida 2 10. Jurumiyah

11. Safinatunnajah

12. Tijan Addaruri

13. Khulasoh Jilid 1

14. Akhlaq Lil Banin Jilid 1

15. Tasrifan

16. Tajwid

17. Bahasa Arab

18. Tahfidz Jurumiyah

19. Tahfidz Juz Ama

3. Ibtida 3 1) Shorof Al-Kaelani


54

2) Riyadul Badi‟ah

3) Majmu‟atul‟ Akidah Jilid 1&2

4) Akhlaq Lil Banin Jilid 1&2

5) Khulashoh Jilid 2&3

6) Qiyasan

7) Hadists Arba‟in

8) Bahasa Arab Jilid 3

9) Tahfidz Shorof Al-Kaelani

Sumber : Dari Informasi Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

2) Tingkat Tsanawy

Tabel 4. 3
Mata Pelajaran Tingkat Tsanawy

No Kelas Mata Pelajaran/ Nama Kitab

1. Tsanawy 1 1) Al-fiyah Ibnu Malik

2) Bajuri Jilid 1&2

3) Kifayatul Awam

4) Tafsir Jalalin

5) Riyadussholihin

6) Kifayatul Atqiya
55

7) I‟adah Shorof Al-Kaelani

8) Tahfidz Matan Al-Fiyah

2. Tsanawy 2 1) Jauhar Tauhid

2) Fathul Mu‟in jilid 1&2

3) Rohbiyah Faroid Jilid 1&2\

4) Mantiq

5) Isti‟arah

6) Khomsa Rosail

7) Shohih Bukhori jilid 1&2

8) Shohih Muslim Jilid 1&2

9) I‟adah Alfiyah Ibnu Malik

10) Minhatul Mugits

11) Tahfidz Manteq

3. Tsanawy 3 1) Jauhar Maknun

2) Fathul Mu‟in Jilid 3&4

3) Waroqot

4) Lathoiful Isyaroh

5) Shohih Bukhori Jilid 3&4

6) Shohih Muslim Jilid 3&4

7) Kifayatul Ahyar

8) I‟adah Mantiq

9) Tahfidz Jauhar Maknun & Mantiq

Sumber : Dari Informasi Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid
56

3) Tingkat Ma‟had Ali

Tabel 4. 4
Mata Pelajaran Tingkat Ma’had Ali

No Mata Pelajaran/ Nama Kitab

1. Uqudul Juman

2. Fathul Wahhab Jilid 1&2

3. Tanwirul Khowariq

4. Jam‟ul Jawami Jilid 1&2\Musnad Assafi‟i

5. Umul Barohim

Sumber : Dari Informasi Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

4) Materi Umum

Tabel 4. 5
Mata pelajaran materi umum

No Mata Pelajaran/ Nama Kitab

1. Adzkar Nawawi

2. Is‟adurrofiq

3. Dzurrotunnasihin

4. Ta‟lim Muta‟alim

5. Bada‟I Dzuhur

6. Bimbingan Tahfidz dan Baca Al-Qur‟an

Sumber : Dari Informasi Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid
57

Setiap ada materi yang di pelajari pasti ada pengajarnya dan setiap pondok

pesantren mempunyai pengajar/guru, dipondok pesantren wahdatut tauhid jumlah

pengajar keseluluran ada 12 orang pengajar diantaranya:

Tabel 4. 6
Dewan Guru Di Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya

No. NAMA PENGASUH L/ LATAR BELAKANG STATUS


P PENDIDIKAN
1 KH. Ade Ahmad Hidayatulloh L PP. Miftahul Huda Guru

2 Hj. Ai Syaidaturodiyah P PP. Miftahul Huda Guru

3 Ust Usep L PP. Wahdatut Tauhid Guru

4 Ust. Asep Mustopa Kamal L PP. Wahdatut Tauhid Guru

5 Ust. Ihsan Hasan Nudin L PP. Wahdatut Tauhid Guru

6 Ust. Ahmad Ilham L PP. Wahdatut Tauhid Guru

7 Ust. Didin PP. Wahdatut Tauhid Guru

8 Ust. Bagowi L PP. Wahdatut Tauhid Guru

9 Rina S. P UNIBA Guru

10 Iis Rohaeti P UNIBA Guru

11 Ust. Undang L UNIBA Guru

12 Wiwi Marwiyah P PP. Wahdatut Tauhid Guru

13 Cici Siti Zuariah P UNIBA Guru

Sumber : Dari pondok pesantren Wahdatut Tauhid


58

2. Aktivitas di Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

Adapun aktivitas di pondok pesantren Wahdatut Tauhid dilaksanakan

seharian penuh (fullday). Kegiatan sehari-hari dimulai dari pukul 03.30 dini hari

sampai pukul 21.30. Untuk kegiatan mengaji kelas dilakukan setiap setelah

melaksanakan sholat berjamaah, sedangkan mengaji umum dilaksanakan setelah

keluar mengaji kelas yaitu bada sholat duha, sholat duhur dan bada isya. Sebelum

istirahat santri diwajibkan untuk menghapal bersama sampai pukul 21.30. Selain

kegiatan harian ada juga kegiatan minguuan dan bulanan. Jadwal kegiatan santri

adalah sebagai berikut:

a. Jadwal Kegiatan Harian Santri

Tabel 4. 7
Jadwal Kegiatan Harian Santri

Waktu Kegiatan

03.30-05.30 Bangun tidur, tahajud, dan persiapan berjamaah subuh

05.30-06.30 Masuk kelas masing-masing

07.15-07.30 Shalat duha bersama

07.30-08.15 Masuk kelas umum (alfiyah dan imriti)


59

08.15-09.30 Istirahat (opsih)

09.30-11-30 Makan dan istirahat

11.30-12.30 Persiapan shalat dzuhur berjamaah

12.30-13.30 Masuk kelas umum

13.30-14.00 Masuk kelas masing-masing

14.00-15.00 Istirahat

15.00-16.00 Persiapan sholat asar, narkib dam membaca al-qur’an bersama.

16.00-17.00 Masuk kelas masing-masing

17.00-17.30 Makan dan mandi

17.30-18.30 Persiapan sholat magrib berjamaah,tadarus dan nalar bersama

18.30-20.00 Masuk kelas masing-masing

20.00-21.00 Masuk kelas umum

21.00-21.30 Menghapal bersama

21.30-03.30 Istirahat tidur

Sumber : Dari Jadwal Kegiatan Harian Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

b. Jadwal Kegiatan Mingguan

1) Riyadhoh

Riyadhoh dilaksanakan setiap kamis malam juamat, pondok pesantren

Wahdatut Tauhid melaksanakan pengajian mingguan seperti riyadoh yang di

pimpim oleh pimpinan pondok pesantren. Yang dilaksanakannya setelah

melaksanakan shalat magrib sampai bada isa. Riyadoh ini tidak di khususkan
60

untuk santri saja tetapi warga masyarakat sekitar juga sering mengikuti kegiatan

mingguan ini.

Riyadoh menurut bahasa adalah olahraga, latihan sedangkan menurut istilah

riyadoh adalah latihan penyempurnaan diri secara terus menerus melalui dzikir

dan pendekatan diri yang datangnya dari Allah SWT ditujukan kepada hambanya.

2) Evaluasi

Evaluasi ini di khususkan untuk semua santri dalam setiap seminggu sekali,

untuk mengetahui tingkat pengetahuan santri dalam mengkaji kitab-kitab yang

telah di pelajari. Apakah santri tersebut ada peningkatan dalam pengetahuannya

apa tidak.

Evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan

penafsiran informasi untuk menilai keputusan- keputusan yang dibuat dalam

merancang suatu sistem pembelajaran. Pengertian tersebut memiliki tiga

implikasi rumusan diantranya:

a) Evaluasi adalah suatu proses yang terus menerus, sebelum, sewaktu dan

sesudah proses belajar mengajar.

b) Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk

mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki

pengajaran.

c) Evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna

untuk mengumpulkan informasi.


61

c. Jadwal Kegiatan Bulanan

Jadwal kegiatan bulanan adalah pengontrolan ke setiap asrama-asrama yang

dilakukan oleh rois Am dan kerjasama dengan para ketua asrama baik menyangkut

masalah kebersihan, keamanan dan keamanan. Maupun merazia barang-barang

yang tidak diperkenankan.

3. Struktur Kepengurusan Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

Struktur organisasi adalah suatu cara atau sistem hubungan kerjasama antara

orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan yang

sama pula. Kerjasama yang erat dari fungsi yang satu dengan yang lainnya sangat

diharapkan untuk dibina terus demi mengembangkan akhlaq, keagamaan dan sikap

sosial kini dan nanti. Berbagai peran tersebut dipersatukan dalam hubungan yang

harmonis sehingga kepentingan masing-masing dipersatukan dalam kedekatan

emosional serta sikap terbuka.

ROISYAH
WIWI MARWIYAH

BENDAHARA SEKERTARIS
SUCI YANTI D WINDI NURMALIA

PENDIDIKAN KEAMANAN KEBERSIHAN KOPERASI


SITI ROHMAH RISMA WATI N CICI SITI SZ RINDA FEBRIANTI

Gambar 4. 1
62

Struktur Organisasi Pondok Pesantren wahdatut Tauhid Majalaya

a. Tupoksi Rois AM

1) Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen diantaranya:

 Merencanakan

 Mengorganisasikan

 Menggerakan

 Mengawasi

2) Mendorong (memotivasi)bawahan untuk dapat bekerja dengan giat dan tekun.

3) Membina bawahan agar dapat bekerja secara efektif.

4) Menjadi penggerak yang baik dan dapat menjadi sumber kreativitas.

5) Menyusun fungsi manajemen secara baik.

b. Tupoksi Sekretaris

1) Mencatat dan menginfentarisir yang bertalian dengan kesekertariatan.

2) Menyediakan ATK yang bisa dipakai dan dibutuhkan pesantren

3) Membuat surat atau dokumen pesantren.

4) Menyimpan dan menjaga arsif-arsif penting pesantren.

5) Membuat buku induk keluar masuk santri.


63

c. Tupoksi Bendahara

1) Menerima uang pendaftaran.

2) Menerima uang makan DPU atau uang listrik.

3) Mengorganisir penitipan uang santri.

4) Memfasilitasi kebutuhan santri yang sakit.

5) Menampung dana kas pesantren.

d. Tupoksi Keamanan

1) Menjaga ketertiban dan keamanan ponpes di dalam maupun di luar.

2) Menta‟bid dan memberi sanksi kepada santri yang melanggar.

3) Membangunkan santri ketika kegiatan berjalan.

4) Bertanggung jawab atas perijinan santri sementara dan pulang.

5) Membuat jadwal piket petugas malam.

e. Tupoksi Pendidikan

1) Mengatur jadwal kegiatan mengajar.

2) Memperhatikan kualitas anak didik dalam belajar dan dalam mengikuti setiap

kegiatan.

3) Memberikan bimbingan dan pelajaran ahlak bagi seluruh santri.

4) Menyusun seluruh dewan guru dan setiap materi yang akan dipelajari di setiap

kelas.
64

5) Menjadi motivator dalam setiap kegiatan terutama dalam pengajian dan

berjamaah.

f. Tupoksi Koperasi

1) Menjaga dagangan dan alat-alat yang ada di koperasi.

2) Mengatur waktu buka warung.

3) Membeli bahan untuk didagangkan.

4) Menjaga kebersihan dan ketertiban koperasi.

5) Membagikan hasil kepada santri dan alumni yang menitipkan dagangan di

koperasi.

g. Tupoksi Kebersihan

1) Menjaga kebersihan di dalam ruangan komplek pesantren.

2) Menciptakan keindahan dan kerapihan.

3) Membuat jadwal kebersihan harian dan mingguan.

4) Mengevaluasi kebersihan dan mengawasi setiap saat.

5) Tata Tertib Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

Setiap pondok pesantren pasti mempunyai tata tertib supaya menjaga

keamanan maupun kenyamanan di pondok pesantren. Adapun tata tertib yang harus

dilaksanakan oleh santri, maupun oleh para tamu yang berkunjung ke pondok

pesantren diantaranya:
65

a. Tata Tertib Santri

1) Santri pondok pesantren Wahdatut Tauhid harus terdaftar.

2) Memiliki kartu tanda anggota (kartu pelajar) pondok pesantren.

3) Mengikuti pelajaran dengan rutin/tekun pada waktu yang telah di tentukan

(dijadwalkan).

4) Melaksanakan shalat fardhu berjama‟ah di mesjid dan tidak boleh keluar

dari masjid sebelum selesai pembacaan wirid.

5) Mengikuti setiap aktivitas yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren,

seperti riyadloh, evaluasi dll.

6) Menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan serta keindahan pondok

pesantren.

7) Menghapal pelajaran yang sudah dipelajari di kelas masing-masing.

8) Tidur malam pada jam 22.00 dan bangun pagi pada jam 04.00.

9) Membawa surat izin ketika pulang, kembali (keluar/masuk) pondok

pesantren.

10) Memakai pakaian yang rapi di dalam maupun di luar komplek pondok

pesantren.

11) Rajin melaksanakan Ibadah sunat seperti tahajud, duha, puasa dan sholat-

sholat rowatid kobliyah dan ba‟diyah.

12) Menjaga nama baik pesantren di dalam dan di luar komplek pesantren.
66

13) Hormat dan taat kepada Masyayikh, Asatidz, pengurus dan teman- teman.

14) Menempati asrama atau kamar sesuai dengan ketentuan yang telah di

tetapkan.

15) Menyetorkan talaran setiap 1 minggu 1 kali.

16) Menerima tamu pada ruang tamu atau kantor sesuai tata tertib yang berlaku.

17) Membayar biaya pendidikan setiap bulan, selambat-lambatnya tanggal 10

pada bulan berikutnya keterlambatan pembayaran biaya pendidikan dan

lainnya maksimal 2 bulan.

18) Melaporkan kepada pengurus apabila merasa tidak aman atau terjadi

kehilangan/pencurian.

19) Bagi santri yang melanggar akan dijatuhi sanksi sesuai dengan dosanya.

b. Tata Tertib Tamu

1) Mengisi buku tamu yang sudah disediakan di tempat piket.

2) Menempati ruangan yang telah disediakan di pesantren.

3) Berpakaian sopan dan memenuhi aturan syariat (menutup aurat, tidak

trasparan dan tidak ketat).

4) Tidak diperkenankan memasuki kamar santri.

5) Tamu yang ingin menemui santri disaat belajar mengajar

dilaksanakan diharuskan menunggu sampai waktu istirahat.


67

6) Tamu yang bermaksud menginap disediakan tempat menginap dengan

ketentuan:

a) Memberikan inpak untuk memelihara pasilitas ruang tamu.

b) Menjaga kebersihan dan kerapihan ruang tamu.

c) Waktu menginap tidak lebih dari satu malam.

d) Wali santri yang bermaksud menengok anaknya dianjurkan datang

pada hari libur.

e) Tamu laki-laki tidak diperbolehkan masuk ke area santri putri/tamu

perempuan tidak diperbolehkan masuk kearea santri putra.

f) 1X24 jam tamu wajib lapor.

4. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Santri di Pondok Pesantren

Wahdatut Tauhid Majalaya

Upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya diwujudkan dalam berbagai program dan rutinitas dalam

kesehariannya. Program serta rutinitas dalam keseharian juga termasuk dalam

upaya pengembangan sikap sosial santri. Penelitian ini lebih di fokuskan pada

upaya-upaya apa sajakah yang ada di lingkungan pesantren yang berupa program

serta rutinitas sehari-hari dalam mengembangkan sikap sosial santri. Hal tersebut

dikarenakan kehidupan pesantren melalui pelatihan, pendidikan serta pembinaan

asrama lebih dominan dalam pembentukan serta pembinaan sikap sosial santri.
68

Dibawah ini merupakan rincian observasi peneliti ke pondok pesantren

Wahdatut Tauhid Majalaya guna melaksanakan penelitian mengenai upaya

pengembangan sikap sosial santri:

Peneliti selaku santri yang tinggal di asrama pesantren Wahdatut Tauhid


pastinya telah mengetahui dan memahami bagaimana upaya dan
pelaksanaan dari seluruh program dan rutinitas didalamnya dalam upaya
pengembangan sikap sosial santri. Untuk sesi wawancara, peneliti
sebelumnya sudah mendapatkan izin dan wewenang dari ketua pondok
untuk melakukan wawancara kepada seluruh informan. Setelah itu, peneliti
menghubungi seluruh informan untuk mendapatkan konfirmasi dari
kesediaannya untuk sesi wawancara. Sesi wawancara berlangsung selama
tujuh hari karena menyesuaikan ketersediaan waktu dari masing-masing
informan.
Sesi wawancara dimulai pada tanggal 10 Juni sampai 14 Juni 2022.
Pertama peneliti menemui informan utama selaku pimpinan utama
bernama saudari Wiwi Marwiyah selaku ketua pondok pesantren,
ustadzah, sekaligus santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid,
selanjutnya dari pihak pengurus yakni saudari Cici Siti Zuariyah selaku
divisi kebersihan, Risma Wati selaku divisi keamanan dan Rinda Febrianti
selaku divisi koperasi, kemudian dari pihak santri yakni Syifa Adawiyah,
Aisyah dan Sova Alawiyah, dan yang terakhir dari pihak alumni yakni Siti
Zulaikha dan Ika Kartika.

Upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya diwujudkan dalam berbagai program dan rutinitas dalam

kesehariannya. Program serta rutinitas dalam keseharian juga termasuk dalam

upaya pengembangan sikap sosial santri.

Upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya diwujudkan dalam berbagai program dan kegiatan sebagaimana

telah disampaikan oleh Wiwi Marwiyah kepada peneliti:

“Saya selaku ketua pondok pesantren Wahdatut Tauhid berperan sebagai


wakil dari pengasuh untuk mendidik dan membimbing seluruh santri sesuai
amanah yang diberikan kepada saya untuk dipertanggung jawabkan. Dalam
69

upaya mengembangkan sikap sosial santri disini ada beberapa kegiatan dan
rutinitas pesantren dalam kesehariannya untuk melatih dan membiasakan
santri hidup bermasyarakat baik di pesantren maupun di masyarakat daerah
masing-masing, program-program tersebut berupa: 1. Adanya system
kepengurusan. 2. Sholat berjamaah. 3. Tahlil, diba‟ dan istighosah. 4. Ekstra
kulikuler berupa qiro‟ah, tilawah, terbang banjari, pramuka, marawis dan
keterampilan seperti memasak, menggambar, melukis dan mendaur ulang
sampah. 5. Khitobah / ceramah, membaca kitab dan menerangkannya di
depan audiens, wajib bagi seluruh santri tingkatan ibtida dan stanawi. 6.
Mengaji setiap waktu sholat. 7. Adanya pengajian santri takhosus. 8. Piket
harian, ndalem, masak dan piket mingguan. 8. Bakti sosial. 9. Lomba
agustusan dan lomba sebelum perpulangan. 10. Pembagian daging qurban
kepada masyarakat. 11. Acara keagamaan: Isro‟ mi‟roj,muharaman,
memperingati maulid nabi dan milad pesantren 12. Mematuhi peraturan
atau tata tertib pesantren meliputi hak, kewajiban, larangan dan sanksi, 13.
Untuk tingkatan stanawi 3 dan mahad ali harus membantu mengajar SMP
dan SMA NU Wahdatut Tauhid.14. Pengajian rutin setiap malam jum’at
seminggu sekali di pondok pesantren bersama masyarakat, setiap hari
minggu mengkaji kitab tafsir di masjid Faruq bersama masyarakat dan
pengajian rutinan setiap malam rabu terakhir di masjid Faruq. 15.
Musyawarah rutin berupa evaluasi mingguan pada hari kamis malam jumat.
16. Adanya kuis santri. 17. Grup WA asrama beranggotakan pengurus dan
santri. 18. Memberikan kesempatan dan wewenang untuk mengamalkan
ilmunya dan mengabdi di luar pesantren seperti mengajar di sekolah
MI/MTS/MA, TPQ, Les Privat dan menjadi Instruktur pramuka. 19. Infaq
kebersihan dan kesehatan setiap seminggu sekali. 20. Wirausaha santri di
tampung di koperasi pesantren untuk program bagi hasil. 21. Menyediakan
balai pelatihan kerja komputer”

Dari beberapa kegiatan-kegiatan diatas, maka diklasifikasikanlah menjadi

empat bagian sesuai dengan yang ada di buku pedoman tata tertib Pondok Pesantren

Wahdaut Tauhid Majalaya yang bertujuan untuk mempermudah dalam mengetahui

dan memahami termasuk dalam kategori manakah kegiatan tersebut serta sikap

sosial yang ada di dalamnya. Berikut merupakan pemaparan dan pendapat dari

informan sesuai dengan pedoman wawancara dan observasi peneliti di pondok

pesantren Wahdatut Tauihd Majalaya yakni sebagai berikut:

1) Ma’hadiyah
70

Ma’hadiyah merupakan suatu kegiatan formal yang didalamnya terlaksana

proses belajar mengajar yang mengkaji ilmu-ilmu agama serta kaitannya dengan

ilmu kemasyarakatan. Ma’hadiyah wajib diikuti oleh seluruh santri. Pengajian

santri takhosus ini lebih diorientasikan pada ilmu-ilmu agama dan ilmu hidup

bermasyarakat. Sebagaimana yang disampaikan oleh ustadzah Wiwi Marwiyah

kepada peneliti:

“Selain menjabat sebagai ketua pondok pesantren saya juga diutus oleh
pengasuh untuk mengajar di pesantren, mengajar di kelas satu dan dua
ibtida. Pelaksanaan pengajian santri takhosus dilaksanakan setiap hari
kecuali hari jum’at. Adapun pelaksanaannya setiap setelah melaksanakan
sholat yang lima waktu. Pada pelaksanaanya, setiap guru mempunyai
kebebasan memberikan materi-materi sesuai dengan kitab-kitab yang
ditentukan oleh pengasuh serta kebutuhan santri ketika di pesantren dan
sebagai bekal nanti ketika hidup di masyarakat daerah masing-masing.”

Hal yang serupa juga disampaikan oleh saudari Sova Alawiyah selaku santri

Wahdatut Tauhid kepada peneliti:

“Ketika pengajian, seorang ustadz atau ustadzah membacakan kitab


perkalimah dan mengartikannya, mayoritas menggunakan kitab kuning atau
gundul kemudian dijelaskan maksud dan artinya. Lalu beliau mengaitkan
intisari pelajaran tersebut dengan hal-hal yang bersangkutan yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya ada sesi tanya jawab mengenai problem yang sering kita temui
dalam kehidupan sehari-hari untuk dicari solusinya bersama-sama, tak
luput juga beliau memberikan nasehat dan motifasi sebagai renungan agar
menjadi manusia yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya serta sebagai
inspirasi dan semangat hidup dalam mencari dan mengamalkan ilmu ketika
sudah berada di masyarakat.”

Ungkapan senada juga dijelaskan oleh saudari Siti Zulaikha kepada peneliti:
71

“Dengan adanya pengajian santri takhosus dulu ketika di pesantren, saya


sekarang mulai menyadari bahwa dalam mencari ilmu agama harus
sungguh-sungguh dan juga tetap fokus dengan kewajiban-kewajiban yang
harus saya laksanakan ketika berada di pesantren maupun di masyarakat,
karena ilmu agama dan ilmu kemasyarakatan merupakan satu kesatuan.
Memang benar-benar dibutuhkan apa yang kita pelajari dan kita peroleh di
madrasah diniyah untuk diamalkan karena memang nantinya benar-benar
ditanyakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.”

Mata pelajaran di pondok pesantren Wahdatut Tauhid dibagi menjadi tiga

tingkat yakni ibtida kelas 1 sampai kelas 3, stanawy kelas 1 sampai kelas 3, dan

mahad a’li, pembagian ini menyesuaikan tingkat masing-masing dan kurikulum

pesantren dalam upaya pengembangan sikap sosial santri. Berbagai mata pelajaran

diatas menunjukkan bahwa terdapat kekhasan dari pola pendidikan yang diterapkan

di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya. Hal ini dikarenakan

menyesuaikan tingkat atau jenjang masing-masing serta kurikulum berasal dari

pengasuh, dari pihak pengasuh sendiri menetapkan kurikulumnya sesuai dengan

kebutuhan santri ketika di pesantren dan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu

kehidupan bermasyarakat.

Untuk tingkatan ibtida kelas 1 sampai kelas 3 ada mata pelajaran tentang

pembinaan ahlak santri yakni kitab ahlak’ul banin, menyesuaikan dengan

kebutuhan para santri, oleh karena itu pengasuh memilihkan kitab ini untuk dikaji.

Hal ini berdasarkan apa yang dikatakan oleh Cici Siti Juariah ketika wawancara

dengan peneliti:

“ pada tingkatan ibtida pengasuh pondok memerintahkan kepada para ustad


dan ustadzah untuk mengajarkan kitab ahlak’ul banin, karena pada
tingkatan ibtida perlu diajarkan bagaimana tatakrama kepada orang tua,
guru, teman, orang yang lebih tua atau lebih muda”
72

Khusus untuk kelas 3 stanawy ada mata pelajaran tafsir maudhu‟ yakni

tafsir tematik, nama kitabnya adalah shofwatu at tafaasir, menyesuaikan dengan

kebutuhan para santri maka pengasuh memilihkan bab yang didalamnya mengkaji

mengenai hal-hal yang paling sering di tanyakan dan di butuhkan ketika di

masyarakat. Hal ini berdasarkan apa yang dikatakan oleh Wiwi Marwiyah ketika

wawancara dengan peneliti:

“Dari divisi pendidikan dan dakwah disana mempunyai beberapa program,


serta mata pelajaran mulai kelas 1 stanawy sampai kelas 3 stanawy atas
pilihan dan himbauan dari pengasuh, diantaranya yakni: ada mata pelajaran
fiqih bab nikah, tafsir tematik nama kitab nya sofwatu at tafaasir, tafsir as
shofwah untuk kelas 3 stanawy yang didalamnya mengkaji mengenai tradisi
serta pola pikir dalam hidup bermasyarakat beserta dalil-dalilnya, dalil-dalil
tersebut berfungsi dalam hal dasar yang utama serta sebagai penguat serta
mengenai segala hal yang ada dan kebanyakan ditanyakan dan berguna
ketika di masyarakat.”

Hal senada juga disampaikan oleh saudari Syifa Adawiyah kepada peneliti:

“Dengan adanya mata pelajaran di pengajian santri takhosus terutama tafsir


tematik tersebut saya bisa mengetahui masing-masing watak, karakter serta
sikap orang lain yang ada di lingkungan sekitar, sehingga dengan begitu
menjadikan saya lebih mudah memahami sikap maupun sifat orang tersebut
sebagai sarana untuk menyesuaikan diri dengan orang lain (beradaptasi) dan
juga bersikap lapang dada, mengalah, tidak egois, sabar serta tidak mudah
membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Dengan mencari tahu
apa penyebab atau pemicunya, tidak langsung menyalahkan saja tanpa ada
kroscek dan solusi.”

Di dalam program ma’hadiyah antara lain yakni: 1. Adanya proses belajar

mengajar dalam kegiatan pengajian santri takhosus yang mengkaji ilmu agama dan

ilmu kemasyarakatan. 2. Mata pelajaran kelas 1 ibtida sampai kelas 3 stanawy


73

ditentukan oleh pengasuh sesuai dengan kurikulum pesantren menyesuaikan

kebutuhan para santri ketika di pesantren maupun ketika nanti sudah berada di

masyarakat luas. Hal tersebut sebagaimana peneliti ketahui ketika observasi di

pondok pesantren Wahdatut Tauhid.

2) Pengajian rutin

Upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya diimplementasikan pula melalui kegiatan pengajian rutin.

Kegiatan pengajian rutin ada yang bersifat wajib dan anjuran (sunnah) diikuti oleh

seluruh santri di pesantren. Bersifat wajib apabila pelaksanaanya dilaksanakan di

dalam dan lingkungan pesantren, anjuran (sunnah) apabila pelaksanaannya di luar

lingkungan pesantren. Melalui kegiatan pengajian rutin ini santri dibekali dengan

kemampuan untuk dapat mengetahui, mendengarkan, memahami, dan

mengamalkan nilai-nilai Islam, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk

sosial.

Berdasarkan pemahaman peneliti, pengajian rutin pelaksanaannya dibagi

menjadi dua yakni: Lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Yang dimaksud

lingkungan internal adalah pelaksanaan kegiatan pengajian rutin berada di dalam

yakni di lingkungan pesantren tersebut dan hal ini bersifat wajib diikuti oleh seluruh

santri. Sebagaimana perkataan saudari Wiwi Marwiyah kepada peneliti:

“Kegiatan pengajian rutin baik yang berisi nasehat, tausiyah, motifasi, ilmu,
memberikan solusi dan contoh yang baik baik itu dari pihak pengasuh,
pengurus, ustadzah dan santri. Santri pun juga berwenang untuk
menyampaikan pendapat dan ungkapan selama hal tersebut dalam hal
kebaikan dan memberikan manfaat bagi orang lain.”
74

“Kegiatan tersebut berupa: Mengaji setiap waktu, diantaranya mengkaji


kitab birrul walidain yang didalamnya membahas tentang adab kepada
kedua orang tua. Kajian kitab dengan menggunakan bahasa Arab/Sunda.
Khitobah bagi kelas 3 stanawy yang akan wisuda. Sholat berjamaah
maghrib, isya‟ dan shubuh, adalah waktu dimana kita dekat dengan sang
pencipta serta berkumpul dengan orang-orang yang ada di lingkungan kita
untuk melaksanakan satu tujuan secara bersama-sama. Diba‟an. Tahlil.
Istighosah. Kegiatan Riyadoh. Musyawarah sebagai sarana evaluasi
bersama antar semua komponen. Kuis santri didalamnya terdapat tanya
jawab mengenai contoh problematika kemudian santri yang ditunjuk
berusaha menjawab dan memberikan solusi yang terbaik hal tersebut
berlanjut secara bergantian. Tausiyah dari pengasuh setelah sholat jamaah
shubuh / maghrib. Kesemua kegiatan tadi wajib untuk dihadiri oleh seluruh
santri.”

Sedangkan yang dimaksud lingkungan eksternal adalah pelaksanaan

kegiatan pengajian rutin berada di lingkungan sekitar pesantren atau diluar

pesantren, hal ini santri di berikan wewenang dan diperbolehkan serta hal ini

bersifat sunnah atau anjuran. Sebagaimana perkataan saudari Wiwi Marwiyah

kepada peneliti:

“Dari pihak pengasuh sendiri mengajak dan menganjurkan santri untuk


mengikuti pengajian di Masjid Faruq yang letaknya tepat di belakang
pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya maupun di luar pesantren
yang letaknya lumayan jauh dari pesantren. Selama ini di pondok sini
menghadiri pengajian rutin mingguan dan bulanan.”
“Mengaji setiap satu minggu sekali pada hari minggu pagi pada jam 05.30-
06.30 dan mengaji satu bulan sekali pada hari rabu terakhir pada jam 18.30-
20.30 di masjid Faruq, pematerinya yakni pengasuh pondok pesantren
Wahdatut Tauhid juga dihadiri oleh anak-anak yang mengaji di madrasah
diniyah masjid Faruq serta masyarakat dari warga sekitar.”

Seperti yang telah disampaikan oleh saudari Wiwi Marwiyah selaku ketua

pondok pesantren, peneliti juga mengetahui pelaksanaan kegiatan pengajian rutin

tersebut sebagaimana ketika peneliti melakukan observasi.


75

Tujuan dan manfaat bagi yang menghadiri pengajian rutin, justru akan

menimbulkan kesadaran santri untuk bersikap sosial, renungan terhadap diri

sendiri, mempunyai wawasan ilmu yang luas tidak hanya dari pesantren saja serta

agar dapat bermanfaat dan menghargai undangan dari orang lain. Sebagaimana

yang saudari Wiwi Marwiyah katakan kepada peneliti:

“Kegiatan-kegiatan tersebut adalah momen yang tepat dimana kita dekat


dengan sang pencipta serta berkumpul dengan orang-orang yang ada di
lingkungan kita untuk melaksanakan satu tujuan secara bersama-sama,
kapan lagi kita akan berkumpul dengan mbak-mbak satu pondok kalau tidak
ketika acara-acara seperti dibaan, musyawarah bersama dan sholat
berjamaah dll. Sama halnya ketika kita hidup di kawasan perumahan yang
mayoritas orang nya sibuk dengan rutinitas kerja mereka masing-masing,
nah kapan lagi kita memanfaatkan momen-momen berkumpul dengan orang
yang ada disekitar dalam suatu kegiatan. Mampu menambah kedekatan
emosional dengan pengasuh dan terjadi interaksi didalamnya serta
diharapkan agar kita timbul rasa saling memaafkan, berlapang dada,
menghilangkan sikap egois. Timbul rasa saling mengenal satu sama lain,
adanya kedekatan emosional, saling memberikan dukungan, menghargai
dan menjadi pendengar yang baik beserta solusinya. Gunanya melatih santri
untuk berfikir yang sejalan dengan hati nuraninya, melatih keberanian
mengemukakan pendapat, melatih untuk bersikap percaya diri di depan
banyak orang, serta melatih kepekaan terhadap orang-orang serta
lingkungan sekitar, memahami orang lain.”

Hal yang sama juga di sampaikan oleh saudari Sova Alawiyah kepada

peneliti:

“Setelah menjalani kegiatan rutin yang ada di pesantren, sikap saya berbeda
dengan sebelum-sebelumnya. Bedanya saya dulu dengan yang sekarang
adalah, sikap saya dulu egois dan pasif, sekarang menjadi lebih peduli dan
aktif. Dulunya saya lebih bersikap kurang ramah, acuh tak acuh, kurang
menghormati kedua orang tua, kurang percaya diri, mementingkan diri
sendiri dan sikap negatif lainnya.”
“Selama saya menjalani aktifitas serta rutinitas yang ada dipesantren sikap
saya menjadi lebih menghormati kedua orang tua saya, lebih menghormati
pengasuh dan mbak-mbak senior, lebih peduli dengan anak kamar, tetangga
dan orang lain yang ada disekitar kita, mudah untuk menjalin komunikasi
76

dengan orang lain disekitar kita dalam hal sharing dan berbagi cerita,
didasari rasa penasaran saya memberanikan diri untuk bertanya, sharing, dll,
semenjak itu saya mulai memahami dan mulai timbul keberanian dan rasa
percaya diri.”

Hal serupa juga disampaikan oleh saudari Ika Kartika kepada peneliti:

“Kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren Wahdatut Tauhid bisa


mengembangkan sikap sosial di dalam diri saya baik ketika saya masih
berada di pesantren maupun ketika terjun ke masyarakat saat ini. Alasannya
adalah baik kegiatan itu bersifat wajib ataupun sunnah untuk dikerjakan
ternyata melatih diri saya untuk siap hidup bermasyarakat, sehingga
menjadi sebuah rutinitas dalam diri saya yang saya lakukan setiap harinya
yang menjadi kebiasaan, dan kebiasaan tersebut terlatih dan terbiasa hingga
saat ini. Kita bisa karena terbiasa melakukan.”
“Jadi, ketika saya menemui berbagai macam watak dan karakter orang yang
berbeda-beda saya belajar untuk menyesuaikan diri dan memahami watak
dan karakter orang tersebut setelah paham maka saya tahu bagaimana cara
memperlakukannya, karena tidak semua orang diperlakukan sama sebab
setiap orang mempunyai watak dan karakter yang berbeda. Ketika saya
menemui situasi dan kondisi yang kurang sesuai dengan harapan, dalam diri
saya timbul rasa untuk merubah dan memperbaikinya secara bersama-sama,
tidak mudah putus asa dan menyalahkan orang lain.”

Di dalam kegiatan rutin yakni terbagi menjadi dua yakni: Kegiatan di

lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Kegiatan di lingkungan internal

meliputi: Mengaji setiap waktu, tausiyah setelah sholat berjamaah, kajian kitab

berbahasa Arab atau Sunda, khitobah bagi kelas 3 stanawy yang akan wisuda, tahlil,

istighosah, diba‟, sholat berjamaah dan kegiatan riyadoh. Sedangkan kegiatan di

lingkungan eksternal: Pengajian rutin seminggu sekali pada hari minggu di masjid

Faruq dan satu bulan sekali setiap rabu terakhir. Hal ini sebagaimana peneliti

ketahui ketika melakukan observasi.

3) Piket
77

Merupakan kegiatan yang dilakukan secara komunitas, berkelompok

maupun pribadi yang bersifat wajib untuk dilaksanakan para santri berdasarkan

ketentuan, lokasi serta anggota yang telah ditentukan. Dari divisi kebersihan,

program-program didalamnya yakni ada beberapa piket yang menjadi tugas dan

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh santri. Sebagaimana perkataan saudari

Cici Siti Zuariah kepaada peneliti:

“Sesuai dengan kesepakatan dan jadwal yang telah ditetapkan, piket-piket


tersebut pelaksanaanya yakni sebagai berikut: Piket harian dilaksanakan
oleh kurang lebih 7-8 anggota berasal dari 2 kamar yang berbeda. Piket
ndalem (rumah pengasuh) biasanya dilaksanakan kurang lebih 3-5 berasal
dari 1 kamar saja dan piket masak dilakukan oleh dua oarang. Pelaksanaan
piket harian dan piket ndalem selama dua bulan dua kali tetapi dalam
kesehariannya ada yang bertugas secara bergantian sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Piket mingguan (ro‟an) dilaksanakan oleh 5, 8, bahkan 10 orang
anggota yang di ambil dari 2, atau 3 kamar, pelaksanaaannya satu minggu
sekali pada hari minggu sesuai dengan pembagian dan lokasi yang
ditentukan oleh divisi kebersihan.”

Program di divisi kebersihan selanjutnya yakni infaq kebersihan dan

kesehatan, pengertian infaq adalah mengeluarkan harta secara sukarela untuk

kepentingan sesuatu. Infaq kebersihan dan kesehatan yang dilaksanaakan dipondok

pesantren Wahdatut Tauhid ini ditujukan untuk membeli sarana dan prasarana

khususnya kebutuhan yang ada didivisi kebersihan dan kesehatan serta melatih

santri untuk bersikap rela berkorban. Hal ini sebagaimana perkataan saudari Cici

Siti Zuariah kepada peneliti:

“Infaq kebersihan dan kesehatan diadakan untuk amal bagi seluruh santri
yang nantinya digunakan untuk membeli obat-obatan, peralatan maupun
perlengkapan kebersihan.”
78

Hal senada juga disampaikan oleh saudari Wiwi Marwiyah selaku ketua

pondok pesantren Wahdatut Tauhid kepada peneliti:

“Infaq setiap malam jumat, melatih santri untuk bersikap rela berkorban,ikut
kerja sama dalam bentuk uang, sedangkan melaksanakan piket adalah
bantuan berupa tenaga.”

Manfaat dan tujuan diadakannya program dan rutinitas yang wajib

dilaksanakan bagi seluruh santri di divisi kebersihan dalam upaya pengembangan

sikap sosial santri sebagaimana diungkapkan oleh saudari Wiwi Marwiyah kepada

peneliti:

“Dengan adanya piket harian, mingguan, ndalem, masak gunanya untuk


melatih bersikap simpati dan empati, peduli, turut menjaga lingkungan yang
kita tempati beserta sarana dan prasarana yang ada. Infaq setiap malam
jumat, melatih santri untuk bersikap rela berkorban,ikut kerja sama dalam
bentuk uang, sedangkan piket kan bantuan berupa tenaga.”

Hal senada juga disampaikan oleh saudari Syifa Adawiyah kepada peneliti:
“Dengan adanya piket tersebut saya bisa mengetahui masing- masing watak,
karakter serta sikap orang lain yang ada di lingkungan sekitar, sehingga
dengan begitu menjadikan saya lebih mudah memahami sikap maupun sifat
orang tersebut sebagai sarana untuk menyesuaikan diri dengan orang lain
(beradaptasi) dan juga bersikap lapang dada, mengalah, tidak egois, sabar
serta tidak mudah membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain.
Dengan mencari tahu apa penyebab atau pemicunya, tidak langsung
menyalahkan saja tanpa ada kroscek dan solusi.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh saudari Ika Kartika kepada peneliti:

“Dengan adanya piket kamar, harian, mingguan, masak dan piket ndalem,
memberi inspirasi dan memotifasi diri saya untuk bersikap simpati dan
empati terhadap lingkungan pesantren maupun sekitarnya, karena ketika
lingkungan yang kita tempati itu bersih, maka pengaruhnya adalah terhadap
diri kita sendiri sebenarnya, diantaranya: menanamkan sikap simpati dan
79

empati baik itu di lingkungan pesantren maupun luar pesantren seperti


disekolah, kampus, rumah, kelas, kantor, alam dll. Menjadikan nyaman dan
tenangnya pikiran ketika beristirahat, beribadah maupun belajar.
Menumbuhkan kesadaran diri untuk bersikap sabar, telaten, cekatan, lebih
peduli dengan orang lain dan tanggung jawab yang nantinya kita perempuan
menjadi calon ibu dan seorang istri yang bertugas membersihkan rumah,
merawat suami dan anak, berbaur dengan masyarakat ketika acara-acara
tertentu.”

Selanjutnya kegiatan dan rutinitas dari divisi keamanan yakni saudari Risma

Wati kepada peneliti:

“Di divisi keamanan sini mengadakan program seperti yang di perintahkan


pengasuh, diantaranya adalah pengumpulan HP bagi yang sekolah dan
kuliah di luar pesantren di almari pesantren yang telah disediakan oleh sie
keamanan. Pengumpulan HP dilaksanakan pada jam pulang sekolah
ataupun kuliah di almari milik divisi keamanan yang bertempat di kantor
pengurus. Perizinan pulang biasanya ketika santri mempunyai acara
keluarga, sekolah dan sebagainya. Perizinan telat mengumpulkan hp dan
perizinan menginap di luar pesantren biasanya ketika santri berhalangan di
sekolah, kampus, rumah, di perjalanan, dan sebagainya. Tidak boleh keluar
pesantren melebihi jam 21.30. Melaksanakan aturan-aturan yang ada di
pesantren baik dari segi peraturan tata tertib, tata krama berbusana, bertamu,
bergaul, dan tata tertib lainnya yang diwajibkan di pesantren.”

Hal serupa juga disampaikan oleh saudari Wiwi Marwiyah kepada peneliti:

“Program dari divisi keamanan diantaranya adalah pengumpulan HP bagi


santri yang sekolah dan kuliah di luar lingkungan pondok pesantren.
Perizinan ketika pulang, telat kembali ke pondok, telat mengumpulkan HP,
tidak mengikuti kegiatan.”

Manfaat dan tujuan diadakannya program dan rutinitas yang wajib

dilaksanakan bagi seluruh santri di divisi keamanan dalam upaya pengembangan

sikap sosial santri sebagaimana diungkapkan oleh saudari Wiwi Marwiyah kepada

peneliti:
80

“Dengan dikumpulkannya HP, melatih untuk bersikap disiplin, sosial


kepada anak kamar, tetangga, dan orang yang ada di lingkungan pesantren,
tidak ketergantungan dengan HP. Karena kalau telat 1 orang yang kena kan
juaga semunya sekamar, jadi ya harus ada tanggung jawab bersama di
dalamnya untuk mengkhawatirkan orang lain juga, saling mengingatkan
dan mengajak untuk kemashlahatan bersama. Perizinan bertujuan agar
saling menghormati dan menghargai, tidak sluman slumun slamet, karena
kita sebagai tamu dan numpang di pesantren pastilah ada aturan-aturan yang
harus dipatuhi, melatih untuk bersikap sopan santun, adab ketika pulang
maupun pergi.”

Hal yang sama juga disampaikan oleh saudari Sova Alawiyah kepada

peneliti:

“Selain menjadikan saya lebih fokus dalam belajar dan mengerjakan tugas,
ya secara langsung maupun tidak langsung dengan adanya rutinitas
pesantren di divisi keamanan dapat menjadikan kita untuk saling
berinteraksi sosial dan juga dapat memberikan kedekatan emosinal kita
dengan orang lain terutama dengan pengasuh, para pengurus, anak kobong
dan tetangga di asrama kobong.”

Dalam melaksanakan kedua program yakni dari divisi kebersihan dan

keamanan yang bersifat wajib, maka diberlakukanlah sanksi. Dengan begitu

diharapkan santri tersebut akan merasa jera , tepat waktu dalam piket, dan tidak

mengulangi kesalahan tersebut. Sebagaimana saudari Cici Siti Zuariyah sampaikan

kepada peneliti:

“Takziran diberlakukan apabila ada santri yang tidak melaksanakan piket-


piket diatas dan melanggar peraturan kebersihan yang telah disosialisasikan
diawal. Hukuman bertujuan agar santri tetap disiplin serta bertanggung
jawab terhadap hak dan kewajiban diri sendiri maupun orang lain.”
Hal yang sama juga disampaikan oleh saudari Risma Wati kepada peneliti:

“Diadakannya hukuman karena santri kurang disiplin, menyepelekan serta


menganggap remeh jika dalam suatu program atau kegiatan yang ada di
81

pesantren tidak diancam dengan hukuman serta agar kegiatan berjalan


dengan lancar dan sesuai harapan.”
Adapun poin dari masing-masing pelanggaran sudah tercantum di buku

pelanggaran yakni sebagai berikut:

Tabel 4.8
Daftar Jenis-jenis Pelanggaran di Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid
Majalaya
No Sub Pelanggaran Poin Jenis sanksi/ hukuman
1 Mencuri 100 Dikeluarkan
2 Berboncengan dengan ajnabi (lain 30 Ditajir 100 kali
muhrim)

3 Menemui teman atau saudara laki- 20 Hp disita satu minggu & besi
laki di lingkungan pesantren tanpa ukuran 10 1 lonjor.
seizin pengasuh / pengurus.

4 Memakai celana 20 Ditajir 40 kali &ceramah durasi


1 jam.
5 Tidak menggunakan jilbab 3 Membuang sampah di
saat keluar kamar lingkungan pesantren
6 Menaiki / meloncat pagar 30 Membersihkan seluruh pondok
& ceramah durasi 1 jam.

7 Menyalakan hiter atau peralatan lain 20 Peralatan disita dan ditajir 40


selain setrika di kamar kali.

8 Tidak mengumpulkan HP 20 HP disita 1 semester &


ceramah durasi 1 jam.
9 Minta izin pulang tetapi sudah 20 Membaca Al-Qur‟an 3 juz
berada dirumah. sekali duduk & besi ukuran
10 1 lonjor.
10 Pulang tampa ijin 10 Membersihkan seluruh
pondok.
11 Membawa teman menginap 5 Menguras kamar mandi.
82

tanpa seizin pengurus.

12 Telat mengumpulkan HP bagi yang - HP disita 1 hari / denda


sekolah di luar lingkungan pesantren
yakni diatas jam 18.50 sebesar 1000 rupiah per orang.

13 Tidak berjamaah - Di tajir 25 kali

Sumber : Dari Informasi Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid

Hal serupa juga diungkapkan oleh saudari Sova Alawiyah kepada peneliti:

“Sebagai sarana untuk belajar berpikir lebih dewasa, tidak selalu


memanjakan diri sendiri dan menuruti apa yang kita inginkan serta
melupakan apa yang seharusnya kita lakukan. Menjadikan pola pikir lebih
dewasa dalam bersikap maupun bertindak. Lebih disiplin dalam mengatur
waktu.”
Hal senada juga disampaikan oleh saudari Syifa Adawiyah kepada peneliti:

“Dengan adanya sistem takziran (hukuman) ketika tidak melaksanakan


program pesantren. Menjadikan saya lebih disiplin dan bertanggung jawab
dalam segala hal.”

Ada rutinitas selain dari kedua divisi yang tersebut diatas yakni pindahan

kamar kobong bagi seluruh santri setiap satu tahun sekali sebelum libur hari Raya

Idul Fitri sebagaimana disampaikan oleh saudari Aisyah:

“Dengan adanya rutinitas pindahan kamar setiap satu tahun sekali


menjadikan saya lebih dekat dan akrab dengan anak kamar, tetangga kamar
dan orang lainnya yang ada di lingkungan pesantren. Lebih mudah
beradaptasi di lingkungan baru dan orang-orang yang baru tentunya,
menumbuhkan rasa saling percaya satu sama lain. Ketika berada di
lingkungan yang baru dan bertemu dengan orang-orang yang baru, hal-hal
yang harus kita lakukan adalah memahami situasi dan kondisi, bersikap
ramah dan sopan, memahami watak dan karakter, sehingga nantinya kita
memahami bagaiman kita harus bersikap kepadanya.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh saudari Siti Zulakha kepada peneliti:
83

“Rutinitas pindahan kamar menjadikan lebih mudah beradaptasi dengan


lingkungan yang baru. Menjadikan pola piker lebih dewasa dalam
menentukan sikap serta prilaku kita terhadap orang dan lingkungan sekitar.
Lebih sabar dan telaten dalam menghadapi masyarakat di lingkungan
sekitar.”

Selanjutnya kegiatan dan rutinitas dari divisi koperasi yakni saudari Rinda

Febrianti kepada peneliti:

“Menampung usaha santri baik yang masih di pesantren maupun yang sudah
alumni, khususnya bagi santri yang masih berada dipesantren. Program bagi
hasil atas kejasama barang dan jasa. Melatih jiwa wirausaha santri.
Menambah pendapatan pondok pesantren. Menyediakan kebutuhan sehari-
hari para santri mulai dari pakaian, makanan, minuman, printer, galon, alat
mandi dll. Melayani kebutuhan para santri diantaranya, mengolah dan
memasak bahan mentah semisal mie, tempura, minuman, dll. Menjalankan
salah satu usaha milik pengasuh.”

Manfaat dan tujuan diadakannya program di divisi koperasi dalam upaya

pengembangan sikap sosial santri sebagaimana diungkapkan oleh saudari Rinda

Febrianti kepada peneliti:

“Membantu dan mempermudah para santri dalam memenuhi kebutuhan


sehari-hari, melatih santri agar bersikap neriman dan sabar, melatih jiwa
berwirausaha, melatih untuk bersikap mandiri, komunikasi, koordinasi,
melayani santri melatih untuk menumbuhkan kepekaan sosial, menambah
pemasukan pesantren dalam hal sarana dan pra sarana.”

Hal senada juga disampaikan oleh saudari Aisyah kepada peneliti:

“Menumbuhkan kreatifitas dan inovasi dalam diri saya dalam berwirausaha,


menjadikan pribadi yang lebih sabar dan telaten, melatih untuk bersikap
mandiri belajar untuk memanajemen orang dan uang serta untuk
meringankan beban orang tua.”
84

Di dalam program piket dibagi lagi menjadi 4 yakni: Di divisi kebersihan,

keamanan, koperasi dan program pesantren. Di divisi kebersihan antara lain: Piket

harian, ndalem, ro‟an, masak dan infaq pesantren. Sedangkan di divisi keamanan

antara lain: Pengumpulan HP, mengabsen kelas serta berjamah, dan perizinan.

Divisi koperasi: Menampung usaha santri, program bagi hasil atas kejasama barang

dan jasa, melatih jiwa wirausaha santri, Menyediakan kebutuhan sehari-hari para

santri, menjalankan salah satu usaha milik pengasuh. Program pesantren antara lain

adalah takziran dan pindahan kamar.

4) Bakti sosial

Bakti sosial atau yang lebih dikenal dengan baksos merupakan salah satu

kegiatan perwujudan dari rasa kemanusiaan, rasa cinta kasih, rasa saling memiliki,

rasa saling tolong menolong, rasa saling peduli kepada masyarakat yang ada di

lingkungan sekitar maupun masyarakat luas yang membutuhkan uluran tangan kita.

Adapun pelaksanaannya biasanya dari suatu komunitas, lembaga, kelompok

maupun pribadi, yang bersifat anjuran. Anjuran dalam baksos disini memiliki

makna bahwa ketika ada tawaran atau ajakan, orang tersebut berhak menyetujui

atau menolah dikarenakan alasan tertentu.

Kegiatan baksos di pondok pesantren Wahdatut Tauhid ini meliputi baksos

di lingkungan pesantren, sekitarnya dan luar pesantren. Sebagaimana diungkapkan

oleh saudari Wiwi Marwiyah kepada peneliti:

“Kelas 3 stanawy dan mahad ali oleh pengasuh diberikan wewenang untuk
mengajar di SMP dan SMA NU Wahdatut Tauhid Majalaya dan juga
menjadi Instruktur di balai pelatihan kerja komputer. Tersedia grup WA
85

yang berisi pengurus, dewan guru dan pengasuh, selain untuk broadcast
informasi dan lain sebagainya juga berguna ketika mengingatkan program-
program pesantren. Turut menjaga, merawat dan membersihkan gang
pesantren walaupun lingkungan tersebut bukan sepenuhnya milik kita tapi
bersifat umum. Ada kegiatan milad pesantren, haflah, dan acara keagamaan
lainnya yang melibatkan para santri, warga sekitar dan tamu undangan.
Lomba Agustusan dan lomba lainnya. pembagian daging qurban kepada
masyarakat sekitar pesantren.”

Manfaat dan tujuan diadakannya program bakti sosial dalam upaya

pengembangan sikap sosial santri sebagaimana diungkapkan oleh saudari Wiwi

Marwiyah kepada peneliti:

“Sarana menjalin solidaritas, keakraban, kedekatan emosional antara santri,


pengasuh, wali murid, warga sekitar, beserta guru- guru yang ada di sana.
turut menjaga lingkungan walaupun lingkungan tersebut bukan sepenuhnya
milik kita tapi bersifat umum. Grup WA selain untuk broadcast informasi
juga berguna ketika mengingatkan program-program pesantren, yang piket,
dll.”

Hal senada juga disampaikan oleh saudari Cici Siti Zuariah kepada peneliti:

“Milad, haflah dan hari besar missal isro‟ mi‟roj, dll. Menjadi CO
pengawas adalah amanat dan tanggung jawab. Sering didukani atau
dimarahi, di panggil, dapat diambil pelajaran bahwa apa yang menurut kita
baik belum tentu bagi orang lain juga baik. Menjadikan saya lebih disiplin,
tepat waktu, dan lebih berpengalaman hal tersebut tersebut.”

Hal yang sama juga disampaikan oleh saudari Ika Kartika kepada peneliti:

“Yang saya ketahui selama berada dipesantren ini antara lain: lomba
sebelum haflah/setelah ujian pengajian santri takhosus selesai. Milad
pesantren. Menjadi panitia acara haflah akhirussanah pra maupun pasca, dan
lain-lain. Bagi saya, kesemua kegiatan tersebut melatih saya untuk lebih
berani bergaul, mengabdi, masyarakat, lebih merasa percaya diri serta
mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman sebagai bekal hidup
bermasyarakat.”
86

Di dalam program bakti sosial antara lain yakni: Berpartisipasi dan

memberikan kontribusi dalam mengajar di SMP dan SMA NU Wahdatut Tauhid

bagi kelas 3 stanawy dan mahad ali, haflah, milad, dan acara keagamaan lainnya

seperti Isro‟ Mi‟roj, Maulid Nabi, pembagian daging qurban, Lomba agustusan

akhirussanah, dan adanya Grup WA.

5. Faktor-Faktor Penunjang Dan Penghambat Upaya Pengembangan Sikap

Sosial Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya

Dalam pelaksanaannya juga terdapat faktor-faktor penunjang sebagai

sarana pendukung dan pelengkap dari hambatan dan kekurangan yang ada. Hal

tersebut sebagaimana diungkapkan oleh saudari Wiwi Marwiyah kepada peneliti:

“Dalam menjalankan tugas dan peran saya, saya mendapat banyak


dukungan serta motivasi dari pengasuh, orang tua, partner (pengurus),
murid-murid, teman dekat. Diberi nasehat-nasehat serta amalan-amalan
oleh gus hasbi (izin dan kerelaan) guru dan orang tua.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh saudari Cici Siti Zuariyah selaku

divisi kebersihan kepada peneliti:

“Hal-hal yang menjadi pendukung dalam menjalankan tugas antara lain:


motivasi dari diri saya sendiri, kesadaran diri sendiri untuk bermanfaat bagi
lingkungan sekitar. Dari orang tua: dukungan dan motifasi dari kedua orang
tua. Dari segi fasilitas lumayan memadai.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh saudari Risma Wati selaku divisi

keamanan kepada peneliti:

“Faktor penunjang dari diri saya sendiri adalah belajar untuk bertanggung
jawab terhadap hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain. Belajar untuk
menjadi seorang pemimpin untuk bekal hidup bermasyarakat serta sebagai
87

sarana pembelajaran sebagai calon ibu yang nantinya akan bertanggung


jawab kepada urusan rumah tangga, anak serta suaminya. Mencari
pengalaman dengan adanya kegiatan ini. Dari orang lain: dukungan serta
motivasi dari kedua orang tua, pengasuh, teman sesama anggota pengurus,
teman-teman terdekat. Serta didukung dengan fasilitas yang lumayan
memadai, sehingga lebih memudahkan untuk melakukan program serta
rutinitas yang ada.”

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh saudari Rinda Febrianti Rozaqoh

selaku divisi koperasi kepada peneliti:

“Saya sebagai divisi koperasi ditunjuk langsung oleh pihak ndalem


(pengasuh), sehingga muncul dukungan dalam diri bahwa saya merasa
mendapat amanat serta sudah dipercaya sepenuhnya oleh beliau, sehingga
saya harus melaksanakannya dengan sebaik mungkin dan semaksimal
mungkin, dan jangan sampai mengecewakan. Agar bermanfaat dan bentuk
rasa syukur masih bisa membantu orang lain. Muncul rasa keingin tahuan
mengenai dunia berwirausaha, berdagang, memanajemen orang, barang dan
uang. Memperoleh hasil pendapatan dari gaji selaku petugas koperasi .
Kamar sangat berdekatan dengan koperasi, sehingga memudahkan akses
serta aktifitas dalam mengelola koperasi. Peralatan dan perlengkapan yang
memadai.”

Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh saudari Syifa Adawiyah

kepada peneliti:

“Saya banyak mendapatkan inspirasi dari metode mengaajar yang bervariasi


dari ustadz maupun ustadzah pengajian santri takhosus diantaranya: lagu-
lagu, sholawat, dll. Fasilitas lumayan memadai. Kemauan dan dorongan dari
diri sendiri, dukungan dari kedua orang tua. Termotivasi oleh anak- anak
kamar yang rajin dan disiplin memberikan pengaruh positif. Dukungan dan
bantuan dari anak kamar ketika saya mengalami kesulitan. Nasehat ketika
proses belajar mengajar madrasah diniyah dari abi selaku pengasuh dan
guru saya dan ustadz ustadzah lainnya yang menginspirasi dan memotifasi
saya dalam menjalani kehidupan serta rutinitas sehari-hari.”

Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh saudari Siti Zulakha kepada

peneliti:
88

“Adanya kemauan serta kesadaran diri, ingin adanya perubahan dan


perbedaan antara sebelum dan sesudah masuk di dunia pesantren, karena
pada dasarnya, manusia yang baik adalah yang lebih baik dari pada hari
kemarin serta mampu mengalahkan rasa egois yang ada dalam dirinya untuk
kemaslahatan bersama dan hidup berdampingan dengan orang lain.
Dukungan dan motifasi dari kedua orang tua, keluarga, saudara, teman
dekat, ingin bermanfaat untuk keluarga maupun orang lain yang ada di
lingkungan sekitar.”

Faktor-faktor penghambat dalam upaya pengembangan sikap sosial santri

di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya juga dialami oleh semua

komponen pesantren, baik dari ketua pondok pesantren, pengurus, santri dan juga

alumni PP Wahdatut Tauhid. Hambatan-hambatan yang dialami oleh ketua pondok

pesantren dalam melaksanakan tugasnya membimbing dan mengawasi bawahan,

anggota dan santri sebagaimana diungkapkan oleh saudari Wiwi Marwiyah kepada

peneliti:

“Trauma dengan pengalaman masa lalu ketika SMA saya dulu pernah
menjadi ketua di ekstrakulikuler kesenian, namun kemudian gagal, sehingga
sampai sekarang masih ada rasa khawatir, rasa bersalah dan membutuhkan
banyak dukungan dari orang-orang di sekitar, dipondok pun sebelumnya
belum pernah masuk dalam organisasi kepengurusan tiba-tiba ditunjuk dan
dipercaya karena dirasa siap dan mampu oleh pengasuh untuk menjadi ketua
pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.”

Hal tersebut juga dirasakan oleh para divisi dari bidang masing-masing,

program dan rutinitas dari divisi kebersihan juga mempunyai hambatan-hambatan

di dalamnya sebagaimana saudari Cici Siti Zuariah sampaikan kepada peneliti:

“Masih ada saja santri yang kurang disiplin, perlu ketelatenan untuk
mengingatkan berkali-kali, minimnya sarana dan prasarana terutama air,
sehingga kegiatan bersih-bersih tidak cepat selesai karena menunggu air.
Koordinasi antar divisi belum begitu stabil sehingga terkadang terjadi
kesalah fahaman.”
89

Hal senada juga disampaikan oleh saudari Risma Wati dalam bidangnya

yakni divisi keamanan. Sebagaimana saudari Risma Wati sampaikan kepada

peneliti:

“Santri kurang disiplin dan menganggap remeh jika dalam suatu program
atau kegiatan yang ada di pesantren tidak diancam dengan hukuman.
Terkadang terjadi kesalah fahaman dengan sesama anggota pengurus
maupun dari divisi keamanan sendiri dikarenakan sebab-sebab tertentu,
sehingga terjadi ketimpangan tugas dan memberatkan salah satu pihak.”

Hal yang sama juga disampaikan oleh saudari Rinda Febrianti dalam

bidangnya yakni divisi koperasi. Sebagaimana yang disampaikan saudari Rinda

Febrianti kepada peneliti:

“Terkadang waktu istirahat terganggu dikarenakan ada sebagian santri yang


memaksa untuk dilayani. Terdapat santri yang belum membayar hutang,
sehingga tidak bisa restock barang khususnya galon. Tuntutan deadline
laporan. Terlalu banyak item wajib sehingga membawanyapun harus dua
kali pulang pergi. Santri protes ketika jam tutup koperasi kurang dari jam
23.00 malam, karena memang kita bukanya ini kondisional menyesuaikan
situasi dan kondisi.”

Kemudian hambatan-hambatan yang dirasakan oleh santri dalam

melaksanakan kegiatan rutinitas pesantren dalam upaya pengembangan sikap sosial

santri. Sebagaimana ungkapan saudari Sova Alawiyah kepada peneliti:

“Hambatan dari diri sendiri: Terkadang timbul rasa malas, malas adalah hal
yang wajar, tinggal kita bagai mana berusaha dan menyikapi hal tersebut,
kalau saya pribadi, ketika malas itu datang, saya puaskan hari itu juga, tetapi
besoknya akan saya ganti dan harus bangkit dua kali lipat dari pada kemarin,
kalau tidak begitu rasa malas tersebut akan bertahan dan berlarut-larut.
Fasilitas yang menjadi penghambat adalah air di pagi hari, sehingga harus
bangun lebih awal, kalau tidak ya resiko.”
90

Hal yang sama juga diungkapkan oleh saudari Syifa Adawiyah kepada

peneliti:

“Air di kamar mandi ketika pagi hari minim, sehingga terkadang


memperlambat aktifitas karena masih mengantri atau menunggu sanyonya
menyala, sehingga disiasati dengan bangun lebih awal. Masih dalam proses
beradaptasi menyesuaikan antara kegiatan pesantren dan kegiatan yang ada
diluar pesantren. Pengaruh lingkungan.”

Kemudian hambatan-hambatan yang dirasakan oleh Alumni ketika

melaksanakan kegiatan rutinitas dalam kesehariannya di masyarakat. Sebagaimana

ungkapan saudari Ika Kartika kepada peneliti:

“Terkadang timbul rasa egois, antipati dalam diri ketika lelah dengan semua
masalah yang bertubi-tubi tak kunjung usai. Diremehkan orang-orang
sekitar dan bawahan yang menganggap bahwa kita ini ketika menasehati
dan mengingatkan di anggap sok- sok an, dan merasa tidak dihargai.”

Hal serupa juga diungkapkan oleh saudari Siti Zulaikha kepada peneliti:

“Sekolahnya masih baru, sehingga membutuhkan kemandirian serta inovasi


guru dalam menyediakan media pembelajaran. Mayoritas anak didik nakal
dan sulit di atur. Orang tua atau wali murid terlalu memanjakan anaknya.
Dari kesemua hambatan tadi membutuhkan ketelatenan serta kesabaran
ekstra dari saya sendiri selaku guru kelas.”

Baik segi penunjang dan penghambat, dimanapun dan kapanpun pasti ada,

tinggal bagaimana kita menyikapinya dengan bijak atau sebaliknya. Karena dengan

adanya hal tersebut melatih kita untuk bersikap dan melatih pola pikir lebih dewasa,

tidak memanjakan diri, peduli terhadap orang lain serta menjadi yang lebih baik

dari sebelumnya, manfaatnya akan kembali kepada diri kita sendiri baik ketika

dipesantren maupun ketika sudah terjun di masyarakat nantinya.


91

B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Santri Pondok Pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya

Dalam upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren

Wahdatut Tauhid Majalaya telah diwujudkan dalam berbagai program dan rutinitas

dalam kesehariannya. Program serta rutinitas dalam keseharian juga termasuk

dalam upaya pengembangan sikap sosial santri.

Pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata “santri” berarti murid.

Jadi, pesantren adalah tempat tinggal santri dan asrama tempat santri belajar. Secara

Umum, pengertian pesantren adalah asrama tempat santri atau tempat murid-murid

belajar mengaji dsb.

Penelitian ini lebih di fokuskan pada upaya-upaya apa sajakah yang ada di

lingkungan pesantren yang berupa program serta rutinitas sehari-hari dalam

mengembangkan sikap sosial santri. Hal tersebut dikarenakan kehidupan pesantren

melalui pelatihan, pendidikan serta pembinaan asrama lebih dominan dalam

pembentukan serta pembinaan sikap sosial santri.

Pesantren sebagai lembaga pengembangan dan pembentukan watak, dalam

titik berat pada pendidikan agama dan tinggal dalam suatu asrama, maka pondok

pesantren telah menjadikan dirinya sebagai lembaga pengembangan watak, dimana

mereka belajar untuk bertanggung jawab dalam mengurusi dirinya, serta belajar

hidup berdampingan dengan orang lain.


92

Oleh karena itu, dalam kaitan diatas, pesantren pada hakikatnya bukan

semata-mata merupakan lembaga pendidikan, melainkan juga lembaga

kemasyarakatan. Sebagai lembaga kemasyarakatan, pesantren memiliki pranata

tersendiri, dan pranata itu memiliki hubungan fungsi amal dengan masyarakat serta

hubungan tata nilai dengan kultural masyarakat, khususnya yang ada dalam lingkar

pengaruhnya. Bahkan menurut Mastuhu, kehadiran pesantren ditengah masyarakat

juga merupakan lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan atau sebagai

gerakan pengembangan Islam.

Berdasarkan wawancara dengan saudari Wiwi Marwiyah selaku ketua

pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya serta sesuai dengan buku pedoman

tata tertib pesantren, upaya berupa kegiataan-kegiatan dan program pesantren

melalui pelatihan, pendidikan serta pembinaan pesantren yang berlangsung 24 jam

yang dapat membentuk sikap sosial santri antara lain: 1. Pengajian santri takhosus.

2. Pengajian rutin. 3. Piket. 4. Bakti sosial. Keempatnya tadi tentu saja sudah

mencakup aspek-aspek yang luas, meliputi: aspek spiritual, intelektual, moral-

emosional, dan sosial. Dalam perjalanannya yang panjang, lembaga pendidikan

pesantren telah berkiprah pada setiap zaman yang dilaluinya untuk berkembang dan

berinovasi menjadi yang lebih baik untuk melengkapi kekurangan yang ada, baik

sebagai lembaga pendidikan, pengembangan ajaran-ajaran Islam Rahmatan

Lil’Alamin.

Berbeda dengan lembaga pendidikan formal lainnya, pondok pesantren

memiliki masa belajar yang cukup lama. Bahkan dapat dikatakan 24 jam sehari.
93

Sehingga konsentrasi para santri untuk belajar dan berupaya mengembangkan diri

dapat dilakukan secara terpadu.

Untuk mencapai tujuan dan melaksanakan pendidikan, pengajaran,

pelatihan, pembinaan, dalam upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok

pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya terdapat beberapa program dan kegiatan rutin

bagi seluruh santri antara lain:

a. Ma’hadiyah

Ma’hadiyah merupakan suatu kegiatan formal yang didalamnya terlaksana

proses belajar mengajar yang mengkaji ilmu-ilmu agama serta kaitannya dengan

ilmu kemasyarakatan. Ma’hadiyah wajib diikuti oleh seluruh santri. Ma’hadiyah

ini lebih diorientasikan pada ilmu-ilmu agama dan ilmu hidup bermasyarakat.

Dalam pelaksanaan pendidikan agama secara yuridis meliputi pandangan-

pandangan hidup yang asasi sampai pada dasar yang bersifat operasional, adapun

dasar-dasar tersebut adalah : dasar ideal, yaitu pancasila, dasar konstitusional,

yaitu UUD 1945 dan dasar Operasional, yaitu UU RI No. 20 Th.2003. tentang

Sistem pendidikan nasional.

Keberadaan ma’hadiyah semakin dibutuhkan tatkala „jebolan‟ atau alumni

pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal ternyata kurang mampu

dalam penguasaan ilmu agama. Dengan kenyataan itu maka keberadaan

ma’hadiyah, sebagai penopang dan pendukung pendidikan formal yang ada. Selain

itu diharapkan dapat mendukung pengembangan ma’hadiyah dimasa-masa

mendatang.
94

Adapun program di ma’hadiyah dalam upaya pengembangan sikap sosial

santri antara lain yakni: 1. Adanya proses belajar mengajar dalam kegiatan

ma’hadiyah yang mengkaji ilmu agama dan ilmu kemasyarakatan. 2. Kurikulum

di ma’hadiyah ditentukan oleh pengasuh sesuai dengan kurikulum pesantren

menyesuaikan kebutuhan para santri ketika di pesantren maupun ketika nanti

sudah berada di masyarakat luas 3. Mata pelajaran kelas satu diniyah sampai kelas

3 stanawy ditentukan oleh pengasuh sesuai dengan kurikulum pesantren

menyesuaikan kebutuhan para santri ketika di pesantren maupun ketika nanti

sudah berada di masyarakat luas. 4. Khitobah atau ceramah bagi kelas tiga stanawy

yang akan wisuda.

Sedangkan misi khusus ma’hadiyah adalah membentuk dan mempersiapkan

kepribadian santri yang berilmu luhur dan berakhlakul karimah berguna bagi

agama, bangsa, dan negara.

Berbagai mata pelajaran yang diajarkan di ma’hadiyah diantaranya yakni:

mengkaji tentang keesaan Allah (ilmu tauhid), mengkaji tentang ilmu

kemasyarakatan, akhlak dan muamalah (fiqih, akhlak, hadits, tafsir, tasawuf), ilmu

alat dan tata bahasa (nahwu, shorof, bahasa arab), sejarah pada zaman Nabi

(tarikh), semua mata pelajaran tersebut menunjukkan bahwa terdapat kekhasan

dari pola pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren Wahdatut Tauhid

Majalaya.

Adapun kitab-kitab standar yang diberikan di pondok pesantren meliputi:

Nahwu, shorof (morfologi), fiqih (hukum), Ushul fiqih (yurisprudensi), hadits,


95

tafsir, tauhid (Theologi), tasawuf, etika, tarikh (sejarah) dan balaghah (tata bahasa)

(Dhofier, 1994:50).

Menurut Zuhri dalam Masruroh (2017:63) Kitab-kitab Islam klasik

biasanya ditulis atau dicetak dengan huruf arab baik dalam bahasa arab, jawa

(pegon), dsb. Huruf-hurufnya tidak diberi tanda vocal, oleh karena itu sering

disebut kitab gundul. Karena sifatnya yang gundul itu dalam arti hanya ditulis

konsonan belaka, maka kitab ini tidak mudah dibaca oleh mereka yang tidak

mengetahui ilmu nahwu dan shorof .

Penyampaian pelajaran di pesantren Wahdatut Tauhid biasanya mempunyai

kekhasan metode tersendiri pengajaran yang turun temurun mulai jaman

walisongo diantaranya yakni sorogan dan bandongan.

Di pondok pesantren Wahdatut Tauhid dalam pengajaran dan penyampaian

pelajaran dengan menggunakan metode sorogan, wetonan, muhawarah,

mudhalarah, mudzakarah, dan majlis ta’lim. Yang kesemuanya tadi

pengaplikasiannya menyesuaikan mata pelajaran yang diajarkan, situasi dan

kondisi santri.

Alwi (1999) menyatakan bahwa sistem pondok pesantren dapat dibedakan

menjadi dua macam; (1) sistem ma’hadiyah dengan menggunakan metode

sorogan, wetonan/halaqah, muhawarah, muhadlarah, mudzakarah, majlis ta’lim.

(2) sistem madrasiyah / persekolahan yaitu kegiatan yang dilaksanakan di kelas

dengan menggunakan metode: ceramah, tanya jawab, diskusi, dan

demonstrasi,dsb.
96

Dengan demikian, pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya termasuk

masih dalam kategori pesatren salafi. Pondok pesantren salafi atau yang sering

disebut dengan pesantren tradisional adalah pesantren yang tetap mempertahankan

pengajaran-pengajaran kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di lembaga

tersebut. Metode yang diterapkan untuk memudahkan pengajaran adalah metode

sorogan dan bandongan.

Pelaksanaan program ma’hadiyah dilaksanakan setiap setelah waktu sholat,

kurikulum dan mata pelajaran yang diajarkan ditentukan oleh pengasuh. Hal ini

dikarenakan menyesuaikan tingkat atau jenjang masing-masing, dari pihak

pengasuh sendiri menetapkan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan santri ketika

di pesantren dan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kehidupan bermasyarakat.

Kurikulum pesantren menyesuaikan kebutuhan para santri ketika di pesantren

maupun ketika nanti sudah berada di masyarakat luas. Ustadz maupun ustadzah di

samping menjalankan tugasnya untuk mengajar juga mendidik santri dengan

memberikan contoh yang baik, nasehat dan motifasi dalam rangka untuk menjadi

pribadi yang baik dan memberikan manfaat kepada orang lain atas keberadaannya.

Karena ilmu agama dan ilmu kemasyarakatan merupakan satu kesatuan yang utuh.

Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya merupakan Pondok

Pesantren tipe D, berdasarkan teori Mu‟awanah, Pondok Pesantren tipe D adalah

pesantren yang didalamnya terdapat tempat tinggal santri, tempat tinggal kyai serta

ma’hadiyah. Pondok Pesantren ini mempunyai kurikulum tertentu yang ditentukan

oleh pemimpin pesantren (pengasuh). Santri belajar disekolah-sekolah milik

pesantren maupun di luar pesantren, mayoritas para santri belajar di jenjang SMP
97

dan SMA. Jadwal pengajaran pokok terletak pada madrasah diniyah, kyai

memberikan pelajaran secara umum di madrasah diniyah, pengarahan dari kyai

bersifat sebagai pengawas serta pembinaan mental.

b. Pengajian rutin

Upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya diimplementasikan pula melalui kegiatan pengajian rutin.

Kegiatan pengajian rutin ada yang bersifat wajib dan anjuran (sunnah) diikuti

oleh seluruh santri di pesantren. Bersifat wajib apabila pelaksanaanya

dilaksanakan di dalam dan lingkungan pesantren, anjuran (sunnah) apabila

pelaksanaannya di luar lingkungan pesantren.

Pengajian menurut bahasa adalah suatu pengajaran. Pengajian pada

umumnya dipergunakan untuk menerangkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan Al-Hadits

atau menerangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama, pengajian itu

pada umumnya dihadiri oleh orang-orang tertentu atau warga sekitar yang

berminat untuk mendengarkan pengajian tersebut, para wali zaman dahulu dalam

menyiarkan ajaran Islam juga menggunakan aktifitas pengajian untuk

menyampaikan dakwahnya. Biasanya di lingkungan perkotaan, pengajian biasa

disebut dengan majlis ta‟lim, kuliah shubuh, pengajian rutin dan lain sebagainya.

Berdasarkan pelaksanaannya, pengajian rutin di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya dibagi menjadi dua yakni: lingkungan internal dan lingkungan

eksternal. Yang dimaksud lingkungan internal adalah pelaksanaan kegiatan

pengajian rutin berada di dalam yakni di lingkungan pesantren tersebut dan hal ini

bersifat wajib diikuti oleh seluruh santri. Kegiatan di lingkungan internal meliputi:
98

Mengaji setiap waktu, tausiyah setelah sholat berjamaah, kajian kitab berbahasa

Arab atau sunda, tahlil, istighosah, diba‟, musyawarah, kuis santri dan sholat

berjamaah.

Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang

hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Soekanto, 1986: 20). Sedangkan

yang merupakan bentuk umum dalam proses-proses sosial adalah interaksi sosial.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, menyangkut

hubungan secara perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara

perorangan dengan kelompok manusia.

Sedangkan kegiatan di lingkungan eksternal: Pengajian rutin seminggu

sekali pada hari minggu dan satu bulan sekali setiap malam rabu terakhik di masjid

Faruq. Hal ini sebagaimana peneliti ketahui ketika melakukan observasi.

Himbauan dari pengasuh untuk menghadiri dan melaksanakan program

diatas tentunya bukan tanpa tujuan dan manfaat bagi yang menghadirinya, justru

akan menimbulkan kesadaran santri untuk bersikap sosial, intropeksi diri, saling

berinteraksi, lebih menghormati yang lebih tua atau yang senior, menimbulkan

kedekatan emosional, timbul rasa saling memaafkan, menghargai orang lain dan

menjadi pendengar yang baik, melatih santri untuk berfikir sejalan dengan hati

nuraninya, melatih diri untuk lebih percaya diri.

Dengan demikian, pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potesi

dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional

serta pengembangan sikap dan kepribadian nasional. Karena itu pula, pengajian
99

rutin merupakan bentuk pendidikan nonformal dalam rangka meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan agama.

Dari pernyataan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, kegiatan-kegiatan

yang ada di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya mampu

mengembangkan sikap sosial santri. Alasannya adalah kegiatan tersebut ternyata

mampu melatih santri siap hidup bermasyarakat, karena dari latihan tersebut

menjadi terbiasa baik ketika saya masih berada di pesantren maupun ketika terjun

ke masyarakat.

c. Piket

Merupakan kegiatan yang dilakukan secara komunitas, berkelompok

maupun pribadi yang bersifat wajib untuk dilaksanakan para santri berdasarkan

ketentuan, lokasi serta anggota yang telah ditentukan.

Menurut Zamaksari Dhofier, santri berasal dari ikatan kata san (manusia

baik) dan tri (suka menolong), sehingga santri berarti manusia baik yang suka

menolong secara kolektif. Santri mukim yaitu santri yang berasal dari daerah jauh

dan menetap di pesantren. Santri yang sudah lama mukim biasanya memikul

tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mengajar santri-

santri muda tentang kitab-kitab yang rendah dan menengah.

Dalam program piket dibagi lagi menjadi 4 yakni: di divisi kebersihan,

keamanan, koperasi dan program pesantren. Pertama, divisi kebersihan antara

lain: Piket harian, ndalem, ro‟an dan infaq pesantren. Dari divisi kebersihan,

program-program didalamnya yakni ada beberapa piket yang menjadi tugas dan

kewajibanyang harus dilaksanakan oleh santri.


100

Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu,

sampah, dan bau. Di zaman modern, setelah Louis Pasteur menemukan proses

penularan penyakit atau infeksi disebabkan oleh mikroba, kebersihan juga berarti

bebas dari virus, bakteri patogen, dan bahan kimia berbahaya. Kebersihan adalah

salah satu tanda dari keadaan higiene yang baik. Manusia perlu menjaga

kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar sehat, tidak bau, tidak malu, tidak

menyebarkan kotoran, atau menularkan kuman penyakit bagi diri sendiri maupun

orang lain.

Pertama, divisi kebersihan antara lain: piket harian, ndalem, mingguan,

ro‟an, dan infaq kebersihan. Kedua, divisi keamanan antara lain: Pengumpulan

HP, absen berjamaah dan mengaji, dan perizinan. Ketiga, divisi koperasi:

Menampung usaha santri, program bagi hasil atas kejasama barang dan jasa,

melatih jiwa wirausaha santri, Menyediakan kebutuhan sehari-hari para santri,

menjalankan salah satu usaha milik pengasuh. Keempat, program pesantren

antara lain adalah takziran dan pindahan kamar.

Menurut Allport dalam Masruroh(2017), sikap merupakan kesiapan mental,

yaitu suatu proses yang ada dalam diri seseorang, berdasarkan pengalaman

individual masing- masing, yang akan mengarahkan dan menentukan respons

terhadap berbagai objek, situasi dan kondisi.

Pengamalan dari sikap itu sendiri di wujudkan ketika berada di lingkungan

sosial dan lingkungan masyarakat, dalam rangka menyiapkan mental dalam

menghadapi situasi dan kondisi perlu pembinaan, pembelajaran, latihan, agar

menjadi terbiasa dan menyiapkan mental dan sikap sosial. Sikap manusia bukan
101

sesuatu yang melekat sejak lahir, tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran

yang sejalan dengan perkembangan hidupnya.

Sikap terbentuk melalui proses belajar sosial (suatu proses dimana individu

memperoleh informasi tingkah laku, atau sikap baru dari orang lain), serta

interaksi dengan orang-orang disekitarnya.

Sikap dapat diketahui atau dinilai melalui pengetahuan, keyakinan,

perasaan, dan kecenderungan tingkah laku seseorang terhadap objek sikap dengan

cara bagaimana ia memperlakukan objek tersebut.

Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan

yang ada di divisi kebersihan dan keamanan dilaksanakan sesuai kesepakatan

yang telah ditetapkan di awal yakni ketika sosialisasi dan musyawarah bersama

mengenai jadwal dan lokasi yang telah ditentukan beserta. Manfaat yang

diperoleh dari program didivisi kebersihan antara lain yakni: Melatih sikap

simpati dan empati terhadap lingkungan dan orang-orang disekitar, melatih untuk

hidup bersih dimanapun dan kapanpun kita berada. Dari program divisi keamanan

antara lain yakni: Melatih sikap disiplin, simpati dan empati terhadap orang

sekitar, tidak ketergantungan dengan HP, menanamkan kedekatan emosional

antar sesama, bersikap sopan santun. Dari divisi koperasi antara lain: Melatih

santri berwirausaha, melatih untuk bersikap mandiri dan bersikap qonaah.

Takziran bertujuan untuk mendisiplinkan santri serta agar kegiatan berjalan

lancar. Untuk pidahan kamar tujuannya adalah agar mudah beradaptasi dengan

orang-orang dan lingkungan yang baru.

d. Bakti sosial
102

Bakti sosial atau yang lebih dikenal dengan baksos merupakan salah satu

kegiatan perwujudan dari rasa kemanusiaan, rasa cinta kasih, rasa saling

memiliki, rasa saling tolong menolong, rasa saling peduli kepada masyarakat

yang ada di lingkungan sekitar maupun masyarakat luas yang membutuhkan

uluran tangan kita.

Pesantren pada hakikatnya semata-mata merupakan lembaga pendidikan,

melainkan juga lembaga kemasyarakatan. Sebagai lembaga kemasyarakatan,

pesantren memiliki pranata tersendiri, dan pranata itu memiliki hubungan fungsi

amal dengan masyarakat serta hubungan tata nilai dengan kultural masyarakat,

khususnya yang ada dalam lingkar pengaruhnya. Bahkan menurut Mastuhu,

kehadiran pesantren ditengah masyarakat juga merupakan lembaga penyiaran

agama dan sosial keagamaan atau sebagai gerakan pengembangan Islam. Dalam

kaitan inilah, kiranya Abdurrahman Wahid bukan menyebut pesantren sebagai

subkultur.

Adapun pelaksanaannya biasanya dari suatu komunitas, lembaga, kelompok

maupun pribadi, yang bersifat anjuran. Anjuran dalam baksos disini memiliki

makna bahwa ketika ada tawaran atau ajakan, orang tersebut berhak menyetujui

atau menolah dikarenakan alasan tertentu.

Kegiatan baksos di pondok pesantren Wahdatut Tauhid ini meliputi baksos

di lingkungan pesantren, sekitarnya dan luar pesantren. Adapun kegiatan di

program bakti sosial di lingkungan pesantren dan lingkungan pesantren antara

lain yakni: Berpartisipasi dan memberikan kontribusi dalam mengajar di SMP

dan SMA NU Wahdatut Tauhid, haflah, haul, harlah, dan acara keagamaan
103

lainnya seperti Isro‟ Mi‟roj, Maulid Nabi, pembagian daging qurban, Lomba

agustusan dan lomba akhirussanah, dan adanya Grup WA.

Adapun kegiatan di program bakti sosial di lingkungan luar pesantren antara

lain yakni: Berpartisipasi dan memberikan kontribusi mengamalkan ilmu di

berbagai lembaga yang membutuhkan diantaranya yakni lembaga madrasah,

TPQ, instruktur balai kerja komputer, dan les privat.

Integrasi pesantren dengan masyarakat sungguh telah mengakar sejak lama.

Hubungan simbiotik yang demikian ini terjadi dengan begitu dominan dan

mewarnai berbagai tradisi pesantren dan masyarakat itu sendiri. Bahkan, dalam

beberapa hal, pesantren disejumlah kasus telah maju dengan mengambil inisiatif

ke depan. Pesantren pesantren tersebut bukan saja memproduksi alumni yang ahli

dalam bidang agama untuk masyarakat lingkungannya, melainkan juga

memberdayakan masyarakat dengan program-program pendampingan dan

perkembangan masyarakat secara fungsional.

Dari pernyataan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan bakti

sosial memberikan kontribusi bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dari golongan

santri, pemimpin, warga dan masyarakat sekitar. Adapun Manfaat bakti sosial

antara lain: Sarana menjalin solidaritas, keakraban, kedekatan emosional rasa

peduli untuk saling mengingatkan temannya, memberikan saran atau masukan,

mengetahui kondisi orang yang hidup di lingkungan sekitarnya, lebih disiplin,

tepat waktu, dan lebih berpengalaman. Memberikan timbal balik kepada orang

lain sebagai rasa terima kasih, pastilah dengan jalan saling mengenal, memahami,

dan saling tolong menolong.


104

2. Faktor-Faktor Penunjang Dan Penghambat Upaya Pengembangan

Sikap Sosial Santri Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya

Setelah peneliti melakukan penelitian mengenai upaya pengembangan sikap

sosial santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya, peneliti menemukan

beberapa faktor penunjang serta penghambat dalam upaya pengembangan sikap

sosial santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, faktor penunjang memiliki arti hal

atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha, atau

produksi.

Sedangkan pengembangan sendiri adalah usaha-usaha yang terencana

dalam menjadikan segala sesuatu agar menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa faktor penunjang pengembangan

adalah kondisi yang dapat mendorong usaha-usaha yang terencana dalam

menjadikan segala sesuatu agar menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Dengan padatnya program serta rutinitas pesantren, tidak menjadikan santri

kesusahan dalam mengatur waktu secara efektif dan efisien serta tidak menjadi

halangan untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh selama ini baik di lingkungan

pesantren maupun di luar pesantren. Justru dengan adanya program serta rutinitas

yang padat setiap harinya serta bertemu dengan berbagai macam watak dan karakter

orang di lingkungannya semakin menjadikan santri lebih disiplin, tanggung jawab,

gotong royong, simpati, empati, sabar, rendah hati, lebih bersikap dewasa dan

keibuan, mampu mengatur waktu dengan baik serta mengabdikan ilmu yang
105

diperolehnya selama ini kepada orang lain yang membutuhkan karena ketika di

asrama sudah terbiasa dilatih dan dibina dalam rangka upaya pengembangan sikap

sosial santri sebagai bekal nantinya ketika hidup bermasyarakat.

Dalam melaksanakan program serta rutinitas kesehariannya dalam upaya

pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya

sesuai dengan temuan peneliti ketika wawancara dan yang tercantum di buku

pedoman tata tertib Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya antara lain: 1.

Ma’hadiyah, 2. Pengajian rutin, 3. Piket, dan 4. Bakti sosial.

Hal-hal tersebut tak luput dengan adanya faktor-faktor penunjang yang

mendukung dan mendorong tercapainya hal tersebut, antara lain yakni:

a. Faktor penunjang yang ada di ma’hadiyah antara lain: kelas ma’hadiyah yang

memadai, didukung adanya meja belajar. Kurikulum dan kitab- kitab yang

ditentukan oleh pengasuh dengan menyesuaikan kebutuhan santri ketika

dipesantren maupun sebagai bekal nantinya ketika pulang dan hidup

bermasyarakat. Ustadz dan ustadzah yang ahli dalam bidangnya yang berasal

dari pesantren itu sendiri dan ada juga yang dari luar pesantren. Metode

pembelajaran yang bervariasi. Latihan khitobah atau ceramah bagi kelas 3

stanawy yang akan di wisuda.

b. Faktor penunjang yang ada di pengajian rutin antara lain: pengajian rutin

tersebut dibimbing oleh pengasuh, ustadz dan ustadzah dari pesantren maupun

dari luar pesantren yang mempunyai pengalaman serta wawasan ilmu yang luas

dalam bidang agama dan kemasyarakatan. Mendapatkan ilmu yang terkadang


106

belum bisa peroleh dari pendidikan formal. Mempunyai wawasan ilmu

pengetahuan agama yang luas dan lebih mendalam untuk diamalkan terhadap

diri sendiri dan orang lain. Berperan sebagai penambah dan pelengkap ilmu

yang lainnya sebagai dasar atau pondasi keimanan dalam menjalani kehidupan.

Mampu berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat luas. Menambah

kedekatan secara emosional.

c. Faktor penunjang yang ada di piket antara lain: didukung oleh sarana dan pra

sarana yang lengkap dan memadai antara lain yakni: dari divisi kebersihan

perlengkapan dan peralatan kebersihan, dari divisi keamanan perlengkapan dan

peralatan keamanan. Dari divisi koperasi perlengkapan, peralatan, gudang

koperasi serta bangunan koperasi itu sendiri sebagai tempat transaksi jual beli,

sehingga memudahkan ketika melakukan piket, program serta rutinitas

pesantren dalam kesehariannya. Menyediakan sistem bagi hasil untuk santri

maupun alumni. Memberikan kesempatan bagi santri maupun alumni untuk

menjual barang hasil produksi atau yang lainnya. Adanya koordinasi, saling

mengingatkan, dan gotong royong baik dari pihak penguru maupun santri yang

piket. Adanya grup WA memberikan kontribusi untuk meringankan beban

dalam hal saling mengingatkan atau memberikap intruksi. Adanya musyawarah

antara santri dan pengurus untuk menyelesaikan melakukan evaluasi mingguan

mengenai program kerja selama seminggu ini apakah berjalan dengan baik atau

sebaliknya, sosialisasi peraturan baru dari masing-masing divisi, kritik dan

saran serta pengesahan peraturan baru juga atas persetujuan antara kedua belah

pihak yakni santri dan pengurus selaku penghuni asrama.


107

d. Faktor penunjang yang ada di bakti sosial antara lain: mendapatkan wewenang

baik dari pihak pengasuh, memanfaatkan kesempatan yang ada untuk

digunakan sebaik mungkin, bisa bermanfaat bagi orang lain terutama yang

membutuhkan, menambah kedekatan emosional dengan orang lain,

mengamalkan ilmu yang kita peroleh selama menjadi santri.

e. Faktor penunjang yang berasal dari diri sendiri antara lain: komitmen dan

prinsip untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tugas yang diemban

serta tidak ingin mengecewakan orang lain terutama orang tua dan pengasuh.

Didasari rasa keingintahuan untuk bergelut dengan hal-hal baru yang

sebelumnya belum pernah dilakukan dengan harapan sebagai bekal ketika

dimasyarakat terutama soeorang wanita yang nantinya menjadi seorang istri dan

merawat anak.

f. Faktor penunjang yang berasal dari orang lain antara lain: dukungan dan

motivasi dari orang tua, guru, pengasuh, pengurus, saudara, teman dekat

maupun teman seperjuangan.

Dalam melaksanakan program serta rutinitas dalam upaya pengembangan

sikap sosial santri tak luput juga adanya hambatan-hambatan yang terkadang

menjadi kendala dalam pelaksanaannya, karena seberapa sempurnanya suatu hal

pastilah ada hambatan, kendala dan resiko dalam menjalaninya. Tetapi hal tersebut

tidak akan terasa berat dan menjadi penghalang jika disikapi dengan bijak. Berikut

adalah hambatan-hambatan yang ada di pondok pesantren Wahdatut Tauhid dalam

upaya pengembangan sikap sosial santri yakni:


108

a. Faktor penghambat yang ada di ma’hadiyah antara lain: terkadang timbul rasa

malas berangkat diniyah akibat badan terasa letih akibat aktifitas di luar

pesantren seperti dari sekolah, organisasi, dll. Rasa jenuh dengan sekelumit

rutinitas yang sama dan terus menerus serta ada sebagian guru yang

menggunakan metode pengajaran yang monoton.

b. Faktor penghambat yang ada di pengajian rutin antara lain: terkadang jam

sekolah atau ada jadwal lainnya yang bertepatan dengan jadwal pengajian rutin,

sehingga datang terlambat atau mengurungkan niat untuk berangkat. Menanti

keluarnya air, karena sanyo di program timer, sehingga apabila tidak langsung

berangkat dan bersiap-siap maka akan terlambat. Turun hujan, hujan yang tidak

segera reda, sehingga membatalkan niat semula untuk berangkat karena dirasa

situasi dan kondisi kurang mendukung.

c. Faktor penghambat yang ada di piket antara lain yakni: dari divisi kebersihan:

menanti keluarnya air, karena sanyo di program timer, bergantian alat

kebersihan dengan teman yang lainnya, menanti kedatangan anggota yang

lainnya, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan serta pelaksanaan piket

kebersihan tidak segera selesai, terkadang terjadi kesalah fahaman dalam

penyampaian intruksi. Dari divisi keamanan: membutuhkan kesabaran dan

ketelatenan ekstra dalam melayani, membimbing santri serta menjalankan

program yang diamanatkan oleh pengasuh, masih saja ditemukan santri yang

menganggap remeh dan melanggar tata tertib keamanan. Dari divisi koperasi:

membutuhkan kesabaran dan ketelatenan ekstra dalam melayani, santri serta

menjalankan program yang diamanatkan oleh pengasuh, jenuh karena keletihan


109

badan akibat aktifitas sehari-hari, menjalankan program koperasi mulai dari

belanja, memasak, packing, restock barang, melayani terkadang timbul rasa

malas untuk melayani santri dikarenakan situasi dan kondisi yang kurang

mendukung.

d. Faktor penghambat yang berasal dari diri sendiri antara lain: butuh adanya

pengorbanan, kesabaran dan ketelatenan dari diri sendiri, dikarenakan masih

dalam tahap pembelajaran dalam melayani, mengabdi dan bermanfaat bagi

orang lain. Terkadang timbul rasa malas, dan bosan dengan kegiatan yang sama

dan terus menerus dalam setiap harinya. Keletihan badan dll.

e. Faktor penghambat yang berasal dari orang lain antara lain: masih ada santri

yang kurang disiplin, terlambat datang, melanggar tata tertib, meremehkan

peraturan. Terkadang terjadi kesalah fahaman antar divisi maupun dengan

santri.

Baik dari faktor-faktor penunjang dan penghambat, keduanya saling

melengkapi karena adanya penunjang adalah untuk meminimalisir adanya

penghambat, dengan kata lain melengkapi kekurangan yang ada, tinggal bagaimana

kita menyikapinya dengan bijak, sabar dan telaten. Karena dengan adanya hal

tersebut melatih kita untuk bersikap dan melatih pola pikir yang lebih dewasa, tidak

selalu memanjakan diri, peduli terhadap orang lain serta menjadi yang lebih baik

dari sebelumnya, serta manfaatnya akan kembali kepada diri kita sendiri baik ketika

dipesantren maupun sudah terjun di masyarakat nantinya.

BAB V

PENUTUP
110

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat peneliti simpulkan

bahwa upaya pengembangan sikap sosial santri di pondok pesantren Wahdatut

Tauhid Majalaya terdapat beberapa program dan kegiatan rutin bagi seluruh santri

antara lain: program maha’diyah diantaranya kurikulum pesantren menyesuaikan

kebutuhan para santri ketika di pesantren maupun ketika nanti sudah berada di

masyarakat luas, pengajian rutin diantaranya pengajian rutin seminggu sekali

pada hari minggu dan satu bulan sekali setiap malam rabu terakhik di masjid

Faruq., piket diantaranya piket harian, ndalem, mingguan, ro‟an, dan infaq

kebersihan. dan bakti sosial diantaranya Berpartisipasi dan memberikan

kontribusi mengamalkan ilmu di berbagai lembaga yang membutuhkan

diantaranya yakni lembaga madrasah, TPQ, instruktur balai kerja komputer, dan

les privat.

Setelah peneliti melakukan penelitian mengenai upaya pengembangan sikap

sosial santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya, peneliti menemukan

beberapa faktor penunjang serta penghambat dalam upaya pengembangan sikap

sosial santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya yaitu dari program

pesantren sendiri seperti program maha’diyah, pengajian rutin, piket, dan bakti

sosial, selain itu lingkungan pertemanan, motivasi dari orang lain dan yang paling

penting dari diri sendiri. Baik dari faktor-faktor penunjang dan penghambat,

keduanya saling melengkapi karena adanya penunjang adalah untuk meminimalisir

adanya penghambat, dengan kata lain melengkapi kekurangan yang ada, tinggal
111

bagaimana kita menyikapinya dengan bijak, sabar dan telaten. Karena dengan

adanya hal tersebut melatih kita untuk bersikap dan melatih pola pikir yang lebih

dewasa, tidak selalu memanjakan diri, peduli terhadap orang lain serta menjadi

yang lebih baik dari sebelumnya, serta manfaatnya akan kembali kepada diri kita

sendiri baik ketika dipesantren maupun sudah terjun di masyarakat nantinya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di lembaga pendidikan

berbasis pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya, maka saran yang dapat

diberikan peneliti berkaitan dengan upaya pengembangan sikap sosial santri

adalah sebagai berikut:

1. Bagi pesantren

Meskipun fasilitas yang ada di pesantren lumayan memadai, sebaiknya

pesantren menyediakan lebih banyak dan lebih memperhatikan peralatan dan

perlengkapan yang dirasa kurang dan perlu dilengkapi lagi sesuai dengan

kebutuhan dari masing-masing lokasi, divisi dan kebutuhan para santri dalam

melaksanakan program dan rutinitas pesantren. Yakni berupa lampu, colokan

listrik, tempat sampah, sapu, speaker, gudang khusus penyimpanan peralatan

dan perlengkapan kebersihan agar upaya pengembangan sikap sosial santri

berupa program dan rutinitas pesantren semakin baik dan berjalan lancar untuk

kedepannya.

2. Bagi ustadz maupun ustadzah


112

Perlu adanya inovasi yang lebih variatif dalam proses pelaksanaan

pembelajaran di madrasah diniyah agar santri tidak merasa bosan dan malas

dalam proses pembelajaran, agar santri merasa tidak terbebani, timbul minat

dan rasa antusias dalam diri santri, serta kefahaman santri dalam mempelajari

mata pelajaran di madrasah diniyah meningkat.

3. Bagi pengurus

Perlu adanya kesabaran, ketelatenan dan kepekaan yang lebih

mengenai situasi dan kondisi komponen pesantren dan lingkungan

pesantren dalam membina, menjaga, melatih, membimbing dan

merawatnya. Perlu adanya penyesuaian antara beberapa jadwal rutinitas

pesantren dengan jadwal kesibukan para santri agar program serta rutinitas

pesantren dalam upaya pengembangan sikap sosial santri semakin baik ke

depannya dan berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan apa yang

diharapkan.

4. Bagi santri

Kepada para santri pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya

diharapkan lebih memperhatikan kesehatan dan segera beristirahat agar

tidak terlalu kelelahan dan tenaga pulih kembali. Lebih memahami mana

yang harus lebih diprioritaskan, dan mendahulukan kewajiban dari pada hak

dalam melaksanakan rutinitas dalam kesehariannya baik di lingkungan

pesantren maupun di lingkungan luar pesantren. Lebih giat dalam belajar

mata pelajaran di madrasah diniyah. Dan tak lupa selalu berdo‟a, berusaha,

berikhtiar dan tawakkal agar hasil yang didapatkan dari menuntut ilmu dan
113

mengabdi di pondok pesantren membawa kemanfaatan dan keberkahan bagi

dirinya, keluarganya, nusa, bangsa, dan di akhirat kelak.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Abdulsyani. 2012. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi


Aksara

Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers

Ahmadi, Abu dkk. 1999. Psikologi Sosial, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anwar, Ali. 2011. Pembaharuan Pendidikan di Lirboyo Kediri. Yogyakarta:


Pustaka Belajar.

Ardianto, Alvinaro. 2010. Metode Penelitian Untuk Public Relations Kuantitatif


dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Arifin. 1991. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksar

Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara

Azizy, Qodri. 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Bawani, Imam. 2011. Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik


Berbasis Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: LKiS

Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya

Djamas, Nurhayati. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca


Kemerdekaan, Jakarta: Rajawali Press.

Faruq, Umar H.R. 2016. Ayo Mondok Biar Keren, Lamongan: Media Grafika
Printing.

Firdaus. 2021. Metodologi Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Ananlisis Regresi


IBM StatisticVersion 26.0. Riau: Dotplus Publisher.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo

114
115

Hakim, Abdul. 2008. Bunga Rampai Pemikiran Islam Kebangsaan. Jakarta: Baitul
Muslimin

Hanun, Asrohah. 2004. Pelembagaan Pesantren Asal Usul dan Perkembangan


Pesantren di Jawa. Jakarta: Departemen Agama RI

Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah


Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Joesoef, Soelaiman. 2008. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Bumi
Aksara

Karim, Abdul. 2003. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Jakarta: Media Dakwah

Khudrin, Ali. 2009. Implementasi Manajemen Kurikulum Pada Madrasah Diniyah


Al-Aziz Pondok Pesantren Nurul Huda II Kabupaten Sleman Kota
Yogyakarta . Yogyakarta: LKiS

Langgulung, Hasan. 2000. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta : Al Husna Zikral

Ma‟arif, Syamsul. 2015. Pesantren Inklusif Berbasis Kearifan Lokal, (Penerbit:


Kaukaba Dipantara, Yogyakarta)

Moeleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Penerbit: PT Remaja


Rosdakarya, Bandung)

Muhajir, Neong. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin

Mu‟awanah. 2009. Manajemen Pesantren Mahasiswa Studi Ma’had UIN Maliki


Malang. Kediri: STAIN Kediri Press

Sarwono. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Suharto, Babun. 2011. Dari Pesantren Untuk Umat: Reiventing Eksistensi


Pesantren di Era Globalisasi, (Penerbit: Imtiyaz, Surabaya)

Suismanto. 2004. Menelusuri Jejak Pesantren, (Penerbit: Alief Press, Yogyakarta)

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, (Penerbit: PT


Remaja Rosdakarya, Bandung)

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta, CV
116

Sugiyono (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alphabet.

Suismanto. 2004. Menelusuri Jejak Pesantren, Yogyakarta: Alief Press

Yusuf, Murni A. 2016. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian


Gabungan. Jakarta : Prenadamedia Group.

Zayiah, Abdullah. 2008. Seri Budi Pekerti Kebersihan. Yogyakarta: Karisma

Sumber jurnal

Handani, S. & Rosita, S. 2020. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Viii Di Smp Penida Katapang
Tahun Ajaran. 2019/2020, Vol. 3 No. 2.

Puspitasari, Ratna. 2017. Manusia Sebagai Makhluk Sosial. Vol. 2 No. 1.

Mustika, D. & Yudantara, Y. 2021. Peran Pendidikan Karakter Pada Organisasi


Pramuka Dalam Menghadapi Tanggap Bencana Wabah Covid-19
(Coronavirus Disease 2019) Di Kabupaten Bandung. Vol. 1 No. 1.

Sumber Skripsi

Masruroh. 2017. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Santri Pondok Pesantren Al-
Ishlahiyah Malang. Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang

Sofwan, Moh A. 2019. Program Pondok Pesantren Untuk Pengembangan Sikap


Sosial Santri Di Pondok Pesantren Salafiyah Al-Fattah Singosari Malang.
Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Sumber Internet

KBBI Online, (Pengertian Pesantren), https://kbbi.web.id/pesantren diakses pada


tanggal 06 Juli 2022 jam 10.53 WIB

KBBI Online, (Pengertian Santri), https://kbbi.web.id/santri diakses pada tanggal


02 Juli 2022 jam 06.08 WIB

KBBI Online, (Pengertian santri), https://kbbi.web.id/santri diakses tanggal 02


April 2022 jam 22.09 WIB
117

KBBI Online, (Pengertian faktor), https://kbbi.web.id/faktor diakses tanggal 23


Juli jam 17:10 WIB

Ridwan. 2011. “Sikap Sosial”. http://a-ridwank.blogspot.com/2011/12/sikap-


sosial.html , diakses pada 20 April 2022 pukul 11.20.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Keputusan Pembimbing Skripsi


Lampiran II : Bukti Konsultasi Penelitian
Lampiran III : Hasil Wawancara

Pedoman Wawancara
Inisial Informan : Wiwi Marwiyah

Jabatan : Ketua Pondok Pesantren Wahdatut Tauhid


Tanggal : 28 Juni 2022
Jam : 14.00-17.00 W.I.B
Topik Wawancara : Upaya Pengembangan Sikap
Sosial Santri di PondokPesantren Wahdatut Tauhid Majalaya

No Informan Hasil Wawancara


1 Pewawancara Program apa sajakah yang ada di pondok
(P)………… pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya dalam
upaya mengembangkan sikap sosial santri?
Disini ada beberapa kegiatan dan rutinitas
Informan pesantren dalam kesehariannya untuk melatih
(I)……………… dan membiasakan santri hidup bermasyarakat
baik di pesantren maupun di masyarakat daerah
masing-masing, program-program tersebut
berupa: 1. Adanya system kepengurusan. 2.
Sholat berjamaah. 3. Tahlil, diba‟ danistighosah.
4.. Ekstra kulikuler berupa qiro‟ah, tilawah,
tartil, terbang banjari, dan kursus komputer,
membuat bros dan keterampilan lainnya.
5. Khitobah / ceramah di depan audiens, wajib
bagi seluruh anggota kelas 3 stanawy yang akan
wisuda.
6. Mengaji shubuh, kajian kitab dengan berbahasa
Arab & berbahasa sunda 7. Adanya ma’hadiyah.
8. Piket harian, ndalem dan piket mingguan. 8.
Bakti sosial. 9. Haul, Harlah dan Haflah
Akhirussanah. 10. Lomba agustusan dan lomba
sebelum haflah akhirussanah. 11. Pembagian
daging qurban kepada masyarakat. 12. Acara
keagamaan.13. Mematuhi peraturan atau tata
tertib pesantren meliputi hak, kewajiban,
larangan dan sanksi, 14. Mengajardi SMP dan
SMA NU, wajib bagi seluruh anggota kelas
Stanawy dan mahad aly. 15. Adanya mata
pelajaran tafsir tematik yang didalamnya
membahas mengenai hal-hal yang diperlukan
dan banyak ditanyakanketika di masyarakat. 16.
Mata pelajaran tingkat ibtida diantaranya fiqih,
birrul walidain 17. Pengajian rutin setiap
seminggu sekali dimasjid Faruq18. Musyawarah
rutin berupa evaluasi mingguan pada hari kamis
malam jumat. 19. Adanya kuis santri. 20. Panitia
Haflah bagi seluruh santri. 21. Mengumpulkan
HP bagi yang sekolah pada jam 18.50-06.00. 22
Perizinan pulang, telat mengumpulkan HP, telat
kembali ke pesantren, dan tidak mengikuti
kegiatan pesantren. 23. Grup WA asrama
beranggotakan pengurus dan santri. 24.
Memberikan kesempatan dan wewenang untuk
mengamalkan ilmunya dan mengabdi di luar
pesantren seperti mengajar di sekolah
MI/MTS/MA, TPQ, Les Privat dan menjadi
Instruktur balai pelatihan kerja. 24. Infaq
kebersihan setiapseminggu sekali. 25. Wirausaha
santri di tampung di koperasi pesantren untuk
program bagi hasil. Tingkat stanawy dan mahad
aly oleh pengasuh diberikan wewenang untuk
mengajar SMP dan SMA NU Wahdatut Tauhid
yang letaknya bersebelahan dengan pesantren, hal
tersebut juga mendapatkan izin dari pihak
sekolah karena, dirasa membutuhkan guru ,dirasa
mampu untuk mengajar mata pelajaran tersebut
dalam rangkasaling melengkapi kekurangan serta
apa yang dibutuhkan, menjalin solidaritas,
keakraban, kedekatan emosional antara santri,
pengasuh, wali murid, warga sekitar, beserta
guru-guruyang ada di sana . Selain itu, ada mata
pelajaran fiqih bab nikah, tafsir tematik nama
kitab nya sofwatu at tafaasir, tafsir as shofwah
yang didalamnya mengkaji mengenai tradisi
serta pola pikir dalam hidup bermasyarakat
beserta dalil-dalilnya, dalil-dalil tersebut
berfungsi dalam hal dasar yang utama serta
sebagai penguat serta mengenai segala hal yang
ada dan kebanyakan ditanyakan dan berguna
ketika di masyarakat. Beberapa materi
didalamnya yakni: KB dalam Islam, selamatan 7
bulanan ketika bayi masih dalam kandungan,
persatuan, sedekah, peran pemuda di masyarakat
dll. Mengapa kedua program tersebut
dilaksanakan di tingkat stanawy dan mahad aly ?
Karena tingkat stanawi dan mahad aly adalah
kelas teratas yang sebentar lagi akan selesai dan
segera terjun ke masyarakat dirumah masing-
masing, ada yang akan berkarier, menikah
kemudian menjadi ibu rumah tangga, dll, sehingga
perlu bimbingan yang lebih intens didalamnya,
lebih diutamakan dan ditekankan. nantinya ketika
di masyarakat pastilah di anggap serba bisa dalam
segala hal, baik itu secara umum atau keagamaan,
mau tidak mau harus dipersiapkan mulai saat ini.
Ketika mengaji shubuh, ada kitab birrul walidain
yang didalamnya mengkaji tentang adab kepada
kedua orang tua. Mengaji setiap satu minggu
sekali pada hari minggu pagi jam 06.30-07.30 di
masjid Faruq bersama pengasuh dan para santri
serta masyarakat dari warga sekitar, kegiatan ini
bersifat wajib. Mengaji setiap satu bulan sekali
pada hari rabu di masjid Faruq, tidak hanya santri
saja, melainkan juga masyarakat luas pada
umumnya. Sholat berjamaah, adalah waktu
dimana kita dekat dengan sang pencipta serta
berkumpul dengan orang-orang yang ada di
lingkungan kita untuk melaksanakan satu tujuan
secara bersama- sama, kapan lagi kita akan
berkumpul dengan orang-orang yang ada di
sekitar kita terutama satu pondok kalau tidak
ketika acara-acara seperti dibaan, musyawarah
bersama dan sholat berjamaah, sama halnya ketika
kita hidup di kawasan perumahan yang mayoritas
orang nya sibuk dengan rutinitas kerja mereka
masing- masing, nah kapan lagi kita
memanfaatkan momen-momen berkumpul
dengan orang yang ada disekitar dalam suatu
kegiatan. Setelah sholat jamaah selesai ada sesi
tausiyah pengasuh setelah sholat shubuh / sholat
maghrib, hal ini menambah kedekatan emosional
dengan pengasuh dan terjadi interaksi
didalamnya. Kemudian bersalam- salaman dengan
seluruh jamaah , hal ini diharapkan agar kita
timbul rasa saling memaafkan dan saling meminta
maaf, berlapang dada, menghilangkan sikap egois.
Setelah semua kegiatan selesai biasanya santri
tidak langsung ke kamar, ada yang masih ngobrol,
sharing dengan orang-orang disekitarnya, baik
yang sudah kenal maupun yang baru kenal, hal ini
lah akan timbul rasa saling mengenal satu sama
lain, adanya kedekatan emosional, saling
memberikan dukungan, menghargai dan menjadi
pendengar yang baik beserta solusinya, hal-hal
yang kita dapatkan ini sama halnya dalam acara
dibaan cuman ada tambahannya setelah acara
dibaan selesai ada yang namanya musyawarah
evaluasi kegiatan selama seminggu ini antara
pengasuh, santri dan pengurus dan kuis santri
didalamnya ada tanya jawab mengenai contoh
problematika kemudian santri yang ditunjuk
berusaha menjawab dan memberikan solusi yang
terbaik hal tersebut berlanjut secara bergantian
gunanya melatih santri untuk berfikir yang sejalan
dengan hati nuraninya, melatih keberanian
mengemukakan pendapat, melatih untuk bersikap
percaya diri di depan banyak orang, serta melatih
kepekaan terhadap orang- orang serta lingkungan
sekitar, memahami orang lain. Itu tadi dari sie
pendidikan. Dari sie kebersihan piket harian,
mingguan, ndalem gunanya utuk melatih bersikap
simpati dan empati, peduli, turut menjaga
lingkungan walaupun lingkungan tersebut bukan
sepenuhnya milik kita tapi bersifat umum
misalnya gang samping pondok, sarana dan
prasarana yang ada. Infaq setiap malam jumat,
melatih santri untuk bersikap rela berkorban,ikut
kerja sama dalam bentuk uang, sedangkan piket
kan bantuan berupa tenaga. Sie keamanan: HP
dikumpulkan, melatih untuk bersikap disiplin,
sosial kepada anak kamar,
tetangga, dan orang yang ada di lingkungan
pesantren, tidak ketergantungan dengan
HP. Karena kalau telat 1 orang yang kena kan
juaga semunya sekamar, jadi ya harus ada
tanggung jawab bersama di dalamnya untuk
mengkhawatirkan orang lain juga, saling
mengingatkan dan mengajak untuk
kemashlahatan bersama. Perizinan ketika pulang,
telat kembali ke pondok, telat mengumpulkan HP
bagi yang sekolah, tidak mengikuti kegiatan,
bertujuan agar saling menghormati dan
menghargai, tidak sluman slumun slamet, karena
kita sebagai tamu dan numpang di pesantren
pastilah ada aturan-aturan yang harus dipatuhi,
datang dan pergi harus pamit kepada pengasuh
dan pengurus selaku orang yang mengemban
amanat untuk mengasuh dan menjaga agar tidak
terjadi miss komunikasi dan tujuan kita jelas
kemananya, tidak terjadi kesalah pahaman dan
kekhawatiran, melatih untuk bersikap sopan
santun, adab ketika pulang maupun pergi. Grup
WA bagi pengurus selain untuk broadcast
informasi dan lain sebagainya juga berguna ketika
mengingatkan program- program pesantren, yang
piket, dll, dengan adanya grup wa mempermuda
untuk mendapatkan informasi, mengeluarkan
pendapatnya, menyampaikan suatu kendala, serta
mengingatkan ketika anak kamar atau yang
lainnya yang piket, sehingga akan timbul rasa
peduli untuk saling mengingatkan , memberikan
saran atau masukan, mengetahui kondisi
temannya dll.
2 Pewawancara Mengapa upaya mengembangkan sikap sosial
(P)………… santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid
Majalaya perlu dilakukan?

Informan Gunanya utuk melatih bersikap simpati dan


(I)……………… empati, peduli, turut menjaga lingkungan
walaupun lingkungan tersebut bukan sepenuhnya
milik kita tapi bersifat umum, melatih santri
untuk berfikir yang sejalan dengan hati
nuraninya, melatih keberanian mengemukakan
pendapat, melatih untuk bersikap percaya diri di
depan banyak orang, serta melatih kepekaan
terhadap orang-orang serta lingkungan sekitar,
memahami orang lain.
3 Pewawancara Dalam rangka upaya pengembangan sikap sosial
(P)………… santri di pondok pesantren Wahdatut Tauhid
Majalaya, tentunya ada anggota-anggota lain
yang berpartisipasi dan terbentuklah struktur
keanggotaan. Terdapat divisi-divisi apa sajakah
dan siapa sajakah yang menjadi penanggung
jawab utama didalamnya?

Informan Sie pendidikan: Siti Rohmah, sie kebersihan:


(I)……………… Neng Cici Siti Zuariah, sie keamanan:Risma
Wati, sie koperasi: Rinda Febrian, Sie konsumsi:
Lutfia Kasipatul Milah.
4 Pewawancara Mengapa melibatkan santri lain untuk
(P)………… berpartisipasi dan membentuk struktur
keanggotaan dari berbagai divisi?

Informan Selaku ketua pondok pesantren pastilah


(I)……………… membutuhkan orang lain sebagai partner atau
bawahan dalam menjalankan tugasnya menjadi
penanggung jawab utama dari program serta
rutinitas pesantren yang diamankan pengasuh.
Partner sangat dibutuhkan karena kita melakukan
tugas yang begitu banyak danrumitnya sendirian
itu mustahil tepat waktu dan sempurna, pastilah
ada partner yang ikut bertanggung jawab sesuai
bidangnya untuk saling bahu membahu, saling
melengkapi, saling mendukung, terjalin kerja
sama, saling koordinasi, saling gotong royong,
serta memberikan timbal balik
5 Pewawancara Divisi manakah yang paling berperan dalam
(P)………… pengembangan sikap sosial santri di pondok
pesantren serta yang berhak untuk saya
wawancarai nantinya?

Informan Sie kebersihan, keamanan, dan koperasi.


(I)………………
6 Pewawancara Adakah santri di pondok pesantren yang
(P)………… berkiprah / mengabdi di masyarakat dalam
kesehariannya serta berkiprah dalam bidang apa
saja?
Informan Ada, Suci Yanti: mengajar di TK, les privat anak
(I)…………… sd, dan mengajar TPQ. Sova Alawiyah: mengajar
di TK, TPQ, SMP dan SMA. Dan masih ada
santri lainnya
yang juga mempunyai kesibukan yang sama.
7 Pewawancara Mengapa hal tersebut diperbolehkan, padahal
(P)………… pondok pesantren mempunyai kegiatan serta
rutininitas harian pesantren. Apa alasannya?
Sebenarnya disini dulunya mewadahi dan
Informan memfasilitasi mbak-mbak untuk menyalurkan
(I)……………… hobi dan bakatnya nya dengan melatih santri lain
yang juga berminat dalam hal tersebut semisal
mengedit komputer, lama kelamaan memudar
seiring kesibukan dan komitmen yang kurang,
maka dari itu pihak sini membolehkan untuk
menyalurkan bakat, hobi, dan ilmu yang
dimilikinya meskipun di luar pesantren, karena
tidak semua santri yang berminat dalam halyang
serupa. Untuk mengisi waktu luang serta
menambah wawasan dan pengalaman, mayoritas
disini anak rantau, sehingga kebanyakan dari
mereka ingin meringankan beban orang tua
mereka dengan hidup mandiri dan bermanfaat
bagi orang lain ataupun mengabdikan dirinya.
Menjadi penanggung jawab utama selaku ketua
pondok pesantren sebagai sarana belajar untuk
birokrasi, dan memanajemen orang. Sebagai
penengah antara pengasuh, pengurus, dan santri.
8 Pewawancara Bagaimana peran anda selaku menjadi ketua
(P)………… pondok di pondok pesantren Wahdatut Tauhid
Majalaya dalam pelaksanaan program
pengembangan sikap sosial santri?
Informan Saya selaku ketua pondok pesantren Wahdatut
(I)……………… Tauhid Majalaya berperan sebagai wakil dari
pengasuh untuk mendidik dan membimbing
seluruh santri sesuai amanah yang diberikan
kepada saya untuk dipertanggung jawabkan.
Dalam upaya mengembangkan sikap sosial santri
disini ada beberapa kegiatan dan rutinitas
pesantren dalam kesehariannya untuk melatih
dan membiasakan santri hidup bermasyarakat
baik di pesantren maupun di masyarakat daerah
masing-masing.
9 Pewawancara Faktor apa sajakah yang menjadi pendukung
(P)………… dalam upaya mengembangkan sikap sosialsantri
selaku menjadi ketua pondok di pondok
pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?

Informan Dukungan serta motifasi dari pengasuh dang gus,


(I)……………… orang tua, partner (pengurus), murid-murid,
teman dekat. Diberi nasehat- nasehat serta
amalan-amalan oleh gus.
Ridho (izin dan kerelaan) guru, orang tua.
10 Pewawancara Hambatan-hambatan apa sajakah yang ditemui
(P)………… dalam upaya mengembangkan sikap sosialsantri
selaku menjadi ketua pondok di pondok
pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?

Informan Trauma dengan pengalaman masa lalu ketika


(I)……………… SMA saya dulu pernah menjadi ketua di
ekstrakulikuler pramuka, namun kemudian
gagal, sehingga sampai sekarang masih ada rasa
khawatir, rasa bersalah dan membutuhkan
banyak dukungan dari orang-orang di sekitar,
dipondokpun sebelumnya belum pernah masuk
dalam organisasi kepengurusan tiba-tiba ditunjuk
dan dipercaya karena dirasa siap dan mampu oleh
pengasuh untuk menjadi ketua
pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya.
Pedoman Wawancara
Inisial Informan : Neng Cici Siti Zuariah
Jabatan : Pengurus Divisi Kebersihan Pondok
Pesantren Wahdatut Tauhid
Majalaya
Tanggal : 29 Juni 2022
Jam : 13.00-15.00
Topik Wawancara : Upaya Pengembangan Sikap
Sosial Santri di Pondok
Pesantren Wahdatut Tauhid
Majalaya
No Informan Hasil Wawancara
1 Pewawancara Program apa sajakah yang ada di divisi anda
(P)………… dalam upaya mengembangkan sikap sosialsantri
di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?

Piket harian, piket ndalem (rumah pengasuh),


Informan piket mingguan (ro‟an), bakti sosial, takziran
(I)……………… (hukuman/ sanksi), infaq kebersihan, sosialisasi
kepada seluruh santri perihal kebersihan di
lingkungan pesantren.

2 Pewawancara Bagaimana pelaksanaan program kerja di divisi


(P)………… anda selaku divisi kebersihan dalam upaya
mengembangkan sikap sosial santri di pondok
pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?
Sesuai dengan kesepakatan dan jadwal yangtelah
Informan ditetapkan, piket-piket tersebut pelaksanaanya
(I)……………… yakni sebagai berikut Piket harian dilaksanakan
oleh kurang lebih 4-8 anggota berasal dari 2
kamar yang berbeda, berdasalkan jadwal yang
sudah ditentukan, adapun lokasi yang
dibersihkan antara lain yakni: menyapu gang
pondok pesantren, parkiran sepeda motor,
membuang sampah kamar mandi, musholla, aula
lantai 2, kelas, menyapu lantai bawah,
membersihkan tempat cucian, membersihkan
serta mengganti air yang ada di kolah,
menyapu lantai atas, membersihkan
sampah/baju yang berserakan dilantai 3. Piket
ndalem (rumah pengasuh)
biasanya dilaksanakan kurang lebih 2-3berasal
dari 1 kamar saja. Adapun lokasi yang
dibersihkan meliputi: menyapu dan merapikan
teras, ruang tamu, kamar, ruang tengah, ruang
dapur, mencuci piring dll, kecuali mengepel,
mencuci pakaian, menjemur dan menyetrika.
Serta membuatkan kopi dan teh untuk pak
tukang. Piket mingguan (ro‟an) dilaksanakan
oleh 5, 8, bahkan 10 orang anggota yang di ambil
dari 2, atau 3 kamar. adapun lokasi yang
dibersihkan antara lain yakni: menyapu gang
pondok pesantren sekaligus menyirami bunga
dan tanaman yang lainnya, parkiran sepeda
motor, membersihkan kamar mandi, WC
sekaligus membuang sampah kamar mandi,
menyapu, merapikan dan mengepel musholla,
merapikan, menyapu, mengepel, membersihkan
kaca, serta mencuci karpet aula lantai 2, kelas.
Merapikan, menyapudan mengepel lantai bawah
dan atas, membersihkan tempat cucian,
membersihkan serta mengganti air yang ada di
kolah, membersihkan sampah/baju yang
berserakan di lantai 3, piket ndalem. Takziran
(hukuman/ sanksi) diberlakukan apabila
adasantri yang tidak melaksanakan piket-piket
diatas dan melanggar peraturan kebersihan
yang telah disosialisasikan diawal. Sie
kebersihan sendiri juga ada koordinasi dengan sie
pendidikan, keamanan dan yang lainnya,
sehingga semua pelanggaran dilimpahkan
kepada sie kebersihan untuk diberi tugas
membersihkan lokasi yang perlu dibersihkan.
Diantaranya yakni: membuang sampah seluruh
lokasi pondok baik itu sampah koperasi, kamar-
kamar dan kamar mandi, mengangkat makanan
untuk seluruh santri dari ndalem ke pondok.
Menyapu gang pondok, merapikan ruang diniah
serta mempersiapkan meja beserta alasnya untuk
ustadz/ustadzah. Ada juga hukuman berupa
denda berupa uang bagi santri yang tidak piket,
masing-masing individu 2 ribu rupiah, sedangkan
bagi santri yang tidak melaksanakan sanksi
dikenai denda sebesar 5 ribu rupiah. Hal ini
diberlakukan karena melihat kondisi santri yang
kurang jera diberi hukuman bersih-bersih dan
mayoriitas adalah anak rantau. Bagi anak rantau,
dalam mengeluarkan uang pasti kikir dua kali
karena, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
saja sudah pas-pas an, apalagi untuk digunakan
yang lainnya, jauh dari orang tua, dan kiriman
pun tidak lah pasti. Dengan begini diharapkan
santri tersebut akan merasa jera , tepat waktu
dalam piket, dan tidak mengulahi kesalahannya
tersebut. Kotak amal kebersihan diadakan untuk
amal bagi seluruh santri yang nantinya digunakan
untuk membeli peralatan maupun
perlengkapan kebersihan.
3 Pewawancara Kapan program tersebut di laksanakan?
(P)…………
Sesuai dengan perjanjian dan kesepakatan diawal
Informan ketika sosialisasi, jadwal tersebut sebagian
(I)……………… sudah ditempel di musholla, sebagian lainnya
seperti ro‟an atau piket mingguan langsung saya
umumkan menggunakan microfon di musholla
setelah shubuh mengenaikamar serta lokasi mana
saja sesuai dengan list yang telah ditentukan
secara bergantian agaradil dan dipukul rata. Piket
harian dilaksanakan setiap hari sesuai dengan
jadwal yang telah tentukan. Piket ndalem
(rumah pengasuh)
dilaksanakan setiap dua minggu sekali. Piket
mingguan (ro‟an) dilaksanakan setiap satu
minggu sekali tepatnya pada hari minggu.
Takziran (hukuman/ sanksi) dilaksanakan
sebulan sekali. Kotak amal kebersihan
dilaksanakan seminggu sekali / dua kali, pada
hari kamis malam jumat atau sabtu malam
minggu.
4 Pewawancara Bertujuan untuk apakah diadakannya program
(P)………… tersebut, mengapa demikian?
Dengan adanya piket harian harapanya bertujuan
Informan agar lingkungan pesantren setiap harinya dalam
(I)……………… kondisi bersih sehingga nyaman untuk dipandang
dan ditempati, serta ketika ro‟an nanti tidak
terlalu membebani yang piket, karena sudah
dibersihkan setiap harinya. Antar kamar saling
adanya komunikasi dan koordinasi, kerja sama
pembagian lokasi dan pembagian tugas,
bertanggung jawab penuh atas tugasnya, karena
apabila satu melanggar atu tidak piket, maka
yang lainnya juga terkena sanksi, sehingga
harapannya adalah agar santri sama-sama saling
berkorban, mengingatkan serta adanya gotong
royong. Piket ndalem (rumah pengasuh)
bertujuan agar santri juga belajar mengenai sikap
soasial bagaimana kita dimintai tolong terutama
ketika kita berada dirumah orang yang lebih
dihormati, bagaimana kita bersikap, bertindak
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada,
melatih kepekaan diri, saling adanya komunikasi
antaraatasan dan bawahan serta kerja sama yang
baik antar anggota kamar. Belajar Meluangkan
waktu untuk mendahulukan kepentingan orang
lain. Piket mingguan (ro‟an) bertujuan agar para
santri saling berkomunikasi, berinteraksi,
koordinasi, bekerja sama antar anggota kamar
satu dengan kamar lainnya dalam mencapai suatu
tujuan dan juga agar saling terjaganyakeakraban
dan kekompakan. Agar respect terhadap
lingkungan sekitarnya baik ketika dipesantren
maupun ketika nanti di masyarakat. Agar
sekumpulan antara anggota kamar atau pun dari
beberapa kamar terjalin komunikasi, kontak
sosial, interaksi untuk mencapai satu tujuan,
karena hidup dipesantren itu saudaranya
adalah teman atau tetangga yang sama-sama
senasib seperjuangan, tujuan tersebut tidak akan
berhasil apabila tidak terjalin komunikasi,
koordinasi, dan kerjasama yang baik. Kalau
hanya sekumpulan orang- orang saja tanpa
kegiatan dan tujuan tidaklah berefek dan tidak
berarti apa-apa. Kotak amal kebersihan,
membiasakan santri untuk rela berkorban,
walaupun belum bisa sepenuhnya tetapi
melakukannya walaupun sebagian yang dia
punya, merasakan manfaat yang positif dengan
adanya amal jariyah, mendukung
lengkapnya sarana dan pra sarana.
5 Pewawancara Terdiri dari berapa anggota yang ada di divisi ini
(P)………… serta apa saja tugas dari masing-masing anggota?

Dua anggota.
Informan
(I)………………

6 Pewawancara Bagaimana peran anda dalam upaya


(P)………… mengembangkan sikap sosial santri selaku
menjadi pengurus divisi kebersihan di pondok
pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?

Informan Menyusun list piket harian, mingguan dan


(I)……………… ndalem, serta membagi anggotanya dari kamar
mana saja, sehingga nantinya sudah berbentuk
jadwal yang sudah beranggotakan kamar mana
saja, dan berlaku bergantian dan seterusnya.
Sosialisasi mengenai peraturan mengenai
kebersihan, evaluasi dari minggu ini mengenai
kebersihan, dilaksanakan pada kamis malam
jumat setelah diba‟an selesai. Memanfaatkan
kinerja ketua kamar selaku ketua kamar untuk
mengingatkan anggotanya. Mengingatkan mbak-
mbak yang piket melalui grup wa pesantren yang
piket pada hari tersebut, mengawasi, membantu,
mengarahkan serta mengontor ketika piket
sedang berlangsung, agar kegiatan bersih-bersih
tersebut terlaksana dengan baik, semua lokasi
bersih dan nyaman sesuai dengan apa yang
diharapkan. Karena, kalau tidak begitu, masih ada
saja santri yang lupa dengan jadwal piketnya,
kurang totalitas dalam membersihkan, ada lokasi
yang belum dibersihkan. Koordinasi dengan sie
pendidikan,dan keamanan, karena kesemuanya
itu mempunyai peraturan dalam divisinya
masing-masing dan tentunya ada saja
pelanggaran didalamnya. Pelanggaran yang
berhubungan dengan hukuman berupa bersih-
bersih lokasi pesantren, maka akandilimpahkan
kepada sie kebersihan untuk ditindak lanjuti
membersihkan lokasi mana saja yang diperlukan
untuk dibersihkan setelah direkap oleh sie
masing-masing. Merekap absensi santri yang
tidak ikut sholat berjamaah, selama seminggu
sekali pada hari jumat malam, serta mencatat
santri yang tidak melakukan piket ataupun
takziran untuk ditindak lanjuti. Memberikan
takziran sesuai dengan pelanggarannya.
Mengedarkan kotak infaq ke seluruh kamar
untuk mengambil infaq jariyah dari setiap
anggota kamar. Rapat dengan pengasuh,
koordinasi dengan pengasuh, melaksanakan
perintah dan amanat dari pengasuh. Sebagai
penyampai kepada petugas pembenahan fasilitas
pesantren ketika fasilitas pesantren mengalami
kerusakan, serta mengelola uang, menjaga
fasilitas kebersihan agar tetap terjaga tidak hilang
atau pun berada bukan pada tempatnya. Belanja
perlengkapaan
dan peralatan kebersihan.
7 Pewawancara Faktor apa sajakah yang menjadi pendukung
(P)………… dalam upaya mengembangkan sikap sosialsantri
selaku menjadi pengurus divisi...di pondok
pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?

Diri sendiri: motivasi dari diri sendiri, kesadaran


Informan diri sendiri, manfaat bagi lingkungan
(I)……………… sekitar. Orang tua: dukungan dan motifasi dari
kedua orang tua. Fasilitas: standart.

8 Pewawancara Hambatan-hambatan apa sajakah yang ditemui


(P)………… dalam upaya mengembangkan sikap sosialsantri
selaku menjadi ketua pondok di pondok
pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?

Informan Masih ada santri yang kurang disiplin : perlu


(I)……………… ketelatenan untuk mengingatkan berkali-kali.
Minimnya sarana dan prasarana, air, kegiatan
bersih-bersih tidak cepat selesai karena
menunggu air. Koordinasi antar sie belum
begitu stabil kadang terjadi miss komunikasi.
9 Pewawancara Adakah rutinitas harian, mingguan, bulanan atau
(P)………… tahunan yang tidak termasuk dalam divisi ini
dalam upaya mengembangkan sikap sosial santri
di pondok pesantren Wahdatut Tauhid Majalaya?

Haul, haflah dan hari besar missal isro‟ mi‟roj.


Informan Menjadi co pengawas adalah amanat dan
(I)……………… tanggung jawab. Sering didukani atau dimarahi,
di paanggil, dapat diambil pelajaran bahwa apa
yang menurut kita baik belum tentu bagi orang
lain juga baik. Menjadikan saya lebih disiplin,
tepat waktu, dan lebih berpengalaman dibidang
tersebut. Teori ndik
psiko sosial mengenai sikap.
10 Pewawancara Apa sajakah hukuman bagi santri yang
(P)………… melanggar peraturan pondok pesantren?
Mengapa hal tersebut perlu dilakukan?

Takziran (hukuman/ sanksi). Sebenarnya dari


Informan pihak pengasuh kurang menyetujui mengenai
(I)……………… adanya sanksi dalam hal kegiatan yang bersifat
sunnah, karena dari pihak pengasuh sendiri
menginginkan adanya kesadaran dan kepekaan
dari santri itu sendiri. Tetapi, dari pihakpengurus
selaku penengah hubungan antara pengasuh dan
santri, khususnya pengurus juga yang lebih
mngetahui dan memahami kebiasaan-kebiasaan
dari sikap dan perilaku santri, apabila tidak ada
sanksi, para santri akan menganggap remeh
pada kegiatan yang bersifat sunnah, jadi, melihat
kondisi tersebut, maka diberlakukanlah adanya
sanksi atas izin pengasuh dalam rangka
mendisiplinkan santri, melatih kesadaran santri
bahwa kegiatan tersebut semata-mata
manfaatnya untuk kebutuhan hidup mereka
sendiri, memberikan efek jera dan tidak
mengulangi kesalahannnya kembali,
bertanggung jawab atas apa yang
dipilihnya untuk menjadi seorang santri yang taat
dan mengabdi.
Lampiran V : Peraturan Tata Tertib Pondok Pesantren

Peraturan dan Tata Tertib

Pondok Pesantren Pondok pesantren wahdatut tauhid

PASAL 1 KETENTUAN UMUM


1. Selalu mentaati syariat Islam, peraturan yang berlaku dan
Tata Tertib Pondok Pesantren
2. Setiap santri wajib mengamalkan ajaran Al-qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW
3. Menjaga dan memelihara nama baik pondok pesantren
4. Taat kepada Pengasuh Pondok Pesantren dan Dewan
Pembina serta hormat kepada Dewan Asatidz
5. Mematuhi segala ketentuan dan peraturan yang telah
ditetapkan oleh Pengurus Pondok
6. Berakhlak mulia
7. Memiliki tanda anggota Pondok pesantren/kartu pelajar

PASAL 2 KEWAJIBAN SANTRI


Setiap santri diwajibkan untuk:
1. Selalu bersikap jujur, ramah serta saling menghargai
2. Mengerjakan sholat fardlu secara berjamaah Mengikuti
pengajian sesuai dengan jadwal serta belajar menurut waktu
yang telah ditentukan
3. Wajib memelihara gedung dan alat-alat inventaris pondok
pesantren, serta menjaga dan memelihara barang milik
Pondok Pesantren
4. Menjaga kebersihan dan ketertiban, ketenangan serta keamanan
pondok
5. Melaksanakan kebersihan secara bergiliran
6. Selalu menjaga ketertiban, ketenangan, dan kebersihan serta
keamanan di lingkungan Pondok Pesantren
7. Selalu menerapkan nilai-nilai ukhuwah islamiyah
8. Berpakaian rapi, sopan sesuai dengan tuntunan syariah wa
adatan selama berada di pondok pesantren maupun di sekitar
pondok pesantren
9. Memakai seragam pondok (baju putih dan kopyah songkok
hitam) pada acara dan kegiatan resmi pondok seperti pada
hari senin, hari kamis, hari jumat, belajar atau
menghadir i acara lain atas nama pondok
10. Wajib meminta izin dari pengasuh atau pengurus bila hendak
keluar dari lingkungan Pondok Pesantren dan melaporkan
diri kepada pengasuh atau pengurus bila telah kembali ke
Pondok Pesantren
11. Wajib melaporkan kepada pengasuh dan atau pengurus
jika mengetahui santri lain melakukan pelanggaran
12. Wajib melaporkan kepada pengasuh dan atau pengurus
jika mengetahui santri lain menderita sakit
13. Tidur malam paling lambat pukul 23.00 dan bangun pada
pukul 04.00 WIB

PASAL 3 HAK SANTRI


Setiap santri berhak untuk:
1. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran sesuai ketentuan
yang berlaku di Pondok Pesantren
2. Menempati Pondok Pesantren dan mempergunakan fasilitas
yang diperuntukkan bagi santri sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Pondok Pesantren
3. Mendapat perlakuan yang sama
4. Bebas bertanya dan mengeluarkan pendapat pada saat
proses belajar mengajar dengan tidak melupakan adab
5. Mendapat pendidikan dan pengajaran yang sama
sesuai dengan tingkatannya
6. Mendapatkan asupan makanan dan minuman yang cukup
7. Mendapatkan informasi dan hiburan melalui media yang telah
disediakan
8. Mendapatkan pertolongan pertama pada kecelakaan
maupun menderita sakit

PASAL 4 LARANGAN-LARANGAN
Setiap santri dilarang:
21. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariat
Islam, peraturan yang berlaku dan Tata Tertib Pondok
Pesantren
22. Melakukan perbuatan yang merugikan dan mencemarkan
nama baik Pondok Pesantren
23. Pulang tanpa seizin Pengasuh Pondok Pesantren
24. Keluar dari lingkungan Pondok Pesantren tanpa seizin
Pengurus atau Pengasuh
25. M e n gk on sum s i o b a t - ob a t t e r l a r a n g
26. Menonton/datang ke gedung (tempat) bioskop,
bermain game atau pertunjukan-pertunjukan lainnya
27. Membawa dan atau memakai barang santri lain tanpa izin pemiliknya
28. Mengikuti pelajaran tambahan di luar pondok tanpa izin dari
Pengasuh
29. Mempergunakan fasilitas Pondok Pesantren yang tidak
diperuntukkan bagi santri tanpa seizin pengasuh atau
pengurus
30. Mengadakan latihan olah raga diluar waktu yang telah ditentukan
31. Mem asu ki ka ma r s ant r i l a i n t an pa i z i n d ar i ya n g be
rh ak
32. Tidur di tempat/ranjang santri lain
33. Merokok di lingkungan dan atau diluar Pondok Pesantren
bagi yang belum cukup umur
34. Memakai aksesoris seperti gelang, kalung, anting, tindik,
samir, tato, pacar, hena
35. Membawa alat elektronik seperti handphone, mp3, mp4,
power bank, radio, tape recorder
36. Membawa majalah, novel komik atau sejenisnya yang
tidak islami dan tidak mendidik
37. Membawa senjata tajam atau benda-benda lain yang membahayakan
38. Berambut panjang (khusus putra) kuku panjang dan
mengenakan cat kuku serta cat rambut
39. Berbicara kotor atau tidak pantas
40. Membuat onar dan kegaduhan

PASAL 5 PELANGGARAN DAN SANKSI

4. Pelanggaran terhadap tata tertib ini akan dikenai sanksi


sesuai dengan jenis pelanggarannya
5. Jenis-jenis sanksi sebagaimana yang
dimaksud yaitu: Sanksi ringan
memiliki 3 (tiga) kategori yaitu:
 Diberi nasihat dan peringatan oleh dewan asatidz serta
berdiri selama 2 jam dan membersihkan selokan 2
minggu sekali
 Diberi nasihat dan peringatan oleh dewan asatidz serta
merangkak/jalan jongkok dan membersihkan
lingkungan pondok selama 1 minggu
 Diberikan teguran secara lisan dan/atau tertulis kepada
Wali Santri serta dicukur/digundul dan
merangkak/jalan jongkok + sanksi 1 dan 2
Sanksi berat memiliki 3 (tiga) kategori yaitu:
 Diskors sementara untuk mendapat bimbingan dari orangtuanya
 Diserahkan kembali pendidikannya ke orang
tuanya/dipulangkan
6. Jenis-jenis pelanggaran yang dimaksud yaitu:
Pelanggaran berat, yaitu:

 Melakukan perbuatan melanggar syariat yang termasuk dosa


besar
 Mencemarkan nama baik Pondok Pesantren
 Melakukan pelanggaran ringan setelah mendapat
peringatan tertulis sebanyak 3 kali dari pengasuh

Pelanggaran ringan, yaitu semua jenis pelanggaran yang


tidak termasuk dalam kategori pelanggaran berat, baik tidak
melaksanakan kewajiban maupun melanggar larangan dan
tata tertib pondok pesantren

PASAL 6 KETENTUAN TAMBAHAN

4. Segala bentuk Ketentuan peraturan dan tata tertib baru yang


dikeluarkan oleh pengasuh pondok pesantren dan dewan
guru
5. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan dan tata tertib
akan diatur kemudian dengan seizin pengasuh pondok
pesantren
6. Tata tertib ini berlaku sejak ditetapkan
7. Ketentuan yang mengatur pelaksanaan tata tertib ini akan
diatur kemudian oleh pengasuh
Lampiran IV : Foto Proses Penelitian
Lampiran V : Biodata Penulis

BIODATA
MAHASISWA

Nama : Sinta Diani


NIM : 204280035

Garut, 01 Januari 2000


Tempat Tanggal Lahir :
Fak./Jur./Prog.Studi : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Tahun Masuk : 2018

Alamat Rumah : Kp. Sukadanuh Rt 01/Rw 10 Desa. Lingga Mukti


Kecamtan. Sucinaraja Kabupaten. Garut

No Telepon : 085766552963

Bandung, 19 Agustus 2022


Mahasiswa

Sinta Diani

Anda mungkin juga menyukai