Anda di halaman 1dari 9

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAKUAN

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2020/2021


Mata Kuliah : Hukum Pidana Militer
Semester/Kelas : V/EF GH
Hari/Tanggal : Selasa/19 Januari 2021
Waktu : 13.00-14.15 WIB
Dosen Penguji : Sapto Handoyo DP, S.H., M.H.
Jabatan Akademik : Lektor

Soal/Pertanyaan :

1. Jelaskan pengertian Justisiabel Peradilan Militer! Siapa saja yang termasuk


dalam Justisiabel Peradilan Militer!
2. Jelaskan perbedaan kewenangan yang dimiliki oleh Pengadilan Militer (Dilmil)
Tingkat Pertama dengan Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti)! Sebutkan contoh
lokasi Dilmil dan Dilmilti yang ada di Indonesia!
3. Sebut dan jelaskan jenis-jenis pidana tambahan dalam KUHPM! Mengapa di
dalam KUHPM tidak diatur tentang sanksi pidana denda? Jelaskan!
4. Jelaskan secara singkat tata cara pelaksanaan hukuman mati di lingkungan
Peradilan Militer!
5. Jelaskan bagaimana pelaksanaan pidana penjara bagi terpidana militer
setelah memperoleh vonis Hakim di Pengadilan Militer yang telah berkekuatan
hukum tetap/mengikat!
6. Jelaskan pengertian tindak pidana militer! Apa perbedaan antara tindak
pidana militer murni dengan tindak pidana militer campuran!
7. Salah satu contoh dari tindak pidana militer adalah tindak pidana desersi.
Jelaskan pengertian tindak pidana desersi! Jelaskan perbedaan sanksi pidana
terhadap desersi yang dilakukan pada masa damai dan pada masa perang!
8. Jelaskan dalam hal apa, pemberatan hukuman (pidana) dapat dilakukan bagi
pelaku tindak pidana desersi! Sebutkan dasar hukumnya!

==00==

Wakil Dekan Bidang Akademik


dan Kemahasiswaan Penguji/Koordinator Mata Kuliah,

Dr. Dwi Andayani Budisetyowati, S.H., Sapto Handoyo DP, S.H., M.H.
M.H.
Nama : Maria Stefani
NPM : 0101118162
Kelas/Semester : EF/5

1. Pengertian Justisiabel Peradilan Militer :


Justisiabel Peradilan Militer adalah orang-orang yang tunduk atau ditundukkan pada
kekuasaan suatu peradilan tertentu. Dengan kata lain, orang-orang atau subjek hukum
atau pihak-pihak yang tunduk terhadap peradilan militer.

Adapun yang termasuk dalam Justisiabel Peradilan Militer yaitu militer itu sendiri
maupun yang dipersamakan dengan militer. Yang dipersamakan dengan militer dalam
hal ini berdasarkan Pasal 6 ayat (2) diantaranya :
a. Prajurit siswa
b. Militer titular
Adalah suatu profesi yang diberikan pangkat militer karena pekerjaannya,
misalnya hakim titular (hakim sipil yang diberi pangkat militer) untuk
menyidangkan suatu perkara militer
c. WN yang dimobilisasi karena keahliannya pad waktu perang
d. Tawanan perang
e. Purnawirawan milier yang diaktifkan kembali

2. Perbedaan kewenangan yang dimiliki oleh Pengadilan Militer (Dilmil) Tingkat


Pertama dengan Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti), yaitu :
Pengadilan Militer (Dilmil) Tingkat Pertama mempunyai kewenangan mengadili
oknum militer yang melakukan tindak pidana, yang berpangkat kapten ke bawah dan
yang dipersamakan dengan mereka. Sementara Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti)
mempunyai kewenangan :
1) Mengadili oknum militer, yang melakukan tindak pidana militer dan tindak
pidana umum yang berpangkat mayor ke atas, sekaligus sebagai Pengadilan
Militer (Dilmil) Tingkat Pertama bagi prajurit berpangkat mayor ke atas dan yang
dipersamakan dengan mereka
2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha TNI
3) Sebagai Pengadilan Tingkat Banding dari putusan Pengadilan Militer (Dilmil)
Tingkat I bagi pangkat kapten ke bawah
4) Memutus sengketa kewenangan mengadili antara Pengadila Militer (Dilmil)
dalam daerah hukumnya
Contoh lokasi Dilmil dan Dilmilti yang ada di Indonesia, yaitu Semarang,
Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jakarta, Makassar, Manado, Palembang,
(tidak semua ibu kota provinsi mempunyai PengadilanMiliter, baik Pengadilan Militer
Tingkat Pertama maupun Pengadilan Militer Tinggi)

3. Jenis-jenis pidana tambahan dalam KUHPM berdasarkan Pasal 6 huruf b yaitu :


ke-1, Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk
memasuki Angkatan Bersenjata
Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan hak untuk
memasuki Angkatan Bersenjata, selain daripada yang ditentukan dalam Pasal
39, dapat dijatuhkan oleh hakim bersamaan dengan setiap putusan penjatuhan
pidana mati atau pidana penjara kepada seorang militer yang berdasarkan
kejahatan yang dilakukan, dipandangnya tidak layak lagi tetap dalam kalangan
militer (Pasal 26 ayat (1) KUHPM). Pemecatan tersebut menurut hukum
berakibat hilangnya semua hak-hak yang diperolehnya dari Angkatan
Bersenjata selama dinasnya yang dahulu, dengan pengecualian bahwa hak
pensiun hanya akan hilang dalam hal-hal yang disebutkan dalam peraturan
pensiun yang berlaku bagi terpidana. Apabila pemecatan tersebut bersamaan
dengan pencabutan hak untuk memasuki Angkatan Bersenjata, menurut
hukum juga berakibat hilangnya hak untuk memiliki dan memakai bintang-
bintang, tanda-tanda kehormatan, medali-medali, atau tanda-tanda pengenalan
sepanjang kedua-duanya yang disebut terakhir diperolehnya berkenaan dengan
dinasnya yang dahulu. Jika pemecatan dari dinas militer telah dilakukan tanpa
pencabutan hak untuk memasuki Angkatan Bersenjata, maka si terpecat hanya
dalam keadaan-keadaan yang luar biasa saja atas pertimbangan Menteri
Pertahanan dan Keamanan/Pangab dapat dipanggil untuk memenuhi dinas
militer yang diharuskan baginya dalam masa dinasnya, atau dapat diijinkan
untuk mengadakan ikatan dinas militer sukarela. (Pasal 27 KUHPM). Pidana
tambahan mengenai pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa
pencabutan hak untuk memasuki Angkatan Bersenjata dan mengenai
penurunan pangkat mulai berlaku pada hari saat putusan itu dapat
dilaksanakan (Pasal 29 ayat (1) KUHPM).
ke-2, Penurunan pangkat
Menurut Pasal 28 KUHPM :
Penurunan pangkat dapat diputuskan oleh hakim :
Ke-1 (Diubah dengan Undang-undang No. 39 tahun 1947) Pada tiap
pemidanaan terhadap seseorang Perwira atau Bintara, yang berdasarkan
tindakan yang dilakukan itu oleh Hakim mempertimbangkan sebagai
tidak pantas atau tidak layak untuk memakai suatu pangkat, dalam hal
ini terhadap terpidana didalam putusan itu diturunkan pangkatnya
sampai kedudukan (pangkat) prajurit, dengan sekaligus menentukan
tingkatannya, apabila pada bagian Angakatan Perang dimana dia
masuk, para Tamtama dibagi dalam tingkatan.
Ke-2 Pada tiap pemidanaan terhadap Tamtama, yang termasuk pada suatu
bagian Angkatan Perang dimana para Tamtama dibagi dalam tingkatan,
yang berdasarkan tindakan yang dilakukan itu oleh Hakim
mempertimbangkan sebagai tidak pantas atau tidak layak untuk tetap
pada tingkatan yang ditetapkan kepadanya; dalam hal ini terhadap
terpidana dalam putusan itu ditentukan pada tingkatan (terendah) yang
mana ia masuk.
ke-3, Pencabutan hak-hak yang disebutkan pada Pasal 35 ayat (1) pada nomor-
nomor ke-1, ke- 2 dan ke-3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak si tersalah yang boleh dicabut
dengan keputusan hakim dalam hal yang ditentukan dalam kitab undang-
undang ini atau dalam undang- ndang umum yang lain adalah :
1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;
2) Hak memasuki angkatan bersenjata;
3) Hak memilih dan hak boleh dipilih pada pemilihan yang berdasarkan
peraturan umum;
4) Hak menjadi penasihat atau pengurus menurut hukum atau penguasa
alamat (wali yang diakui sah oleh negara), hak menjadi wali, hak
menjadi wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas
orang yang bukan anak sendiri;
5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwakilan atau
pengampu atas anak sendiri; dan
6) Hak menjalankan pekerjaan tertentu.

Di dalam KUHPM tidak diatur tentang sanksi pidana denda, karena untuk seorang
militer mempunyai karakteristik atau ciri khas yang berbeda dengan masyarakat atau
warga sipil, sehingga pemberian sanksi denda dianggap tidak sepadan dan tidak bisa
membuat efek jera. Oleh karena itu, hukuman yang lebih tepat dijatuhkan kepada
seorang militer bila melakukan suatu tindak pidana yaitu diberikan sanksi fisik dan
tidak menutup kemungkinan seorang militer juga diberikan sanksi pidana denda jika
yang bersangkutan melanggar suatu tindak pidana yang diatur di luar KUHPM yang
mencantumkan jenis-jenis sanksi denda, seperti UU Lalu Lintas, UU Perpajakan, dsb.

4. Tata cara pelaksanaan hukuman mati di lingkungan Peradilan Militer :


Tata cara pelaksanaan hukuman mati di lingkungan Peradilan Militer berbeda dengan
tata cara pelaksanaan hukuman mati di lingkungan Peradilan Umum. Perbedaannya
dari petugas-petugas yang terlibat di dalam proses eksekusi mati tersenut. Di dalam
Peradilan Umum itu yang mengeksekusi (yang menembak) itu dari kepolisian dan
pasukan brimob, sedangkan kalau di Peradilan Militer, hukuman mati dilaksanakan
oleh sejumlah militer yang cukup.

5. Pelaksanaan pidana penjara bagi terpidana militer setelah memperoleh vonis Hakim di
Pengadilan Militer yang telah berkekuatan hukum tetap/mengikat :
Mengenai pelaksanaan pidana penjara bagi terpidana militer, dilihat dari vonis yang
dijatuhkan oleh majelis hakim di Peradilan Militer. Kalau majelis hakim itu
menjatuhkan pidana pokok berikut pidana tambahan berupa pemecatan, maka
terpidana tersebut akan menjalani hukuman atau menghabiskan masa hukuman di
Lembaga Pemasyarakatan Sipil (di lapas biasa), sementara kalau vonis hakim dalam
memberikan pidana pokok tidak disertai dengan pidana tambahan berupa pemecatan,
maka terpiana menjalani masa hukumannya di dalam suatu Lembaga Pemasyarakatan
Militer. Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer sebagai sub sistem Peradilan
Militer dibina dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan penyelenggaraan
pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka penegakkan hukum, memberikan
kepastian hukum, persamaan hak dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang diatur dalam buku
Petunjuk Teknis tentang Penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer yang disahkan
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan Nomor
Skep/792/XII/1997 Tanggal 31 Desember 1997.

6. Pengertian tindak pidana militer :


Tindak pidana yang hanya mungkin dilakukan oleh seorang militer atau yang
dipersamakan militer itu sendiri, jadi khusus diatur di dalam KUHPM.
Adapun perbedaan antara tindak pidana militer murni dengan tindak pidana militer
campuran, yaitu :
1) Tindak pidana militer murni (zuiver militaire delict)
Adalah tindakan-tindaakan terlarang atau diharuskan yang pada prinsipnya
hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yg bersifat
khusus atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut
ditentukan sebagai tindak pidana. Dengan kata lain, tindak pidana yang
dilakukan oleh subjek hukumnya yaitu militer.
Contoh :
a. Seorang militer yang dalam keadaan perang dengan sengaja
menyerahkan seluruhnya/sebagian dari suatu pos yang diperkuat
kepada musuh tanpa ada usaha mempertahankan sebagaimana
dituntut/diharuskan daripadanya (Pasal 73 KUHPM).
b. Kejahatan disersi (Pasal 87 KUHPM)
Tindak pidana desersi ini merupakan contoh tindak pidana murni
dilakukan oleh militer. Tindak pidana desersi ini merupakan contoh
tindak pidana murni dilakukan oleh militer. Desersi adalah tidak
beradanya seorang militer tanpa izin atasannya langsung, pada suatu
tempat dan waktu yang sudah ditentukan oleh dinas, dengan lari dari
kesatuan dan meninggalkan dinas kemiliteran, atau keluar dengan cara
pergi, melarikan diri tanpa ijin. Istilah desersi terdapat dalam KUHPM
pada Bab III tentang Kejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi
Seorang Militer Menarik Diri dari Pelaksanaan Kewajiban-Kewajiban
Dinas.
Faktor penyebab disersi :
a) Karena faktor psikologis, faktor tekanan beban atau tekanan
yang tidak bisa ditanggung oleh si militer tersebut, seperti
beban kerja yang berat, tekanan fisik, sehingga militer tersebut
merasa tidak kuat dan melarikan diri.
b) Karna yang bersangkutan tidak mau ditugaskan ke daerah
konflik yang tentu mempunyai resiko besar, sehingga tidak siap
secara mental, maka lebih memilih melarikan diri.
c) Karena faktor terlibat dalam suatu kejahatan (faktor ekoomi),
sehingga melarikan diri dan kabur dari kesatuan.
Seandainya pelakunya tidak tertangkap, siapa yang menjadi
terdakwa? Di dalam UU No . 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer diatur dalam suatu Pasal 143 bagi pelaku tindak pidana disersi
yang tidak bisa ditemukan dan ditangkap dalam waktu 6 bulan
berturut-turut serta sudah diupayakan pemanggilan 3 (tiga) kali
berturut-turut secara sah, tetapi tidak hadir di sidang tanpa suatu
alasan, maka proses peradilan bisa dilakukan secara in absentia
(proses peradilan bisa dilakukan tanpa kehadiran dari si terdakwa),
karena tidak tertangkap, namun proses peradilan tetap bisa dijalankan.
Hakim selain bisa memeriksa, bisa juga menjatuhkan dan memutus
hukumannya (memvonis tindak pidana disersi tanpa kehadiran si
terdakwa). Hal ini merupakan kerugian besar bagi si pelaku karena
tidak bisa berkesempatan untuk membela diri atau melakukan
pembelaan (keberatan-keberatan) di muka persidangan.
c. Meninggalkan pos penjagaan (Pasal 118 KUHPM)
Penjaga yang meninggalkan posnya dengan semuanya, tidak
melaksanakan suatu tugas yang merupakan keharusan baginya dimana
dia tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai penjaga sebagaimana
mestinya diancam dengan pidana penjara maksimal empat tahun.
d. Tindak pidana insubordinasi (Pasal 105-109 KUHPM)
Seorang bawahan dengan tindakan nyata mengancam dengan
kekerasan yang ditujukan kepada atasannya atau komandannya.
Tindakan nyata itu dapat berbentuk perbuatan dan dapat juga dengan
suatu mimik atau isyarat.
Anggota TNI yang melakukan tindak pidana murni militer sebagaimana disebutkan
dalam hukum pidana militer termasuk kejahatan, yakni kejahatan terhadap keamanan
negara, kejahatan dalam pelaksanaan kewajiban perang, kejahatan menarik diri dari
kesatuan dalam pelaksanaan kewajiban dinas (desersi), kejahatan-kejahatan
pengabdian, kejahatan pencurian, penipuan, dan penadahan, kejahatan merusak,
membinasakan atau menghilangkan barang-barang keperluan angkatan perang.

2) Tindak pidana militer campuran (gemengde militaire delict)


Adalah suatu tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama antara sipil
dan militer yang mana tindakan-tindakan tersebut terlarang/diharuskan, yang
pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-undangan lain, akan tetapi
diatur lagi dalam KUHPM. Dengan kata lain, suatu perbuatan terlarang yang
sebenarnya sudah ada peraturannnya, tetapi perbuatan itu berada dalam
perundang-undangan yang lain dan diperlukan ancaman pidana yang lebih
berat (Pasal 52 KUHP : pidana pokok ditambah 1/3nya). Alasan adanya
pembertan tersebut karena ancaman hukuman pidana dalam UU hukum pidana
umum dirasakan terlalu ringan dan kurang memenuhi keadilan apabila
perbuatan itu dilakukan oleh seorang militer (mengingat hal-hal khusus yang
melekat pada seorang militer). Oleh karena itu, perbuatan yang sudah diatur
oleh undang-undang lain yang jenisnya sama, diatur kembali dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Militer disertai ancaman hukumannya yang
lebih berat, disesuaikan dengan kekhasan militer.
Contoh :
a. Seorang militer sengaja dipersenjatai untuk menjaga keamanan, tetapi
menggunakan senjata tersebut untuk memberontak
b. Militer yang ditempatkan dalam suatu kamp tanpa dibatasi oleh
dinding/tembok, karena adanya jiwa korsa, tapi satu diantaranya
melakukan pencurian
c. Perkosaan yang dilakukan oleh militer pada waktu perang
d. Tindak pidana pencurian yang dilakukan secara bekerja sama antara
sipil dan militer
e. Tindak pidana pembunuhan yang korbannya adalah sipil
Tindak pidana campuran ini selalu melibatkan subjek hukum yakni sipil, baik pelaku
maupun sebagai korban tindak pidana, maka militer berkedudukan sebagai subjek
tindak pidana umum dan sebagai subjek tindak pidana militer. Dalam tindak pidana
militer campuran, ketentuan yang digunakan adalah KUHPM sesuai dengan Pasal 63
KUHP, yaitu :
(1) Penerapan ketentuan pidana yang paling berat
(2) Penerapan ketentuan pidana yang khusus
Dalam KUHPM diatur ancaman pidana yang lebih berat

7. Pengertian tindak pidana desersi :


Disersi adalah seorang militer yang sengaja meninggalkan kewajiban dinas, melarikan
diri, meninggalkan kesatuan dalam jangka waktu yang lama. Bahkan kalua seorang
militer tidak hadir tanpa izin yang disengaja lebih dari 30 hari, maka dapat dihitung
sebagai disersi.

Perbedaan sanksi pidana terhadap desersi yang dilakukan pada masa damai dan pada
masa perang :
Tindak pidana disersi yang dilakukan oleh militer pada saat negara dalam keadaan
damai, dalam kadaan tenang, dan tidak dalam keadaan perang. Sanksi pidananya jauh
lebih ringan, yaitu hanya 2 tahun 8 bulan dibandingkan sanksi pidana dalam disersi
yang dilakukan pada saat negara dalam keadaan berperang. Pengertian berperang di
sini adalah melawan angkatan bersenjata negara lain. Ancaman hukumannya
maksimal 8 tahun 6 bulan (3x lipatnya pada masadamai). Karena dalam keadaan
berperang, kehadiran seorang militer sangat diperlukan untuk membantu berperang
melawan musuh, tapi malah melarikan diri dari kesatuan yang seharusnya militer
tersebut ikut berperang dalam menghadapi musuh, sehingga hukumannya diperberat
dari disersi pada masa damai.

8. Pemberatan hukuman (pidana) dapat dilakukan bagi pelaku tindak pidana desersi
dalam hal :
1) Kalau yang melakukan disersi itu adalah seorang pemegang komando, atasan.
Alasannya seorang komandan seharusnya memberikan contoh yang baik,
memberikan keteladanan kepada bawahan, memberikan keteladanan kepada
anak buah untuk menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya dengan baik.
2) Apabila pada saat disersi yang bersangkutan sambil membawa fasilitas atau
inventaris militer atau peralatan militer milik dari kesatuan. Misalnya pada
saat seorang militer melarikan diri dan meninggalkan kewajiban dinas sambil
membawa senjata, kendaraan dinas, dan peralatan tempur yang lain.
Hal tersebut didasarkan pada Pasal 88 KUHPM yang mengatur mengenai pemberatan
hukuman pidana bagi pelaku tindak pidana disersi. Jadi pelaku tindak pidana disersi
itu hukumannya bisa didua kali lipatkan dari hukuman yang diatur dalam Pasal 87
KUHPM, baik pada masa damai maupun perang.

Anda mungkin juga menyukai