Anda di halaman 1dari 105

Modul PKBN SERI 3 WAJIB

TATARAN DASAR BELA NEGARA


DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
ISBN: 978-979-8878-11-4

Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI

Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.

Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara

Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela

Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110

Diterbitkan oleh:

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia


Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 13-14 Jakarta Pusat
Telp : 021-3828893
Fax : 021-3505210
Email : datin.pothan@kemhan.go.id

Cetak Pertama – 2019


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang – Undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis
dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudara sebangsa dan setanah air.


Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah
penantian atas lahirnya aturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Kini, Bela
Negara telah menjadi norma hukum yang diatur secara khusus
dalam Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Direktur Jenderal
Potensi Pertahanan

Pengaturan Bela Negara dalam peraturan-perundang-undangan ini menjadi sangat


penting terlebih mencermati perkembangan lingkungan strategis saat ini, baik di tingkat
global, regional dan nasional yang menunjukkan multidimensionalitas ancaman terhadap
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Ancaman yang terjadi saat
ini lebih didominasi ancaman nonmiliter, yang berdimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial
budaya, berdimensi teknologi, keselamatan umum, bahkan dapat berdimensi legislasi,
namun mengingat sifatnya yang sulit diprediksi, bukan tidak mungkin pada suatu saat,
ancaman militerpun kemungkinan bisa terjadi. Oleh karena itulah, kesadaran Bela Negara
setiap warga negara tersebut menjadi sangat penting sebagai wujud daya tangkal dan
kesiapsiagaan warga negara, baik dalam menghadapi kompleksitas ancaman nonmiliter
maupun bila suatu saat negara membutuhkan untuk menghadapi ancaman militer. Itulah
sebabnya kesadaran Bela Negara juga sebagai landasan membangun sistem pertahanan
negara baik dalam menghadapi ancaman nonmiliter maupun ancaman militer.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) adalah upaya menanamkan


pengetahuan dan membentuk sikap mental dan perilaku serta tindakan warga negara yang
memiliki kesadaran dan kemampuan Bela Negara. PKBN perlu dilaksanakan secara masif,
terukur, terkoordinasi dan terstandarisasi di lingkup pendidikan, lingkup pekerjaan dan
lingkup masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Untuk itu
Kementerian Pertahanan membuat Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara, yang terdiri
dari 1 Modul Ringkasan Eksekutif, 4 Modul Wajib dan 8 Modul Pilihan. Modul ini menjadi
acuan bagi Kementerian/Lembaga termasuk di Kementerian Pertahanan sendiri, TNI, Polri,
Pemerintah Daerah, dan komponen bangsa lainnya dalam menyelenggarakan Pembinaan
Kesadaran Bela Negara di lingkungannya masing-masing.

Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,

i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan


Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan “Pertahanan Negara” adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan “Sumber
Daya Nasional” adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
buatan.

Dalam rangka mengimplementasikan amanat undang-undang tersebut,


khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia Indonesia, yang dimaknai sebagai
seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang memberikan daya dan usahanya untuk
kepentingan bangsa dan negara. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian
Pertahanan, memadang perlu untuk melakukan program pembinaan kesadaran bela
negara (PKBN). Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan
kepada warga negara guna menumbuh-kembangkan sikap dan perilaku, serta
menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pada dasarnya pelaksanaan program PKBN
ditujukan terutama untuk:

1. Menyadarkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) akan pentingnya segala


usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI,
dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap
bangsa dan negara, secara terus-menerus pantang menyerah, agar kesinam-
bungan hidup bangsa dan negara dapat dipertahankan dari masa ke masa.
2. Membentuk sikap dan perilaku bela negara seluruh WNI yang mencerminkan
tekad, sikap dan perilaku WNI, baik secara perseorangan maupun kolektif
dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI, yang

iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.

Salah satu sarana untuk mendukung keberhasilan tujuan program PKBN,


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan menyusun modul pembinaan kesadaran bela
negara yang disingkat “Modul PKBN”, yang terdiri dari 12 judul pokok bahasan yaitu :
1. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
2. Empat Konsensus Dasar Negara
3. Tataran Dasar Bela Negara
4. Wawasan Kebangsaan
5. Wawasan Nusantara
6. Kearifan Lokal
7. Ketahanan Nasional
8. Kepemimpinan
9. Sistem Pertahanan Semesta
10. Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
11. Pencegahan Korupsi
12. Pengetahuan Cyber
Keduabelas judul pokok bahasan tersebut disusun dalam rancangan pembela-
jaran atau kurikulum, yang mendasarkan pada upaya pencapaian tujuan program PKBN
tersebut diatas. Secara garis besar di-ilustrasikan pada gambar 1 - Payung, berikut ini :

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN

iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca

Kaitan pengembangan kurikulum program PKBN dengan ilustrasi payung tersebut


dimuka, dalam penyusunan Paket Modul PKBN yang dirancang untuk mencapai tujuan
program PKBN, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “kanopi” dalam “melindungi” bangsa


dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman,
disusun 2 (dua) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 1, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, dimana


penekanan konten pada ranah “menyadarkan” warga negara agar terdo-
rong untuk melakukan upaya bela negara, karena sejarah merupakan :
1) Sumber pelajaran sikap dan perilaku yang telah berhasil dilakukan oleh
para pendahulu bangsa, dalam upayanya mempertahankan
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
2) Sumber kesadaran waktu, yang menyadarkan seluruh WNI bahwa
peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah merupakan sesuatu
yang terus bergerak dari masa silam, bermuara ke masa kini, dan
berlanjut ke masa depan. Hal ini menyadarkan warga negara bahwa
sikap dan perilaku pada masa kini akan berimplikasi kepada kehidupan
bangsa di masa depan, dan mendorong mereka untuk mengukir
sejarahnya dengan sebaik-baiknya.
3) Sumber inspirasi, artinya sikap dan perilaku para pendahulu bangsa
dalam kiprahnya mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta
memperjuangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara, merupakan
keteladanan yang meng-inspirasi warga negara generasi berikutnya.
4) Sumber yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme,
yang terbangun karena kesadaran adanya kesamaan sejarah di masa
lampau, dan adanya keinginan untuk membuat sejarah besar di masa
yang akan datang.
5) Sumber kesadaran jatidiri bangsa, merupakan identitas bangsa yang
harus dibentuk secara berkesinambungan oleh WNI dari masa ke masa,
agar dihormati dan dihargai negara lain di kancah internasional.

v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.

2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man

vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara

3. Pokok bahasan yang berfungsi sebagai “pegangan/fondasi” dalam melindungi


bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan
jaman, disusun 4 (empat) modul yang dirancang sebagai berikut:
a. Modul Wajib 4, Sistem Pertahanan Semesta, berisi tentang konsep-
konsep dan operasionalisasi pertahanan negara, dalam suatu sistem yang
bersifat kesemestaan yang melibatkan seluruh sumber daya nasional, baik
warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sarana-
prasarana, dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibrida di
semua bidang. Pemahaman sistem pertahanan semesta diperlukan untuk
“membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara
b. Modul Pilihan 4.1, Pencegahan Penanggulangan Terorisme, berisi tentang
konsep-konsep dan operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan
terorisme yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk
sikap dan perilaku nyata” membela negara menghadapi ancaman terorisme.
c. Modul Pilihan 4.2, Pencegahan Korupsi, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan korupsi yang
berpotensi merusak moral kehidupan bangsa dan negara. Pemahaman materi ini
diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” dalam
membela negara dalam upaya pemberantasan korupsi.
d. Modul Pilihan 4.3, Pengetahuan Cyber, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi ancaman di ranah kejahatan cyber (antara lain: pembobolan
situs, pencurian data, penyebaran virus/program jahat) yang berpotensi
membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman
pengetahuan cyber diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan
perilaku nyata” membela negara terhadap ancaman kejahatan cyber.
Rancang bangun hubungan antar modul rangkaian Modul PKBN, seperti terlihat
pada gambar 2 - “desain instruksional” berikut ini:

vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN

SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB

SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)

SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN

SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.

Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.

Rancangan setiap Modul PKBN, merupakan “Paket Pembelajaran” yang disusun


ke dalam 7 (tujuh) kategori sebagai berikut :

A. MATERI / BAHAN AJAR


B. KELOMPOK PESERTA PKBN
C. STANDAR KOMPETENSI PER KELOMPOK PESERTA
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR PER KELOMPOK PESERTA
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2019


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

ix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… i


PENGANTAR MODUL PKBN ……………………………………………………………… i iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………...……………………………….. xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………… xii

A. MATERI / BAHAN AJAR …………………………………………………………….. 1


Bagian I : PEMAHAMAN TATARAN DASAR BELA NEGARA …..………………….. 1 1
1. Pengertian ……………..………………………………………….…… 1 1
2. Nilai-Nilai Dasar Bela Negara .…………………………………..………. 2 2
3. Cakupan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara ……………………….……… 3 3

Bagian II : NILAI KARAKTER dan/atau NILAI KEBANGSAAN dalam


NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA ……………………………..………. 8 8
1. Nilai Cinta Tanah Air ……………………………………………………… 8 8
2. Nilai Sadar Berbangsa dan Bernegara ……………….……..…………. 11 11
3. Nilai Setia Pada Pancasila Sebagai Ideologi Negara .………………... 1414
4. Nilai Rela Berkorban Untuk Bangsa Dan Negara …………………….. 1818
5. Nilai Kemampuan Awal Bela Negara…………………………..…….... 2121

Bagian III : STRATEGI MEMBANGUN NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA …..….. 2424
1. Pendekatan Wawasan Kebangsaan …………………………….….. 2424
2. Pendekatan Wawasan Nusantara ……………………………….…. 2628
3. Pendekatan Kearifan Lokal ………………………………….……….… 2931
4. Pendekatan Ketahanan Nasional …………………………………….... 32 34
5. Pendekatan Kepemimpinan ……………………………………….…… 3538

Bagian IV : IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA


Dalam KEHIDUPAN BERMASYARAKAT ………………………………. 40 42
1. Masyarakat Indonesia ……………..………………………………. 4042
2. Lingkup Pendidikan ………………………………………………...…. 4244
3. Lingkup Masyarakat ………………………………………………….. 4547
4. Lingkup Pekerjaan …………………………………………………….. 4749

Bagian V : URGENSI MANIFESTASI NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA


Dalam GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ……………………….... 4951

x
B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……………………………………………………… 54

C. STANDAR KOMPETENSI ………………………………………………………….. 56


1. Pengertian …………………………………………………………. 56
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat ………………………… 59
3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup ……………………………….. 60

D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN ………………………………………….. 62


1. Pengertian …………………………………………………………….………. 62
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat …….……….. 70
3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup …………………… 71

E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN ……………………………………………….. 72


1. Pengertian ……………………………………………………………………….. 72
2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat ……………….. 73
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup …………………….. 74

F. METODE EVALUASI ……………………………………………………………….. 75


1. Pengertian ………………………………………………………………………… 75
2. Garis Besar Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Tingkat ……………….. 77
3. Matriks Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Lingkup …………………… 78

G. PENGUATAN (Reinforcement) Pembelajaran ………………………….………... 79

DAFTAR PUSTAKA ..…………………………………………………………………… 84

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN ……………………………… iv

Gambat 2 : Desain Instruksional Modul PKBN ………………………………………. viii

Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul Tataran Dasar Bela Negara …………… xiii
Gambar 4: Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah ………………………… 46

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kelompok Lingkup Pendidikan ………………………………………… 54


Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C) …………. 56
Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A) …………………… 57
Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P) …………… 58
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Tataran Dasar Bela Negara di setiap Tingkat 59
Tabel 6 : Matriks Standar Kompetensi – Tataran Dasar Bela Negara ………… 60
Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Tataran Dasar Bela Negara di setiap Tingkat 70
Tabel 8 : Matriks Metode Pembelajaran – Tataran Dasar Bela Negara ……….. 71
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Tataran Dasar Bela Negara …………. 74
Tabel 10 : Metode Evaluasi – Tataran Dasar Bela Negara di setiap Tingkat …… 77
Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Tataran Dasar Bela Negara ……………… 78

xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - MODUL TATARAN DASAR BELA NEGARA

Contoh antara lain:


1.Gerakan membangkitkan rasa
cinta tanah air
2.Gerakan membangun kesa-
daran berbangsa & bernegara
3.Gerakan yg mencerminkan
kesetiaan pada Pancasila
4.Gerakan yg mencerminkan
perilaku rela berkorban untuk
bangsa dan negara
5.Gerakan meningkatkan
kemampuan awal bela negara

Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul TATARAN DASAR BELA NEGARA

xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR

Bagian I
PEMAHAMAN TATARAN DASAR BELA NEGARA

1. Pengertian
Arti kata Tataran di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hasil menatar,
mengajar, atau membimbing. Namun juga diartikan sebagai tingkatan.1 Tataran dapat
dimaknai secara bebas sebagai bimbingan pembelajaran yang harus dipahami oleh
seluruh tingkatan komunitas bangsa.

Sedangkan Bela Negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam pasal 27 ayat
(3) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara”. Artinya secara konstitusional bela negara
mengikat seluruh bangsa Indonesia sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara.
Bela Negara terkait erat dengan terjaminnya eksistensi Negara Kesatuan Repulik
Indonesia (NKRI) dan terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana termuat dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.2 Bela Negara didefinisikan
sebagai tekad, sikap dan perilaku, serta tindakan warga negara, baik secara
perseorangan maupun kolektif, dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun
1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai
Ancaman.3

1
Arti Kata Tataran, diunduh dari https://typoonline.com/kbbi/tataran; https://kbbi.web.id/tataran
2
Himpunan Perundang-undangan yang terkait dengan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Petahanan,
(Departemen Pertahanan, Sekretariat Jenderal Biro Hukum, 2007), hal. 21
3
Undang-Undang RI No.23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara.
Disahkan pada tanggal 24 Oktober 2019 Oleh Presiden RI Joko Widodo, diundangkan oleh Menteri Hukum dan
HAM Yasonna H. Laoly
1
Jadi yang dimaksud dengan Tataran Dasar Bela Negara adalah bimbingan
pembelajaran bela negara yang dijiwai oleh nilai-nilai dasar bela negara, yang merupakan
sebuah kesepakatan untuk menjadi landasan bersikap dan berperilaku seluruh warga
negara Indonesia di semua tingkatan baik di tataran individu, tataran masyarakat hingga
tataran bangsa, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Nilai-Nilai Dasar Bela Negara


Berdasarkan pemahaman makna bela negara seperti yang telah dipaparkan di
muka, serta menyarikan makna yang tersirat dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara, pada penjelasan pasal 9 ayat (1),4 yang menyatakan bahwa:
“Upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia,
juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan
penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa.”
dan pemahaman bahwa perjuangan bangsa Indonesia dalam membangun bangsa dan
NKRI serta mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan
kesinambungan hidup bangsa, mencerminkan kemampuan berjuang yang penuh
semangat dan pantang menyerah dari para pendahulu bangsa. Maka, berdasarkan
ketiga sumber pemikiran tersebut di atas, serta hasil diskusi para pemangku kepentingan
di bidang pertahanan, nilai-nilai dasar yang terkandung dalam upaya bela negara dapat
dirumuskan dan dikategorisasikan ke dalam 5 (lima) kelompok nilai yaitu:
a. Cinta Tanah Air;
b. Sadar Berbangsa dan Bernegara;
c. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara;
d. Rela Berkorban Untuk Bangsa dan Negara; dan
e. Kemampuan Awal Bela Negara.

4
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal – Biro Hukum, op,cit., hal. 58
2
Kelima nilai-nilai dasar Bela Negara tersebut di atas kemudian dikukuhkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2019 tentang Penglolaan Sumber
Daya Nasional untuk Pertahanan Negara pada Bab III Pasal 6 ayat (3).5

3. Cakupan Nilai-nilai Dasar Bela Negara


a. Cinta Tanah Air
Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam,
dimana ada empat (4) unsur atau syarat untuk mewujudkan perasaan cinta yaitu
adanya: 1) perhatian (care); 2) tanggung jawab (responsibility); 3) hormat (respect);
4) pengenalan atau pengetahuan (knowledge), yang semuanya muncul secara
seimbang dalam pribadi yang mencintai. Rasa cinta bukanlah semata-mata
masalah perasaan (emosi) yang berkobar meledak-ledak terhadap objeknya,
melainkan masalah komitmen membaja dan militan terhadap objeknya. Karena
cinta berawal dari adanya kehendak dan kerelaan yang kemudian mengalir ke
dalam jiwa dimana terdapat emosi-emosi kita. Selanjutnya berkembang menjadi
sikap dan perilaku lahiriah yang menandakan cinta itu6.

Sedangkan tanah air secara harafiah berarti suatu negeri tempat kelahiran.7
Namun dalam hal ini tanah air diartikan sebagai ruang wilayah negara baik secara
geografis (fisik) maupun sebagai tata nilai dan tata kehidupan masyarakat (non-
fisik) yang telah memberikan sumber kehidupan dan penghidupan sejak manusia
lahir sampai pada akhir hayatnya.

Oleh karena cinta pada hakikatnya adalah komitmen, maka cinta tanah air
adalah komitmen terhadap tanah air, yang tercermin di dalam sikap dan perilaku
yang menunjukkan rasa hormat, tanggung jawab, perhatian, dan kebulatan hati atau
tekad terhadap keutuhan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke,
kelangsungan hidup dan kemajuan NKRI, mencintai dan melestarikan hidup, serta
menjaga nama baik dan mengharumkan tanah air Indonesia8. Komitmen ini

5
Undang-Undang RI No.23 Tahun 2019,op.cit.
6
Erich Fromm. The Art of Loving: Memaknai Hakikat Cinta (Gramedia, 2005)
7
Arti kata tanah air, diunduh dari: https://kbbi.kata.web.id/tanah-air/
8
Bahan Ajar, Tataran Dasar Bela Negara: Untuk Kader Bela Negara (Kementerian Pertahanan RI, 2018), hal.18-21
3
merupakan fondasi kokoh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,
mencerminkan adanya ikatan batin karena tanah air itu telah menjadi bagian
integral dari diri kita sebagai warga negara.

b. Sadar Berbangsa dan Bernegara


Komitmen terhadap tanah air yang merupakan manifestasi dari rasa cinta yang
tinggi terhadap tanah air dari setiap warga negara, memerlukan dukungan
kesadaran berbangsa dan bernegara. Warga negara yang memiliki kesadaran
berbangsa berarti memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan kepribadian
bangsa atau jatidiri bangsa yang selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat
bangsa, serta selalu mengkaitkan dirinya dengan cita-cita dan tujuan hidup
bangsanya.

Sebuah negara tidak dapat eksis, hidup, dan berkembang secara berdaulat
tanpa adanya kesadaran bela negara dalam diri warganya. Kesadaran bela negara
sesungguhnya adalah pengembangan dari kesadaran individual untuk membela diri
dan mempertahankan kehidupan. Ketika individu menyatu dalam kelompok, maka
kesadaran membela diri itu juga berkembang menjadi kesadaran membela
kelompok. Ketika kelompok itu berkembang selanjutnya menjadi sebuah negara,
maka kesadaran itupun berkembang menjadi kesadaran bela negara sebagai efek
dari kesadaran berbangsa dan bernegara. Karena itu tingkat kesadaran bela negara
juga bisa terlihat dan teruji ketika kedaulatan negara terancam.9

Sikap dan perilaku yang mencerminkan kesadaran berbangsa dan bernegara


dalam menghadapi berbagai ancaman negara adalah sikap dan perilaku yang
selalu: menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan dalam keberagaman di lingkup
masing-masing; menumbuhkan rasa memiliki jiwa besar dan patriotism yang
menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar NKRI sebagai negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
memiliki kesadaran atas tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia yang

9
Modul Bela Negara, Sadar Berbangsa Dan Bernegara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2016), hal. 1
4
didukung dengan pengetahuan, watak perilaku dan keterampilan yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.10

c. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila telah disepakati sebagai falsafah dan ideologi bangsa dan negara
dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara guna tercapainya
tujuan nasional seperti tercantum dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD NRI 1945.
Tujuan Nasional tersebut yaitu: “untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dalam rangka
meningkatkan dan menumbuhkan keyakinan dan kesetiaan akan Pancasila sebagai
Ideologi Negara, maka setiap warga negara Indonesia harus benar-benar
memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.11

Pancasila merupakan sumber hukum dan sekaligus sebagai kerangka acuan


NKRI, karena Pancasila sebagai dasar negara telah dapat mempersatukan rakyat
Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam agama, suku bangsa, bahasa, asal-usul
keturunan dan tingkat sosial ekonomi. Hal ini terlihat pada perjalanan sejarah
bahwa yang telah berkali-kali dipecah belah oleh bangsa penjajah maupun pihak-
pihak yang tidak menyukai Pancasila, namun bangsa Indonesia sampai saat ini
masih tetap utuh sebagai bangsa yang bersatu dan kuat terutama dalam menuju
cita-cita nasional yaitu untuk mencapai negara yang adil dan makmur dalam
berkeadilan maupun adil dalam kemakmuran.12

Kesinambungan kehidupan bangsa dan negara hingga saat ini, menunjukkan


bahwa kesetiaan warga negara kepada Pancasila sebagai ideologi negara yang
senantiasa harus tetap terjaga di masa kini dan mendatang. Kesetiaan warga
negara kepada Pancasila, dapat dikatakan sebagai cerminan dari kesadaran

10
Kementerian Pertahanan RI, 2018, op.cit, hal. 22-23
11
Modul Pemantapan Wawasan Kebangsaan, (Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Republik Indonesia, 2014), hal.263
12
Kementerian Pertahanan RI, 2018, op.cit, hal. 22-24

5
berbangsa dan bernegara dari setiap warga negara Indonesia yang didasari oleh
rasa cinta tanah air.

d. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara


Rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan
keikhlasan dalam memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun
akan menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri. Rela berkorban bagi Bangsa
dan Negara adalah sikap dan perilaku dimana seseorang membaktikan diri bagi
pengabdian untuk melakukan sesuatu dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga
tanpa paksaan, tanpa pamrih, dan tanpa meminta imbalan bagi kepentingan umum
bangsa dan negara, walaupun pengabdian itu menuntut pengobanan diri.13

Pernyataan “.. rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa”
pada akhir penjelasan pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, mengandung dua makna yaitu: rela berkorban dengan
mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi/golongan, dan rela
berkorban waktu, harta, raga maupun jiwa untuk kepentingan nusa dan bangsa.

Rela berkorban dengan mendahulukan kepentingan umum daripada


kepentingan pribadi/golongan merupakan nilai bela negara, mutlak harus
terus dibangun secara berkesinambungan untuk memperkokoh kekuatan bangsa
dan ketahanan nasional yang berdaya tangkal tinggi terhadap ancaman, gangguan,
hambatan dan tantangan, baik dari pihak luar negeri maupun dalam negeri yang
ingin menghancurkan atau mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah
NKRI, dan keselamatan segenap bangsa.

Rela berkorban waktu, harta, raga maupun jiwa untuk kepentingan nusa dan
bangsa merupakan nilai bela negara yang seharusnya dilaksanakan dalam setiap
kesempatan dan di setiap bidang kegiatan yang kita tekuni atau yang menjadi
kegiatan masing-masing atau bidang masing-masing. Hal ini haruslah merupakan
kesadaran bahwa tidak mungkin bangsa Indonesia hidup merdeka hingga sekarang

13
Modul Bela Negara, Rela Berkorban Untuk Bangsa Dan Negara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,
2016), hal.6-7
6
ini apabila generasi-generasi pendahulu tidak berjuang dan berkorban harta, raga
dan jiwanya untuk tercapainya kemerdekaan bangsa dari belenggu penjajah.

e. Kemampuan Awal Bela Negara


Kesiap-siagaan warga negara dalam melaksanakan kewajibannya membela
bangsa dan NKRI, yang dilakukannya dengan penuh kesadaran, tanggung jawab
dan rela berkorban dalam pengabdiannya kepada negara dan bangsa, memerlukan
kemampuan awal bela negara. Kemampuan awal yang dibangun sesuai dengan
profesi dan peranan masing-masing warga negara di semua lingkup baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.

Kemampuan awal bela negara yang dimaksud adalah kemampuan yang


mengandung semangat tinggi untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan
makmur. Kemampuan yang sarat nilai-nilai karakter yang terkandung dalam
semangat setiap warga negara dalam: kesiapan diri untuk selalu siap bersaing,
memiliki motivasi untuk senantiasa menjaga kesehatan, selalu berpikiran dan
belaku positif dengan hati yang riang gembira, serta semangat pantang menyerah.

Kemampuan awal bela negara merupakan perpaduan dari 2 bentuk


kemampuan yaitu: Kemampuan Psikis (mental); dan Kemampuan Fisik (jasmani).
Memiliki kemampuan awal bela negara dalam bentuk kemampuan psikis yaitu
setiap warga negara dituntut untuk memiliki sikap dan perilaku disiplin, ulet, bekerja
keras mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, percaya akan
kemampuan sendiri, tahan uji dan pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan
hidup untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Tanpa sikap mental yang
sebagaimana tersebut di atas sulit bagi sebuah bangsa untuk mencapai cita-cita
dan tujuan nasional, bahkan mungkin akan membawa kepada jurang kehancuran.
Sedangkan kemampuan fisik dalam bentuk fisik (jasmani) artinya warga negara
memiliki kesehatan yang baik, tangkas, postur tubuh yang memadai yang akan
mendukung kemampuan psikis. Perpaduan kedua kemampuan tersebut
mencerminkan pepatah kuno yang mengatakan bahwa “Men sana in corpore sano”
atau dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat.14

14
Kementerian Pertahanan RI, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, 2010, Op.cit, hal. 15-16
7
Bagian II
NILAI KARAKTER dan/atau NILAI KEBANGSAAN
Dalam NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA

Seperti yang telah dikemukakan pada Bagian I bahwa, kelima nilai-nilai dasar bela
negara telah dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019, tentang
Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Di dalam setiap nilai-nilai
dasar bela negara terkandung nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang
beroperasi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sumber nilai-
nilai karakter yang terkandung di dalam nilai-nilai dasar bela negara merupakan
implementasi dari Nilai Praksis Pancasila15, sedangkan sumber nilai-nilai kebangsaan
yang terkandung di dalam nilai-nilai dasar bela merupakan: 1) Esensi Nilai-nilai Ideologi
Pancasila; 2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3)
Konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 4) Bhineka Tunggal Ika sebagai
Sesanti Bangsa Indonesia,16 yang dijelaskan melalui pencapain indikator-indikator dari
kelima nilai-nilai dasar bela negara.

Pengembangan indikator-indikator yang mencerminkan implementasi dari setiap


nilai-nilai dasar bela negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan,17 yang
akan dijabarkan berikut ini berdasarkan urutan kelima nilai-nilai dasar bela negara:

1. Nilai Cinta Tanah Air dimana indikator-indikator yang mencerminkan


perwujudan nilai dasar bela negara ini adalah:
a. Menjaga tanah dan perkarangan serta seluruh ruang wilayah Indonesia.
Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di
dalamnya di antaranya:
1) Nilai Cinta Lingkungan, yang dimulai dari menanam pohon di halaman
sendiri, membuang sampah di tempatnya, menghemat pemakaian air,

15
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Op. cit., hal. 54-70
16
Buku Induk : Nilai-nilai Kebangsaan Indonesia Yang Bersumber Dari Empat Konsensus Dasar Bangsa, (Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012), hal. 28-51
17
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pembinaan Kesadaran Bela Negara.
8
dan menjaga lingkup sendiri bersih dan asri, serta menjaga kelestarian
hutan yang berada di lingkupnya.
2) Nilai Cinta Tanah Air, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku
seluruh warga negara, bahu-membahu secara terpadu, menjaga,
mempertahankan dan mengamankan seluruh ruang wilayah Indonesia di
darat, laut dan udara, agar tidak sejengkalpun tanah terlepas dari wilayah
NKRI.

b. Bangga sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai karakter dan/atau Nilai-nilai


kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain:
1) Nilai Kemandirian, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam melaksanakan kewajiban
dan menyelesaikan tugas yang diembannya;
2) Nilai Bangga sebagai Bangsa Indonesia, yang dicerminkan melalui
sikap dan perilaku yang menyadari dan memahami serta bertekad
bersatu sebagai bangsa Indonesia yang memiliki tanggung jawab moral
untuk terus menjadikan Indonesia damai dan penuh harapan terhadap
masa depan yang cerah sehingga selalu bangga sebagai bangsa
Indonesia yang hidup tentram di wilayah NKRI yang luas dan subur
seperti “Untaian Zamrud di Khatulistiwa”. Sikap dan perilaku yang tidak
pernah menjelek-jelekan bangsa sendiri sekalipun masih ada hal yang
belum sempurna yang dilakukan oleh Pemerintah kepada rakyatnya
karena mengalami tantangan dan kekurangan sumber daya.
3) Nilai Tidak Merasa Rendah Diri, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang selalu berpikir positif agar kita mampu melihat kelebihan
bangsa sendiri dibandingkan bangsa lain. Sisi positif perlu
dikembangkan sebagai penangkal munculnya perasaan rendah diri di
dalam pergaulan sehari-hari atau antar bangsa.

c. Menjaga nama baik bangsa dan negara. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-
nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain:
1) Nilai Jujur, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

9
perkataan, tindakan dan pekerjaan. Tidak berbohong (berkata apa adanya),
tidak curang (mengikuti aturan yang berlaku), tulus dan ikhlas, tidak KKN
(Korupsi, Kolusi, Nepotisme), mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkup kerja,
berkembang ke lingkup yang lebih luas dan dipraktekkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Nilai Tanggung Jawab, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku seorang
kesatria dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dilakukan dan bersedia memikul akibat perbuatannya, baik terhadap diri sendiri,
masyarakat, dan lingkup (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang
Maha Esa. Artinya juga tidak pengecut misalnya sebagai pemimpin jika
melakukan kesalahan mendasar yang merugikan masyarakat bangsa dan
negara, maka untuk memenuhi rasa tanggung jawabnya bersedia untuk
mengundurkan diri.
3) Nilai Menjaga Kehormatan/Martabat, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang senantiasa menjaga kehormatan diri pribadi, keluarga dan
kelompok, serta nama sekolah atau instansi tempat bekerja. Apabila ada
tindakan seorang oknum suatu instansi yang melanggar hukum yang dapat
mencoreng nama baik instansinya, maka secara sukarela melakukan
kewajibannya untuk membela dengan melaporkan atau mengambil tindakan
yang diperlukan untuk mengatasinya atau memperbaikinya.
4) Nilai Beradab, sikap dan perilaku yang mencerminkan budi bahasa yang baik,
berlaku sopan, dan menghormati sesama warga walaupun berbeda agama,
suku bangsa, budaya ataupun strata ekonomi yang dimiliki.
5) Nilai Santun, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang halus dan baik,
budi bahasa dan tingkah laku, sabar dan tenang, sopan, penuh belas kasihan
dan suka menolong. Santun juga diartikan mampu bertutur kata yang baik, dan
tidak menyakitkan lawan bicaranya. Ucapan terima kasih apabila menerima
sebuah kebaikan atau menyebut minta tolong apabila minta bantuan, dan minta
maaf jika melakukan kesalahan. Sebagai warga yang baik memelihara
kesantunan terhadap siapapun tidak terkecuali, terutama terhadap orangtua,
guru, pemimpin maupun orang yang usianya lebih tua.
6) Nilai Ramah, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang murah
senyum, baik hati dan menarik budi bahasanya, manis tutur kata dan sikapnya,
suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan. Buah dari karakter ramah

10
adalah terciptanya suasana yang cair dalam berkomunikasi dan akan disenangi
semua pihak dalam pergaulan di antara sesame teman sekolah, mitra kerja dan
pergaulan antar bangsa.

d. Memberikan kontribusi pada kemajuan bangsa dan negara. Nilai-nilai


karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara
lain:
1) Nilai Kerja Keras, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.
Sikap dan perilaku yang selalu mengejar prestasi tidak pernah
menghindari masalah. Masalah merupakan tantangan yang membuat
individu semakin matang. Bekerja keras dengan selalu melakukan
evaluasi diri terhadap apa yang sudah dicapai dan yang belum dicapai.
2) Nilai Produktif, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
senantiasa berupaya untuk menghasilkan karya atau produk apapun
dalam jumlah banyak dengan menggunakan modal yang kecil atau
bahan baku yang terbatas.

e. Mencintai produk dalam negeri, budaya kesenian bangsa Indonesia.


Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di
dalamnya yaitu: Nilai Cinta Seni dan Budaya, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang menghargai produk bikinan anak bangsa serta karya seni yang sudah
diakui dunia seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Tari-tarian daerah, dan seni
budaya lainnya. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya bangsa kita telah
memiliki peradaban yang tidak kalah dengan bangsa-bangsa lainnya. Sikap dan
perilaku yang ikut serta melestarikan kebudayaan daerah dan mengembangkan
kesenian daerah.

2. Nilai Sadar Berbangsa Dan Bernegara, dimana indikator-indikator yang


mencerminkan perwujudan nilai dasar bela negara ini adalah:
a. Memiliki kesadaran keragaman, budaya, suku, agama, bahasa dan adat
istiadat. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung
di dalamnya antara lain:

11
1) Nilai Toleransi/Keselarasan, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya, serta mau
memahami orang lain, sehingga komunikasi dapat berlangsung dengan
baik. Selain itu, memiliki kemampuan beradaptasi dan kemauan untuk
memahami dan menerima budaya daerah/kearifan lokal sebagai
konsekuensi dari bangsa yang bersifat plural/majemuk.
2) Nilai Kerukunan, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
menunjukkan dorongan untuk senantiasa menjaga kerukunan,
menghindari pertikaian dan/atau konflik sosial di tengah kehidupan
masyarakat. Semangat kerukunan sudah hidup di masyarakat Indonesia
sejak dulu, bahkan sejak zaman Majapahit, masjid dan pura sudah
dibangun secara berdampingan hal ini menunjukkan karakter kerukunan
tersebut.

b. Menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai


peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nilai-nilai karakter dan/atau
nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya, antara lain:
1) Nilai Demokratis, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
merefleksikan kebebasan yang bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pemerintah. Hal ini menunjukkan makna bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam setiap pengambilan
keputusan senantiasa melibatkan semua pihak, melalui pembahasan
bersama dan untuk kepentingan bersama. Di dalam karakter demokratis
terdapat ciri-ciri penghargaan terhadap perbedaan, tidak memaksakan
kehendak, serta mengutamakan win-win solution yang mengutamakan
konsensus atau musyawarah untuk memperoleh mufakat. Keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak, merupakan cara yang paling akhir
dilakukan, apabila tidak ada titik temu berdasarkan kesepakatan atau
konsensus dalam suatu kelompok masyarakat.
2) Nilai Kesamaan Derajat, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku
yang mendasarkan pada cara berpikir, bersikap, dan bertindak warga

12
negara Indonesia, yang mearefleksikan bahwa setiap warga memiliki hak
yang sama di depan hukum.
3) Nilai Disiplin/Ketaatan Hukum, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang menunjukkan ketaatan pada aturan. Disiplin sangat erat
dengan keteraturan terutama berkaitan dengan waktu. Untuk dapat
berdisiplin maka harus siap mengorbankan kesenangan karena harus
menjalankan tanggung jawab/kewajiban. Dalam organisasi diwujudkan
dengan kesadaran pengabdiannya mentaati segala peraturan dan tata
tertib yang berlaku.

c. Mengenal keragaman individu di rumah dan di lingkupnya. Nilai-nilai


karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya di
antaranya: Nilai Kekeluargaan yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
memiliki nilai-nilai kebersamaan dan senasib sepenanggungan dengan sesama
warga negara baik di rumah maupun di lingkup nya tanpa membedakan asal-usul,
keyakinan atau agama, suku dan budaya, yang merupakan konsekuensi dari bangsa
yang bersifat majemuk.
d. Berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara
Indonesia. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang
terkandung di dalamnya di antaranya:
1) Nilai Berpikir Positif. Berpikir positif sangat penting karena pikiranlah yang
menggerakan ucapan dan tindakan, serta menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan. Pikiran yang positif membuat kita berbicara dan berperilaku positif.
Berpikir positif adalah kebiasaan yang bisa dilatih dan perlu dimulai dari sejak
anak-anak hingga dewasa, sehingga dapat membuahkan hasil karya yang baik,
tidak saja untuk kepentingan pribadi dan keluarga juga untuk kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
2) Nilai Rasa Malu. Masyarakat Indonesia sejak dahulu berpegang teguh kepada
pranata adat dan budaya, berdasarkan kearifan lokal yang sangat dipatuhi
terhadap norma-norma yang berlaku sehingga mempunyai rasa malu jika
melanggarnya. Apabila seseorang melanggar norma-norma tersebut maka
harus menerima sanksi hukuman dari lingkupnya, misal pada masyarakat desa
adat/banjar di Bali. Oleh karena itu perlu menumbuh-kembangkan sifat malu
yaitu malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral,
13
agama, dan budaya bangsa. Saat ini masih terjadi ada orang yang tidak
merasa malu karena melakukan perbuatan korupsi atau perbuatan tercela
lainnya seperti misalnya memasang musik dengan volume keras di malam hari
tanpa merasa bersalah mengganggu ketenangan lingkungan tetangganya.
Sifat malu ini penting dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan bagian
Etika Berbangsa dan Bernegara.
3) Nilai Kreatif, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang senantiasa
berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki. Kreativitas berasal dari ide baru yang muncul dan
hasilnya dapat berupa penemuan baru, karya seni, maupun produk lainnya.
4) Nilai Inovatif, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang senantiasa
mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan
individu yang mengelilinginya, dalam upayanya menghasilkan produk baru, baik
bagi dirinya sendiri ataupun lingkupnya.

3. Nilai Setia Pada Pancasila Sebagai Ideologi Negara, dimana indikator-


indikator yang mencerminkan perwujudan nilai dasar bela negara ini adalah:
a. Memahami nilai-nilai dalam Pancasila. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-
nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain:
1) Nilai Selalu Mau Belajar, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
senantiasa membiasakan diri untuk selalu rajin membaca buku tentang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya belajar dilakukan seumur hidup
dan generasi yang selalu mau belajar akan menjadi bangsa yang unggul di
percaturan globalisasi. Melalui kebiasaan belajar akan menjadi individu yang
semakin bijak yang memiliki wawasan yang luas, serta pemahaman tentang
kekuatan Pancasila sebagai pemersatu bangsa Indonesia semakin mendalam.
2) Nilai Terbuka. Budaya masyarakat Indonesia pada umumnya adalah
masyarakat yang terbuka terhadap pengaruh budaya lain. Walaupun terbuka,
budaya Indonesia juga memiliki ketahanan yang cukup tinggi, sehingga
akulturisasi budaya yang terjadi biasanya berdampak positif, dan tidak saling
merugikan dengan memperhatikan ungkapan “dimana bumi dipijak, disitu langit
dijunjung”, yang artinya kita tetap menghormati adat istiadat di tempat tinggal
kita karena itulah yang kita yakini terbaik, dan diterima dengan rasa syukur

14
b. Mengamalkan nilai-nilai dalam Pancasila ke dalam kehidupan sehari-
hari. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di
dalamnya antara lain:
1) Nilai Religius, yang dicerminkan melalui sikap yang patuh dan
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk
agama lain. Sikap dan perilaku yang memiliki nilai-nilai spiritual yang
tinggi berdasarkan agama dan keyakinan yang dipeluknya dan memiliki
toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama dan keyakinan lain yang
tumbuh dan diakui di Indonesia.
2) Nilai Gotong Royong, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku
yang mau membantu pihak/orang yang lemah agar sama-sama
mencapai tujuan. Ada sikap saling mengisi kekurangan orang lain, hal
ini merupakan konsekuensi dari manusia dan daerah yang memiliki
kemampuan berbeda dalam konteks otonomi daerah. Kegiatan gotong-
royong akan menimbulkan rasa kebersamaan, solidaritas, saling
membantu, saling menghormati, dan saling menghargai untuk mencapai
sesuatu yang lebih besar. Ini tidak saja dilakukan pada lingkup yang
terkecil seperti keluarga, tetangga sekitar, tempat lingkup yang terbatas
seperti di sekolah maupun tempat bekerja, namun juga di lingkup yang
lebih luas demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
3) Nilai Keadilan. Adil artinya sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran,
sepatutnya dan tidak sewenang-wenang. Nilai yang dicerminkan melalui
sikap dan perilaku adil dicirikan dengan keberpihakan pada kebenaran,
dimana seorang yang adil tidak akan melindungi sesuatu yang tidak
benar. Keadilan bersifat obyektif, sesuai obyeknya dan bukan
dipengaruhi subyektivitas, misalnya karena tidak suka kepada
seseorang. Adil juga mengandalkan logika dan menjunjung tinggi
kebenaran.

15
4) Nilai Cinta Damai. Damai berarti tidak saling bermusuhan dan berupaya
merajut persahabatan dengan semua pihak. Dalam menciptakan kondisi
damai adalah dengan cara membuang rasa benci yang berujung
permusuhan kepada siapapun. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
terdiri dari berbagai suku/etnik, budaya, agama, sehingga ada potensi
rawan konflik, sehingga harus dikelola dengan cara-cara damai dan
kekeluargaan.
5) Nilai Kerjasama. Kerjasama adalah perwujudan interaksi sesama
manusia maupun kelompok agar dapat memperoleh keuntungan pada
masing-masing pihak. Kerjasama adalah bagian dari aktualisasi diri
manusia untuk memenuhi kebutuhannya dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan. Nilai kerjasama dicerminkan melalui sikap dan perilaku
yang selalu berupaya mengembangkan jaringan kerja (network) untuk
menghasilkan sesuatu yang lebih optimal, baik dalam kegiatan di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat, dan lingkup pekerjaan, baik untuk
kepentingan keluarga, masyarakat, wilayah dan bangsa.
6) Nilai Bersahaja/Sederhana. Bersahaja artinya sifat, pembawaan dan
tingkah laku yang sederhana, tidak berlebih-lebihan. Setiap orang,
khususnya pemimpin harus memiliki sifat dan pembawaan yang tidak
mementingkan diri sendiri dengan sikap yang sederhana. Nilai bersahaja
dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang proporsional, artinya apabila
dia orang mampu dalam bidang ekonomi namun tidak memamerkan
kekayaannya dan juga memiliki kepedulian sosial membantu yang
kurang mampu. Kesederhanaan tersebut dapat diwujudkan melalui cara
hidup yang hemat, membelanjakan secukupnya dan tidak serakah.
7) Nilai Menghormati Orang yang Lebih Tua, yang dicerminkan melalui
sikap dan perilaku yang senantiasa menghormati dan sopan santun
terhadap orang yang lebih tua. Dalam agama menghormati orang yang
lebih tua adalah wajib hukumnya, dan telah dipraktekkan oleh
masyarakat kita sejak dahulu yang merupakan budaya bangsa.
Ditengarai di era globalisasi nilai ini mulai memudar. Oleh sebab itu

16
penting sekali untuk menanamkan menghormati orang yang lebih tua
sejak dini.

c. Menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara. Nilai-nilai


karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya yaitu:
Nilai Menjaga Persatuan, yang tercermin melalui sikap dan perilaku yang
mendasarkan pada semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, yang menyadari bahwa
bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku/etnik, budaya, agama dan daerah.
Setiap warga negara hendaknya dapat mengembangkan cinta terhadap tanah
air dan bangsa, menjaga kekompakan dengan mengutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan, serta menyadari bahwa
“bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.

d. Senantiasa mengembangkan nilai Pancasila. Nilai-nilai karakter dan/atau


nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain: Nilai
Kerakyatan yang tercermin melalui sikap dan perilaku yang memiliki sifat
keberfihakan kepada rakyat Indonesia di dalam merumuskan dan
mengimplementasikan suatu kebijaksanaan pemerintah negara, yang datang
dari rakyat untuk rakyat sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat.

e. Setia pada Pancasila dan meyakininya sebagai dasar NKRI. Nilai-nilai


karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya yaitu:
1) Nilai Persatuan Bangsa yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku
yang dibangun sebagai konsekuensi dari bangsa yang bersifat plural,
banyak suku, agama dan budaya.
2) Nilai Amanah yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang dapat
dipercaya dan tidak pernah berkhianat atas kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Apabila menjadi pemimpin di masyarakatnya, maka dia
akan memusatkan perhatian untuk memajukan kesejahteraan
masyarakatnya dan tidak akan menghinakan masyarakat yang
dipimpinnya. Sifat jujur merupakan sifat yang melekat dalam nilai
amanah, yang harus dimiliki seseorang untuk menjadi orang yang
dipercaya dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

17
4. Nilai Rela Berkorban Untuk Bangsa Dan Negara, dimana indikator-
indikator yang mencerminkan perwujudan nilai dasar bela negara ini adalah:
a. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan materi untuk
kemajuan bangsa dan negara. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai
kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain :
1) Nilai Ikhlas yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang tulus
melakukan kebaikan, tanpa pamrih untuk memperoleh imbalan atau
keuntungan langsung. Dalam semua ajaran agama, keikhlasan adalah
hal yang wajib dilakukan, terutama jika membantu orang lain agar
mendapat kebaikan tidak saja di dunia, namun juga di akhirat.
Keikhlasan menentukan nilai amal kita dan mencegah dari perbuatan
yang tercela. Keikhlasan perlu ditanamkan sejak dini agar bisa
membangun bangsa yang besar dan bermartabat.
2) Nilai Komitmen yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang dapat
menepati sebuah janji dan mempertahankan janji sampai akhir. Sikap
dan perilaku yang membulatkan tekad demi mencapai sebuah tujuan
meskipun belum dapat mengetahui hasil akhir dari tujuan tersebut.
3) Nilai Kesetiakawanan Sosial/Solidaritas Sosial yang dicerminkan
melalui sikap dan perilaku yang memiliki semangat kepedulian sosial
untuk membantu orang lain yang membutuhkan atas dasar empati dan
kasih sayang. Kesetiakawanan sosial yang diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari adalah untuk menyelesaikan berbagai persoalan masalah
sosial yang dihadapi seperti kesenjangan sosial, kecemburuan sosial,
dan kerawanan sosial. Oleh karena itu, setiap pribadi perlu memiliki
empati kepada orang lain yang mengalami bencana, dan/atau
kemiskinan.

b. Siap membela bangsa dan negara dari berbagai ancaman. Nilai-nilai


karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara
lain:
1) Nilai Setia/Loyal dan Patuh, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
teguh atau taat pada janji atau komitmen yang dibuat maupun pendiriannya,

18
antara lain setiap kepada tokoh yang dihormati serta pada pemimpin, guru,
atasan tempat kita bekerja, bangsa dan negara. Hal ini ditunjukkan dengan
loyalitas dan kepatuhan yang tinggi sesuai peraturan perundang-undangan.
2) Nilai Kesatuan Wilayah, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
memiliki semangat untuk selalu siap menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah
negara yang terdiri dari kepulauan, dan perairan yang merupakan pemersatu
pulau-pulau bukan pemisah, serta bersama-sama menjaga keutuhan wilayah
dari berbagai ancaman dari manapun datangnya.

c. Memiliki kepedulian terhadap keselamatan bangsa dan negara. Nilai-nilai


karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara
lain:
1) Nilai Peduli, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang menunjukkan
adanya keterpanggilan seseorang untuk membantu mereka yang lemah dan
miskin, membantu mengatasi penderitaan dan kesulitan yang dihadapi orang
lain. Warga negara yang peduli adalah orang-orang tidak bisa tinggal diam
menyaksikan penderitaan orang lain dan pro-aktif dalam mengatasi masalah-
masalah di masyarakat dengan menggunakan dan memanfaatkan sumber
daya yang ada di masyarakat.
2) Nilai Kewaspadaan Dini, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
memiliki kepekaan terhadap kondisi lingkungan terutama yang tinggal di
wilayah rawan bencana, serta selalu siaga dan mengantisipasi atau deteksi dini
terhadap segala kemungkinan yang terjadi dalam menghadapi potensi dan
indikasi timbulnya bencana, baik itu bencana alam, bencana perang, maupun
bencana lainnya.

b. Memiliki jiwa patriotism terhadap bangsa dan negaranya. Nilai-nilai


karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara
lain :
1) Nilai Berani, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang mantap
dan memiliki rasa percaya diri yang besar dalam mengambil keputusan
dan tindakan yang akan menimbulkan bahaya dan kesulitan bagi dirinya
sendiri dengan memperhitungkan resiko yang timbul.
Patriotisme adalah sikap dan perilaku yang berani, pantang
menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
19
Patriotisme berasal dari kata "patriot" dan "isme" yang berarti sifat
kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau "heroism".
2) Nilai Rela Berkorban, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok dan golongan. Sikap dan perilaku yang memiliki
kesediaan untuk mengulurkan tangan kepada warga negara sebangsa
dan setanah air yang sedang ditimpa musibah, misalnya bencana alam.
Karakter rela berkorban sangat nyata dicontohkan oleh para
pahlawan/pejuang bangsa yang rela membela negara, mengorbankan
pikiran, tenaga, harta benda dan bahkan nyawanya demi nusa dan
bangsa. Karakter ini perlu diturunkan kepada generasi muda dalam
memajukan bangsa ditengah persaingan global.

e. Mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan


pribadi dan golongan. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan
yang terkandung di dalamnya antara lain:
1) Nilai Menonjolkan Kewajiban daripada Hak, yang dicerminkan melalui
sikap dan perilaku yang mendahulukan kewajiban, artinya menyadari
akan tanggung jawab yang diberikan dan berbuat sesuatu dengan
keikhlasan serta tanpa pamrih dan tidak menuntut kepada negaranya,
memberi kontribusi bagi kemajuan bangsanya
2) Nilai Musyawarah Mufakat, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang senantiasa melakukan proses membahas masalah atau
persoalan secara bersama, demi mencapai kesepakatan konsensus
bersama. Tidak boleh ada satu pihak yang merasa paling benar yang
memaksakan kehendak kepada pihak lain, tanpa melalui penjelasan
yang disertai argumentasi yang baik. Dalam proses musyawarah
mufakat diperlukan kerendahan hati, keikhlasan diri dan kerjasama yang
baik, untuk mencari solusi yang bermartabat, serta memberi manfaat
semua pihak demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
3) Nilai Rendah Hati, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
memiliki kebesaran jiwa pribadi yang memancarkan keramahan,

20
keterbukan dan kesantunan seperti yang diungkapkan dalam peribahasa
“bagaikan ilmu padi, makin berisi makin merunduk”. Apabila dia seorang
yang hebat, maka tidak mau memamerkan kehebatannya di hadapan
orang banyak. Rendah hati menunjukkan rasa syukur atas karunia
Tuhan, karena kita menyadari bahwa kita bukanlah siapa-siapa apabila
dibandingkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

5. Nilai Kemampuan Awal Bela Negara, dimana indikator-indikator yang


mencerminkan perwujudan nilai dasar bela negara ini antara lain:
a. Memiliki kecerdasan intelektual, spiritual, emosional dan kecerdasan
dalam bertahan hidup atau kecerdasan dalam mengatasi kesulitan. Nilai-
nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya
antara lain:
1) Nilai Siap Bersaing. Bangsa Indonesia hidup di lingkup global dengan
tingkat persaingan yang semakin tinggi. Internalisasi karakter siap
bersaing menjadi sangat penting tentunya dengan cara yang adil, sehat,
sesuai aturan yang belaku, serta dalam suasana atau semangat
kekeluargaan. Sikap dan perilaku siap bersaing yang berdaya hasil
optimal, diperlukan kecerdasan intelektuan, spiritual, emosional dan
kecerdasasan dalam bertahan hidup/mengatasi kesulitan.
2) Nilai Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence), yang dicerminkan
melalui sikap dan perilaku yang yakin pada kemampuan dan penilaian
diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif.

b. Senantiasa memelihara kesehatan jiwa dan raganya. Nilai-nilai karakter


dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain:
1) Nilai Senantiasa Menjaga Kesehatan, yang dicerminkan melalui sikap
dan perilaku yang senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkup,
menjaga asupan makanan yang sehat, serta senantiasa menjaga
kebugaran jasmani. Dalam arti luas, jika masyarakat sehat maka
mengurangi beban negara dan menjadi lebih produktif untuk
menghasilkan karya besar, serta akan muncul generasi yang unggul dan

21
memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual yang
dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan nasional.
2) Nilai Riang Gembira, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
selalu riang dan gembira penuh kebanggaan, karena pada diri seseorang
sudah tertanam rasa optimism dan keyakinan/kepercayaan atas
kemampuan diri sendiri untuk melaksanakan setiap tugas dengan
sebaik-baiknya. Sikap dan perilaku yang tidak mudah mengeluh,
pantang menyerah terhadap segala kesulitan yang dihadapi.

c. Ulet dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan dan ancaman.


Nilai-nilai karakter dan/atau nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya
antara lain: Nilai Pantang Menyerah, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang gigih, ulet dan semangat pantang menyerah dalam mewujudkan
impian meskipun menghadapi berbagai ancaman. Karakter ini telah
ditunjukkan oleh para pejuang kemerdekaan ketika melawan penjajah yang
akhirnya berhal memerdekakan diri. Generasi muda dengan semangat
pantang menyerah akan dapat mewujudkan cita-citanya, atau mimpinya,
sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang dimilikinya.

b. Terus membina kemampuan jasmani dan rohani. Nilai-nilai karakter


dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain: Nilai
Konsisten, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang tetap (tidak
berubah-ubah), taat, selaras, sesuai, dalam bahasa sederhana yaitu kesatuan
kata dan perbuatan yang merupakan buah dari keteguhan dalam memegang
janji dan komitmen (tidak munafik), dalam membina kemampuan jasmani dan
rohaninya. Kesatuan kata dan perbuatan menjadi syarat mutlak bagi seorang
pemimpin supaya dapat diteladani oleh para pengikutnya. Sikap, perkataan,
dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya.

e. Memiliki kemampuan fisik untuk bela negara dalam bentuk keterampilan.


Nilai-nilai karakter yang terkandung di dalamnya antara lain:
1) Nilai Gemar Berolahraga, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku
yang senantiasa menyisihkan waktu untuk melakukan kegiatan berolah-
22
raga karena menyadari bahwa olahraga sangat penting di dalam
upayanya menjaga kebugaran fisiknya, yang sangat dibutuhkan dalam
melakukan kewajiban membela bangsa dan negara.
2) Nilai Sportif. Sportif adalah sikap kesatria dalam menghadapi
persaingan dan siap menerima apapun hasilnya, walaupun kadangkala
tidak sesuai dengan harapan. Kata sportif berasal dari kata sport
(olahraga) yang memang mengenal persaingan dan kesiapan menang
dan kalah. Sikap dan perilaku sportif artinya siap menang sekaligus siap
kalah. Jika menang anggaplah kemenangan itu sebagai amanah dan
tanggung jawab, untuk tidak menjadi arogan dan merendahkan yang
kalah.

23
Bagian III
STRATEGI MEMBANGUN NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan


pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi suatu aktivitas dalam kurun waktu
tertentu.18 Strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara, merupakan berbagai
pendekatan yang dilakukan menjadi suatu kesatuan menyeluruh, di dalam upaya
membangun nilai-nilai bela negara untuk mencapai tujuan nasional yaitu menjaga
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan dan keberlanjutan
kehidupan segenap bangsa dan negara.

Berbagai pendekatan yang dilakukan meliputi: pendekatan wawasan kebangsaan;


pendekatan wawasan nusantara; pendekatan kearifan lokal; pendekatan ketahanan
nasional; dan pendekatan kepemimpinan, yang akan dijabarkan sebagai berikut ini:

1. Pendekatan Wawasan Kebangsaan


Wawasan kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri
dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris dan
Jepang. Awalnya perjuangan yang dilakukan masih bersifat lokal yang ternyata tidak
membawa hasil, namun kemudian muncullah kesadaran untuk bergerak melakukan
perjuangan secara nasional, yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan
kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia. Gerakan nasional yang merupakan awal dari
wawasan kebangsaan inilah, yang berhasil mengusir penjajah dari nusantara.19

Gerakan nasional yang mewadahi kesadaran dari seluruh bangsa Indonesia ini lahir
pada tanggal 20 Mei 1908, dikenal dengan pergerakan Budi Utomo, gerakan kebangkitan
nasional, merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa yang bersifat nasional.
Gerakan kebangsaan Budi Utomo, telah mendorong terwujudnya gerakan-gerakan atau
organisasi-organisasi yang sangat beragam, baik dipandang dari tujuan maupun

18
Arti kata strategi, diunduh dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Strategi
19
Sistem Pemerintahan Indonesia: Wawasan Kebangsaan Indonesia, disari dan dikutip dari
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-indonesia.html

24
dasarnya, yang merupakan terwujudnya proses Bhineka Tunggal Ika yaitu “berbeda-
beda tetapi tetap satu”. Wawasan kebangsaan dipertegas lagi dengan Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 yang berikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa
persatuan Bahasa Indonesia”. Kemudian wawasan kebangsaan ini meraih tonggak
sejarah lahirnya negara kesatuan republik Indonesia, pada saat memproklamirkan
Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.20

Sumpah Pemuda dan Gerakan Kebangkitan Nasional telah memadukan


kebhinekaan dan ketunggalikaan. Kesepakatan pemersatu bangsa Indonesia adalah
tetap menghormati keberadaan keaneka-ragaman seperti suku bangsa, adat istiadat,
kebudayaan, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Wawasan Kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas satu atau
kelas dua, atau warga negara mayoritas atau minoritas, semua warga negara sederajat.21

Kesepakatan-kesepakatan yang mencerminkan wawasan kebangsaan tersebut


dikukuhkan melalui lambang-lambang dan simbol-simbol negara, yang wajib dihormati,
dipahami maknanya serta dijaga karena merupakan perwujudan sarana pemersatu
bangsa Indonesia,22 yaitu antara lain:

a. Burung Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, seperti


antara lain meletakan di tempat yang terhormat, serta memahami rincian
makna setiap unsur dari Burung Garuda Pancasila, seperti antara lain:
1) Perisai merupakan lambang ”Pertahanan Negara Indonesia”, yang terdiri dari lima
gambar emblem melekat pada perisai, yang menggambarkan Pancasila :
· Bintang tunggal, Sila ke 1- Ketuhanan yang Maha Esa;
· Rantai Emas, Sila ke 2 – Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
· Pohon Beringin, Sila ke 3 – Persatuan Indonesia;
· Kepala Banteng, Sila ke 4 – Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan;
· Padi Kapas, Sila ke 5 – Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

20
Demokrasi Pancasila: Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai, disari dan dikutip dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-pengertian-makna.html
21
ibid
22
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS, (Lembaga Administrasi Negara, 2017), hal. 33-44

25
2) Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan republik Indonesia (17
Agustus 1945) antara lain :
· Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
· Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
· Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
· Jumlah bulu di leher berjumlah 45

3) Moto: pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara
Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu” menggambarkan keadaan bangsa Indonesia yang terdiri dari
beraneka ragam suu, budaya, adat-istiadat, agama, kepercayaan, namun tetap
adalah satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air

b. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, seperti antara lain: memahami tata cara
penggunaan dan menyanyikan dengan khidmat atau penuh rasa hormat Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya di berbagai peristiwa penting misal dalam: acara
atau kegiatan olahraga internasional; acara pembukaan sidang paripurna;
upacara penaikkan bendera di semua lingkup; dalam acara kompetisi ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di
Indonesia dsb.nya;

c. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sang Saka Merah Putih,


seperti:
1) melakukan kewajiban mengibarkan Bendera Negara pada setiap peringatan Hari
Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus;
2) menggunakan Bendera Negara sebagai: tanda perdamaian, tanda berkabung
dan/atau; penutup peti atau usungan jenazah;
3) dilarang: a) merusak, merobek, menginjak-injak, atau melakukan perbuatan lain
dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera
Negara; b) memakai Bendera Negara untuk reklame/iklan komersial; c)
mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut atau kusam; d)
mencetak, menyulam dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan
memasang lencana atau benda apapun pada Bender Negara; dan e) memakai
Bendera Negara untuk langit-langit atap, atau pembungkus barang dan tutup barang
yang dapat menuruhkan kehormatan Bendera Negara.

26
d. Bahasa Negara, Bahasa Indonesia, seperti antara lain:
1) mendudukan Bahasa Indonesia diatas bahasa-bahasa daerah yang berfungsi
sebagai: bahasa resmi, bahasa pengantar di lembaga pendidikan, bahasa
perhubungan dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tingkat
nasional, dan bahasa pengantar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern;
2) merupakan lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat
penghubung antar warga, daerah dan antar budaya; merupakan alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang social
budaya dan bahasa yang berbeda ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

Pertumbuhan dan meluasnya wawasan kebangsaan ke seluruh warga negara di


seluruh wilayah Indonesia dilandasi oleh: 23
a. Rasa Kebangsaan yang merupakan perwujudan rasa memiliki bangsa
Indonesia. Rasa kebangsaan yang ada dalam pikiran, perasaan atau hati
nurani setiap warga negara, yang menyatu-padukan mereka dalam suatu
gerakan perjuangan seluruh rakyat Indonesia;
b. Faham Kebangsaan yang merupakan pemahaman tentang jatidiri seseorang
dalam suatu kelompok orang yang bergabung menjadi satu bangsa, bangsa
Indonesia, yang di awali oleh suatu ikrar “Sumpah Pemuda”; serta
c. Semangat Kebangsaan, merupakan semangat patriotisme yang muncul dari
perpaduan Rasa Kebangsaan dan Faham Kebangsaan.

Perjuangan bangsa Indonesia dalam rangka membentuk “satu kesatuan sebagai


bangsa (nation)” dan “membentuk negara yang merdeka”, penuh dinamika dan pasang
surut. Berangkat dari peristiwa “Proklamasi Kemerdekaan pada hari jumat tanggal 17
Agustus 1945, kemudian dilanjutkan dengan “Pengesahan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai Konstitusi Negara”, lalu pada tanggal 1 Juni 1945 lahirlah “Pancasila sebagai
landasan ideologi Negara”, setelah itu disepakati tentang konsepsi bentuk negara adalah
“Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”, serta disepakati bahwa masyarakat

23
Modul Wawasan Kebangsaan, (Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia, 2011), hal. xviii-xix
27
berada dalam satu ke-Indonesiaan yang terdiri dari berbagai suku/ras/etnis, budaya,
agama dan norma kehidupan yang dicerminkan dalam “Bhineka Tunggal Ika”. Keempat
unsur yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika,
merupakan “Empat Konsensus Dasar Negara”, yang mengandung esensi nilai-nilai
kebangsaan,24 merupakan sumber dalam membangun “Nilai Dasar Bela Negara”, yaitu
nilai-nilai yang penting untuk diinternalisasikan kepada seluruh warga negara Indonesia
guna menjamin keberlangsungan hidup bangsa dan negara.

Jadi dapat dikatakan bahwa pemahaman perjuangan kemerdekaan Republik


Indonesia yang dimaknai sebagai momentum dimulainya wawasan kebangsaan,
kegigihan dan keterampilan para pejuang periode sebelum dan sesudah proklamasi,
serta empat konsesus dasar negara, merupakan sumber dari unsur-unsur kelima nilai
dasar bela negara.

2. Pendekatan Wawasan Nusantara


Keberlangsungan hidup dan eksistensi suatu bangsa, sangat dipengaruhi oleh
kemampuan bangsa tersebut dalam memahami dan menguasai kondisi geografi serta
lingkup di sekitarnya. Tumbuh kembang atau berkurangnya ruang hidup bangsa juga
dipengaruhi oleh pandangan geopolitik yang diyakini oleh entitas suatu bangsa. Konsepsi
Wawasan Nusantara sebagai sudut pandang geopolitik, wilayah nusantara merupakan
ruang hidup yang harus dipertahankan dan dikelola sebagai sumber kehidupan bangsa
Indonesia dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasional. Secara formal Wawasan
Nusantara dipahami sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkup
keberadaannya, dalam memanfaatkan kondisi dan konstelasi atau tatanan geografi, yang
merupakan tanggung jawab dan motivasi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai
tujuan nasional.25

Dengan kata lain Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
terhadap rakyat, bangsa, dan wilayah NKRI yang meliputi darat, laut, dan udara di
atasnya, sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan

24
Buku Induk : Nilai-Nilai Kebangsaan Yang Bersumber Dari Empat Konsensus Dasar Bangsa. (Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012), hal 28
25
Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional, disari dan dikutip dari:
https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional
28
keamanan. Wawasan Nusantara berarti konsep kepulauan atau lebih tepat merupakan
“visi kepulauan Indonesia”. Konsep ini berupaya untuk menjawab tantangan geografis
yang melekat pada diri Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau serta
ribuan latar belakang sosial budaya penduduknya. Hal ini terkait dengan sikap negara
yang mengutamakan persatuan dan kesatuan, maka perairan yang terdapat di antara
pulau-pulau itu harus dianggap sebagai elemen penghubung dan bukanlah sebagai
faktor pemisah.26

Lebih lanjut, wawasan nusantara dikaitkan dengan dasar ideologi dan


konstitusional, yakni sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanaanya,
wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan
untuk mencapai tujuan nasional.27

Nilai-nilai pancasila (yang merupakan sumber membangun “nilai-nilai dasar bela


negara”), yang mendasari pengembangan wawasan nusantara28, adalah:
a. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
b. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
c. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

Strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara melalui pendekatan wawasan


nusantara dijabarkan melalui pemahaman nilai-nilai pokok yang terkandung di dalam
wawasan nusantara, mencakup29:
a. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai kesatuan politik, artinya seluruh
kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan politik yang diselenggarakan
berdasarkan Pancasila, UUD NRI tahun 1945, dan Pancasila adalah satu-

26
Frederick Situmorang. Wawasan Nusantara vs UNCLOS. (Jakarta Post, 30 September 2015)
27
Ermaya Suradinata.Hukum Dasar Geopolitik & Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI(Jakarta: Suara Bebas,
2005), hal 12-14
28
R.M. Sunardi. Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. (Jakarta: Kuaternita Adidarma. ISBN 979-98241-0-9, 9789799824103, 2005), hal.179-180
29
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Op. cit., hal. 41-42

29
satunya falsafah dan ideologi bangsa dan negara yang melandasi,
membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
b. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai kesatuan ekonomi, artinya
kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara merupakan satu
kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
seluruh rakyat Indonesia. Perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang
di seluruh daerah tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah
dalam pengembangan ekonominya.
c. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial-budaya,
artinya masyarakat Indonesia adalah satu meskipun terdiri dari beragam
budaya, suku dan agama, berjuang bersama untuk mencapai tingkat
kemajuan bangsa yang merata dan seimbang. Budaya Indonesia pada
hakekatnya adalah satu, sedang corak ragam budaya yang ada
menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang merupakan modal dan
landasan pengembangan budaya bangsa Indonesia.
d. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan-
keamanan, artinya bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah
pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara,
dan bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam rangka pembelaan negara dan bangsa. Bangsa Indonesia yang hidup
berdampingan dengan negara lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, yang
diabdikan untuk kepentingan nasional.

Jadi dapat dikatakan bahwa, pendekatan wawasan nusantara menggambarkan


bagaimana membangun kelima nilai dasar bela negara melalui implementasi dari nilai-
nilai pokok wawasan nusantara yaitu perwujudan dari: kesatuan politik; kesatuan
ekonomi; dan kesatuan sosial budaya; dan kesatuan pertahanan dan keamanan.

30
3. Pendekatan Kearifan Lokal
Kearifan lokal artinya kebijaksanaan lokal atau daerah setempat, merupakan sikap,
pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkup rohani
dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya
tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan
lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan
situasional yang bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.30 Kearifan lokal adalah
pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal dalam mengatasi berbagai
masalah dalam upayanya memenuhi kebutuhan mereka yang meliputi seluruh
aspek kehidupan seperti antara lain: agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi,
organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian, dengan cara
memperhatikan sumber daya alam di lingkupnya.31
Kearifan lokal sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu
mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini, kearifan lokal merupakan perilaku positif
manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkup sekitarnya yang dapat bersumber
dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, dapat
berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, dan aturan khusus.

Kearifan lokal terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk
beradaptasi dengan lingkup di sekitarnya,32 lahir dan berkembang dari generasi ke
generasi, bertahan dan berkembang dengan sendirinya tanpa ada pendidikan dan
pelatihan, dan tanpa adanya ilmu dan teknologi yang mendasarinya.33 Tumbuh-
kembangnya kearifan lokal berangkat dari upaya menyelaraskan dengan kondisi lingkup
fisik dan biologisnya, kemudian meyakini kebenarannya, melalui kebiasaaan untuk
mempraktikannya tradisi ini kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Generasi
berikutnya terkondisikan menerima kebenaran tersebut dan mempercayainya misalnya

30
Saini K.M. Kearifan Lokal di arus Global. (Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005)
31
Departemen Sosial. Memberdayakan kearifan lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. (Artikel Edisi 20 November
2006) http://www.depsos.go.id
32
Pengertian Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari: https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-
kearifan-lokal.html
33
Departemen Sosial, op.cit
31
berkaitan dengan pantangan, nilai, standar perilaku dan sebagainya. Acapkali generasi-
generasi berikutnya tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut.
Kearifan lokal dimaknai sebagai budaya lokal yang berkembang di suatu daerah, yang
unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Kearifan
lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, mantra, petuah, semboyan, kitab-kitab
kuno, tarian, sistem pengobatan, makanan kesehatan, resep makanan, sistem mata
pencaharian, sistem kepercayaan dan perilaku manusia sehari-hari.
Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam
kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat
tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati
melalui sikap perilaku mereka sehari-hari.

Keterlibatan seluruh masyarakat dalam membela negara, merupakan daya tangkal


yang kuat bagi bangsa dan negara di dalam upayanya menghadapi berbagai ancaman
terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Berbagai
bentuk kearifan lokal dapat menjadi daya dukung untuk membangun tertanamnya nilai
dasar bela negara dalam masyarakat, diantaranya:
a. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Cinta Tanah Air”, yang diindikasikan
dengan upaya menjaga tanah dan pekarangan serta seluruh wilayah
Indonesia, contoh: Ilmu Tiga Hutan, kearifan lokal suku Sakai di Riau34.
Hutan adalah harta yang harus dirawat sebaik-baiknya. Suku Sakai membagi
wilayah hutan mereka menjadi mereka menjadi tiga bagian yaitu: 1) Hutan
adat, penduduk hanya boleh mengambil rotan, damar, dan madu lebah, tanpa
menebang pohonnya; 2) hutan larangan, penduduk sama sekali tidak boleh
mengusiknya; 3) hutan perladangan, penduduk boleh menebang untuk
dijadikan ladang tapi tidak semua pohon boleh ditebang, misal pohon sialang
yang menjadi tempat bersarangnya lebah madu.
b. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Sadar Berbangsa dan Bernegara,
yang diindikasikan dengan memiliki kesadaran keragaman, budaya, suku,

34
5 Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!, disari dan dikutip dari :
https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-ini-bantu-kurangi-efek-global-
warming-c1c2
32
agama, bahasa, dan adat istiadat, contoh: Tri Hita Karana, kearifan lokal
daerah bali, adalah suatu konsep yang ada dalam kebudayaan Hindu-Bali
yang berintikan keharmonisan hubungan antara Manusia-Tuhan, manusia-
manusia, dan manusia-alam, merupakan tiga penyebab kesejahteraan antara
manusia dengan lingkup.35 Ini berarti bahwa nilai keharmonisan hubungan
antar manusia dimaksudkan sebagai kerukunan antar sesama manusia
ciptaan Tuhan meskipun berbeda, dan antara manusia dengan lingkupnya
yang juga merupakan kearifan ekologi pada masyarakat dan kebudayaan Bali.
c. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Setia Pada Pancasila Sebagai
Ideologi Negara”, yang diindikasikan dengan mengamalkan nilai-nilai dalam
Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari, contoh: Mapalus, kearifan lokal
suku Minahasa Sulawesi Utara.36 Mapalus pada masyarakat Minahasa,
merupakan pranata tolong-menolong atau gotong-royong yang melandasi
setiap kegiatan sehari-hari orang Minahasa, baik dalam kegiatan pertanian,
yang berhubungan dengan sekitar rumah tangga, maupun untuk kegiatan
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
d. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Rela Berkorban Untuk Bangsa dan
Negara”, yang diindikasikan dengan bersedia mengorbankan waktu, tenaga,
pikiran dan materi untuk kemajuan bangsa dan negara, contoh: Pepatah
“Rame Ing Gawe Sepi Ing Pamrih”, kearifan lokal suku Jawa.37 Kalimat ini
memiliki arti yang mengandung sebuah perintah atau ajakan agar seseorang
senantiasa berbuat baik kepada siapapun, tanpa ada pilih kasih, serta tidak
mengharapkan imbalan sedikitpun dari apa yang telah ia perbuat.
e. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Memiliki Kemampuan Awal Bela
Negara”, yang diindikasikan dengan keuletan dan pantang menyerah dalam
menghadapi tantangan dan ancaman, contoh: Pepatah “Tiado rotan
akarpun jadi, tiado kayu janjang dikapiang”, kearifan lokal dari Minang.

35
Yusuf Asry. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2010)
36
Jan Turang, Pembangunan Daerah Minahasa dengan Pertanian Inti Sistem Mapalus /Prisma, (Yay. Mapalus,
1984).
37
Paul Stange, Rasa dalam Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: LKiS,2009)
33
38 Yang berarti “Gak ada rotan akar pun jadi. Ga ada kayu, tangga pun dibelah”
maksudnya harus memanfaatkan semua peluang yang ada. Pepatah ini
menggambarkan sikap dan perilaku yang gigih, ulet dan semangat pantang
menyerah dalam mewujudkan impian meskipun menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan.

Jadi dapat dikatakan bahwa, strategi membangun melalui pendekatan kearifan lokal
mengungkapkan bagaimana mempertahankan dan menginternalisasikan nilai-nilai
kearifan lokal di setiap daerah yang sarat akan nilai-nilai bela negara ke dalam kehidupan
sehari-hari warga negara yang berada di lingkup kearifan lokal tersebut.

4. Pendekatan Ketahanan Nasional


Keberlangsungan hidup suatu bangsa dan negara untuk tetap eksis di tatanan
dunia, merupakan perwujudan ketahanan warga negara dalam menghadapi segala
tantangan dan ancaman yang ada. Ketahanan warga negara itu didukung oleh
kemampuan, antara lain: memiliki kekuatan yang cukup di segala bidang sehingga
tersedia suatu kemampuan yang cukup untuk menghadapi berbagai tantangan dan
ancaman yang ada di kancah persaingan lokal maupun global; memiliki keuletan pantang
menyerah agar dengan mudah dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan
tantangan yang berkembang sangat dinamis, baik secara mendadak maupun secara
berkepanjangan; serta memiliki kesadaran bersama seluruh warga negara untuk
berupaya bersatu padu menghadapi segala tantangan dan ancaman yang akan
memecah-belah bangsa.

Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang


meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional,
dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan (AGHT), baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin

7 Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan, disari dan dikutip dari:
38

https://www.moneysmart.id/7-pepatah-suku-minang-yang-jadi-kunci-sukses-finansial-di-perantauan/

34
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai
tujuan nasionalnya.39

Kondisi dinamik yang dimaksud adalah kondisi yang terus-menerus berubah,


bergerak secara aktif dan mengalami perkembangan yang berarti. Seperti halnya kondisi
saat ini, dimana perkembangan lingkup strategis dunia industri mengalami perubahan
dengan hadirnya revolusi industri generasi ke 4.0. Revolusi terjadinya perubahan besar-
besaran di berbagai bidang lewat perpaduan teknologi yang mengurangi sekat-sekat
antara dunia fisik, digital dan biologi. Dunia yang semakin terkoneksi sehingga batas-
batas negara seolah-olah tidak ada. Revolusi Industri ini ditandai dengan perubahan
besar-besaran di berbagai bidang seperti bidang pertanian, pertambangan,
teransportasi, manufaktur dan teknologi. Di samping itu, revolusi ini juga mempunyai
dampak yang signifikan terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya di dunia. Misal
dalam proses produksi yang semula menggunakan tenaga manusia beralih dengan
menggunakan mesin, yang mengakibatkan barang-barang dapat diproduksi secara
massal dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat.

Transformasi yang demikian pesat tentu memberi dampak bagi ketahanan nasional.
Ancaman ketahanan nasional bukan lagi berbentuk fisik melainkan berbentuk digital,
yang membutuhkan sikap dan perilaku yang terintegrasi dan komprehensif, yang
melibatkan semua pemangku kepentingan baik kementerian/lembaga, pelaku ekonomi
dan industri di sektor publik maupun swasta hingga akademisi dan masyarakat luas.

Kondisi yang sangat dinamis ini merupakan tantangan bagi ketahanan nasional
yang terdiri dari delapan (asta) unsur (gatra), Asta-Gatra,40 yaitu:
a. Tiga unsur pertama (TriGatra) merupakan aspek kehidupan alamiah – Gatra
letak dan kedudukan geografi, Gatra keadaan dan kekayaan alam, Gatra
keadaan dan kemampuan penduduk; dan

39
Surat Keputusan Menhankam/Pangap, SKEP/XII/1974 dalam R.M. Sunardi. Pembinaan Ketahanan Bangsa: Dalam
Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2004
40
R.M. Sunardi. Pembinaan Ketahanan Bangsa: Dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, (PT Kuaternita Adidarma Jakarta, 2004)
35
b. Lima unsur (PancaGatra) berikutnya merupakan aspek kehidupan sosial –
Gatra Ideologi, Gatra Politik, Gatra Ekonomi, Gatra Sosial Budaya, dan Gatra
Pertahanan dan Keamanan.

Kedelapan unsur tersebut merupakan perangkat hubungan aspek-aspek kehidupan


manusia dan budaya yang berlangsung dengan memanfaatkan kekayaan alam yang
dapat dicapai menggunakan kemampuannya untuk meraih tujuan nasional bangsa dan
negara Indonesia.

Kedelapan unsur atau AstaGatra tersebut sangat berpengaruh dalam


keberlangsungan membangun kelima nilai dasar bela negara (Nilai: Cinta Tanah Air;
Sadar Berbangsa dan Bernegara; Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara; Rela
Berkorban Untuk Bangsa dan Negara, dan Kemampuan Awal Bela Negara), ketika
mengantisipasi terjadinya ancaman, hambatan, ganggungan dan tantangan (AHGT)
terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa
Indonesia.

Tantangan upaya bela negara pada TriGatra antara lain:


a. Gatra letak dan kedudukan geografi, dalam menghadapi ancaman keutuhan
wilayah NKRI;
b. Gatra keadaan dan kekayaan alam, dalam menghadapi ancaman terhadap
kedaulatan wilayah nasional terkait ketersediaan sumber kekayaan alam yang
menjadi modal dasar pembangunan bangsa dan NKRI;
c. Gatra keadaan dan kemampuan penduduk, dalam menghadapi ancaman
berkaitan dengan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang
mengelola dan melestarikan sumber daya alam yang ada untuk bangsa dan
negara.
Tantangan upaya bela negara pada PancaGatra antara lain:
a. Gatra Ideologi, menghadapi ancaman yang berkaitan dengan ideologi
Pancasila sebagai pedoman bangsa Indonesia dalam menjaga kesatuan,
persatuan, dan keutuhan negara dimana bangsa Indonesia terdiri dari
keanekaragaman yang tinggi sehingga dapat berpotensi terjadinya
perpecahan, perselisihan, dan konflik internal;

36
b. Gatra Politik, menghadapi ancaman yang berkaitan dengan pengelolaan asset
milik bangsa Indonesia secara bersama-sama, saling mendukung satu sama
lain dalam pembangunan dan memberi rasa aman serta memperkokoh
persatuan dan kesatuan nasional;
c. Gatra Ekonomi, dalam menghadapi ancaman yang berkaitan dengan
pemerataan distribusi kebutuhan warga negara yang berperan langsung
dalam kekuatan nasional suatu negara misal: membayar pajak secara tepat
waktu dan teratur sebagai salah satu upaya meminimalkan tingkat kemiskinan.
Membayar pajak merupakan kewajiban WNI. Membayar pajak berarti kita telah
ikut serta menjamin kelangsungan negara, karena dana yang dikumpulkan
dari setoran pajak dibutuhkan bangsa oleh negara untuk antara lain:
membangun infrastruktur; meringankan biaya pendidikan SDM; mendukung
pencapaian prestasi WNI di kancah internasional; berbagai upaya
mensejahterakan WNI.41
d. Gatra Sosial Budaya, dalam menghadapi ancaman berkaitan dengan
merosotnya nilai moral dan pandangan masyarakat terhadap rasa dan jiwa
nasionalisme agar tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar terutama
paham-paham tertentu yang dapat menimbulkan perpecahan dan konflik
internal, serta mendorong rasa cinta terhadap produk dalam negeri;
e. Gatra Pertahanan dan Keamanan, merupakan salah satu aspek utama yang
terpenting dimana sistem-sistem pertahanan negara dan lembaga-lembaga
keamanan masyarakat, dan TNI bertugas untuk menjaga negara dari
ancaman, baik yang ada di dalam negeri maupun yang dari luar negeri,
sehingga ketahanan nasional Indonesia dapat terjaga seutuhnya.

Jadi dapat dikatakan bahwa, pendekatan ketahanan nasional merupakan


perwujudan membangun kelima nilai dasar bela negara dalam menghadapi ancaman
astagatra mencakup: wilayah/geografi, sumber daya alam, sumber daya manusia/
demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan-keamanan.

41
Materi Terbuka: Kesadaran Pajak, untuk Perguruan Tinggi, Tim Edukasi Perpajakan Direktorat Jenderal
Perpajakan, 2016, hal. 193-209
37
5. Pendekatan Kepemimpinan
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan di suatu
bidang sehingga mampu mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk bersama-sama
melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian tujuan tertentu. Seseorang yang
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir,
mengontrol usaha orang lain.42

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sebagai kesanggupan atau


kemampuan untuk mengatasi orang-orang sedemikian rupa agar mencapai hasil yang
sebesar-besarnya dengan kemungkinan pergesekan yang sekecil-kecilnya dan sebesar
mungkin terjalin kerjasama. Kepemimpinan merupakan seni mengajak orang
lain/kelompok untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan karena orang lain/kelompok
itu memang ingin melakukannya.43

Peranan kepemimpinan di dalam proses bimbingan pembelajaran bela negara yang


dijiwai oleh kelima nilai dasar bela negara kepada seluruh warga negara Indonesia di
setiap tingkatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sangatlah
penting. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin baik di lingkup pendidikan, lingkup
masyarakat maupun di lingkup pekerjaan, baik di tataran komunitas maupun tataran
bangsa, sangat menentukan keberhasilan dalam menanamkan nilai dasar bela negara.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendorong terjadinya digitalisasi


di semua aspek kehidupan, yang secara langsung maupun tidak langsung telah merubah
sikap dan perilaku warga negara, sebagai konsekuensi penyesuaian terhadap perubahan
tersebut. Pemahaman kepemimpinan masa lalu sudah tidak memadai lagi, perlu
peningkatan kapabilitas yang lebih tinggi. Era Digital, situasi lingkup strategis global,
regional dan nasional telah membuat tantanggan dan ancaman menjadi semakin
kompleks, semakin sulit diprediksi dan berubah dengan cepat.

Kondisi ini juga mengubah cara seorang pemimpin dalam mengelola organisasinya,
termasuk mengelola dan mengintegrasikan warga negara dari generasi Z atau IGen

42 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kempemimpinan, (Rajawali Press, 2009)


43 David Wilkins and Greg Carolin, Leardership Pure & Simple: Hoe Transformative Leaders Create Winning Organizations,
(McGraw Hill, 2013)

38
(yang lahir di tahun 1995-2012), generasi Y atau milenial (yang lahir di tahun 1981-1994),
generasi X (1965-1980), dan generasi baby boomers (yang lahir di tahun 1946-1964),44
untuk menghidari konflik antargenerasi di tempat kerja atau di tempat kegiatan
berlangsung.

Setiap orang memiliki potensi kepemimpinan di dalam dirinya, namun untuk mampu
menghadapi tantangan dan ancaman bangsa dan negara saat ini, yang semakin
meningkat, perlu pengembangan diri yang didorong oleh kebutuhan dan kemauan belajar
yang tumbuh dari diri sendiri. Berikut ini beberapa kemampuan yang menurut beberapa
pakar45 harus dimiliki oleh para pemimpin di era sekarang ini agar berhasil memimpin
berbagai generasi yang berbeda di setiap lingkup tempat kerja atau tempat kegiatan
berlangsung lainnya, yaitu:
a. Kemampuan komunikasi, tidak hanya secara fisik dengan bertatap muka,
namun juga piawai dalam berkomunikasi melalui berbagai saluran berbasis
teknologi yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi, contoh: melalui
email, aplikasi, hingga chat messenger seperti WhatsApp (WA). Dengan kata
lain pemimpin memiliki digital mindset, harus bisa memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk menghadirkan proses kerja yang efisien dan efektif di lingkup
kerjanya, misal mengadakan rapat via WA atau Anywhere Pad.
b. Berpikiran terbuka. Seorang pemimpin harus memiliki pemikiran terbuka untuk
memberikan kesempatan bagi anggotanya dalam melakukan pekerjaannya
dengan metode sesuai dengan budaya dan cara kerjanya masing-masing,
selama hasil yang disampaikan tetap sesuai dengan standar yang akan
ditetapkan perusahaan tersebut. Dengan kata lain pemimpin haruslah
menjadi seorang pengamat dan pendengar yang aktif. Jika mayoritas timnya
adalah kaum milenial yang tumbuh seiring dengan hadirnya media sosial yang
membuat mereka kecanduan untuk diperhatikan. Mereka sangat menghargai

44
Penemu: Gen Z atau IGen (Jean M. Twenge berjudul “iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less
Rebellious, More Tolerant, Less Happy — and Completely Unprepared for Adulthood”) ; Gen Y atau Milenial (William Strauss
dan Neil Howe berjudul “Millennials Rising”) ; Gen X (Dauglas Coupland berjudul “Generation X: Tales for An Accelerated
Culture”) ; Gen Baby Boomers, disari dan dikutip dari: https://dosen.perbanas.id/teori-generasi/
45
Eric Mary, Country Manager dari Robert Walters Indonesia, persh spesialis rekrutmen professional berskala
global, disari dan dikutip dari: http://www.industry.co.id/read/51773/kepemimpinan-di-era-digital; dan
https://money.kompas.com?read/2019/08/04/134200326/kepemimpinan-di-era-milenial?page=all
39
dan termotivasi jika diberikan kesempatan untuk berbicara, berekspresi, dan
diakomodasi ide-idenya. Mereka haus akan ilmu pengetahuan, pengem-
bangan diri dan menyukai untuk berbagi pengalaman.
c. Tanggap terhadap perubahan. Pemimpin di era ini harus memiliki kepekaan
dan kecepatan dalam melihat dan menilai suatu perubahan dan
mengintegrasikan informasi tersebut menjadi keputusan dalam menjalankan
kegiatannya. Pemimpin harus cerdas melihat peluang, cepat beradaptasi, dan
lincah dalam memfasilitasi perubahan artinya juga mengajak anggotanya
untuk dengan cepat mengakomodasis perubahan.
d. Berani mengambil resiko. Karena perubahan terjadi sangat cepat, dan harus
bertransformasi dalam beradaptasi dengan perubahan itu, maka seorang
pemimpin harus berani mengambil resiko dengan bereksperimen mencoba
cara baru dan menilai secara komprehensif cara mana yang paling efektif
untuk diterapkan dalam kegiatannya. Dengan kata lain, pemimpin harus
berani mengambil sebuah langkah atau keputusan penting dalam pencapaian
cita-citanya meskipun bertentangan dengan kebiasaan orang-orang di
sekitarnya. Pemimpin harus berani berbeda, baik dari cara berpikir, kebijakan
maupun penampilannya.
e. Mengoptimalkan energi diri sendiri, artinya seorang pemimpin harus memiliki
nilai atau prinsip moral yang sangat dipercaya dan dijalani dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai inilah yang akan menunjukkan jatidiri pemimpin, merupakan
sekumpulan nilai yang terus dipegang teguh dan diterapkan dalam kehidupan,
meskipun lingkup di sekitarnya tidak mendukung. Dengan kata lain, pemimpin
harus pantang menyerah terlebih jika menghadapi anggotanya yang berasal
dari generasi milenial, yang bersikap malas, manja dan merasa paling benar
sendiri. Pemimpin milenial wajib memiliki sikap berpikir positif dan semangat
tinggi dalam mengejar goal-nya, ulet dan menunjukkan kualitas diri.
f. Memperoleh dan memberikan energi pada pemimpin lainnya. Seorang
pemimpin harus mampu memberdayakan dan memicu atusiasme orang lain,
hingga dapat melahirkan pemimpin-pemimpin berikutnya. Pada tahap ini,
pemimpin tidak lagi memikirkan perkembangan dirinya sendiri, namun juga

40
kepentingan dan perkembangan pemimpin lain yang berada di bawah
kepemimpinannya, meskipun harus rela berbagi otoritas dan tanggung jawab
dengan mereka.
g. Memberikan energi pada keseluruhan organisasi. Pemimpin harus secara
proaktif dan berkelanjutan berupaya dalam membentuk “brains” atau strategi
kegiatan, meliputi visi dan misi yang dapat dipahami dan diterima oleh seluruh
anggotanya. “Bones” atau arsitektur organisasi meliputi mulai dari pemilihan
talenta yang tepat di setiap posisi organisasi, hingga pengelolaan sistem dan
prosedur di dalam organisasi, dan “nerves” atau budaya di dalam organisasi
meliputi mulai dari rumusan filosofi, penentuan sistem apresiasi, hingga
menetapkan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi seluruh anggota di dalam
organisasi tersebut.
h. Mengelola konflik antar-generasi di tempat kerja. Agar para anggota yang
berasal dari lintas generasi, yang berbeda karakteristiknya dapat bekerjasama
secara baik, maka kemampuan mengelola konflik menjadi prioritas utama.
Pemimpin harus memahami perbedaan cara pandang antar individu yang
semakin kompleks, menghargai setiap pemikiran yang ada dan
menggunakannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin harus
memberikan pemahaman akan pentingnya nilai, budaya, dan visi organisasi
kepada anggota timnya secara utuh.

Jadi dapat dikatakan bahwa strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara
melalui pendekatan kepemimpinan di era digital, mempersyaratkan: kepemimpinan yang
memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara tatap muka maupun melalui media
digital; kepemimpinan yang memiliki keterbukaan dan empati kepada pengikutnya,
menjadi pendengar yang baik; kepemimpinan yang tanggap terhadap perubahan;
kepemimpinan yang berani mengambil resiko; dan kepemimpinan yang mengoptimalkan
energi yang dimilikinya buat dirinya sendiri, pengikutnya dan organisasi; serta
kepemimpinan yang piawai dalam mengelola konflik.

41
Bagian IV
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA
Dalam KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

1. Masyarakat Indonesia

Tipologi kehidupan masyarakat Indonesia dapat digolongkan sebagai masyarakat


majemuk. Kemajemukan masyarakat Indonesia antara lain meliputi aspek agama, suku
bangsa, bahasa daerah, adat-istiadat, dan kebudayaan. Masyarakat majemuk adalah
masyarakat yang terdiri dari berbagai ragam kelompok atau golongan yang memiliki
kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian berbeda pula dalam agama, bahasa dan
adat istiadat. Masyarakat majemuk adalah masyarakat dimana sistem nilai yang dianut
oleh anggota masyarakat kelompok tersebut kurang memiliki loyalitas terhadap
masyarakat secara keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, dan kurang
memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu terhadap lainnya. 46 Atau dengan kata
lain, masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi-bagi dalam subsistem
yang masing-masing terikat ke dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial, yaitu sifat
yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-
istiadat, kepercayaan maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkup pertamanya.

Kemajemukan masyarakat Indonesia, menurut Nasikun,47 dapat ditandai oleh dua


cirinya yang unik yaitu: pertama secara horizontal ditandai oleh kenyataan adanya
kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama,
adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan; kedua, secara vertikal ditandai oleh
adanya perbedaan-perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.
Lebih lanjut Nasikun mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
mengapa pluralitas masyarakat Indonesia yang demikian itu terjadi, antara lain:
a. Faktor pertama, keadaan geografik wilayah Indonesia yang terdiri atas kurang
lebih tiga ribu pulau yang terserak di sepanjang equator kurang lebih tiga ribu

46
Lee Hock Guan, Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland Burma, (Journal of Sosial
Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009), pp. 32-46 (Review)
47
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)
42
mil dari timur ke barat, dan seribu mil dari utara selatan, merupakan faktor
yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya pluralitas suku bangsa di
Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik, dan setelah dianalisis bekerjasama Institute of Southeast
Asian Studies pada tahun 2013, menghasilkan 633 kelompok suku besar.48
b. Faktor kedua, yang menyebabkan pluralitas masyarakat Indonesia adalah
kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan
Samudera Pasifik. Keadaan ini menjadikan Indonesia menjadi lalu lintas
perdagangan, sehingga sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama
di dalam masyarakat Indonesia; dan
c. Faktor ketiga, iklim yang berbeda-beda dan struktur yang tidak sama di antara
berbagai daerah di kepulauan Nusantara, telah mengakibatkan pluralitas
regional. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi
yang menciptakan dua macam lingkup ekologis yang berbeda, yakni daerah
pertanian basah (wet rice cultivation) yang terutama banyak dijumpai di Pulau
Jawa dan Bali, serta daerah ladang (shifting cultivation) yang banyak dijumpai
di luar Jawa.

Satuan-satuan sosial yang masing-masing terikat oleh ikatan-ikatan yang sifatnya


primordial seperti yang diungkapkan dimuka, mudah sekali menimbulkan konflik-konflik
yang terjadi baik pada tingkat ideologis maupun politis. Pada tingkat ideologis, konflik
tersebut terwujud di dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut oleh (serta
menjadi ideologi) satuan-satuan sosial. Pada tingkat politik, konflik-konflik di antara
elemen-elemen dalam masyarakat majemuk terjadi dalam bentuk pertentangan dalam
pembagian kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi. Dalam situasi konflik, sadar atau
tidak setiap pihak yang berselisih akan berusaha mengabadikan diri dengan cara
mengokohkan solidaritas ke dalam di antara sesama anggotanya dengan cara
mengokohkan solidaritas ke dalam, membentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan
untuk keperluan kesejahteraan dan pertahanan bersama: mendirikan sekolah-sekolah

48
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, disari dan dikutip dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-Indonesia.html
43
untuk memperkuat identitas kultural, bersaing di dalam bidang pendidikan, sosial,
ekonomi, politik dsb.nya.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan kesinambungan kelangsungan hidup


bangsa dan negara Indonesia, tidak saja menuntut tumbuh-kembangnya nilai-nilai dasar
bela negara yang telah disepakati bersama mampu menjadi daya tangkal terhadap
berbagai tantangan dan ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI
dan keselamatan segenap bangsa, tetapi lebih dari itu nilai-nilai dasar bela negara
tersebut harus pula dihayati dengan benar melalui proses sosialisasi dan internalisasi.

Bimbingan pembelajaran bela negara yang dijiwai oleh kelima nilai dasar bela
negara, yang merupakan sebuah kesepakatan untuk menjadi landasan bersikap dan
berperilaku seluruh warga negara Indonesia di semua tingkatan baik di tataran individu,
tataran masyarakat hingga tataran bangsa, sesuai dengan karakteristiknya yang
diimplementasikan kedalam tiga kelompok lingkup yaitu: lingkup pendidikan, lingkup
masyarakat, dan lingkup pekerjaan.

2. Lingkup Pendidikan

Lingkup pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik
berupa benda mati, makhluk hidup ataupun berbagai fenomena yang terjadi termasuk
situasi dan kondisi masyarakat, yang dapat memberikan pengaruh pada cara berpikir,
cara bersikap dan cara berperilaku dari setiap warga negara. Dengan kata lain, lingkup
pendidikan dapat juga diartikan sebagai berbagai lingkup tempat berlangsungnya proses
pendidikan lingkup yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan, yang merupakan
bagian dari lingkup sosial. Fungsi lingkup pendidikan adalah membantu peserta didik
dalam berinteraksi dengan berbagai lingkup di sekitarnya baik lingkup fisik, sosial dan
budaya tertutama berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai
tujuan pendidikan secara optimal.49

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan


Nasional, menyatakan bahwa “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal,

49
Din Wahyudin,dkk. Pengantar Pendidikan. (Jakarta. Universitas Terbuka: 2007)
44
dan informal”.50 Seperti yang dikemukakan oleh tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara
tentang konsep sistem pendidikan “tri sentra” atau “tripusat pendidikan” yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat.51

Jalur pendidikan informal, atau jalur pendidikan keluarga, merupakan lingkup


pendidikan yang pertama dan utama bagi anak dalam memberikan kontribusi bagi
perkembangan mental maupun fisik dalam kehidupannya. Pendidikan informal
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan
bertanggungjawab. Pendidikan keluarga biasanya meliputi agama, nilai, budaya, nilai
moral dan keterampilan, dan umumnya ditujukan agar anak menjadi pribadi yang mantap
beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Hasil pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal, setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pertimbangan pemerintah
mencetuskan jalur pendidikan informal karena: pendidikan dimulai dari keluarga; informal
diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dimulai dari
keluarga; homeschooling: pendidikan formal tapi dilakukan secara informal; serta anak
harus dididik sejak lahir.

Jalur pendidikan formal, atau jalur pendidikan sekolah, memegang peranan


penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada pembentukan sikap
dan perilaku anak. Pendidikan formal ditujukan untuk memberikan bekal kemampuan
peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya yang lebih menekankan pada
pengembangan intelektual. Pendidikan di sekolah terstruktur, berjenjang dan
berkesinambungan. Pendidikan di sekolah memiliki antara lain: kurikulum tertulis, cara
pelaksanaan pendidikan yang bersifat formal, evaluasi pendidikan secara sistematis dan
terstandar, sarana prasarana yang memadai, serta waktu pendidikan yang terjadwal.

Jalur pendidikan nonformal, yang di selenggarakan secara terstruktur dan


berjenjang di tengah masyarakat, antara lain: kelompok belajar paket A, paket B, kursus
komputer dan bahasa Inggris di lembaga kursus dan sejenisnya. Pendidikan dalam
lingkup dapat berfungsi sebagai pengganti, pelengkap, penambah dan pengembang

50
Undang-Undang Republik Indonesia no. 24 Tahun 2003, Pasal 13 s,d Pasal 32
51
Soeratman Darsiti, Ki Hadjar Dewantara, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981/1982), hal. 7-8
45
pendidikan di lingkup keluarga dan sekolah. Contoh lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan nonformal antara lain: kelompok bermain, taman penitipan anak, lembaga
kursus, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim dan
sejenisnya. Pendidikan nonformal menekankan pada pengembangan keterampilan
praktis, sedangkan ciri-ciri pendidikan nonformal antara lain: peserta didik bersifat
heterogen, materi pendidikan ada yang terprogram ada yang tidak, waktu pendidikan
terjadwal dan tidak terjadwal, evaluasi pendidikan bisa sistematis atau tidak sistematis.

Pembinaan kesadaran bela negara ditumbuhkembangkan melalui


penyelenggaraan pendidikan formal mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai
dengan pendidikan tinggi; pendidikan nonformal melalui kursus-kursus yang ada di
seluruh tanah air, dan pendidikan informal yang dilakukan di rumah, dan lingkup
masyarakat.
Implementasi nilai-nilai dasar Bela Negara di lingkup Pendidikan dibangun melalui
kerangka konsep pendidikan karakter di sekolah seperti terlihat pada gambar berikut:

“Integrasi” ke dalam Kegiatan


KBM di setiap mata “Pembiasaan” dalam kehidupan
pelajaran/kuliah (Intrakurikuler) keseharian di satuan pendidikan

Kegiatan
Kegiatan Belajar- Budaya Sekolah Keseharian di
Kegiatan
Mengajar (KBM) (Kegiatan Keseharian di Rumah dan
Ekstrakurikuler
Satuan Pendidikan) Masyarakat

“Integrasi” ke dalam Kegiatan Penerapan “pembiasaan” kehidupan


Ekstrakurikuler antara lain: Pramuka, keseharian di rumah dan masyarakat
Olahraga, Kesenian, Palang Merah yang selaras dengan di satuan
Remaja, Dokter Kecil, Pencinta Alam, pendidikan (kokurikuler)
Liga Pendidikan Indonesia, dsb.nya

Gambar 4. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah 52

52
Kebijakan Nasional. Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, (Kementerian Pendidikan Nasional Pemerintah
Republik Indonesia, 2010) hal xxxvi
46
Gambar di muka menunjukkan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan
pendidikan, yang dilakukan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan pusat dari
pembangunan karakter yang terkandung di dalam kelima nilai dasar bela negara. Satuan
pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan
memberdayakan semua lingkup belajar yang ada untuk menginisasi, memperbaiki,
menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses pendidikan karakter
yang terkandung di dalam nilai-nilai bela negara di satuan pendidikan.

Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas diintegrasikan ke


dalam setiap mata pelajaran/kuliah. Integrasi nilai-nilai bela negara juga dilakukan pada
kegiatan ekstrakurikuler seperti: kegiatan olahraga, kesenian, pramuka dan sebagainya.

Lingkup satuan pendidikan dikondisikan agar lingkup fisik dan sosial-kultural


pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan pendidik dan tenaga
kependidikan terbiasa membangun kegiatan keseharian yang mencerminkan
perwujudan kelima nilai dasar bela negara yang dituju. Demikian pula dilakukan
komunikasi efektif antara pihak sekolah dan pihak orangtua peserta didik untuk
memperkuat pembangunan karakter yang telah di internalisasikan melalui intrakurikuler
dan ekstrakuriler.

Kegiatan kokurikuler yang dilakukan di luar jam sekolah dimaksudkan untuk lebih
memperdalam dan menghayati materi pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler seperti misalnya berupa penugasan atau pekerjaan rumah ataupun
tindakan lainnya. Pembelajaran di lingkup keluarga dan masyarakat diupayakan agar
terjadi proses penguatan sikap dan perilaku yang berkarakter yang mengandung kelima
nilai dasar bela negara.

3. Lingkup Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berinterakti secara terorganisasi,


dan menempati daerah tertentu serta mengikuti suatu cara hidup atau budaya tertentu.
Di dalam lingkup masyarakat setiap orang mempunyai status tertentu. Mereka belajar
tentang nilai-nilai dan peranan-peranan yang seharusnya mereka lakukan, dan setiap
anggota memperoleh pengalaman bergaul dengan anggota masyarakat lainnya di luar

47
rumah dan di luar lingkup sekolah. Lingkup masyarakat dapat dikategorikan ke dalam
tiga lingkup yaitu: masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat media massa.53

Lingkup masyarakat sipil merupakan lahan pembinaan dan pengembangan nilai-


nilai dasar bela negara melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta
berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan
sehingga nilai-nilai karakter yang terkandung di dalam nilai-nilai bela negara dapat
diinternalisasikan menjadi sikap dan perilaku warga negara dalam kehidupan sehari-hari.

Lingkup masyarakat politik merupakan lahan yang melibatkan warga negara dalam
penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan representasi dari
segenap elit politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai strategis dalam
pembangunan nilai-nilai dasar bela negara karena semua partai politik memiliki dasar
yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang bermartabat.

Lingkup media massa. Media massa merupakan sebuah fungsi dan sistem yang
memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan
pembentukan sikap dan perilaku, kepribadian atau jatidiri bangsa. Media massa, baik
elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif maupun nonedukatif tergantung pada
muatan pesan informasi yang disampaikannya. Fungsi dan peran media massa semakin
penting di era digital sekarang ini, dimana dunia semakin terhubung sehingga batas-
batas negara seolah-olah tidak ada. Kondisi ini tentu saja mengancam berbagai hal
seperti moral bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan jati diri bangsa yang terancam
oleh masuknya budaya-budaya asing yang semakin sulit disaring.

Pembinaan kesadaran bela negara ditumbuh-kembangkan di lingkup masyarakat


melalui organisasi kemasyarakatan, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi, partai politik, organisasi mass media, tokoh masyarakat
serta tokoh agama sesuai peraturan perundang-undangan. Penanaman nilai-nilai bela
negara tersebut, secara aplikatif dilaksanakan dalam berbagai kegiatan di lingkup
masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dengan
mengikutsertakan kader-kader di daerah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mewujudkan

53 Ibid, hal. ix

48
masyarakat yang memiliki kesadaran dan semangat bela negara sebagai wujud
penunaian hak dan kewajibannya dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah,
serta keselamatan bangsa dan negara.

4. Lingkup Pekerjaan

Lingkup pekerjaaan adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam suatu
lembaga pemerintah atau nonpemerintah atau swasta, yang berpengaruh terhadap
pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai
keadaan lingkup di sekitarnya, antara manusia dan lingkup terdapat hubungan yang
sangat erat. Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan
berbagai keadaan lingkup sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan pekerjaan,
karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai keadaan di sekitar
tempat mereka bekerja, yaitu lingkup pekerjaan. Selama melakukan pekerjaan, setiap
pegawai akan berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkup kerja.
Lingkup pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam dua lingkup yaitu: lingkup
pemerintahan dan lingkup dunia usaha dan industri.54

Lingkup pemerintahan, merupakan lahan pembangunan kelima nilai dasar bela


negara melalui keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan elite politik.
Unsur pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses
pembentukan karakter yang mencerminkan nilai-nilai dasar bela negara, karena aparatur
negara sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana
kebijakan yang ikut menentukan berhasilnya pembangunan karakter. Pemerintahanlah
yang mengeluarkan berbagai kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan. Kebijakan
pemerintah dalam berbagai aspek seharusnya mendasarkan pada pembangunan
karakter bangsa yang pada gilirannya merupakan upaya untuk senantiasa menjaga
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan serta kesejahteraan
bangsa

Lingkup dunia usaha dan industri, merupakan lahan interaksi para pelaku sektor riil
yang menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian perekonomian nasional

54 Ibid, hal. viii-ix


49
sangat bergantung pada kekuatan karakter para pelaku usaha dan industri yang
merefleksikan perwujudan nilai-nilai dasar bela negara, yang diantaranya dicerminkan
oleh menguatnya daya saing, meningkatnya lapangan kerja, dan kebanggaan terhadap
produk bangsa sendiri dan sebagainya.

Pembinaan kesadaran bela negara ditumbuh-kembangkan di lingkup pekerjaan


dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat bela negara bagi warga negara yang
bekerja baik sebagai pegawai negeri maupun swasta. Penyebar-luasan kelima nilai
dasar bela negara di lingkup pekerjaan ditujukan untuk meningkatkan pemahamannya
terhadap pertahanan negara yang menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa
sesuai dengan profesinya di masing-masing bidang.

50
Bagian V
URGENSI MANIFESTASIS NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA
Dalam GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA

Perwujudan nilai-nilai dasar bela negara dalam sikap dan perilaku sehari-hari
seluruh warga negara Indonesia, baik di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat dan
lingkup pekerjaan jelas sekali urgensinya. Apalagi di era pesatnya kemajuan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini, telah mendorong semakin meningkatnya
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) di kancah nasional
maupun internasional. AGHT terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara penting
sekali diantisipasi dan dihadapi secara optimal, agar kedaulatan negara, keutuhan
wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa Indonesia tetap terjaga.

Membangun daya tangkal bangsa secara berkesinambungan, melalui sikap dan


perilaku yang mencerminkan kelima nilai dasar bela negara, dalam berbagai gerakan
nasional merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh warga negara
Indonesia, misal:
1. Membangkitkan rasa cinta tanah air, yang terejawantahkan dalam berbagai
gerakan nasional warga negara berupa antara lain:
a. bergotong-royong membersihkan, dan menjaga keasrian serta kesehatan di
lingkungan sekitarnya;
b. menyatakan perasaan bangga sebagai bangsa Indonesia melalui berbagai
ungkapan di berbagai media dalam setiap kesempatan yang relevan, serta
tidak merasa rendah diri, bersikap santun dan ramah di dalam pergaulan baik
di lingkup nasional maupun internasional;
c. melakukan kampanye cinta produk dalam negeri;
d. berlomba-lomba berkreasi dan berinovasi menghasilkan karya atau berbagai
produk trobosan yang memberi manfaat bagi bangsa dan negara, maupun
masyarakat dunia.

2. Membangun kesadaran berbangsa dan bernegara, yang terejawantahkan dalam


berbagai gerakan nasional warga negara berupa antara lain:

51
a. gerakan cinta kebhinekaan budaya Indonesia seperti mendorong dan
memberi ruang serta mendukung pelaku-pelaku budaya Indonesia dari
berbagai daerah untuk secara intensif menampilkan seni budaya dari masing-
masing daerah;
b. gerakan yang menggalang keikut-sertaan warga negara dalam berbagai
aktivitas sosial bernuansa keragaman agama, suku, adat-istiadat;
c. gerakan untuk membiasakan warga negara melakukan musyawarah dan
mufakat dalam mengelola berbagai perbedaan, tidak memaksakan kehendak
tapi mengutamakan win win solution;
d. gerakan yang menggaungkan kesetaraan di berbagai aspek seperti
kesetaraan layanan publik bagi seluruh warga negara, kesetaraan gender
dalam kesempatan berkembang;
e. gerakan membangkitkan rasa malu jika melanggar peraturan atau norma yang
berlaku di tengah masyarakat, yang merugikan bangsa dan negara seperti
misal merasa malu jika melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme.

3. Berkomitmen untuk setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, yang tereja-
wantahkan dalam berbagai gerakan nasional warga negara antara lain:
a. gerakan untuk senantiasa menjaga persatuan bangsa, melalui sikap dan
perilaku yang mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam mengelola
perbedaan pendapat di setiap urusan;
b. gerakan toleransi terhadap perbedaan keyakinan dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa;
c. gerakan menghormati dan menghargai kearifan lokal, misal antara lain
memviralkan budaya lokal sebagai perkuatan jatidiri bangsa dan daya tangkal
terhadap penetrasi budaya asing melalui media sosial.

4. Mendorong untuk senantiasa rela berkorban untuk bangsa dan negara, yang
terejawantahkan dalam berbagai gerakan nasional warga negara antara lain:

52
a. gerakan menggalang generasi muda untuk ikut serta membantu dalam
berbagai bencana alam atau kesulitan masyarakat lainnya;
b. gerakan membangkitkan semangat bersedekah dengan ikhlas membantu
warga negara yang memiliki kesulitan hidup;
c. kampanye melalui berbagi media yang menyadarkan warga negara untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan.

5. Meningkatkan kemampuan awal bela negara, yang terejawantahkan dalam


berbagai gerakan nasional warga negara berupa antara lain:
a. kampanye untuk senantiasa hidup sehat jiwa dan raga;
b. menggalakkan minat olahraga warga negara di setiap daerah melalui berbagai
upaya misal penyediaan fasilitas olahraga dan sebagainya;
c. gerakan menyelenggarakan berbagai kompetisi yang menantang, menarik
dan menggembirakan untuk meningkatkan kemampuan bersaing dengan
sportif dan pantang menyerah dalam suasana yang gembira.

53
B. KELOMPOK PESERTA PKBN

Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-
kan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada
warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai
dasar Bela Negara. Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat
(2), PKBN diselenggarakan di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan

1. LINGKUP PENDIDIKAN

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup pendidikan dilaksanakan


melalui sistem pendidikan nasional atau mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional , Bab VI, Pasal 13 sampai dengan Pasal 32,
yang dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 1: Kelompok Lingkup Pendidikan

Pendidikan Pendidikan Pendidikan


INFORMAL FORMAL NONFORMAL
Pendidikan Keluarga 1. Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pendidikan Anak a. Taman Kanak-kanak (TK) a. Kelompok Bermain (KB)
Usia Dini b. Raudatul Athfal (RA) b. Taman Penitipan Anak
2. Homeschooling 2. Pendidikan Dasar c. Taman Pendidikan Alquran
a. Sekolah Dasar 2. Pendidikan Kecakapan Hidup
3. Pendidikan Kepemudaan
b. Sekolah Menengah Pertama
4. Pendidikan Pemberdayaan
3. Pendidikan Menengah Perempuan,
a. Sekolah Menengah Umum 5. Pendidikan Keaksaraan, PBA
b. Sekolah Menengah Kejuruan (Pemberantasan Buta Huruf)
c. Sekolah Menengah Keagamaan 6. Pendidikan Keterampilan dan
d. Sekolah Menengah Luar Biasa Pelatihan Kerja
4. Pendidikan Tinggi 7. Pendidikan kesetaraan
a. Pendidikan Tinggi Umum a. Paket A untuk SD
b. Pendidikan Tinggi Kedinasan b. Paket B untuk SMP
c. Paket C untuk SMU
8. Pendidikan Layanan Khusus
a. Peserta di daerah terpencil
b. Peserta yang memiliki
keterbatasan fisik dsj.nya

54
2. LINGKUP MASYARAKAT

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup masyarakat, berdasarkan UU


No. 23 Tahun 2019, Pasal 9, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga
Negara yang meliputi:
a. Tokoh Agama;
b. Tokoh Masyarakat;
c. Tokoh Adat;
d. Kader Organisasi Masyarakat;
e. Kader Organisasi Komunitas;
f. Kader Organisasi Profesi;
g. Kader Partai Politik; dan
h. Kelompok masyarakat lainnya.

3. LINGKUP PEKERJAAN

Pembinaan kesadaran bela negara lingkup pekerjaan, berdasarkan UU No. 23


Tahun 2019, Pasal 10, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga Negara
yang bekerja pada :
a. Lembaga Negara;
b. Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan Pemerintah Daerah
c. Tentara Nasional Indonesia;
d. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
e. Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah;
f. Badan Usaha Swasta; dan
g. Badan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

55
C. STANDAR KOMPETENSI

1. Pengertian

Standar Kompetensi pembinaan kesadaran bela negara, mencakup deskripsi


kompetensi pengetahuan (ranah kognitif), kompetensi sikap (ranah afektif), dan
kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik), dari setiap topik Modul PKBN yang harus
dikuasai oleh peserta PKBN. Standar kompetensi dirumuskan berdasarkan karakteristik
peserta di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan).

1.1. Kompetensi Pengetahuan


Kompetensi pengetahuan merupakan kemampuan aktivitas otak atau kognitif
untuk mengembangkan kemampuan rasional, kemampuan intelektual dalam berpikir,
mengidentifikasi, menghafal, mengetahui dan memecahkan masalah. Kemampuan yang
berkaitan dengan kecerdasan otak untuk memahami konsep-konsep, teori dsb.nya.
Penentuan standar kompetensi pengetahuan (ranah kognitif - C) mendasarkan
pada tabel taksonomi Bloom55 dengan urutan dimensi proses kognitif sebagai berikut :
Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA


C1 Ingatan Kemampuan mengingat apa yang telah mengidentifikasi, menghafal, mengenal,
(Remember) dipelajari mengulang
C2 Pengertian Kemampuan memahami materi/ menjelaskan, mengilustrasikan,
(Understand) ilmu pengetahuan melaporkan, mendeskripsikan
C3 Aplikasi Kemampuan menggunakan ilmu yang mengimplementasikan, mene- rapkan,
(Apply) dipelajari dalam situasi lain mendemonstrasikan
C4 Analisis Kemampuan memilah-milah infor-masi menghubungkan,menyimpulkan,
(Analyze) dalam bagian-bagian kecil, melihat membedakan, memprediksi,
hubungan satu sama lain mendiagnosa masalah
C5 Evaluasi Kemampuan menilai materi/informasi dan memeriksa, menguji, menilai, merevisi,
(Evaluate) mengaitkan dengan kriteria yang menjadi mengukur, mengkritik
acuan
C6 Penciptaan Kemampuan menyatukan ide-ide yang mengkonstruksi opini, meran-cang,
(Create) terpisah-pisah, membentuk ide baru atau menciptakan temuan baru/inovasi,
menciptakan hal baru memodifikasi

55
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)
56
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan
tampak pada berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl56 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:

Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI

A1 Menerima · Kemampuan mendengarkan pendapat orang lain.


(Receiving) · Menunjukkan kehadirannya dalam komunitas.
A2 Merespon · Kemampuan menanggapi atau berpartisipasi
(Responding) dalam sebuah diskusi.
· Menunjukkan sikap tertentu sebagai hasil
pengalaman yang diperoleh
A3 Menilai · Kemampuan menilai mana yang benar dan mana
(Valuing) yang salah.
· Menunjukkan komitmen
A4 Mengorganisasikan · Kemampuan mengintegrasikan perbedaan-
(Organization) perbedaan, mengharmonisasikan perbedaan
· Menunjukkan penyelesaian konflik
A5 Karakterisasi · Kemampuan bersikap konsisten terhadap nilai-nilai
(Characterization by value) yang baru
· Menunjukkan perubahan sikap secara konsisten

1.3. Kompetensi Keterampilan


Kompetensi keterampilan merupakan kemampuan yang menyangkut kegiatan
otot dan fisik, mewujudkan keterampilan (skill) dan tindakan nyata. Kompetensi
keterampilan mencerminkan hasil pembentukan perpaduan kompetensi pengetahuan
dan kompetensi sikap atau afektif, yang terwujud dalam tindakan nyata yang dilakukan.

56
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain,
(New York: David McKay Company, 1970)

57
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-
kan pada tabel taksonomi Dave57 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai
berikut:

Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA

P1 Imitasi · Meniru tindakan yang ditunjukkan Meniru, mengikuti,


(Imitation) oleh instruktur atau pelatih mereplikasu, mengulangi
· Mengamati kemudian menirukan
P2 Manipulasi · Memproduksi aktivitas dari Menciptakan kembali,
(Manipulation) pelatih membangun, mengim-
· Melakukan tugas dari instruksi plementasikan
tertulis atau verbal
P3 Presisi · Melakukan keterampilan tanpa Mendemonstrasikan,
(Precision) bantuan orang lain dengan tepat menyempurnakan
· Menunjukkan keterampilan
melakukan tugas tanpa bantuan
atau instruksi dengan tepat
P4 Artikulasi · Mengadaptasi dan mengintegra- Mengkonstruksikan,
(Articulation) sikan keahlian memecahkan,
· Mengaitkan dan mengkombinasi- mengkombinasikan,
kan aktivitas untuk mengembang- mengintegrasikan
kan metode
P5 Naturalisasi · Membuat pola gerakan baru yang Merancang,
(Naturalization) disesuaikan dengan situasi, menspesifikasikan,
kondisi /permasalahan tertentu. mengelola,
· Melakukan gerakan tertentu melakukan tindakan,
secara spontan atau otomatis bergerak
dengan sempurna dan lancar.

57
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ:
Educational Innovators Press, 1970)

58
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Tataran Dasar Bela Negara di setiap Tingkat

Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh


Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Pengetahuan Mampu menyebut dan bisa menceritakan
· Pendidikan Layanan Khusus contoh perilaku sederhana beberapa karakter
yang mencerminkan 5 nilai dasar bela negara
Sikap Mampu menerima dan merespon pengetahuan
yang diterima dari Orangtua/Pembina/ Guru
Ketrampilan Mampu meniru perilaku nyata Orangtua/ Guru/
/Perilaku Pembina dalam memperagakan perilaku seder-
hana mencerminkan 5 nilai dasar bela negara.
Dasar & Setara · Pendidikan Dasar Pengetahuan Mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan bisa
· Pendidikan Kesetaraan mengimplementasikan:
· Pendidikan Keaksaraan - Beberapa karakter yang mencerminkan Lima
nilai dasar bela Negara, dan pentingnya
karakter tsb. dalam kehidupan sehari-hari
- Apa saja yang perlu dipahami untuk memba-
ngun kelima nilai dasar bela negara, memper-
kuat kehidupan bangsa dan NKRI (Kebang-
saan, Kewilayahan, Ketahanan Nas, Kearifan
Lokal, dan Kepemimpinan)
Sikap Mampu menerima, merespon, dan menilai
pengetahuan yang diterima dari Guru/Pembina
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan bantuan dan
/Perilaku tanpa bantuan Guru/Pembina dalam mene-
rapkan beberapa karakter yang mencerminkan
kelima nilai dasar bela negara
Menengah & Setara · Homeschooling Pengetahuan Mampu mengidentifikasi, mengilustrasikan,
· Pendidikan Menengah menerapkan,bisa membedakan-menyimpulkan
· Pendidikan Kec. Hidup - Beberapa karakter yang mencerminkan Lima
· Pendidikan Kepemudaan nilai dasar bela Negara, dan pentingnya
· Pendidikan Pemberdayaan karakter tsb dalam kehidupan sehari-hari
Perempuan - Apa saja yang perlu dipahami untuk memba-
· Pendidikan Keterampilan & ngun kelima nilai dasar bela negara, memper-
Pelatihan Kerja kuat kehidupan bangsa dan NKRI. (Kebang-
· Kader Organisasi : saan, Kewilayahan, Ketahanan Nas, Kearifan
Masy, Komunitas, Profesi*, Lokal, dan Kepemimpinan)
Partai Politik*, Kelompok Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, dan
Masyarakat lainnya mengintegrasikan perbedaan pengetahuan
yang diterima dari Guru/Pembina
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan contoh,
/Perilaku melakukan dengan tepat tanpa contoh, dan bisa
mengembangkan penerapan beberapa karakter
yang mencerminkan 5 nilai dasar bela negara

59
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk
· Tokoh : Agama, Adat, dan ide-ide baru terkait :
Masyarakat - Beberapa karakter yang mencerminkan Lima
· Lembaga Negara, K/L, nilai dasar bela Negara, dan pentingnya
Pemda, TNI, Polri, karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari
BUMN/BUMD, BU Swasta, - Apa saja yang perlu dipahami untuk memba-
Badan lain sesuai UU. ngun kelima nilai dasar bela negara, memper-
kuat kehidupan bangsa dan NKRI. (Kebang-
saan, Kewilayahan, Ketahanan Nas, Kearifan
Lokal, dan Kepemimpinan)
Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, meng-
harmonisasikan perbedaan, dan mampu
bersikap konsisten berkaitan pengetahuan yang
diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Mampu melakukan gerakan-gerakan nyata yang
/Perilaku menunjukkan beberapa karakter yang mence-
rminkan kelima nilai dasar bela negara berupa
berbagai gerakan nasional bela negara

3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup

Tabel 6: Matriks Standar Kompetensi – Tataran Dasar Bela Negara

LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku


C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. IN - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Homeschooling x x x x x x x x x x x x
PEND. FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Pend. Dasar x x x x x x x x x
3. Pend. Menengah x x x x x x x x x x x x
4. Pend. Tinggi x x x x x x x x x x x x x x x x
PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x x x x x x x x x x x
3.Pend. Kepemudaan x x x x x x x x x x x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x x x x x x x x x x x
5.Pend. Keaksaraan x x x x x x x x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x x x x x x x x x x x
7.Pend. Kesetaraan x x x x x x x x x
8.Pend. Layanan Khusus x x x x x x

60
LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku
C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Tokoh Masyarakat x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tokoh Adat x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kader Org. Masyarakat x x x x x x x x x x x x
5.Kader Org. Komunitas x x x x x x x x x x x x
6.Kader Org. Profesi x x x x x x x x x x x x x
7.Kader Partai Politik x x x x x x x x x x x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x x x x x x x x x x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kepolisian Negara RI x x x x x x x x x x x x x x x x
5.BUMN / BUMD x x x x x x x x x x x x x x x x
6.Badan Usaha Swasta x x x x x x x x x x x x x x x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x x x x x x x x x x x x x x x
ketentuan Undang-Undang x x x x x x x x x x x x x x x x

61
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-
paikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima
dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat
dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang
digunakan sebagai pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model
pembelajaran: kontekstual, kooperatif, berbasis masalah, edutainment.

1.1. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)58

Pendekatan pembelajaran yang mendorong Instruktur/Pengajar/Pembina/


Widyaiswara untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata atau yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Metode ini juga mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan peserta didik diperoleh dari usaha mereka meng-
konstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan tersebut.

Ada 3 (tiga) pilar dalam metode CTL, yaitu :


a. CTL mencerminkan prinsip kesaling-tergantungan, artinya ketika peserta didik
bergabung untuk memecahkan masalah membentuk opini baru. Jadi beberapa
peserta yang berbeda dihubungkan, misal: Tokoh agama A dengan Agama B
b. CTL mencerminkan prinsip diferensiasi, artinya perbedaan menjadi nyata
ketika CTL menantang peserta untuk saling menghormati keunikan masing-
masing, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan

58
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21
62
gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman
adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda.
Mereka mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan
peserta didik lainnya.

Contoh: Di satuan pendidikan tinggi, Pengajar mendorong peserta untuk membaca,


menulis, dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka untuk fokus pada persoalan-
persoalan kontroversial di lingkungan masyarakat mereka.

Rencana Program Pembelajaran dalam strategi pembelajaran CTL, yaitu:


a. Peserta dihadapkan pada pengalaman konkrit.
b. Tanya Jawab
c. Inkuiri, merupakan siklus proses membangun pengetahuan/konsep yang
bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian
membangun teori atau konsep.
d. Komunitas belajar sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman/ide.
e. Pemodelan, disini Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara mendemons-
trasikan idenya agar peserta dapat mencontoh, belajar atau melakukan
sesuatu sesuai dengan model yang diberikan.
f. Refleksi, yaitu melihat kembali atqu merespon suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui.
g. Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan
(pengetahuan, sikap dan keterampilan) peserta secara nyata.

1.2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)59

Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil


peserta didik untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar.

59
Ibid, hal. 37
63
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
a. Saling ketergantungan positif, artinya Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyais-
wara menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan atau saling ketergantungan.
b. Interaksi tatap muka, akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam
kelompok sehingga mereka dapat berdialog.
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap
sopan terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani
mempertahankan pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.

Beberapa Metode Pembelajaran Kooperatif

a. Metode STAD (Student Achievement Division)


- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 / 5
Anggota dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Setiap tim diberi lembar kerja, anggota tim saling membantu menguasai
bahan ajar. Kemudian Pengajar mengevaluasi penguasaan setiap Tim
- Penguasaan tiap siswa/Tim diberi skor. Lalu diberi penghargaan
b. Metode Jigsaw
- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 atau
5 Anggota dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Topik bahasan yang terdiri dari sub-sub topik bahasan diberikan dalam
bentuk teks, setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk mempelajari
satu bagian / subtopik bahasan dari Topik bahasan.
- Anggota yang bertanggung jawab pada subtopik yang sama, dapat
berkumpul saling membantu, menelaah subtopik tersebut. Kumpulan
peserta didik itu disebut “kelompok pakar” untuk setiap subtopik.
- Selanjutnya antar “kelompok pakar” saling mengajar atau berbagi ilmu,
sehingga seluruh subtopik dibahas, artinya topik dibahas secara utuh.

64
- Peserta didik dievaluasi penguasaannya secara individu, lalu diberi peng-
hargaan atas capaian penguasaan topik bahasan.

c. Metode GI (Group Investigation)


- Seleksi Topik bahasan, Disini peserta didik memilih subtopic dari suatu
masalah umum yang digambarkan oleh Instruktur/Pengajar/Pembina/ Wi-
dyaiswara. Peserta dibagi dalam kelompok yang berorientasi pada tugas,
anggota 2 hingga 6 prserta, karakteristik heterogen
- Merencanakan kerja sama. Pengajar dan peserta didik merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus tugas, tujuan umum yang konsisten
dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.
- Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana tugas yang telah di-
rumuskan bersama. Pengajar secara terus-menerus memantau kemajuan
tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
- Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mensintesakan
berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, meringkas
dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
- Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta ter-
libat dan memperoleh perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Pengajar berperan sebagai koordinator
- Evaluasi selanjutnya. Pengajar dan Peserta didik mengevaluasi kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaaan. Evaluasi bisa individual atau kelompok

d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama
SRI MULYANI akan berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.

65
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis

1.3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning / PBL)60

Metode pembelajaran yang membuat peserta didik berpikir, menyelesaikan


masalah. PBL memfokuskan pada apa yang sedang dipikirkan peserta didik selama
mengerjakan atau memecahkan masalah (kognisi mereka), bukan pada apa yang
sedang dikerjakan (perilaku mereka).
Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara lebih berperan sebagai pembimbing
dan fasilitator, sehingga peserta didik dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan
masalahnya sendiri. Meskipun kadang-kadang Pengajar juga terlibat, mempresen-
tasikan dan menjelaskan berbagai hal kepada peserta didik.

Perencanaan dan Pelaksanaan PBL:


Peserta bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengin-
vestigasi masalah kehidupan nyata yang membingungkan atau menantang. Oleh karena
itu tipe pembelajaran ini sangat interaktif.
a. Merencanakan Pelajaran PBL
1) Tetapkan masalah yang akan dipelajari, kemudian putuskan sasaran dan
tujuan pelajaran berbasis masalah. Tujuan bisa tunggal atau memiliki
tujuan-tujuan yang luas. Penting sebelumnya mengkomunikasikan tujuan
yang ingin dicapai dengan jelas.
2) Merancang situasi bermasalah yang tepat. PBL didasarkan pada premis
bahwa situasi bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan
membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga membuat mereka
tertarik untuk menyelidiki. Merancang situasi bermasalah yang tepat adalah
salah satu tugas perencanaan yang penting bagi guru.

60
Ibid, hal. 151-170
66
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting yaitu :
a) Situasi seharusnya ‘auntetik’. Artinya masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman nyata peserta didik, bukan konsep atau prinsip disiplin
akademis tertentu.
b) Masalah sebaiknya tidak jelas / tidak sederhana sehingga menciptakan
misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesai-
kan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternating.
c) Masalah seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
d) Masalah semestinya cakupannya luas sehingga memberikan kesem-
patan kepada Pengajar untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi
tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajaannya dilihat dari segi
waktu, ruang dan keterbatasan sumber daya.
e) Masalah sebaiknya harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

3) Mengorganisasikan Sumber Daya dan Merencanakan Logistik


PBL mendorong peserta didik untuk bekerja dengan beragam bahan dan
alat, sebagian berlokasi di ruang kelas, sebagai lainnya diperpustakaan
atau laboratorium computer, atau di luar sekolah. Perencanaan sumber
daya dan logistic merupakan tugas perencanaan utama para Pengajar PBL

b. Melaksanakan Pelajaran PBL, ada 5 (lima) tahapan:


1) Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada peserta didik.
Pengajar membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan dan memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
2) Mengorganisasikan peserta untuk meneliti. Pengajar membantu peserta
didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar
yang terkait dengan per-masalahan yang akan dibahas.
3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pengajar mendorong peserta
untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.
67
4) Mengembangkan dan mempromosikan hasil. Pengajar membantu peserta
dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan membantu mereka menyampaikan kepada
orang lain.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pengajar
membantu peserta untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.

1.4. Model Pembelajaran “Edutainment”


Edutainment berasal dari kata education dan entertainment. Education berarti
pendidikan, sedangkan entertaintment berari hiburan. Jadi, edutainment adalah
pendidikan yang menghibur atau menyenangkan.61 Sutrisno (2011), mengungkapkan
bahwa edutainment adalah suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa,
sehingga muatan pendidikan dan hiburan bisa dikombinasikan secara harmonis untuk
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan
biasanya dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (role-play), dan
demonstrasi.62

Metode Edutainment adalah suatu metode pembelajaran berbasis kompetensi yang


aktif dan efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan menggunakan alat
peraga yang bisa menghibur. Konsep itu meliputi dua kepentingan anak-anak yakni
bermain dan belajar. Metode ini merupakan pengembangan dari metode pembelajaran
aktif. Contoh langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode Edutainment
adalah sebagai berikut : 63

1. Guru menyiapkan alat-alat audio visual untuk memutar film/video/youtube yang


berkaitan dengan materi pembelajaran.
2. Kelas didisain yang bagus sehingga peserta didik merasa nyaman.
3. Guru memutarkan film/video/youtube, untuk peserta didik serta memberikan penjelasan
tentang film/video/youtube tersebut.

61 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
62 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)
63
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.
68
4. Setelah selesai pemutaran film/video/youtube siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mendiskripsikan tentang film yang telah ditayangkan dengan diiringi musik .
5. Nama kelompok dibuat sesuai dengan materi yang terkait, misalnya tokoh yang ada
dalam film/video/youtube yang ditayangkan.
6. Demonstrasi, siswa diajak bermain misalnya dengan Snowball Throwing (Melempar
bola salju) dengan cara setiap kelompok menyiapkan satu pertanyaan yang ditulis
dalam kertas kosong, lalu kertas tersebut digulung dimasukkan ke dalam bola yang
berwarna - warni yang di belah kemudian di tutup dengan isolatif. Setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melempar bola tersebut ke kelompok lain dengan waktu
yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok lain berusaha menangkap bola tersebut.
Siswa yang terakhir me-me-gang bola mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari bola itu.
7. Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok merangkum materi.

Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-
nipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan
mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-
nya. Disinilah proses pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan,
memilih, menentukan, menciptakan, memasang, membongkar, mengembalikan, men-
coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.64

64
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)
69
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat

Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Tataran Dasar Bela Negara di setiap Tingkat

Tingkat Kelompok Keterangan / contoh


Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) · Pembelajaran beberapa karakter yang mencerminkan
· Pendidikan Layanan Khusus nilai dasar bela negara sambil melakukan berbagai
permainan dan bernyanyi.
Dasar & Setara · Pendidikan Dasar* · Pembelajaran beberapa karakter yang mencerminkan
· Pendidikan Kesetaraan nilai dasar bela negara, dan pemahaman unsur-unsur
· Pendidikan Keaksaraan penting apa saja yang diperlukan untuk membangun
nilai dasar bela negara (pemahaman a.l.: wawasan
kebangsaan; wawasan nusantara; kearifan lokal;
ketahanan nasional; kepemimpinan)
Dilakukan dengan mengaitkan contoh-contoh yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
· Kemudian dibentuk kelompok-kelompok yang
bekerjasama membahas materi tersebut.dalam lembar
kerja berisi topik-topik bahasan yang ditanamkan.
(Untuk Pend. Dasar/Formal*)
Menengah & Setara · Homeschooling · Pembelajaran beberapa karakter yang mencerminkan
· Pendidikan Menengah nilai dasar bela negara, dan pemahaman unsur-unsur
· Pendidikan Kec. Hidup penting apa saja yang diperlukan untuk membangun
· Pendidikan Kepemudaan nilai dasar bela negara.
· Pendidikan Pemberdayaan Dilakukan dengan mengaitkan contoh-contoh yang
Perempuan terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kemudian didis-
· Pendidikan Keterampilan & kusikan kasus-kasus yang ada dan yang kemungkinan
Pelatihan Kerja terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang harus
· Kader Organisasi : dipecahkan atau disolusi bersama oleh peserta PKBN.
Masy, Komunitas, Profesi*, · Kemudian dibentuk kelompok-kelompok yang bekerja-
Partai Politik*, Kelompok sama membahas materi tersebut.dalam lembar kerja
Masyarakat lainnya berisi topik-topik bahasan yang ditanamkan. (…*)
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi* · Pembelajaran Beberapa karakter yang mencerminkan
· Tokoh : Agama, Adat, dan nilai dasar bela negara, dan pemahaman unsur-unsur
Masyarakat penting apa saja yang diperlukan untuk membangun
· Lembaga Negara, K/L, nilai dasar bela negara, dilakukan melalui diskusi
Pemda, TNI, Polri, masalah-masalah terkait “yang ada” dan “yang
BUMN/BUMD, BU Swasta, kemungkinan terjadi” dalam kehidupan sehari-hari,
Badan lain sesuai UU. yang harus dipecahkan atau disolusi bersama oleh
peserta PKBN .. hingga menemukan ide-ide baru
terkait topik-topik bahasan itu.
· Khusus “Pendidikan Tinggi*, membentuk kelompok-
kelompok yang bekerjasama membahas materi
tersebut.dalam lembar kerja yang berisi topik-topik
bahasan terkait, diupayakan hingga menemukan ide-
ide baru terkait topik-topik bahasan.

70
3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup

Tabel 8: Matriks Metode Pembelajaran – Tataran Dasar Bela Negara

ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN


LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP PEND. IN - FORMAL
1.PAUD x
2.Homeschooling x x
LINGKUP PEND. FORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Dasar x x
3.Pend. Menengah x x x
4.Pend. Tinggi x x x
LINGKUP PEND. NON - FORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x
3.Pend. Kepemudaan x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x
5.Pend. Keaksaraan x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7.Pend. Kesetaraan x
8.Pend. Layanan Khusus x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x
2.Tokoh Masyarakat x x
3.Tokoh Adat x x
4.Kader Org. Masyarakat x x
5.Kader Org. Komunitas x x
6.Kader Org. Profesi* x x x
7.Kader Partai Politik* x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

71
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.65

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :66

a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki


oleh para Peserta PKBN. Pengalaman tiap Peserta PKBN berbeda-beda,
tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman peserta,
seperti ketersediaan buku, kesempatan rekreasi, dan sebagainya. Media
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika Peserta PKBN tidak
mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang
dibawa ke Peserta PKBN. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio
visual dan audial.
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para Peserta PKBN
tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
1) obyek terlalu besar;
2) obyek terlalu kecil;
3) obyek yang bergerak terlalu lambat;
4) obyek yang bergerak terlalu cepat;
5) obyek yang terlalu kompleks;
6) obyek yang bunyinya terlalu halus;
7) obyek mengandung zat berbahaya dan beresiko tinggi.

65
Sharon E. Smaldino et.al, Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice Hall, 2008)
66 Ibid
72
c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada Peserta PKBN.
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta
PKBN dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak

Macam-macam bentuk Media Pembelajaran:67

a. Media People: Instruktur/ Pengajar/ Pembina/ Widyaiswara, Orangtua


b. Media Text: buku, majalah, koran, teks flyers
c. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
d. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
e. Projected still media: slide; over head projektor (OHP), LCD Proyektor dsj.nya
f. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD,VTR), komputer dsj.nya
g. Study Tour Media: Pembelajaran langsung ke obyek atau tempat studi seperti:
wisata bahari keliling nusantara, museum, candi, ke wilayah perbatasan, di
lapangan atau melalui kegiatan perkemahan, dan sejenisnya.

2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat


Pemanfaatan sarana/media pembelajaran dalam proses pelaksanaan PKBN di
setiap tingkat, baik di tingkat Usia Dini, Dasar, Menengah, Tinggi dan yang setara , sangat
tergantung pada ketersediaan fasilitas penyelenggaraan PKBN di setiap tingkat tersebut
Namun sebagai alternatif pemanfaatan sarana/media pembelajaran topik Tataran
Dasar Bela Negara di setiap lingkup dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini :

67
Ibid, dan
Michael Molenda, et al., Instructional Technology and Media For Learning, Eight Edition, (Pearson Merrill
Prentice Hall,2005), hal. 10
73
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Tataran Dasar Bela Negara
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL Projected Projected TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x
ketentuan Undang-Undang

74
F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR

1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar
untuk:68
a. Menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan
kompetensi keterampilan Peserta PKBN
b. Mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN

Shambaugh mengelompokkan bentuk evaluasi hasil belajar berdasarkan karak-


teristik tanggapan atau respon Peserta PKBN, menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:69
a. Evaluasi tanggapan yang dipilih (Peserta PKBN memilih dari pilihan yang
diuji)
1) Test Pilihan Ganda
2) Test Menjodohkan Test Objektif
3) Test Benar-Salah
b. Evaluasi tanggapan yang dibangun (Peserta PKBN
mengkonstruk/membangun tanggapan/opini mereka sendiri)
1) Test Tertulis berupa karangan singkat
2) Test Lisan atau wawancara (tertutup atau terbuka) Test Uraian
3) Test Penilaian Diri Sendiri
c. Evaluasi kinerja Peserta PKBN secara keseluruhan (Peserta PKBN
menunjukkan hasil belajarnya)
1) Penilaian portofolio (kumpulan hasil karya Peserta PKBN yang disusun
secara sistematik yang menunjukkan upaya belajar, hasil belajar dan
proses belajar Peserta PKBN yang dilakukan dalam jangka waktu
tertentu.

68
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
69
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128
75
2) Penilaian proyek yang ditugaskan kepada Peserta PKBN
3) Test tindakan Peserta PKBN, melalui observasi dan catatan lapangan

Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-
kan jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:70

a. Test Objektif :
1) Baik untuk mengukur kompetensi Ingatan pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi
dan Analisa (C1-C4)
2) Kurang tepat untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C4) dan Create/mencipta
(C5)
3) Dapat mengukur lebih banyak sampel sehingga mewakili seluruh materi
4) Pengolahan jawaban test objektif sederhana dan ketepatannya tinggi
5) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan memahami
pilihan dan menerka
6) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengingat, membuat intepretasi
dan menganalisa ide orang lain

b. Test Uraian :
1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.

Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengeva-luasi keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan
pengamatan perilaku yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara71 :

1. Belum Terlihat (BT), apabila belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku


2. Mulai Terlihat (MT), apabila sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku,
tetapi belum konsisten
3. Mulai Berkembang (MB), apabila sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku, dan
mulai konsisten, juga mendapatkan penguatan dari lingkungan disekitarnya.

70
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
71
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36
76
4. Membudaya-Konsisten (MK), apabila terus-menerus memperlihatkan perilaku yang
dinyatakan dalam indicator secara konsisten karena selain mendapat penguatan dari
lingkungan yang lebih luas juga sudah tumbuh kematangan moral.

2. Garis Besar Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Tingkat

Tabel 10 : Metode Evaluasi – Tataran Dasar Bela Negara di setiap Tingkat

Tingkat Kelompok Alternatif Metode Evaluasi

Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan berkaitan dengan topik bahasan beberapa
· Pendidikan Layanan Khusus karakter yang mencerminkan nilai dasar bela negara
Dasar & Setara · Pendidikan Dasar* · Test Objektif
· Pendidikan Kesetaraan · Test Uraian lisan atau tertulis (sesuai kondisi yang ada)
· Pendidikan Keaksaraan tentang beberapa karakter yang mencerminkan nilai dasar
bela negara, dan pemahaman unsur-unsur penting apa
saja yang diperlukan untuk membangun kelima nilai dasar
bela negara.
Menengah & Setara · Homeschooling · Test uraian lisan/tertulis berkaitan dengan topik bahasan
· Pendidikan Menengah beberapa karakter yang mencerminkan nilai dasar bela,
· Pendidikan Kec. Hidup dan pemahaman unsur-unsur penting apa saja yang
· Pendidikan Kepemudaan diperlukan untuk membangun kelima nilai dasar bela
· Pendidikan Pemberdayaan negara
Perempuan · Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
· Pendidikan Keterampilan & yang mencerminkan nilai dasar bela negara, dan
Pelatihan Kerja pembahaman unsur-unsur penting apa saja yang
· Kader Organisasi : diperlukan untuk membangun kelima nilai dasar bela
Masyarakat, Komunitas, negara
Profesi*, Partai Politik*, · Untuk Kader Organisasi Profesi dan Kader Partai Politik
Kelompok Masyarakat diupayakan menemukan ide-ide baru terkait topik bahasan
lainnya yang diujikan.
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi* · Test uraian lisan melalui wawancara atau tertulis (untuk
· Tokoh : Agama, Adat, dan Pendidikan Tinggi) terkait topik-topik a.l. karakter yang
Masyarakat mencerminkan nilai dasar bela negara, dan unsur-unsur
· Lembaga Negara, penting apa saja yang diperlukan untuk membangun kelima
Kementerian/LPNK, Pemda, nilai dasar bela negara, diupayakan menemukan ide-ide
TNI, Polri, BUMN/BUMD, baru dalam memaparkan topik-topik bahasan tersebut.
BU Swasta, dan Badan lain · Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
sesuai perundang-undangan bahasan beberapa karakter yang mencerminkan nilai
dasar bela negara, diupayakan menemukan ide ide baru
dalam gerakan nasional bela negara

77
3. Matriks Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Lingkup

Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Tataran Dasar Bela Negara

ALTERNATIF – METODE EVALUASI


LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK

LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL


1.PAUD x
2. Homeschooling x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Dasar x x
3.Pend. Menengah x x
4.Pend. Tinggi x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x
3.Pend. Kepemudaan x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x
5.Pend. Keaksaraan x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7.Pend. Kesetaraan x x
8.Pend. Layanan Khusus x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x
2.Tokoh Masyarakat x
3.Tokoh Adat x
4.Kader Org. Masyarakat x
5.Kader Org. Komunitas x
6.Kader Org. Profesi* x
7.Kader Partai Politik* x
8.Kelompok Masyarakat lain x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

78
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Dalam kegiatan pembinaan kesadaran bela negara, kita sering mendengar


maupun mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih sebenarnya merupakan
ungkapan penghargaan (reward). Contoh lain bentuk penghargaan ketika kader bela
negara membantu menanggulangi bencana alam memperoleh uang saku untuk transport
dan makan, atau ketika berhasil menuntaskan program pembinaan memperoleh
sertifikat, dan tepuk tangan karena hasil evaluasi baik.
Tanggapan positif (reward) tersebut bertujuan supaya tingkah laku yang sudah
baik dalam: bekerja, belajar, berprestasi dan memberi, itu frekuensinya akan berulang
dan bertambah. Sedang tanggapan negatif (punishment) bertujuan agar tingkah laku
yang kurang baik itu frekuensinya berkurang atau hilang.72
Pemberian tanggapan tersebut dalam proses pembelajaran disebut pemberian
penguatan (reinforcement), yang didefinisikan oleh Hasibuan (2009) bahwa “penguatan
adalah tingkah laku guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu murid
yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.”73 Menurut Moh. Uzer (2000)
mendefinisikan bahwa “penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk bentuk respon,
apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan modifikasi tingkah laku guru
terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan
balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak
dorongan ataupun koreksi.”74
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reinforcement atau
penguatan dalam proses pembinaan kesadaran bela negara merupakan usaha
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, untuk mendorong terulang kembali perilaku
positif yang telah dilakukan peserta , serta menurunnya perilaku negatif.

72
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
73
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
74
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80
79
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-
rungan penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams
(2000)75 yang mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun
frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih
dahulu kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan
penguat (reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan
perilaku yang dihasilkan.76

2. Tujuan Pemberian Penguatan

Pemberian penguatan dalam pembinaan kesadaran bela negara memiliki tujuan


antara lain:77
a. Meningkatkan perhatian peserta, dan membantu peserta bila pemberian;
pengutan dilakukan secara selektif;
b. Memberi motivasi peserta;
c. Digunakan untuk mengontrol dan mengubah tingkah laku peserta yang
mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif;
d. Mengembangkan kepercayaan diri peserta untuk mengatur diri sendiri dalam
pengalaman belajar;
e. Mengarahkan terhadap pengembangan berfikir yang berbeda (divergen) dan
pengambilan inisiatif yang bebas.

75
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
76 Ibid
77 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118

80
3. Jenis-Jenis Penguatan78

Penguatan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Penguatan Verbal. Biasanya diungkapkan atau diutarakan dengan menggu-


nakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya, misalnya:
pintar, bagus, bagus sekali, seratus !
b. Penguatan Nonverbal, biasanya berbentuk
1) Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan kepala,
senyuman, kerut kening, acungan jempol, wajah mendung, wajah cerah,
sorot mata yang sejuk bersahabat atau tajam memandang.
2) Penguatan pendekatan: Pengajar mendekati peserta untuk menyatakan
perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau
penampilan peserta. Misalnya Pengajar berdiri di samping peserta,
berjalan menuju peserta, duduk dengan seseorang atau sekelompok
peserta, atau berjalan di sisi peserta. Penguatan ini berfungsi menambah
penguatan verbal.
3) Penguatan dengan sentuhan (contact): Pengajar dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan peserta
dengan cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, bejabat tangan,
mengangkat tangan peserta yang menang dalam pertandingan.
Penggunaannya harus di pertimbangkan dengan seksama agar sesuai
dengan usia, jenis kelamin, dan latar belakang kebudayaan setempat.
4) Penguatan dengan kegiatan menyenangkan: Pengajar dapat menggu-
nakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh peserta
sebagai penguatan. Misalnya seorang peserta yang menunjukkan
kemajuan dalam mempraktekkan simulasi pencegahan dan penanggu-
langan terorisme cyber ditunjuk sebagai pemimpin kelompok.
5) Penguatan berupa simbol atau benda: penguatan ini dilakukan dengan
cara menggunakan berbagai simbol berupa benda seperti tanda bintang
dari kertas, kartu bergambar, binatang plastik, lencana, permen ataupun

78
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit
81
komentar tertulis pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan
agar tidak sampai terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu
sebagai imbalan.

Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar,
Pengajar hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini
Pengajar sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(parsial). Misal bila seorang peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar,
sebaiknya Pengajar menyatakan, "ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu
disempurnakan," sehingga peserta tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak
seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.

4. Prinsip Penguatan

Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan
penguatan (reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:79
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi:
suara, mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-
siasan dalam memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya
diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga
ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman
masih bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang
bernuansa mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan
semangat peserta didikl untuk mengembangkan dirinya.

5. Cara Penggunaan Penguatan

Menurut Moh. Uzer (2000) penggunaan penguatan dapat dilakukan dengan


beberapa cara sebagai berikut:80

79
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
80
Ibid, hal. 83
82
a. Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan kurang
efektif. Oleh karena itu, sebelum memberikkan penguatan, pengajar terlebih
dahulu menyebut nama peserta yang bersangkutan sambil menatap
kepadanya
b. Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok peserta didik, misal apabila
satu tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelompok, pengajar
membo-lehkan kelompok itu bermain, misal basket menjadi kegemarannya
c. Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau
respon atau tanggapan peserta didik yang diharapkan. Penguatan yang
ditunda pemberiannya cenderung kurang efektif
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan
lama-kelamaan akan kurang efektif.

83
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O.W. and David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching And
Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York:
Addison Wesley Longman.
Asry, Y. 2010. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama.
Coupland, D. 1991. “Generation X: Tales for An Accelerated Culture”, St. Martin's Press.
Darsiti, S. 1981/1982. Ki Hadjar Dewantara, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dave R.H. 1970. Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, R J Armstrong,
ed., Tucson. AZ: Educational Innovators Press.
Departemen Pertahanan, Sekretariat Jenderal Biro Hukum. 2007. Himpunan Perundang-
Undangan yang terkait dengan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Petahanan.
Direktorat Jenderal Pajak. 2016. Materi Terbuka: Kesadaran Pajak untuk Perguruan Tinggi.
Djamarah, S.B. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fromm, E. 2005. The Art of Loving: Memaknai Hakikat Cinta, Gramedia.
Hamid, M.S. 2014. Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas,
Diva Press.
Hasibuan, J.J., dan Meodjiono. 2009.Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Kartini Kartono. 2009. Pemimpin dan Kempemimpinan, Rajawali Press, 2009
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dan Politik. 2011. Modul Wawasan Kebangsaan.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia. 2014.
Modul Pemantapan Wawasan Kebangsaan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018. Profil Generasi Milenial
Indonesia.
Kementerian Pendidikan Nasional Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Nasional.
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Desain Induk, Pendidikan Karakter.
Kementerian Pertahanan RI. 2018. Bahan Ajar, Tataran Dasar Bela Negara: Untuk Kader
Bela Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Nilai-Nilai Bela
Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Cinta Tanah Air.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Sadar Berbangsa dan
Bernegara.

84
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Yakin Pada Pancasila
Sebagai Ideologi Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Rela Berkorban Untuk
Bangsa dan Negara.
Krathwohl D.R., Bloom and Betram Masia.1970. Taxonomy of Educational Goals Handbook II:
Affective Domain, New York: David McKay Company.
Lancaster, L.C., David Stillman. 2002. When Generations Collide: Who They Are. Why They
Clash. How to Solve the Generational Puzzle at Work, New York: Collins Business.
Lee Hock Guan. 2009. Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland
Burma, Journal of Sosial Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009),
pp. 32-46 (Review)
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. 2012. Buku Induk: Nilai-Nilai Kebangsaan
Yang Bersumber Dari Empat Konsensus Dasar Bangsa, 2012
Saini K.M. 2005. Kearifan Lokal di arus Global. Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005
Shambaugh, N., S.G. Magliaro. 2006. Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective
Practice, Pearson Education, Inc.
Situmorang F. 2015. Wawasan Nusantara vs UNCLOS. Jakarta Post, 30 September 2015
Smaldino, Sharon E, Deborah L. Lowther, James D. Russell. 2008. Instructional Technology &
Media For Learning, Pearson Prentice Hall
Smaldino, Sharon E, James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning. Eight Edition. Pearson Education, Inc.
Stange, P. 2009. Rasa dalam Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: LKIS.

Strauss,W dan Neil Howe. 2000. Millennials Rising: The Next Great Generation, New York:
Vintage
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Yuma Pustaka dengan IKIP UNS
Sunardi R.M. 2005. Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: Kuaternita Adidarma. ISBN 979-98241-
0-9, 9789799824103.
Suradinata E. 2005. Hukum Dasar Geopolitik & Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI,
Jakarta: Suara Bebas.
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif, Jakarta: GP Press.
Mannheim, K. 1952. The Problem of Generations, Essays on the Sociology of Knowledge,
London: Routledge and Kegan Paul.
Mc.Crindle, M. 2015. Beyond Z: Meet Generation Alpha, New York Time.
Molenda, Michael et.al. 2005. Instructional Technology and Media For Learning, Eight Edition.
Pearson Merril Prentice Hall.
Nasikun. 2007. Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tedjasaputra, M.S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan, Grasindo.
Turang, J.1984. Pembangunan Daerah Minahasa dengan Pertanian Inti Sistem Mapalus
Prisma, Yayasan Mapalus.

85
Twenge, J.M. 2000. iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious,
More Tolerant, Less Happy — and Completely Unprepared for Adulthood, A Free Press
Paperbacks Book, 2017Usman U.M., Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Wahyudin, D., dkk. 2007. Pengantar Pendidikan. Jakarta. Universitas Terbuka.
Wilkins D. and Greg Carolin. 2013. Leardership Pure & Simple: How Transformative Leaders
Create Winning Organizations, McGraw Hill.
Zainal, A. dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar, PAU-PPAT-UT.

Dokumen Negara

Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Nasional Untuk Pertahanan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor. 20 Tahun 2003, Tentang Sistim Pendidikan
Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Pertahanan Negara
Peraturan Menteri Pertahanan, Nomor 32 Tahun 2016, Tentang Pedoman Pembinaan
Kesadaran Bela Negara.
Peraturan Menteri Pertahanan, Nomor 54 Tahun 2014, Tentang Buku Putih Pertahanan
Indonesia

Website dan Sumber Lain

Adams, M.A. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, Behavioral Development Bulletin, 9
(1), 3-6. http://dx.doi.org/10/1037/h0100529
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, di akses dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-Indonesia.html
Demokrasi Pancasila Indonesia. Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai. Diakses dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-
pengertian-makna.html. (November 2019)
Departemen Sosial. Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil.
Artikel Edisi 20 November 2006, http://www.depsos.go.id
Gudang Artikel. Pengertian Kearifan Lokal, diakses dari:
https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-kearifan-lokal.html
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Arti kata tataran, diunduh dari
https://typoonline.com/kbbi/tataran; https://kbbi.web.id/tataran
……. Arti kata tanah air, diunduh dari: https://kbbi.kata.web.id/tanah-air/
Kementerian Pertahanan. Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional,
diakses dari https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-
meningkatkan-ketahanan-nasional (November 2019)

86
Lifepal. Tujuh Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan, diakses
dari: https://www.moneysmart.id/7-pepatah-suku-minang-yang-jadi-kunci-sukses-
finansial-di-perantauan/. (November 2019)
Lima Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming! Diakses dari:
https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-ini-bantu-
kurangi-efek-global-warming-c1c2. (November 2019)
Liputan6.com. Kenali Karakter dan Pola Pikir 5 Generasi Ini Agar Semakin Bijak, diakses dari:
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3677417/kenali-karakter-dan-pola-pikir-5-
generasi-ini-agar-semakin-bijak (Oktober 2019)
Mary, E., Kepemimpinan di Era Digital, diakses dari:
http://www.industry.co.id/read/51773/kepemimpinan-di-era-digital; dan
https://money.kompas.com?read/2019/08/04/134200326/kepemimpinan-di-era-
milenial?page=all (Oktober 2019)
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, diakses dari:
http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-pembelajaranedutainment-belanbe.html.
(November 2019)
Sistem Pemerintahan Indonesia: Wawasan Kebangsaan Indonesia. Diakses dari:
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-
indonesia.html. (November 2019)
Wikipedia. Arti kata strategi, diunduh dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Strategi

87

Anda mungkin juga menyukai