Anda di halaman 1dari 29

TERBATAS

1
MARKAS BESAR TNI ANGKATAN DARAT
SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

PRODUK PERORANGAN PENDIDIKAN REGULER LXIII SESKOAD TA 2023

MATA KULIAH
KULIAH KOMPETENSI LAINNYA

BAHAN KAJIAN:
APLIKASI KEJUANGAN, OJT MILITER DAN INDUSTRI STRATEGIS

TOPIK:
STUDI WISATA INDUSTRI PERTAHANAN

NAMA : HIKMAT ILLAHI


NOSIS : 63093
SINDIKAT : XI

Bandung, Nopember 2023

TERBATAS
SEKOLAH STAF DAN KOMANDO AD
DEPARTEMEN MANAJEMEN

ESSAY
KONSEPSI PEMBANGUNAN INDUSTRI PERTAHANAN
UNTUK MENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA
DALAM RANGKA MENGHADAPI PERANG MODERN

PENDAHULUAN

Pertahanan Negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan


kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. 1 Pengertian
ini menyiratkan akan pentingnya pertahanan sebagai unsur sebuah negara
dalam mempertahankan eksistensinya. Dewasa ini Pertahanan Negara telah
mengalami perkembangan yang pesat, meliputi konsep maupun teknologi
yang terkandung di dalam makna pertahanan itu sendiri. Kondisi tersebut
menjadi sebuah jawaban atas tantangan yang diberikan oleh perkembangan
teknologi dan keterbukaan informasi yang menjadi fenomena kontemporer.
Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki wilayah luas, tentu saja
memerlukan adaptasi terkait dengan tantangan di bidang pertahanan
tersebut. Realitas terkait dengan bidang pertahanan yang dimiliki oleh
Indonesia saat ini adalah masih belum optimalnya Sistem Pertahanan
Indonesia, khususnya menyangkut Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista)
yang dimiliki. Tugas pokok TNI sebagaimana diamanatkan dalam UU RI
Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD RI 1945 dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari segala ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara Indonesia2. Tugas yang diamanatkan untuk melindungi bangsa
Indonesia dengan karakteristik negara kepulauan mengisyaratkan tantangan

1
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
2
Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
yang kompleks dan dinamis, serta berdampak pada tuntutan pembangunan
dan pengelolaan Sistem Pertahanan Negara yang baik untuk menghasilkan
suatu konsep daya tangkal yang handal. Kondisi wilayah yang sangat luas,
baik daratan maupun perairan dan jumlah penduduk yang besar, serta nilai
kekayaan strategis yang harus dijamin keamanannya tersebut, menjadikan
tantangan tugas dan tanggung jawab bidang pertahanan negara menjadi
sangat berat
Alutsista mempunyai peran yang sangat penting dalam
penyelenggaraan Pertahanan Negara. Meskipun kita mengenal istilah ”the
man behind the gun”, yaitu menempatkan manusia/prajurit sebagai unsur
utama dalam pertempuran (perang), namun ke depan seiring dengan
meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain manusia
sebagai unsur yang paling dominan dalam memenangkan pertempuran,
kesiapan Alutsista satuan-satuan TNI juga harus ditingkatkan secara optimal
mengikuti kemajuan teknologi dan memenuhi interoperabilitas Tri Matra.
Penyelarasan dalam pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI merupakan
standarisasi pencapaian kekuatan Pertahanan Negara yang dirancang dalam
rangka mendukung tugas pokok TNI. Pengembangan industri pertahanan
merupakan bagian terpadu dari perencanaan strategis pengelolaan sumber
daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
Ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan selama ini belum
didukung oleh kemampuan industri pertahanan secara optimal sehingga
menyebabkan ketergantungan terhadap produk alat peralatan pertahanan
dan keamanan dari luar negeri. Untuk mewujudkan ketersediaan alat
peralatan pertahanan dan keamanan secara mandiri yang didukung oleh
kemampuan industri pertahanan, diperlukan pengelolaan manajemen yang
visioner dengan memperhatikan tata kelola pemerintahan yang baik,
mengandalkan sumber daya manusia yang memiliki idealisme dan
intelektualisme tinggi pada berbagai tingkatan manajemen sehingga mampu
mengikuti perkembangan zaman.

Agar kemampuan Industri Strategis Pertahanan dalam pemenuhan


kebutuhan alutsista TNI dapat tercapai sesuai yang diharapkan, maka perlu
didukung dengan langkah-langkah strategis baik di bidang industri maupun
teknologi sebagai rambu bagi terlaksananya semua upaya secara efektif dan
efisien. Selanjutnya pemerintah telah mengambil langkah dengan
menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan termasuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2013
tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dengan harapan
mampu mempercepat perkembangan industri pertahanan dalam negeri,
sekaligus memberikan jaminan pembelian alutsista oleh pemerintah. Oleh
karena itu kemandirian Industri Strategis Pertahanan Nasional merupakan hal
yang mutlak dibutuhkan dalam rangka membangun suatu pertahanan negara
yang kokoh.3 Guna mewujudkan kondisi yang ideal tersebut, perlu disusun
suatu Konsep Pembangunan Industri Pertahanan yang Kuat Untuk
mendukung Pertahanan Negara dalam rangka Menghadapi Perang
Modern.

Pentingnya penulisan essay ini adalah untuk mengetahui keadaan


perkembangan Pembangunan Industri Pertahanan Indonesia saat ini dalam
menghadapi perkembangan zaman yang makin modern. Nilai guna dari
penulisan essay ini adalah untuk memberikan saran dan masukan tentang
identifikasi dan pemecahan masalah, terkait pembangunan Industri
Pertahanan yang Kuat dalam rangka menghadapi Perang Modern. Maksud
dan Tujuan. Penulisan essay ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
yang jelas tentang kesiapan Industri pertahanan dalam rangka mendukung
pertahanan negara dengan tujuan agar dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan masukan bagi Pemimpin TNI dalam mengambil keputusan
dan menentukan kebijakan dalam melaksanakan pembangunan kekuatan TNI
di masa yang akan datang. Ruang Lingkup dan Tata urut. Ruang lingkup
penulisan naskah ini adalah tentang pelaksanaan Kunjungan dan
pendalaman kawasan industri pertahanan di PT Pindad Persero, PT
Dirgantara Indonesia, dan PT Komodo Armament Indonesia, untuk
menunjang konsepsi pembangunan Industri Pertahanan yang kuat dalam
rangka menghadapi perang modern yang disusun dengan tata urut sebagai
berikut:

3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Ttg Industri Pertahanan
a. Pendahuluan.
b. Pembahasan dan Analisis.
c. Penutup.

PEMBAHASAN

Umum. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian kepada industri


pertahanan dalam negeri dengan membentuk tim dewan dan badan yang
pada prinsipnya untuk mempercepat pembangunan industri pertahanan
nasional. krisis ekonomi dan demokratisasi menyebabkan pada tahun 2001,
PT. BPIS dibubarkan namun upaya revitalisasi Industri pertahanan tidak
berhenti melalui pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP)
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2010 disusul dengan
lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Pemerintah berperan mendorong Industri pertahanan dalam negeri efisien,
kompetitif, memiliki keunggulan komparatif serta mampu memenuhi
persyaratan kontrak sehingga mampu memenuhi kebutuhan pencapaian MEF
(Minimum Esensial Force) yang didukung melalui kemandirian industri
pertahanan. Hal ini tercantum dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 yaitu
mewujudkan industri dalam produksi serta jasa pemeliharaan alat peralatan
pertahanan dan keamanan yang dipantau dan dievaluasi oleh KKIP.

Di era industri 4.0, ancaman terhadap pertahanan negara semakin


beragam dan mengancam dari berbagai sisi. Ancaman tersebut tentunya
akan mengganggu stabilitas pertahanan negara, sehingga negara
memerlukan strategi pertahanan yang baik, mampu menghadapi ancaman
pertahanan yang terus berkembang. Strategi tersebut ditentukan untuk
meningkatkan kemandirian industri pertahanan. Karena akan mempunyai
kemampuan untuk mengurangi atau mengatasi ancaman terhadap
pertahanan negara. Beberapa industri alutsista dengan status BUMN dan
BUMS yang ada di Indonesia adalah PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia,
dan PT Komodo Armament Indonesia.
PT Pindad adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
memproduksi alat-alat persenjataan, munisi serta manufaktur alat industri.
Pada mulanya PT. Pindad bernama Artillerir Contructie Winkel (ACW) yang
didirakan oleh belanda pada tahun 1808 yang pada jaman tersebut ACW ini
adalah sebuah bengkel perbaikan alat persenjataan. ACW kemudian berganti
nama menjadi Artillerie Incrichtigen (AI) pada tahun 1923 dan beralih tempat
ke Bandung. PT. Pindad bergerak khusus di bidang industri pertahanan
khususnya untuk memasok kebutuhan militer Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). PT Pindad merupakan industri militer/pertahanan pertama
di Indonesia yang mulai berdiri di era penjajahan Belanda hingga terus
berkembang dan bermetamorfosis menjadi PT Pindad (Persero) hari ini.
Berikut beberapa bidang usaha PT Pindad (Persero), yaitu: 1) manufaktur,
dengan produk utama weapon and munition, special vehicle, militer dan
komersial, konversi energi, industrial machinery amd equipment,
mechanical, electrikal, optical, dan optoelektronic; 2) Jasa dengan produk
utama: industrial systems engineering, maintenance and repair of
products/equipments, pengujian mutu dan kalibrasi (quality testing and
calibration), konstruksi (construction), permesinan (machinery), perlakuan
panas dan permukaan (heat and surface treatment), dan peledakan
(explosion); dan 3) perdagangan, meliputi: pemasaran, penjualan, dan
distribusi produk dan jasa perusahaan termasuk produksi pihak lain, baik di
dalam maupun luar negeri.4.

PT. Pindad Melakukan produksi baik produk alutsista maupun nonalutsista,


mengolah bahan mentah tertentu menjadi bahan pokok maupun produk jadi serta
melakukan proses assembling (perakitan) pada produk berikut : 1. Produk senjata dan
munisi. 2. Produk kendaraan khusus. 3. Produk pyroteknik, bahan pendorong dan
bahan peledak (militer dan komersial). 4. Produk konversi energi. 5. Produk
komponen, sarana dan prasarana dalam bidang transportasi. 6. Produk mekanikal,
elektrikal optikal dan opto elektronik. 7. Produk alat berat. 8. Produk sarana
pembangkit. 9. Produk peralatan kapal laut.

4
Nugraha, A., Djuwarsa, T., & Mayasari, I. (2020). Analisis Tingkat Kesehatan Kinerja Keuangan
Perusahaan BUMN Bidang Industri Pertahanan (Indhan) Indonesia Periode 2015-2019. Indonesian
Journal of Economics and Management, 1(1), 11-34.
Logo PT. Pindad (Persero), adalah lambang perusahaan berupa senjata cakra
dengan bintang bersudut lima dan bertuliskan Pindad. Cakra adalah senjata
pemungkas kresna Keampuhannya memiliki kemampuan untuk menghancurkan atau
sebaliknya menambarkan (menetralisir) bahaya / senjata yang datang mengancamnya,
sehingga dengan demikian memiliki potensi untuk mendukung perang ataupun
menciptakan perdamaian. Bintang bersudut lima, melambangkan bahwa gerak dan
laju PT. Pindad (Persero) berlandaskan Pancasila, falsafah/ dasar/ ideologi bangsa dan
negara Indonesia di dalam ikut serta mewujudkan terciptanya masyarakat adil dan
makmur. Pisau Frais, melambangkan industri, dengan: 4 (empat) buah lubang Spi,
melambangkan kemampuan teknologi untuk : mengelola, meniru, merubah, dan
mencipta sesuatu bahan/produk. 8 (delapan) buah pisau (cakra), melambangkan
kemampuan untuk memproduksi sarana militer/hankam/dan sarana Sipil/komersil
dalam rangka ikut serta mendukung terciptanya ketahanan nasional bangsa Indonesia
yang bertumpu pada 8 (delapan) gatra (aspek). Batang dan ekor, melambangkan
pengendalian gerak dan laju PT. Pindad (Persero) secara berdaya dan berhasil guna, 4
(empat) helai sirip ekor, melambangkan keserasian gerak anta unsur-unsur : manusia,
modal, metoda dan pemasaran. Warna : • Senjata Cakra : Biru laut • Bintang : Kuning
emas • Tulisan “Pindad” : Kuning emas

PT Dirgantara Indonesia merupakan perusahaan industri penerbangan


yang pertama serta satusatunya di Indonesia dan Asia Tenggara.
Perusahaan ini dimiliki oleh pemerintah Indonesia yang didirikan sejak
tanggal 26 April 1976 dengan nama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio
yang kemudian berganti nama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN),
serta akhirnya berganti nama menjadi PT. Dirgantara Indonesia sampai
sekarang. Perusahaan PTDI tidak hanya memproduksi pesawat tetapi juga
helikopter, senjata, serta menyediakan pelatihan dan jasa pemeliharaan
(maintenace service) untuk mesin-mesin pesawat. PTDI juga menjadi sub-
kontraktor untuk industri-industri pesawat terbang di dunia seperti Boeing,
Airbus, General dynamic, Fokker dan lain sebagainya. Keberadaan industri
strategis pertahanan PTDI merupakan perwujudan keinginan bangsa
Indonesia menggunakan alutsista produksi dalam negeri yang ditujukan untuk
mendukung sistem pertahanan yang memiliki sustainable self sufficiency
power yang pasti.5

PT Komodo Armament Indonesia (PTKAI) didirikan pada tanggal 30


September 2010 dan di sahkan melalui Kementerian Hukum dan Hak Azasi
Manusia RI dengan nomor akta AHU-0086086.AH.01.09 tanggal 24
November 2010. Badan usaha milik swasta ini bergerak di bidang industri
pertahanan sesuai dengan izin prinsip dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal no 154/1/IP/PMDN/2015 dan atas dasar surat rekomendasi dari
Kementerian Pertahanan no B/1426/M/VIII/2015 yang memproduksi senjata
api dan amunisi. Dalam setiap produksi PTKAI menyematkan “brand” yaitu
Komodo Armament. Nama ini diambil karena Komodo merupakan salah satu
ciri dari Indonesia yang sudah dikenal di dunia internasional, selain itu
Komodo juga merupakan predator ulung yang menginspirasi setiap produk-
produk yang di ciptakan oleh PT Komodo Armament Indonesia.

Sampai saat ini PT Komodo Armament Indonesia merupakan perusahaan


swasta pertama di Indonesia yang memproduksi senjata api dan amunisi
untuk kepentingan militer dan penegakan hukum. Saat ini PT Komodo
Armament Indonesia telah mempunyai beberapa desain senjata api mulai dari
pistol, senapan serbu, senapan runduk dan amunisi untuk senjata ringan dari
berbagai kaliber. Tujuan kami adalah untuk mendukung pemerintah Indonesia
terutama dalam sektor pertahanan dan keamanan untuk mewujudkan
kemandirian serta menjadi lebih baik dan modern. Kami juga masih
mengembangkan beberapa ide-ide baru untuk senjata dan amunisi sehingga
mampu meningkatkan kemampunan prajurit TNI.6

Dalam penerapannya, kemandirian industri alutsista memerlukan


dukungan politik dari pemerintah. Salah satu kebijakan yang dibutuhkan ialah
penambahan anggaran penunjang industri pertahanan. Anggaran penunjang
ini berpengaruh untuk meningkatkan produktivitas industri pertahanan. Hal
yang dibutukan untuk mencapai industri pertahanan yang mandiri dan

5
Setia, A. (2018). Analisis Kemampuan Daya Saing PT. Dirgantara Indonesia Guna Mendukung
Sistem Pertahanan Negara. Jurnal Renaissance, 3(01), 319-331.
6
https://id.linkedin.com/company/komodoarmament diakses 29 Oktober 2023
produktif dibutuhkan strategi pemasaran yang tepat. Agar cita-cita
kemandirian industri pertahanan bisa tercapai dan bisa diberdayakan lebih
cepat. Produktivitas industri pertahanan membutuhkan sumber daya manusia,
raw material, dan teknologi. Ketiga hal ini mendukung kesiapan produksi.
Apabila kesiapan produksi baik maka produktivitas industri pertahanan
meningkat. Adapun sumber daya manusia membutuhkan kerjasama
pengembangan dan pengawasan untuk menghasilkan kualitas sumber daya
manusia yang kompeten.

Data dan Fakta, Sebagai bagian dari badan usaha industri


pertahanan. kemampuan Industri Strategis Pertahanan dalam pemenuhan
kebutuhan alutsista pertahanan negara diharapkan dapat mencapai tujuan
pertahanan negara, maka perlu didukung dengan langkah-langkah strategis
baik dibidang industri maupun teknologi sebagai rambu bagi terlaksananya
semua upaya secara efektif dan efisien. Berdasarkan hasil kunjungan Industri
Alutsista pertahanan dan pendalaman terhadap kesiapan Industri Alutsista
pertahanan diperoleh data dan fakta sebagai berikut: keterbatasan teknologi,
kurangnya permodalan, dan siklus penyediaan alutsista belum terbuka.7

Pertama, keterbatasan teknologi. Perkembangan industri pertahanan


memerlukan kecanggihan teknologi dibandingkan industri lainnya, sedangkan
di Indonesia masih terdapat keterbatasan teknologi. Walaupun teknologi di
bidang militer saat ini sudah sangat canggih dan misi militer sangat
berbahaya jika peralatan yang digunakan tidak memiliki detail berdasarkan
parameter dan persyaratan, sedangkan produk dalam negeri tidak memenuhi
persyaratan detail teknologi, keandalan insinyur untuk teknologi tinggi atau
teknologi berat di dalam negeri masih terbatas. Ruang lingkup R&D
(Research and Development) juga masih belum memadai untuk memenuhi
kebutuhan teknologi yang terintegrasi dan memerlukan modal yang besar.
Belum maksimalnya kontribusi industri pertahanan dalam perluasan teknologi
militer di dunia tentunya akan memengaruhi keberhasilan sistem pertahanan
yang dipengaruhi oleh keunggulan teknologi peralatan militer yang dimiliki
7
Ekwandono, D. P. (2022). Pembangunan Industri Pertahanan di Indonesia. Academia Praja:
Jurnal Ilmu Politik, Pemerintahan, dan Administrasi Publik, 5(2), 177-189.
negara tersebut. Selain itu, ketimpangan keterampilan teknologi alutsista
antara Indonesia dengan negara maju lainnya mendorong Indonesia merekrut
teknologi dari negara maju. Namun, tidak semua negara atau organisasi
komersial yang memproduksi alutsista bersedia sepenuhnya menjamin
transfer teknologi, yang akan mengakibatkan penarikan yang rumit dan
menimbulkan banyak konsekuensi bagi negara-negara berkembang.

Kedua, kurangnya permodalan. Negara-negara dengan industri


pertahanan yang maju juga mendapat dukungan dan memiliki modal
pertahanan yang maksimal, sementara belanja pertahanan Indonesia sebesar
20-30% masih tergolong rendah pada level minimal dibandingkan negara-
negara lain di dunia, termasuk negara-negara ASEAN. Begitu pula
berdasarkan data yang dilansir SIPRI (Stockholm International Peace
Research Institute) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa belanja militer
Indonesia hanya menyumbang (0,86%) terhadap PDB. Sementara itu,
negara-negara ASEAN lainnya semuanya melampaui 1% PDB seperti Brunei
Darussalam (4,1%), Singapura (3,2%), Thailand (1,47%), Malaysia (1,14%)
dan Filipina (1,01%) PDB.

Ketiga, siklus pasokan belum terbuka. Pembukaan pasokan alutsista


yang mengarah pada penguatan industri pertahanan diperlukan dalam rangka
perluasan pertahanan negara. Keterbukaan harus dibatasi dalam
menyediakan produk sendiri, terutama produk hasil riset nasional. Selain
melemahkan hak istimewa intelektual, transparansi data dapat merugikan
penelitian, yang pada akhirnya berdampak pada sistem pertahanan. Inilah
sebabnya mengapa penting untuk memastikan koherensi antara berbagai
sektor, terutama dalam hal penelitian dan perluasan teknologi. Selain itu,
penting bagi pemerintah untuk dapat berkoordinasi dengan para pelaku
industri dalam merancang kebutuhan alutsista. Penyediaan alutsista juga
harus memiliki parameter yang menggambarkan keselarasan antar pelaku
industri, tanggung jawab, dan keterbukaan. Dukungan finansial tambahan
juga diperlukan untuk ekspansi industri pertahanan, serta koordinasi global
dengan para pemangku kepentingan.
Keadaan ideal yang diinginkan adalah adanya kemandirian industri
pertahanan nasional, namun terdapat gap berupa keuangan dan bahan baku
yang tidak mencukupi karena impor bahan baku. Permodalan atau sumber
keuangan yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di industri pertahanan
akan memengaruhi besarnya investasi mereka di sektor pertahanan. Oleh
karena itu, semakin tinggi nilai investasi yang dialokasikan pada pembelian
alutsista maka semakin mendukung tujuan negara Indonesia dalam mencapai
kemandirian industri pertahanan, dimana perusahaan dalam negeri yang
bergerak di bidang industri pertahanan akan meningkatkan produktivitas
industrinya. Dengan cara ini pendapatan sektor ini juga akan meningkat.

Produksi alutsista di semua negara didorong oleh tiga faktor utama,


yaitu: keinginan akan kekuasaan, kekayaan, dan prestise. Hal ini mendorong
industrialisasi pertahanan di banyak negara berkembang dengan klasifikasi
yang berbeda dibandingkan negara-negara produsen alutsista yang lebih
besar dan lebih mapan. Dalam perhitungan pengambilan keputusan di
negara-negara berkembang, faktor dalam negeri sering kali lebih diutamakan
daripada faktor internasional, terutama yang berkaitan dengan perlindungan
industri dalam negerinya. Para pengambil kebijakan negara-negara
berkembang didorong untuk menolak kebijakan industrialisasi pertahanan
yang terintegrasi dan berorientasi ekspor.8

Negara-negara berkembang, yang berupaya mengurangi


ketergantungan mereka pada negara-negara pemasok untuk mengakses
teknologi tinggi dan mendapatkan otonomi dan kekuasaan, kini menjadi
bergantung pada pemasok asing. Dari sudut pandang penerima manfaat,
mengizinkan pemasok untuk mengendalikan sistem dan teknologi
persenjataan akan membantu negara asing mengendalikan kemampuan
militer mereka. Lebih jauh lagi, dari sudut pandang penerima, negara
pemasok mempunyai kemampuan untuk membentuk kebijakan luar
negerinya melalui embargo senjata dan pembatasan penggunaan sistem
persenjataan impor. Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat

8
Kuswanto, H., Lazuardi, R., & Al Amin, M. (2022). Peran dan Kebijakan Industri Pertahanan di
Indonesia: Sebuah Studi Observatif. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 5(9), 3537-3543.
kekuasaannya, negara-negara berkembang mementingkan industri
pertahanan sebagai alat untuk menjamin kecukupan persenjataan, keamanan
dan kemandirian, sekaligus mengurangi pengaruh negara pemasok.9

Rekayasa kelembagaan, baik dalam bentuk pembangunan lembaga-


lembaga baru maupun pembaharuan lembaga-lembaga lama, merupakan
bagian dari program penguatan industri nasional, bersaing dengan pemain-
pemain yang lebih berpengalaman dan lebih besar di sektor ini. Perusahaan-
perusahaan baru dari negara berkembang sering kali mendapat dukungan
kuat dari pemerintahan, mulai dari permodalan, pembangunan infrastruktur,
penelitian dan pengembangan hingga pengelolaan sumber daya manusia.
Hal ini merupakan strategi untuk menghadapi kenyataan pasar senjata global
dimana permintaan didominasi oleh pemasok dari negara maju.10

Para pakar ilmu perang menggolongkan peperangan dalam empat


generasi (Generation Warfare/GW), yaitu: peperangan generasi pertama,
peperangan generasi kedua, peperangan generasi ketiga, dan peperangan
generasi keempat. Peperangan generasi keempat adalah konsep baru yang
didasarkan pada jaringan, transnasionalisme, dan informasi. Secara taktis,
peperangan generasi keempat melibatkan kombinasi aktor internasional,
transnasional, nasional, dan lokal. Berbeda dengan perang generasi
sebelumnya, pada perang generasi ini kendali negara atas perang semakin
berkurang karena melibatkan aktor non-negara, hingga tidak ada lagi kendali
yang membedakan kekuatan sipil dan kekuatan militer. Bentuk perang seperti
ini menciptakan zona abu-abu karena perang tidak lagi didasarkan pada aktor
antarnegara, konvensi perang yang disepakati di Jenewa tidak dihormati.

Peperangan generasi keempat sangat non-linier, artinya kedua pasukan


tidak saling berhadapan secara langsung (tatap muka). Medan pertempuran
tidak dapat ditentukan karena dapat terjadi di suatu negara, wilayah, atau
dimana saja. Ini memberikan ruang manuver tanpa batas. Medan perang
konvensional beralih ke area di mana dampak maksimal dapat dicapai
9
Evans C. (2013). Reappraising third-world arms production. Survival. 28 (2), 99–118
10
Stohl Ray & Grillot (2009). The International Arms Trade. Cambridge: Polity Press.
dengan sedikit usaha. Bentuk peperangan ini lebih meluas dan tidak
terkonsentrasi pada satu wilayah atau medan perang saja, demi menghindari
keunggulan senjata terkuat musuh. Warga sipil, media, dan operasi psikologis
digunakan untuk memenangkan perang gagasan yang menunjukkan
pentingnya komunikasi dalam melemahkan kemauan lawan.11

Sejalan dengan perkembangan perang Generasi Keempat di era


modern, industri pertahanan tidak lagi dapat berpatokan dalam produksi
persenjataan konvensional saja seperti pesawat dan tank yang digunakan di
generasi perang sebelumnya, namun juga perkembangan senjata non
konvensional. Bentuk perang Generasi Keempat ini tidak hanya menuntut
persenjataan modern namun juga kemajuan Iptek yang sangat rumit yang
membutuhkan skill khusus dalam pengoperasiannya.

Metode pemecahan masalah dimulai oleh penulis dengan Analisis


SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan suatu strategi. Sebagai sebuah konsep dalam manajemen
strategik, teknik ini menekankan mengenai perlunya penilaian lingkungan
eksternal dan internal, serta kecenderungan perkembangan atau perubahan
di masa depan sebelum menetapkan sebuah strategi. Analisis ini didasarkan
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats). Selanjutnya hasil analisis SWOT
dituangkan dalam matrik SWOT yang dapat menghasilkan empat
kemungkinan alternatif strategis, yaitu: 1) Strategi SO, dilaksanakan dengan
segenap sumber daya untuk meraih dan memanfaatkan peluang sebesar-
besarnya; 2) Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan
organisasi untuk mengatasi ancaman; 3) Strategi WO diterapkan untuk
memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang
dimiliki; 4) Strategi WT, didasarkan untuk memitigasi kelemahan yang ada
dan menghindari ancaman.

11
William S. Lind, “Understanding fourth Generation War”, dalam http://antiwar.com/lind, diunduh
pada 29 Oktober 2023.
Analisis Faktor Internal. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menganalisis faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strength) dan
kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh industri pertahanan di Indonesia.
Kekuatan (strength) yang dimiliki yaitu:

a. Dukungan kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang Cipta Kerja.


b. Keterbukaan untuk investasi asing dalam peningkatan industri
pertahanan.
c. Hubungan kerjasama yang baik dengan negara-negara yang memiliki
industri pertahanan yang maju.
d. Banyaknya lahan yang masih bisa dimanfaatkan untuk perluasan pabrik
produksi industri pertahanan.

Sedangkan kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh industri


pertahanan di Indonesia yaitu:
a. Teknologi yang belum memadai.
b. Kualitas Sumber Daya Manusia yang belum mumpuni dalam
mengembangkan industri pertahanan.
c. Anggaran yang masih rendah untuk mendukung pertumbuhan industry
pertahanan.
d. Bahan baku untuk produksi masih mengandalkan impor

Analisis Faktor Eksternal, langkah kedua yang dilakukan adalah


menentukan faktor eksternal yang terdiri dari peluang (opportunity) dan
ancaman (threat). Pertama, peluang yang dimiliki oleh industri pertahanan
dalam melaksanakan komunikasi meningkatkan kemandiriaan industri
pertahanan meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Kerjasama dalam pengembangan teknologi industri pertahanan dengan


industri pertahanan negara maju.
b. Pembukaan investasi kepada asing untuk mendapatkan dana pendukung
pengembangan industri pertahanan lebih banyak dengan syarat-syarat
tertentu yang membawa benefit lebih pada industri pertahanan dalam
negeri.
c. Melakukan kolaborasi dengan swasta dalam pemenuhan bahan baku
dalam negeri dalam hal sumber daya maupun anggaran.
d. Jalur rantai pasok di Indonesia merupakan jalur strategis sehingga
membuka kesempatan lebar untuk kolaborasi dengan negara maju
lainnya.

Sedangkan ancaman (threat) dalam industri pertahanan nasional


meliputi:
a. Implementasi teknologi baru pada produksi di industri pertahanan
membutuhkan penyesuaian sehingga membutuhkan waktu yang lama.
b. Kualitas produk industri pertahanan luar negeri lebih baik sehingga user
kemungkinan lebih memilih industri pertahanan luar negeri
c. Inisiasi dalam rekayasa rantai pasok membutuhkan waktu dan biaya yang
besar dan kompetitor sudah memiliki alur rantai pasok yang sudah stabil
d. Banyak BUMS yang belum berpengalaman dalam pengerjaan produk
industri pertahanan sehingga memungkinkan membutuhkan waktu dan
langkah penyesuaian yang lebih lama.

Strategi Pemecahan Masalah, berdasarkan analisis internal dan


eksternal, untuk mengatasi kendala dengan memanfaatkan peluang atau
kemampuan yang ada disusun strategi pengembangan industri pertahanan
nasional, yaitu:
a. Membuat kebijakan terkait dukungan pemerintah kepada BUMS untuk
berperan menjadi bagian dari rantai pasok industri pertahanan.
b. Membuat kebijakan dan aturan tentang investasi asing dan kerjasamanya
terhadap industri pertahanan dalam negeri.
c. Membangun kawasan industri pertahanan untuk mendukung kegiatan
produksi dan pengembangan.
d. Menyerap tenaga kerja dalam negeri dan asing yang sesuai dalam
rangka pengembangan sumber daya manusia untuk kemajuan industri
pertahanan.
Pertama, membuat kebijakan terkait dukungan pemerintah kepada
BUMS untuk berperan menjadi bagian dari rantai pasok industri pertahanan
Hal ini dimungkinkan dengan berlakunya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020
tentang Penciptaan Lapangan Kerja Pasal 74 Perubahan menjadi industri
peralatan besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a
adalah Badan Usaha Milik Negara atau Perusahaan Swasta, yang ditunjuk
oleh pemerintah sebagai integrator utama (master integrator) yang
memproduksi peralatan utama alutsista dan/atau mengintegrasikan seluruh
komponen utama, suku cadang, dan bahan baku ke dalam peralatan utama.
Artinya, BUMS kini bisa berkontribusi seperti BUMN dalam produksi alutsista.

Tindakan yang dilakukan merupakan kolaborasi antar entitas komersial


termasuk BUMN dan swasta. Dalam hal ini, swasta dapat berinvestasi lebih
banyak di industri pertahanan diatur melalui Undang-Undang Cipta Kerja
yang akan meningkatkan pembelian alutsista. Namun tindakan tersebut dapat
menimbulkan akibat yang tidak terduga yaitu belum cukup canggihnya
teknologi. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak pada pembelian
pertahanan, sehingga memerlukan kerja sama dengan negara lain untuk
melakukan transfer teknologi, karena masalah teknologi justru mengurangi
pembelian pertahanan.

Kedua, kebijakan terkait penanaman modal asing, analisis strategi


industri pertahanan untuk mendukung pertahanan negara dan kerja sama
dengan industri pertahanan. Hal ini memerlukan penelitian yang mendalam
karena erat kaitannya dengan perkembangan industri dalam negeri,
khususnya industri pertahanan. Selain itu, investasi harus dilindungi oleh
kebijakan yang relevan sehingga investasi tersebut tetap berada di bawah
kendali Kementerian Pertahanan karena terkait dengan pertahanan.

Ketiga, membangun kawasan industri pertahanan untuk mendukung


kegiatan produksi dan pengembangannya dengan menciptakan jalur logistik
dengan mensentralkan industri pertahanan adalah hal penting lain untuk
menunjang kemajuan industri pertahanan. Pembentukan kawasan industri
pertahanan akan mengefektifkan peran industri pertahanan dalam naungan
holding industri pertahanan. Agar masing-masing industri pertahanan terkait
bergerak lebih cepat dalam sistem rantai pasok industri pertahanan.
Keempat, Untuk mendukung hal-hal tersebut perlu dilakukan
pengembangan sumber daya manusia dengan menyerap tenaga kerja dalam
dan luar negeri yang sesuai dengan kompetensi dengan pengawasan dan
perencanaan yang tepat. Hal itu diperlukan untuk kemajuan industri
pertahanan. Teknologi yang canggih, pendanaan yang memadai akan tidak
menghasilkan output yang sebanding bila Sumber Daya Manusia yang andil
langsung dalam industri pertahanan memiliki kompetensi yang terbatas.
Menyerap tenaga kerja dalam dan luar negeri yang sesuai dengan
kompetensi akan mendorong pertukaran ilmu pengatahuan dan skill
antarpekerja terutama diarahkan pada peningkatan kemampuan Sumber
Daya Manusia lokal dalam pengembangan industri pertahanan.

PENUTUP

Kesimpulan. Berdasarkan hasil kunjungan dan pendalaman terhadap


kesiapan Industri Alutsista pertahanan diperoleh data dan fakta sebagai
berikut, yaitu: keterbatasan teknologi, kurangnya permodalan, dan siklus
penyediaan alutsista belum terbuka. Berdasarkan analisis internal dan
eksternal, untuk mengatasi kendala dengan memanfaatkan peluang atau
kemampuan yang ada disusun strategi pengembangan industri pertahanan
nasional, yaitu: 1) membuat kebijakan terkait dukungan pemerintah kepada
BUMS untuk berperan menjadi bagian dari rantai pasok industri pertahanan;
2) membuat kebijakan dan aturan tentang investasi asing dan kerjasamanya
terhadap industri pertahanan dalam negeri; 3) membuat kawasan industri
pertahanan untuk mendukung kegiatan produksi dan pengembangan; dan 4)
menyerap tenaga kerja dalam negeri dan asing yang sesuai dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia untuk kemajuan industri pertahanan.

Saran. Kemandirian industri pertahanan akan mudah tercapai bila


anggaran memberikan dukungan yang diperlukan agar industri dapat
berfungsi seiring dengan kebangkitan pertahanan. Cara lain yang bisa
dilakukan adalah dengan berkolaborasi dengan entitas komersial, khususnya
BUMN dan BUMS. Kerja sama ini akan meningkatkan perolehan alutsista,
namun akan menimbulkan konsekuensi, antara lain permasalahan kualitas
teknologi industri pertahanan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak pada
pembelian alutsista, sehingga memerlukan kerja sama dengan negara lain
untuk melakukan transfer teknologi

Penulis

Hikmat illahi
Pasis Nosis 63093
ALUR PIKIR

INSTRUMENTAL INPUT
PERSOALAN 1. UU Hanneg No.3 Thn 2002.
2. UU TNI No.34 Thn.2004
1. Bagaimana Kondisi Industri 3. UU Inhan No. 16 Thn 2012
strategis pertahanan dalam 4. UU Nomor 23 Tahun 2019
mendukung pertahananan 5. Perpres No. 59 Thn. 2023 ttg KKIP
negara guna menghadapi
dinamika perang modern ke
depan?;

2. Apa Kendala yang dihadapi KEADAAN KEADAAN MAMPU


Industri Strategis pertahanan dalam INDUSTRI INDUSTRI CIPTAKAN
HAN HAN ALPALHANKAM
mengembangkan perusahaannya PROSES
NASIONAL NASIONAL CANGGIH &
dalam mendukung MODERN
SAAT INI YANG
pertahananan negara guna
DIHARAPKAN
menghadapi perang modern?

3. Bagaimana strategi dan


upaya yang harus dilakukan
agar industri pertahanan dalam
membangun kekuatan ENVIRONMENTAL INPUT
pertahanan negara dalam
menghdapi perang modern Internal: Eksternal:
Kekuatan & Peluang &
kelemahan Kendala
Tabel Hasil Analisis SWOT

STREENGTH WEAKNESS
Faktor 1. Kian tumbuhnya 1. Kuantitas Sumber
Internal
industri pertahanan, Daya Manusia (SDM)
tidak hanya membawa industri strategis
dampak langsung pertahanan nasional (PT
kepada pemenuhan Komodo Armament
kebutuhan alutsista dan Indonesia, PT Dirgantara
pendukung alutsista Indonesia, dan PT
saja, namun akan PINDAD (Perindustrian
menjadi pijakan bagi TNI AD) Persero) masih
pengembangan industri sangat minim, termasuk
nasional lainnya kualitas SDMnya juga
2. Perusahaan industri sangat sulit menemukan
strategis pertahanan figur SDM
nasional (PT Komodo
Armament Indonesia, PT 2. Perkembangan industri
Dirgantara Indonesia, strategis pertahanan
dan PT PINDAD nasional di Indonesia
(Perindustrian TNI AD) dinilai masih jalan di
Persero) adalah badan tempat. Selain riset yang
usaha yang dimiliki oleh belum optimal, proporsi
BUMN maupun BUMS anggaran yang tak
Faktor yang memiliki status berkembang serta tidak
Eksternal sebagai industri strategis adanya program yang
yang diizinkan berkelanjutan

OPPORTUNITIES STRATEGI SO STRATEGI WO


1. Negara kita memiliki - Memperkuat kemitraan - Pengembangan sumber
potensi sumber daya strategis industri daya manusia dapat
pertahanan dalam negeri menjadi landasan bagi
alam yang melimpah,
yang dikelola oleh pertumbuhan industri
yang apabila di-manage / BUMN ataupun BUMS, pertahanan.
dikelola dengan baik dan yang berkolaborasi Pengembangan SDM,
benar akan mampu Kemenhan RI, dan TNI program unggulan
menciptakan bahan baku AD (TNI) dalam rangka strategis yang berkualitas
industri pertahanan serta pengembangan kualitas di bidang rancang
mendorong kegiatan produk-produk industri bangun dan rekayasa
strategis pertahanan (PT teknologi serta prioritas
produksi komponen
Komodo Armament transfer teknologi
untuk industri Indonesia, PT Dirgantara
pertahanan Indonesia, dan PT
2. Munculnya industri PINDAD (Perindustrian
pertahanan Indonesia
yang mandiri baik yang
dikelola oleh BUMN
maupun dimiliki oleh
pihak swasta, yang
mampu dan telah
berpengalaman
menghasilkan
Alpalhankam (alutsista
dan nonalutsista)
3. Komitmen dan strategi TNI AD) Persero)
pemerintah untuk
mendukung
pembangunan dan
pengintegrasian industri
pertahanan nasional
dengan membentuk
ekosistem industri
pertahanan nasional
(pemerintah dan swasta)

THREATS STRATEGI ST STRATEGI WT


1. Dari segi permintaan, - Mendorong - Perlunya mendorong
peningkatan pemerintah melalui para
hanya TNI & Polri yang
kepesertaan industri pemangku kepentingan
merupakan pengguna strategis pertahanan untuk merumuskan dan
utama industri nasional (PT Komodo menerbitkan kebijakan
pertahanan di Indonesia Armament Indonesia, PT terkait dukungan
2. Dari perspektif Dirgantara Indonesia, pemerintah (negara)
penawaran, umumnya dan PT PINDAD kepada para pelaku
sektor pertahanan (Perindustrian TNI AD) perusahaan industri
Persero) dalam berbagai pertahanan yang dikelola
Indonesia sedang
even / pameran industri oleh swasta untuk
menghadapi tantangan pertahanan di tingkat berperan penting dan
dan tidak nasional maupun optimal menjadi bagian
menguntungkan baik internasional, dari mata rantai pasokan
dalam hal manajemen industri pertahanan
maupun keuangan. nasional,
mengoptimalkan sumber
daya alam masing-
masing wilayah di
Indonesia
Daftar Pustaka

Ekwandono, D. P. (2022). Pembangunan Industri Pertahanan di


Indonesia. Academia Praja: Jurnal Ilmu Politik, Pemerintahan, dan
Administrasi Publik, 5(2), 177-189
Evans C. (2013). Reappraising third-world arms production. Survival. 28 (2),
99–118
Kuswanto, H., Lazuardi, R., & Al Amin, M. (2022). Peran dan Kebijakan
Industri Pertahanan di Indonesia: Sebuah Studi Observatif. JIIP-
Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 5(9), 3537-3543.
Setia, A. (2018). Analisis Kemampuan Daya Saing PT. Dirgantara Indonesia
Guna Mendukung Sistem Pertahanan Negara. Jurnal
Renaissance, 3(01), 319-331.
Stohl Ray & Grillot (2009). The International Arms Trade. Cambridge: Polity
Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia
http://antiwar.com/lind. William S. Lind, “Understanding fourth Generation
War”, dalam, diunduh pada 29 Oktober 2023.
https://id.linkedin.com/company/komodoarmament diakses 29 Oktober 2023.
https://www.len.co.id/teknologi-bisnis/elektronika-pertahanan/
DOKUMENTASI

Studi Kawasan Inhan PT. Komodo Armament Indonesia


Studi Kawasan Inhan PT. Dirgantara Indonesia
Studi Kawasan Inhan PT. Pindad

Anda mungkin juga menyukai