PILIHAN
WAWASAN KEBANGSAAN
DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
ISBN: 978-979-8878-13-8
Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI
Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.
Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara
Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela
Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110
Diterbitkan oleh:
www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,
i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)
iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.
iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca
v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man
vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara
vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN
SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB
SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)
SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN
SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.
Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.
Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
ix
DAFTAR ISI
26
Bagian III : PEMBANGUNAN & PENGUATAN KARAKTER-JATIDIRI BANGSA ….... 25
1. Pengertian Jatidiri Bangsa ……………………………………………... 2526
2. Pembangunan dan Penguatan Karakter Bangsa …………………. 2930
x
B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……………………………………………………… 47
DAFTAR PUSTAKA 79
………………………………………………………………………. …
xi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - MODUL WAWASAN KEBANGSAAN
xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR
Bagian I
PEMAHAMAN WAWASAN KEBANGSAAN
1. Pengertian
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan
“Kebangsaan”. Wawasan berarti: (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat
juga berarti: (2) konsepsi cara pandang.1 Kebangsaan berasal dari kata “Bangsa” yang
berarti: kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan
sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri, dapat juga berarti: kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan
menempati wilayah tertentu di muka bumi. Kebangsaan mengandung arti: (1) ciri-ciri
yang menandai golongan bangsa; (2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan)
bangsa; (3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.2
Pengertian Bangsa menurut Otto Bauer (1907), adalah suatu persatuan perangai
yang terjadi dari suatu persatuan berbagai hal yang telah dijalani oleh warga negara atau
rakyat. Nasionalisme itu ialah suatu itikad, suatu keinsyafan warga negara atau rakyat,
bahwa mereka adalah satu golongan, satu bangsa. Bangsa adalah satu persamaan,
satu persatuan karakter, watak, yang persatuan karakter dan watak ini tumbuh, lahir
karena persatuan pengalaman. Dengan kata lain Otto Bauer lebih menekankan
pengertian bangsa pada karakter atau perangai yang dimiliki oleh warga negara yang
dijadikan jatidiri suatu bangsa. Karakter yang merupakan ciri khas suatu sikap dan
perilaku warga bangsa yang membedakan dengan bangsa lainnya, yang terbentuk
berdasarkan pengalaman sejarah budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang bersa
ma dengan tumbuh kembangnya bangsa tersebut.3 Kebangsaan menurut Olivier Vonk4
1
Arti Kata Wawasan, diunduh dari: https://typoonline.com/kbbi/wawasan
2
Arti kata Bangsa dan Kebangsaan, diunduh dari: https://kbbi.web.id/kebangsaan
3
Otto Bauer, Die Nationalitatenfrage Und Die Sozialdemokratie - Scholar's Choice Edition, (Wien : Ignaz Brand,
1907)
4
Olivier Vonk, Dual Nationality in the European Union: A Study on Changing Norms in Publik and Private
International Law and in the Municipal Laws of Four EU Member States, (Martinus Nijhoff Publishers,2012),
hal.19–20.
1
adalah hubungan hukum antara orang dan negara, lebih lanjut Paul Weis mengatakan
bahwa Kebangsaan memberi yurisdiksi negara atas orang dan memberi orang
perlindungan dari negara. Yang menjadi hak-hak dan kewajiban merupakan hal yang
beragam dari suatu negara dengan negara lainnya.5
5
Paul Weis. Nationality and Statelessness in International Law. (BRILL, 1979), p. 29–61.
6
Bahan Ajar: Wawasan Kebangsaan, (Ditjen. Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, 2018)
7
Pungkas Bahjuri Ali, Rancangan RPJMN Teknokratik 2020-2024, Pembangunan Kesehatan, (Kementerian
PPN/Bappenas, 2019)
8
Ditjen. Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, op.cit, hal. 23-24
2
a. Di Lingkup Pendidikan, melakukan pembelajaran penguatan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sebagai landasan pembentukan karakter dalam
kehidupan sehari-hari, untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 di
masa kini, baik di dalam maupun di luar kelas.
b. Di Lingkup Masyarakat, memperkuat internalisasi nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila untuk mampu menangkal pengaruh intoleransi, radikalisme
dan terorisme di tengah masyarakat, misal antara lain sikap dan perilaku
menghapus atau tidak menyebarkan berita hoax / hate speech di medsos grup
yang kontra-produktif upaya pencapaian tujuan bangsa dan NKRI.
c. Di Lingkup Pekerjaan, meningkatkan kerjasama antar pelaku usaha untuk
menghadapi tantangan era digital, misal antara lain bekerjasama mendorong
pelaku koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar mampu
memanfaatkan potensi ekonomi digital.
9
Sistem Pemerintahan Indonesia: Wawasan Kebangsaan Indonesia, disari dan dikutip dari
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-indonesia.html
3
dasarnya, yang merupakan terwujudnya proses Bhineka Tunggal Ika yaitu “berbeda-
beda tetapi tetap satu”. Wawasan kebangsaan dipertegas lagi dengan Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 yang berikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa
persatuan Bahasa Indonesia”. Gerakan nasional yang merupakan awal dari wawasan
kebangsaan inilah, yang berhasil mengusir penjajah dari nusantara, kemudian wawasan
kebangsaan ini berhasil menancapkan tonggak sejarah lahirnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia, pada saat memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.10
10
Demokrasi Pancasila: Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai, disari dan dikutip dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-pengertian-makna.html
11
Ibid
12
Ditjen. Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, 2018, op.cit, hal. 41
4
kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa,
yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.13
b. Faham kebangsaan merupakan pemahaman tentang keberadaan jatidiri
seseorang atau sekelompok orang sebagai satu bangsa, juga dalam
memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsanya
dalam lingkup internal dan lingkup eksternalnya. Pemahaman ini
mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan,
kesatuan, kepentingan serta keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Pemahaman ini mendorong setiap warga
negara sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa. Faham
kebangsaan ini diiandasi oleh Pancasila sebagai falsafah dan pandangan
hidup bangsa yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan pedoman
dalam bersikap dan bertingkah laku yang pada akhirnya bermuara pada
terbentuknya karakter bangsa.14
c. Semangat Kebangsaan adalah perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan
dan paham kebangsaan. Kondisi semangat kebangsaan atau nasionalisme
suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut
dalam menghadapi berbagai ancaman.15
13
Ibid, hal. 42
14
Ibid, hal. 42
15
Ibid, hal. 42
5
Bagian II
PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
16
Modul Utama Pembinaan Bela Negara: Konsepsi Bela Negara. (Dewan Ketahanan Nasional, 2018), hal. 52
17
Ibid, hal. 52-54
6
Pancasila sebagai dasar negara bersifat hierarkis-piramidal, dimana butir-butir
lima sila tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan
yang lainnya, saling menjiwai dan dijiwai, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Sila ke 1
KETUHANAN
Yang Maha Esa
Sila ke 2
KEMANUSIAAN
Yang Adil dan Beradab
Sila ke 3
PERSATUAN Indonesia
Sila ke 4
KERAKYATAN
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan Perwakilan
Sila ke 5
KEADILAN Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Selain itu, Pancasila juga sebagai dasar negara yang merupakan “Sumber
Dari Segala Hukum” seperti yang dinyatakan dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang juga bersifat
Hierarkis-Piramidal18. Pancasila mendasari seluruh peraturan perundang-
18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, (Fukosindo Mandiri: 2011), hal. 5
7
undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana tergambar pada piramida
berikut:
PANCASILA
UU Dasar
RI 1945
Ketetapan/TAP MPR
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang / PERPU
Peraturan Pemerintah / PP
19
Dewan Ketahanan Nasional, 2018, op.cit, hal. 54
8
Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap
materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.20
20
Fukosindo Mandiri, UU No. 12 Tahun 2011, op.cit, hal. 7
21
Ibid, hal. 60
22
Ibid, hal. 8
9
Pemahaman wawasan kebangsaan terkait dengan kedudukan dan fungsi
Pancasila sebagai dasar NKRI yang merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-
pisahkan dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa, yang disimbolkan berupa gambar perisai ditengahnya gambar bintang
bersudut lima, yang memiliki arti bahwa Sila pertama ini menerangi semua empat
sila yang lain. Menurut Mohammad Hatta, sila Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk
menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan
dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini, maka politik negara mendapat dasar
moral yang kuat, sila ini yang menjadi dasar yang memimpin ke arah jalan
kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.23
23
Prof. Dr. Kaelan, MS. Pendidikan Pancasila, (Paradigma Yogyakarta, 2010)
10
Kesadaran mematuhi apa yang menjadi tuntutan peraturan dapat terwujud jika
sejak kecil dididik untuk selalu mematuhi dan melaksanakan berbagai aturan yang
berlaku, baik di lingkup keluarga, sekolah, masyarakat sekitar maupun yang berlaku
secara nasional. Pada awalnya bisa saja melalui tekanan atau paksaan untuk
melaksanakan berbagai aturan tersebut, namun lama kelamaan menjadi suatu
kebiasaan, sehingga tanpa sadar melakukan perbuatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ketaatan muncul karena merasakan manfaat
peraturan itu bagi kehidupan diri dan lingkupnya.
24
Bahan Ajar Bela Negara, Empat Konsensus Nasional, (Kementerian Pertahanan RI, 2018), hal. 37
25
Dewan Ketahanan Nasional, 2018, op.cit, hal. 55
26
Ibid
11
Indonesia No. MA/12/2006, maka mulai tahun 2000, ada 6 (enam) agama yang
diakui oleh pemerintah Indonesia, yaitu: (1) Agama Islam; (2) Agama Kristen
Protestan; (3) Agama Katolik; (4) Agama Budha; (5) Agama Hindu; dan (6) Agama
Khonghucu.27
Nilai kebangsaan yang bersumber pada esensi prinsip ini adalah nilai religius
yang memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi berdasarkan agama dan keyakinan
yang dipeluknya, dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap seluruh warga negara
Indonesia pemeluk agama dan keyakinan lain yang tumbuh dan diakui di Indonesia.
Hal ini merupakan konsekuensi dari pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa.28
Prinsip Kedua, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang dijiwai oleh
pemahaman Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, memiliki makna menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sebagai individu,
dan sebagai makhluk sosial. Harkat berarti kemuliaan atau nilai29 manusia sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali daya cipta, rasa dan karsa serta hak-
hak dan kewajiban asasi manusia, sedangkan martabat adalah tingkat harkat
kemanusiaan atau harga diri,30 dan kedudukan yang terhormat. Harkat dan
martabat manusia adalah sama apapun agamanya, status sosialnya, suku dan
adat-istiadatnya, karena manusia ditempatkan paling tinggi di atas segala mahluk
di muka bumi ini. Menurut Suroto,31 pengamalan sila ini antara lain mencakup
peningkatan martabat, hak dan kewajiban asasi warga negara serta penghapusan
penjajahan kesengsaraan dan ketidak-adilan di muka bumi.
Nilai Kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai
kekeluargaan yang memiliki nilai-nilai kebersamaan dan senasib sepenanggungan
dengan sesama warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, keyakinan
27
Agama-agama di Indonesia, diunduh dari https://ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/
28
Buku Induk Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Yang Bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa. Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012, hal. 35
29
Arti harkat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/harkat
30
Arti martabat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/martabat
31
Suroto, Harkat dan Martabat Manusia Dalam Pandangan Kenegaraan Pancasila Dan UUD NRI Tahun 1945,
(Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume II No. 3 September-Desember, 2015), hal. 311
12
dan budaya. Ini adalah konsekuensi dari bangsa Indonesia yang bersifat
majemuk.32
Nilai kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai
keselarasan yang memiliki kemampuan beradaptasi dan kemauan untuk
memahami dan menerima budaya daerah atau kearifan lokal sebagai konsekuensi
dari bangsa yang bersifat plural atau majemuk, itulah bangsa Indonesia.34
32
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, op.cit
33
Bhineka Tunggal Ika, diunduh dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Bhineka_Tunggal_Ika dan
Soewito Santoso, Sutasoma, a Study in Old Javanese Wajrayana (New Delhi: International Academy of Culture,
1975), hal. 578
34
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012, op.cit, hal. 35
13
mencapai mufakat, dan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat banyak dan
negara di atas kepentingan pribadi, dengan senantiasa memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa. Pengambilan keputusan dalam menjalankan pemerintahan
harus adil dan memperhatikan kepentingan bangsa dan negara yang diputuskan
berdasar prinsip-prinsip yang mengutamakan musyawarah dan mufakat
berlandaskan pada bimbingan Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai
kerakyatan yang memiliki sifat keberpihakan kepada rakyat Indonesia di dalam
merumuskan dan mengimplementasikan suatu kebijaksanaan pemerintah negara,
yang datang dari rakyat untuk rakyat sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat.35
Prinsip Kelima, Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang
dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung makna keadilan dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban, ringan tangan dan kerja keras untuk
bersama-sama gotong royong mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial. Selain itu prinsip ini juga bermakna pengentasan kemiskinan dan
menghilangkan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas di Indonesia.36
Adil disini diartikan tidak memihak,37 menempatkan sesuatu hak dan kewajiban
pada tempatnya. Berlaku adil kepada diri sendiri berarti berbuat yang serasi antara
hak dan kewajiban yang dimiliki dalam meningkatkan kehidupan sosial. Berlaku
adil kepada masyarakat berarti berlaku adil terhadap sesama warga negara
Indonesia dalam pergaulan di ranah sosial dan budaya. Berlaku adil terhadap alam
berarti kita tidak boleh berbuat semena-mena dan merusak lingkup hidup. Berlaku
adil kepada Tuhan berarti melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan, melaksanakan
semua perintah Tuhan dan menjauhi semua larangan-Nya.
35
Ibid
36
Dewan Ketahanan Nasional, 2018, op.cit, hal. 55
37
Arti kata adil, diunduh dari : https://kbbi.web.id/adil
14
Nilai kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai keadilan
yang memiliki kemampuan untuk menegakkan dan berbuat adil bagi seluruh rakyat
tanpa terkecuali, serta mampu memeratakan kesejahteraan kepada semua warga
Indonesia.38
38
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012, op.cit, hal. 35
39
Arti Pandangan Hidup, diunduh dari: https://lektur.id/arti-pandangan-hidup/
15
wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Fungsi Pancasila
sebagai pemersatu bangsa Indonesia merupakan hasil konsensus atau
kesepakatan yang telah mempersatukan berbagai pandangan mengenai asas-
asasnya Indonesia merdeka, mengenai cita-cita dan tujuan bernegara Indonesia.
Hal ini juga merupakan dasar berpijak bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat
terwujud secara berkesinambungan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
16
Penerapan wawasan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari di tengah
masyarakat Indonesia sebagai perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
ditanamkannya sikap dan perilaku setiap warga negara Indonesia untuk saling
hormat-menghormati, serta sikap dan perilaku toleransi atau saling menghargai
tatacara beribadah di antara para pemeluk agama atau penganut kepercayaan yang
telah diakui oleh Pemerintah yaitu agama: Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu,
Budha, dan Agama Khonghucu, dan aliran kepercayaan, yang berbeda-beda.
Kesadaran bahwa Indonesia bukan Negara yang hanya memiliki satu agama
yang dianut oleh seluruh warga negaranya melainkan memiliki banyak agama yang
dianut oleh warga negaranya, penting sekali untuk senantiasa ditanamkan melalui
berbagai media. Toleransi antar-umat beragama harus mampu tercermin melalui
sikap dan tindakan atau perbuatan nyata yang ditunjukkan oleh setiap umat
beragama, seperti misalnya:
1) Menghormati agama dan iman agama lain;
2) Menghormati agama lain yg sedang merayakan hari raya sesuai dengan
keyakinannya;
3) Menghormati agama lain ketika sedang melakukan ibadah, tidak
mengganggu atau mengejek teman berbeda agama yang sedang
beribadah;
4) Saling rukun terhadap tetangga walaupun berbeda agama;
5) Tidak memaksakan agama kepada orang lain;
6) Gotong royong membersihkan kampung walaupun berbeda agama;
7) Membantu yang terkena musibah atau kecelakaan tanpa melihat
agamanya;
8) Saling menjaga keamanan lingkup yang dihuni oleh beragam agama;
9) Tidak melakukan kegiatan pesta perayaan yang hingar-bingar di dekat
tempat-tempat ibadah, dan;
17
10) Saling membantu dalam kegiatan aksi-aksi sosial untuk seluruh
masyarakat yang membutuhkan tanpa membedakan agama
penyelenggara kegiatan itu.
18
terhadap sesama manusia; tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan suku,
agama, warna kulit, tingkat ekonomi maupun tingkat pendidikan; dan menyadari
warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk senantiasa tetap
menjaga kebersamaan.
19
negara, sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa,40 yang terdiri dari beberapa suku bangsa yang
mendiami banyak pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dengan
beragam bahasa dan adat istiadat kebudayaan yang berbeda-beda, yang dilakukan
secara terus-menerus untuk keberlanjutan bangsa dan negara.
Contoh nyata antara lain sikap dan perilaku yang:
1) Mendukung atau turut berkontribusi dalam kegiatan parade cinta tanah
air, gerakan cinta kebhinekaan budaya Indonesia khususnya pada
generasi muda bangsa Indonesia;
2) Mendorong dan memberi ruang dan mendukung pelaku-pelaku budaya
Idonesia dari berbagai daerah untuk secara intensif menampilkan seni
budaya dari masing-masing daerah. Wawasan Kebangsaan melalui
kegiatan ini juga ditujukan sebagai salah satu upaya menangkal atau
meminimalkan penetrasi budaya asing di era revolusi industri 4.0.
3) Sikap dan perilaku yang menjaga nama baik bangsa dan negara;
4) Tidak membangga-banggakan bangsa lain dan merendahkan bangsa
sendiri;
5) Turut serta dalam ketertiban dunia; serta
6) Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
golongan.
40
Suroto, op.cit, hal. 311
41
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS, (Lembaga Administrasi Negara, 2017), hal. 33-44
20
a) Perisai merupakan lambang ”Pertahanan Negara Indonesia”, yang terdiri
dari lima gambar emblem melekat pada perisai, yang menggambarkan
Pancasila :
· Bintang tunggal, Sila ke 1- Ketuhanan yang Maha Esa;
· Rantai Emas, Sila ke 2 – Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
· Pohon Beringin, Sila ke 3 – Persatuan Indonesia;
· Kepala Banteng, Sila ke 4 – Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan;
· Padi Kapas, Sila ke 5 – Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
b) Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia (17 Agustus 1945) antara lain :
· Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
· Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
· Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
· Jumlah bulu di leher berjumlah 45
21
a) Melakukan kewajiban mengibarkan Bendera Negara pada setiap
peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus;
b) Menggunakan Bendera Negara sebagai tanda perdamaian, tanda
berkabung dan/atau; penutup peti atau usungan jenazah;
c) Dilarang: (1) merusak, merobek, menginjak-injak, atau melakukan
perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau
merendahkan kehormatan Bendera Negara; (2) memakai Bendera
Negara untuk reklame/iklan komersial; (3) mengibarkan Bendera
Negara yang rusak, robek, luntur, kusut atau kusam; (4) mencetak,
menyulam dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan
memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
(5) memakai Bendera Negara untuk langit-langit atap, atau
pembungkus barang dan tutup barang yang dapat menurunkan
kehormatan Bendera Negara.
4) Bahasa Negara, Bahasa Indonesia, seperti antara lain:
a) Mendudukan Bahasa Indonesia di atas bahasa-bahasa daerah
yang berfungsi sebagai bahasa resmi, bahasa pengantar di
lembaga pendidikan, bahasa perhubungan dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemerintahan tingkat nasional, dan bahasa
pengantar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern;
b) Merupakan lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas
nasional, alat penghubung antar-warga, daerah dan antar-budaya;
merupakan alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang
berbeda ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
22
mufakat. Artinya, Rakyat Indonesia selalu mengedepankan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah, dan menghormati hasil
musyawarah yang telah disepakati.
23
1) Keikut-sertaan seluruh warga negara dalam pemilu dan pilkada yang
diselenggarakan oleh pemerintah;
2) Di lingkup pendidikan misal musyawarah untuk memperoleh mufakat
pada saat pemilihan Ketua Kelas atau Ketua Osis (organisasi siswa intra
sekolah) dan Ketua BEM (badan eksekutif mahasiswa);
3) Di lingkup pemukiman misal keputusan-keputusan yang diambil RW
(rukun warga) untuk mengatasi permasalahan warga berdasarkan hasil
musyawarah dan mufakat seluruh pengurus RT (rukun tetangga) dan
pengurus RW serta tokoh masyarakat;
4) Di lingkup pekerjaan misal pengambilan keputusan kebijakan
kesejahteraan buruh berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat
pimpinan perusahaan dengan serikat buruh, dan sejenisnya.
42
Implementasi Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang diunduh dari:
http://etikaberwarganegara.blogspot.com/2014/01/implementasi-sila-kelima-keadilan.html
43
Ibid
24
Contoh nyata implementasi sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
yang telah dilakukan, antara lain: 44
1) Pembangunan yang bergerak ke Wilayah Indonesia Timur untuk
menyeimbangkan dengan pembangunan Wilayah Barat;
2) Mewujudkan kebijakan “BBM Satu Harga” di seluruh tanah air;
3) Penerbitan kartu pendidikan dan kesehatan dalam bentuk KIP (Kartu
Indonesia Pintar) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat);
4) Pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat termasuk sertifikat untuk
masjid dan pesantren.
44
Moeldoko Peringati Nuzulul Quran & Hari Lahir Pancasila Bersama Gerakan Pemuda Ansor, yang diunduh dari:
http://ksp.go.id/moeldoko-peringati-nuzulul-quran-dan-hari-lahir-pancasila-bersama-gerakan-pemuda-ansor/
25
Bagian III
PEMBANGUNAN & PENGUATAN KARAKTER JATIDIRI BANGSA
45
Otto Bauer, op.cit
46
Arti jatidiri, diunduh dari: https://www.coursehero.com/file/p2uhevv/Apa-itu-jati-diri-Menurut-Kamus-Besar-
Bahasa-Indonesia-KBBI-jati-diri-adalah/
26
Dari mana jatidiri berasal? Jatidiri terbentuk dari yang namanya perasaan,
pikiran, dan tindakan yang kita lakukan sehari-hari. Kemudian hal tersebut menjadi
kebiasaan. Kebiasaan tersebut lama-kelamaan akan menjadi karakter. Kumpulan
karakter akan membentuk jatidiri. Demikian seterusnya siklus itu berputar dalam
kehidupan sehari-hari, yang berimplikasi pada ketidak-ajegan jatidiri seseorang.47
Berangkat dari Fitrah Ilahi, sebagaimana pada saat manusia dilahirkan, yaitu
ketika terjadinya jatidiri “penciptaan” manusia oleh Tuhan Yang Maha Esa,
merupakan perwujudan dari sifat seseorang yang muncul dengan sendirinya mulai
dari kecil. Dengan kata lain awal dari jatidiri seseorang merupakan fitrah Illahi
yang mengandung sifat dasar yang diberikan Tuhan, yang merupakan potensi
yang memancar dan siap di tumbuh-kembangkan. Kemudian sifat bawaan
tersebut dalam perjalanan tumbuh-kembangnya dipengaruhi oleh berbagai unsur
yang ada di lingkungannya, yang secara perlahan-lahan mempengaruhi
pembentukan karakter yang akan tercermin dalam sikap dan perilakunya. Konsep
Jatidiri Bangsa dapat dilihat pada gambar berikut ini48:
PENGARUH LINGKUNGAN P
K E
A
R
R
FITRAH A I
ILLAHI
JATIDIRI K L
T A
E K
R
U
PENGARUH LINGKUNGAN
47
Program Pendidikan Karakter Bangsa, (Rakor Kesra: Kementerian Pendidikan Nasional, 2010)
48
Ibid
27
lalu karakter yang juga dipengaruhi lingkungan akan tercermin dalam perilaku warga
negara tersebut. Selanjutnya pembentukan karakter bangsa dapat diilustrasikan pada
gambar berikut ini:49
PENGARUH LINGKUNGAN
W N
I A
L S
MASYA- A I
PRIBADI KELUARGA
RAKAT Y O
A N
H A
L
PENGARUH LINGKUNGAN
Karakter pribadi seseorang adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian yang
terbentuk dari hasil Internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Gambar 7 menunjukkan
bahwa sekumpulan karakter pribadi yang beroperasi di dalam suatu keluarga akan
membentuk karakter keluarga, dan sekumpulan karakter keluarga yang beroperasi di
dalam suatu masyarakat akan membentuk karakter masyarakat, lalu sekumpulan
karakter masyarakat yang beroperasi di dalam suatu wilayah akan membentuk karakter
wilayah, selanjutnya sekumpulan karakter wilayah akan membentuk karakter nasional
atau karakter bangsa.
Oleh karena itu, dalam konteks wawasan kebangsaan, penting sekali memahami
proses pembentukan karakter generasi muda atau generasi milenial/generasi Y
(generasi yang dilahirkan pada periode tahun1981-1994)50 dan generasi Z (generasi
49
Ibid
50
William Strauss dan Neil Howe, Millennials Rising: The Next Great Generation,(Vintage, 2000)
28
yang dilahirkan pada periode tahun 1995-2010)51 sejak dini, karena generasi-generasi
inilah yang akan membentuk jatidiri bangsa Indonesia masa kini dan masa depan.
51
Dauglas Coupland berjudul “Generation X: Tales for An Accelerated Culture”,(St.Martin Press, 1991)
52
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kementerian Pendidikan Nasional, 2010, h. 3-4
53
Soeratman Darsiti. Ki Hadjar Dewantara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981/1982, hal. 7-8
29
lebih-lebih dalam periode “masa peka”, yaitu antara usia 3,5 tahun sampai 7 tahun. Masa
peka itu merupakan waktu yang sangat penting dalam hidupnya kanak-kanak. Waktu itu
boleh dinamakan waktu “terbukanya jiwa” kanak-kanak. Dalam waktu itu kanak-kanak
mudah menerima kesan-kesan serta pengaruh-pengaruh dari luar jiwanya.
Oleh karena itu, pembangunan dan penguatan karakter bangsa yang sudah
diupayakan melalui berbagai bentuk masih harus senantiasa dilakukan agar selalu siap
menghadapi tantangan perubahan zaman, merupakan upaya yang tak kunjung selesai.
Pembangunan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat
multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek
30
potensi-potensi keunggulan bangsa mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses, dengan kata lain bahwa: karakter merupakan hal
yang sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan
menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; karakter bangsa berperan sebagai
“kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; karakter tidak
datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa
yang bermartabat. Selanjutnya, pembangunan karakter bangsa akan mengerucut pada
tiga tataran besar54, yaitu:
a. Untuk menumbuhkan dan memperkuat jatidiri bangsa
b. Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
c. Untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia
dan bangsa yang bermartabat.
54
Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Pemerintah Republik Indonesia, 2010), hal. vi
55
Ibid
56
Ibid, hal. viii-ix
31
a. Lingkup Keluarga
Keluarga merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang
dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak
sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga
berkarakter mulia yang tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Keluarga
merupakan lingkup yang pertama dan utama dimana orangtua bertindak sebagai
pemeran utama dan panutan bagi anak. Proses itu dapat dilakukan dalam bentuk
pendidikan, pengasuhan, pembiasaan, dan keteladanan. Oleh karena itu penting
sekali bagi orangtua untuk senantiasa meningkatkan kemampuan dalam menyikapi
perkembangan zaman, misalnya orangtua perlu memiliki pemahaman tentang
teknologi digital, pemahaman tentang peluang dan ancaman penggunaan gadget
di era teknologi digital saat ini bagi anak-anaknya, sehingga dapat melakukan
pengawasan dan pengasuhan yang tepat.
c. Lingkup Pemerintahan
Pemerintahan merupakan wahana pembangunan karakter bangsa melalui
keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan elite politik. Unsur
pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses
32
pembentukan karakter bangsa karena aparatur negara sebagai penyelenggara
pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan yang ikut
menentukan berhasilnya pembangunan karakter pada tataran informal, formal dan
non-formal. Kebijakan pemerintah dalam berbagai segi termasuk kebijakan dalam
bidang penyiaran atau media masa, haruslah pada pengarusutamaan
pembangunan karakter bangsa, misal antara lain melakukan pengawasan yang
ketat terhadap penyiaran berkaitan dengan penyimpangan perilaku seks, atau
pengawasan yang ketat terkait praktek-praktek LGBT atau gerakan emansipasi di
kalangan non-heteroseksual yang dapat merusak moral anak bangsa yang disebar-
luaskan melalui jaringan online, dan sejenisnya.
33
menyebarluaskan ujaran kebencian, berita bohong/hoax, serta ketidakpercayaan
terhadap kebijakan pemerintah. Masyarakat politik berperanan penting dalam
memberikan keteladanan bagaimana cara yang bermartabat ketika
mengekspresikan opini di depan massa.
34
Bagian IV
IMPLEMENTASI WAWASAN KEBANGSAAN DALAM
KEWASPADAAN NASIONAL
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dan cepat saat
ini, yang dikenal dengan era revolusi industri 4.0 atau era revolusi digital, mampu
35
sedemikian rupa mempengaruhi dan merubah cara hidup, cara bekerja dan cara
berinteraksi atau berhubungan satu sama lain warga negara Indonesia. Ibarat pisau
bermata dua, perkembangan ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa untuk
kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga dapat merupakan ancaman yang serius
bagi bangsa dan negara.
Berbagai ancaman bagi kedaulatan negara, dan keutuhan wilayah NKRI, serta
keselamatan segenap bangsa, dapat berupa ancaman militer atau ancaman belum nyata
dan ancaman nonmiliter atau ancaman nyata. Ancaman militer yang datang dari luar
negeri seperti invasi/agresi kampanye militer negara asing, serta pelanggaran kedaulatan
wilayah udara, laut dan darat dari negara lain, berdasarkan perkiraan saat ini
kemungkinannya kecil. Oleh karena itu, perkiraan ancaman yang lebih memungkinkan,
yang patut diwaspadai dan harus segera ditangani adalah ancaman nonmiliter. Ancaman
nonmiliter adalah usaha atau kegiatan tanpa bersenjata yang dinilai mempunyai
kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam bangsa dan negara.
Ancaman nonmiliter tidak secara langsung mengancam kedaulatan, keutuhan dan
keselamatan bangsa, namun pada skala tertentu dapat bereskalasi atau berkembang
60 Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1999, Tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Badan
Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayaran dan Pengamalan Pancasila, yang diunduh dari:
https://m.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt540ed6d3e89e5/node/685/keppres-no-27-tahun-1999-pencabutan-
keputusan-presiden-nomor-10-tahun-1979-tentang-badan-pembinaan
36
luas sehingga mengganggu stabilitas nasional, yang pada akhirnya mengancam
eksistensi negara.61
Di satu sisi banyak sekali peluang yang ada di bumi Indonesia ini yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia, namun
sebagai keseimbangannya juga banyak ancaman yang harus ditangkal dan dihadapi oleh
masyarakat Indonesia agar dapat mencapai visi Indonesia di tahun 2025 yang ditujukan
untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.
Seperti yang telah dipaparkan di muka, bahwa ada dua bentuk ancaman yang harus
dihadapi oleh masyarakat Indonesia agar dapat tetap mempertahankan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa Indonesia, yaitu
ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Ancaman yang perlu diwaspadai pada masa
kini dan masa yang akan datang adalah ancaman nonmiliter, sedangkan ancaman militer
kemungkinan terjadinya kecil. Oleh karena itu fokus utama pada saat ini diprioritaskan
pada bagaimana menghadapi ancaman nonmiliter tanpa mengabaikan kewaspadaan
terhadap ancaman militer. Ancaman nonmiliter dapat berdimensi ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, teknologi, keselamatan umum, legislasi, dan perang mindset,
yang dapat dijelaskan sbb:62
61
Strategi Pertahanan Negara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2014)
62
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Strategis
Pertahanan Nirmiliter, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2017)
63
Ibid, hal.30
37
3) Faham anarkis oleh kelompok radikal terorisme;
4) Menguatnya ego kedaerahan; serta
5) Munculnya aliran sesat atau menyimpang.
Sedangkan ancaman berdimensi ideologi yang berasal dari luar negeri yang juga
patut diwaspadai antara lain: radikal terorisme seperti ISIS, Al Qaedah, JI, JAT
dan Foreign Terorist Fighter, Komunisme, dan Liberalisme.
Sedangkan ancaman dari luar negeri yang patut diwaspadai antara lain: tekanan
dan intervensi politik menggunakan isu global seperti penegakkan demokrasi,
HAM (Hak Azazi Manusia) dan penanganan lingkup hidup, serta penyelenggaraan
pemerintah yang bersih dan akuntabel, seperti antara lain: pengungsi luar negeri
atau imigran gelap; spionase asing; dan intervensi asing.
64
Ibid, hal. 30-32
38
c. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi Ekonomi. 65 Oleh karena
Ekonomi merupakan salah satu penentu posisi tawar setiap negara dalam
hubungan dan pergaulan internasional, maka ekonomi sangat menentukan dalam
pertahanan negara. Ancaman berdimensi ekonomi dalam kehidupan berma-
syarakat yang patut diwaspadai antara lain:
1) Pencucian uang;
2) Penguasaan sumber daya;
3) Penebangan kayu illegal;
4) Pertambangan illegal;
5) Pencurian ikan;
6) Perdagangan manusia;
7) Membanjirnya tenaga asing;
8) Penyelundupan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba;
9) Membanjirnya produk luar negeri;
10) Inflasi yang tinggi;
11) Korupsi, kolusi dan nepotisme;
12) Beredarnya obat-obat palsu;
13) Infrastruktur yang buruk di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
14) Kesenjangan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan;
15) Besarnya utang luar negeri pemerintah dan swasta;
16) Krisis energi; dan
17) Krisis pangan.
65
Ibid, hal. 32-34
66
Ibid, hal. 35-37
39
1) Konflik komunal, horizontal (SARA);
2) Bangkitnya semangat primordial sempit/menguatnya ego kedaerahan;
3) Konflik sosial warga dan friksi lintas batas negara;
4) Pengangguran;
5) Kebodohan;
6) Penyalahgunaan narkoba;
7) Kekerasan/anarkis (unjuk rasa anarkis, pengrusakan oleh massa);
8) Pergaulan bebas, gerakan LGBT dan penyakit sosial lainnya; dan
9) Penetrasi budaya asing.
67
Ibid, hal. 37-39
40
f. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi keselamatan umum68 dapat
terjadi akibat meningkatnya kerentanan masyarakat global terhadap munculnya
berbagai wabah dari jenis penyakit baru, dan pandemik yang diakibatkan oleh
dampak perubahan iklim serta meningkatnya mobilitas barang, jasa, manusia, dan
hewan lintas negara serta praktek-praktek yang tidak alamiah dan ramah lingkup.
Ancaman berdimensi keselamatan umum yang patut diwaspadai dapat berupa:
1) Bencana alam (tsunami, gempa bumi, tanah longsor, erupsi gunung berapi,
banjir, kebakaran hutan, puting beliung, kekeringan dan sejenisnya); dan
2) Bencana non-alam seperti bioterorisme dan wabah penyakit, gagal teknologi
dan gagal modernisasi, serta pencemaran lingkup.
68
Ibid, hal. 39-40
69
Ibid, hal. 40-42
41
h. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi Perang Mindset,70 merupakan
ancaman yang bersifat masif, sistematis dan terstruktur. Perang mindset adalah
setiap usaha dan kegiatan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang
bertujuan mengkonstruksi pola pikir atau opini yang mempengaruhi dan merusak
pemikiran dan jatidiri bangsa Indonesia, yang pada gilirannya pemikiran itu
mendorong seseorang melakukan tindakan nyata yang mengancam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Perang mindset dilakukan untuk menanamkan ideologi
asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, di antaranya
memaksakan untuk mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah.
Perang mindset mempengaruhi hati dan pikiran rakyat Indonesia. Metode
operasional perang mindset dilakukan melalui infiltrasi ke dalam dimensi intelijen,
militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosial budaya dan agama. Perang
mindset memiliki daya kuat untuk menggerakan masyarakat melakukan tindakan
yang membahayakan dan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah
NKRI, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia.
70
Intan Rumbari Prihatin, Menhan: Ancaman Negara Paling Berbahaya adalah Perang Mindset, diunduh dari:
https://www.liputan6.com/news/read/3960360/menhan-ancaman-negara-paling-berbahaya-adalah-perang-
mindset
71
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2014, op.cit, ha 115
42
Bagian V
Oleh karena itu, agar keberadaan bangsa Indonesia tetap ada dan tetap berdiri
teguh, memiliki harkat dan martabat yang tinggi di dunia internasional, maka diperlukan
kemampuan wawasan kebangsaan. Warga negara yang memiliki kemampuan wawasan
kebangsaan adalah warga negara yang menyadari dan memiliki sikap dan perilaku
bahwa penting sekali pemahaman mendalam tentang bagaimanakah mengimple-
mentasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945 dalam kehidupan sehari-hari, yang mampu menumbuh-
kembangkan wawasan warga negara dalam hal:
43
yang ada, manusia tetap memiliki satu kedudukan tingkatan yang sama sebagai
mahluk ciptaan Tuhan.
3. Pemahaman bahwa persatuan kesatuan bangsa dalam keragaman dan kesede-
rajatan, yang dilandasi oleh kesadaran bela negara, dan kesadaran untuk turut
berperan aktif dalam perdamaian dunia, merupakan wawasan yang penting bagi
keberlanjutan eksistensi Bangsa Indonesia dan NKRI di sepanjang masa.
4. Pemahaman bahwa untuk menjaga atau mempertahankan persatuan kesatuan
bangsa, penting sekali menerapkan kebiasaan bermusyawarah dan bermufakat
dalam menghadapi berbagai perbedaan atau konflik, serta menghormati hasil
musyawarah yang telah disepakati, baik untuk mengatasi permasalahan di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.
5. Pemahaman bahwa di dalam pelaksanaan musyawarah dan mufakat, penting
sekali mengedepankan keadilan artinya tidak memihak dan memperhatikan
kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi, dalam kasus yang lebih luas
memperhatikan kepentingan seluruh rakyat atau bangsa dan negara.
6. Pemahaman bahwa jatidiri bangsa yang dapat mengangkat harkat dan martabat
bangsa Indonesia di mata warga dunia, dimulai dari membangun, memperkuat
pembentukan karakter positif di lingkup keluarga yang akan berdampak pada
terbentuknya karakter masyarakat, karakter wilayah dan karakter bangsa.
7. Pemahaman bahwa generasi muda di samping menjadi pintar dan melek dalam
memanfaatkan teknologi, juga merupakan generasi muda penerus bangsa yang
berwawasan kebangsaan dan siap membela keutuhan dan persatuan bangsa
sebagai perwujudan dari cinta tanah air.
Gerakan nasional bela negara adalah suatu gerakan yang mampu menggalang
seluruh warga negara Indonesia, merapatkan barisan menyatukan langkah melakukan
upaya-upaya bela negara yang menjadi kewajibannya, demi kelangsungan hidup bangsa
44
dan negara Indonesia. Bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku serta tindakan
warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan
negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara, yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.72
72
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk
Pertahanan Negara, Pasal 1
45
(dalam jaringan), media cetak, dan media elektronik.73 Menggalang persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini merupakan perwujudan sila ke 3 Persatuan Indonesia, dan
perwujudan Nilai ke 3 Bela Negara Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara.
Hal ini merupakan perwujudan Sila ke 5 Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
perwujudan Nilai ke 2 Bela Negara Sadar Berbangsa dan Bernegara yaitu dalam
berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
73 Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2018, Tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018-2019, hal. 26
74 R. Instruksi Presiden Tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2020-2024
75 Yarman Gulo. Identifikasi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pendukungnya Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Nias, diunduh
dari; file:///C:/Users/HP/Downloads/332-667-1-SM.pdf
46
B. KELOMPOK PESERTA PKBN
Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-
kan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada
warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai
dasar Bela Negara. Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat
(2), PKBN diselenggarakan di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan
1. LINGKUP PENDIDIKAN
47
2. LINGKUP MASYARAKAT
3. LINGKUP PEKERJAAN
48
C. STANDAR KOMPETENSI
1. Pengertian
76
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)
49
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan
tampak pada berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl77 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:
77
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain,
(New York: David McKay Company, 1970)
50
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-
kan pada tabel taksonomi Dave78 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai
berikut:
78
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ:
Educational Innovators Press, 1970)
51
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Wawasan Kebangsaan di setiap Tingkat
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Pengetahuan Mampu mengenal, dan menjelaskan tentang al:
· Pendidikan Layanan Khusus - Harus saling menghormati, rukun, dan saling
membantu dengan sesama teman meskipun
berbeda agama atau berbeda suku.
- Harus berlaku adil, tidak membeda-bedakan
sesama teman
- Harus menghormati, memahami artinya, dan
menjaga: Lambang Burung Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika;
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; Bendera
NKRI; dan Bahasa Indonesia
- Jika ada perbedaan pendapat dengan teman
harus dibahas bersama, bermain bersama
saling mendukung
Sikap Mampu menerima dan merespon pengetahuan
yang diterima dari Orangtua/Pembina/ Guru
Ketrampilan Mampu mengikuti perilaku & arahan Orangtua/
/Perilaku Pembina menerapkan perilaku nyata yang ber-
wawasan kebangsaan dalam kegiatan sehari-
hari antara lain toleransi terhadap perbedaan.
Dasar & Setara · Pendidikan Dasar Pengetahuan Mampu mengidentifikasi, menjelaskan, meng-
· Pendidikan Kesetaraan implementasikan pemahaman tentang a.l
· Pendidikan Keaksaraan - Lahirnya wawasan kebangsaan
Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham &
Semangat Kebangsaan
- Aktualisasi Esensi Pancasila dalam kehi-
dupan sehari-hari
- Pembangunan & penguatan jatidiri pribadi-kel
- Berbagai gerakan yang mencerminkan sikap
dan perilaku yang berwawasan kebangsaan
Sikap Mampu menerima, merespon, dan menilai
pengetahuan yang diterima dari Guru/Pembina
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan bantuan dan
/Perilaku tanpa bantuan Guru/Pembina dalam menerap-
kan gerakan/ perilaku nyata yang mencerminkan
wawasan kebangsaan.
Menengah & Setara · Homeschooling Pengetahuan Mampu mengidentifikasi, mengilustrasikan,
· Pendidikan Menengah menerapkan, bisa membedakan-menyimpulkan:
· Pendidikan Kec. Hidup - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Pendidikan Kepemudaan - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham &
· Pendidikan Pemberdayaan Semangat Kebangsaan
Perempuan - Aktualisasi Esensi Pancasila dalam kehi-
· Pendidikan Keterampilan & dupan sehari-hari
Pelatihan Kerja - Pembangunan & penguatan jatidiri pribadi-kel
- Berbagai gerakan yang mencerminkan sikap
dan perilaku yang berwawasan kebangsaan
52
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Menengah & Setara · Kader Organisasi : Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, dan
(lanjutan) Masyarakat, Komunitas, mengintegrasikan perbedaan pengetahuan
Profesi*, Partai Politik*, dan yang diterima dari Guru/Pembina
Kelompok Masyarakat lainnya
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan contoh,
/Perilaku melakukan dengan tepat tanpa contoh, dan bisa
mengembangkan penerapan gerakan /perilaku
yang mencerminkan wawasan kebangsaan
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk
· Tokoh : Agama, Adat, dan ide-ide baru terkait :
Masyarakat - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Lembaga Negara, K/L, - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham &
Pemda, TNI, Polri, Semangat Kebangsaan
BUMN/BUMD, BU Swasta, - Aktualisasi Esensi Pancasila dalam kehi-
Badan lain sesuai UU. dupan sehari-hari
- Pembangunan & penguatan jatidiri pribadi-kel
- Berbagai gerakan yang mencerminkan sikap
dan perilaku yang berwawasan kebangsaan
Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, meng-
harmonisasikan perbedaan, dan mampu
bersikap konsisten berkaitan pengetahuan yang
diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Mampu melakukan gerakan/perilaku nyata yang
/Perilaku yang mencerminkan wawasan kebangsaan,
serta senantiasa berupaya menemukan ide-ide
baru terkait topik-topik bahasan yang
berwawasan kebangsaan
53
LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku
C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x x x x x x x x x x x
3.Pend. Kepemudaan x x x x x x x x x x x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x x x x x x x x x x x
5.Pend. Keaksaraan x x x x x x x x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x x x x x x x x x x x
7.Pend. Kesetaraan x x x x x x x x x
8.Pend. Layanan Khusus x x x x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Tokoh Masyarakat x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tokoh Adat x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kader Org. Masyarakat x x x x x x x x x x x x
5.Kader Org. Komunitas x x x x x x x x x x x x
6.Kader Org. Profesi x x x x x x x x x x x x x
7.Kader Partai Politik x x x x x x x x x x x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x x x x x x x x x x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kepolisian Negara RI x x x x x x x x x x x x x x x x
5.BUMN / BUMD x x x x x x x x x x x x x x x x
6.Badan Usaha Swasta x x x x x x x x x x x x x x x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x x x x x x x x x x x x x x x
ketentuan Undang-Undang x x x x x x x x x x x x x x x x
54
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-
paikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima
dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat
dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang
digunakan sebagai pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model
pembelajaran: kontekstual, kooperatif, berbasis masalah, edutainment.
79
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21
55
masing, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan
gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman
adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda.
Mereka mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan
peserta didik lainnya.
80
Ibid, hal. 37
56
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
a. Saling ketergantungan positif, artinya Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyais-
wara menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan atau saling ketergantungan.
b. Interaksi tatap muka, akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam
kelompok sehingga mereka dapat berdialog.
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap
sopan terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani
mempertahankan pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.
57
- Peserta didik dievaluasi penguasaannya secara individu, lalu diberi peng-
hargaan atas capaian penguasaan topik bahasan.
c. Metode GI (Group Investigation)
- Seleksi Topik bahasan, Disini peserta didik memilih subtopic dari suatu
masalah umum yang digambarkan oleh Instruktur/Pengajar/Pembina/ Wi-
dyaiswara. Peserta dibagi dalam kelompok yang berorientasi pada tugas,
anggota 2 hingga 6 prserta, karakteristik heterogen
- Merencanakan kerja sama. Pengajar dan peserta didik merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus tugas, tujuan umum yang konsisten
dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.
- Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana tugas yang telah di-
rumuskan bersama. Pengajar secara terus-menerus memantau kemajuan
tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
- Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mensintesakan
berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, meringkas
dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
- Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta ter-
libat dan memperoleh perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Pengajar berperan sebagai koordinator
- Evaluasi selanjutnya. Pengajar dan Peserta didik mengevaluasi kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaaan. Evaluasi bisa individual atau kelompok
d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama
SRI MULYANI akan berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.
58
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis
81
Ibid, hal. 151-170
59
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting yaitu :
a) Situasi seharusnya ‘auntetik’. Artinya masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman nyata peserta didik, bukan konsep atau prinsip disiplin
akademis tertentu.
b) Masalah sebaiknya tidak jelas / tidak sederhana sehingga menciptakan
misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesai-
kan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternating.
c) Masalah seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
d) Masalah semestinya cakupannya luas sehingga memberikan kesem-
patan kepada Pengajar untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi
tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajaannya dilihat dari segi
waktu, ruang dan keterbatasan sumber daya.
e) Masalah sebaiknya harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.
60
3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pengajar mendorong peserta
untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.
4) Mengembangkan dan mempromosikan hasil. Pengajar membantu peserta
dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan membantu mereka menyampaikan kepada
orang lain.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pengajar
membantu peserta untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.
82 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
83 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)
84
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.
61
1. Guru menyiapkan alat-alat audio visual untuk memutar film/video/youtube yang
berkaitan dengan materi pembelajaran.
2. Kelas didisain yang bagus sehingga peserta didik merasa nyaman.
3. Guru memutarkan film/video/youtube, untuk peserta didik serta memberikan penjelasan
tentang film/video/youtube tersebut.
4. Setelah selesai pemutaran film/video/youtube siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mendiskripsikan tentang film yang telah ditayangkan dengan diiringi musik .
5. Nama kelompok dibuat sesuai dengan materi yang terkait, misalnya tokoh yang ada
dalam film/video/youtube yang ditayangkan.
6. Demonstrasi, siswa diajak bermain misalnya dengan Snowball Throwing (Melempar
bola salju) dengan cara setiap kelompok menyiapkan satu pertanyaan yang ditulis
dalam kertas kosong, lalu kertas tersebut digulung dimasukkan ke dalam bola yang
berwarna - warni yang di belah kemudian di tutup dengan isolatif. Setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melempar bola tersebut ke kelompok lain dengan waktu
yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok lain berusaha menangkap bola tersebut.
Siswa yang terakhir me-me-gang bola mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari bola itu.
7. Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok merangkum materi.
Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-
nipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan
mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-
nya. Disinilah proses pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan,
memilih, menentukan, menciptakan, memasang, membongkar, mengembalikan, men-
coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.85
85
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)
62
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat
63
Tingkat Kelompok Keterangan / contoh
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi* Pembelajaran tentang a.l. :
· Tokoh Agama, - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Tokoh Adat, - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
· Tokoh Masyarakat Kebangsaan
· Lembaga Negara, - Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
· Kementerian/LPNK, Pemda, - Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
· Tentara Nasional Indonesia - Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
Dilakukan melalui diskusi masalah-masalah terkait “yang
· Kepolisian Negara RI
ada” dan “yang kemungkinan terjadi” dalam kehidupan
· BUMN/BUMD,
sehari-hari, yang harus dipecahkan atau disolusi
· BU Swasta, bersama oleh peserta PKBN, hingga menemukan ide-ide
· Badan lain sesuai UU. baru terkait topik-topik bahasan itu.
64
ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x
2.Tokoh Masyarakat x x
3.Tokoh Adat x x
4.Kader Org. Masyarakat x x
5.Kader Org. Komunitas x x
6.Kader Org. Profesi* x x x
7.Kader Partai Politik* x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang
65
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN
1. Pengertian
Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.86
86
Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russell. Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice
Hall, 2008)
87 Ibid
66
c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada Peserta PKBN.
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta
PKBN dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak
88
Sharon E. Smaldino, James D. Russell, Michael Molenda, Instructional Technology and Media For Learning, Eight Edition,
(Pearson Merrill Prentice Hall,2005), hal. 10
67
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Wawasan Kebangsaan
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL Projected Projected TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x
ketentuan Undang-Undang
68
F. METODE EVALUASI HASI BELAJAR
1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar
untuk:89
a. Menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan
kompetensi keterampilan Peserta PKBN
b. Mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN
89
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
90
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128
69
2) Penilaian proyek yang ditugaskan kepada Peserta PKBN
3) Test tindakan Peserta PKBN, melalui observasi dan catatan lapangan
Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-
kan jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:91
a. Test Objektif :
1) Baik untuk mengukur kompetensi Ingatan pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi
dan Analisa (C1-C4)
2) Kurang tepat untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C4) dan Create/mencipta
(C5)
3) Dapat mengukur lebih banyak sampel sehingga mewakili seluruh materi
4) Pengolahan jawaban test objektif sederhana dan ketepatannya tinggi
5) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan memahami
pilihan dan menerka
6) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengingat, membuat intepretasi
dan menganalisa ide orang lain
b. Test Uraian :
1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.
Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengeva-luasi keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan
pengamatan perilaku yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara92 :
91
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
92
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36
70
4. Membudaya-Konsisten (MK), apabila terus-menerus memperlihatkan perilaku yang
dinyatakan dalam indicator secara konsisten karena selain mendapat penguatan dari
lingkungan yang lebih luas juga sudah tumbuh kematangan moral.
Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan berkaitan dengan topik bahasan tentang a.l.:
· Pendidikan Layanan Khusus - Berperilaku menghormati, rukun, dan saling membantu
dengan sesama teman meskipun berbeda agama
- Berperilaku adil, tidak membeda-bedakan sesama teman
- Berperilaku menghormati, memahami arti, dan menjaga:
Lambang Burung Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika; Lagu Kebangsaan Indonesia Raya;
Bendera NKRI; dan Bahasa Indonesia
- Berperilaku sabar tidak cepat marah, meminta saran
Ortu/Guru jika ada perbedaan pendapat dengan teman
71
TINGKAT KELOMPOK ALTERNATIF – METODE EVALUASI
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi* · Test uraian lisan melalui wawancara atau tertulis (untuk
· Tokoh Agama Pendidikan Tinggi) terkait topik-topik a.l.,
· Tokoh Adat - Lahirnya wawasan kebangsaan
- Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
· Tokoh Masyarakat Kebangsaan
· Lembaga Negara - Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
· Kementerian/LPNK, Pemda, - Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
· TNI, Polri - Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
· BUMN/BUMD Diupayakan menemukan ide-ide baru dalam memaparkan
· BU Swasta topik-topik bahasan tersebut.
· Badan lain sesuai
· Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
perundang-undangan
bahasan tentang perilaku nyata yang berwawasan
kebangsaan, diupayakan menemukan ide ide baru dalam
gerakan nasional bela negara
72
ALTERNATIF – METODE EVALUASI
LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x
2.Tokoh Masyarakat x
3.Tokoh Adat x
4.Kader Org. Masyarakat x
5.Kader Org. Komunitas x
6.Kader Org. Profesi* x
7.Kader Partai Politik* x
8.Kelompok Masyarakat lain x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang
73
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN
1. Pengertian
93
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
94
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
95
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80
74
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-
rungan penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams
(2000)96 yang mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun
frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih
dahulu kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan
penguat (reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan
perilaku yang dihasilkan.97
96
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
97 Ibid
98 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118
75
3. Jenis-Jenis Penguatan99
99
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit
76
komentar tertulis pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan
agar tidak sampai terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu
sebagai imbalan.
Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar,
Pengajar hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini
Pengajar sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(parsial). Misal bila seorang peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar,
sebaiknya Pengajar menyatakan, "ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu
disempurnakan," sehingga peserta tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak
seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.
4. Prinsip Penguatan
Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan
penguatan (reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:100
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi:
suara, mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-
siasan dalam memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya
diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga
ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman
masih bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang
bernuansa mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan
semangat peserta didikl untuk mengembangkan dirinya.
100
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
101
Ibid, hal. 83
77
a. Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan kurang
efektif. Oleh karena itu, sebelum memberikkan penguatan, pengajar terlebih
dahulu menyebut nama peserta yang bersangkutan sambil menatap
kepadanya
b. Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok peserta didik, misal apabila
satu tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelompok, pengajar
membo-lehkan kelompok itu bermain, misal basket menjadi kegemarannya
c. Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau
respon atau tanggapan peserta didik yang diharapkan. Penguatan yang
ditunda pemberiannya cenderung kurang efektif
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan
lama-kelamaan akan kurang efektif.
78
DAFTAR PUSTAKA
79
Shambaugh, N. dan SG. Magliaro. 2006. Instructional Design: ASystematic Approach for
Reflective Practice. Pearson Education Inc.
Smaldino, Sharon E, Deborah L. Lowther, James D. Russell. 2008. Instructional Technology &
Media For Learnin.Eight Edition. Pearson Merrill Prentice Hall.
Smaldino, Sharon E, James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning. Pearson Education Inc.
Soewito Santoso. 1975. Sutasoma, a Study in Old Javanese Wajrayana, New Delhi:
International Academy of Culture.
Soeratman Darsiti. 1981/1982. Ki Hadjar Dewantara. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
Strauss, W. & Neil Howe. 2000. Millennials Rising: The Next Great Generation, Vintage.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP
Suroto. 2015. Harkat dan Martabat Manusia Dalam Pandangan Kenegaraan Pancasila Dan
UUD NRI Tahun 1945, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume II No. 3 September-
Desember, 2015
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif. Jakarta: GP Press
Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan. Grasindo.
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Vonk, Oliver. 2012. Dual Nationality in the European Union: A Study on Changing Norms in Publik
and Private International Law and in the Municipal Laws of Four EU Member States,
Martinus Nijhoff Publishers.
Weis, Paul. 1979. Nationality and Statelessness in International Law. BRILL
Zainal, A. dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. PAU-PPAT-UT.
Dokumen Negara
80
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, Tentang Pedoman
Strategis Pertahanan Nirmiliter, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2017
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 54 Tahun 2014, Tentang Buku Putih
Pertahanan Indonesia
Adams, MA. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting,
9 (1), 3-6 http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
Demokrasi Pancasila. Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai, disari dan dikutip dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-
pengertian-makna.html
Etika Berwarganegara. Implementasi Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, yang diunduh dari:
http://etikaberwarganegara.blogspot.com/2014/01/implementasi-sila-kelima-
keadilan.html
Gulo Yarman. Identifikasi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pendukungnya Dalam
Pengembangan Wilayah Kabupaten Nias, diunduh dari;
file:///C:/Users/HP/Downloads/332-667-1-SM.pdf
Ilmu Pengetahuan Umum. Agama-agama di Indonesia, diunduh dari
https://ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/ (November 2019)
Intan Rumbari Prihatin, Menhan: Ancaman Negara Paling Berbahaya adalah Perang Mindset,
diunduh dari: https://www.liputan6.com/news/read/3960360/menhan-ancaman-negara-
paling-berbahaya-adalah-perang-mindset
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Arti kata Bangsa dan Kebangsaan, diunduh dari:
https://kbbi.web.id/kebangsaan
……. Arti harkat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/harkat
……. Arti martabat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/martabat
……. Arti kata adil, diunduh dari : https://kbbi.web.id/adil
……. Arti Pandangan Hidup, diunduh dari: https://lektur.id/arti-pandangan-hidup/
……. Arti jatidiri, diunduh dari: https://www.coursehero.com/file/p2uhevv/Apa-itu-jati-diri-
Menurut-Kamus-Besar-Bahasa-Indonesia-KBBI-jati-diri-adalah/
Kantor Staf Pemerintah. Moeldoko Peringati Nuzulul Quran & Hari Lahir Pancasila Bersama
Gerakan Pemuda Ansor, yang diunduh dari: http://ksp.go.id/moeldoko-peringati-nuzulul-
quran-dan-hari-lahir-pancasila-bersama-gerakan-pemuda-ansor/
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari:
http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-pembelajaranedutainment-belanbe.html.
Sistem Pemerintahan Indonesia. Wawasan Kebangsaan Indonesia, disari dan dikutip dari
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-
indonesia.htmlWikipedia. Bhineka Tunggal Ika, diunduh dari:
https://id.wikipedia.org/wiki/Bhineka_Tunggal_Ika
Typoline.com. Arti Kata Wawasan, diunduh dari: https://typoonline.com/kbbi/wawasan
81