Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yg telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolonganNya tentu saya tidak
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai persyaratan kelulusan mata kuliah
Hukum Pajak dengan Judul Pajak Penghasilan Badan

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya, Untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran dari dosen untuk makalah ini, Agar makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Demikian dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya dan penulis juga mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen mata kuliah Hukum Pajak Hj.Tuti Sriwahyuti, S.H.,M.kn

Bogor, 22 november 2019


DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………

Daftar Isi……………………………………………………………….

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ………………………………………………...

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………….

BAB II

Pembahasan

2.1 Pengertian Pajak Penghasilan …………………………………

2.2 Dasar hukum Pajak Penghasilan ……………………………...

2.3 Subjek Pajak Penghasilan …………………………………….

2.4. Objek Pajak Penghasilan ……………………………………..

2.5. Pajak Penghasilan Badan……………………………………..

2.6 Jenis Pajak Penghasilan Badan ……………………………….

2.7 Mekanisme Pembayaran Pajak Penghasilan Badan ………….

2.8 Tata Cara Menghitung Pajak Penghasilan Badan…………….

2.9 Cara pembayaran pajak penghasilan…………………………

BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi pemerintah, pajak mempunyai fungsi sebagai sumber penerimaan


negara. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima dalam satu tahun pajak (Waluyo, 2010:89). Subjek
Pajak yang dimaksud adalah baik orang pribadi maupun badan (perusahaan).
Penghasilan suatu perusahaan akan dihitung dari catatan, buku, serta dokumen
pendukung lainnya yang dikelola dalam suatu sistem akuntansi yang dilakukan
oleh perusahaan. Dari penghasilan perusahaan inilah yang akan dikenakan tarif
pajak penghasilan. Pajak penghasilan merupakan bagian dari laba bersih
perusahaan.
Penerimaan negara yang bersumber dari pajak harus terus dikembangkan
dan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan perekonomian dan laju
pembangunan nasional. Hal ini berdampak pada perubahan tarif pajak yang terjadi
secara terus menerus dimulai dari Undang-Undang PPh No. 6 tahun 1983 sampai
pada UndangUndang PPh No. 36 tahun 2008. Undang-Undang PPh No. 36 tahun
2008 Pasal 17 Ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa mulai tahun pajak 2009, tarif
PPh Badan menganut sistem tarif tunggal yaitu 28% dan akan menjadi 25% pada
tahun 2010. Jadi berapapun penghasilan kena pajaknya, tarif yang dikenakan
adalah satu yaitu 28% atau 25%. Khusus untuk perusahaan terbuka dan minimal
40% saham disetornya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan
dimiliki lebih dari 300 pihak, tarif PPh Badannya adalah 5% lebih rendah dari
tarif umum. Pajak yang harus disetor oleh Wajib Pajak Badan bergantung dari
laba yang dihasilkan setiap tahunnya. Informasi yang terkandung dalam laba
(earnings) memiliki peran penting dalam menilai kinerja perusahaan. Laba yang
berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable
earnings) di masa depan dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan
yang sesungguhnya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Pajak Penghasilan


2. Dasar hukum Pajak Penghasilan
3. Subjek Pajak Penghasilan
4. Objek Pajak Penghasilan
5. Pajak Penghasilan Badan
6. Jenis Pajak Penghasilan Badan
7. Mekanisme Pembayaran Pajak Penghasilan Badan
8. Tata Cara Menghitung Pajak Penghasilan Badan
9. Cara pembayaran pajak penghasilan
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak, baik berasal dari
dalam maupun dari luar negeri, yang dapat menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap penghasilan
orang pribadi dan badan yang diterima selama satu tahun pajak.

Selain perseorangan, Pajak Penghasilan (PPh) juga diberlakukan kepada


perusahaan atas pengelolaan barang dan jasa. Penarikan pajak diambil dari barang
atau jasa yang dikelola. Semua jenis pajak termasuk pungutan Pajak Penghasilan
sama pengelolaannya untuk memenuhi kepentingan negara dan akan kembali
kepada rakyat. Seluruh badan usaha di Indonesia yang berbentuk Perusahaan
Terbatas (PT), Perusahaan Firma (Fa), dan Perseroan Komanditer (CV) yang
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) berkewajiban membayar pajak

2. Dasar hukum Pajak Penghasilan

Dasar hukum untuk pajak penghasilan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7


Tahun 1983. Kemudian mengalami perubahan berturut-turut, dari mulai UU
Nomor 7 & Tahun 1991, UU Nomor 10 & Tahun 1994, UU Nomor 17 & Tahun
2000, serta terakhir UU Nomor 36 & Tahun 2008.

Di Indonesia, awalnya pajak penghasilan diterapkan pada perusahaan


perkebunan yang banyak didirikan di Indonesia. Pajak tersebut dinamakan dengan
Pajak Perseroan (PPs). Pajak Perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap
laba perseroan dan diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak dikenakan hanya
untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan di Indonesia, berangsur-angsur
akhirnya diterapkan pula pajak yang dikenakan untuk perorangan atau karyawan
yang bekerja di suatu perusahaan.

Pada tahun 1932 misalnya, diberlakukan yang disebut dengan Ordonansi


Pajak Pendapatan. Ordonansi Pajak Pendapatan ini dikenakan untuk orang
Indonesia maupun orang yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki
pendapatan di Indonesia. Setelah itu pada tahun 1935 diberlakukan Ordonansi
Pajak Upah yang mengharuskan majikan memotong gaji atau upah pegawai untuk
membayar pajak atas gaji atau upah yang diterima.

3. Subjek Pajak Penghasilan

Adapun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang menjadi


subjek pajak adalah sebagai berikut:

1. Subjek pajak pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di


Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia, dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Subjek pajak harta warisan belum dibagi, yaitu warisan dari seseorang yang
sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka
pendapatan itu dikenakan pajak.

3. Subjek pajak badan, yakni badan yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah
daerah; dan
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
e. Bentuk usaha tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan
dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

Kemudian setelah mengetahui siapa saja yang menjadi subjek Pajak


Penghasilan, maka kita juga perlu tahu siapa sajakah yang termasuk kriteria bukan
subjek pajak. Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2000, berikut merupakan
subjek pajak:

1. Badan Perwakilan Negara Asing


2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia
(WNI) dan negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik
3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tesebut
tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan
dari Indonesia.

4. Objek pajak penghasilan

Lalu apa sih sebenarnya objek pajak dari PPh 25? Objek pajak PPh 25
adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
Objek pajak bisa darimana saja asalnya, baik yang berasal dari Indonesia maupun
di luar Indonesia.

Objek pajak PPh 25 dihitung dalam satu tahun sehingga jika dalam satu
tahun tersebut wajib pajak mengalami kerugian, maka pajaknya akan
dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali kerugiannya terjadi di luar
negeri. Namun jika ada penghasilan yang dikecualikan atau mempunyai tarif
pajak tersendiri, maka jika mengalami kerugian tidak dapat dikompensasikan
dengan penghasilan lainnya yang memiliki tarif pajak umum.

5. Pajak Penghasilan Badan

Pajak Penghasilan Badan (PPhB) adalah pajak negara yang dikenakan


pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh Wajib Pajak dari
suatu badan usaha, baik berasal dari dalam maupun luar negeri. Hal ini dapat
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Nah, biasanya seluruh badan usaha di Indonesia baik yang berbentuk


Perusahaan Terbatas (PT), Perusahaan Firma (Fa), dan Perseroan Komanditer
(CV) yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diwajibkan untuk
membayar pajak penghasilan ini.

Pajak penghasilan badan dikenakan terhadap penghasilan orang pribadi


dan badan usaha yang diterima selama satu tahun pajak. Tapi, selain
perseorangan, pajak ini juga diberlakukan kepada perusahaan atas pengelolaan
barang dan jasa yang menjadi bisnisnya

6. Jenis Pajak Penghasilan Badan

Dalam memenuhi kewajiban pajaknya, ada beberapa jenis pajak penghasilan


badan yang dikenakan kepada Wajib Pajak, yaitu :

a. Pajak Penghasilan 15
Pajak Penghasilan Pasal 15 merupakan laporan pajak yang
berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib
Pajak tertentu. Saat memiliki badan usaha, maka telah menjadi Wajib
Pajak Penghasilan Badan yang berprofesi sebagai pengusaha. Karena itu,
ada sejumlah pajak yang harus di bayarkan.
Jenis pajak yang wajib di bayarkan tersebut biasanya tertera pada SKT
(Surat Keterangan Terdaftar). Wajib Pajak yang bisa dikenakan Pajak
Penghasilan Badan Pasal 15 diantaranya:
1. Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,
2. Perusahaan pelayaran dan penerbangan dalam negeri,
3. Perusahaan asuransi luar negeri,
4. Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi,
5. Perusahaan dagang asing, dan
6. Perusahaan investor dalam bentuk BOT (build, operate, and transfer)

b. Pajak Penghasilan 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 ini merupakan pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
Hal ini karena pajak penghasilan badan sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Wajib Pajak
dalam negeri atau karyawan dan harus dibayar setiap bulannya.
Perusahaan mengelola pemungutan pajak dengan memotong
langsung penghasilan para karyawan dan menyetorkannya ke kas negara
melalui bank persepsi. Sehingga para pekerja tidak perlu membayarkan
sendiri jenis pajak ini.

c. Pajak penghasilan 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 merupakan pemungutan pajak dari
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan impor atau dari pembeli atas
penjualan barang mewah. Pihak pemungut tersebut terdiri dari:
1. Bendahara Pemerintah Pusat atau Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang.
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta
berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak pembeli atas
penjualan barang mewah.

d. Pajak Penghasilan Pasal 23


Pajak Penghasilan Pasal 23 ini merupakan pajak yang dipotong
oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak. Saat transaksinya meliputi
transaksi dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, sewa dan
penghasilan lain, yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau
bangunan.

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau
jumlah bruto dari penghasilan yang didapatkan.

*Tarif 15% dari jumlah bruto ini terdiri dari:

1. Dividen, kecuali pembagian dividen terhadap orang pribadi dikenakan


final.
2. Hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.

*Tarif 2% dari jumlah bruto terdiri atas:

1. Sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan


harta, kecuali sewa tanah dan atau bangunan.
2. Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
3. Imbalan jasa lainnya dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
141/PMK.03/2015.
e. Pajak Penghasilan Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 ini merupakan angsuran pajak dan bisa
dihitung dari jumlah Pajak Penghasilan terutang, menurut SPT Tahunan
PPh dikurangi PPh yang dipotong serta PPh terutang di Luar Negeri, yang
boleh dikreditkan oleh Wajib Pajak.
7. Mekanisme pembayaran pajak penghasilan Badan

Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang


terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang
diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. Tarif Pasal
17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.

Contoh:
Perusahaan Maju Bersama memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak
senilai Rp.2.000.000.000, maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah

25% x Rp2.000.000.000 = Rp500.000.000.

Selain mekanisme di atas. ada juga hal lain yang harus di pahami, yaitu peredaran
bruto dan kepentingannya dalam penghitungan PPh Badan. Peredaran bruto
adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun badan. Jika
wajib pajak memilih untuk tidak melakukan pembukuan, PKP akan dihitung
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Sebaliknya, jika wajib pajak
melakukan pembukuan yang benar, penghitungan PKP dilakukan berdasarkan
catatan yang tertulis di pembukuan.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang dimaksud dapat Anda lihat pada
pasal 14 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Berdasarkan ketentuan perpajakan
yang berlaku, Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibagi dalam 2 jenis
berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu:

a. Peredaran Bruto hingga Rp50 Miliar

Penghasilan Kotor
(Bruto)
(Rp) Tarif Pajak

Kurang dari Rp4,8 Miliar 50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak

Lebih dari Rp4.8 Miliar [(50%x25%) x Penghasilan Kena Pajak yang Memperoleh Fasilita
s/d Rp50 Miliar (25% x Penghasilan Kena Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas

b. Peredaran Bruto di atas Rp50 miliar

PPh badan terutang dengan peredaran bruto di atas Rp50 miliar akan dihitung
berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Jadi dapat
disimpulkan bahwa besar PPh badan tetap adalah 25% x penghasilan kena pajak.
Penghasilan Kotor (Bruto) Tarif Pajak
(Rp)

Kurang dari Rp4.8 Miliar 1% x Penghasilan Kotor


(Peredaran Bruto)

Lebih dari Rp4.8 Miliar s/d Rp50 Miliar {0.25 – (0.6 Miliar/Penghasilan Kotor)} x PKP

Lebih dari Rp50 Miliar 25% x PKP

Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Usaha

Pada tahun 2018, PT Maju Bersama memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp2


Miliar. Maka besar pajak penghasilan PT Maju Bersama adalah:

Harapan. Maka, Pajak yang harus dibayar adalah


50% x 25% x Rp5 Miliar = Rp625 juta.
Namun, perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2018, PT Maju Bersama
telah menyetor pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp100 juta dan
pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp200 juta. Maka, pajak penghasilan terutang PT
Maju Bersama adalah
Rp625 juta – Rp100 juta – Rp200 juta = Rp325 juta.
Rp325 Juta adalah angka yang bisa dicicil oleh PT Maju Bersama ke kas negara
atas penghasilan Badan Usaha di tahun 2018.
Inilah sisa pajak yang dibayar PT Maju Bersama ke Kas Negara atas pajak
penghasilan badan usaha di tahun 2018. Pajak ini bisa dicicil dengan meminta
persetujuan dari kantor pajak setempat. Dalam bentuk tabel, berikut adalah
ringkasan dari perhitungan pajak penghasilan PT. Maju Bersama.
No Keterangan Jumlah

1 Penghasilan Kotor 2.000.000.00

2 Kredit Pajak PPh 21 100.000.000

3 Kredit Pajak PPh 23 200.000.000

4 Pajak Penghasilan Badan (50% x 25% Rp2 Miliar) 625.000.000

5 Pajak Penghasilan Terutang ((4)-(2)-(3)) 325.000.000


Contoh penghitungan pajak penghasilan perusahaan di atas merupakan ilustrasi
perhitungan pajak yang sudah disederhanakan.
Pada kenyataannya, proses penghitungan pajak penghasilan dalam perusahaan
tidaklah sesederhana itu dan memerlukan laporan dari berbagai akun keuangan.
8. Tata Cara Menghitung Pajak Penghasilan Badan

Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, maka harus diketahui laba


fiskal dalam tahun pajak yang diperoleh dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi
fiskal tersebut dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi,
serta meliputi pendapatan dan biaya. Rekonsiliasi fiskal dapat dilakukan terhadap:

A. Wajib Pajak yang memiliki penghasilan final.


B. Wajib Pajak yang memiliki penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak.
C. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh
menjadi pengurang penghasilan (sesuai Pasal 9 UU PPh).
D. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya yang boleh menjadi
pengurang (biaya fiskal) tetapi metode pengakuan biaya tersebut
diatur oleh ketentuan fiskal.
E. Wajib Pajak telah mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama
untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh final.

9. Cara pembayaran pajak penghasilan

1. Online Banking

Wajib pajak perlu mendaftar untuk fasilitas online banking pada bank
persepsi yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bank tersebut kemudian akan
menyediakan aplikasi khusus pembayaran pajak online. Saat melakukan
pembayaran, wajib pajak harus mengisi terlebih dahulu data yang diperlukan pada
aplikasi dari bank tersebut.
Saat pembayaran sudah dilakukan, wajib pajak akan menerima nomor
referensi sebagai tanda bukti pembayaran. Setelah itu data yang sudah diisi
beserta nomor referensi perlu dikirim kepada bank yang bersangkutan, agar wajib
pajak dapat menerima Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dari bank,
untuk dipergunakan pada laporan pajak yang akan dikirimkan kepada kantor
pajak.

2. Menyetor Lewat Teller Bank/Kantor Pos

Selain bank, kantor pos juga merupakan salah satu kanal yang ditunjuk
oleh pemerintah untuk melaksanakan sistem penerimaan negara secara elektronik
melalui sistem modul penerimaan negara ‘billing’ generasi kedua (MPN G2).
Dengan adanya pola penerimaan sistem MPN G2, wajib pajak cukup
menunjukkan ID Billing berupa 15 digit yang dibaca oleh sistem MPN G2. Kode
tersebut dapat diakses wajib pajak dengan terlebih dahulu mendaftar secara online
melalui alamat www.pajak.go.id. Atau, wajib pajak bisa juga mendapatkan ID
Billing pada salah satu kanal yang ditunjuk oleh pemerintah, misalnya aplikasi
OnlinePajak.

Sebelumnya, sistem penerimaan pajak menggunakan lembar Surat Setoran


Pajak (SSP). Sayangnya, sistem tersebut merepotkan wajib pajak maupun petugas
kantor pos/bank persepsi.
Kini, melalui sistem yang sudah terintegrasi, wajib pajak hanya perlu
menunjukan ID Billing kepada petugas kantor pos dan kemudian petugas akan
memasukan kode billing tanpa harus memasukan lagi identitas wajib pajak,
NPWP, Kode MAP, nominal besar uang, serta masa pajak

3. Cara Pembayaran Pajak Penghasilan dengan OnlinePajak

Selain menggunakan fasilitas online banking atau menyetor langsung,


wajib pajak kini memiliki alternatif lain yang kian memudahkan wajib pajak
untuk melakukan pembayaran pajak. Alternatif yang dimaksud adalah dengan
memanfaatkan layanan yang disediakan oleh OnlinePajak.
BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.wima.ac.id/348/2/Bab%201.pdf

https://www.cermati.com/artikel/pajak-penghasilan-pengertian-dan-cara-
menghitungnya

https://jojonomic.com/blog/pajak-penghasilan-badan/

https://www.pajak.go.id/id/subjek-pajak-pph-badan

https://www.pratama.co/mekanisme-pembayaran-pajak-bagi-wajib-pajak

https://www.online-pajak.com/tata-cara-pembayaran-pajak-penghasilan

https://www.jurnal.id/id/blog/2017-cara-perhitungan-pajak-penghasilan-
badan-usaha/

Anda mungkin juga menyukai