3 PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
ISBN: 978-979-8878-15-2
Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI
Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.
Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara
Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela
Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110
Diterbitkan oleh:
www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,
i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)
iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.
iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca
v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man
vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara
vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN
SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB
SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)
SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN
SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.
Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.
Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
ix
DAFTAR ISI
x
B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……………………………………………………… 43
xi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - MODUL KEARIFAN LOKAL
xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR
Bagian I
PEMAHAMAN KEARIFAN LOKAL
Kearifan lokal dalam bahasa asing disebut local wisdom yang artinya kebijaksanaan
setempat /daerah, atau local knowledge yang artinya pengetahuan setempat/ daerah,
atau local genius yang artinya kecerdasan setempat/daerah, merupakan sikap,
pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan
jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di
dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan lokal adalah
jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan situasional yang
bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.1
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas, yang dilakukan masyarakat lokal dalam
mengatasi berbagai masalah dalam upayanya memenuhi kebutuhan mereka yang
meliputi seluruh aspek kehidupan seperti antara lain: agama, ilmu pengetahuan,
ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian, dengan
cara memperhatikan sumber daya alam di lingkungannya.2
Kearifan lokal sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu
mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini, kearifan lokal merupakan perilaku positif
manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat
bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya
setempat, dapat berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, dan aturan khusus.
Kearifan lokal terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk
beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, lahir dan berkembang dari generasi ke
1
Saini Kosim (K.M), Kearifan Lokal di arus Global. Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005
2
Departemen Sosial, Memberdayakan kearifan lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. Artikel Edisi 20 November
2006. http://www.depsos.go.id
1
generasi, bertahan dan berkembang dengan sendirinya tanpa ada pendidikan dan
pelatihan, dan tanpa adanya ilmu dan teknologi yang mendasarinya. Tumbuh-
kembangnya kearifan lokal berangkat dari upaya menyelaraskan dengan kondisi
lingkungan fisik dan biologisnya, kemudian meyakini kebenarannya, melalui kebiasaaan
untuk mempraktikannya tradisi ini kemudian diwariskan dari generasi ke generasi.
Generasi berikutnya terkondisikan menerima kebenaran tersebut dan mempercayainya
misalnya berkaitan dengan pantangan, nilai, standar perilaku dan sebagainya. Acapkali
generasi-generasi berikutnya tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan
tersebut.3
Kearifan lokal dimaknai sebagai budaya lokal yang berkembang di suatu daerah,
yang unsur-unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu.
Kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, mantra, petuah, semboyan, kitab-
kitab kuno, tarian, sistem pengobatan, makanan kesehatan, sistem mata pencaharian,
sistem kepercayaan dan perilaku manusia sehari-hari. Keberlangsungan kearifan lokal
akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-
nilai itu menjadi pegangan hidup kelompok masyarakat tertentu, yang biasanya akan
menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap perilaku mereka
sehari-hari, artinya telah terinternalisasi dan terejawantahkan dalam sikap dan perilaku.
3
Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana, (Wedatama Widya Sastra, 2010),
hal. 3
4
Ibid, hal. 4-6
Jim Ife, Community Development, Creating Community Alternatif Vision Analysis and Practice, (Australia:
Longmann, 2002)
2
dengan lingkungan-nya. Pengetahuan lokal antara lain meliputi pengetahuan
tentang perubahan dan siklus iklim kemarau-penghujan, jenis-jenis fauna dan
flora, kondisi geografi, demografi, dan sosiografi.
b. Dimensi Nilai Lokal
Nilai-nilai lokal merupakan nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan
alam, Nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh
anggotanya. Nilai-nilai tersebut memiliki dimensi waktu berupa nilai masa lalu,
masa kini, dan masa datang. Nilai-nilai tersebut akan mengalami perubahan
sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.
c. Dimensi Keterampilan Lokal
Keterampilan lokal bagi setiap masyarakat dipergunakan sebagai kemampuan
bertahan hidup (survival). Keterampilan lokal dari yang paling sederhana
seperti berburu, meramu makanan dan obat, bercocok tanam sampai
membuat industri rumah tangga. Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup
dan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya masing-masing atau disebut
dengan ekonomi subsistensi.
d. Dimensi Sumber Daya Lokal
Sumber daya lokal pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu sumber
daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan
menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan
mengeksploitasi secara besar-besaran atau dikomersialkan. Sumber daya
lokal ini sudah dibagi peruntukkannya seperti hutan, kebuh, sumber air, lahan
pertanian, dan pemukiman. Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya
bersifat kolektif.
e. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal
Pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pemerintahan lokal sendiri atau
disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang
memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing-
masing mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda.
Ada masyarakat yang melakukan secara demokratis atau duduk sama rendah
3
berdiri sama tinggi. Ada juga masyarakat yang melakukan secara hierarkis,
bertingkat atau berjenjang.
f. Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal
Suatu masyarakat umumnya dipersatukan oleh ikatan komunal untuk
membentuk solidaritas lokal. Setiap masyarakat mempunyai media-media
untuk mengikat warganya, seperti misalnya dilakukan melalui ritual
keagamaan atau berbagai upacara adat. Masing-masing anggota masyarakat
saling memberi dan menerima sesuai dengan bidang dan fungsinya masing-
masing seperti dalam solidaritas mengolah tanaman padai dan kerjabakti
gotong-royong.
Menurut I Ketut Gobyah kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau
ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci
firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
5
Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), (Jakarta : Pustaka Jaya 1986), hal. 18-19
6
Ibid, hal. 40-41
4
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkandung di dalamnya sangat
universal.7
7I Ketut Gobyah, Berpijak Pada Kearifan Lokal, disari dan dikutip dalam: http://www.balipos.co.id
8 Irene Mariane, Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan Adat, PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 112-113
9 Ibid
5
5. Wujud Kearifan Lokal
Dalam masyarakat Indonesia, kearifan lokal dapat ditemui dalam berbagai wujud
diantaranya:10
a. Wujud nyata, tersurat atau kasat mata (tangible)
1) Tekstual, antara lain:
Sistem nilai atau kepercayaan, sistem produksi, ramuan pengobatan
herbal, tata cara/aturan, kitab tradisional primbon, kalender dan prasi
(budaya tulis di atas lembaran daun lontar), naskah cerita, dongeng,
gambar ilustrasi, ramuan makanan tradisional yang diwariskan turun-
temurun, teks nyanyian / tembang, peribahasa atau kata-kata bijak
2) Bangunan / Arsitektural, antara lain:
Bangunan-banguan tradisional yang merupakan cerminan dari bentuk
kearifan lokal a.l: leuit (lumbung), rumah rakyat Baduy, Nias, Bengkulu
3) Benda Cagar Budaya, Tradisional atau Karya Seni, antara lain:
Keris, candi, angklung, motif-motif batik, permainan, tarian dll.
10 Hubungan Kearifan Lokal dengan Kebudayaan, disari dan dikutip dari: http://tegarhady.blogspot.com/2015/04/hubungan-
kearifan-lokal-dengan 24.html, dan http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-kebudaayaan-definisi-para-ahli.html
6
Bagian II
KEARIFAN LOKAL DALAM KETAHANAN NASIONAL
1. Ketahanan Nasional
Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa, kearifan lokal merupakan sikap,
pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan
jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di
dalam wilayah dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan lokal adalah
jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis dan situasional yang
bersifat lokal atau bersifat daerah setempat.11
https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-guna-meningkatkan-ketahanan-nasional, hal.5
7
Oleh karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam masyarakat lokal yang
bersatu padu membangun bangsa Indonesia, maka keterpaduan dari ketahanan masing-
masing masyarakat lokal dalam menghadapi ancaman integritas, jatidiri bangsa serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang dicerminkan melalui kearifan lokal setiap
masyarakat lokal di seluruh Indonesia, sangatlah penting untuk dipertahankan dan
ditumbuh-kembangkan, demi kelangsungan hidup bangsa dan negara.
14 Ibid
15 Ibid
8
Kaniekes, Kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak Propinsi Banten, yang
mengajarkan antara lain: “gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang
diruksak” artinya gunung tidak boleh dihancurkan, lembah/sumber air tidak
boleh dirusak. Ajaran pikukuh Baduy tentang mitigasi bencana tersebut
secara operasional dituangkan dalam praktik hidup sehari-hari sebagai
berikut:16
1) Mitigasi bencana kebakaran hutan dengan peduli terhadap gejala alam
dan kehati-hatian dalam bertindak. Waktu untuk membakar daun-daun,
ranting, dan dahan dari sisa-sisa tebangan pembukaan ladang (huma)
selalu mengacu pada ketentuan adat melalui perhitungan dan melihat
bintang (bintang kidang). Selain itu, teknis pembakaran juga dilakukan
secara ketat dan hati-hati, sehingga api tidak merambat ke luar huma.
2) Mitigasi bencana gempa dengan peduli terhadap struktur dan
konstruksi bangunan baik rumah, maupun lumbung dan bangunan
lainnya. Tiang-tiang bangunan Baduy yang berdiri di atas umpak batu
kali, serta bahan-bahan bangunan alami dan konstruksi yang tidak kaku
bertujuan menjaga fleksibilitas atau kelenturan bangunan ketika terjadi
guncangan gempa.
3) Mitigasi bencana banjir dengan peduli terhadap hutan dan air. Adanya
hutan larangan, hutan titipan, hutan dudungusan, dan hutan tua
(leuweung kolot) yang dianggap suci atau keramat dan tidak boleh
dieksploitasi, maka hutan dan air akan terjaga kelestariannya. Dengan
menjaga hutan dan air, berarti sekaligung berfungsi sebagai mitigasi
bencana erosi dan tanah longsor.
16
Cecep Eka Permana, op.cit, hal. 140-141
17
5 Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!, disari dan dikutip dari :
https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-ini-bantu-kurangi-efek-global-
warming-c1c2
9
1) Sistem Sasi, larangan bagi masyarakat adat di Maluku terutama
Kabupaten Maluku Tengah, Kota Tual, Maluku Tenggara dan Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, untuk melakukan penangkapan ikan,
mengambil kerang-kerangan jenis lola, batulaga atau japing-japing,
secara berlebihan sehingga merusak lingkungan. Perintah larangan bagi
warga mengambil hasil kelautan atau pertanian sebelum waktu yang
ditentukan, namun pada saatnya masyarakat dapat melakukan panen
bersama-sama sehingga masyarakat benar-benar merasakan hasil kerja
keras yang mereka lakukan.
2) Ilmu Tiga Hutan, bagi suku Sakai di Riau, hutan adalah harta yang harus
di rawat sebaik-baiknya. Suku Sakai membagi wilayah hutan mereka
menjadi tiga bagian, yaitu hutan adat, hutan larangan, dan hutan
perladangan. Di hutan adat penduduk hanya boleh mengambil rotan,
damar, dan madu lebah, tanpa menebang pohonnya. Sedangkan hutan
larangan sama sekali tidak boleh diusik. Sementara hutan perladangan
boleh ditebang untuk dijadikan ladang tapi tidak semua pohon boleh
ditebang, misalnya pohon sialang yang menjadi tempat lebah madu.
3) Ilmu Perladangan Gilir Balik, Suku Dayak Bantian di Kalimantan Timur
menanam padi, sayuran, rotan, dan buah-buahan di hutan. Mereka
menggunakan sistem perladangan gilir balik. Mereka membuka hutan
untuk dijadikan ladang selama 2 tahun, setelah itu mereka mencari
ladang baru dan membiarkan ladang lama menjadi hutan kembali.
Begitu seterusnya dan tidak semua hutan boleh dijadikan ladang.
Budaya 'Sasi' di Maluku Jaga Potensi Perikanan, disari dan dikutip dari : https://republika.co.id/berita/ng1zfu/budaya-
sasi-di-maluku-jaga-potensi-perikanan
10
1) Awig-Awig, merupakan aturan adat yang harus ditaati oleh warga
masyarakat Lombok Barat dan Bali, yang menjadi pedoman untuk
bertindak dan bersikap terutama dalam berinteraksi dan mengolah
sumber daya alam dan lingkungan di daerah Lombok Barat dan Bali18
2) Falsafah hidup masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya dalam
membangun kualitas warga masyarakat, hingga saat ini tetap diyakini
dan dijalani karena falsafah hidup karuhunnya. Menjalani falsafah
karuhun, berarti menghormati para karuhun itu, sebagai berikut:19
a) Falsafah tentang kesabaran
“Baturmah ngedok nopeng ngigel rongeng monyet, tjomeng
aya hargana, keur sewu putu diponyok, diseungeseurikeun,
dihina, disapiakeun, ditarimakeun”
artinya untuk anak cucu warga Naga, walaupun diejek, ditertawai,
disepelekan dan dihina orang seperti monyet jelek, sebaiknya
diterima saja jangan marah.
b) Falsafah jangan serakah
“Ulah bogoh kuleudokna, ulah kabita kudatarna, makaya dina
luhur batu disairan kutanguh,moal luput akaran”. Legana ngan
saukuran talapak munding sok mun eling moal luput mahi”
artinya manusia tidak ada puasnya, karena itu harus sadar untuk
tidak serakah.
c) Falsafah kemasyarakatan
“Perlu kanu nagajuru, wajib kanu gearing, utama kanu hilang”,
artinya jika ada yang melahirkan, yang sakit dan terutama yang
meninggal harus ditengok
d) Falsafah tentang karakter
Tidak “ngawadul” artinya tidak berbohong, tidak “ngadu” artinya
tidak berjudi atau nyabung ayam, tidak “ngumadat” artinya tidak
18
Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, disari dan dikutip dari: http://awig-
awig.blogspot.com/2011/07/jenis-kearifan-lokal-yang-ada-di.html
19
Irene Mariane, hal. 128-129
11
kecanduan obat-obatan atau narkoba, tidak “ngawadon” artinya
tidak main perempuan.
20
Ibid, hal. 149-150
12
4) Sistem kepemimpinan “kekeluargaan” yang berlaku;
5) Sistem pemukiman berdasarkan aturan adat.
Kesemua sistem tersebut memberikan kontribusi yang cukup bagi keberadaan
dan terpeliharanya suatu kehidupan desa adat.
21
Rasid Yunus, Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris tengang
Huyula, (Deepublish, Grup Penerbit CV Budi Utama, 2014), hal. 45
22
F. Mohammad, dkk. Menggagas Masa Depan Gorontalo, (Yogyakarta: HPMIG Pres, 2005), hal.320
23
Peningkatan Kesejahteraan Berpijak pada Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari:
https://news.okezone.com/read/2009/08/07/95/245845/peningkatan-kesejahteraan-berpijak-pada-kearifan-
lokal
13
1) Tradisi perahu sande suku Mandar di Sulawesi Barat. Menurut
Christian Pelras (1996)24 keulungan pelaut orang Mandar tidak bertumpu
pada armada perang yang hebat atau benteng tebal dan besar, tetapi
pada tiga bentuk teknologi perikanan yang mereka kembangkan, yakni:
rumpon, menangkap ikan sambil menghanyut, dan perahu sande.
Teknologi perikanan yang telah dikembangkan secara turun-temurun ini
telah mampu menstimulasi peningkatan ekonomi masyarakat nelayan di
Mandar. Pelajaran itu menunjukkan bahwa kreativitas lokal yang berpijak
pada kearifan lokal telah membuat masyarakat sejahtera.
2) Sistem Subak di Bali, merupakan teknologi tradisional pemakaian air
secara efisien dalam pertanian. Metode Subak, lewat saluran pengairan
yang ada pembagian aliran berdasarkan luas areal sawah dan masa
pertumbuhan padi dilakukan dengan menggunakan alat bagi yang terdiri
dari batang pohon kelapa atau kayu tahan air lainnya. Kayu ini dibentuk
sedemikian rupa dengan cekukan atau pahatan dengan kedalaman
berbeda sehingga debit air yang mengalir di satu bagian berbeda dengan
debit air yang mengalir di bagian lainnya. Kayu pembagi air ini dapat
dipindah-pindah dan dipasang diselokan sesuai dengan keperluan, yang
pengaturannya ditentukan oleh Kelihan Yeh atau petugas pengatur
pembagian air.25
24
Christian Pelras, The Bugis, (Wiley-Blackwell, 1996)
25
Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, op cit.
14
peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya Papua yang
mencerminkan nilai-nilai moral yang menjadi perekat bangsa, antara lain:26
1) “Apuni inyamukut werek holok yugunat tosu”, artinya berbuatlah
sesuatu yang terbaik terhadap sesama. Maksudnya, seringkali ini
diucapkan oleh orangtua kepada anak-anaknya bahwa jika bertemu
dengan orang-orang miskin, orang-orang kumal, orang buta-tuli, orang
sakit, anak yatim piatu, kasihanilah semuanya. Berilah dan berpihaklah
kepada mereka, Jangan pandang kerugiannya, karena melakukan
perbuatan baik adalah perbuatan yang mendatangkan rezeki berlimpah
dan menjadi panjang umur.
2) “Hepuru nyruak legesonongen nekarek”, artinya pada saat makan
jangan menundukkan kepalamu. Maksudnya, jika makan bersama-
sama dengan orang lain, dirumah maupun di tempat pesta maka harus
melihat sesama yang ada disekeliling. Belum tentu orang yang berada
di sekitar kita mendapatkan bagian makanan yang sama dengan yang
kita makan. Jika menemui hal demikian lebih baik makananmu diberikan
kepada orang tersebut. Ini menunjukkan rasa kasih sayang yang sangat
tinggi.
3) “Eki tegoko legarekhak lilik halok hapukhogo welagecarek”, artinya
bagaikan ranting kayu yang hanyut di arus. Nasehat untuk orang Baliem
Wamena yang merantau. Maksudnya jikalau suatu saat nanti kalian
pergi merantau ke negeri orang, pertama-tama membawa diri di
lingkungan masyarakat dengan sopan agar disenangi banyak orang.
Bekerjalah dengan tekun agar dipandang sebagai orang yang tahu
bekerja, melalui keuletan kerja itulah hasilnya akan bisa dinikmati sendiri
dan juga dinikmati orang lain.
26
Joko Martono, Beberapa Peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, disari dan dikutip dari:
https://www.kompasiana.com/jk.martono/5af9f4ecab12ae1c9c6e3af2/beberapa-peribahasa-dari-lembah-
baliem-wamena?page=all.
Cerita Rakyat dan Ungkapan Peribahasa Daerah Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya, (Dinas
Kebudayaan Pemerintah Provinsi Papua, 2003)
15
Kehidupan warga di lembah Balem berpakaian sehari-hari sepert kita pada
umumnya, mereka tidak mengenakan koteka,
27
Atika Dwi Lestari dkk, Peranan Kepala Kampung Dalam Pelaksanaan Siskampling, disari dan dikutip dari:
https://media.neliti.com/media/publications/250847-peranan-kepala-kampung-dalam-pelaksanaan-
d488e122.pdf
28
Indonesia Butuh Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, disari dan dikutip dari:
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/180686/indonesia-butuh-wawasan-nusantara-dan-ketahanan-
nasional
16
Bagian III
KEARIFAN LOKAL DALAM KEWASPADAAN NASIONAL
1. Kewaspadaan Nasional
Kewaspadaan adalah manifestasi aktual dari kemampuan intelektual manusia
dengan sadar untuk menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi, dan
mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Dengan demikian kewas-
padaan nasional adalah sikap mental suatu bangsa untuk selalu siap menghadapi segala
bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) yang timbul setiap saat.29
29
Prof. Dr. Kaelan, MS, op.cit
30
Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, op.cit, hal. 169
17
yang datang dari luar negeri seperti invasi/agresi kampanye militer negara asing, serta
pelanggaran kedaulatan wilayah udara, laut dan darat dari negara lain, berdasarkan
perkiraan saat ini kemungkinannya kecil. Oleh karena itu, perkiraan ancaman yang lebih
memungkinkan, yang patut diwaspadai dan harus segera ditangani adalah ancaman
nonmiliter.
Ancaman nonmiliter adalah usaha atau kegiatan tanpa bersenjata yang dinilai
mempunyai kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam bangsa dan
negara. Ancaman nonmiliter tidak secara langsung mengancam kedaulatan, keutuhan
dan keselamatan bangsa, namun pada skala tertentu dapat bereskalasi atau
berkembang luas sehingga mengganggu stabilitas nasional, yang pada akhirnya
mengancam eksistensi negara.31
Seperti yang telah dipaparkan di muka, Ancaman yang perlu diwaspadai pada masa
kini dan masa yang akan datang adalah ancaman nonmiliter, sedangkan ancaman militer
kemungkinan terjadinya kecil. Oleh karena itu fokus utama pada saat ini diprioritaskan
pada bagaimana kearifan lokal dapat dimanfaatkan untuk mewaspadai ancaman
nonmiliter. Ancaman nonmiliter antara lain dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi,
social budaya, teknologi, keselamatan umum.32
a. Ancaman berdimensi Ideologi
Ancaman nonmiliter berdimensi ideologi adalah ancaman yang ditimbulkan
akibat berkembangnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam
kehidupan bermasyarakat ancaman ideologi yang harus diwaspadai antara lain:
ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti ideologi transnasional yang
31
Strategi Pertahanan Negara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2014)
32
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Strategis
Pertahanan Nirmiliter, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2017)
18
dalam gerakannya kerapkali melakukan kegiatan yang bersifat anarkis, dikenal
dengan kelompok radikal terorisme.33
Pada dasarnya ancaman ini bertujuan ingin memaksakan ideologi
transnasional menjadi ideologi seluruh bangsa Indonesia. Hal ini bertentangan
dengan ideologi Pancasila yang merupakan pandangan hidup seluruh masyarakat
lokal di bumi Indonesia, yang telah merekat sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, kearifan lokal perlu dipertahankan dan ditumbuh-kembangkan sebagai daya
dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut, di antaranya sebagai
contoh: Tri Hita Karana dari masyarakat Bali, adalah filsafat hidup multi dimensi
masyarakat Bali yang masih relevan sampai zaman sekarang yang sudah moderen.
Tri Hita Karana bermakna 3 hal, yaitu: hubungan yang harmonis antara manusia
dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. 34
Konsep yang ada dalam kebudayaan Hindu-Bali yang berintikan
keharmonisan hubungan antara Manusia-Tuhan, manusia-manusia, dan manusia-
alam ini, merupakan tiga penyebab kesejahteraan antara manusia dengan
lingkungan.35 Hal ini mencerminkan falsafah hidup berdampingan secara harmonis
dengan semua ragam masyarakat lokal di seluruh Indonesia.
33
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.30
34
I Wayan Budiartawan. Tri Hita Karana filsafat hidup masyarat Bali https://www.nusabali.com/berita/33077/tri-
hita-karana-filsafat-hidup-masyarakat-bali
35
Yusuf Asry. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, Melalui Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural
Antara Pemuka Agama Pusat dan daerah di Provinsi Maluku Utara, Papua, Maluku (Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama, 2010)
19
NKRI.36 Oleh sebab itu, perlu mempertahankan dan menumbuh-kembangkan
kearifan lokal sebagai daya dukung kekuatan untuk menghadapi ancaman tersebut,
di antaranya sebagai contoh:
1) Kegiatan Saman masyarakat Pandeglang, berfungsi sebagai kesenian,
tarekat; jalan zikir dan ketenangan hati, serta simbol-simbol yang
mempunyai kekuatan magis. Melalui kegiatan Saman masyarakat
Pandeglang dapat menciptakan keharmonisan, kerukunan yang bersifat
gotong royong dalam membangun kebersamaan sosial dan keagamaan
di antara warganya, terutama bagi warga kelompok Saman, yang
mengarah pada kehidupan bersama.37 Kegiatan ini mem-budayakan
warganya untuk hidup rukun bersama dengan masyarakat lainnya dalam
kesatuan bangsa Indonesia.
2) Pela Gandong (saudara yang dikasihi) dari masyarakat lokal Ambon
(Maluku).
Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua
atau lebih negeri yang saling mengangkat saudara satu sama lain. Pela
adalah suatu ikatan persatuan sedangkan gandong mempunyai arti
saudara. Jadi pela gandong merupakan suatu ikatan persatuan dengan
saling mengangkat saudara. Pela gandong sendiri sudah lama ada di
Maluku, dan biasanya pela gandong itu terdiri dari dua negeri yang
berlainan Agama (Islam dan Kristen). Hal itu tercipta dengan sendirinya
karena suatu hal. Seperti halnya negeri Kailolo dan Tihulale yang berada
di Kabupaten Maluku Tengah yang pada tanggal 2 Oktober 2009
dihadapan Gubernur Maluku saling mengangkat pela sebagai ikat
saudara, konon ceritanya pada zaman pemerintahan kolonial Belanda
sudah terciptanya hubungan yang saling menguntungkan antara kedua
negeri tersebut yang mana pada tahun 1921 M ketika ada lomba perahu
belang yang diadakan oleh pemerintah Belanda di daerah Maluku
36
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.30-32
37
Neneng Habibah. Fungsi Saman Pada Masyarakat Pandeglang : Studi Kasus di Desa Giri Jaya Kecamatan Saketi
dan Desa Batu Ranjang Kecamatan Cipeucang Kabupaten Pandeglang, (Jurnal PENAMAS, Vol. XXI, No.1, Th
2008), hal. 88.
20
Tengah kedua negeri tersebut berada dalam satu tim. Dalam satu tim itu
kedua negeri berhasil memenangkan perlombaan sehingga timbulah
suatu hubungan antara kedua negeri itu dengan akrab, dalam keakraban
itu diperlihatkan pada saat negeri Kailolo sedang melakukan
pembangunan Mesjid Nan Datu setahun kemudian, kemudian negeri
Kailolo mengundang negeri Tihulale dan negeri Tihulale datang tanpa
tangan kosong. Mereka membawa sejumlah kayu dan papan yang akan
dipergunakan dalam pembangunan Mesjid. Sebaliknya beberapa tahun
kemudian negeri Tihulale melakukan pembangunan Gereja Beth Eden,
warga negeri Kailolo pun menyumbang banyak keramik. Kejadian barter
ini terjadi pada sekitar tahun 1922 dan baru pada tahun2009 kira-kira
mencapai 87 tahun kedua negeri ini baru melakukan ikrar sebagai ikatan
orang basudara.38
38
Pengertian Pela dan Gandong sebagai Budaya Maluku, disari dan dikutip dari:
http://pelagandong.blogspot.com/2013/05/pengertian-pela-dan-gandong-sebagai.html
39
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.32-34
21
baik untuk melakukan Brubuh adalah mangsa tuwa (musim tua), yaitu mangsa
Kasanga, Kasadasa, dan Dhesta. “Musim ini datang antara bulan Maret sampai
Pertengahan Mei,” kata Peneliti Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Surono, M.A.
ditemui di kampus UGM. Sistem Brubuh dinilai mampu menjaga kelestarian alam
dan lingkungan yang saat ini semakin terancam keberlanjutannya. Kayu dari hasil
tebangan dengan sistem Brubuh dinilainya lebih awet dan mampu membuat
manusia untuk tidak setiap saat menebang kayu untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Dari hasil penelitian Surono, Brubuh masih diterapkan di desa-desa di
sekitar kecamatan Bayat Klaten dan Dusun Bragasan, Trihanggo, Sleman.40
40
Brubuh, Kearifan Masyarakat Jawa pada Lingkungan, disari dan dikutip dari : https://ugm.ac.id/id/berita/9697-
brubuh-kearifan-masyarakat-jawa-pada-lingkungan
41
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.35-37
22
lomba ikan-ikan, telong-telong (merupakan lampion dari kertas minyak
yang dirangkai menyerupai berbagai macam bentuk seperti Ikan, Kuda,
Udang, Singa, Monyet dll) serta kesenian lainnya yang diikuti oleh
kelompok-kelompok kesenian yang ada di Propinsi Bengkulu sehingga
menjadi ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender wisata
tahunan. Tabot sebagai local genius berperan sebagai perimbangan
(counterbalance) terhadap pengaruh desakan dari luar yang begitu
gencar. Local genius di sini dapat diartikan sebagai kecerdasan orang-
orang setempat untuk memanipulasi pengaruh kebudayaan luar dan
budaya yang telah ada menjadi wujud baru yang lebih indah, untuk
mempertahankan jatidiri masyarakat yang berujung pada jatidiri bangsa
Indonesia.42
2) Falsafah “Jou Se Ngofa Ngare” dari masyarakat adat Moloku Kie
Raha,Ternate yang disimbolkan dalam “Goheba depolo romdidi” (dua
kepala burung garuda), dan satu hati mengandung arti bahwa
masyarakat Ternate sangat menghargai keanekaragaman kultural.
Simbol ini juga melambangkan bahwa penguasa dan rakyat memiliki
kesamaan derajat dan kesamaan tujuan demi tercapainya kesejahteraan
bersama.
Kie Se Gam magogugu ma titi rara (enam sila dasar):
a) Adat se Atorang, merupakan hukum dasar yang dipatuhi dan
disusun menurut kebiasaan yang dapat diterima masyarakat.
b) Istiadat se kasabang, Lembaga adat dan kekuasaannya menurut
ketentuan.
c) Galib se Lakudi, kebiasaan lama yang menjadi pegangan suku
bangsa diatur menurut sendi ketentuan.
d) Ngale se Dulu, bentuk budaya masing-masing suku bangsa dapat
digunakan secara bersama sesuai dengan keinginan.
42
Harapandi Dahri, Tabot dan Konstribusinya Dalam Pengembangan Kerukunan Umat Beragama, (Penamas,
Agama dan Multikultur. Vol. XXI No. 1 – Th. 2008), hal. 51
23
e) Sere se Diniru, tata kehidupan seni budaya dan kebiasaan yang
timbul dalam pergaulan masyarakat yang diterima secara bersama.
f) Cing se Cingare, pasangan wanita pria merupakan kesatuan yang
utuh dengan hak dan kewajiban masing-masing dijaga
kelestariannya.
43
Yusuf Asry, 2010, op.cit.
44
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, op.cit, hal.39-40
24
dan tidak ditanam di tanah. Susunan bebatuan inilah yang menjadi tumpuan
bagi tiang-tiang kayu. Ketika gempa dahsyat terjadi, tiang tersebut tidak
mudah patah karena tiang tersebut mengikuti gaya horizontal gempa.
Kuncinya terdapat pada kelenturan atau fleksibilitas struktur atas dan bawah,
sehingga bangunan mengikuti arah getaran gempa. Agar pengaruh gempa
bisa diredam, dibuat tiang menyilang (diwa) yang berfungsi sebagai
penyangga rumah dan penguat. Omo Hada sangat cocok dibangun di sekitar
gunung api karena fungsi diwa juga dimaksudkan untuk memperkuat terpaan
angin di dataran tinggi yang memiliki angin kencang. Diwa tidak ditancapkan
di tanah, tetapi ditempatkan di atas batu keras.Omo Hada menjadi fenomena
menarik karena tetap tegar berdiri di tengah permukiman walaupun ribuan
rumah penduduk yang berusia jauh lebih muda dan terbuat dari tembok
hancur. Selain membuat struktur bangunan kokoh dan kuat, di luar Omo
Hada juga dibuat semacam tempat evakuasi bila bangunan itu roboh digoyang
gempa. Karena itu, mereka membuat susunan batu-batu yang cukup luas di
pelataran rumah. Rumah tradisional Nias, dari tiang (enomo) dan balok
menyilang (ndriwa) yang saling mengait. Balok-balok itu tidak ditancapkan di
dalam tanah, tetapi ditumpukan di atas batu besar, sehingga bersifat dinamis
menghadapi gaya geser. Semua sambungan kayu menggunakan teknik
pasak, alias tanpa paku, sehingga membuat balok-balok kayu dinamis dan
tidak patah ketika terjadi gempa. Bebe-rapa kali terjadi gempa di Nias, rumah-
rumah adat di Nias masih tetap berdiri. 45
2) Mitigasi Gempa Bumi Masyarakat Mentawai
Masyarakat Mentawai adalah kelompok individu yang tinggal di pulau-
pulau kecil di bagian barat Provinsi Sumatera Barat. Wilayah Mentawai
tercatat kerap dilanda gempa bumi dengan skala tinggi. Oleh karena kerap
dilanda gempa bumi, masyarakat Mentawai memiliki mitigasi yang berbasis
kearifan lokal tersendiri. Mereka memiliki lagu berjudul Teteu Amusiast Loga
(gempa akan datang tupai sudah menjerit). Lagu tersebut kerap dinyanyikan
45
Trinirmalaningrum, Rumah Ramah Bencana di Nias, disari dan dikutip dari:
http://perkumpulanskala.net/index.php/en/culture/164-rumah-ramah-bencana-di-nias
25
oleh anak-anak Mentawai saat bermain gasing dari batang bakau atau
manggis hutan juga saat bermain petak umpet. Namun, mereka yang
menyanyikannya ini tidak tahu bahwa ada makna lain di balik lagu ini. Kata
'Teteu' diartikan sebagai kakek atau juga bisa sebagai gempa bumi. Menurut
kepercayaan masyarakat Mentawai yang beraliran Arat Sabulungan, mereka
percaya pada roh-roh penguasa alam sejagat. Teteu adalah salah satu
penguasa bumi. Jika Teteu murka, maka ia akan menggoncangkan bumi.
Namun, sebelum gempa tersebut mengguncang, ada beberapa pertanda yang
disampaikan oleh hewan antara lain tupai akan gelisah, begitu juga dengan
ayam akan berkotek tanpa sebab. Lagu ini tak ubahnya seperti early warning
system yang bersifat kultural bagi masyarakat di Kepulauan Mentawai. 46
46
4 Mitigasi Gempa Bumi Berbasis Kearifan lokal di Indonesia, disari dan dikutip dari:
https://kumparan.com/kumparannews /4-mitigasi-gempa-bumi-berbasis-kearifan-lokal-di-indonesia
26
Bagian IV
PERANAN KEARIFAN LOKAL DALAM
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
1. Masyarakat Indonesia
47
Lee Hock Guan, Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland Burma, (Journal of Social
Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009), pp. 32-46 (Review)
48
Muh. Aris Marfai, Pengantar Etika Lingkungan Dan Kearifan Lokal, (Gajah Mada University Press, 2013), hal.35
27
sedemikian rupa, serta mempertahankan kehidupan dengan segala relasinya di alam
semesta.49
Indonesia adalah negeri yang kaya “gemah ripah loh jinawi”. Kekayaan itu tidak
sebatas pada hasil alam saja, tetapi juga pada ragam suku, bahasa, agama,
kepercayaan, dan adat istiadat. Misal untuk kekayaan suku bangsa, Indonesia memiliki
ratusan nama suku bahkan ribuan jika dirinci hingga subsukunya. Kemajuan teknologi
dan kemudahan di bidang transportasi mendorong peningkatan mobilitas penduduk.
Imbas dari mobilitas penduduk diantaranya adalah mempercepat perubahan komposisi
suku di suatu wilayah. Hasil sensus penduduk 2010 yang dilakukan oleh BPS, dan
setelah dianalisis bekerjasama dengan Institute of Southeast Asian Studies pada tahun
2013 menghasilkan 633 kelompok suku besar.50 Hal ini juga menggambarkan kekayaan
kearifan lokal yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia. Kekayaan kearifan lokal ini
perlu diberdayakan agar dapat memiliki daya dukung dalam menghadapi berbagai
tantangan dan ancaman yang dihadapi di masa kini dan masa mendatang.
Kearifan lokal hanya akan abadi kalau kearifan lokal terimplementasikan dalam
kehidupan nyata sehari-hari sehingga merespon dan menjawab arus zaman yang telah
berubah. Kearifan lokal juga harus terimplementasikan dalam kebijakan negara,
misalnya dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang berasaskan gotong-royong dan
kekeluargaan sebagai salah satu wujud kearifan lokal kita.51 Pembahasan peranan
kearifan dalam kehidupan bermasyarakat akan dikupas ke dalam tiga kelompok lingkup
yaitu: lingkup pendidikan, lingkup masyarakat, dan lingkup pekerjaan.
2. Lingkup Pendidikan
49
Alexander Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup,(Penerbit Buku Kompas, 2010), hal: 366-370
50
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, disari dan dikutip dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html
51
Ulfah Fajarini, Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter, (Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 2, Des 2014)
52
Undang-Undang Republik Indonesia no. 24 Tahun 2003, Pasal 13 s,d Pasal 32
28
tentang konsep sistem pendidikan “tri sentra” atau “tripusat pendidikan” yaitu keluarga,
sekolah dan masyarakat.53
53
Soeratman Darsiti, Ki Hadjar Dewantara, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981/1982), hal. 7-8
54
Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Tradisional Masyarakat Jawa”, (Pustaka Sinar Harapan,1988)
29
anak tidak mengalami kesulitan dalam melangkahkan kakit, menempuh
hidup di kemudian hari, yang juga merupakan ungkapan rasa syukur
kepada Tuhan.55
3) Berbagai petuah atau wejangan yang disampaikan kepada anak-
anaknya sebagai bekal agar menjadi anak yang berkarakter baik dan
berguna ketika dewasa dan mulai membangun rumah tangganya sendiri.
Kearifan lokal yang terkadung dalam petuah dan wejangan, contoh
antara lain:
a) Peribahasa suku Jawa, Ajining diri dumunung aneng lathi,
ajining raga ana ing busana, artinya kehormatan seseorang
terletak pada lidahnya dan kehormatan fisiknya terletak pada
busana yang dikenakannya. Harga diri seseorang diantaranya
tergantung pada mulut, ucapan dan bahasanya. Nasehat agar anak
menjaga sopan santun dan jujur agar dihargai orang lain.56
b) Peribahasa suku Minang, Dimana bumi dipijak di Sinan langik
dijunjuang”, artinya dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Pepatah ini mengajarkan kita buat mematuhi dan menghormati adat
istiadat tempat tinggal kita. Nasehat orangtua ketika anaknya akan
merantau, agar anaknya menjaga sikap mereka untuk berbaur
dengan masyarakat tempat mereka tinggal karena kemampuan
bersosialisasi merupakan kunci sukses.57
55
Ibid
56
Susana Widyastuti, Peribahasa Budaya Lokal dan Penerapannya di Masa Kini, (Univeritas Negeri Yogyakarta,
2010) diunduh dari: https://eprints.uny.ac.id/531/
57
7 Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan, disari dan dikutip dari:
https://www/moneysmart.id/7-pepatah-suu-minang-yang-jadi-kunci-sukses-finansial-di-perantauan/
30
pernyataan yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan
Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.58
58
Pengertian Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari: https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-
kearifan-lokal.html
59
ibid
60
ibid
31
akhirnya seseorang akan menuai apa yang telah ditanamnya
(peribahasa suku Jawa)61
b) Alam takambang menjadi guru yang artinya menjadikan alam
sebagai sumber belajar bagi manusia; dan “Dari pohon rambutan
djangan diminta buah mangga, tapi jadikanlah pohon
rambutan ini menghasilkan buah yang paling manis”, artinya
didiklah siswa sesuai dengan talentanya menjadi dirinya sendiri dan
bentuklah akhlak mulianya (peribahasa suku Minang - Moh. Syafei
INS Kayutanam, Sumatera Barat) 62
61
Ibid
62
Mohammad Sjafei, INS Kayutanam: Bapak Pendidik Nasional, (Ruang PNS Kayutanam, 1970)
63
Thesi Rismayanti Siti Rohmah, Membangun Kearifan Lokal Melalui Gerakan Literasi MIBANDA (Micinta Baca
Tulis Aksara Sunda) di SDN Sukahayu Kabupaten Subang, (Jurnal Dinamika Pendidikan Dasar Volume 10, No 2,
September 2018), hal. 59-73
32
adalah cageur, bageur, singer, dan pinter, yang dapat diartikan sehat,
baik, mawas, dan cerdas, melalui program Micinta Baca Nulis Aksara
Sunda (MIBANDA).64
2) Kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan antar sesama
manusia melalui aktivitas gotong royong yang dilakukan masyarakat
dalam berbagai aktivitas, seperti misal dari suku Dayak Kanayatri yaitu
handep-babaring burung artinya nilai kebersamaan, gotong royong.
3) Kearifan lokal yang berkaitan dengan seni. Kesenian tertentu memiliki
nilai untuk membangkitkan rasa kebersamaan dan keteladanan serta
rasa penghormatan terhadap pemimpin dan orang yang dituakan contoh
budaya kesenian sinrilik kesenian bula dan maraga merupakan
bentuk kesenian lisan/bertutur dari Sulawesi Selatan (khususnya daerah
Gowa dan Maros)
4) Kearifan lokal dalam sistem anjuran (tidak tertulis), namun disepakai
dalam rapat yang dihadiri unsur-unsur dalam masyarakat untuk
mewujudkan kecerdasan warga, seperti kewajiban warga masyarakat
untuk tahu baca tulis ketika mengurus Kartu Tanda Penduduk dan Kartu
Keluarga.
3. Lingkup Masyarakat
64
Istiyani Idrus, Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Nonformal, juga disari dan dikutip dari:
http://arixdeviyanti.blogspot.com/2012/06/kearifan-lokal.html
65
Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Pemerintah Republik Indonesia, 2010), hal. ix
33
Lingkup masyarakat sipil merupakan lahan pemertahanan dan penumbuhkem-
bangkan kearifan lokal melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta
berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan
sehingga nilai-nilai karakter yang terkandung di dalam kearifan lokal dapat
diinternalisasikan menjadi sikap dan perilaku warga negara dalam kehidupan sehari-hari.
Lingkup masyarakat politik merupakan lahan yang melibatkan warga negara dalam
penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan representasi dari
segenap elit politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai strategis dalam
pemertahanan dan penumbuh-kembangkan kearifan lokal karena semua partai politik
memiliki dasar yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang
bermartabat.
Lingkup media massa. Media massa merupakan sebuah fungsi dan sistem yang
memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan
pembentukan sikap dan perilaku, kepribadian atau jatidiri bangsa. Media massa, baik
elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif maupun nonedukatif tergantung pada
muatan pesan informasi yang disampaikannya. Fungsi dan peran media massa semakin
penting di era digital sekarang ini, dimana dunia semakin terhubung sehingga batas-
batas negara seolah-olah tidak ada. Kondisi ini tentu saja mengancam berbagai hal
seperti moral bangsa Indonesia, budaya Indonesia, dan jati diri bangsa yang terancam
oleh masuknya budaya-budaya asing yang semakin sulit disaring. Oleh karena itu salah
satu cara menangkal penetrasi budaya asing di era digital adalah menyebarluaskan
berbagai bentuk kearifan lokal yang membangun jatidiri-karakter bangsa melalui
massmedia terutama mass media elektronika.
3. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaaan adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam suatu
lembaga pemerintah atau non pemerintah atau swasta, yang berpengaruh terhadap
pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai
keadaan lingkungan disekitarnya, antara manusia dan lingkup terdapat hubungan yang
sangat erat. Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan
34
berbagai keadaan lingkungan sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan
pekerjaan, karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai keadaan
disekitar tempat mereka bekerja, yaitu lingkup pekerjaan. Selama melakukan pekerjaan,
setiap pegawai akan berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkup
kerja. Lingkup pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam dua lingkup yaitu: lingkup
pemerintahan dan lingkup dunia usaha dan industri.66
66
Ibid, hal. viii-ix
67
Penting, Peran Pemerintah Daerah dan Kearifan Lokal Menjaga Ekosistem, disari dan dikutip dari:
http://ksp.go.id/penting-peran-pemerintah-daerah-dan-kearifan-lokal-menjaga-ekosistem/
68
Kembangkan EBT, Perhatikan Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari:
http://ebtke.esdm.go.id/post/2016/10/31/1402/kembangkan.ebt.perhatikan.kearifan.lokal
35
Lingkup dunia usaha dan dunia industri (DUDI), merupakan lahan interaksi para
pelaku sektor riil yang menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian
perekonomian nasional sangat bergantung pada kekuatan karakter para pelaku usaha
dan industri yang diantara-nya dicerminkan oleh menguatnya daya saing, meningkatnya
lapangan kerja, dan kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri dan sebagainya.69
69
Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, op.cit., hal. ix
70
Indriaturrahmi, Peran Dunia Usaha dan Dunia Industri Dalam Penyelenggaraan SMK Berbasis Kearifan Lokal di
Kota Mataram, (Jurnal Pendidikan Vokasi, Volume 6, No 2, Juni 2016), hal. 162-172
36
Bagian V
REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM
GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA (GNBN)
Kearifan lokal merupakan satu aset warisan budaya bangsa Indonesia. Seperti yang
telah dipaparkan dimuka bahwa pada dasarnya kearifan lokal itu berkembang pada ranah
kognitif atau pengetahuan, ranah afektif berupa penanaman nilai-nilai moral, dan ranah
motorik berupa pembelajaran berbagai keterampilan. Dalam konteks di era digital saat
ini, pentingnya pemahaman bahwa orientasi kearifan lokal lebih pada:71
1. Keseimbangan dan harmoni manusia, alam dan budaya
2. Kelestarian dan keragaman alam dan kultur
3. Konservasi sumber daya alam dan warisan budaya
4. Penghematan sumber daya yang bernilai ekonomi
5. Moralitas dan spiritualitas
Oleh karena itu, tema-tema orientasi tersebut sangat relevan bagi cita-cita, paradig-
ma atau kerangka pikir, dan perencanaan pembangunan berkelanjutan.
Globalisasi atau era digital bukan merupakan kata yang asing saat ini. Globalisasi
menyangkut seluruh prose dimana penduduk dunia terhubung ke dalam komunitas
tunggal, komunitas global. Manusia Indonesia dapat terhubung dengan manusia lain di
Malaysia, Amerika, Inggris, Arab Saudi, dan negara lain tanpa ada batas jarak seperti
dahulu. Hal ini didukung oleh semakin majunya teknologi telekomunikasi di era revolusi
industri 4.0. Di satu sisi Globalisasi mendatangkan manfaat positif seperti semakin
terbukanya akses informasi dari berbagai belahan dunia, namun di sisi lain globalisasi
71
I Wayan Geriya, Revitalisasi Kearifan Lokal Bali, (Bali Pos, 28 Agustus 2004)
37
juga membawa akibat buruk seperti antara lain: masuknya informasi yang tak terkendali;
munculnya sikap individualism; berkurang sikap solidaritas, gotong royong, kepedulian
dan kesetiakawanan; dan terkikisnya budaya bangsa Indonesia.72
Dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal dalam masyarakat di masa yang akan
datang, terutama berkaitan dengan aktivitas-aktivitas pengelolaan sumberdaya alam,
maka perlu dikembangkan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam berbasis
pemberdayaan masyarakat yang lebih komprehensif dan partisipatif. Supriatna (2008)75
72
Wongbanyumas, Peranan Kearifan Lokal di Era Globalisasi, disari dan dikutip dari:
https://fatahilla.blogspot.com/2015/09/peranan -kearifan-lokal-di-era.html
73
Rasid Yunus, op.cit, hal. 43
74
Muh Aris Marfai, Pengantar Etika Lingkungan Dan Kearifan Lokal, (Gajar Mada University Press, 2013), hal. 69
75
J. Supriatna, Melestarikan Alam Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008)
38
dalam Muh Aris Marfai (2013)76 memberikan contoh prinsip-prinsip tersebut sebagai
berikut:
Lebih lanjut Aris Marfai mengungkapkan bahwa, selain penguatan melalui program-
program tersebut, maka melalui kearifan lokal masyarakat setempat juga menghadapi
tantangan dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yang semakin besar dan gaya hidup
serta pola hidup yang dipengaruhi oleh tuntutan perkembangan zaman.77 Tantangan
tersebut di antaranya:
1. Bagaimana kearifan lokal dapat membentuk karakter bangsa Indonesia, yang
seperti kita ketahui memiliki ciri-ciri antara lain: suka bergotong-royong; religius;
nasionalis dan menghargai segala perbedaan dalam konteks persatuan dan
kesatuan, pekerja keras, tidak bergaya hidup mewah, dan seterusnya ?
76
Muh Aris Marfai, op.cit., hal. 69-70
77
Ibid, hal 70
39
2. Bagaimana kearifan lokal dapat mencegah atau menangkal provokasi, propaganda
radikalisme, ujaran kebencian dan hoaks?
3. Bagaimana kearifan lokal dapat merespon berbagai persoalan akut yang dihadapi
bangsa dan negara, seperti: korupsi, kemiskinan dan kesenjangan sosial?
4. Dan seterusnya
Dalam pasal 32 UUD 1945, ayat (1) dan ayat (2) yang diamandemen pada kali yang
keempat mengamanahkan bahwa:78
1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya. Artinya, bangsa Indonesia sadar bahwa budaya nasional
mereka berada di dalam arus globalisasi, namun untuk mempertahankan jati diri
masyarakat diberi kebebasan dan bahkan sangat perlu memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budaya (tradisi atau adat-istiadat)
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa bahasa daerah termasuk kesenian
dan budaya daerah, merupakan bagian penting dari kebudayaan nasional. Artinya
kebudayaan nasional dibentuk oleh kebudayaan daerah, bukan kebudayaan asing.
Indonesia memiliki budaya nasional yang berasal dari budaya etnik, bukan
penjumlahan budaya etnik. Maksudnya semua budaya etnik dihormati dan
dipelihara kesetaraannya.
Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya. Kearifan lokal identic
dengan berbagai kekayaan budaya yang berkembang dalam masyarakat etnik tertentu.
Hal ini merupakan elemen penting untuk memperkuat kohesi sosial di antara
masyarakat.79 Secara umum kearifan lokal memiliki ciri dan fungsi sebagai berikut:80
78
Muhammad Takari, Kearifan Lokal Dalam Konteks Pembentukan Karakter Bangsa Indonesia, (Ketua Departemen
Etnomusikologi FIB USU dan Ketua Departemen Adatg, Seni dan Budaya Pengurus Besar Majelis Adat Budaya
Melayu Indonesia), disari dan dikutip dari: https://www.scribd.com/document/365940871/Kearifan-Lokal-
Dalam-Konteks-Pembentukan-Karakter
79
Teguh Trianton, Strategi Pemertahanan Identitas dan Diplomasi Budaya, disari dan dikutip dari:
https://pbsi.ump.as.id/index.php/artikel/82-strategi-pemertahanan-identitas-dan-diplomasi-budaya
80
Irawan Abdullah dkk, Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
hal.7-8
40
1. Sebagai penanda identitas sebuah komunitas;
2. Sebagai elemen perekat kohesi sosial;
3. Sebagai unsur budaya yang tumbuh dari bawah, eksis dan berkembang dalam
masyarakat, bukan unsur budaya yang dipaksakan dari atas;
4. Berfungsi memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas;
5. Dapat mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik individu dan kelompok
dengan meletakkannya di atas landasan yang sama (common ground);
6. Mampu mendorong terbangunnya kebersamaan, apresiasi dan mekanisme
bersama untuk mempertahankan diri dan kemungkinan terjadinya gangguan atau
pengrusakan solidaritas kelompok sebagai komunitas yang utuh dan terintegrasi.
Dengan demikian, agar kearifan lokal dapat berfungsi secara efektif sebagai
senjata, tidak sekedar pusaka, yang membekali masyarakatnya untuk merespon atau
menjawab tantangan implikasi di era digital saat ini, perlu dilakukan revitalisasi kearifan
lokal antara lain seperti contoh berikut ini:
1. Revitalisasi kearifan lokal di bidang medis dengan meningkatkan pengem-
bangan obat herbal yang merupakan warisan leluhur, kemudian disempurnakan
dengan standar farmakologi yang berlaku.81
2. Revitalisasi kearifan lokal berbagai daerah yang mengajarkan budaya malu
untuk merespon persoalan akut yang dihadapi bangsa dan negara, seperti korupsi,
Namun agar kearifan lokal tidak hanya merupakan aksesori budaya yang tidak
bermakna, diperlukan dukungan kebijakan negara yang disertai keteladanan.82
3. Revitalisasi kearifan lokal melalui penggalian dan pelestarian berbagai unsur
kearifan lokal, tradisi dan pranata lokal, termasuk norma dan adat-istiadat yang
bermanfaat dan dapat berfungsi efektif dalam pendidikan karakter, sambil
melakukan kajian dan pengayaan kearifan-kearifan baru.83
4. Revitalisasi kearifan lokal untuk menangkal provokasi, propaganda
radikalisme, ujaran kebencian dan hoaks, dengan:
81
Ulfah Fajarini, op.cit., hal, 129
82
Ibid
83
Ibid, hal. 130
41
a. Mengaktifkan smart nitizen untuk menyebarkan pesan damai, nilai-nilai
toleransi, dan penyampaian kata-kata yang sopan tidak mencaci, saling meng-
hargai dan menghormati, melalui sarana digital;84
b. Menggerakan Youtuber Indonesia untuk membuat konten dengan mengang-
kat tema kearifan lokal, untuk membumikan kembali nilai-nilai luhur yang mulai
luntur akibat kemajuan zaman. Kemajuan teknolgi digital seharusnya menjadi
sarana untuk mengembalikan kesantunan, toleransi, yang merupakan ciri
khas rakyat Indonesia.85
Merawat kearifan lokal baik di dunia nyata maupun maya adalah tugas
bersama. Dengan mengkampanyekan nilai-nilai kearifan lokal dalam bentuk media
baru yaitu media digital, diharapkan mampu mencegah faham radikal terorisme
yang ingin memecah belah bangsa.86
84
Budi Prakoso, Membangun Generasi Emas Indonesia dengan Kearifan Lokal, disari dan dikutip dari:
https://www.kompasiana.com/budi.prakoso/5d2d1427097f3616a62d3492/menguatkan-kearifan-lokal-di-era-
digital?page=all#
85
Laila Nur Faridah, Youtuber, Kearifan Lokal dan Pencegahan Radikalisme, disari dan dikutip dari:
https://jalandamai.org/youtuber-kearifan-lokal-dan-pencegahan-radikalisme.html
86
Ibid
87
Estiono, SH, MH, Eksistensi Kearifan Lokal Dalam Sistim Peradilan di Indonesia, disari dan dikutip dari:
http://www.pn-
lhokseumawe.go.id/website_pn/media/files/201811131003213381711325bea3ef91cd35_20181113114635_KEA
RIFAN+LOKAL.pdf
42
B. KELOMPOK PESERTA PKBN
Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-
kan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada
warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai
dasar Bela Negara. Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat
(2), PKBN diselenggarakan di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan
1. LINGKUP PENDIDIKAN
43
2. LINGKUP MASYARAKAT
3. LINGKUP PEKERJAAN
44
C. STANDAR KOMPETENSI
1. Pengertian
88
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)
45
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan
tampak pada berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl89 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:
89
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain,
(New York: David McKay Company, 1970)
46
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-
kan pada tabel taksonomi Dave90 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai
berikut:
90
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ:
Educational Innovators Press, 1970)
47
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat
48
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Menengah & Setara Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan contoh
(lanjutan) /Perilaku maupun tanpa contoh dan bisa mengembang-
kan penerapan gerakan /perilaku nyata
revitalisasi nilai kearifan lokal yang mencermin-
kan nilai dasar bela negara dalam kehidupan
sehari-hari.
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk
• Tokoh Agama ide-ide baru terkait :
• Tokoj Adat - Pemahaman kearifan lokal
• Tokoj Masyarakat - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Lembaga Negara - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
Kementerian/LPNK, Pemda - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
• Tentara Nasional Indonesia, - Gerakan revitalisasi kearifan lokal yang
• Kepolisian Negara RI mencerminkan nilai dasar bela negara
• BUMN/BUMD Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, meng-
• Badan Umum Swasta harmonisasikan perbedaan, dan mampu
• Badan lain sesuai UU. bersikap konsisten berkaitan pengetahuan yang
diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Mampu melakukan gerakan/perilaku revitalisasi
/Perilaku nilai-nilai kearifan lokal yang mencerminkan nilai
dasar bela negara dalam kehidupan sehari-hari,
serta senantiasa berupaya menemukan ide-ide
baru terkait topik-topik bahasan.
49
LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku
C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x x x x x x x x x x x
3.Pend. Kepemudaan x x x x x x x x x x x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x x x x x x x x x x x
5.Pend. Keaksaraan x x x x x x x x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x x x x x x x x x x x
7.Pend. Kesetaraan x x x x x x x x x
8.Pend. Layanan Khusus x x x x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Tokoh Masyarakat x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tokoh Adat x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kader Org. Masyarakat x x x x x x x x x x x x
5.Kader Org. Komunitas x x x x x x x x x x x x
6.Kader Org. Profesi x x x x x x x x x x x x x
7.Kader Partai Politik x x x x x x x x x x x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x x x x x x x x x x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kepolisian Negara RI x x x x x x x x x x x x x x x x
5.BUMN / BUMD x x x x x x x x x x x x x x x x
6.Badan Usaha Swasta x x x x x x x x x x x x x x x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x x x x x x x x x x x x x x x
ketentuan Undang-Undang x x x x x x x x x x x x x x x x
50
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-
paikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima
dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat
dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang
digunakan sebagai pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model
pembelajaran: kontekstual, kooperatif, berbasis masalah, edutainment.
91
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21
51
masing, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan
gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman
adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda.
Mereka mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan
peserta didik lainnya.
92
Ibid, hal. 37
52
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
a. Saling ketergantungan positif, artinya Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyais-
wara menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan atau saling ketergantungan.
b. Interaksi tatap muka, akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam
kelompok sehingga mereka dapat berdialog.
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap
sopan terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani
mempertahankan pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.
53
- Peserta didik dievaluasi penguasaannya secara individu, lalu diberi peng-
hargaan atas capaian penguasaan topik bahasan.
c. Metode GI (Group Investigation)
- Seleksi Topik bahasan, Disini peserta didik memilih subtopic dari suatu
masalah umum yang digambarkan oleh Instruktur/Pengajar/Pembina/ Wi-
dyaiswara. Peserta dibagi dalam kelompok yang berorientasi pada tugas,
anggota 2 hingga 6 prserta, karakteristik heterogen
- Merencanakan kerja sama. Pengajar dan peserta didik merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus tugas, tujuan umum yang konsisten
dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.
- Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana tugas yang telah di-
rumuskan bersama. Pengajar secara terus-menerus memantau kemajuan
tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
- Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mensintesakan
berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, meringkas
dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
- Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta ter-
libat dan memperoleh perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Pengajar berperan sebagai koordinator
- Evaluasi selanjutnya. Pengajar dan Peserta didik mengevaluasi kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaaan. Evaluasi bisa individual atau kelompok
d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama
SRI MULYANI akan berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.
54
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis
93
Ibid, hal. 151-170
55
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting yaitu :
a) Situasi seharusnya ‘auntetik’. Artinya masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman nyata peserta didik, bukan konsep atau prinsip disiplin
akademis tertentu.
b) Masalah sebaiknya tidak jelas / tidak sederhana sehingga menciptakan
misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesai-
kan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternating.
c) Masalah seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
d) Masalah semestinya cakupannya luas sehingga memberikan kesem-
patan kepada Pengajar untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi
tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajaannya dilihat dari segi
waktu, ruang dan keterbatasan sumber daya.
e) Masalah sebaiknya harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.
56
3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pengajar mendorong peserta
untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.
4) Mengembangkan dan mempromosikan hasil. Pengajar membantu peserta
dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan membantu mereka menyampaikan kepada
orang lain.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pengajar
membantu peserta untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.
94 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
95 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)
96
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.
57
1. Guru menyiapkan alat-alat audio visual untuk memutar film/video/youtube yang
berkaitan dengan materi pembelajaran.
2. Kelas didisain yang bagus sehingga peserta didik merasa nyaman.
3. Guru memutarkan film/video/youtube, untuk peserta didik serta memberikan penjelasan
tentang film/video/youtube tersebut.
4. Setelah selesai pemutaran film/video/youtube siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mendiskripsikan tentang film yang telah ditayangkan dengan diiringi musik .
5. Nama kelompok dibuat sesuai dengan materi yang terkait, misalnya tokoh yang ada
dalam film/video/youtube yang ditayangkan.
6. Demonstrasi, siswa diajak bermain misalnya dengan Snowball Throwing (Melempar
bola salju) dengan cara setiap kelompok menyiapkan satu pertanyaan yang ditulis
dalam kertas kosong, lalu kertas tersebut digulung dimasukkan ke dalam bola yang
berwarna - warni yang di belah kemudian di tutup dengan isolatif. Setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melempar bola tersebut ke kelompok lain dengan waktu
yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok lain berusaha menangkap bola tersebut.
Siswa yang terakhir me-me-gang bola mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari bola itu.
7. Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok merangkum materi.
Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-
nipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan
mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-
nya. Disinilah proses pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan,
memilih, menentukan, menciptakan, memasang, membongkar, mengembalikan, men-
coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.97
97
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)
58
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat
59
Tingkat Kelompok Keterangan / contoh
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* Pembelajaran tentang a.l. :
• Tokoh Agama, - Pemahaman kearifan lokal
• Tokoh Adat, - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Tokoh Masyarakat - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
• Lembaga Negara, - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
• Kementerian/LPNK, Pemda, - Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai dasar
• Tentara Nasional Indonesia bela negara
Dilakukan melalui diskusi masalah-masalah terkait “yang
• Kepolisian Negara RI
ada” dan “yang kemungkinan ada” dalam kehidupan
• BUMN/BUMD,
sehari-hari, yang harus dipecahkan atau disolusi
• BU Swasta, bersama oleh peserta PKBN, hingga menemukan ide-ide
• Badan lain sesuai UU. baru terkait topik-topik bahasan itu.
60
ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x
2.Tokoh Masyarakat x x
3.Tokoh Adat x x
4.Kader Org. Masyarakat x x
5.Kader Org. Komunitas x x
6.Kader Org. Profesi* x x x
7.Kader Partai Politik* x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang
61
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.98
98
Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russell. Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice
Hall, 2008)
99 Ibid
62
c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada Peserta PKBN.
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta
PKBN dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak
100
Sharon E. Smaldino, James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda, Instructional Technology and Media For Learning,
Eight Edition, (Pearson Merrill Prentice Hall,2005), hal. 10
63
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Kearifan Lokal
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP Projected Projected
PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x
ketentuan Undang-Undang
64
F. METODE EVALUASI HASI BELAJAR
1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar:101
a. Untuk menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan
kompetensi keterampilan Peserta PKBN
b. Untuk mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN
101
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
102
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128
65
Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-
kan jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:103
a. Test Objektif :
1) Baik untuk mengukur kompetensi Ingatan pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi
dan Analisa (C1-C4)
2) Kurang tepat untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C4) dan Create/mencipta
(C5)
3) Dapat mengukur lebih banyak sampel sehingga mewakili seluruh materi
4) Pengolahan jawaban test objektif sederhana dan ketepatannya tinggi
5) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan memahami
pilihan dan menerka
6) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengingat, membuat intepretasi
dan menganalisa ide orang lain
b. Test Uraian :
1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.
Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengeva-luasi keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan
pengamatan perilaku yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara104 :
103
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
104
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36
66
2. Garis Besar Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Tingkat
Usia Dini & Setara • PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan berkaitan dengan topik bahasan tentang a.l.:
• Pendidikan Layanan Khusus - Nilai kearifan lokal cerminan nilai bela negara seperti a.l:
tidak ngawadul-tidak bohong (sunda); Tri Hita Karana
toleransi dengan agama lain (bali); Huyula (gorontalo)
gotong royong saling menolong dan lain-lainnya
Dasar & Setara • Pendidikan Dasar* • Test Objektif
• Pendidikan Kesetaraan • Test Uraian lisan atau tertulis (sesuai kondisi yang ada)
• Pendidikan Keaksaraan tentang :
- Pemahaman kearifan lokal
- Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
- Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
- Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
- Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai BN
Menengah & Setara • Homeschooling • Test uraian lisan/tertulis berkaitan dengan topik bahasan
• Pendidikan Menengah - Pemahaman kearifan lokal
• Pendidikan Kec. Hidup - Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Pendidikan Kepemudaan - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
• Pendidikan Pemberdayaan - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
Perempuan - Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai dasar
• Pendidikan Keterampilan & bela negara
Pelatihan Kerja • Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
• Kader Organisasi : bahasan tentang perilaku revitalisasi kearifan lokal
Masyarakat, Komunitas,
cerminan nilai dasar bela negara.
Profesi*, Partai Politik*,
Kelompok Masy lainnya • Untuk Kader Organisasi Profesi dan Kader Partai Politik
diupayakan menemukan ide-ide baru terkait topik
bahasan yang diujikan.
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* • Test uraian lisan melalui wawancara atau tertulis (untuk
• Tokoh : Agama, Adat, dan Pendidikan Tinggi) terkait topik-topik a.l.,
Masyarakat - Pemahaman kearifan lokal
- Peran kearifan lokal dlm ketahanan nasional
• Lembaga Negara, - Peran kearifan lokal dlm kewaspadaan nas.
Kementerian/LPNK, Pemda, - Kearifan lokal di kehidupan masyarakat
TNI, Polri, BUMN/BUMD, - Gerakan revitalisasi kearifan lokal cerminan nilai BN
BU Swasta, dan Badan lain diupayakan menemukan ide-ide baru dalam memaparkan
sesuai perundang-undangan topik-topik bahasan tersebut.
• Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
bahasan tentang perilaku nyata revitalisasi kearifan lokal,
diupayakan menemukan ide ide baru dalam gerakan
nasional bela negara
67
3. Matriks Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Lingkup
68
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN
1. Pengertian
105
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
106
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
107
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80
69
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-
rungan penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams
(2000)108 yang mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun
frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih
dahulu kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan
penguat (reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan
perilaku yang dihasilkan.109
108
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
109 Ibid
110 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118
70
3. Jenis-Jenis Penguatan111
111
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit
71
komentar tertulis pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan
agar tidak sampai terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu
sebagai imbalan.
Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar,
Pengajar hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini
Pengajar sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(parsial). Misal bila seorang peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar,
sebaiknya Pengajar menyatakan, "ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu
disempurnakan," sehingga peserta tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak
seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.
4. Prinsip Penguatan
Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan
penguatan (reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:112
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi:
suara, mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-
siasan dalam memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya
diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga
ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman
masih bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang
bernuansa mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan
semangat peserta didikl untuk mengembangkan dirinya.
112
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
113
Ibid, hal. 83
72
a. Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan kurang
efektif. Oleh karena itu, sebelum memberikkan penguatan, pengajar terlebih
dahulu menyebut nama peserta yang bersangkutan sambil menatap
kepadanya
b. Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok peserta didik, misal apabila
satu tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelompok, pengajar
membo-lehkan kelompok itu bermain, misal basket menjadi kegemarannya
c. Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau
respon atau tanggapan peserta didik yang diharapkan. Penguatan yang
ditunda pemberiannya cenderung kurang efektif
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan
lama-kelamaan akan kurang efektif.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I., dkk. 2008. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Anderson, O.W., David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching And
Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York:
Addison Wesley Longman.
Asry, Y. 2010. Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara, Melalui Dialog Pengembangan
Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan daerah di Provinsi Maluku
Utara, Papua, Maluku, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Jakarta : Pustaka Jaya
Bratawidjaja, T.W. 1988. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa”, Pustaka Sinar Harapan.
Dahri, H. 2008. Tabot dan Konstribusinya Dalam Pengembangan Kerukunan Umat Beragama,
Penamas, Agama dan Multikultur. Vol. XXI No. 1 – Th. 2008
Dave, R.H.1970. Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong,
ed., Tucson. AZ: Educational Innovators Press.
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia. 1970. Taxonomy of Educational Goals
Handbook II: Affective Domain, New York: David McKay Company.
Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Papua. 2003. Cerita Rakyat dan Ungkapan Peribahasa
Daerah Lembah Baliem Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Djamarah, S.B. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Geriya, I.Wayan. 2004. Revitalisasi Kearifan Lokal Bali, Bali Pos, 28 Agustus 2004
Habibah, N. 2008. Fungsi Saman Pada Masyarakat Pandeglang : Studi Kasus di Desa Giri
Jaya Kecamatan Saketi dan Desa Batu Ranjang Kecamatan Cipeucang Kabupaten
Pandeglang, Jurnal PENAMAS, Vol. XXI, No.1, Th 2008
Hasibuan, J.J., dan Meodjiono. 2009. Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hamid, M.S. 2014. Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas,
Diva Press
Ife, J. 2002. Community Development, Creating Community Alternatif Vision Analysis and
Practice, Australia: Longmann.
Indriaturrahmi. 2016. Peran Dunia Usaha dan Dunia Industri Dalam Penyelenggaraan SMK
Berbasis Kearifan Lokal di Kota Mataram, Jurnal Pendidikan Vokasi, Volume 6,
No 2, Juni 2016
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Desain Induk, Pendidikan Karakter.
Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia. 2014.
Modul Pemantapan Wawasan Kebangsaan.
74
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2014. Strategi Pertahanan Negara.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2016-2017. Peraturan Menteri Pertahanan
Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Strategis Pertahanan
Nirmiliter, 2017
Keraf, A.S. 2010. Etika Lingkungan Hidup, Penerbit Buku Kompas.
Kosim, S. (K.M). 2005. Kearifan Lokal di arus Global. Pikiran Rakyat, Edisi 30 Juli 2005
Lee Hock Guan. 2009. Furnivall’s Plural Society and Leach’s Political Sustems of Highland
Burma, Journal of Social Issues in Southeast Asia, Volume 24, Number 1, April 2009,
pp. 32-46 (Review)
Mariane, I. 2014. Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan Adat, PT RajaGrafindo Persada.
Marfai, M.A. 2013. Pengantar Etika Lingkungan Dan Kearifan Lokal, Gajah Mada
University Press
Mohammad,F. dkk. 2005. Menggagas Masa Depan Gorontalo, Yogyakarta: HPMIG Pres.
Pelras, C.1996. The Bugis, Wiley-Blackwell.
Pemerintah Republik Indonesia.2010.Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Th 2010-2025
Permana, C.E. 2010. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana, Wedatama
Widya Sastra.
Rohmah, T.R.S. 2018. Membangun Kearifan Lokal Melalui Gerakan Literasi MIBANDA (Micinta
Baca Tulis Aksara Sunda) di SDN Sukahayu Kabupaten Subang, Jurnal Dinamika
Pendidikan Dasar Volume 10, No 2, September 2018
Shambaugh, N. & S.G. Magliaro. 2006. Instructional Design: A Systematic Approach for
Reflective Practice, Pearson Education, Inc.
Sjafei, M. 1970. INS Kayutanam: Bapak Pendidik Nasional, Ruang PNS Kayutanam.
Smaldino, Sharon E, Deborah L. Lowther, James D. Russel. 2008. Instructional Technology &
Media For Learning, Pearson Prentice Hall.
Smaldino, Sharon E, James D. Russel, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning, Pearson Education, Inc.
Soeratman Darsiti. S. 1981/1982. Ki Hadjar Dewantara, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008
Sugiyanto 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Yuma Pustaka dengan IKIP UNS.
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif, Jakarta: GP Press.
Tedjasaputra, M.S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan, Grasindo.
Ulfah Fajarini. 2014. Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter, Sosio Didaktika: Vol.
1, No. 2, Desember 2014
Usman, M.U. 2000. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000
Yunus, R. 2014. Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa:
Studi Empiris tengang Huyula, Deepublish, Grup Penerbit CV Budi Utama.
Zainal, A, dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar, PAU-PPAT-UT, 2001
75
Dokumen Negara
Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 Tahun 2003, Tentang Sistim Pendidikan Nasional
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk
Pertahanan Negara
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, Tentang Pedoman
Strategis Pertahanan Nirmiliter
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 54 Tahun 2014, Tentang Buku Putih
Pertahanan Indonesia.
Adams, M.A. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, Behavioral Development Bulletin,
9 (1), 3-6. http://dx.doi.org/10/1037/h0100529
Awig-Awig. Jenis Kearifan Lokal Yang Ada di Indonesia, diakses dari: http://awig-
awig.blogspot.com/2011/07/jenis-kearifan-lokal-yang-ada-di.html
Badan Pusat Statistik, Mengulik Data Suku di Indonesia, diakses dari:
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html
Budiartawan, I Wayan, Tri Hita Karana filsafat hidup masyarat Bali , diakses dari:
https://www.nusabali.com/berita/33077/tri-hita-karana-filsafat-hidup-masyarakat-bali
Budi Prakoso, Membangun Generasi Emas Indonesia dengan Kearifan Lokal, diakses
https://www.kompasiana.com/budi.prakoso/5d2d1427097f3616a62d3492/menguatkan-
kearifan-lokal-di-era-digital?page=all# (November 2019)
Departemen Sosial, Memberdayakan kearifan lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. Artikel Edisi
20 November 2006. http://www.depsos.go.id
Estiono, Eksistensi Kearifan Lokal Dalam Sistim Peradilan di Indonesia, diakses dari:
http://www.pn-lhokseumawe.go.id/website_pn/media/files/
201811131003213381711325bea3ef91cd35_20181113114635_KEARIFAN+LOKAL.pdf
ESDM. Kembangkan EBT, Perhatikan Kearifan Lokal, diakses dari:
http://ebtke.esdm.go.id/post/2016/10/31/1402/kembangkan.ebt.perhatikan. kearifan.lokal
Faridah, L.N., Youtuber, Kearifan Lokal dan Pencegahan Radikalisme, diakses dari:
https://jalandamai.org/youtuber-kearifan-lokal-dan-pencegahan-radikalisme.html
Gobyah, I Ketut, Berpijak Pada Kearifan Lokal, diakses dari: http://www.balipos.co.id
Gudang Artikel. Pengertian Kearifan Lokal, diunduh dari:
https://gudangartikels.blogspot.com/2015/11/pengertian-kearifan-lokal.html
Idrus, I., Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Nonformal, diakses dari:
http://arixdeviyanti.blogspot.com/2012/06/kearifan-lokal.html (November 2019)
76
Idntimes.com. Lima Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global Warming!,
diakses dari: https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-kearifan-lokal-
ini-bantu-kurangi-efek-global-warming-c1c2 (Oktober 2019)
Joko Martono, Beberapa Peribahasa dari Lembah Baliem Wamena, diakses dari:
https://www.kompasiana.com/jk.martono/5af9f4ecab12ae1c9c6e3af2/beberapa-
peribahasa-dari-lembah-baliem-wamena?page=all. (Oktober 2019)
Kumparan.com. Empat Mitigasi Gempa Bumi Berbasis Kearifan lokal di Indonesia, diakses dari:
https://kumparan.com/kumparannews /4-mitigasi-gempa-bumi-berbasis-kearifan-lokal-di-
indonesia
Kementerian Pertahanan RI, Wawasan Kebangsaan Guna Meningkatkan Ketahanan Nasional,
2017, diakses dari: https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/wawasan-kebangsaan-
guna-meningkatkan-ketahanan-nasional, hal.5 (November 2019)
KSP. Penting, Peran Pemerintah Daerah dan Kearifan Lokal Menjaga Ekosistem, diakses dari:
http://ksp.go.id/penting-peran-pemerintah-daerah-dan-kearifan-lokal-menjaga-
ekosistem/Lestari. A,D dkk. 2019. Peranan Kepala Kampung Dalam Pelaksanaan
Siskampling, diakses dari: https://media.neliti.com/media/publications/250847-peranan-
kepala-kampung-dalam-pelaksanaan-d488e122.pdf (November 2019)
Moneysmart. Tujuh Pepatah Suku Minang yang Jadi Kunci Sukses Finansial di Perantauan,
diakses dari: https://www/moneysmart.id/7-pepatah-suu-minang-yang-jadi-kunci-sukses-
finansial-di-perantauan/
Mustakim, Bahasa sebagai Jati diri Bangsa, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diakses dari:
https://badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/bahasa-sebagai-jati-diri-
bangsa-0 (November 2019)
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, diakses dari:
http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-pembelajaranedutainment-belanbe.html.
Okezone.com. Peningkatan Kesejahteraan Berpijak pada Kearifan Lokal, diakses dari:
https://news.okezone.com/read/2009/08/07/95/245845/peningkatan-kesejahteraan-
berpijak-pada-kearifan-lokal
Republika co. Budaya 'Sasi' di Maluku Jaga Potensi Perikanan, diakses dari:
https://republika.co.id/berita/ng1zfu/budaya-sasi-di-maluku-jaga-potensi-perikanan
Suara Merdeka.com. Indonesia Butuh Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, diakses
dari: https://www.suaramerdeka.com/news/baca/180686/indonesia-butuh-wawasan-
nusantara-dan-ketahanan-nasional (Oktober 2019)
Takari, M., Kearifan Lokal Dalam Konteks Pembentukan Karakter Bangsa Indonesia, Ketua
Departemen Etnomusikologi FIB USU dan Ketua Departemen Adatg, Seni dan Budaya
Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia, diakses dari:
https://www.scribd.com/document/365940871/Kearifan-Lokal-Dalam-Konteks-
Pembentukan-Karakter
Tegarhady. Hubungan Kearifan Lokal dengan Kebudayaan, diakses dari:
http://tegarhady.blogspot.com/2015/04/hubungan-kearifan-lokal-dengan 24.html, dan
http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-kebudaayaan-definisi-para-ahli.html
(November 2019)
77
Trianton, T., Strategi Pemertahanan Identitas dan Diplomasi Budaya, diakses dari:
https://pbsi.ump.as.id/index.php/artikel/82-strategi-pemertahanan-identitas-dan-
diplomasi-budaya
Trinirmalaningrum, Rumah Ramah Bencana di Nias, diakses dari:
http://perkumpulanskala.net/index.php/en/culture/164-rumah-ramah-bencana-di-nias
Universitas Gajah Mada. Brubuh, Kearifan Masyarakat Jawa pada Lingkungan, diakses dari :
https://ugm.ac.id/id/berita/9697-brubuh-kearifan-masyarakat-jawa-pada-lingkungan
(November 2019)
Widyastuti, S., Peribahasa Budaya Lokal dan Penerapannya di Masa Kini, Univeritas Negeri
Yogyakarta, 2010, diunduh dari: https://eprints.uny.ac.id/531/
Wongbanyumas, Peranan Kearifan Lokal di Era Globalisasi, diakses dari:
https://fatahilla.blogspot.com/2015/09/peranan -kearifan-lokal-di-era.html
78