Anda di halaman 1dari 109

Modul PKBN SERI 4.

1 PILIHAN
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
TERORISME
DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
ISBN: 978-979-8878-18-3

Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI

Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.

Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara

Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela

Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110

Diterbitkan oleh:

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia


Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 13-14 Jakarta Pusat
Telp : 021-3828893
Fax : 021-3505210
Email : datin.pothan@kemhan.go.id

Cetak Pertama – 2019


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang – Undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis
dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudara sebangsa dan setanah air.


Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah
penantian atas lahirnya aturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Kini, Bela
Negara telah menjadi norma hukum yang diatur secara khusus
dalam Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Direktur Jenderal
Potensi Pertahanan

Pengaturan Bela Negara dalam peraturan-perundang-undangan ini menjadi sangat


penting terlebih mencermati perkembangan lingkungan strategis saat ini, baik di tingkat
global, regional dan nasional yang menunjukkan multidimensionalitas ancaman terhadap
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Ancaman yang terjadi saat
ini lebih didominasi ancaman nonmiliter, yang berdimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial
budaya, berdimensi teknologi, keselamatan umum, bahkan dapat berdimensi legislasi,
namun mengingat sifatnya yang sulit diprediksi, bukan tidak mungkin pada suatu saat,
ancaman militerpun kemungkinan bisa terjadi. Oleh karena itulah, kesadaran Bela Negara
setiap warga negara tersebut menjadi sangat penting sebagai wujud daya tangkal dan
kesiapsiagaan warga negara, baik dalam menghadapi kompleksitas ancaman nonmiliter
maupun bila suatu saat negara membutuhkan untuk menghadapi ancaman militer. Itulah
sebabnya kesadaran Bela Negara juga sebagai landasan membangun sistem pertahanan
negara baik dalam menghadapi ancaman nonmiliter maupun ancaman militer.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) adalah upaya menanamkan


pengetahuan dan membentuk sikap mental dan perilaku serta tindakan warga negara yang
memiliki kesadaran dan kemampuan Bela Negara. PKBN perlu dilaksanakan secara masif,
terukur, terkoordinasi dan terstandarisasi di lingkup pendidikan, lingkup pekerjaan dan
lingkup masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Untuk itu
Kementerian Pertahanan membuat Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara, yang terdiri
dari 1 Modul Ringkasan Eksekutif, 4 Modul Wajib dan 8 Modul Pilihan. Modul ini menjadi
acuan bagi Kementerian/Lembaga termasuk di Kementerian Pertahanan sendiri, TNI, Polri,
Pemerintah Daerah, dan komponen bangsa lainnya dalam menyelenggarakan Pembinaan
Kesadaran Bela Negara di lingkungannya masing-masing.

Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,

i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan


Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan “Pertahanan Negara” adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan “Sumber
Daya Nasional” adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
buatan.

Dalam rangka mengimplementasikan amanat undang-undang tersebut,


khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia Indonesia, yang dimaknai sebagai
seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang memberikan daya dan usahanya untuk
kepentingan bangsa dan negara. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian
Pertahanan, memadang perlu untuk melakukan program pembinaan kesadaran bela
negara (PKBN). Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan
kepada warga negara guna menumbuh-kembangkan sikap dan perilaku, serta
menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pada dasarnya pelaksanaan program PKBN
ditujukan terutama untuk:

1. Menyadarkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) akan pentingnya segala


usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI,
dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap
bangsa dan negara, secara terus-menerus pantang menyerah, agar kesinam-
bungan hidup bangsa dan negara dapat dipertahankan dari masa ke masa.
2. Membentuk sikap dan perilaku bela negara seluruh WNI yang mencerminkan
tekad, sikap dan perilaku WNI, baik secara perseorangan maupun kolektif
dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI, yang

iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.

Salah satu sarana untuk mendukung keberhasilan tujuan program PKBN,


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan menyusun modul pembinaan kesadaran bela
negara yang disingkat “Modul PKBN”, yang terdiri dari 12 judul pokok bahasan yaitu :
1. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
2. Empat Konsensus Dasar Negara
3. Tataran Dasar Bela Negara
4. Wawasan Kebangsaan
5. Wawasan Nusantara
6. Kearifan Lokal
7. Ketahanan Nasional
8. Kepemimpinan
9. Sistem Pertahanan Semesta
10. Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
11. Pencegahan Korupsi
12. Pengetahuan Cyber
Keduabelas judul pokok bahasan tersebut disusun dalam rancangan pembela-
jaran atau kurikulum, yang mendasarkan pada upaya pencapaian tujuan program PKBN
tersebut diatas. Secara garis besar di-ilustrasikan pada gambar 1 - Payung, berikut ini :

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN

iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca

Kaitan pengembangan kurikulum program PKBN dengan ilustrasi payung tersebut


dimuka, dalam penyusunan Paket Modul PKBN yang dirancang untuk mencapai tujuan
program PKBN, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “kanopi” dalam “melindungi” bangsa


dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman,
disusun 2 (dua) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 1, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, dimana


penekanan konten pada ranah “menyadarkan” warga negara agar terdo-
rong untuk melakukan upaya bela negara, karena sejarah merupakan :
1) Sumber pelajaran sikap dan perilaku yang telah berhasil dilakukan oleh
para pendahulu bangsa, dalam upayanya mempertahankan
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
2) Sumber kesadaran waktu, yang menyadarkan seluruh WNI bahwa
peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah merupakan sesuatu
yang terus bergerak dari masa silam, bermuara ke masa kini, dan
berlanjut ke masa depan. Hal ini menyadarkan warga negara bahwa
sikap dan perilaku pada masa kini akan berimplikasi kepada kehidupan
bangsa di masa depan, dan mendorong mereka untuk mengukir
sejarahnya dengan sebaik-baiknya.
3) Sumber inspirasi, artinya sikap dan perilaku para pendahulu bangsa
dalam kiprahnya mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta
memperjuangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara, merupakan
keteladanan yang meng-inspirasi warga negara generasi berikutnya.
4) Sumber yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme,
yang terbangun karena kesadaran adanya kesamaan sejarah di masa
lampau, dan adanya keinginan untuk membuat sejarah besar di masa
yang akan datang.
5) Sumber kesadaran jatidiri bangsa, merupakan identitas bangsa yang
harus dibentuk secara berkesinambungan oleh WNI dari masa ke masa,
agar dihormati dan dihargai negara lain di kancah internasional.

v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.

2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man

vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara

3. Pokok bahasan yang berfungsi sebagai “pegangan/fondasi” dalam melindungi


bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan
jaman, disusun 4 (empat) modul yang dirancang sebagai berikut:
a. Modul Wajib 4, Sistem Pertahanan Semesta, berisi tentang konsep-
konsep dan operasionalisasi pertahanan negara, dalam suatu sistem yang
bersifat kesemestaan yang melibatkan seluruh sumber daya nasional, baik
warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sarana-
prasarana, dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibrida di
semua bidang. Pemahaman sistem pertahanan semesta diperlukan untuk
“membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara
b. Modul Pilihan 4.1, Pencegahan Penanggulangan Terorisme, berisi tentang
konsep-konsep dan operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan
terorisme yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk
sikap dan perilaku nyata” membela negara menghadapi ancaman terorisme.
c. Modul Pilihan 4.2, Pencegahan Korupsi, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan korupsi yang
berpotensi merusak moral kehidupan bangsa dan negara. Pemahaman materi ini
diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” dalam
membela negara dalam upaya pemberantasan korupsi.
d. Modul Pilihan 4.3, Pengetahuan Cyber, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi ancaman di ranah kejahatan cyber (antara lain: pembobolan
situs, pencurian data, penyebaran virus/program jahat) yang berpotensi
membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman
pengetahuan cyber diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan
perilaku nyata” membela negara terhadap ancaman kejahatan cyber.
Rancang bangun hubungan antar modul rangkaian Modul PKBN, seperti terlihat
pada gambar 2 - “desain instruksional” berikut ini:

vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN

SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB

SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)

SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN

SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.

Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.

Rancangan setiap Modul PKBN, merupakan “Paket Pembelajaran” yang disusun


ke dalam 7 (tujuh) kategori sebagai berikut :

A. MATERI / BAHAN AJAR


B. KELOMPOK PESERTA PKBN
C. STANDAR KOMPETENSI PER KELOMPOK PESERTA
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR PER KELOMPOK PESERTA
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2019


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

ix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… i


PENGANTAR MODUL PKBN …………………………………………………………… i iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………...……………………………….. xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………… xii

A. MATERI / BAHAN AJAR ……………………………………………………………….. 1


Bagian I : PEMAHAMAN TERORISME …………………………………………...…… 1
1. Latar Belakang ..………………………………………………………… 1
2. Pengertian Terorisme …………………………………………..………… 2
3. Sejarah Terorisme ……………………………….……………….……… 4
3.1. Sejarah Terorisme di Dunia …………………………………….. 4
3.2. Sejarah Terorisme di Indonesia ………………………………… 7

Bagian II : ANCAMAN TERORISME


TERHADAP KEDAULATAN DAN KEUTUHAN NKRI …………………. 610
1. Kelompok Terorisme Sebuah Fakta …………………………………… 10
2. Bentuk-bentuk Ancaman Terorisme …………………..……………… 7 13
3. Ancaman Terorisme di wilayah NKRI ……………………………….. 19

Bagian III : PENCEGAHAN ANCAMAN TERORISME DI WILAYAH NKRI …………. 21


1. Memahami Sikap dan Perilaku Karakter Radikal-Terorisme ……….. 2221
2. Motivasi Seseorang Menjadi Teroris …..…………………………… 22
3. Pencegahan Tindakan Radikal – Terorisme ………………………… 24
3.1. Pendekatan Kesiapsiagaan Nasional ………………………... 24
3.2. Pendekatan Kontra Radikalisasi ……………………………… 27
3.3. Pendekatan Deradikalisasi …………………………………… 29

Bagian IV : PENANGGULANGAN ANCAMAN TERORISME DI WILAYAH NKRI ….. 33


1. Komitmen dan Peran Indonesia ……………….………………………... 33
2. Model Penanggulangan Terorisme di Luar Negeri ………………… 36
3. Penanggulangan Ancaman Terorisme di NKRI ………………………. 39
3.1. Tindakan Hukum Bagi Pelaku Radikal-Terorisme ……………. 40
3.2. Perlindungan Terhadap Korban Tindakan Radikal-Terorisme… 41
3.3. Peran Lembaga Penegak Hukum ………………………………. 42
3.4. Peran dan Perlindungan bagi Penyidik, Penuntut Umum,
Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan …………………………… 43

x
Bagian V : GERAKAN AKSI BELA NEGARA DALAM
MENCEGAH DAN MENANGGULANGI TERORISME …………... 46
1. Gerakan Melapor ke Aparat Negara terkait Radikal-Terorisme …… 46
2. Gerakan Penguatan Ideologi Pancasila …………………………….. 47
3. Gerakan Penguatan Nilai Dasar Bela Negara ………………………. 49
4. Gerakan Penguatan Kewaspadaan Nasional terhadap Radikal -
Terorisme ………………………………………………………………. 50
5. Gerakan Cyber Bela Negara ………………………………………….. 52
6. Gerakan Bela Negara Membangun Toleransi ………………………. 53
7. Gerakan Bela Negara Mengutuk Tindakan Terorisme …………….. 54
8. Gerakan Bela Negara Membangun Arena Perjumpaan ……………. 55
9. Gerakan Bela Negara Mengaktifkan Forum Berbasis Masyarakat .. 56

B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……………………………………………………… 57

C. STANDAR KOMPETENSI ……………………………………………………………. 59


1. Pengertian …………………………………………………………… 59
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat ………………………….... 61
3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup ………………………………… 63

D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN ……………………………………….…. 64


1. Pengertian ……………………………………………………………………….. 64
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat ……………….… 71
3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup ……………………… 72

E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN ………………………………………….……. 74


1. Pengertian ………………………………………………………………………….. 74
2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat ……………….….. 75
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup ……………………….. 76

F. METODE EVALUASI …………………………………………………………….…… 77


1. Pengertian ……………………………………………………………………….. 77
2. Garis Besar Metode Evaluasi di setiap Tingkat ………………………………… 79
3. Matriks Metode Evaluasi di setiap Lingkup …………………………………….. 80

G. PENGUATAN (Reinforcement) PEMBELAJARAN ………………….……………… 82

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 87

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN …………………………….…. iv


Gambat 2 : Desain Instruksional - Modul PKBN ………………………………..…..… viii
Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul Pencegahan dan Penanggulangan
Terorisme ……………………………………………………………………. xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kelompok Lingkup Pendidikan …………………………………………… 57


Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C) ………………. 59
Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A) ……………………….. 60
Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilakui ( Psikomotorik : P) ………………. 61
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme…….....61
Tabel 6 : Matriks Standar Kompetensi – Pencegahan dan Penanggulangan
Terorisme ………………………………………………………………………. 63
Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme …… 71
Tabel 8 : Matriks Metode Pembelajaran – Pencegahan dan Penanggulangan
Terorisme …………………………………………………………………….... 72
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Pencegahan dan Penanggulangan
Terorisme ………………………………………………………………………. 76
Tabel 10 : Metode Evaluasi – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme …………. 79
Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme 80

xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN TERORISME

Contoh Gerakan antara lain:


1. Gerakan Melapor ke Aparat Negara
terkait Radikal-Terorisme
2. Gerakan Penguatan Ideologi
Pancasila
3. Gerakan Penguatan Nilai Dasar
Bela Negara
4. Gerakan Penguatan Kewaspadaan
Nasional thd Radikal Terorisme
5. Gerakan Cyber Bela Negara
6. Gerakan Bela Negara Membangun
Toleransi
7. Gerakan Bela Negara Mengutuk
Tindakan Terorisme
8. Gerakan Bela Negara Membangun
Area Perjumpaan
9. Gerakan Bela Negara Mengaktifkan
Forum Berbasis Masyarakat

Gambar 3 : Desain Instruksional – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme

xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR

Bagian I

PEMAHAMAN TERORISME

1. Latar Belakang

Setiap negara berupaya mengatur dirinya secara merdeka, tanpa dikuasai dan
dijajah atau diperalat oleh negara lain. Maka perlu ada upaya untuk mempertahankan
kedaulatan negara keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara.1 Setiap warga negara memiliki hak untuk hidup bebas dan tenteram di dalam
negaranya, dan karena itu memiliki kewajiban untuk mempertahankan dan membela
negaranya.

Bela negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik
secara perorangan, maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan
wilayah dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup
bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.2

Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar
negeri yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam atau membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme,
separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, kerusakan lingkungan,
pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya alam, wabah
penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan biologi,
atau wujud Ancaman yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik lndonesia, dan keselamatan segenap bangsa.3

1 Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Penjelasan hal.1
2 Ibid, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 11
3
Ibid, Bab II, Azas, Tujuan dan Ruang Lingkup, Pasal 4 ayat (3)

1
Fokus modul ini membahas tentang "Pencegahan dan Penanggulangan
Terorisme” yang nyata-nyata mengancam ketenteraman kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tindak
Pidana Terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang serius,
yang membahayakan ideology negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai
kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Serta Terorisme bersifat lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta
memiliki tujuan tertentu, sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus,
terencana, terarah, terpadu dan berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4

2. Pengertian Terorisme

Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin “terrere”, juga
berasal dari kata “to terror” dalam bahasa Inggris, yang berarti “gemetar” atau
“menggetarkan”. Kata terror juga bisa dimaknai menimbulkan kengerian atau rasa takut
yang mencekam.5 Selengkapnya apa itu terorisme, dirumuskan dalam definisi terorisme
yang akhirnya disepakati oleh pemerintah dalam Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Definisi terorisme yang disepakati
adalah: “Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat
menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau
fasilitas internasional, dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan negara.”
Terorisme membahayakan keamanan dan kedaulatan negara, integritas territorial,
perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, regional, maupun
internasional.6 Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya pada tahun
2005, yang menegaskan bahwa terorisme adalah “Tindakan kejahatan terhadap

4
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018, Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Menjadi Undang-Undang.
5 Abdul Wahid. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: Restika Aditama, 2004, hlm 22
6 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018, op.cit, Pasal 1 ayat (2)

2
kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan
negara, bahaya terhadap keamanan perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan
masyarakat. ”7
Teror atau terorisme selalu identik dengan kekerasan. Bisa saja kekerasan terjadi
tanpa terror tetapi tidak ada terror tanpa kekerasan. Pada umumnya orang memahami
terorisme sebagai gerakan terorganisir yang melakukan kegiatan serangan-serangan
mendadak dan mengejutkan, demi menimbulkan perasaan terteror pada sekelompok
masyarakat, dan melemahkan autoritas kekuasaan yang tidak didukung oleh di peneror.
Terorisme itu tidak identik dengan perang, karena aksi terorisme tidak tunduk pada
tata cara melancarkan perang. Waktu pelaksanaannya pun tidak tentu, atau dilakukan
secara tiba-tiba. Target korban-jiwanya pun acak dan merupakan warga sipil. Terorisme
merupakan metode yang menggunakan kekerasan untuk memperjuangkan tujuan,
bahkan tuntutan-tuntutan tertentu, dengan serangan bersenjata atau menggunakan bom
dan ledakan-ledakan, atau pembajakan untuk menimbulkan ketakutan dan kecemasan.
Tindak Pidana Terorisme pada dasarnya bersifat transnasional dan terorganisasi
karena memiliki kekhasan yang bersifat rahasia, diam-diam, atau gerakan bawah tanah,
lintas negara yang didukung oleh pendayagunaan teknologi modern di bidang komu-
nikasi, informatika, transportasi, dan persenjataan modern hingga memer-lukan kerja
sama di tingkat internasional untuk menanggulanginya. Tindak Pidana Terorisme dapat
disertai dengan motif ideology atau motif politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang
bersifat pribadi, ekonomi, dan radikalisme yang membahayakan ideology negara dan
keamanan negara.8 Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.9
Terkait radikalisme, beberapa survey yang dilakukan oleh Wahid Foundation (2016) dan
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), secara umum menunjukkan jumlah

7 M. Hasan Ansori dkk. Monograf Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. The Habibie
Center, 2018
8
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2018, op.cit, Penjelasan, 1. Umum
9 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Arti Radikalisme, diunduh dari : https://kbbi.web.id/radikalisme

3
masyarakat Indonesia yang radikal berada di angka yang hampir stabil, yaitu sekitar 10%.
Jadi dapat dikatakan bahwa satu dari 10 orang Indonesia adalah radikal.10
Aksi terorisme masih menjadi momok yang mengancam kedamaian di Indonesia.
Tahun 2017 saja kepolisian Republik Indonesia menangani 170 kasus terorisme, kasus
tersebut naik drastis dari tahun sebelumnya yang hanya 82 kasus. Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan ada 2,7 juta orang Indonesia yang
terlibat dalam serangkaian serangan teror bahkan jumlah itu belum termasuk pengikut
dan simpatisan jaringan teroris. Menurut Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik
Sosial Universitas Indonesia (UI), sebelum tahun 2010 kelompok teroris di Indonesia
yang menjadi sasarannya adalah simbol-simbol barat (Far Enemy), namun setelah tahun
2010 kelompok teroris mengubah sedikit sasaran mereka dari yang tadinya Far
Enemy menjadi Near Enemy, hal itu terjadi lantaran banyak anggota teroris yang
ditembak mati oleh pihak kepolisian11.

3. Sejarah Terorisme

3.1. Sejarah Terorisme di Dunia

Kegiatan terorisme sendiri bukan hal baru, sejarah mencatat bahwa Kerajaan
Mesopotamia pertama, yakni Sargon dari Akkad, didirikan atas dasar terorisme.
Terorisme merupakan upaya militer sejak zaman dahulu, zaman Assyria, dengan
metode-metode penindasan yang brutal, dan dimaksudkan untuk menghancurkan
semangat dan memecah-belah persatuan dan kebersamaan.
Gerard Chalian dan Arnaud Blin dalam bukunya The History of Terrorism: From
Atiquity to Al Qaeda, mengatakan bahwa terorisme itu sudah ada pada zaman Yahudi
ketika orang Zelot, sekte Yahudi yang muncul pada tahun 6 M, dan membunuh para
pejabat pemerintah setempat dalam upaya untuk memicu pemberontakan dan mengusir
orang-orang Romawi keluar dari Palestina.12

10 SMRC, NKRI, dan ISIS: Penilaian Massa Publik Nasional. Temuan Survei Mei, 2017; Wahid Foundation, Mayoritas umat Islam
menolak radikalisme, diambil dari http://wahidfoundation.org/index.php/news/detail/Mayoritas-Umat-Islam-Menolak-
Radikalisme, 2016
11 Kompasiana. Terorisme, Ancaman Terbesar bagi Keutuhan NKRI, dikutip dan diunduh dari:

https://www.kompasiana.com/rosyi-jepara/59730ce5a66664775f4fa502/terorisme-ancaman-terbesar-bagi-keutuhan-nkri
12 Sudah Ada Sejak Lama, Begini Sejarah Terorisme , diunduh dari https://www.matamatapolitik.com/in-depth-historical-sudah-

ada-sejak-lama-begini-sejarah-terorisme, diakses 7 Juni 2020

4
Terorisme di Timur Tengah juga telah memunculkan para Assassin (1090-1275),
kelompok muslim membunuh lawan-lawan politik penguasa. Sejarah Eropa Kristen juga
mencatat pengalaman dengan teror selama masa Inkuisisi Spanyol abad ke-15, yang
menggabungkan kekuatan Gereja dan Negara dalam pengadilan, dan pembakaran
terhadap para terduga penyihir, sebuah fenomena yang bahkan menyentuh Dunia Baru,
terutama di Salem, Massachusetts, tempat para penyihir digantung pada tahun 1690an.13
Terorisme kemudian semakin menjamur di dunia. Bentuk yang diambil adalah
pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa, yang seringkali dilakukan atas nama
agama atau ideologi. Tidak heran kalau terorisme juga dikaitkan dengan agama. Bahkan
bisa dikatakan terorisme sebenarnya sudah muncul sejak munculnya agama, di mana
para teroris sering mengklaim bahwa mereka melaksanakan kehendak Tuhan secara
murni dan radikal. Terorisme berlatar belakang agama kemudian memakan korban
masyarakat sipil, tetapi kaum radikal itu bahkan berpendapat bahwa mereka telah
mempercepat perjalanan korban sipil tak bersalah itu menuju surga. Karenanya kaum
teroris dianggap telah bertindak seperti Tuhan.
Terdapat pula terorisme sekuler atau non-agama, yang dilakukan atas dasar
nasionalisme. Revolusi Perancis yang pecah pada tahun 1789 justru dicatat dan
dipopulerkan terorisme. Selama periode ini, terorisme dikaitkan dengan negara, di
mana guillotine digunakan untuk memenggal secara terbuka orang-orang yang
dinyatakan sebagai musuh negara. Pada tahun-tahun berikutnya, bentuk terorisme
negara yang lebih berkembang dipraktikkan oleh Stalinis Uni Soviet dan Jerman Nazi
pada tahun 1930-an dan 1940-an. “Gedoran pintu” oleh autoritas negara, penyalah-
gunaan persidangan dan eksekusi mati, serta pembantaian sejumlah besar orang,
digunakan oleh berbagai rezim untuk menanamkan rasa takut di antara para masyarakat,
dan dengan demikian memastikan kepatuhan yang lebih besar terhadap perintah negara.
Taktik semacam itu juga digunakan oleh Saddam Hussein dari Irak, serta negara-negara
dan masyarakat lain baik di sayap kiri atau kanan, sekuler atau religius.14

Abad ke-19 menyaksikan kebangkitan terorisme sekuler atau non-agama dari


kelompok-kelompok yang menentang pemerintah tertentu. Selama tahun 1800-an,

13Ibid.
14
Ibid.

5
dampak dari revolusi ilmiah dan revolusi industri menjadi jelas di Eropa dan Amerika
Utara. Kekayaan besar tercipta, begitu juga kemiskinan besar.

Munculnya zaman industri melahirkan kota modern dan mengubah cara hidup
pedesaan. Manusia tumbuh lebih percaya diri dalam kemampuannya untuk menguasai
alam dan mulai merancang serta menciptakan masyarakat yang kapitalis. Karl Marx
(1820–1872) muncul dengan konsep sosialis yang menganggap kaum kapitalis berlaku
curang dengan merampok dan memeras tenaga buruh. Maka muncul gerakan kelas
pekerja sebagai kelas tertindas melawan kapitalis. Akan tetapi, kaum kiri lainnya tidak
sabar dengan lambannya perjalanan sejarah dan ingin mempercepat proses
revolusioner. Muncul kelompok-kelompok anarkis yang memamerkan teroris besar-
besaran. Pada tahun 1890-an saja, korban anarkis termasuk Presiden Prancis dan Italia,
raja-raja Portugal dan Italia, Perdana Menteri Spanyol, dan permaisuri Austria. Kaum
anarkis juga berusaha membunuh kaisar dan kanselir Jerman. Korban mereka hampir
selalu pejabat pemerintah, bukan warga sipil yang tidak bersalah. Kelompok anarkis
Rusia yang dikenal sebagai People’s Will, misalnya, jarang menempatkan bom di tempat-
tempat umum dan tidak pernah menculik anak sekolah atau menembak orang di lutut
untuk melumpuhkan mereka seumur hidup. Dengan runtuhnya monarki di Rusia, Jerman,
dan Kekaisaran Austro-Hungaria setelah Perang Dunia I (1914–1918), kekerasan etnis
dan terorisme muncul ke permukaan. Dengan menyuarakan penentuan nasib sendiri
secara nasional, kekerasan teroris khususnya disuarakan di Eropa Timur dan Tengah.15

Pada tahun 1960-an pemerintahan kolonial Eropa secara efektif berakhir di


sebagian besar wilayah dunia. Perang Dingin antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet
serta sekutu dan pendukungnya masing-masing, sesungguhnya telah memberikan
dorongan ideologis bagi banyak aksi terorisme, yang dilakukan sejak akhir tahun 1940-
an hingga akhir tahun 1980-an. Khususnya di Eropa, terorisme menjadi strategi dasar
organisasi, yang berarti itu adalah ciri khas kelompok tersebut. Akan tetapi, di negara
berkembang, terorisme pada umumnya merupakan taktik dari organisasi pemberontak,
yang berarti itu hanyalah salah satu aspek dari strategi revolusioner yang lebih besar,
yang mencakup serangan paramiliter terhadap pasukan pemerintah, pembebasan

15
Ibid.

6
wilayah, dan penggunaan propaganda yang ekstensif.16 Banyak hal yang belum
diungkapkan menyangkut sejarah terorisme di Dunia, paparan diatas hanya memberikan
beberapa contoh gambaran ancaman terorisme dunia dimasa kini dan mendatang

3.2. Sejarah Terorisme di Indonesia

Indonesia sendiri tidak bebas dari gerakan terorisme. Sejarah mencatat beberapa
aksi terorisme yang sudah dilancarkan. Misalnya, Pembajakan pesawat Garuda
Indonesia, dalam penerbangan Jakarta Medan pada tanggal 28 Maret 1981. Pesawat
tersebut dibajak oleh lima orang teroris. Mereka bersenjata senapan mesin dan granat
dan mengaku sebagai Komando Jihad. Pada tahun 1985, ada ledakan bom di Candi
Borobudur, yang dilakukan dengan motif jihad. Pada tahun 2000 aktivitas terorisme
meningkat. Ada ledakan bom di Kedubes Filipina tanggal 1 Agustus, Kedubes Malaysia
27 Agustus, Bursa Efek 23 September, bom Natal 24 Desember. Dan selanjutnya setiap
tahun selalu ada bom, bahkan dengan intensitas yang besar, seperti bom Bali pada 12
Oktober 2002, dan terulang lagi pada 1 Oktober 2005.17

Peristiwa terorisme yang masih segar dalam ingatan kita adalah Teror Bom di tiga
gereja di Surabaya pada Mei 2018 lalu. Ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Santa
Maria Tak Bercela (STMB), Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro
Surabaya dan Gereja Pentakosta di Jalan Arjuno Surabaya. Ledakan bom tersebut
merenggut korban jiwa hingga puluhan orang terluka. Bom bunuh diri tersebut diledakkan
pada pagi hari menjelang ibadah yang dilakukan oleh para jemaat. Kasus bom ini menjadi
salah satu yang cukup banyak menyita perhatian masyarakat.18

Berikut Serangan teroris di Mako Brimob. Kerusuhan terjadi di Markas Komando


(Mako) Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat pada Mei 2018 lalu. Kerusuhan ini terjadi
akibat para narapidana terorisme menjebol sel tahanan dan adu fisik dengan polisi yang
sedang berjaga. Kejadian ini menyebabkan 5 anggota kepolisian dan satu napi
meninggal dunia. Menurut keterangan pihak kepolisian, insiden ini berawal dari titipan
makanan dari keluarga yang masih dipegang oleh petugas. Hingga akhirnya salah satu

16 Ibid.
17Terorisme Di Indonesia , diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia, diakses 7 Juni 2020
18 Pengeboman Surabaya, diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya, diakses 7 Juni 2020.

7
narapidana tak terima dan mengajak rekan-rekannya untuk membuat kerusuhan.19
Kejadian inipun menjadi salah satu yang menyisakan duka mendalam bagi bangsa
Indonesia di tahun 2018.

Setelah kerusuhan di Mako Brimob, yang disusul bom bunuh diri di Surabaya dan
Sidoarjo, ada serangan juga ke Mapolda Riau oleh sekelompok teroris masih pada bulan
Mei 2018. Kejadian penyerangan ini diawali dari Kapolda Riau Irjen Pol Nandang yang
akan memberikan pers rilis pengungkapan kasus narkoba. Tiba-tiba pelaku yang
mengendarai mobil Avanza menabrak pagar Mapolda Riau. Saat bersamaan pelaku juga
menabrak sejumlah anggota polisi yang sedang berjaga di pintu masuk. Dalam aksi
tersebut polisi berhasil melumpuhkan pelaku dengan timah panas. Tercatat 4 orang di
antaranya kabur, sementara 4 lainnya ditembak polisi.20

Pada bulan yang sama juga terjadi pengeboman Surabaya yang merupakan
rangkaian peristiwa meledaknya bom di berbagai tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa
Timur pada 13–14 Mei 2018. Tiga tempat di antaranya tempat ibadah di Gereja Santa
Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)
Jemaat Sawahan.Dua tempat lainnya masing-masing kompleks Rumah Susun Wonocolo
di Taman, Sidoarjo dan Markas Polrestabes Surabaya.21

Sementara itu, bom bunuh diri di Rusunawa Wonocolo terjadi pada 13 Mei 2018
malam, di Blok B lantai 5 nomor 2. Kamar itu dihuni oleh satu keluarga. Kepala keluarga
bernama Anton Febianto (47). Diketahui ledakan ini terjadi saat pelaku Anton Febianto
sedang merakit bom di rumahnya itu. Sang istri Puspita Sari dan anak pertamanya Hilda
meninggal di tempat. Sementara, Anton yang kondisinya masih hidup dan memegang
bom rakitan langsung dilumpuhkan oleh polisi. Anton meninggal di lokasi kejadian.
Sementara Ainur bersama kedua adiknya dan dirujuk ke RS Bhayangkara.22

19
Drama 36 Jam Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, diunduh dari https://nasional.tempo.co/read/1087629/drama-36-
jam-kerusuhan-di-rutan-mako-brimob/full&view=ok, diakses 7 Juni 2020.
20Teror Polda Riau: 4 Teroris Ditembak Mati dan 1 Polisi Meninggal, diunduh dari

https://nasional.tempo.co/read/1089450/teror-polda-riau-4-teroris-ditembak-mati-dan-1-polisi-meninggal, diakses 7 Juni


2020.
21Pengeboman Surabaya, diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya, diakses 7 Juni 2020
22
5 Kasus Terorisme Paling Disorot Sepanjang 2018, diunduh dari https://www.brilio.net/serius/5-kasus-terorisme-paling-
disorot-sepanjang-2018-181231u.html

8
Berbagai peristiwa terorisme yang terjadi di dunia maupun Indonesia telah menjadi
ancaman yang serius untuk kerukunan dan kesatuan hidup berbangsa dan bernegara.
Ketenangan masyarakat yang bergabung dalam kehidupan bersama suatu bangsa mulai
terganggu oleh gerakan-gerakan yang mungkin merasa tidak puas dengan kehidupan
bersama dalam negara. Itu juga yang terjadi d Indonesia. Seperti sudah dipaparkan, telah
terjadi begitu banyak peristiwa terorisme yang mengganggu ketenangan hidup bersama.
Tentu saja peristiwa-peristiwa ini mengancam keamanan dan keutuhan hidup berbangsa
dan bernegara di Indonesia, contoh lain misalnya berkaitan dengan terorisme dari
jaringan teroris AL Qaeda ataupun Jamaah Islamiyah yang melakukan serangan
serangan anarkis dan menggunakan teknologi serta taktik dan teknik khusus (bom bunuh
diri) terhadap kepentingan Amerika serta sekutunya, termasuk pemerintah Indonesia.
Tujuan mereka ingin mengubah pandangan masyarakat yang menjadi targetnya, agar
mengikuti arah “perjuangan“ Kelompok Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah yang mengi-
nginkan adanya kedaulatan dan tatanan baru sesuai keinginan kelompok mereka.
Jemaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al-Qaedah maupun ISIS bermaksud
menggantikan ideologi Indonesia menjadi negara Islam23.

Tindak kekerasan terorisme yang dilakukan secara brutal dengan aksi serangan
bom bunuh diri, dapat berimplikasi pada kerugian jiwa target teroris yang tidak sedikit.
Semakin brutal dan anarkis metode yang digunakan kelompok terorisme untuk mencapai
tujuan, dan semakin canggihnya perkembangan jenis jenis serangan yang dilakukan itu
mematikan dan meningkatkan rasa khawatir dan takut dalam masyarakat, semakin efektif
tindakan terorisme yang dilancarkan. Hal ini perlu diwaspadai oleh pemerintah dan
masyarakat Indonesia dalam upaya menjaga mempertahankan keutuhan dan kedaulatan
wilayah NKRI dan keselamatan bangsa Indonesia.

23 Anggit Setiani Dayana . Enam Kelompok Teroris di Asia Tenggara di Daftar CIA: ISIS hingga JAD, diunduh dari
https://tirto.id/6-kelompok-teroris-asia-tenggara-di-daftar-cia-isis-hingga-jad-elC8, diakses 21 Maret 2020

9
Bagian II

ANCAMAN TERORISME
TERHADAP KEDAULATAN DAN KEUTUHAN NKRI

1. Kelompok Terorisme Sebuah Fakta

Kelompok teroris merupakan sebuah kenyataan atau fakta yang didasarkan


beberapa pemikiran, baik yang terkait dengan faham keagamaan maupun non-
keagamaan, seperti yang diuraikan berikut ini:

a. Kelompok teroris keagamaan

Kelompok teroris keagamaan antara lain:

1) Fundamentalis Kristen di Era Pesiden George W Bush merupakan


pendukung utama neoimperalis yang sudah tumbuh di abad ke 19.
Berdasarkan faham fundamentalis maka munculah ilmu akhirat
(eskatologis) yang intinya kestabilan hidup dunia bagi di Sorga
sebagaimana dijanjikan oleh Yesus. Dunia bagi mereka tempat
menghadirkan surga. Mereka tidak puas terhadap modernisme dan
mereka mencoba melarikan diri guna mencari keselamatan dan
perlindungan dari Tuhan dan agama. Dunia kapitalisme industri yang
modern dianggap merusak agama oleh karena itu harus dilawan dan
dikembalikan pada fitrahnya. Mereka mengutuk industrialisasi dan
menyebutnya setan jahat. 24

2) Fundamentalis Yahudi berbeda dengan fundamentalis Kristen.


Fundamentalis Yahudi berkaitan erat dengan konstelasi geopolitik.
Fundamentalis Yahudi sebuah faham yang meyakini bahwa tanah
Palestina adalah tanah keberkatan yang dihadirkan bagi anak-anak
Tuhan, ide ini yang melahirkan negara Israel di tanah Palestina.
Kelompok fundamentalis yang menyatakan dirinya masyarakat beriman

24
Hendro Priyono. 2020. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Pt. Gramedia, hal 141-145

10
telah membentuk pemerintahan Zionis sekuler untuk mempertahankan
keberadaan Yahudi. 25

3) Fundamentalis Islam: Gejala fundamentalis islam yang dibungkus


dengan keyakinan ontologis untuk melakukan terorisme, dalam upaya
mencapai tujuan politik, merupakan kekuatan yang dahsyat di abad ke
21 ini. Mereka menentang ketidak adilan dan, penerapan kekuasaan
Amerika Serikat di Timur Tengah. Perlawanan Sekelompok umat Islam
dengan bendera Jihad, karena mereka tidak diuntungkan secara politik
maupun ekonomi. Contoh antara lain: ISIS, Al-Qaeda, Boko Haram, Jemaah
Islamiyah dan lain-lain.26

4) Aum Shinrikyo. Aum Shinrikyo kira-kira berarti "Agama Kebenaran”, mereka


memperjuangkan agama baru Jepang. Kelompok ini menimbulkan kehebohan
berskala internasional pada 20 Maret 1995, ketika beberapa anggotanya
melaksanakan serangan gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo, yang
menewaskan 12 orang, membuat 54 orang sakit parah, serta memengaruhi
lebih dari 980 orang. 27

b. Kelompok Teroris Non-Agama.


Ada beberapa kelompok yang didasarkan faham non-agama yang dianggap
teroris oleh masih masing negara atau beberapa negara, antara lain:
1) Communist Party of the Philippines/New People's Army (CPP/NPA) atau
kelompok partai komunis di Filiphina. Kelompok ini bertujuan untuk
menciptakan negara sosialis melalui demokrasi baru dengan
meluncurkan perang rakyat. Kelompok ini di cap teroris oleh pemerintah
Filiphina, Uni Eropa dan Amerika Serikat.28

2) Partai Komunis India (Maois). Partai Komunis India (Maois). adalah


sebuah partai politik maoisme di India yang bertujuan untuk

25
Ibid
26
Ibid
27 Wikipedia. Aum Shinrikyo. Diunduh dari : https://id.wikipedia.org/wiki/Aum_Shinrikyo, diakses 21 Maret 2020.
28
Wikipedia. Communist Rebellion in The Philippines, diunduh dari
https://en.wikipedia.org/wiki/Communist_rebellion_in_the_Philippines, diakses 25 Maret 2020

11
menggulingkan pemerintahan India melalui cara-cara kekerasan.
Kelompok ini dicap teroris oleh pemerintah India.29

3) ETA (Euskadi Ta Askatasuna) adalah sebuah organisasi separatis


bersenjata Basque yang berusaha memerdekakan diri dari Spanyol dan
Perancis. Organisasi bersenjata ini didirikan pada tahun 1959 dan telah
berkembang dari kelompok yang mempromosikan budaya Basque
tradisional ke sebuah kelompok paramiliter dengan tujuan memperoleh
kemerdekaan daerah Basque. ETA dicap sebagai kelompok teroris oleh
negara Kanada, Uni Eropa, Perancis, United Kingdom, dan Amerika
Serikat30.

4) IRA (Irish Republican Army). Dari IRA saat ini muncul juga gerakan New
IRA (New Irish Republican Army) yang merupakan kelanjutan dari
kelompok IRA, yang dikenal sebagai tentara pembebasan Irlandia Utara.
Pemerintah London menyebut IRA sebagai kelompok teroris yang ingin
memerdekakan wilayah Irlandia Utara dari Kerajaan Inggris Raya.31

Berdasarkan fakta bahwa terorisme merupakan ancaman yang merugikan


masyarakat, bangsa dan Negara, maka kita harus berkomitmen untuk mencegah dan
menanggulanginya. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus sesuai dengan
permasalahan yang terjadi, demi keselamatan mayarakat, bangsa dan Negara.

Rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik


Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas, mengakibatkan
hilangnya nyawa serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang
tidak menguntungkan pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan Indonesia
dengan dunia internasional. Peledakan bom tersebut merupakan salah satu modus
pelaku terorisme yang telah menjadi fenomena umum di beberapa negara. Terorisme

29 Wikipedia. Partai Komunis India (Maois), diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_India_(Maois), diakses


25 Maret 2020
30 Wikipedia. Euskadi Ta Askatasuna, diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Euskadi_Ta_Askatasuna, 25 Meret 2020.
31 Hidayatullah.com. Kelompok Bersenjata New Ira Mengaku Membunuh Jurnalis Irlandia, diunduh dari
https://www.hidayatullah.com/berita/internasional/read/2019/04/24/163754/kelompok-bersenjata-new-ira-mengaku-
membunuh-jurnalis-irlandia.html, diakses 25 Maret 2020.

12
merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan bahkan merupakan tindak pidana
internasional yang mempunyai jaringan luas, yang mengancam perdamaian dan
keamanan nasional maupun internasional.

Pemerintah Indonesia sejalan dengan amanat sebagaimana ditentukan dalam


Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam
memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan
keadilan sosial, berkewajiban untuk melindungi warganya dari setiap acaman kejahatan
baik bersifat nasional, transnasional, maupun bersifat internasional. Pemerintah juga
berkewajiban untuk mempertahankan kedaulatan serta memelihara keutuhan dan
integritas nasional dari setiap bentuk ancaman.

Kegiatan terorisme yang bernuansa lokal atau domestik memiliki karakter yang
lebih spesifik. Mereka melakukan peledakan bom di rumah-rumah ibadah, perkantoran
pemerintah, rumah pejabat penegak hukum, atau tempat-tempat umum lainnya
cenderung bernuasa politik dan SARA.

Peledakan bom di tempat-tempat ibadah seperti gereja-gereja atau masjid-masjid


cenderung ditujukan untuk mengadu domba antara kelompok agama di masyarakat.
Upaya adu domba tersebut sering kali berhasil membakar amarah kelompok penganut
agama, sehingga konflik horisontal tidak dapat terelakkan. Meskipun saat ini kejadian
terorisme lokal cenderung menurun, akan tetapi pelaksanaan proses hukum yang tidak
dibarengi dengan pengawalan keamanannya berpotensi memunculkan ancaman dari
aksi-aksi terorisme bom.

2. Bentuk-bentuk Ancaman Terorisme

Bentuk-bentuk ancaman terorisme dapat diklasifikasikan berdasarkan: wujudnya,


jenisnya, tingkatan, dan tipologinya. Berikut ini bentuk-bentuk terorisme:

13
2.1. Bentuk ancamanTerorisme Berdasarkan Wujud

Ancaman Terorisme berdasarkan bentuk wujud terdiri dari ancaman terorisme fisik
dan non fisik. Bentuk ancaman terorisme fisik yaitu yang menggunakan model aksi,
seperti peledakan atau pemboman, termasuk bom bunuh diri, penculikan, pembajakan,
penembakan, dan lain-lain. Sedangkan ancaman terorisme non fisik, dilakukan dengan
melancarkan serangan-serangan nonfisik yang dapat mempengaruhi pikiran orang,
antara lain terorisme ideologi.

a. Terorisme Fisik, antara lain:32

1) Peledakan bom. Bentuk ini yang populer digunakan, karena peledakan bom
ditempat–tempat atau fasilitas umum yang strategis merupakan cara yang
efektif untuk menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat. Bahkan aksi-
aksi peledakan bom menjadi semakin menakutkan ketika dilakukan dalam
bentuk yang dianggap sangat heroik dengan meledakkan diri sendiri dalam aksi
yang dikenal sebagai bom bunuh diri. Dalam pemboman ataupun bom bunuh
diri, efeknya bukan hanya korban manusia melainkan juga fasilitas-fasilitas
yang dianggap strategis. Bahkan ledakan di tempat-tempat terbuka tanpa
korban pun efek menakutkan dan keciutan nyali tetap dirasakan.
2) Pembunuhan. Kita membedakan bentuk paling klasik ini sebagai bentuk
tersendiri karena pembunuhan hanya dilakukan terhadap orang. Dengan kata
lain, korbannya adalah tokoh, atau orang yang dianggap musuh. Pembunuhan
dalam konteks teroris biasanya diikuti dengan klaim siapa yang bertanggung
jawab atas pembunuhan yang dilakukan.
3) Penghadangan. Penghadangan biasanya dilakukan dengan persiapan yang
matang, bahkan dengan latihan-latihan, dan perencanaan medan dan waktu.
Cara ini bisa dilakukan untuk menghambat musuhnya berhasil mencapai
tujuannya. Tujuan itu bisa berupa tempat-tmpat tertentu atau cita-cita atau
keinginan tertentu.

32 Kompasiana com. Bentuk Terorisme, diunduh dari:


https://www.kompasiana.com/riyantotimi/553026546ea83446388b45bc/bentuk-terorisme

14
4) Penculikan. Sering juga diawali dengan penghadangan. Korbannya kemudian
diculik dan ditahan di suatu tempat tersembunyi. Sering dimanfaatkan untuk
pemenuhan tujuan tertentu, misalnya demi mendapatkan sejumlah uang yang
dibutuhkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasional mereka.
5) Penyanderaan. Berbeda dari penculikan, penyanderaan itu justru
memperlihatkan korbannya di tempat umum. Sandera atau para sandera akan
dibebaskan kalau tuntutan pihak penyandera dipenuhi. Tuntutannya bisa
berupa entah mendapatkan sejumlah uang, atau meminta pembebasan
anggota kelompok mereka yang sedang dalam penahanan.
6) Perampokan. Perampokan terutama dilakukan untuk mencari dana.
Perampokan bank, perampokan rumah orang kaya, atau pejabat, merupakan
contoh-contoh dari metode terorisme ini.
7) Perompakan. Perompakan atau pembajakan kapal laut yang sedang berlayar
(bajak laut). Akhir-akhir ini banyak diberitakan mengenai para perompak atau
bajak laut Somalia, yang mulai marak sejak terjadi perang saudara di sana sejak
tahun 1990. Atau pembajakan kapal Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf di
Filipina tahun 2016.
8) Sabotase dan Pembajakan. Model ini sangat populer dilancarkan oleh
kelompok teroris selama periode 1960–1970. Contohnya, pembajakan
terhadap kendaraan yang membawa bahan makanan sebagai taktik yang
digunakan oleh kelompok Tupamaros di Uruguay untuk mendapatkan kesan
Robin Hood dan menghancurkan propaganda pemerintah. Kita mengenal cerita
tentang Robin Hood yang dianggap pahlawan karena merampok dari orang
kaya dan membagi-bagikan hasilnya kepada orang miskin.
9) Ancaman/Intimidasi. Dengan ancaman atau intimidasi, para teroris
berusaha melakukan tindakan–tindakan yang bisa menakut–nakuti atau
mengancam masyarakat atau korban dengan menggunakan kekerasan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang menjadi ciri utama dari
terorisme adalah penggunaan kekerasan terhadap target atau korban.
Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kesan mendalam yang tidak
terlupakan sekaligus menyampaikan tuntutan kepada khalayak yang lebih luas.

15
b. Terorisme non fisik, dilakukan dengan melancarkan serangan-serangan nonfisik
seperti terorisme ideologis. Terorisme ideologi menggunakan ideologi sebagai
senjata untuk mempengaruhi orang lain. Bentuk yang biasa digunakan adalah
indoktrinasi dan cuci otak (brain wash), yang dilakukan melalui antara lain:
penyebaran ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan
untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan. Setelah dicuci otaknya, orang akan mudah diindoktrinasi
untuk menyerap konsep-konsep ideologis yang mau ditanamkan ke dalam otak
sang calon teroris. Dia pada gilirannya akan menjalankan secara militan, ideologi
yang diindoktrinasikan ke dalam otaknya, yang pada intinya berakibat pada
kerusakan moral, mental sipiritual obyek sasarannya.33

2.2. Bentuk Terorisme berdasarkan Jenis34

a. Teror Kriminal
Teror kriminal biasanya dilancarkan hanya untuk kepentingan pribadi atau
memperkaya diri sendiri. Teroris kriminal bisa menggunakan cara pemerasan dan
intimidasi. Mereka menggunakan kata-kata yang dapat menimbulkan ketakutan/
teror psikis.

b. Teror Politik.
Teror politik biasanya tidak memilih-milih korban. Teroris politik selalu siap melaku-
kan pembunuhan terhadap orang-orang sipil: laki-laki, perempuan, dewasa atau
anak-anak tanpa mempertimbangkan penilaian politik atau moral. Teror politik
adalah suatu fenomena sosial yang penting. Para pelaku kebanyakan dimotivasi
oleh idealism yang cukup keras, misalnya: “berjuang demi agama dan
kemanusiaan”, maka hard-core kelompok terror adalah fanatic dan siap mati. Teror
politik biasanya berupa a.l. :

33
Hezbi Islami. Terorisme Bagian 3., diunduh dari https://hezbiislami.wordpress.com/tag/terorisme-nonfisik/, diakses 7 Juni 2020
34 Ketentuan Umum Tentang Terorisme, diunduh dari http://eprints.walisongo.ac.id/234/2/062211025_Bab2.pdf

16
1) Berbentuk intimidasi kohersif. Yang dimaksudkan adalah Intimidasi yang
bersifat memaksa sehingga korbannya menerima atau menyepakati tuntutan si
peneror. Intimidasi, pemaksaan, jelas merupakan kekhasan sebuah aksi
terorisme. Karena tujuan terorisme adalah menuntut atau memaksa orang
untuk bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh kelompok teroris.

2) Melakukan Pembunuhan Untuk Mencapai Tujuan-Tujuan Politik. Dalam


dunia politik, teror politik model ini sering dijalankan. Ada upaya untuk, dengan
berbagai cara, melakukan tindakan pembunuhan atas lawan politiknya, agar
tidak ada yang menghalangi si pembunuh melenggang meraih kekuasaan
dalam bidang politik, bisnis, atau organisasi.

3) Memanipulasi Kerusuhan dan Penghancuran Secara Sistematis.


Kerusuhan dan penghancuran jelas difungsikan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan trik-trik yang sulit terdeteksi.

4) Tidak menargetkan korban sebagai sasaran, melainkan sebagai sarana


untuk menciptakan adu domba dan perang urat syaraf. Misalnya praktik-praktik
yang dilancarkan dengan memanfaatkan korban kerusuhan untuk memojokkan
pemerintah yang tidak didukung kelompok teroris.

5) Menargetkan dan Menyasar Korbannya Secara Rahasia. Aksi teror pun


dipilih dan disasar secara rahasia, namun tujuannya bukan untuk dirahasiakan
melainkan agar terpublikasi secara luas. Makin terpublikasikan, semakin
mereka merasa berhasil menebarkan terornya. Misalnya teror terhadap para
preman pada tahun 1970an yang dikenal dengan nama penembakan misterius
alias “petrus”.

6) Menyampaikan Pesan Aksinya Secara Jelas. Meski tidak selalu menyatakan


diri secara personal. Para pelaku teror ini kebanyakan dimotivasi oleh idealisme
yang sangat tinggi, misalnya “berjuang demi membela agama atau keyakinan
dan kemanusiaan”, maka kelompok teror ini adalah kelompok fanatik yang siap
mengorbankan segala sesuatu demi mencapai tujuan, termasuk nyawanya
sendiri.

17
2.3. Bentuk Terorisme berdasarkan Tingkatannya35

Dilihat dari segi tingkatannya, Paul Wilkinson mengelompokkan terorisme ke


dalam tiga bentuk yaitu: terorisme revolusioner, terorisme sub-revolusioner, dan
terorisme represif. Terorisme revolusioner dan terorisme sub revolusioner dilakukan
oleh warga sipil, sedangkan terorisme represif dilakukan oleh negara.

Perbedaan terorisme revolusioner dan subrevolusioner terletak pada tujuannya.


Terorisme revolusioner bertujuan untuk melakukan perubahan total atas tatanan sosial
dan politik yang sudah ada, sedangkan terorisme sub-revolusioner bertujuan untuk
mengubah kebijakan, melancarkan tindakan balas dendam, atau menghukum pejabat
pemerintahan yang tidak sejalan.

Sementara terorisme represif adalah aksi teror yang dilakukan pemerintah, yang
mengatasnamakan dasar hukum, ditujukan baik terhadap kelompok oposisi yang ada
dibawah pemerintahannya, maupun terhadap kelompok di wilayah lainnya.

2.4. Bentuk Terorisme berdasarkan Tipologinya36

Dari segi tipologi terorisme, terdapat sejumlah versi penjelasan, di antaranya


tipologi yang dirumuskan oleh “National Advisory Committee” (komisi kejahatan nasional
Amerika) dalam The Report of the Task Force of the on Disorders and Terrorism, yang
mengemukakan sebagaimana dipertimbangkannya, bahwa ada beberapa bentuk
terorisme yaitu:

a. Terorisme politik, yaitu perilaku kekerasan kriminal yang dirancang guna


menumbuhkan benih rasa ketakutan di kalangan masyarakat, demi
kepentingan politik.
b. Terorisme nonpolitis, yakni perilaku yang cenderung mencoba menumbuhkan
rasa ketakutan dengan cara kekerasan, demi kepentingan pribadi, misalnya
kejahatan terorganisasi;

35
Ibid
36
Tipologi Terorisme, diunduh dari https://www.coursehero.com/file/p32hv9v/TIPOLOGI-TERORISME-Mengenai-tipologi-
terorisme-terdapat-sejumlah-penjelasan/

18
c. Quasi terorisme, digambarkan sebagai terorisme yang dilakukan secara
insidental, namun tidak memiliki muatan ideologi tertentu; lebih dimaksudkan
untuk tujuan pembiayaan. Contohnya dalam kasus pembajakan pesawat
udara atau penyanderaan, ketika para pelaku lebih tertarik kepada uang
tebusan daripada motivasi politik.
d. Terorisme politik terbatas, diartikan sebagai teroris, yang memiliki motif politik
dan ideologi, namun lebih ditujukan dalam mengendalikan keadaan (negara).
Contohnya adalah perbuatan teroris yang berupa pembunuhan untuk balas
dendam.
e. Terorisme negara atau pemerintahan yakni suatu negara atau pemerintahan,
yang mendasarkan kekuasaannya pada ketakutan dan penindasan, dalam
mengendalikan masyarakatnya. Terorisme yang dilakukan oleh negara
merupakan salah satu bentuk kejahatan yang tergolong sangat istimewa.
Sebab negara adalah suatu organisasi besar yang dipilari oleh kekuatan
rakyat, kehnamun disisi lain punya kewajiban mengatur, melindungi, dan
menyejahterakan kehidupan rakyat secara material maupun non material.

3. Ancaman Terorisme di wilayah NKRI

Terorisme masih menjadi ancaman di masa kini dan mendatang. Kepolisian


Nasional Republik Indonesia (Polri) memprediksi terorisme dan radikalisme masih
berpotensi menjadi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia. Jaringan
Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) masih bergerak di level internasional dan bisa
mempengaruhi jaringan terorisme di Indonesia. Dalam satu decade terakhir Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), mengungkapkan bahwa ada empat
jaringan teroris yang aktif melakukan terror, yaitu Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah
Ansharut Tauhid (JAT), Jamaah Ansarud Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur
(MIT) dan sel-sel dibawahnya, yang secara nyata mengajarkan paham-paham
radikalisme menggunakan medsos sebagai alat penyebar.37

37 Terorisme Masih Menjadi Ancaman di Tanah Air, http://www.koran-jakarta.com/terorisme-masih-menjadi-ancaman-di-tanah-air/

19
Detasemen Khusus (Densus), satuan khusus Polri untuk penanggulangan
terorisme di Indonesia, harus mewaspadai “familia terror” atau terror yang dilakukan oleh
satu keluarga. Tercatat sudah ada tiga kejadian yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo.
Familia Teror terbilang sulit terlacak karena menggunakan aplikasi tersembunya untuk
saling terkoneksi dengan anggota jaringan lain. Mereka menggunakan aplikasi telegram
dan game untuk saling berkomunikasi. Familia Teror ini sulit ditembus karena mereka
sudah terindoktrin oleh JI,JAT, JAD dan MIT untuk melakukan terror.38

Salin itu, Kelompok separatis seperti Republik Maluku Selatan (RMS), Kelompok
Paraku di Kalimantan, Organisasi Papua Merdeka (OPM), juga merupakan “duri dalam
daging” bagi pemerintah Indonesia. Kelompok-kelompok separatis kedaerahan ini juga
melakukan terror untuk menunjukkan eksistensi mereka kepada pemerintah.39

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Polri bisa melakukan aksi pencegahan atau
melakukan preemptive strike (menyerang duluan). Dalam Undang-Undang tersebut,
siapa saja yang terkait dengan organisasi terorisme bisa langsung ditangkap, tanpa
menunggu adanya aksi terror terjadi. Hal ini merupakan upaya pencegahan terjadinya
terror yang merugikan itu.40

38 Ibid
39 Ibid
40 Ibid

20
Bagian III

PENCEGAHAN ANCAMAN TERORISME


DI WILAYAH NKRI

1. Memahami Sikap dan Perilaku Karakter Radikal -Terorisme

Penyelesaian permasalahan terorisme bukanlah persoalan yang mudah seperti


membalikan telapak tangan, hal ini dikarenakan masih banyak faktor yang menyebabkan
terorisme dapat terus berkembang. Mulai dari faktor perbedaan ideologis dan pema-
haman tentang agama yang berbeda-beda sampai kesenjangan sosial dan pendidikan
yang membuat masyarakat lebih mudah untuk disusupi oleh jaringan-jaringan teroris.

Pengaruh terorisme dapat memiliki dampak yang signifikan, baik segi keamanan
dan keresahan masyarakat maupun iklim perekonomian dan parawisata yang menuntut
partisipasi seluruh lapisan masyarakat dan negara untuk pencegahan dan
penanggulangannya. Untuk itu masyarakat harus tahu karakter kelompok radikal-
terorisme sebelum kita melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Berikut ini ciri-ciri dari kelompok radikal-terorisme:41

a. Bersikap intoleran atau tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang
lain. Mereka mengganggap pandangannya yang paling benar, pandangan
orang lain salah. Ini menggambarkan bahwa kelompok radikalisme-terorisme
tidak menjunjung nilai-nilai demokrasi. Dengan kata kata lain kesadaran
berbangsa dan bernegaranya rendah.

b. Bersikap fanatik atau selalu merasa benar sendiri dan menganggap yang
lainnya salah. Artinya ajaran yang dianutnya diyakini benar dan yang lain salah
oleh sebab itu harus disingkirkan atau diteror.

c. Bersikap eksklusif atau membedakan diri dari umat lainnya. Misalnya, enggan
beribadah ditempat yang bukan kelompoknya.

41
Suara com. 5 Ciri Orang yang Terpapar Radikalisme versi BNPT, diunduh dari:
https://www.suara.com/news/2018/09/27/071500/5-ciri-orang-yang-terpapar-radikalisme-versi-bnpt, diakses 8 Maret 2020

21
d. Bersikap revolusioner atau cenderung menggunakan kekerasan untuk
mencapai tujuan dan merupakan embrio terorisme. Penggunaan kekerasam
bukan hanya fisik semata, akan tetapi juga non fisik, seperti terorisme ideologis
melakukan serangan dengan menggunakan ideologi sebagai senjata untuk
mempengaruhi orang lain. Bentuk yang biasa digunakan adalah indoktrinasi
dan cuci otak (brain wash). Setelah dicuci otaknya, orang akan mudah
diindoktrinasi untuk menyerap konsep-konsep ideologis yang mau ditanamkan
ke dalam otak sang calon teroris. Dia pada gilirannya akan menjalankan secara
militan, ideologi yang diindoktrinasikan ke dalam otaknya. Ini juga mencermin-
kan mereka sudah tidak setia kepada Pancasila sebagai ideologi negara.

e. Bersikap dan berperilaku keluar dari pakem yang lazim. Lazim dalam
konteks ke-Indonesiaan adalah hidup damai dengan mereka yang berbeda
paham dan kepercayaan. Para penganut paham Radikalisme-Terorisme
biasanyan hidup eksklusif, artinya mereka cenderung bergaul dengan sesama
kelompoknya, karena diluar kelompoknya dianggap kafir.

2. Motivasi Seseorang Menjadi Teroris

Sebuah penelitian di Australia sebagaimana dilaporkan dalam kompas.com


menyimpulkan bahwa motivasi seseorang menjadi teroris lebih banyak disebabkan
karena pengaruh keluarga atau teman, dan bukannya karena berbagai bahan bacaan
ekstrem yang tersedia di internet. Penelitian ini berlangsung selama empat tahun,
dilakukan oleh Universitas Monash di Melbourne, bersama dengan polisi Australia.
Mereka melakukan wawancara terhadap lebih dari 100 orang ekstremis di Australia,
Indonesia, Eropa, dan Amerika Utara.42

Menurut laporan Australian Broadcasting Corporation (ABC News), para peneliti


itu juga berbicara dengan para pakar kontra terorisme, guna memahami cara mencegah
tindakan kekerasan yang dilancarkan oleh para ekstremis. Penelitian itu mengatakan
bahwa para anggota keluarga dan teroris Australia memang berulang kali membaca

42Kompas.com. Motivasi Jadi Teroris Lebih Banyak Karena Pengaruh Teman dan Keluarga, diunduh dari
https://internasional.kompas.com/read/2013/08/09/1019365/Motivasi.Jadi.Teroris.Lebih.Banyak.karena.Pengaruh.
Teman.dan.Keluarga

22
berbagai bacaan ekstrem di internet, tetapi banyak hal lain yang lebih penting yang
ternyata telah membentuk perilaku mereka. Jaringan sosial dalam bentuk teman dan
keluarga, termasuk kontak dengan mereka yang berjuang di luar negeri atau sudah
pernah mengikuti kamp latihan teroris, memiliki pengaruh yang lebih kuat.43

Peneliti Debra Smith mengatakan, mereka yang bergabung dengan kelompok


teroris itu memiliki kemiripan dengan mereka yang terlibat dalam kegiatan anti-sosial
seperti pengguna narkoba. “Bila saja seseorang tumbuh dalam keadaan normal, tetapi
kemudian memiliki hubungan emosional dengan seseorang yang terlibat dalam tindakan
kekerasan,” kata Smith. “Mungkin mereka akan menganggap bahwa teman atau keluarga
yang melakukan tindak kekerasan sebagai hal yang wajar dan sah,” tambah Smith.44

Seorang peneliti lainnya, Shandon Harris-Hogan, mengatakan, meski terorisme


merupakan masalah yang masih relative kecil di Australia, ada saja orang yang tertarik
melakukan tindakan ekstrem. “Di Australia, kami belum melihat adanya contoh individu
yang direkrut khusus ke dalam jaringan teroris. Yang terjadi adalah mereka yang
memang tertarik dengan tindakan ekstrem, saling mencari tahu dan akhirnya membentuk
sebuah kelompok. Jadi tidak ada rekrutmen aktif,” kata Harris-Hogan. Menurut laporan
koresponden Kompas.com di Australia L Sastra Wijaya, dalam kesimpulannya, para
peneliti mengatakan, tindakan keras terhadap kelompok ekstrem ini kurang efektif dalam
mengatasi radikalisme dibandingkan intervensi dini.45

Dua aspek yang diandaikan dalam bagian ini adalah bagaimana menghindari atau
mencegah warga negara dari paparan radikal-terorisme dan, bagaimana membangun
semangat dan motivasi warga negara untuk menghadapi ancaman gerakan terorisme.
Tentu sekali pemisahan secara tegas mengenai penanganan dan pencegahan hanya
dalam konsep pemikiran tetapi tidak dapat dilakukan dalam praktik, karena bisa saja dua-
duanya harus dijalankan secara bersama. Penanganan juga bisa merupakan bagian dari
pencegahan.

43
Ibid
44
Ibid
45
Ibid

23
3. Pencegahan Tindakan Radikal-Terorisme

Pencegahan terhadap radikalisme-terorisme bukan hanya menjadi wilayah


pemerintah tetapi juga masyarakat sipil. Pencegahan radikal-terorisme harus
menggunakan berbagai pendekatan secara strategis dan bukan hanya fokus pada satu
pendekatan. Keharusan ini diperkuat oleh kenyataan adanya berbagai faktor, dan bukan
faktor tunggal, yang menjadi penyebab radikal-terorisme termasuk pendekatan
ekonomis, sosial-budaya, dan berbagai dinamika individual.46
Pemerintah wajib melakukan pencegahan Tindak Pidana Terorisme, yang
dilaksanakan oleh instansi terkait antara lain: kementerian/lembaga; pemerintah daerah;
swasta; dan organisasi non pemerintah, sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-
masing yang dikoordinasikan oleh BNPT.47
Pemerintah dalam mengimplementasikan upaya pencegahan tindak radikalisme-
terorisme melalui langkah antisipasi secara terus-menerus yang dilandasi dengan prinsip
perlindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. Artinya, ketika menjalankan
fungsi dan tugas pencegahan, pejabat yang berwenang selalu bersikap hati-hati
(prudent) dalam rangka memberikan perlindungan hukum dan hak perseorangan atau
kelompok orang yang dipercayakan kepada pejabat tersebut.
Upaya pencegahan tersebut dilaksanakan melalui 3 (tiga) pendekatan yang
dilakukan secara simultan, yaitu:

3.1. Pendekatan Kesiapsiagaan Nasional48


Program aksi Kesiapsiagaan Nasional merupakan langkah guna menciptakan
kondisi siap siaga untuk mengantisipasi terjadinya Tindak Pidana Terorisme, melalui
proses yang terencanaa, terpadu, sistematis dan berkesinambungan, yang dilakukan
melalui 5 (lima) strategi yaitu :

a. Pemberdayaan masyarakat, dilakukan dengan cara :


1) Mendorong kelompok dan organisasi masyarakat antara lain organisasi
kepemudaan, organisasi keagamaan, dan organisasi kemasyarakatan,

46
M. Hasan Ansori dkk. FGD di The Habibie Center, op.cit., hal.10
47 Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2018, op.cit, Bab VIIA
48 Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, Tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap

Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Dan Petugas Permasyarakatan, BAB II

24
untuk berperan aktif dalam Pencegahan Tindak Pidana Terorisme sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Meningkatkan kapasitas kelembagaan kelompok dan organisasi
masyarakat untuk dapat terlibat secara aktif dalam Pencegahan Tindak
Pidana Terorisme.
3) Menyampaikan dan menerima informasi tentang Pencegahan Tindak
Pidana Terorisme kepada dan dari masyarakat.
4) Memberikan edukasi mengenai bahaya dan dampak Tindak Pidana
Terorisme melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal.
5) Pemberdayaan masyarakat lainnya antara lain penguatan ketahanan
keluarga dan pemberdayaan usaha kecil menengah.

Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan oleh kementerian/lembaga secara


sendiri-sendiri atau bersama-sama sesuai dengan tugas dan fungsinya,
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh BNPT.

b. Peningkatan Kemampuan Aparatur meliputi: Aparatur Sipil Negara (ASN);


prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI); dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri), yang diselenggarakan oleh BNPT dan
kementerian/lembaga terkait dalam bentuk:
1) Pendidikan dan Pelatihan terpadu, yang bertujuan untuk:
a) meningkatkan kemampuan aparatur dalam pencegahan terorisme dan
merespon segala bentuk ancaman terorisme
b) meningkatkan fungsi aparatur intelijen untuk meminimalisir kejadian terror
c) meningkatkan sinkronisasi dan kerjasama pelaksanaan tugas dan fungsi
masing-masing aparatur dalam pencegahan Terorisme.

2) Pelatihan gabungan, yang bertujuan untuk :


a) menyingkronkan tugas dan fungsi kementerian/lembaga dadlam upaya
pencegahan terorisme
b) meningkatkan kemampuan aparatur
c) sinergitas antara kementerian/lembaga terkait

3) Pelatihan bersama, yang bertujuan untuk :


a) meningkatkan kemampuan aparatur
b) meningkatkan pengetahuan tentang strategi pencegahan terorisme tingkat
nasional, regional, dan global
c) meningkatkan pengawasan wilayah perbatasan

25
c. Perlindungan dan Peningkatan Sarana Prasarana, dilakukan terhadap objek
vital yang strategis dan fasilitas publik, berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh BNPT, yang memuat paling sedikit: standar minimum pengamanan, kriteria
dan parameter, serta evaluasi. Peningkatan sarana prasarana dapat berupa :
1) Pengembangan dan peningkatan sistem teknologi Indonesia
2) Penyediaan perlengkapan pendukung operasional
3) Pengembangan dan penyelenggaraan sistem pengamanan internal
4) Kegiatan peningkatan lain sesuai ketutuhan
Guna memaksimalkan pencegahan Tindak Pidana Terorisme, kementerian/
lembaga dapat melaksanakan peningkatan sarana prasarana sesuai dengan
kebutuhan kementerian/lembaga masing-masing

d. Pengembangan Kajian Terorisme, dilaksanakan oleh BNPT dan/atau


kementerian/lembaga terkait, dapat bekerja sama denan pusat kajian dan
lembaga pendidikan misal lembaga kajian terorisme di perguruan tinggi.
Pengembangan kajian terorisme dilakukan untuk :
1) merumuskan strategi nasional pencegahan terorisme
2) memahami perkembangan konsep pencegahan terorisme
3) studi perbandingan penaganan kasus terorisma
BNPT mengintegrasikan seluruh kajian terorisme yang dilaksanakan oleh
kementerian/lembaga, kemudian diolah untuk menyusun rekomentasi
kebijakan dalam pencegahan terorisme

e. Pemetaan Wilayah Rawan Paham Radikal Terorisme, dilaksanakan oleh


kementerian/lembaga terkait di bawah koordinasi BNPT. Pemetaan wila-yah
rawan paham radikal terorisme meliputi : bertujuan untuk :
1) mengetahui wilayah rawan paham radikal-terorisme
2) menentukan kriteria tingkat ancaman serangan terorisme dan ekskalasi
tingkat ancaman
3) menentukan arah kebijakan

26
Pemetaan wilayah rawan paham radikal-terorisme dilakukan dengan cara:
1) inventarisasi tempat terjadinya Tindak Pidana Terorisme
2) inventarisasi jaringan atau kelompok terorisme
3) pertukaran data dan informasi antara kementerian/lembaga terkait dengan
BNPT.
Hasil pemetaan wilayah rawan paham radikal-terorisme bersifat rahasia yang
bisa diakses berdasarkan persetujuan Kepala BNPT yang dapat diberikan
berdasarkan permintaan tertulis dari kementerian/ lembaga. Jika dibutuhkan
pergerakan cepat hasil pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme dapat
diakses oleh kementerian/lembaga tanpa melalui permintaan tertulis dengan
persetujuan kepala BNPT.

3.2. Pendekatan Kontra Radikalisasi 49


Program aksi Kontra Radikalisasi dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait
yang dikoordinasikan oleh BNPT dan dapat melibatkan pemerintah daerah dan
masyarakat seperti antara lain: tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, akademisi,
organisasi kemasyarakatan, organisasi keadamaan, mitra strategis, organisasi pelajar,
dan organisasi kemahasiswaan.

Kontra Radikalisasi dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang


rentan terpapar paham radikal-terorisme, merupakan orang atau kelompok orang yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki akses terhadap informasi yang bermuatan paham radikal-terorisme
b. Memiliki hubungan dengan orang/kelompok orang yang diindikasikan memiliki
paham radikal-terorisme
c. Memiliki pemahaman kebangsaan yang sempit yang mengarah pada paham
radikal-terorisme
d. Memiliki kerentanan dari aspek ekonomi, psikologi, dan/atau budaya sehingga
mudah diperngaruhi oleh paham radikal-terorisme.

49 Ibid, Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, BAB II

27
Kontra Radikalisasi dilakukan: secara langsung antara lain melalui sosialisasi,
diseminasi, dialog, seminar, dan workshop; atau tidak langsung antara lain dilakukan
melalui buku, majalah, koran, media sosial, pamflet, dan iklan. Pelaksanaan Kontra
Radikalisasi dilakukan melalui 3 (tiga) strategi yaitu:

a. Kontra Narasi, dilakukan melalui :


1) Penyusunan dan penyebarluasan narasi pesan perdamaian baik melalui
media elektronik maupun non elektronik
2) Penerapan pemahaman nillai agama yang cinta damai secara berke-
sinambungan
3) Penerapan pemahaman nilai kebangsaan secara berkesinambungan
4) Sosialisasi program Kontra Radikalisasi secara berkesinambungan
5) Pemantauan dan pemetaan konten dan sebaran narasi paham radikal-
terorisme baik di media elektronik maupun non elektronik
6) Kegiatan pelatihan, seminar, dan diskusi mengenai bahaya paham radikal-
terorisme
7) Sosialisasi bahaya radikal-terorisme di lembaga pendidikan
8) Pelatihan menyusun kontra narasi dan narasi alternative untuk menghadapi
bahaya radikal-terorisme
9) Penelitan, pengkajian, dan survey paham radikal-terorisme
10) Bentuk kegiatan lain berupa peningkatan daya tangkal dan daya tahan
masyarakat dengan mengedepankan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah
nilai-nilai yang berkembang di masyarakat setempat yang tidak bertentangan
dengan Pancasila, UUD NRI 1945, dan NKRI.

b. Kontra Propaganda, dilakukan melalui:


1) Penggalangan, merupakan upaya untuk mengubah cara pandang dan sikap
radikal-terorisme orang atau kelompok orang sesuai dengan yang
diharapkan.
2) Pengumpulan dan pengolahan data konten propaganda paham radikal-
terorisme

28
3) Pemantauan, analisis, dan kajian strategis ancaman penyebaran konten
paham radikal-terorisme.
4) Pembinaan & pemberdayaan bagi penggiat dunia maya atau komunitas
5) Bentuk kegiatan lain berupa peningkatan daya tangkal dan daya tahan
masyarakat dengan mengedepankan kearifan lokal.

c. Kontra Ideologi, dilakukan melalui:


1) Pemetaan dan kajian strategis ancaman ideology radikal - terorisme
terhadap NKRI
2) Pengumpulan dan pengolahan data potensi sebaran ideology radikal-
terorisme yaitu kemampuan seseorang atau kelompok orang yang
mempunyai kemungkinan untuk terjadinya radikal terorisme melalui orang,
barang, atau dana yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan radikal-
terorisme
3) Penguatan wawasan kebangsaan dan ideology Pancasila
4) Pembinaan masyarakat, ASN, prajurit TNI, dan anggota Polri, dalam upaya
peningkatan semangat bela negara
5) Bentuk kegiatan lain berupa peningkatan daya tangkal dan daya tahan
masyarakat dengan mengedepankan prinsip kearifan lokal.

3.3. Pendekatan Deradikalisasi50


Deradikalisasi dilakukan kepada tersangka, terdakwa, terpidana, dan narapidana
serta mantan narapidana tindakan radikal-terorisme.
a. Deradikalisasi yang dilakukan kepada tersangka, terdakwa, terpidana dan
narapidana, dilaksanakan oleh kementerian/ lembaga terkait secara bersa-
maan dikoordinasikan oleh BNPT dan melibatkan akademisi, praktisi, tokoh
agama dan tokoh masyarakat. Pelaksana paling sedikit meliputi:
1) Kementerian di bidang hukum dan hak asasi manusia
2) Kejaksaan Republik Indonesia
3) Kepolisian Negara Republik Indonesia.

50
Ibid, Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, BAB II

29
Deradikalisasi yang dilakukan kepada tersangka, terdakwa, terpidana dan
narapidana Tindak Pidana Terorisme diberikan melalui tahapan:
1) Identifikasi dan Penilaian Awal dan Lanjutan.
a) Identifikasi dan Penilaian Awal dilakukan kepada tersangka yang dilaksanakan
dengan cara: inventarisasi data tersangka; wawancara, pengamatan dan
klarifikasi; dan pengolahan data.
b) Identifikasi dan Penilaian Lanjutan dilakukan kepada terdakwa, terpidana,
atau narapidana secara periodik 6(enam) bulan sekali sesuai kebutuhan,
dengan cara: monitoring dan evaluasi perilaku terdakwa, terpidana, atau
narapidana; wawancara, pengamatan, dan dan klarifikasi; pengolahan data; dn
analisis srisiko dan analisis kebutuhan.

2) Rehabilitasi, dapat berbentuk: konseling individu dan pelaksanaan kelas


kelompok, materi yang diberikan paling sedikit mengenai psikologi,
keagamaan, wawasan kebangsaan, serta hukum dan peraturan
perundang-undangan, yang dilakukan dengan cara: ceramah/kuliah
umum; diskusi; pembinaan dan pendampingan; penyuluhan/sosialisasi;
dan praktik latihan, yang dilaksanakan secara bersamaan dengan program
pelayanan di rumah tahanan negara dan/atau pembinaan di dalam
Lembaga Pemasyarakatan.

Rehabilitasi dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan dengan


melibatkan akademisi, praktisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan/atau
aparat penegak hukum yang ditunjuk oleh BNPT dan K/L.

Hasil perkembangan pelaksanaan rehabilitasi dicatat oleh Petugas


Pemasya-rakatan dalam Kartu Pembinaan, yang secara berkala dimuat
dalam sistem database permasyarakatan yang terintegrasi dengan sistem
informasi pe-nanggulangan terorisme. Hasil penilaian digunakan sebagai
dasar untuk menentukan pemberian Reedukasi.

3) Reedukasi, dapat berbentuk:


a) Penguatan pemahamam keagamaan
b) Penyuluhan mengenai wawasan kebangsaan dan isu perdamaian
c) Pengetahuan mengenai penyelesaian konflik
d) Pendidikan karakter

30
Reedukasi dilakukan dengan cara: ceramah/kuliah umum; diskusi;
pembinaan dan pen-dampingan; penyuluhan/sosialisasi; dan praktik
latihan. Pelaksana Reedukasi adalah Petugas Pemasyarakatan, dengan
melibatkan akademisi, praktisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan/atau
aparat penegak hukum, yang ditunjuk oleh BNPT dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait. Petugas Pemasyarakatan mencatat hasil
perkembangan pelaksanaan Reedukasi dalam Kartu Pembinaan. Kartu
Pembinaan secara berkala dimuat dalam sistem database pemasyarakatan
yang terintegrasi dengan sistem informasi penanggulangan terorisme.
Reedukasi dilaksanakan secara bersamaan dengan program pelayanan di
rumah tahanan negara dan/atau program pembinaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. BNPTdengan melibatkan kementerian/lembaga terkait
dan akademisi, praktisi, tokoh agama, dan/atau tokoh masyarakat
melakukan penilaian, dimana hasil penilaian digunakan sebagai dasar oleh
Petugas Kemasyarakatan menentukan pemberian Reintegrasi Sosial.

4) Reintegrasi Sosial, dapat berbentuk:


a) Penguatan rasa percaya diri untuk kembali kepada masyarakat agar tidak
takut atau bergantung lagi dengan kelompok atau jaringannya.
b) Peningkatan pemahaman dalam berinteraksi dengan masyarakat.
c) Peningkatan kemampuan sosial dalam proses integrasi kembali ke masy.
d) Peningkatan keterampilan untuk dapat menghidupi dirinya dan keluarga
Reintegrasi Sosial dilakukan dengan cara: diskusi; pembinaan dan pen-
dampingan; penyuluhan; sosialisasi; pendidikan keterampilan tertentu;
pelatihan dan sertifikasi kerja; pelatihan kewirausahaan; magang; dan
kegiatan sosial.

Reintegrasi Sosial dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan dengan


melibatkan akademisi, praktisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan aparat
penegak hukum yang ditunjuk oleh BNPT dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait, dan dapat mengikutsertakan masyarakat.
Petugas Pemasyarakatan mencatat hasil perkembangan pelaksanaan
reintegrasi sosial dalam Kartu Pembinaan atau Kartu Pembimbingan yang

31
secara berkala dimuat dalam sistem database pemasyarakatan yang
terintegrasi dengan sistem informasi penanggulangan terorisme.

Bagi narapidana tindak terorisme yang sedang melaksanakan reintragi


sosial dapat ditempatkan pada fasilitas pembinaan terpadu lintas
kementerian/lembaga. Reintegrasi sosial dilaksanakan secara bersamaan
dengan program pelayanan di rumah tahanan negara, program pembinaan
di dalam dan di luar Lembaga Pemasyarakatan, serta pembimbingan di luar
Lembaga Pemasyarakatan.

b. Deradikalisasi Mantan Narapidana Terorisme, orang atau kelompok orang


yang sudah terpapar paham radikal-terorisme dilaksanakan oleh BNPT bekerja
sama dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dan mengikut-
sertakan pihak swasta dan masyarakat, melalui:
1) Pembinaan wawasan kebangsaan, dapat berupa:
a) Kegiatan bela negara
b) Menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia
c) Menjaga ideology negara- Pancasila
d) Pengamalan dan Penghayatan Pancasila
e) Wawasan Nusantara
f) Pemantapan Nilai Kebangsaan
2) Pembinaan wawasan keagamaan, dapat berupa:
a) Toleransi beragama
b) Harmoni sosial dalam kerangka kesatuan dan persatuan nasional
c) Kerukunan umat beragama
3) Kewirausahaan
a) Pelatihan kerja, antara lain: pertanian, peternakan, perikanan, otomotif,
elektronik, usaha kecil menengah, dan pertukangan.
b) Kerjasama usaha
c) Modal usaha

Pelaksanaan Deradikalisasi berdasarkan identifikasi dan penilaian. Identifikasi


dan penilaian bagi mantan narapidana terorime dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesai menjalani pidana.
Identifikasi dan penilaian bagi orang atau kelompok orang yang sudah terpapar
paham radikal-terorisme dilakukan berdasarkan informasi intelijen.

32
Bagian IV

PENANGGULANGAN ANCAMAN TERORISME


DI WILAYAH NKRI

1. Komitmen dan Peran Indonesia51

Indonesia senantiasa berkomitmen dalam upaya penanggulangan terorisme,


termasuk diantaranya upaya penanggulangan terorisme di bawah kerangka Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam kaitan ini, Indonesia berperan aktif dalam melakukan kerja
sama dengan United Nations Counter Terrorism Implementation Task Force
(CTITF), Terrorism Prevention Branch-United Nation Office for Drugs and Crime (TPB-
UNODC), dan United Nations Counter-Terrorism Executive Directorate (UNCTED). Lebih
lanjut, Indonesia melakukan upaya untuk mengimplementasikan 4 (empat) pilar United
Nations Global Counter-Terrorism Strategy (UNGCTS) yaitu : 52
a. mencegah penyebaran terorisme;
b. memberantas terorisme;
c. mengembangkan kapasitas negara dan memperkuat sistem PBB;
d. memastikan penegakan hak asasi manusia.

Pada tahun 2010, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan "Workshop on


the Regional Implementation of the United Nations Global Counter-Terrorism Strategy in
Southeast Asia", bekerja sama dengan UN CTITF. Hasil pertemuan telah dilaporkan
pada pertemuan tingkat menteri International Counter-Terrorism Focal Points
Conference on Addressing Conditions Conducive to the Spread of Terrorism and
Promoting Regional Cooperation di Jenewa pada tahun 2013.53

51
Kemlu go.id. Indonesia dan Upaya Upaya Penanggulangan Terorisme, diunduh dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-penanggulangan-terorisme/ Selasa, 17
Desember 2019.
52Rahadian P. Paramita. Mengawal definisi terorisme dalam Undang-undang, diunduh dari

https://lokadata.id/artikel/mengawal-uu-antiterorisme-yang-baru, diakses 8 Juni 2020.


53Kemlu go.id. Indomesia dan Upaya Upaya Penanggulangan Terorisme, diunduh dari

https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-penanggulangan-terorisme, Selasa, 17
Desember 2019.

33
Peran penting Indonesia dalam penanggulangan terorisme internasional telah
diakui oleh PBB dengan terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota dari Dewan
Penasihat UN Counter-Terrorism Center untuk periode 2015-2018. Indonesia juga
menggarisbawahi pentingnya hukum internasional dalam penanggulangan terorisme
internasional. Dalam kaitan ini, Indonesia telah meratifikasi 8 (delapan) konvensi
internasional terkait penanggulangan terorisme yang memperkuat kerangka hukum
nasional, yaitu: 54

a. Pengesahan International Convention For The Suppression Of The Financing


Of Terrorism, 1999; yang tertuang dalam UU RI Nomor 6 Tahun 2006 ;
b. Pengesahan International Convention for the Suppression of Terrorist Bombing,
1997; yang tertuang dalam UU RI Nomor 5 Tahun 2006 ;
c. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang tertuang dalam UU
Nomor 15 Tahun 2003;
d. Pengesahan Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, 2004, yang
tertuang UU RI Nomor 15 Tahun 2008;
e. Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized
Crime, 2000; Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2009;
f. Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.; Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 ;
g. United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000;
h. FATF (Financial Action Task Force) berisi sembilan rekomendasi khusus yang
digunakan sebagai standar internasional untuk menghalangi akses bagi para
teroris dan pendukungnya memasuki sistem keuangan.

Terkait isu Foreign Terrorist Fighters (FTF), Indonesia merupakan co-sponsor dari
Resolusi DK PBB 2178 (2014) yang meminta negara-negara untuk melakukan berbagai
upaya yang diperlukan dalam penanganan isu FTF, termasuk pencegahan rekrutmen
dan fasilitasi keberangkatan para FTF, pengawasan perbatasan, saling tukar informasi,
serta program rehabilitasi dan reintegrasi. Lebih lanjut, Indonesia telah

RUU Tentang Pendanaan Terorisme, diunduh dari :


54

https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_pemberantasan_pendanaan_terorisme.pdf, diakses
15 Juni 2020.

34
menyelenggarakan sejumlah regional workshops dan konferensi internasional yang
melibatkan banyak negara untuk saling tukar informasi dan good practices, serta peluang
penguatan kerja sama internasional dalam penanganan isu FTF.55

Dukungan Indonesia dilakukan secara berkesinambungan di bawah kerangka


PBB, serta berpartisipasi aktif dalam Global Counter-Terrorism Forum (GCTF), terutama
sebagai co-chairs Southeast Asia Capacity Building Working Group (SEAWG) bersama
Australia untuk periode 2011-2013.56

Indonesia melanjutkan peran aktifnya bersama Australia sebagai co-


chairs dari Detention and Reintegration Working Group (DRWG). Pembentukan working
group ini digagas oleh Indonesia dengan tujuan untuk memperkuat kapasitas para
pemangku kepentingan yang menangani pengelolaan violent extremist offenders di
lembaga pemasyarakatan, serta menjawab kebutuhan untuk saling tukar informasi
dan good practices terkait. Dalam kaitan ini, Indonesia telah menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Inaugural Meeting GCTF DRWG di Bali pada tanggal 12-13 Agustus
2014 yang telah mengadopsi work plan DRWG untuk periode 2014-2016.57

Lebih lanjut, dalam kerangka DRWG, Indonesia juga telah menjadi tuan rumah
penyelenggaraan Workshop on Capacity Building and Training for the Appropriate
Management of Violent Extremist Offenders di Medan pada tanggal 8-9 April 2015. GCTF
DRWG juga bekerja sama dengan Global Center on Cooperative Security (GCCS) telah
menyelenggarakan Workshop on Education, Life Skill Courses and Vocational Training
for Incarcerated Violent Extremist Offenders di Nairobi, Kenya, pada 7-8 Oktober 2015.
Selain itu, Indonesia dan Australia telah menyelenggarakan pertemuan pleno kedua
GCTF DRWG di Sydney pada tanggal 2-3 November 2015. Pertemuan Pleno Kedua
GCTF DRWG ini telah membahas mengenai pengelolaan lapas dan upaya penguatan
keamanan lapas, program rehabilitasi dan reintegrasi, dan program pengembangan
kapasitas untuk petugas lapas.58

55
ibid
56
Ibid
57
Ibid
58
Ibid.

35
2. Model Penanggulangan Ancaman Terorisme di Luar Negeri

a. Penanggulangan Terorisme di Amerika Serikat

Kita mengambil Amerika Serikat (AS) sebagai pembanding karena negara ini
yang paling gencar berhadapan dengan terorisme. Kita bisa melihat seberapa
efektifnya Amerika Serikat khususnya dan Barat pada umumnya menanggapi
ancaman teroris? Tentu saja efektivitas itu harus ditandai juga dengan perilaku etis,
humanis, dan demokratis. Perlu ada visi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai,
dan suatu penilaian yang akurat tentang seberapa baiknya tindakan untuk
mengurangi terorisme.

Sebagai contoh serangan yang gencar terhadap terorisme (termasuk perang


terhadap Irak) justru akan mengukuhkan mitos-mitos yang dianut oleh kaum teroris—
yakni bahwa Amerika Serikat sangat egois dan jahat. Dengan menyerang Irak
Amerika Serikat bisa saja ikut mengabadikan mitos-mitos yang diinginkan para
pemimpin teroris, membantu mereka untuk meregenerasi argumen-argumen yang
mengabadikan penggunaan kekerasan untuk tujuan politik. Presiden Bush waktu itu
menetapkan terorisme sebagai musuh. Dalam kajiannya mengenai perang melawan
terorisme, Presiden Bush menyatakan bahwa terdapat dua pilar penting yang harus
diutamakan yakni: 59

1) Mempromosikan secara terus menerus tentang kebebasan, keadilan, dan


Hak Asasi Manusia (HAM).

2) Mengkonfrontasi secara agresif siapa saja yang menentang demokrasi


tersebut.

Atas dasar tersebut, AS akan senantiasa memerangi terorisme, baik yang


bermotif politik, agama maupun ideologi yang mendukung terorisme, dengan
menggunakan seluruh kemampuannya. Enam bulan setelah dikeluarkannya
National Security Strategy (NSS), pemerintah AS kemudian mengeluarkan
National Strategy For Combating Terrorism (NSCT) dalam rangka memerangi

59
Academia Edu. Upaya Upaya Amerika Serikat Dalam Memerangi Terorisme, diunduh dari
https://www.academia.edu/3372813/4.1 _Upaya-Upaya_Amerika_Serikat_Dalam_Memerangi_Terorisme.

36
terorisme. Melalui strategi ini, AS menetapkan langkah-langkah serta upaya-upaya,
untuk menghadapi masalah terorisme. Karena bagi AS masalah terorisme itu secara
serius mengancam dan membahayakan kepentingan AS di dalam dan di luar negeri.
Terorisme jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan AS, yakni
demokrasi yang memberikan tempat yang tinggi bagi kebebasan dan HAM.60

Pada akhirnya, untuk memerangi terorisme internasional, seluruh perangkat


pertahanan AS dikerahkan, termasuk didalamnya melakukan kerjasama bilateral
dengan banyak negara untuk bersama-sama memerangi terorisme. Untuk itu AS
mendeklarasikan Gerakan Koalisi Dunia dalam memerangi terorisme atau Global
War Againts Terrorism Presiden AS. Karena bagi AS masalah terorisme sangat
membahayakan kepentingannya, baik di dalam maupun di luar negeri dan terorisme
jelas sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan AS, yakni
Demokrasi yang memberikan tempat yang tinggi bagi kebebasan dan Hak asasi
manusia. Gerakan tersebut mengerahkan segenap kekuatan nasional maupun
internasional yang dikomandoi oleh AS, melalui berbagai caran diantaranya
diplomasi, intelijen, keuangan, bantuan militer serta bantuan pangan.61

Dr. Sukarwarsini Djelantik, Direktur Parahyangan Center for Internasional


Studies (PACIS) mengemukakan bahwa gerakan koalisi dunia yang dikomandoi AS
telah berhasil dilaksanakan. Di level diplomasi, sudah ditandatangani resolusi Dewan
Keamanan PBB yang mewajibkan 189 anggotanya (termasuk Indonesia) untuk
mengakhiri aksi terorisme di dalam negerinya. Dalamlingkup ASEAN, kerjasama juga
dilakukan melalui ASEAN Regional Forum (ARF), yang meliputi bidang keamanan
transportasi barang atau orang dari ancaman terorisme internasional.
Berdasarkan Progres Report On The Global War On Terrorism pada September
2003 yang dikeluarkan oleh AS, menyatakan: 1) AS berhasil mempengaruhi 170
negara untuk mendukung perang melawan terorisme; 2) AS juga berhasil menang-
kap teroris di dunia.62

60
Ibid
61
Ibid
62
Ibid

37
Selain upaya-upaya yang sifatnya agresif dan jangka pendek, Amerika Serikat
juga menempuh langkah-langkah dan pendekatan proses, seperti upaya untuk
membangun pemikiran-pemikiran yang lebih kritis terhadap pandangan-pandangan
radikal dan mendukung pemikiran-pemikiran para pemimpin agama yang lebih
mengutamakan kemanusiaan dan kedamaian umat manusia. Amerika Serikat
menyatakan bahwa bukan Islam yang dimusuhinya melainkan Gerakan ekstremis
dan radikal yang mengeksploitasi Islam dengan ideologi Islam. Amerika Serikat
dan negara-negara Islam sepakat untuk memerangi berbagai jaringan terorisme.
Oleh karena itu Amerika Serikat menggunakan dua pendekatan: Jangka Panjang
(Long Term Approach) untuk menghilangkan bibit-bibit terorisme, dan Jangka
Pendek (Over Short Term), untuk menghambat bertumbuhnya terorisme.
Pendekatan jangka panjang misalnya dengan berbagai aktivitas untuk mendukung
kaum modernis, kaum tradisionalis yang menentang kaum fundamentalis,
membangun pemikiran kritis untuk menghadapi pemikiran-pemikiran
fundamentalis. Pendekatan Jangka Pendek, misalnya mencegah serangan
kelompok teroris, melumpuhkan gerakan kelompok teroris, menghilangkan peng-
gunaan senjata pemusnah massal.63

Ketika George Bush menghadapi kasus 11 September 2001 dengan


pengumuman perang terhadap terorisme, banyak orang menganggap tindakan ini
tidak bisa menyelesaikan masalah. Agresi militer bukan merupakan cara yang tepat
untuk menghadapi masalah terorisme. Karena kekuatan utama kaum teroris bukan
terletak pada kekuatan senjatanya melainkan pada semangatnya, pada jiwanya,
pada hidupnya sendiri. Maka terorisme tidak bisa diselesaikan dengan cara militer.64
Sangat mungkin bahwa perang terhadap Irak yang sudah dia ciptakan akan
menopang mitos-mitos yang dianut oleh kaum teroris yakni bahwa Amerika Serikat
sangat bepusat-pada diri sendiri dan jahat. Pemerintah AS telah mempublikasikan
tiga dokumen yang menstrukturkan tanggapan AS, yakni National Security Strategy

63
Ibid
64 Robert J. Jackson dan Philip Towle. Temptation of Power. New York: Palgrave MacMillan, 2006, hlm. 123.

38
of the United States, the US National Strategy for Combating Terrorism and the U.S.
National Strategy to Combat Weapons of Mass Destruction.65

b. Penanggulangan Terorisme di Malaysia


Negara tetangga Malaysia yang sudah menghadapi masalah terorisme
dengan Internal Security Act tahun 1960. Selain pendekatan keamanan, ketentuan
Undang-undang yang cukup efektif adalah penahanan tanpa surat perintah
pengadilan selama 60 hari setelah itu. Penahanan kemudian diubah menjadi lebih
singkat pada tahun 2012.66

3. Penanggulangan Ancaman Terorisme di NKRI

Dalam sepuluh tahun terakhir ini Indonesia tidak lepas dari serangkaian peristiwa
kekerasan dan teror mulai dari peledakan bom di Bali dua kali berturut-turut, teror di
Poso, Ambon, aksi bom di Kedutaan Australia, Hotel Ritz-Carlton, JW Marriot dan
lainnya. Belum lagi aksi teror disertai pembunuhan dan perampokan, bahkan
pembunuhan aparat keamanan, polisi terjadi di Sumatera Utara dan Solo, Jawa
Tengah. Indonesia rupanya bukan negara yang aman dari kegiatan terorisme.67

Untuk menciptakan suasana tertib dan aman, maka dengan mengacu pada
konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
terorisme, serta untuk memberi landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam
mengatasi masalah yang mendesak dalam pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
maka ditetapkan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah No.7
Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme Dan Perlindungan Terhadap
Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan. Dengan adanya
peraturan perundang-undang sebagai dasar hukum yang ada, maka pemerintah dan
masyarakat dapat melakukan upaya penanggulangan terjadinya tindak pidana radikal-

65 Ibid
66 Undang-undang Anti Teror Baru Malaysia Picu Kritikan, diunduh dari
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150407132822-106-44772/undang-undang-anti-teror-baru-malaysia-picu-
kritikan, diakses 17 Juni 2020
67 Upaya Penanggulangan Terorisme di Indonesia, diunduh dari :http://www.gresnews.com/berita/isu_terkini/117576-upaya-

penanggulangan-terorisme-di-indonesia/

39
terorisme, diantaranya berkaitan dengan: Tindakan hukuman bagi perilaku radikal-
terorisme; Perlindungan terhadap Korban; Optimalisasi peran Lembaga penegak hukum
bagi perilaku radikal-terorisme; dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum,
Hakim dan Petugas Pemasyarakatan dari perilaku radikal-terorisme, yang akan diuraikan
berikut ini:

3.1. Tindakan hukuman bagi perilaku radikal-terorisme68

a. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman


kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang
secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek vital yang strategis,
lingkungan hidup atau fasilitas public atau internasional, dipidana penjara paling
singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana mati.
b. Setiap orang yang melawan hukum, memasukan, membuat, menyimpan, dan
tindakan sejenisnya di wilayah NKRI berupa: senjata kimia, senjata biologi,
radiologi, mikroorganisme, nuklir, radioaktif atau komponennya dengan
maksud untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme, dipidana paling singkat 4
tahun, paling lama 20 tahun, pidana penjara seumur hidup atau mati.
c. Setiap orang yang dengan sengaja memperdagangkan bahan potensial
sebagai bahan peledak, senjata kimia, senjata biologi dan sejenisnya, dan
terbukti bahan tersebut digunakan dalam Tindak Pidana Terorisme dipidana
penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 15 tahun.
d. Setiap orang yang merencanakan, menggerakan atau mengorganisasikan
Tindak Pidana Terorisme dengan orang yang berada di DN dan LN di wilayah
NKRI, dipidana penjara paling singkat 3 tahun, paling lama 12 tahun.
e. Setiap orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang
untuk menjadi anggota korporasi yang ditetapkan dan/atau diputuskan

68
Undang-Undang RI, Nomor 5 Tahun 2018, op.cit.

40
pengadilan sebagai organisasi terorisme, dipidana penjara paling singkat 2
tahun dan paling lama 7 tahun.
f. Pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengendalikan organisasi
terorisme, dipidana penjara paling singkat 3 tahun, paling lama 12 tahun.
Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau
mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain di DN
atau LN, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan
Tindak Pidana Terorisme, dipidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama
15 tahun. Selain itu, dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak
untuk memiliki paspor dan pas lintas batas paling lama 5 tahun.
g. Setiap orang yang dengan sengaja merekrut, menampung, atau mengirim
orang untuk mengikuti pelatihan pada butir 7), dipidana 4 tahun dan paling
lama 15 tahun. Selain itu, dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan
hak untuk memiliki paspor dan pas lintas batas dalam waktu paling lama 5 tahun.
h. Setiap orang yang dengan sengaja membuat, mengumpulkan, dan/atau
menyebarluaskan tulisan atau dokumen, baik elektronik maupun
nonelektronik untuk digunakan dalam pelatihan pada butur 7), dipidana
paling singkat 3 tahun penjara, paling lama 12 tahun. Selain itu, dapat dikenakan
pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dan pas lintas
batas dalam jangka waktu paling lama 5 tahun.
i. Setiap orang yang memiliki hubungan dengan Organisasi Terorisme dan
sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan
dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk
melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang berimplikasi pada
Tindak Pidana Terorisme, dipidana penjara paling lama 5 tahun.

3.2. Perlindungan terhadap Korban tindakan radikal-terorisme69


Korban akibat tindakan radikal terorisme menjadi tanggung jawab negara, baik
korban langsung maupun korban tidak langsung, yang ditetapkan oleh penyidik
berdasarkan hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme.

69
Ibid

41
Bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi korban berupa: bantuan medis;
rehabilitasi psikososial dan psikologis; santunan bagi keluarga dalam hal korban
meninggal dunia; dan kompensasi.

3.3. Peran Lembaga Penegak Hukum menghadapi radikal-terorisme70

Pemerintah wajib melakukan pencegahan Tindak Pidana Terorisme. Dalam upaya


pencegahan ini, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang
dilandasi dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. Ada
3 (tiga) lembaga pemerintah yang memiliki peran utama dalam upaya penanggulangan
ancaman terorisme di wilayan NKRI, yaitu: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT); Tentara Nasional Indonesia (TNI); dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

a. BNPT berperan menjadi pusat analisis dan pengendalian krisis yang berfungsi
sebagai fasilitas Presiden untuk menetapkan kebijakan dan langkah
penanganan krisis, termasuk pengerahan sumber daya dalam menangani
terorisme. BNPT bertugas: merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksa-
nakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di
bidang kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. BNPT
juga bertugas mengoordinasikan antarpenegak hukum dalam penanggulangan
terorisme hingga mengoordinasikan program pemulihan korban. Selain itu,
BNPT juga merumuskan, mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan,
strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang kerjasama
internasional.
b. TNI, berperan dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi
militer selain perang. Dalam mengatasi aksi terorisme dilaksanakan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi TNI.
c. DPR RI berperan dalam pengawasan penanggulangan terorisme. Untuk itu
DPR RI membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme. Ketentuan
mengenai pembentukan tim pengawas ini diatur dengan Peraturan DPR.

70
Ibid

42
3.4. Peran dan Perlindungan bagi Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas
Pemasyarakatan

a. Peran dalam penanggulangan ancaman radikal-terorisme

Optimalisasi upaya penanggulangan ancaman radikal-terorisme di wilayah NKRI,


selain diperlukan peran aktif kinerja dari ketiga lembaga utama BNPT, TNI dan
DPR RI, juga diperlukan peran aktif kinerja dari para Penyidik, Penuntut Umum,
Hakim dan Petugas Pemasyarakatan, yang akan dibahas berikut ini :

1) Peran Penyidik, antara lain:71

a) Untuk kepentingan penyelidikan, Penyidik berwenang melakukan


penahanan terhadap tersangka terorisme dalam jangka waktu 120 (seratus
duapuluh) hari. Jangka waktu tersebut dapat diajukan perpanjangan oleh
Penyidik kepada Penuntut Umum untuk jangka waktu 60 (enampuluh) hari.
Jika jangka penahanan setelah perpanjangan tidak mencukupi, permohonan
perpanjangan dapat diajukan oleh Penyidik kepada Ketua Pengadilan Negeri
untuk jangka waktu paling lama 20 (duapuluh) hari.

b) Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga


melakukan Tindak Pidana Terorisme, berdasarkan bukti permulaan yang
cukup untuk jangka waktu paling lama 14 hari. Jika jangka waktu
penangkapan tidak cukup, Penyidik dapat mengajukan permohonan
perpanjangan penangkapan untuk jangka waktu paling lama 7 hari kepada
Ketua Pengadilan Negeri. Pelaksanaan penangkapan harus dilakukan
dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusi.

c) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, Penyidik berwenang:


(1) Membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos atau
jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan perkara
Tindak Pidana Terorisme yang sedang diperiksa
(2) Menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang
diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melaksa-
nakan Tindak Pidana Terorisme, serta untuk mengetahui keberadaan
seseorang atau jaringan terorisme. Penyadapan dilakukan setelah men-
dapat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Penyidik yang menyetujui dilakukannya
penya-dapan berdasarkan permohonan secara tertulis Penyidik atau
atasan Penyidik. Penyadapan dilakukan untuk jangka waktu paling lama
1 tahun dan dapat diperpanjang untuk jang waktu paling lama 1 tahun.

71
Ibid.

43
Hasil penyadapat bersifat rahasia dan hanyua digunakan untuk
kepentingan penyidikan Tindak Pidang Terorisme. Dalam keadaan
mendesak Penyidik dapat melakukan penyadapan terlebih dahulu
terhadap orang yang diduga kuat mempersiapkan, merencanakan,
dan/atau melaksanakan Tindak Pidana Terorisme.

2) Peran Penuntut Umum, antara lain: 72

a) Penuntut Umum melakukan penelitian berkas perkara Tindak Pidana


Terorisme dalam jangka waktu paling lama 21 (duapuluhsatu) hari terhitung
sejak berkas perkara dari Penyidik diterima.

b) Untuk kepentingan umum penuntutan, Penuntut Umum berwenang melakukan


penahanan terhadap terdakwa dalam waktu paling lama 60 hari. Jika waktunya
tidak mencukupi, dapat diajukan permohonan perpanjangan oleh Penuntut
Umum kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 30 hari.
Penahanan harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi
manusia.

3) Peran Hakim / Ketua Pengadilan Negeri, antara lain:73

a) Pada asasnya hakim (dan Pengadilan secara kelembagaan) adalah penentu


keadilan (bersalah atau tidaknya terdakwa dan dipidana ataukah dilepaskan dari
segala tuntutan hukum). Di dalam proses peradilan tindak pidana terorisme perlu
diberikan ruang pengawasan dan control penegakan hukum (penyidik dan
penuntut umum) agar dapat dipertanggung jawabkan secara adil berdasarkan
hukum.

b) Eksistensi Hakim dalam masyarakat setaraf dengan keberadaan hukum itu


sendiri, karena secara sosisiologis keberadaan Hakim adalah manifestasi dari
hukum itu sendiri.

c) Hakim berwenang dalam memeriksa laporan intelijen sebagai suatu bukti


permulaan. Selanjutnya berdasarkan bukti permulaan yang cukup ini, Penyidik
dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga kerja
melakukan Tindak Pidana Terorisme.

d) Selain menjalankan fungsi control dalam penilaian bukti permulaan, Hakim yang
menjabat Ketua Pengadilan Negeri juga memiliki kewenangan memerintahkan
suatu tindakan penyadapan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

72 Ibid
73 Budi Suhariyanto. Kedudukan Hakim Dalam Pembaharuan Sistem Pemidanaan Terorisme Untuk Mewujudkan Akuntabilitas
Hukum. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 2016

44
4) Peran Petugas Pemasyarakatan, antara lain:74

a) Petugas Pemasyarakatan melaksanakan proses “rehabilitasi” narapidana


terorisme seperti melakukan konseling individu dan pelaksanaan kelas
kelompok. Kemudian Petugas Pemasyarakatan mencatat hasil perkembangan
pelaksanaan rehabilitasi ke dalam kartu pembinaan narapidana terkait.
b) Petugas Pemasyarakatan melaksanakan “reedukasi” narapidana terorisme,
selanjutnya mencatat hasil perkembangan pelaksanaan reedukasi dalam kartu
pembinaan narapidana terkait.
c) Petugas Pemasyarakatan melaksanakan “reintegrasi sosial” narapidana
terorisme, kemudian mencatat hasil perkembangan pelaksanaan reintegrasi
sosial dalam kartu pembinaan narapidana terkait.

b. Perlindungan dalam penanggulangan ancaman radikal-terorisme75

Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan beserta


keluarga-nya dalam perkara Tindak Pidana Terorisme wajib diberi Perlindungan
oleh Negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa,
dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses
pemeriksaan perkara.
Perlindungan kepada keluarga Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan
Petugas Pemasyarakatan diberikan kepada : istri/suami; anak; orang-orang
yang tinggal serumah; dan/atau anggota keluarga lainnya.
Perlindungan diberikan pada saat dimulainya penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksaan pidana, baik secara
langsung atau berdasarkan permintaan. Perlindungan dilakukan oleh aparat
penegak hukum dan aparat keamanan.

74 Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, op.cit.


75
Ibid

45
Bagian V

GERAKAN AKSI BELA NEGARA


DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI TERORISME

Gerakan aksi nyata bela negara penting untuk dilakukan guna, memotivasi
seluruh warga negara bersama-sama pemerintah mengambil bagian dalam mencegah
dan menanggulangi terorisme. Partisipasi warga negara sangat diperlukan dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme sebagai wujud nyata dari bela negara. Wujud
nyata Gerakan Aksi nyata Bela Negara dapat di implementasikan dalam berbagai bentuk
seperti pada contoh-contoh berikut ini:

1. Gerakan melapor ke Aparat Negara terkait Radikal-Terorisme

Gerakan ini mendorong warga negara atau masyarakat, baik secara individu
maupuan berkelompok, untuk melapor dengan cepat jika ditemukan penanaman ideologi
radikal-terorisme, separatism, dan radikal komunisme ke aparatur Negara, misalnya
Polisi, BNPT dan TNI. Misalya Polisi telah bekerja sama dengan Adjie Pratama
mengembang aplikasi pemula yang bernama “Aplikasi Stop Terorisme” untuk
memudahkan masyarakat melaporkan hal-hal yang mencurigakan terkait dengan
terorisme di lingkungan mereka. Perlu ada upaya untuk mengaktifkan aparat-aparat
lingkungan RT atau RW untuk lebih mengenal warganya dan mengidentifikasi tanda-
tanda yang menunjukkan gejala adanya kegiatan yang bersifat eksklusif radikal dan
terorisme. Peraturan wajib lapor bagi pendatang baru di lingkungan, hendaknya
ditegaskan kembali agar masyarakat lingkungan lebih saling berkomunikasi dan saling
mengenal, melaporkan diri saat berpindah ke pemukiman baru perlu dipertegas lagi, agar
setiap orang teridentifikasi tidak hanya pribadinya tetapi juga status dan aktivitasnya.

Masyarakat perlu juga diberi kiat-kiat untuk bisa ikut mengamati situasi di
lingkungannya yang mungkin saja dicurigai terpapar radikalisme terorisme. Perlu ada
kepedulian di pihak warga untuk melaporkan kepada yang berwajib, bila ada tetangganya
yang memperlihatkan tanda dan gejala-gejala yang mencurigakan sebagai telah terpapar
radikalisme. Sering terjadi bahwa masyarakat tidak saling peduli dan baru kemudian

46
mengetahui setelah ada akibat yang ditimbulkan, misalnya ketika ada bom yang secara
tidak sengaja meledak di pemukimannya.

2. Gerakan Penguatan Ideologi Pancasila

Gerakan ini mendorong atau menggerakan warga negara atau masyarakat untuk
memperkuat ideology Pancasila melalui aksi-aksi nyata yang ditampilkan dalam berbagai
bentuk multimedia, melalui berbagai saluran media, melalui contoh-contoh dalam
kehidupan sehari-hari yang mencerminkan pengamalan dari nilai-nilai Pancasila, secara
berkesinambungan, seperti antara lain:
a. Mengkonstruksi atau memperkuat opini WNI bahwa Sila Pertama Pancasila
yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, menggambarkan kemerdekaan
beragama bagi bangsa Indonesia. Sila ini membuat setiap WNI memiliki
kebebasan, dalam menganut dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing. Di negara Indonesia sendiri mempunyai
6 agama yang dianut, yaitu : Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budda, Konghucu.
Persatuan dan kesatuan bangsa akan dapat terjaga kalau diantara pemeluk
agama saling menghargai dan bersikap toleransi, misalnya saling menyapa,
menghargai ibadah orang lain, memberi apresiasi ketika merayakan hari
keagamaan, saling gotong royong antar umat beragama dan sejenisnya.

b. Mengkonstruksi atau memperkuat opini WNI bahwa Sila Kedua Pancasila


yang berbunyi Kemanusiaan Yang Adil dan Berada, mencerminkan adanya
kesamaan derajat diantara setiap WNI, membuat warga negara Indonesia lebih
bijak dan adil tidak membeda-bedakan karena semua warga Indonesia
sederajat, tidak boleh bertindak semena-mena pada orang lain. Sikap semena-
mena hendaknya dihindari karena bertentangan dengan nilai-nilai agama atau
nilai nilai Ketuhanan. Contohnya: mengatakan kafir, tidak mau bergaul, tidak
peduli kepada teman/keluarga yang tidak seiman dengannya dan sejenisnya.

c. Mengkonstruksi atau memperkuat opini WNI bahwa Sila Ketiga Pancasila


yang berbunyi Persatuan Indonesia, menyadarkan semua warga bahwa
Indonesia itu merupakan Negara yang memiliki beragam suku, ras, agama,
adat, budaya dan lain sebagainya. Dengan semua perbedaan itu diharapkan
47
setiap WNI senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan. Misalnya saling
tolong menolong, menghormati perbedaan pandangan, bersatu menghadapi
bahaya yang mengancam seperti bersama-sama mengatasi wabah penyakit
menular, bergotong royong dalam mengatasi musibah, bersama-sama
menjaga keamanan lingkungan, tidak bersikap egoistis pada masing-masing
pribadi yang berpotensi menimbulkan perpecahan di dalamnya.

d. Mengkonstruksi atau memperkuat opini WNI bahwa Sila Keempat Pancasila


yang berbunyi Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan, menjelaskan bahwa rakyat memiliki kekuasaan
tertinggi di negara Indonesia, dimana seluruh warga selalu mengutamakan
musyawarah dalam mufakat, dalam mengambil setiap keputusan. Musyawarah
dalam mufakat ini harus meliputi semangat kekeluargaan, dan akal sehat yang
sesuai dengan hati nurani. Contoh penerapannya: selalu melakukan
musyawarah setiap menyelenggarakan kegiatan bersama, agar kegiatan yang
dilaksanakan mencapai hasil yang maksimal karena setiap individu diberi
kesempatan untuk mengemukakan gagasannya. Cara ini juga mencegah
egoisme serta sikap diskriminatif dalam penyelesaian suatu konflik.
e. Mengkonstruksi atau memperkuat opini WNI bahwa Sila Kelima yang
berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menjelaskan tentang
keadilan sosial itu milik seluruh rakyat Indonesia. Tidak boleh ada diskriminasi
di Negara Indonesia. Keadilan sosial juga berkaitan dengan keseimbangan
antara hak dan kewajiban, di kehidupan masyarakat Indonesia. Jika hak dan
kewajiban sudah terwujud, maka keadilan lebih mudah diwujudkan. Contoh:
kewajiban moral menyantuni fakir miskin dan anak yatim piatu, karena didalam
harta kita ada hak mereka; membayar pajak sebagai kewajiban, demikian juga
pembayar pajak berhak menuntut kepada negara untuk mengadakan fasilitas
umum atau kegiatan pembangunan. Apabila masing masing pihak warga
negara dan negara memenuhi hak dan kewajiban maka akan tercipta keadilan
sosial bagi seluruh warga negara Indonesia.

48
3. Gerakan Penguatan Nilai Dasar Bela Negara

a. Memperkuat sikap dan perilaku peduli atau cinta lingkungan, dengan


menggerakan WNI di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup
pekerjaan untuk bersama-sama bergotong royong membersihkan lingkungan
masing-masing. Melalui keteladanan, dan pembiasaan untuk selalu
memperhatikan kebersihan dan kesehatan diri, keluarga dan masyarakat di
sekitarnya. Selain itu itu juga membangun sikap dan perilaku yang menjaga
kelestarian kekayaan sumber daya alam milik bangsa di wilayah NKRI. Sikap
dan perilaku ini merupakan perwujudan dari Nilai Cinta Tanah Air (Nilai Dasar
Bela Negara ke 1)

b. Memperkuat sikap dan perilaku Toleransi. Gerakan radikal-terorisme memiliki


sikap dan karakter intoleransi. Oleh sebab itu perlu dibangun terus-menerus
sikap toleransi diantara sesama anak bangsa yang beragam karena perbedaan
agama, suku, budaya, adat istiadat. Nilai toleransi merupakan wujud dari Nilai
Sadar Berbangsa Dan Bernegara (Nilai Dasar Bela Negara ke 2) . Sikap dan
perilaku nyata yang mencerminkan toleran yang perlu ditanamkan antara lain
menggerakan warga untuk menghormati agama orang lain yang berbeda
termasuk dalam ibadah. Contoh jika hari raya Nyepi di Bali, maka seluruh
masyarakatnya ikut menghormati dengan berdiam diri di rumah masing-masing
tanpa membedakan agamanya. Begitu pula jika hari Raya Idul Fitri, ummat Islam
tidak diganggu kegiatan ibadah sholat Iednya yang memang akan lebih ramai
dari sholat biasa.

c. Membangun sikap dan perilaku Cinta Damai. Sikap dan perilaku paham
Radikal-Terorisme menunjukan tidak cinta damai karena memaksakan
kehendak dan menimbulkan konflik dalam masyarakat. Oleh sebab itu perlu
menanamkan nilai cintai damai. Nilai Cinta Damai berarti tidak saling
bermusuhan, tidak saling memfitnah, tidak saling menghujat, dan berupaya
merajut persahabatan dengan semua pihak. Dalam menciptakan kondisi damai
adalah dengan cara membuang rasa benci yang berujung permusuhan kepada
siapapun. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai

49
suku/etnik, budaya, agama, sehingga ada potensi rawan konflik, sehingga harus
dikelola dengan cara-cara damai dan kekeluargaan. Misal memviralkan video
ceramah para tokoh agama yang menggaungkan nilai cinta damai, menggaung-
kan kesantunan sesuai ajaran agama dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.
Aksi nyata ini merupakan perwujudan dari Nilai Setia Pada Pancasila (Nilai
Dasar Bela Negara ke 3).

d. Membangun sikap dan perilaku rela berkorban, bersikap simpati dan empati
sesama warga negara, misalnya membantu korban kecelakaan dan bencana
alam, menolong teman, tetangga yang sedang terkena musibah banjir,
kebakaran atau gempa bumi. Kegiatan yang menggerakan masyarakat
mengumpulkan dana untuk membantu warga lain yang terkena musibah. Bila
dikaitkan dengan nilai dasar bela negara, membantu korban bencana alam,
menolong teman menggambarkan sikap dan perilaku rela berkorban, karena
terkandung sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan dalam
memberikan kepada orang lain. Sikap dan perilaku ini mencerminkan
perwujudan Nilai Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara (Nilai Dasar Bela
Negara ke 4)

e. Membangun sikap dan perilaku sportif. Sportif adalah sikap ksatria dalam
menghadapi persaingan atau perjuangan mencapai tujuan, dan siap menerima
apapun hasilnya, walaupun kadangkala tidak sesuai dengan harapan. Radikal-
terorisme merupakan cerminan dari sikap dan perilaku yang tidak sportif,
menggunakan segala cara untuk meraih tujuannya, dengan meneror, menakut-
nakuti dan kerap kali membahayakan warga sipil yang tidak ada kaitan dengan
perjuangannya, yang kebetulan berada di sekitar lokasi tindakannya, untuk
meraih tujuannya. Penanaman sikap dan perilaku sportif merupakan cerminan
dan Nilai Kemampuan Awal Bela Negara (Nilai Dasar Bela Negara ke 5)

4. Gerakan Penguatan Kewaspadaan Nasional Terhadap Radikal-


Terorisme
Gerakan ini berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk waspada
terhadap ideology radikal-terorisme, separatism dan komunisme. Rakyat juga harus

50
berperan dalam mencegah dan melemahkan terorisme dengan ikut serta dalam kegiatan-
kegiatan yang menjaga dan mengamankan lingkungan dan keluarganya dari paparan
dan pengaruh-pengaruh radikalisme terorisme yang menyesatkan. Gerakan yang
menyadarkan masyarakat bahwa Pancasila dan NKRI final dan mengikat. Gerakan yang
menyadarkan masyarakat untuk tidak mendukung kelompok radikal-terorisme,
separatism dan komunisme.

Beberapa contoh gerakan yang meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap


paparan ideology radikal-terorisme diantaranya dengan : Menggerakan kegiatan-
kegiatan yang memupuk rasa nasionalisme, cinta tanah air Indonesia. Misalnya,
menampilkan secara menarik berbagai hasil karya budaya yang eksotik dan memberi
inspirasi bagi pengembangan kekhasan-kekhasan beragam budaya bangsa Indonesia
yang mem-banggakan. Berbagai motif tenun, ornamen dari berbagai budaya yang unik
dan menarik, karya musik, lagu, seni budaya, tarian, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan
ini juga dapat dijadikan tempat perjumpaan warga yang beraneka ragam. Contoh lain
Menggerakan berbagai event olah raga yang sering menjadi event yang memupuk rasa
nasionalis. Gejala yang terlihat jelas adalah ketika tim nasional berhadapan dengan tim
negara lain. Atau juga pada event yang sangat memupuk rasa nasionalisme dan
kebanggaan sebagai orang Indonesia yakni Asian Games yang lalu. Ketika menonton
tim U 23 PSSI melawan Vietnam, semua orang Indonesia larut dalam persatuan. Maka
event-event olah raga, musik, pentas seni, budaya dan sebagainya bisa menjadi tempat-
tempat perjumpaan dalam membangun rasa persatuan dan nasionalisme.

Kerja sama para pemimpin agama untuk menanggulangi bibit-bibit terorisme.


Tidak bisa disangkal bahwa banyak kegiatan terorisme berkaitan atau dikait-kaitkan
dengan agama. Dalam sejarah terorisme pun tidak tampak bahwa agama-agama sering
menjadi tempat bertumbuhnya kegiatan semacam itu. Ada dua wajah agama yang sering
bertentangan.76 Yang pertama agama menjadi tempat orang mencari kedamaian,
ketenangan hidup, harapan yang kokoh, di saat-saat orang berhadapan dengan tekanan,
penindasan, masalah, ancaman, ketidak adilan, dan terorisme. Tetapi agama juga sering
dikaitkan dengan fenomena kekerasan. Di satu pihak agama mengajarkan pemeluknya

76
Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002, hlm. 62-63.

51
untuk menghargai sesama manusia, bersifat welas asih dan mencintai perdamaian. Di
pihak lain kita menyaksikan dan sejarah mencatat agama memiliki andil dalam
menghembuskan kebencian, menimbulkan kecurigaan, dan menimbulkan konflik.
Keyakinan dan ajaran tentang kekerasan ini yang kemudian dipraktikkan dalam
kehidupan dan menjadi konkrit. Praktik kekerasan ini yang sering menarik bagi para
pendompleng untuk memanfaatkan agama sebagai alat dalam memperjuangkan
kepentingannya. Hanya para pemuka agama yang mampu melihat persoalan ini secara
jernih dan memberikan pencerahan dengan pandangan-pandangan keagamaan yang
menyejukkan. Pendampingan dan kerja sama dengan para pemuka agama ini penting
untuk memberikan pencerahan dan menampilkan wajah agama yang menyejukkan dan
menenangkan sikap dan pandangan yang berpotensi menyulut kebencian dan rasa
benci. Pandangan bahwa apa yang diajarkan agama selalu benar berimplikasi pada
pembenaran sikap apa pun, termasuk sikap yang mengandalkan kekerasan. Apa lagi
tindakan-tindakan kekerasan sering mencari legitimasi dari autoritas agama. Apa lagi
kalau agama dijadikan ideologi, argumentasi-argumentasi rasional sering tidak
dipedulikan karena yang penting pada ideologi adalah bukan argumentasi yang logis
rasional melainkan relevansi dan daya tarik. Dan kalau segala sesuatu menyangkut
agama selalu benar maka ideologi yang membawa bendera agama akan muddah
mendapat sambutan.77

5. Gerakan Cyber Bela Negara

Gerakan ini memanfaatkan Cyber untuk Pencegahan dan Penanggulangan


Terorisme. Suatu strategi untuk mendorong perilaku positif dan produktif masyarakat
dalam kegiatan mereka di dunia cyber, yang tentunya harus sesuai dengan tujuan
bangsa, salah satunya adalah mencegah dan menanggulangi terorisme dengan cara
meng-counter berita yang dapat menyesatkan masyarakat yang terkait dengan konten
radikalisme. Selain itu, gerakan ini juga mengedukasi masyarakat lewat cyber agar
masyarakat tidak terpapar radikal-terorisme, menyadarkan masyarakat betapa
bahayanya tindakan radikal-terorisme terhadap keselamatan bangsa Indonesia dan
keutuhan NKRI. Penyebaran informasi sesat radikal-terorisme melalui sarana digital

77
Benyamin Molan, “Pluralitas Agama dan Konflik Beragama”. Respons 03. (2004), hlm.103.

52
berlangsung sangat cepat dan masif, sehingga dengan kecepatan yang sama informasi
sesat perlu dibendung dengan informasi cinta tanah air, persatuan bangsa dan NKRI.

6. Gerakan Bela Negara Membangun Toleransi


Intoleransi merupakan bibit subur tumbuhnya terorisme, oleh sebab itu perlu terus
didorong pemanfaatan ruang publik bagi lintas Agama. Ada beberapa contoh
diantaranya:

a. Pertemuan pemuda lintas agama yang berasal dari 15 provinsi, boleh dikatakan
mereka sebagai aktor, pegiat, sekaligus pelaku kerukunan, yang memiliki
kewajiban sebagai tokoh-tokoh pemuda di agama masing-masing untuk
menguatkan pemahaman keagamaan yang moderat. Rukun adalah produk,
bukan proses. Bisa dikatakan dalam bahasa birokrasi, rukun adalah outcome
atau hasil dari sebuah proses yang panjang. Ada serangkaian proses mulai dari
hulu sampai hilir, dan hilirnya adalah kerukunan. Kegiatan ini sebagai bentuk
aplikasi dari program pembangunan SDM umat beragama yang moderat.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Agama M Nur Kholis Setiawan
menegaskan, indikator moderat dapat dilihat dari adanya keterbukaan,
mengedepankan nalar dan akal sehat, menyadari keterbatasan diri, tidak
pernah mengklaim diri paling benar, suci, dan unggul di antara yang lain,
karenanya, beragama yang moderat adalah menyadari keterbatasan dirinya.78

b. Buka puasa bersama. Pelita Perdamaian merupakan ormas keagamaan yang


mendukung buka puasa bersama pemuda lintas agama. Hal ini penting untuk
menjalin sikap saling memahami. Dimulai dari kegiatan yang kecil dan
diharapkan bisa menjadi lebih besar, berujung pada sikap dan perilaku yang
saling menghormati antar agama, sehingga perseteruan agama itu bisa
dihindari. Menurut Haryono, Wakil Ketua Pelita Perdamaian, kegiatan lainnya
adalah ada anggota gereja yang tinggal di pesantren selama beberapa hari, ikut
kegiatan belajar mengajar dan ngaji kitab kuning juga. Sebaliknya dari pihak

78
Satu Harapan. Pemuda Lintas Agama adalah Aktor dan Pegiat Kerukunan , diunduh dari http://www.satuharapan.com/read-
detail/read/pemuda-lintas-agama-adalah-aktor-dan-pegiat-kerukunan, diakses Selasa, 17 Desember 2019.

53
Kristen memperkenalkan bagaimana ibadat umat Kristen di gereja. Kegiatan
lintas agama ini dihadiri umat Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, JAI atau Jemaat
Ahmadiyah. Dampak dari kegiatan ini diharapkan juga dapat menghapus atau
menghilangkan stereotipe yang muncul karena tidak saling memahami.79

7. Gerakan Bela Negara Mengutuk Tindakan Terorisme

Gerakan ini sebagai pernyataan sikap yang merupakan respon atas peristiwa
tindak terorisme. Bentuknya bermacam macam mulai dari: deklarasi, orasi, tanda tangan
pada spanduk, pernyataan dan lain-lainnya. Sebagai contoh, ketika serangan teror bom
di Surabaya terjadi, pada hari Minggu, 13 Mei 2018, Rektor Universitas Surabaya
membuat pernyataan sebagai berikut: 80

a. Mengutuk keras tindakan teror yang merupakan kejahatan kemanusiaan, dan


sama sekali tidak dapat ditoleransi dengan dalih apapun. Tindakan ini
merupakan musuh kita bersama, baik sebagai warga bangsa maupun sebagai
sesama bagian dari umat manusia.

b. Kami mengajak seluruh tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh agama dan lain-
lainnya untuk tidak memperuncing perbedaan demi keuntungan politik sesaat,
dan menghindari membuat pernyataan provokatif yang bisa memberi angin
kepada kelompok radikal dan aksi terorisme.

c. Mendukung sepenuhnya aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus teror


ini hingga ke akar-akarnya. Kami juga mendesak agar revisi UU Anti-Terorisme
segera dituntaskan secepat mungkin demi mencegah tindakan teror serupa
terjadi di kemudian hari.

d. Menyerukan lembaga pendidikan di semua tingkatan untuk semakin serius


memikirkan, merumuskan dan menjalankan kurikulum pendidikan yang
mengedepankan toleransi, penghargaan terhadap keberagaman, serta yang

79 BBC.com. Buka puasa di gereja, kelompok pemuda lintas agama Cirebon jaga toleransi , diunduh dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40337125, diakses 17 Desember 2019
80 Ubaya.ac.id Pernyataan Sikap Universitas Surabaya Terkait Teror Bom Surabaya , diunduh dari

https://www.ubaya.ac.id/2014/content/interview_detail/128/PERNYATAAN-SIKAP-UNIVERSITAS-SURABAYA-TERKAIT-TEROR-
BOM-SURABAYA.html, diakses,Selasa, 17 Desember 2019.

54
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip hidup bersama.
Bahwasanya, ideologi teror harus dilawan sejak di dalam pikiran. Karena itu,
perjuangan melawan terorisme harus dilakukan sejak sangat dini melalui proses
pendidikan yang tidak hanya mengedepankan hard skill (kompetensi keilmuan),
tetapi juga yang mementingkan soft skill (kemampuan berkontribusi kepada
sesama dan hidup bersama dalam masyarakat yang bersifat multikultural).

e. Terkait hal ini, kami menggarisbawahi pentingnya mendesain mata pelajaran


atau mata kuliah (termasuk metode pembelajarannya) yang terkait Pancasila,
Kewarganegaraan dan Agama yang mampu meningkatkan keimanan individual
peserta didik, sekaligus kemampuan peserta didik untuk hidup bersama dalam
masyarakat yang diwarnai keberagaman. Di sinilah letak peran strategis
lembaga pendidikan di segala tingkatan, dalam perjuangan memerangi ideologi
terorisme yang mengancam keberlangsungan kehidupan bangsa Indonesia.

8. Gerakan Bela Negara Membangun Arena Perjumpaan.

Kader bela Negara dapat melakukan gerakan membangun arena perjumpaan


lintas agama, dengan berbagai kegiatan, misalnya diskusi, kerja bakti bersama
membersihkan rumah ibadah, olah raga bersama, ngopi bareng, serta event
kebersamaan lainnya, guna mencegah munculnya strereotipe bernuansa SARA dan
sikap intoleransi yang berpotensi memunculkan bibit radikal-terosrisme. Contoh :
Organisasi kemasyarakatan PANDAI yang bergerak di bidang perdamaian melakukan
kerja bakti membersihkan rumah ibadah sebanyak dua rumah ibadah lintas iman, yaitu :
Masjid Cut Nyak Dien, Jakarta Pusat dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kayu Putih,
Jakarta Timur. Niat baik membersihkan tempat ibadah disambut baik oleh pengelola
masing masing rumah ibadah, bahkan mereka menyediakan hidangan buka puasa
berupa kurma dan beberapa hidangan lainnya. Peserta relawan sebanyak 60 orang.
Untuk mengumpulkan relawan mereka menggunakan Komunitas Indorelawan.81

81KoranJakarta. Bangun Toleransi Melalui Bersih Bersih Tempat Ibadah ,diunduh dari http://www.koran-jakarta.com/bangun-
toleransi-melalui-bersih-bersih-tempat-ibadah, diakses 18 Desember 2019.

55
9. Gerakan Bela Negara Mengaktifkan Forum Berbasis Masyarakat

Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), yang merupakan organisasi


mandatori membantu pencegahan dini, baik itu mengenai bahaya narkoba, konflik sosial,
tawuran pelajar, termasuk antisipasi radikalisme. Forum ini diharapkan mampu menjalin
sinergitas dengan tiga pilar di kewilayahan yaitu Babinkamtibmas perwakilan dari
Kepolisian, Babinsa perwakilan dari TNI, dan Kelurahan yang merupakan bagian dari
pemerintah daerah. Sehingga terbangun sinergi dan menciptakan kondisi yang kondusif
yang berdaya tangkal terhadap ancaman radikal-terorisme. Tujuannya adalah untuk
meminimalisir permasalahan. Misalnya jika ada gerak-gerik mencurigakan masyarakat
bisa langsung berkoordinasi dengan Babinsa perwakilan dari TNI, Kelurahan perwakilan
dari Pemerintah daerah, dan Babinkamtibmas perwakilan dari kepolisian, termasuk lapor
kepada RT/RW setempat. Disamping itu orang yang baru masuk ke wilayah Depok 1 X
24 jam harus melapor, dengan membawa surat keterangan atau KTP82.

82 Sindo News.com. Cegah Radikalisme Depok Bentuk Forum Kewaspadaan Dini, diunduh dari
https://metro.sindonews.com/read/1454016/170/cegah-radikalisme-depok-bentuk-forum-kewaspadaan-dini-masyarakat-
1572449208. Akses Desember 2019

56
B. KELOMPOK PESERTA PKBN

Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-kan
dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara
guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai dasar Bela Negara.
Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat (2), PKBN diselenggarakan
di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan

1. LINGKUP PENDIDIKAN

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup pendidikan dilaksanakan melalui


sistem pendidikan nasional atau mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional , Bab VI, Pasal 13 sampai dengan Pasal 32, yang dikategorikan
sebagai berikut :

Tabel 1: Kelompok Lingkup Pendidikan

Pendidikan Pendidikan Pendidikan


INFORMAL FORMAL NONFORMAL
Pendidikan Keluarga 1. Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pendidikan Anak a. Taman Kanak-kanak (TK) a. Kelompok Bermain (KB)
Usia Dini b. Raudatul Athfal (RA) b. Taman Penitipan Anak
2. Homeschooling 2. Pendidikan Dasar c. Taman Pendidikan Alquran
a. Sekolah Dasar 2. Pendidikan Kecakapan Hidup
3. Pendidikan Kepemudaan
b. Sekolah Menengah Pertama
4. Pendidikan Pemberdayaan
3. Pendidikan Menengah Perempuan,
a. Sekolah Menengah Umum 5. Pendidikan Keaksaraan, PBA
b. Sekolah Menengah Kejuruan (Pemberantasan Buta Huruf)
c. Sekolah Menengah Keagamaan 6. Pendidikan Keterampilan dan
d. Sekolah Menengah Luar Biasa Pelatihan Kerja
4. Pendidikan Tinggi 7. Pendidikan kesetaraan
a. Pendidikan Tinggi Umum a. Paket A untuk SD
b. Pendidikan Tinggi Kedinasan b. Paket B untuk SMP
c. Paket C untuk SMU
8. Pendidikan Layanan Khusus
a. Peserta di daerah terpencil
b. Peserta yang memiliki
keterbatasan fisik dsj.nya

57
2. LINGKUP MASYARAKAT

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup masyarakat, berdasarkan UU No. 23


Tahun 2019, Pasal 9, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga Negara yang
meliputi:
a. Tokoh Agama;
b. Tokoh Masyarakat;
c. Tokoh Adat;
d. Kader Organisasi Masyarakat;
e. Kader Organisasi Komunitas;
f. Kader Organisasi Profesi;
g. Kader Partai Politik; dan
h. Kelompok masyarakat lainnya.

3. LINGKUP PEKERJAAN

Pembinaan kesadaran bela negara lingkup pekerjaan, berdasarkan UU No. 23 Tahun


2019, Pasal 10, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga Negara yang bekerja pada:
a. Lembaga Negara;
b. Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan Pemerintah Daerah
c. Tentara Nasional Indonesia;
d. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
e. Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah;
f. Badan Usaha Swasta; dan
g. Badan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

58
C. STANDAR KOMPETENSI

1. Pengertian
Standar Kompetensi pembinaan kesadaran bela negara, mencakup deskripsi kompetensi
pengetahuan (ranah kognitif), kompetensi sikap (ranah afektif), dan kompetensi keterampilan
(ranah psikomotorik), dari setiap topik Modul PKBN yang harus dikuasai oleh peserta PKBN.
Standar kompetensi dirumuskan berdasarkan karakteristik peserta di setiap lingkup (pendidikan,
masyarakat, dan pekerjaan).

1.1. Kompetensi Pengetahuan


Kompetensi pengetahuan merupakan kemampuan aktivitas otak atau kognitif untuk
mengembangkan kemampuan rasional, kemampuan intelektual dalam berpikir, mengidentifikasi,
menghafal, mengetahui dan memecahkan masalah. Kemampuan yang berkaitan dengan
kecerdasan otak untuk memahami konsep-konsep, teori dsb.nya.
Penentuan standar kompetensi pengetahuan (ranah kognitif - C) mendasarkan pada tabel
taksonomi Bloom83 dengan urutan dimensi proses kognitif sebagai berikut :
Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA

C1 Ingatan Kemampuan mengingat apa yang telah mengidentifikasi, menghafal, mengenal,


(Remember) dipelajari mengulang
C2 Pengertian Kemampuan memahami materi/ menjelaskan, mengilustrasikan,
(Understand) ilmu pengetahuan melaporkan, mendeskripsikan
C3 Aplikasi Kemampuan menggunakan ilmu yang mengimplementasikan, mene- rapkan,
(Apply) dipelajari dalam situasi lain mendemonstrasikan
C4 Analisis Kemampuan memilah-milah infor-masi menghubungkan,menyimpulkan,
(Analyze) dalam bagian-bagian kecil, melihat membedakan, memprediksi,
hubungan satu sama lain mendiagnosa masalah
C5 Evaluasi Kemampuan menilai materi/informasi dan memeriksa, menguji, menilai, merevisi,
(Evaluate) mengaitkan dengan kriteria yang menjadi mengukur, mengkritik
acuan
C6 Penciptaan Kemampuan menyatukan ide-ide yang mengkonstruksi opini, meran-cang,
(Create) terpisah-pisah, membentuk ide baru atau menciptakan temuan baru/inovasi,
menciptakan hal baru memodifikasi

83
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of Bloom’s
Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)

59
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan tampak pada
berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl84 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:

Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI


A1 Menerima • Kemampuan mendengarkan pendapat orang lain.
(Receiving) • Menunjukkan kehadirannya dalam komunitas.
A2 Merespon • Kemampuan menanggapi atau berpartisipasi
(Responding) dalam sebuah diskusi.
• Menunjukkan sikap tertentu sebagai hasil
pengalaman yang diperoleh
A3 Menilai • Kemampuan menilai mana yang benar dan mana
(Valuing) yang salah.
• Menunjukkan komitmen
A4 Mengorganisasikan • Kemampuan mengintegrasikan perbedaan-
(Organization) perbedaan, mengharmonisasikan perbedaan
• Menunjukkan penyelesaian konflik
A5 Karakterisasi • Kemampuan bersikap konsisten terhadap nilai-nilai
(Characterization by value) yang baru
• Menunjukkan perubahan sikap secara konsisten

1.3. Kompetensi Keterampilan


Kompetensi keterampilan merupakan kemampuan yang menyangkut kegiatan otot dan
fisik, mewujudkan keterampilan (skill) dan tindakan nyata. Kompetensi keterampilan
mencerminkan hasil pembentukan perpaduan kompetensi pengetahuan dan kompetensi sikap
atau afektif, yang terwujud dalam tindakan nyata yang dilakukan.

84David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain, (New York:
David McKay Company, 1970)

60
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-kan
pada tabel taksonomi Dave85 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai berikut:

Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA


P1 Imitasi • Meniru tindakan yang ditunjukkan Meniru, mengikuti,
(Imitation) oleh instruktur atau pelatih mereplikasu, mengulangi
• Mengamati kemudian menirukan
P2 Manipulasi • Memproduksi aktivitas dari Menciptakan kembali,
(Manipulation) pelatih membangun, mengim-
• Melakukan tugas dari instruksi plementasikan
tertulis atau verbal
P3 Presisi • Melakukan keterampilan tanpa Mendemonstrasikan,
(Precision) bantuan orang lain dengan tepat menyempurnakan
• Menunjukkan keterampilan
melakukan tugas tanpa bantuan
atau instruksi dengan tepat
P4 Artikulasi • Mengadaptasi dan mengintegra- Mengkonstruksikan,
(Articulation) sikan keahlian memecahkan,
• Mengaitkan dan mengkombinasi- mengkombinasikan,
kan aktivitas untuk mengembang- mengintegrasikan
kan metode
P5 Naturalisasi • Membuat pola gerakan baru yang Merancang,
(Naturalization) disesuaikan dengan situasi, menspesifikasikan,
kondisi /permasalahan tertentu. mengelola,
• Melakukan gerakan tertentu melakukan tindakan,
secara spontan atau otomatis bergerak
dengan sempurna dan lancar.

2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat


Tabel 5 : Standar Kompetensi – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di setiap tingkat
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Usia Dini • PAUD Pengetahuan Mampu mengenal dan bisa menjelaskan bahwa, antara lain:
& Setara (In-Formal-Non) - Perbuatan “menakut-nakuti” teman untuk memaksakan
• Pendidikan Layanan keinginannya adalah perbuatan yang “tidak terpuji” dan tidak
Khusus boleh dilakukan.
- Perbuatan “menyakiti” teman karena berbeda”pendapat” adalah
perbuatan yang “tidak terpuji” dan tidak boleh dilakukan
Sikap Mampu menerima dan merespon pengetahuan yang diterima dari
Orangtua/Pembina/ Guru

85
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ: Educational
Innovators Press, 1970)

61
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Usia Dini • PAUD Ketrampilan Mampu mengikuti atau meniru perilaku dan arahan orangtua/
& Setara (In-Formal-Non) /Perilaku pengasuh/pembina untuk “tidak melakukan” pemaksaan kehendak
• Pendidikan Layanan dengan cara menakut-nakuti dan melakukan kekerasan kepada
Khusus teman dalam kegiatan sehari-hari.
Dasar & • Pendidikan Dasar Pengetahuan Mampu Identifikasi, menjelaskan & bisa implementasi, a.l.:
Setara • Pendidikan Kesetaraan - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pendidikan Keaksaraan - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI
- Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
- Bagaimana penanggulangan terorisme di wilayah NKRI
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam mencegah dan
menanggulangi terorisme di Indonesia
Sikap Mampu menerima, merespon, dan menilai pengetahuan yang
diterima dari Guru/Pembina
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan dan tanpa bantuan Guru/
/Perilaku Pembina mendemonstrasikan perbuatan dalam menerapkan
gerakan/perilaku yang mencerminkan perbuatan “pencegahan dan
penanggulangan terorisme” dalam kehidupan sehari-hari.
Menengah • Homeschooling Pengetahuan Mengidentifikasi,menjelaskan,mengimplementasikan,menganalisis,
& Setara • Pendidikan Menengah dan mengevaluasi a.l:
• Pendidikan Kec. Hidup - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pend. Kepemudaan - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI
• Pend. Pemberdayaan - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
Perempuan - Bagaimana penanggulangan terorisme di wilayah NKRI
• Pend. Keterampilan - Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam mencegah dan
& Pelatihan Kerja menanggulangi terorisme di Indonesia
• Kader Organisasi: Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, dan mengintegrasikan
Masy, Komunitas, perbedaan pengetahuan yang diterima dari Guru/Pembina
Profesi*, Partai Politik*, Ketrampilan Meniru, melakukan dengan contoh, melakukan dengan tepat tanpa
Kelompok Masyarakat /Perilaku contoh, dan bisa mengembangkan penerapan gerakan /perilaku
lainnya yang mencerminkan perbuatan “pencegahan dan penanggulangan
terorisme” dalam kehidupan sehari-hari.
Tinggi & • Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk ide-ide baru terkait a.l
Setara • Tokoh : Agama, Adat, - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
dan Masyarakat - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI
• Lembaga Negara, K/L, - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
Pemda, TNI, Polri, - Bagaimana penanggulangan terorisme di wilayah NKRI
BUMN/BUMD - Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam mencegah dan
BU Swasta, menanggulangi terorisme di Indonesia
Badan lain sesuai UU.
Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, mengharmonisasikan
perbedaan, dan mampu bersikap konsisten berkaitan pengetahuan
yang diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Melakukan gerakan-/perilaku yang mencerminkan perbuatan
/Perilaku “pencegahan dan penanggulangan terorisme”, dalam kehidupan
sehari-hari, dan senantiasa berupaya menemukan ide-ide baru
dalam penerapan gerakan aksi bela negara melawan terorisme.

62
3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup

Tabel 6: Matriks Standar Kompetensi – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme

LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku


C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. IN - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Homeschooling x x x x x x x x x x x x
PEND. FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Pend. Dasar x x x x x x x x x
3. Pend. Menengah x x x x x x x x x x x x
4. Pend. Tinggi x x x x x x x x x x x x x x x x
PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x x x x x x x x x x x
3.Pend. Kepemudaan x x x x x x x x x x x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x x x x x x x x x x x
5.Pend. Keaksaraan x x x x x x x x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x x x x x x x x x x x
7.Pend. Kesetaraan x x x x x x x x x
8.Pend. Layanan Khusus x x x x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Tokoh Masyarakat x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tokoh Adat x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kader Org. Masyarakat x x x x x x x x x x x x
5.Kader Org. Komunitas x x x x x x x x x x x x
6.Kader Org. Profesi x x x x x x x x x x x x x
7.Kader Partai Politik x x x x x x x x x x x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x x x x x x x x x x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kepolisian Negara RI x x x x x x x x x x x x x x x x
5.BUMN / BUMD x x x x x x x x x x x x x x x x
6.Badan Usaha Swasta x x x x x x x x x x x x x x x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x x x x x x x x x x x x x x x
ketentuan Undang-Undang x x x x x x x x x x x x x x x x

63
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-paikan
materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima dan memahami
materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir
kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam
usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang digunakan sebagai
pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model pembelajaran: kontekstual,
kooperatif, berbasis masalah, edutainment.

1.1. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)86

Pendekatan pembelajaran yang mendorong Instruktur/Pengajar/Pembina/ Widyaiswara


untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata atau yang terjadi
di dalam kehidupan sehari-hari.
Metode ini juga mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan
keterampilan peserta didik diperoleh dari usaha mereka meng-konstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan tersebut.

Ada 3 (tiga) pilar dalam metode CTL, yaitu :


a. CTL mencerminkan prinsip kesaling-tergantungan, artinya ketika peserta didik
bergabung untuk memecahkan masalah membentuk opini baru. Jadi beberapa
peserta yang berbeda dihubungkan, misal: Tokoh agama A dengan Agama B
b. CTL mencerminkan prinsip diferensiasi, artinya perbedaan menjadi nyata ketika CTL
menantang peserta untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk
menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang
berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan
kekuatan.

86
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21

64
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari dan
menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda. Mereka mendapat
manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan peserta didik lainnya.

Contoh: Di satuan pendidikan tinggi, Pengajar mendorong peserta untuk membaca, menulis, dan
berpikir secara kritis dengan meminta mereka untuk fokus pada persoalan-persoalan
kontroversial di lingkungan masyarakat mereka.

Rencana Program Pembelajaran dalam strategi pembelajaran CTL, yaitu:


a. Peserta dihadapkan pada pengalaman konkrit.
b. Tanya Jawab
c. Inkuiri, merupakan siklus proses membangun pengetahuan/konsep yang bermula dari
melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau
konsep.
d. Komunitas belajar sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman/ide.
e. Pemodelan, disini Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara mendemons-trasikan
idenya agar peserta dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan
model yang diberikan.
f. Refleksi, yaitu melihat kembali atqu merespon suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui.
g. Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,
sikap dan keterampilan) peserta secara nyata.

1.2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)87


Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta didik
untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
a. Saling ketergantungan positif, artinya Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyais-wara
menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan atau saling ketergantungan.
b. Interaksi tatap muka, akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam kelompok
sehingga mereka dapat berdialog.

87
Ibid, hal. 37

65
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap sopan
terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani mempertahankan
pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.

Beberapa Metode Pembelajaran Kooperatif


a. Metode STAD (Student Achievement Division)
- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 / 5 Anggota
dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Setiap tim diberi lembar kerja, anggota tim saling membantu menguasai bahan
ajar. Kemudian Pengajar mengevaluasi penguasaan setiap Tim
- Penguasaan tiap siswa/Tim diberi skor. Lalu diberi penghargaan
b. Metode Jigsaw
- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 atau 5
Anggota dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Topik bahasan yang terdiri dari sub-sub topik bahasan diberikan dalam bentuk
teks, setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian /
subtopik bahasan dari Topik bahasan.
- Anggota yang bertanggung jawab pada subtopik yang sama, dapat berkumpul
saling membantu, menelaah subtopik tersebut. Kumpulan peserta didik itu disebut
“kelompok pakar” untuk setiap subtopik.
- Selanjutnya antar “kelompok pakar” saling mengajar atau berbagi ilmu, sehingga
seluruh subtopik dibahas, artinya topik dibahas secara utuh.
- Peserta didik dievaluasi penguasaannya secara individu, lalu diberi peng-hargaan
atas capaian penguasaan topik bahasan.
c. Metode GI (Group Investigation)
- Seleksi Topik bahasan, Disini peserta didik memilih subtopic dari suatu masalah
umum yang digambarkan oleh Instruktur/Pengajar/Pembina/ Wi-dyaiswara.
Peserta dibagi dalam kelompok yang berorientasi pada tugas, anggota 2 hingga 6
prserta, karakteristik heterogen
- Merencanakan kerja sama. Pengajar dan peserta didik merencanakan berbagai
prosedur belajar khusus tugas, tujuan umum yang konsisten dengan berbagai
topik dan subtopik yang telah dipilih.

66
- Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana tugas yang telah di-rumuskan
bersama. Pengajar secara terus-menerus memantau kemajuan tiap kelompok
dan memberikan bantuan jika diperlukan.
- Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mensintesakan berbagai
informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, meringkas dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas.
- Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta ter-libat dan memperoleh
perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Pengajar berperan sebagai
koordinator
- Evaluasi selanjutnya. Pengajar dan Peserta didik mengevaluasi kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaaan. Evaluasi bisa individual atau kelompok
d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang mempunyai
kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama SRI MULYANI akan
berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis

1.3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning / PBL)88

Metode pembelajaran yang membuat peserta didik berpikir, menyelesaikan masalah.


PBL memfokuskan pada apa yang sedang dipikirkan peserta didik selama mengerjakan atau
memecahkan masalah (kognisi mereka), bukan pada apa yang sedang dikerjakan (perilaku
mereka).
Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara lebih berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator, sehingga peserta didik dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya

88
Ibid, hal. 151-170

67
sendiri. Meskipun kadang-kadang Pengajar juga terlibat, mempresen-tasikan dan menjelaskan
berbagai hal kepada peserta didik.

Perencanaan dan Pelaksanaan PBL:


Peserta bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengin-
vestigasi masalah kehidupan nyata yang membingungkan atau menantang. Oleh karena itu tipe
pembelajaran ini sangat interaktif.
a. Merencanakan Pelajaran PBL
1) Tetapkan masalah yang akan dipelajari, kemudian putuskan sasaran dan tujuan
pelajaran berbasis masalah. Tujuan bisa tunggal atau memiliki tujuan-tujuan yang
luas. Penting sebelumnya mengkomunikasikan tujuan yang ingin dicapai dengan
jelas.
2) Merancang situasi bermasalah yang tepat. PBL didasarkan pada premis bahwa
situasi bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan membangkitkan
rasa ingin tahu peserta didik sehingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki.
Merancang situasi bermasalah yang tepat adalah salah satu tugas perencanaan
yang penting bagi guru. Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi
lima kriteria penting yaitu :
a) Situasi seharusnya ‘auntetik’. Artinya masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman nyata peserta didik, bukan konsep atau prinsip disiplin akademis
tertentu.
b) Masalah sebaiknya tidak jelas / tidak sederhana sehingga menciptakan
misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesai-kan
dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternating.
c) Masalah seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
d) Masalah semestinya cakupannya luas sehingga memberikan kesem-patan
kepada Pengajar untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi tetap dalam
batas-batas yang layak bagi pelajaannya dilihat dari segi waktu, ruang dan
keterbatasan sumber daya.
e) Masalah sebaiknya harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

3) Mengorganisasikan Sumber Daya dan Merencanakan Logistik


PBL mendorong peserta didik untuk bekerja dengan beragam bahan dan alat,
sebagian berlokasi di ruang kelas, sebagai lainnya diperpustakaan atau

68
laboratorium computer, atau di luar sekolah. Perencanaan sumber daya dan
logistic merupakan tugas perencanaan utama para Pengajar PBL

b. Melaksanakan Pelajaran PBL, ada 5 (lima) tahapan:


1) Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada peserta didik. Pengajar
membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan dan memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
2) Mengorganisasikan peserta untuk meneliti. Pengajar membantu peserta didik
untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait
dengan per-masalahan yang akan dibahas.
3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pengajar mendorong peserta untuk
mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari
penjelasan dan solusi.
4) Mengembangkan dan mempromosikan hasil. Pengajar membantu peserta dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman
video, dan membantu mereka menyampaikan kepada orang lain.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pengajar membantu
peserta untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang
mereka gunakan.

1.4. Model Pembelajaran “Edutainment”


Edutainment berasal dari kata education dan entertainment. Education berarti
pendidikan, sedangkan entertaintment berari hiburan. Jadi, edutainment adalah pendidikan yang
menghibur atau menyenangkan.89 Sutrisno (2011), mengungkapkan bahwa edutainment adalah
suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa, sehingga muatan pendidikan dan
hiburan bisa dikombinasikan secara harmonis untuk menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan biasanya dilakukan dengan humor,
permainan (game), bermain peran (role-play), dan demonstrasi.90

Metode Edutainment adalah suatu metode pembelajaran berbasis kompetensi yang aktif dan
efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan menggunakan alat peraga yang bisa
menghibur. Konsep itu meliputi dua kepentingan anak-anak yakni bermain dan belajar. Metode

89 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
90 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)

69
ini merupakan pengembangan dari metode pembelajaran aktif. Contoh langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan metode Edutainment adalah sebagai berikut : 91

1. Guru menyiapkan alat-alat audio visual untuk memutar film/video/youtube yang


berkaitan dengan materi pembelajaran.
2. Kelas didisain yang bagus sehingga peserta didik merasa nyaman.
3. Guru memutarkan film/video/youtube, untuk peserta didik serta memberikan penjelasan
tentang film/video/youtube tersebut.
4. Setelah selesai pemutaran film/video/youtube siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mendiskripsikan tentang film yang telah ditayangkan dengan diiringi musik .
5. Nama kelompok dibuat sesuai dengan materi yang terkait, misalnya tokoh yang ada
dalam film/video/youtube yang ditayangkan.
6. Demonstrasi, siswa diajak bermain misalnya dengan Snowball Throwing (Melempar
bola salju) dengan cara setiap kelompok menyiapkan satu pertanyaan yang ditulis
dalam kertas kosong, lalu kertas tersebut digulung dimasukkan ke dalam bola yang
berwarna - warni yang di belah kemudian di tutup dengan isolatif. Setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melempar bola tersebut ke kelompok lain dengan waktu
yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok lain berusaha menangkap bola tersebut.
Siswa yang terakhir me-me-gang bola mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari bola itu.
7. Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok merangkum materi.

Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-nipulasi,
mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan mendapatkan
bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-nya. Disinilah proses
pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan, memilih, menentukan, menciptakan,
memasang, membongkar, mengembalikan, men-coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan
masalah, mengerjakan secara tuntas, bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai
macam perasaan.92

91
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.
92
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)

70
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat

Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di setiap tingkat

Tingkat Kelompok Keterangan / contoh


Usia Dini & Setara • PAUD (In-Formal-Non) Pembelajaran pemahaman:
• Pendidikan Layanan Khusus - Perbuatan “menakut-nakuti” teman untuk memaksakan
keinginannya adalah perbuatan yang “tidak terpuji” dan
tidak boleh dilakukan.
- Perbuatan “menyakiti” teman karena
berbeda”pendapat” adalah perbuatan yang “tidak
terpuji” dan tidak boleh dilakukan
Dilakukan melalui berbagai permainan atau sambil bermain

Dasar & Setara • Pendidikan Dasar* Pembelajaran berkaitan dengan :


• Pendidikan Kesetaraan - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pendidikan Keaksaraan - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan
NKRI
- Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
- Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
Dilakukan dengan dikaitkan contoh-contoh yang terjadi di
dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dibentuk
kelompok-kelompok yang bekerjasama membahas materi
tersebut.dalam lembar kerja berisi topik-topik bahasan
terkait
Menengah & Setara • Homeschooling Pembelajaran berkaitan dengan :
• Pendidikan Menengah - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pendidikan Kec. Hidup - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan
• Pendidikan Kepemudaan NKRI
• Pendidikan Pemberdayaan - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
Perempuan - Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
• Pendidikan Keterampilan & - Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
Pelatihan Kerja mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
• Kader Organisasi :
Masy, Komunitas, Profesi*, Dilakukan dengan dikaitkan contoh-contoh yang terjadi di
Partai Politik*, Kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dibentuk
Masyarakat lainnya kelompok-kelompok yang bekerjasama membahas materi
tersebut.dalam lembar kerja yang berisi topik-topik bahasan
terkait. Lalu masalah-masalah topik bahasan tersebut
harus dipecahkan atau disolusi bersama oleh peserta didik

71
Tingkat Kelompok Keterangan / contoh
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* Pembelajaran berkaitan dengan :
• Tokoh: Agama, Adat, dan - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
Masyarakat - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan keutuhan
• Lembaga Negara, K/L, NKRI
Pemda, TNI, Polri, - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
BUMN/BUMD, BU Swasta, - Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
Badan lain sesuai UU.
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
Dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok yang
bekerjasama membahas materi tersebut dalam lembar
kerja yang berisi topik-topik bahasan terkait. Lalu masalah
masalah topik bahasan tersebut harus dipecahkan atau
disolusi bersama oleh peserta didik hingga menemukan
ide-ide baru terkait topik-topik bahasan itu.

3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup


Tabel 8: Matriks Metode Pembelajaran – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme

ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN


LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP PEND. IN - FORMAL
1. PAUD x
2. Homeschooling x x
LINGKUP PEND. FORMAL
1. PAUD x
2. Pend. Dasar x x
3. Pend. Menengah x x x
4. Pend. Tinggi x x x
LINGKUP PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x
2. Pend. Kecakapan Hidup x x
3. Pend. Kepemudaan x x
4. Pend. Pemb. Perempuan x x
5. Pend. Keaksaraan x x
6. Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7. Pend. Kesetaraan x x
8. Pend. Layanan Khusus x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x
2.Tokoh Masyarakat x x
3.Tokoh Adat x x

72
ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP MASYARAKAT (lanjutan)
4.Kader Org. Masyarakat x x
5.Kader Org. Komunitas x x
6.Kader Org. Profesi* x x x
7.Kader Partai Politik* x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

73
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.93

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :94

a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh


para Peserta PKBN. Pengalaman tiap Peserta PKBN berbeda-beda, tergantung dari
faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman peserta, seperti ketersediaan
buku, kesempatan rekreasi, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi
perbedaan tersebut. Jika Peserta PKBN tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang
dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke Peserta PKBN. Obyek dimaksud bisa
dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat
disajikan secara audio visual dan audial.

b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak
mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para Peserta PKBN tentang
suatu obyek, yang disebabkan, karena :
1) obyek terlalu besar;
2) obyek terlalu kecil;
3) obyek yang bergerak terlalu lambat;
4) obyek yang bergerak terlalu cepat;
5) obyek yang terlalu kompleks;
6) obyek yang bunyinya terlalu halus;
7) obyek mengandung zat berbahaya dan beresiko tinggi.

c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada
Peserta PKBN.

93
Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russel. Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice
Hall, 2008)
94 Ibid

74
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta PKBN
dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai
dengan abstrak

Macam-macam bentuk Media Pembelajaran:95

a. Media People: Instruktur/ Pengajar/ Pembina/ Widyaiswara, Orangtua


b. Media Text: buku, majalah, koran, teks flyers
c. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
d. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
e. Projected still media: slide; over head projektor (OHP), LCD Proyektor dsj.nya
f. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD,VTR), komputer dsj.nya
g. Study Tour Media: Pembelajaran langsung ke obyek atau tempat studi seperti: wisata
bahari keliling nusantara, museum, candi, ke wilayah perbatasan, di lapangan atau
melalui kegiatan perkemahan, dan sejenisnya.

2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat


Pemanfaatan sarana/media pembelajaran dalam proses pelaksanaan PKBN di setiap
tingkat, baik di tingkat Usia Dini, Dasar, Menengah, Tinggi dan yang setara , sangat tergantung
pada ketersediaan fasilitas penyelenggaraan PKBN di setiap tingkat tersebut
Namun sebagai alternatif pemanfaatan sarana/media pembelajaran topik Pencegahan
dan Penanggulangan Terorisme di setiap lingkup dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini :

95
Sharon E. Smaldino, James D. Russel, Robert Heinich, Michael Molenda. Instructional Technology and Media For Learning,
Eight Edition, (Pearson Merrill Prentice Hall,2005), hal. 10

75
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9: Matriks Media Pembelajaran – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL Projected Projected TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x x
ketentuan Undang-Undang

76
F. METODE EVALUASI HASI BELAJAR

1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar untuk:96
a. Menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan kompetensi
keterampilan Peserta PKBN
b. Mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN

Shambaugh mengelompokkan bentuk evaluasi hasil belajar berdasarkan karak-teristik


tanggapan atau respon Peserta PKBN, menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:97
a. Evaluasi tanggapan yang dipilih (Peserta PKBN memilih dari pilihan yang diuji)
1) Test Pilihan Ganda
2) Test Menjodohkan Test Objektif
3) Test Benar-Salah
b. Evaluasi tanggapan yang dibangun (Peserta PKBN mengkonstruk/membangun
tanggapan/opini mereka sendiri)
1) Test Tertulis berupa karangan singkat
2) Test Lisan atau wawancara (tertutup atau terbuka) Test Uraian
3) Test Penilaian Diri Sendiri
c. Evaluasi kinerja Peserta PKBN secara keseluruhan (Peserta PKBN menunjukkan
hasil belajarnya)
1) Penilaian portofolio (kumpulan hasil karya Peserta PKBN yang disusun secara
sistematik yang menunjukkan upaya belajar, hasil belajar dan proses belajar
Peserta PKBN yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
2) Penilaian proyek yang ditugaskan kepada Peserta PKBN
3) Test tindakan Peserta PKBN, melalui observasi dan catatan lapangan

96
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
97
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128

77
Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-kan
jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:98

a. Test Objektif :

1) Baik untuk mengukur kompetensi Ingatan pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi


dan Analisa (C1-C4)
2) Kurang tepat untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C4) dan Create/mencipta
(C5)
3) Dapat mengukur lebih banyak sampel sehingga mewakili seluruh materi
4) Pengolahan jawaban test objektif sederhana dan ketepatannya tinggi
5) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan memahami
pilihan dan menerka
6) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengingat, membuat intepretasi
dan menganalisa ide orang lain

b. Test Uraian :

1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.

Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengeva-luasi
keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan pengamatan perilaku
yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara99 :

a. Belum Terlihat (BT), apabila belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku


b. Mulai Terlihat (MT), apabila sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku,
tetapi belum konsisten
c. Mulai Berkembang (MB), apabila sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku, dan
mulai konsisten, juga mendapatkan penguatan dari lingkungan disekitarnya.

98
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
99
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36

78
d. Membudaya-Konsisten (MK), apabila terus-menerus memperlihatkan perilaku yang
dinyatakan dalam indicator secara konsisten karena selain mendapat penguatan dari
lingkungan yang lebih luas juga sudah tumbuh kematangan moral.

2. Garis Besar Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Tingkat


Tabel 10 : Metode Evaluasi – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di setiap tingkat

Tingkat Kelompok Alternatif Metode Evaluasi

Usia Dini & Setara • PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari
• Pendidikan Layanan Khusus berkaitan dengan topik bahasan :
- Perbuatan “menakut-nakuti” teman untuk memaksakan
keinginannya adalah perbuatan yang “tidak terpuji” dan
tidak boleh dilakukan.
- Perbuatan “menyakiti” teman karena berbeda”pendapat”
adalah perbuatan yang “tidak terpuji” dan tidak boleh
dilakukan
Dasar & Setara • Pendidikan Dasar* Test pilihan ganda dan test uraian terkait topik bahasan:
• Pendidikan Kesetaraan - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian dan sejarah
• Pendidikan Keaksaraan - Ancaman Terorisme thd kedaulatan dan keutuhan NKRI
- Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
- Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
Menengah & Setara • Homeschooling 1. Test pilihan ganda dan test uraian terkait topik:
• Pendidikan Menengah - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian & sejarah
• Pendidikan Kec. Hidup - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan
• Pendidikan Kepemudaan keutuhan NKRI
• Pendidikan Pemberdayaan - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
Perempuan - Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
- Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
• Pendidikan Keterampilan &
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia
Pelatihan Kerja 2. Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
• Kader Organisasi : bahasan tentang perilaku yang mencerminkan
Masyarakat, Komunitas, penanggulangan dan pencegahan terorisme dalam
Profesi*, Partai Politik*, kehidupan sehari-hari.
Kelompok Masylainnya
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* 1. Test pilihan ganda dan test uraian terkait topik:
• Tokoh: Agama, Adat, Masy - Pemahaman tentang Terorisme, pengertian & sejarah
• Lembaga Negara, - Ancaman Terorisme terhadap kedaulatan dan
Kementerian/LPNK, Pemda, keutuhan NKRI
TNI, Polri, BUMN/BUMD, - Bagaimana pencegahan terorisme di wilayah NKRI
BU Swasta, dan Badan lain - Bagaimana pemberantasan terorisme di wilayah NKRI
sesuai perundang-undangan - Berbagai gerakan aksi nyata bela negara dalam
mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia

79
Tingkat Kelompok Alternatif Metode Evaluasi
Tinggi & Setara • Pendidikan Tinggi* 2. Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
(Lanjutan) • Tokoh : Agama, Adat, dan bahasan tentang perilaku yang mencerminkan pencegahan
Masyarakat dan penanggulangan terorisme dalam kehidupan sehari-
• Lembaga Negara, hari, dan diupayakan menemukan ided-ide baru yang
Kementerian/LPNK, Pemda, relevan.
TNI, Polri, BUMN/BUMD,
BU Swasta, dan Badan lain
sesuai perundang-undangan

3. Matriks Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Lingkup


Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme

ALTERNATIF – METODE EVALUASI


LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1. PAUD x
2. Homeschooling x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1. PAUD x
2. Pend. Dasar x x
3. Pend. Menengah x x
4. Pend. Tinggi x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
2. PAUD x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x
3.Pend. Kepemudaan x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x
5.Pend. Keaksaraan x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7.Pend. Kesetaraan x x
8.Pend. Layanan Khusus x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x
2.Tokoh Masyarakat x
3.Tokoh Adat x
4.Kader Org. Masyarakat x
5.Kader Org. Komunitas x
6.Kader Org. Profesi* x
7.Kader Partai Politik* x
8.Kelompok Masyarakat lain x

80
ALTERNATIF – METODE EVALUASI
LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK

LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

81
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Dalam kegiatan pembinaan kesadaran bela negara, kita sering mendengar maupun
mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih sebenarnya merupakan ungkapan
penghargaan (reward). Contoh lain bentuk penghargaan ketika kader bela negara membantu
menanggulangi bencana alam memperoleh uang saku untuk transport dan makan, atau ketika
berhasil menuntaskan program pembinaan memperoleh sertifikat, dan tepuk tangan karena hasil
evaluasi baik.
Tanggapan positif (reward) tersebut bertujuan supaya tingkah laku yang sudah baik
dalam: bekerja, belajar, berprestasi dan memberi, itu frekuensinya akan berulang dan bertambah.
Sedang tanggapan negatif (punishment) bertujuan agar tingkah laku yang kurang baik itu
frekuensinya berkurang atau hilang.100
Pemberian tanggapan tersebut dalam proses pembelajaran disebut pemberian penguatan
(reinforcement), yang didefinisikan oleh Hasibuan (2009) bahwa “penguatan adalah tingkah laku
guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu murid yang memungkinkan
tingkah laku tersebut timbul kembali.”101 Menurut Moh. Uzer (2000) mendefinisikan bahwa
“penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk bentuk respon, apakah bersifat verbal ataupun
non verbal, yang merupakan modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang
bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas
perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi.”102
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reinforcement atau
penguatan dalam proses pembinaan kesadaran bela negara merupakan usaha Instruktur/
Pengajar/Pembina/Widyaiswara, untuk mendorong terulang kembali perilaku positif yang telah
dilakukan peserta , serta menurunnya perilaku negatif.
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-rungan

100 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
101 J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
102 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80

82
penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams (2000)103 yang
mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih dahulu
kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan penguat
(reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan perilaku yang
dihasilkan.104

2. Tujuan Pemberian Penguatan

Pemberian penguatan dalam pembinaan kesadaran bela negara memiliki tujuan antara
lain:105
a. Meningkatkan perhatian peserta, dan membantu peserta bila pemberian; pengutan
dilakukan secara selektif;
b. Memberi motivasi peserta;
c. Digunakan untuk mengontrol dan mengubah tingkah laku peserta yang
mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif;
d. Mengembangkan kepercayaan diri peserta untuk mengatur diri sendiri dalam
pengalaman belajar;
e. Mengarahkan terhadap pengembangan berfikir yang berbeda (divergen) dan
pengambilan inisiatif yang bebas.

3. Jenis-Jenis Penguatan106

Penguatan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Penguatan Verbal. Biasanya diungkapkan atau diutarakan dengan menggu-nakan


kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya, misalnya: pintar, bagus,
bagus sekali, seratus !

103
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
104 Ibid
105 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118
106 J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit

83
b. Penguatan Nonverbal, biasanya berbentuk
1) Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan kepala, senyuman,
kerut kening, acungan jempol, wajah mendung, wajah cerah, sorot mata yang
sejuk bersahabat atau tajam memandang.
2) Penguatan pendekatan: Pengajar mendekati peserta untuk menyatakan
perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau penampilan
peserta. Misalnya Pengajar berdiri di samping peserta, berjalan menuju peserta,
duduk dengan seseorang atau sekelompok peserta, atau berjalan di sisi peserta.
Penguatan ini berfungsi menambah penguatan verbal.
3) Penguatan dengan sentuhan (contact): Pengajar dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan peserta dengan
cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, bejabat tangan, mengangkat
tangan peserta yang menang dalam pertandingan. Penggunaannya harus di
pertimbangkan dengan seksama agar sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan
latar belakang kebudayaan setempat.
4) Penguatan dengan kegiatan menyenangkan: Pengajar dapat menggu-nakan
kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh peserta sebagai
penguatan. Misalnya seorang peserta yang menunjukkan kemajuan dalam
mempraktekkan simulasi pencegahan dan penanggu-langan terorisme cyber
ditunjuk sebagai pemimpin kelompok.
5) Penguatan berupa simbol atau benda: penguatan ini dilakukan dengan cara
menggunakan berbagai simbol berupa benda seperti tanda bintang dari kertas,
kartu bergambar, binatang plastik, lencana, permen ataupun komentar tertulis
pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan agar tidak sampai
terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu sebagai imbalan.

Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, Pengajar
hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini Pengajar sebaiknya
menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh (parsial). Misal bila seorang
peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar, sebaiknya Pengajar menyatakan,
"ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan," sehingga peserta
tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat
dorongan untuk menyempurnakannya.

84
4. Prinsip Penguatan

Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan penguatan
(reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:107
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi: suara,
mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-siasan dalam
memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya diberikan sesuai
dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga ia mengerti dan yakin
bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman masih
bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang bernuansa
mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan semangat peserta didikl
untuk mengembangkan dirinya.

5. Cara Penggunaan Penguatan


Menurut Moh. Uzer (2000) penggunaan penguatan dapat dilakukan dengan beberapa
cara sebagai berikut:108
a. Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan kurang efektif.
Oleh karena itu, sebelum memberikkan penguatan, pengajar terlebih dahulu
menyebut nama peserta yang bersangkutan sambil menatap kepadanya
b. Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok peserta didik, misal apabila satu
tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelompok, pengajar membo-lehkan
kelompok itu bermain, misal basket menjadi kegemarannya
c. Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau respon
atau tanggapan peserta didik yang diharapkan. Penguatan yang ditunda
pemberiannya cenderung kurang efektif

107
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
108 Ibid, hal. 83

85
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak terbatas
pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan lama-kelamaan
akan kurang efektif.

86
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O.W. and David R. Krathwohl. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching And
Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York:
Addison Wesley Longman.
Anderson, Benedict R.O.G.1972. Java in a Time of Revolution: Occupationand Resistance
1944-1946, (Ithica and London: Cornell University Press.
Adams, M.A. 2009. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, Behavioral Development
Bulletin, 9 (1), 3-6. http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
Ann E. Robertson, 2007. Terorismand Global Security. New York: Fact on File, INC,
Dave, R,H. 1970. Developing and Writing Educational Behavioral Objectives. R.J. Amstrong
ed., Tucson. Az: Educational Innovators Press
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Febiana Rima. 2019. “Fatamorgana Keadilan Hukum dalam Prinsip TheRule of Law"
Haryatmoko.2003. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Hasibuan J.J. dan Meodjiono. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Hamid, Moh. Shole. 2014. Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di
Kelas. Diva Press
Hendro Priyono. 2020. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Pt. Gramedia
Kementerian Pertahanan-Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan.2016. Modul Bela Negara-
Nilai Nilai Bela Negara.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter.
Krathwohl, David R., Blook and Betram Masia. 1970. Taxonomy of Educational Goals
Handbook II: Affective Domain. New York: David MacKay Company
Molan Benyamin.2004. “Pluralitas Agama dan Konflik Beragama”. Respons 03.
Molan Benyamin. 2015. Multikulturalisme: Cerdas Membangun Hidup Bersama yang Stabil dan
Dinamis. Jakarta: Indeks
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80
Robert J. Jackson dan Philip Towle,2006. Temptation of Power. New York: Palgrave MacMillan.
Shambaugh N., S.G. Magliaro. 2006. Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective
Practice. Pearson Education, Inc.
Smaldino, Sharon E., James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning. Eight Edition. Pearson Education, Inc.

87
Smaldino, Sharon E., Deboral L. Lowther, James D. Russel. Instructional Technology and
Media For Learning. 2008. 9th Ed. Pearson Education. Inc.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yuma Pustaka dengan IKIP UNS
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif. Jakarta: GP. Press
Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan, Grasindo, 2001
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. PT Remaja Rosdakarya.
Winarno Budi. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta : CAPS
Zainal, Asmawai, dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar, PAU-PPAT-UT

Dokumen Negara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia No 23 tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Nasional untuk Pertahanan Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International
Convention For The Suppression Of Terrorist Bombings, 1997 (Konvensi Internasional
Pemberantasan Pengeboman Oleh Teroris, 1997)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International
Convention For The Suppression Of The Financing Of Terrorism, 1999 (Konvensi
Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999)
UU Nomor 15 tahun 2008 Tentang Pengesahan Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal
Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan United Nations
Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 TAHUN 2010 Tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang
Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggati
Undang Undang nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Menjadi Undang Undang.
Undang-Undang Republik Indonesia No 23 tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Nasional untuk Pertahanan Negara

88
Peraturan Pemerintah RI, Nomor 77 Tahun 2019, Tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme
dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Dan Petugas
Permasyarakatan

Website dan Sumber Lain


Academia Edu. Upaya Upaya Amerika Serikat Dalam Memerangi Terorisme, diunduh dari
https://www.academia.edu/3372813/4.1 _Upaya-
Upaya_Amerika_Serikat_Dalam_Memerangi_Terorisme
Anggit Setiani Dayana . Enam Kelompok Teroris di Asia Tenggara di Daftar CIA: ISIS hingga
JAD, diunduh dari https://tirto.id/6-kelompok-teroris-asia-tenggara-di-daftar-cia-isis-
hingga-jad-elC8, diakses 21 Maret 2020
BBC.com. Buka puasa di gereja, kelompok pemuda lintas agama Cirebon jaga toleransi ,
diunduh dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40337125, diakses 17 Des 2019
BPHN. Naskah akademik RUU Terorisme, diunduh dari
https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_pemberantasan_pendanaan_te
rorisme.pdf, diakses 17 Juni 2020
CNN Indonesia.com. Undang-undang Anti Teror Baru Malaysia Picu Kritikan, diunduh dari
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150407132822-106-44772/undang-
undang-anti-teror-baru-malaysia-picu-kritikan, diakses 17 Juni 2020
Eprints. Walisongo. Ketentuan Umum Tentang Terorisme, diunduh dari
http://eprints.walisongo.ac.id/234/2/062211025_Bab2.pdf
Hezbi Islami .Terorisma Bagian 3., diunduh dari
https://hezbiislami.wordpress.com/tag/terorisme-nonfisik/, diakses 7 Juni 2020
Hidayatullah.com. Kelompok Bersenjata New Ira Mengaku Membunuh Jurnalis Irlandia,
diunduh dari https://www.hidayatullah.com/berita/internasional/
read/2019/04/24/163754/kelompok-bersenjata-new-ira-mengaku-membunuh-jurnalis-
irlandia.html, diakses 25 Maret 2020.

Kemlu go.id. Indomesia dan Upaya Upaya Penanggulangan Terorisme, diunduh dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/95/halaman_list_lainnya/indonesia-dan-upaya-
penanggulangan-terorisme, Selasa, 17 Desember 2019

Kementerian Pertahanan. Sejarah Bela Negara, diunduh dari


https://www.kemhan.go.id/belanegara/sejarah-bela-negara. Akses Desember 2019
Koran Jakarta. Com. Bangun Toleransi Melalui Bersih Bersih Rumah Ibadah, diunduh dari
http://www.koran-jakarta.com/bangun-toleransi-melalui-bersih-bersih-tempat-ibadah,
diakses Rabu, 18 Desember 2019.

89
Kompas.com. Motivasi Jadi Teroris Lebih Banyak Karena Pengaruh Teman dan Keluarga,
diunduh dari https://internasional.kompas.com/read/2013/08/09/1019365/Motivasi-Jadi-
Teroris-Lebih-Banyak-karena-Pengaruh-Teman-dan-Keluarga
--------- Bentuk Terorisme . http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/30/bentuk-terorisme-
564354.html. Akses Desember 2019
Lima (5) Kasus Terorisme Paling Disorot Sepanjang 2018, diunduh dari
https://www.brilio.net/serius/5-kasus-terorisme-paling-disorot-sepanjang-2018-
181231u.html
Mata Mata Politik.Com. Sudah Ada Sejak Lama, Begini Sejarah Terorisme diunduh dari
https://www.matamatapolitik.com/in-depth-historical-sudah-ada-sejak-lama-begini-
sejarah-terorisme/. Akses Desember 2019
Metro News. Cegah Radikalisme, diunduh dari
https://metro.sindonews.com/read/1454016/170/cegah-radikalisme-depok-bentuk-forum-
kewaspadaan-dini-masyarakat-1572449208. Akses Desember 2019
Naskah akademik RUU Terorisme, diunduh dari
https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_pemberantasan_pendanaan_te
rorisme.pdf, diakses 15 Juni 2020
Lima (5) Ciri Orang yang Terpapar Radikalisme, diunduh dari
https://www.suara.com/news/2018/09/27/071500/5-ciri-orang-yang-terpapar-radikalisme-
versi-bnpt, diakses 8 Maret 2020
Rahadian P. Paramita. Mengawal definisi terorisme dalam Undang-undang, diunduh dari
https://lokadata.id/artikel/mengawal-uu-antiterorisme-yang-baru, diakses 8 Juni 2020
Repository.unpas.ac.id . Tinjauan Umum Tentang Deradikalisasi Terhadap Terorisme, diunduh
dari http://repository.unpas.ac.id/37239/3/BAB%20II%20revisi%20Prof.pdf
Satu Harahap.com. Pemuda Lintas Agama, diunduh dari .http://www.satuharapan.com/read-
detail/read/pemuda-lintas-agama-adalah-aktor-dan-pegiat-kerukunan, diakses Selasa,
17 Desember 2019
Stephanie Regina Setya Ningtyas Paath, diunduh dari file:///C:/Users/sony/Downloads/3273-
5536-1-PB.pdf
Sindo News.com. Cegah Radikalisme Depok Bentuk Forum Kewaspadaan Dini, diunduh dari
https://metro.sindonews.com/read/1454016/170/cegah-radikalisme-depok-bentuk-forum-
kewaspadaan-dini-masyarakat-1572449208. Akses Desember 2019
Tempo.com. Organisasi Teroris Paling Berbahaya di Dunia, diunduh dari
https://dunia.tempo.co/read/651469/10-organisasi-teroris-paling-berbahaya-di-
dunia/full&view=ok
-------- Drama 36 Jam Kerusuhan di Rutan Mako Brimob, diunduh dari
https://nasional.tempo.co/read/1087629/drama-36-jam-kerusuhan-di-rutan-mako-
brimob/full&view=ok, diakses 7 Juni 2020.

90
------- Teror Polda Riau: 4 Teroris Ditembak Mati dan 1 Polisi Meninggal, diunduh dari
https://nasional.tempo.co/read/1089450/teror-polda-riau-4-teroris-ditembak-mati-dan-1-
polisi-meninggal, diakses 7 Juni 2020.
Terorisme Masih Menjadi Ancaman di Tanah Air, http://www.koran-jakarta.com/terorisme-
masih-menjadi-ancaman-di-tanah-air/
Tipologi Terorisme, diunduh dari https://www.coursehero.com/file/p32hv9v/TIPOLOGI-
TERORISME-Mengenai-tipologi-terorisme-terdapat-sejumlah-penjelasan/
Ubaya.ac.id . Pernyataan Sikap Universitas Surabaya Terkait Teror Bom Surabaya , diunduh
dari https://www.ubaya.ac.id/2014/content/interview_detail/128/PERNYATAAN-SIKAP-
UNIVERSITAS-SURABAYA-TERKAIT-TEROR-BOM-SURABAYA.html, diakses,Selasa,
17 Desember 2019

Upaya Penanggulangan Terorisme di Indonesia, diunduh dari


http://www.gresnews.com/berita/isu_terkini/117576-upaya-penanggulangan-terorisme-
di-indonesia/
Wikipedia. Aum Shinrikyo. Diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Aum_Shinrikyo, diakses 21
Maret 2020.
-------- Partai Komunis India (Maois), diunduh dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_India_(Maois), diakses 25 Maret 2020
-------- Communist Rebellion in The Philippines, diunduh dari
https://en.wikipedia.org/wiki/Communist_rebellion_in_the_Philippines, diakses 25 Maret
2020
-------- Euskadi Ta Askatasuna, diunduh dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Euskadi_Ta_Askatasuna, 25 Meret 2020.
-------- Definisi Terorisme , diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_terorisme, diakses
7 Juni 2020
-------- Pengeboman Surabaya, diunduh dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Surabaya, diakses 7 Juni 2020.
-------- Terorisme Di Indonesia, diunduh dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia, diakses 7 Juni 2020

91

Anda mungkin juga menyukai