Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya.
Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw. yang
telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan
bahasa yang sangat indah.
Penulis merasa sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang diberi judul
Peradilan Militer. Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menjelaskan tentang
pengertian, dasar hukum, tugas dan wewenang dari peradilan militer.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Daud Rismana, S.H.I., M.H., Dr.
Selaku pembimbing Mata Kuliah Sistem Peradilan di Indonesia dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat penulis butuhkan
guna memperbaiki makalah ini dilain waktu.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kata militer dari kata miles yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti
seseorang yang dipersenjatai atau disiapkan untuk melakukan pertempuran-
pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan keamanan
Negara. Untuk menjaga keutuhan dari kedaulatan suatu negara, maka kekuatan militer
mutlak diperlukan oleh setiap negara, kekuatan militer juga meupakan sebuah
identitas negara tersebut.
Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara Indonesia
merupakan faktor yang sangat hakiki dalam kehidupan bernegara, yaitu menjamin
kelangsungan hidup negara Indonesia. Alat negara yang mempunyai peran dan tugas
penting dalam rangka penyelenggaraan sistem pertahanan negara adalah militer,
dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia.
Dalam rangka mendukung dan menjamin terlaksananya peran tugas TNI
tersebut, maka telah diadakan dan di berlakukan peraturan-peraturan khusus yang
hanya berlaku bagi prajurit TNI, di samping peraturan-perarturan yang bersifat umum.
Peraturan-peraturan yang bersifat khusus dan hanya berlaku bagi prajurit TNI inilah
yang dikenal dengan hukum militer.
Salah satu peraturan yang bersifat khusus dan hanya berlaku bagi prajurit TNI
adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang di
dalamnya mengatur ketentuan mengenai eradilan yang berwenang mengadili
(yurisdiksi peradilan) terhadap prajurit Tni yang melakukan tindak pidana. Ketentuan
mengenai yurisdiksi peradilan terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana,
ketentuan mengenai yurisdiksi peradilan terhadap prajurit TNI yang melakukan tidnak
pidana tersebut terdapat dalam Pasal 9 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1997 yang pada dasarnya menegaskna bahwa peradilan yang berwenang mengadili
prajurit TNI yang melakukan tindak pidana adalah Peradilan Militer.1
Negara Republik Indonesia memiliki dua sistem peradilan pidana permanen
untuk yustisiabel yang berbeda, yaitu peradilan pidana untuk orang sipil dan peradilan
militer untuk militer yang masing-masing memiliki yurisdiksi dan yustisiabel yang
berbeda. Masing-masing lingkungan peradilan tersebut memiliki kompetensi dan
wewenang mengadili yang berdiri sendiri dan terpisah satu sama lain.
Masing-masing memiliki kompetensi absolut, sehingga secara mutlak satu
lingkungan peradilan tidak boleh dimasuki dan dicampuri oleh lingkungan peradilan
yang lain. Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Militer (juga Peradilan Agama
dan Peradilan Tata Usaha Negara) masing-masing berdiri sendiri dengan fungsi dan
wewenang mutlak, tidak bisa dicampuri oleh lingkungan peradilan yang lain.
Keberadaan peradilan militer diperlukan mengingat pada asalnya TNI juga
merupakan manusia sosial biasa yang tidak luput dari berbagai kesalahan yang telah
diperbuatnya dalam kehidupan sehari-hri baik pada saat dinas maupun di luar dinas.
1
Al Araf, dkk, 2007,Reformasi Peradilan Militer di Indonesia, Jakarta: Imparsial.
Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan
bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan
kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan Negara.
Dipandang dari segi hukum, maka anggota militer mempunyai kedudukan
yang sama dengan anggota masyarakat biasa, artinya bahwa sebagai warga negara,
baginya pun berlaku semua ketentuan hukum yang berlaku, baik hukum pidana,
perdata, acara pidana dan acara perdata. Perbedaannya terlihat hanya karena adanya
beban kewajiban yang lebih banyak dimandatkan oleh negara kepada TNI dari pada
masyarakat biasa dalam hal pertahanan negara.2
2
Moch. Faisal Salam, 1994,Peradilan Militer Indonesia, Bandung: Mandar Maju.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sudikno Mertokusumo, 2010, Mengenal Hukum, Penerbit Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
mengadili perkara tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit atau yang disamakan
dengan prajurit dan mengadili sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
4
Moch. Faisal Salam, 2006, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.
tetapi agar tidak melanggar kedaulatan negara asingmaka asas ini menggunakan
batas-batas tertentu, yaitu yang berhubungan dengan :
a. Kesetiaan yang diharapkan dari seseorang warga negara terhadap Negara dan
Pemerintahnya.
b. Kesadaran dari seseorang warga negara untuk tidak melakukan suatu tindak
pidana diluar negeri dimana tindakan itu merupakan kejahatan ditanah air;
c. Diperluas dengan pejabat-pejabat (pegawai negeri) yang pada umumnya
adalah warga negara yang disamping kesetiaannya sebagai warga negara, juga
diharapkan kesetiaannya sebagai tugas/jabatan yang dipercayakan kepadanya.
Dalam KUHP tidak memberi pengertian yang otentik siapa yang dimaksud
dengan pejabat (pegawai negeri) akan tetapi batasan dalam pasal 92 ayat (3) KUHP
berbunyi : “Semua anggota angkatan perang juga dianggap sebagai pejabat. Dengan
demikian, KUHP juga diberlakukan kepada anggota angkatan perang, anggota
Angkatan Bersenjata, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Militer,
selain itu juga dikenal peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi militer yaitu
wetboek van Militair Strafrecht (W.v. M.s.)/Stb.1934 Nomor 167 jo UURI Nomor 39
Tahun 1947, yang diterjemahkan menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Militer (KUHPM).
Pemberlakuannya sama halnya dengan pemberlakuan dalam hukum di
Indonesia, apabila KUHPM sebagai hukum pidana materiil, maka Undang undang
Nomor 6 Tahun 1950 jo Undangundang Nomor 1 Drt Tahun 1958 tentang Hukum
Acara Pidana Militer yang kemudian diperbaiki dan dituangkan dalam Bab IV dari
pasal 264 Undang-undang tentang Peradilan Militer, sedangkan Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1997 berlaku sebagai hukum pidana formil. Hukum Militer
Indonesia mempunyai landasan, sumber-sumber dan cakupan yang sejalan dengan
hukum nasional.
Demi kepastian hukum maka untuk mencegah kevakuman hukum pada awal
kemerdekaan, maka melalui pasal peralihan Undang-undang Dasar 1945 dan
Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1945, maka W.v.M.S. yang berlaku di negeri
Belanda dan Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Militer disingkat KUHDM
dinyatakan masih berlaku di Republik Indonesia dengan beberapa perubahan-
perubahan, pengurangan dan penambahan terhadap kedua undang-undang tersebut
dalam UU Nomor 39 dan 40 pada tahun 1947. Undang-undang pelaksanaan dari
KUHPM yang dibuat pada tahun 1946, diperbaharui pada tahun 1950 dengan UU Drt.
Nomor 16 Tahun 1959 jo UURI Nomor 5 Tahun 1950 LN Nomor 52 Tahun 1950
tentang susunan dan kekuasaan Peradilan dan kejaksaan dalam Lingkungan Peradilan
Militer.
Hal paling baru yang tidak ada pada ketentuan-ketentuan sebelumnya adalah
masalah sengketa Tata Usaha ABRI dan menggabungkan perkara gugatan ganti rugi
dalam perkara pidana sehingga memuat materi lebih luas dari pada ketentuan-
ketentuan sebelumnya. Berkaitan penerapannya diatur dengan peraturan pemerintah
selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak undang-undang ini diundangkan (pasal 353),
dan sampai saat ini setelah 3 (tiga) tahun undang-undang ini diundangkan, peraturan
pemerintah sebagaimana dimaksud belum dikeluarkan. Pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer terdiri dari:
1) Pengadilan Militer.
2) Pengadilan Militer Tinggi.
3) Pengadilan Militer Utama.
4) Pengadilan Militer Pertempuran.