Anda di halaman 1dari 76

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA

DI KELURAHAN GADINGSARI KECAMATAN SANDEN BANTUL


YOGYAKARTA

SKRIPSI

Disusun Oleh :
SRI LESTARI
NIM : 04.18.4682

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2022
HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA
DI KELURAHAN GADINGSARI KECAMATAN SANDEL BANTUL
YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar


Sarjana pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Global
Yogyakarta

Diajukan Oleh :
SRI LESTARI
NIM : 04.18.4682

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKRTA
2022
ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi /Tugas Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Sri Lestari


Nim : 04.18.4682
Tanggal : 11 April 2022
Tanda Tangan :
iii

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI


KELURAHAN GADINGSARI KECAMATAN SANDEN BANTUL
YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan oleh :

SRI LESTARI

NIM : 04.18.4682

Yogyakarta, 25 Maret 2022

Telah Disetujui Oleh Dosen Pembimbing


Pembimbing

(Supriyadi, S.Kep., Ns., M.Kes)


iv

Skripsi Ini Telah Dipertahankan Dan Disahkan Di Depan Dewan Penguji Program
Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes Surya Global
Yogyakarta

Yogyakarta, 11 April 2022

Dewan Penguji Yang Terdiri Dari :

Ketua

(Sri Setyowati, S.Kep.,Ns.,M.Kes)

Anggota I Anggota II

(Dr. Arita Murwani, S.Kep.,Ns.,M.Kes) ( Supriyadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes)

Mengetahui
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Global
Yogyakarta

Dwi Suharyanta, ST.,MM.,M.Kes


NIP. 13.03.03.0806
v

MOTTO

“Pendidikan adalah paspor untuk masa depan, untuk hari esok yang dimiliki oleh mereka
yang mempersiapkannya hari ini”
vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillahirabbilalaamiin atas izin Allah SWT dan sholawat serta salam yang
selalu saya lantunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan segala
kemudahan dalam mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini. Saya persembahkan skripsi ini
untuk :
1. Allah SWT yang telah mempermudah dan memperlancar saya dalam pengerjaan
skripsi.
2. Skripsi ini saya persembahakan untuk orang-orang yang saya sayangi dan selalu
mendukung saya sampai saat ini kedua orangtua, Bapak (Suwondo), Ibu
(Rosilawati), Adik ( Nurul Aisyah, Aulia Nur Farida, Faizah Salsabila, A. Azzam
Mutasim) serta keluarga besar yang telah memberikan support dan tidak berhenti
mendoakan saya. Wujud lembaran ini tidak sebanding dengan apa yang telah
Bapak & ibu korbankan untuk saya selama ini. Terimakasih atas semua do’a,
dukungan baik materi maupun moral yang selalu diberikan untuk memenuhi
segala kebutuhan demi tercapainya cita-cita.
3. Dosen Pembimbing Bapak Supriyadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes. terimakasih bapak telah
menjadi dosen pembimbing yang baik untuk anak didiknya.
4. Teman-teman kelas B/KP angkatan 2018 yang tidak bisa saya sebutkan satu per
satu, teman-teman kelompok 5B yang sudah membersamai sedari awal masuk
kuliah
5. Teman sedaerah dari Provinsi Bengkulu yang selalu memberikan semangat
dalam mengerjakan skripsi dan telah menajdi keluarga selama di Jogja.
6. Almamaterku STIKes Surya Global Yogyakarta yang telah banyak memberikan
kesempatan untuk menuntut ilmu dan memperbanyak pengalaman di kampus ini.
vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim…
Segala puji bagi Allah SWT, atas nikmat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan proposal penelitian skripsi dengan judul “Hubungan Interaksi Sosial Dengan
Kualitas Hidup Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sanden Bantul Yogyakarta” Dalam
penyusunan proposal penelitian skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan,
dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal penelitian skripsi ini,
terutama kepada :
1. Allah SWT Rabb yang Maha penolong serta memberi kemudahan dalam menyusun
proposal penelitian skripsi ini.
2. Dwi Suharyanta, ST., MM., M.Kes., selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Surya Global Yogyakarta.
3. Supriyadi, S.Kep.,Ns., M.Kes, selaku Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Global Yogyakarta.
4. Supriyadi, S.Kep.,Ns., M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang sudah membimbing
selama proses penyusunan proposal penelitian skripsi ini berlangsung.
5. Sri Nur Hartiningsih, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
membimbing selama proses belajar dari semester 1 hingga sekarang.
6. Kepada Puskesmas Sanden dan Kelurahan Gadingsari yang telah memberikan izin
untuk dilakukan penelitian.
7. Orangtua dan keluarga tercinta, terimakasih atas doa serta dukungan yang telah
diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi penyususnan maupun isi
materinya. Untuk itu, penulis sangat mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya
membantu demi tercapai suatu kesempurnaan skripsi.
viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK


KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik STIKes Surya Global Yogyakarta, saya yang bertandatangan di
bawah ini :
Nama : Sri Lestari
Nim : 04.18.4682
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada STIKes
Surya Global Yogyakarta Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non Exclusive Royalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup pada Lansia di Kelurahan
Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakrta. Beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini STIKes Surya Global Yogyakarta
berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Yogyakarta
Pada tanggal: 25 Maret2022
Yang menyatakan

(Sri Lestari)
ix

INTISARI

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI


KELURAHAN GADINGSARI KECAMATAN SANDEN BANTUL
YOGYAKRTA

Sri Lestari¹, Supriyadi²

¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Surya Global Yogyakarta.


²Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Surya Global Yogyakarta.
Jl. Ringroad Selatan Blado, Balong Lor, Potorono, Kec.Banguntapan, Bantul DIY 55194
Email : lestarisuwondo3004@gmail.com

Latar Belakang : Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik atau hubungan yang
saling mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya dalam
masyarakat. Interaksi sosial dapat berdampak positif terhadap kualitas hidup karena dengan
adanya interaksi sosial maka lansia tidak merasa kesepian, oleh sebab itu interaksi sosial
harus tetap di pertahankan dan dikembangkan pada kelompok lansia. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada lansia akan mengakibatkan menurunnya peran sosial lansia dan juga
menurunnya derajat kesehatan akibatnya lansia akan kehilangan pekerjaan dan merasa
menjadi individu yang kurang mampu. Hal tersebut akan mempengaruhi interaksi sosial
lansia karena lansia menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar secara perlahan.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan interaksi sosial
dengan kualitas hidup pada lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul
Yogyakarta.
Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimen dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian adalah 1.974 responden dan diperoleh sampel sebanyak
95 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive sampling.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner Interaksi sosial dan kuesioner kualitas
kesehatan (Healt Related Quality Of Life) sf-36. Teknik analisa data menggunakan Kendall’s
Tau.
Hasil : Hasil uji korelasi adanya hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan
kualitas hidup dengan nilai signifikan (ρ) value, 0.001<0.05 serta koefisien korelasi sebesar
0.324 menggunakan Kendall’s Tau.
Kesimpulan : Ada hubungan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup pada lansia di
Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta.

Kata Kunci : Interaksi Sosial, Kualitas Hidup, Lansia


x

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP OF SOCIAL INTERACTION WITH QUALITY OF LIVING


ELDERLY IN WARD GADINGSARI DISTRICTS SANDEN
BANTUL YOGYAKARTA

Sri Lestari¹, Supriyadi²

¹Student Nursing Study Program STIKes Surya Global Yogyakrta.


²Lecturer of Nursing Science Study Program STIKes Surya Global Yogyakrta.
Jl. Ringroad Selatan Blado, Balong Lor Potorono, Kec. Banguntapan, Bantul DIY 55194
Email : lestarisuwondo3004@gmail.com

Background : Social interaction is a reciprocal relationship or relations that affect each other
between people that occur throughout society. Social relations can have a positive impact on
quality of life because of social interaction so the elderly are not liked, therefore social
interaction must be maintainned and developed in the elderly group. The changes that occur
in the elderly will decrease the social role of the elderly and also decrease the degree of
health as a result the elderly will decrease work and increase to individuals who are less able.
This will affect social interaction because the elderly wihtdraw from relationships with
society as awhole.
Objective : This study aims to determine whether there is a social relationship with the
quality of life of the elderly in the ward Gadingsari districts Sanden Bantul Yogyakarta.
Methods : This type of correlation non-experimental research with cross sectional research.
The population in this study was 1.974 responden and obtained a sample of 95 respondents.
The sampling technique used Purposive Sampling. This research instruments used a daily
social interaction and Healt Related Quality Of Lif) sf-36. Kendall’s Tau techniques used to
analyze the data.
Result : The test results of a significant interaction effect between social interactions with
quality of life with significant value (ρ) value of 0.001<0.005 and a correlation coefficient of
0.324 using kendall’s tau.
Conclusion : There is a relationship between social and quality of life in the ward Gadingsari
Districts Sanden Bantul Yogyakarta

Keywords : social interaction, Quality of Life, Elderly.


xi

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN ORISINALITAS ............................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iv
HALAMAN MOTTO..........................................................................................v
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................vii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ......................................................viii
INTISARI ............................................................................................................ix
ABSTRACT ........................................................................................................x
DAFTAR ISI .......................................................................................................xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xv
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan penelitian.......................................................................................4
D. Manfaat penelitian.....................................................................................5
E. Keaslian penelitian....................................................................................6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................9
A. Landasan Teori..........................................................................................9
1. Interaksi Sosial...................................................................................9
2. Kualitas Hidup...................................................................................17
3. Lansia................................................................................................21
B. Kerangka Teori........................................................................................29
C. Kerangka Konsep Penelitian....................................................................30
D. Hipotesis .................................................................................................30
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................31
A. Jenis Penelitian ........................................................................................31
B. Populasi dan Sampel Penelitian................................................................31
C. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................32
D. Variabel Penelitian ..................................................................................33
E. Hubungan antar Variabel .........................................................................34
F. Definisi Operasional.................................................................................34
G. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................35
H. Instrumen Penelitian.................................................................................36
I. Pengelolahan dan Metode Analisa Data...................................................38
J. Jalannya Penelitian ..................................................................................41
xii

K. Etika Penelitian .......................................................................................42


BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................44
A. Karakteristik Demografi ..........................................................................44
B. Hasil Penelitian .......................................................................................45
C. Pembahasan .............................................................................................49
D. Keterbatasan Penelitian ...........................................................................55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................56
A. Kesimpulan .............................................................................................56
B. Saran .......................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................................................35


Tabel 4.1 Distribusi Tabel Karakteristik responden (n=95), berdasarkan jenis kelamin,
usia, pendidikan, agama di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul
Yogyakarta .............................................................................................................46
Tabel 4.2 Distribusi Interaksi Sosial Lanjut Usia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan
Sanden Bantul Yogyakarta ...................................................................................47
Tabel 4.3 Distribusi Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan
Sanden Bantul Yogyakarta ...................................................................................47
Tabel 4.4 Analisa Tabulasi Silang Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup Lansia di
Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta ........................48
Tabel 4.5 Hasil Uji Kendall’s Tau Hubungan Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup
Lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta .......48
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian .............................................................29


Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ..........................................................30
Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel..............................................................34
xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat izin Studi Pendahuluan


Lampiran 2 Surat Rekomendasi Etik
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 4 Lembar Permohonan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 5 Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 6 Surat Persetujuan Menjadi Asisten Penelitian
Lampiran 7 Kuesioner Interaksi Sosial
Lampiran 8 Kuesioner Kualitas Kesehatan
Lampiran 9 Rekapitulasi Data Interaksi Sosial dan Kualitas Hidup
Lampiran 10 Hasil Analisa Bivariat dan Univariat
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 12 Lembar Kartu Bimbingan Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lansia merupakan suatu proses yang alami, semua orang akan mengalami proses
menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana
manusia akan mengalami penurunan fisik, mental dan sosial secara bertahap.
Seseorang lansia jika makin bertambah usianya maka hal yang kemungkinan besar
menjadi masalah kepadanya yaitu permasalahan tentang fisik, ekonomi, jiwa, sosial
maupun spiritual (Azizah, 2011). Data World Population Prospects: the 2017
Revision, saat ini jumlah penduduk dunia sebesar 7,6 miliar diperkirakan akan
mencapai 8,6 miliar pada tahun 2030, 9,8 miliar pada tahun 2050 dan 11,2 miliar
pada tahun 2100. Jumlah orang berusia 60 atau lebih diatas diperkirakan lebih dari
dua kali lipat pada tahun 2050 dan lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2100,
meningkat dari 962 juta diseluruh dunia pada tahun 2017 menjadi 2,1 miliar pada
tahun 2050 dan 3,1 miliar pada tahun 2100 (United Nations, 2017).
Secara global, Asia dan Indonesia populasi lansia diprediksi terus mengalami
peningkatan, dari tahun 2015 sudah memasuki era penduduk menua (ageing
populatian) karena jumlah penduduknya yang berusia 60 tahun keatas (penduduk
lansia) melebihi angka 7%. Berdasarkan data proyeksi penduduk diperkirakan tahun
2025 terdapat 14,9% penduduk lansia di dunia, 15% penduduk Asia, 11,1%
penduduk di indonesia (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Hampir dalam waktu lima dekade, presentase lansia Indonesia meningkat
sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi 9,92% (26 juta-an) dimana lansia
perempuan sekitar satu persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (10,43%
berbanding 9,42%). Dari seluruh jumlah lansia yang ada di indonesia, lansia muda
(60-69 tahun) jauh mendominasi dengan besaran yang mencapai 64,29%, selanjutnya
diikuti oleh lansia madya (70-79 tahun) dan lansia tua (80+ tahun) dengan besaran
masing-masing 27,23% dan 8,49%. Pada tahun 2020 sudah ada enam provinsi yang
memiliki struktur penduduk tua dimana penduduk lansianya sudah mencapai 10%,
yaitu: Yogyakarta (14,71%), jawa tengah (13,81%), jawa timur (13,38%), Bali
2

(11,58%), Sulawesi Utara (11,51%) dan Sumatera Barat (10,07%). (Badan Pusat
Statistik, 2020).
Yogyakarta merupakan daerah Indonesia yang memasuki era penduduk
berstruktur tua (aging structured population), hal ini disebabkan oleh presentase
penduduk lansia yang sangat tinggi dibandingkan provinsi lain, yaitu sebesar 14,71%,
dari jumlah total jumlah penduduk yang mencapai 3,67 juta. Apabila dilihat dari
wilayah kabupaten/kota di DIY tahun 2020 di dapatkan jumlah lansia di kabupaten
Bantul yakni sebanyak 94.452 jiwa, jumlah lansia di kabupaten Gunung Kidul yakni
sebanyak 92.830 jiwa, selanjutnya di kabupaten Sleman lansia sebanyak 140.296
jiwa, dan di kabupaten Kulo Progo sebanyak 59.893 jiwa, jumlah lansia di kota
Yogyakarta paling sedikit yakni sebanyak 50.701 jiwa. (Badan Pusat Statistik, 2020).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Bantul Yogyakarta bahwa lansia terbanyak
terdapat didaerah Sanden Bantul Yogyakarta. Berjumlah 8.596 lansia, diketahui laki-
laki berjumlah 3.859 orang dan perempuan 4.737 orang (Dinkes Bantul, 2021).
Peningkatan jumlah penduduk lansia ini akan membawa dampak terhadap
berbagai kehidupan. Dampak utama peningkatan lansia ini adalah peningkatan
ketergantungan lansia. Ketergantungan ini disebabkan oleh kemunduran fisik, psikis,
dan sosial lansia yang dapat di gambarkan melalui empat tahap yaitu kelemahan,
keterbatasan fungsional, ketidakmampuan, dan keterhambatan yang akan terjadi
bersamaan dengan proses menua (Ekawati, 2014 dalam Samper, Pinontoan dan
katuuk, 2017). Searah dengan pertambahan usia, lansia akan mengalami masalah
degeneratif ditandai dengan penurunan derajat kesehatan, kehilangan pekerjaan,
dianggap sebagai individu yang tidak mampu akan mengakibatkan seorang lansia
secara perlahan menarik diri dari masyarakat yang berada di lingkungan lansia
berada. Hal ini yang dapat menjadi pengaruh dalam penurunan interaksi sosial
bahkan terhadap kualitas hidup dari lansia (Samper, 2017).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Enggartyas Nur Prasetia & Kartinah
(2021) menunjukkan bahwa terdapat 18 (15,6%) orang yang mempunyai interaksi
sosial baik dengan kualitas hidup kurang, hal ini dikarenakan terdapat sebagaian
lansia yang mempunyai penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit degeneratif lainnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah tempat tinggal
3

dan pekerjaan lansia. Terdapat 22 (19,1%) orang mempunyai interaksi sosial kurang
tetapi memiliki kualitas hidup baik. Interaksi sosial lansia yang kurang disebabkan
oleh karena sebagian merasa tidak penting untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia
karena merasa tidak memiliki masalah kesehatan.
Interaksi social merupakan hubungan timbal balik atau hubungan yang saling
mempengaruhi antar manusia yang berlangsung di dalam masyarakat. Interaksi sosial
yang kurang pada lansia dapat menyebabkan perasaan terisolir, sehingga lansia
menyendiri dan mengalami isolasi sosial dengan lansia merasa terisolasi dan dapat
terjadi depresi, hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia (Nuraini, 2018).
Interaksi sosial dapat berdampak positif terhadap kualitas hidup karena dengan
interaksi sosial yang baik maka lansia tidak merasa kesepian, oleh sebab itu interaksi
sosial harus tetap dipertahankan dan dikembangkan pada kelompok lansia. Lanjut
usia yang dapat terus menjalin interaksi sosial dengan baik adalah lansia yang dapat
mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuan bersosialisasi (Syahrul,
2018).
Interaksi sosial lanjut usia sangat penting dilakukan penelitian seperti yang
telah dilakukan oleh Widodo dan Aniroh (2013) yang menunjukan bahwa interaksi
sosial pada lansia dapat mencegah depresi pada lanjut usia. Interaksi sosial yang
dilakukan lansia akan menimbulkan perasaan bahagia karena berkurangnya kondisi
terisolir, dan lanjut usia merasa berguna. Lanjut usia yang melakukan interaksi sosial
memiliki banyak teman atau relasi dan memiliki aktivitas untuk mengisi waktu luang
sehingga lanjut usia akan merasa berguna dalam menjalani hidup.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, nampak bahwa interaksi sosial yang
dilakukan lanjut usia dilingkungan masyarakat dan keluarga adalah penting. Hal ini
dikarenakan dengan interaksi sosial yang dilakukan lanjut usia memiliki teman untuk
bertukar pikiran dan informasi sehingga dapat mengurangi kesepian yang dirasakan,
sehingga lansia merasa berguna dalam hidup, terhindar dari depresi, dan kepuasan
hidup menjadi cenderung meningkat. Lanjut usia yang cenderung tidak melakukan
interaksi sosial akan merasa kesepian, kekurangan informasi terkait kesehatan pada
lanjut usia, tidak adanya teman untuk bertukar pikiran sehingga kesehatan lansia
tersebut menurun, lansia akan depresi dan kualitas hidup cenderung rendah.
4

Berdasarkan riset yang dilakukan Global Age Watch yang melakukan


penenlitian tentang kualitas hidup lansia di 96 negara, didapatakn Indonesia berasa di
peringkat bawah indeks Global Age Watch yakni berada di posisi 71. Kualitas hidup
lansia pada saat inimenjadi salah satu topic yang dibicarakan. Kualitas hidup lansia
penting untuk dibahas karena pada masa lanjut usia, seseorang akan mengalami
perubahan dalam segi fisik, kognitif, interaksi sosial, fungsi keluarga, maupun
psikososilanya (Papalia, et al, 2011; Afriyanti, 2009 dalam Afiyah, 2018). Pada
umumnya lanjut usia mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup pada lanjut
usia mengalami penurunan (Yuliati, 2014).
Sebelum melakukan studi pendahuluan, peneliti mencari data lansia usia 60 -
>70 tahun dari data lansia di Puskesmas Sanden Bantul yogyakarta tahun 2021
didapatkan data lansia dari 4 kelurahan, yaitu kelurahan Gadingsari (1.974) laki-laki
(871), perempuan (1.103). Kelurahan Gadingharjo (700) laki-laki (321), perempuan
(379). Kelurahan Sri Gading (1.875) laki-laki (846), perempuan (1.029) dan
kelurahan Murtigading (1.567) laki-laki (706), perempuan (861).
Studi pendahuluan dilakukan dikelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden
Bantul Yogyakrta, pada tanggal 11 Maret 2022. Hasil dari wawancara 15 lansia
didapatkan bahwa 8 lansia mengalami interaksi kurang dan 7 diantaranya mengalami
interaksi cukup, diantaranya didapatkan beberapa lansia kurang berinteraksi dengan
lingkungan sekitar dikarnakan adanya wabah pandemi covid-19 yang mengharuskan
masyarakat mematuhi protokol kesehatan salah satunya adalah social distancing.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penenlitian
mengenai “Hubungan Interaksi Social dengan Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan
Gadingsari Bantul Yogyakarta”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu: “Adakah hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup
lansia ?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
5

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan interaksi sosial dengan


kualitas hidup lansia.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui interaksi sosial lansia di kelurahan Gadingsari Bantul
Yogyakarta
b. Untuk mengetahui kualitas hidup lansia di kelurahan Gadingsari Bantul
Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Manfaat Ilmu Keperawatan Gerontik
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu keperawatan yaitu ilmu
keperawatan gerontik tentang interaksi sosial dan kualitas hidup.
b. Manfaat Ilmu Keperawatan Komunitas
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu keperawatan yaitu
keperawatan komunitas tentang interaksi sosial dan kualitas hidup lansia.
c. Manfaat Ilmu Keperawatan Keluarga
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu keperawatan yaitu
keperawatan keluarga tentang interaksi sosial dan kualitas hidup lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Keluarga dan lansia kelurahan Gadingsari kecamatan Sanden Bantul
Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan
pengetahuan tentang pentingnya interaksi sosial untuk meningkatkan kualitas
hidup pada lansia
b. Bagi Mahasiswa STIKes Surya Global Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah bahan bacaan, referensi,
dan wawasan bagi mahasiswa STIKes Surya Global Yogyarkta mengenai
Hubungan interaksi social dengan kualitas hidup lansia.
c. Bagi peneliti
6

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman peneliti khususnya dibidang keperawatan gerontik tentang
hubungan interaksi social dengan kualitas hidup lansia.
d. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk
pengembangan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan interaksi
sosial dan kualitas hidup pada lansia.
E. Keaslian Penelitian
1. Andesty & Syahrul (2018) “Hubungan interaksi social dengan kualitas hidup
lansia di Unit Pelayanan Terpadu (UPTD) Griya Werdha Kota Surabaya”.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis interaksi sosial dengan kualitas hidup
lansia di UPTD Griya werdha Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan
desainstudi cross sectional.Populasi penelitian adalah semua lansia di UPTD
Griya Werdha Kota Surabaya. Besar sampel adalah sebanyak 52 lansia diambil
menggunakan metode simple random sampling.Variabel dependent penelitian
adalah kualitas hidup lansia dan variabel independent adalah interaksi sosial.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner WHOQOL-OLD. Hasil penelitian
menunjukan ada hubungan antarainteraksi sosial dengan kualitas hidup lansia di
UPTD Griya Werdha Kota Surabaya ( p-value = 0,017). Kesimpulan dari
penelitian ini adalah interaksi sosial berhubungan dengan kualitas hidup lansia,
semakin buruk interaksi sosial lansia maka semakin rendah pula kualitas
hidupnya. Persamaan pada penelitian ini yaitu variabel terikat dan variabel bebas.
Perbedaan pada penelitian ini yaitu sampel, tempat dan waktu penelitian.
2. P. Samper, R. Pinontoan, & E. Katuuk (2017). “Hubungan interaksi social
dengan kualitas hidup lansia BPLU Senja Cerah Sulawesi Utara”. Tujuan
penelitian ini untuk menganalisa hubungan interaksi sosial dan kualitas hidup
lansia di BPLU Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara. Metode penelitian yang
digunakan yaitu deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian yaitu purposive sampling dengan jumlah 32
sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Pengolahan data menggunakan program software komputer dengan uji Chi-
7

square dengan tingkat kemaknaan 95% (α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan


jumlah responden dengan interaksi sosial baik terdapat 21 responden dimana 4
(12,5%) responden kualitas hidup cukup, 16 (50,0%) responden kualitas hidup
tinggi sedangkan responden dengan interaksi sosial cukup sebanyak 12
responden dimana 9 (28,1%) responden kualitas hidup cukup dan 3 (9,4%)
responden kualitas hidup tinggi dan didapat nilai p value 0,004 < 0,05.
Persamaan pada penelitian ini yaitu instrumen penelitian, variabel terikat dan
variabel bebas. Perbedaan pada penelitian ini yaitu terletak pada metode
penelitian, teknik pengambilan sampel, waktu dan tempat penelitian.
3. Enggartyas Nur Prasetia & Kartinah (2021). “Hubungan interaksi social dengan
kualitas hidup lansia di Posyandu Lansia Delima 1 di Desa Pitu Kecamatan Pitu
Kabupaten Ngawi”. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara interaksi sosial
dengan kualitas hidup lansia di Posyandu Lansia Delima I Desa Pitu Kecamatan
Pitu Kabupaten Ngawi. Metode: penelitian korelatif dengan rancangan cross
sectional. Sampel berjumlah 115 responden. Teknik sampling menggunakan
consecutif sampling. Metode pengumpulan data dengan kuesioner dan
WHOQOL (World Health Organization)-BREF. Metode analisa data
menggunakan uji chi-square test. Hasil: Karakteristik responden, mayoritas
berumur 60-66 tahun (elderly) sebanyak 64 (55.6%), berjenis kelamin
perempuan sebanyak 62 (53.9%), berpendidikan SD sebanyak 89 (77.4%), dan
pekerjaan petani sebanyak 62 (53.9%), mayoritas berstatus mempunyai pasangan
sebanyak 86 (74.8%), mayoritas memiliki interaksi sosial baik sebanyak 63
(54.8%) dan memiliki kualitas hidup baik sebesar 67 (58.3%). Hasil chi-square
test, terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup, p < 0.05,
OR 3.409, 95% CI lower 1.570 dan upper 7.404. Persamaan pada penelitian ini
yaitu instrumen penelitian, variabel terikat dan variabel bebas. Perbedaan pada
penelitian ini yaitu terletak pada metode penelitian, teknik pengambilan sampel,
waktu dan tempat penelitian.
4. Nurlianawati, Ayu Utami & Mulyati Rahayu (2020). “Hubungan interaksi social
dengan kualitas hidup lansia di RPSTW Ciparay”. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan interaksi social dengan kualitas hidup lansia di UPTD
8

PSRLU Ciparay. Metode penelitian menggunakan korelasional dengan


pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelotian ini sebanyak 153 dengan
pengambilan sample menggunakan purposive sampling, dengan jumlah 60
sample. Instrument penelitian menggunakan kuisioner interaksi social untuk
interaksi social dan WHOQOL-BREFF untuk menganalisa hidup. Analisa data
menggunakan rumus Chi-Square. Hasil uji statistic menunjukan 40 (66,7%)
lansia memeiliki interaksi social baik dan 32 (53,3%) lansia memiliki kualitas
hidup baik. Nilai fisher’s exact test pvalue = 0,000< α 0,05 yang berarti H0
ditolak artinya ada hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia.
Kesimpulan penelitian ini yaitu semakin baik interaksi sosial yang dilakukan
oleh lansia maka semakin baik kualitas hidup lansia. Persamaan pada penelitian
ini yaitu instrumen penelitian, variabel terikat dan variabel bebas. Perbedaan
pada penelitian ini yaitu terletak pada metode penelitian, teknik pengambilan
sampel, waktu dan tempat penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
1. Interaksi Sosial
a. Definisi interaksi sosial
Menurut Noorkasiani, 2009 Interaksi sosial merupakan hubungan
timbal balik atau hubungan yang saling mempengaruhi antar manusia yang
berlangsung sepanjang hidupnya didalam masyarakat (Nurlianawati1 & ,
Wulan Ayu Utami2, n.d.)
Partowisastro (2007) dalam Sahrantika, 2017) Interaksi sosial
merupakan hubungan antara dua individu atau lebih, dimana yang satu dapat
memperngaruhi, mengubah indivividu lain yang dapat menimbulkan
keterbukaan, kerjasama dan frekuensi antara sesama individu (Prasetia,
2021)
Interaksi sosial yang baik memungkinkan orang tua untuk
mengembangkan rasa memiliki kelompok, berbagi cerita, berbagi minat,
berbagi keprihatinan, dan terlibat dalam kegiatan kreatif dan inovatif
bersama. Orang yang lebih tua dapat bertemu dengan teman sebaya, saling
mendorong dan berbagi masalah (Sianipar, Studi dan Kebidanan, 2013).
b. Klasifikasi Interaksi Sosial
Menurut (Sunaryo, 2015) Interaksi sosial terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1) Interaksi antar individu ditandai dengan adanya interaksi, berupa
obrolan komunikasi, baik melalui bahasa tubuh maupun interaksi
emosional. Interaksi antar individu juga dapat dicirikan semata-mata
oleh aroma parfum, keringat, dan langkah kaki.
2) Interaksi antara individu dengan kelompok Interaksi terjadi karena
adanya pertemuan antara individu dengan kelompok. Kelompok
yaitu apabila lebih dari satu orang. Bentuk kelompok dalam hal ini
bisa berbentuk komunitas, atau segerombolan orang. Bentuk
kelompok pun berbeda-beda, tergantung dari situasi dan kondisi.
9

3) Interaksi kelompok ke kelompok. Interaksi ini merupakan pertemuan


dua kelompok dengan visi dan misi yang berbeda di satu tempat.
Disebut kelompok karena mewakili kepentingan semua anggota
kelompok, bukan kepentingan mereka sendiri. Misalnya, interaksi
pertemuan antara dua perusahaan yang berbeda dengan manajemen
masing-masing grup perusahaan dan beberapa karyawan (Donsu,
2017).
c. Syarat Terjadinya Interaski Sosial
Interaksi social dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok
terdapat kontak social dan komunikasi (Totabun 2014 dalam Lesmana 2016).
1) Adanya kontak sosial (social contact)
kontak sosial merupakan tahap pertama dan terjadinya hubungan
social, kontak sosial dapat berlangsung tiga bentuk, yaitu tidak hanya
antara individu dan individu sebagai bentuk pertamanya saja, tetapi
dalam bentuk kedua antar individu suatu kelompok mausia atau
sebaliknya. Bentuk ketiga anar suatu kelompok dengan kelompok
manusia yang lainnya.
2) Adanya komunikasi.
Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi yang di
sampaikan. Artinya terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. Perasaan-perasaan apa
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, bertambahnya usia lansia
dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, mental serta
perubahan kondisi sosial yang dapat mengakibatkan penurunan peran
sosialnya. Selain itu juga dapat menurunkan derajat kesehatannya,
kehilangan pekerjaan dan dianggap sebagai individu yang tidak mampu.
Hal ini menyebabkan lansia secara perlahan menarik diri dari hubungan
masyarakat sekitarnya sehingga dapat mempengaruhi interaksi sosialnya,
berkurangnya interaksi social pada lansia dapat menyebabkan terisolir,
sehingga lansia menyendiri dan mengalami isolasi sosial, dengan lansia
merasa terisolir dan akhirnya depresi maka hal tersebut dapat
10

mempengaruhi kesehatan fisiknya dan mempengaruhi kualitas hidupnya


(Rantepadang 2012 dalam Lesmana 2016).
Konteks komunikasi menurut Littlejohn dan Foss (2005) dalam
Susanto (2010) ada lima konteks komunikasi, yaitu:
a) Komunikasi Intrapersonal (Intrapersonal Communication)
Komunikasi yang terjadi dengan diri sendiri, yang dilakukan
dengan sengaja dan tidak sengaja. Teori ini umumnya membahas
proses pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-
simbol yang ditangkap melalui panca indera.
b) Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication)
Komunikasi perorangan yang bersifat pribadi, baik secara langsung
tanpa media atau langsung melalui media. Contoh: percakapan tatap
muka, percakapan dengan telepon, surat menyurat.
c) Komunikasi Kelompok (Group Communication) Interaksi yang
dilakukan dengan kelompok kecil yang terdiri dari beberapa orang
minimal 3 orang untuk mencapai tujuan bersama.
d) Komunikasi Organisasi (Organization Communication)
Komunikasi organisasi berhubungan dengan pola dan bentuk
komunikasi yang terjadi dalam konteks jaringan dan struktur
organisasi. Komunikasi ini melibatkan bentuk komunikasi formal,
informal, komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok.
d. Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial
Menurut (Soerjono, 2012)berlangsungnya suatu proses interaksi
didasarkan pada berbagai faktor antara lain:
1) Imitasi Salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk mematuhi
kaidahkaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, ada dampak
negatifnya juga yaitu meniru tindakan-tindakan yang menyimpang.
Misalnya, lansia menaati peraturan-peraturan yang ada di panti werdha.
Sugesti Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu
pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian
diterima oleh pihak lain. Berlangsungnya sugesti yang terjadi karena
11

pihak yang menerima dilanda oleh emosi yang menghambat daya


berpikirnya secara rasional. Proses sugesti terjadi apabila orang yang
memberikan pandangan adalah orang yang berwibawa atau mungkin
karena sifatnya otoriter. Misalnya, perawat mengajak para lansia untuk
mengikuti kegiatan yang diadakan oleh panti werdha.
2) Identifikasi Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau
keinginankeinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan
pihak lainnya. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya,
maupun dengan disengaja karena sering kali seseorang memerlukan
tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupan. Proses identifikasi
berlangsung dalam suatu keadaan dimana seseorang yang
berindetifikasi benar-benar mengenal pihak lain (yang menjadi
idealnya). Misalnya, lansia A berteman dengan lansia B karena selalu
bersama sehingga lansia A selalu mengikuti kegiatan yang dilakukan
oleh lansia B.
3) Simpati Merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada
pihak lain. Dorongan utama pada simpati adalah keinginan memahami
pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Perbedaan utama dengan
identifikasi adalah keinginan untuk belajar dari pihak lain yang
dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati kelebihan atau
kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Misalnya, lansia A
mengagumi lansia B dan menjadikannya sebagai panutan karena lansia
B merupakan ketua kamar, mudah bergaul dengan lansia lain serta tidak
pernah meninggalkan sholat 5 waktu.
e. Bentuk Interaksi Sosial
Menurut (Soekanto, 2015) terdapat enam bentuk interaksi sosial, sebagai
berikut:
1) Kerja sama
Salah satu bentuk interaksi sosial yang terutama kerja sama yaitu
suatau usaha bersama antara individu per individu atau antar kelompok
12

agar mencapai tujuan bersama. Kerja sama juga dapat bersifat agresif
apabila kelompok mengalami kekecewaan dan perasaan tidak puas.

2) Persaingan
Merupakan suatu proses social ketika individu atau kelompok
manusia bersaing dan mencari keuntungan melalui bidang kehidupan
yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan
cara menarik perhatian public.
3) Pertentangan
Suatu proses sosial ketika individu atau kelompok memenuhi
tujuannya dengan cara menentang pihak lawannya yang disertai
ancaman atatu kekerasan. Pertentangan dapat terjadi karena adanya
beberapa factor. Factor penyebab terjadinya pertentangan tersebut
meliputi perbedaan antara individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan
kepentingan, dan perubahan sosial.
4) Akomodasi atau Penyesuaian
Akomodasi diri menunjuk pada suatu keadaan. Akomodasi dapat
diartikan sebagai suatu cara untuk menyesuaikan pertentangan tanpa
menghancurkan pihak lawan sehingga pihak lawan tidak kehilangan
kepribadiannya. Akomodasi dilakukan untuk mengurangi pertentangan,
mencegah meledaknya pertentangan, memungkinkan terjalinnya kerja
sama dan mengusahakan peleburan diantara kelompok sosial.
5) Asimilasi
Proses sosial dalam taraf lebih lanjut yang di tandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang per orang
atau kelompok manusia.
6) Kontravensi
Merupakan bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan
pertentangan. Bentuk kontravensi yang umum terjadi antara lain
penolakan, keengganan, perlawanan, menghalang-halangi, protes,
13

perbuatan kekerasan, penghasutan, menyangkal dan membingungkan


pihak lain.

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial


Hubungan sosial terjadi ketika terdapat stimulus dan respon. Artinya,
tiap-tiap pihak memahami pesan yang disampaikan dan saling memberikan
respon. Interaksi sosial tidak terjadi tanpa factor yang mempengaruhi,
adapun factor yang mempengaruhi interaksi sosial sebagai berikut :
1) Latar Belakang Budaya
Dimana interaksi sosial akan terbentuk dari pola pikir seseorang
melalui kebiasaannya sehingga semakin sama latar belakang budaya
antar seseorang dengan orang lain, maka akan membuat interaksi
tersebut semakin kuat (Lestari, 2013) Ikatan dengan Kelompok Grup
Dimana nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat
mempengaruhi cara mereka berinteraksi (Nugroho, 2021)
2) Pendidikan
Dimana semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin kompleks
sudut pandang dalam menyikapi komunikasi yang disampaikan.
3) Status Fisik, Mental dan Emosional
Kondisi ini sangat mempengaruhi kemampuan individu
melakukan interaksi sosial. Adanya kondisi sakit atau menderita secara
fisik menyebabkan penurunan minat individu untuk melakukan
hubungan social dengan orang lain.
Menurut (Fadhilah, 2018) factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
interaksi social yaitu :
a) Imitasi, mempunyai peran yang penting dalam proses interaksi. Salah
satu segi posotif dari imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Tetapi imitasi juga
dapat menyebabkan hal-hal negative, misalnya yang diturunya dalah
14

tindakan-tindakan yang menyimpang dan mematikan daya kreasi


seseorang.
b) Sugesti, hal ini terjadi apabila individu memberikan suatu pandangan
arau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima pihak
lain. Berlangsungnya sugesti bisa terjadi pada pihak penerima yang
sedang dalam keadaan emosinya labil sehingga menghambat daya
piker secara rasional.
c) Identifikasi, sifatnya lebih mendalam karena kepribadian individu
dapat terbentuk atas dasar proses identifikasi. Proses ini dapat
berlangsung dengan sendirinya ataupun disengaja sebab individu
memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
d) Simpati, merupakan suatu proses dimana individumerasa tertarik pada
pihak lain. Didalam proses ini perasaan individu memegang peranan
penting walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan
untuk kerjasama.
g. Teori interaksi sosial pada lansia
Dalam teori penarikan diri (disangagement theory) yang pertama di
ajukan oleh Cumming dan Hery (1961) dalam Nugroho (2012), teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah
dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,
baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga sering lanjut usia mengalami
kehilangan ganda (triple loss) :
1) Kehilangan peran (Loss of role)
2) Hambatan kontak sosial (Restriction commitment to social mores
and values)
3) Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to social mores and
values)
Kehidupan lanjut usia senantiasa membutuhkan komunikasi dan interaksi
dengan orang lain. Interaksi sosial berpengaruh terhadap kehidupan kejiwaan
15

lanjut usia. Kejiwaan yang sehat apabila hubungan dengan sesama tercipta
dan berjalan dengan baik. Keadaan kejiwaan yang sehat dapat terpenuhi
melalui hubungan yang memuaskan engan sesama. Namun pada kenyataan
ada lanjut usia yang kurang dapat menikmati atau kurang puas dengan
hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan sosial yang tidak memuaskan
dapat menimbulkan kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai
oleh lanjut usia. Dengan demikian lanjut usia akan mengalami perasaan yang
kurang menyenangkan, kurang puas dengan hubungan interpersonal yang
dilakukan bahkan dapat menimbulkan depresi pada lansia.
Pertambahan usia lansia dapat menimbulkan berbagai masalah baik
secara fisik, mental, serta perubahan kondisi sosial yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peran-peran sosialnya. Selain itu, dapat
menurunkan derajat kesehatan, kehilangan pekerjaan dan dianggap sebagai
individu yang tidak mampu. Hal ini akan mengakibatkan lansia secara
perlahan menarik diri dari hubungan masyarakat sekitar sehingga dapat
mempengaruhi interaksi sosial. Berkurangnya interaksi sosial pada lansia
dapat menyebabkan perasaan terisolir, sehingga lansia menyendiri dan
mengalami isolasi sosial dengan lansia merasa terisolasi dan akhirnya
depresi, maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia
(Rantepadang, 2012).
h. Interaksi Sosial dalam Perspektif Islam
Interaksi sosial merupakan kemampuan individu dalam menjalin
hubungan sosial. Dalam islam interaksi sosial disebut sebagai membina
hubungan dengan sesama manusia atau hablun minannas dengan usaha
membentuk silahturahmi. Bahkan Allah SWT memerintahkan untuk selalu
menjaga tali silahturahmi. Allah berfirman dalam Qur’an Surah An-Nisa
ayat(1) “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-Mu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
16

zpeliharalah) hubungan silahturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga


dan mengawasi kamu.”
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan
rezekinya, hendaklah ia menyambung tali persaudaraan (H.R Bukhari
Muslim).
Jadi interaksi sosial ialah merupakan hubungan-hubungan social yang
dinamis mencakup hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia,maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia. Interaksi sama dengan silahturahmi dan juga termasuk
ahlak yang mulia yang di anjurkan dan diserukan oleh islam di peringatkan
tidak memutuskannya, Allah Ta’ala telah menyeru hamba-Nya berkaitan
dengan menyambung hubungan tali silahturahmi.
2. Kualitas Hidup
a. Pengertian Kualitas Hidup
The World Health Organization Quality Of Life atau WHOQOL Group
mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap
kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan system nilai yang
terkait dengan tujuan, harapan, standard an juga perhatian. Kualitas hidup
dalam hal ini merupakan suatau konsep yang sangat luas yang dipengaruhi
kondisi fisik individu, psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan
individu dengan lingkungan.
Kualitas Hidup gambaran gabungan kesehatan fisik, tingkat kemandirian,
kondisi psikologis, interaksi sosial seseorang atas kehidupannya sesuai
dengan tempat tinggal dalam bermasyarakat untuk mencapai tujuan, standar
dan kehawatiran(Prasetia, 2021)
Kualitas hidup adalah tingkat kepuasan atau tidakepuasan yang
dirasakan seseorang tentang berbagai aspek dalam kehidupannya. Kualitas
hidup termasuk kemadirian, privacy, pilihan, penghargaan dan
kebebasanbertindak. Kualitas hidup pada lansia dikategorikan menjadi tiga
bagian yaitu kesejahteraan fisik, kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan
interpersonal. Kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan
17

keunggulan individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, control


pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan
kondisi materi.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa,
kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kesehatan fisik, sosial dan
emosi yang dimilikinya. Pada lansia aspek signifikan dari penilaian kualitas
hidup adalah otonomi, kecukupan diri, pengambilan keputusan, adanya nyeri
dan penderitaan, kemampuan sensori, mempertahankan system dukungan
sosial, tingkat finansial tertentu, perasaan berguna bagi orang lain dan tingkat
kebahagian. (Gurkova,2011; Soosova, 2016 dalam Ekasari,2018)
b. Aspek-Aspek Kualitas Hidup
Menurut kualitas hidup (HTQL) dari sf-36 dari WHO (Murwani, 2019)
terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut :
1) Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada
obat-obatan, energy dan kelelahan, mobilitas, sakit dan
ketidaknyamanan, tidur/istirahat, kapasitas kerja.
2) Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance, perasaan
negative, perasaan posotif, self-esteem, spiritual/agama/keyakinan
pribadi, berpikir, belajar, memori, dan konsentrasi
3) Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas
seksual.
4) Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber finansial, kebebasan,
keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatn dan sosial
termasuk aksebilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan untuk
mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan, partisipasi
dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang
menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk
polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi.
c. Dimensi Kualitas hidup
Ada dua dimensi kualitas hidup yaitu objektif dan subjektif. Kualitas
hidup digambarkan dalam rentang dari unit dimensi yang merupakan
18

dominan utama yaitu kesehatan atau kebahagiaan sampai pada sejumlah


domain yang berbeda yaitu domain objektif (pendapatan, kesehatan,
lingkungan) dan subjektif (kepuasan hidup, kesejahteraan psikologis).
Kualitas hidup objektif yaitu berdasarkan pada pengamatan eksternal
individu seperti standar hidup, pendapatan, pendidikan, status kesehatan,
umur panjang dan sadar mengarahkan hidupnya. Kualitas hidup dari dimensi
subyektif adalah sebagai persepsi individu tentang bagaimana suatu hidup
yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang dimilikinya.
(Ekasari, 2018).
Domain objektif diukur dengan indikator sosial yang menggambarkan
standar kehidupan dalam hubungannya dengan norma budaya. Sedangkan
doamin subjektif diukur berdasarkan bagaimana individu menerima
kehidupan yang disesuaikan dengan standar internal. Kualitas hidup
merupakan persepsi subjektif dan evaluasi dari kondisi kehidupan individu
yang didasarkan pada standar internal (nilai,harapan,aspirasi, dll). Pada
lansia aspek signifikan dari penilaian kualitas hidup adalah otonomi,
kecukupan diri, pengambilan keputusan, adanya nyeri dan penderitaan,
kemampuan sensori, mempertahankan sistem dukungan sosial, tingkat
finansial tertentu, perasaan berguna bagi orang lain dan tingkat kebahagiaan
(Gurkova, 2011; Soosova, 2016 dalam Ekasari, 2018)
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Kualitas hidup lanjut usia merupakan suatu komponen yang kompleks,
mencakup usia harapan hidup, kepuasan dalam kehidupan, kesehatan
psikologi dan mental, fungsi kognitif, kesehatan dan fungsi fisik, pendapatan,
kondisi tempat tinggal, dukungan social dan jaringan sosial. (Sutikno, 2011)
1) Umur
Kualitas hidup akan semakin buruk dengan semaki tuanya umur
lansia. Pertambahan usia lansia mengakibatkan perubahan dalam cara
hidup seperti semakin sadar akan kematian, merasa kesepian, terjadi
perubahan ekonomi, mengalami penyakit kronis, kekuatan fisik
semakin melemah, terjadi perubahan mental, keterampilan psikomotor
19

berkurang, terjadi perunahan psikososial yaitu pension, kehilangan


sumber pendapatan, kehilangan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari,
ditinggalkan oleh pasangan dan teman (Supraba, 2015) Status Ekonomi
Kualitas hidup juga akan buruk jika status ekonomu rendah karena
menyebabkan hambatan untuk memperoleh makanan sehat sert bergizi,
pendidikan yang memadi, tempat tinggal yang layak, serta pelayanan
dalam mengatasi masalah kesehatan yang optimal akan terganggu
(Supraba, 2015) Pendidikan
Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup, jika
tingkat pendidikan rendah maka kualitas hidup akan buruk karena
pengetahuan lansia tentang kualitas hidup menjadi rendah (Sutikno,
2011)
2) Gander atau Jenis Kelamin
Selain itu dari hasil penelitian menunjukan bahwa 110(76,39%)
lansia berjenis kelamin perempuan dan 34(23,16%) lansia berjenis
kelamin laki-laki. Berdasarkan hasil analisis multivarat diketahui bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kualitas
hidup lansia (p<0,05). Berdasarkan teori yang ada, pada umumnya
lansia perempuan mengalami keluhan sakit akut dan kronis yang lebih
tinggi dibandingkan laki-laki sehingga dapat mempengaruhi kualitas
hidupnya. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
menyebutkan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kualitas hidup
lansia
3) Aktivitas Sosial, interaksi sosial, dukungan sosial dan fungsi keluarga
Kualitas hidup dipengaruhi aktifitas sosial, interaksi sosial, fungsi
keluarga serta dukungan sosial (baikk dari pasangan, keluarga, maupun
masyarakat).
(Mabsusah, 2016) mengemukakan bahwa terdapat delapan factor yang
mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu :
20

a) Control, berkaitan dengan control terhadap perilaku yang dilakukan


oleh seseorang, seperti pembahasan terhadap kegiatan untuk
menjaga kondisi tubuh.
b) Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan dengan seberapa
besar seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya.
c) Keterampilan, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan keterampilan yang lain yang mengakibatkan ia dapat
mengembangkan dirinya, seperti mengikuti suatu kegiatan atau
kursus tertentu.
d) System dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal
dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun sarana-sarana fisik
seperti tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas
yang memadai sehingga dapat menunjang kehidupan.
e) Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan
dan stress yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian dalam
hidup sangat berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang
harus dijalani, dan terkadang kemampuan seseorang untuk
menjalani tugas tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri.
f) Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik
seseorang. Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki
oleh seseorang sebagai individu
g) Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi
pada lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat
bencana.
h) Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti krisis
moneter sehingga menyebabakan orang kehilangan pekerjaan/mata
pencaharian.
3. Lansia
a. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami
oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, terjadinya tidak bisa
21

dihindari oleh siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam


rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah
“beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan
atau beranjak dari waktu yang penih dengan manfaat (Hurlock dalam
Murwani, A.2011)
Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka yang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas. Undang-undang Republic Indonesia
nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia Bab 1 pasal
1, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Indriana, 2012)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia
menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) adalah 45-50 tahun,
lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah
75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan pasal 1 ayat 2,3,4 UU No.13 Tahun 1998 tentang
kesehatan, dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun.
b. Perubahan pada Lansia
Menua merupakan suatu proses alami yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Penuaan akan terjadi hamper pada setiap semua
system tubuh, namun tidak semua system tubuh mengalami
kemunduran fungsi pada waktu yang sama. Perubahan-perubahan
yang terjadi akibat proses penuaan adalah sebagai berikut :
1) Perubahan fisik
Perubahan fisik umum dialami lansia, misalnya perubahan
system imun yang cenderung menurun, perubahan system
integument yang menyebabakan kulit mudah rusak, perubahan
elastisitas arteri pada system kardiovaskuler yang dapat
memperberat kerja jantung, penuruanan kemampuan
pengelihatan dan pendengaran. Perubahan fisik yang cenderung
mengalami penurunan tersebut akan menyebabkan berbagai
22

gangguan secara fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan


lansia untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan yang
tergolong berat sehingga mempengaruhi kesehatan serta akan
berdampak pada kualitas hidup lansia.
2) Perubahan mental
Perubahan dalam bidang mental atau psikis pada lanjut
usia dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah
curiga, serta bertambah pelit atau tamak jika memiliki sesuatu.
Hamper setiap lansia memiliki keinginan berumur panjang
dengan menghemat tenaga yang dimilikinya, mengharapakan
tetap diberikan peranan dalam masyarakat, ingin tetap
berwibawa dengan mempertahankan hak dan hartanya, serta
ingin meninggal secara terhormat.
3) Perubahan Psikososial
Menurut Samper, Pinontoan, & Katuuk, 2017 Perubahan-
perubahan yang terjadi pada lansia akan mengakibatkan
menurunnya peran sosial lansia dan juga menurunnya derajat
kesehatan akibatnya lansia akan kehilangan pekerjaan dan
merasa menjadi individu yang kurang mampu. Hal tersebut
akan mempengaruhi interaksi sosial lansia karena lansia
menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar secara
perlahan. Interaksi sosial yang buruk pada lansia dapat
mempengaruhi kualitas hidup lansia dimana hal tersebut akan
menyebabkan lansia merasa terisolir sehingga lansia jadi suka
menyendiri dan akan menyebabkan lansia depresi (Andesty &
Syahrul, 2019)
c. Batasan Usia Lanjut
Menurut beberapa ahli biasanya membedakan umur menjadi
dua, yaitu umur kronologis dan umur biologis. Umur kronologis
adalah umur yang dicapai seseorang dalam kehidupannya dihitung
dengan tahun atau kalender. Di Indonesia batasan tadi belum ada,
23

tetapi dengan usia pensiun 55 tahun, berarti di atas 55 tahun


barangkali dalam golongan usia lanjut. Namun ada orang lain yang
menyebutkan 60 tahun keatas atau 65 tahun keatas yang termasuk
kelompok usia lanjut. Biologis adalah usia sebenarnya pematangan
jaringan yang biasanya dipakai sebagai indeks umur biologis. Hal ini
dapat menerangkan orang-orang berumur kronoligis sama
mempunyai penampilan fisik dan mental berbeda. Untuk tampak
awet muda, proses biologis ini yang dicegah usia dibedakan menjadi
(Safitri,2021):
1) Usia biologis, yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang
sejak lahirnya berbeda dalam keadaan hidup dinikmati
2) Usia psikologis, menunjuk kepada kemampuan seseorang
mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang
dihadapinya.
3) Usia sosial, menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan
atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan
dengan usianya.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia terbagi
menjadi 4 kelompok antara lain :
a) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59
tahun
b) Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun
c) Usia tua (old) antara 75-90 tahun
d) Usia sangan tua (very old) usia diatas 90 tahun.
d. Proses Menua
Menurut WHO dan undang-undang No 13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 menyebutkan
bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah
suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
24

menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dri


dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa orang
yang dikatakan tua adalah yang berusia 60 atau 65 tahun, tetapi
sebagian dari mereka ada yang merasa dirinya muda atau belum tua.
Sebagai contoh pekerja yang berusia 80 tahun mugkin melihat
dirinya belum tua, semetara pensiunan yang berusia 60 sudah merasa
dirinya tua (Indriana, 2012).
Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah
yang dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami pada semua
makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga
tidak sama cepatnya. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
mengahadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh (Nugroho,
2012) Perubahan akibat proses menua menurut (Nugroho, 2012)
yaitu:
1) Perubahan fisik dan fungsi
2) Perubahan mental
3) Perubahan psikososial
4) Perkembangan spiritual
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Nugroho, 2012). Proses menua adalah suatu perubahan
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan instrinsik
dan bersifat irreversible serta menunjukan adanya kemunduran
sejalan dengan waktu. Proses menua yang diserati dengan adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun social akan saling
berinteraksi satu dengan yang lain. Proses menua yang terjadi pada
25

usia lanjut secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu
antara lain :
a) Kelemahan (imparment)
b) Keterbatasan fungsional (fungtional limitation)
c) Keterhambatan (handicap)
Tiga tahap tersebut akan dialami bersamaan dengan proses
kemunduran. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa (psikologis) pada usia
lanjut. Menurut Morse dan Furst, proses penuaan dapat dilihat dari tiga segi,
yaitu :
(1) Penuaan biologis
Gejala-gejala penuaan ini ialah berkurangnya kekenyalan
pembuluh darah dan kekuatan otot, menurunya daya pandang,
pendengaran, cita rasa, penciuman, dan rabaan serta
meningkatnya tekanan darah
(2) Penuaan psikologis
Gejala-gejala penuaan ini misalnya menurunya daya ingat,
kekurangan gairah dan kecemasan terhadap kematian.
(3) Penuaan sosiologis
Gejala-gejala penuaan ini misalnya, kehilangan pekerjaan
(karena pensiun), kekuasaan dan status (Hariyanto dalam
Murwani, A.2011).
e. Kebutuhan Hidup Lansia
Lansia membutuhkan beberapa kebutuhan dasar dalam
kehidupannya sehari-hari, tetapi banyak pula lansia yang kebutuhan dasar di
masyarakat tidak terpenuhi, sehingga kehidupan lansia menjadi terlunta-
lunta. Berdasarkan hasil penelitian (Setiti SG, 2007, Sukesi dalam Ekasari,
2018) ada beberapa kebutuhan dasar lansia yaitu :
1) Kebutuhan fisik
Kebutuhan lanjut usia secara fisik meliputi sandang, pangan, papan,
keehatan dan spiritual, kebutuhan makan umunya tiga kali sehari juga
26

ada dua kali. Makanan yang tidak keras, tidak asin dan tidak berlemak.
Kebutuhan papan, secara umum membutuhkan rumah tinggal yang
nyaman. Tidak kena panas, hujan, dingin, terlindungi dari mara bahaya
dan dapat melaksanakan kehidupan sehari-hari, dekat kamar kecil dan
peralatan lansia secukupnya.
Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia sangat vital. Obat-obatan ringan
sebaiknya selalu siap di dekat lansia dan bila sakit segera diobati. Lansia
juga membutuhkan fasilitas pelayanan pengobatan rutin, murah, gratis,
dan mudah dijangkau. Kebutuhan lainnya bagi lansia yang ditinggal mati
pasangannya adalah adanya teman untuk mencurahkan isi hati agar tidak
merasakan kesepian. Lansia memerlukan teman ngobrol, menjalani
perkerjaan, berpergian,teman ketika berobat. Lansia juga jika meninggal
kelak ia dapat di tunggui kerabatnya yang berasal dari kampong
halamannya.

2) Kebutuhan Psikologis
Kondisi lanjut usia yang rentan secara psikologis, membutuhkan
lingkungan yang mengerti dan memahami mereka. Lansia membutuhkan
teman yang sabar, yang mengerti dan memahami kondisinya. Mereka
membutuhkan teman ngobrol, membutuhkan dikujungi kerabat, sering
disapa dan didengar nasehatnya. Lansia juga butuh reakreasi,
silahturahmi kepada kerabat dan masyarakat.
3) Kebutuhan sosial
Lansia membutuhkan orang-orang dalam menjalani hubungan sosial,
terutama kerabat, juga teman sebaya, sekelompok kegiatan dan
masyarakat dilingkungannya. Jalinan hubungan sosial tersebut dapat
dipenuhi melalui kegiatan keagamaan, olahraga, arisan, dan lain-lain.
4) Kebutuhan ekonomi
Lansia sudah memasuki masa pensiun dan juga sudah mengalami
kelemahan fisik, sehingga secara finansial lansia memiliki keterbatasan
ekonomi. Lansia membutuhkan bantuan sumber keuangan, terutama
27

yang berasal dari kerabatnya. Secara ekonomi, lansia yang tidak


potensial membutuhkan uang untuk biaya hidup. Bagi lanjut usia yang
masih produktif membutuhkan keterampilan, usaha ekonomi produktif
(UEP) fan bantuan modal usaha sebagai penguat usahanya.
5) Kebutuhan spiritual
Lansia banyak mengisi waktunya untuk beribadah. Lansia
mendapatkan ketenangan jiwa, pencerahan dan kedamaian melalui
kegiatan ibadah yang dilakukannya. Lansia juga menginginkan anak-
anaknya dan cucunya taat beribadah.
Memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari lansia sering menghadapi
beberapa kendala baik yang didapat dari lansia itu sendiri maupun dari
keluarga. Keluarga banyak yang belum memahami dan mengetahui
tentang kondisi lansia. Keluarga juga memiliki aktivitas dan kegiatan
yang cukup menyita waktu dan perhatiannya bagi lansia. Tak jarang
banyak pula keluarga yang kemampuan ekonominya terbatas yang tidak
memungkinkan untuk menanggung biaya kehidupan dan perawatan bagi
lansia. Adapun beberapa kendala yang dihadapi oleh lansia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehar-hari adalah sebagai berikut :
a)Masalah fisik
Kemampuan fisik lansia secara alamiah akan mengalami
penurunan, sejalan dengan meningkatnya usia, sehingga para lansia
menjadi rentan terhadap berbagai penyakit degenerative dan kronis
dan berbagai perasaan yang kurang menyenangkan lainnya.
b) Masalah psikologis
Lansia cenderung mengalami perubahan emosi, seperti mudah
tersinggung merasa tidak aman, merasa tidak berguna dan berbagai
perasaan yang kurang menyenangkan lainnya.
c)Masalah sosial
Para lansia merasa kesepian dan tersisih karena anak-anaknya
telah berkeluarga dan tidak berada dilingkungannya karena sudah
28

tidak tinggal serumah atau kurangnya interaksi dengan kelompok


sebaya.
d) Masalah ekonomi
Sebagai para lansia membutuhkan dukungan penuh dari
keluarganya karena tidak mempunyai penghasilan lagi atau
pensiunan. Berbagai kendala diatas sangat mempengaruhi kualitas
hidup lansia. Jika kebutuhan hidup lansia dapat terpenuhi, maka
lansia akan memiliki kualitas hidup yang baik, sehat, bahagia dan
mandiri begitupun sebaliknya.

B. Kerangka Teori

Manusia Berumur
Panjang Proses Penuaan Menua

a. Usia pertengahan
Perubahan : (45-59 Tahun)
b. Usia Lanjut (60-
a. Fisik 74 Tahun)
b. Mental c. Usia Tua (75-90
c. Psikososial Tahun)
d. Perkembangan d. Usia Sangat Tua
spiritual (>90 Tahun) Domain kualitas hidup:
a. Kesehatan fisik
b. Psikologis
c. Hubungan social
d. Lingkungan
29

Menarik diri dari Interaksi


lingkungan sosial sosial Kualitas hidup
menurun

Factor yang Factor yang


mempengaruhi mempengaruhi
interaksi social : kualitas hidup :
a. Imitasi a. Fisik/Biologis
b. Sugest b. Psikologis
c. Identifikasi c. Sosiologis
d. Simpati

Gambar 2.1
Kerangka teori Cumming & Henry (1961) dalam Nugroho (2012),
Rantepadang (2012), WHO (2010)

C. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat


Interaksi sosial Kualitas hidup lansia

Faktor yang mempengaruhi


kualitas hidup :
a. Kesehatan fisik
b. Psikologis
c. Hubungan sosial
d. Lingkungan

Gambar 2.2 kerangka konsep


30

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti
: Arah hubung

D. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di
Kelurahan Gadingsari Bantul Yogyakarta
Ho : Tidak ada hubungan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di
Kelurahan Gadingsari Bantul Yogyakarta

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian
non-eksperimen dengan desain studi korelasional yaitu peneliti yang mengkaji
hubungan antar variable dengan tujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar
variable (Nursalam, 2017) yaitu mencari hubungan antara interaksi sosial dengan
kualitas hidup lansia sedangkan metodenya menggunakan pendekatan cross
sectional. Rancangan cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada
satu saat (Nursalam, 2017).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan subjek (misalnya manusia) yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Nursalam 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah
31

lansia Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta yang


berjumlah 1.974 lansia.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses
menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada
(Nursalam, 2017). Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian
ini menggunakan purposive sampling yaitu teknik yang penetapan sampelnya
dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan kriteria yaitu
lansia usia 60-75 tahun dan tidak sedang sakit keras dengan menggunakan rumus
Slovin dalam pengambilan sampelnya dengan tingkat kesalahan 10% (Nursalam,
2017).
Rumus Slovin sebagai berikut :

N
n=
1+ N (d )²

keterangan :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
d : batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Perhitungan sampel pada penelitian ini adalah :
1.974
n=
1+ 1.974(0.1)²
= 95,1
Berdasarkan rumus solvin diatas didapatkan hasil perhitungan, jadi jumlah
sampel yang didapatkan adalah 95 lansia dari jumlah populasi sebanyak 1.974
32

dengan tingkat kesalahan 10%. Dengan kriteria dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2017).
1) Lansia di kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul, Yogyakarta
yang bersedia menjadi responden
2) Lansia yang berusia 60-75 tahun tidak sedang mengalami sakit keras
3) Lansia yang kooperatif mengikuti penelitian
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang
memenuhi kriteria karena suatu sebab (Nursalam,2017).
1) Lansia yang tidak tinggal dengan keluarga
2) Lansia yang menolak menjadi responden
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilakukan di kelurahan Gadingsari kecamatan
Sanden, Bantul Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2022.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen/Bebas
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh
peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependent. Variabel bebas
biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya atau
pengaruhnya terhadapt variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel bebas pada
penelitian ini adalah interaksi social pada lansia.
2. Variabel Dependen/Terikat
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh
variabel lain. Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk
33

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas


(Nursalam, 2017). Variabel dependen atau variabel terikat pada penelitian ini
adalah kualitas hidup lansia.
3. Variabel Pengganggu (Confounding)
Variabel pengganggu atau confounding variabel adalahvariabel yang nilainya
ikut menentukan variabel baik secara langsung maupun tidak langsung. Variabel
ini merupakan jenis variabel yang berhubungan (asosiasi) dengan variabel bebas
dan berhubungan dengan variabel terikat tetapi bukan variabel antara
(Nursalam,2017). Variabel pengganggu akan diabaikan (tidak dikendalikan atau
di asumsikan sama),tetapi datanya akan digunakan dalam pembahasan. Yang
menjadi variabel perancu dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup lansia.

E. Hubungan antar Variabel

Variabel bebas Variabel terikat


Interaksi sosial Kualitas hidup lansia

Faktor yang
mempengaruhi kualitas
hidup :
a. Kesehatan fisik
b. Psikologis
c. Hubungan sosial
d. Lingkungan
34

Keterangan
: diteliti
:Tidak diteliti
: arah hubung
Gambar 3.1 Hubungan antar variabel

F. Definisi Operasional
Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati/diteliti,
perlu variabel-variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi
operasional ini bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan
terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument (alat
ukur) (Notoatmodjo, 2014).

Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala
1 Interaksi Interaksi sosial Kuesioner interaksi < 60% = Ordinal
sosial merupakan sosial dengan 15 interaksi
hubungan lansia item pertanyaan social kurang
antara dua menggunakan
individu atau instrumen dari 60-75% =
lebih, yang saling (Rantepadang,2012) interaksi
membutuhkan dan social sedang
mempengaruhi,
mengubah atau 75-100% =
memperbaiki interaksi
individu yang lain social baik
atau sebaliknya

2 Kualitas Kualitas hidup Kualitas Ordinal


hidup lansia merupakan Kuesioner yang hidup baik =
35

penilaian lansia 0-32%


terhadap digunakan untuk
kesejahteraan mengetahui kualitas Kualitas
hidupnya kesehatan dengan hidup cukup
berdasarkan nilai- Healt Related = 33-66%
nilai pribadi yang Quality Of Life
meliputi kesehatan (HRQoL) adalah Kualitas
fisik, kepuasan kuesioner yang hidup buruk=
psikologis, diambil dari sf-36 67-100%
hubungan individu dari (Murwani, A.
dengan sosial dan 2019)
lingkungan yang
mempengaruhi
aktivitas sehari-
hari.

G. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang dilakukan dalam suatu penelitian.
Langkah-langkah dalam pengumpulan data tergantung pada rancangan penelitian dan
teknik instrumen yang digunakan (Nursalam, 2017). Data dalam penelitian ini
didapatkan melalui pengisian kuisioner yang dilakukan kepada semua lansia
1. Sumber Data
Pengumpulan data dapat menggunakan sumber-sumber data sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
sebagai sumber informasi yang dicari (Sugiyono, 2014).Data primer pada
penelitian ini meliputi : karakteristik responden atau demografi, pengetahuan
lansia, dan kualitas hidup.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung dari objek penelitian
(Sugiyono, 2014). Data sekunder pada penelitian ini adalah data yang
didapatakan dari Dinas Kesehatan Bantul dan Data sekunder pada penelitian
ini meliputi data jumlah lansia di kecamatan Sanden, Bantul Yogyakarta
36

H. Instrument Penelitian
Alat ukur penelitian adalah instrument yang digunakan untuk mengumpulkan
data (Notoatmodjo, 2014). Peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui
hubungan interaksi social dengan kualitas hidup lansia.
1. Kuesioner tentang interaksi social
Interaksi social diukur menggunakan instrument dari Rantepadang (2012),
dengan skala likert (ordinal) yang terdiri dari 15 pertanyaan. Instrument sudah
dilakukan uji validitas oleh peneliti sebelumnya dengan hasil validitas
menunjukan bahwa semua pertanyaan valid, karena semua nilai korelasi positif
melalui uji pearson product moment correlation dan mempunyai nilai reabilitas
instrument interaksi social dengan nilai alfa 0,6820. Kuesioner interaksi sosial
terdapat pilihan jawaban yang selalu (5), sering (4), kadang-kadang (3), jarang
(2), tidak pernah (1), dan subjek penelitian hanya diminta untuk memilih
pertanyaan dari empat alternative yang disediakan. Kemudian setiap score nilai
yang dapatkan akan dijumlahkan, dengan skala yang digunakan adalah skala
likert (ordinal), hasil akan di kategorikan menjadi 3 kuesioner menurut
Rantepadang (2012):
a. < 60% = interaksi social kurang
b. 60-75% = interaksi social sedang
c. 75-100% = interaksi social baik

2. Kuesioner tentang kualitas hidup


Kuesioner tentang kualitas hidup lansia yaitu di adopsi dari Murwani, A
(2019) kuesioner yang digunakan yaitu dengan Healt Realted Quality of Life
(HRQoL). Jumlah Pertanyaan 11 item dengan pernyataan 36 dengan memberikan
tanda centang ( √ ) pada pertanyaan yang ada sesuai dengan apa yang diketahui
responden. Pertanyaan menggunakan skala likert dengan menggunakan skala
pengukuran ordinal yaitu dengan menggunakan dan mengkategorikan jenjang
peringkat dalam penelitian dengan menggunakan presentase dengan hasilnya
dikategorikan menjadi 3 kategori, menurut (Nursalam, 2017):
a. Tingkat kualitas hidup buruk : 67-100%
37

b. Tingkat kualitas hidup cukup : 33-66%


c. Tingkat kualitas hidup baik : 0-32%
Rumus yang digunakan untuk mengukur presentase dari jawaban yang di dapat
dari kuesioner yaitu :
Presentase = jumlah nilai yang di dapat x 100%
jumlah nilai tertinggi x jumlah pertanyaan
I. Validitas dan Rehabilitas
1. Uji validitas
Uji validitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrument (Nursalam, 2017). Keputusan uji dalam kriteria uji validas apabila r
hitung > r tabel dengan α = 5%. Nilai r hitung > r tabel yaitu 0,361 maka butir
tersebut valid atau shahih karena menunjukan adanya korelasi skor item dengan
jumlah skor total. Apabila sebaliknya r hitung < r tabel maka butir tersebut tidak
valid atau gugur.
a. Kuesioner Interaksi Sosial
Kuesioner interaksi sosial sudah dilakukan uji validitas oleh (Oktavianti, A.
2020), pengujian validitas interaksi sosial didapatkan hasil koefisien korelasi
item berkisar antara 0.285-0,658 dan disimpulkan kuesioner ini sudah valid.
b. Kuesioner Kualitas Hidup
Kuesioner kualitas hidup sudah dilakukan uji validitas oleh (Murwani.A,
2019), pengujian validitas kualitas hidup didapatkan hasil angka koefisien
korelasi sistem total berkisar antara 0.883-0.897 dan dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila
fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu
yang berlainan (Nursalam, 2017). Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hasil
pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran
38

dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur
yang sama (Notoatmodjo, 2014).
a. Kuesioner Interaksi Sosial
Uji reabilitas yang dilakukan oleh (Oktavianti, A. 2020), memiliki nilai
Alpha Cronboch sebesar 0.80 dimana α > 0,7 sehingga instrumen ini sudah
reliabel.
b. Kuesioner Kualitas Hidup
Kuesioner kualitas hidup dalam penelitian (Murwani.A,Dkk.,2019) telah
diuji reabilitas di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo dengan hasil uji
reabilitas (0,939) dan dinyatakan reliabel.
J. Pengelolahan dan Metode Analisis Data
1. Teknik pengelolahan data
Penelitian ini menggunakan teknik statistic dalam mengolah data hasil
penelitian, yaitu teknik pengolahan data yang digunakan dalam mengolah data
kuantitatif. Pengolahan data ini dapat dilakukan dengan tangan (manual) ataupun
dengan bantuan alat computer. Adapun tahap-tahap dari proses pengolahan data
menurut (Notoatmodjo, 2014),sebagai berikut :
a. Editing
Hasil wawancara atau angket yang diperoleh dari responden melalui
kuesioner diedit terlebih dahulu, untuk melihat adanya data atau informasi
yang belum lengkap. Setelah kuesioner diisi oleh responden, maka peneliti
mengkoreksi kembali kuesioner tersebut. Jika terdapat item yang belum
terisi, maka peneliti meminta kerjasama antara pengajar dan responden untuk
mengisi dengan lengkap.
b. Coding
Coding merupakan pemberian tanda atau mengklarifikasikan jawaban-
jawaban dari para responden ke dalam kategori tertentu. Kegiatan mengubah
data huruf menjadi data angka sehingga mudah dalam menganalisa
(Notoatmodjo, 2014).
Pengkodean pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1) Untuk variabel interaksi sosial :
39

1 = <60% interaksi sosial kurang


2 = 60-75% interaksi sosial sedang
3 = 75-100% interaksi sosial baik
2) Untuk variabel kualitas hidup :
1 = kualitas hidup baik
2 = kualitas hidup cukup
3 = kualitas hidup buruk
3) Jenis kelamin :
1 = Laki-laki
2 = Perempuan
4) Usia :
1 = 60-64 tahun
2 = 65-79 tahun
3 = 70-75 tahun
5) Pendidikan :
1 = tidak sekolah
2 = SD
3 = SLTP/SLTA
6) Agama :
1 = islam
2 = katolik

c. Memasukkan data (data entry) atau processing


Mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak pada lembar kode sesuai dengan
jawaban masing-masing pertanyaan dan memasukkan kedalam program
computer. Tahap ini dilakukan setelah data diubah dalam bentuk “kode”
(angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program SPSS 23.0 (statistical
product and service) atau “software” computer.
d. Pembersihan data (cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
40

adanya kesalahn kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian


dilakukan perbaikan atau koreksi.
2. Metode Analisis Data
a. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung
dari jenis datanya. Untuk data numeric digunakan nilai mean atau rata-rata,
median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel
(Notoatmodjo, 2014). Nama (inisial), usia, jenis kelamin, pendidikan, agama.
b. Analisis bivariate
Analisis bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2014). Data yang akan
digunakan berskala ordinal-ordinal, maka uji statistic yang akan digunakan
adalah dengan rumus korelasi kendall-Tau (π) menurut (Nursalam, 2011)
sebagai berikut :

r=
∑ A−∑ B
N ( N−1 )
2
Keterangan :
π: koefisien korelasi kendal tau (-1 < 0 < 1)
∑A: jumlah rangking atas
∑B: jumlah rangking bawah
N : jumlah anggota sampel
K. Jalannya Penelitian
Setelah judul diterima oleh bagian Research Departemen STIKes Surya Global
Yogyakarta, ada beberapa tahapan yangdilakukan selama penelitian, yaitu :
1. Tahap persiapan
a. Mempersiapkan materi dan konsep yang mendukung penelitian
b. Menyusun latar belakang masalah penelitian.
c. Melakukan permintaan dan pengambilan data di Dinas Kesehatan Bantul.
41

d. Pengurusan surat izin studi pendahuluan


e. Menyusun proposal penelitian yang sebelumnya dikonsultasikan kepada
dosen pembimbing, kemudian dilanjutkan dengan pencarian data sekunder
f. Melaksanakan ujian proposal
g. Melaksanakan revisi proposal penelitian yang kemudian dikonsultasikan
dengan dosen pembimbing Melakukan permohonan izin penelitian kepada
pihak akademik kampus STIKes Surya Global Yogyakarta.
2. Tahap pelaksanaan
a. Pada saat penelitian dibantu oleh 3 orang asisten penelitian yang sebelumnya
telah melakukan persamaan persepsi mengenai penelitian yang berlangsung
b. Meminta izin kepada kepala dukuh kelurahan Gadingsari untuk melakukan
penelitian yang akan dilakukan pada bulan Maret
c. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, dan menjelaskan cara
pengisian kuesioner serta meminta responden untuk mengisinya dengan
lengkap dan jujur, jika ada pertanyaan yang tidak dipahami maka responden
dapat bertanya langsung.
d. Pada penelitian ini tidak ada pemaksaan untuk menjadi responden
e. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti meminta persetujuan untuk menjadi
responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed concent)
f. Menjaga protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan, dan
menjaga jarak.
g. Peneliti membagikan kuesioner
h. Peneliti memantau responden dalam pengisian kuesioner, jika pengisian
kuesioner belum lengkap maka peneliti meminta responden untuk
melengkapinya.
3. Tahap akhir
a. Melakukan pengecekan data (editing)
b. Data yang sudah lengkap diseleksi, kemudian diolah menggunakan bantuan
computer meliputi tahap coding dan tabulating
c. Data yang telah diolah, kemudian dianalisis hasilnya yang meliputi analisis
univariat dan bivariate
42

d. Membuat laporan hasil penelitian


e. Seminar hasil penelitian
f. Pengumpulan skripsi
L. Etika Penelitian
Kode etik penelitian merupakan suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek
penelitian), dan masyarakat yang akan memperoleh hasil penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2014). Pada penelitian ini, uji etik dilakukan di STIKes Surya Global
Yogyakarta dengan No.1.04/KEPK/SSG/III/2022. Secara garis besar ada empat
prinsip yang dipegang untuk menjamin hak-hak manusia sebagai responden, yaitu
sebagai berikut :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Sebelum membagikan kuesioner, peneliti memberikan informasi dan
penjelasan kepada responden lansia. Informasi yang disampaikan mengenai
tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui hubungan interaksi social dengan
kualitas hidup, peneliti mempersiapkan formulir persetujuan antara peneliti
dengan responden (inform concent) dan kuesioner yang harus diisi oleh
responden. Apabila responden setuju, maka responden mengisi lembar (inform
concent)
Yang sudah disiapkan oleh peneliti. Apabila responden merasa tidak bersedia
dan tidak nyaman, maka peneliti harus menghormati hak responden yang tidak
ingin berpartisipasi dalam penelitian.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and
confidentiality)
Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
melainkan hanya mencantumkan kode atau inisial pada lembar pengumpulan
data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)
Selama penelitian berlangsung, peneliti memperlakukan semua responden
sama tanpa adanya keberpihakan satu sama lain. Selain itu peneliti
43

menyampaikan keterkaitan berjalannya penelitian maupun kerahasiaan


data/informasi yang didapatkan oleh peneliti
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms
and benefits)
Penelitian yang dilakukan,telah dipertimbangkan terlebih dahulu terkait
manfaat yang diharapkan bisa diberikan kepada pihak-pihak yang terkait juga
beberapa kemungkinan yang terjadi bila adanya ketidaksesuaian dengan apa yang
telah direncanakan.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Demografi
1. Kecamatan Sanden
a. Profil
Kecamatan Sanden berada di sebelah Barat Daya Ibukota Kabupaten
Bantul, dengan luas wilayah 2.315,9490 ha .Bagian selatan berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia di sebalah selatan, sebelah timur
44

berbatasan dengan Kecamatan Kretek, sebelah barat berbatasan dengan


Kecamatan Srandakan dan sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan
Pandak.
Kondisi alam Kecamatan Sanden pada umumnya berupa dataran
rendah dengan tinggi dari permukaan laut 4 - 10 meter. Sebagian besar
areanya berupa sawah, kebun dan bagian selatan yang berbatasan dengan
Samudera Hindia berupa pasir. Kecamatan Sanden terdiri dari 4 desa yaitu :
Gadingsari, Murtigading, Gadingharjo dan Srigading.
b. Aspek Geografi
Wilayah Kecamatan Sanden berbatasan dengan :
1) Utara : Kecamatan Pandak
2) Timur : kecamatan Kretek
3) Selatan : Samudera Indonesia
4) Barat : Kecamatan Srandakan
Kecamatan Sanden berada di dataran rendah. Ibukota Kecamatanya berada
pada ketinggian 10 meter diatas permukaan laut. Jarak Ibukota Kecamatan ke
pusat pemerintahan Kabupaten Bantul adalah 15 Km. bentang wilayah di
Kecamatan Sanden 100% berupa daerah yang datar sampai berombak.
c. Aspek Demografi
1) Jumlah penduduk : 33.968 jiwa
Jumlah laki-laki : 16.445 jiwa
Jumlah perempuan : 17.523 jiwa
Jumlah KK : 8.739 KK
Kepadatan penduduk : 1.441 jiwa/Km²
2. Kelurahan Gadingsari
a. Batas Wilayah Kelurahan Gadingsari
1) Sebelah Utara dibatasi : Kecamatan Srandak dan kecamatan Pandak
2) Sebalah Timur dibatasi : Desa Murtigading, Desa Gadingharjo dan
Desa Srigading
3) Sebalah Selatan dibatasi : Samudera Hindia
4) Sebelah Barat : Kecamatan Srandakan
45

Berdasarkan data jumlah penduduk akhir bulan Desember 2021 berjumlah


5.033 jiwa, dan Kepala Keluarga sebanyak 1.642 KK. Dengan penduduk
laki-laki berjumlah 2.645 jiwa dan perempuan 2.388 jiwa.
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11-12 Maret 2022 bertempat di
Kelurahan Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Responden lansia berumur 60-75 tahun berjumlah 95 lansia.
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat ini ditujukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian :
a. Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11-12 Maret 2022 dengan
jumlah responden sebanyak 95 lanjut usia di Kelurahan Gadingsari
Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta. Responden diperoleh secara
purposive sampling. Karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia,
pendidikan, dan agama dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Lansia di


Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul
Yogyakarta
Karakteristik F %
Responden
Jenis Kelamin
Laki-laki 43 45.3
Perempuan 52 54.7
Usia
60-64 23 24.2
65-69 19 20.0
70-75 53 55.8
46

Pendidikan
Tidak Sekolah 3 3.2
SD 74 77.9
SLTP/SLTA 18 18.9
Agama
Islam 94 98.9
Katolik 1 1.1
Total 95 100.0

Sumber : Data Primer, 2022


Tabel 4.1 menunjukkan bahwa karakteristik responden lansia di
Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta mayoritas
berjenis kelamin perempuan sebanyak 52 responden (54.7%). Berdasrkan usia
sebagian besar usia 70-75 tahun sebanyak 53 responden (55.8%), berdasarkan
pendidikan sebagian besar tamatan SD berjumlah 74 responden (77.9%), dan
berdasarkan agama mayoritas beragama islam dengan jumlah 94 responden
(98.%).
b. Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden
Bantul Yogyakarta
Interaksi sosial responden diukur berdasarkan kuesioner kemudian di
kategorikan menjadi Baik (1), Sedang (2) dan Kurang (3), dapat dilihat pada
tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Interaksi Sosial di Kelurahan Gadingsari


Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta
Interaksi F %
Sosial
Kurang 18 18.9
Sedang 36 37.9
Baik 41 43.2
Total 95 100.0
Sumber : Data Primer, 2022
47

Tabel 4.2 menjelaskan bahwa dalam penelitian ini sebagian besar


responden memiliki interaksi sosial dalam kategori baik yaitu sebanyak 41
responden (43.2%)
c. Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden
Bantul Yogyakarta
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan hasil kategori
kualitas hidup lanjut usia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul
Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kualitas Hidup Lanjut Usia di Kelurahan
Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta
Kualitas Hidup F %
Baik 44 46.3
Cukup 40 42.1
Buruk 11 11.6
Total 95 100.0
Sumber : Data Primer, 2022
Dilihat dari tabel 4.3 terdapat sebanyak 44 responden (46.3%)
kualitas hidup dalam kategori baik, 40 responden (42.1%) kualitas hidup
dalam kategori cukup, dan 11 responden (11.6%) kualitas hidup dalam
kategori buruk. Hal ini membuktikan bahwa sebagaian besar responden
mengalami kualitas hidup baik.

2. Analisis Bivariat
a. Tabulasi silang interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di Kelurahan
Gadingsari Kecamatan Sanden bantul Yogyakarta
Tabel 4.4 Analisis Tabulasi Silang Interaksi Sosial dengan Kualitas
Hidup Lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul
Yogyakrta
Interaks Kualitas Hidup
i Sosial
Baik % Cukup % Buru % Tota %
k l
48

Baik 24 58. 16 39.0 1 24 41 100.0


5
Sedang 17 47. 16 44.4 3 8.3 36 100.0
2
Kurang 3 16. 8 44.4 7 38.9 18 100.0
7
Total 44 46. 40 42.1 11 11.6 95 100.0
3
Sumber : Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden dengan
interaksi sosial baik memiliki kualitas hidup baik berjumlah 24 responden
(58.5%), interaksi sosial sedang memiliki kualitas hidup baik berjumlah 17
responden (47.2%) dan interaksi sosial kurang memiliki kualitas hidup cukup
berjumlah 8 responden (44.4%).
b. Analisis statistik interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di Kelurahan
Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah secara statistik
terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup pada lansia
di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta. Kemudian
dilakukan uji statistik dengan SPSS versi 22 dengan uji Kendall’s Tau.
Tabel 4.5 Hasil Uji Kendall’s Tau untuk Interaksi Sosial dengan
Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan Gadingsari
KecamatanSanden Bantul Yogyakrta
Variabel Koefisien Nilai Sig Keterangan
Korelasi
Kendall’s Tau
Interaksi Sosial 0,324** 0,001 significant
Sumber : Hasil Analisis Komputer
Hasil korelasi Kendall’s Tau pada tabel 4.5 didapatkan data bahwa nilai sig.
0,001, hal ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak, dan untuk koefisiensi
korelasi sebesar 0,324** menunjukkan bahwa terdapat kekuatan hubungan
yang cukup antara interaksi sosial dengan kualitas hidup pada lansia dimana
semakin tinggi interaksi sosial maka kualitas hidup semakin baik.
C. Pembahasan
49

1. Interaksi Sosial pada Lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden


Bantul Yogyakarta
Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan pada tabel 4.2
menunjukkan bahwa responden memiliki interaksi sosial dalam kategori baik
berjumlah 41 responden (43.2%), interaksi sosial sedang berjumlah 36
responden (37.9%) dan interaksi sosial kurang berjumlah 18 responden
(18.9%). Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas lansia
memiliki interaksi sosial baik. Interaksi sosial yang baik menunjukkan
bahwa interaksi sosial dapat berdampak positif terhadap kualitas hidup
karena dengan adanya interaksi sosial maka lansia tidak merasakan kesepian,
oleh sebab itu interaksi sosial harus tetap dipertahankan dan dikembangkan
pada kelompok lansia (Murwani,2011).
Interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya
berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. Interaksi sosial sesuatu hal yang
sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup. Penelitian yang
dilakukan oleh (Pattikawa, 2019) tentang Role Of social Interaction On
Quality Of Life (Peran interaksi sosial pada kualitas hidup).
Hasil penelitian ( Enggartyas Nur Prasetia & kartinah, 2021) sejalan
dengan hasil penelitian ini, dimana dikatakan bahwa interaksi sosial lansia
dalam kategori baik sebanyak 63 responden (54.8%) dan memiliki kualitas
hidup baik sebesar 67 (58.3%). Interaksi sosial yang baik akan menghasilkan
kualitas hidup yang baik.
Sejalan dengan penelitian (Rantepadang,2012) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia karena
interaksi sosial yang baik akan menghasilkan kualitas hidup yang baik.
(Sanjaya dan Rusdi, 2017) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas
hidup lansia maka lansia harus memiliki interaksi sosial yang baik sehingga
lansia tidak merasa kesepian dalam hidupnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sebagian besar
lansia memiliki interaksi sosial baik sebanyak 24 responden (58.5%),
interaksi sosial sedang memiliki kualitas hidup baik berjumlah 17 responden
50

(47.2%) dan interaksi sosial kurang memiliki kualitas hidup cukup berjumlah
8 responden (44.4%). Hal ini menunjukkan bahwa lansia di kelurahan
Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakrta mayoritas memiliki
interaksi sosial yang baik.
Hasil analisis berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berusia 70-75 tahun sebanyak 53 responden (55.8%).
Responden yang berusia 60-64 tahun sebanyak 23 responden (24.2%),
responden yang berusia 65-69 tahun sebanyak 19 responde (20.0%).
Pertambahan usia lansia dapat menimbulkan berbagai masalah baik
secara fisik, mental, serta perubahan kondisi sosial yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peran-peran sosialnya. Selain itu, dapat
menurunkan derajat kesehatan, kehilangan pekerjaan dan dianggap sebagai
individu yang tidak mampu. Hal ini mengakibatkan lansia secara perlahan
menarik diri dari hubungan dengan masyarkat sekitar sehingga dapat
mempengaruhi interaksi sosial dan dapat mempengaruhi kualitas hidup
lansia. (Samper, Pinontoan, & Katuuk, 2017).
Hasil analisis berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden proporsi jenis kelamin perempuan 52 responden (54.7%)
dan laki-laki 43 responden (45.3%). Jenis kelamin merupakan faktor resiko
dalam mempengaruhi hubungan interaksi sosial. Perempuan lebih mudah
dalam bergaul atau lebih banyak memiliki kegiatan-kegiatan sosial
dimanapun mereka berada. Statistik di indonesia pun menyatakan bahwa
populasi lansia diatas 60 tahun didominasi oleh wanita (Badan Statistic,
2021). Hal ini juga sesuai dengan jumlah lansia di Yogyakarta dimana lansia
perempuan lebih banyak (69,7%) dibandingkan lansia laki-laki (63.8%).
Selanjutnya dari data jenis kelamin menunjukkan mayoritas yang
mengalami interaksi sosial yang baik berjenis kelamin perempuan sebanyak
78 orang. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa
perempuan lebih mudah dalam bergaul. Ini dikarenakan perempuan memiliki
hubungan sosial yang lebih luas dan lebih erat dengan lingkungan (Hayati
dan Huda, 2018).
51

Dilihat dari aspek pendidikan pada tabel 4.1 jenjang pendidikan


responden dalam penelitian ini yang tidak tamat SD sebanyak 3 responden
(3.2%), pendidikan SD sebanyak 74 responden (77.9%) dan pendidikan
SLTA/SLTP sebanyak 18 responden (18.9). Dari hasil penelitian ini sebagian
besar lanjut usia tamatan Sekolah Dasar, rendahnya tingkatan pendidikan
lanjut usia disebabkan karena belum ada sarana dan prasarana yang
mendukung serta pendidikan yang masih terbatas pada masa itu, kondisi ini
berbeda di zaman sekarang dimana pendidikan sudah jauh lebih baik.
2. Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden
Bantul Yogyakarta
Berdasarkan tabel 4.3 tentang kualitas hidup lanjut usia
menunjukkan sebanyak 44 responden (46.3%) kualitas hidup dalam kategori
baik, 40 responden (42.1%) kualitas hidup dalam kategori cukup, dan 11
responden (11.6%) kualitas hidup dalam kategori buruk. Hal ini
membuktikan bahwa sebagaian besar responden mengalami kualitas hidup
baik.
Diketahui bahwa lansia memiliki kualitas hidup baik didasarkan oleh
lansia menerima hidupnya dengan penuh syukur, lansia merasa puas
terhadap kondisi tempat tinggalnya dan terhadap dirinya sendiri serta
menerima penampilan tubuhnya. Lansia memiliki transportasi yang
digunakan untuk beraktivitas, adanya dukungan keluarga untuk tetap
menjalani hidup dengan semangat, memiliki cukup uang untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan memiliki tenaga yang cukup untuk beraktivitas
sehari-hari.
Lansia dengan penyakit kronis sering mengalami penurunan
kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang menyebabkan
ketakutan, ansietas, kesedihan. Ketergantungan pada orang lain untuk
mendapatkan perawatan diri secara terus menerus dapat menimbulkan
perasaan tidak berdaya. Sehingga menimbulkan rasa kehilangan tujuan
dalam hidup yang mempengaruhi kekuatan dari dalam yang diperlukan untuk
52

menghadapi perubahan fungsi yang dialami (Potter dan Perry, 2009 dalam
andesty et al.,2018).
Kualitas hidup merupakan persepsi individu sesuai dengan posisinya
saat ini, baik dalam konteks budaya, sistem nilai yang berkembang
berhubungan pada tujuan pengharapan standar, perhatian yang aspeknya
meliputi fisik, psikologis, sosial, dari bidang kesehatan yang dipengaruhi
oleh pengalaman pribadi seseorang, kepercayaan harapan serta persepsi
sehubungan dengan penyakit tertentu dan pengobatan. Kualitas hidup yang
optimal atau Optimum aging sebagai kondisi fungsional lansia berada pada
kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka bisa
menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna, dan
berkualitas yang berkaitan dengan lingkungan tempat individu tersebut
tinggal (Ratnawati, Wahyudi dan Zetira, 2019).
Hasil analisis berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagaian
besar responden memiliki umur lanjut usia, rentang umur 60-64 tahun yaitu
sebanyak 23 responden (24..2%), rentang umur 65-69 tahun sebanyak 19
responden (20.0%), dan rentang umur 70-75 yaitu sebanyak 53 responden
(55.8%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan rentang
70-75 tahun yang berjumlah 53 responden. Hasil analisis tabel 4.1
menunjukkan bahwa sebagian besar responden proporsi jenis kelamin
perempuan 52 responden (54.7%) dan laki-laki 43 responden (45.3%).
Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada lansia yaitu gender, usia,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan hubungan dengan orang lain.
Dilihat dari aspek pendidikan pada tabel 4.1 jenjang pendidikan
responden dalam penelitian ini yang tidak tamat SD sebanyak 3 responden
(3.2%), pendidikan SD sebanyak 74 responden (77.9%) dan pendidikan
SLTA/SLTP sebanyak 18 responden (18.9). Hal ini membuktikan bahwa
seseorang yang berpendidikan dapat memahami informasi dengan lebih baik
terhadap penjelasan yang diberikan. Makin tinggi pendidikan, maka semakin
mudah pula seseorang mendapatkan pengetahuan karena tingkat pendidikan
53

akan mempengaruhi seseorang untuk menerima ide dan teknologi atau


informasi baru (Meliano, 2007 dalam Yulianti, 2014).
Dilihat dari karakteristik agama, sebanyak 94 responden (98.9%)
beragama Islam dan 1 responden (1.1%) beragama Katolik. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden beragama Islam. Semakin tinggi
tingkat kesejahteraan seseorang akan menunjukkan semakin besar kualitas
hidupnya sehingga tingkat spiritualitas mempengaruhi kualitas hidup
seseorang.
3. Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup Lansia di
Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta
Berdasarkan tabel 4.4 tentang hubungan antara interaksi sosial
dengan kualitas hidup lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden
Bantul Yogyakrta menunjukkan bahwa responden dengan interaksi sosial
baik memiliki kualitas hidup baik berjumlah 24 responden (58.5%), interaksi
sosial sedang memiliki kualitas hidup baik berjumlah 17 responden (47.2%)
dan interaksi sosial kurang memiliki kualitas hidup cukup berjumlah 8
responden (44.4%).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 95 lansia di
Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul Yogyakarta menunjukkan
hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan
kualitas hidup lanjut usia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul
Yogyakarta, dengan nilai koefisien sebesar 0,324 dan nilai signifikan sebesar
0,001. Hal ini berarti bahwa semakin baik interaksi sosial maka kualitas
hidup semakin baik, begitu pula sebaliknya semakin kurang interaksi sosial
maka kualitas hidup lanjut usia semakin buruk.

Lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul memiliki


interaksi sosial yang cenderung cukup baik meskipun lansia sudah hampir
dua tahun tidak berkumpul dengan masyarakat atau teman sebaya
dikarenakan wabah covid-19 sehingga mengharuskan lansia dan masyarakat
untuk mematuhi protokol kesehatan salah satunya yaitu social distancing,
54

namun demikian lansia masih aktif berinteraksi dengan anggota keluarga


yang tinggal serumah dengan lansia.
Interaksi sosial yang tinggi cenderung memiliki kualitas hidup
tinggi, hal ini dapat disebabkan karena dengan adanya interaksi sosial tinggi
secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap pengetahuan atau
informasi yang didapatkan. Interaksi sosial dapat berdampak positif terhadap
kualitas hidup karena dengan adanya interaksi sosial maka lansia tidak
kesepian, oleh sebab itu interksi sosial harus tetap dipertahankan dan di
kembangkan pada kelompok lansia (Noorkasiani, 2009).
Interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya berdasarkan kemampuannya dalam bersosialisasi. Interaksi sosial
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup.
Interaksi sosial yang menurun pada lansia dapat menimbulkan perasaan
terasing, sehingga lansia terasing dan mengalami isolasi sosial dengan lansia,
merasa terasing dan akhirnya tertekan, selanjutnya hal ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup lansia (Andreas,2012).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Samper dkk (2017),
bahwa interaksi sosial mempunyai hubungan yang positif dengan kualitas
hidup lansia di BPLU Senja Cerah Sulawesi Utara. Penelitian lain oleh
Andesty dan Syahrul (2018), mendapatakan hasil bahwa terdapat hubungan
antara interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di UPTD Griya Werdha
Surbaya.
Interaksi sosial yang baik memungkinkan lansia untuk mendapatkan
perasaan memiliki suatu kelompok sehingga dapat berbagi cerita, berbagi
minat, berbagi perhatian dan dapat melakukan aktivitas secara bersama-sama
yang kreatif dan inovatif. Lansia dapat berkumpul bersama orang seusianya
sehingga mereka dapat saling menyemangati dan berbagi mengenai
masalahnya (Sianipar, 2013).
Menurut (Fitria,2011) umumnya lansia mengalami penurunan dalam
melakukan interaksi sosial. Semakin bertambah usia menyebabkan
penurunan interaksi sosial sehingga lansia akan merasakan kesulitan dalam
55

bersosialisai searah dengan pertambahan usia, lanjut usia akan mengalami


penurunan/degeneratif baik dari segi fisik maupun segi mental.
Widodo, Nurhamidi dan Agustina, (2016) berpendapat bahwa setiap
individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-
masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya.
Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya,
tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula
kualitas hidupnya.
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti telah mengupayakan semaksimal
mungkin dalam pelaksanaan penelitian ini, namun tidak dapat dipungkiri bila
terdapat keterbatasan dan hambatan yang mungkin hanya dapat diminimalisir
diantaranya sebagai berikut :
1. Saat melakukan penelitian merasa kesulitan untuk menjelaskan ke lansia terkait
pernyataan yang ada di kuesioner, karena sebagian lansia tidak paham dengan
bahasa indonesia. Serta lansia kebanyakn tidak bisa membaca dikarnakan
pengelihatannya yang sudah mulai menurun, sehingga peneliti membacakan satu
persatu ke lansia.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
56

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 11-12 Maret
2022 dengan jumlah 95 responden di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden
Bantul Yogyakarta, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Interaksi sosial pada lanjut usia dalam kategori baik yaitu dengan jumlah 41
responden (43.2%), kategori sedang dengan jumlah 36 responden (37.9%),
kategori kurang berjumlah 18 responden (18.9%).
2. Kualitas hidup lanjut usia kategori baik yaitu dengan jumlah 44 responden
(46.3%), kategori cukup dengan jumlah 40 responden (42.1%), dan kategori
buruk berjumlah 11 responden (11.6%)
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan kualitas hidup
lanjut usia dengan nilai koefisien korelasi Kendall’s Tau 0.324 dan nilai
signifikan 0.001.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan untuk pengembangan keperawatan ada
beberapa hal yang peneliti harapkan :
1. Teoritis
a. Keperawatan Gerontik
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan berkaitan
dengan pemberdayaan lansia yaitu suatu strategis membawa masyarakat
dalam kehidupan sejahtera secara adil dan merata yang berhubungan dengan
kualitas hidup lansia, sehingga dapat dijadikan sumber informasi yang
bermanfaat dibidang ilmu keperawatan gerontik.
b. Bagi Mahasiswa STIKes Surya Global
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa,
menambah bahan bacaan, referensi dan masukan bagi mahasiswa STIKes
Surya Global Yogyakarta untuk melakukan penelitian selanjutnya.

2. Praktis
a. Bagi lansia di Kelurahan Gadingsari Kecamatan Sanden Bantul yogyakarta
57

Memberikan informasi dan pengetahuan pada lansia mengenai interaksi


sosial dengan kualitas hidup lansia, sehingga lansia dapat mengatasi
masalah-masalah yang terjadi pada dirinya sendiri.
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan interaksi sosial pada lansia dan
membawa lansia kedalam kualitas hidup sehat dengan baik.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi peneliti
lain yang akan melakukan penelitian, khususnya penelitian yang mengambil
tema serupa yaitu Hubungan Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup lansia.

Anda mungkin juga menyukai