Anda di halaman 1dari 6

Sistem Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia -Bagian 4

Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa Indonesia yang akan dilakukan dengan
cara (Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan dikembangkan sesuai dengan
kondisi obyektif bangsa dan negara Indonesia, pandangan hidup bangsa dan budaya
bangsa.

1.Umum
Pertahanan NKRI merupakan masalah bangsa Indonesia yang akan dilakukan dengan cara
(Indonesia) sendiri (yang spesifik), dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi obyektif
bangsa dan negara Indonesia, pandangan hidup bangsa dan budaya bangsa. Pertahanan Negara
Indonesia merupakan instrumen dari politik nasional, terutama politik keamanan nasional.
Perjuangan Bangsa Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan,
memberikan pengalaman sejarah yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia dalam
melaksanakan perjuangan selanjutnya. Pengalaman sejarah perjuangan tersebut khususnya
selama perang kemerdekaan telah mewujudkan tradisi yang selanjutnya menjadi nilai penting
sebagai dasar penyelenggaraan pertahanan dan keamanan untuk melindungi segenap bangsa dari
berbagai kemungkinan ancaman baik yang bersifat kasar (ancaman militer) maupun yang halus
(ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Salah satu nilai tadi adalah "Perang Wilayah/Perang
Rakyat Semesta" (Perata) yang dirumuskan dalam Seminar Seskoad II pada Januari 1962 dan
ditetapkan pada Agustus 1966 dalam Seminar AD II sebagai Doktrin Perang Wilayah/Perang
Rakyat Semesta.
Dalam rangka integrasi ABRI, pada Nopember 1966 Seminar Hankam menetapkan Doktrin
Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI "Catur Dharma Eka Karma" disingkat Cadek.
Seminar Hankam tersebut juga menghasilkan Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Hankamnas
dan Wawasan Nasional. Dengan Wawasan Nusantara ini ABRI tidak menonjolkan kepentingan
suatu matra dan kepentingan salah satu bidang perjuangan (politik, ekonomi, sosial budaya dan
hankam). Sepanjang perjalanan sejarahnya doktrin Hankam selalu mengalami pengembangan.
Pada tahun 1991 Cadek ditata kembali dan disesuaikan dengan perkiraan perkembangan masa
mendatang, menjadi dua doktrin yaitu: a. Doktrin "Pertahanan Keamanan Negara" sebagai
Doktrin Dasar yang disahkan oleh Menteri Pertahanan, dan b. Doktrin "Perjuangan TNI ABRI
(Catur Dharma Eka Karma)", sebagai Doktrin Induk yang disahkan oleh Pangab.
Di era reformasi berdasarkan UUD RI 1945 (Amandemen) Bab III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII
Pasal 30 telah ditetapkan UU No. 3 tahun 2002. Sishankamrata diubah menjadi Sistem
Pertahanan Semesta (Sishanta). Selanjutnya mengacu pada UU No. 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI Doktrin Perjuangan TNI ABRI Cadek
diubah menjadi Doktrin TNI "Tri Dharma Eka Karma" (Tridek).
Dewasa ini Sishankamrata yang bertumpu pada perlawanan teritorial mengundang tanggapan
dari kalangan masyarakat khususnya mereka yang meragukan relevansi Sishankamrata dengan

TNI sebagai kekuatan utama menghadapi tantangan di era globalisasi. Sebagai contoh dapat
dikemukakan beberapa isu yang dikemukakan pada Seminar "Democratic Total Defence" yang
diselenggarakan oleh beberapa LSM dengan Dephan RI pada tanggal 28 Agustus 2007 yang
fokus bahasannya adalah perbandingan penyelenggaraan Sistem Pertahanan Total di negaranegara demokratis. Isu-isu tersebut antara lain sebagai berikut:
a.Gambaran tentang Sistem Pertahanan Total Indonesia.
b.Apakah Sistem Pertahanan Total di Indonesia telah memenuhi prinsip-prinsip demokrasi?
c.Apakah Sistem Pertahanan Total yang ada mampu mengatasi hakikat ancaman masa kini yang
dapat berupa ancaman konvensional atau ancaman lainnya (misalnya terorisme, kejahatan
terorganisir, atau ancaman lintas nasional lainnya)?
d.Dengan melihat berbagai implementasi Sistem Pertahanan Total di negara lain pelajaran apa
yang dapat diperoleh yang dapat diimplementasikan di Indonesia.
Beberapa isu lain yang sering dikemukakan para pemikir di bidang pertahanan NKRI antara lain
adalah:
a.Adanya kekhawatiran bahwa Komando Teritorial yang mendampingi Pemerintahan Sipil akan
digunakan tidak hanya untuk maksud penyelenggaraan pertahanan, tetapi juga sebagai tumpuan
untuk memperkuat pemerintahan yang berkuasa.
b.Apakah Sishankamrata dapat diimplementasikan? Padahal dalam jangka panjang kondisi TNI
sebagai kekuatan inti Sishankamrata jumlah dan kualitas pasukannya yang dapat dikatagorikan
profesional serta anggaran latihan, sistem senjata yang tergolong modern masih terbatas dan
tidak memadai dihadapkan pada luasnya posisi-posisi strategis yang harus dipertahankan di
seluruh Nusantara.
c.Apakah Sishankamrata masih relevan untuk dipertahankan sebagai konsep pertahanan NKRI?
Atau diambil konsep lain seperti yang dikehendaki oleh mereka yang terobsesi oleh sistem
pertahanan negara asing (adikuasa).
d.Menghadapi berbagai isu tersebut, dewasa ini diperlukan kejelasan bagaimana kehendak
bangsa dalam menjalankan pertahanan negara.
Tulisan hasil sarasehan Alumni Akmil ini diharapkan dapat menjawab berbagai pertanyaan
tersebut dan dapat pula memberikan pencerahan kepada generasi muda TNI untuk dijadikan
bekal pengabdiannya kepada Negara dan Bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa
depan.
2.Landasan Filosofis dan Landasan Hukum
Indonesia merupakan negara hukum, oleh sebab itu untuk memenuhi aspek legalitas, sistem
pertahanan keamanan yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan negara diselenggarakan
berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Doktrin Hankamrata sebagai strategi dari
Hankamnas yang merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai falsafah bangsa adalah doktrin
dasar yang digali, dikembangkan oleh TNI(AD) dari hasil pengalamannya dalam
memperjuangkan, merebut dan mengisi kemerdekaan NKRI yang diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945. Sebagai ajaran, asas, prinsip serta konsep yang mendasar dan diyakini
kebenarannya, berdasarkan hasil pemikiran terbaik, doktrin ini mengalir dari pandangan hidup
bangsa dan dikembangkan secara nalar dan dinamis dengan pengalaman dan teori sehingga

kebenarannya bersifat relatif hakiki dan berjangka panjang. Oleh karena itu Doktrin Hankamrata
harus menjiwai ketentuan perundang-undangan penyelenggaraan pertahanan negara.
Meskipun ketentuan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian tak terpisahkan
dari daya rangkum doktrin, dan keduanya bersumber dari nilai-nilai falsafah, ajaran, dan konsep
yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945, namun keduanya berkembang dengan sifat dan
keberadaan fungsional yang berbeda. Peraturan perundang-undangan mengalir dari Batang
Tubuh UUD 1945 yang dijiwai oleh Pembukaannya, merupakan sumber hukum yang melahirkan
berbagai ketentuan hukum, sedangkan doktrin TNI(AD) mengalir dari nilai-nilai falsafi, ajaran,
dan konsep yang terkandung pada Pembukaan UUD 1945 yang melahirkan patokan, pegangan,
pedoman, petunjuk. Dengan kata lain, apabila ketentuan perundang-undangan memberikan
kekuatan hukum terhadap upaya-upaya dalam segenap dinamika tata kehidupan nasional sesuai
doktrin, tetapi doktrin memberikan panduan instrumental bagi proses mencapai sasaran.
Seharusnya UU memberikan kekuatan hukum pada pelaksanaan doktrin, tidak malahan
membatasi ruang gerak dan menghambat implementasi doktrin.
Di era reformasi pesta-pora demokrasi yang kebablasan telah menghasilkan berbagai ketentuan
perundang-undangan di bidang Hankam yang mengalir dari Batang Tubuh UUD 1945 yang
sudah diamandemen sehingga mengandung pasal-pasal yang rawan distorsi terhadap nilai-nilai
dasar/falsafi yang terkandung dalam Pembukaannya. Di pihak lain, doktrin dasar dan doktrin
induk pertahanan dikembangkan dan dijabarkan oleh TNI berdasarkan nilai-nilai yang mendasari
jatidiri bangsa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai akibatnya ruang gerak
TNI dalam upayanya untuk mengimplementasikan Hankamrata akan selalu terkendala oleh
berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang disusun berdasarkan nilai-nilai yang
tidak sesuai dengan jatidiri bangsa, terutama yang mengarah pada demokrasi liberal,
individualisme dan kapitalisme.
Ketentuan perundang-undangan di bidang Hankam yang diberlakukan di era reformasi adalah:
a.UUD RI 1945 (Amandemen) BAB III Pasal 10, 11, 12 dan Bab XII Pasal 30;
b.UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
c.UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI;
d.Keputusan Panglima TNI No. KEP/2/I/2007 tgl. 12 Januari 2007 tentang Tri Dharma Eka
Karma (Tridek).
3.Relevansi Sishankamrata Saat Ini
Sebagai landasan logis bagi pemahaman tentang Sishankamrata adalah persepsi yang
komprehensif bahwa sistem kehidupan berbangsa-bernegara mencakup berbagai dimensi yang
fundamental dan eksistensial seperti ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya serta pertahanan
dan keamanan (Hankam). Oleh karena bersifat saling terkait dan tidak dapat saling meniadakan
(mutually exclusive) tetapi justru saling komplementer dan interdependen, maka pembangunan
dimensi-dimensi tersebut harus digulirkan secara maksimal untuk mencapai hasil optimal dengan
prinsip saling mendukung dan menguatkan. Misalnya pembangunan politik dan ekonomi dapat
berjalan baik manakala situasi Hankamnas bersifat positif-kondusif. Sebaliknya, pembangunan
Sishankamnas tidak mungkin berjalan tanpa dukungan dimensi-dimensi lainnya.
Sishankamnas sebagaimana sistem kehidupan bangsa lainnya (politik, ekonomi dan

sebagainya) dibangun dan digerakkan untuk menunjang upaya pembangunan atau transformasi
nasional menuju tercapainya Cita-Cita/Tujuan Nasional. Untuk mencapai Tujuan Nasional
(Tunas) tersebut terdapat banyak aspek yang harus dilindungi, dijaga/dikawal dan
diimplementasikan yakni berbagai Kepentingan Nasional (Kepnas). Dengan apakah Kepnas
dikawal, dilindungi dan diimplementasikan? Jawabannya, dengan sistem kehidupan nasional
(Sisnas), dan dalam konteks ini adalah Sishankamnas. Pertanyaan berikutnya, bagaimakanakah
Sishankamnas sebagai bagian integral dari Sisnas itu didesain? Ada dua hal yang harus dijadikan
bahan pertimbangan. Pertama, harus ada ada berbagai instrumen bangsa yang memang perlu
untuk digunakan dalam kerangka tersebut seperti falsafah bangsa, falsafah bangsa tentang
perang, politik luar negeri dan sebagainya. Kedua, harus dilakukan penilaian (assesment) atau
telah tajam terhadap lingkungan strategis (Lingstra) yang terus berkembang secara dinamis
termasuk mengikuti kemajuan Ilpengtek, yang darinya kita dapat merumuskan potensi ancaman
atau ancaman potensial terhadap bangsa-negara, seperti dipaparkan pada bab-bab sebelumnya.
Menghadapi kondisi kehidupan bangsa yang memiliki sekian banyak ancaman potensial, niscaya
perlu pembangunan dan pengerahan total potensi dan kekuatan bangsa secara efektif. Dengan
demikian, Sishankamrata merupakan konsep dan doktrin yang tetap relevan dalam kehidupan
bangsa kita sebagai wadah, isi dan tata laku pertahanan nasional di masa depan dengan revisi
nilai instrumental agar tetap relevan dan kontekstual. Apalagi Sishan semacam ini juga dijadikan
konsep pertahanan di banyak negara maju seperti Swiss, Israel, Singapura, Prancis dan lain-lain.
Logika atau basis argumentasi Sihankamrata dapat digambarkan sekilas dengan mengacu pada
kebiasaan umum (habitus universal) dalam Rekayasa Sishan. Idealnya, sebuah negara memiliki
Sishan di mana kekuatan riil yang dimilikinya lebih unggul daripada kekuatan yang mengancam
(ancaman potensial). Jika belum dapat mencapai kekuatan ideal tersebut maka biasanya
dibangun aliansi dalam rangka memelihara balance of power. Namun bila hal itu pun tidak dapat
dilakukan maka tidak ada pilihan lain selain Perang Rakyat. Bagi Indonesia, membangun
kekuatan ideal masih jauh dari mungkin karena terhadang kendala anggaran. Untuk beraliansi
membangun pakta pertahanan pun tidak mungkin karena prinsip politik luar negeri yang bebasaktif. Dengan demikian, langkah realistis yang merupakan pilihan logis adalah Sishankamrata
(total defence).
Memang, isu tentang relevansi Sishankamrata dengan dinamika perubahan situasi dan kondisi
sudah terjadi sejak lama. Disadari bahwa Doktrin memang harus berkembang sejalan dengan
perkembangan situasi dan kondisi khususnya perkembangan Ilpengtek, namun dari segi lain
Sishankamrata yang merupakan hakikat dari Doktrin Dasar Hankamnas dan dirumuskan
berdasarkan pengalaman, penghayatan para perumusnya yang langsung mengalami sendiri
perjuangan TNI(AD) dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa
Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tetap harus dipertahankan. Sistem
Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta merupakan pengembangan dari doktrin perang
wilayah yang pertama kali dicetuskan pada seminar Seskoad I pada Desember 1960. Dengan
berpedoman pada pengalaman perang merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
NKRI yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, setelah disesuaikan dengan kondisi baru
dirumuskan Konsep Doktrin Perang Wilayah/Perang Rakyat Semesta.
Seperti disinggung di atas, sesungguhnya strategi perang wilayah/perang rakyat semesta telah
dilaksanakan di berbagai negara, khususnya negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi

negara-negara adikuasa yang pada umumnya memiliki keunggulan dalam sistem persenjataan
dan profesionalisme. Beberapa negara yang dijadikan acuan dalam perumusan hankamrata antara
lain adalah Yugoslavia1 yang pada Perang Dunia II, menggunakan pertahanan teritorial
(territorial defence) serta melakukan pertahanan rakyat semesta (total peoples defence) berhasil
mengalahkan tentara pendudukan fasis Jerman dan sekutu-sekutunya yang unggul dalam
persenjataan dan profesionalisme. Setelah invasi Sovyet ke Czechoslovakia tahun 1968,
kepemimpinan Yugoslavia mewaspadai ancaman yang sama sesewaktu dapat menjadi kenyataan
terhadap Yugoslavia. Invasi terhadap Czechoslovakia menunjukkan bahwa bala siap dari negara
yang lemah tidak mungkin dapat menghadapi serangan masif dari agresor yang secara kualitatif
dan kuantitatif lebih unggul. Berdasarkan pengalaman perjuangannya menghadapi Jerman, pada
tahun 1969 Yugoslavia menetapkan Undang-undang Pertahanan yang didasarkan pada Sistem
Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta.
Selain Yugoslavia, negara yang dijadikan acuan dalam perumusan Sistem Hankamrata adalah
Vietnam. Untuk itu TNI-AD pernah mengirimkan suatu misi militer ke Hanoi mempelajari
sistem pertahanan serta perlawanan rakyat sebagai bahan perbandingan.2 Dengan menggunakan
pertahanan teritorial, Vietnam melakukan perang rakyat semesta berhasil mengusir tentara
pendudukan Perancis. Dengan mengandalkan kekuatan rakyat, pada Mei 1954 pejuang Vietnam
di bawah pimpinan Jenderal Vo Nguyen Giap dengan transportasi yang sederhana (sepeda dan
kuda) mengangkut artileri berat dan artileri pertahanan udara melalui hutan lebat dimalam hari
untuk menempati kedudukan di pegunungan sekitar Dien Bhien Phu, kemudian menyerang dan
mengusir tentara Perancis yang jauh lebih unggul dalam teknologi dan persenjataan. Bahkan
dengan melakukan Perang Rakyat Semesta yang berkepanjangan (berlarut) dari tahun 1959
sampai tahun 1975, berkat kepemimpinan Ho Chi Minh yang kharismatik, People's Army of
Vietnam (PAVN) berhasil mengusir tentara AS yang jauh unggul dalam persenjataan.
Di era globalisasi dimana hakekat ancaman telah berkembang menjadi multidimensi mencakup
semua bidang kehidupan bangsa (Ipoleksosbudhankam), baik yang bersifat kasar (ancaman
militer) maupun yang halus (ancaman terhadap pemikiran dan persepsi). Oleh sebab itu maka
kekuatan yang dikembangkan untuk menghadapi ancaman tersebut juga harus mempunyai
kemampuan yang multi demensi pula, tidak hanya berupa kemampuan militer (Sistek), tetapi
juga juga kemampuan non-militer (Sissos) yang melibatkan seluruh potensi bangsa, baik fisik
maupun psikis.
Beberapa contoh perang terkini yang menjadi bukti keberhasilan Sishanrata antara lain adalah:
a.Serangan masif yang dilakukan oleh tentara AS yang dilakukan untuk menangkap pemimpin
pemberontak Somalia ternyata gagal, bahkan tentara AS yang unggul dalam persenjataan dan
profesionalisme itu harus ditarik mundur karena besarnya korban dan kerugian yang dialami.
b.Pasukan AS tidak dapat mentuntaskan hasil serangannya ke Irak, bahkan korban besar terus
berjatuhan. Korban tentara AS yang tewas dalam perang Irak dewasa ini telah mendekati angka
3000 orang sebagian besar justru terjadi setelah Saddam Hussein tertangkap. Bahkan dewasa ini
Pemerintah AS dibayangi kegagalan tujuan invasinya ke Irak karena ketidaksanggupannya
mengatasi kekacauan yang terus terjadi.
c.Meskipun pasukan NATO berhasil meruntuhkan pemerintahan Taliban di Afghanistan namun
sisa-sisa pasukan Taliban masih tetap aktif dan merupakan ancaman aktual bagi pasukan NATO
di Afganistan. Bahkan Afganistan berpotensi untuk perang saudara kembali apabila pasukan

NATO ditarik dari Afganistan.


d.Meskipun politis Rusia tetap menguasai Chechnya tetapi gangguan dari gerilyawan Chechnya
yang mengakibatkan korban-korban yang besar di pihak pasukan Rusia terus terjadi.
e.Kekuatan bersenjata Palestina dari segi persenjataan dan profesionalisme militer (Sistek), kalah
jauh dari kekuatan bersenjata Israel, namun perlawanan rakyat semesta Palestina yang berupa
gerakan Intifada (Sissos) masih menyulitkan Israel dalam mengendalikan wilayah Palestina di
West Bank dan Gaza Strip. Di samping korban fisik, dari aspek ekonomi, gerakan intifada yang
berupa ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum penjajah, pemogokan umum, grafitti,
barikade di jalanan, dan pelemparan batu dalam demonstrasi oleh para pemuda serta boikot
terhadap industri mikro, industri jasa dan pariwisata telah menimbulkan kerugian dalam jumlah
yang besar di pihak Israel.
Contoh-contoh tersebut di atas membuktikan bahwa keunggulan persenjataan dan
profesionalisme bukan satu-satunya faktor penentu kemenangan. Pengalaman menunjukkan
bahwa ternyata keunggulan teknologi persenjataan dan profesionalisme dapat diimbangi oleh
strategi perlawanan rakyat semesta yang dilengkapi dengan patriotisme, daya juang dan
semangat tidak mengenal menyerah serta taktik dan strategi yang tepat dan cerdik. Menghadapi
kenyataan tersebut di atas, bagi Indonesia yang dalam jangka pendek masih belum mampu
mengembangkan sistek yang modern mengungguli negara-negara adidaya, bahkan negara-negara
jiran, doktrin Hankamrata bukan hanya relevan, tetapi telah diyakini oleh TNI kebenarannya.
Sishankamrata erat kaitannya dengan jatidiri TNI sebagai kekuatan utama. Bahwa pengalaman
TNI dengan ke-khas-an jatidirinya dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
secara bersamaan telah melahirkan suatu sistem pertahanan yang sesuai dengan kondisi geografi,
demografi dan budaya bangsa Indonesia yang dikenal dengan Pertahanan Keamanan Rakyat
Semesta (Hankamrata). Dengan demikian maka pada dasarnya antara jatidiri TNI dengan doktrin
Hankamrata terdapat kaitan timbal balik yang erat, karena doktrin Hankamrata disusun dengan
memperhatikan jatidiri TNI sebagai komponen utama sistem, dan sebaliknya keberhasilan
doktrin Hankamrata tergantung kepada kadar komitmen TNI terhadap jatidirinya sebagai tentara
rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional.
Oleh sebab itu maka Sishankamrata yang dilaksanakan melalui Sistem Perang Berlarut yang
mengkombinasikan penggunaan Sistem Senjata Teknologi (Sistek) didukung oleh sikap politik
seluruh rakyat yang anti agressor sebagai Sissos, diyakini mempunyai prospek untuk dapat
digunakan menghadapi musuh yang kuat yang berhasil menduduki bagian-bagian tertentu dari
wilayah darat NKRI.

Anda mungkin juga menyukai