Anda di halaman 1dari 35

UPAYA PENEGAKAN HUKUM TIDAK HADIR TANPA IJIN DALAM WAKTU

DAMAI

ODITURAT MILITER II-08 BANDUNG

Laporan Magang

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan studi

pada Program Studi Ilmu Hukum (S1)

Disusun oleh:

Muhammad Fikri

NIM : 6311191015

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI – BANDUNG

2022
LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA PENEGAKAN HUKUM TIDAK HADIR TANPA IJIN DALAM WAKTU


DAMAI

ODITURAT MILITER II-08 BANDUNG

Penyusun

(ttd)

Muhammad Fikri

NIM : 6311191015

Disetujui Pembimbing

Bandung, ____________ 2022

Dosen Pembimbing,

(ttd)

Indah Dwiprigitaningtias ,S.H., M.H.

NID. 412185285

Mengetahui dan Mengesahkan

Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Aliesa Amanita,S.H., M.Kn.

NID :
SURAT PERNYATAAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, dengan ini menyatakan:


- bahwa naskah Laporan Magang ini bukan merupakan hasil plagiarisme, menjiplak,
meniru dan menyadur hasil karya orang lain, melainkan merupakan hasil karya asli
atau original penulis.
- Bahwa, naskah Laporan Magang ini bukan hasil karya yang dibuatkan oleh orang
lain, melainkan hasil karya penulis sendiri dan merupakan hasil kerja otak dan
pikiran murni dari penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sadar, tanpa paksaan, sesuai dengan
kenyataan yang sesungguhnya dan sebenar-benarnya. Apabila dikemudian hari terdapat
pihak-pihak di tengah masyarakat akademik yang mempersoalkan naskah Laporan
Magang saya, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan aturan
akademik dan etika ilmiah yang berlaku di lingkungan perguruan tinggi.

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Penulis,

(ttd)
(ttd)
Aliesa Amanita,S.H.,M.Kn. Muhammad Fikri
NID :.......................... NIM : 6311191015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
bimbingan dan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan laporan magang saya. Laporan
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan syarat kelulusan mahasiswa hukum
(S1). Praktek ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui bahwa proses hukum tidak
hadir tanpa izin dari anggota TNI dan saya berharap praktek ini akan banyak manfaat bagi
saya sebagai mahasiswa dan pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang terkait dengan praktik yang telah memberikan dukungan moral dan bimbingan
kepada kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D selaku Rektor Umum Universitas Achmad
Yani

2. Aliesa Amanita, S.H., M.Kn. sebagai ketua program studi Ilmu Hukum

3. Indah Dwiprigitaningtias, S.H., M.H. sebagai pengawas

4. Kolonel Korps Marinir (KH) Marimin, S.H., M.M., MH selaku Pangdam II-08 Bandung

5. Kapten Lisma, S.H. yang telah membimbing kami selama magang di Oditurat Militer II-08
Bandung

5. Staf Oditurat TNI II-08 Bandung

6. Orang tua dan teman-teman yang mendukung proses latihan sampai akhir.

Struktur laporan magang ini telah disusun dengan baik, namun tentunya masih banyak
kekurangan. Jadi jika ada kritik atau saran yang membangun bagi penulis, penulis akan
dengan senang hati menerimanya.

Bandung, 05 Juni 2022

Muhammad Fikri
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 TUJUAN PENELITIAN

1.3 MANFAAT PENELITIAN

1.4. METODE PENELITIAN

PROFIL ODITURAT MILITER II-08 BANDUNG

2.1. PROFIL ODITURAT MILITER II-08 BANDUNG

2.2HAL YANG DIPELAJARI DI ODITURAT MILITER 02 BANDUNG

(PENJELASAN KASUSNYA)

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

5.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Indonesia

merupakan negara kepulauan yang wilayahnya berdasarkan hukum. Indonesia sendiri

bertumpu pada sistem pertahanan global, di mana sistem pertahanan global, yang terdiri

dari seluruh rakyat (sumber daya manusia), tanah provinsi, dan sumber daya nasional

lainnya, serta didukung dukungan pemerintah, disiapkan dan dilaksanakan secara holistik,

terpadu, terkendali. tata krama. dan metode pengendalian. solusi berkelanjutan. dan

berkelanjutan untuk melindungi kedaulatan negara, melindungi keutuhan wilayah dan

melindungi seluruh warga negara.

TNI dalam hal ini adalah garda terdepan untuk mengatasi rintangan, kesulitan,

ancaman dan gangguan, untuk menciptakan dan memelihara kekuatan keamanan,

diperlukan angkatan bersenjata yang kuat untuk mengatasi segala rintangan HTAG

rintangan (hambatan, kesulitan, ancaman, gangguan). Itu datang dari dalam dan luar.

Angkatan bersenjata Indonesia meliputi angkatan darat, angkatan laut dan angkatan

udara.1

Menurut Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia No. 34 Tahun 2004, TNI dibagi

menjadi 3 dimensi, yaitu TNI-AD, TNI-AU dan TNI-AU, Standar atau aturan yang ketat

bagi anggota militer diperlukan untuk mencegah personel militer melanggar perlindungan

nama baik TNI. Standar tersebut lebih kuat dan lebih sulit daripada standar hukum di

publik non-militer lainnya. Standar yang tercantum di sini dalam bentuk hukum disiplin

militer dan hukum pidana militer Peraturan yang mengikat tentara KUHP dan KUHP

1
Rizki Oktaphiady,Proses Penyidikan Tindak Pidana Militer Terhadap Anggota TNI yang Tidak Hadir Dalam
Tugas di POMDAM II/Sriwijaya, (Palembang,2021).Hlm 5-6.
untuk mengatur perilaku anggota militer untuk anggota yang melanggar akan dikenakan

hukum yang lebih ketat dari sipil

THTI adalah ketidakhadiran seorang anggota militer tanpa izin atasan langsungnya

pada tempat dan waktu yang telah ditentukan oleh dinas, jika ketidakhadiran itu

berlangsung sekurang-kurangnya satu hari atau 24 jam dalam waktu damai dan tidak

lebih dari 30 hari. Tindak pidana THTI merupakan tindak pidana yang dilakukan secara

khusus oleh oknum militer karena melawan hukum dan melawan hukum khususnya

hukum pidana militer. THTI telah diatur dalam Pasal 86 KUHPM, khususnya: pertama,

ancaman karena THTI, kepada militer:

(a). Dengan batas atas pidana penjara selama satu tahun empat bulan, jika ketidakhadiran

dalam waktu damai paling sedikit satu hari dan tidak lebih dari tiga puluh hari.

(b). Dengan hukuman penjara tidak lebih dari dua tahun delapan bulan, jika

ketidakhadiran selama perang tidak melebihi empat hari.

Jika ia memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26

Tahun 1997, ia dapat dipidana dengan hukum pidana, selama ketidakhadirannya tidak

lebih dari 30 hari dan tidak ada hal-hal yang memberatkan. Jika hal-hal yang

memberatkan sebagaimana dimaksud dalam 88 KUHP, perbuatan itu tidak dapat

diselesaikan dengan hukum pidana. Hal-hal yang memberatkan, yang diatur dalam 88

KUHP:

1) Ancaman pidana maksimum yang diatur dalam Pasal 86 dan 87 KUHP adalah dua kali

lipat:

1. Jika pada saat melakukan kejahatan itu, tidak lebih dari lima tahun telah berlalu sejak

pelaku menjalani seluruh atau sebagian dari hukuman yang dijatuhkan kepadanya dengan

keputusan, karena desersi atau ketidakhadiran dengan sengaja tanpa izin, atau sejak
hukuman itu dijatuhkan. batal sama sekali baginya, atau jika perbuatan itu tidak

menghilangkan hak untuk melakukan kejahatan itu.

2. Jika dua orang atau lebih, masing-masing secara terpisah, dalam melakukan salah satu

kejahatan yang disebutkan dalam pasal 86 dan 87, pergi bersama-sama atau sebagai

kelanjutan dari persekongkolan jahat.

3. Jika pelakunya adalah seorang komandan militer.

4. Ketika dia melakukan kejahatan, dia sedang bertugas.

5. Ketika dia berangkat atau meninggalkan negara itu.

6. Jika dia melakukan pelanggaran dengan menggunakan kapal angkatan laut, pesawat

udara atau kendaraan angkatan bersenjata.

7. Pada saat melakukan tindak pidana dengan membawa binatang yang digunakan untuk

keperluan angkatan bersenjata, senjata atau amunisi;

2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 atau Pasal 87, tindak pidana

desersi dalam keadaan damai disertai dua keadaan atau lebih pada ayat (1) angka 1

sampai dengan 7, maka pidana maksimum yang diatur dalam ayat ini ditambah.

setengahnya.2

Perbuatan seorang anggota militer di bidang hukum dan disiplin, seorang komandan

kesatuan memiliki dua fungsi pokok atau utama yaitu :

1. Sebagai atasan yang berhak menghukum (ANKUM)

2. Perwira Penyerah Perkara (PAPERA)

Sebagai komandan satuan militer, ia dapat membawa kasus hukum ke pengadilan

militer yang melibatkan anggota yang melakukan kejahatan atau pelanggaran serius

disiplin militer, dengan Polisi Militer menangani keamanan. Di sisi lain, sebagai

2
Rizki Oktaphiady,Proses Penyidikan Tindak Pidana Militer Terhadap Anggota TNI yang Tidak Hadir Dalam
Tugas di POMDAM II/Sriwijaya, (Palembang,2021).Hlm 5-6.
ANKUM, komandan unit hanya memiliki tugas yang akan dia lakukan di unit dan

keamanannya dijamin oleh layanan polisi militer. 3

Oleh karena itu berdasarkan uraian latar belakang diatas maka menarik kesimpulan

seorang tentara nasional atau anggota militer yang terikat hukum dinas yang terlibat

dalam kasus Tidak Hadir Tanpa Ijin dimasa damai (tidak terjadi perang ) menjadi

permasalahan utama karena yang dimana anggota militer tesebut telah melanggar dari

pasal 86 KUHPM , Sehingga permasalahan ini mendorong penulis untuk membuat

analisis dengan judul “UPAYA PENEGAKAN HUKUM TIDAK HADIR TANPA

IJIN DALAM WAKTU DAMAI di ODITURAT MILITER II-08 BANDUNG .”

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana implementasi KUHPM terhadap anggota milliter yang tidak hadir tanpa

ijin?

2. Apa saja Faktor penyebab dan upaya penanggulangan tindak pidana THTI dalam
waktu damai ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu :

1. Untuk mengetahui implementasi KUHPM terhadap anggota militer yang tidak hadir

tanpa ijin

2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana THTI dalam waktu damai
1.4 Manfaat

1. Bagi penulis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan peningkatkan

penngalaman,pengetahuan dan pembelajaran pada penelitian berikutnya

3
R. Sianturi, 2004, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Cet.2, Alumni Ahaem-petehaem, Jakarta, hlm.18.
khususnya pada penelitian mengenai implementasi masalah-masalah yang terkait

dengan upaya penegakan hukum tidak hadir tanpa ijin.

2. Bagi Instansi

Diharapkan memberikan gambaran yang berguna bagi pengembangan dan

penelitian secara lebih jauh terhadap ilmu hukum yang berkaitan dengan upaya

penegakan hukum tidak hadir tanpa ijin yang dilakukan oleh militer

3. Bagi Masyarakat

Bagi Masyarakat dan anggota militer baik semua matra Tentara Nasional

Indonesia yang mana diharapkan penelitian ini memberi dampak positif dan

anggota militer lebih paham mengenai apa saja yang dilanggar dan diatur oleh

peraturan baik KUHPM dan KUHP

1.5 Metode Penelitian

A. Metode Pendekatan

Penulis melakukan penelitian ini menggunakan pendekatan,yaitu :

1. Yuridis Normatif adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta

norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, bahan tersebut

adalah hukum utama dengan cara meneelah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas

hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian

ini

B. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian ini dilakukan

dengan cara mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan peraturan perundang-

undangan dan bertujuan untuk memberikan gambaran tentang objek yang bermasalah
dalam penelitian. Data diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi, analisis,

catatan lapangan, disusun oleh peneliti di lokasi penelitian, bukan berupa angka-angka

C. Tahap Penelitian

Tahap penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan

mengumpulkan data dari kepustakaan,seperti buku,peraturan perundang

undangan,lalu mengidentifikasi data yang didapatkan dari buku,peraturan

perundang undangan, serta putusan pengadilan, dan mengutuip dari sumber

sumber ataupun data tersebut

2. Penelitian Lapangan

Untuk mendukung data kepustakaan peneliti juga akan melakukan tahap

penelitian lapangan akan melakukan tahap penelitian lapangan yang dilakukan di

Oditurat Militer II-08 Bandung

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Dokumen

Studi dokumen (study of document) digunakan untuk mengumpulkan data sekunder.

Cara ini merupakan konsekuensi dari penelitian normatifkepustakaan yang

berdasarkan data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang

sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku,

sampai pada dokumen- dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah. Adapun data

sckunder tersebut memiliki ciri-ciri umum, sebagai berikut: data sckunder pada

umumnya ada dalam keadaan siap terbuat (readymade); bentuk maupun isi data
sekunder telah dibentuk dan diisi oleh penelitipeneliti terdahulu; dan data sekunder

dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat.4

2. Studi Lapangan

Studi Lapangan ( study of field ) idefinisikan sebagai metode kualitatif dari

pengumpulan data yang bertujuan untuk mengamat lingkungan disekitar penelitian

yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung pada objek yang diteliti

untuk memperoleh data primer. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

a. Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematika terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala pada objek

penelitian.

b. Wawancara merupakan suatu proses atau dialog secara lisan antara pewancara dan

responden dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh

peneliti.

c. Dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data yang dilakukan

dengan menganalisis isi dokumen yang berhubungan dengan masalah yang

diteliti. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah kegiatan analisis data yang telah diolah pada

uraian di atas. Menganalisis data tergantung pada sifat data yang dikumpulkan oleh

penulis. Analisis data yang diperoleh secara sistematis, selanjutnya dianalisis secara

normatif kualitatif, karena data yang diteliti sendiri merupakan bentuk penelitian yang

4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2009). Hlm. 13-14.
mengacu pada norma-norma hukum yang terkandung dalam berbagai peraturan

perundang-undangan, putusan pengadilan.

1.6 Tempat dan Waktu Magang

A. Tempat Pelaksanaan

Nama Instansi : Oditurat Militer II-08 Bandung

Alamat : Jl. L. L. R.E Martadinata No 59, Citarum , Kecamatan

Bandung Wetan, Kota Bandung , Jawa Barat

Telepon : (022) 4236201

B. Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksaan magang ini terhitung mulai tanggal 04 April 2022 sampai dengan

04 Mei 2022

BAB II

UPAYA PENEGAKAN HUKUM TIDAK HADIR TANPA IJIN DALAM WAKTU

DAMAI

ODITURAT MILITER II-08 BANDUNG

2.1. Profil Tempat Magang

A. Mengenal Oditurat Militer


Oditurat Militer II-08 Bandung merupakan Badan di lingkungan Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan negara di bidang

penuntutan dan penyidikan perkara pidana di lingkungan TNI, yang terdakwanya

prajurit TNI berpangkat Kapten ke bawah atau yang dipersamakan. Dan juga

berdasarkan pelimpahan dari Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Kekuasaan Oditurat Militer terdapat dalam Undang-Undang tentang peradilan militer

31 Tahun 1997 pada pasal 64 yang berbunyi :

B. Tiugas dan Wewenang

(1) Oditurat Militer mempunyai tugas dan wewenang:

i. Melakukan Penuntutan dalam perkara pidana yang terdakwanya

a. Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;

b. Mereka sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang

terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan” Kapten kebawah;

c. Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan

Militer;

ii. Melaksanakan penetapan Hakim atau putusan Pengadilan dalam lingkungan

peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan perdilan umum;

iii. Melakukan pemeriksaan tambahan.

(2) Selain mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Oditurat Militer dapat melakukan penyidikan.

Oditurat Militer II-08 Bandung berkedudukan di Ibu Kota daerah provinsi Jawa

Barat yaitu di Bandung dengan daerah hukum meliputi seluruh daerah di Jawa Barat

kecuali Kabupaten/Kota Serang, Banten, Bekasi dan Depok.

Satuan Wilayah Hukum Oditurat Militer II-08 Bandung :

1. Kodam III/Siliwangi & Jajarannya


2. Lanal Bandung

3. Lanal Cirebon

4. Lanud Husein Sastranegara Bandung

Personil Oditurat Militer II-08 Bandung terdiri dari :

Perwira :5

Bintara :6

Tamtama : 1

PNS : 11

Jumlah : 23 Personil

C. Visi dan Misi

Adapun visi dan misi dari Oditurat Militer II-08 Bandung :

VISI

Terwujudnya pembinaan dan penegakkan hukum di lingkungan TNI

MISI

1. Memberikan dukungan hukum dalam pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI

2. Meyelenggarakan penegakan hukum dan pembinaan hukum di lingkungan TNI

3. Menyelenggarakan penyuluhan hukum dan HAM di lingkungan TNI

4. Memberikan bantuan dan nasehat hukum kepada badan/instansi/Lembaga TNI.

Prajurit TNI, mantan prajurit TNI dan keluarganya.

D. Wilayah Hukum Oditurat Militer

Berikut adalah wilayah hukum Oditurat Militer II-08 Bandung :


Oditurat Militer II-08 Bandung berkedudukan di Ibu Kota daerah provinsi Jawa Barat

yaitu Bandung dengan daerah hukum meliputi seluruh daerah di Jawa Barat kecuali

Kabupaten/Kota Serang , Banten ,Bekasi dan Depok.

E. Struktur Organisasi Oditurat Militer II-8 Bandung

ORJEN TNI

WAKIL

KAOTMIL

WAKIL

UNSUR
KAURTAUD
PIMPINAN
UNSUR PELAYANAN

PASILAHKARA PASITUT PASIMINKARA

KAPOK ORMIL
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN

KA UPT

UNSUR PELAKSANA

2.2. Objek yang Dipelajari di

Oditurat Militer II-08 Bandung

Selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (Magang) yang dilaksanakan di Oditurat

Militer II-08 Bandung yang berada di Jl. LLRE Martadinata St No. 59, Citarum, Bandung

Wetan, Kota Bandung Jawa Barat sebagai syarat kelulusan Program Strata satu (S1) di

program Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Achmad

Yani. Penulis dapat mengetahui proses penyelesaian berkas perkara dan mengetahui system

pembagian tugas pokok dari setiap bagian yang dilaksanakan di Oditurat Militer II-08

Bandung.

Berikut adalah Skema Proses Penyelesaian Berkas perkara


ORJEN TNI
PENYIDIK/POM

7 8
6
1 KA/WAKA OTMIL KASILAHKARA
KAUR TAUD
2 4
.
KASITUT
3
10

9 KASIMINKARA
5

12
ANKUM/PAPERA

DILMIL
11

Keterangan :

1. Oditurat Militer menerima berkas perkara dari penyidik POM yang diterima oleh

Kaurtaud

2. Kaurtaud mencatat dalam agenda surat masuk kemudian diteruskan kepada Kaotmil

3. Kaotmil memberikan petunjuk kepada kasilahkara untuk meneliti syarat formil dan

materil, meregister, menunjuk dan menyerahkan ke Oditur Militer pengelola

4. Oditur militer pengolah melalui kasilahkara menyerahkan konsep Bapat, SPH dan

Keppera, KepKumplin dan Keptuppera kepada Kaotmil

5. Setelah mendapat persetujuan dari kaotmil selanjutnya konsep Bapat,SPH dan Keppera,

maupun Kepkumlin dan Keptuppera diserahkan Kembali kepada Oditur Militer pengolah

untuk perbaikan

6. Oditur Militer pengolah menyerahkan Bapat, SPH dan Keppera, maupun Kepkumlin dan

Keptuppera dikirimkan ke Orjen TNI untuk meminta petunjuk penyelesaian


7. Apabila Angkum/Papera berbeda pendapat, maka perkaranya diselesaikan di Dilmiltama,

setelah ada putusan selanjutnya otmil akan menindaklanjuti sesuai amar putusan

8. Oditur militer melalui kaurtaud menerima keppera dari paperea, ataupun Juknis kumplin

maupun Tuppera dari Orjen TNI.

9. Kaurtaud meneruskan keppera dari papera, ataupun juknis kumlin maupun tuppera dari

Orjen TNI ke Kaotmil

10. Kaotmil memerintahkan kasilahkara untuk menyiapkan dakwaan

11. Oditur Militer melimpahkan berkas perkara ke pengadilan militer

12. Untuk juknis kumplin maupun tuppera oleh oditur militer melalui kaurtaud dikirimkan ke

Ankum/Papera untuk ditindaklanjuti sesuai dengan petunjuk dari Ojen TNI.

Tugas Pokok Setiap Bagian

URTAUD (Urusan Tata Usaha Dalam)

1) Kaurtaud bertugas mencatat dalam agenda surat masuk dan juga mencatatnya kedalam

buku bantuan

2) Kaurtaud bertugas membuat surat disposisi, kemudian surat tersebut diserahkan kepada

Kaotmil dan bagian lainnya untuk mengetahui

3) Kaurtaud bertugas mencatat agenda surat keluar yang dikeluarkan dari pihak Oditurat

Militer

4) Kaurtaud bertugas membuat nomor surat keluar

SILAHKARA (Seksi Pengolah Perkara)


1) Kasilahkara bertugas untuk memeriksa apakah berkas telah memenuhi syarat formil

dan materil

2) Kasilahkara bertugas untuk meregister, menunjuk dan menyerahkan berkas tersebut

kepada Oditur Militer pengelola

3) Kasilahkara bertugas untuk memeriksa barang bukti

SISTUT (Seksi Penuntutan)

1) Situt bertugas menjadwalkan pemanggilan kepada terdakwa dan kepada saksi-saksi

untuk memberikan keterangan

2) Situt bertugas untuk melakukan eksekusi terhadap terdakwa yang sudah menjalani

putusan siding

3) Situt bertuga untuk mengitung jangka waktu tahanan yang diberikan kepada terdakwa

SIMINKARA (Seksi Administrasi Perkara)

1) Siminkara bertugas untuk mencatat perkara yang telah diputus oleh pengadilan Militer

2) Siminkara bertugas untuk melakukan rekapitulasi berkas perkara yang telah

diselesaikan

3) Siminkara bertugas mengarsipkan berkas berkas perkara yang telah selesai


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Dasar Teori


3.1.1 Tindak Pidana Militer
Tindak Pidana militer adalah kejahatan yang dilakukan oleh subjek hukum
yaitu militer. Kejahatan semacam ini disebut kejahatan militer murni (zuiver
militaire delict). Kejahatan militer murni adalah kejahatan yang hanya dilakukan
oleh orang militer, karena khusus untuk militer. Contoh: Tindak pidana desersi
sebagaimana diatur dalam Pasal 87 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM); tindak pidana pembangkangan sebagaimana diatur dalam Pasal 105-
109 KUHAP dan lain-lain. Artinya tindak pidana pembangkangan adalah bawahan
dengan tindakan nyata mengancam dengan kekerasan yang ditujukan kepada
atasannya atau komandannya. Tindakan nyata itu bisa berupa tindakan dan bisa
juga dengan ekspresi atau gerak tubuh. Tindak pidana meninggalkan pos jaga
sebagaimana diatur dalam Pasal 118 KUHAP. Artinya: Seorang penjaga yang
meninggalkan jabatannya dengan segala sesuatunya, tidak melaksanakan suatu
kewajiban yang wajib baginya dimana ia tidak mampu menjalankan tugasnya
sebagai seorang penjaga karena diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Tindak Pidana Militer militer yang diatur dalam KUHAP dibedakan menjadi
dua, yaitu kejahatan militer murni (Delik Zuiver Militaira) dan kejahatan militer
campuran (Delik Gemengdemiliire). Kejahatan militer murni (Zuiver Militaira
Delict). Kejahatan militer murni hanya dilakukan oleh orang militer, karena
bersifat khusus militer. Contoh pasal 73 KUHP adalah: diancam dengan hukuman
mati, seumur hidup atau paling lama dua puluh tahun penjara militer selama perang
dengan sengaja: Pertama: (diubah dengan undang-undang 39 tahun 1947)
menyerah kepada musuh atau membuat atau membiarkan gerakan dalam
kekuasaan musuh, suatu tempat atau pos yang dibentengi atau diduduki yang
berada di bawah komandonya, atau tentara, angkatan laut, atau bagiannya, tanpa
melakukan sesuatu untuk itu sebagaimana diharuskan atau dituntut oleh
kewajibannya dalam keadaan itu. Kejahatan militer campuran. Kejahatan militer
campuran adalah perbuatan terlarang yang sebenarnya sudah ada peraturannya,
hanya saja perbuatan itu ada dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan ancaman hukuman dirasa terlalu ringan jika perbuatan tersebut
dilakukan oleh oknum militer. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan yang telah
diatur dengan undang-undang lain yang sejenis diatur kembali dalam KUHP
Militer dengan ancaman hukuman yang lebih berat, disesuaikan dengan kekhasan
militer.
3.1.2 Tindak Pidana Tidak Hadir Tanpa Izin (THTI) TNI
THTI adalah tindakan tidak masuk dinas lebih dari 3 hari dan kurang dari 29
hari, sedangkan THTI meninggalkan tugas dinas lebih dari 30 hari. Selain itu yang
membedakan adalah niat pelaku untuk meninggalkan kewajiban pengabdiannya.
Pelaku desersi ingin meninggalkan dinas untuk selama-lamanya, sedangkan THTI
hanya bermaksud mangkir dari tugasnya untuk waktu yang tidak ditentukan. THTI
pada masa damai ini merupakan tindak pidana di lingkungan TNI karena ketentuan
ini diatur dalam Pasal 86 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Kejahatan militer adalah kejahatan yang dilakukan oleh subjek hukum yaitu
militer. Kejahatan semacam ini disebut kejahatan militer murni (Zuiver Militeire
Delict). Kejahatan Militer Murni adalah kejahatan yang hanya dilakukan oleh
orang militer, karena khusus untuk militer. Contoh: Tindak pidana THTI
sebagaimana diatur dalam Pasal 86 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM). Kejahatan yang dilakukan oleh anggota TNI murni bersifat militer
berdasarkan peraturan yang terkait dengan militer. Anggota TNI yang melakukan
kejahatan militer murni sebagaimana tercantum dalam hukum pidana militer
meliputi kejahatan, yaitu: kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan dalam
kewajiban perang, kejahatan ketidakhadiran secara melawan hukum karena dapat
dengan sengaja dilakukan dalam masa damai atau perang (THTI), kejahatan
penipuan, kejahatan pencurian dan perampokan.
Salah satu jenis tindak pidana yang menjadi fokus pembahasan dalam tulisan
ini adalah tindak pidana THTI. Tindak pidana THTI merupakan contoh tindak
pidana murni yang dilakukan oleh anggota TNI. THTI adalah ketidakhadiran
seorang anggota militer tanpa izin atasan langsungnya, pada tempat dan waktu
yang telah ditentukan oleh dinas, jika ketidakhadiran itu dalam waktu damai
sekurang-kurangnya satu hari atau 24 jam dan tidak lebih dari 30 hari.
Tindak pidana THTI merupakan tindak pidana yang khusus dilakukan oleh
oknum militer karena melawan hukum dan bertentangan dengan hukum khususnya
hukum pidana militer. Tindak pidana THTI diatur dalam pasal 86 KUHPM, yaitu:
pertama, diancam karena THTI, militer: (a). Dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan jika ketidakhadiran dalam waktu damai paling sedikit satu
hari dan paling lama tiga puluh hari. (b). Dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan, jika ketidakhadiran selama perang tidak lebih dari empat hari.
Jika memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 1997, dapat diselesaikan dengan hukum disiplin sepanjang
ketidakhadiran tidak lebih dari 30 hari dan tidak ada hal-hal yang memberatkan.
Apabila ada hal-hal yang memberatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88
KUHP, perbuatan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan hukum disiplin. Berikut
hal-hal yang memberatkan, yang diatur dalam ketentuan Pasal 88 KUHAP:
(1) Ancaman pidana maksimum yang diatur dalam Pasal 86 dan Pasal 87 KUHAP
adalah dua kali lipat:
1. Jika pada waktu melakukan tindak pidana itu belum lebih dari lima tahun, sejak
pelaku telah melaksanakan seluruh atau sebagian pidana yang dijatuhkan
kepadanya dengan suatu putusan, karena desersi atau dengan sengaja tidak hadir
tanpa izin atau sejak pidana itu dijatuhkan. dihapuskan seluruhnya baginya atau
jika pada waktu melakukan kejahatan itu hak untuk melakukan kejahatan itu belum
habis.
2. Jika dua orang atau lebih masing-masing untuk diri mereka sendiri, dalam
melakukan salah satu kejahatan yang disebutkan dalam pasal 86 dan 87, pergi
bersama-sama atau sebagai kelanjutan dari persekongkolan jahat.
3. Jika pelakunya adalah seorang komandan militer.
4. Ketika dia melakukan kejahatan dia dalam pelayanan.
5. Saat dia pergi atau keluar negeri.
6. Jika dia melakukan kejahatan dengan menggunakan kapal laut, pesawat terbang,
atau kendaraan milik angkatan bersenjata.
7. Pada saat melakukan tindak pidana dengan membawa serta binatang yang
digunakan untuk keperluan angkatan bersenjata, senjata atau amunisi.
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 atau Pasal 87
tindak pidana desersi dalam keadaan damai disertai dengan dua atau lebih keadaan
pada ayat (1) angka 1 sampai dengan 7, maka pidana maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat tersebut. meningkat setengahnya. Dalam suatu kesatuan
militer, khususnya yang berkaitan dengan tindakan seorang anggota militer di
bidang hukum dan disiplin, seorang komandan satuan mempunyai dua fungsi
pokok atau pokok, yaitu:
1. Sebagai atasan yang berhak menghukum (ANKUM)
2. Petugas Pengajuan Kasus (PAPERA)
3.2 Penelitian Terdahulu
Tabel tinjuan pustaka merupakan tabel yang dibuat untuk mendefenisiakan penelitian
yang sebelumnya hampir sama dilakukan dengan penelitian yang diajukan saat ini, adapun
perbandingan yang menjadi tabel tinjauan Pustaka penelitia yakni dapat dilihat pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1 Tinjauan Pustaka

Penulis Judul Metode Output

Muhammad TINDAK PIDANA Kualitatif Tindak Pidana Tidak


Jabirullah, TIDAK HADIR Hadir Tanpa Izin
Ainal Hadi TANPA IZIN (THTI) (THTI) dalam waktu
DALAM WAKTU damai terjadi karena
DAMAI (Suatu disebabkan oleh
Penelitian Di Wilayah beberapa faktor
Hukum Pengadilan yaitu:
Militer I-01 Banda 1) Memiliki
Aceh) Permasalahan
Pribadi
2) Kepentingan
Yang Mendesak
3) Faktor Mental
4) Faktor Ekonomi
(Keuangan)
5) Faktor
Lingkungan

Alvi Syahrin, PENERAPAN Kualitatif Penyebab Anggota


M. Hamdan, HUKUM PIDANA TNI AD Ajendam I
Edi Yunara MILITER PADA Bukit Barisan
KASUS TINDAK melakukan tindak
PIDANA DESERSI pidana desersi
DALAM WAKTU disebabkan oleh
DAMAI YANG permasalahan
DILAKUKAN OLEH hutang piutang
TENTARA dimana Anggota
NASIONAL TNI-AD tersebut
INDONESIA lebih baik memilih
ANGKATAN DARAT meninggalkan
DI AJENDAM I Satuan daripada
BUKIT BARISAN menyelesaikan
masalah hutang
piutangnya. Selain
itu hutang piutang
anggota TNI AD
Ajendam I /Bukit
Barisan melakukan
tindak pidana
desersi disebabkan
karena masalah
keluarga yang
mengharuskan
mereka datang
untuk
menyelesaikan
masalah tersebut,
tetapi anggota TNI
AD tersebut tidak
mau susah dalam
masalah perizinan
kepada atasannya
dan kemudian pergi
begitu saja tanpa
adanya keterangan
yang jelas agar cepat
menyelesaikan
masalahnya tersebut

Astrid Meita PEMERIKSAAN Penelitian hukum Proses pemeriksaan


Sari SECARA IN normative yang secara In Absensia
ABSENSIA bersifat preskriptif dalam perkara
TERHADAP dan terapan tindak pidana
PELAKU TINDAK Desersi yang
PIDANA DESERSI diputus oleh
DALAM WAKTU Pengadilan Militer
DAMAI II-11 Yogyakarta
(Studi Putusan Nomor 78- K/PM
Pengadilan Militer II- II-11/AD/X/2015
11 Yogyakarta Nomor dengan Terdakwa
8-K/PM Amin Fatony telah
II11/AD/X/2015) sesuai dengan
ketentuan Pasal 141
ayat (10) Jo Pasal
143 Undang-
Undang Nomor 31
Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer
yang pada pokoknya
menerangkan
perihal peradilan
dapat dilanjutkan
meskipun Terdakwa
tidak hadir dalam
persidangan setelah
dilakukan
pemanggilan yang
patut atau dalam
kondisi tertentu
yang dibuktikan
dengan tidak
hadirnya Terdakwa
di persindangan
meskipun sudah
dilakukan
pemanggilan secara
sah sebanyak 4
(empat) kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Implementasi KUHPM terhadap anggota milliter yang tidak hadir tanpa ijin
Setiap anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) wajib tunduk dan patuh pada setiap
ketentuan hukum yang berlaku padanya, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Militer (KUHPM) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin
Militer, serta peraturan-peraturan lainnya. undang-undang lain yang mengikatnya, seperti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan undang-
undang lainnya. Peraturan tersebut berlaku bagi setiap prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI), baik tantama, bintara maupun perwira. Semua ketentuan ini berlaku
sama tanpa ada pengecualian.
Anggota Tentara Nasional Indonesia yang dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi
negara yang tidak memenuhi atau memenuhi ketentuan tersebut di atas, akan diproses
secara hukum sebagai tersangka tindak pidana militer. Adapun salah satu kejahatan
militer yaitu kejahatan murni atau disebut “zuiver militaire delict”, yaitu kejahatan yang
hanya dilakukan oleh orang militer, karena khusus untuk militer. Jenis kejahatan militer
murni diatur dalam Pasal 87 KUHP yaitu (1). Meninggalkan layanan dalam waktu 30
(tiga puluh) hari, (2). Tinggalkan tugas yang diperintahkan, dan (3). Melarikan diri dari
satuan tugas selama pertempuran baik sengaja maupun tidak sengaja tanpa izin
komandan. Adapun hukumannya, diatur dalam Pasal 85 KUHP, bahwa seorang prajurit
dipidana dengan hukuman disiplin, penjara, dan pemecatan dari dinas militer.
Ketentuan Pasal 85 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) berbunyi:
Militer, yang kesalahannya menyebabkan ketidakhadirannya tanpa izin diancam:
1. Dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, jika ketidakhadiran dalam waktu
damai sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama tiga puluh hari;
2. Dengan pidana penjara paling lama satu tahun, jika ketidakhadiran itu dalam waktu
damai, karena kelalaiannya seluruhnya atau sebagian dari perjalanan ke suatu tempat
yang terletak di luar pulau tempat ia berada sekarang yang diketahuinya atau patut patut
diduganya ada perintah untuk itu;
3. Dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan jika ketidakhadiran
selama perang tidak lebih dari empat hari;
4. Dengan pidana penjara paling lama dua tahun, jika ketidakhadiran selama perang
disebabkan oleh kelalaiannya seluruhnya atau sebagian dari usaha perjalanan yang
diperintahkan olehnya seperti disebutkan dalam angka 2, atau kegagalan bertemu
musuh.
Pelanggaran Hukum Disiplin Absen Tanpa Izin (THTI) diatur dalam Pasal 86
KUHPM yang menyatakan bahwa: Tentara yang dengan sengaja tidak hadir tanpa izin
diancam dengan:
- 1, Dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, jika ketidakhadiran
dalam waktu damai paling sedikit satu hari dan paling lama tiga puluh hari.
- Kedua, dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika
ketidakhadiran selama perang tidak lebih dari empat hari.
Pada dasarnya pelanggaran hukum disiplin THT adalah perbuatan atau perbuatan
yang termasuk dalam kejahatan militer karena diatur dalam Pasal 86 KUHP, namun
dalam Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin
Prajurit ABRI. Dinyatakan bahwa pelanggaran hukum disiplin tidak murni adalah setiap
perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sifatnya sangat ringan sehingga dapat
diselesaikan dengan hukum disiplin militer.
Dari uraian di atas, dalam penjatuhan setiap anggota yang melanggar aturan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pelanggaran disiplin dan melakukan tindak pidana dengan
hukuman ringan kurang dari 3 bulan. Semua pelanggaran atau tindak pidana ringan
dalam penyelesaiannya dilakukan oleh Ankum dan tidak dilanjutkan di pengadilan
militer
4.2 Faktor penyebab dan upaya penanggulangan tindak pidana THTI dalam waktu
damai
a. Faktor penyebab Tindak pidana THTI
1. Memiliki masalah pribadi
Masalah dalam keluarga menjadi salah satu penyebab anggota TNI melakukan
tindak pidana THTI. Karena bagi seorang prajurit, rumah merupakan tempat
istirahat, pelepas penat dan dahaga setelah menjalankan tugas dinasnya. Nah, jika
seorang prajurit berselisih atau bertengkar dengan istrinya ketika pulang ke rumah,
tentu dia tidak akan tahan dengan kondisi itu dan dia akan meninggalkan rumah
untuk menenangkan diri dalam beberapa hari. Masalah yang biasanya terjadi
adalah kecemburuan istri, istri tidak pengertian, hal-hal kecil lainnya. Sambil
keluar rumah untuk menenangkan diri, selama itu seorang prajurit tidak masuk
dinas. untuk menjalankan tugas dan kewajibannya sehingga terjadi Tindak Pidana
Absensi Tanpa Izin..
2. Keperluan Yang Mendesak
Jika ada kepentingan yang sangat mendesak, prajurit segera meninggalkan
kesatuannya tanpa memperhatikan tata cara perizinan untuk menyelesaikan
kepentingannya yang sangat mendesak. Kepentingan yang mendesak misalnya
keluarganya yang sakit di desa, ada masalah di keluarga besar di desa, ia
membutuhkan uang tambahan sehingga harus bekerja di luar dinas resminya, maka
ia meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya. Pelaku melakukan tindak pidana
tanpa izin karena mendapat dari orang biologis yang menyatakan bahwa ibunya
sakit keras di desa, mendapat kabar tersebut dan langsung keluar desa karena kabar
bahwa ibunya sakit.
3. Mental
Tindakan absensi tanpa izin ini terjadi ketika ada beberapa prajurit yang tidak
siap mental untuk menjalankan tugas dan tugasnya, terutama yang hidupnya
terlibat dalam dinas militer, terutama yang bertugas di batalyon atau unit tempur.
Latih persiapan Anda dalam situasi apa pun. Menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Panglima Angkatan Bersenjata. Tatang Sulaiman (PAGDAM
IM 2016) berpesan kepada seluruh prajurit TNI melalui spanduk yang ditempel di
seluruh jajaran KODAM IM: “Kalau kita berperang jangan tanya. Kita pasti
perang, makanya belajar, belajar, belajar”. Ini telah disampaikan. Setiap prajurit
membutuhkan banyak energi, terutama dalam latihan tempur, dan ia harus terus-
menerus melakukan latihan tempur ketika lelah, lelah, atau bahkan sakit di tempat
latihan.
4. Ekonomi (Keuangan)
Masalah keuangan ini sangat berpengaruh terhadap prajurit untuk memenuhi
tugas dan tanggung jawabnya dalam pekerjaannya, gaji prajurit tidak jauh lebih
tinggi dari gaji PNS, gajinya dapat memperkaya diri sendiri dan uang masuk. Jika
seorang prajurit berasal dari keluarga kaya dengan kehidupan yang mewah dan
segala kebutuhannya, dia tidak peduli dengan kehidupan seorang prajurit yang
murah, bahkan jika dia mencari uang untuk menambah penghasilannya untuk
masuk. dari pekerjaan mereka sehingga para prajurit tidak melakukan hal-hal buruk
di sana. Tidak ada kesepakatan.
Pelanggaran mangkir ini dilakukan karena prajurit tersebut belum banyak
memenuhi kebutuhan finansial dan kemewahannya, oleh karena itu ia
meninggalkan dinas untuk mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi
kebutuhannya, semua kebutuhan karena penghasilan bulanannya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhannya. ingin Satu bulan kehidupan diperlukan. Dhini Aryanthi
juga mengatakan bahwa memang benar jika melihat gaji TNI cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, gaji tidak cukup jika gaji digunakan untuk
liburan atau kesenangan. dan membeli barang-barang mahal sebagai fashion.
menggunakan. hidup.
5. Lingkungan
Kehidupan seorang prajurit TNI sangat berbeda dengan kehidupan masyarakat
sipil atau PNS lainnya, dan ia adalah seorang prajurit untuk memenuhi tugas dan
tanggung jawabnya sebagai PNS. Dan sampai Anda sakit dan berlatih sampai Anda
mati, karena seluruh cara menjadi seorang prajurit adalah dengan "berlatih,
berlatih, berlatih. Tenang saja." Dia benar-benar perlu berlatih dan berpikir keras
untuk bisa sukses dalam pertempuran dan yah "Lebih baik pulang daripada mati di
medan perang", yang artinya | Dalam pertempuran, prajurit harus maju berperang
dengan segenap jiwa dan raganya hingga titik darah penghabisan untuk
mengalahkan musuh.
b. Upaya penanggulangan Tindak Pidana THTI
1. Meningkatkan efektifitas pengawasan melekat atau pengawasan internal sebagai
salah satu fungsi komando dari Komandan Satuan
Mencegah kegiatan kriminal yang tidak sah memiliki dampak yang signifikan
pada setiap unit prajurit. Dalam upaya ini, peran utama adalah komandan unit,
komandan adalah komandan tertinggi dari unit mana pun, dan komandan
melibatkan memastikan bahwa anggota selalu menghormati hukum. Anda
sepenuhnya bertanggung jawab atas para prajurit di bawah komando Anda.
Berlaku untuk TNI. Mencegah anggota tidak hadir tanpa izin. Karena komandan
setiap unit adalah direktur yang memiliki hak untuk menghukum di bawah hukum
militer (Ankum), ia memiliki wewenang untuk menghukum mereka yang
melanggar hukum, termasuk mereka yang tidak datang tanpa izin.
2. Melaksanakan Tugas Penyidikan
Pelaksanaan kejahatan ini diatur oleh undang-undang, khususnya undang-
undang tentang pengadilan militer tahun 1997, yang menyatakan bahwa inspektur
di militer adalah kriminal (ANKUM), atasan polisi militer. dan jaksa. Omong-
omong, asisten penyidik adalah semua unit Provo dari unit mereka sendiri di
kepolisian Provo. Pengawas dengan otoritas kriminal memiliki hak untuk
melakukan penyelidikan terhadap bawahannya. Personil militer dipimpin oleh
inspektur polisi militer dan jaksa, yang menerima laporan pelaksanaan penyidikan
dari inspektur polisi militer dan jaksa yang menangani kasus tersebut. Berkas
penyidikan polisi militer dan kejaksaan untuk menangkap tersangka anggota THTI
di bawah komando ANKUM. Untuk kepentingan penyidikan, Kepala Bagian
Pidana berwenang menahan tersangka paling lama 20 (dua puluh) hari dengan
surat keputusan dan dapat diperpanjang setiap 30 (tiga) hari. maksimal 180 hari.
(seratus delapan puluh) hari jika diperlukan untuk keperluan pemeriksaan.
Penyidik manapun dapat menangkap dan menahan tersangka THTI untuk
menjalani proses penyidikan, penangkapan dan penahanan ini sangat penting
dalam kasus THTI karena sebagian besar pelaku berniat melarikan diri.
3. Melaksanakan Tugas Penuntutan.
Di Lingkungan Pengadilan Melakukan Pendaftaran Militer. Penuntut Umum
Militer sebagai Penerbit Umum di Peradilan, Penuntut Militer sebagai Penerbit
Umum, Jaksa Penuntut Umum adalah aplikasi tertinggi. di Lingkungan Militer
serta pimpinan tertinggi dan penanggung jawab Oditurat yang mengendalikan
pelaksanaan tugas dan. kewenangan Oditurat. Dalam hal tindak pidana tidak hadir
tanpa izin berupa pidana penjara. paling lama satu tahun empat bulan, berat atau
beratnya diukur dengan jumlah hari dan motif melakukan. tindak pidana tidak
hadir tanpa izin. izin. Penuntut Umum dalam melakukan suatu tindakan sangat
memperhatikan kemanfaatan dan keadilan bagi pelaku. kejahatan yang dilakukan
sesuai dengan akta tersebut..
4. Menindak tegas prajurit TNI yang terlibat perkara pidana dengan ketentuan hukum
yang berlaku serta menghindarkan proses penyelesaian yang berlarut-larut..
Seorang Hakim yang menjalankan kekuasaan kehakiman di Pengadilan Militer
disebut Hakim Militer, di. Pengadilan Tinggi Militer disebut Hakim Tinggi Militer,
dan di Pengadilan Militer Utama disebut Hakim Militer Pratama. Pengadilan
Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara tindak pidana tidak
hadir tanpa izin. Terdakwa adalah Kapten TNI ke bawah. Pengadilan Tinggi
Militer apabila bersidang pada tingkat. pertama akan memeriksa dan memutus
perkara pidana THTI yang terdakwanya adalah TNI berpangkat. Mayor ke atas,
maka Pengadilan Tinggi Militer juga bertugas untuk memeriksa dan memutus pada
tingkat banding. Perkara pidana THTI yang telah diputus oleh Pengadilan Militer
di wilayah hukumnya. yang diajukan banding. Pengadilan Militer Utama bertugas
memeriksa dan memutus banding atas perkara pidana yang telah diputus pada
tingkat pertama oleh Pengadilan Tinggi Militer yang dimohonkan banding.
Sehingga hakim dalam perkara mengadili pelaku tindak pidana tidak hadir tanpa
izin yaitu dengan menjatuhkan sanksi pidana penjara yang sesuai bagi terdakwa
dengan berbagai pertimbangan. Hakim akan menilai seadil-adilnya dengan tujuan
mendidik yang bersangkutan agar dapat mewujudkan dan kembali ke jalan yang
benar untuk menjadi seorang prajurit dan warga negara yang baik sesuai dengan
falsafah Pancasila dan Sapta Marga..

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Penegakan hukum pelanggaran disiplin absensi tanpa izin atau THTI mengacu pada
hukum yang berlaku yaitu KUHAP, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang
Hukum Disiplin Militer dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer. THTI merupakan jenis kejahatan yang begitu ringan sifatnya bagi anggota TNI
yang melanggar sehingga penindakannya dilimpahkan kepada Ankum. THTI hampir
sama dengan desersi, perbedaan antara ketidakhadiran tanpa izin dan desersi adalah niat
pelaku dan waktu ketidakhadiran. Pada umumnya penegakan hukum THTI dengan
tindak pidana desersi sama dengan proses penegakannya, hanya saja jika ada anggota
TNI yang melakukan kedua pelanggaran tersebut sekaligus maka hukumannya paling
berat dari kedua pasal tersebut yaitu Pasal Ketidakhadiran Tanpa Izin (THTI) atau Pasal
kejahatan desersi. Rumusan kedua pasal tersebut terdapat dalam KUHPM pasal 85, 86
dan 87. Dalam hal ini pasal yang paling berat adalah pasal tentang tindak pidana desersi.
Perbedaan mendasar antara THTI dan Desersi adalah dalam hal waktu. THTI adalah
tindakan tidak masuk dinas lebih dari 3 hari dan kurang dari 29 hari, sedangkan desersi
adalah pergi
2. Tindak pidana tidak hadir tanpa izin (THTI) di masa damai terjadi karena disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Memiliki Masalah Pribadi
2) Keperluan yang Mendesak
3) Mental
4) Ekonomi (Keuangan)
5) Lingkungan
3. Upaya untuk menanggulangi tindak pidana absen tanpa izin (THTI) di masa damai
dilakukan melalui upaya-upaya berikut:
1) Meningkatkan efektivitas pengawasan inheren atau pengendalian intern sebagai salah
satu fungsi komando Komandan Satuan
2) Melaksanakan Tugas Investigasi
3) Melaksanakan Tugas Penuntutan
4) Menindak tegas prajurit TNI yang terlibat kasus pidana dengan ketentuan hukum yang
berlaku dan menghindari proses penyelesaian yang berlarut-larut.

5.2 Saran

4. Perlu diadakannya pembinaan terpadu yang lebih komprehensif untuk mengatasi dan
meminimalir pelanggaran disiplin oleh Prajurit TNI.
5. Hendaknya prajurit TNI benar-benar menghayati peran dan tugasnya sebagai prajurit
yang mengutamakan disiplin dalam setiap aspek hidupnya sesuai dengan tanggungjawab
yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Mangalede, D. (n.d.). PENERAPAN HUKUM BAGI ANGGOTA MILITER YANG


MELAKUKAN DESERSI. Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017.

Muhammad Farhan, D. A. (n.d.). PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAJURIT TNI


AD YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI DALAM WAKTU
DAMAI (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN
MILITER I-01 BANDA ACEH). Vol. 5(3) Agustus 2021., pp. 448-455.

Muhammad Jabirullah, A. H. (n.d.). TINDAK PIDANA TIDAK HADIR TANPA IZIN


(THTI) DALAM WAKTU DAMAI (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan
Militer I-01 Banda Aceh). Vol. 3(2) Mei 2019, pp. 371-382.

Sugistiyoko, B. S. (n.d.). TINDAK PIDANA DESERSI SECARA IN ABSENSIA


ANGGOTA MILITER. Volume 4, No 1 Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai