Anda di halaman 1dari 24

PERTAHANAN NEGARA

Pertahanan negara sejatinya adalah elemen terpenting bagi kelangsungan negara.


Terlebih lagi di Indonesia sebagai negara dengan struktur geografis negara kepulauan, dan
memiliki sumber daya alam serta manusia yang besar, tentu pertahanan negara menjadi hal
yang mutlak untuk dijalankan dan harus diatur secara tepat dan. Pertahanan negara sendiri
menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara adalah segala usaha
untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara.1
Pertahanan negara adalah tanggung jawab setiap warga negara. Dan sesungguhnya dengan
sumber daya yang besar yang dimiliki, Indonesia dapat membentuk kekuatan pertahanan
yang besar pula. Untuk membentuk kekuatan pertahanan yang baik tentu harus terlebih
dahulu dibentuk sistem pertahanan yang komprehensif, agar dapat mencakup seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat menangkal segala bentuk ancaman, baik dari
dalam maupun luar negara. Dan untuk menjalankan sistem pertahanan tersebut perlu dibentuk
doktrin pertahanan negara sebagai acuan bagi komponen-komponen pertahanan yang terlibat.
A. Doktrin Pertahanan Negara Indonesia
Doktrin Pertahanan Negara adalah prinsip-prinsip dasar yang memberikan arah
bagi pengelolaan sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan keamanan nasional.
Prinsip-prinsip dasar tersebut terdiri dari enam muatan doktrin pertahanan, yaitu (1)
perspektif bangsa tentang perang; (2) komponen negara yang terlibat perang; (3)
pemegang kendali perang; (4) mekanisme pertanggung-jawaban; (5) strategi perang; dan
(6) terminasi perang. Enam muatan ini kemudian disusun di tiga tingkatan, yaitu politik,
militer, dan profesional.2
Di tingkatan politik, prinsip politik dari doktrin berisi beberapa hal yang berkaitan
dengan tugas angkatan bersenjata untuk menghadapi ancaman militer bersenjata. Di
tingkatan militer, doktrin lebih banyak menjawab pertanyaan tentang bagaimana kekuatan
militer akan digunakan untuk menghadapi ancaman. Penggunaan kekuatan militer ini
1 UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
2 Andi Widjajanto, Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia, Jurnal Pro Patria, 2005, hal. 1

dapat saja mengakomodasi kebutuhan untuk melakukan strategi pencegahan dini agar
perang-perang berskala kecil tidak meluas.3
Dalam Doktrin Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dijelaskan
tentang Hakikat, Kedudukan dan Landasan Doktrin Pertahanan, Perjuangan Bangsa
Indonesia untuk berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia, Hakikat ancaman, Konsepsi
Pertahanan Negara, Penyelenggaraan Pertahanan Negara dan Pembinaan Kemampuan
Pertahanan Negara.4
Adapun pasal 1 ayat 2 UU No. 3 tahun 2002 menyebutkan bahwa Sistem
pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan
seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
segenap bangsa dari segala ancaman.5
Doktrin pertahanan negara Indonesia sendiri terus mengalami perubahan sejak
Indonesia merdeka. Perubahan ini dilakukan agar doktrin pertahanan tetap fleksibel dan
mampu mengikuti perkembangan zaman. Berikut adalah perubahan doktrin pertahanan
negara Indonesia sejak kemerdekaan:
1. Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949)
Pada periode ini, doktrin pertahanan disesuaikan dengan kondisi Indonesia
sebagai negara yang baru terbentuk. Pasca proklamasi, dibentuk Badan Keamanan
Rakyat (BKR). BKR bukanlah tentara atau angkatan bersenjata, melainkan korps
rehabilitasi perang. Tidak dibentuknya angkatan bersenjata disebabkan oleh prinsip
para pemimpin nasional Indonesia bahwa kemerdekaan Indonesia dicapai dengan
jalan diplomasi, bukan dengan jalan pemberontakan bersenjata.6

3 Op.Cit
4 Kementerian Pertahanan RI, Doktrin Pertahanan Negara
5 UU No. 3 Thaun 2002 Tentang Pertahanan Negara
6 Andi Widjajanto, Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia, Jurnal Pro Patria, 2005, hal. 2

Tentara reguler baru dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945 dengan nama
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR kemudian berganti nama menjadi Tentara
Nasional Indonesia (TNI) pada tanggal 7 Juni 1947. Transformasi angkatan bersenjata
ini menunjukkan bahwa pembentukan organisasi militer moderen sangat dipengaruhi
oleh kebijakan politik pemerintah untuk menjalankan diplomasi perjuangan.7
Di masa ini, dikenal pula sistem Wehrkreise yang dikembangkan oleh militer
Indonesia. Sistem ini pada intinya membagi daerah pertempuran dalam lingkaranlingkaran (kreise) yang memungkinkan satuan-satuan militer secara mandiri
mempertahankan (wehr) lingkaran pertahanannya. Kemandirian pertahanan melingkar
ini dilakukan dengan melakukan mobilisasi kekuatan rakyat dan sumber daya yang
berada di lingkaran pertahanan tertentu. Sistem Wehrkreise ini kemudian dilengkapi
dengan dalil-dalil perang gerilya10 sebagai bentuk operasional taktik militer di medan
pertempuran.8
Pada tahun 1946, dibentuk pula Barisan Cadangan sebagai pendukung TNI.
Barisan cadangan ini masuk dalam strategi Pertahanan Bulat (Total) Lagi Teratur.
Fungsi barisan cadangan ini diperkuat dalam Ketetapan Dewan Hanneg No.85/1947
tentang Pertahanan Rakyat. Ketetapan ini menjabarkan konsepsi Pertahanan Rakyat
Total yang didefinisikan sebagai Segala lapisan rakyat, baik pegawai negeri,
maupun orang, atau badan partikelir di seluruh daerah Indonesia harus turut serta di
dalam perlawanan dengan sehebat-hebatnya, dan masing-masing dalam pekerjaan dan
kewajibannya. Konsep pertahanan total ini kemudian diikuti dengan militerisasi
instansi-instansi pemerintahan.9
2. Masa RIS (1949-1950)
Banyaknya pemberontakan yang terjadi di daerah serta Agresi Militer Belanda
II menyebabkan Departemen Pertahanan membentuk Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat. Pada tanggal 5 Januari 1950, Menteri Pertahanan RIS
mengeluarkan Penetapan
7 Ibid
8 Ibid, hal. 4
9 Ibid

No.12/MP/50 mengenai Organisasi Tentara Republik

Indonesia Serikat (TRIS). Untuk mengatasi pemberontakan dan melawan Agresi


Militer Belanda ini, dibentuk konsep pasukan ekspedisi dan operasi gabungan.
Operasi gabungan ini juga dilaksanakan untuk menumpas pemberontakan Republik
Maluku Selatan (RMS).10
3. Masa Perang Internal (1950-1959)
Masa ini diwarnai dengan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh,
Sulawesi Selatan, dan pemberontakan PRRI/PERMESTA. Untuk menghadapi
pemberontakan DI/TII di Jawa Barat diterapkan operasi militer gabungan dengan
sistem Pagar Betis. Operasi ini merupakan implementasi dari doktrin perang
wilayah dan digabungkan dengan doktrin pertahanan rakyat.11
Selain operasi pagar betis, dilaksanakan juga Operasi Tegas untuk
menumpas pemberontakan PRRI/PERMESTA di Riau. Operasi Tegas adalah
gabungan dari operasi militer gabungan dengan operasi pendadakan lawan. Operasi
Tegas juga dilengkapi dengan Operasi Blokade Sungai. Keseluruhan rangkaian
operasi militer ini dijalankan secara simultan untuk melawan pemberontakan DI/TII.
Namun sekali lagi keseluruhan operasi militer ini tetap berpegang pada doktrin
pertahanan negara.12
4. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Konsistensi penggunaan doktrin pertahanan rakyat tetap terjadi di periode
1959-1967. Pada 3 Desember 1960, MPRS-RI menetapkan Ketetapan tentang Garisgaris Besar Pola Pembangunan Nasional Sementara Berencana Tahapan Pertama
1961-1969 yang dimuat dalam Peperti No.169/1960. Ketetapan ini mengatur bahwa:
Pertahanan Negara Republik Indonesia bersifat defensif-aktif dan bersikat antikolonialisme dan anti-imperialisme dan berdasarkan pertahanan rakyat semesta yang
berintikan tentara suka rela dan milisi.13

10 Ibid, hal. 5
11 Ibid, hal. 6
12 Ibid

Masa ini juga diwarnai dengan perintah Trikora (Tri Komando Rakyat) oleh Presiden
Soekarno untuk operasi pembebasan Irian Barat. Selain Trikora, ditetapkan juga
pengaturan tentang Mobilisasi 1959-1962, yang sberisi tentang wajib militer darurat,
militerisasi kepolisian negara, pembentukan organisasi pertahanan sipil, memperluas
ketangkasan keprajuritan, pembentukan dan penyusunan satuan-satuan tugas khusus
sipil, mobilisasi umum untuk kepentingan hankamneg, dan pembebasan Irian Barat.14
Presiden soekarno kemudian juga mengumumkan Komando Operasi Malaysia yang
terangkum dalam Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Pembentukan operasi ini didasari
atas dasar Sikap pertahanan negara yang anti-kolonialisme dan anti-imperialisme.
Tujuan dari operasi militer ini adalah untuk melindungi daerah perbatasan dan
melindungi pasukan gerilya yang akan masuk ke wilayah lawan.15
5. Periode Orde Baru (1967-1998)
Pada periode ini dilaksanakan operasi tempur, operasi intelijen, dan operasi
teritorial. Tiga pola dasar operasi militer tersebut dibakukan dalam doktrin Tri Ubaya
akti yang dirumuskan ulang oleh TNI AD dalam Seminar AD II di Seskoad,
Bandung (25-31 Agustus 1966). Di dalam Doktrin Tri Ubaya akti terdapat tiga
doktrin dasar, yaitu Doktrin Pertahanan Darat Nasional (Hanratnas), Doktrin
Kekaryaan, dan Doktrin Pembinaan.16
Untuk operasi militer, Doktrin Hanratnas merupakan landasan bagi
pengembangan strategi perang dan doktrin militer. Konsepsi Perang Rakyat Semesta
(Perata) menjadi titik sentral Doktrin Hanratnas. Doktrin Tri Ubaya akti secara rinci
menjabarkan pola operasi Perata yang terdiri dari operasi keamanan dalam negari
yang didukung oleh operasi intelijen, tempur, dan teritorial, serta operasi pertahanan
yang dilaksanakan dengan operasi defensif aktif.17

13 Ibid, hal. 7-8


14 Ibid
15 Ibid, hal. 10
16 Ibid, hal. 11

Pada Seminar Hankam tanggal 21 September-17 Oktober 1966 menghasilkan


doktrin perjuangan TNI Tjatur Darma Eka Karma. Doktrin Tjatur Darma Eka
Karma kembali menetapkan konsep perang rakyat semesta sebagai konsep dasar
pertahanan negara. Doktrin ini mengatur bahwa yang menjadi dasar pelaksanaan
pertahanan dan keamanan negara adalah sistem pertahanan dan keamanan Perang
Rakyat Semesta (Perata).18
Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta kemudian mendapat bentuk
operasional saat Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani menetapkan Keputusan
Panglima Angkatan Bersenjata No: Kep/04/II/1988 tentang Doktrin Perjuangan TNIABRI Catur Darma Eka Karma (CADEK). Dalam Doktrin CADEK 1988 ini,
penyelenggaraan pertahanan keamanan negara dilakukan dengan mengembangan
suatu kemampuan pertahanan keamanan negara yang diwujudkan dalam suatu
sishankamrata. Sishankamrata dikembangkan dengan mendayagunakan segenap
sumber daya nasional dan prasarana nasional secara menyeluruh, terpadu, dan terarah.
Doktrin CADEK 1988 juga menetapkan bahwa politik pertahanan keamanan negara
adalah defensif-aktif serta preventif aktif yang diarahkan untuk menjamin keamanan
dalam negeri, turut serta memelihara perdamaian dunia pada umumnya dan keamanan
di kawasan Asia Tenggara.19
B. Konteks Maritim Dalam Pertahanan Indonesia
Sudah disinggung sebelumnya bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan
dengan 80 persen wilayah laut, dan 20 persen wilayah darat. Dengan demikian,ancaman
terhadap kedaulatan dan wilayah Indonesia berada di laut. Ditambah lagi posisi geografis
Indonesia yang menjadi jalur perdagangan internasional, ancaman dari wilayah laut
menjadi semakin tinggi.
Laut Indonesia memiliki arti yang sangat penting bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yaitu, laut sebagai media pemersatu bangsa, laut sebagai media
perhubungan, laut sebagai
17 Ibid
18 Ibid, hal. 12
19 Ibid, hal. 16

media sumber daya, laut sebagai media pertahanan dan

keamanan, serta laut sebagai media diplomasi. Konsep pemikiran tersebut sangat
diperlukan bangsa

Indonesia agar tidak menjadikan dan menganggap laut sebagai

rintangan, kendala atau hambatan sebagaimana dihembuskan oleh pihak-pihak asing yang
tidak menginginkan kemajuan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Adapun ancaman yang mungkin dihadapi Indonesia ke depan antara lain
kejahatan lintas negara (misalnya penyeludupan, pelanggaran ikan ilegal), pencemaran
dan perusakan ekosistem, imigrasi gelap, pembajakan/perampokan, aksi radikalisme,
konflik komunal dan dampak bencana alam.
Untuk memahami konteks maritim dalam pertahanan Indonesia, penting untuk
terlebih dahulu memahami konsep negara maritim. Konsep negara maritim Indonesia
diawali dengan Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan adanya konsep wawasan nusantara, UU No 4/60 tentang Perairan
dan UNCLOS 1982. Isi Deklarasi "Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan
tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan
Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan
pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik
Indonesia.20
Pada tanggal 18 Desember 1996 di Makassar dicanangkan Deklarasi Negara
Maritim Indonesia, dengan

tindak lanjut Konsep Pembangunan Negara Maritim

Indonesia, Dewan Kelautan Nasional. Substansinya adalah menyebut Negara Kesatuan RI


beserta perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, ZEE, dan landas kontinennya
sebagai Negara Maritim Indonesia. Pada tanggal 26 September 1998 kembali
dicanangkan Deklarasi Bunaken dengan tidak lanjut The Ocean Charter. Isi Deklarasi :
Mulai saat ini visi pembangunan dan persatuan

nasional Indonesia harus juga

berorientasi laut. Semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga mberikan
perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan potensi kelautan
Indonesia.21

20 Pusat Kajian Maritim Seskoal, Konsep Negara Maritim dan Ketahanan Nasional, hal. 2
21 Ibid

Gagasan Negara Maritim Indonesia adalah aktualisasi dari wawasan nusantara dan
berguna untuk memberi gerak pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa
Indonesia secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara. Pengembangan konsepsi
negara maritim Indoensia sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan bangsa kita
menjadi bangsa yang modern dan mandiri dalam teknologi kelautan dan kedirgantaraan
bagi kesejahteraan bangsa dan negara.
Wilayah Laut Indonesia yang melingkupi seluruh kepulauan nusantara menjadi
faktor penentu terwujudnya kesatuan politik, ekonomi, sosial dan budaya bangsa dalam
menciptakan pertahanan negara yang maksimal, efektif, dan mantap. Kemampuan
mobiltas nasional dengan transportasi (darat, laut dan udara) dan logistik terpadu dalam
pangkalan dan pertahanan di laut wilayah (teritorial sea), hingga ke laut lepas menjadi
syarat utama untuk menciptakan pertahanan negara yang kuat.
Adapun lingkungan laut atau maritim sesungguhnya memiliki lima dimensi
strategi Militer yang saling berhubungan, yaitu:22
a. Dimensi ekonomi
Penggunaan laut sebagai media perhubungan, transportasi dan perdagangan telah
dimanfaatkan sejak dahulu hinga sekarang, dan hampir 99,5 % pergerakan roda
perekonomian di dunia adalah melewati jalur laut, volume muatan meningkat
delapan kali sejak tahun 1945 dan kecenderungan semakin meningkat sampai
sekarang.
b. Dimensi Politik
Perubahan dimensi politik dari lingkungan

maritim berkembang sangat tajam

semenjak tahun 1970-an. Bagi sejumlah besar Negara pantai, khususnya bagi dunia
ketiga, perairan yang berbatasan dengan pantai memberikan prospek satu-satunya
untuk perluasan wilayah negara. Selain itu, seringkali terjadi perselisihan atas
perbatasan laut, dan hal ini dimotivasi oleh kepentingan politik dan kalkulasi biaya
dan manfaat yang didapat bila menguasai wilayah laut.
c. Dimensi Hukum
Basis dimensi hukum dalam lingkungan maritim adalah Konvensi PBB tentang
Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982). Dimensi hukum sekarang difokuskan
pada masalah perikanan ilegal dan perdagangan narkoba secara ilegal melalui jalur
laut.
d. Dimensi Militer
22 Ibid, hal. 5-6

Di laut dimensi militer selalu berkembang mengikuti perkembangan teknologi,


sehingga profesionalisme Angkatan Laut suatu Negara selalu dikaitkan dengan
penguasaan dan penggunaan teknologi yang mutakhir.
e. Dimensi Fisik
Pemahaman terhadap lingkungan fisik adalah kekuatan maritim akan berfungsi
sangat

penting tergantung pada kondisi geografi, dan hidroseanografi. Daerah

Operasi kekuatan maritim mulai dari perairan dalam laut bebas (Blue Waters) ke
perairan yang lebih dangkal (Green Waters) sampai ke perairan pedalaman, muara
dan sungai (Brown Waters). Ada juga wilayah laut strategis yang berbatasan atau
dimiliki oleh negara-negara pantai yang berdekatan. Seperti selat Malaka, dimiliki
oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu konsep "Joint Security"
akan mudah diterima dan diterapkan di antara negara-negara pantai tersebut.
Kembali pada konsepsi pertahanan negara dalam UU no. 3 tahun 2002, yaitu
keikutsertaan bangsa Indonesia dalam mempertahankan negaranya, serta pemanfaatan
seluruh sumber daya nasional, dan seluruh wilayah negara dalam usaha pertahanan
negara. Mencermati amanat undang-undang tersebut, maka sudah sewajarnya Indonesia
sebagai suatu negara kepulauan menempatkan kekuatan laut dan udaranya sebagai
tulang punggung pertahanannya, sehingga proyeksi kekuatan pertahanan, jika
diperlukan, akan secara cepat dilaksanakan.
C. Komponen Pertahanan Indonesia
Selain harus memiliki doktrin pertahanan yang komprehensif, sebuah negara harus
memiliki sumber daya manusia (SDM) pertahanan yang tangguh. Untuk menciptakan
SDM pertahanan yang demikian, harus diterapkan satu kebijakan pertahanan untuk
pembinaan SDM. Pembinaan SDM ini dilakukan untuk meningkatkan potensi SDM yang
dapat dilaksanakan melalui: pembinaan kesadaran bela negara dalam rangka penyiapan
komponen cadangan dan komponen pendukung sebagai bentuk model/embrio untuk
dikembangkan di masa depan, mengintensifkan pendataan potensi sumber daya nasional
sebagai langkah awal penyiapan komponen cadangan dan komponen pendukung,
membina koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah pusat (Departemen/LPND) dan
pemerintah daerah serta instansi terkait lainnya, menyusun RUU Komponen Cadangan,
RUU Komponen Pendukung (RUU Komcad saat ini telah masuk proses legislasi di

DPR), dan menyiapkan RUU Pengabdian sesuai profesi yang masuk sebagai unsur lain
kekuatan bangsa untuk menghadapi ancaman non militer.23
Pertahanan negara sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UU no.3 tahun 2002
diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal
negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman. Adapun Pasal 7 menyebutkan
bahwa:24
(1) Pertahanan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diselenggarakan oleh
pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.
(2) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara
Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan
dan komponen pendukung.
(3) Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan
lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk
dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan
bangsa.
Dengan melihat pada pasal 7 ini jelas terlihat bahwa sistem pertahanan negara
tidak hanya dilaksanakan oleh TNI sebagai komponen utama tetapi juga oleh komponen
lain yaitu cadangan dan pendukung. Pasal 8 UU no. 3 tahun 2002 menjelaskan tentang
komponen pertahanan ini yaitu:25
(1) Komponen cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya
buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan
melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.
(2) Komponen pendukung, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumberdaya
buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung
23 Sumber Daya Manusia Pertahanan Memiliki Peranan Penting Dalam Penyelenggaraan
Pertahanan Negara, http://dmc.kemhan.go.id/post-sumber-daya-manusia-pertahanan-memilikiperanan-penting-dalam-penyelenggaraan-pertahanan-negara.html , diakses pada 6 Desember 2013
24 UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
25 Ibid

dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen


cadangan.
Komponen Utama
TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan negara menjadi garda terdepan
dalam menghadapi ancaman terhadap keamanan nasional. Pasal 10 UU no.3 tahun 2002
menjelaskan tentang fungsi dan tugas TNI secara umum dalam sistem pertahanan negara
yaitu:26
(1) Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(2) Tentara Nasional Indonesia, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara.
(3) Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara
untuk :
a. mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah;
b. melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa;
c. melaksanakan Operasi Militer Selain Perang; dan
d. ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan
internasional.
Dalam kaitan tugas pertahanan TNI, telah diundangkan Undang-Undang No.34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pembinaan prajurit diprioritaskan
sebagai kebutuhan mendesak dalam rangka mewujudkan TNI sebagai alat negara yang
profesional, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan intelejen, kemampuan
bertempur untuk mempertahankan NKRI, kemampuan untuk melaksanakan operasi
militer selain perang (OMSP) serta kemampuan dukungan dalam hal memelihara
kesinambungan penyelenggaraan pertahanan negara dalam keadaan damai dan kondisi
darurat, dengan dukungan anggaran rasional yang disetujui DPR.27
Komponen Cadangan

26 Ibid
27 Sumber Daya Manusia Pertahanan Memiliki Peranan Penting Dalam Penyelenggaraan
Pertahanan Negara, http://dmc.kemhan.go.id/post-sumber-daya-manusia-pertahanan-memilikiperanan-penting-dalam-penyelenggaraan-pertahanan-negara.html , diakses pada 6 Desember 2013

Komponen Cadangan adalah warga negara republik Indonesia, sumber daya alam,
sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk
dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat Komponen Utama.
Komponen Cadangan di tiap-tiap daerah disiapkan secara dini dan berkesinambungan
untuk menjamin ketersediaan kekuatan pengganda bagi Komponen Utama, serta
dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan yang berkoordinasi dengan Pemerintah
Daerah serta Lembaga Fungsional terkait, sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran
pertahanan. Kebutuhan mendesak saat ini bagi pembangunan Komponen Cadangan yaitu
meliputi : penyusunan perangkat hukum dan perundang-undangan RUU Komponen
Cadangan;

serta

membentuk

Komponen

Cadangan

dan

membinanya

secara

berkesinambungan.28
Komponen Pendukung
Komponen Pendukung adalah warga negara republik Indonesia, sumber daya
alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau
tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan
Komponen Cadangan.29
Analisa
Sumber daya manusia memang menjadi faktor yang paling penting dalam
pertahanan suatu negara, demikian juga di Indonesia. Dan dengan populasi terbesar
keempat di dunia Indonesia jelas diuntungkan karena memiliki SDM yang melimpah.
Namun, jumlah SDM tidak selamanya menjamin terciptanya sistem pertahanan yang baik
dan efisien, tanpa memiliki skill pertahanan dan dukungan alutsista yang mumpuni.
Sejauh ini, SDM pertahanan Indonesia masih lemah untuk menghadapi perubahan di
dunia internasional. SDM pertahanan Indonesia kurang mendapat kesempatan dan
pelatihan.
Lemahnya SDM pertahanan Indonesia juga disebabkan belum adanya kebijakan
pertahanan yang mengatur tentang manajemen SDM yang baik dan terintegrasi.
Kebijakan pengembangan SDM pertahanan yang ada saat ini pun belum mengarah pada
28 Ibid
29 Ibid

peningkatan mutu profesionalisme TNI sebagai garda terdepan pertahanan negara


Indonesia. Kemudian, bila dikembalikan pada perundang-undangan yang mengatur
tentang pertahanan yakni UU No.3 tahun 2002, UU ini belum membahas tentang sumber
daya prajurit, baik dari sisi pengetahuan, keahlian, maupun sikapnya. Dengan demikian,
peraturan atau kebijakan yang ada belum menyentuh profesionalisme prajurit.
Selain lemahnya SDM, alutsista yang buruk menjadi cerminan lain dari kondisi
sistem pertahanan Indonesia saat ini. Menilik pada kondisi alutsista Indonesia saat ini,
jelas bahwa alutsista Indonesia masih jauh dari kata mumpuni untuk mendukung SDM
Indonesia, baik bagi Komponen Utama, Komponen Cadangan, maupun Komponen
Pendukung. Terutama bagi komponen utama atau satuan tempur (TNI), mereka sudah
berikrar untuk membela bangsa dan negara dengan mengorbankan jiwa raganya. Tentu
jauh lebih baik apabila para prajurit ini diberikan alat perlindungan yang selain dapat
memberi keselamatannya juga mampu meningkatkan kemampuan dan semangat
bertempur mereka.
Kondisi alutsista Indonesia didominasi dengan peralatan yang terbatas, dan
peralatan yang ada kondisinya sudah tua dan kebanyakan merupakan alutsista bekas
negara lain yang dibeli dengan harga murah atau diberikan melalui hibah. Dengan kondisi
alutsista yang jauh dari ideal, dapat dibayangkan bila Indonesia harus mendeteksi
keberadaan pesawat asing di wilayah udaranya, sedangkan radar yang dimiliki tidak dapat
beroperasi selama 24 jam.
Akar dari problematika alutsista indonesia terkait pada dua hal, yakni penggunan
anggaran pertahanan yang tidak tepat sasaran dan industri pertahanan yang belum
berkembang. Terkait dengan anggaran pertahanan, sesungguhnya alokasi APBN untuk
biaya pertahanan sudah cukup memadai, bahkan dalam RUU APBN 2014, kementerian
pertahanan mendapatkan anggaran terbesar, yakni sebesar 30% dari APBN atau Rp. 83,4
Triliun.30
Dengan demikian, yang menjadi masalah dari anggaran pertahanan adalah alokasi
atau penggunaannya. Seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa kebanyakan alutsista
yang dibeli Indonesia sudah dalam kondisi bekas, atau sekalipun baru kualitasnya tidak
bisa disebut baik. Baru-baru ini misalnya, Indonesia yang semula ingin membeli enam
30 APBN 2014, Kementerian Pertahanan Dapat Anggaran Terbesar, www.tempo.co ,
diakses pada 6 Desember 2013

pesawat F16 dari AS, tiba-tiba merubah tujuan pembelian saat negosiasi berjalan.
Anggaran yang semula akan digunakan untuk membeli pesawat F16 justru dialihkan
untuk mengupgrade 24 pesawat F16 bekas hibah dari AS.31
Permasalahan

kedua

adalah,

industri

pertahanan

nasional

yang

belum

berkembang. Terkait dengan anggaran juga, perusahaan negara yang bergerak di sektor
strategis pertahanan, seperti PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT PINDAD, dan PT PAL
kurang mendapat perhatian, terlebih setelah krisis moneter 1997. Selain perusahaan yang
memang bergerak di sektor ini, problem lain muncul dari perusahaan-perusahaan
penyedia bahan baku, seperti baja, bahan kimia, alumunium, dan lain sebagainya yang
saat ini dikuasai investasi asing dan lebih diutamakan untuk kebutuhan luar negeri
(ekspor). Selain dua masalah tersebut, masalah lain adalah tidak adanya alih teknologi
dan penguasaan riset oleh para tenaga ahli dalam industri pertahanan.
Indonesia memang masih memiliki banyak kekurangan dalam mengembangkan
alutsista dan industri pertahanannya untuk mendukung sistem pertahanan negara. Namun
demikian, masa depan sistem pertahanan Indonesia dengan alutsista yang mumpuni dan
industri pertahanan yang maju tetap ada. Sejauh ini, langkah awal untuk menuju kepada
pertahanan negara yang baik sudah terlihat.
Dalam penggunaan anggaran pertahanan misalnya, dapat dikatakan bahwa
kebijakan pertahanan Indonesia memiliki pergeseran yang cukup drastis sjak mengalami
kekosongan pembelanjaan militer selama 10 tahun, karena negara berfokus pada
pertumbuhan ekonomi dan perkembangan usaha. Perlu diketahui bahwa anggaran
pertahanan Indonesia saat ini mengalami peningkatan yang signifikan, dimana pada tahun
2006, anggaran pertahanan Indonesia hanya berjumlah 3 persen dari total APBN.
Bukti dari perkembangan kebijakan pertahanan ini diantaranya, pada tahun 2013
ini Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mencanangkan modernisasi militer dengan
penyerapan anggaran sebesar 16,7 miliar dolar AS. Modernisasi ini difokuskan pada
pembelian kapal penghancur berpeluru kendali, tank, sistem peluncuran roket majemuk,
jet tempur, kapal selam, dan beberapa persenjataan militer lainnya. Adapun perincian
anggarannya adalah 2,5 milyar dolar AS untuk 10 frigat ringan yang dikembangkan oleh
31 TNI AU Akan Sambut 24 Pesawat F16 Bekas Amerika, www.tempo.co, diakses pada 6
Desember 2013

produsen kapal negara PAL, 2 milyar dolar AS untuk empat kapal selam, dan 6 milyar
dolar AS untuk tambahan pesawat jet tempur Sukhoi dan F16.32
Pembelanjaan militer pun akan difokuskan pada produk dalam negeri dan jika
harus membeli keluar akan diterapkan metode produksi gabungan. Selain itu produk asing
juga akan terus dipantau manfaatnya bagi pertahanan Indonesia. Selain itu Komite
Tingkat Tinggi (HLC) yang diketuai oleh wakil menteri pertahanan akan memantau laju
perluasan sektor pertahanan sampai tahun 2014. HLC ini terdiri atas beberapa divisi
pemerintah, termasuk keuangan, audit, dan badan khusus yang bertanggung jawab untuk
pembelian barang dan jasa.33
Selain sudah dimulainya reformasi penggunaan anggaran pertahanan, industri
pertahanan Indonesia juga mulai bangkit seiring dengan diberikannya Penyertaan Modal
Negara (PMN) dari Kementerian BUMN kepada 41 perusahaan milik negara sebesar
Rp.68,82 truliun. Dengan demikian, PT DI, PT PINDAD, dan PT PAL sebagai tiga
perusahaan di sektor pertahanan juga akan mendapat dana tersebut. Meskipun dana yang
didapat tidak terlalu banyak, paling tidak ada langkah awal untuk membantu
pengembangan industri pertahanan nasional.
Langkah awal dengan pemberian modal kepada industri pertahanan nasional
hendaknya memang dipertahankan. Investasi jangka panjang pemerintah di dalam industri
pertahanan nasional dapat menjadi solusi yang baik untuk meminimalisir dan bahkan
menghentikan pembelian alutsista dari luar negeri. Meskipun demikian, dalam jangka
pendek dan menengah, pembelian alutsista dari luar dengan metode produksi gabungan
tetap dapat dijalankan, dengan syarat ada alih teknologi sehingga industri pertahanan
nasional pun kemudian dapat mengikuti perkembangan industri pertahanan internasional.
D. Keamanan Nasional
Konsep pertahanan negara tidak akan terlepas dari konsep keamanan nasional
yang merupakan tujuan utama dari pertahanan negara. Adapun konsep keamanan nasional
32 Asia Pacific Defence Forum, Militer Indonesia berencana untuk membelanjakan 16,7
milyar dolar AS sampai tahun 2015,
http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/10/22/indonesiamilitary-spends, diakses pada 6 Desember 2013

33 Ibid

itu sendiri memiliki perbedaan definisi, yakni definisi strategis (strategic definition) dan
definisi non-strategis ekonomi (economic non-strategic definition). Definisi yang pertama
umumnya menempatkan keamanan

sebagai nilai abstrak, terfokus pada upaya

mempertahankan independensi dan kedaulatan negara, dan umumnya berdimensi militer.


Sementara, definisi kedua terfokus pada penjagaan terhadap sumber-sumber ekonomi dan
aspek non-militer dari fungsi negara.34
Sementara itu, menurut Frederick Hartman, keamanan nasional secara normatif
adalah the sum total of the vital national interests of the state, atau dengan kata lain,
kepentingan nasional negara adalah keamanan nasional itu sendiri. Keamanan juga sering
dipahami sebagai upaya negara untuk mencegah perang, terutama melalui strategi
pembangunan kekuatan militer yang memberikan kemampuan penangkal (deterrent).35
Bangsa Indonesia sendiri sejak awal memahami bahwa dalam konsep keamanan
nasional ada keterkaitan antar aspek kehidupan, yang tidak hanya didominasi oleh aspek
militer. Namun, konsepsi keamanan nasional di Indonesia menjadi semakin kabur sejak
terjadinya pemisahan kelembagaan antara TNI dan Polri. Dengan kata lain, ada
pemisahan konsep keamanan dari konsep pertahanan. Kekaburan ini jelas tampak
sejak dikeluarkannya TAP MPR VI dan VII. Dalam hal ini, Polri ditetapkan sebagai
institusi yang bertanggung jawab terhadap keamanan sementara TNI bertanggungjawab
di bidang pertahanan. Pemilihan itu kemudian melahirkan Perbedaan persepsi bahwa
ruang lingkup Polri adalah untuk dalam negeri (keamanan) dan TNI untuk luar negeri
(pertahanan).36
Memang pemisahan TNI dan Polri dilakukan dalam rangka reformasi sektor
keamanan (security sector reform), namun faktanya pemisahan ini justru menimbulkan
banyak persoalan dan mempersulit proses reformasi itu sendiri. Dampak dari kekaburan
konsep keamanan nasional ini diantaranya:37
34 Rizal Sukma, Konsep Keamanan Nasional, CSIS Jakarta (FGD ProPatria, Jakarta 28 November
2002), hal. 1
35 Ibid, hal. 2
36 Ibid, hal. 1
37 Ibid

a. Kekaburan pengertian konsep keamanan menyulitkan proses penataan fungsi dan


efektifitas TNI dan Polri.
b. Kekaburan itu juga menimbulkan kesulitan dalam merumuskan tata hubungan
kerja diantara keduanya.
c. Kerancuan konsep tidak mendorong lahirnya

kesadaran

akan

arti penting

perumusan suatu Kebijakan Keamanan Nasional yang seharusnya menjadi rujukan


bagi bangsa Indonesia dalam membangun kembali Republik ini dari keterpurukan
ekonomi, politik, dan sosial.
d. Dalam konteks pertahanan negara, ketiadaan

Kebijakan

Keamanan Nasional

mempersulit proses perumusan Kebijakan Pertahanan Negara yang sesuai dengan


perkembangan zaman dan kebutuhan bangsa.
Masalah keamanan nasional Indonesia tidak hanya berkisar pada kekaburan
konsep kemanan nasional, tetapi juga masalah perumusan UU Keamanan Nasional.
Hingga saat ini Indonesia belum memiliki UU keamanan nasional sebab RUU yang
diajukan pada tahun 2012 belum disahkan menjadi UU dan mengalami banyak penolakan
dari berbagai kalangan. Ketentuan tentang keamanan nasional atau UU kamnas memang
memiliki dampak yang luas, beberapa kemungkinan dampak tersebut adalah:38
a. Dampak yang mungkin ditimbulkan dari tindakan yang ditempuh dalam merespon
ancaman terhadap keamanan nasional
b. Memberikan kewenanangan tertentu pada badan-badan negara yang terkait atau
lembaga yang dibentuk berdasarkan UU ini dalam menentukan atau merespon
keamanan nasional
c. Perumusan pengertian dan tindakan yang ditempuh dalam merespon ancaman
keamanan nasional tidak jarang membatasi atau berpotensi melanggar jaminan hak
asasi manusia warga negara
Terkait dengan dampak di atas, Isi RUU keamanan nasional dianggap memiliki
banyak kejanggalan. Dalam artikel yang dipublikasi oleh Elsham, disebutkan secara jelas
kejanggalan-kejanggalan di dalam RUU kamnas. Diantara kejanggalan-kejanggalan
tersebut adalah:
a. Dalam konsideran mengingat, jelas bahwa RUU kamnas hanya menekankan pada
pertahanan dan kemanan negara, serta kewajiban bagi setiap warganegara untuk turut
38 ELSAM, Catatan ELSAM atas RUU Keamanan Nasional 2011: Rancangan Undang-Undang
(RUU) Keamanan Nasional, Jauh dari Ideal, (Jakarta: 2011), hal. 1

serta dalam pembelaan negara. Padahal materi RUU juga menyinggung tentang
keamanan manusia yang terkait juga dengan pemenuhan HAM. Oleh karena itu, di
dalam konsideran mengingat, selain menyantumkan ketentuan di dalam UndangUndang Dasar 1945, yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, serta kewajiban
pembelaan negara bagi setiap warganegara, sudah seharusnya dicantumkan pula
ketentuan-ketentuan yang terkait dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia
wargangera. Beberapa ketentuan terkait jaminan perlindungan hak asasi manusia di
dalam konstitusi, yang seharusnya dicantumkan antara lain ketentuan Pasal 28 A,
Pasal 28 C ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 E, Pasal 28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 I
ayat (1) dan ayat (5).39
Selain ketentuan-ketentuan tersebut, penting juga untuk menyantumkan
beberapa peraturan perundang-undangan terkait, di luar UU Pertahanan Negara, UU
POLRI, dan UU TNI. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut ialah: (1) UU
No. 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya sebagaimana telah diubah dua kali
terakhir dengan UU No. 52 Prp Tahun 1960; (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia; (3) UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.40
b. Dalam Ketentuan Umum, kejanggalan terdapat pada:
- Poin 8: Ada kejanggalan ketika di dalam ketentuan umum dicantumkan secara
khusus perihal intelijen, sebagai salah satu unsur utama keamanan nasional, yang
sejajar dengan unsur utama lainnya, sementara unsur yang lain tersebut, yaitu TNI
-

dan Polri, tidak dicantumkan.41


Poin 13: Longgarnya pengertian mengenai ancaman tidak bersenjata dipastikan
akan membuka celah bagi lahirnya keluasan tafsir atas terminologi ini, sehingga
dikhawatirkan ketentuan ini justru akan menjadi pengertian yang sifatnya karet,
yang dapat mengganggu jalannya demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia,
dengan alasan keamanan nasional.42

39 Ibid, hal. 3
40 Ibid
41 Ibid
42 Ibid, hal. 4

c. Dalam materi muatan, kejanggalan terdapat pada:43


- Pasal 17 ayat (4), yang berisi bahwa ancaman potensial dan ancaman aktual
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Keputusan Presiden. Faktanya,
pendelegasian pengaturan mengenai ancaman potensial dan ancaman aktual
terhadap keamanan nasional, dengan menggunakan Keputusan Presiden adalah
tidak tepat. Sebab dalam hirarki peraturan perundang-undangan, Keputusan
Presiden sifatnya individual dan konkrit, bukan suatu pengaturan yang umum.
Untuk itu seharunya ketentuan ini didelegasikan kepada Peraturan Presiden yang
sifatnya regeling, selain itu juga penting dicantumkan mekanisme review dari
bentuk-bentuk ancaman ini, agar tidak semata-mata menjadi pilihan subjektif
-

presiden. Review ini penting untuk mencegah terjadinya abuse of power.


Pasal 18 yang berisi bahwa penyelenggaraan keamanan nasional berdasarkan pada
asas: tujuan, manfaat, serta terpadu dan sinergis. Dalam penyelenggaraan
keamanan nasional, selain berdasarkan pada asas tujuan, manfaat, terpadu dan
sinergis, juga seharusnya menempatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia
sebagai asas, tidak hanya menjadi prinsip. Selain itu, asas proporsionalitas juga
penting sebagai salah satu asas yang harus dianut di dalam penyelenggaraan

keamanan nasional.
Pasal 22 yang berisi: (1) Penyelenggaraan keamanan nasional melibatkan peran
aktif penyelenggara intelijen nasional.

(2) Penyelenggara intelijen nasional

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertugas mengembangkan sistem peringatan


dini, sistem informasi, dan sistem analisis. (3) Pengembangan sistem peringatan
dini, sistem informasi, dan sistem analisis. Munculnya pasal ini terkesan
mengada-ada dan tidak runtut dengan ketentuan di atasnya. Sebaiknya ketentuan
Pasal 22 ditiadakan, karena sudah terakomodasi di dalam Pasal 21, sebagaimana
nantinya akan diatur di dalam UU Intelijen Negara. Selain itu, di dalam bagian
unsur dan peran ini, juga ada penegasan peran unsur keamanan nasional lainnya,
-

di luar intelijen.
Pasal 23 yang berisi: (1) Penyelenggara intelijen nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 terdiri atas BIN, Badan Intelijen Strategis Pertahanan, Badan
Intelijen TNI, Badan Intelijen Kepolisian, dan institusi intelijen pemerintah
lainnya. (2) Kepala BIN sebagai unsur utama penyelenggara sistem intelijen
nasional. (3) Penyelenggara intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat

43 Ibid, hal. 4-6

melakukan kerja sama dengan negara lain melalui wadah formal atau informal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebaiknya ketentuan
Pasal 23 juga dihapus, karena sudah terakomodasi oleh ketentuan Pasal 21. Selain
itu, penegasan peran intelijen negara juga sudah dimunculkan di dalam Pasal 30
-

ayat (3).
Pasal 39 yang berisi: (1) Penindakan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c terhadap berbagai jenis ancaman keamanan nasional dilaksanakan oleh
unsur keamanan nasional yang terkait langsung sebagai unsur utama didukung dan
diperkuat oleh unsur keamanan nasional yang tidak terkait langsung sebagai
unsur pendukung. (2) Penindakan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk:
a. mencegah meningkat dan meluasnya intensitas ancaman yang diperkirakan
dapat mengakibatkan terjadinya korban dan kerugian yang lebih besar;
b. mencegah campur tangan pihak asing yang dapat merugikan keamanan
nasional; dan
c. mengembalikan kondisi keadaan menjadi tertib sipil dan stabil dengan
melaksanakan tindakan represif dan kuratif secara terukur.
Merujuk pada ketentuan Pasal 4 huruf (c) dan penjelasannya, pengertian yang
dibangun di dalam ketentuan sifatnya sangat luas dan lentur, sehingga
memungkinkan tafsir yang beragam, dan dapat digunakan oleh pemerintah
berkuasa untuk melakukan tindakan represif terhadap aktivitas tertentu
warganegara. Oleh karena itu, harus ada pembatasan-pembatasan yang jelas,
mengenai pengertian dari peristilahan penindakan dini.
Selain

permasalahan keamanan nasional tersebut, maka ke depan ada

beberapa tantangan terhadap keamanan nasional yang harus dihadapi oleh bangsa
Indonesia, yaitu:44

Menjaga keutuhan wilayah RI


Memulihkan stabilitas internal, khususnya penegakan law and order
Mempercepat pemulihan ekonomi
Menyelesaikan dan mencegah konflik-konflik komunal
Membangun dan mengkonsolidasikan demokrasi
Menciptakan stabilitas dan keamanan regional
Mengelola hubungan setara dan berkeuntungan timbal balik dengan anggota
masyarakat internasional lainnya

44 Rizal Sukma, Konsep Keamanan Nasional, CSIS Jakarta (FGD ProPatria, Jakarta 28 November
2002), hal. 3

Polri dalam Keamanan Nasional


Isu lainnya yang tidak dapat dipisahkan dari masalah keamanan nasional adalah
peran Polri dalam keamanan nasional Indonesia. Sudah disebutkan dalam paparan
sebelumnya bahwa sejak era reformasi tepatnya sejak tanggal 1 April 1999 secara
kelembagaan Polri terpisah dari TNI. Dengan demikian, Polri bukan lagi bagian dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), tetapi berubah menjadi alat negara,
penegak hukum, pelindung dan pengayom serta pelayan masyarakat.45
Kedudukan Polri sendiri disebutkan dalam Pasal 2 ayat 1 Keppres RI No. 89 tahun
2000 tentang kedudukan Kepolisian Negara RI adalah berada di bawah Presiden RI.
Keppres ini juga menyatakan bahwa di masa depan tidak ada lagi hubungan struktural
antara Polri dan TNI, Polri akan dipimpin oleh Kapolri dan harus berkoordinasi dengan
Kejaksaan Agung dan Departemen Dalam Negeri. Sementara itu dalam Pasal 1 Tap MPR
No. VI/MPR/2000 ditegaskan bahwa TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah sesuai
dengan peran dan fungsi masing-masing. Dalam Pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa Tentara
Nasional Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara, sedangkan
dalam pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan.46
Fungsi Polri kemudian dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 2002, yaitu: Fungsi
Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, tugas pokok kepolisian dijelaskan dalam
pasal 13 UU No. 2 tahun 2002, yang berbunyi: Tugas pokok Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, b.
Menegakkan hukum, dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.47

45 Indria Samego, Peran Polri dalam Kerangka Kerja Sistem Keamanan Nasional, Jurnal Pro
Patria, hal. 1
46 Ibid, hal. 2
47 Ibid

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa Polri dalam kerangka keamanan nasional
memiliki peran yang tidak terbantahkan. Polri dalam hal ini memiliki fungsi preventif,
yakni menjalankan kewenangannya untuk mencegah timbulnya ancaman-ancaman
terhadap keamanan nasional Indonesia. Namun demikian, fungsi ini memang belum
terlaksana dengan baik, sebab saat ini Polri masih dalam proses reformasi menjadi
lembaga negara yang berdiri sendiri. Dan proses reformasi ini juga tidak berlangsung
dengan lancar. Maka, peran dan fungsi Polri dalam kerangka keamanan nasional masih
harus dipertanyakan.

E. Studi Kasus: Perbandingan Doktrin Pertahanan Indonesia dengan Negara Lain


Studi kasus ini akan menjelaskan perbedaan dan persamaan doktrin pertahanan
negara Indonesia dengan negara lain, yaitu Republik Islam Iran. Persamaan dan
perbedaan antara doktrin pertahanan negara Indonesia dengan doktrin pertahanan negara
Iran adalah, pertama, baik Indonesia maupun Iran sama-sama mendasarkan doktrin
pertahanannya pada kondisi geografis negara. Namun, perbedaanya adalah Indonesia
melihat wilayahnya yang 80 persen berupa lautan sebagai potensi datangnya ancaman
seperti penyelundupan narkoba misalnya. Sedangkan Iran melihat posisi geografisnya
yang berada di antara negara-negara teluk akan mendatangkan ancaman seperti konflik
perbatasan dan terorisme.48
Persamaan lainnya adalah, doktrin pertahanan negara di Indonesia dan Iran samasama dibuat sebagai acuan dalam menjalankan pertahanan negara yang bertujuan
mencapai keamanan nasional. Jika keamanan nasional Indonesia difokuskan pada
penciptaan stabilitas internal dan pemulihan ekonomi, maka keamanan nasional Iran
difokuskan pada penjagaan perbatasan dan mempertahankan rezim Islam di Iran.49
Persamaan yang ketiga adalah, baik Indonesia maupun Iran sama-sama membagi
komponen utamanya menjadi angkatan darat, laut dan udara. Namun, dalam hal ini Iran
lebih fokus pada pertahanan udara dan lautnya, terutama karena Iran mengkhawatirkan
serangan udara dari Amerika Serikat. Sama seperti Indonesia, doktrin pertahanan Iran
juga mengalami evolusi sesuai dengan rezim yang berkuasa, misalnya di era Shah, Iran
48 Shmuel Bar, Iranian Defense Doctrine and Decision Making, (IDC Herzliya: 2004), hal. 34
49 Ibid

mendasarkan doktrin pertahanannya pada prinsip nasionalisme Iran, sedangkan di masa


republik Islam, Iran menambahkan partikularisme syiah sebagai landasan doktrin
pertahanannya.50
Kemudian lebih jauh, bila kita membandingkan Indonesia dengan Iran dalam hal
sistem pertahanan negara, Indonesia harus banyak belajar dari sistem pertahanan negara
Iran. Dalam pertahanan udara misalnya, baik Indonesia maupun Iran, seperti sama-sama
menggantungkan pertahanannya di wilayah udara. Lalu, mengapa Iran mampu
membangun kekuatan pertahanan udara yang sangat baik sementara Indonesia tidak? Bila
dibandingkan Indonesia dan Iran berada dalam tingkat ekonomi yang tidak jauh berbeda,
bahkan SDM dan SDA Indonesia jauh lebih banyak dari pada Iran, dan Iran menghadapi
berbagai embargo ekonomi. Tetapi, lagi-lagi jumlah tidak menjamin apapun dalam
pembentukan sistem pertahanan yang baik.
Iran, selalu merasa tencam oleh Israel dan AS. Dan Iran pun menyadari bahwa
negara-negara Teluk lain tidak akan ada yang membantu dirinya menghadapi serangan
yang mungkin dilancarkan oleh AS maupun Israel. Dengan demikian, Iran terpacu untuk
terus membangun kekuatan pertahanan udaranya dengan mengembangkan industri
pertahanan dalam negerinya, sampai berhasil membuat pesawat tanpa awaknya sendiri.
Keinginan untuk mandiri dan percaya akan kemampuan industri pertahanan dalam negeri
menjadi kunci mengapa Iran mampu berkembang sebagai negara yang memiliki sistem
pertahanan yang baik.
Selain itu komitmen pemerintah juga dibutuhkan untuk membangun sistem
pertahanan yang baik. Pemerintah Iran sangat berkomitmen mengejar ketertinggalan Iran
dalam teknologi pertahanan dari negara-negara maju. Pemerintah Iran mengutamakan
pengembangan produksi pesawat tanpa awak dan bahkan mampu mengambil alih kendali
dan menjatuhkan pesawat tanpa awak AS. Kontras dengan Iran, pemerintah Indonesia
seperti sudah disinggung sebelumnya, kurang berkomitmen untuk modernisasi dan
pembangunan pertahanannya. Pemerintah selama ini lebih fokus pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan aliran dana dari APBN untuk industri pertahanan nasional
yang masih sangat minim.
F. Kesimpulan
50 Ibid

Pertahanan negara sekali lagi menjadi elemen terpenting bagi kelangsungan suatu
negara, termasuk Indonesia. Untuk menciptakan pertahanan negara yang baik, dibutuhkan
suatu sistem yang komprehensif dan efisien. Sistem ini dapat tercipta bila negara
memiliki doktrin pertahanan yang tepat dan fleksibel sebagai panduan pertahanan negara
yang mampu menghadapi perkembangan dan perubahan zaman. Namun, doktrin
pertahanan tidak cukup tanpa ada implementasi yang benar dalam bentuk aturan dan
kebijakan pertahanan.
Dalam hal kebijakan pertahanan inilah Indonesia masih memiliki banyak
kekurangan. Kurangnya pembinaan SDM pertahanan dalam bentuk Komponen Utama,
Komponen Cadangan, dan Komponen Pendukung serta tidak adanya kebijakan yang
mengatur profesionalisme prajurit menjadi masalah dalam kebijakan pertahanan
Indonesia. Adapun masalah lainnya adalah alutsista yang tidak memadai dan belum
berkembangnya industri pertahanan nasional.
Namun demikian, perubahan menuju pertahanan negara Indonesia yang kuat dan
lebih baik tetap ada. Diantaranya, pengalokasian dana APBN yang lebih besar untuk
angaran pertahanan, pengembangan produk dalam negeri dari industri pertahanan, serta
reformasi di tubuh Kemhan, TNI, dan Polri agar dapat saling bahu membahu membentuk
sistem pertahanan negara yang baik juga terus berjalan.

Anda mungkin juga menyukai