Latar Belakang
Dari rentetan bencana alam yang melanda negeri ini, mulai dari gempa bumi 9,3
SR diikuti tsunami yang menyapu NAD tanggal 26 Desember 2004 dengan korban
sekitar 170.000 jiwa dan yang masih hangat dalam ingatan kita adalah gempa bumi 6,4
2
SR di Lombok tanggal 29 Juli 2018 dengan korban 555 jiwa, gempa bumi 7,4 SR diikuti
tsunami di Palu/Donggala pada tanggal 28 September 2018 dimana menimbulkan
korban cukup banyak sekitar 1.407 jiwa, disini peran TNI selalu menjadi sorotan.
Bahkan yang baru-baru ini terjadi seperti erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara,
Gunung Kerinci di Jambi dan Gunung Anak Krakatau di Lampung, yang juga kita
ketahui bersama menimbulkan berbagai kerugian baik harta benda maupun jiwa
manusia. Walaupun secara individu dan satuan telah berbuat sejak awal bencana,
namun tetap saja komentar miring disematkan kepada TNI. “TNI terlambat bertindak”,
“TNI kurang tanggap”, atau semacamnya, merupakan pernyataan yang sering terlontar
selama ini. Kondisi ini akan dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap aparat TNI.
Dari pembahasan di atas, dapat diartikan bahwa TNI harus memiliki kesiapan
yang lebih baik dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam di wilayah,
maka dipandang perlu untuk mengoptimalkan kesiapan baik aspek organisasi, personel
maupun materiil. Sehingga diharapkan ke depan jika terjadi bencana alam di suatu
wilayah dan diminta untuk membantu, TNI senantiasa di tuntut dalam keadaan siap
untuk membantu Pemerintah Daerah setempat bekerjasama dengan pihak lain untuk
menangulanggi akibat bencana alam secara efektif dan efisien. Di atas itu semua,
pelibatan TNI dalam setiap penanggulangan akibat bencana alam tidak lagi menjadi
sorotan untuk diperdebatkan. Bencana alam di negara kita pada akhir-akhir ini terjadi
seakan tiada henti mendera, merenggut ribuan nyawa, merusakan harta benda dan
menyisakan penderitaan bagi jutaan masyarakat. Dari semua kejadian bencana
tersebut, TNI selalu menjadi leading sector dalam pelibatannya. Dengan demikian,
walaupun tugas TNI dalam penanggulangan bencana alam di wilayah hanyalah bersifat
membantu Pemerintah Daerah, namun bukan berarti tidak diperlukan upaya untuk
mengoptimalkan kesiapan. Karena kenyataannya di lapangan tuntutan dan harapan
masyarakat terhadap keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana alam sangat
tinggi. Melatar belakangi permasalahan di atas, kiranya penulis perlu mengangkat topik
mengenai Bagaimana Optimalisasi Pelibatan TNI Dalam Membantu Penanggulangan
Akibat Bencana Alam. Penulis mengidentifikasi adanya empat permasalahan yang
3
dihadapi antara lain: Pertama, Perlunya Standar Operasional Prosedur yang sinkron
antara Pemerintah baik pusat maupun daerah dengan TNI; Kedua, Penanganan
bencana alam dimasukkan ke dalam pola latihan dan pembinaan satuan TNI; Ketiga,
Keterbatasan dan kurang memadainya alat perlengkapan yang dimiliki TNI akan
berpengaruh dalam proses penanggulangan bencana; Keempat, Tidak adanya
anggaran kontijensi. Selanjutnya penulis akan menyampaikan rumusan masalah yaitu
“Bagaimana Optimalisasi Pelibatan TNI Dalam Membantu Penanggulangan Akibat
Bencana Alam di Wilayah ?”.
Dengan demikian, nilai guna dalam penulisan esay ini adalah untuk dijadikan
sebagai pedoman guna meningkatkan pelibatan TNI dalam rangka penanggulangan
bencana, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi sebuah keraguan-raguan dan
pandangan negatif dari masyarakat terhadap peran TNI saat terjadi suatu bencana di
belahan bumi Indonesia. Maksud dari essay ini adalah untuk memberikan gambaran
kepada Pimpinan TNI tentang mengoptimalkan Pelibatan TNI Dalam Membantu
Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Wilayah saat ini dan salah satu metode
pemecahan masalahnya. Tujuannya adalah agar dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan masukan bagi Pimpinan TNI dalam menentukan kebijakan lebih lanjut,
khususnya mengoptimalkan Pelibatan TNI Dalam Membantu Penanggulangan Akibat
Bencana Alam di Wilayah.
Penanggulangan Bencana) di daerah yaitu Satkowil mulai dari tingkat Kodam, Korem,
Kodim, Koramil sampai Babinsa. Pada saat tanggap darurat peran satuan-satuan TNI
langsung terlihat pada saat action di lapangan, tetapi sebenarnya itu merupakan inisiatif
dari unsur Komandan Satuan untuk ikut membantu penanggulangan bencana alam
sehingga dalam hal dukungan logistik dan perlengkapan menemui permasalahan
karena merupakan upaya dari satuan itu sendiri. Rantai Komando dan kesiapan untuk
bergerak selama 24 Jam merupakan kelebihan dari prajurit TNI yang belum bisa
disamai oleh unsur Pemerintah Daerah yang sering terpaku oleh Birokrasi dan Stagnasi
karena klasifikasi bencana, apakah bencana alam tersebut masuk kategori bencana
nasional atau bencana daerah sehingga action yang dilakukan BPBD sering terkesan
lambat. Selanjutnya Permasalahan Kedua, Penanganan bencana alam dimasukkan ke
dalam pola latihan dan pembinaan satuan TNI. Dalam menghadapi permasalahan
penanggulangan bencana, Mabes TNI belum memiliki pendidikan dan latihan yang
diberikan kepada tiap prajurit untuk menanggulangi bencana yang terjadi sesuai
dengan karakteristik kerawanan bencana di tiap daerah. Di sisi lain, Mabes TNI
khususnya Mabes TNI telah berupaya untuk memberikan latihan penanggulangan
bencana walaupun latihan tersebut masih bersifat Gladi Posko (Pos Komando)
Bencana yakni latihan yang bertujuan untuk melatih komandan dan staf dalam
menghadapi bencana dan latihan simulasi bencana yang dilaksanakan dengan aparat
pemerintah setempat. Latihan yang dilaksanakan TNI mayoritas saat ini masih bersifat
OMP. Berikutnya Permasalahan Ketiga, Keterbatasan dan kurang memadainya alat
perlengkapan yang dimiliki TNI akan berpengaruh dalam proses penanggulangan
bencana. Keadaan tersebut disebabkan alat perlengkapan yang dimiliki TNI tidak
khusus disiapkan untuk penangggulangan bencana. TNI juga memiliki keterbatasan
baik dari segi rumah sakit lapangan, tenaga medis dan obat-obatan. Hospitalisasi TNI
tidak disiapkan secara khusus untuk menangani tugas perbantuan penanggulangan
bencana alam. Keterbatasan ini sangat berpengaruh dalam penanganan korban
bencana alam berskala besar; dan terakhir Permasalahan Keempat, Tidak adanya
anggaran. TNI tidak memiliki anggaran khusus untuk operasi penanggulangan bencana
alam dan kemanusiaan, bahkan berdasarkan informasi dukungan giat TNI dalam
penanggulangan bencana alam dan kemanusiaan yang terjadi selama tahun 2018
6
seperti tanggap darurat bencana Gempa Bumi di Lombok, dengan melibatkan personel
dan material (4.633 personel dan alutsista TNI/pesawat dan KRI, alat berat Zeni,
kendaraan angkutan dan alat komunikasi) dan tanggap bencana Gempa Bumi dan
Tsunami di Palu dan Donggala, dengan melibatkan personel dan material (6.986
personel dan mengerahkan pesawat dan KRI, alat berat Zeni, kendaraan angkut dan
peralatan komunikasi) menggunakan anggaran OMP Mabes TNI.
Salah satu substansi Tugas Pokok TNI dalam menegakkan kedaulatan Negara,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman maupun gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan Negara dilakukan melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMSP yang
dilakukan oleh TNI untuk menghadapi ancaman yang sangat kompleks, dilaksanakan
secara aktif dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa
Indonesia sesuai perundang-undangan pelibatan TNI dalam penanggulangan bencana
alam diperioritaskan berdasarkan kondisi yang berlaku di wilayah setempat dan
kebutuhan serta kemampuan satuan.
7
berbentuk latihan teknis, taktis sampai dengan Geladi Posko penanganan bencana
alam. Unsur TNI di kewilayahan dapat memberikan pelatihan mengenai kegiatan
penanganan bencana kepada elemen-elemen masyarakat yang ada seperti Organisasi
Pemuda, Organisasi Kemasyarakatan dan lainnya sementara prajurit TNI dapat
menerima pelatihan dan bimbingan dari unsur-unsur yang telah profesional dalam
penanganan bencana seperti LSM, para ahli mitigasi maupun organisasi seperti SAR
tingkat daerah. Selain itu peran satuan TNI dalam kegiatan mitigasi bisa dilaksanakan
secara luas, mulai dari sosialisasi bencana, pembuatan rencana kontijensi, pemetaan
lokasi rawan bencana sampai pengungsian penduduk ke lokasi yang lebih aman dapat
dilaksanakan. ; b) Pada saat Tanggap Darurat. Peran PRCPB dalam pelaksanaan
tanggap darurat dapat lebih optimal dengan adanya koordinasi yang baik dengan unsur
dan elemen lain baik dari pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan. Penyiapan
Posko baik Posko Taktis maupun Posko Utama Terpadu yang menjadi pusat
pengendalian kegiatan bisa optimal karena masing-masing elemen memiliki fungsi yang
saling berkaitan, distribusi bantuan dan kegiatan evakuasi bisa terlaksana dengan baik
karena sarana angkutan dan pembagian tugas ke wilayah-wilayah yang terkena
bencana bisa merata, tidak menumpuk di suatu lokasi lagi. Alat komunikasi yang
menjadi sarana vital dalam pengendalian dapat terkoneksi antar elemen dan tergelar
secara luas sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan. Perlengkapan khusus
sesuai daerah bencana seperti masker, kendaraan khusus, jembatan ponton/belly,
detektor gerakan dan lainnya dapat terdukung oleh pemerintah bila daerah bencana
dan jenis bencana sudah terpetakan dan disertai dengan jenis perlengkapan yang
dibutuhkan. ; c) Pada saat Pasca Bencana. Pelaksanaan pasca bencana yaitu kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dapat menjadi lebih optimal karena koordinasi antar unsur
pemerintah dan TNI sudah berjalan dengan baik, Rehabilitasi secara fisik dapat
dilakukan oleh satuan TNI seperti Zeni maupun unsur pemerintah daerah yang memiliki
Dinas Pekerjaan Umum, sementara rehabilitasi non fisik dapat dilakukan oleh satuan
Kesehatan dan Psikologi TNI untuk mengatasi masalah penyakit/wabah lanjutan dan
depresi psikologi korban bencana bekerjasama dengan instansi kesehatan daerah dan
LSM yang ada. Untuk rekonstruksi TNI dapat mengerahkan satuan Zeni dalam
9
membantu namun pada akhirnya asset-asset milik TNI tersebut akan mengalami
banyak kerusakan. Sampai dengan saat ini penggunaan asset militer dalam
pelaksanaan penanggulangan bencana belum pernah dilakukan penggantian atau
paling tidak rehabilitasi sehingga tidak akan menggangu pelaksanan tugas pokok TNI
sendiri atau pelaksanaan penanggulangan bencana di masa depan. Berkaitan dengan
hal tersebut maka penggunaan asset militer perlu dipertimbangkan tentang
penggantiannya. Mengacu pada Rencana pada 2019, Panglima TNI mengatakan
bahwa TNI akan menghadapi ancaman yang pertama adalah bencana alam karena
Indonesia masuk pada rawan bencana alam, sehingga ada beberapa alat yang harus
kita siapkan.Upaya yang dapat dilakukan menginventarisir kebutuhan-kebutuhan yang
dibutuhkan dalam penanggulangan bencana. Keempat, Belum terdapatnya anggaran
yang dialokasikan secara khusus dalam tugas penanggulangan bencana di TNI baik
dalam dukungan operasional ataupun operasional personel. Dalam merespon bencana
yang terjadi khususnya fase tanggap darurat, acap kali TNI menggunakan anggaran
internal dimana hal ini dilakukan karena keadaan yang membutuhkan kecepatan dan
kesigapan dalam menolong korban bencana alam sebelum mendapatkan dukungan
anggaran dari pemerintah setempat atau pemerintah pusat. Sebagian besar
pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam
kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral
dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan
khusus seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos
khusus dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.
Upaya yang perlu dilakukan adalah Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi
untuk mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan
yang bisa digunakan sewaktu-waktu dan atas persetujuan pimpinan daerah. Demikian
pula dengan TNI juga mempunyai dana kontijensi dimasing-masing Kodam yang
digunakan sewaktu-waktu dan atas persetujuan Panglima TNI untuk melaksanakan
Tanggap Darurat. Hal ini perlu dilaksanakan pembahasan di tingkat atas baik dalam
besarnya dan tatacara akses serta penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang
bersangkutan.
11
Demikian essay ini kami tulis semoga dapat dijadikan bahan masukan bagi
pimpinan TNI dalam melakukan langkah Optimalisasi Pelibatan TNI Dalam Membantu
Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Wilayah.
12