Anda di halaman 1dari 9

Nama : Maria Stefani

NPM : 010118162

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 16 TAHUN 2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG PERKAWINAN

A. UNSUR FILOSOFIS
Unsur filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita
hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”). Unsur filosofis dalam Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2019 menjelaskan bahwa negara menjamin hak warga negara untuk
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah,
menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
dalam perkawinan, baik pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban sebagai suami
isteri untuk melaksanakan peran masing-masing dalam membentuk keluarga bahagia
kekal dan sejahtera berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum.
Berdasarkan hal tersebut, maka negara perlu hadir untuk memastikan adanya
keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan lembaga
perkawinan sehingga tujuan perkawinan dapat tercapai.

B. UNSUR SOSIOLOGIS
Unsur sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai
aspek. Unsur sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai
perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Unsur sosiologis
dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menjelaskan bahwa perkawinan pada
usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan
menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak
sosial anak. Hal tersebut mengakibatkan ketiadaan perlindungan dan kepastian hukum
yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada
padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan hanya karena keabsahan
perkawinannya masih dipersengketakan, serta ketiadaan perlindungan terhadap hak-
hak suami isteri yang sebelumnya belum melakukan perjanjian perkawinan.

C. UNSUR YURIDIS FORMIL


Unsur yuridis formil pada peraturan perundang-undangan adalah dimaksudkan untuk
memberikan legitimasi prosedural terhadap pembentukan peraturan perundang-
undangan yang dicantumkan dalam dasar hukum “mengingat” suatu peraturan
perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang menjadi
unsur yuridis formilnya, yaitu mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3019).

D. UNSUR YURIDIS MATERIIL


Unsur materiil peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk memberikan sign
bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk merupakan penjabaran dari
pasal-pasal UUD 1945 yang dicantumkan juga dalam dasar hukum “mengingat” suatu
peraturan perundang-undangan yang (akan) dibentuk. Unsur materiil peraturan
perundang-undangan ini kemudian diuraikan secara ringkas dalam konsiderans
“menimbang” dan dituangkan dalam norma-norma dalam pasal dan/atau ayat dalam
Batang Tubuh dan dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan suatu peraturan
perundang-undangan kalau kurang jelas. Penjabaran unsur materiil peraturan
perundang-undangan dalam konsiderans “menimbang” dan dalam Batang Tubuh
(pasal dan/atau ayat) disesuaikan dengan keinginan pembentuk UU (DPR dan
Presiden) sebagai kebijakan/politik hukum (legal policy), namun harus tetap dalam
pemahaman koridor konstitusional yang tersurat maupun tersirat. Dalam Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang menjadi unsur yuridis formilnya, yaitu
menimbang :
a. bahwa negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh
kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti
hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak
kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak;
c. bahwa sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia Nomor 22/PUUXV/2017 perlu melaksanakan perubahan atas ketentuan
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
Adapun penjelasan lebih lanjut terdapat dalam Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 6, Pasal
7, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 22, Pasal 29, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 39, Pasal 44, Pasal
49 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana
yang telah diubah saat ini oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang
Perkawinan.

E. META KAIDAH (TULIS PASAL-PASALNYA SAJA)


Meta kaidah merupakan kaidah yang menentukan sesuatu berkenaan dengan kaidah
perilaku itu sendiri. Hart menyebut 3 macam meta kaidah, dan sarjana lain
menambahkan 2 macam yakni :
1) Kaidah pengakuan (kaidah perilaku mana yang di dalam masyarakat hukum
tertentu harus dipatuhi, misalnya larangan undang-undang berlaku surut);
2) Kaidah perubahan (kaidah yang menetapkan bagaimana suatu kaidah perilaku
dapat diubah, misalnya undang-undang tentang perubahan);
3) Kaidah kewenangan (kaidah yang menetapkan oleh siapa dan dengan melalui
prosedur yang mana kaidah perilaku ditetapkan dan bagaimana kaidah perilaku
harus diterapkan, misalnya tentang kekuasaan kehakiman).
4) Kaidah definisi; dan
5) Kaidah penilaian.
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, meta kaidah
terdapat dalam Pasal 7 ayat (1). Sementara Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, meta kaidah terdapat dalam Pasal 1, Pasal 2, Pasal 13,
Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3), Pasal
40, Pasal 49 ayat (1), Pasal 55, Pasal 61 ayat (1).

F. KAIDAH PERILAKU SOSIAL (TULIS PASAL-PASALNYA SAJA)


Kaidah perilaku sosial atau primary rules merupakan perintah perilaku yang
perwujudannya dapat berupa perintah (gebod), yaitu suatu kewajiban umum untuk
melakukan sesuatu; larangan (verbod), yaitu kewajiban umum untuk tidak melakukan
sesuatu; pembebasan (vrijstelling, dispensasi), yaitu pembolehan (verlof) khusus
untuk tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan; dan izin (toestemming,
permisi), yaitu pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum
dilarang. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kaidah
perilaku sosial terdapat dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 20,
Pasal 33, Pasal 34, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 48, Pasal 49 ayat (2), Pasal 51 ayat (3)
dan ayat (4), Pasal 54, Pasal 65 ayat (1) huruf a,

G. KEKUATAN YURIDIS
Kekuatan yuridis Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.

H. KEKUATAN MENGIKAT
Kekuatan mengikat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
disahkan dan ditanda tangani oleh Soeharto selaku Presiden Republik Indonesia, di
Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974. Sementara kekuatan mengikat Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan disahkan dan ditanda tangani oleh Joko Widodo selaku
Presiden Republik Indonesia, di Jakarta, pada tanggal 14 Oktober 2019.

I. KEKUATAN BERLAKU
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai berlaku pada
tanggal diundangkannya, yang pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 67 ayat (1)). Sementara pada saat Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai berlaku, permohonan perkawinan yang telah
didaftarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
tetap dilanjutkan prosesnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan (Pasal 65A Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019).

J. BENTUK LUAR UNDANG-UNDANG (UNDANG-UNDANG NOMOR 1


TAHUN 1974 dan UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019)
1) JUDUL
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR NOMOR 16 TAHUN


2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
2) PEMBUKAAN
a) Frasa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
b) Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
c) Konsiderans
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)
Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk
pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang
tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.
(Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019)
Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak warga negara untuk
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak
negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan
tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil
anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak;
c. bahwa sebagai pelaksanaan atas putusan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia Nomor 22/PUUXV/2017
perlu melaksanakan perubahan atas ketentuan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
d) Dasar Hukum
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan
Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
IV/MPR/1973.
(Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019)
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 28B Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3019);

e) Diktum
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN.

(Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019)


MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG PERKAWINAN.
3) BATANG TUBUH
a) Ketentuan Umum
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa (BAB
I DASAR PERKAWINAN, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).
b) Matei Pokok yang Diatur
Materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
c) Ketentuan Pidana
Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan
lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau
keputusan pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undang-
undang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu)
bulan (Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).
Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia
mengetahui bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada,
dihukum dengan hukuman kurungan selamalamanya 3 (tiga) bulan dan
dihukum jabatan (Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).
d) Ketentuan Peralihan
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut
peraturan-peraturan lama, adalah sah (BAB XIII KETENTUAN
PERALIHAN, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).
e) Ketentuan Penutup
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-
undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia
Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan
Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No.
158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh
telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku (BAB IV
KETENTUAN PENUTUP, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).
4) PENUTUP
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
5) PENJELASAN
Penjelasan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan terdiri dari :
PENJELASAN UMUM (terdiri dari 5 point)
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL (terdiri dari Pasal 1 sampai dengan Pasal
67).

K. BENTUK DALAM UNDANG-UNDANG


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersusun atas 14 BAB
yang seluruhnya terdiri atas 67 Pasal, yang terdiri dari :
BAB I DASAR PERKAWINAN (terdiri dari 5 pasal ).
BAB II SYARAT-SYARAT PERKAWINAN (terdiri dari 7 pasal).
BAB III PENCEGAHAN PERKAWINAN (terdiri dari 9 pasal).
BAB IV BATALNYA PERKAWINAN (terdiri dari 7 pasal).
BAB V PERJANJIAN PERKAWINAN (terdiri dari 1 pasal).
BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI (terdiri dari 5 pasal).
BAB VII HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN (terdiri dari 3 pasal).
BAB VIII PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA (terdiri dari 4
pasal).
BAB IX KEDUDUKAN ANAK (terdiri dari 3 pasal).
BAB X HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK (terdiri
dari 5 pasal).
BAB XI PERWALIAN (terdiri dari 5 pasal).
BAB XII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN, terdiri dari 8 pasal yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
Bagian Pertama : Pembuktian Asal-Usul Anak (terdiri dari 1 pasal).
Bagian Kedua : Perkawinan di Luar Indonesia (terdiri dari 1 pasal).
Bagian Ketiga : Perkawinan Campuran (terdiri dari 6 pasal).
Bagian Keempat : Pengadilan (terdiri dari 1 pasal).
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN (terdiri dari 2 pasal).
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP (2 pasal)

L. LEMBARAN NEGARA (LN)


1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 186.

M. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA (TLN)


1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 :
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 :
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6401

Anda mungkin juga menyukai