ABSTRAK
Di dalam pembangunan industri pertahanan, Indonesia berfokus untuk mewujudkan industri
pertahanan yang mempunyai daya saing tinggi, mempunyai kemampuan yang kuat dan dapat
mendukung pertahanan dan keamanan negara serta mewujudkan kemandirian dengan tidak
tergantung alutsista buatan luar negeri menjadi tujuan utama dalam memenuhi kebutuhan alat
pertahanan sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerja sama Industri
Pendukung khususnya PT Dirgantara Indonesia dan peran pemerintah selaku pembuat
kebijakan dalam mewujudkan kemandirian Industri Pertahanan. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dan menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan data yang
didapat melalui observasi atau pengamatan dan wawancara dengan pejabat terkait dan staf
manajemen dari perusahaan Industri Pendukung. Hasil penelitian menjelaskan bahwa telah
tercipta kerjasama antar Industri Pendukung dan kebijakan Pemerintah yang mendukung
kemandirian Industri Pertahanan, namun implementasinya belum maksimal.
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak diantara dua benua yaitu Asia dan
Australia serta dua samudera yaitu Pasifik dan Hindia, berdasarkan rinciannya mempunyai
luas perairan pedalaman dan perairan kepulauan Indonesia sebesar 3.110.000 Km 2, luas total
perairan dan darat Indonesia sebesar 8.300.000 Km 2, panjang garis pantai Indonesia adalah
108.000 Km dan jumlah pulau kurang lebih 17.504 serta yang sudah dibakukan dan
disubmisi ke PBB adalah 16.056 pulau (Sari, 2019). Dalam kaitan luas wilayah serta melihat
data-data yang ada sekarang ini, Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas harus
memikirkan tentang keberadaan industri pertahanan strategis guna menghadapi berbagai
potensi ancaman dalam mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di dalam pembangunan industri pertahanan, Indonesia berfokus untuk mewujudkan
industri pertahanan yang mempunyai daya saing tinggi, mempunyai kemampuan yang kuat
dan dapat mendukung pertahanan serta keamanan negara. Dalam mewujudkan kemandirian
dengan tidak tergantung alutsista buatan luar negeri menjadi tujuan utama dalam memenuhi
kebutuhan alat pertahanan sendiri. Melakukan pemberdayaan dan pendayagunaan industri
pertahanan dalam negeri merupakan salah satu dari usaha untuk mewujudkan industri
pertahanan yang kuat dan memiliki kemampuan baik dalam memproduksi serta memelihara
alutsista yang dibutuhkan karena tuntutan kebutuhan operasional maupun dalam mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi.
Industri pertahanan strategis yang dipunyai Indonesia diantaranya adalah PT.
Dirgantara Indonesia sebagai industri dalam pembuatan dan pemeliharaan di bidang
kedirgantaraan. Terdapat juga beberapa industri pendukung, namun belum banyak
dimanfaatkan secara nyata dalam penyelenggaraan menuju kemandirian industri pertahanan
nasional. Industri pendukung tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dan belum terwadahi
dalam suatu ikatan yang dapat memajukan industri pertahanan nasional, seperti dalam
pembuatan komponen maupun dalam perawatan alutsista TNI. Melihat dari permasalahan
tersebut, sinergitas antara pemerintah sebagai regulator, TNI sebagai pengguna dan industri
pertahanan dalam negeri sebagai produsen masih belum solid.
Dalam kemandirian industri pertahanan suatu negara yang sepenuhnya, sebenarnya
merupakan hal yang sulit dicapai. Kesulitan negara berkembang dalam mencapai
kemandirian industri pertahanan yang sepenuhnya bahkan lebih besar akibat keterbatasan
sumber daya, termasuk keuangan, teknologi dan infrastruktur. Dalam hal ini, mengenai
kemandirian alat pertahanan seharusnya tidak hanya diartikan sebagai kemandirian dalam
memproduksi alat-alat pertahanan tetapi juga diartikan sebagai kemandirian dalam membeli,
menggunakan dan merawat alat peralatan pertahanan dan keamanan. Adanya kesenjangan
dalam sumber daya dan penguasaan teknologi antara negara produsen dan negara yang
membutuhkan alat pertahanan membuat negara produsen terutama negara kuat memiliki
kontrol atas produk-produk yang dijualnya (Karim, 2014).
Sesuai dengan UU No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pada pasal 50 ayat
1, menyatakan bahwa kemandirian dalam pembuatan alat pertahanan adalah menjadi tujuan
utama yang akan dicapai Indonesia. Undang-Undang tersebut harus bisa dilaksanakan secara
baik dan sesuai dengan komitmen. Pada dasarnya sekarang ini PT. Dirgantara Indonesia
mempunyai kemampuan dalam memproduksi pesawat sayap tetap, komponen pesawat dari
pabrikan Boeing, Airbus, Sukhoi, Helikopter, Simulator Helikopter, Pesawat Terbang Tanpa
Awak (PTTA) dan Hovercraft.
Demikian pula dengan kemandirian perawatan alat pertahanan merupakan wujud dari
kemandirian yang juga dianggap penting. Dalam beberapa kontrak pembelian alat pertahanan
dari luar negeri dan ToT tidak selalu dilaksanakan secara utuh dalam perawatan sehingga
Indonesia akan selalu merawat alat pertahanan secara mandiri. Dalam masa embargo suku
cadang pesawat pada tahun 1999-2005 oleh Amerika Serikat dan Inggris, Indonesia sangat
kesulitan dalam merawat alat pertahanan sehingga alat pertahanan tidak bisa dirawat secara
rutin. Mengingat hal ini maka perlunya adanya kemandirian perawatan alutsista dibarengi
dengan ketersediaan suku cadang dan bantuan pemeliharaan.
Sementara itu ada beberapa industri pendukung dalam hal ini PT Infoglobal adalah
salah satu industri pertahanan swasta yang bergerak dibidang teknologi avionik, pemrosesan
data radar, dan sistem misi pertahanan. Kemampuan dalam membuat komponen seperti MPD
(Multi Purpose Display), RDU (Radar Display Unit), Hudmon (Head Up Display Monitor),
CDU (Control Display Unit) dan PDU (Pilot Display Unit) yang digunakan untuk pesawat
tempur dan pesawat angkut. Pada industri pendukung lainnya seperti PT. FIN Komodo
adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang rekayasa dan teknologi yang telah
berpengalaman dalam bidang design dan analisa pesawat terbang, otomotif, simulator, dan
integrasi sistem otomasi. Sementara itu PT. Nexus Tama Semesta merupakan perusahaan
swasta nasional yang bergerak pada bidang pengembangan dan pembangunan integrasi
sistem, meliputi: simulator sistem, alat komunikasi militer, alat intelijen personal, sistem olah
yudha (wargaming), dan integrasi sistem monitoring pada pesawat Boeing TNI AU. Masih
banyak lagi industri pendukung yang mempunyai kemampuan untuk mendukung dan
menunjang dalam kemandirian industri pertahanan terutama PT. Dirgantara Indonesia.
Kekurangan yang selama ini ada pada PT. Dirgantara Indonesia seperti Transfer of
Technology, sumber daya manusia dan penelitian dapat dipenuhi oleh industri pendukung
tersebut. Keberadaan industri pendukung yang mampu berkolaborasi dengan PT. Dirgantara
Indonesia sangat diperlukan dalam mencapai kemandirian baik dalam pembuatan maupun
pemeliharaan alat pertahanan yang dimiliki TNI saat ini. Sudah terbukti, banyak industri
pendukung bisa melaksanakan hal itu, sehingga diharapkan adanya kolaborasi atau kerja
sama antara PT. Dirgantara Indonesia dengan industri pendukung dapat terlaksana.
Pada abad ke-21 ini telah tercatat adanya peningkatan secara global tentang penguatan
industri pertahanan sejak tahun 1970-1980an. Ini bisa dilihat dengan adanya tren yang sangat
menonjol dalam bentuk kerjasama dan investasi negara- negara di dunia dalam membangun
kemandirian industri pertahanan. Banyak contoh pada negara-negara maju yang memilih
membangun industri pertahanannya dengan kerja sama antar negara lain dan bisa mengurangi
biaya secara signifikan. Hal ini disebabkan karena banyak tren mengenai kebijakan
pengetatan anggaran, peningkatan biaya penelitian dan pengembangan, serta peningkatan
intensitas persaingan di pasar industri pertahanan. Dengan demikian menjadi kontradiksi
karena di satu sisi industri pertahanan dikenal memiliki sifat yang tertutup dan mengandung
unsur penuh rahasia yang tinggi dan berbahaya jika jatuh ke tangan musuh. Interaksi industri
pertahanan antar negara dalam hal ini menjadi semakin kompleks (Witarti & Armandha,
2015). Pada proyek pertahanan kolaboratif yang telah menjadi ciri khas dari kebijakan
industri pertahanan Eropa, dapat dilihat dari kolaborasi antara dua negara atau lebih bisa
menjadi lebih efisien dalam hal pembiayaan industri pertahanan (Hartley & Braddon, 2014).
Peneliti lain menulis tentang sumber daya manusia, kebijakan, strategi dan kerjasama,
antara lain Djarwono, 2017; Grahadi et al., 2018; Hidayat, 2018; Indrawan et al., 2016;
Indrawan, 2018; Karim, 2014; Luerdi et al., 2019; Muradi, 2018; Prasetyo et al., 2015; Setia,
2018; Sugawara et al., 2014; Susdarwono et al., 2020; Tuwanto, 2015; Witarti & Armandha,
2015; Yanuarti et al., 2020. Penelitian-penelitian ini menyatakan bahwa industri strategis
pertahanan yaitu segenap potensi industri nasional, baik pemerintah maupun swasta, yang
keberadaannya sangat penting dan produknya berupa alat peralatan untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara sehingga sedapat mungkin tidak bergantung pada produk
luar negeri.
Peneliti-peneliti lain yang menulis tentang military industrial complex, seperti Ansell
et al., 2019; Cox, 2014a; Dunlap & Dunlap, 2011; Light, 2019. Penelitian-penelitian ini
menyatakan bahwa untuk kemandirian suatu industri pertahanan strategis diharuskan
“merger” antara industri pendukung, sehingga dapat memperkuat industri strategis yang telah
dibangun agar dapat berfungsi sebagai penunjang dalam industri strategis nasional.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti mencoba untuk mengidentifikasi
masalah yang muncul yaitu terdapat kesenjangan antara industri pendukung yang berada di
dalam negeri dan luar negeri. Kesenjangan yang dimaksud itu adalah industri dalam negeri
belum sepenuhnya mendapat perhatian dari pemerintah sementara industri pendukung di luar
negeri mendapat perhatian penuh. Sebenarnya peraturan pemerintah dalam industri
pertahanan sudah jelas tetapi dalam implementasinya belum banyak diterapkan. Industri
pendukung dalam negeri yang selama ini bisa membuat komponen, memproduksi dan
memelihara alpalhankam tetapi belum dimanfaatkan oleh PT. Dirgantara Indonesia. Sehingga
sampai sekarang sebagai industri pertahanan, PT. Dirgantara Indonesia belum bisa mandiri
dalam pembuatan maupun pemeliharaan alat pertahanan. Hal inilah yang menjadi
ketertarikan peneliti dalam membuat suatu penelitian, nantinya dengan adanya kerja sama
atau kolaborasi dengan industri pendukung paling tidak dari segi ToT, sumber daya manusia,
penelitian serta implementasi kebijakan pemerintah dapat membantu dalam rangka
kemandirian PT. Dirgantara Indonesia, sehingga bisa berkontribusi terhadap Air Power
Indonesia. Sehingga penelitian ini mencoba untuk mengangkat isu mengenai industri
pendukung dalam negeri agar dapat dimanfaatkan secara nyata oleh industri strategis agar
kemandiriannya dapat segera tercapai.
Penelitian ini disusun dengan cara berikut. Bagian 2 berisi Tinjauan Pustaka yang
digunakan dalam penelitian ini. Kemudian diikuti oleh Bagian 3, yang menjelaskan Metode
Penelitian. Pada bagian 4, hasil Penelitian dan pembahasan lebih lanjut. Terakhir, Bagian 5
menyimpulkan penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
Industri Pertahanan
Definisi dari Industri pertahanan menurut Office of Technology Assessment (OTA)
Amerika Serikat adalah kombinasi dari kapabilitas manusia, institusi, teknologi, dan
kapasitas produksi yang digunakan secara komprehensif untuk pengembangan dan
pembuatan persenjataan dalam mendukung pengadaan dan pembuatan persenjataan militer
untuk mencapai tujuan kepentingan nasional. Hal ini menunjukkan dua arti strategis;
pertama, pada aspek pengembangan teknologi yang berasal dari laboratorium dianggap
sebagai bagian dari industri pertahanan karena keterkaitannya terhadap pengembangan
teknologi militer. Kedua, dalam aspek produksi dan pemeliharaan dalam industri pertahanan
melalui pengawasan pemerintah terkait dengan aktivitas pembuatan dan perdagangan senjata.
Maka, industri pertahanan berkaitan dengan bidang keamanan nasional, rahasia negara, dan
kemandirian industri pertahanan bertumpu pada teknologi yang dimiliki dan sifat pasar yang
berbeda dengan industri lainnya (Amrullah, 2016).
Dalam hal kemandirian pembuatan, pengembangan dan pemeliharaan alat pertahanan,
dunia industri pertahanan mengalami kenaikan yang signifikan terhadap kerja sama antar
negara di dunia dalam membangun industri pertahanan, bahkan negara maju lebih memilih
membangun industrinya dengan melakukan kerja sama dengan negara lain dari pada
melakukan secara mandiri. Ini terjadi karena tidak lepas dari kebijakan pengetatan anggaran,
biaya penelitian dan pengembangan yang sangat besar dan meningkatnya persaingan industri
pertahanan (Armandha et al., 2017). Sebagi contoh, negara-negara di Eropa dan Amerika
telah melakukan kerja sama dalam bidang industri pertahanan tidak terkecuali Indonesia yang
tengah berupaya dalam membangun kemandirian alutsista dengan meningkatkan kerja sama
regional dan internasional. Idealnya, negara-negara yang terlibat dalam kerja sama
internasional memiliki motivasi biaya (Hartley & Braddon, 2014). Selain itu, transfer
teknologi, spin off atau teknologi militer dapat digunakan sebagai teknologi sipil, multiplier
effect (efek pengganda) terhadap perekonomian, dan proyeksi akan pengembangan industri
pertahanan merupakan manfaat yang dapat diperoleh suatu negara dalam kerja sama industri
pertahanan.
Industri Pendukung
Terdapat dua konsep dalam upaya mewujudkan kemandirian industri pertahanan,
yaitu Konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan dan Konsep Kluster Industri Pertahanan.
Konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan berpedoman hubungan antara Perguruan
Tinggi dan komunitas penelitian dan pengembangan (litbang) sebagai pengembang ilmu dan
teknologi pertahanan; sektor industri/swasta sebagai pendaya guna hasil Iptek pertahanan,
produksi maupun distribusinya; serta TNI sebagai pengguna. Konsep Kluster Industri
Pertahanan dapat diartikan adanya saling ketergantungan dan saling mendukung antara
industri hulu; industri hilir; industri pendukung; dan industri terkait dalam menciptakan daya
saing untuk meningkatkan industri nasional. Keberhasilan upaya perwujudan kemandirian
industri pertahanan sangat bergantung kepada sinergi 3 pilar pelaku industri pertahanan dan
berjalannya konsep kluster di atas pada sektor-sektor industri yang saling mendukung
(Wibowo, 2016).
Penting bagi semua negara untuk mencapai tujuan dalam memiliki industri pertahanan
yang mandiri. Pengelompokan perusahaan pertahanan dan industri pendukung merupakan
alat penting dalam meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional. Pembentukan
kluster yang didukung dengan jaringan antra instansi pemerintah, lembaga publik dan
perguruan tinggi sangatlah penting. Dalam hal ini, pentingnya kluster pertahanan untuk
mencapai industri pertahanan independen yang kuat sangat ditekankan oleh para praktisi dan
akademisi. Di negara maju sudah banyak di bentuk banyak kluster, sedangkan di negara
berkembang masih dalam proses pembangunan kluster ini.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini didesain dengan metode kualitatif dan menggunakan analisis deskriptif.
Metode kualitatif yang memakai teknik analisis deskriptif diterapkan dengan pertimbangan
bahwa masalah yang diteliti memerlukan pendekatan pemahaman terhadap suatu fenomena
yang terjadi dalam upaya kemandirian PT. Dirgantara Indonesia melalui kerjasama dengan
industri pendukung. Dengan melihat bagaimana perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
lain-lainnya yang mengarah kepada upaya dalam mewujudkan model kerjasama untuk
kemandirian PT. Dirgantara Indonesia secara komprehensif.
Data penelitian diperoleh dari pencarian dan pengumpulan data primer serta data
sekunder. Data primer diperoleh dari observasi dan wawancara. Observasi dilakukan dengan
cara mengamati segala aktivitas dan kondisi di PT. Dirgantara Indonesia. Wawancara
dilakukan kepada informan yang ditentukan secara purposif sampling yang berarti
pengambilan sampel secara sengaja dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannnya dan
mempunyai data-data yang lengkap sesuai dengan kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan
penelitian tentang kerjasama yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia. Selain itu, data
sekunder diperoleh dengan mempelajari undang-undang, media, jurnal dan tulisan serta
berbagai literatur baik dari buku, naskah ilmiah dan laporan penelitian terkait.
Informan dalam penelitian ini yang telah ditentukan melalui teknik purposif sampling
adalah
1. pejabat KKIP
2. pejabat Kemhan,
3. pejabat Mabes TNI
4. pejabat Mabes TNI AU
5. industri pendukung yang bisa menjadi mitra dalam mendukung kemandirian PT
Dirgantara Indonesia.
Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif pada prinsipnya berproses
secara induksi-interpretasi-konseptualisasi. Data akan dikumpulkan dan dianalisis setiap
meninggalkan lapangan. Secara umum sebenarnya proses analisis telah dimulai sejak
peneliti menetapkan fokus, permasalahan dan lokasi penelitian, kemudian menjadi intensif
ketika turun ke lapangan melakukan wawancara atau observasi. Dengan demikian catatan
penelitian yang detail dapat berupa data yang lebih mudah dipahami, dicarikan makna
sehingga ditemukan pikiran apa yang tersembunyi di balik cerita mereka (interpretasi) dan
akhirnya dapat diciptakan suatu konsep (konseptualisasi).
KESIMPULAN
Secara umum, walaupun Indonesia telah memiliki industri pertahanan dengan sejarah
yang panjang, namun patut diakui keberadaannya dapat dikatakan belum optimal. Keinginan
untuk memberdayakan Industri Pertahanan Nasional akan dihadapkan pada realita
keterbatasan sumber daya nasional. Untuk bisa bersaing dengan negara lain yang sudah maju,
Industri Pertahanan di dalam negeri perlu melibatkan sejumlah pemangku kepentingan
maupun komponen terkait yang terlibat didalamnya, seperti unsur pemerintah dan non
pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta, produsen material, komponen,
sub-komponen dan sistem integrator, pelaku luar negeri dan dalam negeri. Karena itu
pengembangan Industri Pertahanan membutuhkan upaya dengan pendekatan ganda yang
dilaksanakan dengan serempak dan seirama secara integrasi.
PT. Dirgantara Indonesia terus berupaya dalam mendukung kemandirian Industri
Pertahanan dengan tetap menjalankan Program Strategis Nasional dan berkerjasama dengan
beberapa Indusrti Pendukung lainya. Pemerintah selaku regulator juga telah mengeluarkan
kebijakan-kebijakan, seperti membentuk KKIP yang bertugas dalam mengkoordinasikan
kebijakan nasional yang terkait industri pertahanan dan mengesahkan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan serta Undang-Undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja guna mendukung kemandirian Industri Pertahanan.
Pembangunan kemandirian Industri Pertahanan merupakan agenda yang dicanangkan
oleh pemerintah sejak 2010 lalu. Meskipun begitu, perlu diakui bahwa sejauh ini masih
terdapat tantangan dalam penyelarasan kapasitas industri pertahanan nasional dengan
kebutuhan militer. Meskipun kebijakan Offset dan Transfer of Technology sudah diterapkan
di Indonesia, namun implementasinya belum maksimal dalam mendukung penguasaaan
teknologi pertahanan nasional.
REFERENSI
Adams, G. (2020). Penetrating the Iron Triangle. In The Politics of Defense Contracting (pp.
207–219). Routledge. https://doi.org/10.4324/9780429338304-19
Amrullah, M. R. (2016). Diplomasi Pertahanan Indonesia Terhadap Turki: Studi Kasus
Kerjasama Industri Pertahanan. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 6(1), 151–168.
https://doi.org/10.33172/jpbh.v6i1.299
Ansell, Amy, Cox, & W., R. (2019). The Military-Industrial Complex and U.S. Foreign
Policy: Institutionalizing the New Right Agenda in the Post–Cold War Period. In
Unraveling the Right. https://doi.org/10.4324/9780429503313-10
Armandha, S. T., Sumari, A. D. W., & Rahmadi, H. B. (2017). Ekonomi Politik Kerja Sama
Korea Selatan - Indonesia dalam Joint Development Pesawat Tempur KFX/IFX. Jurnal
Global & Strategis. https://doi.org/10.20473/jgs.10.1.2016.75-94
Cox, R. W. (2014a). The Military-Industrial Complex and US Military Spending After 9/11.
Class Race Corporate Power. https://doi.org/10.25148/crcp.2.2.6092117
Djarwono, L. F. (2017). Pembangunan Industri Pertahanan Indonesia: Menuju Pemenuhan
Target Mef Atau Sekedar Menuju Arm Candy? Defendonesia, 2(2), 25–34.
Dunlap, C. J., & Dunlap, C. J. (2011). The Military-Industrial Complex. 140(3), 135–147.
Grahadi, Animus, Putra, Perdana, Kustana, Tatan, Poespitohadi, & Wibisono. (2018).
Pemberdayaan PT DI Sebagai Industri Pertahanan Srategis Dalam Pemenuhan
Alutsista TNI Angkatan Udara Empowering PT DI AS a Strategic Defense Industry In
The Fulfillment Of Indonesian Air Force Defense Equitment.
http://infopublik.id/read/107004/-membangun-
Hartley, K., & Braddon, D. (2014). Collaborative projects and the number of partner nations.
Defence and Peace Economics, 25(6), 535–548.
https://doi.org/10.1080/10242694.2014.886434
Hidayat, S. (2018). Peningkatan SDM Pertahanan Indonesia Untuk Menghadapi Revolution
In Military Affairs. Jurnal Pertahanan & Bela Negara, 5(1), 45.
https://doi.org/10.33172/jpbh.v5i1.348
Indrawan, J. (2018). Kepemimpinan Berbasis Pemberdayaan Dalam Alih Teknologi: Sebuah
Upaya Meningkatkan Kualitas SDM Pertahanan Indonesia. Jurnal Pertahanan & Bela
Negara, 5(1), 63. https://doi.org/10.33172/jpbh.v5i1.349
Indrawan, Jerry, Widiyanto, & Bayu. (2016). Kebijakan Ofset Daam Membangun
Kemandirian Pertahanan Negara Offset Policy In Building State Defense
Independence. In Jurnal Pertahanan Agustus (Vol. 6, Issue 2).
Karim, S. (2014). Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia.
Light, P. C. (2019). The Government-Industrial Complex. In The Government-Industrial
Complex. Oxford University Press.
https://doi.org/10.1093/oso/9780190851798.001.0001
Luerdi, Marisa, & Hizra. (2019). Civil Participation in Military Innovation : Cooperation
between the Defense Industry of Indonesia and Turkey 2010-2018 Partisipasi Sipil
dalam Inovasi Militer : Kerjasama Industri Pertahanan Indonesia dan Turki 2010-2018.
Global Strategis, 13(2), 17–34.
Muradi, M. (2018). Model Pendanaan Industri Pertahanan Dan Peningkatan SDM. Jurnal
Pertahanan & Bela Negara. https://doi.org/10.33172/jpbh.v5i2.365
Prasetyo, Budi, Triyoga, Berantas, & Sugeng. (2015). Peningkatan Kualitas SDM Di Bidang
Industri Pertahanan Menuju Pertahanan Negara Yang Tangguh Improving The
Quality Of Human Resources InThe Field Of Defense Industry Towards Aformidable
State Defense (Vol. 5).
Sari, D. A. A. (2019). Integrasi Tata Kelola Kebijakan Pembangunan Kelautan
Berkelanjutan. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional.
Setia, A. (2018). Anlisis Kemampuan Daya Saing PT. DI Guna Mendukung Sistem
Pertahanan Negara. http://www.ejournal-academia.org/index.php/renaissance
Sugawara, Etsuko, Nikaido, & Hiroshi. (2014). Properties of AdeABC and AdeIJK efflux
systems of Acinetobacter baumannii compared with those of the AcrAB-TolC system
of Escherichia coli. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 58(12), 7250–7257.
https://doi.org/10.1128/AAC.03728-14
Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Susdarwono, E. T., Setiawan, Ananda, Husna, & Nurul, Y. (2020). Kebijakan Negara Terkait
Perkembangan Dan Revitalisasi Industri Pertahanan Indonesia Dari State Policies
Relating To The Development And Revitalization Of The Indonesian Defence Industry.
Jurnal USM Law Review, 3(1), 155–181.
Tuwanto, P. (2015). Gema Keadilan Edisi Jurnal Politik Pembangunan Industri Pertahanan
Nasional di Era Global (Vol. 2, Issue 1). http://www.infobanknews.com/2014/06/bpk-
alokasi-anggaran-alutsista-tak-relevan-dengan-realisasi/
Wibowo, R. D. (2016). Permasalahan dalam Mewujudkan Kemandirian Industri
Pertahanan. 1(2), 43–48.
Witarti, D. I., & Armandha, T. (2015). Theoretical Study On Defense And Security In The
Era Of Defense Industry Globalisation. In Jurnal Pertahanan Desember (Vol. 5).
http://www.cnnindonesia.com
Yanuarti, Indri, Wibisono, Makarim, Midhio, & Wayan. (2020). Strategi Kerja Sama Indo-
Pasifik untuk Mendukung Pertahanan Negara: Perspektif Indonesia. Jurnal Strategi
Pertahanan Semesta2, 6(1), 41–70