Anda di halaman 1dari 14

Vol. 2(2) Mei 2018, pp.

256-269
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6893 (online)

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN


OLEH ANGGOTA PRAJURIT TNI AD
(Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh)
Dedi Wijaya
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Mohd. Din
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor penyebab anggota prajurit TNI AD melakukan tindak
pidana desersi. Menjelaskan upaya penanggulangan tindak pidana desersi TNI yang dilakukan oleh anggota
prajurit TNI AD. Data dalam penulisan ini melalui penelitian kepustakaan berupa membaca referensi dari buku-
buku, peraturan perundang-undangan, artikel pada surat kabar, Media Internet, sementara penelitian lapangan
dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan. Data tersebut kemudian di analisis dan disusun
secara deskriptif untuk menjelaskan permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, faktor
penyebab terjadinya tindak pidana desersi yaitu faktor mental (psikologi), faktor keluarga, faktor tidak bisa
mengelola keuangan dengan baik (faktor ekonomi), faktor pergaulan (lingkungan). Upaya penanggulangan
terhadap pelaku tindak pidana desersi terdiri dari upaya preventif berupa pengawasan serta penyuluhan hukum
tentang kewajiban dan larangan yang berlaku di lingkungan TNI AD yang sifatnya secara terus-menerus dan
berkelanjutan. Upaya represif berupa penjatuhan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun sampai paling
lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan serta penjatuhan pidana tambahan pemecatan apabila melakukan
pengulangan tindak pidana desersi. Disarankan kepada setiap anggota prajurit TNI AD agar dapat memahami
serta memapatuhi isi dari Sumpah Prajurit, Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI sebagai pedoman sikap dan
berprilaku seorang anggota prajurit TNI AD. Kepada setiap satuan TNI AD wajib mengadakan evaluasi faktor
penyebab terjadinya tindak pidana desersi secara bertahap dan menyeluruh serta pengawasan internal sebagai
salah satu fungsi komando TNI AD. Menindak secara tegas siapa pun anggota TNI AD yang terlibat perkara
tindak pidana dengan ketetentuan hukum yang berlaku.
Kata Kunci: Desersi TNI, Anggota Prajurit.

Abstract - The aims of this article are to explain the factors caused by members of TNI AD doing criminal acts
of desertion. Describes the efforts criminalcombat acts of desertion conducted by members of the TNI soldiers.
The data in this research through reading reference research libraries in the form of books, legislation, articles
in newspapers, Internet Media, while field research done by interviewing respondents and informants. The data
is then in the descriptive analysis and drafted in to explain the problems of research. The results showed that the
causative factors, criminal acts of desertion such as factors of psychology, family, cannot handle finance
management (economic factors), environmental factors.The efforts of countermeasures against the perpetrators
of criminal acts of desertion consists of preventive efforts in the form of supervision and guidance of the law of
obligations and restrictions that apply in the neighborhood of TNI which is continuously and sustainably.
Repressive efforts form the overthrow of imprisonment most short 1 (one) year until most long 2 (two) year 8
(eight) months as well as the overthrow of additional criminal dismissal when doing the repetition of
desertioncriminal acts. It is recommended to each Member of TNI soldiers in order to understand and obey the
contents of a soldier's Oath, SaptaMarga and eight Compulsory TNI as a guide attitudes and conduct that is a
member of the soldiers of TNI. To every unit of them held a mandatory evaluation of the causative factors of
crime desertion gradually and thoroughly as well as internal oversight as one of the functions of the command
of them. Firmly crack down on anyone TNI members AD lawsuit involved a criminal act with the provisions of
applicable law.
Keywords: Soldiers of TNI, TNI Desertion

PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia (RI) adalah negara hukum (rechtstaat) berdasarkan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berarti setiap penduduk,
pejabat, penguasa, aparatur negara termasuk anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan
256
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 257
Dedi Wijaya, Mohd. Din

Darat (TNI AD) wajib tunduk dan taat pada hukum yang berlaku dalam tingkah laku sehari-
hari baik didalam maupun diluar dinas. TNI merupakan bagian dan masyarakat umum yang
dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas pembelaan negara dan bangsa. TNI
sebagai tiang penyangga kedaulatan negara yang bertugas untuk menjaga, melindungi dan
mempertahankan keamanan negara Indonesia.
Agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang berat dan amat khusus
tersebut, seorang anggota prajurit TNI AD dididik, dilatih dan diajarkan kewajiban dan
larangan yang terdapat di dalam kedinasan TNI AD serta mematuhi segala bentuk perintah-
perintah berdasarkan pada undang-undang dan peraturan yang berlaku, sehingga dalam
melaksanakan segala tanggungjawab dan kewajibannya terhadap negara. 1 Dijelaskan dalam
Undang Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI Pasal 7 Ayat (1) :
“Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara”.
Seorang prajurit TNI setelah selesai menjalankan masa pendidikiannya ia juga telah
mengucapkan Sumpah Prajurit sesuai dengan Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 35 Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia:
“Sumpah Prajurit bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang
teguh disiplin keprajuritan bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak
membantah perintah atau putusan bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban
dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara Republik Indonesia
bahwa saya akan memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya”.
Hal tersebut bertujuan untuk mengatur dan memaksa setiap anggota prajurit TNI agar
tetap mematuhi larangan-larangan yang ada serta tetap melaksanakan kewajiban-kewajiban
dari tugas mereka, maka negara membentuk ketentuan hukum khusus yang berlaku bagi
anggota militer TNI.

1
digilib.unila.ac.id/11238/2/bab%201.pdf, diakses 2 Agustus 2016, pukul 12 : 10 WIB.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 258
Dedi Wijaya, Mohd. Din

Dengan demikian setiap anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus tunduk dan
taat terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi militer yaitu Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer
(KUHDM), dan Peraturan Disiplin Militer (PDM) dan peraturan-peraturan lainnya. Peraturan
hukum militer inilah yang diterapkan kepada Tamtama, Bintara, maupun Perwira yang
melakukan suatu tindakan yang merugikan kesatuan, dirinya sendiri, masyarakat umum dan
negara yang tidak terlepas dari peraturan lainnya.
Adapun tindak pidana desersi yang diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan-
Kejahatan pada Bab III Kejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi Seseorang Militer
Untuk Menarik Diri Dari Pelaksanaan Kewajiban-Kewajiban Dinas KUHPM yang berbunyi :
Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer yang berbunyi :
Diancam karena desersi, Militer :
Ke-1, Yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya
darikewajiban-kewajiban dinasnya, dihindari bahaya perang,
menyeberang ke musuh atau memasuki dinas militer padasuatu
negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu.
Ke-2, Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa
ijin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari, dalam waktu perang
lebih lama dari empat hari.
Ke-3, Yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dan karena tidak
ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu
perjalanan yang diperintah.
Ke-4, Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana
penjara maksimum dua tahun delapan bulan.
Ke-5, Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam denganpidana penjara
maksimum delapan tahun enam bulan.
Akan tetapi dalam kenyataannya, masih banyak ditemukan kasus anggota prajurit
TNI AD yang melakukan tindak pidana desersi TNI. Hal tersebut juga tidak luput dari segala
bentuk permasalahan kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial yang dialaminya sehingga
mempengaruhi prilaku pada dirinya yang mengakibatkan tidak lagi disiplinannya dalam
menjalani kewajiban-kewajiban dinas sebagai seorang prajurit TNI AD, sehingga dengan
demikian telah terjadi penyimpangan perilaku seorang anggota prajurit TNI AD terhadap
ketentuan-ketentuan hukum yang diatur dalam KUHPM. Salah satu bentuk permasalahan
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 259
Dedi Wijaya, Mohd. Din

yang harus dihadapi ialah terjadinya perbuatan tindak pidana desersi yang dilakukan oleh
prajurit-prajurit TNI AD berupa melakukan perbuatan menarik dirinya dari pelaksanaan
kewajiban dinasnya.
Kasus tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang tinggi perkaranya
di wilayah hukum Pengadilan MiliterI-01 Banda Aceh. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kepala Pengadilan Militer (Kadilmil) Utama, Mayjen TNI Mulyono bahwa “Iya di seluruh
Indonesia termasuk Aceh, tindak pidana desersi ini masih menjadi kasus tertingi di kalangan
TNI .Baru kemudian disusul kriminal murni lainnya”. Pernyataan tersebut disampaikan
setelah melantik dan serah terima jabatan Kadilmil 1-01 Banda Aceh dari Letkol CHK Budi
Purnomo kepada Letkol Laut (KH) Asep Ridwal Hasyim, di Ruang Sidang Dilmil I-01 Banda
Aceh.
Jumlah perkara tindak pidana desersi yang diadili pada Pengadilan Militer
1-01 Banda Aceh dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 sebanyak 325 perkara. Pada
tahun 2015 dengan rincian sebanyak 143 perkara, rata-rata berpangkat dari Prada (Prajurit
Dua) sampai dengan Serda (Sersan Dua) dan gaji nya berkisar pada angka Rp. 2.500.000,-
(Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sampai dengan Rp. 3.500.000,- (Tiga Juta Lima Ratus
Ribu Rupiah). Sedangkan pada tahun 2016 dengan rincian sebanyak 87 perkara yang rata-rata
juga berpangkat dari Prada (Prajurit Dua) sampai dengan Serda (Sersan Dua) dan gaji nya
berkisar pada angka Rp. 2.500.000,- (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sampai dengan Rp.
3.500.000,- (Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).
Hal tersebut menunjukkan betapa masih tingginya perkara yang diadili oleh
Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh terhadap anggota prajurit TNI AD yang melakukan
tindak pidana desersi. Oleh karena itu, ini merupakan bukti bagaimana masih kurangnya
kesadaran hukum dan kewajiban sebagai seorang anggota TNI AD dalam menjalani tugas
dan menjauhi segala bentuk larangan yang telah diatur KUHPM bagi anggota militer.

METODE PENELITIAN
Data dalam penulisan ini melalui penelitian kepustakaan berupa membaca referensi
dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, artikel pada surat kabar, media internet.
Sementara penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan.
Data tersebut kemudian di analisis dan disusun scara deskriptif untuk menjelaskan
permasalahan penelitian
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 260
Dedi Wijaya, Mohd. Din

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pada kasus tindak pidana desersi yang diadili oleh Pengadilan Militer 1-01 Banda
Aceh dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 sebanyak 325 perkara. Berikut data jumlah
kasus tindak pidana desersi yang dilakukan oleh anggota prajurit TNI AD dari tahun 2015
sampai dengan tahun 2016.

Tabel. 1
Data Jumlah Perkara Tindak Pidana Desersi di Wilayah Hukum
Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh
Jumlah
No. Bulan Tahun Pangkat Gaji
Perkara
Prada (prajurit Rp. 2.500.000,-
dua) (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Januari –
1 2015 s.d. s.d. 143
Desember
Serka Rp. 3.500.000,-
(sersan dua) (Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Prada (Prajurit Rp. 2.500.000,-
Dua) (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Januari –
2 2016 s.d. s.d. 87
Agustus
Serda (Sersan Rp. 3.500.000,-
Dua) (Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Total Perkara 230
Sumber : Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh
Pada tahun 2015 sebanyak 143 perkara, rata-rata berpangkat dari Prajurit daa
(Prajurit Dua) sampai dengan Sersan kepala (Serka) dan gaji nya berkisar pada angka Rp.
2.500.000,- (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sampai dengan Rp. 3.500.000,- (tiga Juta
Lima Ratus Ribu Rupiah).
Mulyono mengatakan faktor utamanya dipicu oleh psikologis prajurit itu sendiri. Soal
rekruitmen, kata dia, sudah berjalan bagus tetapi psikologis prajurit setelah menjadi anggota
TNI AD tidak sesuai dengan sumpah prajurit TNI AD Republik Indonesia. Tambahnya,
tindak pidana desersi juga bukan karena faktor lingkungan saja tetapi juga karena adanya
kelompok-kelompok kriminal. “Bisa dikatakan tidak ada kasus desersi oleh anggota prajurit
TNI di Aceh yang kemudian bergabung dengan kelompok kriminal, tidak ada itu,” tegasnya
pada tanggal 20 Januari hari Rabu, pukul : 12.38 WIB di Kota Banda Aceh.2

2
http://habadaily.com/polhukam/5260/desersi-kasus-tertinggi-di-tubuh-tni.html, diakses 2 Agustus 2016,
pukul 12 : 10 WIB.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 261
Dedi Wijaya, Mohd. Din

1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Desersi


Secara umum, anggota prajurit militer disebut melakukan tindak pidana desersi karena
pergi dengan maksud menarik diri untuk selamnaya dari kesatuan dinasnya, menghindari
bahaya perang, menyeberang ke wilayah musuh dan dengan secara tidak sah masuk dinas
militer negara asing.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 87 KUHPM mengenai tindak pidana
desersi TNI. Aturan tindak pidana desersi TNI yang berdasarkan Pasal 87 KUHPM adalah
suatu perbuatan yang sengaja dilakukan oleh militer dengan tidak hadir lebih dari 30 hari
pada waktu damai dan lebih dari 4 hari waktu perang. Tindak pidana desersi yang dilakukan
oleh anggota TNI AD di Wilayah Hukum Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh dipengaruhi
oleh beberapa faktor.
1. Faktor Mental (Psikologi).
Faktor ketidaksiapan mental untuk menjadi prajurit dengan tingkat disiplin militer
yang tinggi terjadi karena kekeliruan cara pandang awal dalam memilih profesi sebagai
anggota prajurit TNI AD, sehingga pada kenyataannya ternyata tidak semudah yang
dibanyangkan. Disiplin yang tinggi dalam dunia militer menjadi kewajiban para
anggota prajurit TNI untuk patuh pada aturan yang berlaku ditubuh TNI. Hal demikian
terjadi pada diri seseorang anggota TNI yang memiliki latar belakang hidup kurang
disiplin sehingga menjadi sangat berat untuk dilaksanakan. Secara mental (psikologi)
sangat mudah terpedaya oleh keadaan sekelilingnya sehingga menimbulkan keadaaan
yang tidak konsisten atau tidak teguh pada pendiriannya sendiri.
Pada kesempatan berwawancara dengan pelaku tindak pidana desersi TNI
berinisial DLH, pangkat Prada, kesatuan Yonif 116/GS Meulaboh yang dipecat dari
dinas militer karena melakukan tindak pidana desersi berdasarkan putusan Pengadilan
Militer 1-01 Banda Aceh dengan Nomor Putusan : 40-K/PM 1-01/AD/II/2016
tertanggal 12 Agustus 2016, ia mengatakan bahwa sengaja tidak masuk dinas karena
memang dari awal dia tidak begitu ingin untuk menjadi anggota TNI AD namun ia
mengatakan mengikuti tes TNI AD karena mengikuti kehendak orang tua yang juga
berprofesi sebagai TNI AD dan lantas ia berfikir tidak salah untuk mencobanya, namun
ternyata ia tidak sanggup hidup dengan kedisiplinan anggota TNI AD, sehingga ia pun
memilih untuk tidak lagi masuk dinas.3

3
DLH, Pelaku Tindak Pidana Desersi TNI, pangkat Prada, kesatuan Yonif 116/GS Meulaboh,
diwawancarai pada tanggal 18, hari jum’at, pada pukul: 11.00 WIB.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 262
Dedi Wijaya, Mohd. Din

2. Faktor tidak bisa mengelola keuangan dengan baik (faktor ekonomi).


Ketidakharmonisan dalam rumah tangga serta tidak bisa mengelola keuangan
dengan baik antara pemasukan gaji dengan pengeluaran untuk kebutuhan juga menjadi
pemicu timbulnya tindak pidana desersi yang dilakukan oleh anggota prajurit TNI AD.
Suami dan istri yang tidak harmonis dalam membina rumah tangga akan menjadi
persoalan pribadi ketika suami atau istri anggota prajurit TNI AD dalam menjalankan
tugas menjadi tidak nyaman dan tidak tenang. Keadaan demikian dapat mempengaruhi
dirinya untuk pergi meninggalkan urusan dinas militer dengan maksud untuk
menenangkan diri di tempat lain. Tidak semua orang dapat membedakan atau
memisahkan persoalan rumah tangga dengan persoalan urusan perkerjaan.
Jika seorang anggota prajurit TNI AD tidak dapat memisahkan kedua urusan ini,
maka hal tersebut akan dapat mengganggu kedinasannya, sedangkan seorang anggota
prajurit TNI AD yang dapat mengendalikan dirinya dari persoalan rumah tangga
dengan tugas dinas militernya, maka tindak pidana desersi pun dapat terhindarkan.
Adapun kesempatan berwawancara dengan pelaku tindak pidana desersi TNI
berinisial nama JN, Pangkat Praka, kesatuan Yonkav II/Serbu yang juga dipecat dari
dinas militer berdasarkan Putusan Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh berdasarkan
Nomor Putusan 130-K/PM 1-01/AD/III/2015 tertanggal 18 Mei 2015. Ia menjelaskan
bahwa alasan melakukan tindak pidana desersi tidak lain dikarenakan ada masalah
dengan istrinya yang telah membuatnya tidak betah untuk bersabar dan hubungan nya
dengan istrinya pun sudah tidak lagi harmonis sehingga memutuskan untuk pergi dari
rumahnya meninggalkan istri dan juga dinasnya sebagai anggota prajurit TNI AD. 4
3. Faktor pergaulan (Lingkungan).
Kebiasaan hidup yang terlalu tinggi yang disebabkan pada kepribadian anggota
prajurit TNI AD menyebabkan ia dipengaruhi oleh keinginannya sendiri. Hal tersebut
harus dipahami oleh setiap anggota parjuti TNI bahwa penghasilan TNI tidak terlalu
tinggi. Adapun pengaruh kebiasaan hidup dilingkungan baik perumahan, dikomplek,
pergaulan atau di kota yang berebeda dengan kebiasaan hidup seseorang yang tinggal
dipinggiran kota atau pedesaan. Lingkungan demikian harus dipahami oleh setiap calon
prajurit TNI AD agar menyesuaikan kehidupan sebelum menjadi prajurit dengan
kehidupan saat sudah resmi menjadi prajurit TNI AD. Hal ini sangat berbeda antara

4
JN, Pelaku Tindak Pidana Desersi TNI, Pangkat Praka, kesatuan Yonkav II/Serbu, diwawancarai pada
tanggal 16 November 2016, hari jum’at, pada pukul: 11.00 WIB
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 263
Dedi Wijaya, Mohd. Din

aturan disiplin yang diterapkan pada lingkungan militer dengan kondisi aturan yang
diterapkan diluar lingkungan militer, sebab hal ini menunjukan bagaimana cara sikap
dan tingkah laku kedisiplinan sebagai seorang prajurit TNI AD itu dalam segi apapun.
Namun juga tidak bisa dikesampingkan apabila kebiasaan tersebut sudah menjadi
tabiat seseorang dan ada kalanya sulit untuk ditinggalkan. Desersi yang disebabkan
oleh faktor-faktor diatas bukan hanya mencoreng nama pribadi saja, akan tetapi juga
menodai lembaga TNI. Pada aturan TNI sendiri, sikap tegas selalu dikedepankan oleh
anggota prajurit militer sebagai fungsi komando untuk menjaga martabat prajurit
dengan penegakan hukum yang berdisiplin tinggi. Maka bagi setiap anggota prajurit
TNI harus menyesuaikan gaji dengan dilingkungan pergaulannya sehingga hal-hal
tersebut tidak menjadi salah satu faktor terjadinya tindak pidana desersi.
Adapun juga kesempatan berwawancara dengan pelaku tindak pidana desersi TNI
berinisial DN, pangkat Sertu, kesatuan Kudam IM yang juga dipecat dari dinas militer
berdasarkan Putusan Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh berdasarkan Nomor Putusan
240-K/PM 1-01/XII/2015 tertanggal 21 Juni 2016. Ia menjelaskan bahwa alasan
melakukan tindak pidana desersi dikarenakan masalah perekonomian. Ia merasa masih
kurang gaji yang ia peroleh dari penghasilan sebagai anggota prajurit TNI AD dan juga
dikarenakan tingginya keinginan yang ingin dicapai akan tetapi tidak diimbangi dengan
pendapat yang ia peroleh.5

2. Upaya dalam Menanggulangi Terjadinya Tindak Pidana Desersi


Sistem peradilan pidana atau criminal justice system merupakan suatu mekanisme
kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem.
Pada sistem peradilan pidana terdapat komponen-komponen peradilan pidana yaitu terdiri
dari Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan. Tujuan diadakannya sistem
peradilan pidana menurut Abdussalam dan DPM Sitompul adalah
1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.
2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah di pidanakan.

5
DN, Pelaku Tindak Pidana Desersi TNI, pangkat Sertu, kesatuan Kudam IM, diwawancarai pada tanggal
25 November 2016, hari jum’at, pada pukul: 15.00 WIB.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 264
Dedi Wijaya, Mohd. Din

3. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak lagi


mengulanginya.6
Sementara itu pada sistem peradilan pidana militer terdapat kesamaan dengan sistem
peradilan pidana, dimana terdapat juga komponen-komponen peradilan pidana yaitu terdiri
dari Kejaksaan yang disebut dengan Oditur Militer, Lembaga Kehakiman disebut Lembaga
Kehakiman Militer dan Lembaga Permasyarakatan disebut dengan Lembaga
Permasyarakatan Militer yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997
tentang Peradilan Militer.
Pada tindak pidana desersi TNI yang dilakukan oleh oleh anggota prajurit TNI AD,
upaya penanggulangan itu ada pada, Oditur Militer dan Lembaga Kehakiman Militer. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 2 (dua) lembaga ini mempunyai tugas dan wewenang dalam
upaya penegakan serta upaya penanggulangan tindak pidana desersi dan tindak pidana
lainnya diatur dalam KUHPM.
Pada kesempatan wawancara dengan penyidik Oditur Militer Banda Aceh, W.
Marpaung. Beliau menjelaskan peran dan upaya Oditur Militer yang fungsinya sebagai
penuntut umum telah dilaksanakan sesuai dengan KUHPM dan KUHAM, yaitu memberikan
pemidanaan seberat-beratnya kepada pelaku tindak pidana desersi TNI sesuai dengan
perbuatan dan kesalahannya. Pada penerapan hukumannya, beliau menjelaskan tergantung
pada motif terhadap sebab-sebab terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh pelaku tindak
pidana desersi TNI.
Motif ini sangat berpengaruh sebagai pertimbangan kami sebagai oditur militer, sebab
motif tersebut dapat berpengaruh terhadap berat ringan nya suatu tuntutan yang akan kami
tuntut hingga sampai ke pengadilan terhadap pelaku tindak pidana desersi. Tindak pidana
desersi sendiri termasuk ke dalam kategori tindak pidana berat dalam lingkungan TNI AD.
Pada hakikatnya kedisiplinan anggota prajurit TNI AD terutama menyangkut
kehadiran dalam menjalani tugas baik itu saat kondisi damai maupun saat kondisi perang,
bagi anggota prajurit TNI AD ini sangat penting, sebab hal tersebut menjadi tugas pokok bagi
semua anggota prajurit militer TNI AD. kedisiplinan terutama kehadiran ini merupakan
simbol kesetiaan anggota prajurit TNI AD terhadap lemabaga TNI, bangsa dan negara
Republik Indonesia. Apabila simbol kesetiaan ini sudah diabaikan oleh anggota prajurit TNI
AD.

6
Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Restu Agung, Jakarta, 2007.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 265
Dedi Wijaya, Mohd. Din

Maka hal tersebut sudah melawan aturan hukum dan tata tertib yang berlaku
dilingkungan TNI, serta seorang anggota prajurit TNI AD harus menjadi panutan dan suri
tauladan bagi masyarakat dalam bagaimana menjalani kedisplinan itu dan juga kita
menunjukkan bahwa anggota prajurit itu harus bersih dari segala perbuatan pidana. Oleh
sebab itu dalam pelaksanaannya bagi pelaku tindak pidana desersi selain dikenakan pidana
pokok juga dikenakan pidana tambahan yang menurut hemat saya ini merupakan hukuman
yang sangat berat dilingkungan TNI yaitu dikenakan hukuman pemecatan atau diberhentikan
dari anggota prajurit TNI AD.
Diharapkan dengan penjatuhan hukuman tambahan berupa pemecatan mampu
mengurangi atau mengurungkan niat oknum anggota prajurit TNI AD untuk melakukan
tindak pidana desersi dan juga ini menjadi upaya efek penjeraan bagi pelaku tindak pidana
desersi serta menjadi pelajaran untuk anggota prajurit TNI AD yang lainnya.
Beliau juga menambahkan hal yang menjadi hambatan penanggulangan bagi pelaku
tindak pidana desersi TNI adalah kepada anggota prajurit TNI AD selama ini masih ada yang
tidak mematuhi dasar aturan yang berlaku di lingkungan TNI yaitu Sapta Marga, Sumpah
Prajurit, 8 (delapan) Wajib TNI yang merupakan nafas prajurit dalam menjalani tugas militer
TNI AD. Jadi hal tersebut yang menjadi sumber besar timbulnya tindak pidana desersi TNI.
Adapun alur penyidikan, penyelidikan dan penahanan pelaku tindak pidana desersi,
yaitu apabila ditemukan oleh Ankum (atasan yang berhak menghukum) dari setiap satuan
TNI AD yang berupa lembar Absensi selama lebih dari 30 hari tidak masuk dinas militer. r
Ini menjadi bukti utama dalam penangkapan dan penahanan kasus tindak pidana desersi, lalu
dilimpahkan kepada Polisi Militer agar dilakukan penyidikan, penyelidikan, serta penahanan,
lalu dilimpahkan kepada Oditur Militer untuk dilakukan penyidikan, penyelidikan serta
penuntutan dan setelah itu berkas langsung dilimpahkan kepada Pengadilan Militer untuk
diadili, diperiksa dan diputuskan sesuai perbuatan dan kesalahan dari pelaku tindak pidana
desersi TNI berdasarkan KUHPM dan KUHAM. 7
Adapun kesempatan wawancara dengan WAKA DILMIL Pengadilan Militer 1-01
Banda Aceh, Asril Siagian, dalam hal ini memberikan keterangan sebagai informan. Beliau
menjelaskan sebagaimana tugas dan wewenang hakim militer yaitu memeriksa, mengadili
dan memutuskan. Menurut beliau kasus tindak pidana desersi merupakan salah satu kasus
pidana tertinggi yang ditangani oleh Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh.

7
W. Marpaung, Penydik Oditur Militer Banda Aceh, diwawancarai pada tanggal 5 Desember 2016, hari
senin, pukul : 10.00 WIB, di Kantor Oditur Militer Banda Aceh.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 266
Dedi Wijaya, Mohd. Din

Pada penanganan kasus tindak pidana desersi oleh hakim Pengadilan Militer 1-01
Banda Aceh selama ini telah berpedoman berdasarkan KUHPM dan KUHAM yang berlaku
di pengadilan militer. Upaya penanggulangan tindak pidana desersi yang kami putuskan tidak
hanya mengedepankan prinsip sanksi hukum itu harus mutlak, tetapi setiap sanksi hukum
juga harus memberikan rasa keadilan terhadap siapaun itu, sesuai perbuatan dan kesalahan
yang ia perbuat.
Hal tersebut yang sangat penting harus dikedepankan dalam penanganan tingginya
tindak pidana desersi ada pada pengawasan secara internal dari satuan masing-masing serta
juga adanya pembinaan hukum secara berkala, agar supaya kesadaran hukum dari anggota
prajurit militer itu tinggi mengenai hak dan kewajibannya serta hal-hal yang menyangkut
sanksi hukum yang ada dilingkungan militer TNI.
Upaya penanggulangan berupa memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana
desersi sudah dilakukan seperti pidana pokok paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama
selama 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan penjara dan juga dikenakan penjatuhan pidana
tambahan berupa pemecatan atau diberhentikan dari anggota prajurit TNI AD.
Menurut informan, setiap satuan TNI AD juga memiliki upaya pencegahan dan
penanggulangan tindak pidana desersi. Informan menambahkan bentuk upaya pencegahan
dan upaya penanggulangan secara umum tersebut terdiri dari :
1. Apel Pagi
Kegiatan pagi ini berupa evaluasi dan pengarahan dari komandan satuan
yang selalu dilaksanakan pada setiap pahi hari sekitar pukul : 07.00 WIB dan
pada hari senin setelah upacara selesai. Kegiatan apel pagi ini menjadi agenda
rutin sesaat sebelum aktifitas dinas dilaksanakan. Apel pagi ini bersifat wajib
kepada seluruh anggota di masing-masing kesatuan TNI AD, sebab kegiatan ini
bertujuan untuk mengevaluasi seluruh kinerja anggota prajurit TNI AD serta
adanya pengarahan penting dari komandan yang dirasa perlu untuk disampaikan
kepada anggota kesatuannya. Selain itu juga terdapat buku absensi bagi setiap
anggota prajurit TNI AD yang hadir maupun yang tidak mengikuti apel pagi.
2. Jam Komandan
Kegiatan evaluasi khusus ini agendanya tergantung kepada komandan itu
sendiri. Jam komandan ini maksudnya adalah pengarahan kepada seluruh anggota
prajurit kesatuannya yang bentuk nya itu berupa saran, perintah, teguran-teguran
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 267
Dedi Wijaya, Mohd. Din

agar selalu patuh dan taat terhadap tugas kedinasan serta hukum yang berlaku
dilingkungan militer TNI AD.
Adapun tambahan dari informan mengenai hambatan dalam penanganan kasus tindak
pidana desersi yaitu sumber utamanya berasal pada diri anggota prajurit TNI AD itu sendiri.
Selama ini masih ada anggota prajurit TNI AD yang kurang memahami dan memaknai isi
dari Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan 8 (delapan) Wajib TNI yang merupakan nafas seorang
prajurit serta pedoman dasar dalam menjalankan pengabdian terhadap bangsa dan negara
dalam menjalani tugas militer TNI.
Menurut informan, dalam sistem aturan yang berlaku di lingkungan militer,
ketidakhadiran anggota prajurit TNI melebihi dari 30 hari tanpa adanya pemberitahuan
kepada komandan ini merupakan tindak pidana yang berat dan hukumannya berupa pidana
penjara sampai pemidanaan yang paling berat yakni pidana tambahan berupa pemecatan dari
dinas militer, pemberian sanksi tersebut sesuai dengan hakikat dan akibat tindak pidana
desersi TNI. Sementara diluar sistem aturan militer, perbuatan ketidakhadiran melebihi dari
30 hari ini tidak ditentukan sebagai suatu kejahatan yang berat.
Oleh karena itu dalam kedinasan TNI, seorang anggota prajurit militer dituntut kesiap-
siagannya ditempat kedinasannya dengan kondisi apapun tanpa terkecuali. Tanpa itu sukar
diharapkan kepada seorang anggota prajurit TNI AD yang mampu menjalankan tugasnya
dengan baik sebagai benteng terakhir dalam menjaga kedaulatan, keamanan dan keutuhan
negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari serangan ataupun ancaman negara-negara
lain.8

KESIMPULAN
Faktor-faktor penyebab tingginya kasus tindak pidana desersi yaitu faktor mental
(psikologi), faktor tidak bisa mengelola keuangan dengan baik (faktor ekonomi), faktor
keluarga, dan faktor pergaulan (lingkungan) terutama yang berpangkat Prada (Prajurit Dua)
sampai dengan Serda (Sersan Dua).
Upaya penanggulanganya terhadap tindak pidana desersi terdiri dari :
a. Upaya preventif berupa pengawasan serta penyuluhan hukum tentang kewajiban dan
larangan yang berlaku di lingkungan TNI AD yang sifatnya itu terus menerus dan
berkelanjutan.

8
Asril Siagian, Hakim Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh, diwawancarai pada diwawancarai pada
tanggal 12 Desember 2016, hari senin, pukul : 10.00 WIB, di Pengadilan Militer 1-01 Banda Aceh.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 268
Dedi Wijaya, Mohd. Din

b. Upaya represif berupa pemidanaan bagi pelaku tindak pidana desersi TNI melalui
peradilan militer diajatuhi pidana penjara paling singkat 1 (satu) 2 (dua) tahun 4 (empat)
bulan penjara. Berat dan ringan suatu putusan hakim, tergantung pada motif kejahatan
yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana desersi TNI. Adapun penjatuhan pidana
tambahan berupa pemecatan kepada pelaku tindak pidana desersi TNI, apabila
melakukan pengulangan tindak pidana desersi TNI, alasan-alasan atau keterangan pribadi
dari pelaku yang dianggap hakim tidak jelas dan melakukan
2 (dua) tindak pidana secara bersamaan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Restu Agung, Jakarta, 2007.

Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan teori Peradilan (Judicial Prudence),
Kencana, Jakarta, 2009.

A.S. Alam dan Amir Ilyas, Pengantar Kriminologi¸ Pustaka Refleksi, Makassar, 2010.

B.Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja, Alumni Bandung, 1984.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005.

Dellyana, Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988.

Edwin Sutherland, Azas-azas tentang kriminologi, Alumni Bandung, 1973.

Haryo Sulistryanto, Pertanggungjawaban Pidana Anggota Militer TNI Yang Melakukan


Tindak Pidana Desersi, Pesfektif, Surabaya, 2011.

Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Ichtiar baru van Hoeven, Jakarta, 1984.

Kansil, C.S.T. dan Cristine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita,
Jakarta, 2004.

Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, Rajawali, Jakarta, 1983.

Made Darma Weda, Kriminologi, Remaja Karya, Bandung, 1987.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rieneka Cipta, Jakarta, 1993.

Moch. Faisal Salam, Peradilan Militer di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1994.
JIM Bidang Hukum Pidana : Vol.2, No.2 Mei 2018 269
Dedi Wijaya, Mohd. Din

Muhammad Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1994.

Moch. Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1994.

Munir Fuady, Sosiologi Hukum Kontemporer, Pustaka Setia, Bandung, 2007.

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo


Persada, Jakarta, 2004.

Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,
Bandung, 1993.

Soejono D. Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), 1976.

Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan I, Rajawali Pers Jakarta, 1981.

W.J.S. Perwarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1961

2. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer

Undang-undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit

Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai