Anda di halaman 1dari 99

Modul PKBN SERI 3.1.

PILIHAN
WAWASAN KEBANGSAAN
DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA
ISBN: 978-979-8878-13-8

Pengarah:
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI

Penyunting:
Dr. Laksmi Nurharini, S.E., M.Si.

Penyusun:
Tim Pokja Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara

Desain Sampul:
Irene Angela, S.T. @ireneeangela

Redaksi:
Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI
Gedung Jenderal R. Soeprapto Lantai 6
Jalan Tanah Abang Timur Nomor 8
Jakarta Pusat 10110

Diterbitkan oleh:

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia


Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 13-14 Jakarta Pusat
Telp : 021-3828893
Fax : 021-3505210
Email : datin.pothan@kemhan.go.id

Cetak Pertama – 2019


Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang – Undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis
dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

www.kemhan.go.id/pothan
KEMENTERIAN PERTAHANAN RI
DIREKTORAT JENDERAL POTENSI PERTAHANAN

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,
Om Swastyastu, Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudara sebangsa dan setanah air.


Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah
penantian atas lahirnya aturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Kini, Bela
Negara telah menjadi norma hukum yang diatur secara khusus
dalam Bab III Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Direktur Jenderal
Potensi Pertahanan

Pengaturan Bela Negara dalam peraturan-perundang-undangan ini menjadi sangat


penting terlebih mencermati perkembangan lingkungan strategis saat ini, baik di tingkat
global, regional dan nasional yang menunjukkan multidimensionalitas ancaman terhadap
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Ancaman yang terjadi saat
ini lebih didominasi ancaman nonmiliter, yang berdimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial
budaya, berdimensi teknologi, keselamatan umum, bahkan dapat berdimensi legislasi,
namun mengingat sifatnya yang sulit diprediksi, bukan tidak mungkin pada suatu saat,
ancaman militerpun kemungkinan bisa terjadi. Oleh karena itulah, kesadaran Bela Negara
setiap warga negara tersebut menjadi sangat penting sebagai wujud daya tangkal dan
kesiapsiagaan warga negara, baik dalam menghadapi kompleksitas ancaman nonmiliter
maupun bila suatu saat negara membutuhkan untuk menghadapi ancaman militer. Itulah
sebabnya kesadaran Bela Negara juga sebagai landasan membangun sistem pertahanan
negara baik dalam menghadapi ancaman nonmiliter maupun ancaman militer.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) adalah upaya menanamkan


pengetahuan dan membentuk sikap mental dan perilaku serta tindakan warga negara yang
memiliki kesadaran dan kemampuan Bela Negara. PKBN perlu dilaksanakan secara masif,
terukur, terkoordinasi dan terstandarisasi di lingkup pendidikan, lingkup pekerjaan dan
lingkup masyarakat, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Untuk itu
Kementerian Pertahanan membuat Modul Pembinaan Kesadaran Bela Negara, yang terdiri
dari 1 Modul Ringkasan Eksekutif, 4 Modul Wajib dan 8 Modul Pilihan. Modul ini menjadi
acuan bagi Kementerian/Lembaga termasuk di Kementerian Pertahanan sendiri, TNI, Polri,
Pemerintah Daerah, dan komponen bangsa lainnya dalam menyelenggarakan Pembinaan
Kesadaran Bela Negara di lingkungannya masing-masing.

Saya berharap pemberian materi dalam modul tersebut akan menjadi bekal
wawasan dan pengetahuan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan menguatkan tekad,

i
PENGANTAR MODUL
PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA (PKBN)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan


Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan “Pertahanan Negara” adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan “Sumber
Daya Nasional” adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya
buatan.

Dalam rangka mengimplementasikan amanat undang-undang tersebut,


khususnya dalam pengelolaan sumber daya manusia Indonesia, yang dimaknai sebagai
seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang memberikan daya dan usahanya untuk
kepentingan bangsa dan negara. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Kementerian
Pertahanan, memadang perlu untuk melakukan program pembinaan kesadaran bela
negara (PKBN). Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan
kepada warga negara guna menumbuh-kembangkan sikap dan perilaku, serta
menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pada dasarnya pelaksanaan program PKBN
ditujukan terutama untuk:

1. Menyadarkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) akan pentingnya segala


usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI,
dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan terhadap
bangsa dan negara, secara terus-menerus pantang menyerah, agar kesinam-
bungan hidup bangsa dan negara dapat dipertahankan dari masa ke masa.
2. Membentuk sikap dan perilaku bela negara seluruh WNI yang mencerminkan
tekad, sikap dan perilaku WNI, baik secara perseorangan maupun kolektif
dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI, yang

iii
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai ancaman.
3. Menggerakan seluruh WNI di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan
pekerjaan) untuk melakukan upaya tindakan nyata bela NKRI, dalam gerakan
nasional bela negara, siap menghadapi tantangan dan ancaman perubahan
jaman dari era ke era berikutnya.

Salah satu sarana untuk mendukung keberhasilan tujuan program PKBN,


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan menyusun modul pembinaan kesadaran bela
negara yang disingkat “Modul PKBN”, yang terdiri dari 12 judul pokok bahasan yaitu :
1. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
2. Empat Konsensus Dasar Negara
3. Tataran Dasar Bela Negara
4. Wawasan Kebangsaan
5. Wawasan Nusantara
6. Kearifan Lokal
7. Ketahanan Nasional
8. Kepemimpinan
9. Sistem Pertahanan Semesta
10. Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
11. Pencegahan Korupsi
12. Pengetahuan Cyber
Keduabelas judul pokok bahasan tersebut disusun dalam rancangan pembela-
jaran atau kurikulum, yang mendasarkan pada upaya pencapaian tujuan program PKBN
tersebut diatas. Secara garis besar di-ilustrasikan pada gambar 1 - Payung, berikut ini :

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN

iv
Ilustrasi gambar “Payung”, merupakan dasar berpikir pengembangan
penyusunan Modul PKBN, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu:
1. Kanopi (canopy), pelindung terhadap sinar matahari, hujan, angin, dan cuaca
2. Tiang (shank), memperkuat kanopi atau pelindung
3. Pegangan (handle), penahan tiang dan kanopi, merupakan kekuatan atau
fondasi perlindungan terhadap berbagai perubahan cuaca

Kaitan pengembangan kurikulum program PKBN dengan ilustrasi payung tersebut


dimuka, dalam penyusunan Paket Modul PKBN yang dirancang untuk mencapai tujuan
program PKBN, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “kanopi” dalam “melindungi” bangsa


dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman,
disusun 2 (dua) modul yang dirancang sebagai berikut:

a. Modul Wajib 1, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, dimana


penekanan konten pada ranah “menyadarkan” warga negara agar terdo-
rong untuk melakukan upaya bela negara, karena sejarah merupakan :
1) Sumber pelajaran sikap dan perilaku yang telah berhasil dilakukan oleh
para pendahulu bangsa, dalam upayanya mempertahankan
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
2) Sumber kesadaran waktu, yang menyadarkan seluruh WNI bahwa
peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah merupakan sesuatu
yang terus bergerak dari masa silam, bermuara ke masa kini, dan
berlanjut ke masa depan. Hal ini menyadarkan warga negara bahwa
sikap dan perilaku pada masa kini akan berimplikasi kepada kehidupan
bangsa di masa depan, dan mendorong mereka untuk mengukir
sejarahnya dengan sebaik-baiknya.
3) Sumber inspirasi, artinya sikap dan perilaku para pendahulu bangsa
dalam kiprahnya mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta
memperjuangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara, merupakan
keteladanan yang meng-inspirasi warga negara generasi berikutnya.
4) Sumber yang menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme,
yang terbangun karena kesadaran adanya kesamaan sejarah di masa
lampau, dan adanya keinginan untuk membuat sejarah besar di masa
yang akan datang.
5) Sumber kesadaran jatidiri bangsa, merupakan identitas bangsa yang
harus dibentuk secara berkesinambungan oleh WNI dari masa ke masa,
agar dihormati dan dihargai negara lain di kancah internasional.

v
b. Modul Wajib 2, 4 (empat) Konsensus Dasar Negara, dimana penekanan
konten pada ranah “menyadarkan” bahwa keempat konsensus tersebut
yaitu: Pancasila; UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,
merupakan dasar atau landasan warga negara dalam bersikap, berpikir,
berkata dan bertindak, untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa
dan negara.

2. Pokok bahasan yang befungsi sebagai “tiang” dalam melindungi bangsa dan
negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan jaman, disusun
6 (enam) modul yaitu:
a. Modul Wajib 3, Tataran Dasar Bela Negara, berisi tentang konsep-konsep
nilai-nilai dasar bela negara, dimana penekanan konten pada ranah
“menyadarkan” dan “membangun sikap” warga negara agar terdorong
untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara.
b. Modul Pilihan 3.1, Wawasan Kebangsaan, berisi tentang konsep-konsep
kebangsaan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman wawasan kebangsaan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela bangsa Indonesia.
c. Modul Pilihan 3.2, Wawasan Nusantara, berisi tentang konsep-konsep
nusantara atau kewilayahan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela
negara. Pemahaman kewilayahan diperlukan untuk “menyadarkan” dan
“membangun sikap” membela negara kepulauan Indonesia.
d. Modul Pilihan 3.3, Kearifan Lokal, berisi tentang konsep-konsep kearifan lokal
atau jatidiri bangsa, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman kearifan lokal diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun
sikap” warga negara dalam merevitalisasi kearifan lokal sebagai upaya
mempertahankan kesinambungan hidup bangsa dan negara.
e. Modul Pilihan 3.4, Ketahanan Nasional, berisi tentang konsep-konsep
ketahanan nasional, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara.
Pemahaman ketahanan nasional “menyadarkan” dan “membangun sikap” untuk
meningkatkan astagatra ketahanan dalam upaya bela negara.
f. Modul Pilihan 3.5, Kepemimpinan, berisi tentang konsep-konsep kepemim-
pinan, merupakan strategi membangun nilai-nilai dasar bela negara. Pemaha-man

vi
kepemimpinan diperlukan untuk “menyadarkan” dan “membangun sikap” dalam
memimpin program aksi bela negara menghadapi tantangan dan ancaman
perubahan jaman, demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara

3. Pokok bahasan yang berfungsi sebagai “pegangan/fondasi” dalam melindungi


bangsa dan negara terhadap dinamika tantangan dan ancaman perubahan
jaman, disusun 4 (empat) modul yang dirancang sebagai berikut:
a. Modul Wajib 4, Sistem Pertahanan Semesta, berisi tentang konsep-
konsep dan operasionalisasi pertahanan negara, dalam suatu sistem yang
bersifat kesemestaan yang melibatkan seluruh sumber daya nasional, baik
warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sarana-
prasarana, dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibrida di
semua bidang. Pemahaman sistem pertahanan semesta diperlukan untuk
“membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” membela negara
b. Modul Pilihan 4.1, Pencegahan Penanggulangan Terorisme, berisi tentang
konsep-konsep dan operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan
terorisme yang berpotensi membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Pemahaman materi ini diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk
sikap dan perilaku nyata” membela negara menghadapi ancaman terorisme.
c. Modul Pilihan 4.2, Pencegahan Korupsi, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi metode pencegahan dan penanggulangan korupsi yang
berpotensi merusak moral kehidupan bangsa dan negara. Pemahaman materi ini
diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan perilaku nyata” dalam
membela negara dalam upaya pemberantasan korupsi.
d. Modul Pilihan 4.3, Pengetahuan Cyber, berisi tentang konsep-konsep dan
operasionalisasi ancaman di ranah kejahatan cyber (antara lain: pembobolan
situs, pencurian data, penyebaran virus/program jahat) yang berpotensi
membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pemahaman
pengetahuan cyber diperlukan untuk “membangun” dan “membentuk sikap dan
perilaku nyata” membela negara terhadap ancaman kejahatan cyber.
Rancang bangun hubungan antar modul rangkaian Modul PKBN, seperti terlihat
pada gambar 2 - “desain instruksional” berikut ini:

vii
DESAIN INSTRUKSIONAL MODUL PKBN

SERI
1 MODUL : SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
WAJIB

SERI
2 MODUL : 4 (EMPAT) KONSENSUS DASAR NEGARA
WAJIB (PANCASILA; UUD NRI 1945 ; NKRI; BHINEKA TUNGGAL IKA)

SERI MODUL :
3.1 WAWASAN KEBANGSAAN
PILIHAN
SERI MODUL :
3.2
PILIHAN
WAWASAN NUSANTARA
MODUL :
SERI
TATARAN DASAR
SERI MODUL :
3 3.3
WAJIB BELA NEGARA PILIHAN
KEARIFAN LOKAL
SERI MODUL :
3.4
PILIHAN
KETAHANAN NASIONAL
SERI MODUL :
3.5
PILIHAN
KEPEMIMPINAN

SERI MODUL :
4.1 PENCEGAHAN & PENANGGULANGAN
PILIHAN TERORISME
MODUL :
SERI SISTEM SERI MODUL :
4 4.2
PERTAHANAN PENCEGAHAN KORUPSI
WAJIB PILIHAN
SEMESTA SERI MODUL :
4.3
PENGETAHUAN CYBER
PILIHAN
Gambar 2 : Desain Instruksional Modul PKBN
viii
Setiap Topik Modul PKBN disusun berdasarkan alur pikir yang diawali dengan
pengertian atau pemahaman dari judul topik bahasan, kemudian di elaborasi pada
konsep-konsep dari topik bahasan, selanjutnya pembahasan digiring mengerucut pada
paparan implementasi kearah gerakan nasional bela negara. Alur pikir pembahasan topik
Modul PKBN, dapat dilihat pada gambar 3 – desain instruksional setiap topik modul.

Modul PKBN dirancang sebagai bekal atau pedoman mengajar bagi para
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, yang ditugaskan untuk menyadarkan,
menginternalisasi-kan nilai-nilai dasar bela negara, membentuk serta memberdayakan
sikap dan perilaku nyata warga negara untuk secara terus-menerus membela bangsa
dan NKRI, yang terwujud di dalam tindakan warga negara sehari-hari, baik di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.

Rancangan setiap Modul PKBN, merupakan “Paket Pembelajaran” yang disusun


ke dalam 7 (tujuh) kategori sebagai berikut :

A. MATERI / BAHAN AJAR


B. KELOMPOK PESERTA PKBN
C. STANDAR KOMPETENSI PER KELOMPOK PESERTA
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN PER KELOMPOK PESERTA
F. METODE EVALUASI HASIL BELAJAR PER KELOMPOK PESERTA
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

Penyusun sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna. Dengan segala
kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat
memberikan masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2019


Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia

ix
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… i


PENGANTAR MODUL PKBN ……………………………………………………………… iiii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………… ixx
DAFTAR GAMBAR ………………………………………...……………………………… xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………….. xii

A. MATERI / BAHAN AJAR …………………………………………………………….. 1


Bagian I : PEMAHAMAN WAWASAN KEBANGSAAN …..…………………………... 1 1
1. Pengertian …………………………………………………… 1 1
2. Rasa, Faham dan Semangat dalam Wawasan Kebangsaan .………. 3 3

Bagian II : PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT …………………. 66


1. Kedudukan dan Fungsi Pancasila …………………………………….. 66
2. Aktualisasi Esensi Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat ……. 16 16
a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa ……………………….. 16 16
b. Sila Kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab ………………. 18 18
c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia …………………………………. 19 19
d. Sila Keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan ………….... 22 22
24
e. Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia …… 24

26
Bagian III : PEMBANGUNAN & PENGUATAN KARAKTER-JATIDIRI BANGSA ….... 25
1. Pengertian Jatidiri Bangsa ……………………………………………... 2526
2. Pembangunan dan Penguatan Karakter Bangsa …………………. 2930

Bagian IV : IMPLEMENTASI WAWASAN KEBANGSAAN DALAM


KEWASPADAAN NASIONAL ……………………………………………. 3535
1. Pengertian Kewaspadaan Nasional ………………………..…………. 3535
2. Implementasi Kewaspadaan Nasional dalam Kehidupan
Bermasyarakat ………………………………………………..…………. 37
37

Bagian V : PENTINGNYA PEMAHAMAN WAWASAN KEBANGSAAN


43
DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA ………………….….... 43

x
B. KELOMPOK PESERTA PKBN ……………………………………………………… 47

C. STANDAR KOMPETENSI …………………………………………………………. 49


1. Pengertian …………………………………………………………. 49
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat ………………………… 52
3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup ……………………………… 53

D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN …………………………………………… 55


1. Pengertian ……………………………………………………………………. 55
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat …………….. 63
3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup ………………….. 64

E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN ……………………………………………… 66


1. Pengertian ……………………………………………………………………….. 66
2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat ………………. 67
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup …………………….. 68

F. METODE EVALUASI ……………………………………………………………… 69


1. Pengertian ………………………………………………………………………… 69
2. Garis Besar Metode Evaluasi di setiap Tingkat ……………..……………….. 71
3. Matriks Metode Evaluasi di setiap Lingkup …………………………………. 72

G. PENGUATAN (Reinforcement) PEMBELAJARAN ………………………………... 74

DAFTAR PUSTAKA 79
………………………………………………………………………. …

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Ilustrasi Kurikulum – Paket Modul PKBN ……………………………… iv


Gambat 2 : Desain Instruksional Modul PKBN ………………………………………. viii
Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul Wawasan Kebangsaan …………… xiii
Gambar 4 : Hirarki Butir-Butir Pancasila …………………….……………………..… 7
Gambar 5 : Hirarki Peraturan Perundang-undangan yang bersumber
pada Pancasila …………………………………………………….….… 8
Gambar 6 : Konsep Jati Diri Bangsa – 1 ………………………………………….….... 27
Gambar 7 : Konsep Jati Diri Bangsa – 2 ……………………………………………..… 28

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kelompok Lingkup Pendidikan ………………………………………… 47


Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C) …………. 49
Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A) …………………… 50
Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P) …………… 51
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Wawasan Kebangsaan di setiap Tingkat ….. 52
Tabel 6 : Matriks Standar Kompetensi – Wawasan Kebangsaan ……………… 53
Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Wawasan Kebangsaan di setiap Tingkat …. 63
Tabel 8 : Matriks Metode Pembelajaran – Wawasan Kebangsaan ……………….. 64
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Wawasan Kebangsaan ……………..…. 68
Tabel 10 : Metode Evaluasi – Wawasan Kebangsaan di setiap Tingkat ………….… 71
Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Wawasan Kebangsaan ………………...…… 72

xii
DESAIN INSTRUKSIONAL - MODUL WAWASAN KEBANGSAAN

Contoh Gerakan antara lain:


1.Implementasi program pengem-
bangan interaksi sosial masy.
(Sila ke 1 & Nila BN ke 1)
2.Penanaman nilai ke Indonesiaan
dan nilai non kekerasan
(Sila ke 2 & Nilai BN ke 5)
3. Kewaspadaan nasional terhadap
ideology radikal terorisme,
separatism dan komunisme
(Sila ke 3 & Nila BN ke 3
4.Mengajak masy untuk selalu
musyawarah dlm solusi konflik
(Sila ke 4 & Nilai BN ke 4)
5.Mengurangi kesenjangan ekon
pengangguran, kemiskinan
(Sila ke 5 & Nilai BN ke 2)

Gambar 3 : Desain Instruksional – Modul WAWASAN KEBANGSAAN

xiii
A. MATERI/BAHAN AJAR

Bagian I
PEMAHAMAN WAWASAN KEBANGSAAN

1. Pengertian
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan
“Kebangsaan”. Wawasan berarti: (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat
juga berarti: (2) konsepsi cara pandang.1 Kebangsaan berasal dari kata “Bangsa” yang
berarti: kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan
sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri, dapat juga berarti: kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan
menempati wilayah tertentu di muka bumi. Kebangsaan mengandung arti: (1) ciri-ciri
yang menandai golongan bangsa; (2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan)
bangsa; (3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.2

Pengertian Bangsa menurut Otto Bauer (1907), adalah suatu persatuan perangai
yang terjadi dari suatu persatuan berbagai hal yang telah dijalani oleh warga negara atau
rakyat. Nasionalisme itu ialah suatu itikad, suatu keinsyafan warga negara atau rakyat,
bahwa mereka adalah satu golongan, satu bangsa. Bangsa adalah satu persamaan,
satu persatuan karakter, watak, yang persatuan karakter dan watak ini tumbuh, lahir
karena persatuan pengalaman. Dengan kata lain Otto Bauer lebih menekankan
pengertian bangsa pada karakter atau perangai yang dimiliki oleh warga negara yang
dijadikan jatidiri suatu bangsa. Karakter yang merupakan ciri khas suatu sikap dan
perilaku warga bangsa yang membedakan dengan bangsa lainnya, yang terbentuk
berdasarkan pengalaman sejarah budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang bersa
ma dengan tumbuh kembangnya bangsa tersebut.3 Kebangsaan menurut Olivier Vonk4

1
Arti Kata Wawasan, diunduh dari: https://typoonline.com/kbbi/wawasan
2
Arti kata Bangsa dan Kebangsaan, diunduh dari: https://kbbi.web.id/kebangsaan
3
Otto Bauer, Die Nationalitatenfrage Und Die Sozialdemokratie - Scholar's Choice Edition, (Wien : Ignaz Brand,
1907)
4
Olivier Vonk, Dual Nationality in the European Union: A Study on Changing Norms in Publik and Private
International Law and in the Municipal Laws of Four EU Member States, (Martinus Nijhoff Publishers,2012),
hal.19–20.

1
adalah hubungan hukum antara orang dan negara, lebih lanjut Paul Weis mengatakan
bahwa Kebangsaan memberi yurisdiksi negara atas orang dan memberi orang
perlindungan dari negara. Yang menjadi hak-hak dan kewajiban merupakan hal yang
beragam dari suatu negara dengan negara lainnya.5

Dengan demikian Wawasan Kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara


pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan
bernegara yang dilandasi oleh jatidiri bangsa dan kesadaran terhadap sistem nasional
yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 dan Bhineka Tunggal Ika, guna
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai Visi
Indonesia 2025 yaitu Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.6 Mandiri artinya
mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan
mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Maju artinya diukur dari kualitas
sumber daya manusia (SDM), tingkat kemakmuran, kemantapan system, kelembagaan
politik dan hukum. Adil artinya tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk apapun,
baik antar individu, gender maupun wilayah. Makmur artinya terpenuhi seluruh kebutuhan
hidupnya, sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain.7

Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi


geografis negara, sejarah, sosial-budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dan
politik serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita bangsa dan menjamin
kepentingan nasional. Wawasan Kebangsaan menentukan bangsa dalam menempatkan
diri pada pranata hubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan
bangsa lain di dunia internasional. Konsep ini mengandung komitmen dan semangat
persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa,
yang didukung oleh kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai dalam
menghadapi tantangan masa kini dan masa mendatang.8

Contoh penerapan wawasan kebangsaan pada masa kini antara lain:

5
Paul Weis. Nationality and Statelessness in International Law. (BRILL, 1979), p. 29–61.
6
Bahan Ajar: Wawasan Kebangsaan, (Ditjen. Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, 2018)
7
Pungkas Bahjuri Ali, Rancangan RPJMN Teknokratik 2020-2024, Pembangunan Kesehatan, (Kementerian
PPN/Bappenas, 2019)
8
Ditjen. Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, op.cit, hal. 23-24

2
a. Di Lingkup Pendidikan, melakukan pembelajaran penguatan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sebagai landasan pembentukan karakter dalam
kehidupan sehari-hari, untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 di
masa kini, baik di dalam maupun di luar kelas.
b. Di Lingkup Masyarakat, memperkuat internalisasi nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila untuk mampu menangkal pengaruh intoleransi, radikalisme
dan terorisme di tengah masyarakat, misal antara lain sikap dan perilaku
menghapus atau tidak menyebarkan berita hoax / hate speech di medsos grup
yang kontra-produktif upaya pencapaian tujuan bangsa dan NKRI.
c. Di Lingkup Pekerjaan, meningkatkan kerjasama antar pelaku usaha untuk
menghadapi tantangan era digital, misal antara lain bekerjasama mendorong
pelaku koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar mampu
memanfaatkan potensi ekonomi digital.

2. Rasa, Faham, dan Semangat dalam Wawasan Kebangsaan


Dalam catatan sejarah menunjukkan bahwa, kelahiran wawasan kebangsaan
terjadi ketika seluruh warga negara Indonesia yang beragam latar budaya, strata sosial,
agama, adat istiadat, suku, pendidikan, bersatu-padu memiliki cita-cita dan semangat
yang sama untuk berjuang membebaskan diri dari belenggu penjajahan, yang telah
membuat rakyat Indonesia menderita. Awalnya perjuangan yang dilakukan masih
bersifat lokal yang ternyata tidak membawa hasil, namun kemudian muncullah kesadaran
untuk bergerak melakukan perjuangan secara nasional, yakni perjuangan yang
berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia, yang merupakan
momentum lahirnya wawasan kebangsaan. 9

Kesadaran seluruh bangsa Indonesia yang diwadahi oleh gerakan kebangsaan


Budi Utomo, yang disebut Gerakan Kebangkitan Nasional, yang lahir pada tanggal 20
Mei 1908, merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa yang bersifat nasional.
Gerakan kebangsaan Budi Utomo, telah mendorong terwujudnya gerakan-gerakan atau
organisasi-organisasi yang sangat beragam, baik dipandang dari tujuan maupun

9
Sistem Pemerintahan Indonesia: Wawasan Kebangsaan Indonesia, disari dan dikutip dari
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-indonesia.html

3
dasarnya, yang merupakan terwujudnya proses Bhineka Tunggal Ika yaitu “berbeda-
beda tetapi tetap satu”. Wawasan kebangsaan dipertegas lagi dengan Sumpah Pemuda
28 Oktober 1928 yang berikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa
persatuan Bahasa Indonesia”. Gerakan nasional yang merupakan awal dari wawasan
kebangsaan inilah, yang berhasil mengusir penjajah dari nusantara, kemudian wawasan
kebangsaan ini berhasil menancapkan tonggak sejarah lahirnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia, pada saat memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.10

Sumpah Pemuda dan Gerakan Kebangkitan Nasional telah memadukan


kebhinekaan dan ketunggalikaan. Kesepakatan pemersatu bangsa Indonesia adalah
tetap menghormati keberadaan keaneka-ragaman seperti suku bangsa, adat istiadat,
kebudayaan, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Wawasan Kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas satu atau
kelas dua, atau warga negara mayoritas atau minoritas, semua warga negara sederajat.11

Untuk dapat mewujudkan makna wawasan kebangsaan yang telah dibangun


dengan baik, perlu dipahami tiga komponen utama penyelaras sebagai fondasi, sekaligus
pilar penyangga yang dapat membuat berdiri tegak dan kokohnya pemahaman wawasan
kebangsaan. Ketiga hal tersebut adalah Rasa Kebangsaan, Faham Kebangsaan, dan
Semangat Kebangsaan.12
a. Rasa kebangsaan merupakan refleksi dari rasa memiliki (sense of belonging),
merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda yang menyatukan tekad menjadi
bangsa yang kuat, dihormati dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia.
Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang kuat atau besar, manakala kita
secara individu maupun kolektif tidak merasa memiliki bangsanya. Rasa
kebangsaan adalah suatu perasaan rakyat, masyarakat, dan bangsa terhadap

10
Demokrasi Pancasila: Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai, disari dan dikutip dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-pengertian-makna.html
11
Ibid
12
Ditjen. Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, 2018, op.cit, hal. 41

4
kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa,
yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.13
b. Faham kebangsaan merupakan pemahaman tentang keberadaan jatidiri
seseorang atau sekelompok orang sebagai satu bangsa, juga dalam
memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsanya
dalam lingkup internal dan lingkup eksternalnya. Pemahaman ini
mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan,
kesatuan, kepentingan serta keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Pemahaman ini mendorong setiap warga
negara sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa. Faham
kebangsaan ini diiandasi oleh Pancasila sebagai falsafah dan pandangan
hidup bangsa yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan pedoman
dalam bersikap dan bertingkah laku yang pada akhirnya bermuara pada
terbentuknya karakter bangsa.14
c. Semangat Kebangsaan adalah perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan
dan paham kebangsaan. Kondisi semangat kebangsaan atau nasionalisme
suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut
dalam menghadapi berbagai ancaman.15

Aktualisasi ketiga pemahaman tersebut di atas dalam pemaknaan Wawasan


Kebangsaan dilakukan melalui implementasi butir-butir Pancasila secara nyata dalam
kehidupan sehari- hari.

13
Ibid, hal. 42
14
Ibid, hal. 42
15
Ibid, hal. 42

5
Bagian II
PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

1. Kedudukan dan Fungsi Pancasila

Pancasila sebagai falsafah bangsa disampaikan oleh Presiden Pertama Republik


Indonesia, Ir. Soekarno yang mengatakan bahwa Pancasila sebagai philosofische
groundslag-nya Indonesia merdeka. Secara garis besar Pancasila mempunyai 4 (empat)
kedudukan dan fungsi yaitu: sebagai Dasar Negara Republik Indonesia; Ideologi
Nasional; Pandangan Hidup Bangsa Indonesia; dan Pemersatu Bangsa.16

a. Pancasila sebagai Dasar Negara17


Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia diawali dari
sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekan Indonesia
(BPUPKI) pada tanggal 29-31 Mei 1945, pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni
1945, penyusunan “Piagam Jakarta” pada tanggal 22 Juni 1945, dan UUD Negara
Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang secara
yuridis-formal menetapkan dan memberlakukan rumusan Pancasila seperti yang
tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alinea IV, sebagai berikut:
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan beradap,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”

16
Modul Utama Pembinaan Bela Negara: Konsepsi Bela Negara. (Dewan Ketahanan Nasional, 2018), hal. 52
17
Ibid, hal. 52-54

6
Pancasila sebagai dasar negara bersifat hierarkis-piramidal, dimana butir-butir
lima sila tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dengan
yang lainnya, saling menjiwai dan dijiwai, seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Sila ke 1
KETUHANAN
Yang Maha Esa
Sila ke 2
KEMANUSIAAN
Yang Adil dan Beradab
Sila ke 3
PERSATUAN Indonesia

Sila ke 4
KERAKYATAN
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sila ke 5
KEADILAN Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Gambar 4: Hierarki Butir-Butir Pancasila

Pada Gambar 1, menunjukkan bahwa Sila ke 1 “Ketuhanan Yang Maha Esa”


merupakan “Fondasi” dalam hierarki butir-butir Pancasila. Artinya, Sila ke 1
menjiwai sila kedua sampai sila kelima. Sebaliknya, sila kelima “Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dijiwai oleh sila keempat sampai dengan sila
pertama.

Selain itu, Pancasila juga sebagai dasar negara yang merupakan “Sumber
Dari Segala Hukum” seperti yang dinyatakan dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang juga bersifat
Hierarkis-Piramidal18. Pancasila mendasari seluruh peraturan perundang-

18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, (Fukosindo Mandiri: 2011), hal. 5

7
undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana tergambar pada piramida
berikut:

PANCASILA

UU Dasar
RI 1945

Ketetapan/TAP MPR

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang / PERPU

Peraturan Pemerintah / PP

Peraturan Presiden / Perpres

Peraturan Daerah / Perda :


- Peraturan Provinsi
- Peraturan Kota/Kabupaten
- Peraturan Desa dan Peraturan setingkat

Gambar 5: Hierarki Peraturan Perundang-undangan yang bersumber pada Pancasila

Pada gambar 2, memperlihatkan bahwa Pancasila tidak ditempatkan dalam


hierarki peraturan perundang-undangan nasional karena Pancasila harus menjiwai
setiap produk hukum yang ada. Pancasila sebagai dasar negara bersifat final dan
tidak dapat diubah.19

Pada penjelasan pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011, diuraikan bahwa


penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

19
Dewan Ketahanan Nasional, 2018, op.cit, hal. 54

8
Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap
materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.20

Tata urut atau penjenjangan peraturan perundang-undangan yang tertera


pada gambar 2, mengacu pada Pasal 7 UU No.12 Tahun 2011, yang dalam
penjelasan menyatakan bahwa dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang
didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.21

Jenis peraturan perudang-undangan selain yang tertera pada gambar 2,


sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (1), juga mencakup yang
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga,
atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat, seperti yang tertera pada pasal
8 ayat (1). Kemudian ditegaskan oleh ayat (2) bahwa Peraturan Perundang-
undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.22

20
Fukosindo Mandiri, UU No. 12 Tahun 2011, op.cit, hal. 7
21
Ibid, hal. 60
22
Ibid, hal. 8

9
Pemahaman wawasan kebangsaan terkait dengan kedudukan dan fungsi
Pancasila sebagai dasar NKRI yang merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-
pisahkan dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa, yang disimbolkan berupa gambar perisai ditengahnya gambar bintang
bersudut lima, yang memiliki arti bahwa Sila pertama ini menerangi semua empat
sila yang lain. Menurut Mohammad Hatta, sila Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk
menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan
dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini, maka politik negara mendapat dasar
moral yang kuat, sila ini yang menjadi dasar yang memimpin ke arah jalan
kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.23

Penjelasan Wawasan Kebangsaan terkait pemaparan kedudukan dan fungsi


Pancasila dalam hierarki peraturan perundang-undangan di seluruh NKRI a.l:
1) Memahami kedudukan Pancasila merupakan sumber segala sumber
hukum negara, yang menjiwai setiap produk hukum, dan UUD NRI
Tahun 1945 merupakan dasar dalam peraturan perundang-undangan.
2) Memahami jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
3) Seluruh WNI wajib mematuhi peraturan perundang-undangan. Warga
negara yang dinyatakan memiliki kesadaran terhadap aturan atau
hukum, apabila:
a) Memiliki pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum yang
berlaku, baik di lingkup masyarakat ataupun di negara Indonesia;
b) Memiliki pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum
artinya bukan hanya sekedar tahu ada hukum tentang pajak, tetapi
juga mengetahui isi peraturan tentang pajak tersebut;
c) Memiliki sikap positif terhadap peraturan-peraturan hukum; dan
d) Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan apa yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

23
Prof. Dr. Kaelan, MS. Pendidikan Pancasila, (Paradigma Yogyakarta, 2010)

10
Kesadaran mematuhi apa yang menjadi tuntutan peraturan dapat terwujud jika
sejak kecil dididik untuk selalu mematuhi dan melaksanakan berbagai aturan yang
berlaku, baik di lingkup keluarga, sekolah, masyarakat sekitar maupun yang berlaku
secara nasional. Pada awalnya bisa saja melalui tekanan atau paksaan untuk
melaksanakan berbagai aturan tersebut, namun lama kelamaan menjadi suatu
kebiasaan, sehingga tanpa sadar melakukan perbuatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ketaatan muncul karena merasakan manfaat
peraturan itu bagi kehidupan diri dan lingkupnya.

b. Pancasila sebagai Ideologi Nasional

Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan hasil kristalisasi dari nilai-nilai


kehidupan dan cita-cita masyarakat Indonesia yang sumbernya tidak lain dari
kehidupan bangsa Indonesia yang majemuk (plural) dengan berbagai ragam
budaya, suku bangsa, agama, serta bahasa dan keyakinan yang dimiliki bangsa
Indonesia.24 Pancasila merupakan seperangkat lima prinsip dasar yang menjadi
pegangan dalam menentukan arah dan tujuan guna melangsungkan dan
mengembangkan hidup dan kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Pancasila mampu mengakomodir seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Berikut ini kelima prinsip dasar tersebut:25

Prinsip Pertama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna


bahwa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu sila ini menjamin kebebasan beragama
dan pluralisme ekspresi keagamaan atau kesediaan untuk menerima keberagaman
ekspresi beragama, bagi seluruh warga negara Indonesia. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh Ir. Soekarno, “Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam,
Kristen, dengan cara yang berkeadaban, yakni hormat-menghormati satu sama
lain” (Naskah pidato 1 Juni 1945).26 Berdasarkan Keppres No. 6/2000, dan
kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Republik

24
Bahan Ajar Bela Negara, Empat Konsensus Nasional, (Kementerian Pertahanan RI, 2018), hal. 37
25
Dewan Ketahanan Nasional, 2018, op.cit, hal. 55
26
Ibid

11
Indonesia No. MA/12/2006, maka mulai tahun 2000, ada 6 (enam) agama yang
diakui oleh pemerintah Indonesia, yaitu: (1) Agama Islam; (2) Agama Kristen
Protestan; (3) Agama Katolik; (4) Agama Budha; (5) Agama Hindu; dan (6) Agama
Khonghucu.27

Nilai kebangsaan yang bersumber pada esensi prinsip ini adalah nilai religius
yang memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi berdasarkan agama dan keyakinan
yang dipeluknya, dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap seluruh warga negara
Indonesia pemeluk agama dan keyakinan lain yang tumbuh dan diakui di Indonesia.
Hal ini merupakan konsekuensi dari pengakuan adanya Tuhan Yang Maha Esa.28

Prinsip Kedua, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang dijiwai oleh
pemahaman Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, memiliki makna menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sebagai individu,
dan sebagai makhluk sosial. Harkat berarti kemuliaan atau nilai29 manusia sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali daya cipta, rasa dan karsa serta hak-
hak dan kewajiban asasi manusia, sedangkan martabat adalah tingkat harkat
kemanusiaan atau harga diri,30 dan kedudukan yang terhormat. Harkat dan
martabat manusia adalah sama apapun agamanya, status sosialnya, suku dan
adat-istiadatnya, karena manusia ditempatkan paling tinggi di atas segala mahluk
di muka bumi ini. Menurut Suroto,31 pengamalan sila ini antara lain mencakup
peningkatan martabat, hak dan kewajiban asasi warga negara serta penghapusan
penjajahan kesengsaraan dan ketidak-adilan di muka bumi.

Nilai Kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai
kekeluargaan yang memiliki nilai-nilai kebersamaan dan senasib sepenanggungan
dengan sesama warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal-usul, keyakinan

27
Agama-agama di Indonesia, diunduh dari https://ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/
28
Buku Induk Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Yang Bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa. Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012, hal. 35
29
Arti harkat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/harkat
30
Arti martabat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/martabat
31
Suroto, Harkat dan Martabat Manusia Dalam Pandangan Kenegaraan Pancasila Dan UUD NRI Tahun 1945,
(Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume II No. 3 September-Desember, 2015), hal. 311

12
dan budaya. Ini adalah konsekuensi dari bangsa Indonesia yang bersifat
majemuk.32

Prinsip Ketiga, Sila Persatuan Indonesia yang dijiwai oleh pemahaman


Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, memiliki
makna bahwa manusia Indonesia harus hidup menjaga persatuan, kesatuan, dan
kepentingan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Filosofi dasar persatuan dan kesatuan bangsa ditemukan pertama kali
dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Dalam kitab itu ada tulisan berbunyi
“Bhineka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa”, yang berarti “berbeda-beda
tetapi tetap satu, tak ada kebenaran yang mendua”. Frasa inilah yang kemudian
diadopsi sebagai semboyan yang tertera dalam lambang negara Garuda Pancasila.
33 Hal ini menunjukkan bahwa gagasan, hasrat, dan semangat persatuan
sesungguhnya, bulat dan tidak mendua, yang telah tumbuh dan berkembang dalam
akar sejarah bangsa Indonesia. Jika Persatuan Indonesia dikaitkan dengan
pengertian modern sekarang ini, maka disebut nasionalisme.

Nilai kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai
keselarasan yang memiliki kemampuan beradaptasi dan kemauan untuk
memahami dan menerima budaya daerah atau kearifan lokal sebagai konsekuensi
dari bangsa yang bersifat plural atau majemuk, itulah bangsa Indonesia.34

Prinsip Keempat, Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan


dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, dan Persatuan Indonesia, memiliki makna
bahwa manusia Indonesia sebagai warga negara memiliki kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama, tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada
pihak yang lain. Pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah untuk

32
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, op.cit
33
Bhineka Tunggal Ika, diunduh dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Bhineka_Tunggal_Ika dan
Soewito Santoso, Sutasoma, a Study in Old Javanese Wajrayana (New Delhi: International Academy of Culture,
1975), hal. 578
34
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012, op.cit, hal. 35

13
mencapai mufakat, dan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat banyak dan
negara di atas kepentingan pribadi, dengan senantiasa memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa. Pengambilan keputusan dalam menjalankan pemerintahan
harus adil dan memperhatikan kepentingan bangsa dan negara yang diputuskan
berdasar prinsip-prinsip yang mengutamakan musyawarah dan mufakat
berlandaskan pada bimbingan Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai
kerakyatan yang memiliki sifat keberpihakan kepada rakyat Indonesia di dalam
merumuskan dan mengimplementasikan suatu kebijaksanaan pemerintah negara,
yang datang dari rakyat untuk rakyat sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat.35

Prinsip Kelima, Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang
dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung makna keadilan dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban, ringan tangan dan kerja keras untuk
bersama-sama gotong royong mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial. Selain itu prinsip ini juga bermakna pengentasan kemiskinan dan
menghilangkan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas di Indonesia.36

Adil disini diartikan tidak memihak,37 menempatkan sesuatu hak dan kewajiban
pada tempatnya. Berlaku adil kepada diri sendiri berarti berbuat yang serasi antara
hak dan kewajiban yang dimiliki dalam meningkatkan kehidupan sosial. Berlaku
adil kepada masyarakat berarti berlaku adil terhadap sesama warga negara
Indonesia dalam pergaulan di ranah sosial dan budaya. Berlaku adil terhadap alam
berarti kita tidak boleh berbuat semena-mena dan merusak lingkup hidup. Berlaku
adil kepada Tuhan berarti melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan, melaksanakan
semua perintah Tuhan dan menjauhi semua larangan-Nya.

35
Ibid
36
Dewan Ketahanan Nasional, 2018, op.cit, hal. 55
37
Arti kata adil, diunduh dari : https://kbbi.web.id/adil

14
Nilai kebangsaan yang bersumber dari esensi prinsip ini adalah nilai keadilan
yang memiliki kemampuan untuk menegakkan dan berbuat adil bagi seluruh rakyat
tanpa terkecuali, serta mampu memeratakan kesejahteraan kepada semua warga
Indonesia.38

c. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Pandangan hidup artinya konsep yang dimiliki seseorang atau golongan


dalam masyarakat yang bermaksud menanggapi dan menerangkan segala
masalah di dunia ini.39 Dengan kata lain, pandangan hidup merupakan
pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan,
petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil
pemikiran manusia berdasarkan pengalaman kehidupan sehari-hari, baik yang
diperoleh pada masa kini, masa lampau maupun masa yang akan datang.

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa Pancasila menjadi


pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup bangsa Indonesia di dalam kiprahnya
di berbagai kegiatan kehidupan, yang bertujuan untuk mengatur kehidupan
bernegara dan berbangsa Indonesia. Dengan kata lain, hal ini merefleksikan bahwa
semua sikap dan perilaku setiap warga negara Indonesia haruslah dijiwai oleh nilai-
nilai Pancasila, merupakan jiwa dan kepribadian bangsa, yang menjadi petunjuk
arah dalam melakukan aktivitas sehari-hari warga negara, sehingga bangsa
Indonesia dapat tetap mempertahankan keberadaannya, berkembang dan
berkelanjutan. Meskipun begitu banyak tantangan dan ancaman yang dihadapinya.

d. Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa

Pancasila sebagai pemersatu bangsa mengandung makna bahwa Pancasila


yang dijiwai oleh seluruh warga negara, dapat menggerakan masyarakat atau
golongan yang beragam suku, agama, strata sosial, budaya lokal, dan adat-istiadat
untuk mencapai suatu tujuan bangsa, bersama-sama menyatukan pendapat atau
kesepakatan melalui musyawarah untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan

38
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2012, op.cit, hal. 35
39
Arti Pandangan Hidup, diunduh dari: https://lektur.id/arti-pandangan-hidup/

15
wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Fungsi Pancasila
sebagai pemersatu bangsa Indonesia merupakan hasil konsensus atau
kesepakatan yang telah mempersatukan berbagai pandangan mengenai asas-
asasnya Indonesia merdeka, mengenai cita-cita dan tujuan bernegara Indonesia.
Hal ini juga merupakan dasar berpijak bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat
terwujud secara berkesinambungan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

2. Aktualisasi Esensi Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat

Pemahaman pengertian wawasan kebangsaan merupakan hal mendasar yang


wajib dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia agar mampu mengutamakan persatuan
dan kesatuan bangsa dan negara di atas kepentingan individu, sehingga kelangsungan
hidup bangsa dan negara dapat terus terjaga dari generasi ke generasi. Dengan tetap
mempertahankan martabat dan jatidiri bangsa Indonesia, wawasan tersebut haruslah
senantiasa disesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi pada tataran nasional dan
internasional dari masa ke masa atau dari era ke era.

Sebagaimana telah dipaparkan di muka bahwa fondasi wawasan kebangsaan


warga negara Indonesia, atau cara pandang bangsa Indonesia dalam mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila. Oleh karena itu, acuan di dalam
penerapan wawasan kebangsaan setiap warga negara dalam kehidupannya sehari-hari
berlandaskan pada Pancasila, yang akan dikupas berdasarkan butir-butir Pancasila
sebagai berikut:

a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa


Agama dan kepercayaan kepada Tuhan adalah menyangkut hubungan pribadi
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini oleh setiap
warga negara, oleh karena itu penting sekali mengembangkan sikap dan perilaku
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan
kepercayaannya, serta tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya itu
kepada orang lain.

16
Penerapan wawasan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari di tengah
masyarakat Indonesia sebagai perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
ditanamkannya sikap dan perilaku setiap warga negara Indonesia untuk saling
hormat-menghormati, serta sikap dan perilaku toleransi atau saling menghargai
tatacara beribadah di antara para pemeluk agama atau penganut kepercayaan yang
telah diakui oleh Pemerintah yaitu agama: Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu,
Budha, dan Agama Khonghucu, dan aliran kepercayaan, yang berbeda-beda.

Penanaman sikap dan perilaku ini penting sekali dilakukan secara


berkesinambungan, sepanjang hayat kehidupan bangsa dan NKRI, sehingga selalu
dapat dibina dan dipelihara kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan
berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di tanah air tercinta Indonesia.

Kesadaran bahwa Indonesia bukan Negara yang hanya memiliki satu agama
yang dianut oleh seluruh warga negaranya melainkan memiliki banyak agama yang
dianut oleh warga negaranya, penting sekali untuk senantiasa ditanamkan melalui
berbagai media. Toleransi antar-umat beragama harus mampu tercermin melalui
sikap dan tindakan atau perbuatan nyata yang ditunjukkan oleh setiap umat
beragama, seperti misalnya:
1) Menghormati agama dan iman agama lain;
2) Menghormati agama lain yg sedang merayakan hari raya sesuai dengan
keyakinannya;
3) Menghormati agama lain ketika sedang melakukan ibadah, tidak
mengganggu atau mengejek teman berbeda agama yang sedang
beribadah;
4) Saling rukun terhadap tetangga walaupun berbeda agama;
5) Tidak memaksakan agama kepada orang lain;
6) Gotong royong membersihkan kampung walaupun berbeda agama;
7) Membantu yang terkena musibah atau kecelakaan tanpa melihat
agamanya;
8) Saling menjaga keamanan lingkup yang dihuni oleh beragam agama;
9) Tidak melakukan kegiatan pesta perayaan yang hingar-bingar di dekat
tempat-tempat ibadah, dan;
17
10) Saling membantu dalam kegiatan aksi-aksi sosial untuk seluruh
masyarakat yang membutuhkan tanpa membedakan agama
penyelenggara kegiatan itu.

Contoh lain dalam penerapan wawasan kebangsaan dalam kehidupan


beragama sehari-hari antara lain: Kasus dimana lokasi bangunan Masjid dan
bangunan Gereja berdekatan, pada saat pelaksanaan Idul Fitri jatuh pada hari
Minggu, pengelola gereja merubah jadwal ibadah paginya pada hari Minggu
menjadi siang hari agar tidak mengganggu umat Islam yang sedang menjalankan
shalat Idul Fitri, sebaliknya pengurus masjid selalu membolehkan halaman masjid
untuk parkir kendaraan bagi umat kristiani saat ibadah Paskah maupun Natal.
Selain itu ketika jadwal beribadah bersamaan waktunya, diupayakan agar tidak
menggunakan alat pengeras suara yang dapat saling mengganggu.

b. Sila Kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Berangkat dari pemahaman bahwa Tuhan Yang Maha Pencipta yang


menciptakan manusia, adalah Tuhan Yang Maha Esa yang juga menciptakan
keragaman agama. Meskipun kita terlahir beragam, namun hal ini menyadarkan
manusia bahwa kita diciptakan sama oleh Tuhan atau kesederajatan sebagai
mahluk Tuhan. Maksud kesederajatan adalah suatu kondisi dimana dalam
perbedaan dan keragaman yang ada, manusia tetap memiliki satu kedudukan
tingkatan yang sama sebagai mahluk ciptaan Tuhan.

Dalam penerapan wawasan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari di


tengah masyarakat Indonesia sebagai perwujudan sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, warga negara melakukan kegiatan kemanusiaan, serta berani membela
kebenaran dan keadilan dengan kesadaran bahwa manusia mempunyai derajat
yang sama. Oleh karena itu perlu ditanamkan sikap dan perilaku untuk saling
menghormati dan bekerjasama antar-warga bangsa Indonesia dan dengan bangsa-
bangsa lain di dunia.

Internalisasi dan pengembangan nilai kemanusiaan dan nilai kekeluargaan di


tengah masyarakat Indonesia, didasari dengan sikap dan perilaku yang: toleran

18
terhadap sesama manusia; tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan suku,
agama, warna kulit, tingkat ekonomi maupun tingkat pendidikan; dan menyadari
warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk senantiasa tetap
menjaga kebersamaan.

Contoh sikap dan perilaku yang mencerminkan wawasan kebangsaan terkait


sila kemanusiaan yang adil dan beradab antara lain di:
1) Lingkup Pendidikan, penerapan sistem pendidikan yang adil dan tidak
diskriminatif serta kesetaraan gender, mulai dari: penerimaan peserta
didik, ketika proses pembelajaran baik yang dilaksanakan di dalam
maupun di luar kelas, evaluasi hasil belajar, pemberian penghargaan
atas prestasi belajar serta penguatan hasil belajar, dan sebagainya;
2) Lingkup Masyarakat, pengelolaan layanan masyarakat yang adil dan
tidak diskriminatif misal pelayanan urusan kependudukan; pelayanan
hukum, pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi masyarakat, pelayanan
keamanan lingkungan masyarakat, dan sebagainya;
3) Lingkungan Pekerjaan, misal adil dan tidak diskriminatif dalam
penerimaan karyawan atau rekrut-seleksi, pemberian penghargaan atas
kinerja karyawan, kesempatan pengembangan karir pekerja dan
kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun
di luar negeri, dan sebagainya.

c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia


Kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam dalam hal agama, suku
bangsa, bahasa daerah, kebudayaan, dan adat istiadat adalah suatu kenyataan
yang tidak dapat dihindari oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini merupakan
karunia indah dari Tuhan Yang Maha Esa dan yang Maha Kuasa, yang menciptakan
segala perbedaan itu, yang merupakan tantangan bagi komunitas sosial atau
masyarakat Indonesia untuk menyelaraskan dan merekatkan berbagai perbedaan,
serta menyatukan menjadi satu kebulatan yang utuh tidak mendua dan serasi.

Pengamalan sila Persatuan Indonesia antara lain mencakup peningkatan


pembinaan bangsa di semua bidang kehidupan manusia, masyarakat bangsa dan

19
negara, sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa,40 yang terdiri dari beberapa suku bangsa yang
mendiami banyak pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dengan
beragam bahasa dan adat istiadat kebudayaan yang berbeda-beda, yang dilakukan
secara terus-menerus untuk keberlanjutan bangsa dan negara.
Contoh nyata antara lain sikap dan perilaku yang:
1) Mendukung atau turut berkontribusi dalam kegiatan parade cinta tanah
air, gerakan cinta kebhinekaan budaya Indonesia khususnya pada
generasi muda bangsa Indonesia;
2) Mendorong dan memberi ruang dan mendukung pelaku-pelaku budaya
Idonesia dari berbagai daerah untuk secara intensif menampilkan seni
budaya dari masing-masing daerah. Wawasan Kebangsaan melalui
kegiatan ini juga ditujukan sebagai salah satu upaya menangkal atau
meminimalkan penetrasi budaya asing di era revolusi industri 4.0.
3) Sikap dan perilaku yang menjaga nama baik bangsa dan negara;
4) Tidak membangga-banggakan bangsa lain dan merendahkan bangsa
sendiri;
5) Turut serta dalam ketertiban dunia; serta
6) Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
golongan.

Di samping itu, juga secara terus-menerus menyadarkan warga negara


Indonesia untuk menghormati, memahami makna dan menjaga lambang-lambang
dan simbol-simbol negara, yang merupakan sarana pemersatu bangsa Indonesia,41
yaitu:
1) Burung Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika,
seperti antara lain meletakkan di tempat yang terhormat, serta
memahami rincian makna setiap unsur dari Burung Garuda Pancasila,
seperti antara lain:

40
Suroto, op.cit, hal. 311
41
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS, (Lembaga Administrasi Negara, 2017), hal. 33-44

20
a) Perisai merupakan lambang ”Pertahanan Negara Indonesia”, yang terdiri
dari lima gambar emblem melekat pada perisai, yang menggambarkan
Pancasila :
· Bintang tunggal, Sila ke 1- Ketuhanan yang Maha Esa;
· Rantai Emas, Sila ke 2 – Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
· Pohon Beringin, Sila ke 3 – Persatuan Indonesia;
· Kepala Banteng, Sila ke 4 – Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan;
· Padi Kapas, Sila ke 5 – Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
b) Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia (17 Agustus 1945) antara lain :
· Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
· Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
· Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
· Jumlah bulu di leher berjumlah 45

c) Moto: pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan


negara Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun
berbeda-beda tetapi tetap satu” menggambarkan keadaan bangsa
Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suu, budaya, adat-istiadat,
agama, kepercayaan, namun tetap adalah satu bangsa, satu bahasa, dan
satu tanah air

2) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, seperti antara lain memahami tata


cara penggunaan dan menyanyikan dengan khidmat atau penuh rasa
hormat Lagu Kebangsaan Indonesia Raya di berbagai peristiwa penting
misal dalam acara atau kegiatan olahraga internasional; acara
pembukaan sidang paripurna; upacara penaikkan bendera di semua
lingkup; dalam acara kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
internasional yang diselenggarakan di Indonesia dsb.nya;
3) Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sang Saka Merah Putih,
seperti:

21
a) Melakukan kewajiban mengibarkan Bendera Negara pada setiap
peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17
Agustus;
b) Menggunakan Bendera Negara sebagai tanda perdamaian, tanda
berkabung dan/atau; penutup peti atau usungan jenazah;
c) Dilarang: (1) merusak, merobek, menginjak-injak, atau melakukan
perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau
merendahkan kehormatan Bendera Negara; (2) memakai Bendera
Negara untuk reklame/iklan komersial; (3) mengibarkan Bendera
Negara yang rusak, robek, luntur, kusut atau kusam; (4) mencetak,
menyulam dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan
memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
(5) memakai Bendera Negara untuk langit-langit atap, atau
pembungkus barang dan tutup barang yang dapat menurunkan
kehormatan Bendera Negara.
4) Bahasa Negara, Bahasa Indonesia, seperti antara lain:
a) Mendudukan Bahasa Indonesia di atas bahasa-bahasa daerah
yang berfungsi sebagai bahasa resmi, bahasa pengantar di
lembaga pendidikan, bahasa perhubungan dalam pelaksanaan
pembangunan dan pemerintahan tingkat nasional, dan bahasa
pengantar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern;
b) Merupakan lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas
nasional, alat penghubung antar-warga, daerah dan antar-budaya;
merupakan alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang
berbeda ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.

d. Sila Keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan


Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia memiliki kedaulatan tertinggi
dalam negara Republik Indonesia, yang menjunjung tinggi musyawarah dan

22
mufakat. Artinya, Rakyat Indonesia selalu mengedepankan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah, dan menghormati hasil
musyawarah yang telah disepakati.

Sebagai warga negara masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai


kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Oleh karena itu, setiap warga negara
tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada warga negara yang lain, dan
mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama. Ketika kelompok atau komunitas sosial melakukan musyawarah untuk
mencapai mufakat haruslah diliputi oleh semangat kekeluargaan, dengan
menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah, dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.

Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama, kepentingan


masyarakat, bangsa dan negara, di atas kepentingan pribadi dan golongan. Oleh
sebab itu musyawarah harus dilakukan dengan akal sehat sesuai dengan hati
nurani yang luhur, sehingga keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

Penerapan wawasan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari di tengah


masyarakat Indonesia sebagai perwujudan sila kerakyatan yang dipimpin oleh
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan adalah memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
permusyawaratan di setiap aspek kegiatan pengelolaan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini mengandung makna bahwa dalam rangka membangun dan
menentukan arah perjalanan bangsa harus didasari adanya permusyawaratan yang
mewakili seluruh rakyat Indonesia.

Contoh sikap dan perilaku yang mencerminkan wawasan kebangsaan terkait


sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan antara lain:

23
1) Keikut-sertaan seluruh warga negara dalam pemilu dan pilkada yang
diselenggarakan oleh pemerintah;
2) Di lingkup pendidikan misal musyawarah untuk memperoleh mufakat
pada saat pemilihan Ketua Kelas atau Ketua Osis (organisasi siswa intra
sekolah) dan Ketua BEM (badan eksekutif mahasiswa);
3) Di lingkup pemukiman misal keputusan-keputusan yang diambil RW
(rukun warga) untuk mengatasi permasalahan warga berdasarkan hasil
musyawarah dan mufakat seluruh pengurus RT (rukun tetangga) dan
pengurus RW serta tokoh masyarakat;
4) Di lingkup pekerjaan misal pengambilan keputusan kebijakan
kesejahteraan buruh berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat
pimpinan perusahaan dengan serikat buruh, dan sejenisnya.

e. Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menggambarkan sikap dan


perbuatan yang luhur dengan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
sebagai warga negara. Sila ini mempunyai makna bahwa seluruh rakyat Indonesia
mendapatkan perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
kebudayaan dan kebutuhan spiritual rohani sehingga tercipta masyarakat yang adil
dan makmur.42

Penerapan wawasan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari di tengah


masyarakat Indonesia sebagai perwujudan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia diantaranya sikap dan perilaku warga negara yang menghormati hak dan
kewajiban orang lain: seperti menghargai hasil karya orang lain, atau menghalangi
orang lain memperoleh haknya; berlaku adil, tidak pilih kasih ketika menolong
kesulitan orang lain atau ketika memberikan upah kepada para karyawan; menjaga
kepentingan umum dan prasarana umum sehingga sarana tersebut berguna bagi
masyarakat luas dan sejenisnya.43

42
Implementasi Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang diunduh dari:
http://etikaberwarganegara.blogspot.com/2014/01/implementasi-sila-kelima-keadilan.html
43
Ibid

24
Contoh nyata implementasi sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
yang telah dilakukan, antara lain: 44
1) Pembangunan yang bergerak ke Wilayah Indonesia Timur untuk
menyeimbangkan dengan pembangunan Wilayah Barat;
2) Mewujudkan kebijakan “BBM Satu Harga” di seluruh tanah air;
3) Penerbitan kartu pendidikan dan kesehatan dalam bentuk KIP (Kartu
Indonesia Pintar) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat);
4) Pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat termasuk sertifikat untuk
masjid dan pesantren.

44
Moeldoko Peringati Nuzulul Quran & Hari Lahir Pancasila Bersama Gerakan Pemuda Ansor, yang diunduh dari:
http://ksp.go.id/moeldoko-peringati-nuzulul-quran-dan-hari-lahir-pancasila-bersama-gerakan-pemuda-ansor/

25
Bagian III
PEMBANGUNAN & PENGUATAN KARAKTER JATIDIRI BANGSA

Sebagaimana dipaparkan pada Bagian I, bahwa pengertian Bangsa seperti yang


dikemukakan oleh Otto Bauer adalah karakter atau perangai yang merupakan ciri khas
suatu sikap dan perilaku warga bangsa yang membedakan dengan bangsa lainnya, yang
terbentuk berdasarkan pengalaman sejarah budaya bangsa yang tumbuh dan
berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa tersebut. “Karakter” yang
dimiliki oleh manusia yang dijadikan “jatidiri” suatu bangsa. 45 Jatidiri bangsa tidaklah
bersifat ”ajeg”, akan berubah seiring dengan perubahan sikap dan perilaku sehari-hari
warga negara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan di sekitarnya, yang pada
gilirannya mencerminkan citra jatidiri bangsa.

Wawasan Kebangsaan merupakan konsepsi cara pandang bangsa Indonesia


dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh “jatidiri
bangsa”. Agar lebih memahami makna dari Wawasan Kebangsaan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, pada bagian ketiga ini akan dijelaskan lebih mendalam
tentang jatidiri bangsa, karakter, serta pembangunan dan penguatan jatidiri bangsa.

1. Pengertian Jatidiri Bangsa


Apa itu Jatidiri? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jatidiri adalah ciri-ciri,
gambaran, atau keadaan khusus seseorang. Dapat juga diartikan sebagai identitas, inti,
jiwa, semangat, dan daya gerak dari dalam atau spiritual. 46 Sedangkan menurut para
ahli jatidiri adalah sesuatu yang menggambarkan secara esensial tentang
seseorang seperti karakter, sifat, watak, kepribadian dan moralnya.
Dalam pemahaman wawasan kebangsaan, jatidiri bangsa merupakan cerminan
karakter, sifat, watak, kepribadian dan moral bangsa Indonesia, merupakan suatu
manifesto ideologi hidup warga negara yang berlandaskan pada Pancasila.

45
Otto Bauer, op.cit
46
Arti jatidiri, diunduh dari: https://www.coursehero.com/file/p2uhevv/Apa-itu-jati-diri-Menurut-Kamus-Besar-
Bahasa-Indonesia-KBBI-jati-diri-adalah/

26
Dari mana jatidiri berasal? Jatidiri terbentuk dari yang namanya perasaan,
pikiran, dan tindakan yang kita lakukan sehari-hari. Kemudian hal tersebut menjadi
kebiasaan. Kebiasaan tersebut lama-kelamaan akan menjadi karakter. Kumpulan
karakter akan membentuk jatidiri. Demikian seterusnya siklus itu berputar dalam
kehidupan sehari-hari, yang berimplikasi pada ketidak-ajegan jatidiri seseorang.47

Berangkat dari Fitrah Ilahi, sebagaimana pada saat manusia dilahirkan, yaitu
ketika terjadinya jatidiri “penciptaan” manusia oleh Tuhan Yang Maha Esa,
merupakan perwujudan dari sifat seseorang yang muncul dengan sendirinya mulai
dari kecil. Dengan kata lain awal dari jatidiri seseorang merupakan fitrah Illahi
yang mengandung sifat dasar yang diberikan Tuhan, yang merupakan potensi
yang memancar dan siap di tumbuh-kembangkan. Kemudian sifat bawaan
tersebut dalam perjalanan tumbuh-kembangnya dipengaruhi oleh berbagai unsur
yang ada di lingkungannya, yang secara perlahan-lahan mempengaruhi
pembentukan karakter yang akan tercermin dalam sikap dan perilakunya. Konsep
Jatidiri Bangsa dapat dilihat pada gambar berikut ini48:

PENGARUH LINGKUNGAN P
K E
A
R
R
FITRAH A I
ILLAHI
JATIDIRI K L
T A
E K
R
U
PENGARUH LINGKUNGAN

Gambar 6: Konsep Jatidiri Bangsa – 1

Gambar 6 menunjukkan proses jatidiri pribadi warga negara Indonesia, yang


kemudian berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya sehingga membentuk karakter,

47
Program Pendidikan Karakter Bangsa, (Rakor Kesra: Kementerian Pendidikan Nasional, 2010)
48
Ibid

27
lalu karakter yang juga dipengaruhi lingkungan akan tercermin dalam perilaku warga
negara tersebut. Selanjutnya pembentukan karakter bangsa dapat diilustrasikan pada
gambar berikut ini:49

PENGARUH LINGKUNGAN

W N
I A
L S
MASYA- A I
PRIBADI KELUARGA
RAKAT Y O
A N
H A
L

PENGARUH LINGKUNGAN

Gambar 7: Konsep Jatidiri Bangsa - 2

Karakter pribadi seseorang adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian yang
terbentuk dari hasil Internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Gambar 7 menunjukkan
bahwa sekumpulan karakter pribadi yang beroperasi di dalam suatu keluarga akan
membentuk karakter keluarga, dan sekumpulan karakter keluarga yang beroperasi di
dalam suatu masyarakat akan membentuk karakter masyarakat, lalu sekumpulan
karakter masyarakat yang beroperasi di dalam suatu wilayah akan membentuk karakter
wilayah, selanjutnya sekumpulan karakter wilayah akan membentuk karakter nasional
atau karakter bangsa.

Oleh karena itu, dalam konteks wawasan kebangsaan, penting sekali memahami
proses pembentukan karakter generasi muda atau generasi milenial/generasi Y
(generasi yang dilahirkan pada periode tahun1981-1994)50 dan generasi Z (generasi

49
Ibid
50
William Strauss dan Neil Howe, Millennials Rising: The Next Great Generation,(Vintage, 2000)

28
yang dilahirkan pada periode tahun 1995-2010)51 sejak dini, karena generasi-generasi
inilah yang akan membentuk jatidiri bangsa Indonesia masa kini dan masa depan.

Pengembangan karakter bangsa dapat dilakukan melalui pengembangan karakter


pribadi seseorang atau warga negara, yang dalam proses pembentukannya dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Karena
manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan
karakter pribadi seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya
yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat
dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari
lingkup sosial, budaya, masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya
bangsa Indonesia adalah Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa
haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, karakter bangsa yang kita
bangun adalah berdasarkan Pancasila sehingga: ber-Ketuhanan YME; menjunjung tinggi
kemanusiaan yang adil dan beradab; mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa;
menjunjung tinggi demokrasi dan hak-hak manusia; dan mengedepankan keadilan dan
kesejahteraan rakyat.52

Ki Hadjar Dewantara mengemukakan bahwa ada tiga pusat pendidikan yang


disebut Sistem “Tri Sentra” atau “Tri Pusat”,53 yaitu: alam keluarga; alam perguruan; dan
alam pemuda. Adapun tugas tiga pusat pendidikan itu adalah sebagai berikut:
a. Alam Keluarga, pusat pendidikan yang pertama dan yang paling penting.
Tugasnya mendidik budi pekerti dan laku sosial.
b. Alam Perguruan, pusat pendidikan yang berkewajiban mengusahakan
kecerdasan pikiran dan memberi ilmu pengetahuan.
c. Alam Pemuda (masyarakat), membantu pendidikan baik yang menuju kepada
kecerdasan jiwa maupun budi pekerti.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, alam keluarga adalah pusat pendidikan yang


terpenting karena pengaruh hidup keluarga itu terus-menerus dialami oleh anak-anak,

51
Dauglas Coupland berjudul “Generation X: Tales for An Accelerated Culture”,(St.Martin Press, 1991)
52
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kementerian Pendidikan Nasional, 2010, h. 3-4
53
Soeratman Darsiti. Ki Hadjar Dewantara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981/1982, hal. 7-8

29
lebih-lebih dalam periode “masa peka”, yaitu antara usia 3,5 tahun sampai 7 tahun. Masa
peka itu merupakan waktu yang sangat penting dalam hidupnya kanak-kanak. Waktu itu
boleh dinamakan waktu “terbukanya jiwa” kanak-kanak. Dalam waktu itu kanak-kanak
mudah menerima kesan-kesan serta pengaruh-pengaruh dari luar jiwanya.

Mulai kecil sampai dewasa anak-anak tinggal di tengah-tengah keluarganya.


Keadaan dan lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap tabiat dan budi
pekerti anak. Sebagai contoh dapat kita bandingkan beberapa orang sarjana. Mereka
mempunyai kedudukan yang sama dalam masyarakat, akan tetapi tabiatnya tidak sama.
Perbedaan ini selain karena faktor pembawaan, juga karena pengaruh lingkungan
keluarga. Mereka yang waktu kecilnya hidup di tengah-tengah keluarga yang religius,
tentu mempunyai kecintaan pada agama lebih daripada orang-orang yang waktu kecilnya
hidup di tengah-tengah keluarga yang tidak perduli terhadap agama. Orang yang pada
waktu kecilnya berada di tengah-tengah keluarga yang menyukai kesenian, biasanya
juga senang pada kesenian. Oleh karena itu, pembentukan karakter keluarga sangatlah
penting untuk dibina dan dikawal dengan baik agar dapat menjadi fondasi yang kuat
dalam membangun dan memperkuat karakter bangsa.

2. Pembangunan dan Penguatan Karakter Bangsa

Dinamika perkembangan wawasan kebangsaan suatu bangsa dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara serta dalam hubungan antar-negara, dari era ke era
berkembang demikian cepatnya, sebagai dampak dari begitu pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dimulai era revolusi industri 1.0 hingga saat ini memasuki
era industri 4.0 yang mampu mempengaruhi dan merubah cara hidup, cara bekerja, dan
cara berhubungan satu sama lain antar-individu, antar-keluarga, antar-masyarakat dan
antar-bangsa.

Oleh karena itu, pembangunan dan penguatan karakter bangsa yang sudah
diupayakan melalui berbagai bentuk masih harus senantiasa dilakukan agar selalu siap
menghadapi tantangan perubahan zaman, merupakan upaya yang tak kunjung selesai.

Pembangunan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat
multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek

30
potensi-potensi keunggulan bangsa mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses, dengan kata lain bahwa: karakter merupakan hal
yang sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan
menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; karakter bangsa berperan sebagai
“kemudi” dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; karakter tidak
datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa
yang bermartabat. Selanjutnya, pembangunan karakter bangsa akan mengerucut pada
tiga tataran besar54, yaitu:
a. Untuk menumbuhkan dan memperkuat jatidiri bangsa
b. Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
c. Untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia
dan bangsa yang bermartabat.

Pembangunan karakter bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk


aksi nasional dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral dan etika, serta
mental bangsa sebagai upaya untuk menjaga jatidiri bangsa dan memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa dalam naungan NKRI. Pembangunan karakter bangsa
harus dilakukan melalui pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan
keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat termasuk teman sebaya, generasi
muda, lanjut usia, media massa, pramuka, organisasi kemasyarakatan, kelompok
strategis seperti elite struktural, elite politik, wartawan, budayawan, agamawan, tokoh
adat, serta tokoh masyarakat. Adapun strategi pembangunan karakter dapat dilakukan
melalui sosialisasi, memperhatikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta
pendekatan multi-disiplin yang tidak menekankan pada indoktrinasi.55

Seperti yang telah diungkapkan pada gambar 7 di atas. Bahwa pembentukan


karakter bangsa diawali dengan pembentukan karakter pribadi dalam suatu keluarga.
Dalam hal ini keluarga merupakan unsur terpenting untuk membangun dan memperkuat
karakter bangsa. Berikut ini ruang lingkup sasaran pembangunan karakter bangsa
meliputi 56:

54
Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (Pemerintah Republik Indonesia, 2010), hal. vi
55
Ibid
56
Ibid, hal. viii-ix

31
a. Lingkup Keluarga
Keluarga merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang
dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak
sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga
berkarakter mulia yang tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Keluarga
merupakan lingkup yang pertama dan utama dimana orangtua bertindak sebagai
pemeran utama dan panutan bagi anak. Proses itu dapat dilakukan dalam bentuk
pendidikan, pengasuhan, pembiasaan, dan keteladanan. Oleh karena itu penting
sekali bagi orangtua untuk senantiasa meningkatkan kemampuan dalam menyikapi
perkembangan zaman, misalnya orangtua perlu memiliki pemahaman tentang
teknologi digital, pemahaman tentang peluang dan ancaman penggunaan gadget
di era teknologi digital saat ini bagi anak-anaknya, sehingga dapat melakukan
pengawasan dan pengasuhan yang tepat.

b. Lingkup Satuan Pendidikan


Satuan pendidikan merupakan wahana pembinaan dan pengembangan
karakter yang dilakukan dengan menggunakan:
1) Pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran/mata kuliah;
2) Pengembangan budaya satuan pendidikan;
3) Pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, serta
4) Pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkup satuan pendidikan.
Pembangunan karakter melalui satuan pendidikan dilakukan mulai dari
pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. Contoh penerapan di lingkup satuan
pendidikan antara lain dalam membekali peserta didik menghadapi tantangan di era
revolusi 4.0, selain pengetahuan teknologi yang terpenting adalah membekali
mereka agar bijak menggunakan teknologi dengan baik, di masa kini maupun di
masa depan.

c. Lingkup Pemerintahan
Pemerintahan merupakan wahana pembangunan karakter bangsa melalui
keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan elite politik. Unsur
pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses

32
pembentukan karakter bangsa karena aparatur negara sebagai penyelenggara
pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan yang ikut
menentukan berhasilnya pembangunan karakter pada tataran informal, formal dan
non-formal. Kebijakan pemerintah dalam berbagai segi termasuk kebijakan dalam
bidang penyiaran atau media masa, haruslah pada pengarusutamaan
pembangunan karakter bangsa, misal antara lain melakukan pengawasan yang
ketat terhadap penyiaran berkaitan dengan penyimpangan perilaku seks, atau
pengawasan yang ketat terkait praktek-praktek LGBT atau gerakan emansipasi di
kalangan non-heteroseksual yang dapat merusak moral anak bangsa yang disebar-
luaskan melalui jaringan online, dan sejenisnya.

d. Lingkup Masyarakat Sipil


Masyarakat sipil merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter
melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok
masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan, sehingga
nilai-nilai karakter dapat diinternalisasikan menjadi perilaku dan budaya dalam
kehidupan sehari-hari. Implementasi dalam kehidupan masyarakat misal para tokoh
masyarakat dari berbagai agama melakukan kegiatan bersama berupa penyuluhan
kepada warga negara di lingkup masyarakat tersebut untuk membelajarkan kepada
mereka tentang makna toleransi dan kebersamaan dalam kerukunan bangsa, serta
bagaimana menangkal penetrasi budaya asing dan ideologi transnasional di era
digital/teknologi komunikasi dan informasi saat ini.

e. Lingkup Masyarakat Politik


Masyarakat politik merupakan wahana yang melibatkan warga negara dalam
penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan suara yang
mewakili segenap elite politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai
strategis dalam pembangunan karakter bangsa karena semua partai politik memiliki
dasar yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang bermartabat.
Implementasi dalam kehidupan bermasyarakat misal memberikan keteladanan
dalam penggunaan teknologi yang membangun karakter bangsa yang positif, dan
menghindari penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk

33
menyebarluaskan ujaran kebencian, berita bohong/hoax, serta ketidakpercayaan
terhadap kebijakan pemerintah. Masyarakat politik berperanan penting dalam
memberikan keteladanan bagaimana cara yang bermartabat ketika
mengekspresikan opini di depan massa.

f. Lingkup Dunia Usaha dan Industri


Dunia usaha dan industri merupakan wahana interaksi para pelaku sektor riil
yang menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian perekonomian
nasional sangat tergantung pada kekuatan karakter para pelaku usaha dan industri
yang di antaranya dicerminkan oleh menguatnya daya saing, meningkatnya
lapangan kerja, dan kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri. Dalam
menghadapi kemajuan teknologi yang memungkinkan terjadinya otomatisasi di
hampir semua bidang yaitu teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan
dunia fisik, digital dan biologi, diperlukan kemampuan para pelaku usaha dan
industri untuk mengantisipasi peluang dan ancaman di masa kini dan mendatang.

g. Lingkup Media Massa


Media massa merupakan sebuah fungsi dan sistem yang memberi pengaruh
sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait dengan pembentukan nilai-nilai
kehidupan, sikap, perilaku, dan kepribadian atau jatidiri bangsa. Media massa, baik
elektronik maupun cetak memiliki fungsi edukatif ataupun non-edukatif bergantung
dari muatan pesan informasi yang disampaikannya. Fungsi dan peran media
massa dirasa makin penting dalam era revolusi industri 4.0 saat ini seiring dengan
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Berbagai informasi yang berasal dari
berbagai sumber, baik dari dalam maupun luar negeri dengan mudah dapat diakses
secara langsung oleh masyarakat. Dalam kondisi seperti ini, informasi yang
bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa akan membawa dampak negatif
terhadap upaya pembentukan karakter. Pada gilirannya, hal ini dapat mengancam
jatidiri bangsa. Atas dasar ini, sudah seharusnya media masa selalu memberikan
perhatian dan kepedulian dalam setiap pemberitaan dan penyiaran informasi agar
secara bertanggung jawab memasukkan pesan-pesan edukatif terkait dengan
substansi pembangunan karakter bangsa.

34
Bagian IV
IMPLEMENTASI WAWASAN KEBANGSAAN DALAM
KEWASPADAAN NASIONAL

1. Pengertian Kewaspadaan Nasional

Kewaspadaan adalah manifestasi aktual dari kemampuan intelektual manusia


dengan sadar untuk menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi dan
mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Dengan demikian
kewaspadaan nasional adalah sikap mental suatu bangsa untuk selalu siap menghadapi
segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) yang timbul setiap
saat.57 Kewaspadaan nasional juga dimaknai sebagai suatu sikap dalam hubungannya
dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta
perhatian seorang warga negara terhadap kelansungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dari suatu potensi ancaman. Kewaspadaan nasional dapat
juga merupakan suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini, dan melakukan aksi
pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap kedaulatan dan
keutuhan wilayan NKRI serta keselamatan segenap bangsa Indonesia.58

Implementasi wawasan kebangsaan dalam ranah kewaspadaan nasional memberi


makna bahwa konsep kewaspadaan nasional merupakan penyelenggara kekuatan
nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan praktek nasionalisme dan praktek
sistem dini meliputi: sistem deteksi dini, peringatan dini, cegah dini, tangkal dini, serta
tanggap dini dalam menghadapi berbagai bentuk ancaman terhadap kelangsungan
kehidupan bangsa dan NKRI.59

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dan cepat saat
ini, yang dikenal dengan era revolusi industri 4.0 atau era revolusi digital, mampu

57 Prof. Dr. Kaelan, MS, op.cit


58 Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, op.cit, hal. 169
59 Ibid, hal. 170

35
sedemikian rupa mempengaruhi dan merubah cara hidup, cara bekerja dan cara
berinteraksi atau berhubungan satu sama lain warga negara Indonesia. Ibarat pisau
bermata dua, perkembangan ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa untuk
kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga dapat merupakan ancaman yang serius
bagi bangsa dan negara.

Penerbitan Keppres nomor 27 Tahun 1999, berdasarkan Ketetapan MPR RI Nomor


XVIII/MPR/1998 yang mencabut Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/1978, yang
berdampak pada pembubaran penyelenggaraan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4)60, dapat mempengaruhi kewaspadaan nasional bangsa
Indonesia. Hal ini perlu dicarikan solusi untuk mengganti metoda tersebut agar Pancasila
yang merupakan salah satu konsensus dasar negara, dan memiliki fungsi dan kedudukan
sebagai dasar negara; sebagai ideologi nasional; sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia; serta sebagai pemersatu bangsa, dapat secara terus-menerus dibangun,
ditanamkan serta di implementasikan ke dalam kehidupan warga sehari-hari. Agar
Pancasila dapat menjadi kekuatan daya tangkal bangsa terhadap terpaan beragam
ancaman dari dinamika perubahan zaman.

Berbagai ancaman bagi kedaulatan negara, dan keutuhan wilayah NKRI, serta
keselamatan segenap bangsa, dapat berupa ancaman militer atau ancaman belum nyata
dan ancaman nonmiliter atau ancaman nyata. Ancaman militer yang datang dari luar
negeri seperti invasi/agresi kampanye militer negara asing, serta pelanggaran kedaulatan
wilayah udara, laut dan darat dari negara lain, berdasarkan perkiraan saat ini
kemungkinannya kecil. Oleh karena itu, perkiraan ancaman yang lebih memungkinkan,
yang patut diwaspadai dan harus segera ditangani adalah ancaman nonmiliter. Ancaman
nonmiliter adalah usaha atau kegiatan tanpa bersenjata yang dinilai mempunyai
kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam bangsa dan negara.
Ancaman nonmiliter tidak secara langsung mengancam kedaulatan, keutuhan dan
keselamatan bangsa, namun pada skala tertentu dapat bereskalasi atau berkembang

60 Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1999, Tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Badan
Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayaran dan Pengamalan Pancasila, yang diunduh dari:
https://m.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt540ed6d3e89e5/node/685/keppres-no-27-tahun-1999-pencabutan-
keputusan-presiden-nomor-10-tahun-1979-tentang-badan-pembinaan

36
luas sehingga mengganggu stabilitas nasional, yang pada akhirnya mengancam
eksistensi negara.61

2. Implementasi Kewaspadaan Nasional dalam Kehidupan


Bermasyarakat

Di satu sisi banyak sekali peluang yang ada di bumi Indonesia ini yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia, namun
sebagai keseimbangannya juga banyak ancaman yang harus ditangkal dan dihadapi oleh
masyarakat Indonesia agar dapat mencapai visi Indonesia di tahun 2025 yang ditujukan
untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.

Seperti yang telah dipaparkan di muka, bahwa ada dua bentuk ancaman yang harus
dihadapi oleh masyarakat Indonesia agar dapat tetap mempertahankan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa Indonesia, yaitu
ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Ancaman yang perlu diwaspadai pada masa
kini dan masa yang akan datang adalah ancaman nonmiliter, sedangkan ancaman militer
kemungkinan terjadinya kecil. Oleh karena itu fokus utama pada saat ini diprioritaskan
pada bagaimana menghadapi ancaman nonmiliter tanpa mengabaikan kewaspadaan
terhadap ancaman militer. Ancaman nonmiliter dapat berdimensi ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, teknologi, keselamatan umum, legislasi, dan perang mindset,
yang dapat dijelaskan sbb:62

a. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi Ideologi63 adalah ancaman yang


ditimbulkan akibat berkembangnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dalam kehidupan berma-syarakat ancaman ideologi yang bersumber dari dalam
negeri yang harus diwaspadai a.l.:
1) Menurunnya nilai-nilai kebangsaan;
2) Bahaya laten ideologi komunisme dan ideologi lain yang bertentangan dengan
Pancasila seperti ideologi transnasional;

61
Strategi Pertahanan Negara, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2014)
62
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Strategis
Pertahanan Nirmiliter, (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2017)
63
Ibid, hal.30

37
3) Faham anarkis oleh kelompok radikal terorisme;
4) Menguatnya ego kedaerahan; serta
5) Munculnya aliran sesat atau menyimpang.

Sedangkan ancaman berdimensi ideologi yang berasal dari luar negeri yang juga
patut diwaspadai antara lain: radikal terorisme seperti ISIS, Al Qaedah, JI, JAT
dan Foreign Terorist Fighter, Komunisme, dan Liberalisme.

b. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi Politik.64 Beberapa bukti sejarah


menunjukkan bahwa ancaman berdimensi politik dapat menumbangkan suatu
rezim pemerintahan dan bahkan dapat menghancurkan suatu bangsa dan negara.
Oleh karena itu di beberapa kondisi, politik dikatakan merupakan instrumen utama
menggerakan perang. Ancaman berdimensi politik yang berasal dari dalam negeri
merupakan dinamika perpolitikan yang ditinjau dari aspek infrastruktur,
suprastruktur dan budaya politik tanah air yang menjadi penentu stabilitas
nasional. Budaya politik yang berkembang lebih pragmatis, sehingga struktur
politik demokrasi belum dapat berjalan dengan baik, misalnya: tercermin pada
ketidakpuasan publik terhadap hasil perhitungan pemilu dan komunikasi pusat-
daerah yang belum optimal, berpotensi konflik. Jenis ancaman berdimensi politik
yang patut diwaspadai antara lain:
1) Disintegrasi bangsa;
2) Bias dan euphoria demokrasi yang anarkis;
3) Mobilisasi massa/penggalangan kekuatan politik untuk melemahkan dan atau
menumbangkan pemerintah; dan
4) Konflik horizontal.

Sedangkan ancaman dari luar negeri yang patut diwaspadai antara lain: tekanan
dan intervensi politik menggunakan isu global seperti penegakkan demokrasi,
HAM (Hak Azazi Manusia) dan penanganan lingkup hidup, serta penyelenggaraan
pemerintah yang bersih dan akuntabel, seperti antara lain: pengungsi luar negeri
atau imigran gelap; spionase asing; dan intervensi asing.

64
Ibid, hal. 30-32

38
c. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi Ekonomi. 65 Oleh karena
Ekonomi merupakan salah satu penentu posisi tawar setiap negara dalam
hubungan dan pergaulan internasional, maka ekonomi sangat menentukan dalam
pertahanan negara. Ancaman berdimensi ekonomi dalam kehidupan berma-
syarakat yang patut diwaspadai antara lain:
1) Pencucian uang;
2) Penguasaan sumber daya;
3) Penebangan kayu illegal;
4) Pertambangan illegal;
5) Pencurian ikan;
6) Perdagangan manusia;
7) Membanjirnya tenaga asing;
8) Penyelundupan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba;
9) Membanjirnya produk luar negeri;
10) Inflasi yang tinggi;
11) Korupsi, kolusi dan nepotisme;
12) Beredarnya obat-obat palsu;
13) Infrastruktur yang buruk di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
14) Kesenjangan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan;
15) Besarnya utang luar negeri pemerintah dan swasta;
16) Krisis energi; dan
17) Krisis pangan.

d. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimenasi Sosial Budaya. 66 Sebagian


peperangan yang terjadi akhir-akhir ini, yang mendorong mengalirnya pengungsi
dunia ke berbagai negara diakibatkan oleh sentimen-sentimen budaya, agama
dan etnis, merupakan salah satu ancaman nonmiliter berdimensi sosial-budaya
yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat. Selain itu, ancaman berdimensi
sosial budaya yang patut diwaspadai antara lain berupa isu-isu:

65
Ibid, hal. 32-34
66
Ibid, hal. 35-37

39
1) Konflik komunal, horizontal (SARA);
2) Bangkitnya semangat primordial sempit/menguatnya ego kedaerahan;
3) Konflik sosial warga dan friksi lintas batas negara;
4) Pengangguran;
5) Kebodohan;
6) Penyalahgunaan narkoba;
7) Kekerasan/anarkis (unjuk rasa anarkis, pengrusakan oleh massa);
8) Pergaulan bebas, gerakan LGBT dan penyakit sosial lainnya; dan
9) Penetrasi budaya asing.

e. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi Teknologi. 67 Kemajuan ilmu


pengetahuan dan teknologi sangat pesat dan membawa manfaat yang besar bagi
masyarakat tapi kejahatan mengikuti perkembangan tersebut. Ancaman
berdimensi teknologi terjadi sebagai akibat penyalahgunaan pemanfaatan hasil
teknologi, memunculkan berbagai ancaman yang bersifat maya (virtual) yang
harus diwaspadai berupa antara lain:
1) Kejahatan cyber misal diantaranya pembobolan situs, pencurian data,
penyebaran virus/program jahat; kejahatan perbankan;
2) Penyadapan secara illegal;
3) Pembajakan hak cipta;
4) Penyalahgunaan teknologi informasi melalui berbagai media online di internet
untuk tujuan propaganda, intimidasi, penyebaran opini yang menyesatkan
yang dapat mendorong gerakan sosial bermotif politik/motif lain yang
mengancam kedaulatan;
5) Pencurian potensi sumber daya genetik, penyalahgunaan agensia biologi;
6) Ulah hacker yang berakibat terganggu/tidak berfungsinya peralatan atau
fasilitas sistem tertentu, atau berhenti total fasilitas seluruh sistem, atau
dikendalikannya suatu sistem oleh pihak lain dari jarak jauh, sehingga dapat
dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dan kepentingannya.

67
Ibid, hal. 37-39

40
f. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi keselamatan umum68 dapat
terjadi akibat meningkatnya kerentanan masyarakat global terhadap munculnya
berbagai wabah dari jenis penyakit baru, dan pandemik yang diakibatkan oleh
dampak perubahan iklim serta meningkatnya mobilitas barang, jasa, manusia, dan
hewan lintas negara serta praktek-praktek yang tidak alamiah dan ramah lingkup.
Ancaman berdimensi keselamatan umum yang patut diwaspadai dapat berupa:
1) Bencana alam (tsunami, gempa bumi, tanah longsor, erupsi gunung berapi,
banjir, kebakaran hutan, puting beliung, kekeringan dan sejenisnya); dan
2) Bencana non-alam seperti bioterorisme dan wabah penyakit, gagal teknologi
dan gagal modernisasi, serta pencemaran lingkup.

g. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi legislasi69 berpotensi terjadi dalam


proses pembentukan atau pemaknaan substansi suatu undang-undang.
Ancaman tersebut dapat terjadi bilamana peraturan perundang-undangan yang
dibuat bertentangan dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau
dapat merugikan kepentingan Negara Indonesia sehingga dapat menjadi
ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan
segenap bangsa. Ragam ancaman berdimensi legislasi yang patut diwaspadai al:
1) Adanya intervensi melalui kelompok tertentu/kelompok LSM yang ingin
mempengaruhi dan/atau memaksa proses ratifikasi perjanjian internasional
sesuai kepentingannya sehingga merugikan kepentingan negara;
2) Adanya intervensi asing dan intervensi dari dalam negeri melalui kelompok
tertentu/kelompok LSM yang ingin mempengaruhi proses pembentukan
peraturan perundang-undangan sesuai dengan kepentingannya sehingga
merugikan kepentingan negara; dan
3) Adanya keinginan daerah yang membuat suatu kebijakan yang bersifat ego
kedaerahan yang termuat dalam peraturan perundang-undangan tingkat
daerah baik provinsi maupun daerah kabupaten/kota yang dapat
membahayakan keutuhan NKRI.

68
Ibid, hal. 39-40
69
Ibid, hal. 40-42

41
h. Kewaspadaan terhadap Ancaman berdimensi Perang Mindset,70 merupakan
ancaman yang bersifat masif, sistematis dan terstruktur. Perang mindset adalah
setiap usaha dan kegiatan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang
bertujuan mengkonstruksi pola pikir atau opini yang mempengaruhi dan merusak
pemikiran dan jatidiri bangsa Indonesia, yang pada gilirannya pemikiran itu
mendorong seseorang melakukan tindakan nyata yang mengancam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Perang mindset dilakukan untuk menanamkan ideologi
asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, di antaranya
memaksakan untuk mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah.
Perang mindset mempengaruhi hati dan pikiran rakyat Indonesia. Metode
operasional perang mindset dilakukan melalui infiltrasi ke dalam dimensi intelijen,
militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosial budaya dan agama. Perang
mindset memiliki daya kuat untuk menggerakan masyarakat melakukan tindakan
yang membahayakan dan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah
NKRI, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia.

Kemampuan kewaspadaan dini warga negara secara nasional penting sekali


untuk dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, agar mampu mendukung
sinergitas implementasi pertahanan militer dan pertahanan nonmiliter secara
optimal, sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi setiap warga
negara dalam menghadapi potensi dan indikasi timbulnya bencana, baik bencana
perang, bencana alam, maupun bencana karena ulah manusia. Selain itu,
kewaspadaan ini dilakukan untuk memprediksi dampak perkembangan dan
dinamika ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, teknologi dan informasi,
keselamatan bangsa, legislasi, dan perang mindset, yang dapat menjadi ancaman
atau gangguan bagi kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta keselamatan
bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara 1945.71

70
Intan Rumbari Prihatin, Menhan: Ancaman Negara Paling Berbahaya adalah Perang Mindset, diunduh dari:
https://www.liputan6.com/news/read/3960360/menhan-ancaman-negara-paling-berbahaya-adalah-perang-
mindset
71
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2014, op.cit, ha 115

42
Bagian V

PENTINGNYA PEMAHAMAN WAWASAN KEBANGSAAN


DALAM GERAKAN NASIONAL BELA NEGARA

Penguatan wawasan kebangsaan serta penggunaan kecanggihan teknologi di


semua lingkup, baik lingkup pendidikan, lingkup masyarakat dan lingkup pekerjaan,
merupakan ”tantangan” tersendiri bagi seluruh warga negara Indonesia. Berawal dari
bagaimanakah kesiapan para pendidik atau instruktur, tenaga kependidikan dan peserta
didik; tatanan regulasi yang diputuskan oleh pemerintah; dan berbagai kebijakan dari
lembaga pengelola di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat dan lingkup pekerjaan
dalam menerapkan pentingnya penguatan wawasan kebangsaan bagi peserta didiknya;
serta kesiapan kemampuan, sarana dan prasarana yang mendukung pemanfaatan
teknologi digital, dalam kehidupan sehari-hari pada era revolusi industri 4.0 ini.

Oleh karena itu, agar keberadaan bangsa Indonesia tetap ada dan tetap berdiri
teguh, memiliki harkat dan martabat yang tinggi di dunia internasional, maka diperlukan
kemampuan wawasan kebangsaan. Warga negara yang memiliki kemampuan wawasan
kebangsaan adalah warga negara yang menyadari dan memiliki sikap dan perilaku
bahwa penting sekali pemahaman mendalam tentang bagaimanakah mengimple-
mentasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945 dalam kehidupan sehari-hari, yang mampu menumbuh-
kembangkan wawasan warga negara dalam hal:

1. Pemahaman tentang toleransi dan kebersamaan. Meskipun berbeda keyakinan


atau agama/suku/ras/ adat istiadat dan sejenisnya, seluruh WNI hidup damai saling
mengisi, saling membantu, dan saling menghargai dengan sesama warga negara,
baik di lingkup pendidikan, lingkup masyarakat maupun di lingkup pekerjaan.
2. Pemahaman bahwa hubungan persaudaraan, persahabatan, pertemanan, dan
kerjasama dalam suatu kegiatan atau pekerjaan, dilandasi pengertian tentang
kesetaraan atau kesederajatan. Artinya antar sesama WNI memiliki pemahaman
bahwa, meskipun kita berada dalam kondisi perbedaan atau dalam keragaman

43
yang ada, manusia tetap memiliki satu kedudukan tingkatan yang sama sebagai
mahluk ciptaan Tuhan.
3. Pemahaman bahwa persatuan kesatuan bangsa dalam keragaman dan kesede-
rajatan, yang dilandasi oleh kesadaran bela negara, dan kesadaran untuk turut
berperan aktif dalam perdamaian dunia, merupakan wawasan yang penting bagi
keberlanjutan eksistensi Bangsa Indonesia dan NKRI di sepanjang masa.
4. Pemahaman bahwa untuk menjaga atau mempertahankan persatuan kesatuan
bangsa, penting sekali menerapkan kebiasaan bermusyawarah dan bermufakat
dalam menghadapi berbagai perbedaan atau konflik, serta menghormati hasil
musyawarah yang telah disepakati, baik untuk mengatasi permasalahan di lingkup
pendidikan, lingkup masyarakat maupun lingkup pekerjaan.
5. Pemahaman bahwa di dalam pelaksanaan musyawarah dan mufakat, penting
sekali mengedepankan keadilan artinya tidak memihak dan memperhatikan
kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi, dalam kasus yang lebih luas
memperhatikan kepentingan seluruh rakyat atau bangsa dan negara.
6. Pemahaman bahwa jatidiri bangsa yang dapat mengangkat harkat dan martabat
bangsa Indonesia di mata warga dunia, dimulai dari membangun, memperkuat
pembentukan karakter positif di lingkup keluarga yang akan berdampak pada
terbentuknya karakter masyarakat, karakter wilayah dan karakter bangsa.
7. Pemahaman bahwa generasi muda di samping menjadi pintar dan melek dalam
memanfaatkan teknologi, juga merupakan generasi muda penerus bangsa yang
berwawasan kebangsaan dan siap membela keutuhan dan persatuan bangsa
sebagai perwujudan dari cinta tanah air.

Kemampuan wawasan kebangsaan merupakan salah satu kemampuan yang


sangat penting dimiliki seluruh warga negara Indonesia, untuk membangun dan
mengimplementasikan upaya bela negara di dalam suatu gerakan nasional bela negara
yang efektif atau berdaya hasil optimal bagi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI
dan keselamatan bangsa dan negara.

Gerakan nasional bela negara adalah suatu gerakan yang mampu menggalang
seluruh warga negara Indonesia, merapatkan barisan menyatukan langkah melakukan
upaya-upaya bela negara yang menjadi kewajibannya, demi kelangsungan hidup bangsa

44
dan negara Indonesia. Bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku serta tindakan
warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan
negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara, yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.72

Wujud nyata pemahaman wawasan kebangsaan dalam gerakan nasional bela


negara, sebagai contoh di antaranya:

1. Implementasi program pengembangan interaksi sosial masyarakat sebagai


jembatan kerekatan sosial antarwarga lintas kampung/etnis/agama misal melalui
antara lain kerja bakti, pembersihan/perbaikan/pembangunan tempat drainase
lingkup, tempat ibadah, sekolah dan rumah tak layak huni. Hal ini merupakan
perwujudan sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa, dan perwujudan nilai ke 1 bela
negara yaitu Cinta tanah air, menjaga tanah dan perkarangan serta seluruh ruang
dan wilayah Indonesia.

2. Melakukan gerakan menanamkan nilai-nilai ke-Indonesiaan serta nilai-nilai non


kekerasan, yang dilakukan melalui pendidikan formal dan nonformal. Untuk
masyarakat umum dilakukan melalui kerjasama dengan tokoh agama, tokoh adat,
tokoh pendidikan, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat. Melakukan gerakan
nasional anti-narkoba dan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan narkoba
serta peredaran gelap narkoba (P4GN) untuk menjaga dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan Sila ke 2
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan perwujudan dari Nilai ke 5 Bela Negara
yaitu memiliki keterampilan awal bela negara yang senantiasa memelihara
kesehatan jiwa dan raganya.

3. Melakukan gerakan kewaspadaan nasional terhadap ideologi radikal terorisme,


separatisme dan komunisme melalui: a) penguatan siskamling; b) ceramah/
khotbah, dialog di tempat ibadah, lembaga kemasyarakatan dan lembaga
pendidikan; c) sosialisasi menggunakan berbagai alat publikasi media daring

72
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk
Pertahanan Negara, Pasal 1

45
(dalam jaringan), media cetak, dan media elektronik.73 Menggalang persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini merupakan perwujudan sila ke 3 Persatuan Indonesia, dan
perwujudan Nilai ke 3 Bela Negara Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara.

4. Melakukan gerakan mengajak masyarakat melalui musyawarah mufakat untuk


menyelesaikan masalah atau konflik sosial secara bijak, serta melakukan
kampanye anti kekerasan secara terus-menerus mendorong individu untuk lebih
menyadari akan akibat dari kekerasan secara global. Hal ini merupakan perwujudan
Sila ke 4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan perwujudan dari Nilai ke 4 Rela Berkorban untuk
Bangsa dan Negara yaitu dalam berpartisipasi aktif dalam pembangunan
masyarakat bangsa dan negara.

5. Melakukan gerakan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi, pengangguran dan


kemiskinan melalui antara lain:74
a. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan ialah
wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat pesat sehingga dijadikan
sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi kawasan lain di sekitarnya.75
b. Mengurangi kesenjangan daerah tertinggal dan perbatasan seperti misalnya
menerbitkan Kartu Indonesia Pintar/KIP;
c. Perbaikan pelayanan dasar untuk mengurangi kesenjangan wilayah seperti
menerbitkan Kartu Indonesia Sehat/KIS;
d. Memanfaatkan potensi ekonomi “digital” untuk mendorong pembangunan
ekonomi di daerah, melalui pengembangan UMKM, revitalisasi koperasi.
e. Penguatan konektivitas negara kepulauan Indonesia melalui misalnya
membangun infrakstruktur yang menghubungkan antar wilayah darat dan
wilayah laut atau sungai.

Hal ini merupakan perwujudan Sila ke 5 Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
perwujudan Nilai ke 2 Bela Negara Sadar Berbangsa dan Bernegara yaitu dalam
berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.

73 Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2018, Tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018-2019, hal. 26
74 R. Instruksi Presiden Tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2020-2024
75 Yarman Gulo. Identifikasi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pendukungnya Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Nias, diunduh

dari; file:///C:/Users/HP/Downloads/332-667-1-SM.pdf

46
B. KELOMPOK PESERTA PKBN

Pogram PKBN merupakan segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksana-
kan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada
warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku, serta menanamkan nilai
dasar Bela Negara. Sesuai Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2019, Bab III, Pasal 8, ayat
(2), PKBN diselenggarakan di Lingkup: Pendidikan; Masyarakat; dan Pekerjaan

1. LINGKUP PENDIDIKAN

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup pendidikan dilaksanakan


melalui sistem pendidikan nasional atau mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional , Bab VI, Pasal 13 sampai dengan Pasal 32,
yang dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 1: Kelompok Lingkup Pendidikan

Pendidikan Pendidikan Pendidikan


INFORMAL FORMAL NONFORMAL
Pendidikan Keluarga 1. Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pendidikan Anak a. Taman Kanak-kanak (TK) a. Kelompok Bermain (KB)
Usia Dini b. Raudatul Athfal (RA) b. Taman Penitipan Anak
2. Homeschooling 2. Pendidikan Dasar c. Taman Pendidikan Alquran
a. Sekolah Dasar 2. Pendidikan Kecakapan Hidup
3. Pendidikan Kepemudaan
b. Sekolah Menengah Pertama
4. Pendidikan Pemberdayaan
3. Pendidikan Menengah Perempuan,
a. Sekolah Menengah Umum 5. Pendidikan Keaksaraan, PBA
b. Sekolah Menengah Kejuruan (Pemberantasan Buta Huruf)
c. Sekolah Menengah Keagamaan 6. Pendidikan Keterampilan dan
d. Sekolah Menengah Luar Biasa Pelatihan Kerja
4. Pendidikan Tinggi 7. Pendidikan kesetaraan
a. Pendidikan Tinggi Umum a. Paket A untuk SD
b. Pendidikan Tinggi Kedinasan b. Paket B untuk SMP
c. Paket C untuk SMU
8. Pendidikan Layanan Khusus
a. Peserta di daerah terpencil
b. Peserta yang memiliki
keterbatasan fisik dsj.nya

47
2. LINGKUP MASYARAKAT

Pembinaan kesadaran bela negara (PKBN) lingkup masyarakat, berdasarkan UU


No. 23 Tahun 2019, Pasal 9, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga
Negara yang meliputi:
a. Tokoh Agama;
b. Tokoh Masyarakat;
c. Tokoh Adat;
d. Kader Organisasi Masyarakat;
e. Kader Organisasi Komunitas;
f. Kader Organisasi Profesi;
g. Kader Partai Politik; dan
h. Kelompok masyarakat lainnya.

3. LINGKUP PEKERJAAN

Pembinaan kesadaran bela negara lingkup pekerjaan, berdasarkan UU No. 23


Tahun 2019, Pasal 10, yang menyatakan bahwa PKBN ditujukan bagi Warga Negara
yang bekerja pada :
a. Lembaga Negara;
b. Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan Pemerintah Daerah
c. Tentara Nasional Indonesia;
d. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
e. Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah;
f. Badan Usaha Swasta; dan
g. Badan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

48
C. STANDAR KOMPETENSI

1. Pengertian

Standar Kompetensi pembinaan kesadaran bela negara, mencakup deskripsi


kompetensi pengetahuan (ranah kognitif), kompetensi sikap (ranah afektif), dan
kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik), dari setiap topik Modul PKBN yang harus
dikuasai oleh peserta PKBN. Standar kompetensi dirumuskan berdasarkan karakteristik
peserta di setiap lingkup (pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan).

1.1. Kompetensi Pengetahuan


Kompetensi pengetahuan merupakan kemampuan aktivitas otak atau kognitif
untuk mengembangkan kemampuan rasional, kemampuan intelektual dalam berpikir,
mengidentifikasi, menghafal, mengetahui dan memecahkan masalah. Kemampuan yang
berkaitan dengan kecerdasan otak untuk memahami konsep-konsep, teori dsb.nya.
Penentuan standar kompetensi pengetahuan (ranah kognitif - C) mendasarkan
pada tabel taksonomi Bloom76 dengan urutan dimensi proses kognitif sebagai berikut :
Tabel 2 : Kategori Kompetensi Ranah Pengetahuan (Cognitive : C)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA


C1 Ingatan Kemampuan mengingat apa yang telah mengidentifikasi, menghafal, mengenal,
(Remember) dipelajari mengulang
C2 Pengertian Kemampuan memahami materi/ menjelaskan, mengilustrasikan,
(Understand) ilmu pengetahuan melaporkan, mendeskripsikan
C3 Aplikasi Kemampuan menggunakan ilmu yang mengimplementasikan, mene- rapkan,
(Apply) dipelajari dalam situasi lain mendemonstrasikan
C4 Analisis Kemampuan memilah-milah infor-masi menghubungkan,menyimpulkan,
(Analyze) dalam bagian-bagian kecil, melihat membedakan, memprediksi,
hubungan satu sama lain mendiagnosa masalah
C5 Evaluasi Kemampuan menilai materi/informasi dan memeriksa, menguji, menilai, merevisi,
(Evaluate) mengaitkan dengan kriteria yang menjadi mengukur, mengkritik
acuan
C6 Penciptaan Kemampuan menyatukan ide-ide yang mengkonstruksi opini, meran-cang,
(Create) terpisah-pisah, membentuk ide baru atau menciptakan temuan baru/inovasi,
menciptakan hal baru memodifikasi

76
Orin W. Anderson and David R. Krathwohl, A Taxonomy For Learning Teaching And Assessing: A Revision of
Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, (New York: Addison Wesley Longman, 2001)

49
1.2. Kompetensi Sikap
Kompetensi pada ranah afektif menekankan pada aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Hasil belajar afektif akan
tampak pada berbagai sikap dan tingkah laku.
Penentuan standar kompetensi sikap (ranah afektif – A) mendasarkan pada tabel
taksonomi Krathwohl77 dengan urutan dimensi proses afektif sebagai berikut:

Tabel 3 : Kategori Kompetensi Ranah Sikap (Affective : A)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI

A1 Menerima · Kemampuan mendengarkan pendapat orang lain.


(Receiving) · Menunjukkan kehadirannya dalam komunitas.
A2 Merespon · Kemampuan menanggapi atau berpartisipasi
(Responding) dalam sebuah diskusi.
· Menunjukkan sikap tertentu sebagai hasil
pengalaman yang diperoleh
A3 Menilai · Kemampuan menilai mana yang benar dan mana
(Valuing) yang salah.
· Menunjukkan komitmen
A4 Mengorganisasikan · Kemampuan mengintegrasikan perbedaan-
(Organization) perbedaan, mengharmonisasikan perbedaan
· Menunjukkan penyelesaian konflik
A5 Karakterisasi · Kemampuan bersikap konsisten terhadap nilai-nilai
(Characterization by value) yang baru
· Menunjukkan perubahan sikap secara konsisten

1.3. Kompetensi Keterampilan


Kompetensi keterampilan merupakan kemampuan yang menyangkut kegiatan
otot dan fisik, mewujudkan keterampilan (skill) dan tindakan nyata. Kompetensi
keterampilan mencerminkan hasil pembentukan perpaduan kompetensi pengetahuan
dan kompetensi sikap atau afektif, yang terwujud dalam tindakan nyata yang dilakukan.

77
David R. Krathwohl, Bloom and Betram Masia, Taxonomy of Educational Goals Handbook II: Affective Domain,
(New York: David McKay Company, 1970)

50
Penentuan standar kompetensi keterampilan (ranah psikomotorik - P) mendasar-
kan pada tabel taksonomi Dave78 dengan urutan dimensi proses psikomotorik sebagai
berikut:

Tabel 4 : Kategori Kompetensi Ranah Perilaku (Psikomotorik : P)

KATEGORI DESKRIPSI KOMPETENSI KATA KERJA

P1 Imitasi · Meniru tindakan yang ditunjukkan Meniru, mengikuti,


(Imitation) oleh instruktur atau pelatih mereplikasu, mengulangi
· Mengamati kemudian menirukan
P2 Manipulasi · Memproduksi aktivitas dari Menciptakan kembali,
(Manipulation) pelatih membangun, mengim-
· Melakukan tugas dari instruksi plementasikan
tertulis atau verbal
P3 Presisi · Melakukan keterampilan tanpa Mendemonstrasikan,
(Precision) bantuan orang lain dengan tepat menyempurnakan
· Menunjukkan keterampilan
melakukan tugas tanpa bantuan
atau instruksi dengan tepat
P4 Artikulasi · Mengadaptasi dan mengintegra- Mengkonstruksikan,
(Articulation) sikan keahlian memecahkan,
· Mengaitkan dan mengkombinasi- mengkombinasikan,
kan aktivitas untuk mengembang- mengintegrasikan
kan metode
P5 Naturalisasi · Membuat pola gerakan baru yang Merancang,
(Naturalization) disesuaikan dengan situasi, menspesifikasikan,
kondisi /permasalahan tertentu. mengelola,
· Melakukan gerakan tertentu melakukan tindakan,
secara spontan atau otomatis bergerak
dengan sempurna dan lancar.

78
R.H. Dave, Developing and Writing Educational Behavioral Objectives, (R J Armstrong, ed., Tucson. AZ:
Educational Innovators Press, 1970)

51
2. Garis Besar Standar Kompetensi di setiap Tingkat
Tabel 5 : Standar Kompetensi – Wawasan Kebangsaan di setiap Tingkat
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Pengetahuan Mampu mengenal, dan menjelaskan tentang al:
· Pendidikan Layanan Khusus - Harus saling menghormati, rukun, dan saling
membantu dengan sesama teman meskipun
berbeda agama atau berbeda suku.
- Harus berlaku adil, tidak membeda-bedakan
sesama teman
- Harus menghormati, memahami artinya, dan
menjaga: Lambang Burung Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika;
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; Bendera
NKRI; dan Bahasa Indonesia
- Jika ada perbedaan pendapat dengan teman
harus dibahas bersama, bermain bersama
saling mendukung
Sikap Mampu menerima dan merespon pengetahuan
yang diterima dari Orangtua/Pembina/ Guru
Ketrampilan Mampu mengikuti perilaku & arahan Orangtua/
/Perilaku Pembina menerapkan perilaku nyata yang ber-
wawasan kebangsaan dalam kegiatan sehari-
hari antara lain toleransi terhadap perbedaan.
Dasar & Setara · Pendidikan Dasar Pengetahuan Mampu mengidentifikasi, menjelaskan, meng-
· Pendidikan Kesetaraan implementasikan pemahaman tentang a.l
· Pendidikan Keaksaraan - Lahirnya wawasan kebangsaan
Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham &
Semangat Kebangsaan
- Aktualisasi Esensi Pancasila dalam kehi-
dupan sehari-hari
- Pembangunan & penguatan jatidiri pribadi-kel
- Berbagai gerakan yang mencerminkan sikap
dan perilaku yang berwawasan kebangsaan
Sikap Mampu menerima, merespon, dan menilai
pengetahuan yang diterima dari Guru/Pembina
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan bantuan dan
/Perilaku tanpa bantuan Guru/Pembina dalam menerap-
kan gerakan/ perilaku nyata yang mencerminkan
wawasan kebangsaan.
Menengah & Setara · Homeschooling Pengetahuan Mampu mengidentifikasi, mengilustrasikan,
· Pendidikan Menengah menerapkan, bisa membedakan-menyimpulkan:
· Pendidikan Kec. Hidup - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Pendidikan Kepemudaan - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham &
· Pendidikan Pemberdayaan Semangat Kebangsaan
Perempuan - Aktualisasi Esensi Pancasila dalam kehi-
· Pendidikan Keterampilan & dupan sehari-hari
Pelatihan Kerja - Pembangunan & penguatan jatidiri pribadi-kel
- Berbagai gerakan yang mencerminkan sikap
dan perilaku yang berwawasan kebangsaan

52
Tingkat Kelompok Standar Kompetensi – Keterangan/contoh
Menengah & Setara · Kader Organisasi : Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, dan
(lanjutan) Masyarakat, Komunitas, mengintegrasikan perbedaan pengetahuan
Profesi*, Partai Politik*, dan yang diterima dari Guru/Pembina
Kelompok Masyarakat lainnya
Ketrampilan Mampu meniru, melakukan dengan contoh,
/Perilaku melakukan dengan tepat tanpa contoh, dan bisa
mengembangkan penerapan gerakan /perilaku
yang mencerminkan wawasan kebangsaan

Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi Pengetahuan Mampu mengkonstruksikan opini membentuk
· Tokoh : Agama, Adat, dan ide-ide baru terkait :
Masyarakat - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Lembaga Negara, K/L, - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham &
Pemda, TNI, Polri, Semangat Kebangsaan
BUMN/BUMD, BU Swasta, - Aktualisasi Esensi Pancasila dalam kehi-
Badan lain sesuai UU. dupan sehari-hari
- Pembangunan & penguatan jatidiri pribadi-kel
- Berbagai gerakan yang mencerminkan sikap
dan perilaku yang berwawasan kebangsaan
Sikap Mampu menerima, merespon, menilai, meng-
harmonisasikan perbedaan, dan mampu
bersikap konsisten berkaitan pengetahuan yang
diterima dari Dosen/Pembina/Instruktur
Ketrampilan Mampu melakukan gerakan/perilaku nyata yang
/Perilaku yang mencerminkan wawasan kebangsaan,
serta senantiasa berupaya menemukan ide-ide
baru terkait topik-topik bahasan yang
berwawasan kebangsaan

3. Matriks Standar Kompetensi di setiap Lingkup

Tabel 6 : Matriks Standar Kompetensi – Wawasan Kebangsaan

LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku


C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. IN - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Homeschooling x x x x x x x x x x x x
PEND. FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2. Pend. Dasar x x x x x x x x x
3. Pend. Menengah x x x x x x x x x x x x
4. Pend. Tinggi x x x x x x x x x x x x x x x x

53
LINGKUP Kompetensi Pengetahuan Kompetensi Sikap Kompetensi Perilaku
C1 C2 C3 C4 C5 C6 A1 A2 A3 A4 A5 P1 P2 P3 P4 P5
PEND. NON - FORMAL
1. PAUD x x x x x x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x x x x x x x x x x x
3.Pend. Kepemudaan x x x x x x x x x x x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x x x x x x x x x x x
5.Pend. Keaksaraan x x x x x x x x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x x x x x x x x x x x
7.Pend. Kesetaraan x x x x x x x x x
8.Pend. Layanan Khusus x x x x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Tokoh Masyarakat x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tokoh Adat x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kader Org. Masyarakat x x x x x x x x x x x x
5.Kader Org. Komunitas x x x x x x x x x x x x
6.Kader Org. Profesi x x x x x x x x x x x x x
7.Kader Partai Politik x x x x x x x x x x x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x x x x x x x x x x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x x x x x x x x x x x x x x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x x x x x x x x x x x x x x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x x x x x x x x x x x x x x x
4.Kepolisian Negara RI x x x x x x x x x x x x x x x x
5.BUMN / BUMD x x x x x x x x x x x x x x x x
6.Badan Usaha Swasta x x x x x x x x x x x x x x x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x x x x x x x x x x x x x x x
ketentuan Undang-Undang x x x x x x x x x x x x x x x x

54
D. METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Metode atau Strategi Pembelajaran PKBN, adalah cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara untuk menyam-
paikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik menerima
dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat
dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Dalam modul ini yang
digunakan sebagai pilihan sesuai karakteristik peserta dan topik bahasan, adalah model
pembelajaran: kontekstual, kooperatif, berbasis masalah, edutainment.

1.1. Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)79

Pendekatan pembelajaran yang mendorong Instruktur/Pengajar/Pembina/


Widyaiswara untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata atau yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Metode ini juga mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan peserta didik diperoleh dari usaha mereka meng-
konstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan tersebut.

Ada 3 (tiga) pilar dalam metode CTL, yaitu :


a. CTL mencerminkan prinsip kesaling-tergantungan, artinya ketika peserta didik
bergabung untuk memecahkan masalah membentuk opini baru. Jadi beberapa
peserta yang berbeda dihubungkan, misal: Tokoh agama A dengan Agama B
b. CTL mencerminkan prinsip diferensiasi, artinya perbedaan menjadi nyata
ketika CTL menantang peserta untuk saling menghormati keunikan masing-

79
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP UNS, 2010), hal.14-21

55
masing, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan
gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman
adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
c. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri, artinya peserta didik mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda.
Mereka mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh guru dan
peserta didik lainnya.

Contoh: Di satuan pendidikan tinggi, Pengajar mendorong peserta untuk membaca,


menulis, dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka untuk fokus pada persoalan-
persoalan kontroversial di lingkungan masyarakat mereka.

Rencana Program Pembelajaran dalam strategi pembelajaran CTL, yaitu:


a. Peserta dihadapkan pada pengalaman konkrit.
b. Tanya Jawab
c. Inkuiri, merupakan siklus proses membangun pengetahuan/konsep yang
bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian
membangun teori atau konsep.
d. Komunitas belajar sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman/ide.
e. Pemodelan, disini Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara mendemons-
trasikan idenya agar peserta dapat mencontoh, belajar atau melakukan
sesuatu sesuai dengan model yang diberikan.
f. Refleksi, yaitu melihat kembali atqu merespon suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui.
g. Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan
(pengetahuan, sikap dan keterampilan) peserta secara nyata.

1.2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)80


Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
peserta didik untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar.

80
Ibid, hal. 37

56
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif:
a. Saling ketergantungan positif, artinya Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyais-
wara menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling
membutuhkan atau saling ketergantungan.
b. Interaksi tatap muka, akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam
kelompok sehingga mereka dapat berdialog.
c. Akuntabilitas individual, artinya penilaian kelompok didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, seperti: tenggang rasa; sikap
sopan terhadap teman; mengkritik ide dan bukan mengkritik teman; berani
mempertahankan pikiran logis; tidak mendominasi orang lain; dan sejenisnya.

Beberapa Metode Pembelajaran Kooperatif


a. Metode STAD (Student Achievement Division)
- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 / 5
Anggota dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Setiap tim diberi lembar kerja, anggota tim saling membantu menguasai
bahan ajar. Kemudian Pengajar mengevaluasi penguasaan setiap Tim
- Penguasaan tiap siswa/Tim diberi skor. Lalu diberi penghargaan
b. Metode Jigsaw
- Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok /tim yang terdiri dari 4 atau
5 Anggota dengan karakteristik yang heterogen (ras, etnik,L/P, dsb)
- Topik bahasan yang terdiri dari sub-sub topik bahasan diberikan dalam
bentuk teks, setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk mempelajari
satu bagian / subtopik bahasan dari Topik bahasan.
- Anggota yang bertanggung jawab pada subtopik yang sama, dapat
berkumpul saling membantu, menelaah subtopik tersebut. Kumpulan
peserta didik itu disebut “kelompok pakar” untuk setiap subtopik.
- Selanjutnya antar “kelompok pakar” saling mengajar atau berbagi ilmu,
sehingga seluruh subtopik dibahas, artinya topik dibahas secara utuh.

57
- Peserta didik dievaluasi penguasaannya secara individu, lalu diberi peng-
hargaan atas capaian penguasaan topik bahasan.
c. Metode GI (Group Investigation)
- Seleksi Topik bahasan, Disini peserta didik memilih subtopic dari suatu
masalah umum yang digambarkan oleh Instruktur/Pengajar/Pembina/ Wi-
dyaiswara. Peserta dibagi dalam kelompok yang berorientasi pada tugas,
anggota 2 hingga 6 prserta, karakteristik heterogen
- Merencanakan kerja sama. Pengajar dan peserta didik merencanakan
berbagai prosedur belajar khusus tugas, tujuan umum yang konsisten
dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih.
- Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana tugas yang telah di-
rumuskan bersama. Pengajar secara terus-menerus memantau kemajuan
tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
- Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mensintesakan
berbagai informasi yang diperoleh pada langkah sebelumnya, meringkas
dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
- Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua peserta ter-
libat dan memperoleh perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Pengajar berperan sebagai koordinator
- Evaluasi selanjutnya. Pengajar dan Peserta didik mengevaluasi kontribusi
tiap kelompok terhadap pekerjaaan. Evaluasi bisa individual atau kelompok
d. Metode Struktural
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi evaluasi
- Setiap peserta didik dapat satu buah kartu
- Setiap peserta didik mencari pasangan peserta didik lainnya jyang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misal: kartu berisi nama
SRI MULYANI akan berpasangan dengan MENTERI KEUANGAN.
- Peserta didik bisa bergabung dengan dua atau tiga peserta yang lain yang
memegang kartu yang cocok.

58
- Setiap pasangan peserta didik mendiskusikan menyelesaikan tugas secara
bersama-sama
- Presentasi hasil kelompok atau kuis

1.3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning / PBL)81

Metode pembelajaran yang membuat peserta didik berpikir, menyelesaikan


masalah. PBL memfokuskan pada apa yang sedang dipikirkan peserta didik selama
mengerjakan atau memecahkan masalah (kognisi mereka), bukan pada apa yang
sedang dikerjakan (perilaku mereka).
Instruktur/Pengajar/Pembina/Widyaiswara lebih berperan sebagai pembimbing
dan fasilitator, sehingga peserta didik dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan
masalahnya sendiri. Meskipun kadang-kadang Pengajar juga terlibat, mempresen-
tasikan dan menjelaskan berbagai hal kepada peserta didik.

Perencanaan dan Pelaksanaan PBL:


Peserta bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengin-
vestigasi masalah kehidupan nyata yang membingungkan atau menantang. Oleh karena
itu tipe pembelajaran ini sangat interaktif.
a. Merencanakan Pelajaran PBL
1) Tetapkan masalah yang akan dipelajari, kemudian putuskan sasaran dan
tujuan pelajaran berbasis masalah. Tujuan bisa tunggal atau memiliki
tujuan-tujuan yang luas. Penting sebelumnya mengkomunikasikan tujuan
yang ingin dicapai dengan jelas.
2) Merancang situasi bermasalah yang tepat. PBL didasarkan pada premis
bahwa situasi bermasalah yang membingungkan atau tidak jelas akan
membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga membuat mereka
tertarik untuk menyelidiki. Merancang situasi bermasalah yang tepat adalah
salah satu tugas perencanaan yang penting bagi guru.

81
Ibid, hal. 151-170

59
Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria
penting yaitu :
a) Situasi seharusnya ‘auntetik’. Artinya masalah harus dikaitkan dengan
pengalaman nyata peserta didik, bukan konsep atau prinsip disiplin
akademis tertentu.
b) Masalah sebaiknya tidak jelas / tidak sederhana sehingga menciptakan
misteri atau teka-teki. Masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesai-
kan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternating.
c) Masalah seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual.
d) Masalah semestinya cakupannya luas sehingga memberikan kesem-
patan kepada Pengajar untuk memenuhi tujuan instruksionalnya, tetapi
tetap dalam batas-batas yang layak bagi pelajaannya dilihat dari segi
waktu, ruang dan keterbatasan sumber daya.
e) Masalah sebaiknya harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

3) Mengorganisasikan Sumber Daya dan Merencanakan Logistik


PBL mendorong peserta didik untuk bekerja dengan beragam bahan dan
alat, sebagian berlokasi di ruang kelas, sebagai lainnya diperpustakaan
atau laboratorium computer, atau di luar sekolah. Perencanaan sumber
daya dan logistic merupakan tugas perencanaan utama para Pengajar PBL

b. Melaksanakan Pelajaran PBL, ada 5 (lima) tahapan:


1) Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada peserta didik.
Pengajar membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan dan memotivasi
peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
2) Mengorganisasikan peserta untuk meneliti. Pengajar membantu peserta
didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar
yang terkait dengan per-masalahan yang akan dibahas.

60
3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pengajar mendorong peserta
untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.
4) Mengembangkan dan mempromosikan hasil. Pengajar membantu peserta
dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan membantu mereka menyampaikan kepada
orang lain.
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pengajar
membantu peserta untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan
proses-proses yang mereka gunakan.

1.4. Model Pembelajaran “Edutainment”


Edutainment berasal dari kata education dan entertainment. Education berarti
pendidikan, sedangkan entertaintment berari hiburan. Jadi, edutainment adalah
pendidikan yang menghibur atau menyenangkan.82 Sutrisno (2011), mengungkapkan
bahwa edutainment adalah suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa,
sehingga muatan pendidikan dan hiburan bisa dikombinasikan secara harmonis untuk
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan
biasanya dilakukan dengan humor, permainan (game), bermain peran (role-play), dan
demonstrasi.83

Metode Edutainment adalah suatu metode pembelajaran berbasis kompetensi yang


aktif dan efisien, dirancang melalui suatu prinsip permainan dengan menggunakan alat
peraga yang bisa menghibur. Konsep itu meliputi dua kepentingan anak-anak yakni
bermain dan belajar. Metode ini merupakan pengembangan dari metode pembelajaran
aktif. Contoh langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode Edutainment
adalah sebagai berikut : 84

82 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas, (Diva Press: 2014), hal. 17
83 Sutrisno. Pengantar Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: GP Press, 2011)
84
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari: http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-
pembelajaranedutainment-belanbe.html.

61
1. Guru menyiapkan alat-alat audio visual untuk memutar film/video/youtube yang
berkaitan dengan materi pembelajaran.
2. Kelas didisain yang bagus sehingga peserta didik merasa nyaman.
3. Guru memutarkan film/video/youtube, untuk peserta didik serta memberikan penjelasan
tentang film/video/youtube tersebut.
4. Setelah selesai pemutaran film/video/youtube siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mendiskripsikan tentang film yang telah ditayangkan dengan diiringi musik .
5. Nama kelompok dibuat sesuai dengan materi yang terkait, misalnya tokoh yang ada
dalam film/video/youtube yang ditayangkan.
6. Demonstrasi, siswa diajak bermain misalnya dengan Snowball Throwing (Melempar
bola salju) dengan cara setiap kelompok menyiapkan satu pertanyaan yang ditulis
dalam kertas kosong, lalu kertas tersebut digulung dimasukkan ke dalam bola yang
berwarna - warni yang di belah kemudian di tutup dengan isolatif. Setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melempar bola tersebut ke kelompok lain dengan waktu
yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok lain berusaha menangkap bola tersebut.
Siswa yang terakhir me-me-gang bola mendapat kesempatan untuk menjawab
pertanyaan dari bola itu.
7. Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok merangkum materi.

Bermain akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mema-
nipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan dan
mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyak-
nya. Disinilah proses pembelajaran berlangsung, mereka mengambil keputusan,
memilih, menentukan, menciptakan, memasang, membongkar, mengembalikan, men-
coba, mengeluarkan pendapat, memecahkan masalah, mengerjakan secara tuntas,
bekerjasama dengan teman, dan mengalami berbagai macam perasaan.85

85
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan, (Grasindo, 2001)

62
2. Garis Besar Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Tingkat

Tabel 7 : Metode Pembelajaran – Wawasan Kebangsaan di setiap Tingkat

Tingkat Kelompok Keterangan / contoh


Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Pembelajaran pemahaman bagaimana caranya :
· Pendidikan Layanan Khusus - Harus saling menghormati, rukun, dan saling membantu
dengan sesama teman meskipun berbeda agama
- Harus adil, tidak membeda-bedakan dg sesama teman
- Harus menghormati, memahami artinya, dan menjaga:
Lambang Burung Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika; Lagu Kebangsaan Indonesia
Raya; Bendera NKRI; dan Bahasa Indonesia
- Jika ada perbedaan pendapat dengan teman harus
dibahas bersama, bermain bersama saling mendukung
Dilakukan melalui berbagai permainan atau sambil
bermain dan bernyanyi.
Dasar & Setara · Pendidikan Dasar* Pembelajaran tentang a.l. :
· Pendidikan Kesetaraan - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Pendidikan Keaksaraan - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
Kebangsaan
- Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
- Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
- Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
Dilakukan dengan mengaitkan contoh-contoh nyata yang
terjadi dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian dibentuk kelompok-kelompok yang
bekerjasama membahas materi tersebut.dalam lembar
kerja berisi topik-topik bahasan yang ditanamkan. (Untuk
Pend. Dasar/Formal*)
Menengah & Setara · Homeschooling Pembelajaran tentang a.l.:
· Pendidikan Menengah - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Pendidikan Kec. Hidup - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
· Pendidikan Kepemudaan Kebangsaan
· Pendidikan Pemberdayaan - Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
Perempuan - Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
· Pendidikan Keterampilan & - Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
Pelatihan Kerja Dilakukan dengan mengaitkan contoh-contoh nyata yang
· Kader Organisasi : terjadi dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
Masyarakat, Komunitas, kemudian didiskusikan kasus-kasus yang ada dan yang
Profesi*, Partai Politik*, kemungkinan terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang
Kelompok Masyarakat harus disolusi bersama oleh peserta PKBN.
lainnya
Kemudian dibentuk kelompok-kelompok yang bekerja-
sama membahas materi tersebut.dalam lembar kerja
berisi topik-topik bahasan yang ditanamkan. (…*)

63
Tingkat Kelompok Keterangan / contoh
Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi* Pembelajaran tentang a.l. :
· Tokoh Agama, - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Tokoh Adat, - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
· Tokoh Masyarakat Kebangsaan
· Lembaga Negara, - Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
· Kementerian/LPNK, Pemda, - Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
· Tentara Nasional Indonesia - Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
Dilakukan melalui diskusi masalah-masalah terkait “yang
· Kepolisian Negara RI
ada” dan “yang kemungkinan terjadi” dalam kehidupan
· BUMN/BUMD,
sehari-hari, yang harus dipecahkan atau disolusi
· BU Swasta, bersama oleh peserta PKBN, hingga menemukan ide-ide
· Badan lain sesuai UU. baru terkait topik-topik bahasan itu.

Khusus “Pendidikan Tinggi*, membentuk kelompok-


kelompok yang bekerjasama membahas materi tersebut
dalam lembar kerja yang berisi topik-topik bahasan
terkait, diupayakan hingga menemukan ide-ide baru
terkait topik-topik bahasan.

3. Matriks Metode/Strategi Pembelajaran di setiap Lingkup

Tabel 8: Matriks Metode Pembelajaran – Wawasan Kebangsaan

ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN


LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP PEND. IN - FORMAL
1.PAUD x
2.Homeschooling x x
LINGKUP PEND. FORMAL
1. PAUD x
2. Pend. Dasar x x
3. Pend. Menengah x x x
4. Pend. Tinggi x x x
LINGKUP PEND. NON - FORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x
3.Pend. Kepemudaan x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x
5.Pend. Keaksaraan x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7.Pend. Kesetaraan x
8.Pend. Layanan Khusus x

64
ALTERNATIF - METODE/STRATEGI PEMBELAJARAN
LINGKUP Contextual Cooperative Problem Based Edutainment
Learning (CTL) Learning Learning (PBL) Learning
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x x
2.Tokoh Masyarakat x x
3.Tokoh Adat x x
4.Kader Org. Masyarakat x x
5.Kader Org. Komunitas x x
6.Kader Org. Profesi* x x x
7.Kader Partai Politik* x x x
8.Kelompok Masyarakat lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

65
E. SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau ketrampilan Peserta PKBN sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.86

Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :87

a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki


oleh para Peserta PKBN. Pengalaman tiap Peserta PKBN berbeda-beda,
tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman peserta,
seperti ketersediaan buku, kesempatan rekreasi, dan sebagainya. Media
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika Peserta PKBN tidak
mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang
dibawa ke Peserta PKBN. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio
visual dan audial.
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para Peserta PKBN
tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena :
1) obyek terlalu besar;
2) obyek terlalu kecil;
3) obyek yang bergerak terlalu lambat;
4) obyek yang bergerak terlalu cepat;
5) obyek yang terlalu kompleks;
6) obyek yang bunyinya terlalu halus;
7) obyek mengandung zat berbahaya dan beresiko tinggi.

86
Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, James D. Russell. Instructional Technology & Media For Learning, (Pearson Prentice
Hall, 2008)
87 Ibid

66
c. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada Peserta PKBN.
d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara Peserta
PKBN dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
i. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak

Macam-macam bentuk Media Pembelajaran:88

a. Media People: Instruktur/ Pengajar/ Pembina/ Widyaiswara, Orangtua


b. Media Text: buku, majalah, koran, teks flyers
c. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
d. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
e. Projected still media: slide; over head projektor (OHP), LCD Proyektor dsj.nya
f. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD,VTR), komputer dsj.nya
g. Study Tour Media: Pembelajaran langsung ke obyek atau tempat studi seperti:
wisata bahari keliling nusantara, museum, candi, ke wilayah perbatasan, di
lapangan atau melalui kegiatan perkemahan, dan sejenisnya.

2. Garis Besar Sarana/Media Pembelajaran di setiap Tingkat


Pemanfaatan sarana/media pembelajaran dalam proses pelaksanaan PKBN di
setiap tingkat, baik di tingkat Usia Dini, Dasar, Menengah, Tinggi dan yang setara , sangat
tergantung pada ketersediaan fasilitas penyelenggaraan PKBN di setiap tingkat tersebut.
Namun sebagai alternatif pemanfaatan sarana/media pembelajaran topik
Wawasan Kebangsaan di setiap lingkup dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini :

88
Sharon E. Smaldino, James D. Russell, Michael Molenda, Instructional Technology and Media For Learning, Eight Edition,
(Pearson Merrill Prentice Hall,2005), hal. 10

67
3. Matriks Sarana/Media Pembelajaran di setiap Lingkup
Tabel 9 : Matriks Media Pembelajaran – Wawasan Kebangsaan
ALTERNATIF - SARANA/MEDIA PEMBELAJARAN (disesuaikan kondisi)
LINGKUP PEOPLE TEXT VISUAL AUDIAL Projected Projected TOUR
STILL MEDIA MOTION MEDIA
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Homeschooling x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Dasar x x x x x x x
3 Pend. Menengah x x x x x x x
4 Pend. Tinggi x x x x x x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1 Pend. Usia Dini x x x
2 Pend. Kec. Hidup x x x
3 Pend. Kepemudaan x x x
4 Pend. P. Perempuan x x x
5 Pend. Keaksaraan x x x
6 Pend. K & P Kerja x x x
7 Pend. Kesetaraan x x x
8 Pend. Lay. Khusus x x x
LINGKUP MASYARAKAT
1 Tokoh Agama x x x
2 Tokoh Masyarakat x x x
3 Tokoh Adat x x x
4 Kader Org. Masyarakat x x x x
5 Kader Org. Komunitas x x x x
6 Kader Org. Profesi* x x x x
7 Kader Partai Politik* x x x x
8 Kelompok Masy lain x x
LINGKUP PEKERJAAN
1 Lembaga Negara x x x x
2 Kementerian / PNK,Pemda x x x x
3 Tentara Nasional Indonesia x x x x
4 Kepolisian Negara RI x x x x
5 BUMN / BUMD x x x x
6 Badan Usaha Swasta x x x x
7 Badan Lain sesuai dengan x x x x
ketentuan Undang-Undang

68
F. METODE EVALUASI HASI BELAJAR

1. Pengertian
Evaluasi hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat kinerja pelaksanaan PKBN. Secara garis besar tujuan evaluasi hasil belajar
untuk:89
a. Menilai pencapaian kompetensi pengetahuan, kompetensi sikap dan
kompetensi keterampilan Peserta PKBN
b. Mengevaluasi efektivitas pembelajaran PKBN

Shambaugh mengelompokkan bentuk evaluasi hasil belajar berdasarkan karak-


teristik tanggapan atau respon Peserta PKBN, menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:90
a. Evaluasi tanggapan yang dipilih (Peserta PKBN memilih dari pilihan yang
diuji)
1) Test Pilihan Ganda
2) Test Menjodohkan Test Objektif
3) Test Benar-Salah
b. Evaluasi tanggapan yang dibangun (Peserta PKBN
mengkonstruk/membangun tanggapan/opini mereka sendiri)
1) Test Tertulis berupa karangan singkat
2) Test Lisan atau wawancara (tertutup atau terbuka) Test Uraian
3) Test Penilaian Diri Sendiri
c. Evaluasi kinerja Peserta PKBN secara keseluruhan (Peserta PKBN
menunjukkan hasil belajarnya)
1) Penilaian portofolio (kumpulan hasil karya Peserta PKBN yang disusun
secara sistematik yang menunjukkan upaya belajar, hasil belajar dan
proses belajar Peserta PKBN yang dilakukan dalam jangka waktu
tertentu.

89
Asmawi Zainal & N. Nasution, Penilaian Hasil Belajar, (PAU-PPAT-UT, 2001)
90
N. Shambaugh & S.G. Magliaro, Instructional Design: A Systematic Approach for Reflective Practice, (Pearson
Education, Inc., 2006), hal. 121-128

69
2) Penilaian proyek yang ditugaskan kepada Peserta PKBN
3) Test tindakan Peserta PKBN, melalui observasi dan catatan lapangan

Berikut ini beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan di dalam menentu-
kan jenis test evaluasi berdasarkan karakteristik peserta, di antaranya:91

a. Test Objektif :
1) Baik untuk mengukur kompetensi Ingatan pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi
dan Analisa (C1-C4)
2) Kurang tepat untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C4) dan Create/mencipta
(C5)
3) Dapat mengukur lebih banyak sampel sehingga mewakili seluruh materi
4) Pengolahan jawaban test objektif sederhana dan ketepatannya tinggi
5) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan memahami
pilihan dan menerka
6) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengingat, membuat intepretasi
dan menganalisa ide orang lain

b. Test Uraian :
1) Paling baik untuk mengukur kompetensi Evaluasi (C5) dan Create (C6)
2) Baik untuk mengukur Kemampuan Pemahaman, Aplikasi, Analisa (C2,3,4)
3) Kurang baik untuk mengukur Ingatan pengetahuan (C1)
4) Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyaan sehingga kurang mewakili
seluruh materi
5) Pengolahan jawaban test uraian sangat subyektif, sukar dan ketepatannya
(reabilitas) rendah
6) Hasil kemampuan Peserta PKBN dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan
menguraikan
7) Mendorong Peserta PKBN untuk lebih banyak mengorganisasikan, menghu-
bungkan, dan menyatakan idenya sendiri secara tertulis.

Berikut ini kriteria yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
mengeva-luasi keberhasilan Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Peserta PKBN, berdasarkan
pengamatan perilaku yang dinyatakan dalam indikator Nilai-Nilai Dasar Bela Negara92 :

1. Belum Terlihat (BT), apabila belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku


2. Mulai Terlihat (MT), apabila sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku,
tetapi belum konsisten
3. Mulai Berkembang (MB), apabila sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku, dan
mulai konsisten, juga mendapatkan penguatan dari lingkungan disekitarnya.

91
Asmawi Zainal & N. Nasution, op.cit, hal. 90-91
92
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk, Pendidikan Karakter, 2010, hal. 35-36

70
4. Membudaya-Konsisten (MK), apabila terus-menerus memperlihatkan perilaku yang
dinyatakan dalam indicator secara konsisten karena selain mendapat penguatan dari
lingkungan yang lebih luas juga sudah tumbuh kematangan moral.

2. Garis Besar Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Tingkat

Tabel 10 : Metode Evaluasi – Wawasan Kebangsaan di setiap Tingkat

TINGKAT KELOMPOK ALTERNATIF – METODE EVALUASI

Usia Dini & Setara · PAUD (In-Formal-Non) Cerita lisan berkaitan dengan topik bahasan tentang a.l.:
· Pendidikan Layanan Khusus - Berperilaku menghormati, rukun, dan saling membantu
dengan sesama teman meskipun berbeda agama
- Berperilaku adil, tidak membeda-bedakan sesama teman
- Berperilaku menghormati, memahami arti, dan menjaga:
Lambang Burung Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika; Lagu Kebangsaan Indonesia Raya;
Bendera NKRI; dan Bahasa Indonesia
- Berperilaku sabar tidak cepat marah, meminta saran
Ortu/Guru jika ada perbedaan pendapat dengan teman

Dasar & Setara · Pendidikan Dasar* · Test Objektif , dan


· Pendidikan Kesetaraan · Test Uraian lisan atau tertulis (sesuai kondisi yang ada)
· Pendidikan Keaksaraan tentang :
- Lahirnya wawasan kebangsaan
- Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
Kebangsaan
- Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
- Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
- Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
Menengah & Setara · Homeschooling · Test uraian lisan/tertulis berkaitan dengan topik bahasan
· Pendidikan Menengah - Lahirnya wawasan kebangsaan
· Pendidikan Kec. Hidup - Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
· Pendidikan Kepemudaan Kebangsaan
· Pendidikan Pemberdayaan - Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
Perempuan - Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
· Pendidikan Keterampilan & - Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
Pelatihan Kerja · Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
· Kader Organisasi : bahasan tentang perilaku yang berwawasan nusantara
Masyarakat, Komunitas, · Untuk Kader Organisasi Profesi dan Kader Partai Politik
Profesi*, Partai Politik*, diupayakan menemukan ide-ide baru terkait topik bahasan
Kelompok Masy lainnya

71
TINGKAT KELOMPOK ALTERNATIF – METODE EVALUASI

Tinggi & Setara · Pendidikan Tinggi* · Test uraian lisan melalui wawancara atau tertulis (untuk
· Tokoh Agama Pendidikan Tinggi) terkait topik-topik a.l.,
· Tokoh Adat - Lahirnya wawasan kebangsaan
- Pemahaman dan aktualisasi Rasa, Faham & Semangat
· Tokoh Masyarakat Kebangsaan
· Lembaga Negara - Aktualisasi Esensi Pancasila dlm kehidupan sehari-hari
· Kementerian/LPNK, Pemda, - Pembangunan dan penguatan jatidiri pribadi-keluarga
· TNI, Polri - Gerakan yang mencerminkan wawasan kebangsaan
· BUMN/BUMD Diupayakan menemukan ide-ide baru dalam memaparkan
· BU Swasta topik-topik bahasan tersebut.
· Badan lain sesuai
· Tugas proyek/membuat karya-karya terkait topik-topik
perundang-undangan
bahasan tentang perilaku nyata yang berwawasan
kebangsaan, diupayakan menemukan ide ide baru dalam
gerakan nasional bela negara

3. Matriks Metode Evaluasi Hasil Belajar di setiap Lingkup


Tabel 11 : Matriks Metode Evaluasi – Wawasan Kebangsaan

ALTERNATIF – METODE EVALUASI


LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK
LINGKUP PENDIDIKAN - INFORMAL
1.PAUD x
2.Homeschooling x x
LINGKUP PENDIDIKAN - FORMAL
1. PAUD x
2. Pend. Dasar x x
3.Pend. Menengah x x
4.Pend. Tinggi x x
LINGKUP PENDIDIKAN - NONFORMAL
1.PAUD x
2.Pend. Kecakapan Hidup x x
3.Pend. Kepemudaan x x
4.Pend. Pemb. Perempuan x x
5.Pend. Keaksaraan x x
6.Pend. K.& Pelatihan Kerja x x
7.Pend. Kesetaraan x x
8.Pend. Layanan Khusus x

72
ALTERNATIF – METODE EVALUASI
LINGKUP
TEST OBJEKTIF TEST URAIAN PORTOFOLIO / PROYEK
LINGKUP MASYARAKAT
1.Tokoh Agama x
2.Tokoh Masyarakat x
3.Tokoh Adat x
4.Kader Org. Masyarakat x
5.Kader Org. Komunitas x
6.Kader Org. Profesi* x
7.Kader Partai Politik* x
8.Kelompok Masyarakat lain x
LINGKUP PEKERJAAN
1.Lembaga Negara x x
2.Kementerian / LPNK,Pemda x x
3.Tentara Nasional Indonesia x x
4.Kepolisian Negara RI x x
5.BUMN / BUMD x x
6.Badan Usaha Swasta x x
7.Badan Lain sesuai dengan x x
ketentuan Undang-Undang

73
G. PENGUATAN (REINFORCEMENT) PEMBELAJARAN

1. Pengertian

Dalam kegiatan pembinaan kesadaran bela negara, kita sering mendengar


maupun mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih sebenarnya merupakan
ungkapan penghargaan (reward). Contoh lain bentuk penghargaan ketika kader bela
negara membantu menanggulangi bencana alam memperoleh uang saku untuk transport
dan makan, atau ketika berhasil menuntaskan program pembinaan memperoleh
sertifikat, dan tepuk tangan karena hasil evaluasi baik.
Tanggapan positif (reward) tersebut bertujuan supaya tingkah laku yang sudah
baik dalam: bekerja, belajar, berprestasi dan memberi, itu frekuensinya akan berulang
dan bertambah. Sedang tanggapan negatif (punishment) bertujuan agar tingkah laku
yang kurang baik itu frekuensinya berkurang atau hilang.93
Pemberian tanggapan tersebut dalam proses pembelajaran disebut pemberian
penguatan (reinforcement), yang didefinisikan oleh Hasibuan (2009) bahwa “penguatan
adalah tingkah laku guru dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu murid
yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.”94 Menurut Moh. Uzer (2000)
mendefinisikan bahwa “penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk bentuk respon,
apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan modifikasi tingkah laku guru
terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan
balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak
dorongan ataupun koreksi.”95
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa reinforcement atau
penguatan dalam proses pembinaan kesadaran bela negara merupakan usaha
Instruktur/ Pengajar/Pembina/Widyaiswara, untuk mendorong terulang kembali perilaku
positif yang telah dilakukan peserta , serta menurunnya perilaku negatif.

93
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hal. 117
94
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 58
95
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.80

74
Penguatan (reinforcement) tidak selalu menyebabkan perilaku terjadi, melainkan
memperkuat meningkatkan kemungkinan perilaku terjadi. Kemungkinan dan kecende-
rungan penyebab perilaku terjadi menurut “Hukum Efek Thorndike” dalam Adams
(2000)96 yang mengatakan bahwa:
a. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif akan cenderung terulang
b. Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung menurun
frekuensinya
c. Perilaku diikuti oleh tidak ada konsekuensi akan cenderung meningkat terlebih
dahulu kemudian menurun frekuensinya.
Skinner dalam Adams (2000) menambahkan bahwa stimulus atau rangsangan
penguat (reinforcement) didefinisikan sebagai kekuatan untuk memperoleh perubahan
perilaku yang dihasilkan.97

2. Tujuan Pemberian Penguatan

Pemberian penguatan dalam pembinaan kesadaran bela negara memiliki tujuan


antara lain:98
a. Meningkatkan perhatian peserta, dan membantu peserta bila pemberian;
pengutan dilakukan secara selektif;
b. Memberi motivasi peserta;
c. Digunakan untuk mengontrol dan mengubah tingkah laku peserta yang
mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif;
d. Mengembangkan kepercayaan diri peserta untuk mengatur diri sendiri dalam
pengalaman belajar;
e. Mengarahkan terhadap pengembangan berfikir yang berbeda (divergen) dan
pengambilan inisiatif yang bebas.

96
Adams, M.A, Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting, 9 (1), 3-6.
http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
97 Ibid
98 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hal. 118

75
3. Jenis-Jenis Penguatan99

Penguatan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Penguatan Verbal. Biasanya diungkapkan atau diutarakan dengan menggu-


nakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya, misalnya:
pintar, bagus, bagus sekali, seratus !
b. Penguatan Nonverbal, biasanya berbentuk
1) Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan atau gelengan kepala,
senyuman, kerut kening, acungan jempol, wajah mendung, wajah cerah,
sorot mata yang sejuk bersahabat atau tajam memandang.
2) Penguatan pendekatan: Pengajar mendekati peserta untuk menyatakan
perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau
penampilan peserta. Misalnya Pengajar berdiri di samping peserta,
berjalan menuju peserta, duduk dengan seseorang atau sekelompok
peserta, atau berjalan di sisi peserta. Penguatan ini berfungsi menambah
penguatan verbal.
3) Penguatan dengan sentuhan (contact): Pengajar dapat menyatakan
persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan peserta
dengan cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, bejabat tangan,
mengangkat tangan peserta yang menang dalam pertandingan.
Penggunaannya harus di pertimbangkan dengan seksama agar sesuai
dengan usia, jenis kelamin, dan latar belakang kebudayaan setempat.
4) Penguatan dengan kegiatan menyenangkan: Pengajar dapat menggu-
nakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi oleh peserta
sebagai penguatan. Misalnya seorang peserta yang menunjukkan
kemajuan dalam mempraktekkan simulasi pencegahan dan penanggu-
langan terorisme cyber ditunjuk sebagai pemimpin kelompok.
5) Penguatan berupa simbol atau benda: penguatan ini dilakukan dengan
cara menggunakan berbagai simbol berupa benda seperti tanda bintang
dari kertas, kartu bergambar, binatang plastik, lencana, permen ataupun

99
J.J. Hasibuan dan Meodjiono, op.cit

76
komentar tertulis pada buku peserta. Hal ini jangan terlalu sering digunakan
agar tidak sampai terjadi kebiasaan peserta didik mengharap sesuatu
sebagai imbalan.

Jika peserta didik memberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar,
Pengajar hendaknya tidak langsung menyalahkan peserta. Dalam keadaan ini
Pengajar sebaiknya menggunakan atau memberikan penguatan tak penuh
(parsial). Misal bila seorang peserta hanya memberikan jawaban sebagian benar,
sebaiknya Pengajar menyatakan, "ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu
disempurnakan," sehingga peserta tersebut mengetahui bahwa jawabanya tidak
seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.

4. Prinsip Penguatan

Menurut Moh. Uzer (2000), bahwa ada 3 (tiga) prinsip dalam penggunaan
penguatan (reinforcement) dalam pembelajaran yaitu:100
a. Kehangatan dan Kantusiasan, maksudnya sikap dan gaya pengajar meliputi:
suara, mimic, dan bahasa tubuh, akan menyiratkan kehangatan dan keantu-
siasan dalam memberikan penguatan, yang menunjukkan keikhlasan.
b. Kebermaknaan, maksudnya ketika melakukan penguatan hendaknya
diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik, sehingga
ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan.
c. Menghindari Tanggapan Negatif, maksudnya walaupun teguran dan hukuman
masih bisa digunakan, namun sebaiknya Pengajar menghindari teguran yang
bernuansa mengejek, menghina dan kasar, karena akan mematahkan
semangat peserta didikl untuk mengembangkan dirinya.

5. Cara Penggunaan Penguatan

Menurut Moh. Uzer (2000) penggunaan penguatan dapat dilakukan dengan


beberapa cara sebagai berikut:101

100
Moh. Uzer Usman, op.cit, hal. 82
101
Ibid, hal. 83

77
a. Penguatan kepada Pribadi Tertentu
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan sebab jika tidak, akan kurang
efektif. Oleh karena itu, sebelum memberikkan penguatan, pengajar terlebih
dahulu menyebut nama peserta yang bersangkutan sambil menatap
kepadanya
b. Penguatan kepada Kelompok
Penguatan dapat diberikan kepada sekelompok peserta didik, misal apabila
satu tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelompok, pengajar
membo-lehkan kelompok itu bermain, misal basket menjadi kegemarannya
c. Pemberian Penguatan dengan Segera
Penguatan seharusnya diberikan segera setelah muncul tingkah laku atau
respon atau tanggapan peserta didik yang diharapkan. Penguatan yang
ditunda pemberiannya cenderung kurang efektif
d. Variasi dalam Penggunaan
Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendaknya bervariasi, tidak
terbatas pada satu junis saja, karena hal ini akan menimbulkan kebosanan dan
lama-kelamaan akan kurang efektif.

78
DAFTAR PUSTAKA

Ali, P.B. 2019. Rancangan RPJMN Teknokratik 2020-2024, Pembangunan Kesehatan,


Kementerian PPN/Bappenas.
Anderson, OW dan David R. Krathwhol. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching And
Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Addison Wesley Longman.
Bauer,Otto. 1907. Die Nationalitatenfrage Und Die Sozialdemokratie - Scholar's Choice Edition,
Wien : Ignaz Brand.
Coupland, D. 1991. Generation X: Tales for An Accelerated Culture, St.Martin Press.
Dave, RH. 1970. Developing and Writing Educational Behavioral Objectives. R.J. Armstrong,
ed. Tucson, AZ: Educational Innovators Press.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Dewan Ketahanan Nasional. 2018. Modul Utama Pembinaan Bela Negara: Konsepsi Bela
Negara.
Ditjen. Potensi Pertahanan, Kementerian Pertahanan. 2018. Bahan Ajar Untuk Kader Bela
Negara: Wawasan Kebangsaan.
…… Bahan Ajar Untuk Kader Bela Negara, Empat Konsensus Nasional.
Hamid, M. Sholeh. 2014. Metode Edutainment: Menjadikan Siswa Kreatif dan Nyaman di Kelas.
Diva Press.
Hasibuan, JJ, dan Moedjiono. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila, Paradigma Yogyakarta.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2014. Strategi Pertahanan Negara.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Program Pendidikan Karakter Bangsa, Rakor Kesra:
Kementerian Pendidikan Nasional.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Desain Induk: Pendidikan Karakter.
Kementerian Pend.Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Krathwohl, David R., Bloom dan Betram Masia. 1970. Taxonomy of Educational Goals
Handbook II: Affective Domain. New York: David Mckay Company.
Lembaga Ketahanan Nasional RI. 2012. Buku Induk Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Yang
Bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa.
Lembaga Administrasi Negara. 2017. Modul Pelatihan Dasar Calon PNS.
Molendo, Michael et.al. 2005. Instructional Technology and Media For Learning. Pearson Merrill
Prentice Hall.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-
2025, Pemerintah Republik Indonesia.

79
Shambaugh, N. dan SG. Magliaro. 2006. Instructional Design: ASystematic Approach for
Reflective Practice. Pearson Education Inc.
Smaldino, Sharon E, Deborah L. Lowther, James D. Russell. 2008. Instructional Technology &
Media For Learnin.Eight Edition. Pearson Merrill Prentice Hall.
Smaldino, Sharon E, James D. Russell, Robert Heinich, Michael Molenda. 2005. Instructional
Technology and Media for Learning. Pearson Education Inc.
Soewito Santoso. 1975. Sutasoma, a Study in Old Javanese Wajrayana, New Delhi:
International Academy of Culture.
Soeratman Darsiti. 1981/1982. Ki Hadjar Dewantara. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
Strauss, W. & Neil Howe. 2000. Millennials Rising: The Next Great Generation, Vintage.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yuma Pustaka kerjasama dengan IKIP
Suroto. 2015. Harkat dan Martabat Manusia Dalam Pandangan Kenegaraan Pancasila Dan
UUD NRI Tahun 1945, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume II No. 3 September-
Desember, 2015
Sutrisno. 2011. Pengantar Pembelajaran Inovatif. Jakarta: GP Press
Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan dan Permainan. Grasindo.
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Vonk, Oliver. 2012. Dual Nationality in the European Union: A Study on Changing Norms in Publik
and Private International Law and in the Municipal Laws of Four EU Member States,
Martinus Nijhoff Publishers.
Weis, Paul. 1979. Nationality and Statelessness in International Law. BRILL
Zainal, A. dan N. Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. PAU-PPAT-UT.

Dokumen Negara

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, Fukosindo Mandiri: 2011
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 23 Tahun 2019, Tentang Pengelolaan Sumber
Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Pertahanan Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2018, Tentang Rencana Aksi Bela Negara Tahun 2018-2019
Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1999, Tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor
10 Tahun 1979 Tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, yang diunduh dari:
https://m.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt540ed6d3e89e5/node/685/keppres-no-27-
tahun-1999-pencabutan-keputusan-presiden-nomor-10-tahun-1979-tentang-badan-
pembinaan

80
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2016, Tentang Pedoman
Strategis Pertahanan Nirmiliter, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2017
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Nomor 54 Tahun 2014, Tentang Buku Putih
Pertahanan Indonesia

Website dan Sumber Lain

Adams, MA. Reinforcement Theory and Behavior Analysis, (Behavioral Development Bulleting,
9 (1), 3-6 http://dx.doi.org/10/1037/h0100529)
Demokrasi Pancasila. Wawasan Kebangsaan, Pengertian, Makna, Nilai, disari dan dikutip dari:
http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-
pengertian-makna.html
Etika Berwarganegara. Implementasi Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, yang diunduh dari:
http://etikaberwarganegara.blogspot.com/2014/01/implementasi-sila-kelima-
keadilan.html
Gulo Yarman. Identifikasi Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pendukungnya Dalam
Pengembangan Wilayah Kabupaten Nias, diunduh dari;
file:///C:/Users/HP/Downloads/332-667-1-SM.pdf
Ilmu Pengetahuan Umum. Agama-agama di Indonesia, diunduh dari
https://ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/ (November 2019)
Intan Rumbari Prihatin, Menhan: Ancaman Negara Paling Berbahaya adalah Perang Mindset,
diunduh dari: https://www.liputan6.com/news/read/3960360/menhan-ancaman-negara-
paling-berbahaya-adalah-perang-mindset
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Arti kata Bangsa dan Kebangsaan, diunduh dari:
https://kbbi.web.id/kebangsaan
……. Arti harkat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/harkat
……. Arti martabat, diunduh dari: https://kbbi.web.id/martabat
……. Arti kata adil, diunduh dari : https://kbbi.web.id/adil
……. Arti Pandangan Hidup, diunduh dari: https://lektur.id/arti-pandangan-hidup/
……. Arti jatidiri, diunduh dari: https://www.coursehero.com/file/p2uhevv/Apa-itu-jati-diri-
Menurut-Kamus-Besar-Bahasa-Indonesia-KBBI-jati-diri-adalah/
Kantor Staf Pemerintah. Moeldoko Peringati Nuzulul Quran & Hari Lahir Pancasila Bersama
Gerakan Pemuda Ansor, yang diunduh dari: http://ksp.go.id/moeldoko-peringati-nuzulul-
quran-dan-hari-lahir-pancasila-bersama-gerakan-pemuda-ansor/
Nurlaelifitri, Metode Pembelajaran Edutainment, dikutip dan disari dari:
http://nurlaelifitri.blogspot.co.id/2013/09/metode-pembelajaranedutainment-belanbe.html.
Sistem Pemerintahan Indonesia. Wawasan Kebangsaan Indonesia, disari dan dikutip dari
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2014/04/wawasan-kebangsaan-
indonesia.htmlWikipedia. Bhineka Tunggal Ika, diunduh dari:
https://id.wikipedia.org/wiki/Bhineka_Tunggal_Ika
Typoline.com. Arti Kata Wawasan, diunduh dari: https://typoonline.com/kbbi/wawasan

81

Anda mungkin juga menyukai