Anda di halaman 1dari 38

TUGAS KELOMPOK 3 ( 5 B PAGI )

NASKAH AKADEMIK

“ KEMAHIRAN PEMBUATAN PER UNDANG – UNDANGAN ”

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

JAKA SUNANDAR 2110117641

TESA 2110117602

ELSA NABILA 211011

SERAFINA RICCI 211011

CINTIA MUI 211011

WULAN 211011
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa
tujuan nasional adalah melindungi seluruh negara dan tumpah darah Indonesia, meningkatkan
kesejahteraan umum, meningkatkan kehidupan bangsa, dan berpartisipasi dalam mewujudkan ketertiban
global yang didasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Semua rakyat
Indonesia harus bekerja sama untuk mewujudkan amanat UUD NRI 1945. Peran, fungsi, dan tugas seluruh
bangsa harus menggambarkan dan melaksanakan upaya bersama. Salah satu cara bangsa Indonesia
mencapai tujuan nasionalnya adalah mempertahankan negara. Semua warga negara memiliki hak dan
kewajiban untuk melindungi negara mereka dengan berpartisipasi dalam usaha pertahanan negara. Pasal
30 UUD NRI 1945, ayat 1 mengatur hak dan kewajiban warga negara tersebut, dan ayat 2 menyatakan
bahwa pertahanan negara dilakukan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, dengan
Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara yang berfungsi sebagai kekuatan utama yang disebut
sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara. Mempertahankan, melindungi, dan menjaga integritas dan kedaulatan
pemerintah.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) mengatur
bahwa Tentara Nasional Indonesia Menurut Pasal 30 ayat (5) UUD NRI 1945, susunan, kedudukan,
hubungan, dan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dalam melaksanakan tugas diatur, termasuk
syarat-syarat keterlibatan warga negara dalam usaha pertahanan negara dan hal-hal yang terkait dengan
pertahanan negara. rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara profesional. Sebagai tentara
rakyat, anggota TNI berasal dari warga negara Indonesia; sebagai tentara pejuang, TNI berjuang
menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya; sebagai tentara nasional, TNI adalah tentara kebangsaan
Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan
agama; dan sebagai tentara profesional, TNI terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, sehingga mahir
menggunakan peralatan militer, mahir bergerak, mahir menggunakan alat tempur, serta mampu
melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilainilai akuntabilitas, tentara profesional juga tidak
berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara
yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan
ketentuan hukum Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(UU TNI), pembangunan dan pengembangan Tentara Nasional Indonesia harus dilakukan secara
profesional. Tentara Nasional (TNI) adalah tentara rakyat, pejuang, nasional, dan profesional. Sebagai
tentara rakyat, anggota TNI adalah warga negara Indonesia; sebagai tentara pejuang, TNI berjuang untuk
menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya; sebagai tentara nasional, TNI adalah tentara kebangsaan
Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan
agama; dan sebagai tentara profesional, anggota TNI memiliki pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan
yang diperlukan.

Di samping memiliki kemampuan untuk melaksanakan peran, fungsi, dan tugas pentingnya baik
dalam operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang, TNI juga memiliki kekuatan
dan kemampuan untuk membantu kementerian dan lembaga lain menyelesaikan masalah dalam proses
pelaksanaan tugas pemerintahan yang memerlukan kemampuan TNI di luar bidang pertahanan. Dengan
demikian, Pasal 47 ayat (2) UU TNI memungkinkan anggota TNI aktif untuk menduduki jabatan di
sepuluh kementerian atau lembaga: Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara,
Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR)
Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Namun, mengingat kondisi yang semakin
berubah dan kebutuhan untuk anggota TNI aktif di luar sepuluh kementerian dan lembaga tersebut,
diperlukan perubahan pada undang-undang TNI mengenai penempatan instansi pusat tertentu yang dapat
ditempati oleh anggota TNI aktif.
Selain itu, ketentuan yang mengatur batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama dalam melaksanakan
dinas keprajuritan, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UU TNI, harus diubah juga. Menurut Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara (UU Kepolisian), usia pensiun pegawai adalah 58 tahun. Ini berdasarkan
angka harapan hidup masyarakat Indonesia, dengan usia laki-laki 73 tahun dan perempuan 69,16 tahun,
dan usia produktif sampai dengan usia 60 tahun. Untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, batas usia
pensiun Bintara dan Tamtama TNI harus disesuaikan dengan batas usia pensiun ASN/Polri pada golongan
yang sama di Kepolisian dan K/L lainnya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas dan untuk memberikan alasan ilmiah untuk
penyusunan dan pembahasan RUU tentang Perubahan UU TNI, Naskah Akademik disusun.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dasar-dasar yang disebutkan di atas, ada 4 (empat) pokok masalah yang diidentifikasi
dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh pelaksanaan UU TNI Indonesia terhadap kehidupan
nasional, negara, dan masyarakat, dan bagaimana masalah ini dapat diselesaikan?
2. Apakah UU TNI harus diubah dengan segera?
3. Apakah pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis yang mendasari pembuatan Rancangan
Undang-Undang tentang Perubahan UU TNI?
4. Apa tujuan yang akan dicapai, ruang lingkup, jangkauan, dan arah pengaturan yang akan dibuat?

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Tujuan dari penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan beberapa ketentuan dalam UU TNI bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara, serta solusi untuk masalah tersebut;
2. Menentukan pentingnya RUU perubahan UU TNI sebagai dasar untuk memecahkan masalah
mengenai jabatan di kementerian atau lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit Tentara Nasional
Indonesia serta usia paling tinggi bagi bintara dan tamtama dalam melaksanakan dinas
keprajuritan;
3. Menguraikan alasan hukum, filosofis, dan sosiologis untuk RUU Perubahan UU TNI;
4. Menentukan tujuan yang akan dicapai, ruang lingkup, jangkauan, dan tujuan perubahan UU TNI.

Naskah akademik ini berguna untuk digunakan sebagai referensi akademik dalam pembuatan dan
diskusi RUU Perubahan UU TNI yang komprehensif, akomodatif, responsif, dan demokratis yang dapat
memberikan kontribusi positif kepada penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan dinamika dan
perkembangan tuntutan masyarakat.

D. Metode

Dalam penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Perubahan Atas UU TNI ini, metode yuridis
normatif digunakan. Ini menggunakan studi literatur tentang bahan hukum primer, sekunder, dan tersier,
termasuk UU NRI 1945, UU tentang Kepolisian Negara, UU tentang TNI, UU tentang ASN, Perpres
Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, dan Perpres Nomor 66 Tahun
2019 tentang Susu. Bahan hukum sekunder berasal dari temuan studi, penelitian, dan referensi lainnya
yang berkaitan dengan masalah. Bahan hukum di luar bidang hukum, seperti kamus hukum dan sumber
lain.

Sebagai pendukung data sekunder, metode yuridis normatif dilengkapi dengan diskusi kelompok
terpumpun dengan narasumber. Pertama, analisis data dilakukan secara kualitatif; kemudian, bahan
hukum tertulis yang dikumpulkan diklasifikasikan sesuai dengan masalah yang telah diidentifikasi.
Selanjutnya, dokumen bahan hukum dievaluasi secara sistematis dan dilengkapi dengan informasi dari
berbagai sumber untuk membantu menjawab pertanyaan
BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoretis

1. Alat Pertahanan Negara

Pertahanan negara adalah upaya untuk mempertahankan kedaulatan negara, mempertahankan


keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi setiap orang dari ancaman militer
dan ancaman bersenjata terhadap keutuhan negara dan bangsa. Kebijakan Umum Pertahanan Negara
mendefinisikan ancaman sebagai berikut:

a. Ancaman militer, yang didefinisikan sebagai ancaman yang dilakukan dengan kekuatan bersenjata
dan terorganisir dan dianggap dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan
keselamatan nasional secara keseluruhan.
b. Ancaman nonmiliter adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor nonmiliter. Ancaman ini
dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, keselamatan umum, teknologi,
ideologi, dan sosial budaya. Menempatkan kementerian dan lembaga di luar bidang pertahanan
dan Pemerintah Daerah, didukung oleh TNI dan unsur-unsur kekuatan nasional lainnya,
bertanggung jawab untuk mengerahkan kekuatan pertahanan nonmiliter. Komponen utama yang
dimaksud adalah kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas
urusan bidang yang berkaitan dengan ancaman nonmiliter dari ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, keselamatan umum, teknologi, dan undang-undang.
c. Ancaman perang hibrida adalah jenis ancaman yang terdiri dari kombinasi ancaman militer dan
nonmiliter. Mereka dihadapi dengan pola pertahanan militer, dengan kekuatan pertahanan
nonmiliter diubah menjadi komponen pendukung sesuai dengan sifat dan eskalasi ancaman hibrida

d. Pemerintah menjalankan pertahanan negara dan mempersiapkannya secara dini dengan sistem
pertahanan negara. bersifat universe yang mencakup semua warga negara, wilayah, dan sumber
daya nasional lainnya, bersama dengan perencanaan yang matang dari oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, terkoordinasi, dan menegakkan kedaulatan dan
keutuhan negara, dan keselamatan seluruh negara dari bahaya. Tentara Nasional Indonesia adalah
sarana pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas utama tentara ini adalah
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan melindungi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan negara dan bangsa berdasarkan kebijakan dan
keputusan politik negara.

2. Manajemen Sumber Daya Manusia

Kata "manajemen" didefinisikan dalam kamus Bahasa Indonesia sebagai "penggunaan sumber daya
secara efektif untuk mencapai sasaran". Manajemen juga dapat didefinisikan sebagai upaya untuk
perencanaan, pengorganisasian, pengorganisasian, dan pengontrolan sumber daya yang ada untuk secara
efisien dan efektif mencapai tujuan. Salah satu cakupan yang sangat luas dari istilah "manajemen sumber
daya manusia" adalah pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi melalui perencanaan
sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, dan pemberian kompetensi melalui
penilaian kinerja yang efektif dan analisis jabatan.

Manajemen sumber daya manusia memiliki tujuannya sendiri, yaitu:

1) Tujuan Organisasi, yaitu berkontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi


2) Tujuan Fungsional: Menjaga kontribusi departemen sesuai dengan kebutuhan organisasi
3) Tujuan sosial, yang berarti secara moral mengatasi kebutuhan dan masalah masyarakat dengan
mengurangi dampak negatif terhadap organisasi
4) Tujuan Personal, yang berarti membantu karyawan mencapai tujuannya, harus dipertimbangkan
saat memutuskan apakah karyawan harus dipertahankan, dipensiunkan, atau dimotivasi

Mematangkan pola perencanaan, termasuk menghitung kebutuhan sumber daya manusia, adalah
salah satu tugas manajemen sumber daya manusia. Ini berkaitan dengan beberapa hal:

a. Mencari dan mempertahankan jumlah dan kualitas pekerja


b. Menentukan kebutuhan keterampilan dan metode untuk memenuhinya
c. Menangani kekurangan dan kelebihan karyawan
d. Menciptakan sistem kerja yang dapat disesuaikan
e. Meningkatkan tingkat penggunaan karyawan

Ada banyak cara yang biasa digunakan untuk menghitung kebutuhan sumber daya manusia. Salah
satunya menggunakan analisis beban kerja, yang dipengaruhi oleh pembagian kerja, ukuran kemampuan
kerja, dan waktu yang tersedia. Ini adalah frekuensi rata-rata setiap jenis pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu.

Kompetensi adalah komponen lain yang sangat penting dalam manajemen sumber daya manusia.
Dengan kompetensi, perusahaan dapat menentukan standar pengetahuan, keahlian, dan kemampuan kerja
seseorang dalam bidang tertentu yang digunakan saat memilih calon karyawan atau saat memilih
karyawan untuk promosi. Kompetensi juga digunakan untuk merencanakan, membantu, dan
mengembangkan perilaku dan kinerja seseorang sehingga lebih terarah, tepat, dan efektif.

Kompetensi adalah kualitas yang diberikan pada orang atau benda, yang mengacu pada karakteristik
tertentu yang diperlukan untuk dapat melakukan tugas secara efektif.

Secara khusus, semua orang harus memiliki lima kompetensi, yaitu:

1. Keterampilan tugas, yang berarti kemampuan untuk menyelesaikan tugas rutin sesuai dengan
standar di tempat kerja
2. Kemampuan manajemen tugas, yang berarti kemampuan untuk mengelola berbagai tugas yang
muncul di tempat kerja.
3. Kemampuan manajemen tekanan, yaitu kemampuan untuk mengatasi masalah dengan cepat di
tempat kerja.
4. Kemampuan lingkungan kerja, yaitu kemampuan untuk bekerja sama dan menjaga lingkungan
kerja nyaman.
5. Kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja baru.

Dalam manajemen sumber daya manusia, kompetensi dan pola karir sangat penting. Karir adalah
proses yang sengaja dirancang oleh perusahaan untuk membantu karyawan lebih terlibat di tempat kerja.
Pola karir dasar berpusat pada jalur karir yang menghubungkan pekerjaan satu ke pekerjaan lainnya,
sementara pola dasar berpusat pada urutan konsisten penempatan dan perpindahan karyawan di setiap
jenis pekerjaan. Jalur karir ini memberikan kesempatan yang sama untuk mencapai tujuan karir. Di
lingkungan pegawai negeri, misalnya, ada jalur karir struktural dan fungsional yang dikenal.

Dr. IG. Wursanto menyatakan bahwa organisasi dapat menggunakan empat jalur karir, yaitu:

1. Jalur karir tradisional, yaitu jalur karir yang diikuti oleh karyawan yang maju dari jabatan
tertentu ke jabatan berikutnya dalam organisasi.
2. Jalur karir jaringan yang mengikuti sekuensi jabatan secara vertikal dan horizontal mengakui
bahwa ada pertukaran pengalaman pada tingkat tertentu dan kebutuhan pengalaman yang luas
sebelum promosi ke tingkat yang lebih tinggi.
3. Jalur karir lateral: Ini adalah jalur karir yang memungkinkan seseorang menjadi lebih baik dan
menghadapi tantangan baru di posisi yang sama karena jumlah pekerjaan yang tersedia sangat
terbatas. Dalam situasi seperti ini, promosi dan kenaikan upah tidak mungkin terjadi; namun,
seseorang menjadi lebih tinggi karena berada dalam posisi yang sulit.
4. Jalur karir rangkap: Ini adalah jalur karir ganda di mana pegawai diberi penghargaan untuk
kemampuan teknis mereka.

Dilihat dari perspektif reformasi organisasi, filosofinya adalah bahwa semua jenjang dan strata
organisasi pemerintah secara fundamental berfungsi sebagai instrumen pelayanan publik. Oleh karena itu,
struktur dan ketatlaksanaan organisasi harus dirancang secara tepat agar mampu menanggapi dan
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Menurut teori manajemen SDM modern,
penempatan berlaku untuk pegawai baru dan lama. Dalam hal penempatan pegawai, juga penting untuk
memastikan bahwa minat, bakat, pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian pegawai sesuai dengan jenis dan
tingkat pekerjaan atau jabatan yang diberikan kepadanya. Dengan kata lain, prinsip "Orang yang tepat di
tempat yang tepat dan orang yang tepat di jabatan yang tepat" harus diterapkan dalam penempatan.

3. Konsep Penugasan dalam Rangka Optimalisasi Sumber Daya Manusia


Metode Penugasan adalah bagian dari program linear yang digunakan untuk memberikan pekerjaan
kepada orang atau subjek tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dengan biaya yang paling rendah,
keuntungan yang paling besar, dan waktu yang paling singkat. Pada awalnya, konsep penugasan ini
dikenal dalam pola kerja pegawai negeri sipil (PNS) dengan istilah "dibantukan atau dipekerjakan".
Namun, istilah "PNS diperbantukan dan dipekerjakan" sekarang berubah menjadi "PNS pada instansi
pemerintah" dan "PNS di luar intansi induknya, tetapi gajinya akan tetap dibebankan padanya. Sebaliknya,
jika pegawai melakukan pekerjaan di luar instansi induknya, gajinya akan dibebankan pada instansi yang
menerima bantuan. Konsep penugasan merupakan komponen dari pengembangan pola karir pegawai.
Konsep pencalonan terbuka, di sisi lain, lebih fokus pada cara mengisi jabatan pimpinan utama dan madya.
Tujuannya adalah untuk memberi perusahaan pilihan yang lebih luas untuk memilih kandidat yang
kompeten dan memungkinkan karyawan untuk diangkat ke jabatan struktural tertentu. Pencalonan terbuka
jelas memiliki persyaratan yang lebih khusus dan ketat.

Uji kompetensi, selain memenuhi persyaratan administratif, merupakan langkah tambahan yang
harus dipenuhi oleh pegawai yang berpartisipasi dalam pencalonan terbuka.instansi pemerintah." Konsep
yang dipekerjakan sendiri dan yang dibantu sendiri berbeda.

B. Studi tentang prinsip-prinsip yang terkait dengan penyusunan norma

1. Asas Proporsionalitas
yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. Asas ini
meletakkan segala kegiatan dalam konteks dan tujuan kegiatan yang dilakukan terutama oleh
institusi dan aparatur pemerintahan, dan dilandasi oleh etika institusional, sosial, dan individu.
Konsep jalur karir prajurit aktif secara diagonal di luar institusi yang terkait dengan bidang
pertahanan diimplementasikan untuk mengimbangi kebutuhan instansi pemerintah dengan
mempertimbangkan etika dan standar yang berlaku.

2. Asas Kepastian Hukum Asas: Sebagai negara hukum, peraturan perundang-undangan, kepatutan,
dan keadilan diutamakan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
Asas ini bertujuan untuk menghormati hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan keputusan
badan atau pejabat administrasi Negara. Ini berarti bahwa keputusan dari pejabat administrasi
Negara, salah satunya pejabat Pembina Kepegawaian, diperlukan untuk menduduki jabatan. Ini
juga terkait dengan bagaimana prajurit TNI mengubah status dan profesi mereka, terutama bagi
prajurit aktif yang memperpanjang batas usia pensiun dan yang dipromosikan untuk memegang
jabatan tertentu di luar institusi pertahanan.

3. Asas Profesionalitas Dasar: Mengutamakan keahlian berdasarkan kode etik dan peraturan
perundangundangan yang berlaku. Kompetensi, kebutuhan, dan pola serta jenjang karir prajurit
TNI harus dipertimbangkan saat mereka ditugaskan aktif pada instansi pemerintah di luar bidang
pertahanan. Perubahan ini didasarkan pada peningkatan produktifitas usia, dan untuk menguatkan
SDM di TNI sehingga Prajurit dapat dimaksimalkan peran dan fungsinya.

C. Tinjauan Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Saat Ini, dan Masalah Masyarakat

1. Pendudukan jabatan sipil di instansi pusat tertentu

Prajurit TNI diberi kemampuan untuk menduduki jabatan sipil (ASN) di lingkungan instansi pusat
tertentu sesuai dengan kompetensi mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jabatan ASN
tertentu tersebut berada di lingkungan instansi pusat dan diatur oleh UU TNI. Pasal 47 ayat 2 UU TNI
mengatur instansi pusat tertentu. Ayat ini menyatakan bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada
kantor yang dipimpin oleh Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara,
Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan
Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Syarat Prajurit aktif23 menduduki jabatan didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga
pemerintahan non departemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan
departemen dan lembaga pemerintah non departemen dimaksud, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat
(3) UU TNI. Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit aktif atas jabatan tertentu tersebut
sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (4), dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen
dan lembaga pemerintah non departemen yang bersangkutan.
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU
Kementerian Negara) dan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedelapan atas
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja LPNK, pengaturan kelembagaan dan nomenklatur instansi pusat tertentu telah
berubah.

Sampai saat ini, telah ada sekitar 13 (tiga belas) surat permintaan dari kementerian atau lembaga yang
meminta prajurit TNI aktif untuk berdinas di kementerian atau lembaga tersebut. Beberapa contoh dari
permintaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor:


b. 4679/70/DJM.S/2019 tanggal 14 Juli 2019 Perihal Pergantian Anggota Liasion Officer (LO)
Susmar Ditjen Migas Periode 2019-2021.
c. Surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1314/73/SJN.M/2019 tanggal 2
Agustus 2019 Perihal Usul Pati TNI AD sebagai calon Kepala Pusat Pengembangan SDM di
d. Lingkungan KESDM.
e. Surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 320/77/MEM.S/2019 tanggal 5
Agustus 2019 Perihal Konfirmasi Bantuan Tenaga.
f. Surat Kepala Badan Keamanan Laut Nomor: R-54/KEPALA/V/2018 tanggal 23 Mei 2018
perihal Permohonan Personel TNI AD.
g. Surat Kepala Badan Keamanan Laut Nomor: R-20/SESTAMA/II/2019 tanggal 28 Februari
2019 perihal Permohonan Penugasan Personel Pamen TNI AD
h. Surat Kepala Badan Keamanan Laut Nomor: R-24/SESTAMA/III/2019 tanggal 5 Maret 2019
perihal Permohonan Penugasan Personel TNI AL
i. Surat Direktur SDM dan Umum PT. PAL Nomor: R.17/50000/V/2019 tanggal 21 Mei 2019
perihal Permohonan Penugasan Personel
j. Surat Direktur Utama PT. PAL Nomor: R/320/10000/X/2019 tanggal 10 Oktober 2019 perihal
Permohonan Penugasan Personel
k. Surat Pimpinan DPD RI Nomor: HM.02.00/1183/DPDRI/VI/2019 tanggal 13 Juni 2019 perihal
l. Permohonan Persetujuan Pamen TNI AD
m. j. Surat Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: R-125/MENKP/II/2018 tanggal 23 Februari
2018 perihal Permintaan Personel Perwira Tinggi TNI AL
n. k. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
o. Nomor:B.1860/SES/PEG/05/05/11/2018 tanggal 13 November 2018 perihal Usul Plt. Deputi
Bidang Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana.

l. Surat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila RI Nomor: B.97/BPIP/SU/11/2018 tanggal 27 November


2018 perihal Permohonan Penugasan Pamen TNI AD sebagai Plt. Direktur Penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan, Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan Bdan Pembinaan Ideologi
Pancasila. Surat Sekretaris Militer Presiden Nomor: R-355/Sesmilpres/AM.01.01/03/2019 tanggal 13
Maret 2019 perihalPermohonan Personel Pama TNI untuk seleksi Calon Asisten Ajudan Presiden RI.

Pasal 47 ayat (2) UU TNI mengatur penentuan lembaga berdasarkan nomenklatur, yang
menyebabkan pengaturan menjadi kaku ketika nomenklatur kementerian atau lembaga berubah. Oleh
karena itu, pengaturan umum harus dibuat tanpa menyebutkan nomenklatur lembaga, hanya mengatur
fungsi atau urusan lembaga tersebut, sehingga pengubahan nomenklaur lembaga tidak akan
berdampak.

2. Batas Usia Pensiun Prajurit TNI

Dinamika perkembangan lingkungan strategis dengan ancaman yang semakin kompleks dan
untuk meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, TNI mengeluarkan Grand
Design Organisasi TNI 2019–2024, yang dikeluarkan oleh Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2019
tentang Susunan Organisasi TNI. Dalam Grand Design Organisasi TNI 2019–2024, terdapat
pembentukan baru Organisasi TNI antara lain, tetapi tidak terbatas pada organisasi lama.

a. Komando Pertahanan Wilayah Gabungan Kogabwilhan bertanggung jawab untuk menangani konflik
di wilayahnya baik untuk OMP maupun OMSP, dan sesuai dengan kebijakan Panglima, dia bertindak
sebagai penangkal ancaman dari luar. Kogabwilhan disusun berdasarkan bidang tugasnya, yang
mencakup:

Tanjung Pinang merupakan pusat Kogabwilhan I (Wilayah Barat), Makassar merupakan pusat
Kogabwilhan II (Wilayah Tengah), dan Sorong merupakan pusat Kogabwilhan III (Wilayah Timur).
Kogabwilhan membawahi satuan di bawahnya yang tersebar di wilayah kerjanya. Oleh karena itu, di
wilayah operasi masing-masing Kogabwilhan, satuan TNI akan dibentuk.
b. Komando Armada RI terdiri dari penggabungan dari tiga (tiga) Koarmada dan bertanggung jawab
untuk menyelenggarakan operasi intelijen maritim untuk mendukung operasi laut; operasi tempur
laut dalam rangka OMP, baik gabungan maupun mandiri; operasi OMSP sehari-hari; dan operasi
keamanan laut di wilayahnya sesuai kebijakan Panglima TNI. Terdiri dari:

1. Komando Armada I di Jakarta;


2. Komando Armada II di Surabaya; dan
3. Komando Armada III di Sorong, adalah Komando Armada RI.

Komando Armada membawahi satuan di bawahnya yang tersebar di wilayah kerjanya.

c. Komando Operasi Udara Nasional adalah kombinasi dari Kohanudnas dan 3 (tiga) Komando Operasi
Udara (Koopsau), dan Komando Operasi Udara Nasional membawahi: 1) Komando Operasi Udara I
di Jakarta; 2) Komando Operasi Udara II di Makassar; dan 3) Komando Operasi Udara III di Biak.
Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) bertanggung jawab atas pembinaan dan pengembangan
kekuatan serta penggunaan kekuatan dalam kampanye militer, baik secara mandiri maupun bekerja
sama dengan Komando Gabungan lainnya untuk mendukung tugas utama TNI.Masing-masing
Komando Operasi Udara mengelola satuan di bawahnya yang tersebar di wilayah kerjanya.

d. Perluasan Pusat Hidro-Oseanografi Angkatan Laut menjadi Komando Operasi TNI dengan perwira
tinggi tingkat tiga. bertanggung jawab untuk mengelola operasi survei pemetaan hidrooseanografi
baik militer maupun nasional, termasuk penelitian, survei, pemetaan laut, publikasi, penerapan
lingkungan laut, dan keselamatan navigasi pelayaran. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab
untuk menyiapkan data dan mendukung kepentingan baik publik maupun militer dalam
mempertahankan dan mengembangkan bangsa.

e. Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia (Koopssus TNI) dibentuk sebagai Badan
Pelaksana Pusat Mabes TNI, berdiri langsung di bawah Panglima TNI dan dipimpin oleh Komandan
Koopssus TNI. Komando Operasi Khusus TNI melakukan operasi khusus baik di dalam maupun di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Organisasi TNI akan berubah dengan pembentukan beberapa satuan baru di daerah, yang akan
membutuhkan banyak prajurit Bintara dan Tamtama.
Ada beberapa jenis pengaturan pensiun. Seandainya usia pensiun prajurit TNI ditetapkan berdasarkan
kriteria perwira, bintara, dan tamtama. Dengan demikian, anggota polisi yang telah pensiun menggunakan
pendekatan yang berbeda dari anggota polisi yang memiliki spesialisasi tertentu. Selain itu, untuk
menentukan pensiun, ASN menggunakan pendekatan klasifikasi jabatan.

Menurut Pasal 30 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, usia pensiun anggota Polri adalah 58 tahun. Namun, anggota yang memiliki keahlian khusus
dan sangat dibutuhkan dalam tugasnya dapat dipertahankan sampai dengan usia 60 tahun.

Sangat penting untuk membandingkan TNI dan Polri karena keduanya membutuhkan kondisi fisik
dan kesehatan yang sama untuk menjalankan tugas pengabdian negara. Namun, Pasal 87 ayat (1) huruf c
UU ASN menetapkan usia pensiun ASN sebagai berikut:

a. umur 58 tahun untuk Pejabat Administrasi;


b. 60 (enam puluh) tahun untuk pejabat tinggi;
c. sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk Pejabat Berfungsi.

Berdasarkan kondisi ini, paling tidak ada dua opsi. pengaturan ke depan, yang pertama adalah
gagasan tentang pengaturan batas usia pensiun yang didasarkan pada keahlian dan batas umum prajurit
TNI batas usia pensiun yang ditetapkan oleh Polri untuk perajurit TNI sehingga usia pensiun prajurit TNI
adalah 58 tahun, dan usia pensiun anggota TNI adalah 58 tahun. yang memiliki keterampilan khusus yang
sangat penting untuk pekerjaan dapat dipertahankan hingga usia enam puluh tahun, tetapi konfigurasi
Setelah itu diadopsi, batas usia pensiun militer harus mempertimbangkan efek psikologis tentara tamta
dan

Salah satu opsi lain adalah menurunkan umur pensiun Perwira dan Bintara menjadi 58 tahun. Ini
untuk mengimbangi psikologi prajurit TNI dan pengelolaan potensi sesuai kebutuhan organisasi. Menurut
perintah Presiden, batas pensiun untuk Bintara dan Tamtama akan dinaikkan 27. Oleh karena itu, opsi
kedua harus diprioritaskan dalam lingkungan baru.
D. Studi tentang konsekuensi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Undang-Undang terhadap
aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap beban keuangan negara Praktek
penyelenggaraan yang disebutkan sebelumnya membutuhkan kebijakan untuk menyesuaikan dengan
perubahan kebutuhan dan sesuai dengan perundang-undangan. Ini dilakukan dengan mengubah
Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, yang mengandung materi
seperti:

a. Penyesuaian Nomenklatur Departemen Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan.


b. Perluasan instansi pusat tertentu yang dapat di isi oleh Prajurit Aktif.
c. 3.Penambahan batas usia pensiun prajurit.

Perubahan materi tersebut harus mempertimbangkan dampak atau implikasi atas penerapan norma
baru yang meliputi:

1. Nomenklatur Departemen Pertahanan diubah menjadi Kementerian Pertahanan. Sejak Undang-


Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, perubahan nomenklatur telah dilakukan.
Menurut Penjelasan Pasal 27, nomenklatur kementerian yang berlaku sebelumnya, seperti Departemen
dan Kementerian Negara, akan tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai terbentuknya kementerian
yang diatur dalam undang-undang ini. Lebih lanjut, Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pertahanan mengatur nomenklatur Kementerian Pertahanan. Oleh karena itu, penyesuaian
nomenklatur Departemen Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan dalam Perubahan UU TNI tidak
memberikan beban keuangan tambahan. Ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Perluasan Jabatan dalam instansi pusat tertentu yang dapat diduduki oleh Prajurit Aktif
Penambahan instansi pusat tertentu yang dapat diduduki oleh prajurit aktif akan berdampak pada:

a. Memberikan kepastian hukum atas keterlibatan prajurit aktif dalam menduduki jabatan pada
instansi pusat tertentu. Dengan mengatur keterlibatan prajurit aktif dalam menduduki jabatan
pada instansi pusat tertentu, dimungkinkan untuk memaksimalkan tugas fungsi lembaga yang
membutuhkan kemampuan prajurit aktif TNI tanpa melanggar larangan dwi fungsi ABRI.
b. Meningkatkan dan memaksimalkan fungsi beberapa instansi pusat yang membutuhkan
kemampuan personel aktif. Kelembagaan yang memiliki tugas dan fungsi yang berhubungan
dengan TNI memerlukan fungsi koordinasi dan dukungan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Oleh karena itu, memiliki prajurit aktif yang menduduki jabatan dalam lembaga
tersebut akan meningkatkan dan memaksimalkan pelaksanaan tugas dan fungsinya.
c. Pertukaran pengetahuan dan keterampilan antara SDM dan prajurit aktif di instansi pusat
tertentu tersebut. Pengisian jabatan oleh prajurit aktif dalam kelembagaan yang memiliki tugas
dan fungsi yang berhubungan dengan TNI akan memungkinkan SDM yang berada dalam
kelembagaan tersebut untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh prajurit
aktif. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, lembaga yang dibuka untuk diduduki oleh prajurit
aktif memiliki tugas dan fungsi yang berhubungan dengan TNI, sehingga anggota militer yang
ditempatkan atau menduduki jabatan di lembaga tersebut memiliki pengalaman dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga tersebut.
d. Meningkatkan peluang karir bagi anggota militer yang aktif Penambahan jabatan yang dapat
diduduki oleh prajurit aktif akan memberikan peluang karier di luar lingkungan TNI,
khususnya dalam menangani bidang tugas dan fungsi TNI yang berada dalam instansi pusat
tertentu. Selain itu, meskipun prajurit aktif menduduki jabatan dalam instansi pusat tertentu,
status mereka tetap sebagai komponen utama sistem pertahanan negara.
e. Prajurit TNI aktif yang menjabat di instansi pusat negara akan menjadi tergantung dan subjektif
kepada korsa. Pengisian jabatan oleh prajurit aktif yang masih terikat dengan TNI dapat
menimbulkan keberpihakan kepada TNI dalam pengambilan kebijakan.
f. Manajemen karier pada lembaga yang akan diduduki.

Pengisian jabatan pada instansi pusat tertentu oleh Prajurit TNI aktif akan berpengaruh pada
pengembangan karier bagi pegawai dari instansi pusat tertentu tersebut. Sehingga berpotensi mengganggu
konsolidasi internal kelembagaan yang telah ada.

3. Penambahan Usia Pensiun Prajurit

Penambahan batas usia pensiun, berdampak pada beberapa hal antara lain:

a. Perubahan managemen karier di organisasi TNI


b. Penambahan batas usia pensiun bintara dan tamtama
c. berdampak pada perubahan siklus pembinaan personel bagi prajurit tersebut. Batas usia pensiun
untuk bintara dan tamtama ditambahkan, dan usia pensiun untuk perwira juga dimungkinkan.
Batas usia pensiun perwira dapat didasarkan pada pada kemampuan khusus yang dimiliki oleh
anggota staf dan dibutuhkan untuk pekerjaan keprajuritan. Peningkatan batas usia pensiun
berdasarkan kemampuan khusus digunakan Polisi Republik Indonesia. Persyaratan keterampilan
khusus Batas usia pensiun perwira harus diatur dengan tegas oleh hukum dan jenis keahlian
peraturan pelaksanaan menetapkan secara khusus.
d. Memenuhi kebutuhan personel TNI: Penambahan batas usia pensiun tidak mempengaruhi
kebutuhan untuk rekruitmen tentara baru, karena kebutuhan akan tetap ada. Rekruitmen
disesuaikan dengan Grand Design Organization of the Army tahun 2019-2024, dengan usia
pensiun yang diperpanjang dan Daftar baru diharapkan memenuhi kebutuhan. personel untuk
mengisi formulir validasi organisasi TNI.
e. Meningkatkan beban fiskal negara Hak keuangan pensiun dan prajurit aktif sangat berbeda,
dengan Jika batas usia pensiun ditambahkan, negara harus menambahkan anggaran untuk
pengeluaran (gaji, tunjangan, dan hak) finansial lainnya) sebagai hasil dari waktu aktif yang lebih
lama militer bintara dan tamtama selama lima tahun dan dua tahun tahun untuk perwira tingkat
tinggi.

Dengan adanya perubahan UU TNI tentang usia pensiun, prajurit berpangkat Bintara atau Tamtama akan
mengalami dampak psikologis.

psikologis prajurit tersebut termasuk:

a. Memberikan dukungan untuk rekrutmen karyawan baru di lingkungan militer menurut


Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 mengenai Organisasi TNI sehingga Prajurit dapat
tetap berdinas, yang berdampak pada gaji yang diterima, yaitu gaji pokok, tunjangan keluarga,
tunjangan anak, dan tunjangan kinerja uang lauk pauk. Jika anggota militer tersebut pensiun,
maka Hanya 75% dari gaji yang diterima sebagai hak pokok.
b. Sebagian besar prajurit TNI setelah pensiun cenderung mencari pekerjaan atau aktivitas baru,
terutama Bintara. Tamatama yang masih dapat melakukan cari pekerjaan seperti petugas
keamanan di bisnis. Dengan bertambahnya usia pensiun, yang pada gilirannya akan berdampak
pada aktivitas dan kepercayaan diri prajurit TNI dan rumah tangga.
c. Prajurit yang masih aktif akan mendapatkan rawatan personel berupa rawatan Kesehatan
perumahan, pembinaan moril, bantuan hokum, asuransi kesehatan dan jiwa, sehingga dengan
diperpanjangnya usia pensiun Bintara/Tamtama, maka rawatan-rawatan tersebut masih berhak
diperoleh. Oleh karena itu akan berpengaruh terhadap ketenangan dalam menjalankan kerja
dan ketenangan dalam menjalankan hidup bagi prajurit TNI dan keluarga.
d. Berpengaruh menjaga kondisi fisik prajurit TNI Bintara/Tamtama. Oleh karena itu solusi yang
diambil adalah bagi prajurit yang berusia 53-58 tahun dapat ditempatkan di satuan
kewilayahan, Markas Besar, Markas Komando kotama, dan Balakpus serta unsur pelayanan.
e. Prajurit tamtama bintara dari usia 53 tahun menjadi 58 tahun, berhak atas kenaikan pangkat
sehingga menambah kebanggaan dari pangkat yang lama menjadi pangkat yang baru
f. Dengan diperpanjangnya usia pensiun prajurit bintara tamtama dari usia 53 tahun menjadi usia
58 tahun merupakan kehormatan bagi prajurit dapat lebih lama mengabdi bagi negara dan
bangsa sehingga kebanggaan prajurit akan terpelihara;

Oleh karena itu, dampak tersebut telah diperhatikan, sehingga perlu merencanakan tindakan ketika
pengaturan baru telah disetujui.Warga negara yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh hukum
dan diangkat oleh pejabat yang memiliki otoritas untuk mengabadikan diri Dalam dinas keprajuritan di
satuan TNI, baik satuan tempur maupun lainnya, bantuan administratif dan territorial bersama dengan
berdasarkan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI.
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peran serta TNI aktif pada jabatan
tertentu di Instansi Pusat Tertentu

1. Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN)
Demi mencapai tujuan nasional sesuai dengan isi Alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI Tahun
1945, diperlukan keberadaan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki profesionalisme tinggi,
terbebas dari campur tangan politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. ASN
tersebut harus mampu menyelenggarakan pelayanan publik untuk masyarakat serta menjalankan
peran sebagai pengikat persatuan dan kesatuan bangsa. Berdasarkan Pasal 6 UU ASN, pegawai
ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK). Pasal 20 UU ASN menjelaskan bahwa:
1) Jabatan ASN diisi oleh Pegawai ASN.
2) Beberapa jabatan ASN dapat diisi oleh:
a. prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
b. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3) Pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional
Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti yang
dijelaskan pada ayat (2), dilaksanakan di Instansi Pusat sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan
Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4) Rincian lebih lanjut mengenai jabatan ASN khusus yang berasal dari prajurit
Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
serta prosedur pengisian jabatan ASN sebagaimana dijelaskan pada ayat (3), diatur
melalui Peraturan Pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 mengenai Manajemen Aparatur Sipil
Negara (ASN), aspek terkait jabatan ASN khusus yang bisa diisi oleh prajurit Tentara Nasional
Indonesia diatur dalam Pasal 147-160. Rincian mengenai nama jabatan, kompetensi jabatan, dan
persyaratan jabatan ASN di instansi pusat ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK)
dengan persetujuan menteri yang memiliki kewenangan di bidang pemerintahan terkait
pendayagunaan aparatur negara (Pasal 149). Instansi pusat mencakup kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga
nonstruktural. Penting untuk dicatat bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan tersebut tidak
dapat mengubah statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) (Pasal 150). Dengan demikian,
jika terdapat lembaga baru, prajurit TNI hanya dapat menjabat pada jabatan ASN tertentu di
instansi pusat yang telah ditetapkan.
Berikutnya, untuk mendapatkan prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang akan menempati jabatan tertentu di Instansi Pusat,
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Instansi Pusat perlu mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Panglima TNI. Permohonan tersebut juga disampaikan kepada menteri yang bertanggung
jawab dalam urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan Kepala BKN,
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 153. Apabila permohonan tersebut disetujui, Panglima TNI
kemudian mengajukan tiga calon yang dilengkapi dengan dokumen minimal, termasuk daftar
riwayat hidup, salinan surat keputusan pangkat terakhir, serta surat keterangan kesehatan dari
dokter pemerintah, sesuai dengan ketentuan Pasal 154 ayat (1).
Jika jabatan yang akan diisi termasuk jabatan administrasi atau jabatan fungsional selain
jabatan fungsional ahli utama, PPK memiliki kewenangan untuk memilih dan menetapkan satu
calon yang akan menduduki jabatan tertentu di instansi tertentu, sesuai dengan Pasal 154 ayat (2).
Untuk jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), calon diwajibkan mengikuti seleksi terbuka sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan untuk pengisian dan pengangkatan JPT di instansi pusat, kecuali
penugasan atau penunjukkan oleh Presiden bagi JPT utama atau JPT madya, sesuai dengan Pasal
154 ayat (3). Dengan demikian, prajurit TNI yang sedang aktif dan akan mengisi jabatan ASN
tertentu di instansi pusat akan mengikuti langkah-langkah yang telah diatur dalam UU ASN.

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana (UU


Penanggulangan Bencana)
Penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari upaya pembangunan nasional,
melibatkan serangkaian kegiatan untuk mengatasi bencana sebelum, saat, dan setelah terjadi,
termasuk bencana alam, non alam, dan sosial. Pasal 5 menegaskan bahwa pelaksanaan
penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab Pemerintah, yang dalam hal ini dipegang oleh
Presiden Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, serta pemerintahan daerah. Guna melaksanakan penanggulangan bencana,
Pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dengan tugas dan
fungsi yang diatur dalam Pasal 10, termasuk koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana
secara terencana dan terpadu sesuai kewenangannya. Rincian tugas BNPB lebih lanjut dijelaskan
dalam Pasal 12, yang mencakup:
a. memberikan panduan dan arahan terkait upaya penanggulangan bencana, termasuk pencegahan,
tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
b. menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan;
c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d. melaporkan pelaksanaan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap bulan dalam keadaan
normal dan kapan pun dalam keadaan darurat bencana.
e. Memanfaatkan dan memberikan pertanggungjawaban atas sumbangan atau bantuan dari tingkat
nasional dan internasional;
f. Bertanggung jawab atas penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
g. Menjalankan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. Merumuskan pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Dalam konteks penanggulangan bencana, kemungkinan terlibatnya TNI bisa diperhitungkan


mengingat TNI memiliki kapabilitas dalam penanggulangan dampak bencana alam, pengungsian,
dan pemberian bantuan kemanusiaan. Ini sejalan dengan salah satu tugas utama TNI dalam Operasi
Militer Selain Perang, yaitu membantu penanggulangan dampak bencana alam, melakukan
pengungsian, dan memberikan bantuan kemanusiaan.

Secara praktis, keterlibatan TNI dalam pelaksanaan penanggulangan bencana bisa


diwujudkan melalui peran sebagai ketua BNPB. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Presiden
Nomor 1 Tahun 2019 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perpres BNPB). Pasal 7
Perpres BNPB menyebutkan bahwa BNPB terdiri atas:
a. Kepala;
b. Unsur Pengarah; dan
c. Unsur Pelaksana.
Kepala memiliki tugas untuk memimpin BNPB dan melaksanakan tugas dalam fungsi BNPB,
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Perpres BNPB. Pengangkatan dan pemberhentian Kepala
dilakukan oleh Presiden, dan Kepala dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), prajurit
Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), atau
profesional (Pasal 63 Perpres BNPB).
Dengan demikian, sesuai dengan Undang-Undang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, TNI aktif memiliki potensi untuk mengisi posisi kepemimpinan dalam konteks
penanggulangan bencana pada lembaga/badan yang menyelenggarakan penanggulangan bencana.

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Pencarian dan Pertolongan (UU Pencarian
dan Pertolongan)
Pencarian dan Pertolongan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1, mencakup
segala upaya dan kegiatan untuk mencari, menolong, menyelamatkan, dan mengevakuasi manusia
yang menghadapi keadaan darurat dan/atau bahaya dalam kecelakaan, bencana, atau situasi yang
membahayakan manusia. Penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan adalah tanggung jawab
negara dan dilaksanakan oleh Pemerintah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5. Operasi
Pencarian dan Pertolongan dilaksanakan dalam konteks kecelakaan kapal dan pesawat udara,
kecelakaan dengan penanganan khusus, bencana pada tahap tanggap darurat, dan/atau kondisi
membahayakan manusia, sesuai dengan Pasal 14.
Dalam kerangka penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan, Badan Nasional
Pencarian dan Pertolongan dibentuk. Menurut Pasal 29 ayat (1), Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan memiliki tanggung jawab dan koordinasi atas pelaksanaan operasi pencarian dan
pertolongan. Tugas badan tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 48, mencakup penyusunan dan
penetapan norma, standar, prosedur, kriteria, serta persyaratan dan prosedur perizinan dalam
penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan. Badan ini juga memberikan panduan, menetapkan
standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan, melakukan koordinasi dengan instansi terkait,
menyelenggarakan sistem informasi dan komunikasi, memberikan informasi kepada masyarakat,
serta melaksanakan pembinaan, pemantauan, evaluasi, dan pemasyarakatan Pencarian dan
Pertolongan.
Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan memberikan bantuan dalam Operasi Pencarian
dan Pertolongan atas permintaan, termasuk dari Panglima Tentara Nasional Indonesia atau pejabat
yang ditunjuk dalam kecelakaan pesawat udara militer dan kapal militer, sesuai dengan Pasal 26
ayat (1) huruf a. Penting untuk dicatat bahwa permintaan bantuan ini tidak menunjukkan
ketidakmampuan TNI, sebab, sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 13 UU TNI,
kemampuan pencarian dan pertolongan pada kecelakaan (search and rescue) adalah salah satu
tugas pokok TNI yang dilakukan melalui operasi militer selain perang.
Dengan demikian, keterlibatan TNI dalam operasi pencarian dan pertolongan dapat dilihat
dalam Pasal 48 Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan, di mana TNI memberikan bantuan personel dan peralatan sesuai permintaan Badan
Pencarian dan Pertolongan.

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan (UU Kelautan)


Wilayah laut, yang merupakan bagian terbesar dari wilayah Indonesia, memiliki posisi dan
nilai strategis yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Wilayah ini merupakan modal dasar untuk
pembangunan nasional. Untuk mengelola kedaulatan negara, menjaga keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara di wilayah laut, sistem pertahanan
laut dibentuk. Sistem ini diorganisir oleh kementerian yang memiliki tanggung jawab di bidang
pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, sesuai dengan Pasal 58.
TNI terlibat dalam penyelenggaraan sistem pertahanan laut, menunjukkan perannya dalam
menjaga keamanan dan keutuhan wilayah perairan Indonesia. Guna menegakkan hukum di
wilayah perairan dan yurisdiksi, terutama dalam pelaksanaan patroli keamanan dan keselamatan
di wilayah tersebut, Badan Keamanan Laut (Bakamla) didirikan sesuai dengan Pasal 59 ayat (3).
Bakamla merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah langsung
tanggung jawab Presiden melalui menteri yang mengoordinasikannya, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 60. Tugas utama Bakamla adalah melakukan patroli keamanan dan keselamatan di
wilayah perairan Indonesia dan yurisdiksi Indonesia (Pasal 61). Selain itu, Bakamla juga memiliki
tanggung jawab untuk melaksanakan tugas lain dalam sistem pertahanan nasional, sesuai dengan
Pasal 62.
Kepala Bakamla, yang dipimpin oleh seorang kepala yang berasal dari instansi penegak hukum
dengan kekuatan armada patroli, memiliki peran utama dalam memimpin lembaga ini,
sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2). Dalam menjalankan tugasnya, Bakamla memiliki
kewenangan, termasuk melakukan pengejaran seketika, sesuai dengan Pasal 63 ayat (1) angka 1.
Pengejaran seketika, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 111 UNCLOS, terjadi ketika kapal asing
atau salah satu sekoci berada di perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut territorial, zona
tambahan negara, zona ekonomi eksklusif, atau di landas kontinen, termasuk zona-zona
keselamatan di sekitar instalasi-instalasi di landas kontinen. Untuk melaksanakan pengejaran
seketika, diperlukan armada patroli yang tangguh, yang dapat diwujudkan oleh kekuatan armada
patroli yang dimiliki oleh TNI, sehingga TNI dapat berperan dalam kelembagaan Bakamla.

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme


(UU Terorisme)
Terorisme merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang bersifat lintas negara,
terorganisasi, dan memiliki jaringan yang meluas, sehingga membahayakan perdamaian dan
keamanan baik di tingkat nasional maupun internasional. Oleh karena itu, penanganan terhadapnya
memerlukan pendekatan yang terpusat, terpadu, dan terkoordinasi.

Dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana terorisme, Undang-


Undang Terorisme memerintahkan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT), yang berada di bawah tanggung jawab langsung Presiden. BNPT berfungsi sebagai pusat
analisis dan pengendalian krisis, memberikan fasilitas kepada Presiden untuk merumuskan
kebijakan dan langkah-langkah penanganan krisis, termasuk dalam mobilisasi sumber daya untuk
menangani tindakan terorisme (Pasal 43 E ayat (1) dan (2)). Tugas BNPT mencakup merumuskan,
mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional penanggulangan
terorisme di bidang kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi;
mengoordinasikan antarpenegak hukum dalam penanggulangan terorisme; mengoordinasikan
program pemulihan korban; serta merumuskan, mengoordinasikan, dan melaksanakan kebijakan,
strategi, dan program nasional penanggulangan terorisme di bidang kerja sama internasional (Pasal
43 G).

Dalam menangani aksi terorisme, TNI terlibat sebagai bagian dari operasi militer selain
perang, sesuai dengan Pasal 431. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang TNI, khususnya
Pasal 7 ayat (3) angka 3.
Untuk mengimplementasikan Pasal 43, diterbitkanlah Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun
2010 tentang BNPT. Menurut Pasal 1 ayat (3), BNPT dipimpin oleh seorang Kepala. Jabatan
Kepala BNPT memiliki struktur eselon 1.A (Pasal 39 ayat (1)) dan diangkat serta diberhentikan
oleh Presiden (Pasal 40 ayat (1)). Kepala BNPT dapat dijabat oleh individu yang bukan pegawai
negeri (Pasal 40 ayat (2)). Apabila Kepala BNPT dijabat oleh non-PNS, yang bersangkutan
memiliki hak keuangan, administrasi, dan fasilitas setara dengan jabatan eselon 1a (Pasal 40 ayat
(3)). Oleh karena itu, TNI memiliki peluang untuk menduduki jabatan Kepala BNPT, mengingat
kemampuan dan kompetensinya.

6. Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 Tentang Wilayah Negara (UU Wilayah Negara)
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan ciri khas
nusantara, memiliki kedaulatan penuh atas wilayahnya dan hak-hak berdaulat di luar wilayah
kedaulatannya, termasuk kewenangan tertentu yang dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengaturan terkait wilayah negara mencakup daratan,
perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial dan dasar laut, serta ruang udara di atasnya,
termasuk semua sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, termasuk kawasan perbatasan.
Menurut definisi dalam Pasal 1 angka 6, kawasan perbatasan merupakan bagian dari
wilayah negara yang terletak di sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain,
dan dalam konteks batas wilayah darat, kawasan perbatasan berada di tingkat kecamatan.
Pasal 14 menyatakan bahwa untuk mengelola batas wilayah negara dan kawasan
perbatasan pada tingkat pusat dan daerah, Pemerintah dan pemerintah daerah membentuk Badan
Pengelola nasional dan Badan Pengelola daerah. Badan Pengelola tersebut dipimpin oleh seorang
kepala badan yang bertanggung jawab kepada Presiden atau kepala daerah sesuai dengan
kewenangannya. Keanggotaan Badan Pengelola berasal dari unsur Pemerintah dan pemerintah
daerah yang terkait dengan perbatasan wilayah negara. Tugas Badan Pengelola, sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (1), meliputi penetapan kebijakan program pembangunan
perbatasan, rencana kebutuhan anggaran, koordinasi pelaksanaan, serta evaluasi dan pengawasan.
Lebih lanjut, kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi, serta tata kerja Badan
Pengelola dan sekretariat tetap di tingkat pusat diatur oleh Peraturan Presiden, khususnya Perpres
No. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
Dalam Pasal 6, disebutkan bahwa Panglima TNI adalah salah satu anggota Badan Nasional
Pengelola Perbatasan (BNPP), menunjukkan keterlibatan aktif TNI, yang menjabat sebagai
Panglima TNI, dalam pengelolaan kawasan perbatasan.

B. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masa usia pensiun Prajurit TNI
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
ASN, singkatan dari Aparatur Sipil Negara, merujuk pada profesi bagi pegawai negeri sipil
dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bertugas di instansi pemerintah
(dinyatakan dalam Pasal 1). Dalam pelaksanaan tugasnya, ASN dapat mengalami penghentian
dengan hormat atau penghentian sementara. Menurut Pasal 90, batas usia pensiun ASN adalah
sebagai berikut:
a. 58 (lima puluh delapan) tahun untuk Pejabat Administrasi;
b. 60 (enam puluh) tahun untuk Pejabat Pimpinan Tinggi;
c. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk Pejabat Fungsional.
Pasal 239 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil (PNS) juga menetapkan batas usia pensiun PNS sebagai berikut:
a. 58 (lima puluh delapan) tahun untuk pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda,
pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional keterampilan;
b. 60 (enam puluh) tahun untuk pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya;
c. 65 (enam puluh lima) tahun untuk PNS yang menduduki jabatan fungsional ahli utama.
Pejabat administrasi mencakup pejabat administrator, pejabat pengawas, dan pejabat pelaksana
(sesuai Pasal 14 UU ASN). Oleh karena itu, pejabat pelaksana akan memasuki masa pensiun
pada usia 58 tahun, sementara pejabat tinggi akan mencapainya pada usia 60 tahun. Oleh
karena itu, untuk penyesuaian baru mengenai batas usia pensiun prajurit TNI, perwira TNI
dapat menggunakan batas usia pensiun yang sama dengan pejabat pimpinan tinggi ASN, yaitu
60 tahun. Sedangkan bintara dan tamtama dapat mengacu pada batas usia pensiun yang sama
dengan pejabat administrasi ASN, yaitu 58 tahun.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berperan sebagai lembaga negara yang
bertanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Fungsi Polri mencakup
perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat, dan penegakan hukum. Dalam
pelaksanaan tugasnya, anggota Polri dapat mengalami penghentian dengan hormat atau tanpa
hormat. Setiap anggota Polri akan memasuki masa pensiun pada usia maksimal 58 tahun,
kecuali bagi anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat diperlukan dalam tugas
kepolisian, yang dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun (Pasal 30 ayat (2)). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan batas usia pensiun antara perwira dan non-perwira.
Perbedaan tersebut lebih didasarkan pada dua kondisi, yaitu memiliki keahlian khusus dan
keperluan yang sangat penting dalam tugas kepolisian.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang
Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, keahlian khusus yang sangat
dibutuhkan mencakup bidang identifikasi, laboratorium forensik, komunikasi elektronika,
sandi, penjinak bahan peledak, kedokteran kehakiman, pawang hewan, penyidikan kejahatan
tertentu, navigasi laut/penerbangan. Anggota yang mempertahankan masa dinas aktifnya
hanya yang bertugas pada satuan fungsi sesuai dengan keahlian mereka, dengan
pelaksanaannya dievaluasi secara selektif dan bertahap setiap satu tahun.
Regulasi tersebut dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan norma mengenai batas
usia pensiun bagi prajurit TNI. Oleh karena itu, untuk setiap tamtama, bintara, atau perwira
yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan, memungkinkan untuk menaikkan batas
usia pensiun bagi perwira hingga usia 60 tahun.
BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan nasional yakni melindungi segenap
bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Untuk mewujudkan amanat UUD NRI Tahun 1945 Tahun 1945 tersebut diperlukan upaya
bersama segenap bangsa Indonesia. Upaya bersama dimaksud diwujudkan dalam peran, fungsi, dan tugas
tiap-tiap komponen bangsa serta dilaksanakan secara sungguh-sungguh.

Pertahanan negara merupakan salah satu bentuk upaya bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan
nasional. Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi,
dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara. Untuk melaksanakan tugas tersebut Prajurit TNI
dibekali keahlian dan keterampilan khusus. Keahlian dan keterampilan tersebut dapat juga di manfaatkan
di luar aspek pertahanan baik dalam bentuk pembantuan TNI secara institusi maupun penempatan prajurit
TNI di lembaga-lembaga yang membutuhkan.

Peran Prajurit TNI juga masih diperlukan untuk meningkatkan peran TNI sehingga dibutuhkan
perubahan yang mengatur mengenai usia paling tinggi bagi bintara dan tamtama dalam melaksanakan
dinas keprajuritan, dimana pada usia 53 tahun Prajurit masih dapat dioperasionalkan secara maksimal
sehingga usia bagi bintara dan tamtama dinaikkan menjadi 58 tahun.

B. Landasan Sosiologis

Pengaturan prajurit aktif dalam menduduki jabatan pada instansi pusat tertentu didasarkan pada
kebutuhan instansi yang membutuhkan kompetensi prajurit aktif, dan diatur dalam UU TNI, tetapi dalam
pelaksanaannya terdapat beberapa lembaga yang di tempati oleh prajurit aktif. Selama ini Prajurit aktif
dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan
Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga
Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional,
dan Mahkamah Agung.Selain lembaga tersebut, akibat perkembangan kelembagaan pemerintahan juga
telah memunculkan beberapa lembaga baru yang beririsan dengan tugas dan fungsi TNI, sehingga jabatan
tersebut dapat diduduki oleh Anggota TNI tanpa beralih statusnya menjadi PNS.

Adapun lembaga tersebut adalah:

1) Bakamla berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014.


2) BNPT berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010.
3) BNPB berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019, dan
4) Badan Nasional Pengelola Perbatasan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2017.

Dalam rangka menyesuaikan perkembangan tersebut maka perlu ditambahkan dalam UU TNI
mengenai lembaga yang dapat diisi oleh TNI aktif. Syarat Prajurit aktif30 menduduki jabatan didasarkan
atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non departemen serta tunduk pada
ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non
departemen dimaksud, Selain itu perkembangan produktivitas prajurit TNI yang dianggap masih dapat
berperan hingga usia 58 tahun menyebabkan perlu penyesuaian terhadap UU saat ini. Usia Harapan Hidup
(UHH) saat lahir yang merepresentasikan dimensi usia panjang dan hidup sehat di Indonesia mencapai
usia 71,39 tahun. Berdasarkan UHH tersebut mengindikasikan bahwa usia produktif manusia Indonesia
menjadi semakin panjang.

Penambahan batas usia pensiun bintara dan tamtama berdampak pada perubahan siklus pembinaan
personel bagi prajurit tersebut. Penambahan tersebut akan menambah prajurit yang berusia lebih dari 53
tahun, sehingga manajemen atas pembagian beban kerja perlu disesuaikan, meskipun prajurit tersebut
memiliki pengalaman yang lebih tetapi dalam hal ketahanan fisik dan kesehatan perlu dipertimbangkan
untuk tidak ditempatkan pada garis depan, menjaga perbatasan atau beban kerja lain yang membutuhkan
ketahanan fisik dan mental yang kuat.

C. Landasan Yuridis

TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan memiliki tugas yang harus dilaksanakan. Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat (1), tugas pokok TNI adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.
Dalam perkembangannya terdapat beberapa institusi pusat yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif, UU
TNI Pasal 47 ayat (2) mengatur bahwa Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang
membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer
Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional,
Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

Dengan demikian sebagai lamdasan yuridis dalam pembentukan Peraturan perundangan-undangan


dalam penyusunan Naskah Akademik dan RUU inisebagai berikut:

a. Pasal 10, dan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU Penanggulangan
Bencana).
d. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan (UU Pencarian dan
Pertolongan).
e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan).
f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU
Terorisme).
g. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
h. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
i. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
j. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
k. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Tentara
Nasional Indonesia

Untuk mewujudkan amanat UUD NRI Tahun 1945 tersebut diperlukan upaya bersama segenap
bangsa Indonesia.Upaya bersama dimaksud diwujudkan dalam peran, fungsi, dan tugas tiap-tiap
komponen bangsa serta dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pertahanan negara merupakan salah satu
bentuk upaya bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional. Tentara Nasional Indonesia merupakan
alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan
Negara. Secara yuridis untukmempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
perlu dibentuk UndangUndang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia.
BAB V

BIDANG MATERIAL, ARAH PERATURAN DAN RUANG LINGKUP ISI HUKUM

A. Tujuan

Maksud dari penyusunan RUU ini adalah untuk meningkatkan peran Tentara Nasional Indonesia
khususnya prajurit aktif TNI sebagai alat negara yang profesional sesuai dengan kepentingan politik
negara yang berkaitan dengan nilai-nilai keindonesiaan dan prinsip. . demokrasi, otoritas sipil, hak asasi
manusia, peraturan nasional dan ketentuan hukum internasional yang diratifikasi dalam rangka
perlindungan, perlindungan dan pelestarian keutuhan dan kedaulatan negara.

B. Pengaturan arah dan area

1. Arah Regulasi Arah regulasi RUU ini adalah menciptakan landasan hukum untuk
memaksimalkan potensi TNI dalam meningkatkan tugas dan fungsi TNI serta ikut mendukung
pelaksanaan tugas dan misi tertentu pemerintah pusat. mendukung pengembangan institusi dan
negara.
2. Ruang Lingkup Ketentuan Ketentuan dalam RUU ini mencakup prajurit TNI dari bintara, dinas,
dan perwira yang masa pensiunnya diperpanjang atau yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas
tertentu pada lembaga pusat tertentu. Hukumnya sebagai berikut.1. Mengatur perubahan
beberapa ketentuan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, yaitu:

a. Ubah definisi Kementerian Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan. Perubahan ini


didasarkan pada perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian yang
menyatakan bahwa Kementerian Negara (selanjutnya disebut Kementerian) adalah lembaga
negara yang bertanggung jawab di bidang administrasi tertentu. :
a. Ayat 1 ayat 8 semula menyatakan bahwa Kementerian Pertahanan adalah negara yang
melaksanakan tugas pertahanan negara, maka Kementerian Pertahanan menjadi pihak yang
melaksanakan tugas pertahanan negara.
b. Ayat 2 Pasal 3 diubah yang semula mengatur bahwa TNI berada di bawah koordinasi
Kementerian Pertahanan dalam hal kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan
administratif, disetujui oleh Kementerian Pertahanan

3. Perubahan ketentuan mengenai perubahan departemen menjadi kementerian pada Pasal 47, ayat 3,
ayat 4, ayat 4, ayat 5, yang mengatur:

1) Prajurit yang melaksanakan tugas yang ditentukan dalam Pasal 2 didasarkan atas permintaan
pimpinan lembaga negara di luar departemen dan kementerian serta mengikuti prosedur
administratif yang berlaku di departemen dan lembaga pemerintah di luar kementerian terkait.
2) Pengangkatan dan pemberhentian prajurit sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus
dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen terkait dan lembaga negara di luar
kementerian
3) Pengembangan karir prajurit (orang yang melaksanakan tugas yang ditentukan dalam ayat)
akan berlangsung. diterbitkan oleh Panglima bekerja sama dengan kepala departemen 56 dan
lembaga negara di luar kementerian terkait 4) Ayat 2 ayat 2 Pasal 66 diubah dengan bunyi
sebagai berikut: Kebutuhan anggaran menurut ayat 1 bagian disajikan oleh Kementerian
Pertahanan.
b. 4 (empat) pasal tersebut pada hakekatnya sama dengan ketentuan UU TNI saat ini, namun terjadi
perubahan nomenklatur yang sebelumnya menggunakan istilah departemen dan non departemen
menjadi kementerian dan departemen. Amandemen ini konsisten dengan Pasal 1(8), sebagaimana
telah diubah di atas.
c. Untuk memasukkan instansi yang dapat diisi oleh TNI aktif, Pasal 47(2) harus diubah sebagai
berikut:
1) Ayat 2 yang semula mengatur bahwa prajurit aktif dapat bertugas pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang koordinasi. kebijakan dan keamanan nasional, pertahanan negara,
sekretaris militer presiden, intelijen nasional, hukum nasional, Lembaga Ketahanan Nasional,
Dewan Pertahanan Nasional, pencarian dan penyelamatan nasional (SAR), narkotika nasional,
dan Mahkamah Agung. Beberapa jabatan/kewenangan kemudian diubah dan ditambah
berdasarkan Keputusan Presiden yang ada sehingga prajurit TNI aktif dapat bertugas di
instansi pusat pada jabatan yang menghasilkan:
a. Koordinasi, sinkronisasi dan pemantauan urusan kementerian pada instansi pemerintah di
bidang politik, hukum dan keadilan. keamanan;
b. Koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian pada penyelenggaraan
negara bidang kelautan;
c. Daya Tahan/Perlindungan;
d. Memberikan dukungan teknis dan administratif di bidang Sekretariat Negara dan analisis
urusan pemerintahan untuk membantu presiden dan wakil presiden dalam
menyelenggarakan ketatanegaraan;
e. Staf Presiden;
f. Intelijen negara;
g. Siber dan mata uang kripto nasional;
h. Mencari dan membantu;
i. Pemberantasan narkoba;
j. Perang melawan terorisme;
k. Penanggulangan bencana;
l. Pengelola perbatasan;
m. Badan Keamanan Laut (Badan Keamanan Laut);
n. Membantu Presiden dalam menyelenggarakan gerakan pembangunan nasional untuk
menjamin tercapainya tujuan dan kepentingan nasional Indonesia (Dewan Ketahanan
Nasional);
o. Lembaga strategis yang berkaitan dengan upaya bangsa Indonesia untuk memelihara,
melestarikan, dan memadukan seluruh unsur kekuatan nasional serta merupakan pusat
pendidikan dan penelitian yang menangani isu-isu strategis terkait ketahanan nasional
dalam arti luas, termasuk pengendalian integritas nasional. . dan integritas nasional. bangsa
(Lembaga Ketahanan Nasional);
p. Pengadilan Militer (Mahkamah Agung);
q. Kementerian/lembaga lain yang menurut kebijakan presiden sangat membutuhkan tenaga
dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.
Dalam aturan tersebut bisa juga disebutkan nomenklatur lembaga seperti aturan UU TNI saat ini,
namun dampaknya ketika nomenklatur 58 Jika peraturan ini diubah sesuai dengan kebijakan presiden,
kekakuan peraturan ini menyulitkan dalam praktiknya.
Selain itu, penataan baru penambahan lembaga pusat dilakukan karena mengakomodir
perkembangan fungsi dan struktur kelembagaan yang belum ada sebelumnya pada saat undang-
undang TNI lahir, yang disebabkan oleh perkembangan masyarakat sedemikian rupa. diperlukan
adanya lembaga-lembaga baru sebagai upaya negara dalam melaksanakan tugasnya. Dengan
demikian, lembaga ini dibentuk melalui keputusan presiden berdasarkan kebutuhan pemerintah.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:
1) Bakamla berdasarkan Perpres Nomor 178 Tahun 2014.
2) BNPT berdasarkan Perpres Nomor 46 Tahun 2010.
3) BNPB berdasarkan Perpres Nomor 1 Tahun 2019 dan
4) Badan Penjaga Perbatasan berdasarkan Perpres Nomor 44 Tahun 2017.
Dalam praktiknya, ada lembaga yang mengajukan permintaan kepada Kementerian Pertahanan/TNI
untuk mengisi instansi.
d. Mengubah ketentuan Pasal 53 yang semula menyatakan bahwa prajurit akan menjalani masa dinas
sampai dengan 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara
dan prajurit. Menjadi prajurit menjalani wajib militer sampai dengan umur 58 (lima puluh delapan) tahun.
e. Mengatur ketentuan peralihan yang berkaitan dengan dinas militer pada § 53. Dengan demikian,
ketentuan § 71 diubah sehingga setelah berlakunya undang-undang ini, bintara dan perwira yang masih
atau belum 53 (lima). 593) tahun tunduk pada batas dinas militer. 58 (lima puluh delapan) tahun.
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan
Dari uraian yang disampaikan pada bab sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Permasalahan dalam pengelolaan TNI berkaitan dengan pengertian Kementerian Pertahanan
sebagai Kementerian Pertahanan, penambahan lembaga yang dapat menampung TNI aktif, dan
batasan usia pensiun bagi prajurit. Perubahan definisi Departemen Pertahanan menjadi
Departemen Pertahanan. Perubahan ini berdasarkan penyesuaian Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Berikutnya adalah lembaga-lembaga yang dapat dikerahkan oleh TNI yang proaktif: fungsi
keamanan laut (Bakamla), fungsi pemberantasan terorisme (BNPT), fungsi penanggulangan
bencana (BNPB), dan fungsi pengawasan perbatasan (Badan Nasional Pengelola Perbatasan).
Perubahan penambahan organisasi, yang mungkin merupakan perkembangan fungsi dan
struktur organisasi yang belum ada pada saat berlakunya UU TNI, disebabkan oleh
perkembangan masyarakat yang memerlukan adanya organisasi baru sebagai inisiatif
pemerintah untuk melaksanakan tugas kita.
Perubahan peraturan awal: Prajurit memasuki dinas militer sampai dengan usia maksimal 58
tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara. Selanjutnya, usia prajurit akan diubah, dan
mereka dapat menjalankan wajib militer hingga usia 58 tahun.
Ketentuan ini penting mengingat TNI merupakan lembaga negara yang mempunyai misi
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, prajurit TNI mempunyai keterampilan dan keahlian
khusus. Keahlian dan keterampilan tersebut juga dapat dimanfaatkan di luar dimensi
pertahanan, baik dalam bentuk dukungan organisasi kepada TNI maupun penempatan prajurit
TNI pada organisasi yang memerlukannya.
2. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka diharapkan pembentuk undang-undang
mengubah ketentuan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia. Ketentuan Pasal 1, angka 8, Pasal 3 ayat( 2), Pasal 47 ayat
(4 )dan (5), Pasal 66 ayat (2), Pasal 47 ayat (2), Pasal 53, dan Pasal 71 UU Perubahan Nomor
34 Tahun 2004, Tentang Tentara Nasional Indonesia.
3. Tentara Nasional Indonesia adalah lembaga negara yang bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Pertahanan negara merupakan
salah satu bentuk upaya negara Indonesia untuk mencapai tujuan nasional.
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya pengaturan prajurit aktif pada instansi
pemerintah pusat yang bekerja pada berbagai instansi. Perkembangan lembaga negara juga
memunculkan beberapa lembaga baru yang tumpang tindih dengan tugas dan fungsi TNI
sehingga memungkinkan anggota TNI menduduki jabatan tersebut tanpa harus beralih status
menjadi PNS. Untuk beradaptasi dengan perkembangan tersebut, UU TNI harus dilengkapi
dengan lembaga-lembaga yang dapat dikelola oleh anggota TNI aktif. Perkembangan ini juga
memerlukan perubahan definisi dari Kementerian Pertahanan yang semula menjadi
Kementerian Pertahanan. Perubahan ini berdasarkan penyesuaian Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selain itu, dengan meningkatnya produktivitas
prajurit TNI aktif yang dianggap masih aktif bertugas sampai dengan usia 58 tahun, maka perlu
dilakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia.
4. Tujuan yang dicapai dengan disahkannya RUU ini adalah untuk memperkuat peran TNI,
khususnya prajurit TNI aktif, sebagai alat negara yang profesional, sesuai dengan kepentingan
politik negara yang berkaitan dengan nilai-nilai. Asas demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi
manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional diratifikasi untuk
melaksanakan tugas membela, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Arah tujuan peraturan ini adalah untuk memaksimalkan potensi prajurit TNI agar dapat
meningkatkan misi dan kemampuan TNI serta berperan sebagai pendukung dalam
pelaksanaan peran dan misinya, serta memberikan landasan hukum. Fungsi otoritas pusat
tertentu.
Perubahan norma UU TNI tersebut menyasar prajurit TNI, baik bintara, bintara, perwira yang
dipromosikan hingga pensiun, atau perwira yang ditugaskan pada jabatan tertentu di otoritas
pusat tertentu. Isi RUU perubahan UU TNI itu
menyangkut pengertian Kementerian Pertahanan yang semula menjadi Kementerian
Pertahanan Negara, serta batasan usia pensiun bagi personel militer.
B. Saran
1. Dokumen akademis ini disusun dan disusun untuk membantu pemerintah dalam penyusunan
rancangan undang-undang perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia.
2. Rancangan Undang-undang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI
akan dimasukkan dalam daftar prolegnas jangka menengah dan prioritas tahun 2020.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

http://hukum.unsrat.ac.id/pres/72005 bg2bab07.pdf diunduh pada tanggal 18 September 2019

Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2015 tentang Kebijakan

Umum Pertahanan Negara Tahun 2015-2019

Anda mungkin juga menyukai