Anda di halaman 1dari 7

Puja dan puji syukur atas rahmat dan karunia Allah SWT kami dapat menyelesaikan makalah tugas

Sejarah dan Peradilan di Indonesia. Semuanya tidak terlepas dari rahmat dan pertolongan-Nya,
sehingga hambatan dan kendala yang dihadapi dapat diselesaikan dengan lancar.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat nya menuju jalan yang benar.
Penyusunan makalah ini, bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang membahas tentang
“Peradilan Militer”.
Kami menyadari dalam proses Pembuatan makalah Sejarah dan Peradilan di Indonesiaini tidak
terlepas dari hambatan dan rintangan, tetapi berkat bantuan berbagai pihak baik material maupun
spiritual beban yang berat itu dapat teratasi. Ibarat pepatah “tiada gading yang tak retak”, maka
bilamana ditemukan adanya kesalahan, kekurangan, baik pada subtansi bahasa atau kata, kalimat
dalam penulisan, cetakan kami dengan lapang dada menerima masukan, kritik dan saran demi
perbaikan makalah ini pada revisi-revisi berikutnya.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadikan amal sholeh bagi
kami. Amin Ya Rabb Alamin.

Surabaya, 28Maret2017
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Militer merupan salah satu bagian dari masyarakat negara yang menyelenggarakan sub sistem
hukum negara yang berkaitan dengan pembelaan dan pertahanan negera. Militer terdiri atas orang
orang terdidik yang dilantih dan dipersiapkan untuk bertempur karena itu di adakan norma norma
khusus untuk mengatur kedisiplinan anggota militer yang diperlukan bagi penyelenggaraan
pertahanan bangsa. Dalam penegakan suatu disiplin militer diperlukan aturan atau norma yang
memiliki sanksi yang tegas dan jelas terhadap anggota militer yang dilatih khusus untuk membela
dan menjaga keamanan dan pertahanan negara namun tetap dapat menbela dan menjaga hak
mereka sebagai warga negara. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem peradilan militer bagi
anggota militer yang merupakan suatu sistem peradilan yang berada dalam tubuh institusi militer
sebagai badan yang mengemban tugas mewujudkan proses hukum yang adil bagi anggota militerdan
penegakan disiplin anggota militer dimana peradilan militer ini harus mampu menjamin bahwa
mekanisme hukum tersebut juga melindungi hak-hak sipil anggota militer.
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan peradilan militer , tugas- tugas dan wewenang
peradilan militer, hakim peradilan militer, penitera peradilan militer.
Rumusan masalah
1. Apa yang dinamakan dengan Peradilan Militer ?
2. Apa yang dinamakan Hakim Peradilan Militer?
3. Apa yang dinamakan Panitera Peradilan Militer?
Tujuan Penulisan Makalah
1. Agar mengetahui apa yang dinamakan peradilan Militer.
2. Untuk mengetahui apa yang dinamakan dengan Hakim peradilan Militer.
3. Untuk Mengathui apa saja yang dinamakan dengan Panitera Peradilan Militer .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradilan Militer
Peradilan Militer merupakan salah satu pilar kekuasaan kehakiman di samping lingkungan peradilan
lain seperti di maksud pasal 10 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970. Keberadaan Peradilan Militer
merupakan konsekuensi logis adanya atatus subyek tindak pidana itu yakni seseorang berstatus
militer. Dalam hal terjadi kasus demikian maka akan berlaku hukum pidana militer yang idatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Peradilan Militer (KUHPM) sebagai Hukum materiil.[1]
Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata
untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara. Kekuasaan pengadilan militer diatur dalam Pasal 45 sampai dengan
Pasal 47 UU Peradilan Militer, sebagai berikut:[2]
Pengertian Hukum Pidana militer tidak dapat dipisahkan dari pengertian
hukum militer itu sendiri. Dalam Ensiklopedia Indonesia dijumpai pengertian
hukum militer yaitu: Suatu sistem jurisprudensi tersendiri yang menetapkan
kebijaksanaan dan peraturan bagi Angkatan bersenjata dan penduduk sipil
dibawah kekuasaan militer. Dalam pengertian sempit juga berarti peradilan
militer,merupakan garis kebijaksanaan khusus bagi angkatan bersenjata dalam arti luas :
1. Pemerintah Militer
2. Hukum keadaan perang. Yaitu pelaksanaan jurisdiksi militer tanpa
kewenangan hukum tertulis untuk sementara, oleh suatu pemerintah atas penduduk sipil suatu
daerah melalui angkatan bersenjatanya. Di Indonesia dikenal dengan SOB (Staat van Oorlog en
Beleg), juga disebut dengan Martial Law.
3. Pelaksanaan jurisdiksi militer atas kesatuan militer yang ditempatkan di kawasan negeri
sahabat pada masa damai.[3]
Sebagaimana kita ketahui macam tindakan pidana dibedakan anatara lain tindak pidana umum
(commune delictai) yang dapat dilakukan oleh setiap orang , yang merupakan lawan dari tindak
pidana khusus (delicta propria) yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja , dalam hal ini
dilakukan oleh seorang militer.[4]
B. Susunan Badan Peradilan Militer
Pada tahun 1997 diundangkan UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer. Undang-undang ini
lahir sebagai jawaban atas perlunya pembaruan aturan peradilan militer, mengingat aturan
sebelumnya dipandang tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat undang-undang No. 14 tahun
1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Undang-undang ini kemudian mengatur
susunan peradilan militer yang terdiri dari :[5]
1. Pengadilan Militer
2. Pengadilan Militer Tinggi
3. Pengadilan Militer Utama
4. Pengadilan Militer Pertempuran.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:[6]
1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak
pidana adalah:
a. Prajurit
b. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit
c. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap
sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang
d. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan
Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer.
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas
permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang
menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh mereka
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 yang:[7]
a. tempat kejadiannya berada di daerah hukumnya; atau
b. terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya.
C. Hakim Peradilan Militer
Dalam Pasal 16 Undang- Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Paredilan Militer di
sebutkan :
1. Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah berpangkat Mayor,
sedangkan Hakim Anggota dan Oditur Militer paling rendah berpangkat Kapten.
2. Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer Tinggi paling rendah berpangkat Kolonel,
sedangkan Hakim Anggota dan Oditur Militer Tinggi paling rendah berpangkat Letnan Kolonel.
3. Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer Utama paling rendah berpangkat Brigadir
Jenderal/Laksamana Pertama/ Marsekal Pertama, sedangkan Hakim Anggota paling rendah
berpangkat Kolonel.
4. Hakim Anggota dan Oditur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan Hakim
Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling rendah berpangkat setingkat lebih tinggi dari
pada pangkat Terdakwa yang diadili.
5. Dalam hal Terdakwanya berpangkat Kolonel, Hakim Anggota, dan Oditur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling rendah berpangkat setingkat dengan pangkat Terdakwa dan dalam hal
Terdakwanya perwira tinggi Hakim Ketua, Hakim Anggota dan Oditur sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling rendah ber-pangkat setingkat dengan pangkat Terdakwa.
1. Syarat- syarat untuk menjadi hakim militer adalah sebagai berikut:
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Militer, seorang Prajurit harus memenuhi syarat:[8]
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
c. tidak terlibat partai atau organisasi terlarang
d. paling rendah berpangkat Kapten dan berijazah Sarjana Hukum
e. berpengalaman di bidang peradilan dan/atau hukum dan
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Militer Tinggi, seorang Prajurit harus memenuhi syarat:[9]
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
c. tidak terlibat partai atau organisasi terlarang
d. paling rendah berpangkat Letnan Kolonel dan berijazah Sarjana Hukum
e. berpengalaman di bidang peradilan dan/atau hukum dan
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Militer Utama, seorang Prajurit harus memenuhi syarat:[10]
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
c. tidak terlibat partai atau organisasi terlarang
d. paling rendah berpangkat Kolonel dan berijazah Sarjana Hukum
e. berpengalaman sebagai Hakim Militer Tinggi atau sebagai Oditur Militer Tinggi dan
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercel.
Sebelum memangku jabatannya, Hakim wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya
sebagai berikut:[11]
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya
ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu
janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta
mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala
undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur,
saksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan
kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti selayaknya bagi seorang Hakim
Militer/Hakim Militer Tinggi/Hakim Militer Utama yang ber-budi baik dan jujur dalam menegakkan
hukum dan keadilan".
2. Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim dalam Peradilan Militer
Pengangkatan dan pemberhentian Hakim dalam peadilan Militer diataur dalam pasal 21 Undang-
Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, disebutkan sebagai berikut
“Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Panglima berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah
Agung.”
D. Panitera Peradilan Militer
Dalam Pasal 16 ayat 6 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer di sebutkan :
Kepangkatan Panitera dalam persidangan:
a. Pengadilan Militer paling rendah berpangkat Pembantu Letnan Dua dan paling tinggi
berpangkat Kapten
b. Pengadilan Militer Tinggi paling rendah berpangkat Kapten dan paling tinggi berpangkat Mayor
c. Pengadilan Militer Utama paling rendah berpangkat Mayor dan paling tinggi berpangkat
Kolonel.
Dalam Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer di
katakan : “Panitera diangkat dan diberhentikan oleh Panglima”
Sebelum memangku jabatannya, Panitera wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya
sebagai berikut:[12]
"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya
ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu
janji atau pemberian".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta
mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala
undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur,
saksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan
kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti selayaknya bagi seorang Panitera yang
berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
1. Syarat- syarat untuk menjadi panitera dalam peradilan militer adalah sebagai beikut :
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera pada Pengadilan Militer, seorang Prajurit harus memenuhi
syarat:[13]
a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) huruf a dan Pasal 18
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f
b. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas; dan
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun di bidang administrasi peradilan.
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera pada Pengadilan Militer Tinggi, seorang Prajurit harus
memenuhi syarat:[14]
a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) huruf b dan Pasal 19
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f
b. berijazah paling rendah Sarjana Hukum; dan
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera pada Pengadilan Militer.
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera pada Pengadilan Militer Utama, seorang Prajurit harus
memenuhi syarat:[15]
a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) huruf c dan Pasal 20
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f
b. berijazah Sarjana Hukum; dan
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera pada Pengadilan Militer
Tinggi.
2. Tugas-Tugas Panitera Peradilan Militer
Tugas- tugas Panitera Peradilan Militer di atur dalam pasal 37 Undang-Undang Republik Indonesia
No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Sebagai berikut :
1. Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi perkara dan membantu Hakim dengan
mengikuti serta mencatat jalannya sidang.
2. Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di kepaniteraan.
3. Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, putusan, dokumen, akta, buku
daftar, surat-surat berharga dan surat-surat lainnya, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, serta
barang bukti yang semuanya disimpan di kepaniteraan.
3. Pemberhentian Panitera Peradilan Militer
Pemberhentian Panitera Peradilan Militer Diatur dalam Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Republik
Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Pasal 35 :
1. Panitera diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. alih jabatan
b. permintaan sendiri
c. sakit jasmani atau rohani terus-menerus
d. menjalani masa pensiun; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankacn tugasnya.
2. Panitera yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya.
Pasal 36 :
Panitera diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan
b. melakukan perbuatan tercela
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas jabatannya
d. melanggar sumpah atau janji jabatannya; atau
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Panglima.[16]

BAB III
KESIMPULAN
1. Peradilan militer adalah pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata
atau dilingkungan Militer.
2. Hakim Militer Pejabat yang masing-masing melaksanakan kekuasaan kehakiman pada
pengadilan.
3. Panitera Militer merupakan Pembantu Hakim yang bertugas bertugas menyelenggarakan
administrasi perkara serta mengikuti serta mencatat jalannya sidang.
DAFTAR PUSTAKA
Faisal, Moch Salam. 2006. Hukum Pidana Militer di Indonesia. Bandung : Mandar Maju.
Sjarif, Amiroedin. 1996.Hukum Disiplin Militer Di Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.
Waluyo, Bambang. 1992.Implementasi Kekuasaan Kehakiman RI.Jakarta : Sinar Grafika
Indonesia. 1984.Ensiklopedia Indonesia Ichtiar Baru-van Hoeven . Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

[1] Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman RI, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992) 84.
[2] Amiroedin Sjarif, Hukum Disiplin Militer Di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996)5.
[3]Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Ichtiar Baru-van Hoeven (Jakarta, 1984) 2247.
[4] Moch Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia (Bandung : Mandar Maju, 2006) 27.
[5] Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[6] Pasal 09 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

[7]Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[8] Pasal 18Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[9]Pasal 19Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[10] Pasal 20Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[11] Pasal 22Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

[12] Pasal 30Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

[13] Pasal 31Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[14] Pasal 32Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
[15] Pasal 33Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

[16] Pasal 37Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Anda mungkin juga menyukai