Anda di halaman 1dari 96

Modul PKBN SERI 3.

3 PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
ISBN: 978-979-8878-15-2

Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI

Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.

Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara

Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela

Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110

Diterbitkan oleh:

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia


Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 13-14 Jakarta Pusat
Telp : 021-3828893
Fax : 021-3505210
Email : datin.pothan@kemhan.go.id

Cetak Pertama – 2019


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang – Undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis
dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudara sebangsa dan setanah air.


Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah
penantian atas lahirnya aturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Kini, Bela
Negara telah menjadi norma hukum yang diatur secara khusus
dalam Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Direktur Jenderal
Potensi Pertahanan

Pengaturan Bela Negara dalam peraturan-perundang-undangan ini menjadi sangat


penting terlebih mencermati perkembangan lingkungan strategis saat ini, baik di tingkat
global, regional dan nasional yang menunjukkan multidimensionalitas ancaman terhadap
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Ancaman yang terjadi saat
ini lebih didominasi ancaman nonmiliter, yang berdimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial
budaya, berdimensi teknologi, keselamatan umum, bahkan dapat berdimensi legislasi,
namun mengingat sifatnya yang sulit diprediksi, bukan tidak mungkin pada suatu saat,
ancaman militerpun kemungkinan bisa terjadi. Oleh karena itulah, kesadaran Bela Negara
setiap warga negara tersebut menjadi sangat penting sebagai wujud daya tangkal dan
kesiapsiagaan warga negara, baik dalam menghadapi kompleksitas ancaman nonmiliter
maupun bila suatu saat negara membutuhkan untuk menghadapi ancaman militer. Itulah
sebabnya kesadaran Bela Negara juga sebagai landasan membangun sistem pertahanan
negara baik dalam menghadapi ancaman nonmiliter maupun ancaman militer.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) adalah upaya menanamkan


pengetahuan dan membentuk sikap mental dan perilaku serta tindakan warga negara yang
memiliki kesadaran dan kemampuan Bela Negara. PKBN perlu dilaksanakan secara masif,
terukur, terkoordinasi dan terstandarisasi di lingkup pendidikan, lingkup pekerjaan dan
lingkup masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Untuk itu
Kementerian Pertahanan membuat Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara, yang terdiri
dari 1 Modul Ringkasan Eksekutif, 4 Modul Wajib dan 8 Modul Pilihan. Modul ini menjadi
acuan bagi Kementerian/Lembaga termasuk di Kementerian Pertahanan sendiri, TNI, Polri,
Pemerintah Daerah, dan komponen bangsa lainnya dalam menyelenggarakan Pembinaan
Kesadaran Bela Negara di lingkungannya masing-masing.

Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,

i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan


Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan “Pertahanan Negara” adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan “Sumber
Daya Nasional” adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
buatan.

Dalam rangka mengimplementasikan amanat undang-undang tersebut,


khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia Indonesia, yang dimaknai sebagai
seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang memberikan daya dan usahanya untuk
kepentingan bangsa dan negara. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian
Pertahanan, memadang perlu untuk melakukan program pembinaan kesadaran bela
negara (PKBN). Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan
kepada warga negara guna menumbuh-kembangkan sikap dan perilaku, serta
menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pada dasarnya pelaksanaan program PKBN
ditujukan terutama untuk:

1. Menyadarkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) akan pentingnya segala


usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI,
dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap
bangsa dan negara, secara terus-menerus pantang menyerah, agar kesinam-
bungan hidup bangsa dan negara dapat dipertahankan dari masa ke masa.
2. Membentuk sikap dan perilaku bela negara seluruh WNI yang mencerminkan
tekad, sikap dan perilaku WNI, baik secara perseorangan maupun kolektif
dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI, yang

iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.

Salah satu sarana untuk mendukung keberhasilan tujuan program PKBN,


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan menyusun modul pembinaan kesadaran bela
negara yang disingkat “Modul PKBN”, yang terdiri dari 12 judul pokok bahasan yaitu :
1. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
2. Empat Konsensus Dasar Negara
3. Tataran Dasar Bela Negara
4. Wawasan Kebangsaan
5. Wawasan Nusantara
6. Kearifan Lokal
7. Ketahanan Nasional
8. Kepemimpinan
9. Sistem Pertahanan Semesta
10. Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
11. Pencegahan Korupsi
12. Pengetahuan Cyber
Keduabelas judul pokok bahasan tersebut disusun dalam rancangan pembela-
jaran atau kurikulum, yang mendasarkan pada upaya pencapaian tujuan program PKBN
tersebut diatas. Secara garis besar di-ilustrasikan pada gambar 1 - Payung, berikut ini :

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN

iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca

Kaitan pengembangan kurikulum program PKBN dengan ilustrasi payung tersebut


dimuka, dalam penyusunan Paket Modul PKBN yang dirancang untuk mencapai tujuan
program PKBN, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “kanopi” dalam “melindungi” bangsa


dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman,
disusun 2 (dua) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 1, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, dimana


penekanan konten pada ranah “menyadarkan” warga negara agar terdo-
rong untuk melakukan upaya bela negara, karena sejarah merupakan :
1) Sumber pelajaran sikap dan perilaku yang telah berhasil dilakukan oleh
para pendahulu bangsa, dalam upayanya mempertahankan
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
2) Sumber kesadaran waktu, yang menyadarkan seluruh WNI bahwa
peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah merupakan sesuatu
yang terus bergerak dari masa silam, bermuara ke masa kini, dan
berlanjut ke masa depan. Hal ini menyadarkan warga negara bahwa
sikap dan perilaku pada masa kini akan berimplikasi kepada kehidupan
bangsa di masa depan, dan mendorong mereka untuk mengukir
sejarahnya dengan sebaik-baiknya.
3) Sumber inspirasi, artinya sikap dan perilaku para pendahulu bangsa
dalam kiprahnya mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta
memperjuangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara, merupakan
keteladanan yang meng-inspirasi warga negara generasi berikutnya.
4) Sumber yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme,
yang terbangun karena kesadaran adanya kesamaan sejarah di masa
lampau, dan adanya keinginan untuk membuat sejarah besar di masa
yang akan datang.
5) Sumber kesadaran jatidiri bangsa, merupakan identitas bangsa yang
harus dibentuk secara berkesinambungan oleh WNI dari masa ke masa,
agar dihormati dan dihargai negara lain di kancah internasional.

v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.

2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man

vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara

3. Pokok bahasan yang berfungsi sebagai “pegangan/fondasi” dalam melindungi


bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan
jaman, disusun 4 (empat) modul yang dirancang sebagai berikut:
a. Modul Wajib 4, Sistem Pertahanan Semesta, berisi tentang konsep-
konsep dan operasionalisasi pertahanan negara, dalam suatu sistem yang
bersifat kesemestaan yang melibatkan seluruh sumber daya nasional, baik
warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sarana-
prasarana, dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibrida di
semua bidang. Pemahaman sistem pertahanan semesta diperlukan untuk
“membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara
b. Modul Pilihan 4.1, Pencegahan Penanggulangan Terorisme, berisi tentang
konsep-konsep dan operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan
terorisme yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk
sikap dan perilaku nyata” membela negara menghadapi ancaman terorisme.
c. Modul Pilihan 4.2, Pencegahan Korupsi, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan korupsi yang
berpotensi merusak moral kehidupan bangsa dan negara. Pemahaman materi ini
diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” dalam
membela negara dalam upaya pemberantasan korupsi.
d. Modul Pilihan 4.3, Pengetahuan Cyber, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi ancaman di ranah kejahatan cyber (antara lain: pembobolan
situs, pencurian data, penyebaran virus/program jahat) yang berpotensi
membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman
pengetahuan cyber diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan
perilaku nyata” membela negara terhadap ancaman kejahatan cyber.
Rancang bangun hubungan antar modul rangkaian Modul PKBN, seperti terlihat
pada gambar 2 - “desain instruksional” berikut ini:

vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN

SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB

SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)

SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN

SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.

Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.

Rancangan setiap Modul PKBN, merupakan “Paket Pembelajaran” yang disusun


ke dalam 7 (tujuh) kategori sebagai berikut :

A. MATERI / BAHAN AJAR


B. KELOMPOK PESERTA PKBN
C. STANDAR KOMPETENSI PER KELOMPOK PESERTA
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR PER KELOMPOK PESERTA
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2019


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

ix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………. i


PENGANTAR MODUL PKBN ……………………………………………………………… i iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….. ix x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………...……………………………….. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………. xii

A. MATERI / BAHAN AJAR ……………………………………………………………… 1


Bagian I : PEMAHAMAN KEARIFAN LOKAL ………………………………………... 1 1
1. Pengertian Kearifan Lokal ………………………………………… 1 1
2. Dimensi Kearifan Lokal ….………………….……………….. 2 2
3. Ciri-Ciri Kearifan Lokal ………………………………………… 4 4
4. Fungsi Kearifan Lokal ………………………………………… 5 5
5. Wujud Kearifan Lokal …………………………………………. 5 6

Bagian II : KEARIFAN LOKAL DALAM KETAHANAN NASIONAL ……..…………. 7 7


1. Ketahanan Nasional …………………………………………….…….. 7 7
2. Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional ………….. 8 8

Bagian III : KEARIFAN LOKAL DALAM KEWASPADAAN NASIONAL ……………. 1717


1. Kewaspadaan Nasional ..................................................................... 1717
2. Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Kewaspadaan Nasional …,…. 1818

Bagian IV : PERANAN KEARIFAN LOKAL DALAM


KEHIDUPAN BERMASYARAKAT ……….…………………………..……. 2727
1. Masyarakat Indonesia ……….………………………..…..…………. 2827
2. Lingkup Pendidikan ………………….…………………..……………. 2728
a. Jalur Pendidikan Informal …….……………………………... 2929
b. Jalur Pendidikan Formal …………………………………………… 3030
c. Jalur Pendidikan Nonformal ………………………………………. 3232
3. Lingkup Masyarakat ……………………………………………………. 3333
4. Lingkup Pekerjaan …………………………………………………….. 3434

Bagian V : REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM


GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ………………………….. 3737

x
B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……………………………………………………… 43

C. STANDAR KOMPETENSI …………………………………………………………. 45


1. Pengertian …………………………………………………………. 45
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat ………………………… 48
3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup ……………………………….. 49

D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN …………………………………………. 51


1. Pengertian ……………………………………………………………………. 51
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat …………….. 59
3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup ………………….. 60

E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN ……………………………………………… 62


1. Pengertian ……………………………………………………………………….. 62
2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat ………………. 63
3. Matriks Sarana/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup …………………… 64

F. METODE EVALUASI ……………………………………………………………….. 65


1. Pengertian ………………………………………………………………………… 65
2. Garis Besar Metode Evaluasi di setiap Tingkat …………………………….. 67
3. Matriks Metode Evaluasi di setiap Lingkup ………………………………….. 68

G. PENGUATAN (Reinforcement) PEMBELAJARAN ………………………………... 69

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 74

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN ………………………….…… iv


Gambat 2 : Desain Instruksional Modul PKBN ……………………………….………. viii
Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul Kearifan Lokal ………………..………… xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kelompok Lingkup Pendidikan ………………………………………… 43


Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C) …………. 45
Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A) …………………… 46
Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P) …………… 47
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Kearifan Lokal di setiap Tingkat ………..….. 48
Tabel 6 : Matriks Standar Kompetensi – Kearifan Lokal ………………….…… 49
Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Kearifan Lokal di setiap Tingkat ……….…. 59
Tabel 8 : Matriks Metode Pembelajaran – Kearifan Lokal ……………….. 60
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Kearifan Lokal ……………..…. 64
Tabel 10 : Metode Evaluasi – Kearifan Lokal di setiap Tingkat ……………….… 67
Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Kearifan Lokal ……………….……...…… 68

xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - MODUL KEARIFAN LOKAL

Contoh Gerakan antara lain:


1. Gerakan revitalisasi kearifan lokal
di bidang medis - obat herbal
2. Gerakan revitalisasi kearifan lokal
di berbagai daerah yang menga-
jarkan budaya malu korupsi dsj.
3. Gerakan revitalisasi kearifan lokal
mll penggalian & pelestarian
berbagai tradisi, pranata lokal dsj
4. Gerakan revitalisasi kearifan lokal
untuk menangkal provokasi, pro-
paganda radikalisme, hoaks dsj
5. Gerakan revitalitasi kearifan lokal
di bidang peradilan

Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul KEARIFAN LOKAL

xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR

Bagian I
PEMAHAMAN KEARIFAN LOKAL

1. Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal dalam bahasa asing disebut local wisdom yang artinya kebijaksanaan
setempat /daerah, atau local knowledge yang artinya pengetahuan setempat/ daerah,
atau local genius yang artinya kecerdasan setempat/daerah, merupakan sikap,
pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan
jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di
dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan lokal adalah
jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan situasional yang
bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.1

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas, yang dilakukan masyarakat lokal dalam
mengatasi berbagai masalah dalam upayanya memenuhi kebutuhan mereka yang
meliputi seluruh aspek kehidupan seperti antara lain: agama, ilmu pengetahuan,
ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian, dengan
cara memperhatikan sumber daya alam di lingkungannya.2

Kearifan lokal sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu
mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini, kearifan lokal merupakan perilaku positif
manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat
bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya
setempat, dapat berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, dan aturan khusus.

Kearifan lokal terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk
beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, lahir dan berkembang dari generasi ke

1
Saini Kosim (K.M), Kearifan Lokal di arus Global. Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005
2
Departemen Sosial, Memberdayakan kearifan lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. Artikel Edisi 20 November
2006. http://www.depsos.go.id

1
generasi, bertahan dan berkembang dengan sendirinya tanpa ada pendidikan dan
pelatihan, dan tanpa adanya ilmu dan teknologi yang mendasarinya. Tumbuh-
kembangnya kearifan lokal berangkat dari upaya menyelaraskan dengan kondisi
lingkungan fisik dan biologisnya, kemudian meyakini kebenarannya, melalui kebiasaaan
untuk mempraktikannya tradisi ini kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.
Generasi berikutnya terkondisikan menerima kebenaran tersebut dan mempercayainya
misalnya berkaitan dengan pantangan, nilai, standar perilaku dan sebagainya. Acapkali
generasi-generasi berikutnya tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan
tersebut.3

Kearifan lokal dimaknai sebagai budaya lokal yang berkembang di suatu daerah,
yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu.
Kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, mantra, petuah, semboyan, kitab-
kitab kuno, tarian, sistem pengobatan, makanan kesehatan, sistem mata pencaharian,
sistem kepercayaan dan perilaku manusia sehari-hari. Keberlangsungan kearifan lokal
akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-
nilai itu menjadi pegangan hidup kelompok masyarakat tertentu, yang biasanya akan
menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap perilaku mereka
sehari-hari, artinya telah terinternalisasi dan terejawantahkan dalam sikap dan perilaku.

2. Dimensi Kearifan Lokal


Menurut Jim Ife (2002) dalam Cecep Eka Permana,4 mengungkapkan bahwa
kearifan lokal meliputi enam dimensi, yaitu:
a. Dimensi Pengetahuan Lokal
Pengetahuan yang diperoleh ketika mereka mampu beradaptasi dan
menguasai alam disekitarnya. Hal ini terjadi karena masyarakat mendiami
suatu daerah dalam waktu yang cukup lama dan telah mengalami perubahan
sosial yang ber-variasi, yang mendorong mereka untuk belajar beradaptasi

3
Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana, (Wedatama Widya Sastra, 2010),
hal. 3
4
Ibid, hal. 4-6
Jim Ife, Community Development, Creating Community Alternatif Vision Analysis and Practice, (Australia:
Longmann, 2002)

2
dengan lingkungan-nya. Pengetahuan lokal antara lain meliputi pengetahuan
tentang perubahan dan siklus iklim kemarau-penghujan, jenis-jenis fauna dan
flora, kondisi geografi, demografi, dan sosiografi.
b. Dimensi Nilai Lokal
Nilai-nilai lokal merupakan nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan
alam, Nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh
anggotanya. Nilai-nilai tersebut memiliki dimensi waktu berupa nilai masa lalu,
masa kini, dan masa datang. Nilai-nilai tersebut akan mengalami perubahan
sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.
c. Dimensi Keterampilan Lokal
Keterampilan lokal bagi setiap masyarakat dipergunakan sebagai kemampuan
bertahan hidup (survival). Keterampilan lokal dari yang paling sederhana
seperti berburu, meramu makanan dan obat, bercocok tanam sampai
membuat industri rumah tangga. Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup
dan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya masing-masing atau disebut
dengan ekonomi subsistensi.
d. Dimensi Sumber Daya Lokal
Sumber daya lokal pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu sumber
daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan
menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan
mengeksploitasi secara besar-besaran atau dikomersialkan. Sumber daya
lokal ini sudah dibagi peruntukkannya seperti hutan, kebuh, sumber air, lahan
pertanian, dan pemukiman. Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya
bersifat kolektif.
e. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal
Pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pemerintahan lokal sendiri atau
disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang
memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing-
masing mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda.
Ada masyarakat yang melakukan secara demokratis atau duduk sama rendah

3
berdiri sama tinggi. Ada juga masyarakat yang melakukan secara hierarkis,
bertingkat atau berjenjang.
f. Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal
Suatu masyarakat umumnya dipersatukan oleh ikatan komunal untuk
membentuk solidaritas lokal. Setiap masyarakat mempunyai media-media
untuk mengikat warganya, seperti misalnya dilakukan melalui ritual
keagamaan atau berbagai upacara adat. Masing-masing anggota masyarakat
saling memberi dan menerima sesuai dengan bidang dan fungsinya masing-
masing seperti dalam solidaritas mengolah tanaman padai dan kerjabakti
gotong-royong.

3. Ciri-Ciri Kearifan Lokal


Dalam ilmu antropologi, seperti yang dikemukakan oleh Haryati Soebadio dalam
Ayatrohaedi (1986), bahwa kearifan lokal yang dimaknai sebagai local genius adalah juga
merupakan cultural identity yaitu identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing
sesuai dengan watak dan kemampuannya sendiri.5 Sementara itu, Moendardjito
mengatakan bahwa unsur budaya daerah berpotensi sebagai local genius karena telah
teruji kemampuannya bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:6
a. Mampu bertahan terhadap budaya luar;
b. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;
c. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli;
d. Mempunyai kemampuan mengendalikan
e. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

Menurut I Ketut Gobyah kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau
ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci
firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal

5
Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), (Jakarta : Pustaka Jaya 1986), hal. 18-19
6
Ibid, hal. 40-41

4
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkandung di dalamnya sangat
universal.7

4. Fungsi Kearifan Lokal


Menurut Nyoman Sirtha dalam Irene Mariane (2014),8 mengungkapkan bahwa
bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma, etika, keperca-
yaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya
bermacam-macam dan hidup dalam budaya masyarakat, fungsinya menjadi bermacam-
macam, antara lain:9
a. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam; misalnya
keyakinan celako kumali dari suku Serawai Bengkulu, bermakna melestarikan
lingkungan melalui tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak;
b. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan
dengan upacara daur hidup, misal: konsep kanda pat rate (dari benih hingga
kematian), kearifan lokal Bali; konsep upacara mitoni, tedak siti dari Jawa;
c. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan;
d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan;
e. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat, upacara daur
pertanian di desa Using di Kemiren Jawa Timur;
f. Bermakna etika dan moral yang terwujud misalnya dalam upacara ngaben
Bali;
g. Bermakna politik, misalnya dalam upacara nangluk merana untuk memohon
keselamatan Bali agar dijauhkan dari hal-hal yang negatif, terutama sejumlah
bencana yang terjadi selama ini di Nusantara.

7I Ketut Gobyah, Berpijak Pada Kearifan Lokal, disari dan dikutip dalam: http://www.balipos.co.id
8 Irene Mariane, Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan Adat, PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 112-113
9 Ibid

5
5. Wujud Kearifan Lokal
Dalam masyarakat Indonesia, kearifan lokal dapat ditemui dalam berbagai wujud
diantaranya:10
a. Wujud nyata, tersurat atau kasat mata (tangible)
1) Tekstual, antara lain:
Sistem nilai atau kepercayaan, sistem produksi, ramuan pengobatan
herbal, tata cara/aturan, kitab tradisional primbon, kalender dan prasi
(budaya tulis di atas lembaran daun lontar), naskah cerita, dongeng,
gambar ilustrasi, ramuan makanan tradisional yang diwariskan turun-
temurun, teks nyanyian / tembang, peribahasa atau kata-kata bijak
2) Bangunan / Arsitektural, antara lain:
Bangunan-banguan tradisional yang merupakan cerminan dari bentuk
kearifan lokal a.l: leuit (lumbung), rumah rakyat Baduy, Nias, Bengkulu
3) Benda Cagar Budaya, Tradisional atau Karya Seni, antara lain:
Keris, candi, angklung, motif-motif batik, permainan, tarian dll.

b. Wujud tidak nyata, tersirat tidak kasat mata (intangible)


Sasanti (wejangan, nasehat, petuah), disampaikan secara verbal dan turun
termurun yang dapat berupa kata-kata yang diucapkan atau disampaikan
sambil bernyanyi/nembang/kidung.

10 Hubungan Kearifan Lokal dengan Kebudayaan, disari dan dikutip dari: http://tegarhady.blogspot.com/2015/04/hubungan-
kearifan-lokal-dengan 24.html, dan http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-kebudaayaan-definisi-para-ahli.html

6
Bagian II
KEARIFAN LOKAL DALAM KETAHANAN NASIONAL

1. Ketahanan Nasional
Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa, kearifan lokal merupakan sikap,
pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan
jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di
dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan lokal adalah
jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan situasional yang
bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.11

Kearifan lokal merupakan jatidiri bangsa. Hampir setiap daerah di Indonesia


memiliki kearifan lokal yang merupakan pencerminan sikap, perilaku, dan tata nilai
komunitas pendukungnya. Kearifan lokal itu dapat digali dari berbagai sumber yang
hidup di masyarakat, yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi leluhurnya
dalam berbagai bentuk seperti pepatah, tembang atau nyanyian, kata bijak dan berbagai
bentuk lainnya. Kearifan lokal itu sarat nilai yang dapat diimplementasikan dalam
kehidupan masa kini yang dapat memperkuat kepribadian dan karakter masyarakat, serta
sekaligus sebagai penyaring pengaruh budaya dari luar.12

Sedangkan hakikat ketahanan nasional adalah ketangguhan dan keuletan bangsa


yang terdiri dari beragam masyarakat lokal, yang mencerminkan kekuatan nasional untuk
dapat menghadapi berbagai bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, yang
datang dari dalam negeri maupun luar negeri, yang mengancam dan membahayakan
integritas, identitas atau jatidiri bangsa dan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Untuk itu ketahanan nasional haruslah berlangsung sejak dini, terus menerus, terpadu
dan sinergis.13

11 Saini Kosim (K.M), 2005. Op.cit


12 Mustakim, Bahasa sebagai Jati diri Bangsa, (Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan), disari dan dikutip dari: https://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/bahasa-sebagai-jati-diri-
bangsa-0
13 Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional, (Kementerian Pertahanan RI, 2017), diunduh dari:

https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional, hal.5

7
Oleh karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam masyarakat lokal yang
bersatu padu membangun bangsa Indonesia, maka keterpaduan dari ketahanan masing-
masing masyarakat lokal dalam menghadapi ancaman integritas, jatidiri bangsa serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang dicerminkan melalui kearifan lokal setiap
masyarakat lokal di seluruh Indonesia, sangatlah penting untuk dipertahankan dan
ditumbuh-kembangkan, demi kelangsungan hidup bangsa dan negara.

2. Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional

Dalam perspektif Ketahanan Nasional, pertahanan negara Indonesia tidak terlepas


dari pengaruh dinamika kondisi yang terkait dengan asta gatra (delapan unsur)
kehidupan nasional yaitu gatra: geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Konsep keseimbangan
dan saling keterkaitan antar satu gatra dengan gatra lainnya serta sistem pertahanan
negara yang bersifat kesemestaan, merefleksikan adanya keterhubungan yang kuat
antara kondisi Ketahanan Nasional dengan Pertahanan Negara secara menyeluruh. Oleh
karena itu, pembinaan dan pengkondisian ketahanan nasional dalam berbagai aspeknya,
akan menentukan pertahanan negara, baik di masa damai maupun di masa perang.
Setiap perubahan kondisi ketahanan nasional bangsa, dengan sendirinya akan
berpengaruh terhadap kualitas pertahanan negara dalam implementasinya.14

Kearifan lokal dalam ketahanan nasional akan dikupas berdasarkan asta-gatra


ketahanan nasional yang saling berhubungan 15 sebagai berikut:

a. Gatra Geografi, yang mencerminkan letak dan kedudukan geografi Indonesia


dalam menghadapi tantangan pembangunan berkelanjutan yang senantiasa
harus mempertimbangkan kearifan lokal yang berkenaan dengan antara lain:
kondisi iklim dimana kepulauan Indonesia terletak di daerah khatulistiwa,
kondisi lingkungan di wilayah pantai maupun daratan dan sebagainya.
Kearifan lokal yang perlu di pertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal
antara lain: Ajaran Pikukuh (ketentuan adat pokok) masyarakat Baduy di desa

14 Ibid
15 Ibid

8
Kaniekes, Kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak Propinsi Banten, yang
mengajarkan antara lain: “gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang
diruksak” artinya gunung tidak boleh dihancurkan, lembah/sumber air tidak
boleh dirusak. Ajaran pikukuh Baduy tentang mitigasi bencana tersebut
secara operasional dituangkan dalam praktik hidup sehari-hari sebagai
berikut:16
1) Mitigasi bencana kebakaran hutan dengan peduli terhadap gejala alam
dan kehati-hatian dalam bertindak. Waktu untuk membakar daun-daun,
ranting, dan dahan dari sisa-sisa tebangan pembukaan ladang (huma)
selalu mengacu pada ketentuan adat melalui perhitungan dan melihat
bintang (bintang kidang). Selain itu, teknis pembakaran juga dilakukan
secara ketat dan hati-hati, sehingga api tidak merambat ke luar huma.
2) Mitigasi bencana gempa dengan peduli terhadap struktur dan
konstruksi bangunan baik rumah, maupun lumbung dan bangunan
lainnya. Tiang-tiang bangunan Baduy yang berdiri di atas umpak batu
kali, serta bahan-bahan bangunan alami dan konstruksi yang tidak kaku
bertujuan menjaga fleksibilitas atau kelenturan bangunan ketika terjadi
guncangan gempa.
3) Mitigasi bencana banjir dengan peduli terhadap hutan dan air. Adanya
hutan larangan, hutan titipan, hutan dudungusan, dan hutan tua
(leuweung kolot) yang dianggap suci atau keramat dan tidak boleh
dieksploitasi, maka hutan dan air akan terjaga kelestariannya. Dengan
menjaga hutan dan air, berarti sekaligung berfungsi sebagai mitigasi
bencana erosi dan tanah longsor.

b. Gatra Sumber Kekayaan Alam, yang mencerminkan keadaan dan kekayaan


alam dalam menghadapi ancaman terhadap ketersediaan sumber kekayaan
alam yang menjadi modal dasar pembangunan berkelanjutan. Kearifan lokal
yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal a.l:17

16
Cecep Eka Permana, op.cit, hal. 140-141
17
5 Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!, disari dan dikutip dari :
https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-ini-bantu-kurangi-efek-global-
warming-c1c2

9
1) Sistem Sasi, larangan bagi masyarakat adat di Maluku terutama
Kabupaten Maluku Tengah, Kota Tual, Maluku Tenggara dan Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, untuk melakukan penangkapan ikan,
mengambil kerang-kerangan jenis lola, batulaga atau japing-japing,
secara berlebihan sehingga merusak lingkungan. Perintah larangan bagi
warga mengambil hasil kelautan atau pertanian sebelum waktu yang
ditentukan, namun pada saatnya masyarakat dapat melakukan panen
bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja
keras yang mereka lakukan.
2) Ilmu Tiga Hutan, bagi suku Sakai di Riau, hutan adalah harta yang harus
di rawat sebaik-baiknya. Suku Sakai membagi wilayah hutan mereka
menjadi tiga bagian, yaitu hutan adat, hutan larangan, dan hutan
perladangan. Di hutan adat penduduk hanya boleh mengambil rotan,
damar, dan madu lebah, tanpa menebang pohonnya. Sedangkan hutan
larangan sama sekali tidak boleh diusik. Sementara hutan perladangan
boleh ditebang untuk dijadikan ladang tapi tidak semua pohon boleh
ditebang, misalnya pohon sialang yang menjadi tempat lebah madu.
3) Ilmu Perladangan Gilir Balik, Suku Dayak Bantian di Kalimantan Timur
menanam padi, sayuran, rotan, dan buah-buahan di hutan. Mereka
menggunakan sistem perladangan gilir balik. Mereka membuka hutan
untuk dijadikan ladang selama 2 tahun, setelah itu mereka mencari
ladang baru dan membiarkan ladang lama menjadi hutan kembali.
Begitu seterusnya dan tidak semua hutan boleh dijadikan ladang.

c. Gatra Demografi, yang mencerminkan keadaan dan kemampuan warga


negara Indonesia dalam menghadapi tantangan terkait kualitas sumber daya
manusia yang mengelola dan melestarikan sumber daya alam yang ada.
Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal a.l.:

Budaya 'Sasi' di Maluku Jaga Potensi Perikanan, disari dan dikutip dari : https://republika.co.id/berita/ng1zfu/budaya-
sasi-di-maluku-jaga-potensi-perikanan

10
1) Awig-Awig, merupakan aturan adat yang harus ditaati oleh warga
masyarakat Lombok Barat dan Bali, yang menjadi pedoman untuk
bertindak dan bersikap terutama dalam berinteraksi dan mengolah
sumber daya alam dan lingkungan di daerah Lombok Barat dan Bali18
2) Falsafah hidup masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya dalam
membangun kualitas warga masyarakat, hingga saat ini tetap diyakini
dan dijalani karena falsafah hidup karuhunnya. Menjalani falsafah
karuhun, berarti menghormati para karuhun itu, sebagai berikut:19
a) Falsafah tentang kesabaran
“Baturmah ngedok nopeng ngigel rongeng monyet, tjomeng
aya hargana, keur sewu putu diponyok, diseungeseurikeun,
dihina, disapiakeun, ditarimakeun”
artinya untuk anak cucu warga Naga, walaupun diejek, ditertawai,
disepelekan dan dihina orang seperti monyet jelek, sebaiknya
diterima saja jangan marah.
b) Falsafah jangan serakah
“Ulah bogoh kuleudokna, ulah kabita kudatarna, makaya dina
luhur batu disairan kutanguh,moal luput akaran”. Legana ngan
saukuran talapak munding sok mun eling moal luput mahi”
artinya manusia tidak ada puasnya, karena itu harus sadar untuk
tidak serakah.
c) Falsafah kemasyarakatan
“Perlu kanu nagajuru, wajib kanu gearing, utama kanu hilang”,
artinya jika ada yang melahirkan, yang sakit dan terutama yang
meninggal harus ditengok
d) Falsafah tentang karakter
Tidak “ngawadul” artinya tidak berbohong, tidak “ngadu” artinya
tidak berjudi atau nyabung ayam, tidak “ngumadat” artinya tidak

18
Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, disari dan dikutip dari: http://awig-
awig.blogspot.com/2011/07/jenis-kearifan-lokal-yang-ada-di.html
19
Irene Mariane, hal. 128-129

11
kecanduan obat-obatan atau narkoba, tidak “ngawadon” artinya
tidak main perempuan.

Jika warga masyarakat melanggar adat Naga, mereka terkena


sanksi adat yaitu tidak diakui lagi sebagai keturunan se-Naga. Bagi
masyarakat kampung Naga sanksi tersebut dirasakan lebih berat
daripada sanksi yang bersifat fisik.

d. Gatra Ideologi, yang mencerminkan kondisi ideologi bangsa dalam


menghadapi ancaman ideologi yang bertentangan dengan Pancasila sebagai
pedoman bangsa Indonesia dalam menjaga kesatuan, persatuan, dan
keutuhan negara dimana bangsa Indonesia terdiri dari keanekaragaman yang
tinggi sehingga dapat berpotensi terjadinya perpecahan, perselisihan, dan
konflik internal. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-
kembangkan misal antara lain:20

Masyarakat Tenganan Pegringsingan Bali, menunjukkan kehidupan yang


mendasarkan pada pola-pola yang bersifat kolektif dan tradisional yang sangat
menjunjung tinggi dan memelihara prinsip persatuan, kesatuan, serta
kebersamaan karena semua itu merupakan bagian tanggung jawab terhadap
kelestarian dan kesucian desa. Aplikasi pola-pola kehidupan kolektif yang
menjunjung tinggi kebersamaan bagi masyarakat Tenganan Pegringsingan
dapat dilihat dalam kedudukan dan fungsi mereka terhadap desa adat, tradisi,
dan kebiasaan dalam pelestarian nilai-nilai sosial budaya, hubungan-
hubungan yang diberlakukan dan dikembangkan dalam kehidupan masya-
rakatnya, asosiasi dalam sistem pengolahan pertanian. Hal ini didasari oleh
beberapa faktor antara lain:

1) Sistem perkawinan yang bersifat endogamy, adalah suatu perkawinan


antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama.
2) Sistem pengelompokan yang tidak berbasis top-down atau atas-bawah;
3) Tidak adanya kasta;

20
Ibid, hal. 149-150

12
4) Sistem kepemimpinan “kekeluargaan” yang berlaku;
5) Sistem pemukiman berdasarkan aturan adat.
Kesemua sistem tersebut memberikan kontribusi yang cukup bagi keberadaan
dan terpeliharanya suatu kehidupan desa adat.

e. Gatra Politik, yang mencerminkan kondisi kehidupan politik bangsa yang


berlandaskan demokrasi politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam
menghadapi ancaman yang berkaitan dengan pengelolaan asset milik bangsa
Indonesia secara bersama-sama, saling mendukung satu sama lain dalam
pembangunan dan memberi rasa aman serta memperkokoh persatuan dan
kesatuan nasional. Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-
kembangkan antara lain: Tradisi Huyula masyarakat Gorontalo, merupakan
tradisi gotong-royong yang menjadi ciri khas kepribadian masyarakat
Gorontalo yang telah dibina secara turun-temurun. Huyula bagi masyarakat
Gorontalo merupakan suatu sistem tolong menolong antara anggota-anggota
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama yang
didasarkan pada solidaritas sosial melalui ikatan keluarga tetangga dan
kerabat.21 Huyula adalah pernyataan kebersamaan dalam membangun, atau
kebiasaan memusyawarahkan setiap kebijakan yang akan diambil yang
berhubungan dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak.22

e. Gatra Ekonomi, yang mencerminkan kondisi kehidupan perekonomian


bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila, dalam
menghadapi ancaman yang berkaitan dengan pemerataan distribusi
kebutuhan warga negara yang berperan langsung dalam kekuatan nasional
suatu negara misal meminimalkan tingkat kemiskinan. Kearifan lokal yang
perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain:23

21
Rasid Yunus, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris tengang
Huyula, (Deepublish, Grup Penerbit CV Budi Utama, 2014), hal. 45
22
F. Mohammad, dkk. Menggagas Masa Depan Gorontalo, (Yogyakarta: HPMIG Pres, 2005), hal.320
23
Peningkatan Kesejahteraan Berpijak pada Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari:
https://news.okezone.com/read/2009/08/07/95/245845/peningkatan-kesejahteraan-berpijak-pada-kearifan-
lokal

13
1) Tradisi perahu sande suku Mandar di Sulawesi Barat. Menurut
Christian Pelras (1996)24 keulungan pelaut orang Mandar tidak bertumpu
pada armada perang yang hebat atau benteng tebal dan besar, tetapi
pada tiga bentuk teknologi perikanan yang mereka kembangkan, yakni:
rumpon, menangkap ikan sambil menghanyut, dan perahu sande.
Teknologi perikanan yang telah dikembangkan secara turun-temurun ini
telah mampu menstimulasi peningkatan ekonomi masyarakat nelayan di
Mandar. Pelajaran itu menunjukkan bahwa kreativitas lokal yang berpijak
pada kearifan lokal telah membuat masyarakat sejahtera.
2) Sistem Subak di Bali, merupakan teknologi tradisional pemakaian air
secara efisien dalam pertanian. Metode Subak, lewat saluran pengairan
yang ada pembagian aliran berdasarkan luas areal sawah dan masa
pertumbuhan padi dilakukan dengan menggunakan alat bagi yang terdiri
dari batang pohon kelapa atau kayu tahan air lainnya. Kayu ini dibentuk
sedemikian rupa dengan cekukan atau pahatan dengan kedalaman
berbeda sehingga debit air yang mengalir di satu bagian berbeda dengan
debit air yang mengalir di bagian lainnya. Kayu pembagi air ini dapat
dipindah-pindah dan dipasang diselokan sesuai dengan keperluan, yang
pengaturannya ditentukan oleh Kelihan Yeh atau petugas pengatur
pembagian air.25

g. Gatra Sosial Budaya, yang mencerminkan kondisi kehidupan sosial budaya


bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, dalam
menghadapi ancaman berkaitan dengan merosotnya nilai moral dan
pandangan masyarakat terhadap rasa dan jiwa nasionalisme agar tidak
mudah terpengaruh dengan budaya luar terutama paham-paham tertentu
yang dapat menimbulkan perpecahan dan konflik internal, serta mendorong
rasa cinta terhadap produk dalam negeri. Kearifan lokal yang perlu
dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain: Beberapa

24
Christian Pelras, The Bugis, (Wiley-Blackwell, 1996)
25
Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, op cit.

14
peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya Papua yang
mencerminkan nilai-nilai moral yang menjadi perekat bangsa, antara lain:26
1) “Apuni inyamukut werek holok yugunat tosu”, artinya berbuatlah
sesuatu yang terbaik terhadap sesama. Maksudnya, seringkali ini
diucapkan oleh orangtua kepada anak-anaknya bahwa jika bertemu
dengan orang-orang miskin, orang-orang kumal, orang buta-tuli, orang
sakit, anak yatim piatu, kasihanilah semuanya. Berilah dan berpihaklah
kepada mereka, Jangan pandang kerugiannya, karena melakukan
perbuatan baik adalah perbuatan yang mendatangkan rezeki berlimpah
dan menjadi panjang umur.
2) “Hepuru nyruak legesonongen nekarek”, artinya pada saat makan
jangan menundukkan kepalamu. Maksudnya, jika makan bersama-
sama dengan orang lain, dirumah maupun di tempat pesta maka harus
melihat sesama yang ada disekeliling. Belum tentu orang yang berada
di sekitar kita mendapatkan bagian makanan yang sama dengan yang
kita makan. Jika menemui hal demikian lebih baik makananmu diberikan
kepada orang tersebut. Ini menunjukkan rasa kasih sayang yang sangat
tinggi.
3) “Eki tegoko legarekhak lilik halok hapukhogo welagecarek”, artinya
bagaikan ranting kayu yang hanyut di arus. Nasehat untuk orang Baliem
Wamena yang merantau. Maksudnya jikalau suatu saat nanti kalian
pergi merantau ke negeri orang, pertama-tama membawa diri di
lingkungan masyarakat dengan sopan agar disenangi banyak orang.
Bekerjalah dengan tekun agar dipandang sebagai orang yang tahu
bekerja, melalui keuletan kerja itulah hasilnya akan bisa dinikmati sendiri
dan juga dinikmati orang lain.

26
Joko Martono, Beberapa Peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, disari dan dikutip dari:
https://www.kompasiana.com/jk.martono/5af9f4ecab12ae1c9c6e3af2/beberapa-peribahasa-dari-lembah-
baliem-wamena?page=all.
Cerita Rakyat dan Ungkapan Peribahasa Daerah Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya, (Dinas
Kebudayaan Pemerintah Provinsi Papua, 2003)

15
Kehidupan warga di lembah Balem berpakaian sehari-hari sepert kita pada
umumnya, mereka tidak mengenakan koteka,

h. Gatra Pertahanan dan Keamanan, yang mencerminkan kondisi daya tangkal


bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat untuk senantiasa
memelihara dinamika stabilitas pertahanan keamanan negara, mengamankan
pembangunan dan hasil-hasilnya, dalam menghadapi berbagai ancaman baik
yang bersumber dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri. Kearifan
lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan misal antara lain:
1) Hompongan dari masyarakat Rimba-Jambi. Hompongan merupakan hutan
belukar yang melindungi kawasan inti pemukiman orang rimba di kawasan
taman nasional bukit dua belas Jambi, yang sengaja dijaga keberadaannya
yang berfungsi sebagai benteng pertahanan dari gangguan pihak luar.
2) Pelaksanaan Siskamling di kampung Kotagajah Timur, Lampung. Kepala
kampung berperan sebagai koordinator, fasilitator dan motivator. Selain itu
kepala kampung dalam perencanaan dengan membuat pertemuan untuk
membahas teknis serta jadwal siskamling.27

Ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dapat


menjamin kelangsungan hidupnya, menuju kejayaan bangsa dan negara. Hakikat
ketahanan nasional adalah ketangguhan dan keuletan bangsa yang mengandung
kemampuan yang memperlihatkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu,
sebagai warga negara Indonesia haruslah memiliki ketahanan nasional, agar bisa
menghadapi tantangan sekaligus melawan ancaman dari negara lain. Bukan hanya
dalam aspek keamanan, tetapi juga aspek mempertahankan wilayah beserta seluruh
sumber kekayaan alam yang ada di dalamnya, juga mempertahankan aspek politik,
ideologi, ekonomi dan sosial-budaya.28

27
Atika Dwi Lestari dkk, Peranan Kepala Kampung Dalam Pelaksanaan Siskampling, disari dan dikutip dari:
https://media.neliti.com/media/publications/250847-peranan-kepala-kampung-dalam-pelaksanaan-
d488e122.pdf
28
Indonesia Butuh Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, disari dan dikutip dari:
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/180686/indonesia-butuh-wawasan-nusantara-dan-ketahanan-
nasional

16
Bagian III
KEARIFAN LOKAL DALAM KEWASPADAAN NASIONAL

1. Kewaspadaan Nasional
Kewaspadaan adalah manifestasi aktual dari kemampuan intelektual manusia
dengan sadar untuk menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi, dan
mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Dengan demikian kewas-
padaan nasional adalah sikap mental suatu bangsa untuk selalu siap menghadapi segala
bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) yang timbul setiap saat.29

Kewaspadaan nasional juga dimaknai sebagai suatu sikap dalam hubungannya


dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta
perhatian seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dari suatu potensi ancaman.

Kewaspadaan nasional dapat juga merupakan suatu kualitas kesiapan dan


kesiagaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi
sejak dini, dan melakukan aksi pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman
terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayan NKRI serta keselamatan segenap bangsa
Indonesia.30

Kearifan lokal merupakan sikap, pandangan, dan kemampuan masyarakat lokal di


dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada
komunitas tersebut daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas itu
berada. Kemampuan yang melekat pada masyarakat lokal yang telah dibangun secara
turun-temurun ini dapat menjadi kekuatan daya tangkal bangsa terhadap terpaan
beragam ancaman dari dinamika perubahan zaman.

Berbagai ancaman yang diprediksi dapat menerpa kedaulatan, dan keutuhan


wilayah NKRI, serta keselamatan segenap bangsa, dapat berupa ancaman militer atau
ancaman belum nyata dan ancaman non militer atau ancaman nyata. Ancaman militer

29
Prof. Dr. Kaelan, MS, op.cit
30
Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, op.cit, hal. 169

17
yang datang dari luar negeri seperti invasi/agresi kampanye militer negara asing, serta
pelanggaran kedaulatan wilayah udara, laut dan darat dari negara lain, berdasarkan
perkiraan saat ini kemungkinannya kecil. Oleh karena itu, perkiraan ancaman yang lebih
memungkinkan, yang patut diwaspadai dan harus segera ditangani adalah ancaman
nonmiliter.

Ancaman nonmiliter adalah usaha atau kegiatan tanpa bersenjata yang dinilai
mempunyai kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam bangsa dan
negara. Ancaman nonmiliter tidak secara langsung mengancam kedaulatan, keutuhan
dan keselamatan bangsa, namun pada skala tertentu dapat bereskalasi atau
berkembang luas sehingga mengganggu stabilitas nasional, yang pada akhirnya
mengancam eksistensi negara.31

2. Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Kewaspadaan Nasional


Kearifan lokal selain sebagai jatidiri bangsa Indonesia, yang juga dapat berfungsi
sebagai daya tangkal bangsa dalam menghadapi terpaan berbagai ancaman dan
tantangan jika diberdayakan secara optimal.

Seperti yang telah dipaparkan di muka, Ancaman yang perlu diwaspadai pada masa
kini dan masa yang akan datang adalah ancaman nonmiliter, sedangkan ancaman militer
kemungkinan terjadinya kecil. Oleh karena itu fokus utama pada saat ini diprioritaskan
pada bagaimana kearifan lokal dapat dimanfaatkan untuk mewaspadai ancaman
nonmiliter. Ancaman nonmiliter antara lain dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi,
social budaya, teknologi, keselamatan umum.32
a. Ancaman berdimensi Ideologi
Ancaman nonmiliter berdimensi ideologi adalah ancaman yang ditimbulkan
akibat berkembangnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam
kehidupan bermasyarakat ancaman ideologi yang harus diwaspadai antara lain:
ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti ideologi transnasional yang

31
Strategi Pertahanan Negara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2014)
32
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Strategis
Pertahanan Nirmiliter, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2017)

18
dalam gerakannya kerapkali melakukan kegiatan yang bersifat anarkis, dikenal
dengan kelompok radikal terorisme.33
Pada dasarnya ancaman ini bertujuan ingin memaksakan ideologi
transnasional menjadi ideologi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini bertentangan
dengan ideologi Pancasila yang merupakan pandangan hidup seluruh masyarakat
lokal di bumi Indonesia, yang telah merekat sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, kearifan lokal perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan sebagai daya
dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, di antaranya sebagai
contoh: Tri Hita Karana dari masyarakat Bali, adalah filsafat hidup multi dimensi
masyarakat Bali yang masih relevan sampai zaman sekarang yang sudah moderen.
Tri Hita Karana bermakna 3 hal, yaitu: hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. 34
Konsep yang ada dalam kebudayaan Hindu-Bali yang berintikan
keharmonisan hubungan antara Manusia-Tuhan, manusia-manusia, dan manusia-
alam ini, merupakan tiga penyebab kesejahteraan antara manusia dengan
lingkungan.35 Hal ini mencerminkan falsafah hidup berdampingan secara harmonis
dengan semua ragam masyarakat lokal di seluruh Indonesia.

b. Ancaman berdimensi Politik


Beberapa bukti sejarah menunjukkan bahwa ancaman berdimensi politik
dapat menumbangkan suatu rezim pemerintahan dan bahkan dapat
menghancurkan suatu bangsa dan negara. Oleh karena itu di beberapa kondisi,
politik dikatakan merupakan instrumen utama menggerakan perang. Dalam
kehidupan bermasyarakat ancaman berdimensi politik yang perlu diwaspadai
misalnya antara lain: disintegrasi bangsa yang dipicu oleh konflik horizontal atau
konflik antar individu atau masyarakat lokal yang memiliki kedudukan yang sama
atau setara, yang dapat melemahkan kekuatan pertahanan bangsa Indonesia dan

33
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.30
34
I Wayan Budiartawan. Tri Hita Karana filsafat hidup masyarat Bali https://www.nusabali.com/berita/33077/tri-
hita-karana-filsafat-hidup-masyarakat-bali
35
Yusuf Asry. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, Melalui Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural
Antara Pemuka Agama Pusat dan daerah di Provinsi Maluku Utara, Papua, Maluku (Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama, 2010)

19
NKRI.36 Oleh sebab itu, perlu mempertahankan dan menumbuh-kembangkan
kearifan lokal sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut,
di antaranya sebagai contoh:
1) Kegiatan Saman masyarakat Pandeglang, berfungsi sebagai kesenian,
tarekat; jalan zikir dan ketenangan hati, serta simbol-simbol yang
mempunyai kekuatan magis. Melalui kegiatan Saman masyarakat
Pandeglang dapat menciptakan keharmonisan, kerukunan yang bersifat
gotong royong dalam membangun kebersamaan sosial dan keagamaan
di antara warganya, terutama bagi warga kelompok Saman, yang
mengarah pada kehidupan bersama.37 Kegiatan ini mem-budayakan
warganya untuk hidup rukun bersama dengan masyarakat lainnya dalam
kesatuan bangsa Indonesia.
2) Pela Gandong (saudara yang dikasihi) dari masyarakat lokal Ambon
(Maluku).
Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua
atau lebih negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain. Pela
adalah suatu ikatan persatuan sedangkan gandong mempunyai arti
saudara. Jadi pela gandong merupakan suatu ikatan persatuan dengan
saling mengangkat saudara. Pela gandong sendiri sudah lama ada di
Maluku, dan biasanya pela gandong itu terdiri dari dua negeri yang
berlainan Agama (Islam dan Kristen). Hal itu tercipta dengan sendirinya
karena suatu hal. Seperti halnya negeri Kailolo dan Tihulale yang berada
di Kabupaten Maluku Tengah yang pada tanggal 2 Oktober 2009
dihadapan Gubernur Maluku saling mengangkat pela sebagai ikat
saudara, konon ceritanya pada zaman pemerintahan kolonial Belanda
sudah terciptanya hubungan yang saling menguntungkan antara kedua
negeri tersebut yang mana pada tahun 1921 M ketika ada lomba perahu
belang yang diadakan oleh pemerintah Belanda di daerah Maluku

36
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.30-32
37
Neneng Habibah. Fungsi Saman Pada Masyarakat Pandeglang : Studi Kasus di Desa Giri Jaya Kecamatan Saketi
dan Desa Batu Ranjang Kecamatan Cipeucang Kabupaten Pandeglang, (Jurnal PENAMAS, Vol. XXI, No.1, Th
2008), hal. 88.

20
Tengah kedua negeri tersebut berada dalam satu tim. Dalam satu tim itu
kedua negeri berhasil memenangkan perlombaan sehingga timbulah
suatu hubungan antara kedua negeri itu dengan akrab, dalam keakraban
itu diperlihatkan pada saat negeri Kailolo sedang melakukan
pembangunan Mesjid Nan Datu setahun kemudian, kemudian negeri
Kailolo mengundang negeri Tihulale dan negeri Tihulale datang tanpa
tangan kosong. Mereka membawa sejumlah kayu dan papan yang akan
dipergunakan dalam pembangunan Mesjid. Sebaliknya beberapa tahun
kemudian negeri Tihulale melakukan pembangunan Gereja Beth Eden,
warga negeri Kailolo pun menyumbang banyak keramik. Kejadian barter
ini terjadi pada sekitar tahun 1922 dan baru pada tahun2009 kira-kira
mencapai 87 tahun kedua negeri ini baru melakukan ikrar sebagai ikatan
orang basudara.38

c. Ancaman berdimensi Ekonomi


Oleh karena Ekonomi merupakan salah satu penentu posisi tawar setiap
negara dalam hubungan dan pergaulan internasional, maka ekonomi sangat
menentukan dalam pertahanan negara. Ancaman berdimensi ekonomi dalam
kehidupan bermasyarakat yang patut diwaspadai misalnya antara lain: penebangan
kayu illegal.39 Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan
sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, misal
sebagai contoh: Brubuh kearifan lokal masyarakat Jawa yang relevan dengan
konsep pembangunan berkelanjutan untuk mewaspadai ancaman yang berdimensi
ekonomi.
Brubuh adalah sistem penebangan kayu tradisional yang didasarkan atas
perhitungan yang menggunakan sistem kalender pertanian Jawa yang sering kita
kenal dengan istilah Pranata Mangsa. Di dalam konsep Brubuh, penebangan kayu
tradisonal tidak dilakukan sembarang waktu, akan tetapi dilakukan pada musim-
musim tertentu. Pranata mangsa memiliki 12 musim (mangsa). Musim yang paling

38
Pengertian Pela dan Gandong sebagai Budaya Maluku, disari dan dikutip dari:
http://pelagandong.blogspot.com/2013/05/pengertian-pela-dan-gandong-sebagai.html
39
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.32-34

21
baik untuk melakukan Brubuh adalah mangsa tuwa (musim tua), yaitu mangsa
Kasanga, Kasadasa, dan Dhesta. “Musim ini datang antara bulan Maret sampai
Pertengahan Mei,” kata Peneliti Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Surono, M.A.
ditemui di kampus UGM. Sistem Brubuh dinilai mampu menjaga kelestarian alam
dan lingkungan yang saat ini semakin terancam keberlanjutannya. Kayu dari hasil
tebangan dengan sistem Brubuh dinilainya lebih awet dan mampu membuat
manusia untuk tidak setiap saat menebang kayu untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Dari hasil penelitian Surono, Brubuh masih diterapkan di desa-desa di
sekitar kecamatan Bayat Klaten dan Dusun Bragasan, Trihanggo, Sleman.40

d. Ancaman berdimensi Sosial Budaya


Sebagian peperangan yang terjadi akhir-akhir ini, yang mendorong
mengalirnya pengungsi dunia ke berbagai negara diakibatkan oleh sentimen-
sentimen budaya, agama dan etnis, yang merupakan salah satu ancaman
nonmiliter berdimensi social-budaya yang berdampak pada kehidupan
bermasyarakat. Selain itu, ancaman berdimensi sosial budaya antara lain berupa
isu-isu: konflik komunal, horizontal (SARA); bangkitnya semangat primordial
sempit/menguatnya ego kedaerahan; konflik social warga dan friksi lintas batas
negara; pengangguran; kebodohan; penyalahgunaan narkoba; kekerasan/anarkis
(unjuk rasa anarkis, pengrusakan oleh massa); pergaulan bebas, gerakan LGBT
dan penyakit social lainnya; dan penetrasi budaya asing.41 Kearifan lokal yang perlu
dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan sebagai daya dukung kekuatan untuk
menghadapi ancaman tersebut, di antaranya sebagai contoh:
1) Tradisi Tabot, merupakan salah satu upacara tradisional di Kota
Bengkulu yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10
Muharam setiap tahun untuk memperingati gugurnya Hasan dan Husein
cucu Nabi Muhammad Saw oleh keluarga Yazid dari kaum Syiah, dalam
perang di Karbala pada 61 Hijriah. Pada perayaan Tabot seperti
perayaan Sekaten di Yogyakarta, dilaksanakan berbagai pameran serta

40
Brubuh, Kearifan Masyarakat Jawa pada Lingkungan, disari dan dikutip dari : https://ugm.ac.id/id/berita/9697-
brubuh-kearifan-masyarakat-jawa-pada-lingkungan
41
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.35-37

22
lomba ikan-ikan, telong-telong (merupakan lampion dari kertas minyak
yang dirangkai menyerupai berbagai macam bentuk seperti Ikan, Kuda,
Udang, Singa, Monyet dll) serta kesenian lainnya yang diikuti oleh
kelompok-kelompok kesenian yang ada di Propinsi Bengkulu sehingga
menjadi ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender wisata
tahunan. Tabot sebagai local genius berperan sebagai perimbangan
(counterbalance) terhadap pengaruh desakan dari luar yang begitu
gencar. Local genius di sini dapat diartikan sebagai kecerdasan orang-
orang setempat untuk memanipulasi pengaruh kebudayaan luar dan
budaya yang telah ada menjadi wujud baru yang lebih indah, untuk
mempertahankan jatidiri masyarakat yang berujung pada jatidiri bangsa
Indonesia.42
2) Falsafah “Jou Se Ngofa Ngare” dari masyarakat adat Moloku Kie
Raha,Ternate yang disimbolkan dalam “Goheba depolo romdidi” (dua
kepala burung garuda), dan satu hati mengandung arti bahwa
masyarakat Ternate sangat menghargai keanekaragaman kultural.
Simbol ini juga melambangkan bahwa penguasa dan rakyat memiliki
kesamaan derajat dan kesamaan tujuan demi tercapainya kesejahteraan
bersama.
Kie Se Gam magogugu ma titi rara (enam sila dasar):
a) Adat se Atorang, merupakan hukum dasar yang dipatuhi dan
disusun menurut kebiasaan yang dapat diterima masyarakat.
b) Istiadat se kasabang, Lembaga adat dan kekuasaannya menurut
ketentuan.
c) Galib se Lakudi, kebiasaan lama yang menjadi pegangan suku
bangsa diatur menurut sendi ketentuan.
d) Ngale se Dulu, bentuk budaya masing-masing suku bangsa dapat
digunakan secara bersama sesuai dengan keinginan.

42
Harapandi Dahri, Tabot dan Konstribusinya Dalam Pengembangan Kerukunan Umat Beragama, (Penamas,
Agama dan Multikultur. Vol. XXI No. 1 – Th. 2008), hal. 51

23
e) Sere se Diniru, tata kehidupan seni budaya dan kebiasaan yang
timbul dalam pergaulan masyarakat yang diterima secara bersama.
f) Cing se Cingare, pasangan wanita pria merupakan kesatuan yang
utuh dengan hak dan kewajiban masing-masing dijaga
kelestariannya.

Keenam sila dasar ini menjadi ikatan yang menyatukan sistem


kekerabatan dalam pergaulan masyarakat adat Moloku Kie Raha,Ternate.
Kalau terjadi sengketa atau perselisihan dalam masyarakat maka sandaran
penyelesaiannya dikembalikan kepada hukum dasar tersebut.43

e. Ancaman berdimensi Keselamatan Umum


Ancaman berdimensi keselamatan umum dapat terjadi akibat meningkatnya
kerentanan masyarakat global terhadap munculnya berbagai wabah dari jenis
penyakit baru, dan pandemik yang diakibatkan oleh dampak perubahan iklim serta
meningkatnya mobilitas barang, jasa, manusia, dan hewan lintas negara serta
praktek-praktek yang tidak alamian dan ramah lingkup. Ancaman berdimensi
keselamatan umum dapat berupa : bencana alam (tsunami, gempa bumi, tanah
longsor, erupsi gunung berapi, banjir, kebakaran hutan, putting beliung, kekeringan
dan sejenisnya).44 Kearifan lokal yang perlu dipertahankan dan ditumbuh-
kembangkan sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut,
di antaranya sebagai contoh:
1) Omo Hada, mitigasi bencana masyarakat Nias.
Omo Hada adalah konstruksi yang lahir dari kepiawaian masyarakat adat
Nias. Ujian terbaru terhadap Omo Hada adalah pada gempa bumi. Gempa
meluluh lantahkan hampir seluruh bangunan di Pulau Nias, namun Omo
Hada yang dibuat dari kayu tanpa paku masih tegap berdiri. Dengan usia
mencapai 300 tahun, Omo Hada masih tegap berdiri. Konstruksinya cukup
sederhana dan didesain ramah lingkungan. Sistem pondasi Omo Hada dibuat
berdasarkan tinjauan kelenturan secara umpak, yakni batu-batu disusun rapi

43
Yusuf Asry, 2010, op.cit.
44
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.39-40

24
dan tidak ditanam di tanah. Susunan bebatuan inilah yang menjadi tumpuan
bagi tiang-tiang kayu. Ketika gempa dahsyat terjadi, tiang tersebut tidak
mudah patah karena tiang tersebut mengikuti gaya horizontal gempa.
Kuncinya terdapat pada kelenturan atau fleksibilitas struktur atas dan bawah,
sehingga bangunan mengikuti arah getaran gempa. Agar pengaruh gempa
bisa diredam, dibuat tiang menyilang (diwa) yang berfungsi sebagai
penyangga rumah dan penguat. Omo Hada sangat cocok dibangun di sekitar
gunung api karena fungsi diwa juga dimaksudkan untuk memperkuat terpaan
angin di dataran tinggi yang memiliki angin kencang. Diwa tidak ditancapkan
di tanah, tetapi ditempatkan di atas batu keras.Omo Hada menjadi fenomena
menarik karena tetap tegar berdiri di tengah permukiman walaupun ribuan
rumah penduduk yang berusia jauh lebih muda dan terbuat dari tembok
hancur. Selain membuat struktur bangunan kokoh dan kuat, di luar Omo
Hada juga dibuat semacam tempat evakuasi bila bangunan itu roboh digoyang
gempa. Karena itu, mereka membuat susunan batu-batu yang cukup luas di
pelataran rumah. Rumah tradisional Nias, dari tiang (enomo) dan balok
menyilang (ndriwa) yang saling mengait. Balok-balok itu tidak ditancapkan di
dalam tanah, tetapi ditumpukan di atas batu besar, sehingga bersifat dinamis
menghadapi gaya geser. Semua sambungan kayu menggunakan teknik
pasak, alias tanpa paku, sehingga membuat balok-balok kayu dinamis dan
tidak patah ketika terjadi gempa. Bebe-rapa kali terjadi gempa di Nias, rumah-
rumah adat di Nias masih tetap berdiri. 45
2) Mitigasi Gempa Bumi Masyarakat Mentawai
Masyarakat Mentawai adalah kelompok individu yang tinggal di pulau-
pulau kecil di bagian barat Provinsi Sumatera Barat. Wilayah Mentawai
tercatat kerap dilanda gempa bumi dengan skala tinggi. Oleh karena kerap
dilanda gempa bumi, masyarakat Mentawai memiliki mitigasi yang berbasis
kearifan lokal tersendiri. Mereka memiliki lagu berjudul Teteu Amusiast Loga
(gempa akan datang tupai sudah menjerit). Lagu tersebut kerap dinyanyikan

45
Trinirmalaningrum, Rumah Ramah Bencana di Nias, disari dan dikutip dari:
http://perkumpulanskala.net/index.php/en/culture/164-rumah-ramah-bencana-di-nias

25
oleh anak-anak Mentawai saat bermain gasing dari batang bakau atau
manggis hutan juga saat bermain petak umpet. Namun, mereka yang
menyanyikannya ini tidak tahu bahwa ada makna lain di balik lagu ini. Kata
'Teteu' diartikan sebagai kakek atau juga bisa sebagai gempa bumi. Menurut
kepercayaan masyarakat Mentawai yang beraliran Arat Sabulungan, mereka
percaya pada roh-roh penguasa alam sejagat. Teteu adalah salah satu
penguasa bumi. Jika Teteu murka, maka ia akan menggoncangkan bumi.
Namun, sebelum gempa tersebut mengguncang, ada beberapa pertanda yang
disampaikan oleh hewan antara lain tupai akan gelisah, begitu juga dengan
ayam akan berkotek tanpa sebab. Lagu ini tak ubahnya seperti early warning
system yang bersifat kultural bagi masyarakat di Kepulauan Mentawai. 46

46
4 Mitigasi Gempa Bumi Berbasis Kearifan lokal di Indonesia, disari dan dikutip dari:
https://kumparan.com/kumparannews /4-mitigasi-gempa-bumi-berbasis-kearifan-lokal-di-indonesia

26
Bagian IV
PERANAN KEARIFAN LOKAL DALAM
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

1. Masyarakat Indonesia

Masyarakat Indonesia dapat digolongkan sebagai masyarakat majemuk.


Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai ragam suku,
kelompok atau golongan yang memiliki kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian
berbeda pula dalam agama, bahasa dan adat istiadat.47 Atau dengan kata lain,
masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi-bagi dalam subsistem-
subsistem yang masing-masing terikat ke dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial,
yaitu sifat yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, yang dalam bahasan
modul ini disebut dengan kearifan lokal.

Kearifan lokal merupakan formula dan keseluruhan bentuk pengetahuan,


keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun
perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Lebih lanjut menurut
Keraf (2005) dalam Muh Aris M (2013) mengatakan bahwa kearifan lokal juga
menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan
memahami bagaimana relasi di antara semua penghuni komunitas ekologi ini harus
dibangun.48

Kearifan lokal bersifat komunal tidak individual. Dalam komunitas ekologi,


masyarakat memahami keterkaitan dan saling tergantung dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari alam disekitarnya. Kearifan lokal juga merupakan refleksi moralitas
yang didasarkan pada prinsip tabu dan hanya dapat dipahami dalam kerangka
tradisional. Artinya kearifan tradisional merupakan pengetahuan tradisional yaitu
pengetahuan bagaimana hidup secara baik dengan semua isi alam. Hal ini juga
mencakup bagaimana memperlakukan setiap bagian dan kehidupan dalam alam

47
Lee Hock Guan, Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland Burma, (Journal of Social
Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009), pp. 32-46 (Review)
48
Muh. Aris Marfai, Pengantar Etika Lingkungan Dan Kearifan Lokal, (Gajah Mada University Press, 2013), hal.35

27
sedemikian rupa, serta mempertahankan kehidupan dengan segala relasinya di alam
semesta.49

Indonesia adalah negeri yang kaya “gemah ripah loh jinawi”. Kekayaan itu tidak
sebatas pada hasil alam saja, tetapi juga pada ragam suku, bahasa, agama,
kepercayaan, dan adat istiadat. Misal untuk kekayaan suku bangsa, Indonesia memiliki
ratusan nama suku bahkan ribuan jika dirinci hingga subsukunya. Kemajuan teknologi
dan kemudahan di bidang transportasi mendorong peningkatan mobilitas penduduk.
Imbas dari mobilitas penduduk diantaranya adalah mempercepat perubahan komposisi
suku di suatu wilayah. Hasil sensus penduduk 2010 yang dilakukan oleh BPS, dan
setelah dianalisis bekerjasama dengan Institute of Southeast Asian Studies pada tahun
2013 menghasilkan 633 kelompok suku besar.50 Hal ini juga menggambarkan kekayaan
kearifan lokal yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia. Kekayaan kearifan lokal ini
perlu diberdayakan agar dapat memiliki daya dukung dalam menghadapi berbagai
tantangan dan ancaman yang dihadapi di masa kini dan masa mendatang.

Kearifan lokal hanya akan abadi kalau kearifan lokal terimplementasikan dalam
kehidupan nyata sehari-hari sehingga merespon dan menjawab arus zaman yang telah
berubah. Kearifan lokal juga harus terimplementasikan dalam kebijakan negara,
misalnya dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang berasaskan gotong-royong dan
kekeluargaan sebagai salah satu wujud kearifan lokal kita.51 Pembahasan peranan
kearifan dalam kehidupan bermasyarakat akan dikupas ke dalam tiga kelompok lingkup
yaitu: lingkup pendidikan, lingkup masyarakat, dan lingkup pekerjaan.

2. Lingkup Pendidikan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan


Nasional, menyatakan bahwa “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal,
dan informal”.52 Seperti yang dikemukakan oleh tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara

49
Alexander Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup,(Penerbit Buku Kompas, 2010), hal: 366-370
50
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, disari dan dikutip dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html
51
Ulfah Fajarini, Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter, (Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2, Des 2014)
52
Undang-Undang Republik Indonesia no. 24 Tahun 2003, Pasal 13 s,d Pasal 32

28
tentang konsep sistem pendidikan “tri sentra” atau “tripusat pendidikan” yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat.53

a. Jalur pendidikan informal, atau jalur pendidikan keluarga, merupakan


lingkup pendidikan yang pertama dan utama bagi anak dalam memberikan
kontribusi bagi perkembangan mental maupun fisik dalam kehidupannya.
Pertimbangan pemerintah mencetuskan jalur pendidikan informal karena:
pendidikan dimulai dari keluarga; informal diundangkan juga karena untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional dimulai dari keluarga; homeschooling:
pendidikan formal tapi dilakukan secara informal; serta anak harus dididik dari
lahir. Kearifan lokal mulai diinternalisasikan sejak masih dalam kandungan,
sebagai contoh antara lain:
1) Upacara tradisional dari masyarakat Jawa, mulai dari: selamatan bagi
wanita hamil sampai melahirkan (kehamilan bulan kedua,
keempat/ngupati dan ketujuh/mitoni); ketika kelahiran diawali dengan
selamatan kelahiran, sepasaran, puputan ketika pusar telah puput, lalu
selapanan, kemudian sunatan/khitanan. Semua upacara dilakukan
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta Tuhan Yang Maha
Esa serta penyampain doa dan harapan agar anak selalu dalam
perlindunganNya serta memiliki watak atau karakter yang baik sebagai
bekal di kehidupan berikutnya.54
2) Upacara adat turun tanah, di masyarakat Aceh dikenal dengan istilah
“Putron Aneuk U Tanah”, di masyarakat Jawa “Tedhak Siten”, di
masyarakat Madura “Toron Tana”, dan masyarakat Sunda “Turun
Taneuh”. Upacara ini dilandasi oleh kepercayaan bahwa kehidupan
manusia dipengaruhi oleh 4 unsur yaitu bumi, api, angin dan air. Upacara
ini erat dengan keberadaan bumi atau tanah tempat manusia berpijak.
Perhatian utama upacara ini pada saat kaki anak menyentuh tanah yang
pertama kalinya, sebagai proses perjalanan kehidupan yang benar dan
sukses. Upacara ini sarat akan doa dan harapan kepada Tuhan agar

53
Soeratman Darsiti, Ki Hadjar Dewantara, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981/1982), hal. 7-8
54
Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Tradisional Masyarakat Jawa”, (Pustaka Sinar Harapan,1988)

29
anak tidak mengalami kesulitan dalam melangkahkan kakit, menempuh
hidup di kemudian hari, yang juga merupakan ungkapan rasa syukur
kepada Tuhan.55
3) Berbagai petuah atau wejangan yang disampaikan kepada anak-
anaknya sebagai bekal agar menjadi anak yang berkarakter baik dan
berguna ketika dewasa dan mulai membangun rumah tangganya sendiri.
Kearifan lokal yang terkadung dalam petuah dan wejangan, contoh
antara lain:
a) Peribahasa suku Jawa, Ajining diri dumunung aneng lathi,
ajining raga ana ing busana, artinya kehormatan seseorang
terletak pada lidahnya dan kehormatan fisiknya terletak pada
busana yang dikenakannya. Harga diri seseorang diantaranya
tergantung pada mulut, ucapan dan bahasanya. Nasehat agar anak
menjaga sopan santun dan jujur agar dihargai orang lain.56
b) Peribahasa suku Minang, Dimana bumi dipijak di Sinan langik
dijunjuang”, artinya dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Pepatah ini mengajarkan kita buat mematuhi dan menghormati adat
istiadat tempat tinggal kita. Nasehat orangtua ketika anaknya akan
merantau, agar anaknya menjaga sikap mereka untuk berbaur
dengan masyarakat tempat mereka tinggal karena kemampuan
bersosialisasi merupakan kunci sukses.57

b. Jalur pendidikan formal, atau jalur pendidikan sekolah, memegang peranan


penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada
pembentukan sikap dan perilaku anak. Pendidikan formal ditujukan untuk
memberikan bekal kemampuan peserta didik dalam mengembangkan
kehidupannya yang lebih menekankan pada pengembangan intelektual.
Tujuan dari pendidikan yang berbasis pada kearifan lokal sesuai dengan

55
Ibid
56
Susana Widyastuti, Peribahasa Budaya Lokal dan Penerapannya di Masa Kini, (Univeritas Negeri Yogyakarta,
2010) diunduh dari: https://eprints.uny.ac.id/531/
57
7 Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan, disari dan dikutip dari:
https://www/moneysmart.id/7-pepatah-suu-minang-yang-jadi-kunci-sukses-finansial-di-perantauan/

30
pernyataan yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.58

Sedangkan manfaat dari pendidikan berbasis kepada kearifan lokal antara


lain:59
1) Melahirkan generasi-generasi yang kompeten dan bermartabat;
2) Merefleksikan nilai-nilai budaya
3) Berperan serta dalam membentuk karakter bangsa
4) Ikut berkontribusi dalam terciptanya identitas bangsa
5) Ikut andil dalam melestarikan budaya bangsa.

Metoda pembelajaran yang berbasis pada kearifan lokal sangat bervariasi,


sebagai contoh antara lain melalui: 60
1) penugasan siswa untuk membuat karangan tentang potensi daerah di
Indonesia;
2) kegiatan mendongeng yang diiringi musik, gambar, boneka atau
miniature adat dan sebagainya yang relevan dengan cerita tersebut;
3) pembelajaran sastra di sekolah seperti misalnya mengajarkan
peribahasa dari berbagai masyarakat lokal yang sarat akan kata-kata
bijak yang dapat membentuk karakter siswa seperti misalnya:
a) rame ing gawe sepi ing pamrih yang mengandung ajakan agar
seseorang senantiasa berbuat baik kepada siapapun; becik ketitik
ala ketara yang memberi inspirasi kepada siapapun bahwa pada

58
Pengertian Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari: https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-
kearifan-lokal.html
59
ibid
60
ibid

31
akhirnya seseorang akan menuai apa yang telah ditanamnya
(peribahasa suku Jawa)61
b) Alam takambang menjadi guru yang artinya menjadikan alam
sebagai sumber belajar bagi manusia; dan “Dari pohon rambutan
djangan diminta buah mangga, tapi jadikanlah pohon
rambutan ini menghasilkan buah yang paling manis”, artinya
didiklah siswa sesuai dengan talentanya menjadi dirinya sendiri dan
bentuklah akhlak mulianya (peribahasa suku Minang - Moh. Syafei
INS Kayutanam, Sumatera Barat) 62

c. Jalur pendidikan nonformal, diselenggarakan secara terstruktur dan


berjenjang di tengah masyarakat, antara lain: kelompok belajar paket A, paket
B, kursus computer dan bahasa Inggris di lembaga kursus dan sejenisnya.
Pendidikan dalam lingkup dapat berfungsi sebagai pengganti, pelengkap,
penambah dan pengembang pendidikan di lingkup keluarga dan sekolah.
Contoh lembaga yang menyelenggarakan pendidikan non formal antara lain:
kelompok bermain, taman penitipan anak, lembaga kursus, kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim dan sejenisnya.

Peran-serta berbagai unsur masyarakat memprakarsi dan menjadi


penyelenggara pendidikan non formal merupakan kontribusi yang sangat berharga
dan perlu mendapat perhatian dan apresiasi. Berbagai bentuk kearifan lokal yang
merupakan daya dukung bagi penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan
nonformal dalam masyarakat antara lain:63
1) Kearifan lokal masyarakat dalam bentuk peraturan tertulis tentang
kewajiban belajar seperti kewajiban mengikuti kegiatan pembelajaran
bagi warga masyarakat yang masih buta aksara, misal dari suku Sunda
yaitu membangun etos dan watak Sunda untuk menuju keutamaan hidup

61
Ibid
62
Mohammad Sjafei, INS Kayutanam: Bapak Pendidik Nasional, (Ruang PNS Kayutanam, 1970)
63
Thesi Rismayanti Siti Rohmah, Membangun Kearifan Lokal Melalui Gerakan Literasi MIBANDA (Micinta Baca
Tulis Aksara Sunda) di SDN Sukahayu Kabupaten Subang, (Jurnal Dinamika Pendidikan Dasar Volume 10, No 2,
September 2018), hal. 59-73

32
adalah cageur, bageur, singer, dan pinter, yang dapat diartikan sehat,
baik, mawas, dan cerdas, melalui program Micinta Baca Nulis Aksara
Sunda (MIBANDA).64
2) Kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan antar sesama
manusia melalui aktivitas gotong royong yang dilakukan masyarakat
dalam berbagai aktivitas, seperti misal dari suku Dayak Kanayatri yaitu
handep-babaring burung artinya nilai kebersamaan, gotong royong.
3) Kearifan lokal yang berkaitan dengan seni. Kesenian tertentu memiliki
nilai untuk membangkitkan rasa kebersamaan dan keteladanan serta
rasa penghormatan terhadap pemimpin dan orang yang dituakan contoh
budaya kesenian sinrilik kesenian bula dan maraga merupakan
bentuk kesenian lisan/bertutur dari Sulawesi Selatan (khususnya daerah
Gowa dan Maros)
4) Kearifan lokal dalam sistem anjuran (tidak tertulis), namun disepakai
dalam rapat yang dihadiri unsur-unsur dalam masyarakat untuk
mewujudkan kecerdasan warga, seperti kewajiban warga masyarakat
untuk tahu baca tulis ketika mengurus Kartu Tanda Penduduk dan Kartu
Keluarga.

3. Lingkup Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berinterakti secara terorganisasi,


dan menempati daerah tertentu serta mengikuti suatu cara hidup atau budaya tertentu.
Di dalam lingkup masyarakat setiap orang mempunyai status tertentu. Mereka belajar
tentang nilai-nilai dan peranan-peranan yang seharusnya mereka lakukan, dan setiap
anggota memperoleh pengalaman bergaul dengan anggota masyarakat lainnya di luar
rumah dan di luar lingkup sekolah. Lingkup masyarakat dapat dikategorikan kedalam tiga
lingkup yaitu: masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat media massa.65

64
Istiyani Idrus, Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Nonformal, juga disari dan dikutip dari:
http://arixdeviyanti.blogspot.com/2012/06/kearifan-lokal.html
65
Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Pemerintah Republik Indonesia, 2010), hal. ix

33
Lingkup masyarakat sipil merupakan lahan pemertahanan dan penumbuhkem-
bangkan kearifan lokal melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta
berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan
sehingga nilai-nilai karakter yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat
diinternalisasikan menjadi sikap dan perilaku warga negara dalam kehidupan sehari-hari.

Lingkup masyarakat politik merupakan lahan yang melibatkan warga negara dalam
penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan representasi dari
segenap elit politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai strategis dalam
pemertahanan dan penumbuh-kembangkan kearifan lokal karena semua partai politik
memiliki dasar yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang
bermartabat.

Lingkup media massa. Media massa merupakan sebuah fungsi dan sistem yang
memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan
pembentukan sikap dan perilaku, kepribadian atau jatidiri bangsa. Media massa, baik
elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif maupun nonedukatif tergantung pada
muatan pesan informasi yang disampaikannya. Fungsi dan peran media massa semakin
penting di era digital sekarang ini, dimana dunia semakin terhubung sehingga batas-
batas negara seolah-olah tidak ada. Kondisi ini tentu saja mengancam berbagai hal
seperti moral bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan jati diri bangsa yang terancam
oleh masuknya budaya-budaya asing yang semakin sulit disaring. Oleh karena itu salah
satu cara menangkal penetrasi budaya asing di era digital adalah menyebarluaskan
berbagai bentuk kearifan lokal yang membangun jatidiri-karakter bangsa melalui
massmedia terutama mass media elektronika.

3. Lingkup Pekerjaan

Lingkup pekerjaaan adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam suatu
lembaga pemerintah atau non pemerintah atau swasta, yang berpengaruh terhadap
pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai
keadaan lingkungan disekitarnya, antara manusia dan lingkup terdapat hubungan yang
sangat erat. Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan

34
berbagai keadaan lingkungan sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan
pekerjaan, karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai keadaan
disekitar tempat mereka bekerja, yaitu lingkup pekerjaan. Selama melakukan pekerjaan,
setiap pegawai akan berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkup
kerja. Lingkup pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam dua lingkup yaitu: lingkup
pemerintahan dan lingkup dunia usaha dan industri.66

Lingkup pemerintahan, merupakan lahan pemertahanan dan penumbuh-kembang-


kan kearifan lokal melalui keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan elite
politik. Unsur pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses
pemertahanan kearifan lokal dalam berbagai aspek, karena aparatur negara sebagai
penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan yang ikut
menentukan berhasilnya pembangunan karakter. Pemerintahanlah yang mengeluarkan
berbagai kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kebijakan
pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan seyogyanya mempertimbangkan
kearifan lokal masyarakat setempat, seperti contoh berikut:

a. Deklarasi Limboto, dalam rangka penyelamatan kawasan danau nusantara,


antara lain berisi kesepakatan untuk membentuk Forum Daerah Peduli Danau
Nusantara, sebagai wadah kerjasama dalam membangun komitmen dan
perjuangan untuk perbaikan ekosistem danau Indonesia dengan
meningkatkan sinergitas seluruh pemangku kepentingan pengembangan
kawasan danau.67
b. Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan listrik masyarakat Indonesia di masa depan, direncanakan melihat
kearifan lokal. Salah satu contoh EBT yang dimiliki Indonesia yang dapat
mewakili kearifan lokal yaitu panas bumi.68

66
Ibid, hal. viii-ix
67
Penting, Peran Pemerintah Daerah dan Kearifan Lokal Menjaga Ekosistem, disari dan dikutip dari:
http://ksp.go.id/penting-peran-pemerintah-daerah-dan-kearifan-lokal-menjaga-ekosistem/
68
Kembangkan EBT, Perhatikan Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari:
http://ebtke.esdm.go.id/post/2016/10/31/1402/kembangkan.ebt.perhatikan.kearifan.lokal

35
Lingkup dunia usaha dan dunia industri (DUDI), merupakan lahan interaksi para
pelaku sektor riil yang menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian
perekonomian nasional sangat bergantung pada kekuatan karakter para pelaku usaha
dan industri yang diantara-nya dicerminkan oleh menguatnya daya saing, meningkatnya
lapangan kerja, dan kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri dan sebagainya.69

Peran DUDI dalam mendorong kebijakan pemerintah daerah (pemda) dalam


pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berbasis kearifan lokal sampai saat
ini masih belum memadai. Pemerintah dan industri sejauh ini masih belum terlibat dalam
pengembangan SMK yang berbasis kearifan lokal.70 Hal ini merupakan tantangan para
pemangku kebijakan di masa depan.

Kearifan lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan dan kebijak-


sanaan hidup. Berbagai kearifan lokal telah membentuk karakter para pendahulu dalam
membangun bangsa dan NKRI, sehingga dapat dikatakan bahwa kearifan lokal telah
banyak sekali berkontribusi dalam pembentukan karakter bangsa, dan sangat penting
peranannya dalam pembentukan jatidiri bangsa dan ketahanan nasional bangsa dan
NKRI.

69
Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, op.cit., hal. ix
70
Indriaturrahmi, Peran Dunia Usaha dan Dunia Industri Dalam Penyelenggaraan SMK Berbasis Kearifan Lokal di
Kota Mataram, (Jurnal Pendidikan Vokasi, Volume 6, No 2, Juni 2016), hal. 162-172

36
Bagian V
REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM
GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA (GNBN)

Keterlibatan seluruh masyarakat dalam membela negara, merupakan daya tangkal


yang kuat bagi bangsa dan negara di dalam upayanya menghadapi berbagai ancaman
terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Berbagai
bentuk kearifan lokal dapat menjadi daya dukung untuk membangun dan menumbuh-
kembangkan nilai-nilai bela negara dalam masyarakat.

Kearifan lokal merupakan satu aset warisan budaya bangsa Indonesia. Seperti yang
telah dipaparkan dimuka bahwa pada dasarnya kearifan lokal itu berkembang pada ranah
kognitif atau pengetahuan, ranah afektif berupa penanaman nilai-nilai moral, dan ranah
motorik berupa pembelajaran berbagai keterampilan. Dalam konteks di era digital saat
ini, pentingnya pemahaman bahwa orientasi kearifan lokal lebih pada:71
1. Keseimbangan dan harmoni manusia, alam dan budaya
2. Kelestarian dan keragaman alam dan kultur
3. Konservasi sumber daya alam dan warisan budaya
4. Penghematan sumber daya yang bernilai ekonomi
5. Moralitas dan spiritualitas

Oleh karena itu, tema-tema orientasi tersebut sangat relevan bagi cita-cita, paradig-
ma atau kerangka pikir, dan perencanaan pembangunan berkelanjutan.

Globalisasi atau era digital bukan merupakan kata yang asing saat ini. Globalisasi
menyangkut seluruh prose dimana penduduk dunia terhubung ke dalam komunitas
tunggal, komunitas global. Manusia Indonesia dapat terhubung dengan manusia lain di
Malaysia, Amerika, Inggris, Arab Saudi, dan negara lain tanpa ada batas jarak seperti
dahulu. Hal ini didukung oleh semakin majunya teknologi telekomunikasi di era revolusi
industri 4.0. Di satu sisi Globalisasi mendatangkan manfaat positif seperti semakin
terbukanya akses informasi dari berbagai belahan dunia, namun di sisi lain globalisasi

71
I Wayan Geriya, Revitalisasi Kearifan Lokal Bali, (Bali Pos, 28 Agustus 2004)

37
juga membawa akibat buruk seperti antara lain: masuknya informasi yang tak terkendali;
munculnya sikap individualism; berkurang sikap solidaritas, gotong royong, kepedulian
dan kesetiakawanan; dan terkikisnya budaya bangsa Indonesia.72

Di era globalisasi yang melanda hampir seluruh kehidupan masyarakat dunia


menjadi tantangan tersendiri bagi budaya-budaya lokal. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sartini dalam Rasyid Yunus (2014)73, yang mengungkapkan bahwa
globalisasi sebagai gejala perubahan di masyarakat yang hampir seluruh bangsa sering
dianggap ancaman dan tantangan terhadap integritas suatu negara. Dengan demikian
bila suatu negara mempunyai identitas lokal tertentu, dalam hal ini kearifan lokal atau
budaya lokal, mereka tidak mungkin lepas dari pengaruh globalisasi ini, sehingga kearifan
lokal harus tetap hidup dan dapat mengikuti perkembangan zaman.

Implikasi globalisasi, mendorong berbagai tantangan terhadap kearifan lokal di


masa mendatang, antara lain sebagai contoh:74
1. Sejauh mana pengetahuan lokal dapat dihargai dan dimanfaatkan dalam mem-
bentuk sebuah sistem pengelolaan kawasan konservasi yang baik;
2. Seberapa besar kepedulian warga komunitas lokal terhadap alamnya sehingga
mampu mendorong kearah upaya-upaya untuk menjaga dan mengelola keaneka-
ragaman hayati di dalam maupun di luar kawasan; dan
3. Seberapa banyak manfaat (material dan non material) yang bisa diterima
masyarakat dari kawasan konservasi sehingga keberadaannya memiliki nilai yang
menguntungkan secara terus-menerus.

Dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal dalam masyarakat di masa yang akan
datang, terutama berkaitan dengan aktivitas-aktivitas pengelolaan sumberdaya alam,
maka perlu dikembangkan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam berbasis
pemberdayaan masyarakat yang lebih komprehensif dan partisipatif. Supriatna (2008)75

72
Wongbanyumas, Peranan Kearifan Lokal di Era Globalisasi, disari dan dikutip dari:
https://fatahilla.blogspot.com/2015/09/peranan -kearifan-lokal-di-era.html
73
Rasid Yunus, op.cit, hal. 43
74
Muh Aris Marfai, Pengantar Etika Lingkungan Dan Kearifan Lokal, (Gajar Mada University Press, 2013), hal. 69
75
J. Supriatna, Melestarikan Alam Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008)

38
dalam Muh Aris Marfai (2013)76 memberikan contoh prinsip-prinsip tersebut sebagai
berikut:

1. Prinsip pemberdayaan masyarakat, diupayakan untuk menjawab isu-isu terkait


penguatan kemampuan masyarakat tradisional dan marginal dalam memanfaat-kan
keanekaragaman hayati sesuai dengan kebutuhan hidup mereka.
2. Prinsip kesetaraan peran dalam penggalian-penggalian peluang yang sama bagi
seluruh lapisan masyarakat lokal dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati
yang tersedia.
3. Prinsip berorientasi pada lingkungan, ketergantungan hidup masyarakat tradisional
dan marginal terhadap kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati justru
harus mampu mendorong upaya-upaya pelestariannya.
4. Prinsip untuk menghargai dan menerima pengetahuan lokal/tradisional, bioregional,
harus mampu mengenali kearifan-kearifan lokal dan kelembagaan adat yang
bermanfaat dalam membentuk sistem pengelolaan kawasan yang sesuai dengan
kondisi masyarakat setempat.
5. Prinsip pengakuan terhadap peran perempuan, dan memberi peluang yang setara
bagi laki-laki maupun perempuan untuk berpartisipasi dalam mengelola
sumberdaya alam.

Lebih lanjut Aris Marfai mengungkapkan bahwa, selain penguatan melalui program-
program tersebut, maka melalui kearifan lokal masyarakat setempat juga menghadapi
tantangan dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yang semakin besar dan gaya hidup
serta pola hidup yang dipengaruhi oleh tuntutan perkembangan zaman.77 Tantangan
tersebut di antaranya:
1. Bagaimana kearifan lokal dapat membentuk karakter bangsa Indonesia, yang
seperti kita ketahui memiliki ciri-ciri antara lain: suka bergotong-royong; religius;
nasionalis dan menghargai segala perbedaan dalam konteks persatuan dan
kesatuan, pekerja keras, tidak bergaya hidup mewah, dan seterusnya ?

76
Muh Aris Marfai, op.cit., hal. 69-70
77
Ibid, hal 70

39
2. Bagaimana kearifan lokal dapat mencegah atau menangkal provokasi, propaganda
radikalisme, ujaran kebencian dan hoaks?
3. Bagaimana kearifan lokal dapat merespon berbagai persoalan akut yang dihadapi
bangsa dan negara, seperti: korupsi, kemiskinan dan kesenjangan sosial?
4. Dan seterusnya
Dalam pasal 32 UUD 1945, ayat (1) dan ayat (2) yang diamandemen pada kali yang
keempat mengamanahkan bahwa:78
1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya. Artinya, bangsa Indonesia sadar bahwa budaya nasional
mereka berada di dalam arus globalisasi, namun untuk mempertahankan jati diri
masyarakat diberi kebebasan dan bahkan sangat perlu memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budaya (tradisi atau adat-istiadat)
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa bahasa daerah termasuk kesenian
dan budaya daerah, merupakan bagian penting dari kebudayaan nasional. Artinya
kebudayaan nasional dibentuk oleh kebudayaan daerah, bukan kebudayaan asing.
Indonesia memiliki budaya nasional yang berasal dari budaya etnik, bukan
penjumlahan budaya etnik. Maksudnya semua budaya etnik dihormati dan
dipelihara kesetaraannya.

Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya. Kearifan lokal identic
dengan berbagai kekayaan budaya yang berkembang dalam masyarakat etnik tertentu.
Hal ini merupakan elemen penting untuk memperkuat kohesi sosial di antara
masyarakat.79 Secara umum kearifan lokal memiliki ciri dan fungsi sebagai berikut:80

78
Muhammad Takari, Kearifan Lokal Dalam Konteks Pembentukan Karakter Bangsa Indonesia, (Ketua Departemen
Etnomusikologi FIB USU dan Ketua Departemen Adatg, Seni dan Budaya Pengurus Besar Majelis Adat Budaya
Melayu Indonesia), disari dan dikutip dari: https://www.scribd.com/document/365940871/Kearifan-Lokal-
Dalam-Konteks-Pembentukan-Karakter
79
Teguh Trianton, Strategi Pemertahanan Identitas dan Diplomasi Budaya, disari dan dikutip dari:
https://pbsi.ump.as.id/index.php/artikel/82-strategi-pemertahanan-identitas-dan-diplomasi-budaya
80
Irawan Abdullah dkk, Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
hal.7-8

40
1. Sebagai penanda identitas sebuah komunitas;
2. Sebagai elemen perekat kohesi sosial;
3. Sebagai unsur budaya yang tumbuh dari bawah, eksis dan berkembang dalam
masyarakat, bukan unsur budaya yang dipaksakan dari atas;
4. Berfungsi memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas;
5. Dapat mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik individu dan kelompok
dengan meletakkannya di atas landasan yang sama (common ground);
6. Mampu mendorong terbangunnya kebersamaan, apresiasi dan mekanisme
bersama untuk mempertahankan diri dan kemungkinan terjadinya gangguan atau
pengrusakan solidaritas kelompok sebagai komunitas yang utuh dan terintegrasi.

Dengan demikian, agar kearifan lokal dapat berfungsi secara efektif sebagai
senjata, tidak sekedar pusaka, yang membekali masyarakatnya untuk merespon atau
menjawab tantangan implikasi di era digital saat ini, perlu dilakukan revitalisasi kearifan
lokal antara lain seperti contoh berikut ini:
1. Revitalisasi kearifan lokal di bidang medis dengan meningkatkan pengem-
bangan obat herbal yang merupakan warisan leluhur, kemudian disempurnakan
dengan standar farmakologi yang berlaku.81
2. Revitalisasi kearifan lokal berbagai daerah yang mengajarkan budaya malu
untuk merespon persoalan akut yang dihadapi bangsa dan negara, seperti korupsi,
Namun agar kearifan lokal tidak hanya merupakan aksesori budaya yang tidak
bermakna, diperlukan dukungan kebijakan negara yang disertai keteladanan.82
3. Revitalisasi kearifan lokal melalui penggalian dan pelestarian berbagai unsur
kearifan lokal, tradisi dan pranata lokal, termasuk norma dan adat-istiadat yang
bermanfaat dan dapat berfungsi efektif dalam pendidikan karakter, sambil
melakukan kajian dan pengayaan kearifan-kearifan baru.83
4. Revitalisasi kearifan lokal untuk menangkal provokasi, propaganda
radikalisme, ujaran kebencian dan hoaks, dengan:

81
Ulfah Fajarini, op.cit., hal, 129
82
Ibid
83
Ibid, hal. 130

41
a. Mengaktifkan smart nitizen untuk menyebarkan pesan damai, nilai-nilai
toleransi, dan penyampaian kata-kata yang sopan tidak mencaci, saling meng-
hargai dan menghormati, melalui sarana digital;84
b. Menggerakan Youtuber Indonesia untuk membuat konten dengan mengang-
kat tema kearifan lokal, untuk membumikan kembali nilai-nilai luhur yang mulai
luntur akibat kemajuan zaman. Kemajuan teknolgi digital seharusnya menjadi
sarana untuk mengembalikan kesantunan, toleransi, yang merupakan ciri
khas rakyat Indonesia.85

Merawat kearifan lokal baik di dunia nyata maupun maya adalah tugas
bersama. Dengan mengkampanyekan nilai-nilai kearifan lokal dalam bentuk media
baru yaitu media digital, diharapkan mampu mencegah faham radikal terorisme
yang ingin memecah belah bangsa.86

5. Revitalisasi kearifan lokal di bidang peradilan dengan memfungsikan kearifan


lokal oleh hakim dalam putusannya, antara lain: dalam perkara perdata dengan
memaksimalkan Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2016. Perdamaian
sebagai bentuk salah satu kearifan lokal mengandung arti yang tinggi bagi para
pihak dalam perkara perdata. Hal yang sama juga berlaku dalam perkara pidana,
perlunya hakim mempertimbangkan kearifan lokal dalam putusannya, karena ada
manfaat yang lebih utama yang merupakan tujuan dari hukum pidana adalah
mencapai ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat.87

84
Budi Prakoso, Membangun Generasi Emas Indonesia dengan Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari:
https://www.kompasiana.com/budi.prakoso/5d2d1427097f3616a62d3492/menguatkan-kearifan-lokal-di-era-
digital?page=all#
85
Laila Nur Faridah, Youtuber, Kearifan Lokal dan Pencegahan Radikalisme, disari dan dikutip dari:
https://jalandamai.org/youtuber-kearifan-lokal-dan-pencegahan-radikalisme.html
86
Ibid
87
Estiono, SH, MH, Eksistensi Kearifan Lokal Dalam Sistim Peradilan di Indonesia, disari dan dikutip dari:
http://www.pn-
lhokseumawe.go.id/website_pn/media/files/201811131003213381711325bea3ef91cd35_20181113114635_KEA
RIFAN+LOKAL.pdf

42
B. KELOMPOK PESERTA PKBN

Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-
kan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada
warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai
dasar Bela Negara. Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat
(2), PKBN diselenggarakan di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan

1. LINGKUP PENDIDIKAN

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup pendidikan dilaksanakan


melalui sistem pendidikan nasional atau mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional , Bab VI, Pasal 13 sampai dengan Pasal 32,
yang dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 1: Kelompok Lingkup Pendidikan

Pendidikan Pendidikan Pendidikan


INFORMAL FORMAL NONFORMAL
Pendidikan Keluarga 1. Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pendidikan Anak a. Taman Kanak-kanak (TK) a. Kelompok Bermain (KB)
Usia Dini b. Raudatul Athfal (RA) b. Taman Penitipan Anak
2. Homeschooling 2. Pendidikan Dasar c. Taman Pendidikan Alquran
a. Sekolah Dasar 2. Pendidikan Kecakapan Hidup
3. Pendidikan Kepemudaan
b. Sekolah Menengah Pertama
4. Pendidikan Pemberdayaan
3. Pendidikan Menengah Perempuan,
a. Sekolah Menengah Umum 5. Pendidikan Keaksaraan, PBA
b. Sekolah Menengah Kejuruan (Pemberantasan Buta Huruf)
c. Sekolah Menengah Keagamaan 6. Pendidikan Keterampilan dan
d. Sekolah Menengah Luar Biasa Pelatihan Kerja
4. Pendidikan Tinggi 7. Pendidikan kesetaraan
a. Pendidikan Tinggi Umum a. Paket A untuk SD
b. Pendidikan Tinggi Kedinasan b. Paket B untuk SMP
c. Paket C untuk SMU
8. Pendidikan Layanan Khusus
a. Peserta di daerah terpencil
b. Peserta yang memiliki
keterbatasan fisik dsj.nya

43
2. LINGKUP MASYARAKAT

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup masyarakat, berdasarkan UU


No. 23 Tahun 2019, Pasal 9, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga
Negara yang meliputi:
a. Tokoh Agama;
b. Tokoh Masyarakat;
c. Tokoh Adat;
d. Kader Organisasi Masyarakat;
e. Kader Organisasi Komunitas;
f. Kader Organisasi Profesi;
g. Kader Partai Politik; dan
h. Kelompok masyarakat lainnya.

3. LINGKUP PEKERJAAN

Pembinaan kesadaran bela negara lingkup pekerjaan, berdasarkan UU No. 23


Tahun 2019, Pasal 10, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga Negara
yang bekerja pada :
a. Lembaga Negara;
b. Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan Pemerintah Daerah
c. Tentara Nasional Indonesia;
d. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
e. Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah;
f. Badan Usaha Swasta; dan
g. Badan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

44
C. STANDAR KOMPETENSI

1. Pengertian

Standar Kompetensi pembinaan kesadaran bela negara, mencakup deskripsi


kompetensi pengetahuan (ranah kognitif), kompetensi sikap (ranah afektif), dan
kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik), dari setiap topik Modul PKBN yang harus
dikuasai oleh peserta PKBN. Standar kompetensi dirumuskan berdasarkan karakteristik
peserta di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan).

1.1. Kompetensi Pengetahuan


Kompetensi pengetahuan merupakan kemampuan aktivitas otak atau kognitif
untuk mengembangkan kemampuan rasional, kemampuan intelektual dalam berpikir,
mengidentifikasi, menghafal, mengetahui dan memecahkan masalah. Kemampuan yang
berkaitan dengan kecerdasan otak untuk memahami konsep-konsep, teori dsb.nya.
Penentuan standar kompetensi pengetahuan (ranah kognitif - C) mendasarkan
pada tabel taksonomi Bloom88 dengan urutan dimensi proses kognitif sebagai berikut :
Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA


C1 Ingatan Kemampuan mengingat apa yang telah mengidentifikasi, menghafal, mengenal,
(Remember) dipelajari mengulang
C2 Pengertian Kemampuan memahami materi/ menjelaskan, mengilustrasikan,
(Understand) ilmu pengetahuan melaporkan, mendeskripsikan
C3 Aplikasi Kemampuan menggunakan ilmu yang mengimplementasikan, mene- rapkan,
(Apply) dipelajari dalam situasi lain mendemonstrasikan
C4 Analisis Kemampuan memilah-milah infor-masi menghubungkan,menyimpulkan,
(Analyze) dalam bagian-bagian kecil, melihat membedakan, memprediksi,
hubungan satu sama lain mendiagnosa masalah
C5 Evaluasi Kemampuan menilai materi/informasi dan memeriksa, menguji, menilai, merevisi,
(Evaluate) mengaitkan dengan kriteria yang menjadi mengukur, mengkritik
acuan
C6 Penciptaan Kemampuan menyatukan ide-ide yang mengkonstruksi opini, meran-cang,
(Create) terpisah-pisah, membentuk ide baru atau menciptakan temuan baru/inovasi,
menciptakan hal baru memodifikasi

88
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)

45
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan
tampak pada berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl89 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:

Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI

A1 Menerima • Kemampuan mendengarkan pendapat orang lain.


(Receiving) • Menunjukkan kehadirannya dalam komunitas.
A2 Merespon • Kemampuan menanggapi atau berpartisipasi
(Responding) dalam sebuah diskusi.
• Menunjukkan sikap tertentu sebagai hasil
pengalaman yang diperoleh
A3 Menilai • Kemampuan menilai mana yang benar dan mana
(Valuing) yang salah.
• Menunjukkan komitmen
A4 Mengorganisasikan • Kemampuan mengintegrasikan perbedaan-
(Organization) perbedaan, mengharmonisasikan perbedaan
• Menunjukkan penyelesaian konflik
A5 Karakterisasi • Kemampuan bersikap konsisten terhadap nilai-nilai
(Characterization by value) yang baru
• Menunjukkan perubahan sikap secara konsisten

1.3. Kompetensi Keterampilan


Kompetensi keterampilan merupakan kemampuan yang menyangkut kegiatan
otot dan fisik, mewujudkan keterampilan (skill) dan tindakan nyata. Kompetensi
keterampilan mencerminkan hasil pembentukan perpaduan kompetensi pengetahuan
dan kompetensi sikap atau afektif, yang terwujud dalam tindakan nyata yang dilakukan.

89
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain,
(New York: David McKay Company, 1970)

46
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-
kan pada tabel taksonomi Dave90 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai
berikut:

Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA

P1 Imitasi • Meniru tindakan yang ditunjukkan Meniru, mengikuti,


(Imitation) oleh instruktur atau pelatih mereplikasu, mengulangi
• Mengamati kemudian menirukan
P2 Manipulasi • Memproduksi aktivitas dari Menciptakan kembali,
(Manipulation) pelatih membangun, mengim-
• Melakukan tugas dari instruksi plementasikan
tertulis atau verbal
P3 Presisi • Melakukan keterampilan tanpa Mendemonstrasikan,
(Precision) bantuan orang lain dengan tepat menyempurnakan
• Menunjukkan keterampilan
melakukan tugas tanpa bantuan
atau instruksi dengan tepat
P4 Artikulasi • Mengadaptasi dan mengintegra- Mengkonstruksikan,
(Articulation) sikan keahlian memecahkan,
• Mengaitkan dan mengkombinasi- mengkombinasikan,
kan aktivitas untuk mengembang- mengintegrasikan
kan metode
P5 Naturalisasi • Membuat pola gerakan baru yang Merancang,
(Naturalization) disesuaikan dengan situasi, menspesifikasikan,
kondisi /permasalahan tertentu. mengelola,
• Melakukan gerakan tertentu melakukan tindakan,
secara spontan atau otomatis bergerak
dengan sempurna dan lancar.

90
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ:
Educational Innovators Press, 1970)

47
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat

Tabel 5 : Standar Kompetensi – Kearifan Lokal di setiap Tingkat

Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh


Usia Dini & Setara • PAUD (In-Formal-Non) Pengetahuan Mampu menyebut, dan menjelaskan tentang al:
• Pendidikan Layanan Khusus - Nilai kearifan lokal cerminan nilai bela negara
seperti a.l: tidak ngawadul-tidak bohong
(sunda); Tri Hita Karana toleransi dengan
agama lain (bali); Huyula (gorontalo) gotong
royong saling menolong dan lain-lainnya.
Sikap Mampu menerima dan merespon pengetahuan
yang diterima dari Orangtua/Pembina/ Guru
Ketrampilan Mampu mengikuti perilaku & arahan Orangtua/
/Perilaku Pembina menerapkan perilaku nilai kearifan
lokal cerminan nilai dasar bela negara misal
menolong sesama, serta melakukan perilaku
menolong/ gotong royong dengan bantuan
Orangtua/Pembina
Dasar & Setara • Pendidikan Dasar Pengetahuan Mampu mengIdentifikasi, menjelaskan, meng-
• Pendidikan Kesetaraan implementasikan pemahaman tentang a.l
• Pendidikan Keaksaraan - Pemahaman kearifan lokal
- Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
- Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
- Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
- Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan
nilai dasar bela negara
Sikap Mampu menerima, merespon, dan menilai
pengetahuan yang diterima dari Guru/Pembina
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan bantuan
/Perilaku Guru/Pembina, dan melakukan dengan tepat
tanpa bantuan Guru/Pembina dalam menerap-
kan gerakan/ perilaku nyata yang mencerminkan
revitalisasi kearifan lokal sebagai cerminan nilai
dasar bela negara dalam kehidupan sehari-hari
Menengah & Setara • Homeschooling Pengetahuan Mampu mengidentifikasi, mengilustrasikan,
• Pendidikan Menengah menerapkan, bisa membedakan-menyimpulkan:
• Pendidikan Kec. Hidup - Pemahaman kearifan lokal
• Pendidikan Kepemudaan - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Pendidikan Pemberdayaan - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
Perempuan - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
• Pendidikan Keterampilan & - Gerakan revitalisasi kearifan lokal yang
Pelatihan Kerja mencerminkan nilai dasar bela negara
• Kader Organisasi : Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, dan
Masyarakat, Komunitas, mengintegrasikan perbedaan pengetahuan
Profesi*, Partai Politik*, yang diterima dari Guru/Pembina
Kelompok Masyarakat lain.

48
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Menengah & Setara Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan contoh
(lanjutan) /Perilaku maupun tanpa contoh dan bisa mengembang-
kan penerapan gerakan /perilaku nyata
revitalisasi nilai kearifan lokal yang mencermin-
kan nilai dasar bela negara dalam kehidupan
sehari-hari.
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk
• Tokoh Agama ide-ide baru terkait :
• Tokoj Adat - Pemahaman kearifan lokal
• Tokoj Masyarakat - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Lembaga Negara - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
Kementerian/LPNK, Pemda - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
• Tentara Nasional Indonesia, - Gerakan revitalisasi kearifan lokal yang
• Kepolisian Negara RI mencerminkan nilai dasar bela negara
• BUMN/BUMD Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, meng-
• Badan Umum Swasta harmonisasikan perbedaan, dan mampu
• Badan lain sesuai UU. bersikap konsisten berkaitan pengetahuan yang
diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Mampu melakukan gerakan/perilaku revitalisasi
/Perilaku nilai-nilai kearifan lokal yang mencerminkan nilai
dasar bela negara dalam kehidupan sehari-hari,
serta senantiasa berupaya menemukan ide-ide
baru terkait topik-topik bahasan.

3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup

Tabel 6: Matriks Standar Kompetensi – Kearifan Lokal

LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku


C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. IN - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Homeschooling x x x x x x x x x x x x
PEND. FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Pend. Dasar x x x x x x x x x
3. Pend. Menengah x x x x x x x x x x x x
4. Pend. Tinggi x x x x x x x x x x x x x x x x

49
LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku
C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x x x x x x x x x x x
3.Pend. Kepemudaan x x x x x x x x x x x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x x x x x x x x x x x
5.Pend. Keaksaraan x x x x x x x x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x x x x x x x x x x x
7.Pend. Kesetaraan x x x x x x x x x
8.Pend. Layanan Khusus x x x x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Tokoh Masyarakat x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tokoh Adat x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kader Org. Masyarakat x x x x x x x x x x x x
5.Kader Org. Komunitas x x x x x x x x x x x x
6.Kader Org. Profesi x x x x x x x x x x x x x
7.Kader Partai Politik x x x x x x x x x x x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x x x x x x x x x x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kepolisian Negara RI x x x x x x x x x x x x x x x x
5.BUMN / BUMD x x x x x x x x x x x x x x x x
6.Badan Usaha Swasta x x x x x x x x x x x x x x x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x x x x x x x x x x x x x x x
ketentuan Undang-Undang x x x x x x x x x x x x x x x x

50
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-
paikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima
dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat
dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang
digunakan sebagai pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model
pembelajaran: kontekstual, kooperatif, berbasis masalah, edutainment.

1.1. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)91

Pendekatan pembelajaran yang mendorong Instruktur/Pengajar/Pembina/


Widyaiswara untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata atau yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Metode ini juga mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan peserta didik diperoleh dari usaha mereka meng-
konstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan tersebut.

Ada 3 (tiga) pilar dalam metode CTL, yaitu :


a. CTL mencerminkan prinsip kesaling-tergantungan, artinya ketika peserta didik
bergabung untuk memecahkan masalah membentuk opini baru. Jadi beberapa
peserta yang berbeda dihubungkan, misal: Tokoh agama A dengan Agama B
b. CTL mencerminkan prinsip diferensiasi, artinya perbedaan menjadi nyata
ketika CTL menantang peserta untuk saling menghormati keunikan masing-

91
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21

51
masing, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan
gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman
adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda.
Mereka mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan
peserta didik lainnya.

Contoh: Di satuan pendidikan tinggi, Pengajar mendorong peserta untuk membaca,


menulis, dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka untuk fokus pada persoalan-
persoalan kontroversial di lingkungan masyarakat mereka.

Rencana Program Pembelajaran dalam strategi pembelajaran CTL, yaitu:


a. Peserta dihadapkan pada pengalaman konkrit.
b. Tanya Jawab
c. Inkuiri, merupakan siklus proses membangun pengetahuan/konsep yang
bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian
membangun teori atau konsep.
d. Komunitas belajar sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman/ide.
e. Pemodelan, disini Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara mendemons-
trasikan idenya agar peserta dapat mencontoh, belajar atau melakukan
sesuatu sesuai dengan model yang diberikan.
f. Refleksi, yaitu melihat kembali atqu merespon suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui.
g. Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan
(pengetahuan, sikap dan keterampilan) peserta secara nyata.

1.2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)92


Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
peserta didik untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar.

92
Ibid, hal. 37

52
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
a. Saling ketergantungan positif, artinya Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyais-
wara menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan atau saling ketergantungan.
b. Interaksi tatap muka, akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam
kelompok sehingga mereka dapat berdialog.
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap
sopan terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani
mempertahankan pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.

Beberapa Metode Pembelajaran Kooperatif


a. Metode STAD (Student Achievement Division)
- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 / 5
Anggota dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Setiap tim diberi lembar kerja, anggota tim saling membantu menguasai
bahan ajar. Kemudian Pengajar mengevaluasi penguasaan setiap Tim
- Penguasaan tiap siswa/Tim diberi skor. Lalu diberi penghargaan
b. Metode Jigsaw
- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 atau
5 Anggota dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Topik bahasan yang terdiri dari sub-sub topik bahasan diberikan dalam
bentuk teks, setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk mempelajari
satu bagian / subtopik bahasan dari Topik bahasan.
- Anggota yang bertanggung jawab pada subtopik yang sama, dapat
berkumpul saling membantu, menelaah subtopik tersebut. Kumpulan
peserta didik itu disebut “kelompok pakar” untuk setiap subtopik.
- Selanjutnya antar “kelompok pakar” saling mengajar atau berbagi ilmu,
sehingga seluruh subtopik dibahas, artinya topik dibahas secara utuh.

53
- Peserta didik dievaluasi penguasaannya secara individu, lalu diberi peng-
hargaan atas capaian penguasaan topik bahasan.
c. Metode GI (Group Investigation)
- Seleksi Topik bahasan, Disini peserta didik memilih subtopic dari suatu
masalah umum yang digambarkan oleh Instruktur/Pengajar/Pembina/ Wi-
dyaiswara. Peserta dibagi dalam kelompok yang berorientasi pada tugas,
anggota 2 hingga 6 prserta, karakteristik heterogen
- Merencanakan kerja sama. Pengajar dan peserta didik merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus tugas, tujuan umum yang konsisten
dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.
- Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana tugas yang telah di-
rumuskan bersama. Pengajar secara terus-menerus memantau kemajuan
tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
- Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mensintesakan
berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, meringkas
dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
- Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta ter-
libat dan memperoleh perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Pengajar berperan sebagai koordinator
- Evaluasi selanjutnya. Pengajar dan Peserta didik mengevaluasi kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaaan. Evaluasi bisa individual atau kelompok
d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama
SRI MULYANI akan berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.

54
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis

1.3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning / PBL)93

Metode pembelajaran yang membuat peserta didik berpikir, menyelesaikan


masalah. PBL memfokuskan pada apa yang sedang dipikirkan peserta didik selama
mengerjakan atau memecahkan masalah (kognisi mereka), bukan pada apa yang
sedang dikerjakan (perilaku mereka).
Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara lebih berperan sebagai pembimbing
dan fasilitator, sehingga peserta didik dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan
masalahnya sendiri. Meskipun kadang-kadang Pengajar juga terlibat, mempresen-
tasikan dan menjelaskan berbagai hal kepada peserta didik.

Perencanaan dan Pelaksanaan PBL:


Peserta bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengin-
vestigasi masalah kehidupan nyata yang membingungkan atau menantang. Oleh karena
itu tipe pembelajaran ini sangat interaktif.
a. Merencanakan Pelajaran PBL
1) Tetapkan masalah yang akan dipelajari, kemudian putuskan sasaran dan
tujuan pelajaran berbasis masalah. Tujuan bisa tunggal atau memiliki
tujuan-tujuan yang luas. Penting sebelumnya mengkomunikasikan tujuan
yang ingin dicapai dengan jelas.
2) Merancang situasi bermasalah yang tepat. PBL didasarkan pada premis
bahwa situasi bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan
membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga membuat mereka
tertarik untuk menyelidiki. Merancang situasi bermasalah yang tepat adalah
salah satu tugas perencanaan yang penting bagi guru.

93
Ibid, hal. 151-170

55
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting yaitu :
a) Situasi seharusnya ‘auntetik’. Artinya masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman nyata peserta didik, bukan konsep atau prinsip disiplin
akademis tertentu.
b) Masalah sebaiknya tidak jelas / tidak sederhana sehingga menciptakan
misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesai-
kan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternating.
c) Masalah seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
d) Masalah semestinya cakupannya luas sehingga memberikan kesem-
patan kepada Pengajar untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi
tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajaannya dilihat dari segi
waktu, ruang dan keterbatasan sumber daya.
e) Masalah sebaiknya harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

3) Mengorganisasikan Sumber Daya dan Merencanakan Logistik


PBL mendorong peserta didik untuk bekerja dengan beragam bahan dan
alat, sebagian berlokasi di ruang kelas, sebagai lainnya diperpustakaan
atau laboratorium computer, atau di luar sekolah. Perencanaan sumber
daya dan logistic merupakan tugas perencanaan utama para Pengajar PBL

b. Melaksanakan Pelajaran PBL, ada 5 (lima) tahapan:


1) Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada peserta didik.
Pengajar membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan dan memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
2) Mengorganisasikan peserta untuk meneliti. Pengajar membantu peserta
didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar
yang terkait dengan per-masalahan yang akan dibahas.

56
3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pengajar mendorong peserta
untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.
4) Mengembangkan dan mempromosikan hasil. Pengajar membantu peserta
dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan membantu mereka menyampaikan kepada
orang lain.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pengajar
membantu peserta untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.

1.4. Model Pembelajaran “Edutainment”


Edutainment berasal dari kata education dan entertainment. Education berarti
pendidikan, sedangkan entertaintment berari hiburan. Jadi, edutainment adalah
pendidikan yang menghibur atau menyenangkan.94 Sutrisno (2011), mengungkapkan
bahwa edutainment adalah suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa,
sehingga muatan pendidikan dan hiburan bisa dikombinasikan secara harmonis untuk
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan
biasanya dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (role-play), dan
demonstrasi.95

Metode Edutainment adalah suatu metode pembelajaran berbasis kompetensi yang


aktif dan efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan menggunakan alat
peraga yang bisa menghibur. Konsep itu meliputi dua kepentingan anak-anak yakni
bermain dan belajar. Metode ini merupakan pengembangan dari metode pembelajaran
aktif. Contoh langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode Edutainment
adalah sebagai berikut : 96

94 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
95 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)
96
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.

57
1. Guru menyiapkan alat-alat audio visual untuk memutar film/video/youtube yang
berkaitan dengan materi pembelajaran.
2. Kelas didisain yang bagus sehingga peserta didik merasa nyaman.
3. Guru memutarkan film/video/youtube, untuk peserta didik serta memberikan penjelasan
tentang film/video/youtube tersebut.
4. Setelah selesai pemutaran film/video/youtube siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mendiskripsikan tentang film yang telah ditayangkan dengan diiringi musik .
5. Nama kelompok dibuat sesuai dengan materi yang terkait, misalnya tokoh yang ada
dalam film/video/youtube yang ditayangkan.
6. Demonstrasi, siswa diajak bermain misalnya dengan Snowball Throwing (Melempar
bola salju) dengan cara setiap kelompok menyiapkan satu pertanyaan yang ditulis
dalam kertas kosong, lalu kertas tersebut digulung dimasukkan ke dalam bola yang
berwarna - warni yang di belah kemudian di tutup dengan isolatif. Setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melempar bola tersebut ke kelompok lain dengan waktu
yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok lain berusaha menangkap bola tersebut.
Siswa yang terakhir me-me-gang bola mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari bola itu.
7. Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok merangkum materi.

Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-
nipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan
mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-
nya. Disinilah proses pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan,
memilih, menentukan, menciptakan, memasang, membongkar, mengembalikan, men-
coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.97

97
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)

58
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat

Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Kearifan Lokal di setiap Tingkat

Tingkat Kelompok Keterangan / contoh


Usia Dini & Setara • PAUD (In-Formal-Non) Pembelajaran pemahaman bagaimana mengidentifikasi
• Pendidikan Layanan Khusus dan mengerti tentang al. :
Nilai kearifan lokal cerminan nilai bela negara seperti a.l:
tidak ngawadul-tidak bohong (sunda); Tri Hita Karana
toleransi dengan agama lain (bali); Huyula (gorontalo)
gotong royong saling menolong dan lain-lainnya.
Dilakukan melalui berbagai permainan atau sambil
bermain dan bernyanyi.
Dasar & Setara • Pendidikan Dasar* Pembelajaran berkaitan dengan :
• Pendidikan Kesetaraan - Pemahaman kearifan lokal
• Pendidikan Keaksaraan - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
- Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
- Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
- Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai dasar
bela negara
Dilakukan dengan mengaitkan contoh-contoh nyata yang
ada dan mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian dibentuk kelompok-kelompok yang


bekerjasama membahas materi tersebut.dalam lembar
kerja berisi topik-topik bahasan yang ditanamkan. (Untuk
Pend. Dasar/Formal*)
Menengah & Setara • Homeschooling Pembelajaran tentang:
• Pendidikan Menengah - Pemahaman kearifan lokal
• Pendidikan Kec. Hidup - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Pendidikan Kepemudaan - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
• Pendidikan Pemberdayaan - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
Perempuan - Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai dasar
• Pendidikan Keterampilan & bela negara
Pelatihan Kerja Dilakukan dengan mengaitkan contoh-contoh nyata yang
• Kader Organisasi : terjadi dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
Masyarakat, Komunitas, kemudian didiskusikan kasus-kasus yang ada dan yang
Profesi*, Partai Politik*,
kemungkinan ada dalam kehidupan sehari-hari yang
Kelompok Masyarakat
lainnya harus dipecahkan atau disolusi bersama oleh peserta
PKBN.

Kemudian dibentuk kelompok-kelompok yang bekerja-


sama membahas materi tersebut.dalam lembar kerja
berisi topik-topik bahasan yang ditanamkan. (…*)

59
Tingkat Kelompok Keterangan / contoh
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* Pembelajaran tentang a.l. :
• Tokoh Agama, - Pemahaman kearifan lokal
• Tokoh Adat, - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Tokoh Masyarakat - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
• Lembaga Negara, - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
• Kementerian/LPNK, Pemda, - Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai dasar
• Tentara Nasional Indonesia bela negara
Dilakukan melalui diskusi masalah-masalah terkait “yang
• Kepolisian Negara RI
ada” dan “yang kemungkinan ada” dalam kehidupan
• BUMN/BUMD,
sehari-hari, yang harus dipecahkan atau disolusi
• BU Swasta, bersama oleh peserta PKBN, hingga menemukan ide-ide
• Badan lain sesuai UU. baru terkait topik-topik bahasan itu.

Khusus “Pendidikan Tinggi*, membentuk kelompok-


kelompok yang bekerjasama membahas materi tersebut
dalam lembar kerja yang berisi topik-topik bahasan
terkait, diupayakan hingga menemukan ide-ide baru
terkait topik-topik bahasan.

3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup

Tabel 8: Matriks Metode Pembelajaran – Kearifan Lokal

ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN


LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP PEND. IN - FORMAL
1. PAUD x
2. Homeschooling x x
LINGKUP PEND. FORMAL
1. PAUD x
2. Pend. Dasar x x
3. Pend. Menengah x x x
4. Pend. Tinggi x x x
LINGKUP PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x
3.Pend. Kepemudaan x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x
5.Pend. Keaksaraan x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7.Pend. Kesetaraan x
8.Pend. Layanan Khusus x

60
ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x
2.Tokoh Masyarakat x x
3.Tokoh Adat x x
4.Kader Org. Masyarakat x x
5.Kader Org. Komunitas x x
6.Kader Org. Profesi* x x x
7.Kader Partai Politik* x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

61
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.98

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :99


a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh para Peserta PKBN. Pengalaman tiap Peserta PKBN berbeda-beda,
tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman peserta,
seperti ketersediaan buku, kesempatan rekreasi, dan sebagainya. Media
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika Peserta PKBN tidak
mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang
dibawa ke Peserta PKBN. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio
visual dan audial.
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para Peserta PKBN
tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
1) obyek terlalu besar;
2) obyek terlalu kecil;
3) obyek yang bergerak terlalu lambat;
4) obyek yang bergerak terlalu cepat;
5) obyek yang terlalu kompleks;
6) obyek yang bunyinya terlalu halus;
7) obyek mengandung zat berbahaya dan beresiko tinggi.

98
Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russell. Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice
Hall, 2008)
99 Ibid

62
c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada Peserta PKBN.
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta
PKBN dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak

Macam-macam bentuk Media Pembelajaran:100

a. Media People: Instruktur/ Pengajar/ Pembina/ Widyaiswara, Orangtua


b. Media Text: buku, majalah, koran, teks flyers
c. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
d. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
e. Projected still media: slide; over head projektor (OHP), LCD Proyektor dsj.nya
f. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD,VTR), komputer dsj.nya
g. Study Tour Media: Pembelajaran langsung ke obyek atau tempat studi seperti:
wisata bahari keliling nusantara, museum, candi, ke wilayah perbatasan, di
lapangan atau melalui kegiatan perkemahan, dan sejenisnya.

2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat

Pemanfaatan sarana/media pembelajaran dalam proses pelaksanaan PKBN di


setiap tingkat, baik di tingkat Usia Dini, Dasar, Menengah, Tinggi dan yang setara , sangat
tergantung pada ketersediaan fasilitas penyelenggaraan PKBN di setiap tingkat tersebut.
Namun sebagai alternatif pemanfaatan sarana/media pembelajaran topik Kearifan
Lokal di setiap lingkup dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini :

100
Sharon E. Smaldino, James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda, Instructional Technology and Media For Learning,
Eight Edition, (Pearson Merrill Prentice Hall,2005), hal. 10

63
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Kearifan Lokal
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP Projected Projected
PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x
ketentuan Undang-Undang

64
F. METODE EVALUASI HASI BELAJAR

1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar:101
a. Untuk menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan
kompetensi keterampilan Peserta PKBN
b. Untuk mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN

Shambaugh mengelompokkan bentuk evaluasi hasil belajar berdasarkan karak-


teristik tanggapan atau respon Peserta PKBN, menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:102
a. Evaluasi tanggapan yang dipilih (Peserta PKBN memilih dari pilihan yang
diuji)
1) Test Pilihan Ganda
2) Test Menjodohkan Test Objektif
3) Test Benar-Salah
b. Evaluasi tanggapan yang dibangun (Peserta PKBN
mengkonstruk/membangun tanggapan/opini mereka sendiri)
1) Test Tertulis berupa karangan singkat
2) Test Lisan atau wawancara (tertutup atau terbuka) Test Uraian
3) Test Penilaian Diri Sendiri
c. Evaluasi kinerja Peserta PKBN secara keseluruhan (Peserta PKBN
menunjukkan hasil belajarnya)
1) Penilaian portofolio (kumpulan hasil karya Peserta PKBN yang disusun
secara sistematik yang menunjukkan upaya belajar, hasil belajar dan
proses belajar Peserta PKBN yang dilakukan jangka waktu tertentu.
2) Penilaian proyek yang ditugaskan kepada Peserta PKBN
3) Test tindakan Peserta PKBN, melalui observasi dan catatan lapangan

101
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
102
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128

65
Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-
kan jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:103

a. Test Objektif :
1) Baik untuk mengukur kompetensi Ingatan pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi
dan Analisa (C1-C4)
2) Kurang tepat untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C4) dan Create/mencipta
(C5)
3) Dapat mengukur lebih banyak sampel sehingga mewakili seluruh materi
4) Pengolahan jawaban test objektif sederhana dan ketepatannya tinggi
5) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan memahami
pilihan dan menerka
6) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengingat, membuat intepretasi
dan menganalisa ide orang lain

b. Test Uraian :
1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.

Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengeva-luasi keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan
pengamatan perilaku yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara104 :

1. Belum Terlihat (BT), apabila belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku


2. Mulai Terlihat (MT), apabila sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku,
tetapi belum konsisten
3. Mulai Berkembang (MB), apabila sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku, dan
mulai konsisten, juga mendapatkan penguatan dari lingkungan disekitarnya.
4. Membudaya-Konsisten (MK), apabila terus-menerus memperlihatkan perilaku yang
dinyatakan dalam indicator secara konsisten karena selain mendapat penguatan dari
lingkungan yang lebih luas juga sudah tumbuh kematangan moral.

103
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
104
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36

66
2. Garis Besar Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Tingkat

Tabel 10 : Metode Evaluasi – Kearifan Lokal di setiap Tingkat

Tingkat Kelompok Alternatif Metode Evaluasi

Usia Dini & Setara • PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan berkaitan dengan topik bahasan tentang a.l.:
• Pendidikan Layanan Khusus - Nilai kearifan lokal cerminan nilai bela negara seperti a.l:
tidak ngawadul-tidak bohong (sunda); Tri Hita Karana
toleransi dengan agama lain (bali); Huyula (gorontalo)
gotong royong saling menolong dan lain-lainnya
Dasar & Setara • Pendidikan Dasar* • Test Objektif
• Pendidikan Kesetaraan • Test Uraian lisan atau tertulis (sesuai kondisi yang ada)
• Pendidikan Keaksaraan tentang :
- Pemahaman kearifan lokal
- Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
- Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
- Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
- Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai BN
Menengah & Setara • Homeschooling • Test uraian lisan/tertulis berkaitan dengan topik bahasan
• Pendidikan Menengah - Pemahaman kearifan lokal
• Pendidikan Kec. Hidup - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Pendidikan Kepemudaan - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
• Pendidikan Pemberdayaan - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
Perempuan - Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai dasar
• Pendidikan Keterampilan & bela negara
Pelatihan Kerja • Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
• Kader Organisasi : bahasan tentang perilaku revitalisasi kearifan lokal
Masyarakat, Komunitas,
cerminan nilai dasar bela negara.
Profesi*, Partai Politik*,
Kelompok Masy lainnya • Untuk Kader Organisasi Profesi dan Kader Partai Politik
diupayakan menemukan ide-ide baru terkait topik
bahasan yang diujikan.
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* • Test uraian lisan melalui wawancara atau tertulis (untuk
• Tokoh : Agama, Adat, dan Pendidikan Tinggi) terkait topik-topik a.l.,
Masyarakat - Pemahaman kearifan lokal
- Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Lembaga Negara, - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
Kementerian/LPNK, Pemda, - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
TNI, Polri, BUMN/BUMD, - Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai BN
BU Swasta, dan Badan lain diupayakan menemukan ide-ide baru dalam memaparkan
sesuai perundang-undangan topik-topik bahasan tersebut.
• Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
bahasan tentang perilaku nyata revitalisasi kearifan lokal,
diupayakan menemukan ide ide baru dalam gerakan
nasional bela negara

67
3. Matriks Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Lingkup

Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Kearifan Lokal

ALTERNATIF – METODE EVALUASI


LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK

LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL


1. PAUD x
2.Homeschooling x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Dasar x x
3.Pend. Menengah x x
4.Pend. Tinggi x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x
3.Pend. Kepemudaan x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x
5.Pend. Keaksaraan x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7.Pend. Kesetaraan x x
8.Pend. Layanan Khusus x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x
2.Tokoh Masyarakat x
3.Tokoh Adat x
4.Kader Org. Masyarakat x
5.Kader Org. Komunitas x
6.Kader Org. Profesi* x
7.Kader Partai Politik* x
8.Kelompok Masyarakat lain x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

68
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Dalam kegiatan pembinaan kesadaran bela negara, kita sering mendengar


maupun mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih sebenarnya merupakan
ungkapan penghargaan (reward). Contoh lain bentuk penghargaan ketika kader bela
negara membantu menanggulangi bencana alam memperoleh uang saku untuk transport
dan makan, atau ketika berhasil menuntaskan program pembinaan memperoleh
sertifikat, dan tepuk tangan karena hasil evaluasi baik.
Tanggapan positif (reward) tersebut bertujuan supaya tingkah laku yang sudah
baik dalam: bekerja, belajar, berprestasi dan memberi, itu frekuensinya akan berulang
dan bertambah. Sedang tanggapan negatif (punishment) bertujuan agar tingkah laku
yang kurang baik itu frekuensinya berkurang atau hilang.105
Pemberian tanggapan tersebut dalam proses pembelajaran disebut pemberian
penguatan (reinforcement), yang didefinisikan oleh Hasibuan (2009) bahwa “penguatan
adalah tingkah laku guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu murid
yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.”106 Menurut Moh. Uzer (2000)
mendefinisikan bahwa “penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk bentuk respon,
apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan modifikasi tingkah laku guru
terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan
balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak
dorongan ataupun koreksi.”107
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reinforcement atau
penguatan dalam proses pembinaan kesadaran bela negara merupakan usaha
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, untuk mendorong terulang kembali perilaku
positif yang telah dilakukan peserta , serta menurunnya perilaku negatif.

105
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
106
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
107
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80

69
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-
rungan penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams
(2000)108 yang mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun
frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih
dahulu kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan
penguat (reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan
perilaku yang dihasilkan.109

2. Tujuan Pemberian Penguatan

Pemberian penguatan dalam pembinaan kesadaran bela negara memiliki tujuan


antara lain:110
a. Meningkatkan perhatian peserta, dan membantu peserta bila pemberian;
pengutan dilakukan secara selektif;
b. Memberi motivasi peserta;
c. Digunakan untuk mengontrol dan mengubah tingkah laku peserta yang
mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif;
d. Mengembangkan kepercayaan diri peserta untuk mengatur diri sendiri dalam
pengalaman belajar;
e. Mengarahkan terhadap pengembangan berfikir yang berbeda (divergen) dan
pengambilan inisiatif yang bebas.

108
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
109 Ibid
110 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118

70
3. Jenis-Jenis Penguatan111

Penguatan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Penguatan Verbal. Biasanya diungkapkan atau diutarakan dengan menggu-


nakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya, misalnya:
pintar, bagus, bagus sekali, seratus !
b. Penguatan Nonverbal, biasanya berbentuk
1) Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan kepala,
senyuman, kerut kening, acungan jempol, wajah mendung, wajah cerah,
sorot mata yang sejuk bersahabat atau tajam memandang.
2) Penguatan pendekatan: Pengajar mendekati peserta untuk menyatakan
perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau
penampilan peserta. Misalnya Pengajar berdiri di samping peserta,
berjalan menuju peserta, duduk dengan seseorang atau sekelompok
peserta, atau berjalan di sisi peserta. Penguatan ini berfungsi menambah
penguatan verbal.
3) Penguatan dengan sentuhan (contact): Pengajar dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan peserta
dengan cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, bejabat tangan,
mengangkat tangan peserta yang menang dalam pertandingan.
Penggunaannya harus di pertimbangkan dengan seksama agar sesuai
dengan usia, jenis kelamin, dan latar belakang kebudayaan setempat.
4) Penguatan dengan kegiatan menyenangkan: Pengajar dapat menggu-
nakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh peserta
sebagai penguatan. Misalnya seorang peserta yang menunjukkan
kemajuan dalam mempraktekkan simulasi pencegahan dan penanggu-
langan terorisme cyber ditunjuk sebagai pemimpin kelompok.
5) Penguatan berupa simbol atau benda: penguatan ini dilakukan dengan
cara menggunakan berbagai simbol berupa benda seperti tanda bintang
dari kertas, kartu bergambar, binatang plastik, lencana, permen ataupun

111
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit

71
komentar tertulis pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan
agar tidak sampai terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu
sebagai imbalan.

Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar,
Pengajar hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini
Pengajar sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(parsial). Misal bila seorang peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar,
sebaiknya Pengajar menyatakan, "ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu
disempurnakan," sehingga peserta tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak
seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.

4. Prinsip Penguatan

Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan
penguatan (reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:112
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi:
suara, mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-
siasan dalam memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya
diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga
ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman
masih bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang
bernuansa mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan
semangat peserta didikl untuk mengembangkan dirinya.

5. Cara Penggunaan Penguatan

Menurut Moh. Uzer (2000) penggunaan penguatan dapat dilakukan dengan


beberapa cara sebagai berikut:113

112
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
113
Ibid, hal. 83

72
a. Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan kurang
efektif. Oleh karena itu, sebelum memberikkan penguatan, pengajar terlebih
dahulu menyebut nama peserta yang bersangkutan sambil menatap
kepadanya
b. Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok peserta didik, misal apabila
satu tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelompok, pengajar
membo-lehkan kelompok itu bermain, misal basket menjadi kegemarannya
c. Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau
respon atau tanggapan peserta didik yang diharapkan. Penguatan yang
ditunda pemberiannya cenderung kurang efektif
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan
lama-kelamaan akan kurang efektif.

73
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I., dkk. 2008. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Anderson, O.W., David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching And
Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York:
Addison Wesley Longman.
Asry, Y. 2010. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, Melalui Dialog Pengembangan
Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan daerah di Provinsi Maluku
Utara, Papua, Maluku, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Jakarta : Pustaka Jaya
Bratawidjaja, T.W. 1988. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa”, Pustaka Sinar Harapan.
Dahri, H. 2008. Tabot dan Konstribusinya Dalam Pengembangan Kerukunan Umat Beragama,
Penamas, Agama dan Multikultur. Vol. XXI No. 1 – Th. 2008
Dave, R.H.1970. Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong,
ed., Tucson. AZ: Educational Innovators Press.
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia. 1970. Taxonomy of Educational Goals
Handbook II: Affective Domain, New York: David McKay Company.
Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Papua. 2003. Cerita Rakyat dan Ungkapan Peribahasa
Daerah Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Djamarah, S.B. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Geriya, I.Wayan. 2004. Revitalisasi Kearifan Lokal Bali, Bali Pos, 28 Agustus 2004
Habibah, N. 2008. Fungsi Saman Pada Masyarakat Pandeglang : Studi Kasus di Desa Giri
Jaya Kecamatan Saketi dan Desa Batu Ranjang Kecamatan Cipeucang Kabupaten
Pandeglang, Jurnal PENAMAS, Vol. XXI, No.1, Th 2008
Hasibuan, J.J., dan Meodjiono. 2009. Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hamid, M.S. 2014. Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas,
Diva Press
Ife, J. 2002. Community Development, Creating Community Alternatif Vision Analysis and
Practice, Australia: Longmann.
Indriaturrahmi. 2016. Peran Dunia Usaha dan Dunia Industri Dalam Penyelenggaraan SMK
Berbasis Kearifan Lokal di Kota Mataram, Jurnal Pendidikan Vokasi, Volume 6,
No 2, Juni 2016
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Desain Induk, Pendidikan Karakter.
Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia. 2014.
Modul Pemantapan Wawasan Kebangsaan.

74
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2014. Strategi Pertahanan Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016-2017. Peraturan Menteri Pertahanan
Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Strategis Pertahanan
Nirmiliter, 2017
Keraf, A.S. 2010. Etika Lingkungan Hidup, Penerbit Buku Kompas.
Kosim, S. (K.M). 2005. Kearifan Lokal di arus Global. Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005
Lee Hock Guan. 2009. Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland
Burma, Journal of Social Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009,
pp. 32-46 (Review)
Mariane, I. 2014. Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan Adat, PT RajaGrafindo Persada.
Marfai, M.A. 2013. Pengantar Etika Lingkungan Dan Kearifan Lokal, Gajah Mada
University Press
Mohammad,F. dkk. 2005. Menggagas Masa Depan Gorontalo, Yogyakarta: HPMIG Pres.
Pelras, C.1996. The Bugis, Wiley-Blackwell.
Pemerintah Republik Indonesia.2010.Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Th 2010-2025
Permana, C.E. 2010. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana, Wedatama
Widya Sastra.
Rohmah, T.R.S. 2018. Membangun Kearifan Lokal Melalui Gerakan Literasi MIBANDA (Micinta
Baca Tulis Aksara Sunda) di SDN Sukahayu Kabupaten Subang, Jurnal Dinamika
Pendidikan Dasar Volume 10, No 2, September 2018
Shambaugh, N. & S.G. Magliaro. 2006. Instructional Design: A Systematic Approach for
Reflective Practice, Pearson Education, Inc.
Sjafei, M. 1970. INS Kayutanam: Bapak Pendidik Nasional, Ruang PNS Kayutanam.
Smaldino, Sharon E, Deborah L. Lowther, James D. Russel. 2008. Instructional Technology &
Media For Learning, Pearson Prentice Hall.
Smaldino, Sharon E, James D. Russel, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning, Pearson Education, Inc.
Soeratman Darsiti. S. 1981/1982. Ki Hadjar Dewantara, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008
Sugiyanto 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Yuma Pustaka dengan IKIP UNS.
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif, Jakarta: GP Press.
Tedjasaputra, M.S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan, Grasindo.
Ulfah Fajarini. 2014. Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter, Sosio Didaktika: Vol.
1, No. 2, Desember 2014
Usman, M.U. 2000. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000
Yunus, R. 2014. Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa:
Studi Empiris tengang Huyula, Deepublish, Grup Penerbit CV Budi Utama.
Zainal, A, dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar, PAU-PPAT-UT, 2001

75
Dokumen Negara

Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 Tahun 2003, Tentang Sistim Pendidikan Nasional
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk
Pertahanan Negara
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, Tentang Pedoman
Strategis Pertahanan Nirmiliter
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 54 Tahun 2014, Tentang Buku Putih
Pertahanan Indonesia.

Website dan Sumber Lain

Adams, M.A. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, Behavioral Development Bulletin,
9 (1), 3-6. http://dx.doi.org/10/1037/h0100529
Awig-Awig. Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, diakses dari: http://awig-
awig.blogspot.com/2011/07/jenis-kearifan-lokal-yang-ada-di.html
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, diakses dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html
Budiartawan, I Wayan, Tri Hita Karana filsafat hidup masyarat Bali , diakses dari:
https://www.nusabali.com/berita/33077/tri-hita-karana-filsafat-hidup-masyarakat-bali
Budi Prakoso, Membangun Generasi Emas Indonesia dengan Kearifan Lokal, diakses
https://www.kompasiana.com/budi.prakoso/5d2d1427097f3616a62d3492/menguatkan-
kearifan-lokal-di-era-digital?page=all# (November 2019)
Departemen Sosial, Memberdayakan kearifan lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. Artikel Edisi
20 November 2006. http://www.depsos.go.id
Estiono, Eksistensi Kearifan Lokal Dalam Sistim Peradilan di Indonesia, diakses dari:
http://www.pn-lhokseumawe.go.id/website_pn/media/files/
201811131003213381711325bea3ef91cd35_20181113114635_KEARIFAN+LOKAL.pdf
ESDM. Kembangkan EBT, Perhatikan Kearifan Lokal, diakses dari:
http://ebtke.esdm.go.id/post/2016/10/31/1402/kembangkan.ebt.perhatikan. kearifan.lokal
Faridah, L.N., Youtuber, Kearifan Lokal dan Pencegahan Radikalisme, diakses dari:
https://jalandamai.org/youtuber-kearifan-lokal-dan-pencegahan-radikalisme.html
Gobyah, I Ketut, Berpijak Pada Kearifan Lokal, diakses dari: http://www.balipos.co.id
Gudang Artikel. Pengertian Kearifan Lokal, diunduh dari:
https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-kearifan-lokal.html
Idrus, I., Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Nonformal, diakses dari:
http://arixdeviyanti.blogspot.com/2012/06/kearifan-lokal.html (November 2019)

76
Idntimes.com. Lima Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!,
diakses dari: https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-
ini-bantu-kurangi-efek-global-warming-c1c2 (Oktober 2019)
Joko Martono, Beberapa Peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, diakses dari:
https://www.kompasiana.com/jk.martono/5af9f4ecab12ae1c9c6e3af2/beberapa-
peribahasa-dari-lembah-baliem-wamena?page=all. (Oktober 2019)
Kumparan.com. Empat Mitigasi Gempa Bumi Berbasis Kearifan lokal di Indonesia, diakses dari:
https://kumparan.com/kumparannews /4-mitigasi-gempa-bumi-berbasis-kearifan-lokal-di-
indonesia
Kementerian Pertahanan RI, Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional,
2017, diakses dari: https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-
guna-meningkatkan-ketahanan-nasional, hal.5 (November 2019)
KSP. Penting, Peran Pemerintah Daerah dan Kearifan Lokal Menjaga Ekosistem, diakses dari:
http://ksp.go.id/penting-peran-pemerintah-daerah-dan-kearifan-lokal-menjaga-
ekosistem/Lestari. A,D dkk. 2019. Peranan Kepala Kampung Dalam Pelaksanaan
Siskampling, diakses dari: https://media.neliti.com/media/publications/250847-peranan-
kepala-kampung-dalam-pelaksanaan-d488e122.pdf (November 2019)
Moneysmart. Tujuh Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan,
diakses dari: https://www/moneysmart.id/7-pepatah-suu-minang-yang-jadi-kunci-sukses-
finansial-di-perantauan/
Mustakim, Bahasa sebagai Jati diri Bangsa, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diakses dari:
https://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/bahasa-sebagai-jati-diri-
bangsa-0 (November 2019)
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, diakses dari:
http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-pembelajaranedutainment-belanbe.html.
Okezone.com. Peningkatan Kesejahteraan Berpijak pada Kearifan Lokal, diakses dari:
https://news.okezone.com/read/2009/08/07/95/245845/peningkatan-kesejahteraan-
berpijak-pada-kearifan-lokal
Republika co. Budaya 'Sasi' di Maluku Jaga Potensi Perikanan, diakses dari:
https://republika.co.id/berita/ng1zfu/budaya-sasi-di-maluku-jaga-potensi-perikanan
Suara Merdeka.com. Indonesia Butuh Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, diakses
dari: https://www.suaramerdeka.com/news/baca/180686/indonesia-butuh-wawasan-
nusantara-dan-ketahanan-nasional (Oktober 2019)
Takari, M., Kearifan Lokal Dalam Konteks Pembentukan Karakter Bangsa Indonesia, Ketua
Departemen Etnomusikologi FIB USU dan Ketua Departemen Adatg, Seni dan Budaya
Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia, diakses dari:
https://www.scribd.com/document/365940871/Kearifan-Lokal-Dalam-Konteks-
Pembentukan-Karakter
Tegarhady. Hubungan Kearifan Lokal dengan Kebudayaan, diakses dari:
http://tegarhady.blogspot.com/2015/04/hubungan-kearifan-lokal-dengan 24.html, dan
http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-kebudaayaan-definisi-para-ahli.html
(November 2019)

77
Trianton, T., Strategi Pemertahanan Identitas dan Diplomasi Budaya, diakses dari:
https://pbsi.ump.as.id/index.php/artikel/82-strategi-pemertahanan-identitas-dan-
diplomasi-budaya
Trinirmalaningrum, Rumah Ramah Bencana di Nias, diakses dari:
http://perkumpulanskala.net/index.php/en/culture/164-rumah-ramah-bencana-di-nias
Universitas Gajah Mada. Brubuh, Kearifan Masyarakat Jawa pada Lingkungan, diakses dari :
https://ugm.ac.id/id/berita/9697-brubuh-kearifan-masyarakat-jawa-pada-lingkungan
(November 2019)
Widyastuti, S., Peribahasa Budaya Lokal dan Penerapannya di Masa Kini, Univeritas Negeri
Yogyakarta, 2010, diunduh dari: https://eprints.uny.ac.id/531/
Wongbanyumas, Peranan Kearifan Lokal di Era Globalisasi, diakses dari:
https://fatahilla.blogspot.com/2015/09/peranan -kearifan-lokal-di-era.html

78

Anda mungkin juga menyukai