Anda di halaman 1dari 14

MODEL PENDANAAN INDUSTRI PERTAHANAN DAN PENINGKATAN

SUMBER DAYA MANUSIA

Yusman Efendi, Ruslan Arief


papagrafan85@gmail.com, ruslanarief01@gmail.com

Abstrak
Sebagai negara kepulauan posisi strategis Indonesia memiliki implikasi terhadap
pengembangan kekuatan pertahanan guna menghadapi dinamisnya perubahan lingkungan
strategis baik dalam tataran regional maupun secara global. Naiknya anggaran pertahanan
negara-negara di Kawasan telah memberikan tantangan tersendiri bagi Indonesia seperti
apa perencanaan kekuatan yang diharapkan oleh negara kepulauan terbesar di dunia ini.
Kebijakan pemerintah dalam bidang industri pertahanan merupakan langkah strategis guna
membangun kekuatan pertahanan di Kawasan yang secara langsung berimplikasi secara
global terhadap perimbangan kekuatan. Industri pertahanan memiliki peranan yang sangat
signifikan dihadapkan dengan perkembangan teknologi dewasa ini. Oleh karena itu,
kebijakan terkait penganggaran dalam mewadahi kepentingan pembangunan kekuatan
pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diatur sedemikian rupa sehingga
arah perencanaan pembangunan kekuatan dapat terwadahi secara maksimal dan tepat
guna. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh serta memiliki keterkaitan dalam rangka
membangun kekuatan pertahanan sebuah negara dalam hubungannya dengan kebijakan
industri pertahanan adalah sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia
bersifat linear terhadap pembangunan kekuatan pertahanan. Oleh karena itu peningkatan
kekuatan pertahanan selalu diikuti dengan peningkatan sumber daya manusia. Dalam
tataran kebijakan, pemerintah memiliki peran yang sangat penting terhadap upaya alokasi
pendanaan anggaran pertahanan guna mewujudkan sebuah Angkatan perang yang memiliki
daya pukul yang besar.
Kata kunci: kebijakan, penganggaran dan sumber daya manusia

Abstrack
As an archipelagic country, strategic position of Indonesian territory has an implication
toward it defense power development in dealing with a dynamic changing of strategic
environment not only in regional site but also global international vicinity. A rising defense
budgeting of nations in regional area has brought a significant challenging to Indonesia
related to its defense power planning. Indonesian government policy especially in term of
defense industry has judged as strategic step to develop its defense power in regional area,
which has a direct implication, In the global level related to defense balancing policy.
Defense industry has a significant role in dealing with current technology development.
Therefore, policy tied to defense budgeting to allocate defense power development interest
should be arranged until defense power planning could be maximally allocated and on target.
One of the factors that bring a significant impact in term of building a country defense power
related to its defense industry policy is human resource. Rising human resource give an
impact linearly toward defense power development. So, defense power development always
followed by human resource improvement. In the strategic level policy, Indonesian
government has an important role toward defense budgeting allocation effort to embody the
strong Indonesian armed forces.
Keywords: Policy, Defense Budgeting, Human Resource

Model Pendanaan Industri Pertahanan…..│Yusman Efendi, Ruslan Arief │59


LATAR BELAKANG nasional dapat menyebabkan semakin
terpuruknya posisi Indonesia dalam kancah
Pengelolaan industri strategis dan
persaingan global. Pembentukan sumber
industri pertahanan di banyak negara
daya manusia yang berkualitas memiliki
hampir selalu dihadapkan pada tiga
suatu tujuan yaitu untuk meningkatkan
permasalahan utama, yakni: Pertama,
produktivitas supaya dapat berperan
pengembangan teknologi pertahanan yang
memaksimalkan pembangunan nasional
bergantung pada dua skema, yakni skema
penguatan penelitan dan pengembangan Membangun sebuah sistem pertahanan
industri pertahanannya, dan melalui skema nasional yang kuat, paling tidak
offset dan transfer teknologi. Kedua, membutuhkan pertimbangan pada empat
pendanaan industri pertahanan dengan hal berikut: faktor geografis Negara yang
berbagai model pendanaan, dan yang bersangkutan, sumber daya nasional
ketiga permasalahan peningkatan kualitas sebuah negara, analisis terhadap
Sumber Daya Manusia (SDM) industri kemungkinan ancaman yang akan muncul,
pertahanan. Ketiganya berkaitan satu dan perkembangan teknologi informasi2
dengan yang lain dalam menyokong Industri pertahanan dalam negeri
kebutuhan Alat Utama Sistem Persenjataan menjadi salah satu ujung tombak upaya
(Alutsista) dalam negerinya atau tengah sebuah negara dalam mengembangkan
beranjak menjadi pengekspor persenjataan sistem pertahanan secara mandiri. Hal ini
dan alat perang. terkait dengan terpenuhinya kebutuhan baik
Sumber daya manusia (SDM) yang dalam konteks penyediaan kualitas maupun
unggul sebagaimana menurut Jeffrey Pfefter kuantitas alutsistayang sesuai dengan
merupakan SDM yang mampu karakteristik kewilayahan serta
mengembangkan diri secara proaktif yang menghilangkan ketergantungan secara
mau belajar, mau bekerja keras dengan politis terhadap negara lain. Pembinaan
penuh semangat, dan mau bekerja industri pertahanan domestik telah terbukti
sama.1Dalam era globalisasi sekarang ini dapat menjadi tulang punggung bagi
dan semakin terbukanya pasar dunia, pembangunan sistem pertahanan dan
Indonesia dihadapkan pada persaingan modernisasi alutsista China dan India yang
yang semakin luas dan berat. saat ini tumbuh menjadi kekuatan militer
Ketidakmampuan dalam meningkatkan besar di Asia. Berkaca kepada hal tersebut,
kualitas SDM baik di daerah maupun secara
2Jerry Indrawan, “Perubahan Paradigma Pertahanan
1 Stev Koresy Rumagit, (2013). Kekerasan Dan Indonesia Dari Pertahanan Teritorial Menjadi Pertahanan
Diskriminasi Antarumat Beragama Di Indonesia, Jurnal Lex Maritim: Sebuah Usulan”, Jurnal Pertahanan Vol 4 No 5
Administratum, Vol.I/No.2/Jan-Mr Agustus 2015, hal. 93

60 │Jurnal Maritim Indonesia│April 2022, Volume 10 Nomor 1


Indonesia yang saat ini tengah pemberian fasilitas memiliki regulasi yang
mengakselerasi program untuk memenuhi jelas dan pasti bagi semua pihak.4
kebutuhan minimum kekuatan militernya Pada konteks Indonesia, tiga
mengeluarkan dasar hukum bagi permasalahan tersebut secara bertahap
pengembanganindustri pertahanan dalam
tengah diurai agar mudah
negeri melalui Undang-UndangNomor 16 menyelesaikannya. Meski harus diakui
Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan3 bahwa tiga permasalahan tersebut masih
Apabila industri pertahanan menjadikan Indonesia terbelenggu untuk
membutuhkan komponen dan peralatan bisa menjadi negara yang dapat
produksi yang belum dapat dipenuhi di sepenuhnya memenuhi kebutuhan
dalam negeri, Pemerintah pun dapat Alutsistanya. Anggaran yang terbatas
memberikan insentif fiskal, termasuk untuk penguatan penelitian dan
pembebasan bea masuk dan pajak, pengembangan (Litbang) mengerucutkan
terhadap komponen dan peralatan produksi pilihan Indonesia untuk menempuh cara
yang diimpor. Permasalahannya adalah offset dan transfer teknologi. 5 Pilihan ini
karena kebijakan tersebut tidak berada di bisa saja menjadi hal yang realistis karena
bawah kontrol langsung dari pengambil keterbatasan anggaran untuk Litbang
kebijakan pertahanan dan melibatkan bidang pertahanan yang melibatkan unsur
banyak pemangku kebijakan (stakeholder) militer, universitas, lembaga pengkajian
lain. Sehingga, perlu upaya koordinasi dan dan swasta relatif terbatas.6 Meski secara
sinkornisasi untuk menyamakan persepsi legal, dengan terbitnya UU No. 16/2012
semua pemangku kepentingan terhadpa tentang Industri Pertahanan yang mengatur
kebijakan pengembangan industri bahwa pengelola industri pertahanan
pertahanan. Mekanisme untuk menyediakan sekurang-kurangnya 5% dari
menyelesaikan kemungkinan perbedaan laba bersih untuk kepentingan Litbang
pandangan dalam pemberian fasilitas bidang pertahanan. Namun harus diakui
pendanaan bagi industri pertahanan adalah bahwa kondisi tersebut belum sepenuhnya
menyelesaikan peraturan pelaksanaan yang mengikat pengelola industri pertahanan,
diamanatkan dalam Undang-Undang
4 Pasal 50 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012
Industri Pertahanan, agar mekanisme 5Lebih lanjut tentang Mekanisme Offset dan transfer
tekhnologi, lihat Muradi, “Praktik praktik Defence Offset
di Indonesia”, Journal Analysis CSIS, September, 2009.
6Lebih lanjut tentang masalah Penelitian dan
Pengembangan Industri Pertahanan, Lihat Karim Silmy,
Membangun Kemandirian Industri Pertahanan, (Jakarta:
3Angga Nurdin Rachmat, “Tantangan dan Peluang Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), khususnya Bab 7.
Perkembangan Teknologi Pertahanan Global Bagi Lihat juga F. Harry Sampurno-Kuffal, Keruntuhan Industri
Pembangunan Kekuatan Pertahanan Indonesia”, Jurnal Strategis Indonesia, (Jakarta: Khazanah Bahari, 2011),
Pertahanan Vol 5 No 1, Juni 2017, hal. 205 khususnya Bab 4.

Model Pendanaan Industri Pertahanan…..│Yusman Efendi, Ruslan Arief │61


karena keterbatasan pasar dan Problematika Peningkatan SDM Industri
keberlanjutan industry yang ada. 7 Pasar Pertahanan
yang terbatas tersebut membuat persaingan Selama ini masalah peningkatan SDM
industri pertahanan juga dituntut untuk industri pertahanan dilakukan dengan
mampu menciptakan pasar sendiri dengan langkah-langkah yang bersifat konvensional
berbagai cara, yang mana salah satunya dan cenderung satu arah, bahkan jika dua
menawarkan skema offset dan transfer arah negara yang membutuhkan
teknologi ke negara dengan kualifikasi dan peningkatan SDM bidang industri
potensi pasar yang lebih terbuka. pertahanannnya harus membayar mahal.
Baik dalam bentuk transfer teknologi atau
RUMUSAN MASALAH
pembelian paten produk industri pertahanan
Adapun permasalahan dalam penulisan
dengan skema offset maupun memproduksi
karya Ilmiah ini adalah sebagai berikut:
bersama. Dalam tataran tersebut hanya
1. Bagaimana peningkatan SDM industri dapat dilakukan oleh negara dengan
pertahanan? kebijakan anggaran pertahanan yang relatif
2. Bagaimana model pembiayaan industri mapan. Selama ini suatu negara dianggap
pertahanan akan berkorelasi dengan memiliki anggaran kurang lebih 2% dari
peningkatan kualitas SDM industri GDP dianggap memiliki potensi untuk
pertahanan. pengembangan industri pertahanan, atau
setidaknya dapat membeli produk industri
TUJUAN
militer secara periodik. Angka 2% dari GDP
Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah ambang kewajaran anggaran
adalah untuk: pertahanan suatu negara, sehingga potensi
1. Mendeskripsikan peningkatan SDM untuk meningkatkan anggaran tersebut
industri pertahanan. dengan berbagai alasan, salah satunya
2. Mendeskripsikan model pembiayaan pengembangan industri pertahanan dan
industri pertahanan akan berkorelasi atau ancaman atas kedaulatan negara
dengan peningkatan kualitas SDM meningkat.8
industri pertahanan Sementara negara dihadapkan pada
tiga peran yang melekat sekaligus, yang
mana dalam perspektif Heidenkamp, Louth

7 Lihat misalnya Sinar Harapan, “Menuju Kemandirian


Industri Pertahanan Nasional”
http://sinarharapan.co/news/read/140916033/menuju- 8 Lihat misalnya Jacques. S Gansler, Democracy’s
kemandirian-industri-pertahanan-nasional, 16 September Arsenal: Creating a Twenty-First-Century,
2014, diunduh pada 1 Frebuari 2022 (Massachusetts: MIT Press, 2013), terutama Bab 3.

62 │Jurnal Maritim Indonesia│April 2022, Volume 10 Nomor 1


dan juga Taylor sebagai Triptych.9 Tiga kebutuhan postur pertahanan dan Alat
peran pemerintah tersebut adalah sebagai Utama Sistem Persenjataan (Alutsista).
pelanggan atau pembeli (costumer), Dengan kata lain, seberapapun kecilnya
penyokong anggaran (sponsor), dan juga anggaran pertahanan suatu negara,
sebagai pembuat kebijakan bidang
keberadaan industri pertahanan tetap
pertahanan (regulator). Tiga peran yang dibutuhkan sebagai bagian dari skema
melekat pada negara ini membuat industri pemeliharan dan juga secara bertahap
pertahanan membutuhkan pengembangan seiring dengan peningkatan kebutuhan
pasar yang dapat menjamin dan menjaga postur pertahanan dan ancaman kedaulatan
agar industri pertahanan suatu negara dapat negara, maka keberadaan industri
tetap menjaga produksi dan SDM yang pertahanan menjadi penting untuk
menjalankannya.
dikembangkan guna memenuhi kebutuhan
Keterbatasan anggaran pertahanan Alutsista negara maupun untuk membuka
suatu negara membuat situasi pasar baru bagi Alutsista yang dihasilkan. 11
pengembangan SDM industri pertahanan Keberadaan industri pertahanan juga
dihadapkan pada kondisi yang sulit. Negara bergantung pada posisi suatu negara di
pada akhirnya akan terlebih dahulu dalam kancah regional dan global. Sejumlah
memenuhi kebutuhan postur pertahanannya negara yang memiliki aliansi strategis
dari pada langkah untuk pengembangan kemiliteran tidak terlalu memfokuskan
industri pertahanan. Hampir sulit ditemukan pengembangan industri pertahanannya
negara dengan anggaran pertahanan yang
kecuali sekedar untuk memelihara
terbatas berupaya meningkatkan SDM Alutsistanya dan atau menjadi pemain baru
industri pertahanannya, jikapun ada lebih sebagai produsen Alutsista jika
banyak untuk kebutuhan pemeliharan dimungkinkan. Namun demikian, secara
semata terkait dengan keberadaan industri praktis, sejumlah negara yang memiliki
pertahanan.10 Namun demikian, kebijakan aliansi strategisnya juga berkembang pesat
negara terkait dengan pengembangan menjadi produsen Alutsista, yang mana
industri pertahanan tetap dibutuhkan pengembangannya ditengarai adanya
sebagai langkah untuk menyokong kemudahan transfer teknologi dari negara
9 yang tergabung dalam aliansi tersebut.12
Henrik Heidenkamp, John Louth dan Trevor Taylor, The
Defense Industrial Triptych: Government as Customer,
Sponsor and Regulator, (Essex: Royal United Services
Institute for Defense and Security Studies, 2013), 11
Steve Mills, Scott Fouse & Allen Green, “Creating and
terutama Bab 1 dan Bab 2. Lihat juga Karim, op. cit., hlm. Sustaining and Effective Government Defense Industry
152-154. Partnership”, Publication of The Defense Acquisition
10 Lihat misalnya Douglas R. Rohi, “Profit Performance in University, September 2013, hlm. 297-311.
the Defense Industry”, Journal of Political Economy, Vol. 12 James Hasik, Arms and Innovation: Enterpreneurship

81, No. 3, Mei-Juni 1973. and Alliances in the Twenty-First Century Defense

Model Pendanaan Industri Pertahanan…..│Yusman Efendi, Ruslan Arief │63


Kebijakan negara terkait dengan praktik konvensional transfer teknologi dan
pengembangan industri pertahanannya kehendak dari individu dalam
adalah komitmen untuk pengembangan pengembangan diri, baik melalui skema
penelitian dan pengembangan. UU No. beasiswa luar negeri maupun bentuk
16/2012 tentang Industri Pertahanan pembiayaan pendidikan berbasis
menyatakan 5% dari keuntungan bersih kompetensi.14 Tak heran apabila kemudian,
industri pertahanan dialokasikan untuk banyak dari SDM yang memiliki kualifikasi
penelitian dan pengembangan (Litbang). handal lebih memilih berkarir di luar
Akan tetapi, keterbatasan anggaran dan Indonesia, karena ketersediaan anggaran
pengawasan yang tidak ketat untuk dan terkait dengan kesejahteraan.
memastikan agar anggaran Litbang dapat Minimnya anggarn Litbang membuat
dioptimalkan menjadi tantangan tersendiri.
akses SDM industri pertahanan relatif
Hal ini mengindikasikan pada akhirnya terbatas. Situasi ini pada akhirnya
anggaran Litbang menjadi beban negara. bergantung pada kebijakan masing-masing
Sebagaimana diketahui bahwa bila pengelola industri pertahanan sendiri,
mengacu pada standarisasi anggaran apakah kemudahan akses untuk
Litbang, maka negara setidaknya pengembangan diri tersebut dapat dilakukan
menganggarkan 0,2% dari PDB, secara berkesinambungan, meski
bandingkan misalnya dengan anggaran pemesana atas produk yang dihasilkan tidak
pertahanan Indonesia yang bahkan belum cukup baik. Pengalaman PT. Dirgantara
mencapai angka 1 % dari PDB, tepatnya Indonesia menjadi catatan serius,
0,9% dari PDB. Situasi tersebut bagaimana langkah manajemen yang
mengindikasikan bahwa proses menuju merumahkan ribuan pegawainya
kemandirian industri pertahanan dengan mencerminkan sehat tidaknya pengelolaan
SDM yang mumpuni baru sebatas pada industri pertahanan. Eksodus sejumlah eks
harapan dan keinginan, belum menjadi pegawai PT. DI ke sejumlah industri
tekad yang luar biasa.13 Indikasi yang pertahanan di Malaysia, Eropa dan Amerika
memperkuat penegasan tersebut adalah Serikat mengindikasikan bahwa SDM
bahwa anggaran untuk Litbang dan industry pertahanan membutuhkan
penguatan SDM masih terbatas pada keberlangsungan pengembangan diri dan
kesejahteraan yang memadai, agar SDM
Industry, (Chicago: University of Chicago Press, 2008),
terutama Bab 1 dan 2.
13 Stephanie G. Neuman, “Power, Influence, and 14 Stephanie G. Neuman, “Power, Influence, and
Hierarchy: Defense Industries in A Unipolar World”, Hierarchy: Defense Industries in A Unipolar World”,
Journal of Defence and Peace Economics, Columbia Journal of Defence and Peace Economics, Columbia
University, New York. Vol. 21 Issue: 1, April 2010, hlm. University, New York. Vol. 21 Issue: 1, April 2010, hlm.
105-134. 105-134.

64 │Jurnal Maritim Indonesia│April 2022, Volume 10 Nomor 1


yang ada dapat bekerja dengan efektif pesawat buatan anak bangsa N-250.16
tanpa tergantung dan diganggu oleh hal Langkah Presiden Soeharto kala itu adalah
yang tidak prinsip, yang berkaitan dengan bagian dari skema penyokong anggaran
pengembangan diri dalam industri pemerintah untuk pengembangan SDM dan
pertahanan15 produk industri pertahanan udara, yang
mana ketika itu putera terbaik bangsa, B.J.
Sebagaimana penjelasan di awal,
Habibie melakukannya dengan baik.
sebagai penyokong anggaran utama
industri pertahanan, pemerintah memang Dengan kata lain, memerlukan waktu
dihadapkan pada dilema yang tidak beujung yang tidak singkat apabila penganggaran
pada langkah untuk memastikan industri bidang industri pertahanan bergantung pada
pertahanannya dapat tetap beroperasi skema penganggaran pertahanan yang ada.
dengan SDM yang baik. Keterbatasan Dibutuhkan model pendanaan yang lebih
anggaran pertahanan mengindikasikan juga terukur namun cepat dalam pendanaan
minimnya dukungan fasilitas dan industri pertahanan tersebut, dengan tetap
kesejahteraan bagi SDM industri memperhatikan sumber pendanaan yang
pertahanan. dapat dipertanggungjawabkan ke publik.
Artinya seberapapun yang dibutuhkan
Ceruk pasar yang terbatas dengan
dalam pengembangan pemdanaan industri
produk yang dihasilkan dengan
pertahanan, akan dapat dilakukan dengan
peruntukan yang terbatas pula membuat
terukur dan cepat selama kemudian
pengembangan SDM dan industri
kebijakan yang dibuat negara serta para
pertahanan berada dalam posisi yang tidak
pemangku kepentingan terkait dengan
prioritas. Sejumlah langkah dilakukan
industri pertahanan berada dalam irama
misalnya dengan penambahan anggaran
untuk industri pertahanan dari skema yang sama.

penganggaran lain sebagaimana yang telah Sebab sebagaimana penjelasan di awal,


dilakukan oleh Presiden Soeharto yang permasalahan terbesar dalam pengembangan
mengalihkan dan menggunakan dana industri pertahanan adalah bagaimana
reboisasi hutan untuk pendanaan pengembangan teknologi pertahanan
pengembangan pesawat CN 235 dan dikelola dengan baik, pendanaan industri
produk hasil produksi bersama antara IPTN, pertahanan yang berkelanjutan, serta
nama lain dari PT. DI dengan Casa, pengembangan kualitas SDM yang
Spanyol dan kemudian pengembangan
16Mengenal Industri Pertahanan Indonesia”, Koran Sindo,
15
John R. Harbison, et al., US Defense Industry Under http://www.koran-sindo.com/read/938863/149/mengenal-
Siege: An Agenda for Change, (New York: Booz, Allen industri-pertahanan-indonesia-1418873129, diunduh pada
and Hamilton, 2000), hlm. 4-9. 1 Frebuari 2022

Model Pendanaan Industri Pertahanan…..│Yusman Efendi, Ruslan Arief │65


berkorelasi dengan terciptanya produk offsetdan transfer teknologi. Kedua,
industri pertahanan yang mampu pendanaan industry pertahanan dengan
mengambil ceruk pasar Alutsista. Secara berbagai model pendanaan, dan yang
bertahap permasalahan tersebut akan dapat ketiga permasalahan peningkatan kualitas
diselesaikan secara bertahap manakala Sumber Daya Manusia (SDM) industri
pendanaan industri pertahanan dapat pertahanan. Ketiganya berkaitan satu
terukur dan cepat terealisasi dengan dengan yang lain dalam menyokong
berbagai model pendanaan yang tidak kebutuhan Alat Utama Sistem Persenjataan
bergantung penuh pada penganggaran (Alutsista) dalam negerinya atau tengah
reguler pemerintah. Kebutuhan anggaran beranjak menjadi pengekspor persenjataan
untuk membangun kekuatan militer yang dan alat perang17
Tangguh melalui peningkatan anggaran
Model Pendanaan Industri Pertahanan
pertahanan untuk membiayai Perang Dingin
Pendanaan industri pertahanan yang
dan Perang Korea, menyebabkan
berkelanjutan akan mempengaruhi kualitas
perkembangan pesat industry pertahanan.
SDM industri pertahanan secara
Tahun-tahun awal perkembangan industry
berkesinambungan pula. Pasar yang
pertahanan ditandai dengan perubahan dan
terbatas dengan rezi m senjata dunia yang
ekspansi yang dinamis, termasuk banyak
melakukan monopoli secara terbuka
perusahaan yang masuk dan keluar.
membuat pilihan atas pendanaan industri
Hambatan untuk masuk relative lebih
pertahanan menjadi sangat terbatas pada
rendah dibandingkan dengan industry lain
skema offset dan transfer teknologi. Di luar
karena tuntutan kebutuhan penyediaan
hal tersebut, negara-negara dengan
teknologi dengan standar tertentu.
pendanaan yang terbatas pada bidang
Perusahaan yang memutuskan untuk
pertahanan hanya akan sepenuhnya industri
masuk dan keluar dari bisnis pertahanan
pertahanannya terbatas pada pemeliharaan
sering melakukannya secara sukarela.
Alutsista yang dibeli dari negara kedua atau
Pengelolaan industri strategis dan negara ketiga tanpa memiliki kesempatan
industri pertahanan di banyak Negara untuk melakukan produksi dari industri
hampir selalu dihadapkan pada tiga pertahanannya tersebut.
permasalahan utama, yakni: Pertama,
Berkaca pada penjelasan di awal, maka
pengembangan teknologi pertahanan yang
kesempatan untuk membangun industri
bergantung pada dua skema, yakni skema
pertahanan hanya dapat dilakukan dengan
penguatan penelitan dan pengembangan
17 Muradi, “Model Pendanaan Industri Pertahanan dan
industri pertahanannya, dan melalui skema Peningkatan Sumber Daya Manusia,”
Jurnal Pertahanan Vol 05 No 2, Agustus 2015, hal. 213

66 │Jurnal Maritim Indonesia│April 2022, Volume 10 Nomor 1


dua opsi, yakni: mendesak pemerintah pengembangan industri pertahanan.18 Pada
untuk mengucurkan anggaran yang bisa jadi model ini mengandung tiga persyaratan
tidak terbatas untuk pengembangan industri utama, yakni:
pertahanannya, yang mana sasaran
1. Negara harus meningkatkan secara
utamanya adalah penguatan Litbang untuk
massif penganggaran pertahanan
pengembangan produk Alutsista yang telah
negara dengan minimal 2% dari PDB
diperoleh dari skema offset dan transfer
atau lebih, tergantung bagaimana
teknologi. Yang kedua adalah menstimulasi
negara melihat ancaman dan kebutuhan
pendanaan non-pertahanan yang dapat
akan modernisasi postur
digunakan untuk pengembangan industri
pertahanannya.
pertahanan. Bisa dengan menggunak an
2. Selain menganggarkan 5% dari laba
skema anggaran negara yang ada tapi
bersih industri pertahanannya, negara
bukan diperuntukan bagi anggaran
juga diwajibkan menganggarkan 0,2%
pertahanan. Yang kedua bisab
dari PDB untuk Litbang, dan hal
menggandeng sektor swasta dan pemangku
tersebut berlaku untuk anggaran
kepentingan baik dalam maupun luar negeri
pertahanan pula.
untuk mengembangkan industri pertahanan
dalam negeri secara berkelanjutan. 3. Negara memastikan setiap pembelian
Alutsista juga mewajibkan skema offset
Dengan dua opsi tersebut, ada enam
dan transfer teknologi agar negara
model pendanaan industri pertahanan
tersebut secara perlahan dapat secara
dengan tetap menekankan pada
mandiri untuk memenuhi kebutuhan
keterlibatan empat pemangku kepentingan
Alutsista dalam negerinya. Pada model
bidang industri pertahanan, yakni:
ini juga dibutuhkan perencanaan
Pemerintah, BUMN, sektor swasta,
panjang, yang mana antara pemerintah
perusahaan multi nasional bidang
dengan kemhan dan militernya dapat
pertahanan. Adapun enam model tersebut
bisa sinergis dalam membuat kebijakan
antara lain: Model pertama, pendanaan
bidang pertahanan. Artinya sedapat
penuh dari negara. Model pendanaan
mungkin meminimalisir perubahan dan
industri pertahanan ini memang ideal,
koreksi terkait dengan perencanaan
karena prinsip Triptych sebagaimana
bidang pertahanan yang berkorelasi
penjelasan di awal mewajibkan negara
untuk sepenuhnya membiayai

18
Henrik Heidenkamp, John Louth dan Trevor Taylor,
op.cit. Terutama Bab 1 dan Bab 2.

Model Pendanaan Industri Pertahanan…..│Yusman Efendi, Ruslan Arief │67


dengan pengembangan industri pada pembatasan produksi, artinya
pertahanannya. 19 pendanaan gotong royong adalah bagian
dari pengelolaan pemesanan Alutsista oleh
Model kedua, kolaborasi pendanaan
perusahaan industri pertahanan agar tetap
negara dengan swasta. Pada model ini
berproduksi.
kolaborasi antara negara dengan swasta
bisa dapat dilakukan pada empat hal, yakni: Kebijakan memaksa dari pemerintah
ini untuk menekan BUMN dan perbankan
1. Pengembangan bersama produk
nasional menyuntikkan dananya agar
industri pertahanan dengan skema hasil
produksi industri pertahanan bisa tetap
offset dan transfer teknologi.
berjalan. Memang harus diakui bahwa
2. Pengembangan Litbang industri
investasi dalam industri pertahanan adalah
pertahanan.
investasi jangka panjang, sehingga negara
3. Pengerjaan sejumlah pemesanan butuh membuat kebijakan yang memaksa
Alutsista yang didapat perusahaan BUMN dan perbankan nasional untuk
industri pertahanan oleh swasta dengan menyisihkan sebagian modalnya untuk
standarisasi yang telah ditentukan. menyokong industri pertahanan agar tetap

4. Kepemilikan saham terbatas, yang berproduksi.

mana kepemilikannya tetap oleh Model keempat, menstimulasi


negara, sehingga mekanisme 51% perusahaan swasta nasional untuk
kepemilikan saham industri pertahanan mengembangkan divisi industri strategis dan
tetap dimiliki oleh negara. 20 pertahanannya. Langkah ini juga bagian dari
Model ketiga, pendanaan gotong royong melepaskan monopoli negara dalam

antara negara, BUMN dan perbankan pengelolaan dan pengembangan industri

nasional. Pada model ini, kebijakan pertahanannya. Namun demikian, proses

memaksa negara dibutuhkan untuk penjualan produk tersebut tetap harus


menyokong industri pertahanan. Namun melalui negara. Model ini mensyaratkan

demikian, pendanaan gotong royong ini pengawasan yang ketat dengan

lebih banyak menitikberatkan pada standarisasi yang dikelola oleh negara.

pengerjaan pemesanan Alutsista dari Selain itu juga, negara harus memastikan

negara lain. Keterbatasan anggaran pada bahwa perusah aan swasta yang

pengerjaan pemesanan ini berimplikasi mengembangkan divisi strategis dan


pertahanannya bersih dari kemungkinan
19
John R. Harbison, et al., op.cit., hlm. 7-14. pencurian data rahasia milik negara, yang
20Richard. A. Bitzinger, (ed), The Modern Defense Industry:
Political, Economic, and Technological Issues, (New York: bisa jadi dibagi ke perusahaan swasta
Praeger, 2009). Lihat misalnya Bab 1.

68 │Jurnal Maritim Indonesia│April 2022, Volume 10 Nomor 1


tersebut untuk mempercepat pengembangan pertahanan dalam negeri. Ketersediaan
divisi strategis dan pertahanannya. 21 pasar dan kepastian transfer teknologi
memungkinkan industri pertahanan dalam
Model kelima, Pendanaan penuh
negeri dapat secara fokus untuk
swasta. Pada model ini bisa saja dilakukan
pengembangan produk dan peningkatan
dengan tiga skema, yakni:
kualitas SDM agar mampu mengerjakan
1. Membentuk holding company bidang
dan mengintegrasikan produk yang ada
strategis dan pertahanan yang murni
dengan standarisasi yang diinginkan oleh
dikelola swasta dengan supervisi dari
perusahaan multi nasional bidang
negara.
pertahanan.23
2. Pemerintah melakukan kajian untuk
Enam model pendanaan industri
memilih sejumlah pihak swasta untuk
pertahanan tersebut sesungguhnya telah
mendanai penuh modal industri
dipraktikkan dengan sejumlah varian dan
pertahanan.
karakteristik pengembangannya. Penekanan
3. Negara menyerahkan sepenuhnya
bahwa memastikan modal industri
pengelolaan industri pertahanan dengan
pertahanan akan meningkatkan kualitas
tetap melakukan pengawasan dan
SDM dari industri pertahanan tersebut
supervisi. Pada skema ketiga ini, bagian
menjadi pijakan bagi sejumlah negara yang
dari langkah untuk tetap memastikan
berupaya untuk memandirikan diri atas
industri pertahanan tetap beroperasi,
kebutuhan untuk pemenuhan Alutsista
karena negara tidak lagi memiliki
dalam negeri dan kebutuhan untuk pasar
anggaran yang cukup untuk
sekawasan dan regional.24 Secara ideal
menyokongnya. 22
tentu saja model pendanaan bagi industri
Model keenam, mengundang kerja
pertahanan sepenuhnya harus berasal dari
sama dengan industri pertahanan luar
negara, dengan tingkat keberlangsungan
negeri. Model ini memang jalan tercepat
yang harus terjaga. Model pendanaan yang
untuk pendanaan yang berkelanjutan,
bersumber dari negara ini juga akan
transfer teknologi yang berproses, serta
memastikan SDM yang ada di dalamnya
pemasaran produk yang terukur. Langkah
dapat bekerja dengan fokus dan
ini banyak dipilih oleh sejumlah negara
mendapatkan akses untuk meningkatkan
karena banyak menguntungkan industri
pengetahuan dan pemahamannya terhadap
21 Deborah A. Avant, The Market for Force: The dinamika industri pertahanan yang bergerak
Consequences of Privating Security, (Cambridge:
Cambridge University Press, 2005). 23 Lihat misalnya James Hasik, op.cit., terutama Bab 3.
22 Deborah A. Avant, The Market for Force: The Lihat juga Jacques. S. Gansler, op.cit. Terutama Bab 3.
Consequences of Privating Security, (Cambridge: 24 Lihat misalnya James Hasik, op.cit., terutama Bab 3.

Cambridge University Press, 2005). Lihat juga Jacques. S. Gansler, op.cit. Terutama Bab 3

Model Pendanaan Industri Pertahanan…..│Yusman Efendi, Ruslan Arief │69


sangat cepat. Dengan kata lain, jika Negara menjadi komponen utama alat peralatan
belum cukup mampu menyokong industri pertahanan keamanan (alpalhankam) atau
pertahanannya, maka pilihan atas model platform sistem alutsista. Sedangkan
pendanaan lainnya akan mengurangi kontrol industri komponen/pendukung (perbekalan)
negara atas dinamika industri pertahan an memproduksi suku cadang untuk alat utama
yang ada25. sistem senjata, suku cadang untuk
komponen utama, dan/atau yang
Terdapat beberapa BUMN yang
menghasilkan produk perbekalan
posisinya harus menjadi pemandu utama.
BUMN yang sudah ada, seperti PT Dengan demikian Industri pertahanan
Dirgantara Indonesia (DI), dapat menjadi nasional harus mampu mengambil manfaat
lead integrator untuk pesawat tempur, dari program pengadaan sarana pertahanan
pesawat terbang, atau helikopter. Dengan di Kemhan. Perlu ada consensus nasional
demikian, BUMN tersebut akan menjadi yang berpihak kepada pengembangan
pemadu utama cluster indstri pertahanan kapasitas industri pertahanan nasional agar
sub-cluster pesawat terbang, baik fixed-wing dapat memiliki kompetensi inti yang
maupun rotary, baik tempur maupun angkut. kompetitif di level regional dan global.
Sedangkan, PT Pindad akan menjadi Konsensus ini diwujudkan dalam
pemadu utama untuk produk senjata dan optimalisasi kerjasama antar lembaga
kendaraan tempur. Pindad akan menjadi terkait langsung dengan pengadaan
lead integrator cluster industry pertahanan alutsista, khususnya Kementerian
sub-cluster kendaraan tempur dan senjata. Pertahanan, TNI, dan pihak-pihak produsen
Adapun PT PAL menjadi pemimpin untuk di dalam negeri dalam rangka membangun
cluster industri pertahanan kapal kombatan, sarana pertahanan berbasis industry
sub-cluster kapal perang atas air dan kapal pertahanan dalam negeri. 27
selam.26 Industri komponen utama/penunjang
KESIMPULAN
boleh BUMN, tapi boleh Badan Usaha Milik
Swasta (BUMS). Industri komponen 1. Negara yang telah mampu memastikan
utama/penunjang memproduksi komponen penganggaran industri pertahanannya
utama tau mengintegrasikan komponen setidaknya akan mampu menjawab tiga
atau suku cadang dengan bahan baku permasalahan utama dalam pengelolaan

25
industri pertahanannya. Hal yang terpenting
Lihat misalnya Paul. R. Verkuil, Outsourcing
Sovereignty: Why Privatization of Government dalam penganggaran industri pertahanan
Functions Threatens Democracy and What we Can Do
About It, (Cambridge: Cambridge University Press, 2007),
khususnya Bab 1
26 Silmy Karim, Membangun Kemandirian Industri 27 Ian Montratama, “Strategi Optimalisasi Pengadaan
Pertahanan Indonesia (Jakarta :Kepustakaan Populer Sarana Pertahanan Bagi Industri Pertahanan Indonesia,”
Utama, 2014), hal 235 Jurnal Pertahanan Vol 04 No 3, Desember 2014, hal. 79

70 │Jurnal Maritim Indonesia│April 2022, Volume 10 Nomor 1


adalah berkorelasi pada peningkatan DAFTAR PUSTAKA
kualitas SDM dari industri pertahanan.
Buku
Pilihan model pendanaan industri
pertahanan suatu negara akan sangat Avant, Deborah. A. 2005. The Market for
bergantung pada kebijakan pertahanan Force: The Consequences of Privating
yang dibuat oleh negara tersebut. Security. Cambridge: Cambridge
University Press.
2. Semakin kuatnya kontrol negara atas
pendanaan industri pertahanan akan Bitzinger, Richard. A. (ed). 2009. The
berkorelasi pada kemampuan industri Modern Defense Industry: Political,
pertahanannya untuk memenuhi kebutuhan Economic, and Technological Issues.
dalam negeri. Sebaliknya, menyerahkan New York: Praeger.
pendanaan pada pihak swasta juga Gansler, Jacques. S. 2013. Democracy’s
menggambarkan bahwa produk industri Arsenal: Creating a Twenty-First-
pertahanan hanya akan dipandang sebagai Century. Massachusetts: MIT Press.
produk ekonomi yang menitikberatkan pada
Heidenkamp, Henrik, John Louth dan
keuntungan dan keberlangsungan
Trevor Taylor. 2013. The Defense
perusahaan dari industri pertahanan dan
Industrial Triptych: Government as
atau yang memiliki divisi strategis dan
Customer, Sponsor and Regulator.
pertahanannya. Sementara pilihan untuk
Essex: Royal United Services Institute
berbagi sokongan anggaran industri
for Defense and Security Studies.
pertahanan antara negara dengan swasta,
perusahaan pertahanan luar negeri ataupun Hasik, James. 2008. Arms and Innovation:

BUMN dan perbankan nasional adalah juga Enterpreneurship and Alliances in the

bagian dari keinginan negara untuk Twenty-First Century Defense Industry.

mengontrol industri pertahanan dengan Chicago: University of Chicago Press.

skema pendanaan yang berbagi. Harbison, John R. et al. 2000. US Defense


Industry Under Siege: An Agenda for
Change. New York: Booz, Allen and
Hamilton.

Silmy, Karim. 2014. Membangun


Kemandirian Industri Pertahanan.
Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.

Model Pendanaan Industri Pertahanan…..│Yusman Efendi, Ruslan Arief │71


Sampurno-Kuffal, F. Harry 2011. Political Economy. Vol. 81. No. 3. Mei-
Keruntuhan Industri Strategis Juni.
Indonesia. Jakarta: Khazanah Bahari.
Website
Singer, P.W. 2007. Corporate
warriors: The Rise of Privatised Koran Sindo, “Mengenal Industri
Military Industry. New York: Cornell Pertahanan Indonesia”, http://www.
University Press. Koran-sindo.com/read/938863/149/
mengenal-industri-pertahanan-indonesia
Verkuil, Paul. R. 2007. Outsourcing
1418873129, diunduh pada 1 Februari
Sovereignty: Why Privatization of
2022.
Government Functions
Sinar Harapan, “Menuju Kemandirian
Threatens Democracy and What we Can
Industri Pertahanan Nasional”
Do About It. Cambridge: Cambridge
http://sinarharapan.co/news/read/14091
University Press.
6033/menuju-kemandirian-industri-
Jurnal pertahanan-nasional, 16 September

Muradi. 2009. “Praktik-praktik Defence 2014, diunduh pada 1 Februari 20

Offset di Indonesia”. Journal Analysis


CSIS. September. Mills, Steve, Scott
Fouse & Allen Green. 2013. “Creating
and Sustaining and Effective
Government Defense Industry
Partnership”, Publication of The
Defense Acquisition University.
September.

Neuman, Stephanie G. 2010. “Power,


Influence, and Hierarchy: Defense
Industries in A Unipolar World”. Journal
of Defence and Peace Economics.
Columbia University, New York. Vol.
21 Issue: 1. April.

Rohi, Douglas R. 1973. “Profit Performance


in the Defense Industry”. Journal of

72 │Jurnal Maritim Indonesia│April 2022, Volume 10 Nomor 1

Anda mungkin juga menyukai