Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS TULISAN
SISTEM ORGANISASI PERTAHANAN SEMESTA INDONESIA
DI MASA DEPAN

MATA KULIAH PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL


SEMESTER GASAL 2020/2021

ALDILA KUN SATRIYA


NPM 2006563732

PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL


KEKHUSUSAN KAJIAN STRATEJIK INTELIJEN
SEKOLAH KAJIAN STRATEJIK DAN GLOBAL
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
SISTEM ORGANISASI PERTAHANAN SEMESTA INDONESIA
DI MASA DEPAN

Abstract
The Defense System that Indonesia needs is a universal defense system that involves all citizens,
territories and other national resources, and must be prepared by the government. The formulation of
the defense system must be able to answer all challenges and threats that are increasingly complex in
the future.
Defense reforms that serve Indonesia have not been maximized. Some of the homework that has not
been completed is that there is still uncertainty between the minister of defense and the TNI commander
in the division of authority related to civil-military relations. This dualism organization creates
confusion in making decisions in management efforts in Indonesia

Keywords: defense system, defense reform, minister of defense, TNI commander

Abstrak
Sistem Pertahanan yang dibutuhkan Indonesia adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta harus
dipersiapkan secara matang oleh pemerintah. Perumusan sistem pertahanan harus mampu menjawab
semua tantangan dan ancaman yang semakin kompleks di masa depan.
Reformasi bidang pertahanan yang dialami Indonesia belum maksimal. Beberapa pekerjaan rumah
yang belum selesai adalah masih ada ketidakjelasan kedudukan antara menteri pertahanan dan
panglima TNI dalam pembagian wewenang khususnya terkait hubungan sipil militer. Dualisme
organisasi ini menimbulkan kerancuan dalam mengambil keputusan utamanya dalam melaksanakan
upaya pertahanan di Indonesia
Kata kunci: sistem pertahanan, reformasi pertahanan, menteri pertahanan, panglima TNI

Pendahuluan
Indonesia di masa depan akan menghadapi ancaman yang lebih komples. Untuk itu diperlukan
pendekatan pertahanan yang komprehensif dalam menghadapi setiap ancaman dengan
memadukan seluruh kekuatan bangsa, baik kekuatan militer maupun nirmiliter. Keterpaduan
kekuatan militer dan nirmiliter merupakan pengejawantahan sistem pertahanan yang dianut
bangsa Indonesia, yakni sistem pertahanan yang bersifat semesta.

Sesuai Ketentuan Umum Pasal 1 dalam UU RI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara
Nasional Indonesia, Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat
semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya,
serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu,
terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara,

1
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan
segenap bangsa dari setiap ancaman.
Kemudian dalam pasal 2 disebutkan hakikat pertahanan negara adalah segala upaya
pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak
dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri. Sistem pertahanan
tersebut lebih dikenal dengan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta yang lebih
dikenal dengan Sishankamrata.
Dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, dalam pasal 7 disebutkan
bahwa (1) Pertahanan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diselenggarakan oleh
pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara. (2) Sistem
pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional
Indonesia sebagai Komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan
komponen pendukung. (3) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter
menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai
dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari
kekuatan bangsa. Sesuai pasal tersebut, sistem pertahanan Indonesia dilaksanakan oleh dua
organiasi pertahanan, yaitu menempatkan Tentara Nasional Indonesia dan lembaga pemerintah
di luar pertahanan, dalam hal ini Kementerian Pertahanan

Organisasai Sistem Pertahanan dan Keamanan di Indonesia

Sistem pertahanan dan keamanan di Indonesia masih mengacu pada UU RI Nomor 3 Tahun
2002 Tentang Pertahanan Negara. Dalam pasal 16, disebutkan Menteri memimpin Departemen
Pertahanan, dengan beberapa tugas antara lain :

1. Menteri membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan negara.


2. Menteri menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara
berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan Presiden.
3. Menteri menyusun buku putih pertahanan serta menetapkan kebijakan kerja sama
bilateral, regional, dan internasional di bidangnya.
4. Menteri merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan Tentara Nasional
Indonesia dan komponen pertahanan lainnya.
5. Menteri menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan
sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang
diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan komponen pertahanan lainnya.

2
6. Menteri bekerjasama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya
serta menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya
nasional untuk kepentingan pertahanan.
Sedangkan dalam pasal 18, disebutkan (1) Panglima memimpin Tentara Nasional Indonesia.
(2) Panglima menyelenggarakan perencanaan strategi dan operasi militer, pembinaan profesi
dan kekuatan militer, serta memelihara kesiagaan operasional. (3) Panglima berwenang
menggunakan segenap komponen pertahanan negara dalam penyelenggaraan operasi militer
berdasarkan undang-undang. (4) Panglima bertanggung jawab kepada Presiden dalam
penggunaan komponen pertahanan negara dan bekerja sama dengan Menteri dalam pemenuhan
kebutuhan Tentara Nasional Indonesia.

Dari pasal tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa posisi Panglima TNI dipandang setara
dengan Menteri Pertahanan, karena bertanggung jawab langsung kepada presiden. Kesetaraan
ini dapat menimbulkan dualisme, yang mengakibatkan kerancuan dalam hal-hal yang bersifat
strategis.

Dalam UU RI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, pasal 3


menyebutkan bahwa kedudukan TNI, ayat (1) Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan
militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Ayat (2) Dalam kebijakan dan strategi
pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.

TNI sendiri akhirnya berada dalam dua posisi yang berbeda. Peneliti Lembaga Studi
Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, menjelaskan, dalam
bagian penjelasan UU TNI, disebutkan secara jelas bahwa ke depan institusi TNI berada di
bawah Kementerian Pertahanan. Dengan begitu, diharapkan tidak lagi ada dualisme dalam hal
kebijakan strategis maupun anggaran. Di satu sisi, seorang Panglima TNI akan fokus dalam
meningkatkan profesionalisme TNI. “Jadi tidak ada dualisme dalam membuat kebijakan
strategis dan operasional terkait penggunaan kekuatan TNI,” ucap Beni.1

1
Kristian Erdianto, “Posisi Panglima TNI yang Setara Menhan Dikhawatirkan Berdampak Politis”
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/25/23125631/posisi-panglima-tni-yang-setara-menhan-
dikhawatirkan-berdampak-politis?page=all, diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 pukul 06.51

3
Reformasi Sistem Keamanan di Indonesia

Reformasi Sektor Keamanan/RSK (Security Sector Reform/SSR) adalah sebuah konsep baru
yang saat ini tengah gencar diaplikasikan di seluruh dunia khususnya di negara-negara yang
sedang mengalami transisi dari konflik atau sistem politik otoritarian ke arah perdamaian dan
sistem politik demokratis. Istilah SSR (Security Sector Reform) pertama kali diperkenalkan
secara resmi lewat pidato yang disampaikan oleh Claire Short, Menteri Luar Negeri Inggris
untuk Pembangunan Internasional dan melalui laporan kebijakan United Kingdom Department
for International Development pada akhir tahun 1990an. (Lihat, Hänggi, 2009). 2

Secara konseptual, Security Sector Reform (SSR) diartikan sebagai, “..transformasi sistem
keamanan, termasuk di dalamnya seluruh aktor keamanan, peran-peran, tanggungjawab dan
tindakan mereka, dimana sistem (baru) itu diatur dan dijalankan dengan cara-cara yang lebih
sesuai dengan norma-norma demokratis dan prinsip tata pemerintahan yang baik, dan
semuanya memberikan kotribusi pada kerangka keamanan yang berfungsi dengan baik.” 3

RSK memiliki 4 dimensi penting yaitu:

1. Dimensi politik: penerapan prinsip kontrol sipil atas lembaga-lembaga keamanan dan
lembaga-lembaga yang terkait dengan sektor keamanan.
2. Dimensi institusional: transformasi fisik dan teknis atas lembaga-lembaga
keamanan.
3. Dimensi ekonomi: dimensi ini terkait dengan penganggaran dan pembiayaan lembaga-
lembaga keamanan.
4. Dimensi sosial: ini terkait dengan peran pengawasan yang dilakukan masyarakat sipil
atas kebijakan-kebijakan dan programprogram keamanan.4

Di Indonesia, secara umum Reformasi Sektor Keamanan diartikan sebagai upaya yang
telah dan sedang dilakukan aktor mana pun yang memiliki tujuan mentransformasi
kebijakan dan insitusi keamanan negara dari sistem lama yang otoriter menuju sistem baru

2
Rizal Darma Putra. “Panduan Media dan Reformasi Sistem Keamanan”
https://www.dcaf.ch/sites/default/files/publications/documents/BOOK2part1_toolkit.pdf, diakses pada tanggal
14 Oktober 2020 pukul 08.06
3
Herbert Wulf, Security Sector Reform in Developing and Transitional Countries, in Clem McCartney, Martina
Fischer and Oliver Wils, Security Sector Reform, Potentials and Challenges for Conflict Transformation (Berlin:
Berghof Research Center for Constructive Conflict Management, 2004). Hal. 9.
4
Sumber: OECD DAC, Security System Reform and Governance Guidelines, 2004, http://www.oecd.org/
dataoecd/8/39/31785288.pdf

4
yang demokratis, sebagai institusi profesional, tunduk pada supremasi sipil, akuntabel dan
menghormati HAM.5

Secara khusus, reformasi sektor pertahanan, khususnya reformasi TNI, dapat dikatakan baru
menyentuh aspek-aspek legal (hukum) dan struktural yang amat terbatas. Reformasi sektor
yang terjadi di dalam tubuh TNI, barulah pada tahapan awal atau generasi pertama, yaitu baru
pada tahapan terbentuknya UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU No 34/2004
tentang Tentara Nasional Indonesia. Berbagai perangkat UU lain yang terkait dengan TNI
masih harus dibuat agar institusi tersebut dapat menjadi kekuatan pertahanan negara yang
profesional dan patut dibanggakan oleh seluruh rakyat Indonesia. TNI secara institusional dan
bersamaan juga sudah keluar dari peran sosial politik mereka, seperti tidak lagi berada di MPR,
DPR, DPD dan DPRD. Namun, Panglima TNI masih ikut di dalam sidang-sidang kabinet,
yang berarti secara langsung atau tak langsung menjadi anggota kabinet. Idealnya TNI diwakili
oleh kementerian sipil. Generasi kedua reformasi TNI masih belum terbentuk, yaitu adanya
kerangka kerja demokratik yang memungkinkan lembaga-lembaga perwakilan politik dan
Civil Society Organization (CSO) dapat berpartisipasi aktif untuk mengawal jalannya reformasi
itu, sehingga institusi itu benar-benar profesional dan menjalankan tugas, fungsi dan perannya
sesuai dengan UU yang berlaku.

Terlebih lagi, reformasi bidang pertahanan khususnya Kementerian Pertahanan (Kemhan)


Republik Indonesia belum terlalu kelihatan. UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
dengan jelas mengatur Kemhan sebagai otoritas sipil dalam urusan pertahanan negara. Namun
secara faktual belum mampu membawahi dan mengawasi organisasi TNI sebagai instrumen
operasional. Masih terjadi beberapa kendala dalam pengaturan hubungan sipil militer saat ini
menunjukkan bahwa Kemhan sebagai otoritas sipil belum bisa melakukan kendali demokratis
pada TNI. Kendala pertama adalah aturan perundang-undangan itu sendiri terutama pasal
mengenai Panglima TNI bertanggungjawab pada Presiden dalam penggunaan kekuatan.
Kedua, adalah ada sikap konservatif di kalangan TNI dalam melihat peran dan posisi TNI
secara historis. Ketiga, kurangnya optimal pengawasan TNI dari otoritas sipil (eksekutif dan
legislatif) utamanya terkait kinerja Kemhan/TNI. 6

5
Manan, Abdul, dkk. 2008. Reformasi Sektor Keamanan; Panduan Untuk Jurnalis. Jakarta: IDSPS. Hal 33.
6
Beni Sukadis, “Reformasi di Kementerian Pertahanan RI” JURNAL KEAMANAN NASIONAL Vol. II, No. 2, 2016

5
Lebih lanjut lagi, Kemhan belum bisa menjangkau Markas Besar TNI, karena kedua organisasi
ini secara de facto berada di bawah Presiden. Mabes TNI—secara teoritis—seharusnya menjadi
bagian dari Kementerian Pertahanan, sebagai otoritas politik yang mengeluarkan kebijakan
strategis yang dipatuhi oleh Mabes TNI sebagai pelaksana operasional bidang pertahanan.
Persoalan utamanya pada akhirnya terkait hubungan antara otoritas politik dan otoritas
operasional yang belum tuntas. Artinya, reformasi struktural antara Kementerian Pertahanan
dan TNI masih belum selesai, karena adanya benturan kewenangan akibat kerancuan
kedudukan dan peran TNI dalam tatanan organisasi pertahanan.

Unsur tambahan yang perlu diperkuat adalah adanya lembaga Dewan Ketahanan Nasional.
Dewan Ketahanan Nasional sesuai Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999 adalah
lembaga pemerintah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Dewan Ketahanan Nasional mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan
gerakan pembinaan ketahanan nasional guna menjamin pencapaian tujuan dan kepentingan
nasional Indonesia. Susunan organisasi Dewan Ketahanan Nasional dimana nomenklaturnya
telah disesuaikan dengan Kabinet Kerja terdiri dari Presiden RI (Ketua Dewan), Wakil
Presiden, Sesjen Wantannas selaku Sekretaris merangkap anggota sidang, Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Sekretaris Negara; Menteri Dalam Negeri;
Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri
Hukum dan HAM, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian RI, Kepala Badan
Intelijen Negara.

Peran Watannas harus dapat dimaksimalkan dan struktur organisasinya harus direformasi agar
mampu memberikan masukan kepada Presiden dalam hal pertahanan dan keamanan nasional.

Berikut beberapa alternatif dalam sistem organisasi pertahanan di Indonesia, yaitu antara lain :

Alternatif 1 ;

6
WATANNAS PRESIDEN

MENHAN

PANG TNI IRJEN SETJEN DIRJEN

KASUM KASAD KASAU KASAL

Presiden mendapat masukan dari Wantannas terkait kebijakan dan strategi nasional dalam
rangka pembinaan ketahanan nasional. Presiden dibantu Menteri Pertahanan dalam
menyelenggarakan urusan di bidang pertahanan dalam pemerintahan. Dibawah Kementerian
Pertahanan , dalam bidang manajemen, terdapat Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan
Direktorat Jenderal. Dalam bidang Operasi dan Strategi terdapat Panglima TNI. Panglima TNI
bertanggung jawab kepada Kemenhan, tidak lagi bertanggung jawab langsung kepada
Presiden. Dibawah Panglima TNI terdapat KASUM, KASAD, KASAL, dan KASAU

Alternatif 2 :

WATANNAS PRESIDEN

MENHAN

WAMENHAN/PANG
TNI

KASUM KASAD KASAU KASAL IRJEN SETJEN DIRJEN

Presiden mendapat masukan dari Wantannas terkait kebijakan dan strategi nasional dalam
rangka pembinaan ketahanan nasional. Presiden dibantu Menteri Pertahanan dalam

7
menyelenggarakan urusan di bidang pertahanan dalam pemerintahan. Dibentuk Wakil Menteri
yang dijabat oleh Panglima TNI. Dibawah Menteri dan Wakil menteri/Panglima TNI KASUM,
KASAD, KASAL, KASAU, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan Direktorat
Jenderal. dalam bidang manajemen, terdapat Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan
Direktorat Jenderal. Dalam bidang Operasi dan Strategi terdapat Panglima TNI. Panglima TNI
bertanggung jawab kepada Kemenhan, tidak lagi bertanggung jawab langsung kepada
Presiden. Dibawah Panglima TNI terdapat KASUM, KASAD, KASAL, dan KASAU

Kesimpulan

Perlunya reformasi di sektor pertahanan, khususnya terkait organisasi dan kelembagaan


pertahanan di Indonesia. Reformasi yang ada dapat dikatakan baru menyentuh aspek-aspek
legal (hukum) dan struktural yang amat terbatas. Berbagai perangkat UU lain yang terkait
dengan organisasi pertahanan masih harus dibuat agar institusi sipil dan militer t dapat menjadi
kekuatan pertahanan negara yang profesional dan patut dibanggakan oleh seluruh rakyat
Indonesia. Dualisme peran dan fungsi TNI dan Kemhan harus dapat diselesaikan dengan
efektif dan efisien. Reformasi struktural organisasi antara Kementerian Pertahanan dan TNI
harus menjadi prioritas dalam agenda nasional bangsa Indonesia.

8
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Kardi, Koesnadi. Hubungan Sipil Militer di Era Demokrasi. Jakarta: Pratama, 2015.
Nusa Bakti, Ikrar. 2009. Reformasi Sektor Kemanan : Sebuah Pengantar. Jakarta : IDSPS,
DCAF 2009
Manan, Abdul, dkk. 2008. Reformasi Sektor Keamanan; Panduan Untuk Jurnalis. Jakarta:
IDSPS.

Dokumen
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Sekretariat
Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3

UU RI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Sekretariat Negara,


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127

Peraturan Presiden (Perpres) No. 58/2015 tentang struktur organisasi Kementerian


Pertahanan.

Jurnal dan website


Sukadis, Beni. 2016. Reformasi di Kementerian Pertahanan RI. Jurnal Keamanan Nasional
Vol. II, No. 2, 2016,
Erdianto, Kristian. “Posisi Panglima TNI yang Setara Menhan Dikhawatirkan Berdampak
Politis” https://nasional.kompas.com/read/2017/09/25/23125631/posisi-panglima-tni-
yang-setara-menhan-dikhawatirkan-berdampak-politis?page=all, diakses pada tanggal
14 Oktober 2020 pukul 06.51
Putra, Rizal Darma. “Panduan Media dan Reformasi Sistem Keamanan”
https://www.dcaf.ch/sites/default/files/publications/documents/BOOK2part1_toolkit.p
df, diakses pada tanggal 14 Oktober 2020 pukul 08.06
OECD DAC, Security System Reform and Governance Guidelines, 2004,
http://www.oecd.org/ dataoecd/8/39/31785288.pdf, diakses pada tanggal 14 Oktober
2020 pukul 08.06

Wulf, Herbert, Security Sector Reform in Developing and Transitional Countries, in Clem
McCartney, Martina Fischer and Oliver Wils, Security Sector Reform, Potentials and
Challenges for Conflict Transformation (Berlin: Berghof Research Center for
Constructive Conflict Management, 2004) p. 9.

Anda mungkin juga menyukai