1 PILIHAN
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TERORISME
DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
ISBN: 978-979-8878-18-3
Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI
Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.
Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara
Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela
Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110
Diterbitkan oleh:
www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,
i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)
iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.
iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca
v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man
vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara
vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN
SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB
SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)
SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN
SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.
Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.
Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
ix
DAFTAR ISI
x
Bagian V : GERAKAN AKSI BELA NEGARA DALAM
MENCEGAH DAN MENANGGULANGI TERORISME …………... 46
1. Gerakan Melapor ke Aparat Negara terkait Radikal-Terorisme …… 46
2. Gerakan Penguatan Ideologi Pancasila …………………………….. 47
3. Gerakan Penguatan Nilai Dasar Bela Negara ………………………. 49
4. Gerakan Penguatan Kewaspadaan Nasional terhadap Radikal -
Terorisme ………………………………………………………………. 50
5. Gerakan Cyber Bela Negara ………………………………………….. 52
6. Gerakan Bela Negara Membangun Toleransi ………………………. 53
7. Gerakan Bela Negara Mengutuk Tindakan Terorisme …………….. 54
8. Gerakan Bela Negara Membangun Arena Perjumpaan ……………. 55
9. Gerakan Bela Negara Mengaktifkan Forum Berbasis Masyarakat .. 56
xi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN TERORISME
xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR
Bagian I
PEMAHAMAN TERORISME
1. Latar Belakang
Setiap negara berupaya mengatur dirinya secara merdeka, tanpa dikuasai dan
dijajah atau diperalat oleh negara lain. Maka perlu ada upaya untuk mempertahankan
kedaulatan negara keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara.1 Setiap warga negara memiliki hak untuk hidup bebas dan tenteram di dalam
negaranya, dan karena itu memiliki kewajiban untuk mempertahankan dan membela
negaranya.
Bela negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik
secara perorangan, maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan
wilayah dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup
bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.2
Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar
negeri yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam atau membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme,
separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, kerusakan lingkungan,
pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya alam, wabah
penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan biologi,
atau wujud Ancaman yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik lndonesia, dan keselamatan segenap bangsa.3
1 Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Penjelasan hal.1
2 Ibid, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 11
3
Ibid, Bab II, Azas, Tujuan dan Ruang Lingkup, Pasal 4 ayat (3)
1
Fokus modul ini membahas tentang "Pencegahan dan Penanggulangan
Terorisme” yang nyata-nyata mengancam ketenteraman kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tindak
Pidana Terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang serius,
yang membahayakan ideology negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai
kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Serta Terorisme bersifat lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta
memiliki tujuan tertentu, sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus,
terencana, terarah, terpadu dan berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4
2. Pengertian Terorisme
Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin “terrere”, juga
berasal dari kata “to terror” dalam bahasa Inggris, yang berarti “gemetar” atau
“menggetarkan”. Kata terror juga bisa dimaknai menimbulkan kengerian atau rasa takut
yang mencekam.5 Selengkapnya apa itu terorisme, dirumuskan dalam definisi terorisme
yang akhirnya disepakati oleh pemerintah dalam Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Definisi terorisme yang disepakati
adalah: “Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat
menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau
fasilitas internasional, dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan negara.”
Terorisme membahayakan keamanan dan kedaulatan negara, integritas territorial,
perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, regional, maupun
internasional.6 Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya pada tahun
2005, yang menegaskan bahwa terorisme adalah “Tindakan kejahatan terhadap
4
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018, Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Menjadi Undang-Undang.
5 Abdul Wahid. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: Restika Aditama, 2004, hlm 22
6 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018, op.cit, Pasal 1 ayat (2)
2
kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan
negara, bahaya terhadap keamanan perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan
masyarakat. ”7
Teror atau terorisme selalu identik dengan kekerasan. Bisa saja kekerasan terjadi
tanpa terror tetapi tidak ada terror tanpa kekerasan. Pada umumnya orang memahami
terorisme sebagai gerakan terorganisir yang melakukan kegiatan serangan-serangan
mendadak dan mengejutkan, demi menimbulkan perasaan terteror pada sekelompok
masyarakat, dan melemahkan autoritas kekuasaan yang tidak didukung oleh di peneror.
Terorisme itu tidak identik dengan perang, karena aksi terorisme tidak tunduk pada
tata cara melancarkan perang. Waktu pelaksanaannya pun tidak tentu, atau dilakukan
secara tiba-tiba. Target korban-jiwanya pun acak dan merupakan warga sipil. Terorisme
merupakan metode yang menggunakan kekerasan untuk memperjuangkan tujuan,
bahkan tuntutan-tuntutan tertentu, dengan serangan bersenjata atau menggunakan bom
dan ledakan-ledakan, atau pembajakan untuk menimbulkan ketakutan dan kecemasan.
Tindak Pidana Terorisme pada dasarnya bersifat transnasional dan terorganisasi
karena memiliki kekhasan yang bersifat rahasia, diam-diam, atau gerakan bawah tanah,
lintas negara yang didukung oleh pendayagunaan teknologi modern di bidang komu-
nikasi, informatika, transportasi, dan persenjataan modern hingga memer-lukan kerja
sama di tingkat internasional untuk menanggulanginya. Tindak Pidana Terorisme dapat
disertai dengan motif ideology atau motif politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang
bersifat pribadi, ekonomi, dan radikalisme yang membahayakan ideology negara dan
keamanan negara.8 Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.9
Terkait radikalisme, beberapa survey yang dilakukan oleh Wahid Foundation (2016) dan
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), secara umum menunjukkan jumlah
7 M. Hasan Ansori dkk. Monograf Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. The Habibie
Center, 2018
8
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018, op.cit, Penjelasan, 1. Umum
9 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Arti Radikalisme, diunduh dari : https://kbbi.web.id/radikalisme
3
masyarakat Indonesia yang radikal berada di angka yang hampir stabil, yaitu sekitar 10%.
Jadi dapat dikatakan bahwa satu dari 10 orang Indonesia adalah radikal.10
Aksi terorisme masih menjadi momok yang mengancam kedamaian di Indonesia.
Tahun 2017 saja kepolisian Republik Indonesia menangani 170 kasus terorisme, kasus
tersebut naik drastis dari tahun sebelumnya yang hanya 82 kasus. Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan ada 2,7 juta orang Indonesia yang
terlibat dalam serangkaian serangan teror bahkan jumlah itu belum termasuk pengikut
dan simpatisan jaringan teroris. Menurut Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik
Sosial Universitas Indonesia (UI), sebelum tahun 2010 kelompok teroris di Indonesia
yang menjadi sasarannya adalah simbol-simbol barat (Far Enemy), namun setelah tahun
2010 kelompok teroris mengubah sedikit sasaran mereka dari yang tadinya Far
Enemy menjadi Near Enemy, hal itu terjadi lantaran banyak anggota teroris yang
ditembak mati oleh pihak kepolisian11.
3. Sejarah Terorisme
Kegiatan terorisme sendiri bukan hal baru, sejarah mencatat bahwa Kerajaan
Mesopotamia pertama, yakni Sargon dari Akkad, didirikan atas dasar terorisme.
Terorisme merupakan upaya militer sejak zaman dahulu, zaman Assyria, dengan
metode-metode penindasan yang brutal, dan dimaksudkan untuk menghancurkan
semangat dan memecah-belah persatuan dan kebersamaan.
Gerard Chalian dan Arnaud Blin dalam bukunya The History of Terrorism: From
Atiquity to Al Qaeda, mengatakan bahwa terorisme itu sudah ada pada zaman Yahudi
ketika orang Zelot, sekte Yahudi yang muncul pada tahun 6 M, dan membunuh para
pejabat pemerintah setempat dalam upaya untuk memicu pemberontakan dan mengusir
orang-orang Romawi keluar dari Palestina.12
10 SMRC, NKRI, dan ISIS: Penilaian Massa Publik Nasional. Temuan Survei Mei, 2017; Wahid Foundation, Mayoritas umat Islam
menolak radikalisme, diambil dari http://wahidfoundation.org/index.php/news/detail/Mayoritas-Umat-Islam-Menolak-
Radikalisme, 2016
11 Kompasiana. Terorisme, Ancaman Terbesar bagi Keutuhan NKRI, dikutip dan diunduh dari:
https://www.kompasiana.com/rosyi-jepara/59730ce5a66664775f4fa502/terorisme-ancaman-terbesar-bagi-keutuhan-nkri
12 Sudah Ada Sejak Lama, Begini Sejarah Terorisme , diunduh dari https://www.matamatapolitik.com/in-depth-historical-sudah-
4
Terorisme di Timur Tengah juga telah memunculkan para Assassin (1090-1275),
kelompok muslim membunuh lawan-lawan politik penguasa. Sejarah Eropa Kristen juga
mencatat pengalaman dengan teror selama masa Inkuisisi Spanyol abad ke-15, yang
menggabungkan kekuatan Gereja dan Negara dalam pengadilan, dan pembakaran
terhadap para terduga penyihir, sebuah fenomena yang bahkan menyentuh Dunia Baru,
terutama di Salem, Massachusetts, tempat para penyihir digantung pada tahun 1690an.13
Terorisme kemudian semakin menjamur di dunia. Bentuk yang diambil adalah
pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa, yang seringkali dilakukan atas nama
agama atau ideologi. Tidak heran kalau terorisme juga dikaitkan dengan agama. Bahkan
bisa dikatakan terorisme sebenarnya sudah muncul sejak munculnya agama, di mana
para teroris sering mengklaim bahwa mereka melaksanakan kehendak Tuhan secara
murni dan radikal. Terorisme berlatar belakang agama kemudian memakan korban
masyarakat sipil, tetapi kaum radikal itu bahkan berpendapat bahwa mereka telah
mempercepat perjalanan korban sipil tak bersalah itu menuju surga. Karenanya kaum
teroris dianggap telah bertindak seperti Tuhan.
Terdapat pula terorisme sekuler atau non-agama, yang dilakukan atas dasar
nasionalisme. Revolusi Perancis yang pecah pada tahun 1789 justru dicatat dan
dipopulerkan terorisme. Selama periode ini, terorisme dikaitkan dengan negara, di
mana guillotine digunakan untuk memenggal secara terbuka orang-orang yang
dinyatakan sebagai musuh negara. Pada tahun-tahun berikutnya, bentuk terorisme
negara yang lebih berkembang dipraktikkan oleh Stalinis Uni Soviet dan Jerman Nazi
pada tahun 1930-an dan 1940-an. “Gedoran pintu” oleh autoritas negara, penyalah-
gunaan persidangan dan eksekusi mati, serta pembantaian sejumlah besar orang,
digunakan oleh berbagai rezim untuk menanamkan rasa takut di antara para masyarakat,
dan dengan demikian memastikan kepatuhan yang lebih besar terhadap perintah negara.
Taktik semacam itu juga digunakan oleh Saddam Hussein dari Irak, serta negara-negara
dan masyarakat lain baik di sayap kiri atau kanan, sekuler atau religius.14
13Ibid.
14
Ibid.
5
dampak dari revolusi ilmiah dan revolusi industri menjadi jelas di Eropa dan Amerika
Utara. Kekayaan besar tercipta, begitu juga kemiskinan besar.
Munculnya zaman industri melahirkan kota modern dan mengubah cara hidup
pedesaan. Manusia tumbuh lebih percaya diri dalam kemampuannya untuk menguasai
alam dan mulai merancang serta menciptakan masyarakat yang kapitalis. Karl Marx
(1820–1872) muncul dengan konsep sosialis yang menganggap kaum kapitalis berlaku
curang dengan merampok dan memeras tenaga buruh. Maka muncul gerakan kelas
pekerja sebagai kelas tertindas melawan kapitalis. Akan tetapi, kaum kiri lainnya tidak
sabar dengan lambannya perjalanan sejarah dan ingin mempercepat proses
revolusioner. Muncul kelompok-kelompok anarkis yang memamerkan teroris besar-
besaran. Pada tahun 1890-an saja, korban anarkis termasuk Presiden Prancis dan Italia,
raja-raja Portugal dan Italia, Perdana Menteri Spanyol, dan permaisuri Austria. Kaum
anarkis juga berusaha membunuh kaisar dan kanselir Jerman. Korban mereka hampir
selalu pejabat pemerintah, bukan warga sipil yang tidak bersalah. Kelompok anarkis
Rusia yang dikenal sebagai People’s Will, misalnya, jarang menempatkan bom di tempat-
tempat umum dan tidak pernah menculik anak sekolah atau menembak orang di lutut
untuk melumpuhkan mereka seumur hidup. Dengan runtuhnya monarki di Rusia, Jerman,
dan Kekaisaran Austro-Hungaria setelah Perang Dunia I (1914–1918), kekerasan etnis
dan terorisme muncul ke permukaan. Dengan menyuarakan penentuan nasib sendiri
secara nasional, kekerasan teroris khususnya disuarakan di Eropa Timur dan Tengah.15
15
Ibid.
6
wilayah, dan penggunaan propaganda yang ekstensif.16 Banyak hal yang belum
diungkapkan menyangkut sejarah terorisme di Dunia, paparan diatas hanya memberikan
beberapa contoh gambaran ancaman terorisme dunia dimasa kini dan mendatang
Indonesia sendiri tidak bebas dari gerakan terorisme. Sejarah mencatat beberapa
aksi terorisme yang sudah dilancarkan. Misalnya, Pembajakan pesawat Garuda
Indonesia, dalam penerbangan Jakarta Medan pada tanggal 28 Maret 1981. Pesawat
tersebut dibajak oleh lima orang teroris. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat
dan mengaku sebagai Komando Jihad. Pada tahun 1985, ada ledakan bom di Candi
Borobudur, yang dilakukan dengan motif jihad. Pada tahun 2000 aktivitas terorisme
meningkat. Ada ledakan bom di Kedubes Filipina tanggal 1 Agustus, Kedubes Malaysia
27 Agustus, Bursa Efek 23 September, bom Natal 24 Desember. Dan selanjutnya setiap
tahun selalu ada bom, bahkan dengan intensitas yang besar, seperti bom Bali pada 12
Oktober 2002, dan terulang lagi pada 1 Oktober 2005.17
Peristiwa terorisme yang masih segar dalam ingatan kita adalah Teror Bom di tiga
gereja di Surabaya pada Mei 2018 lalu. Ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Santa
Maria Tak Bercela (STMB), Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro
Surabaya dan Gereja Pentakosta di Jalan Arjuno Surabaya. Ledakan bom tersebut
merenggut korban jiwa hingga puluhan orang terluka. Bom bunuh diri tersebut diledakkan
pada pagi hari menjelang ibadah yang dilakukan oleh para jemaat. Kasus bom ini menjadi
salah satu yang cukup banyak menyita perhatian masyarakat.18
16 Ibid.
17Terorisme Di Indonesia , diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia, diakses 7 Juni 2020
18 Pengeboman Surabaya, diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya, diakses 7 Juni 2020.
7
narapidana tak terima dan mengajak rekan-rekannya untuk membuat kerusuhan.19
Kejadian inipun menjadi salah satu yang menyisakan duka mendalam bagi bangsa
Indonesia di tahun 2018.
Setelah kerusuhan di Mako Brimob, yang disusul bom bunuh diri di Surabaya dan
Sidoarjo, ada serangan juga ke Mapolda Riau oleh sekelompok teroris masih pada bulan
Mei 2018. Kejadian penyerangan ini diawali dari Kapolda Riau Irjen Pol Nandang yang
akan memberikan pers rilis pengungkapan kasus narkoba. Tiba-tiba pelaku yang
mengendarai mobil Avanza menabrak pagar Mapolda Riau. Saat bersamaan pelaku juga
menabrak sejumlah anggota polisi yang sedang berjaga di pintu masuk. Dalam aksi
tersebut polisi berhasil melumpuhkan pelaku dengan timah panas. Tercatat 4 orang di
antaranya kabur, sementara 4 lainnya ditembak polisi.20
Pada bulan yang sama juga terjadi pengeboman Surabaya yang merupakan
rangkaian peristiwa meledaknya bom di berbagai tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa
Timur pada 13–14 Mei 2018. Tiga tempat di antaranya tempat ibadah di Gereja Santa
Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)
Jemaat Sawahan.Dua tempat lainnya masing-masing kompleks Rumah Susun Wonocolo
di Taman, Sidoarjo dan Markas Polrestabes Surabaya.21
Sementara itu, bom bunuh diri di Rusunawa Wonocolo terjadi pada 13 Mei 2018
malam, di Blok B lantai 5 nomor 2. Kamar itu dihuni oleh satu keluarga. Kepala keluarga
bernama Anton Febianto (47). Diketahui ledakan ini terjadi saat pelaku Anton Febianto
sedang merakit bom di rumahnya itu. Sang istri Puspita Sari dan anak pertamanya Hilda
meninggal di tempat. Sementara, Anton yang kondisinya masih hidup dan memegang
bom rakitan langsung dilumpuhkan oleh polisi. Anton meninggal di lokasi kejadian.
Sementara Ainur bersama kedua adiknya dan dirujuk ke RS Bhayangkara.22
19
Drama 36 Jam Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, diunduh dari https://nasional.tempo.co/read/1087629/drama-36-
jam-kerusuhan-di-rutan-mako-brimob/full&view=ok, diakses 7 Juni 2020.
20Teror Polda Riau: 4 Teroris Ditembak Mati dan 1 Polisi Meninggal, diunduh dari
8
Berbagai peristiwa terorisme yang terjadi di dunia maupun Indonesia telah menjadi
ancaman yang serius untuk kerukunan dan kesatuan hidup berbangsa dan bernegara.
Ketenangan masyarakat yang bergabung dalam kehidupan bersama suatu bangsa mulai
terganggu oleh gerakan-gerakan yang mungkin merasa tidak puas dengan kehidupan
bersama dalam negara. Itu juga yang terjadi d Indonesia. Seperti sudah dipaparkan, telah
terjadi begitu banyak peristiwa terorisme yang mengganggu ketenangan hidup bersama.
Tentu saja peristiwa-peristiwa ini mengancam keamanan dan keutuhan hidup berbangsa
dan bernegara di Indonesia, contoh lain misalnya berkaitan dengan terorisme dari
jaringan teroris AL Qaeda ataupun Jamaah Islamiyah yang melakukan serangan
serangan anarkis dan menggunakan teknologi serta taktik dan teknik khusus (bom bunuh
diri) terhadap kepentingan Amerika serta sekutunya, termasuk pemerintah Indonesia.
Tujuan mereka ingin mengubah pandangan masyarakat yang menjadi targetnya, agar
mengikuti arah “perjuangan“ Kelompok Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah yang mengi-
nginkan adanya kedaulatan dan tatanan baru sesuai keinginan kelompok mereka.
Jemaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al-Qaedah maupun ISIS bermaksud
menggantikan ideologi Indonesia menjadi negara Islam23.
Tindak kekerasan terorisme yang dilakukan secara brutal dengan aksi serangan
bom bunuh diri, dapat berimplikasi pada kerugian jiwa target teroris yang tidak sedikit.
Semakin brutal dan anarkis metode yang digunakan kelompok terorisme untuk mencapai
tujuan, dan semakin canggihnya perkembangan jenis jenis serangan yang dilakukan itu
mematikan dan meningkatkan rasa khawatir dan takut dalam masyarakat, semakin efektif
tindakan terorisme yang dilancarkan. Hal ini perlu diwaspadai oleh pemerintah dan
masyarakat Indonesia dalam upaya menjaga mempertahankan keutuhan dan kedaulatan
wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia.
23 Anggit Setiani Dayana . Enam Kelompok Teroris di Asia Tenggara di Daftar CIA: ISIS hingga JAD, diunduh dari
https://tirto.id/6-kelompok-teroris-asia-tenggara-di-daftar-cia-isis-hingga-jad-elC8, diakses 21 Maret 2020
9
Bagian II
ANCAMAN TERORISME
TERHADAP KEDAULATAN DAN KEUTUHAN NKRI
24
Hendro Priyono. 2020. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Pt. Gramedia, hal 141-145
10
telah membentuk pemerintahan Zionis sekuler untuk mempertahankan
keberadaan Yahudi. 25
25
Ibid
26
Ibid
27 Wikipedia. Aum Shinrikyo. Diunduh dari : https://id.wikipedia.org/wiki/Aum_Shinrikyo, diakses 21 Maret 2020.
28
Wikipedia. Communist Rebellion in The Philippines, diunduh dari
https://en.wikipedia.org/wiki/Communist_rebellion_in_the_Philippines, diakses 25 Maret 2020
11
menggulingkan pemerintahan India melalui cara-cara kekerasan.
Kelompok ini dicap teroris oleh pemerintah India.29
4) IRA (Irish Republican Army). Dari IRA saat ini muncul juga gerakan New
IRA (New Irish Republican Army) yang merupakan kelanjutan dari
kelompok IRA, yang dikenal sebagai tentara pembebasan Irlandia Utara.
Pemerintah London menyebut IRA sebagai kelompok teroris yang ingin
memerdekakan wilayah Irlandia Utara dari Kerajaan Inggris Raya.31
12
merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan bahkan merupakan tindak pidana
internasional yang mempunyai jaringan luas, yang mengancam perdamaian dan
keamanan nasional maupun internasional.
Kegiatan terorisme yang bernuansa lokal atau domestik memiliki karakter yang
lebih spesifik. Mereka melakukan peledakan bom di rumah-rumah ibadah, perkantoran
pemerintah, rumah pejabat penegak hukum, atau tempat-tempat umum lainnya
cenderung bernuasa politik dan SARA.
13
2.1. Bentuk ancamanTerorisme Berdasarkan Wujud
Ancaman Terorisme berdasarkan bentuk wujud terdiri dari ancaman terorisme fisik
dan non fisik. Bentuk ancaman terorisme fisik yaitu yang menggunakan model aksi,
seperti peledakan atau pemboman, termasuk bom bunuh diri, penculikan, pembajakan,
penembakan, dan lain-lain. Sedangkan ancaman terorisme non fisik, dilakukan dengan
melancarkan serangan-serangan nonfisik yang dapat mempengaruhi pikiran orang,
antara lain terorisme ideologi.
1) Peledakan bom. Bentuk ini yang populer digunakan, karena peledakan bom
ditempat–tempat atau fasilitas umum yang strategis merupakan cara yang
efektif untuk menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat. Bahkan aksi-
aksi peledakan bom menjadi semakin menakutkan ketika dilakukan dalam
bentuk yang dianggap sangat heroik dengan meledakkan diri sendiri dalam aksi
yang dikenal sebagai bom bunuh diri. Dalam pemboman ataupun bom bunuh
diri, efeknya bukan hanya korban manusia melainkan juga fasilitas-fasilitas
yang dianggap strategis. Bahkan ledakan di tempat-tempat terbuka tanpa
korban pun efek menakutkan dan keciutan nyali tetap dirasakan.
2) Pembunuhan. Kita membedakan bentuk paling klasik ini sebagai bentuk
tersendiri karena pembunuhan hanya dilakukan terhadap orang. Dengan kata
lain, korbannya adalah tokoh, atau orang yang dianggap musuh. Pembunuhan
dalam konteks teroris biasanya diikuti dengan klaim siapa yang bertanggung
jawab atas pembunuhan yang dilakukan.
3) Penghadangan. Penghadangan biasanya dilakukan dengan persiapan yang
matang, bahkan dengan latihan-latihan, dan perencanaan medan dan waktu.
Cara ini bisa dilakukan untuk menghambat musuhnya berhasil mencapai
tujuannya. Tujuan itu bisa berupa tempat-tmpat tertentu atau cita-cita atau
keinginan tertentu.
14
4) Penculikan. Sering juga diawali dengan penghadangan. Korbannya kemudian
diculik dan ditahan di suatu tempat tersembunyi. Sering dimanfaatkan untuk
pemenuhan tujuan tertentu, misalnya demi mendapatkan sejumlah uang yang
dibutuhkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasional mereka.
5) Penyanderaan. Berbeda dari penculikan, penyanderaan itu justru
memperlihatkan korbannya di tempat umum. Sandera atau para sandera akan
dibebaskan kalau tuntutan pihak penyandera dipenuhi. Tuntutannya bisa
berupa entah mendapatkan sejumlah uang, atau meminta pembebasan
anggota kelompok mereka yang sedang dalam penahanan.
6) Perampokan. Perampokan terutama dilakukan untuk mencari dana.
Perampokan bank, perampokan rumah orang kaya, atau pejabat, merupakan
contoh-contoh dari metode terorisme ini.
7) Perompakan. Perompakan atau pembajakan kapal laut yang sedang berlayar
(bajak laut). Akhir-akhir ini banyak diberitakan mengenai para perompak atau
bajak laut Somalia, yang mulai marak sejak terjadi perang saudara di sana sejak
tahun 1990. Atau pembajakan kapal Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf di
Filipina tahun 2016.
8) Sabotase dan Pembajakan. Model ini sangat populer dilancarkan oleh
kelompok teroris selama periode 1960–1970. Contohnya, pembajakan
terhadap kendaraan yang membawa bahan makanan sebagai taktik yang
digunakan oleh kelompok Tupamaros di Uruguay untuk mendapatkan kesan
Robin Hood dan menghancurkan propaganda pemerintah. Kita mengenal cerita
tentang Robin Hood yang dianggap pahlawan karena merampok dari orang
kaya dan membagi-bagikan hasilnya kepada orang miskin.
9) Ancaman/Intimidasi. Dengan ancaman atau intimidasi, para teroris
berusaha melakukan tindakan–tindakan yang bisa menakut–nakuti atau
mengancam masyarakat atau korban dengan menggunakan kekerasan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang menjadi ciri utama dari
terorisme adalah penggunaan kekerasan terhadap target atau korban.
Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kesan mendalam yang tidak
terlupakan sekaligus menyampaikan tuntutan kepada khalayak yang lebih luas.
15
b. Terorisme non fisik, dilakukan dengan melancarkan serangan-serangan nonfisik
seperti terorisme ideologis. Terorisme ideologi menggunakan ideologi sebagai
senjata untuk mempengaruhi orang lain. Bentuk yang biasa digunakan adalah
indoktrinasi dan cuci otak (brain wash), yang dilakukan melalui antara lain:
penyebaran ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan
untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan. Setelah dicuci otaknya, orang akan mudah diindoktrinasi
untuk menyerap konsep-konsep ideologis yang mau ditanamkan ke dalam otak
sang calon teroris. Dia pada gilirannya akan menjalankan secara militan, ideologi
yang diindoktrinasikan ke dalam otaknya, yang pada intinya berakibat pada
kerusakan moral, mental sipiritual obyek sasarannya.33
a. Teror Kriminal
Teror kriminal biasanya dilancarkan hanya untuk kepentingan pribadi atau
memperkaya diri sendiri. Teroris kriminal bisa menggunakan cara pemerasan dan
intimidasi. Mereka menggunakan kata-kata yang dapat menimbulkan ketakutan/
teror psikis.
b. Teror Politik.
Teror politik biasanya tidak memilih-milih korban. Teroris politik selalu siap melaku-
kan pembunuhan terhadap orang-orang sipil: laki-laki, perempuan, dewasa atau
anak-anak tanpa mempertimbangkan penilaian politik atau moral. Teror politik
adalah suatu fenomena sosial yang penting. Para pelaku kebanyakan dimotivasi
oleh idealism yang cukup keras, misalnya: “berjuang demi agama dan
kemanusiaan”, maka hard-core kelompok terror adalah fanatic dan siap mati. Teror
politik biasanya berupa a.l. :
33
Hezbi Islami. Terorisme Bagian 3., diunduh dari https://hezbiislami.wordpress.com/tag/terorisme-nonfisik/, diakses 7 Juni 2020
34 Ketentuan Umum Tentang Terorisme, diunduh dari http://eprints.walisongo.ac.id/234/2/062211025_Bab2.pdf
16
1) Berbentuk intimidasi kohersif. Yang dimaksudkan adalah Intimidasi yang
bersifat memaksa sehingga korbannya menerima atau menyepakati tuntutan si
peneror. Intimidasi, pemaksaan, jelas merupakan kekhasan sebuah aksi
terorisme. Karena tujuan terorisme adalah menuntut atau memaksa orang
untuk bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh kelompok teroris.
17
2.3. Bentuk Terorisme berdasarkan Tingkatannya35
Sementara terorisme represif adalah aksi teror yang dilakukan pemerintah, yang
mengatasnamakan dasar hukum, ditujukan baik terhadap kelompok oposisi yang ada
dibawah pemerintahannya, maupun terhadap kelompok di wilayah lainnya.
35
Ibid
36
Tipologi Terorisme, diunduh dari https://www.coursehero.com/file/p32hv9v/TIPOLOGI-TERORISME-Mengenai-tipologi-
terorisme-terdapat-sejumlah-penjelasan/
18
c. Quasi terorisme, digambarkan sebagai terorisme yang dilakukan secara
insidental, namun tidak memiliki muatan ideologi tertentu; lebih dimaksudkan
untuk tujuan pembiayaan. Contohnya dalam kasus pembajakan pesawat
udara atau penyanderaan, ketika para pelaku lebih tertarik kepada uang
tebusan daripada motivasi politik.
d. Terorisme politik terbatas, diartikan sebagai teroris, yang memiliki motif politik
dan ideologi, namun lebih ditujukan dalam mengendalikan keadaan (negara).
Contohnya adalah perbuatan teroris yang berupa pembunuhan untuk balas
dendam.
e. Terorisme negara atau pemerintahan yakni suatu negara atau pemerintahan,
yang mendasarkan kekuasaannya pada ketakutan dan penindasan, dalam
mengendalikan masyarakatnya. Terorisme yang dilakukan oleh negara
merupakan salah satu bentuk kejahatan yang tergolong sangat istimewa.
Sebab negara adalah suatu organisasi besar yang dipilari oleh kekuatan
rakyat, kehnamun disisi lain punya kewajiban mengatur, melindungi, dan
menyejahterakan kehidupan rakyat secara material maupun non material.
19
Detasemen Khusus (Densus), satuan khusus Polri untuk penanggulangan
terorisme di Indonesia, harus mewaspadai “familia terror” atau terror yang dilakukan oleh
satu keluarga. Tercatat sudah ada tiga kejadian yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo.
Familia Teror terbilang sulit terlacak karena menggunakan aplikasi tersembunya untuk
saling terkoneksi dengan anggota jaringan lain. Mereka menggunakan aplikasi telegram
dan game untuk saling berkomunikasi. Familia Teror ini sulit ditembus karena mereka
sudah terindoktrin oleh JI,JAT, JAD dan MIT untuk melakukan terror.38
Salin itu, Kelompok separatis seperti Republik Maluku Selatan (RMS), Kelompok
Paraku di Kalimantan, Organisasi Papua Merdeka (OPM), juga merupakan “duri dalam
daging” bagi pemerintah Indonesia. Kelompok-kelompok separatis kedaerahan ini juga
melakukan terror untuk menunjukkan eksistensi mereka kepada pemerintah.39
38 Ibid
39 Ibid
40 Ibid
20
Bagian III
Pengaruh terorisme dapat memiliki dampak yang signifikan, baik segi keamanan
dan keresahan masyarakat maupun iklim perekonomian dan parawisata yang menuntut
partisipasi seluruh lapisan masyarakat dan negara untuk pencegahan dan
penanggulangannya. Untuk itu masyarakat harus tahu karakter kelompok radikal-
terorisme sebelum kita melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Berikut ini ciri-ciri dari kelompok radikal-terorisme:41
a. Bersikap intoleran atau tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang
lain. Mereka mengganggap pandangannya yang paling benar, pandangan
orang lain salah. Ini menggambarkan bahwa kelompok radikalisme-terorisme
tidak menjunjung nilai-nilai demokrasi. Dengan kata kata lain kesadaran
berbangsa dan bernegaranya rendah.
b. Bersikap fanatik atau selalu merasa benar sendiri dan menganggap yang
lainnya salah. Artinya ajaran yang dianutnya diyakini benar dan yang lain salah
oleh sebab itu harus disingkirkan atau diteror.
c. Bersikap eksklusif atau membedakan diri dari umat lainnya. Misalnya, enggan
beribadah ditempat yang bukan kelompoknya.
41
Suara com. 5 Ciri Orang yang Terpapar Radikalisme versi BNPT, diunduh dari:
https://www.suara.com/news/2018/09/27/071500/5-ciri-orang-yang-terpapar-radikalisme-versi-bnpt, diakses 8 Maret 2020
21
d. Bersikap revolusioner atau cenderung menggunakan kekerasan untuk
mencapai tujuan dan merupakan embrio terorisme. Penggunaan kekerasam
bukan hanya fisik semata, akan tetapi juga non fisik, seperti terorisme ideologis
melakukan serangan dengan menggunakan ideologi sebagai senjata untuk
mempengaruhi orang lain. Bentuk yang biasa digunakan adalah indoktrinasi
dan cuci otak (brain wash). Setelah dicuci otaknya, orang akan mudah
diindoktrinasi untuk menyerap konsep-konsep ideologis yang mau ditanamkan
ke dalam otak sang calon teroris. Dia pada gilirannya akan menjalankan secara
militan, ideologi yang diindoktrinasikan ke dalam otaknya. Ini juga mencermin-
kan mereka sudah tidak setia kepada Pancasila sebagai ideologi negara.
e. Bersikap dan berperilaku keluar dari pakem yang lazim. Lazim dalam
konteks ke-Indonesiaan adalah hidup damai dengan mereka yang berbeda
paham dan kepercayaan. Para penganut paham Radikalisme-Terorisme
biasanyan hidup eksklusif, artinya mereka cenderung bergaul dengan sesama
kelompoknya, karena diluar kelompoknya dianggap kafir.
42Kompas.com. Motivasi Jadi Teroris Lebih Banyak Karena Pengaruh Teman dan Keluarga, diunduh dari
https://internasional.kompas.com/read/2013/08/09/1019365/Motivasi.Jadi.Teroris.Lebih.Banyak.karena.Pengaruh.
Teman.dan.Keluarga
22
berbagai bacaan ekstrem di internet, tetapi banyak hal lain yang lebih penting yang
ternyata telah membentuk perilaku mereka. Jaringan sosial dalam bentuk teman dan
keluarga, termasuk kontak dengan mereka yang berjuang di luar negeri atau sudah
pernah mengikuti kamp latihan teroris, memiliki pengaruh yang lebih kuat.43
Dua aspek yang diandaikan dalam bagian ini adalah bagaimana menghindari atau
mencegah warga negara dari paparan radikal-terorisme dan, bagaimana membangun
semangat dan motivasi warga negara untuk menghadapi ancaman gerakan terorisme.
Tentu sekali pemisahan secara tegas mengenai penanganan dan pencegahan hanya
dalam konsep pemikiran tetapi tidak dapat dilakukan dalam praktik, karena bisa saja dua-
duanya harus dijalankan secara bersama. Penanganan juga bisa merupakan bagian dari
pencegahan.
43
Ibid
44
Ibid
45
Ibid
23
3. Pencegahan Tindakan Radikal-Terorisme
46
M. Hasan Ansori dkk. FGD di The Habibie Center, op.cit., hal.10
47 Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2018, op.cit, Bab VIIA
48 Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, Tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap
24
untuk berperan aktif dalam Pencegahan Tindak Pidana Terorisme sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Meningkatkan kapasitas kelembagaan kelompok dan organisasi
masyarakat untuk dapat terlibat secara aktif dalam Pencegahan Tindak
Pidana Terorisme.
3) Menyampaikan dan menerima informasi tentang Pencegahan Tindak
Pidana Terorisme kepada dan dari masyarakat.
4) Memberikan edukasi mengenai bahaya dan dampak Tindak Pidana
Terorisme melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal.
5) Pemberdayaan masyarakat lainnya antara lain penguatan ketahanan
keluarga dan pemberdayaan usaha kecil menengah.
25
c. Perlindungan dan Peningkatan Sarana Prasarana, dilakukan terhadap objek
vital yang strategis dan fasilitas publik, berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh BNPT, yang memuat paling sedikit: standar minimum pengamanan, kriteria
dan parameter, serta evaluasi. Peningkatan sarana prasarana dapat berupa :
1) Pengembangan dan peningkatan sistem teknologi Indonesia
2) Penyediaan perlengkapan pendukung operasional
3) Pengembangan dan penyelenggaraan sistem pengamanan internal
4) Kegiatan peningkatan lain sesuai ketutuhan
Guna memaksimalkan pencegahan Tindak Pidana Terorisme, kementerian/
lembaga dapat melaksanakan peningkatan sarana prasarana sesuai dengan
kebutuhan kementerian/lembaga masing-masing
26
Pemetaan wilayah rawan paham radikal-terorisme dilakukan dengan cara:
1) inventarisasi tempat terjadinya Tindak Pidana Terorisme
2) inventarisasi jaringan atau kelompok terorisme
3) pertukaran data dan informasi antara kementerian/lembaga terkait dengan
BNPT.
Hasil pemetaan wilayah rawan paham radikal-terorisme bersifat rahasia yang
bisa diakses berdasarkan persetujuan Kepala BNPT yang dapat diberikan
berdasarkan permintaan tertulis dari kementerian/ lembaga. Jika dibutuhkan
pergerakan cepat hasil pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme dapat
diakses oleh kementerian/lembaga tanpa melalui permintaan tertulis dengan
persetujuan kepala BNPT.
27
Kontra Radikalisasi dilakukan: secara langsung antara lain melalui sosialisasi,
diseminasi, dialog, seminar, dan workshop; atau tidak langsung antara lain dilakukan
melalui buku, majalah, koran, media sosial, pamflet, dan iklan. Pelaksanaan Kontra
Radikalisasi dilakukan melalui 3 (tiga) strategi yaitu:
28
3) Pemantauan, analisis, dan kajian strategis ancaman penyebaran konten
paham radikal-terorisme.
4) Pembinaan & pemberdayaan bagi penggiat dunia maya atau komunitas
5) Bentuk kegiatan lain berupa peningkatan daya tangkal dan daya tahan
masyarakat dengan mengedepankan kearifan lokal.
50
Ibid, Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, BAB II
29
Deradikalisasi yang dilakukan kepada tersangka, terdakwa, terpidana dan
narapidana Tindak Pidana Terorisme diberikan melalui tahapan:
1) Identifikasi dan Penilaian Awal dan Lanjutan.
a) Identifikasi dan Penilaian Awal dilakukan kepada tersangka yang dilaksanakan
dengan cara: inventarisasi data tersangka; wawancara, pengamatan dan
klarifikasi; dan pengolahan data.
b) Identifikasi dan Penilaian Lanjutan dilakukan kepada terdakwa, terpidana,
atau narapidana secara periodik 6(enam) bulan sekali sesuai kebutuhan,
dengan cara: monitoring dan evaluasi perilaku terdakwa, terpidana, atau
narapidana; wawancara, pengamatan, dan dan klarifikasi; pengolahan data; dn
analisis srisiko dan analisis kebutuhan.
30
Reedukasi dilakukan dengan cara: ceramah/kuliah umum; diskusi;
pembinaan dan pen-dampingan; penyuluhan/sosialisasi; dan praktik
latihan. Pelaksana Reedukasi adalah Petugas Pemasyarakatan, dengan
melibatkan akademisi, praktisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan/atau
aparat penegak hukum, yang ditunjuk oleh BNPT dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait. Petugas Pemasyarakatan mencatat hasil
perkembangan pelaksanaan Reedukasi dalam Kartu Pembinaan. Kartu
Pembinaan secara berkala dimuat dalam sistem database pemasyarakatan
yang terintegrasi dengan sistem informasi penanggulangan terorisme.
Reedukasi dilaksanakan secara bersamaan dengan program pelayanan di
rumah tahanan negara dan/atau program pembinaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. BNPTdengan melibatkan kementerian/lembaga terkait
dan akademisi, praktisi, tokoh agama, dan/atau tokoh masyarakat
melakukan penilaian, dimana hasil penilaian digunakan sebagai dasar oleh
Petugas Kemasyarakatan menentukan pemberian Reintegrasi Sosial.
31
secara berkala dimuat dalam sistem database pemasyarakatan yang
terintegrasi dengan sistem informasi penanggulangan terorisme.
32
Bagian IV
51
Kemlu go.id. Indonesia dan Upaya Upaya Penanggulangan Terorisme, diunduh dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-penanggulangan-terorisme/ Selasa, 17
Desember 2019.
52Rahadian P. Paramita. Mengawal definisi terorisme dalam Undang-undang, diunduh dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-penanggulangan-terorisme, Selasa, 17
Desember 2019.
33
Peran penting Indonesia dalam penanggulangan terorisme internasional telah
diakui oleh PBB dengan terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota dari Dewan
Penasihat UN Counter-Terrorism Center untuk periode 2015-2018. Indonesia juga
menggarisbawahi pentingnya hukum internasional dalam penanggulangan terorisme
internasional. Dalam kaitan ini, Indonesia telah meratifikasi 8 (delapan) konvensi
internasional terkait penanggulangan terorisme yang memperkuat kerangka hukum
nasional, yaitu: 54
Terkait isu Foreign Terrorist Fighters (FTF), Indonesia merupakan co-sponsor dari
Resolusi DK PBB 2178 (2014) yang meminta negara-negara untuk melakukan berbagai
upaya yang diperlukan dalam penanganan isu FTF, termasuk pencegahan rekrutmen
dan fasilitasi keberangkatan para FTF, pengawasan perbatasan, saling tukar informasi,
serta program rehabilitasi dan reintegrasi. Lebih lanjut, Indonesia telah
https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_pemberantasan_pendanaan_terorisme.pdf, diakses
15 Juni 2020.
34
menyelenggarakan sejumlah regional workshops dan konferensi internasional yang
melibatkan banyak negara untuk saling tukar informasi dan good practices, serta peluang
penguatan kerja sama internasional dalam penanganan isu FTF.55
Lebih lanjut, dalam kerangka DRWG, Indonesia juga telah menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Workshop on Capacity Building and Training for the Appropriate
Management of Violent Extremist Offenders di Medan pada tanggal 8-9 April 2015. GCTF
DRWG juga bekerja sama dengan Global Center on Cooperative Security (GCCS) telah
menyelenggarakan Workshop on Education, Life Skill Courses and Vocational Training
for Incarcerated Violent Extremist Offenders di Nairobi, Kenya, pada 7-8 Oktober 2015.
Selain itu, Indonesia dan Australia telah menyelenggarakan pertemuan pleno kedua
GCTF DRWG di Sydney pada tanggal 2-3 November 2015. Pertemuan Pleno Kedua
GCTF DRWG ini telah membahas mengenai pengelolaan lapas dan upaya penguatan
keamanan lapas, program rehabilitasi dan reintegrasi, dan program pengembangan
kapasitas untuk petugas lapas.58
55
ibid
56
Ibid
57
Ibid
58
Ibid.
35
2. Model Penanggulangan Ancaman Terorisme di Luar Negeri
Kita mengambil Amerika Serikat (AS) sebagai pembanding karena negara ini
yang paling gencar berhadapan dengan terorisme. Kita bisa melihat seberapa
efektifnya Amerika Serikat khususnya dan Barat pada umumnya menanggapi
ancaman teroris? Tentu saja efektivitas itu harus ditandai juga dengan perilaku etis,
humanis, dan demokratis. Perlu ada visi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai,
dan suatu penilaian yang akurat tentang seberapa baiknya tindakan untuk
mengurangi terorisme.
59
Academia Edu. Upaya Upaya Amerika Serikat Dalam Memerangi Terorisme, diunduh dari
https://www.academia.edu/3372813/4.1 _Upaya-Upaya_Amerika_Serikat_Dalam_Memerangi_Terorisme.
36
terorisme. Melalui strategi ini, AS menetapkan langkah-langkah serta upaya-upaya,
untuk menghadapi masalah terorisme. Karena bagi AS masalah terorisme itu secara
serius mengancam dan membahayakan kepentingan AS di dalam dan di luar negeri.
Terorisme jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan AS, yakni
demokrasi yang memberikan tempat yang tinggi bagi kebebasan dan HAM.60
60
Ibid
61
Ibid
62
Ibid
37
Selain upaya-upaya yang sifatnya agresif dan jangka pendek, Amerika Serikat
juga menempuh langkah-langkah dan pendekatan proses, seperti upaya untuk
membangun pemikiran-pemikiran yang lebih kritis terhadap pandangan-pandangan
radikal dan mendukung pemikiran-pemikiran para pemimpin agama yang lebih
mengutamakan kemanusiaan dan kedamaian umat manusia. Amerika Serikat
menyatakan bahwa bukan Islam yang dimusuhinya melainkan Gerakan ekstremis
dan radikal yang mengeksploitasi Islam dengan ideologi Islam. Amerika Serikat
dan negara-negara Islam sepakat untuk memerangi berbagai jaringan terorisme.
Oleh karena itu Amerika Serikat menggunakan dua pendekatan: Jangka Panjang
(Long Term Approach) untuk menghilangkan bibit-bibit terorisme, dan Jangka
Pendek (Over Short Term), untuk menghambat bertumbuhnya terorisme.
Pendekatan jangka panjang misalnya dengan berbagai aktivitas untuk mendukung
kaum modernis, kaum tradisionalis yang menentang kaum fundamentalis,
membangun pemikiran kritis untuk menghadapi pemikiran-pemikiran
fundamentalis. Pendekatan Jangka Pendek, misalnya mencegah serangan
kelompok teroris, melumpuhkan gerakan kelompok teroris, menghilangkan peng-
gunaan senjata pemusnah massal.63
63
Ibid
64 Robert J. Jackson dan Philip Towle. Temptation of Power. New York: Palgrave MacMillan, 2006, hlm. 123.
38
of the United States, the US National Strategy for Combating Terrorism and the U.S.
National Strategy to Combat Weapons of Mass Destruction.65
Dalam sepuluh tahun terakhir ini Indonesia tidak lepas dari serangkaian peristiwa
kekerasan dan teror mulai dari peledakan bom di Bali dua kali berturut-turut, teror di
Poso, Ambon, aksi bom di Kedutaan Australia, Hotel Ritz-Carlton, JW Marriot dan
lainnya. Belum lagi aksi teror disertai pembunuhan dan perampokan, bahkan
pembunuhan aparat keamanan, polisi terjadi di Sumatera Utara dan Solo, Jawa
Tengah. Indonesia rupanya bukan negara yang aman dari kegiatan terorisme.67
Untuk menciptakan suasana tertib dan aman, maka dengan mengacu pada
konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
terorisme, serta untuk memberi landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam
mengatasi masalah yang mendesak dalam pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
maka ditetapkan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah No.7
Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme Dan Perlindungan Terhadap
Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan. Dengan adanya
peraturan perundang-undang sebagai dasar hukum yang ada, maka pemerintah dan
masyarakat dapat melakukan upaya penanggulangan terjadinya tindak pidana radikal-
65 Ibid
66 Undang-undang Anti Teror Baru Malaysia Picu Kritikan, diunduh dari
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150407132822-106-44772/undang-undang-anti-teror-baru-malaysia-picu-
kritikan, diakses 17 Juni 2020
67 Upaya Penanggulangan Terorisme di Indonesia, diunduh dari :http://www.gresnews.com/berita/isu_terkini/117576-upaya-
penanggulangan-terorisme-di-indonesia/
39
terorisme, diantaranya berkaitan dengan: Tindakan hukuman bagi perilaku radikal-
terorisme; Perlindungan terhadap Korban; Optimalisasi peran Lembaga penegak hukum
bagi perilaku radikal-terorisme; dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum,
Hakim dan Petugas Pemasyarakatan dari perilaku radikal-terorisme, yang akan diuraikan
berikut ini:
68
Undang-Undang RI, Nomor 5 Tahun 2018, op.cit.
40
pengadilan sebagai organisasi terorisme, dipidana penjara paling singkat 2
tahun dan paling lama 7 tahun.
f. Pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengendalikan organisasi
terorisme, dipidana penjara paling singkat 3 tahun, paling lama 12 tahun.
Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau
mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain di DN
atau LN, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan
Tindak Pidana Terorisme, dipidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama
15 tahun. Selain itu, dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak
untuk memiliki paspor dan pas lintas batas paling lama 5 tahun.
g. Setiap orang yang dengan sengaja merekrut, menampung, atau mengirim
orang untuk mengikuti pelatihan pada butir 7), dipidana 4 tahun dan paling
lama 15 tahun. Selain itu, dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan
hak untuk memiliki paspor dan pas lintas batas dalam waktu paling lama 5 tahun.
h. Setiap orang yang dengan sengaja membuat, mengumpulkan, dan/atau
menyebarluaskan tulisan atau dokumen, baik elektronik maupun
nonelektronik untuk digunakan dalam pelatihan pada butur 7), dipidana
paling singkat 3 tahun penjara, paling lama 12 tahun. Selain itu, dapat dikenakan
pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dan pas lintas
batas dalam jangka waktu paling lama 5 tahun.
i. Setiap orang yang memiliki hubungan dengan Organisasi Terorisme dan
sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan
dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk
melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang berimplikasi pada
Tindak Pidana Terorisme, dipidana penjara paling lama 5 tahun.
69
Ibid
41
Bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi korban berupa: bantuan medis;
rehabilitasi psikososial dan psikologis; santunan bagi keluarga dalam hal korban
meninggal dunia; dan kompensasi.
a. BNPT berperan menjadi pusat analisis dan pengendalian krisis yang berfungsi
sebagai fasilitas Presiden untuk menetapkan kebijakan dan langkah
penanganan krisis, termasuk pengerahan sumber daya dalam menangani
terorisme. BNPT bertugas: merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksa-
nakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di
bidang kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. BNPT
juga bertugas mengoordinasikan antarpenegak hukum dalam penanggulangan
terorisme hingga mengoordinasikan program pemulihan korban. Selain itu,
BNPT juga merumuskan, mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan,
strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang kerjasama
internasional.
b. TNI, berperan dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi
militer selain perang. Dalam mengatasi aksi terorisme dilaksanakan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi TNI.
c. DPR RI berperan dalam pengawasan penanggulangan terorisme. Untuk itu
DPR RI membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme. Ketentuan
mengenai pembentukan tim pengawas ini diatur dengan Peraturan DPR.
70
Ibid
42
3.4. Peran dan Perlindungan bagi Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas
Pemasyarakatan
71
Ibid.
43
Hasil penyadapat bersifat rahasia dan hanyua digunakan untuk
kepentingan penyidikan Tindak Pidang Terorisme. Dalam keadaan
mendesak Penyidik dapat melakukan penyadapan terlebih dahulu
terhadap orang yang diduga kuat mempersiapkan, merencanakan,
dan/atau melaksanakan Tindak Pidana Terorisme.
d) Selain menjalankan fungsi control dalam penilaian bukti permulaan, Hakim yang
menjabat Ketua Pengadilan Negeri juga memiliki kewenangan memerintahkan
suatu tindakan penyadapan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
72 Ibid
73 Budi Suhariyanto. Kedudukan Hakim Dalam Pembaharuan Sistem Pemidanaan Terorisme Untuk Mewujudkan Akuntabilitas
Hukum. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 2016
44
4) Peran Petugas Pemasyarakatan, antara lain:74
45
Bagian V
Gerakan aksi nyata bela negara penting untuk dilakukan guna, memotivasi
seluruh warga negara bersama-sama pemerintah mengambil bagian dalam mencegah
dan menanggulangi terorisme. Partisipasi warga negara sangat diperlukan dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme sebagai wujud nyata dari bela negara. Wujud
nyata Gerakan Aksi nyata Bela Negara dapat di implementasikan dalam berbagai bentuk
seperti pada contoh-contoh berikut ini:
Gerakan ini mendorong warga negara atau masyarakat, baik secara individu
maupuan berkelompok, untuk melapor dengan cepat jika ditemukan penanaman ideologi
radikal-terorisme, separatism, dan radikal komunisme ke aparatur Negara, misalnya
Polisi, BNPT dan TNI. Misalya Polisi telah bekerja sama dengan Adjie Pratama
mengembang aplikasi pemula yang bernama “Aplikasi Stop Terorisme” untuk
memudahkan masyarakat melaporkan hal-hal yang mencurigakan terkait dengan
terorisme di lingkungan mereka. Perlu ada upaya untuk mengaktifkan aparat-aparat
lingkungan RT atau RW untuk lebih mengenal warganya dan mengidentifikasi tanda-
tanda yang menunjukkan gejala adanya kegiatan yang bersifat eksklusif radikal dan
terorisme. Peraturan wajib lapor bagi pendatang baru di lingkungan, hendaknya
ditegaskan kembali agar masyarakat lingkungan lebih saling berkomunikasi dan saling
mengenal, melaporkan diri saat berpindah ke pemukiman baru perlu dipertegas lagi, agar
setiap orang teridentifikasi tidak hanya pribadinya tetapi juga status dan aktivitasnya.
Masyarakat perlu juga diberi kiat-kiat untuk bisa ikut mengamati situasi di
lingkungannya yang mungkin saja dicurigai terpapar radikalisme terorisme. Perlu ada
kepedulian di pihak warga untuk melaporkan kepada yang berwajib, bila ada tetangganya
yang memperlihatkan tanda dan gejala-gejala yang mencurigakan sebagai telah terpapar
radikalisme. Sering terjadi bahwa masyarakat tidak saling peduli dan baru kemudian
46
mengetahui setelah ada akibat yang ditimbulkan, misalnya ketika ada bom yang secara
tidak sengaja meledak di pemukimannya.
Gerakan ini mendorong atau menggerakan warga negara atau masyarakat untuk
memperkuat ideology Pancasila melalui aksi-aksi nyata yang ditampilkan dalam berbagai
bentuk multimedia, melalui berbagai saluran media, melalui contoh-contoh dalam
kehidupan sehari-hari yang mencerminkan pengamalan dari nilai-nilai Pancasila, secara
berkesinambungan, seperti antara lain:
a. Mengkonstruksi atau memperkuat opini WNI bahwa Sila Pertama Pancasila
yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, menggambarkan kemerdekaan
beragama bagi bangsa Indonesia. Sila ini membuat setiap WNI memiliki
kebebasan, dalam menganut dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing. Di negara Indonesia sendiri mempunyai
6 agama yang dianut, yaitu : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budda, Konghucu.
Persatuan dan kesatuan bangsa akan dapat terjaga kalau diantara pemeluk
agama saling menghargai dan bersikap toleransi, misalnya saling menyapa,
menghargai ibadah orang lain, memberi apresiasi ketika merayakan hari
keagamaan, saling gotong royong antar umat beragama dan sejenisnya.
48
3. Gerakan Penguatan Nilai Dasar Bela Negara
c. Membangun sikap dan perilaku Cinta Damai. Sikap dan perilaku paham
Radikal-Terorisme menunjukan tidak cinta damai karena memaksakan
kehendak dan menimbulkan konflik dalam masyarakat. Oleh sebab itu perlu
menanamkan nilai cintai damai. Nilai Cinta Damai berarti tidak saling
bermusuhan, tidak saling memfitnah, tidak saling menghujat, dan berupaya
merajut persahabatan dengan semua pihak. Dalam menciptakan kondisi damai
adalah dengan cara membuang rasa benci yang berujung permusuhan kepada
siapapun. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai
49
suku/etnik, budaya, agama, sehingga ada potensi rawan konflik, sehingga harus
dikelola dengan cara-cara damai dan kekeluargaan. Misal memviralkan video
ceramah para tokoh agama yang menggaungkan nilai cinta damai, menggaung-
kan kesantunan sesuai ajaran agama dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.
Aksi nyata ini merupakan perwujudan dari Nilai Setia Pada Pancasila (Nilai
Dasar Bela Negara ke 3).
d. Membangun sikap dan perilaku rela berkorban, bersikap simpati dan empati
sesama warga negara, misalnya membantu korban kecelakaan dan bencana
alam, menolong teman, tetangga yang sedang terkena musibah banjir,
kebakaran atau gempa bumi. Kegiatan yang menggerakan masyarakat
mengumpulkan dana untuk membantu warga lain yang terkena musibah. Bila
dikaitkan dengan nilai dasar bela negara, membantu korban bencana alam,
menolong teman menggambarkan sikap dan perilaku rela berkorban, karena
terkandung sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan dalam
memberikan kepada orang lain. Sikap dan perilaku ini mencerminkan
perwujudan Nilai Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara (Nilai Dasar Bela
Negara ke 4)
e. Membangun sikap dan perilaku sportif. Sportif adalah sikap ksatria dalam
menghadapi persaingan atau perjuangan mencapai tujuan, dan siap menerima
apapun hasilnya, walaupun kadangkala tidak sesuai dengan harapan. Radikal-
terorisme merupakan cerminan dari sikap dan perilaku yang tidak sportif,
menggunakan segala cara untuk meraih tujuannya, dengan meneror, menakut-
nakuti dan kerap kali membahayakan warga sipil yang tidak ada kaitan dengan
perjuangannya, yang kebetulan berada di sekitar lokasi tindakannya, untuk
meraih tujuannya. Penanaman sikap dan perilaku sportif merupakan cerminan
dan Nilai Kemampuan Awal Bela Negara (Nilai Dasar Bela Negara ke 5)
50
berperan dalam mencegah dan melemahkan terorisme dengan ikut serta dalam kegiatan-
kegiatan yang menjaga dan mengamankan lingkungan dan keluarganya dari paparan
dan pengaruh-pengaruh radikalisme terorisme yang menyesatkan. Gerakan yang
menyadarkan masyarakat bahwa Pancasila dan NKRI final dan mengikat. Gerakan yang
menyadarkan masyarakat untuk tidak mendukung kelompok radikal-terorisme,
separatism dan komunisme.
76
Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002, hlm. 62-63.
51
untuk menghargai sesama manusia, bersifat welas asih dan mencintai perdamaian. Di
pihak lain kita menyaksikan dan sejarah mencatat agama memiliki andil dalam
menghembuskan kebencian, menimbulkan kecurigaan, dan menimbulkan konflik.
Keyakinan dan ajaran tentang kekerasan ini yang kemudian dipraktikkan dalam
kehidupan dan menjadi konkrit. Praktik kekerasan ini yang sering menarik bagi para
pendompleng untuk memanfaatkan agama sebagai alat dalam memperjuangkan
kepentingannya. Hanya para pemuka agama yang mampu melihat persoalan ini secara
jernih dan memberikan pencerahan dengan pandangan-pandangan keagamaan yang
menyejukkan. Pendampingan dan kerja sama dengan para pemuka agama ini penting
untuk memberikan pencerahan dan menampilkan wajah agama yang menyejukkan dan
menenangkan sikap dan pandangan yang berpotensi menyulut kebencian dan rasa
benci. Pandangan bahwa apa yang diajarkan agama selalu benar berimplikasi pada
pembenaran sikap apa pun, termasuk sikap yang mengandalkan kekerasan. Apa lagi
tindakan-tindakan kekerasan sering mencari legitimasi dari autoritas agama. Apa lagi
kalau agama dijadikan ideologi, argumentasi-argumentasi rasional sering tidak
dipedulikan karena yang penting pada ideologi adalah bukan argumentasi yang logis
rasional melainkan relevansi dan daya tarik. Dan kalau segala sesuatu menyangkut
agama selalu benar maka ideologi yang membawa bendera agama akan muddah
mendapat sambutan.77
77
Benyamin Molan, “Pluralitas Agama dan Konflik Beragama”. Respons 03. (2004), hlm.103.
52
berlangsung sangat cepat dan masif, sehingga dengan kecepatan yang sama informasi
sesat perlu dibendung dengan informasi cinta tanah air, persatuan bangsa dan NKRI.
a. Pertemuan pemuda lintas agama yang berasal dari 15 provinsi, boleh dikatakan
mereka sebagai aktor, pegiat, sekaligus pelaku kerukunan, yang memiliki
kewajiban sebagai tokoh-tokoh pemuda di agama masing-masing untuk
menguatkan pemahaman keagamaan yang moderat. Rukun adalah produk,
bukan proses. Bisa dikatakan dalam bahasa birokrasi, rukun adalah outcome
atau hasil dari sebuah proses yang panjang. Ada serangkaian proses mulai dari
hulu sampai hilir, dan hilirnya adalah kerukunan. Kegiatan ini sebagai bentuk
aplikasi dari program pembangunan SDM umat beragama yang moderat.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Agama M Nur Kholis Setiawan
menegaskan, indikator moderat dapat dilihat dari adanya keterbukaan,
mengedepankan nalar dan akal sehat, menyadari keterbatasan diri, tidak
pernah mengklaim diri paling benar, suci, dan unggul di antara yang lain,
karenanya, beragama yang moderat adalah menyadari keterbatasan dirinya.78
78
Satu Harapan. Pemuda Lintas Agama adalah Aktor dan Pegiat Kerukunan , diunduh dari http://www.satuharapan.com/read-
detail/read/pemuda-lintas-agama-adalah-aktor-dan-pegiat-kerukunan, diakses Selasa, 17 Desember 2019.
53
Kristen memperkenalkan bagaimana ibadat umat Kristen di gereja. Kegiatan
lintas agama ini dihadiri umat Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, JAI atau Jemaat
Ahmadiyah. Dampak dari kegiatan ini diharapkan juga dapat menghapus atau
menghilangkan stereotipe yang muncul karena tidak saling memahami.79
Gerakan ini sebagai pernyataan sikap yang merupakan respon atas peristiwa
tindak terorisme. Bentuknya bermacam macam mulai dari: deklarasi, orasi, tanda tangan
pada spanduk, pernyataan dan lain-lainnya. Sebagai contoh, ketika serangan teror bom
di Surabaya terjadi, pada hari Minggu, 13 Mei 2018, Rektor Universitas Surabaya
membuat pernyataan sebagai berikut: 80
b. Kami mengajak seluruh tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh agama dan lain-
lainnya untuk tidak memperuncing perbedaan demi keuntungan politik sesaat,
dan menghindari membuat pernyataan provokatif yang bisa memberi angin
kepada kelompok radikal dan aksi terorisme.
79 BBC.com. Buka puasa di gereja, kelompok pemuda lintas agama Cirebon jaga toleransi , diunduh dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40337125, diakses 17 Desember 2019
80 Ubaya.ac.id Pernyataan Sikap Universitas Surabaya Terkait Teror Bom Surabaya , diunduh dari
https://www.ubaya.ac.id/2014/content/interview_detail/128/PERNYATAAN-SIKAP-UNIVERSITAS-SURABAYA-TERKAIT-TEROR-
BOM-SURABAYA.html, diakses,Selasa, 17 Desember 2019.
54
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip hidup bersama.
Bahwasanya, ideologi teror harus dilawan sejak di dalam pikiran. Karena itu,
perjuangan melawan terorisme harus dilakukan sejak sangat dini melalui proses
pendidikan yang tidak hanya mengedepankan hard skill (kompetensi keilmuan),
tetapi juga yang mementingkan soft skill (kemampuan berkontribusi kepada
sesama dan hidup bersama dalam masyarakat yang bersifat multikultural).
81KoranJakarta. Bangun Toleransi Melalui Bersih Bersih Tempat Ibadah ,diunduh dari http://www.koran-jakarta.com/bangun-
toleransi-melalui-bersih-bersih-tempat-ibadah, diakses 18 Desember 2019.
55
9. Gerakan Bela Negara Mengaktifkan Forum Berbasis Masyarakat
82 Sindo News.com. Cegah Radikalisme Depok Bentuk Forum Kewaspadaan Dini, diunduh dari
https://metro.sindonews.com/read/1454016/170/cegah-radikalisme-depok-bentuk-forum-kewaspadaan-dini-masyarakat-
1572449208. Akses Desember 2019
56
B. KELOMPOK PESERTA PKBN
Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-kan
dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara
guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai dasar Bela Negara.
Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat (2), PKBN diselenggarakan
di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan
1. LINGKUP PENDIDIKAN
57
2. LINGKUP MASYARAKAT
3. LINGKUP PEKERJAAN
58
C. STANDAR KOMPETENSI
1. Pengertian
Standar Kompetensi pembinaan kesadaran bela negara, mencakup deskripsi kompetensi
pengetahuan (ranah kognitif), kompetensi sikap (ranah afektif), dan kompetensi keterampilan
(ranah psikomotorik), dari setiap topik Modul PKBN yang harus dikuasai oleh peserta PKBN.
Standar kompetensi dirumuskan berdasarkan karakteristik peserta di setiap lingkup (pendidikan,
masyarakat, dan pekerjaan).
83
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of Bloom’s
Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)
59
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan tampak pada
berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl84 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:
84David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain, (New York:
David McKay Company, 1970)
60
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-kan
pada tabel taksonomi Dave85 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai berikut:
85
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ: Educational
Innovators Press, 1970)
61
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Usia Dini • PAUD Ketrampilan Mampu mengikuti atau meniru perilaku dan arahan orangtua/
& Setara (In-Formal-Non) /Perilaku pengasuh/pembina untuk “tidak melakukan” pemaksaan kehendak
• Pendidikan Layanan dengan cara menakut-nakuti dan melakukan kekerasan kepada
Khusus teman dalam kegiatan sehari-hari.
Dasar & • Pendidikan Dasar Pengetahuan Mampu Identifikasi, menjelaskan & bisa implementasi, a.l.:
Setara • Pendidikan Kesetaraan - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pendidikan Keaksaraan - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI
- Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
- Bagaimana penanggulangan terorisme di wilayah NKRI
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam mencegah dan
menanggulangi terorisme di Indonesia
Sikap Mampu menerima, merespon, dan menilai pengetahuan yang
diterima dari Guru/Pembina
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan dan tanpa bantuan Guru/
/Perilaku Pembina mendemonstrasikan perbuatan dalam menerapkan
gerakan/perilaku yang mencerminkan perbuatan “pencegahan dan
penanggulangan terorisme” dalam kehidupan sehari-hari.
Menengah • Homeschooling Pengetahuan Mengidentifikasi,menjelaskan,mengimplementasikan,menganalisis,
& Setara • Pendidikan Menengah dan mengevaluasi a.l:
• Pendidikan Kec. Hidup - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pend. Kepemudaan - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI
• Pend. Pemberdayaan - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
Perempuan - Bagaimana penanggulangan terorisme di wilayah NKRI
• Pend. Keterampilan - Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam mencegah dan
& Pelatihan Kerja menanggulangi terorisme di Indonesia
• Kader Organisasi: Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, dan mengintegrasikan
Masy, Komunitas, perbedaan pengetahuan yang diterima dari Guru/Pembina
Profesi*, Partai Politik*, Ketrampilan Meniru, melakukan dengan contoh, melakukan dengan tepat tanpa
Kelompok Masyarakat /Perilaku contoh, dan bisa mengembangkan penerapan gerakan /perilaku
lainnya yang mencerminkan perbuatan “pencegahan dan penanggulangan
terorisme” dalam kehidupan sehari-hari.
Tinggi & • Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk ide-ide baru terkait a.l
Setara • Tokoh : Agama, Adat, - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
dan Masyarakat - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI
• Lembaga Negara, K/L, - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
Pemda, TNI, Polri, - Bagaimana penanggulangan terorisme di wilayah NKRI
BUMN/BUMD - Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam mencegah dan
BU Swasta, menanggulangi terorisme di Indonesia
Badan lain sesuai UU.
Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, mengharmonisasikan
perbedaan, dan mampu bersikap konsisten berkaitan pengetahuan
yang diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Melakukan gerakan-/perilaku yang mencerminkan perbuatan
/Perilaku “pencegahan dan penanggulangan terorisme”, dalam kehidupan
sehari-hari, dan senantiasa berupaya menemukan ide-ide baru
dalam penerapan gerakan aksi bela negara melawan terorisme.
62
3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup
63
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-paikan
materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima dan memahami
materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir
kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam
usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang digunakan sebagai
pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model pembelajaran: kontekstual,
kooperatif, berbasis masalah, edutainment.
86
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21
64
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari dan
menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda. Mereka mendapat
manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan peserta didik lainnya.
Contoh: Di satuan pendidikan tinggi, Pengajar mendorong peserta untuk membaca, menulis, dan
berpikir secara kritis dengan meminta mereka untuk fokus pada persoalan-persoalan
kontroversial di lingkungan masyarakat mereka.
87
Ibid, hal. 37
65
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap sopan
terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani mempertahankan
pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.
66
- Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana tugas yang telah di-rumuskan
bersama. Pengajar secara terus-menerus memantau kemajuan tiap kelompok
dan memberikan bantuan jika diperlukan.
- Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mensintesakan berbagai
informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, meringkas dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas.
- Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta ter-libat dan memperoleh
perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Pengajar berperan sebagai
koordinator
- Evaluasi selanjutnya. Pengajar dan Peserta didik mengevaluasi kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaaan. Evaluasi bisa individual atau kelompok
d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang mempunyai
kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama SRI MULYANI akan
berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis
88
Ibid, hal. 151-170
67
sendiri. Meskipun kadang-kadang Pengajar juga terlibat, mempresen-tasikan dan menjelaskan
berbagai hal kepada peserta didik.
68
laboratorium computer, atau di luar sekolah. Perencanaan sumber daya dan
logistic merupakan tugas perencanaan utama para Pengajar PBL
Metode Edutainment adalah suatu metode pembelajaran berbasis kompetensi yang aktif dan
efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan menggunakan alat peraga yang bisa
menghibur. Konsep itu meliputi dua kepentingan anak-anak yakni bermain dan belajar. Metode
89 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
90 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)
69
ini merupakan pengembangan dari metode pembelajaran aktif. Contoh langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan metode Edutainment adalah sebagai berikut : 91
Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-nipulasi,
mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan mendapatkan
bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-nya. Disinilah proses
pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan, memilih, menentukan, menciptakan,
memasang, membongkar, mengembalikan, men-coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan
masalah, mengerjakan secara tuntas, bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai
macam perasaan.92
91
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.
92
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)
70
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat
71
Tingkat Kelompok Keterangan / contoh
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* Pembelajaran berkaitan dengan :
• Tokoh: Agama, Adat, dan - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
Masyarakat - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan
• Lembaga Negara, K/L, NKRI
Pemda, TNI, Polri, - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
BUMN/BUMD, BU Swasta, - Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
Badan lain sesuai UU.
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
Dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok yang
bekerjasama membahas materi tersebut dalam lembar
kerja yang berisi topik-topik bahasan terkait. Lalu masalah
masalah topik bahasan tersebut harus dipecahkan atau
disolusi bersama oleh peserta didik hingga menemukan
ide-ide baru terkait topik-topik bahasan itu.
72
ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP MASYARAKAT (lanjutan)
4.Kader Org. Masyarakat x x
5.Kader Org. Komunitas x x
6.Kader Org. Profesi* x x x
7.Kader Partai Politik* x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang
73
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.93
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak
mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para Peserta PKBN tentang
suatu obyek, yang disebabkan, karena :
1) obyek terlalu besar;
2) obyek terlalu kecil;
3) obyek yang bergerak terlalu lambat;
4) obyek yang bergerak terlalu cepat;
5) obyek yang terlalu kompleks;
6) obyek yang bunyinya terlalu halus;
7) obyek mengandung zat berbahaya dan beresiko tinggi.
c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada
Peserta PKBN.
93
Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russel. Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice
Hall, 2008)
94 Ibid
74
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta PKBN
dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai
dengan abstrak
95
Sharon E. Smaldino, James D. Russel, Robert Heinich, Michael Molenda. Instructional Technology and Media For Learning,
Eight Edition, (Pearson Merrill Prentice Hall,2005), hal. 10
75
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9: Matriks Media Pembelajaran – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL Projected Projected TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x x
ketentuan Undang-Undang
76
F. METODE EVALUASI HASI BELAJAR
1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar untuk:96
a. Menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan kompetensi
keterampilan Peserta PKBN
b. Mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN
96
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
97
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128
77
Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-kan
jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:98
a. Test Objektif :
b. Test Uraian :
1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.
Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengeva-luasi
keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan pengamatan perilaku
yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara99 :
98
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
99
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36
78
d. Membudaya-Konsisten (MK), apabila terus-menerus memperlihatkan perilaku yang
dinyatakan dalam indicator secara konsisten karena selain mendapat penguatan dari
lingkungan yang lebih luas juga sudah tumbuh kematangan moral.
Usia Dini & Setara • PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari
• Pendidikan Layanan Khusus berkaitan dengan topik bahasan :
- Perbuatan “menakut-nakuti” teman untuk memaksakan
keinginannya adalah perbuatan yang “tidak terpuji” dan
tidak boleh dilakukan.
- Perbuatan “menyakiti” teman karena berbeda”pendapat”
adalah perbuatan yang “tidak terpuji” dan tidak boleh
dilakukan
Dasar & Setara • Pendidikan Dasar* Test pilihan ganda dan test uraian terkait topik bahasan:
• Pendidikan Kesetaraan - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pendidikan Keaksaraan - Ancaman Terorisme thd kedaulatan dan keutuhan NKRI
- Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
- Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
Menengah & Setara • Homeschooling 1. Test pilihan ganda dan test uraian terkait topik:
• Pendidikan Menengah - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian & sejarah
• Pendidikan Kec. Hidup - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan
• Pendidikan Kepemudaan keutuhan NKRI
• Pendidikan Pemberdayaan - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
Perempuan - Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
• Pendidikan Keterampilan &
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
Pelatihan Kerja 2. Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
• Kader Organisasi : bahasan tentang perilaku yang mencerminkan
Masyarakat, Komunitas, penanggulangan dan pencegahan terorisme dalam
Profesi*, Partai Politik*, kehidupan sehari-hari.
Kelompok Masylainnya
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* 1. Test pilihan ganda dan test uraian terkait topik:
• Tokoh: Agama, Adat, Masy - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian & sejarah
• Lembaga Negara, - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan
Kementerian/LPNK, Pemda, keutuhan NKRI
TNI, Polri, BUMN/BUMD, - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
BU Swasta, dan Badan lain - Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
sesuai perundang-undangan - Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
79
Tingkat Kelompok Alternatif Metode Evaluasi
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* 2. Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
(Lanjutan) • Tokoh : Agama, Adat, dan bahasan tentang perilaku yang mencerminkan pencegahan
Masyarakat dan penanggulangan terorisme dalam kehidupan sehari-
• Lembaga Negara, hari, dan diupayakan menemukan ided-ide baru yang
Kementerian/LPNK, Pemda, relevan.
TNI, Polri, BUMN/BUMD,
BU Swasta, dan Badan lain
sesuai perundang-undangan
80
ALTERNATIF – METODE EVALUASI
LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang
81
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Dalam kegiatan pembinaan kesadaran bela negara, kita sering mendengar maupun
mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih sebenarnya merupakan ungkapan
penghargaan (reward). Contoh lain bentuk penghargaan ketika kader bela negara membantu
menanggulangi bencana alam memperoleh uang saku untuk transport dan makan, atau ketika
berhasil menuntaskan program pembinaan memperoleh sertifikat, dan tepuk tangan karena hasil
evaluasi baik.
Tanggapan positif (reward) tersebut bertujuan supaya tingkah laku yang sudah baik
dalam: bekerja, belajar, berprestasi dan memberi, itu frekuensinya akan berulang dan bertambah.
Sedang tanggapan negatif (punishment) bertujuan agar tingkah laku yang kurang baik itu
frekuensinya berkurang atau hilang.100
Pemberian tanggapan tersebut dalam proses pembelajaran disebut pemberian penguatan
(reinforcement), yang didefinisikan oleh Hasibuan (2009) bahwa “penguatan adalah tingkah laku
guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu murid yang memungkinkan
tingkah laku tersebut timbul kembali.”101 Menurut Moh. Uzer (2000) mendefinisikan bahwa
“penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk bentuk respon, apakah bersifat verbal ataupun
non verbal, yang merupakan modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang
bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas
perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi.”102
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reinforcement atau
penguatan dalam proses pembinaan kesadaran bela negara merupakan usaha Instruktur/
Pengajar/Pembina/Widyaiswara, untuk mendorong terulang kembali perilaku positif yang telah
dilakukan peserta , serta menurunnya perilaku negatif.
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-rungan
100 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
101 J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
102 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80
82
penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams (2000)103 yang
mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih dahulu
kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan penguat
(reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan perilaku yang
dihasilkan.104
Pemberian penguatan dalam pembinaan kesadaran bela negara memiliki tujuan antara
lain:105
a. Meningkatkan perhatian peserta, dan membantu peserta bila pemberian; pengutan
dilakukan secara selektif;
b. Memberi motivasi peserta;
c. Digunakan untuk mengontrol dan mengubah tingkah laku peserta yang
mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif;
d. Mengembangkan kepercayaan diri peserta untuk mengatur diri sendiri dalam
pengalaman belajar;
e. Mengarahkan terhadap pengembangan berfikir yang berbeda (divergen) dan
pengambilan inisiatif yang bebas.
3. Jenis-Jenis Penguatan106
103
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
104 Ibid
105 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118
106 J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit
83
b. Penguatan Nonverbal, biasanya berbentuk
1) Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan kepala, senyuman,
kerut kening, acungan jempol, wajah mendung, wajah cerah, sorot mata yang
sejuk bersahabat atau tajam memandang.
2) Penguatan pendekatan: Pengajar mendekati peserta untuk menyatakan
perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau penampilan
peserta. Misalnya Pengajar berdiri di samping peserta, berjalan menuju peserta,
duduk dengan seseorang atau sekelompok peserta, atau berjalan di sisi peserta.
Penguatan ini berfungsi menambah penguatan verbal.
3) Penguatan dengan sentuhan (contact): Pengajar dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan peserta dengan
cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, bejabat tangan, mengangkat
tangan peserta yang menang dalam pertandingan. Penggunaannya harus di
pertimbangkan dengan seksama agar sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan
latar belakang kebudayaan setempat.
4) Penguatan dengan kegiatan menyenangkan: Pengajar dapat menggu-nakan
kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh peserta sebagai
penguatan. Misalnya seorang peserta yang menunjukkan kemajuan dalam
mempraktekkan simulasi pencegahan dan penanggu-langan terorisme cyber
ditunjuk sebagai pemimpin kelompok.
5) Penguatan berupa simbol atau benda: penguatan ini dilakukan dengan cara
menggunakan berbagai simbol berupa benda seperti tanda bintang dari kertas,
kartu bergambar, binatang plastik, lencana, permen ataupun komentar tertulis
pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan agar tidak sampai
terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu sebagai imbalan.
Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, Pengajar
hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini Pengajar sebaiknya
menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh (parsial). Misal bila seorang
peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar, sebaiknya Pengajar menyatakan,
"ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan," sehingga peserta
tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat
dorongan untuk menyempurnakannya.
84
4. Prinsip Penguatan
Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan penguatan
(reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:107
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi: suara,
mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-siasan dalam
memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya diberikan sesuai
dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga ia mengerti dan yakin
bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman masih
bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang bernuansa
mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan semangat peserta didikl
untuk mengembangkan dirinya.
107
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
108 Ibid, hal. 83
85
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak terbatas
pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan lama-kelamaan
akan kurang efektif.
86
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O.W. and David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching And
Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York:
Addison Wesley Longman.
Anderson, Benedict R.O.G.1972. Java in a Time of Revolution: Occupationand Resistance
1944-1946, (Ithica and London: Cornell University Press.
Adams, M.A. 2009. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, Behavioral Development
Bulletin, 9 (1), 3-6. http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
Ann E. Robertson, 2007. Terorismand Global Security. New York: Fact on File, INC,
Dave, R,H. 1970. Developing and Writing Educational Behavioral Objectives. R.J. Amstrong
ed., Tucson. Az: Educational Innovators Press
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Febiana Rima. 2019. “Fatamorgana Keadilan Hukum dalam Prinsip TheRule of Law"
Haryatmoko.2003. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Hasibuan J.J. dan Meodjiono. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Hamid, Moh. Shole. 2014. Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di
Kelas. Diva Press
Hendro Priyono. 2020. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Pt. Gramedia
Kementerian Pertahanan-Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan.2016. Modul Bela Negara-
Nilai Nilai Bela Negara.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter.
Krathwohl, David R., Blook and Betram Masia. 1970. Taxonomy of Educational Goals
Handbook II: Affective Domain. New York: David MacKay Company
Molan Benyamin.2004. “Pluralitas Agama dan Konflik Beragama”. Respons 03.
Molan Benyamin. 2015. Multikulturalisme: Cerdas Membangun Hidup Bersama yang Stabil dan
Dinamis. Jakarta: Indeks
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80
Robert J. Jackson dan Philip Towle,2006. Temptation of Power. New York: Palgrave MacMillan.
Shambaugh N., S.G. Magliaro. 2006. Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective
Practice. Pearson Education, Inc.
Smaldino, Sharon E., James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning. Eight Edition. Pearson Education, Inc.
87
Smaldino, Sharon E., Deboral L. Lowther, James D. Russel. Instructional Technology and
Media For Learning. 2008. 9th Ed. Pearson Education. Inc.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yuma Pustaka dengan IKIP UNS
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif. Jakarta: GP. Press
Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan, Grasindo, 2001
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. PT Remaja Rosdakarya.
Winarno Budi. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta : CAPS
Zainal, Asmawai, dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar, PAU-PPAT-UT
Dokumen Negara
88
Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, Tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme
dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Dan Petugas
Permasyarakatan
Kemlu go.id. Indomesia dan Upaya Upaya Penanggulangan Terorisme, diunduh dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-
penanggulangan-terorisme, Selasa, 17 Desember 2019
89
Kompas.com. Motivasi Jadi Teroris Lebih Banyak Karena Pengaruh Teman dan Keluarga,
diunduh dari https://internasional.kompas.com/read/2013/08/09/1019365/Motivasi-Jadi-
Teroris-Lebih-Banyak-karena-Pengaruh-Teman-dan-Keluarga
--------- Bentuk Terorisme . http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/30/bentuk-terorisme-
564354.html. Akses Desember 2019
Lima (5) Kasus Terorisme Paling Disorot Sepanjang 2018, diunduh dari
https://www.brilio.net/serius/5-kasus-terorisme-paling-disorot-sepanjang-2018-
181231u.html
Mata Mata Politik.Com. Sudah Ada Sejak Lama, Begini Sejarah Terorisme diunduh dari
https://www.matamatapolitik.com/in-depth-historical-sudah-ada-sejak-lama-begini-
sejarah-terorisme/. Akses Desember 2019
Metro News. Cegah Radikalisme, diunduh dari
https://metro.sindonews.com/read/1454016/170/cegah-radikalisme-depok-bentuk-forum-
kewaspadaan-dini-masyarakat-1572449208. Akses Desember 2019
Naskah akademik RUU Terorisme, diunduh dari
https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_pemberantasan_pendanaan_te
rorisme.pdf, diakses 15 Juni 2020
Lima (5) Ciri Orang yang Terpapar Radikalisme, diunduh dari
https://www.suara.com/news/2018/09/27/071500/5-ciri-orang-yang-terpapar-radikalisme-
versi-bnpt, diakses 8 Maret 2020
Rahadian P. Paramita. Mengawal definisi terorisme dalam Undang-undang, diunduh dari
https://lokadata.id/artikel/mengawal-uu-antiterorisme-yang-baru, diakses 8 Juni 2020
Repository.unpas.ac.id . Tinjauan Umum Tentang Deradikalisasi Terhadap Terorisme, diunduh
dari http://repository.unpas.ac.id/37239/3/BAB%20II%20revisi%20Prof.pdf
Satu Harahap.com. Pemuda Lintas Agama, diunduh dari .http://www.satuharapan.com/read-
detail/read/pemuda-lintas-agama-adalah-aktor-dan-pegiat-kerukunan, diakses Selasa,
17 Desember 2019
Stephanie Regina Setya Ningtyas Paath, diunduh dari file:///C:/Users/sony/Downloads/3273-
5536-1-PB.pdf
Sindo News.com. Cegah Radikalisme Depok Bentuk Forum Kewaspadaan Dini, diunduh dari
https://metro.sindonews.com/read/1454016/170/cegah-radikalisme-depok-bentuk-forum-
kewaspadaan-dini-masyarakat-1572449208. Akses Desember 2019
Tempo.com. Organisasi Teroris Paling Berbahaya di Dunia, diunduh dari
https://dunia.tempo.co/read/651469/10-organisasi-teroris-paling-berbahaya-di-
dunia/full&view=ok
-------- Drama 36 Jam Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, diunduh dari
https://nasional.tempo.co/read/1087629/drama-36-jam-kerusuhan-di-rutan-mako-
brimob/full&view=ok, diakses 7 Juni 2020.
90
------- Teror Polda Riau: 4 Teroris Ditembak Mati dan 1 Polisi Meninggal, diunduh dari
https://nasional.tempo.co/read/1089450/teror-polda-riau-4-teroris-ditembak-mati-dan-1-
polisi-meninggal, diakses 7 Juni 2020.
Terorisme Masih Menjadi Ancaman di Tanah Air, http://www.koran-jakarta.com/terorisme-
masih-menjadi-ancaman-di-tanah-air/
Tipologi Terorisme, diunduh dari https://www.coursehero.com/file/p32hv9v/TIPOLOGI-
TERORISME-Mengenai-tipologi-terorisme-terdapat-sejumlah-penjelasan/
Ubaya.ac.id . Pernyataan Sikap Universitas Surabaya Terkait Teror Bom Surabaya , diunduh
dari https://www.ubaya.ac.id/2014/content/interview_detail/128/PERNYATAAN-SIKAP-
UNIVERSITAS-SURABAYA-TERKAIT-TEROR-BOM-SURABAYA.html, diakses,Selasa,
17 Desember 2019
91