Anda di halaman 1dari 26

RANGKUMAN

SISTEM PERADILAN INDONESIA

PERADILAN MILITER INDONESIA

Disusun Oleh:
Teofilus Dendro Laksmanajati (190710101284)

Dosen Pengampu:
Edi Wahjuni,S.H,M.Hum.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS HUKUM
2019

1
HALAMAN JUDUL ........................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ............................................................................ 4

BAB II PENGERTIAN,TUJUAN,DAN AZAS – AZAS


UMUM PERADILAN MILITER

a. Pengertian Peradilan Militer ....................................................... 6


b. Tujuan Undang Undang Peradilan Militer ................................. 7
c. Azaz azaz Peradilan Militer ........................................................ 9

BAB III KEDUDUKAN DAN SUSUNAN BADAN PERADILAN


MILITER DALAM TATA PERADILAN DI INDONESIA
a. Kedudukan Peradilan Militer dan Tata Peradilan Militer di
Idonesia……………………………………………………… 11
b. Kewenangan Peradilan Militer ………………………………. 13
c. Macam macam Peradilan Militer
1. Pengadilan Militer……………………………………...13
2. Pengadilan Militer Tinggi……………………………...13
3. Pengadilan Militer Utama……………………………...13
4. Pengadilan Militer Pertempuran ………………………13
d. Tugas dan Wewenang Peradilan Militer ………………………14

BAB IV MEKANISME DALAM PERADILAN MILITER


a. Proses Pemeriksaan & Bagan
1. Penyidikan………………………………………………………..17
2. Penyerahan Perkara……………………………………………....17
3. Pemeriksaan sidang Pengadilan ………………………………….18
3a. Penahanan…………………………………………………….18
3b. Pemanggilan…………………………………………………..18
3c. Pemeriksaan dan Pembuktian…………………………………18

2
4. Pemeriksaan Terdakwa…………………….……………………..19
5. Pemeriksaan Barang Bukti………………………………………..20
b. Tata Cara Penuntutan Pidana (Requisitor) dan Pembelaan (Pledoi)…..21
c. Putusan Pengadilan……………………………………………………22

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku………………………………………………...………25
Sumber Jurnal………………………………………………………..26

3
BAB I
Pendahuluan

Pengadilan dan peradilan sekilas terlihat sama. Namun,keduanya adalah


dua hal yang berbeda dan memiliki tujuan pokok fungsi yang berbeda pula. Oleh
karena itu sebelum membahas mengenai apa itu peradilan militer,kita seharusnya
mengerti terlebih dahulu perbedaan antara peradilan dan pengadilan serta badan
peradilan yang diakui di Indonesia.

Pada dasarnya, berdasarkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun


2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) -yang
merupakan landasan hukum sistem peradilan negara dan mengatur tentang
peradilan dan pengadilan pada umumnya- tidak mendefinisikan istilah peradilan
dan pengadilan secara khusus.

Namun Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Kekuasaan Kehakiman setidaknya


mengatur bahwa peradilan dilakukan “Demi keadilan berdasarkan keTuhanan
Yang Masa Esa” dan peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila.

Sedangkan, istilah pengadilan disebut dalam Pasal 4 UU Kekuasaan


Kehakiman yang antara lain menjelaskan bahwa pengadilan mengadili menurut
hukum dengan tidak membeda-bedakan orang dan pengadilan membantu pencari
keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem


peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Bentuk dari sistem
Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang
resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

1
Sedangkan peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang
dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus
dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum
“in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata
yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan
dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural
yang ditetapkan oleh hukum formal.

1
Sianturi,SR. Hukum Pidana Militer di Indonesia
(Jakarta : Alumni AHM-PTHM,1995)

4
Dari kedua uraian diatas dapat dikatakan bahwa, pengadilan adalah
lembaga tempat subjek hukum mencari keadilan, sedangkan peradilan adalah
sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses
mencari keadilan itu sendiri.”

Menilik pada badan peradilan dibawah Makamah Agung yang meliputi


badan peradilan dalam lingkungan (Pasal 25 UU Kekuadaan Kehakiman) terdapat
4 peradilan di Indonesia yang diakui secara sah, yaitu :
1. Peradilan umum
2. Peradilan agama
3. Peradilan militer
4. Peradilan tata usaha negara

5
BAB II
PENGERTIAN,TUJUAN,DAN AZAS – AZAS UMUM
PERADILAN MILITER

A. Pengertian Peradilan Militer

Peradilan militer merupakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di lingkungan


angkatan bersenjata. Untuk menegakan hukum dan keadlan dengan
memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.
Oditurat merupakan badan pelaksana kekuasaan pemerintahan negara di bidang
penuntukan dan penyidikan dilingkungan angkatan bersenjata berdasarkan
pelimpahan dari panglima dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara.

Pengadilan Militer berdidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana


pada tingkat pertama dengan satu orang hakim ketua, dua orang hakim anggota,
dihadiri oleh satu orang oditur militer, dan dibantu oleh satu orang Panitera.

Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang


melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang
berkaitan dengan tindak pidana militer. Pengadilan militer terbagi menjadi
beberapa pengadilan tingkat antara lain :
 Pengadilan militer
 Pengadilan militer tinggi
 Pengadilan militer utama
 Pengadilan militer pertempuran

6
B. Tujuan Undang Undang Peradilan Militer

Sistem peradilan miiter diciptakan/dibentuk sebagai peradilan pembeda


antara sipil dengan oknum pemerintah. Hukum militer dari suatu negara
merupakan sub sistem hukum dari negara tersebut,karena militer itu adalah bagian
dari suatu masyarakat atau bangsa yang melakukan tugas dan weenang khusus
yang kata lainnya adalah bertempur
2
Militer sebagai suatu komuniti mempunyai budaya tersendiri yang
terpisah dari budaya masda doktrin masyarakat pada umumnya,missal budaya
bahwa setiap bawahan harus hormat pada atasan. Contoh lain yaitu budaya rela
mati untuk membela negara. Selain itu ada doktrin to kill or not to killed dan
memang orang militer dilatih untuk itu.3 Prinsipnya budaya hukum di lingkunagan
militer harus dilihat dari sikap prajurit itu sendiri dalam keseharian. Dunia militer
memiliki budayanya sendiri maka militer juga memiliki hukumnya sendiri
disamping hukum yang bersifat umum. Dalam ranhka penegakan hukum
dilingkungan militer tersebut,dibutuhkan peradilan militer tersendiri tidak hanya
menegakan hukum militer murni tapi juga hukum umum yang juga berlaku bagi
militer. Upaya penegakan hukum melalui pengadilan militer merupakan upaya
terakhir (ultimatum remidium) jika upaya pembinaan disiplin dan penegakan
hukum disiplin yang dilakukan para komandan sudah tidak mampu
mangatasinya.
Terkait dengan sistem peradilan pidana, bahwa sistem peradilan pidana
bisa diartikan sebagai sebuah jaringan interkoneksi yang melibatkan seluruh
komponen sub sistem peradilan pidana dalam menanggulangi kejahatan.pemikiran
ini tidak bersifat spesifik dalam arti tidak merujuk kepada satu sistem peradilan
pidana ( peradilan umum maupun militer). Oleh karena itu, mengingat kejahatan
bisa dilakukan oleh setiap orang baik sipil maupun militer, maka membuka celah
bahwa dua sistem peradilan militer dan umum bisa dijadikan Satu.
Secara yuridis eksistensi peradilan militer dimuat dalam pasal 24 aya (2)
UUD 1945 amandemen keempat yang berbunyi “kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah makamah agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkup peradilan umum,lingkunagn peradilan agama,lingkungan peradilan
militer,lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah makamah
konstitusi.

2
Soegri S.H.,dkk. 30 “Tahun Perkembangan Peradilan Militer di Indonesia”
(Jakarta : CV. Indra Djaya,1975)
3
Soegri S.H.dkk 31 “Tahun peradilan Militer di Indonesia)
(Jakarta : CV. Indra Djaya,1975)

7
Peradilan militer merupakan peradilan khusus baik obyek maupun
subyeknya yaitu golongan rakyat tertentu (prajurit TNI atau yang dipersamakan).
Kemudian pasal 1 dan 2 KUHPM mengatakan penerapan KUHP ke dalam
KUHPM dan orang orang yang tunduk kepada peradilan miliyter yang melakukna
tindak pidana dan tidak tercantum dalam KUHPM diterapkan KUHP.
4
Menurut Soegiri,ada beberapa alasan mengapa perlu dibentuk peradilan
militer yang beridir sendiri terpisah dari peradilan umum,yaitu :
1. Adanya tugas pokok yang berat untuk melindungi,membela,dan
mempertahankan integritas serta kedaulatan bangsa dan negara yang jika
diperlukan dengan kekuatan senjata dan cara berperang
2. Diperlukan organisasi yang istimewa dan pemeliharaan serta pendidikan
yang khusus berkenaan dengan tugas pokok mereka yang penting dan
berat
3. Diperkenankannya mempergunakan alat alat senjata dan mesiu dalam
pelaksanaan tugas yang dibebankan padanya.
4. Diperlukannya dan diperlakukannya terhadap mereka aturan serta norma
hukum yang keras,berat,dank has serta didukung sanksi sanksi yang berat
juga sebagai sarana pengawasan dan pengendalian terhdap setiap anggota
militer agar bersikap dan bertindak sesuai apa yang dituntut oleh tugas
pokok

4
Soegri S.H.dkk 37 “Tahun peradilan Militer di Indonesia)
(Jakarta : CV. Indra Djaya,1975)

8
C. Azas Azas Umum Peradilan Militer

Hukum acara pada peradilan militer yang diatur dalam Undang-undang ini
disusun berdasarkan pendekatan kesisteman dengan memadukan berbagai konsepsi
hukum acara pidana nasional yang antara lain tertuang dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 dan konsepsi Hukum Acara Tata Usaha Negara yang tertuang
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 dengan berbagai kekhususan acara
yang bersumber dari asas dan ciri-ciri tata kehidupan Angkatan Bersenjata
5
Berdasarkan undang-undang nomor 14 tahun 1970 tanpa mengabaikan asas
dan ciri-ciri tata kehidupan militer sebagai berikut:

a.Asas Kesatuan Komando


Dalam kehidupan militer dengan struktur organisasinya, seorang komandan
mempunyai kedudukan sentral dan bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan
dan anak buahnya. Oleh karena itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan
perkara dalam penyelesaian perkara pidana dan berkewajiban untuk menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang diajukan oleh anak buahnya
melalui upaya administrasi.
Sesuai dengan asas kesatuan komando tersebut di atas, dalam Hukum Acara Pidana
Militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan. Namun dalam
Hukum Acara Pidana Militer dan Hukum Acara Tata Usaha Militer dikenal adanya
lembaga ganti rugi dan rehabilitasi.

b.Asas Komandan Bertanggung Jawab Terhadap Anak Buahnya


Dalam tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi Angkatan Bersenjata, komandan
berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan pelatih, sehingga seorang komandan
harus bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya.

c.asas kepentingan militer.


Untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, kepentingan militer
diutamakan melebihi daripada kepentingan golongan dan perorangan. Namun,
khusus dalam proses peradilan kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan
kepentingan hukum.

5
Tambunan,ASS. Hukum Militer Indonesia,Suatu pengantar
(Jakarta : Pusat Studi Hukum Militer STHM,2005)

9
Asas-asas dalam persidangan adalah sebagai berikut :

1. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Ini adalah merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004


tentang Kekuasaan Kehakiman khususnya Pasal 5 ayat (2).

2. Praduga Tak Bersalah

Terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 “Setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan, wajib dianggp tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

3. Asas Oportunitas
6
Menurut Z. Abidin “Asass hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut
umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang
atau korporasi yang telah menunjukan delik demi kepentingan umum.”

6
Ibid, hlm. 20

10
BAB III
KEDUDUKAN DAN SUSUNAN BADAN PERADILAN
MILITER DALAM TATA PERADILAN DI
INDONESIA

A. Kedudukan Peradilan Militer Dalam Tata Peradilan di


Indonesia
Secara yuridis eksistensi peradilan militer dimuat dalam Pasal 24 ayat (2)
UUD 1945 amandemen keempat yang berbunyi : kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkunagan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usahan Negara dan oleh sebuah mahkamah
Konstitusi.

Peradilan militer merupakan peradilan khusus baik obyek maupun


subyeknya yaitu golongan rakyat tertentu (prajurit TNI atau yang dipersamakan).
Kemudian pasal 1 dan 2 KUHPM mengatakan penerapan KUHP ke dalam KUHPM
dan orang-orang yang tunduk kepada peradilan militer yang melakukan tindak
pidana dan tidak tercantum dalam KUHPM diterapkan KUHP.

Keberadaan/eksistensi peradilan militer memang harus dipertahankan,


tetapi permasalahannya apakah lingkup kewenangannya tetap mengadili
pelanggaran tindak pidana umum dan tindak pidana militer yang dilakukan oleh
prajurit TNI atau hanya mengadili tindak pidana militer, sedangkan tindak pidana
umum yang dilakukan oleh prajurit TNI dilakukan di peradilan sipil/umum.
7
Ketetapan MPR RI Nomor VII/2000 khususnya Pasal 3 ayat (4) huruf a
berbunyi: ”Prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal
pelanggaran pidana umum. Kemudian RUU Perubahan Undang-undang Nomor 31
tahun 1997 tentang peradilan militer menghendaki bahwa tindak pidana yang
dilakukan oleh prajurit TNI diadili di peradilan umum.”
Peradilan Militer tersebut, merupakan peradilan tersendiri terpisah dari
Peradilan Umum, sebagaimana terdapat dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-
Undang No. 14 Tahun 1970, sebagai berikut :
Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan
khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan-
golongan rakyat tertentu. Sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat
pada umumnya mengenai baik perkara perdata, maupun perkara pidana.

7
Hukum Militer,Volume I No.2 Nopember 2007,
(Jakarta : Pusat Studi Hukum Militer STHM,2007)

11
Militer (Prajurit TNI) merupakan golongan rakyat tertentu, bukan rakyat
pada umumnya, dan Peradilan Militer, sampai saat ini masih dioperasikan untuk
mengadili perkara (tindak) pidana. Sedangkan bagi PNS TNI yang melakukan
tindak pidana berkaitan dengan tugas/jabatannya di lingkungan organisasi TNI
belum dapat diadili di Peradilan Militer, mengingat belum ada peraturan
perundang-undangan yang menyebutkan secara tegas. Oleh karena itu akan dibahas
secara singkat menyangkut filosofi PNS TNI, latar belakang keberadaannya, dan
yurisdiksi Peradilan Militer

12
B. Kewenangan Peradilan Militer
UU 31 Th 1997 Kompetensi Absolut --- Pasal 9 Pengadilan dalam lingkungan
peradilan Militer berwenang : 1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah :
a. Prajurit (Definisi prajurit Pasal 1 angka 42) b. Yang b. Yang berdasarkan
berdasarkan UU dipersamakan dipersamakan dg prajurit prajurit c. Anggota suatu
golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai
prajurit berdasarkan UU d. Seseorang yang tidak masuk gol. Pada huruf a,b,c.
tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menkeh harus diadili oleh
suatu pengadilan di Lingkungan Peradilan Militer 2. .... 2. Memeriksa,
memutuskan dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata Pasal
1.35 3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi

C. Macam Peradilan Militer


1. Pengadilan Militer

Susunan persidangan Pengadilan Militer untuk memeriksa dan memutuskan


perkara pidana pada tingkat pertama adalah 1 orang Hakim Ketua dan 2 orang
Hakim Anggota yang dihadiri 1 orang Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi dan
dibantu 1 orang Panitera.

2. Pengadilan Militer Tinggi

Susunan persidangan Pengadilan Militer Tinggi untuk memeriksa dan memutus


perkara pidana pada tingkat pertama adalah 1 orang Hakim Ketua dan 2 orang
Hakim Anggota yang dihadiri 1 orang Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi dan
dibantu 1 orang Panitera.

3. Pengadilan Militer Utama

Susunan persidangan Pengadilan Militer Utama untuk memeriksa dan memutus


perkara sengkata Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat banding adalah 1
orang Hakim Ketua dan 2 orang Hakim Anggota dan dibantu 1 orang Panitera.

4. Pengadilan Militer Pertempuran

Susunan persidangan Pengadilan Militer Pertempuran untuk memeriksa dan


memutus suatu perkara pidana adalah 1 orang Hakim Ketua dengan beberapa
Hakim Anggota yang keseluruhannya selalu berjumlah ganjil, yang dihadiri 1
orang Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 orang Panitera.

13
D. Tugas dan Wewenang Peradilan Militer

8
Menurut UU. No 37 mengenai Peradilan militer mempunyai wewenang
memeriksa dan memutus perkara pidana terhadap kejahatan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh anggota militer.
Kekuasaan pengadilan militer dalam menanggapi sebuah pelanggaran pidana
dibedakan sebagai berikut.

a. Kekuasaan pengadilan militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama


perkara pidana yang terdakwanya adalah:
1) Prajurit yang berpangkat kapten ke bawah.
2) Yang berdasar undang-undang dipersamakan dengan prajurit.
3) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau
dianggap sebagai prajurit berdasarkan UU kepangkatan kapten ke bawah.
4) Seorang yang tidak termasuk yang dipersamakan dengan prajurit atau anggota
suatu golongan atau jawatan atau badan yang tidak dipersamakan atau tidak
dianggap sebagai prajurit berdasarkan UU yang harus diadili oleh pengadilan
militer.

b. Kekuasaan pengadilan militer tinggi berwenang untuk:


1) Pada tingkat pertama:
a) Memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah:
(1) Prajurit atau salah satu prajurit yang berpangkat mayor ke atas;
(2) Seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana yang berdasarkan UU
dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau yang
dipersamakan UU yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya termasuk
tingkat kepangkatan mayor ke atas; (3) Terdakwanya seorang yang atas keputusan
panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer dalam hal ini oleh pengadilan
militer tinggi;

b) Memeriksa dan memutus serta menyelesaikan sengketa tata usaha militer.


2) Pada tingkat banding; memeriksa dan memutus perkara pidana yang telah
diputuskan oleh pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan
banding.
3) Pada tingkat pertama dan terakhir, memutus sengketa kewenangan mengadili
antara pengadilan militer dalam daerah hukumnya.

c. Kekuasaan pengadilan militer utama


1) Pada tingkat banding memeriksa dan memutuskan perkara

8
Tiarsen Buaton,Peradilan Militer dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia,dalam jurnal Hukum
Militer Volume I no 2Nopember 2007

14
pidana yang telah diputus pada tingkat pertama oleh pengadilan militer tinggi
yang dimintakan banding, dan sengketa tata usaha militer yang pada tingkat
pertama telah diputus oleh pengadilan militer tinggi yang dimintakan banding.

9
2) Pada tingkat pertama dan terakhir mengenai berikut.

a) Sengketa mengenai wewenang mengadili antara


(1) Pengadilan militer yang berkedudukan di daerah hukum pengadilan militer
yang berlainan;
(2) Pengadilan militer tinggi;
(3) Pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer.

b) Sengketa perbedaan pendapat antara perwira penyerah perkara dengan oditur


(penuntut umum) tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum.

c) Fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan di pengadilan militer,


pengadilan militer tinggi, dan pengadilan militer pertempuran, tingkah laku dan
perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya.

d. Kekuasaan pengadilan militer pertempuran memiliki kekuasaan untuk


memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang
dilakukan oleh:
1) Prajurit atau yang berdasarkan UU dipersamakan dengan prajurit.
2) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau
dianggap sebagai prajurit berdasarkan UU.
3) Seseorang yang tidak termasuk golongan tersebut, tetapi atas keputusan
panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Peradilan militer adalah peradilan yang mengadili anggotaanggota atau TNI yang
meliputi angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara. Anggota kepolisian
sekarang ini tidak tunduk pada peradilan militer tetapi pada peradilan umum.

9
Tiarsen Buaton,Peradilan Militer dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia,dalam jurnal Hukum
Militer Volume I no 2Nopember 2007

15
BAB IV
MEKANISME DALAM PERADILAN MILITER

A.Proses Pemeriksaan

16
1. Penyidikan
10
Yaitu terdiri dari atasan yang Berhak Menghukum, Polisi Militer, dan Oditur
(pasal 69 UU No 31/1997). Seorang Penyidik berwenang melakukan
penangkapan. Penangkapan terhadap Tersangka di luar tempat kedudukan Atasan
yang Berhak Menghukum yang langsung membawahkannya dapat dilakukan oleh
penyidik setempat di tempat Tersangka ditemukan, berdasarkan permintaan dari
Penyidik yang menangani perkaranya. Pelaksanaan penangkapan dilakukan
dengan surat perintah (pasal 75 UU No 31/1997)
Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah,
penggeledahan pakaian, atau penggeledahan badan dan penyitaan. Pelaksanaan
penyitaan dilakukan dengan surat perintah.
Dalam penyelidikan, Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat
lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan
komunikasi atau jawatan atau pengangkutan apabila benda tersebut dicurigai
dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang
sedang diperiksa (pasal 96 UU No 31/1997)
2. Penyerahan Perkara
11
Perwira yang menyerahkan perkara adalah Panglima, Kepala Staf Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Darat, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laut, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, dan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Panglima selaku Perwira Penyerah Perkara tertinggi melakukan pengawasan dan
pengendalian penggunaan wewenang penyerahan perkara oleh Perwira Penyerah
Perkara lainnya. Berdasarkan pendapat hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 125 ayat (1), Perwira Penyerah Perkara mengeluarkan:
a. Surat Keputusan Penyerahan Perkara;
b. Surat Keputusan tentang Penyelesaian menurut Hukum Disiplin Prajurit; atau
c. Surat Keputusan Penutupan Perkara demi kepentingan hukum.

10
Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia,Edisi Kedua (Jakarta : Sinar Grafika,2015

11
Marpaung,Leden. Proses Penaganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan)

17
12
3. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
a. Persiapan Persidangan
Dilakukan sesudah Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi menerima
pelimpahan berkas perkara dari Oditurat Militer/Oditurat Militer Tinggi, Kepala
Pengadilan Militer/Kepala Pengadilan Militer Tinggi segera mempelajarinya,
apakah perkara itu termasuk wewenang Pengadilan yang dipimpinnya.

b. Penahanan
Dalam pemeriksaan sidang tingkat pertama pada Pengadilan Militer/Pengadilan
Militer Tinggi, Hakim Ketua berwenang:
1) Apabila Terdakwa berada dalam tahanan sementara, wajib menetapkan apakah
Terdakwa tetap ditahan atau dikeluarkan dari tahanan sementara;
2) Guna kepentingan pemeriksaan, mengeluarkan perintah untuk menahan
Terdakwa paling lama 30 ( tiga puluh) hari.
c. Pemanggilan
Oditur mengeluarkan surat panggilan kepada Terdakwa dan Saksi yang memuat
hari, tanggal, waktu, tempat sidang, dan untuk perkara apa mereka dipanggil.
Surat panggilan harus sudah diterima oleh Terdakwa atau Saksi paling lambat 3
(tiga) hari sebelum sidang dimulai. Apabila yang dipanggil di luar negeri,
pemanggilan dilakukan melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat orang
yang dipanggil itu biasa berdiam.
d. Pemeriksaan dan Pembuktian
Dalam pemeriksaan Terdakwa yang tidak ditahan dan tidak hadir pada hari sidang
yang sudah ditetapkan, Hakim Ketua meneliti apakah Terdakwa sudah dipanggil
secara sah. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, Hakim Ketua menunda
persidangan dan memerintahkan supaya Terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada
hari sidang berikutnya. Terdakwa ternyata sudah dipanggil secara sah tetapi tidak
datang di sidang tanpa alasan yang sah, Hakim Ketua memerintahkan supaya
Terdakwa dihadirkan secara paksa pada sidang berikutnya.

12
Marpaung,Leden. Proses Penaganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan)

18
Apabila Terdakwa lebih dari 1 (satu) orang dan tidak semua hadir pada hari
sidang, pemeriksaan terhadap yang hadir dapat dilangsungkan. Panitera mencatat
laporan dari Oditur mengenai pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) kemudian menyampaikannya kepada Hakim Ketua (UU No. 31 tahun
1997 pasal 142)

4. Pemeriksaan Terdakwa :
13
1) Pemeriksaan Terdakwa dimulai setelah semua Saksi selesai didengar
keterangannya.
2) Apabila dalam suatu perkara terdapat lebih dari seorang Terdakwa maka Hakim
Ketua dapat mengaturnya menurut cara yang dipandangnya baik, yaitu :
a) Memeriksa Terdakwa seorang demi seorang dengan dihadiri oleh Terdakwa
lainnya,
b) Memeriksa seorang Terdakwa tanpa dihadiri Terdakwa lainnya, Terdakwa
yang tidak sedang didengar keterangannya diperintahkan untuk dibawa keluar
sidang.
3) Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa segala hal yang dipandang perlu
untuk memperoleh kebenaran materiil.
4) Setelah Hakim Ketua selesai mengajukan pertanyaan-pertanyaan, ia
memberikan kesem-patan kepada Hakim-Hakim Anggota, Oditur Penuntut Umum
dan Penasihat Hukum secara berturut-turut untuk mengajukan pertanyaan kepada
Terdakwa.
5) Hakim Ketua menjaga supaya tidak diajukan pertanyaan yang tidak dibenarkan
kepada Terdakwa seperti:
a) Pertanyaan yang menjerat ;
b) Pertanyaan yang bersifat sugestif ;
c) Pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan perkara yang bersangkutan.
d) Pertanyaan yang tidak patut.

13
Marpaung,Leden. Proses Penaganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan)

19
5. Pemeriksaan barang bukti :
14
1. Setelah pemeriksaan semuai Saksi dan Terdakwa selesai, Hakim Ketua
memperlihatkan kepada Terdakwa semua barang bukti dan menanyakan
kepadanya apakah ia mengenal benda itu serta menanyakan sangkut paut benda
itu dengan perkara untuk memperoleh kejelasan tentang peristiwanya.
2. Bila dipandang perlu barang bukti dapat juga diperlihatkan sebelum
pemeriksaan semua Saksi dan Terdakwa selesai.
3. Jika ada sangkut pautnya dengan Saksi tertentu, barang bukti itu diperlihatkan
juga kepada Saksi yang bersangkutan.
Berkenaan dengan alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. keterangan terdakwa;
d. surat; dan
e. petunjuk.
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
e. Penuntutan dan Pembelaan
Sesudah pemeriksaan dinyatakan selesai, Oditur mengajukan tuntutan pidana.
f. Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Rugi
Apabila suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan
perkara pidana oleh Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi menimbulkan
kerugian bagi orang lain, Hakim Ketua atas permintaan orang itu dapat
menetapkan untuk menggabungkan perkargugatan ganti rugi k epada perkara
pidana itu.
g. Musyawarah dan Putusan
Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182
ayat (5), Hakim mengadakan musyawarah secara tertutup dan rahasia.
Pelaksanaan musayawarah didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu

14
Marpaung,Leden. Proses Penaganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan)

20
yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
Pada dasarnya putusan dalam musyawarah Majelis Hakim merupakan hasil
permufakatan secara bulat. Dalam pelaksanaan musyawarah Majelis Hakim,
Hakim Anggota yang termuda (dalam kepangkatan) memberikan pandangan,
pendapat dan saran urutan pertama disusul oleh Hakim Anggota yang lain, dan
Hakim Ketua memberikan pandangan, pendapat dan saran urutan terakhir.
Pelaksanaan pengambilan putusan dalam musyawarah Majelis Hakim dicatat
dalam Buku Himpunan Putusan. Apabila tidak terdapat mufakat bulat, pendapat
yang berbeda dari salah seorang Hakim Majelis dicatat dalam Berita Acara
Musyawarah Majelis Hakim.

B. Tata Cara Tuntutan Pidana (Requisitoir) dan Pembelaan


(Pledoi):

15
Sebagaimana di singgung di atas dalam tuntutan dan pembelaan prosedurnya
adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan (Requisitoir), Pledooi dan duplik disiapkan dalam bentuk tertulis.
2. Apabila Hakim Ketua berpendapat bahwa pemeriksan terhadap Terdakwa,
Saksi-saksi, barang-barang bukti dan alat-alat bukti lainnya telah selesai maka
Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan selesai kemudian memberi kesempatan
kepada Oditur Penuntut Umum untuk membacakan tuntutannya.
3. Apabila Oditur Penuntut Umum belum siap, sidang ditunda untuk memberikan
waktu kepada Oditur Penuntut Umum untuk menyusun tuntutan.
4. Oditur Penuntut Umum membacakan tuntutannya dengan sikap berdiri, kecuali
jika Hakim Ketua menentukan lain. Pada waktu Oditur Penuntut Umum
membacakan tuntutannya Terdakwa berdiri dengan sikap sempurna, Terdakwa
berdiri dengan sikap sempurna menghadap Hakim Ketua. Setelah selesai
membacakan tuntutan Oditur Penuntut Umum menyerahkan kepada Hakim Ketua,

15
Marpaung,Leden. Proses Penaganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan)
Bagian Pertama Edisi Kedua (Jakarta : sinar grafika,2015)

21
Terdakwa atau Penasihat Hukumnya masing-masing satu eksemplar.
5. Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada Terdakwa dan atau Penasihat
Hukum untuk menanggapi tuntutan Oditur. Pembelaan dapat dibacakan oleh
Terdakwa dan Penasihat Hukum secara sendiri-sendiri atau hanya oleh Penasihat
Hukum saja. Setelah selesai dibacakan naskah pembelaan (Pledooi) diserahkan
kepada Hakim Ketua dan Oditur Penuntut Umum masing-masing satu eksemplar,
pembacaan pledooi dibacakan dengan sikap berdiri, apabila dibacakan oleh
Terdakwa ia berdiri di sebelah kanan kursi Penasihat Hukum.
6. Terhadap pembelaan dari Terdakwa dan atau Penasihat Hukum, Oditur
Penuntut Umum dapat mengajukan jawaban (replik) selanjutnya Terdakwa atau
Penasihat Hukum dapat me-ngajukan duplik.
7. Dalam hal mengajukan pidana berdasarkan asas kesatuan penuntutan terutama
mengenai perkara berat, sayogyanya Oditur Penuntut Umum mengadakan
konsultasi dengan Kabaotmil atau Orjen TNI sebelum tuntutan dalam sidang.

C. Putusan Pengadilan
16
1. Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa terbukti bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka Pengadilan
menjatuhkan pidana.
17
2. Apabila ternyata Terdakwa tidak terbukti bersalah sebagaimana didakwakan
kepadanya, maka Pengadilan memutus bebas dari segala dakwaan. Apabila
ternyata Terdakwa terbukti bersalah tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada Terdakwa, maka Pengadilan memutus lepas dari segala tuntutan hukum.
3. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Pada waktu putusan pemidanaan/pembebasan/pelepasan diucapkan, harus diikuti
dengan ketukan palu satu kali.

16
Marpaung,Leden. Proses Penaganan Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan)
Bagian Pertama Edisi Kedua (Jakarta : sinar grafika,2015)

17
Suatu Kajian dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Berdasarkan UUD 1945 dalm jurnal
hukum militer vol. 1 no 1
(Jakarta : pusat studi hukum milliter,STHM,Februari 2006)

22
4. Besarnya biaya perkara yang dibebankan kepada Terdakwa hendaknya
memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.KMA/155/X/1981 tanggal
19 Oktober 1981.
5. Apabila Terdakwa diputus bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala
tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan kepada negara dengan kata lain
Terdakwa tidak dipungut biaya perkara.
6. Dalam hal Terdakwa dan atau Oditur Penuntut Umum mengajukan permohonan
banding, Panitera membuat Akte permohonan banding.
Apabila sidang Pengadilan akan ditutup karena pemeriksaan dan proses
pengadilan telah selesai, Hakim Ketua mengucapkan putusan.
7. Petikan putusan diberikan kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya segera
setelah putusan dijatuhkan. Salinan putusan diberikan kepada Oditur sedangkan
kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya diberikan atas permintaan. Petikan
putusan dan salinan putusan dikirimkan kepada Babinkum TNI dan Kadilmiltama
pada kesempatan pertama.
8. Panitera membuat Berita Acara Sidang yang memuat segala kejadian di sidang
yang ber-hubungan dengan pemeriksaan itu, juga memuat hal-hal yang penting
dari keterangan Terdakwa, saksi dan ahli, kecuali jika Hakim ketua menyatakan
bahwa ini cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan
permulaan dengan menyebutkan perbedaan yang terdapat antara yang satu dengan
yang lainnya.
9. Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, Panitera
membuat Akte putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
disampaikan kepada Terdakwa dan Oditur serta yang berkepentingan. Akte
tersebut dan petikan putusan merupakan dasar pelaksanaan putusan Hakim.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan
a. Bahwa putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap,
pelaksanaannya dilakukan oleh Oditur yang untuk itu Panitera mengirimkan
salinan putusan kepadanya.
b. Mendahului salinan putusan sebagaimana yang dimaksud diatas, Oditur
melaksananakan putusan pengadilan berdasarkan petikan putusan.

23
c. Pelaksanaan pidana mati dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan tidak dimuka umum.
d. Pidana penjara atau kurungan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan
Militer atau ditempat lain menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Dalam hal Terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi
pidana penjara atau sejenis, sebelum menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu,
pidana tersebut mulai dijalan kan dengan pidana yang dijatuhkan terlebih dahulu.
f. Apabila Terpidana dipecat dari dinas keprajuritan, pidana (sudah BHT)
sebagaimana di-maksud diatas dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Umum.
g. Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, pelaksanaannya dilakukan
dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut
ketentuan Undang-undang Nomor 31 tahun 1997.

24
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2015).

Penyidikan dan Penuntutan. Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015)

HM Rasyid Ariman, Fahmi Raghib, Hukum Pidana. (Malang : Setara Press,


Tahun 2015).

Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan &


Penyidikan). Bagian Pertama, Edisi Kedua. (Jakarta : Sinar Grafika, 20140.

Satjipto Raharho, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis (Yogyakarta:


Genta
Publishing, 2009).

Sianturi, SR. Hukum Pidana Militer di Indonesia (Jakarta : Alumni AHM-


PTHM,1985)

Soegiri SH, dkk. 30 Tahun Perkembangan Peradilan Militer di Negara Republik


Indonesia (Jakarta : CV. Indra Djaya, 1976).

Tambunan, ASS. Hukum Disiplin Militer, Suatu Kerangka Teori (Jakarta: Pusat
Studi
Hukum Militer STHM, 2005).
Hukum Militer, Volume I No.2 Nopember 2007, (Jakarta : Pusat Studi Hukum

________________

25
Jurnal :
Harkristuti Harkrisnowo, “Kewenangan Penyidikan atas Pelanggaran
Hukum oleh Anggota Polri: Kini dan Esok,” (Makalah disampaikan pada
Seminar Sehari Militer, Polisi dan Penegakan Hukum di Indonesia, yang
diselenggarakan oleh Yayasan Studi Perkotaan dan Jurnal Urbania Jakarta,
13 Februari 2001).

Junitin Nainggolan, Peradilan Koneksitas dalam

https://www.scribd.com/doc/75761256/Peradilan-Koneksitas#

Parluhutan Sagala, Kedudukan Peradilan Militer dalam Sistem Hukum


Indonesia.
Suatu Kajian dalam Penyelenggaran Kekuasaan Negara Berdasarkan UUD
1945 dalam Jurnal Hukum Militer Vol. 1 No. 1 (Jakarta: Pusat Studi Hukum
Militer, STHM, Pebruari 2006).

Tiarsen Buaton, Peradilan Militer dalam Kekuasaan Kehakiman di


Indonedia, dalam

Jurnal Hukum Militer Volume I No.2 Nopember 2007.

26

Anda mungkin juga menyukai