Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban dan
tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia. Padahal
berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara
Republik Indonesia. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan
Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri.

UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mengatur tata cara penyelenggaraan


pertahanan negara yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun oleh seluruh
komponen bangsa. Upaya melibatkan seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan
pertahanan negara itu antara lain dilakukan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Di
dalam masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi, tentu timbul
pertanyaan apakah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara masih relevan dan masih dibutuhkan.
Makalah ini akan mencoba membahas tentang memudarnya kesadaran Bela Negara di era
reformasi dan dalam rangka menghadapi era globalisasi abad ke 21.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut


1. Mengidentifikasi Landasan Yuridis bela negara
2. Mendeskripsikan konsep bela negara
3. Melaksanakan Bela Negara dalam kehidupan sehari hari
BAB II
ISI

C. LANDASAN YURIDIS

UUD 1945
PEMBUKAAN UUD 1945 ALINEA II DAN IV
Pasal 27 (1) segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
danwajib menjunjung hukum dan kemerintahan dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 27 (3) Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
Negara(Perubahan II)
Pasal 30 (1) Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamananNegara
Pasal 30 (2) usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan
dankeamannan rakyat semesta oleh tentara nasional Indonesia dan kepolisian Negara RI sebagai
kekuatanutama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung

D. PENGERTIAN BELA NEGARA

Berdasarkan pasal 1 ayat (2) UU No. 1 tahun 1998, bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan
warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada
tanaha air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan akan kesaktian
Pancasiola sebagai ideologi negara, dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap
ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan
kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, yuridiksi nasional, serta
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Upaya bela negara adlah kegiatan yang dilakukan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak
dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahan keamanan negara. Upaya bela negara
merupakan kehormatan yang dilakukan oleh setiap warga negara secara adil dan merata.
Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara
antara lain diselenggarakan melalui pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN). Pendidikan
pendahuluan bela negara adalah pendidikan dasar bela negara guna menumbuhkan kecintaan pada
tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia. Keyakinan akan kesaktian Pancasila
sebagai ideologi negara, kerelaan berkorban untuk negara, serta memberikankemampuan awal
bela negara.
Rumusan tersebut sangatlah jelas tujuan dan sasarannya, yaitu setiap warga negara mempunyai
hak dan kewajiban untuk mempertahankan kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa,
serta keutuhan wilayah NKRI. Namun demikian, mengingat kemajemukan masyarakat dan
keragaman budaya yang melatar belakanginya, maka pengertian bela negara mempunyai
implikasisosial budaya yang tidak boleh diabaikan dalam menanamkan kesadaran dan kepedulian
segenap warga negara.
1. Hakekat Ancaman Terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia Ancaman Dari Luar

Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan regional di
dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya dapat dikatakan berkurang.
Meskipun masih terdapat potensi konflik khususnya di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya
sengketa Kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa negara di kawasan ini, masalah Timor
Timur yang menyebabkan ketegangan antara Indonesia dan Australia, dan sengketa Pulau
Sipadan/Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, namun diperkirakan semua pihak yang terkait
tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui kekerasan bersenjata.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam jangka waktu pendek ancaman dalam bentuk
agresi dari luar relatif kecil. Potensi ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya
menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran
narkotika dan obat-obat terlarang, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing
yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama generasi muda, yang pada gilirannya dapat
merusak budaya bangsa. Potensi ancaman dari luar lainnya adalah dalam bentuk "penjarahan"
sumber daya alam Indonesia melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol yang
pada gilirannya dapat merusak lingkungan atau pembagian hasil yang tidak seimbang baik
yang dilakukan secara "legal" maupun yang dilakukan melalui kolusi dengan pejabat
pemerintah terkait sehingga meyebabkan kerugian bagi negara.
Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan Ketahanan Nasional
melalui berbagai cara, antara lain:

a) Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-


pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa
Indonesia.
b) Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui pemahaman dan
penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan bangsa.
c) Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional serta
terciptanya suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimate, bebas KKN,
dan consisten melaksanakan peraturan/undang-undang).
d) Kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta menanamkan
semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta mempertahankan
Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan
bernegara.
e) Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun kemungkinannya
relatif sangat kecil, selain menggunakan unsur kekuatan TNI, tentu saja dapat
menggunakan unsur Rakyat Terlatih (Ratih) sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan
Semesta. Dengan doktrin Ketahanan Nasional itu, diharapkan bangsa Indonesia mampu
mengidentifikasi berbagai masalah nasional termasuk ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan terhadap keamanan negara guna menentukan langkah atau tindakan
untuk menghadapinya.
2. Ancaman Dari Dalam

Meskipun tokoh-tokoh LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai sesuatu yang mengada-
ada, pada kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi negara Republik Indonesia tampaknya
akan lebih banyak muncul dari dalam negeri, antara lain dalam bentuk:

a) Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan


atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
b) Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak Azasi
Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa.
c) Upaya penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain yang ekstrim atau yang
tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
d) Potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat dalam
masalah politik, maupun akibat masalah SARA.
e) Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.

Di masa transisi ke arah demokratisasi sesuai dengan tuntutan reformasi saat ini, potensi
konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. Perbedaan pendapat yang
justru adalah esensi dari demokrasi malah merupakan potensi konflik yang serius apabila salah
satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang lain berkeras
memaksakan kehendaknya.
Dalam hal ini, sebenarnya cara yang terbaik untuk mengatasi perbedaan pendapat adalah
musyawarah untuk mufakat. Namun cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya
bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap kuno atau tidak sesuai lagi di era reformasi
ini. Masalahnya, cara pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang
paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa
tidak puas bagi pihak yang "kalah", sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau
melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.
Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta ketidak pastian hukum
akibat campur tangan pemerintah dalam sistem peradilan juga merupakan potensi ancaman
bagi keamanan dalam negeri. Apalagi di masa transisi saat ini ada kelompok/golongan yang
secara terbuka menyatakan tidak mengakui Peraturan/perundangan yang dikeluarkan oleh
pemerintah transisi yang berkuasa saat ini. Pelecehan terhadap hukum/undang-undang ini jelas
menimbulkan kekacauan/anarki dan merupakan potensi konflik yang serius.
Contoh yang paling nyata adalah insiden Semanggi di mana para pengunjuk rasa yang jelas-
jelas tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum akhirnya bentrok dengan aparat keamanan yang justru ingin menegakkan hukum.
Terlepas dari berbagai faktor psikologis dan politis yang memicu terjadinya insiden tersebut,
kenyataannya adalah seandainya semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap
hukum, tentunya insiden itu tidak akan terjadi. Keragu-raguan aparat penegak hukum
(kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan) dalam menangani berbagai tindak pidana korupsi
yang melibatkan pejabat tinggi negara juga potensial untuk menyulut huru-hara akibat
kekecewaan masyarakat. Tidak adanya kesadaran hukum, di samping aspek sosial-psikologis
yang perlu diteliti lebih lanjut dan dicarikan penyelesaiannya, juga menyebabkan sering
timbulnya tawuran antar warga atau tawuran antar pelajar yang pada gilirannya menimbulkan
keresahan masyarakat dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan. Maka, sosialisasi
berbagai peraturan dan perundang-undangan serta penegakan hukum yang tegas, adil dan tanpa
pandang bulu adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman
dari dalam negeri ini perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas internal
seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung maupun tidak
langsung, untuk kepentingan mereka.

3. Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pembelaan negara". Konsep Bela Negara dapat diuraikan yaitu secara fisik
maupun non-fisik. Secara fisik yaitu dengan cara "memanggul bedil" menghadapi serangan
atau agresi musuh. Bela Negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar.
Sedangkan Bela Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai "segala upaya untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran
berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam
memajukan bangsa dan negara".

4. Manfaat Bela Negara


Berikut ini beberapa manFaat yang didapatkan dari bela negara :
 Pembentuk sikap disiplin waktu, aktifitas, dan pengaturan kegiatan lain
 Pembentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekanseperjuangan
 Pembentuk mental dan fisik yang tangguhPenanamkan rasa kecintaan pada Bangsa dan
patriotisme sesuai dengankemampuan diri
 Pelatih jiwa leadershipdalam memimpin diri sendiri maupun kelompok
 Pembentuk Iman pada agama yang dianut oleh indifidu
 Berbakti pada orang tua, bangsa, agama
 Pelatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan indi3idu dalam melaksanakankegiatan
 Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin,
 Pembentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama#

Contoh bela negara dalam kehidupan sehari-hari di jaman sekarang di berbagai lingkungan :

 Menciptakan suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga


 Membentuk keluarga yang sadar hukum
 Meningkatkan iman dan takwa dan iptek
 Kesadaran untuk menaati tata tertib sekolah
 Menciptakan suasana rukun, damai, dan aman dalam masyarakat
 Menjaga keamanan kampung secara bersama-sama
 Mematuhi peraturan hukum yang berlaku
 Membayar pajak tepat pada waktunya
BAB III
PENUTUP

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, jelaslah potensi ancaman terhadap keamanan
negara bisa datang dari luar maupun dalam negeri. Namun potensi ancaman yang lebih besar
adalah yang dari dalam negeri, terutama di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai
dengan tuntutan reformasi. Lebih jauh lagi, pengalaman menunjukkan bahwa instabilitas dalam
negeri seringkali mengundang campur tangan asing baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Mengingat kesadaran bela negara yang masih rendah di kalangan masyarakat kita, terutama di
kalangan elite (politik dan ekonomi) serta kaum intelektual/akademisi, dapat dikatakan bahwa
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara untuk menanamkam kesadaran bela negara masih sangat
relevan dan masih sangat dibutuhkan di era reformasi saat ini dan di masa mendatang. Namun
perlu dicarikan format yang lebih efektif, lebih sesuai dengan kondisi masyarakat dan lebih
bersifat konkrit dan realistis agar tidak terkesan sebagai suatu kegiatan indoktrinasi teori yang
bersifat abstrak dan membosankan. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara untuk masyarakat
umum akan sangat bermanfaat, khususnya dalam upaya menanamkan kesadaran akan hak dan
kewajiban konstistusional sebagai warga negara untuk mempertahankan negara kesatuan
Republik Indonesia. Materi yang diajarkan dapat ditingkatkan kualitasnya, namun mengingat
latar belakang pendidikan formal peserta yang cukup beragam mungkin perlu dilakukan
penyesuaian atau modifikasi.

Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk melibatkan lebih banyak peserta dari kalangan elite
(politik dan ekonomi) yang tampaknya kurang memiliki kesadaran bela negara akibat terlalu
sibuk membela kepentingan pribadi/golongannya. Pendidikan kewiraan di tingkat perguruan
tinggi, yang juga merupakan salah satu bentuk dari Pendidikan Pendahuluan Bela Negara,
kiranya juga masih relevan dan diperlukan meskipun materinya tentu saja perlu disesuaikan
seiring dengan perubahan situasi politik yang sedang terjadi dewasa ini.

Anda mungkin juga menyukai