Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI
Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.
Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara
Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela
Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110
Diterbitkan oleh:
www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,
i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)
iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.
iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca
v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man
vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara
vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN
SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB
SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)
SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN
SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.
Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.
Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
ix
DAFTAR ISI
Bagian III : STRATEGI MEMBANGUN NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA …..….. 2424
1. Pendekatan Wawasan Kebangsaan …………………………….….. 2424
2. Pendekatan Wawasan Nusantara ……………………………….…. 2628
3. Pendekatan Kearifan Lokal ………………………………….……….… 2931
4. Pendekatan Ketahanan Nasional …………………………………….... 32 34
5. Pendekatan Kepemimpinan ……………………………………….…… 3538
x
B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……………………………………………………… 54
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul Tataran Dasar Bela Negara …………… xiii
Gambar 4: Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah ………………………… 46
DAFTAR TABEL
xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - MODUL TATARAN DASAR BELA NEGARA
xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR
Bagian I
PEMAHAMAN TATARAN DASAR BELA NEGARA
1. Pengertian
Arti kata Tataran di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hasil menatar,
mengajar, atau membimbing. Namun juga diartikan sebagai tingkatan.1 Tataran dapat
dimaknai secara bebas sebagai bimbingan pembelajaran yang harus dipahami oleh
seluruh tingkatan komunitas bangsa.
Sedangkan Bela Negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam pasal 27 ayat
(3) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara”. Artinya secara konstitusional bela negara
mengikat seluruh bangsa Indonesia sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara.
Bela Negara terkait erat dengan terjaminnya eksistensi Negara Kesatuan Repulik
Indonesia (NKRI) dan terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana termuat dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.2 Bela Negara didefinisikan
sebagai tekad, sikap dan perilaku, serta tindakan warga negara, baik secara
perseorangan maupun kolektif, dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun
1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai
Ancaman.3
1
Arti Kata Tataran, diunduh dari https://typoonline.com/kbbi/tataran; https://kbbi.web.id/tataran
2
Himpunan Perundang-undangan yang terkait dengan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Petahanan,
(Departemen Pertahanan, Sekretariat Jenderal Biro Hukum, 2007), hal. 21
3
Undang-Undang RI No.23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara.
Disahkan pada tanggal 24 Oktober 2019 Oleh Presiden RI Joko Widodo, diundangkan oleh Menteri Hukum dan
HAM Yasonna H. Laoly
1
Jadi yang dimaksud dengan Tataran Dasar Bela Negara adalah bimbingan
pembelajaran bela negara yang dijiwai oleh nilai-nilai dasar bela negara, yang merupakan
sebuah kesepakatan untuk menjadi landasan bersikap dan berperilaku seluruh warga
negara Indonesia di semua tingkatan baik di tataran individu, tataran masyarakat hingga
tataran bangsa, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal – Biro Hukum, op,cit., hal. 58
2
Kelima nilai-nilai dasar Bela Negara tersebut di atas kemudian dikukuhkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2019 tentang Penglolaan Sumber
Daya Nasional untuk Pertahanan Negara pada Bab III Pasal 6 ayat (3).5
Sedangkan tanah air secara harafiah berarti suatu negeri tempat kelahiran.7
Namun dalam hal ini tanah air diartikan sebagai ruang wilayah negara baik secara
geografis (fisik) maupun sebagai tata nilai dan tata kehidupan masyarakat (non-
fisik) yang telah memberikan sumber kehidupan dan penghidupan sejak manusia
lahir sampai pada akhir hayatnya.
Oleh karena cinta pada hakikatnya adalah komitmen, maka cinta tanah air
adalah komitmen terhadap tanah air, yang tercermin di dalam sikap dan perilaku
yang menunjukkan rasa hormat, tanggung jawab, perhatian, dan kebulatan hati atau
tekad terhadap keutuhan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke,
kelangsungan hidup dan kemajuan NKRI, mencintai dan melestarikan hidup, serta
menjaga nama baik dan mengharumkan tanah air Indonesia8. Komitmen ini
5
Undang-Undang RI No.23 Tahun 2019,op.cit.
6
Erich Fromm. The Art of Loving: Memaknai Hakikat Cinta (Gramedia, 2005)
7
Arti kata tanah air, diunduh dari: https://kbbi.kata.web.id/tanah-air/
8
Bahan Ajar, Tataran Dasar Bela Negara: Untuk Kader Bela Negara (Kementerian Pertahanan RI, 2018), hal.18-21
3
merupakan fondasi kokoh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,
mencerminkan adanya ikatan batin karena tanah air itu telah menjadi bagian
integral dari diri kita sebagai warga negara.
Sebuah negara tidak dapat eksis, hidup, dan berkembang secara berdaulat
tanpa adanya kesadaran bela negara dalam diri warganya. Kesadaran bela negara
sesungguhnya adalah pengembangan dari kesadaran individual untuk membela diri
dan mempertahankan kehidupan. Ketika individu menyatu dalam kelompok, maka
kesadaran membela diri itu juga berkembang menjadi kesadaran membela
kelompok. Ketika kelompok itu berkembang selanjutnya menjadi sebuah negara,
maka kesadaran itupun berkembang menjadi kesadaran bela negara sebagai efek
dari kesadaran berbangsa dan bernegara. Karena itu tingkat kesadaran bela negara
juga bisa terlihat dan teruji ketika kedaulatan negara terancam.9
9
Modul Bela Negara, Sadar Berbangsa Dan Bernegara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2016), hal. 1
4
didukung dengan pengetahuan, watak perilaku dan keterampilan yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.10
10
Kementerian Pertahanan RI, 2018, op.cit, hal. 22-23
11
Modul Pemantapan Wawasan Kebangsaan, (Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Republik Indonesia, 2014), hal.263
12
Kementerian Pertahanan RI, 2018, op.cit, hal. 22-24
5
berbangsa dan bernegara dari setiap warga negara Indonesia yang didasari oleh
rasa cinta tanah air.
Pernyataan “.. rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa”
pada akhir penjelasan pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, mengandung dua makna yaitu: rela berkorban dengan
mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi/golongan, dan rela
berkorban waktu, harta, raga maupun jiwa untuk kepentingan nusa dan bangsa.
Rela berkorban waktu, harta, raga maupun jiwa untuk kepentingan nusa dan
bangsa merupakan nilai bela negara yang seharusnya dilaksanakan dalam setiap
kesempatan dan di setiap bidang kegiatan yang kita tekuni atau yang menjadi
kegiatan masing-masing atau bidang masing-masing. Hal ini haruslah merupakan
kesadaran bahwa tidak mungkin bangsa Indonesia hidup merdeka hingga sekarang
13
Modul Bela Negara, Rela Berkorban Untuk Bangsa Dan Negara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,
2016), hal.6-7
6
ini apabila generasi-generasi pendahulu tidak berjuang dan berkorban harta, raga
dan jiwanya untuk tercapainya kemerdekaan bangsa dari belenggu penjajah.
14
Kementerian Pertahanan RI, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, 2010, Op.cit, hal. 15-16
7
Bagian II
NILAI KARAKTER dan/atau NILAI KEBANGSAAN
Dalam NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA
Seperti yang telah dikemukakan pada Bagian I bahwa, kelima nilai-nilai dasar bela
negara telah dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019, tentang
Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Di dalam setiap nilai-nilai
dasar bela negara terkandung nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang
beroperasi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sumber nilai-
nilai karakter yang terkandung di dalam nilai-nilai dasar bela negara merupakan
implementasi dari Nilai Praksis Pancasila15, sedangkan sumber nilai-nilai kebangsaan
yang terkandung di dalam nilai-nilai dasar bela merupakan: 1) Esensi Nilai-nilai Ideologi
Pancasila; 2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3)
Konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 4) Bhineka Tunggal Ika sebagai
Sesanti Bangsa Indonesia,16 yang dijelaskan melalui pencapain indikator-indikator dari
kelima nilai-nilai dasar bela negara.
15
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Op. cit., hal. 54-70
16
Buku Induk : Nilai-nilai Kebangsaan Indonesia Yang Bersumber Dari Empat Konsensus Dasar Bangsa, (Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012), hal. 28-51
17
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pembinaan Kesadaran Bela Negara.
8
dan menjaga lingkup sendiri bersih dan asri, serta menjaga kelestarian
hutan yang berada di lingkupnya.
2) Nilai Cinta Tanah Air, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku
seluruh warga negara, bahu-membahu secara terpadu, menjaga,
mempertahankan dan mengamankan seluruh ruang wilayah Indonesia di
darat, laut dan udara, agar tidak sejengkalpun tanah terlepas dari wilayah
NKRI.
c. Menjaga nama baik bangsa dan negara. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-
nilai kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain:
1) Nilai Jujur, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
9
perkataan, tindakan dan pekerjaan. Tidak berbohong (berkata apa adanya),
tidak curang (mengikuti aturan yang berlaku), tulus dan ikhlas, tidak KKN
(Korupsi, Kolusi, Nepotisme), mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkup kerja,
berkembang ke lingkup yang lebih luas dan dipraktekkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Nilai Tanggung Jawab, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku seorang
kesatria dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dilakukan dan bersedia memikul akibat perbuatannya, baik terhadap diri sendiri,
masyarakat, dan lingkup (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang
Maha Esa. Artinya juga tidak pengecut misalnya sebagai pemimpin jika
melakukan kesalahan mendasar yang merugikan masyarakat bangsa dan
negara, maka untuk memenuhi rasa tanggung jawabnya bersedia untuk
mengundurkan diri.
3) Nilai Menjaga Kehormatan/Martabat, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang senantiasa menjaga kehormatan diri pribadi, keluarga dan
kelompok, serta nama sekolah atau instansi tempat bekerja. Apabila ada
tindakan seorang oknum suatu instansi yang melanggar hukum yang dapat
mencoreng nama baik instansinya, maka secara sukarela melakukan
kewajibannya untuk membela dengan melaporkan atau mengambil tindakan
yang diperlukan untuk mengatasinya atau memperbaikinya.
4) Nilai Beradab, sikap dan perilaku yang mencerminkan budi bahasa yang baik,
berlaku sopan, dan menghormati sesama warga walaupun berbeda agama,
suku bangsa, budaya ataupun strata ekonomi yang dimiliki.
5) Nilai Santun, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang halus dan baik,
budi bahasa dan tingkah laku, sabar dan tenang, sopan, penuh belas kasihan
dan suka menolong. Santun juga diartikan mampu bertutur kata yang baik, dan
tidak menyakitkan lawan bicaranya. Ucapan terima kasih apabila menerima
sebuah kebaikan atau menyebut minta tolong apabila minta bantuan, dan minta
maaf jika melakukan kesalahan. Sebagai warga yang baik memelihara
kesantunan terhadap siapapun tidak terkecuali, terutama terhadap orangtua,
guru, pemimpin maupun orang yang usianya lebih tua.
6) Nilai Ramah, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang murah
senyum, baik hati dan menarik budi bahasanya, manis tutur kata dan sikapnya,
suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan. Buah dari karakter ramah
10
adalah terciptanya suasana yang cair dalam berkomunikasi dan akan disenangi
semua pihak dalam pergaulan di antara sesame teman sekolah, mitra kerja dan
pergaulan antar bangsa.
11
1) Nilai Toleransi/Keselarasan, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya, serta mau
memahami orang lain, sehingga komunikasi dapat berlangsung dengan
baik. Selain itu, memiliki kemampuan beradaptasi dan kemauan untuk
memahami dan menerima budaya daerah/kearifan lokal sebagai
konsekuensi dari bangsa yang bersifat plural/majemuk.
2) Nilai Kerukunan, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
menunjukkan dorongan untuk senantiasa menjaga kerukunan,
menghindari pertikaian dan/atau konflik sosial di tengah kehidupan
masyarakat. Semangat kerukunan sudah hidup di masyarakat Indonesia
sejak dulu, bahkan sejak zaman Majapahit, masjid dan pura sudah
dibangun secara berdampingan hal ini menunjukkan karakter kerukunan
tersebut.
12
negara Indonesia, yang mearefleksikan bahwa setiap warga memiliki hak
yang sama di depan hukum.
3) Nilai Disiplin/Ketaatan Hukum, yang dicerminkan melalui sikap dan
perilaku yang menunjukkan ketaatan pada aturan. Disiplin sangat erat
dengan keteraturan terutama berkaitan dengan waktu. Untuk dapat
berdisiplin maka harus siap mengorbankan kesenangan karena harus
menjalankan tanggung jawab/kewajiban. Dalam organisasi diwujudkan
dengan kesadaran pengabdiannya mentaati segala peraturan dan tata
tertib yang berlaku.
14
b. Mengamalkan nilai-nilai dalam Pancasila ke dalam kehidupan sehari-
hari. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai kebangsaan yang terkandung di
dalamnya antara lain:
1) Nilai Religius, yang dicerminkan melalui sikap yang patuh dan
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk
agama lain. Sikap dan perilaku yang memiliki nilai-nilai spiritual yang
tinggi berdasarkan agama dan keyakinan yang dipeluknya dan memiliki
toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama dan keyakinan lain yang
tumbuh dan diakui di Indonesia.
2) Nilai Gotong Royong, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku
yang mau membantu pihak/orang yang lemah agar sama-sama
mencapai tujuan. Ada sikap saling mengisi kekurangan orang lain, hal
ini merupakan konsekuensi dari manusia dan daerah yang memiliki
kemampuan berbeda dalam konteks otonomi daerah. Kegiatan gotong-
royong akan menimbulkan rasa kebersamaan, solidaritas, saling
membantu, saling menghormati, dan saling menghargai untuk mencapai
sesuatu yang lebih besar. Ini tidak saja dilakukan pada lingkup yang
terkecil seperti keluarga, tetangga sekitar, tempat lingkup yang terbatas
seperti di sekolah maupun tempat bekerja, namun juga di lingkup yang
lebih luas demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
3) Nilai Keadilan. Adil artinya sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran,
sepatutnya dan tidak sewenang-wenang. Nilai yang dicerminkan melalui
sikap dan perilaku adil dicirikan dengan keberpihakan pada kebenaran,
dimana seorang yang adil tidak akan melindungi sesuatu yang tidak
benar. Keadilan bersifat obyektif, sesuai obyeknya dan bukan
dipengaruhi subyektivitas, misalnya karena tidak suka kepada
seseorang. Adil juga mengandalkan logika dan menjunjung tinggi
kebenaran.
15
4) Nilai Cinta Damai. Damai berarti tidak saling bermusuhan dan berupaya
merajut persahabatan dengan semua pihak. Dalam menciptakan kondisi
damai adalah dengan cara membuang rasa benci yang berujung
permusuhan kepada siapapun. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
terdiri dari berbagai suku/etnik, budaya, agama, sehingga ada potensi
rawan konflik, sehingga harus dikelola dengan cara-cara damai dan
kekeluargaan.
5) Nilai Kerjasama. Kerjasama adalah perwujudan interaksi sesama
manusia maupun kelompok agar dapat memperoleh keuntungan pada
masing-masing pihak. Kerjasama adalah bagian dari aktualisasi diri
manusia untuk memenuhi kebutuhannya dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan. Nilai kerjasama dicerminkan melalui sikap dan perilaku
yang selalu berupaya mengembangkan jaringan kerja (network) untuk
menghasilkan sesuatu yang lebih optimal, baik dalam kegiatan di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat, dan lingkup pekerjaan, baik untuk
kepentingan keluarga, masyarakat, wilayah dan bangsa.
6) Nilai Bersahaja/Sederhana. Bersahaja artinya sifat, pembawaan dan
tingkah laku yang sederhana, tidak berlebih-lebihan. Setiap orang,
khususnya pemimpin harus memiliki sifat dan pembawaan yang tidak
mementingkan diri sendiri dengan sikap yang sederhana. Nilai bersahaja
dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang proporsional, artinya apabila
dia orang mampu dalam bidang ekonomi namun tidak memamerkan
kekayaannya dan juga memiliki kepedulian sosial membantu yang
kurang mampu. Kesederhanaan tersebut dapat diwujudkan melalui cara
hidup yang hemat, membelanjakan secukupnya dan tidak serakah.
7) Nilai Menghormati Orang yang Lebih Tua, yang dicerminkan melalui
sikap dan perilaku yang senantiasa menghormati dan sopan santun
terhadap orang yang lebih tua. Dalam agama menghormati orang yang
lebih tua adalah wajib hukumnya, dan telah dipraktekkan oleh
masyarakat kita sejak dahulu yang merupakan budaya bangsa.
Ditengarai di era globalisasi nilai ini mulai memudar. Oleh sebab itu
16
penting sekali untuk menanamkan menghormati orang yang lebih tua
sejak dini.
17
4. Nilai Rela Berkorban Untuk Bangsa Dan Negara, dimana indikator-
indikator yang mencerminkan perwujudan nilai dasar bela negara ini adalah:
a. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan materi untuk
kemajuan bangsa dan negara. Nilai-nilai karakter dan/atau nilai-nilai
kebangsaan yang terkandung di dalamnya antara lain :
1) Nilai Ikhlas yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang tulus
melakukan kebaikan, tanpa pamrih untuk memperoleh imbalan atau
keuntungan langsung. Dalam semua ajaran agama, keikhlasan adalah
hal yang wajib dilakukan, terutama jika membantu orang lain agar
mendapat kebaikan tidak saja di dunia, namun juga di akhirat.
Keikhlasan menentukan nilai amal kita dan mencegah dari perbuatan
yang tercela. Keikhlasan perlu ditanamkan sejak dini agar bisa
membangun bangsa yang besar dan bermartabat.
2) Nilai Komitmen yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang dapat
menepati sebuah janji dan mempertahankan janji sampai akhir. Sikap
dan perilaku yang membulatkan tekad demi mencapai sebuah tujuan
meskipun belum dapat mengetahui hasil akhir dari tujuan tersebut.
3) Nilai Kesetiakawanan Sosial/Solidaritas Sosial yang dicerminkan
melalui sikap dan perilaku yang memiliki semangat kepedulian sosial
untuk membantu orang lain yang membutuhkan atas dasar empati dan
kasih sayang. Kesetiakawanan sosial yang diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari adalah untuk menyelesaikan berbagai persoalan masalah
sosial yang dihadapi seperti kesenjangan sosial, kecemburuan sosial,
dan kerawanan sosial. Oleh karena itu, setiap pribadi perlu memiliki
empati kepada orang lain yang mengalami bencana, dan/atau
kemiskinan.
18
antara lain setiap kepada tokoh yang dihormati serta pada pemimpin, guru,
atasan tempat kita bekerja, bangsa dan negara. Hal ini ditunjukkan dengan
loyalitas dan kepatuhan yang tinggi sesuai peraturan perundang-undangan.
2) Nilai Kesatuan Wilayah, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
memiliki semangat untuk selalu siap menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah
negara yang terdiri dari kepulauan, dan perairan yang merupakan pemersatu
pulau-pulau bukan pemisah, serta bersama-sama menjaga keutuhan wilayah
dari berbagai ancaman dari manapun datangnya.
20
keterbukan dan kesantunan seperti yang diungkapkan dalam peribahasa
“bagaikan ilmu padi, makin berisi makin merunduk”. Apabila dia seorang
yang hebat, maka tidak mau memamerkan kehebatannya di hadapan
orang banyak. Rendah hati menunjukkan rasa syukur atas karunia
Tuhan, karena kita menyadari bahwa kita bukanlah siapa-siapa apabila
dibandingkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
21
memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual yang
dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan nasional.
2) Nilai Riang Gembira, yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku yang
selalu riang dan gembira penuh kebanggaan, karena pada diri seseorang
sudah tertanam rasa optimism dan keyakinan/kepercayaan atas
kemampuan diri sendiri untuk melaksanakan setiap tugas dengan
sebaik-baiknya. Sikap dan perilaku yang tidak mudah mengeluh,
pantang menyerah terhadap segala kesulitan yang dihadapi.
23
Bagian III
STRATEGI MEMBANGUN NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA
Gerakan nasional yang mewadahi kesadaran dari seluruh bangsa Indonesia ini lahir
pada tanggal 20 Mei 1908, dikenal dengan pergerakan Budi Utomo, gerakan kebangkitan
nasional, merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa yang bersifat nasional.
Gerakan kebangsaan Budi Utomo, telah mendorong terwujudnya gerakan-gerakan atau
organisasi-organisasi yang sangat beragam, baik dipandang dari tujuan maupun
18
Arti kata strategi, diunduh dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Strategi
19
Sistem Pemerintahan Indonesia: Wawasan Kebangsaan Indonesia, disari dan dikutip dari
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-indonesia.html
24
dasarnya, yang merupakan terwujudnya proses Bhineka Tunggal Ika yaitu “berbeda-
beda tetapi tetap satu”. Wawasan kebangsaan dipertegas lagi dengan Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 yang berikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa
persatuan Bahasa Indonesia”. Kemudian wawasan kebangsaan ini meraih tonggak
sejarah lahirnya negara kesatuan republik Indonesia, pada saat memproklamirkan
Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.20
20
Demokrasi Pancasila: Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai, disari dan dikutip dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-pengertian-makna.html
21
ibid
22
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS, (Lembaga Administrasi Negara, 2017), hal. 33-44
25
2) Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan republik Indonesia (17
Agustus 1945) antara lain :
· Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
· Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
· Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
· Jumlah bulu di leher berjumlah 45
3) Moto: pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara
Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu” menggambarkan keadaan bangsa Indonesia yang terdiri dari
beraneka ragam suu, budaya, adat-istiadat, agama, kepercayaan, namun tetap
adalah satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air
b. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, seperti antara lain: memahami tata cara
penggunaan dan menyanyikan dengan khidmat atau penuh rasa hormat Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya di berbagai peristiwa penting misal dalam: acara
atau kegiatan olahraga internasional; acara pembukaan sidang paripurna;
upacara penaikkan bendera di semua lingkup; dalam acara kompetisi ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di
Indonesia dsb.nya;
26
d. Bahasa Negara, Bahasa Indonesia, seperti antara lain:
1) mendudukan Bahasa Indonesia diatas bahasa-bahasa daerah yang berfungsi
sebagai: bahasa resmi, bahasa pengantar di lembaga pendidikan, bahasa
perhubungan dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan tingkat
nasional, dan bahasa pengantar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern;
2) merupakan lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat
penghubung antar warga, daerah dan antar budaya; merupakan alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang social
budaya dan bahasa yang berbeda ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
23
Modul Wawasan Kebangsaan, (Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia, 2011), hal. xviii-xix
27
berada dalam satu ke-Indonesiaan yang terdiri dari berbagai suku/ras/etnis, budaya,
agama dan norma kehidupan yang dicerminkan dalam “Bhineka Tunggal Ika”. Keempat
unsur yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika,
merupakan “Empat Konsensus Dasar Negara”, yang mengandung esensi nilai-nilai
kebangsaan,24 merupakan sumber dalam membangun “Nilai Dasar Bela Negara”, yaitu
nilai-nilai yang penting untuk diinternalisasikan kepada seluruh warga negara Indonesia
guna menjamin keberlangsungan hidup bangsa dan negara.
Dengan kata lain Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
terhadap rakyat, bangsa, dan wilayah NKRI yang meliputi darat, laut, dan udara di
atasnya, sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
24
Buku Induk : Nilai-Nilai Kebangsaan Yang Bersumber Dari Empat Konsensus Dasar Bangsa. (Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012), hal 28
25
Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional, disari dan dikutip dari:
https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional
28
keamanan. Wawasan Nusantara berarti konsep kepulauan atau lebih tepat merupakan
“visi kepulauan Indonesia”. Konsep ini berupaya untuk menjawab tantangan geografis
yang melekat pada diri Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau serta
ribuan latar belakang sosial budaya penduduknya. Hal ini terkait dengan sikap negara
yang mengutamakan persatuan dan kesatuan, maka perairan yang terdapat di antara
pulau-pulau itu harus dianggap sebagai elemen penghubung dan bukanlah sebagai
faktor pemisah.26
26
Frederick Situmorang. Wawasan Nusantara vs UNCLOS. (Jakarta Post, 30 September 2015)
27
Ermaya Suradinata.Hukum Dasar Geopolitik & Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI(Jakarta: Suara Bebas,
2005), hal 12-14
28
R.M. Sunardi. Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. (Jakarta: Kuaternita Adidarma. ISBN 979-98241-0-9, 9789799824103, 2005), hal.179-180
29
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, Op. cit., hal. 41-42
29
satunya falsafah dan ideologi bangsa dan negara yang melandasi,
membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
b. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai kesatuan ekonomi, artinya
kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara merupakan satu
kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
seluruh rakyat Indonesia. Perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang
di seluruh daerah tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah
dalam pengembangan ekonominya.
c. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial-budaya,
artinya masyarakat Indonesia adalah satu meskipun terdiri dari beragam
budaya, suku dan agama, berjuang bersama untuk mencapai tingkat
kemajuan bangsa yang merata dan seimbang. Budaya Indonesia pada
hakekatnya adalah satu, sedang corak ragam budaya yang ada
menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang merupakan modal dan
landasan pengembangan budaya bangsa Indonesia.
d. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan-
keamanan, artinya bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah
pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara,
dan bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam rangka pembelaan negara dan bangsa. Bangsa Indonesia yang hidup
berdampingan dengan negara lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, yang
diabdikan untuk kepentingan nasional.
30
3. Pendekatan Kearifan Lokal
Kearifan lokal artinya kebijaksanaan lokal atau daerah setempat, merupakan sikap,
pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkup rohani
dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya
tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan
lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan
situasional yang bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.30 Kearifan lokal adalah
pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal dalam mengatasi berbagai
masalah dalam upayanya memenuhi kebutuhan mereka yang meliputi seluruh
aspek kehidupan seperti antara lain: agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi,
organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian, dengan cara
memperhatikan sumber daya alam di lingkupnya.31
Kearifan lokal sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu
mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini, kearifan lokal merupakan perilaku positif
manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkup sekitarnya yang dapat bersumber
dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, dapat
berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, dan aturan khusus.
Kearifan lokal terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk
beradaptasi dengan lingkup di sekitarnya,32 lahir dan berkembang dari generasi ke
generasi, bertahan dan berkembang dengan sendirinya tanpa ada pendidikan dan
pelatihan, dan tanpa adanya ilmu dan teknologi yang mendasarinya.33 Tumbuh-
kembangnya kearifan lokal berangkat dari upaya menyelaraskan dengan kondisi lingkup
fisik dan biologisnya, kemudian meyakini kebenarannya, melalui kebiasaaan untuk
mempraktikannya tradisi ini kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Generasi
berikutnya terkondisikan menerima kebenaran tersebut dan mempercayainya misalnya
30
Saini K.M. Kearifan Lokal di arus Global. (Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005)
31
Departemen Sosial. Memberdayakan kearifan lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. (Artikel Edisi 20 November
2006) http://www.depsos.go.id
32
Pengertian Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari: https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-
kearifan-lokal.html
33
Departemen Sosial, op.cit
31
berkaitan dengan pantangan, nilai, standar perilaku dan sebagainya. Acapkali generasi-
generasi berikutnya tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut.
Kearifan lokal dimaknai sebagai budaya lokal yang berkembang di suatu daerah, yang
unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Kearifan
lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, mantra, petuah, semboyan, kitab-kitab
kuno, tarian, sistem pengobatan, makanan kesehatan, resep makanan, sistem mata
pencaharian, sistem kepercayaan dan perilaku manusia sehari-hari.
Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam
kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat
tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati
melalui sikap perilaku mereka sehari-hari.
34
5 Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!, disari dan dikutip dari :
https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-ini-bantu-kurangi-efek-global-
warming-c1c2
32
agama, bahasa, dan adat istiadat, contoh: Tri Hita Karana, kearifan lokal
daerah bali, adalah suatu konsep yang ada dalam kebudayaan Hindu-Bali
yang berintikan keharmonisan hubungan antara Manusia-Tuhan, manusia-
manusia, dan manusia-alam, merupakan tiga penyebab kesejahteraan antara
manusia dengan lingkup.35 Ini berarti bahwa nilai keharmonisan hubungan
antar manusia dimaksudkan sebagai kerukunan antar sesama manusia
ciptaan Tuhan meskipun berbeda, dan antara manusia dengan lingkupnya
yang juga merupakan kearifan ekologi pada masyarakat dan kebudayaan Bali.
c. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Setia Pada Pancasila Sebagai
Ideologi Negara”, yang diindikasikan dengan mengamalkan nilai-nilai dalam
Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari, contoh: Mapalus, kearifan lokal
suku Minahasa Sulawesi Utara.36 Mapalus pada masyarakat Minahasa,
merupakan pranata tolong-menolong atau gotong-royong yang melandasi
setiap kegiatan sehari-hari orang Minahasa, baik dalam kegiatan pertanian,
yang berhubungan dengan sekitar rumah tangga, maupun untuk kegiatan
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
d. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Rela Berkorban Untuk Bangsa dan
Negara”, yang diindikasikan dengan bersedia mengorbankan waktu, tenaga,
pikiran dan materi untuk kemajuan bangsa dan negara, contoh: Pepatah
“Rame Ing Gawe Sepi Ing Pamrih”, kearifan lokal suku Jawa.37 Kalimat ini
memiliki arti yang mengandung sebuah perintah atau ajakan agar seseorang
senantiasa berbuat baik kepada siapapun, tanpa ada pilih kasih, serta tidak
mengharapkan imbalan sedikitpun dari apa yang telah ia perbuat.
e. Kearifan lokal dalam membangun “Nilai Memiliki Kemampuan Awal Bela
Negara”, yang diindikasikan dengan keuletan dan pantang menyerah dalam
menghadapi tantangan dan ancaman, contoh: Pepatah “Tiado rotan
akarpun jadi, tiado kayu janjang dikapiang”, kearifan lokal dari Minang.
35
Yusuf Asry. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, (Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2010)
36
Jan Turang, Pembangunan Daerah Minahasa dengan Pertanian Inti Sistem Mapalus /Prisma, (Yay. Mapalus,
1984).
37
Paul Stange, Rasa dalam Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: LKiS,2009)
33
38 Yang berarti “Gak ada rotan akar pun jadi. Ga ada kayu, tangga pun dibelah”
maksudnya harus memanfaatkan semua peluang yang ada. Pepatah ini
menggambarkan sikap dan perilaku yang gigih, ulet dan semangat pantang
menyerah dalam mewujudkan impian meskipun menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan.
Jadi dapat dikatakan bahwa, strategi membangun melalui pendekatan kearifan lokal
mengungkapkan bagaimana mempertahankan dan menginternalisasikan nilai-nilai
kearifan lokal di setiap daerah yang sarat akan nilai-nilai bela negara ke dalam kehidupan
sehari-hari warga negara yang berada di lingkup kearifan lokal tersebut.
7 Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan, disari dan dikutip dari:
38
https://www.moneysmart.id/7-pepatah-suku-minang-yang-jadi-kunci-sukses-finansial-di-perantauan/
34
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai
tujuan nasionalnya.39
Transformasi yang demikian pesat tentu memberi dampak bagi ketahanan nasional.
Ancaman ketahanan nasional bukan lagi berbentuk fisik melainkan berbentuk digital,
yang membutuhkan sikap dan perilaku yang terintegrasi dan komprehensif, yang
melibatkan semua pemangku kepentingan baik kementerian/lembaga, pelaku ekonomi
dan industri di sektor publik maupun swasta hingga akademisi dan masyarakat luas.
Kondisi yang sangat dinamis ini merupakan tantangan bagi ketahanan nasional
yang terdiri dari delapan (asta) unsur (gatra), Asta-Gatra,40 yaitu:
a. Tiga unsur pertama (TriGatra) merupakan aspek kehidupan alamiah – Gatra
letak dan kedudukan geografi, Gatra keadaan dan kekayaan alam, Gatra
keadaan dan kemampuan penduduk; dan
39
Surat Keputusan Menhankam/Pangap, SKEP/XII/1974 dalam R.M. Sunardi. Pembinaan Ketahanan Bangsa: Dalam
Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2004
40
R.M. Sunardi. Pembinaan Ketahanan Bangsa: Dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, (PT Kuaternita Adidarma Jakarta, 2004)
35
b. Lima unsur (PancaGatra) berikutnya merupakan aspek kehidupan sosial –
Gatra Ideologi, Gatra Politik, Gatra Ekonomi, Gatra Sosial Budaya, dan Gatra
Pertahanan dan Keamanan.
36
b. Gatra Politik, menghadapi ancaman yang berkaitan dengan pengelolaan asset
milik bangsa Indonesia secara bersama-sama, saling mendukung satu sama
lain dalam pembangunan dan memberi rasa aman serta memperkokoh
persatuan dan kesatuan nasional;
c. Gatra Ekonomi, dalam menghadapi ancaman yang berkaitan dengan
pemerataan distribusi kebutuhan warga negara yang berperan langsung
dalam kekuatan nasional suatu negara misal: membayar pajak secara tepat
waktu dan teratur sebagai salah satu upaya meminimalkan tingkat kemiskinan.
Membayar pajak merupakan kewajiban WNI. Membayar pajak berarti kita telah
ikut serta menjamin kelangsungan negara, karena dana yang dikumpulkan
dari setoran pajak dibutuhkan bangsa oleh negara untuk antara lain:
membangun infrastruktur; meringankan biaya pendidikan SDM; mendukung
pencapaian prestasi WNI di kancah internasional; berbagai upaya
mensejahterakan WNI.41
d. Gatra Sosial Budaya, dalam menghadapi ancaman berkaitan dengan
merosotnya nilai moral dan pandangan masyarakat terhadap rasa dan jiwa
nasionalisme agar tidak mudah terpengaruh dengan budaya luar terutama
paham-paham tertentu yang dapat menimbulkan perpecahan dan konflik
internal, serta mendorong rasa cinta terhadap produk dalam negeri;
e. Gatra Pertahanan dan Keamanan, merupakan salah satu aspek utama yang
terpenting dimana sistem-sistem pertahanan negara dan lembaga-lembaga
keamanan masyarakat, dan TNI bertugas untuk menjaga negara dari
ancaman, baik yang ada di dalam negeri maupun yang dari luar negeri,
sehingga ketahanan nasional Indonesia dapat terjaga seutuhnya.
41
Materi Terbuka: Kesadaran Pajak, untuk Perguruan Tinggi, Tim Edukasi Perpajakan Direktorat Jenderal
Perpajakan, 2016, hal. 193-209
37
5. Pendekatan Kepemimpinan
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan di suatu
bidang sehingga mampu mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk bersama-sama
melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian tujuan tertentu. Seseorang yang
memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir,
mengontrol usaha orang lain.42
Kondisi ini juga mengubah cara seorang pemimpin dalam mengelola organisasinya,
termasuk mengelola dan mengintegrasikan warga negara dari generasi Z atau IGen
38
(yang lahir di tahun 1995-2012), generasi Y atau milenial (yang lahir di tahun 1981-1994),
generasi X (1965-1980), dan generasi baby boomers (yang lahir di tahun 1946-1964),44
untuk menghidari konflik antargenerasi di tempat kerja atau di tempat kegiatan
berlangsung.
Setiap orang memiliki potensi kepemimpinan di dalam dirinya, namun untuk mampu
menghadapi tantangan dan ancaman bangsa dan negara saat ini, yang semakin
meningkat, perlu pengembangan diri yang didorong oleh kebutuhan dan kemauan belajar
yang tumbuh dari diri sendiri. Berikut ini beberapa kemampuan yang menurut beberapa
pakar45 harus dimiliki oleh para pemimpin di era sekarang ini agar berhasil memimpin
berbagai generasi yang berbeda di setiap lingkup tempat kerja atau tempat kegiatan
berlangsung lainnya, yaitu:
a. Kemampuan komunikasi, tidak hanya secara fisik dengan bertatap muka,
namun juga piawai dalam berkomunikasi melalui berbagai saluran berbasis
teknologi yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi, contoh: melalui
email, aplikasi, hingga chat messenger seperti WhatsApp (WA). Dengan kata
lain pemimpin memiliki digital mindset, harus bisa memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk menghadirkan proses kerja yang efisien dan efektif di lingkup
kerjanya, misal mengadakan rapat via WA atau Anywhere Pad.
b. Berpikiran terbuka. Seorang pemimpin harus memiliki pemikiran terbuka untuk
memberikan kesempatan bagi anggotanya dalam melakukan pekerjaannya
dengan metode sesuai dengan budaya dan cara kerjanya masing-masing,
selama hasil yang disampaikan tetap sesuai dengan standar yang akan
ditetapkan perusahaan tersebut. Dengan kata lain pemimpin haruslah
menjadi seorang pengamat dan pendengar yang aktif. Jika mayoritas timnya
adalah kaum milenial yang tumbuh seiring dengan hadirnya media sosial yang
membuat mereka kecanduan untuk diperhatikan. Mereka sangat menghargai
44
Penemu: Gen Z atau IGen (Jean M. Twenge berjudul “iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less
Rebellious, More Tolerant, Less Happy — and Completely Unprepared for Adulthood”) ; Gen Y atau Milenial (William Strauss
dan Neil Howe berjudul “Millennials Rising”) ; Gen X (Dauglas Coupland berjudul “Generation X: Tales for An Accelerated
Culture”) ; Gen Baby Boomers, disari dan dikutip dari: https://dosen.perbanas.id/teori-generasi/
45
Eric Mary, Country Manager dari Robert Walters Indonesia, persh spesialis rekrutmen professional berskala
global, disari dan dikutip dari: http://www.industry.co.id/read/51773/kepemimpinan-di-era-digital; dan
https://money.kompas.com?read/2019/08/04/134200326/kepemimpinan-di-era-milenial?page=all
39
dan termotivasi jika diberikan kesempatan untuk berbicara, berekspresi, dan
diakomodasi ide-idenya. Mereka haus akan ilmu pengetahuan, pengem-
bangan diri dan menyukai untuk berbagi pengalaman.
c. Tanggap terhadap perubahan. Pemimpin di era ini harus memiliki kepekaan
dan kecepatan dalam melihat dan menilai suatu perubahan dan
mengintegrasikan informasi tersebut menjadi keputusan dalam menjalankan
kegiatannya. Pemimpin harus cerdas melihat peluang, cepat beradaptasi, dan
lincah dalam memfasilitasi perubahan artinya juga mengajak anggotanya
untuk dengan cepat mengakomodasis perubahan.
d. Berani mengambil resiko. Karena perubahan terjadi sangat cepat, dan harus
bertransformasi dalam beradaptasi dengan perubahan itu, maka seorang
pemimpin harus berani mengambil resiko dengan bereksperimen mencoba
cara baru dan menilai secara komprehensif cara mana yang paling efektif
untuk diterapkan dalam kegiatannya. Dengan kata lain, pemimpin harus
berani mengambil sebuah langkah atau keputusan penting dalam pencapaian
cita-citanya meskipun bertentangan dengan kebiasaan orang-orang di
sekitarnya. Pemimpin harus berani berbeda, baik dari cara berpikir, kebijakan
maupun penampilannya.
e. Mengoptimalkan energi diri sendiri, artinya seorang pemimpin harus memiliki
nilai atau prinsip moral yang sangat dipercaya dan dijalani dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai inilah yang akan menunjukkan jatidiri pemimpin, merupakan
sekumpulan nilai yang terus dipegang teguh dan diterapkan dalam kehidupan,
meskipun lingkup di sekitarnya tidak mendukung. Dengan kata lain, pemimpin
harus pantang menyerah terlebih jika menghadapi anggotanya yang berasal
dari generasi milenial, yang bersikap malas, manja dan merasa paling benar
sendiri. Pemimpin milenial wajib memiliki sikap berpikir positif dan semangat
tinggi dalam mengejar goal-nya, ulet dan menunjukkan kualitas diri.
f. Memperoleh dan memberikan energi pada pemimpin lainnya. Seorang
pemimpin harus mampu memberdayakan dan memicu atusiasme orang lain,
hingga dapat melahirkan pemimpin-pemimpin berikutnya. Pada tahap ini,
pemimpin tidak lagi memikirkan perkembangan dirinya sendiri, namun juga
40
kepentingan dan perkembangan pemimpin lain yang berada di bawah
kepemimpinannya, meskipun harus rela berbagi otoritas dan tanggung jawab
dengan mereka.
g. Memberikan energi pada keseluruhan organisasi. Pemimpin harus secara
proaktif dan berkelanjutan berupaya dalam membentuk “brains” atau strategi
kegiatan, meliputi visi dan misi yang dapat dipahami dan diterima oleh seluruh
anggotanya. “Bones” atau arsitektur organisasi meliputi mulai dari pemilihan
talenta yang tepat di setiap posisi organisasi, hingga pengelolaan sistem dan
prosedur di dalam organisasi, dan “nerves” atau budaya di dalam organisasi
meliputi mulai dari rumusan filosofi, penentuan sistem apresiasi, hingga
menetapkan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi seluruh anggota di dalam
organisasi tersebut.
h. Mengelola konflik antar-generasi di tempat kerja. Agar para anggota yang
berasal dari lintas generasi, yang berbeda karakteristiknya dapat bekerjasama
secara baik, maka kemampuan mengelola konflik menjadi prioritas utama.
Pemimpin harus memahami perbedaan cara pandang antar individu yang
semakin kompleks, menghargai setiap pemikiran yang ada dan
menggunakannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin harus
memberikan pemahaman akan pentingnya nilai, budaya, dan visi organisasi
kepada anggota timnya secara utuh.
Jadi dapat dikatakan bahwa strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara
melalui pendekatan kepemimpinan di era digital, mempersyaratkan: kepemimpinan yang
memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara tatap muka maupun melalui media
digital; kepemimpinan yang memiliki keterbukaan dan empati kepada pengikutnya,
menjadi pendengar yang baik; kepemimpinan yang tanggap terhadap perubahan;
kepemimpinan yang berani mengambil resiko; dan kepemimpinan yang mengoptimalkan
energi yang dimilikinya buat dirinya sendiri, pengikutnya dan organisasi; serta
kepemimpinan yang piawai dalam mengelola konflik.
41
Bagian IV
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA
Dalam KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
1. Masyarakat Indonesia
46
Lee Hock Guan, Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland Burma, (Journal of Sosial
Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009), pp. 32-46 (Review)
47
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)
42
mil dari timur ke barat, dan seribu mil dari utara selatan, merupakan faktor
yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya pluralitas suku bangsa di
Indonesia. Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik, dan setelah dianalisis bekerjasama Institute of Southeast
Asian Studies pada tahun 2013, menghasilkan 633 kelompok suku besar.48
b. Faktor kedua, yang menyebabkan pluralitas masyarakat Indonesia adalah
kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan
Samudera Pasifik. Keadaan ini menjadikan Indonesia menjadi lalu lintas
perdagangan, sehingga sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama
di dalam masyarakat Indonesia; dan
c. Faktor ketiga, iklim yang berbeda-beda dan struktur yang tidak sama di antara
berbagai daerah di kepulauan Nusantara, telah mengakibatkan pluralitas
regional. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi
yang menciptakan dua macam lingkup ekologis yang berbeda, yakni daerah
pertanian basah (wet rice cultivation) yang terutama banyak dijumpai di Pulau
Jawa dan Bali, serta daerah ladang (shifting cultivation) yang banyak dijumpai
di luar Jawa.
48
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, disari dan dikutip dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-Indonesia.html
43
untuk memperkuat identitas kultural, bersaing di dalam bidang pendidikan, sosial,
ekonomi, politik dsb.nya.
Bimbingan pembelajaran bela negara yang dijiwai oleh kelima nilai dasar bela
negara, yang merupakan sebuah kesepakatan untuk menjadi landasan bersikap dan
berperilaku seluruh warga negara Indonesia di semua tingkatan baik di tataran individu,
tataran masyarakat hingga tataran bangsa, sesuai dengan karakteristiknya yang
diimplementasikan kedalam tiga kelompok lingkup yaitu: lingkup pendidikan, lingkup
masyarakat, dan lingkup pekerjaan.
2. Lingkup Pendidikan
Lingkup pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik
berupa benda mati, makhluk hidup ataupun berbagai fenomena yang terjadi termasuk
situasi dan kondisi masyarakat, yang dapat memberikan pengaruh pada cara berpikir,
cara bersikap dan cara berperilaku dari setiap warga negara. Dengan kata lain, lingkup
pendidikan dapat juga diartikan sebagai berbagai lingkup tempat berlangsungnya proses
pendidikan lingkup yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan, yang merupakan
bagian dari lingkup sosial. Fungsi lingkup pendidikan adalah membantu peserta didik
dalam berinteraksi dengan berbagai lingkup di sekitarnya baik lingkup fisik, sosial dan
budaya tertutama berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai
tujuan pendidikan secara optimal.49
49
Din Wahyudin,dkk. Pengantar Pendidikan. (Jakarta. Universitas Terbuka: 2007)
44
dan informal”.50 Seperti yang dikemukakan oleh tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara
tentang konsep sistem pendidikan “tri sentra” atau “tripusat pendidikan” yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat.51
50
Undang-Undang Republik Indonesia no. 24 Tahun 2003, Pasal 13 s,d Pasal 32
51
Soeratman Darsiti, Ki Hadjar Dewantara, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981/1982), hal. 7-8
45
pendidikan di lingkup keluarga dan sekolah. Contoh lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan nonformal antara lain: kelompok bermain, taman penitipan anak, lembaga
kursus, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim dan
sejenisnya. Pendidikan nonformal menekankan pada pengembangan keterampilan
praktis, sedangkan ciri-ciri pendidikan nonformal antara lain: peserta didik bersifat
heterogen, materi pendidikan ada yang terprogram ada yang tidak, waktu pendidikan
terjadwal dan tidak terjadwal, evaluasi pendidikan bisa sistematis atau tidak sistematis.
Kegiatan
Kegiatan Belajar- Budaya Sekolah Keseharian di
Kegiatan
Mengajar (KBM) (Kegiatan Keseharian di Rumah dan
Ekstrakurikuler
Satuan Pendidikan) Masyarakat
52
Kebijakan Nasional. Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, (Kementerian Pendidikan Nasional Pemerintah
Republik Indonesia, 2010) hal xxxvi
46
Gambar di muka menunjukkan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan
pendidikan, yang dilakukan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan pusat dari
pembangunan karakter yang terkandung di dalam kelima nilai dasar bela negara. Satuan
pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan
memberdayakan semua lingkup belajar yang ada untuk menginisasi, memperbaiki,
menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses pendidikan karakter
yang terkandung di dalam nilai-nilai bela negara di satuan pendidikan.
Kegiatan kokurikuler yang dilakukan di luar jam sekolah dimaksudkan untuk lebih
memperdalam dan menghayati materi pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler seperti misalnya berupa penugasan atau pekerjaan rumah ataupun
tindakan lainnya. Pembelajaran di lingkup keluarga dan masyarakat diupayakan agar
terjadi proses penguatan sikap dan perilaku yang berkarakter yang mengandung kelima
nilai dasar bela negara.
3. Lingkup Masyarakat
47
rumah dan di luar lingkup sekolah. Lingkup masyarakat dapat dikategorikan ke dalam
tiga lingkup yaitu: masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat media massa.53
Lingkup masyarakat politik merupakan lahan yang melibatkan warga negara dalam
penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan representasi dari
segenap elit politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai strategis dalam
pembangunan nilai-nilai dasar bela negara karena semua partai politik memiliki dasar
yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang bermartabat.
Lingkup media massa. Media massa merupakan sebuah fungsi dan sistem yang
memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan
pembentukan sikap dan perilaku, kepribadian atau jatidiri bangsa. Media massa, baik
elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif maupun nonedukatif tergantung pada
muatan pesan informasi yang disampaikannya. Fungsi dan peran media massa semakin
penting di era digital sekarang ini, dimana dunia semakin terhubung sehingga batas-
batas negara seolah-olah tidak ada. Kondisi ini tentu saja mengancam berbagai hal
seperti moral bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan jati diri bangsa yang terancam
oleh masuknya budaya-budaya asing yang semakin sulit disaring.
53 Ibid, hal. ix
48
masyarakat yang memiliki kesadaran dan semangat bela negara sebagai wujud
penunaian hak dan kewajibannya dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah,
serta keselamatan bangsa dan negara.
4. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaaan adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam suatu
lembaga pemerintah atau nonpemerintah atau swasta, yang berpengaruh terhadap
pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai
keadaan lingkup di sekitarnya, antara manusia dan lingkup terdapat hubungan yang
sangat erat. Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan
berbagai keadaan lingkup sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan pekerjaan,
karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai keadaan di sekitar
tempat mereka bekerja, yaitu lingkup pekerjaan. Selama melakukan pekerjaan, setiap
pegawai akan berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkup kerja.
Lingkup pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam dua lingkup yaitu: lingkup
pemerintahan dan lingkup dunia usaha dan industri.54
Lingkup dunia usaha dan industri, merupakan lahan interaksi para pelaku sektor riil
yang menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian perekonomian nasional
50
Bagian V
URGENSI MANIFESTASIS NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA
Dalam GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
Perwujudan nilai-nilai dasar bela negara dalam sikap dan perilaku sehari-hari
seluruh warga negara Indonesia, baik di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat dan
lingkup pekerjaan jelas sekali urgensinya. Apalagi di era pesatnya kemajuan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini, telah mendorong semakin meningkatnya
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) di kancah nasional
maupun internasional. AGHT terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara penting
sekali diantisipasi dan dihadapi secara optimal, agar kedaulatan negara, keutuhan
wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa Indonesia tetap terjaga.
51
a. gerakan cinta kebhinekaan budaya Indonesia seperti mendorong dan
memberi ruang serta mendukung pelaku-pelaku budaya Indonesia dari
berbagai daerah untuk secara intensif menampilkan seni budaya dari masing-
masing daerah;
b. gerakan yang menggalang keikut-sertaan warga negara dalam berbagai
aktivitas sosial bernuansa keragaman agama, suku, adat-istiadat;
c. gerakan untuk membiasakan warga negara melakukan musyawarah dan
mufakat dalam mengelola berbagai perbedaan, tidak memaksakan kehendak
tapi mengutamakan win win solution;
d. gerakan yang menggaungkan kesetaraan di berbagai aspek seperti
kesetaraan layanan publik bagi seluruh warga negara, kesetaraan gender
dalam kesempatan berkembang;
e. gerakan membangkitkan rasa malu jika melanggar peraturan atau norma yang
berlaku di tengah masyarakat, yang merugikan bangsa dan negara seperti
misal merasa malu jika melakukan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme.
3. Berkomitmen untuk setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, yang tereja-
wantahkan dalam berbagai gerakan nasional warga negara antara lain:
a. gerakan untuk senantiasa menjaga persatuan bangsa, melalui sikap dan
perilaku yang mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam mengelola
perbedaan pendapat di setiap urusan;
b. gerakan toleransi terhadap perbedaan keyakinan dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa;
c. gerakan menghormati dan menghargai kearifan lokal, misal antara lain
memviralkan budaya lokal sebagai perkuatan jatidiri bangsa dan daya tangkal
terhadap penetrasi budaya asing melalui media sosial.
4. Mendorong untuk senantiasa rela berkorban untuk bangsa dan negara, yang
terejawantahkan dalam berbagai gerakan nasional warga negara antara lain:
52
a. gerakan menggalang generasi muda untuk ikut serta membantu dalam
berbagai bencana alam atau kesulitan masyarakat lainnya;
b. gerakan membangkitkan semangat bersedekah dengan ikhlas membantu
warga negara yang memiliki kesulitan hidup;
c. kampanye melalui berbagi media yang menyadarkan warga negara untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan.
53
B. KELOMPOK PESERTA PKBN
Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-
kan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada
warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai
dasar Bela Negara. Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat
(2), PKBN diselenggarakan di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan
1. LINGKUP PENDIDIKAN
54
2. LINGKUP MASYARAKAT
3. LINGKUP PEKERJAAN
55
C. STANDAR KOMPETENSI
1. Pengertian
55
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)
56
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan
tampak pada berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl56 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:
56
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain,
(New York: David McKay Company, 1970)
57
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-
kan pada tabel taksonomi Dave57 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai
berikut:
57
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ:
Educational Innovators Press, 1970)
58
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Tataran Dasar Bela Negara di setiap Tingkat
59
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk
· Tokoh : Agama, Adat, dan ide-ide baru terkait :
Masyarakat - Beberapa karakter yang mencerminkan Lima
· Lembaga Negara, K/L, nilai dasar bela Negara, dan pentingnya
Pemda, TNI, Polri, karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari
BUMN/BUMD, BU Swasta, - Apa saja yang perlu dipahami untuk memba-
Badan lain sesuai UU. ngun kelima nilai dasar bela negara, memper-
kuat kehidupan bangsa dan NKRI. (Kebang-
saan, Kewilayahan, Ketahanan Nas, Kearifan
Lokal, dan Kepemimpinan)
Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, meng-
harmonisasikan perbedaan, dan mampu
bersikap konsisten berkaitan pengetahuan yang
diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Mampu melakukan gerakan-gerakan nyata yang
/Perilaku menunjukkan beberapa karakter yang mence-
rminkan kelima nilai dasar bela negara berupa
berbagai gerakan nasional bela negara
60
LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku
C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Tokoh Masyarakat x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tokoh Adat x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kader Org. Masyarakat x x x x x x x x x x x x
5.Kader Org. Komunitas x x x x x x x x x x x x
6.Kader Org. Profesi x x x x x x x x x x x x x
7.Kader Partai Politik x x x x x x x x x x x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x x x x x x x x x x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kepolisian Negara RI x x x x x x x x x x x x x x x x
5.BUMN / BUMD x x x x x x x x x x x x x x x x
6.Badan Usaha Swasta x x x x x x x x x x x x x x x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x x x x x x x x x x x x x x x
ketentuan Undang-Undang x x x x x x x x x x x x x x x x
61
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-
paikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima
dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat
dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang
digunakan sebagai pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model
pembelajaran: kontekstual, kooperatif, berbasis masalah, edutainment.
58
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21
62
gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman
adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda.
Mereka mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan
peserta didik lainnya.
59
Ibid, hal. 37
63
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
a. Saling ketergantungan positif, artinya Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyais-
wara menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan atau saling ketergantungan.
b. Interaksi tatap muka, akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam
kelompok sehingga mereka dapat berdialog.
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap
sopan terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani
mempertahankan pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.
64
- Peserta didik dievaluasi penguasaannya secara individu, lalu diberi peng-
hargaan atas capaian penguasaan topik bahasan.
d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama
SRI MULYANI akan berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.
65
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis
60
Ibid, hal. 151-170
66
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting yaitu :
a) Situasi seharusnya ‘auntetik’. Artinya masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman nyata peserta didik, bukan konsep atau prinsip disiplin
akademis tertentu.
b) Masalah sebaiknya tidak jelas / tidak sederhana sehingga menciptakan
misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesai-
kan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternating.
c) Masalah seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
d) Masalah semestinya cakupannya luas sehingga memberikan kesem-
patan kepada Pengajar untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi
tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajaannya dilihat dari segi
waktu, ruang dan keterbatasan sumber daya.
e) Masalah sebaiknya harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.
61 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
62 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)
63
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.
68
4. Setelah selesai pemutaran film/video/youtube siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mendiskripsikan tentang film yang telah ditayangkan dengan diiringi musik .
5. Nama kelompok dibuat sesuai dengan materi yang terkait, misalnya tokoh yang ada
dalam film/video/youtube yang ditayangkan.
6. Demonstrasi, siswa diajak bermain misalnya dengan Snowball Throwing (Melempar
bola salju) dengan cara setiap kelompok menyiapkan satu pertanyaan yang ditulis
dalam kertas kosong, lalu kertas tersebut digulung dimasukkan ke dalam bola yang
berwarna - warni yang di belah kemudian di tutup dengan isolatif. Setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melempar bola tersebut ke kelompok lain dengan waktu
yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok lain berusaha menangkap bola tersebut.
Siswa yang terakhir me-me-gang bola mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari bola itu.
7. Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok merangkum materi.
Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-
nipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan
mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-
nya. Disinilah proses pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan,
memilih, menentukan, menciptakan, memasang, membongkar, mengembalikan, men-
coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.64
64
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)
69
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat
70
3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup
71
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.65
65
Sharon E. Smaldino et.al, Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice Hall, 2008)
66 Ibid
72
c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada Peserta PKBN.
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta
PKBN dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak
67
Ibid, dan
Michael Molenda, et al., Instructional Technology and Media For Learning, Eight Edition, (Pearson Merrill
Prentice Hall,2005), hal. 10
73
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Tataran Dasar Bela Negara
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL Projected Projected TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x
ketentuan Undang-Undang
74
F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR
1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar
untuk:68
a. Menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan
kompetensi keterampilan Peserta PKBN
b. Mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN
68
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
69
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128
75
2) Penilaian proyek yang ditugaskan kepada Peserta PKBN
3) Test tindakan Peserta PKBN, melalui observasi dan catatan lapangan
Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-
kan jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:70
a. Test Objektif :
1) Baik untuk mengukur kompetensi Ingatan pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi
dan Analisa (C1-C4)
2) Kurang tepat untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C4) dan Create/mencipta
(C5)
3) Dapat mengukur lebih banyak sampel sehingga mewakili seluruh materi
4) Pengolahan jawaban test objektif sederhana dan ketepatannya tinggi
5) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan memahami
pilihan dan menerka
6) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengingat, membuat intepretasi
dan menganalisa ide orang lain
b. Test Uraian :
1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.
Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengeva-luasi keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan
pengamatan perilaku yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara71 :
70
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
71
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36
76
4. Membudaya-Konsisten (MK), apabila terus-menerus memperlihatkan perilaku yang
dinyatakan dalam indicator secara konsisten karena selain mendapat penguatan dari
lingkungan yang lebih luas juga sudah tumbuh kematangan moral.
Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan berkaitan dengan topik bahasan beberapa
· Pendidikan Layanan Khusus karakter yang mencerminkan nilai dasar bela negara
Dasar & Setara · Pendidikan Dasar* · Test Objektif
· Pendidikan Kesetaraan · Test Uraian lisan atau tertulis (sesuai kondisi yang ada)
· Pendidikan Keaksaraan tentang beberapa karakter yang mencerminkan nilai dasar
bela negara, dan pemahaman unsur-unsur penting apa
saja yang diperlukan untuk membangun kelima nilai dasar
bela negara.
Menengah & Setara · Homeschooling · Test uraian lisan/tertulis berkaitan dengan topik bahasan
· Pendidikan Menengah beberapa karakter yang mencerminkan nilai dasar bela,
· Pendidikan Kec. Hidup dan pemahaman unsur-unsur penting apa saja yang
· Pendidikan Kepemudaan diperlukan untuk membangun kelima nilai dasar bela
· Pendidikan Pemberdayaan negara
Perempuan · Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
· Pendidikan Keterampilan & yang mencerminkan nilai dasar bela negara, dan
Pelatihan Kerja pembahaman unsur-unsur penting apa saja yang
· Kader Organisasi : diperlukan untuk membangun kelima nilai dasar bela
Masyarakat, Komunitas, negara
Profesi*, Partai Politik*, · Untuk Kader Organisasi Profesi dan Kader Partai Politik
Kelompok Masyarakat diupayakan menemukan ide-ide baru terkait topik bahasan
lainnya yang diujikan.
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi* · Test uraian lisan melalui wawancara atau tertulis (untuk
· Tokoh : Agama, Adat, dan Pendidikan Tinggi) terkait topik-topik a.l. karakter yang
Masyarakat mencerminkan nilai dasar bela negara, dan unsur-unsur
· Lembaga Negara, penting apa saja yang diperlukan untuk membangun kelima
Kementerian/LPNK, Pemda, nilai dasar bela negara, diupayakan menemukan ide-ide
TNI, Polri, BUMN/BUMD, baru dalam memaparkan topik-topik bahasan tersebut.
BU Swasta, dan Badan lain · Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
sesuai perundang-undangan bahasan beberapa karakter yang mencerminkan nilai
dasar bela negara, diupayakan menemukan ide ide baru
dalam gerakan nasional bela negara
77
3. Matriks Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Lingkup
78
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN
1. Pengertian
72
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
73
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
74
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80
79
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-
rungan penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams
(2000)75 yang mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun
frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih
dahulu kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan
penguat (reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan
perilaku yang dihasilkan.76
75
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
76 Ibid
77 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118
80
3. Jenis-Jenis Penguatan78
78
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit
81
komentar tertulis pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan
agar tidak sampai terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu
sebagai imbalan.
Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar,
Pengajar hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini
Pengajar sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(parsial). Misal bila seorang peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar,
sebaiknya Pengajar menyatakan, "ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu
disempurnakan," sehingga peserta tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak
seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.
4. Prinsip Penguatan
Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan
penguatan (reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:79
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi:
suara, mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-
siasan dalam memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya
diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga
ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman
masih bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang
bernuansa mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan
semangat peserta didikl untuk mengembangkan dirinya.
79
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
80
Ibid, hal. 83
82
a. Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan kurang
efektif. Oleh karena itu, sebelum memberikkan penguatan, pengajar terlebih
dahulu menyebut nama peserta yang bersangkutan sambil menatap
kepadanya
b. Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok peserta didik, misal apabila
satu tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelompok, pengajar
membo-lehkan kelompok itu bermain, misal basket menjadi kegemarannya
c. Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau
respon atau tanggapan peserta didik yang diharapkan. Penguatan yang
ditunda pemberiannya cenderung kurang efektif
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan
lama-kelamaan akan kurang efektif.
83
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O.W. and David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching And
Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York:
Addison Wesley Longman.
Asry, Y. 2010. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama.
Coupland, D. 1991. “Generation X: Tales for An Accelerated Culture”, St. Martin's Press.
Darsiti, S. 1981/1982. Ki Hadjar Dewantara, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dave R.H. 1970. Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, R J Armstrong,
ed., Tucson. AZ: Educational Innovators Press.
Departemen Pertahanan, Sekretariat Jenderal Biro Hukum. 2007. Himpunan Perundang-
Undangan yang terkait dengan Penyelenggaraan dan Pengelolaan Petahanan.
Direktorat Jenderal Pajak. 2016. Materi Terbuka: Kesadaran Pajak untuk Perguruan Tinggi.
Djamarah, S.B. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fromm, E. 2005. The Art of Loving: Memaknai Hakikat Cinta, Gramedia.
Hamid, M.S. 2014. Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas,
Diva Press.
Hasibuan, J.J., dan Meodjiono. 2009.Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Kartini Kartono. 2009. Pemimpin dan Kempemimpinan, Rajawali Press, 2009
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dan Politik. 2011. Modul Wawasan Kebangsaan.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia. 2014.
Modul Pemantapan Wawasan Kebangsaan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018. Profil Generasi Milenial
Indonesia.
Kementerian Pendidikan Nasional Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Nasional.
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Desain Induk, Pendidikan Karakter.
Kementerian Pertahanan RI. 2018. Bahan Ajar, Tataran Dasar Bela Negara: Untuk Kader
Bela Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Nilai-Nilai Bela
Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Cinta Tanah Air.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Sadar Berbangsa dan
Bernegara.
84
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Yakin Pada Pancasila
Sebagai Ideologi Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016. Modul Bela Negara: Rela Berkorban Untuk
Bangsa dan Negara.
Krathwohl D.R., Bloom and Betram Masia.1970. Taxonomy of Educational Goals Handbook II:
Affective Domain, New York: David McKay Company.
Lancaster, L.C., David Stillman. 2002. When Generations Collide: Who They Are. Why They
Clash. How to Solve the Generational Puzzle at Work, New York: Collins Business.
Lee Hock Guan. 2009. Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland
Burma, Journal of Sosial Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009),
pp. 32-46 (Review)
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. 2012. Buku Induk: Nilai-Nilai Kebangsaan
Yang Bersumber Dari Empat Konsensus Dasar Bangsa, 2012
Saini K.M. 2005. Kearifan Lokal di arus Global. Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005
Shambaugh, N., S.G. Magliaro. 2006. Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective
Practice, Pearson Education, Inc.
Situmorang F. 2015. Wawasan Nusantara vs UNCLOS. Jakarta Post, 30 September 2015
Smaldino, Sharon E, Deborah L. Lowther, James D. Russell. 2008. Instructional Technology &
Media For Learning, Pearson Prentice Hall
Smaldino, Sharon E, James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning. Eight Edition. Pearson Education, Inc.
Stange, P. 2009. Rasa dalam Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: LKIS.
Strauss,W dan Neil Howe. 2000. Millennials Rising: The Next Great Generation, New York:
Vintage
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Yuma Pustaka dengan IKIP UNS
Sunardi R.M. 2005. Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam Rangka Memperkokoh Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: Kuaternita Adidarma. ISBN 979-98241-
0-9, 9789799824103.
Suradinata E. 2005. Hukum Dasar Geopolitik & Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI,
Jakarta: Suara Bebas.
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif, Jakarta: GP Press.
Mannheim, K. 1952. The Problem of Generations, Essays on the Sociology of Knowledge,
London: Routledge and Kegan Paul.
Mc.Crindle, M. 2015. Beyond Z: Meet Generation Alpha, New York Time.
Molenda, Michael et.al. 2005. Instructional Technology and Media For Learning, Eight Edition.
Pearson Merril Prentice Hall.
Nasikun. 2007. Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tedjasaputra, M.S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan, Grasindo.
Turang, J.1984. Pembangunan Daerah Minahasa dengan Pertanian Inti Sistem Mapalus
Prisma, Yayasan Mapalus.
85
Twenge, J.M. 2000. iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious,
More Tolerant, Less Happy — and Completely Unprepared for Adulthood, A Free Press
Paperbacks Book, 2017Usman U.M., Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Wahyudin, D., dkk. 2007. Pengantar Pendidikan. Jakarta. Universitas Terbuka.
Wilkins D. and Greg Carolin. 2013. Leardership Pure & Simple: How Transformative Leaders
Create Winning Organizations, McGraw Hill.
Zainal, A. dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar, PAU-PPAT-UT.
Dokumen Negara
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Nasional Untuk Pertahanan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor. 20 Tahun 2003, Tentang Sistim Pendidikan
Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Pertahanan Negara
Peraturan Menteri Pertahanan, Nomor 32 Tahun 2016, Tentang Pedoman Pembinaan
Kesadaran Bela Negara.
Peraturan Menteri Pertahanan, Nomor 54 Tahun 2014, Tentang Buku Putih Pertahanan
Indonesia
Adams, M.A. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, Behavioral Development Bulletin, 9
(1), 3-6. http://dx.doi.org/10/1037/h0100529
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, di akses dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-Indonesia.html
Demokrasi Pancasila Indonesia. Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai. Diakses dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-
pengertian-makna.html. (November 2019)
Departemen Sosial. Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil.
Artikel Edisi 20 November 2006, http://www.depsos.go.id
Gudang Artikel. Pengertian Kearifan Lokal, diakses dari:
https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-kearifan-lokal.html
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Arti kata tataran, diunduh dari
https://typoonline.com/kbbi/tataran; https://kbbi.web.id/tataran
……. Arti kata tanah air, diunduh dari: https://kbbi.kata.web.id/tanah-air/
Kementerian Pertahanan. Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional,
diakses dari https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-
meningkatkan-ketahanan-nasional (November 2019)
86
Lifepal. Tujuh Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan, diakses
dari: https://www.moneysmart.id/7-pepatah-suku-minang-yang-jadi-kunci-sukses-
finansial-di-perantauan/. (November 2019)
Lima Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming! Diakses dari:
https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-ini-bantu-
kurangi-efek-global-warming-c1c2. (November 2019)
Liputan6.com. Kenali Karakter dan Pola Pikir 5 Generasi Ini Agar Semakin Bijak, diakses dari:
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3677417/kenali-karakter-dan-pola-pikir-5-
generasi-ini-agar-semakin-bijak (Oktober 2019)
Mary, E., Kepemimpinan di Era Digital, diakses dari:
http://www.industry.co.id/read/51773/kepemimpinan-di-era-digital; dan
https://money.kompas.com?read/2019/08/04/134200326/kepemimpinan-di-era-
milenial?page=all (Oktober 2019)
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, diakses dari:
http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-pembelajaranedutainment-belanbe.html.
(November 2019)
Sistem Pemerintahan Indonesia: Wawasan Kebangsaan Indonesia. Diakses dari:
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-
indonesia.html. (November 2019)
Wikipedia. Arti kata strategi, diunduh dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Strategi
87