Anda di halaman 1dari 13

SATUAN PENDIDIKAN PERWIRA

PENDIDIKAN DASAR KECABANGAN KAVALERI

ESSAI
Tentang
MODERENISASI ALUTSISTA / RANPUR DALAM
MENGHADAPI TANTANGAN DIMASA DEPAN

DISUSUN OLEH :
NAMA : AFANDI
NOSIS : 102

Padalarang, November 2019


MODERENISASI ALUTSISTA / RANPUR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN
DIMASA DEPAN

Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara kepualauan dengan
jumlah pulau besar dan kecil kurang lebihnya 17.508 pulau. Indonesia juga berbatasan
dengan banyak negara tetangga, baik di darat maupun laut. Dengan wilayah yang sangat
luas serta terdiri atas pulau-pulau, menuntut adanya strategi pertahanan negara yang tepat
untuk mengamankan wilayah tersebut. Tugas untuk melindungi dan mengamankan
Indonesia dengan karakteristik yang demikian, mengisyaratkan tantangan yang kompleks
dan berimplikasi pada tuntutan pengembangan dan pengelolaan sistem pertahanan negara
untuk menghasilkan daya tangkal yang handal. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, setiap bangsa tidak terlepas dari kebutuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Kebutuhan suatu bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan,
itegritas dan eksitensi kedaulatan negara, stabilitas keamanan, ketertiban dan rasa aman
bagi warga masyarakatnya, merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan, agar
segala kegiatan dalam penyelenggaraan negara dapat berjalan tertib, aman dan lancar.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan Angkatan Bersenjata yang mampu
mengatasi segala bentuk ancaman maupun gangguan pertahanan yang dapat terjadi setiap
saat di wilayah daratan. Pembangunan pertahanan negara merupakan upaya menegakkan
kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
menjaga keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer dan non militer. Dengan
mengacu pada RPJMN 2004—2009, kebijakan pembangunan pertahanan negara
mengarah kepada peningkatan profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui
pemeliharaan alat utama sistem senjata (alutsista), penggantian dan pengembangan
alutsista yang sudah tidak layak pakai, pengembangan secara bertahap dukungan
pertahanan, peningkatan kesejahteraan prajurit, serta peningkatan peran industri
pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Profesionalisme TNI terus
ditingkatkan melalui pengembangan kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur,
satuan bantuan tempur dan satuan pendukung, serta pelaksanaan latihan perorangan
hingga latihan gabungan TNI. Kekuatan pertahan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan. Semakin kuatnya pertahanan Indonesia
ditunjukkkan dengan meningkatnya kekuatan alutsista pada seluruh matra. Dengan
peningkatan tersebut, tantangan yang harus diantisipasi adalah kesiapan alutsista untuk
operasional dan tempur serta peningkatan profesionalisme prajurit sebagai elemen utama
kekuatan pertahanan. Sampai saat ini, kemampuan pertahanan negara telah mengalami
kemajuan yang ditunjukkan dengan proksi indikator meningkatnya kesiapan alutsista dan
terselenggaranya latihan gabungan TNI sesuai dengan rencana. Namun, secara
keseluruhan pembangunan pertahanan negara baru menghasilkan postur pertahanan
negara dengan kekuatan yang masih terbatas di bawah standar tingkat kemampuan
penangkalan bila dihadapkan dengan tugas, jumlah penduduk, dan luas wilayah beserta
kekayaan yang terkandung di dalamnya yang harus dijaga integritas dan keutuhan wilayah
yuridiksinya. Permasalahan yang dihadapi, langkah kebijakan dan hasil-hasil yang dicapai,
serta tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan terutama
alutsista.
Sehubungan dengan latar belakang diatas, Dalam menghadapi tantangan dimasa
depan tentunya dibutuhkan kesiapan alutsista yang mendukung. Dengan adanya kesiapan
yang matang dan terperinci tentunya semua akan terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan kemajuan teknologi saat ini, dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas
alutsista, sarana dan prasarana TNI. Moderenisasi alutsista dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu, pertama, keterbatasan kemampuan negara dalam menyediakan
anggaran pertahanan dan keamanan. Kedua, terbatasnya suku cadang alutsista yang
susah didapatkan sehingga menimbulkan pemelirahaan dan perawatan alutsista
terhambat. Ketiga, belum adanya sinkronisasi antara industri pertahanan dengan pengguna
dari berbagai aspek. Dari uraian permasalahan tersebut, dapat dirumuskan suatu pokok
permasalahan yaitu untuk memberikan gambaran tentang moderenisasi alutsista / ranpur
dalam menghadapi tantangan dimasa depan terhadap kesiapan alutsista yang moderen
serta meminimalisir anggaran sehingga pengadaan alutsista yang baru tidak memakan
anggaran yang berjumlah besar.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka pentingnya penulisan esai tentang
moderenisasi alutsista / ranpur TNI AD dalam menghadapi tantangan dimasa depan,
sehingga didapat suatu keputusan dan keberhasilan dalam setiap tugas. Lembaga peneliti
kekuatan militer negara di dunia, Global Firepower menempatkan kekuatan militer
Indonesia pada tahun 2015 berada pada posisi ke-12. Hal ini mengalami peningkatan
dibandingkan pada tahun 2011, dimana kekuatan militer Indonesia berada pada posisi ke-
18 dunia. Ditingkat ASEAN, kekuatan militer Indonesia menempati urutan pertama,
sedangkan di tingkat Asia Pasifik kekuatan militer Indonesia menempati urutan ke-8
dibawah Pakistan, diikuti Vietnam (ke-9), Thailand, (ke-11), Australia (ke-12), Myanmar (ke-
14) Malaysia (ke-15), Philipina (ke-17) dan Singapura (ke-21). Dalam RPJMN 2010- 2014,
program percepatan pembangunan Minimum Essential Forces menjadi salah satu prioritas
pemerintah. Pada 2013, pemerintah menargetkan peningkatan Alutsista, khusus untuk
Matra Darat meningkat menjadi 37%. Pemerintah dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sepakat memperbesar porsi pinjaman dalam negeri untuk mendukung pendanaan
pengadaan Alutsista. Pada 2013 Kementerian Pertahanan telah mengadakan kontrak
pembelian Main Battle Tank Leopard 2A4 dan Leopard Revolution Metode penulisan yang
digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan
kepustakaan dan aplikasi serta pengamatan dilapangan.
Adapun nilai guna yang dapat diambil adalah sebagai bahan kajian bagi penulis dalam
melihat moderenisasi alutsista TNI dalam menghadapi tantangan dimasa depan. Maksud
dari penulisan esai ini untuk memberikan gambaran kepada pimpinan TNI AD maupun
Pemerintah dalam upaya peningkatan alutsista TNI yang berbasis teknologi guna untuk
menghadapi tantangan-tantangan dimasa depan. Sedangkan tujuannya sebagai bahan
acuan dan referensi bagi penulis maupun pimpinan TNI AD untuk mengetahui pentingnya
moderenisasi alutsista / ranpur dalam menghadapi era globalisasi. Adapun ruang lingkup
dalam penulisan esai ini adalah pendahuluan, pembahasan dan penutup. Penulisan esai
ini dibatasi pada pembahasan terhadap keterbatasan anggaran, keterbatasan suku cadang,
dan sinkronisasi antara industri pertahanan dengan pemerintah.

Pembahasan

Upaya pimpinan TNI AD dalam hal yang terkait dengan alutsista / ranpur merupakan
hal wajib yang harus diprioritaskan. Guna menunjang tugas pokok TNI AD dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai komponen utama pertahanan negara.
Alutsista / ranpur yang ada saat ini merupakan alutsista yang sudah lama dipakai namun
masih dioperasionalkan. Untuk dapat mewujudkan alutsista yang modern, dibutuhkan
komitmen dan usaha yang dilakukan oleh pimpinan TNI AD dan didukung oleh semua unsur
yang terlibat dalam menghadapi tantangan di masa depan antara lain penyediaan anggaran
pertahanan dan keamanan, suku cadang alutsista, sinkronisasi industri pertahanan dengan
pengguna.

Anggaran Pertahanan dan Keamanan

Dalam rangka mendongkrak profesionalisme di bidang pertahanan, Tentara Nasional


Indonesia (TNI) menyusun rencana pembangunan kekuatannya yang salah satunya
dengan menambah dan modernisasi peralatan tempurnya secara terencana sesuai dengan
serangkaian pertimbangan strategis. TNI dituntut untuk mampu membangun kekuatan yang
minimal untuk mampu mengemban tugas-tugasnya di bidang pertahanan. Masing-masing
angkatan mengajukan program pembangunan kekuatan matranya.
Kondisi anggaran pertahanan yang terbatas maka pengadaan Alutsista menggunakan
skala prioritas di daerah rawan/ perbatasan dikaitkan dengan kemungkinan ancaman dan
kondisi geografis Indonesia sehingga efektif dan efisien memberikan daya tangkal.
Kemampuan anggaran pertahanan saat ini masih berada di bawah 1% dari produk
domestik bruto (PDB) atau 3,32% terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN). Jika dibandingkan dengan negara tetangga, anggaran pertahanan Indonesia
berada di bawah negara-negara di Asia Tenggara yang pada umumnya memiliki anggaran
pertahanan di atas 2% dari PDB. Kemampuan anggaran pertahanan tersebut baru dapat
memenuhi 32,2% kebutuhan Dephan/TNI.

Upaya untuk dapat meminimalisir anggaran pertahanan dan keamanan negara


diharapkan dapat melakukan rematerialisasi terhadap alutsista yang ada saat ini serta
mencari solusi dari berbagai aspek yakni melengkapi kekurangan, meningkatkan kualitas
dan pemenuhan kembali serta pengadaan alutsista yang baru namun harus tetap
memperhatikan anggaran yang ada, sehingga tidak terjadi pembengkakan terhadap
anggaran pertahanan dan keamanan. Untuk mempertimbangkan keterbatasan
kemampuan negara dalam menyediakan anggaran pertahanan dan keamanan pemerintah,
serta dalam rangka mengurangi porsi pinjaman luar negeri dalam pembangunan nasional.
Serta upaya untuk mengoptimalkan pemanfatan sumber pendanaan melalui pinjaman
perbankan dalam negeri. Kemampuan anggaran pertahanan saat ini masih berada di
bawah negera-negara lain di Asia Tenggara yang pada umumnya memiliki anggaran
pertahanan di atas 2%.

Oleh karena keterbatasan anggaran negara tersebut seharusnya diperlukan untuk


membangunnya, yakni rematerialisasi (melengkapi kekurangan), revitalisasi
(meningkatkan kualitas), realokasi (pemenuhan kembali), dan pengadaan baru untuk
mengganti yang sudah absolut. Rematerialisasi pemenuhan menuju 100% TOP/DSPP
personel dan materiil satuan TNI. Revitalisasi untuk meningkatkan strata satuan/penebalan
satuan/materiil setingkat diatasnya yang disesuaikan dengan perkembangan ancaman
dalam wilayahnya. Relokasi untuk pengalihan satuan/personel/materiil dari satu wilayah ke
proyeksi wilayah flash point. Pada aspek managemen, perlu adanya keseimbangan dan
keselarasan antara industri pertahanan dengan pemerintah, sehingga terjadi kerjasama
yang luar biasa. Pada aspek SDM, perlu adanya pengembangan sumber daya manusia
dalam negeri untuk mendukung sistem pertahanan negara, dengan memanfaatkan
pengadaan dalam negeri (Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2010 Tentang Struktur Program Dan Anggaran Pertahanan Negara, Keputusan
Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara). Berdasarkan teori diatas, dapat dianalisa tentang anggaran alutsista
yakni Realisasi perencanaan dapat dioptimalkan melalui ketelitian, ketepatan, dan selektif
antara shopping list Alutsista dan ketersediaan anggaran yang terbatas, sehingga konsisten
dalam perencanaan, dukungan anggaran.

Pada pelaksanaannya, pengadaan alat sistem pertahanan (alutsista) yang merupakan


bagian pokok dalam pembangunan kekuatan selalu menimbulkan polemik di antara
pertimbangan strategis dan keterbatasan anggaran. Namun demikian, TNI untuk
mewujudkan keinginannya sering terganjal oleh keterbatasan anggaran belanja militer.

Berawal dari analisa terhadap permasalahan yang ada dan kendala serta kelemahan
yang ditemukan, untuk mengatasi masalah – masalah tersebut maka upaya yang dapat
dilakukan yaitu dengan memanfaatkan peluang dan kemampuan yang ada terkait dengan
anggaran terhadap alutsista yang ada saat ini serta mencari solusi dari berbagai aspek
yaitu Penyusunan rencana kebutuhan untuk belanja barang maupun belanja modal
(perbaikan serta pengadaan suku cadang, komponen, bits and pieces) oleh Mabesad.
Sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang telah berlaku (Peraturan Presiden, Peraturan
Menteri Pertahanan, Peraturan Panglima TNI dan Peraturan Kasad yang terkait),
kebutuhan dari satuan bawah tersebut diajukan dalam bentuk yang bertahap, mulai dari
Rencana Usul Pesanan (Ren UP), Usul Pesanan (UP) hingga menjadi kontrak dengan
melibatkan pihak ketiga (mitra). Pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Pemeliharaan kesiapan dilaksanakan juga dengan basis tahun
anggaran. Selain bergantung pada kesiapan kuantitas dan kualitas personel pemelihara
alutsista serta kesiapan serta kelengkapan fasilitas pemeliharaan.

Suku Cadang Alutsista

Modernisasi alutsista TNI tanpa adanya kemandirian dalam pengadaan, perawatan


dan peremajaaan hanya akan menimbulkan ketergantungan pada negara lain. Pengadaan
Alutsista dan suku cadang serta pengadaan materiil khusus untuk pasukan khusus TNI
secara terbatas dengan cara seksama dan mengutamakan hasil industri dalam negeri
dengan melibatkan BUMNIS.

Pada saat ini suku cadang alutsista TNI mengalami kelangkaan. Terbatasnya suku
cadang di dalam negeri menimbulkan permasalahan yang rumit sehingga harus
mengimport dari negara lain. Namun pada kenyataannya banyak sekali suku cadang yang
diembargo oleh negara lain. Embargo ini menyebabkan alutsista TNI harus di grounded
sementara karena tidak memiliki suku cadang untuk mendukung operasi. Kondisi tersebut
puncaknya menimbulkan sejumlah masalah yang serius.

Untuk mendapatkan suku cadang alutsista TNI diharapkan industri pertahanan dan
pemerintah memproduksi dalam negeri, hal tersebut untuk memanfaatkan sumber daya
dalam negeri sendiri. Selain untuk meminimalisir anggaran negara, tetapi juga memberikan
dampak positif buat Indonesia sendiri. Meningkatkan kemampuan industri pertahanan
dalam pengadaan suku cadang. Pengembangan industri pertahanan dalam negeri juga
harus dilakukan dan terus melakukan pengadaan alutsista dari dalam negeri. Saat ini sudah
banyak anak-anak bangsa yang memiliki karya-karya yang patut diacungi jempol. Terutama
karya anak-anak bangsa yang dapat menciptakan sebuah karya yang layak digunakan.
Pemerintah seharusnya tidak meragukan lagi karya dalam negeri dan kemampuan produksi
industri pertahanan swasta nasional. industri pertahanan swasta sudah mampu membuat
produk seperti pesawat tanpa awak, kendaraan taktis, kapal perang, hingga bom. Indonesia
memiliki kemampuan yang harus digunakan agar devisa negara bisa mengalir ke dalam
negeri, yang artinya penyerapan tenaga kerja dan kebutuhan TNI-Polri hasil karya anak
bangsa. Kemandirian dalam memproduksi alat perlengkapan militer maupun juga
pemeliharaan, maka tingkat kesiapan negara akan semakin mantap, namun tetap
mengutamakan kualitasnya.

Dalam program minimum essential force (MEF) harus dilakukan evaluasi secara
menyeluruh pada semua alutsista TNI. Selama ini Indonesia mampu membeli alusista yang
modern dan canggih dengan harga yang cukup fantastis. Tetapi suku cadang yang dibeli
tidak cukup untuk dilakukan operasi serta kurangnya sistem pemeliharaan. Apabila sistem
pengadaan suku cadang dan sistem pemeliharaannya tidak mendapatkan perhatian
khusus, tidak mustahil semua alutsista modern Indonesia jadi tidak bermanfaat, (Peraturan
Menteri Pertahanan Republik Inodonesia Nomor 34 Tahun 2011, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 Tanggal 12 Juni 2009 Tentang Pembebasan Bea
Masuk Atas !moor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian).
Berdasarkan teori tersebut dapat dianalisa bahwa dalam pengadaan suku cadang harus
selalu dievaluasi secara menyeluruh dan dan harus dilakukan sistem pemeliharaan
sehingga dapat mewujudkan modernisasi alutsista/ ranpur.

Dalam pelaksanaan pengadaan suku cadang, ada beberapa hal yang menjadi
kendala dalam prosesnya yaitu, keterbatasan suku cadang alutsista. Sebagai contoh,
Sebagian besar alutsista ini suku cadangnya tidak tersedia, bahkan pabrik yang
membuatnya sudah tidak memproduksi lagi, selain itu adanya embargo terhadap suku
cadang serta belum adanya key technology (kunci teknologi). Sebagai contoh sering kali
produsen alutsista tidak memberikan teknologi kunci (key technology). Hal tersebut
dikemudian hari justru menjadi kelemahan alih pengetahuan, guna mewujudkan
kemandirian industri pertahanan. Namun, fakta itu tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi
juga negara lain. Selain itu,

Dari analisa terhadap permasalahan yang ada serta kelemahan yang ditemukan,
maka upaya yang dapat dilakukan guna untuk moderenisasi alutsista berdasarkan suku
cadang yaitu adanya pembuatan suku cadang di dalam negeri, dengan memanfaatkan
sumber daya manusia yang sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan terhadap
pembuatan suku cadang yang dibutuhkan. Hal tersebut juga dapat menghindari embargo
alutsista, agar Indonesia tidak rugi dan lemah. Perlunya sistem pemeliharaan yang
dievaluasi secara terus menerus. Selain itu rematerialisasi terhadap alutsista yang ada saat
ini serta mencari solusi dari berbagai aspek adalah banyak spekulasi yang kemudian
bergulir terkait dengan ketangguhan alutsista Negara ini sehingga mengakibatkan
kurangnya perawatan serta analisa dini mengenai kelemahan dan tindak lanjut perbaikan
dari alutsista itu sendiri. Namun setiap spekulasi hanya berbatas pada hal-hal itu saja, yang
belum pernah sama sekali menyentuh akar permasalah sebenarnya mengenai
ketangguhan alusista Negara, seharusnya jika berbicara masalah ketangguhan alutsista
maka kita mesti berbicara tentang SDM, Modal dan Visi Negara. Pada aspek penelitian dan
pengembangan teknologi, belum optimalnya dukungan pendanaan serta belum sinerginya
lembaga penelitian dan pengembangan dengan industri pertahanan. Pada aspek
manajemen, bentuk organisasi industri pertahanan belum mendukung kemandirian, selain
industri alat utama, ada industri komponen utama dan penunjang, industri bahan baku,
serta industri komponen pendukung.

Sinkronisasi Industri Pertahanan dengan Pengguna

Kelembagaan Industri Pertahanan meliputi Pemerintah, Pengguna, dan Industri


Pertahanan serta hubungan kewenangan dan tanggung jawab yang dilaksanakan secara
terpadu dan sinergis. Pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab membangun dan
mengembangkan industri Pertahanan untuk menjadi maju, kuat, mandiri, dan berdaya
saing. Guna menjamin kemandirian teknologi, upaya untuk mengembangkan minimum
essential force (MEF) atau kekuatan pokok minimal pertahanan dalam proses modernisasi
alutsista. Sebuah negara akan memiliki militer yang kuat apabila di dukung industri
pertahanan. Namun hal tersebut terdapat kendala dalam mencapai keinginan tersebut,
terutama pada aspek kebijakan, terlebih saat ini masih terjadi hambatan antara pengguna
TNI dengan Industri Pertahanan. Industri. Pertahanan berada di bawah pembinaan
Pemerintah yang dikoordinasikan dan perencanaan penyelenggaraan Industri Pertahanan
yang bersifat strategis disusun oleh KKIP dengan mengakomodasikan kepentingan
Pengguna dan Industri Pertahanan. Salah satu tugas dan wewenang dari KKIP adalah
melakukan sinkronisasi penetapan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan
antara Pengguna dan Industri Pertahanan.Penyelenggaraan Industri Pertahanan dalam
menghasilkan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilaksanakan melalui kerja sama
antar-Industri Pertahanan.

Pada saat ini bidang industri pertahanan belum sepenuhnya mendorong dan
memajukan pertumbuhan industri dan keunggulan sumber daya manusia yang mampu
mencapai kemandirian pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan.
Saat ini pengadaan alutsista dalam rangka memenuhi MEF, sebagian besar masih sangat
tergantung dari impor luar negeri dikarenakan belum optimalnya peran industri pertahanan
dalam negeri.

Membahas mengenai terkait Sinkronisasi Industri Pertahanan dengan Pengguna,


terdapat kendala yang dihadapi yaitu terhambatnya sinkronisasi kebutuhan alat
perlengkapan pertahanan dan keamanan antara user dan industri pertahanan serta adanya
kesenjangan antara fungsi kebijakan dan implementasi. Hal tersebut terjadi karena belum
optimalnya koordinasi antara lembaga terkait dengan kemandirian industri pertahanan.
Pada aspek penelitian dan pengembangan teknologi, belum optimalnya dukungan
pendanaan serta belum sinerginya lembaga penelitian dan pengembangan dengan industri
pertahanan. Kedua, kendala dalam pengembangan industri pertahanan dan keamanan
dalam negeri juga dialami, yaitu Kondisi geopolitik, Komitmen dan kebijakan penganggaran,
Ketidakpastian dan ketidakberlanjutan produk, Ketersiadaan sumber daya manusia,
Kebutuhan investasi.

Adapun cara yang dapat dilaksanakan sebagai upaya untuk mengatasi kendala dan
kelemahan dalam pelaksanaan sinkronisasi antara industri pertahanan dengan pengguna
adalah pertama, dengan melakukan sinkronisasi antara kebutuhan pengguna dan
penyediaan alutsista TNI yang diproduksi oleh industri pertahanan, agar mendapatkan
saran masukan dan tanggapan mengenai sinkronisasi antar pemangku kepentingan
industri pertahanan guna mendukung penyiapan kebutuhan alutsista TNI sebagai bahan
dalam keputusan dan penempatan kebijakan bagi pimpinan. Kedua, melakukan
pembangunan kemandirian industri pertahanan Indonesia. Kemandirian terutama terkait
tiga hal yaitu kemandirian dalam hal pemeliharaan alat utama sistem pertahanan
(alutsista), pengaruh Indonesia dalam industri global dan kemandirian mutlak berupa
produksi sendiri semua komponen alutsista.

Penutup

Dari beberapa uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Kebijakan
pembangunan pertahanan negara mengarah kepada peningkatan profesionalisme Tentara
Nasional Indonesia (TNI) melalui pemeliharaan alat utama sistem senjata (alutsista).
Kuatnya pertahanan Indonesia ditunjukkkan dengan meningkatnya kekuatan alutsista pada
seluruh matra. Dalam menghadapi tantangan dimasa depan tentunya dibutuhkan kesiapan
alutsista yang mendukung. Dengan adanya kesiapan yang matang dan terperinci tentunya
semua akan terlaksana dengan baik dan sesuai dengan kemajuan teknologi saat ini yaitu
1. Dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas alutsista, sarana dan prasarana TNI, guna
Untuk melaksanakan moderenisasi alutsista saat ini harus mempertimbangkan
keterbatasan kemampuan negara dalam menyediakan anggaran pertahanan dan
keamanan pemerintah, serta dalam rangka mengurangi porsi pinjaman luar negeri dalam
pembangunan nasional. 2. Untuk mendapatkan suku cadang alutsista TNI diharapkan
industri pertahanan dan pemerintah memproduksi dalam negeri, hal tersebut untuk
memanfaatkan sumber daya dalam negeri sendiri. Selain untuk meminimalisir anggaran
negara, tetapi juga memberikan dampak positif buat Indonesia sendiri. 3. melakukan
sinkronisasi antara kebutuhan pengguna dan penyediaan alutsista TNI yang diproduksi oleh
industri pertahanan, agar mendapatkan saran masukan dan tanggapan mengenai
sinkronisasi antar pemangku kepentingan industri pertahanan guna mendukung penyiapan
kebutuhan alutsista TNI sebagai bahan dalam keputusan dan penempatan kebijakan bagi
pimpinan

Saran yang diberikan penulis adalah 1. Konsistensi institusi matra/angkatan dalam


merencanakan material alutsista sesuai dengan Rencana Strategis Jangka Panjang untuk
menjaga postur TNI. 2. Prosedur dan mekanisme pengadaan yang sistemik untuk
mencegah distorsi yang menimbulkan beban kredibilitas dan reputasi institusi akibat
terganggunya akuntabilitas dan transparansi proses pengadaan. 3. Untuk menjamin
tingkat keamanan dan kelancaran dalam mengendalikan perencanaan, pembiayaan, dan
penggunaan alutsista, pemerintah perlu menerapkan kendali terintegrasi terhadap
pelaksanaan pengadaan. 4. Kemandirian industri pertahanan membangun MEF TNI
sangat diperlukan untuk menopang pembangunan kekuatan TNI, agar tidak terjadi badai
politik embargo, kontinuitas dukungan logistik persenjataan dan peralatan militer tetap
berlangsung aman. Demikian tulisan ini dibuat, penulis sadari bahwa masih terdapat
kekurangan yang perlu dibenahi dan dilengkapi demi kesempurnaan tulisan ini serta
diharapkan kritik dan masukan bagi penulis dalam penyempurnaan selanjutnya.

Padalarang , November 2019


Penulis,

AFANDI,. SH
NOSIS.102

Lampiran:

1. Alur Pikir.
2. Daftar Pustaka.
Daftar Pustaka

1. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Inodonesia Nomor 34 Tahun 2011


2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.04/2009 Tanggal 12 Juni 2009
Tentang Pembebasan Bea Masuk Atas !moor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan
Militer dan Kepolisian
3. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 Tentang
Struktur Program Dan Anggaran Pertahanan Negara
4. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Alur Pikir
MODERENISASI ALUTSISTA / RANPUR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN DIMASA DEPAN

Perkembangan dan pengajuan pendanaan


kemajuan teknologi / anggaran terencana Siap menghadapi tantangan
di masa depan
Keterbatasan
anggaran Pinjaman dari dalam
negeri

Rematerialisasi
ALUTSISTA
SAAT INI Suku cadang Modernisasi
Alutsista
Pemanfaatan
SDM

Pengembangan
Sinkronisasi Industri pertahanan
industri
pertahanan
Bekerja sama dengan
dengan user
Pengadaan Alutsista industri pertahanan
dalam negeri

Anda mungkin juga menyukai