Anda di halaman 1dari 12

OPTIMALISASI PELIBATAN TNI DALAM MEMBANTU PENANGGULANGAN

AKIBAT BENCANA ALAM DI WILAYAH

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara di Kawasan Asia Tenggara dengan letak geografis


diantara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa yang
memiliki jumlah kepulauan terbesar, terbentang luas dari Sabang sampai Merauke.
Namun sangat disayangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
kepulauan yang memiliki keanekaragaman bencana dengan stratifikasi dari yang paling
ringan hingga paling berat. Keanekaragaman bencana ini terkait dengan posisi
Indonesia yang terletak di Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Oleh sebab itu,
wajar jika secara historiografis Indonesia merupakan wilayah langganan bencana
gempa tektonik dan tsunami. Disamping itu, sebagai daerah tropis dan memiliki musim
hujan dan musim kemarau, amat beresiko mengakibatkan terjadinya bencana banjir,
tanah longsor dan angin topan serta bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan
lahan, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi.

Sesuai dengan UU RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia


memiliki tugas pokok menegakkan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Untuk menjalankan tugas pokok
tersebut, TNI melaksanakan tugas Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi
Militer Selain Perang (OMSP). Salah satu tugas OMPS adalah membantu
menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan
kemanusiaan.

Dari rentetan bencana alam yang melanda negeri ini, mulai dari gempa bumi 9,3
SR diikuti tsunami yang menyapu NAD tanggal 26 Desember 2004 dengan korban
sekitar 170.000 jiwa dan yang masih hangat dalam ingatan kita adalah gempa bumi 6,4
2

SR di Lombok tanggal 29 Juli 2018 dengan korban 555 jiwa, gempa bumi 7,4 SR diikuti
tsunami di Palu/Donggala pada tanggal 28 September 2018 dimana menimbulkan
korban cukup banyak sekitar 1.407 jiwa, disini peran TNI selalu menjadi sorotan.
Bahkan yang baru-baru ini terjadi seperti erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara,
Gunung Kerinci di Jambi dan Gunung Anak Krakatau di Lampung, yang juga kita
ketahui bersama menimbulkan berbagai kerugian baik harta benda maupun jiwa
manusia. Walaupun secara individu dan satuan telah berbuat sejak awal bencana,
namun tetap saja komentar miring disematkan kepada TNI. “TNI terlambat bertindak”,
“TNI kurang tanggap”, atau semacamnya, merupakan pernyataan yang sering terlontar
selama ini. Kondisi ini akan dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap aparat TNI.

Dari pembahasan di atas, dapat diartikan bahwa TNI harus memiliki kesiapan
yang lebih baik dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam di wilayah,
maka dipandang perlu untuk mengoptimalkan kesiapan baik aspek organisasi, personel
maupun materiil. Sehingga diharapkan ke depan jika terjadi bencana alam di suatu
wilayah dan diminta untuk membantu, TNI senantiasa di tuntut dalam keadaan siap
untuk membantu Pemerintah Daerah setempat bekerjasama dengan pihak lain untuk
menangulanggi akibat bencana alam secara efektif dan efisien. Di atas itu semua,
pelibatan TNI dalam setiap penanggulangan akibat bencana alam tidak lagi menjadi
sorotan untuk diperdebatkan. Bencana alam di negara kita pada akhir-akhir ini terjadi
seakan tiada henti mendera, merenggut ribuan nyawa, merusakan harta benda dan
menyisakan penderitaan bagi jutaan masyarakat. Dari semua kejadian bencana
tersebut, TNI selalu menjadi leading sector dalam pelibatannya. Dengan demikian,
walaupun tugas TNI dalam penanggulangan bencana alam di wilayah hanyalah bersifat
membantu Pemerintah Daerah, namun bukan berarti tidak diperlukan upaya untuk
mengoptimalkan kesiapan. Karena kenyataannya di lapangan tuntutan dan harapan
masyarakat terhadap keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana alam sangat
tinggi. Melatar belakangi permasalahan di atas, kiranya penulis perlu mengangkat topik
mengenai Bagaimana Optimalisasi Pelibatan TNI Dalam Membantu Penanggulangan
Akibat Bencana Alam. Penulis mengidentifikasi adanya empat permasalahan yang
3

dihadapi antara lain: Pertama, Perlunya Standar Operasional Prosedur yang sinkron
antara Pemerintah baik pusat maupun daerah dengan TNI; Kedua, Penanganan
bencana alam dimasukkan ke dalam pola latihan dan pembinaan satuan TNI; Ketiga,
Keterbatasan dan kurang memadainya alat perlengkapan yang dimiliki TNI akan
berpengaruh dalam proses penanggulangan bencana; Keempat, Tidak adanya
anggaran kontijensi. Selanjutnya penulis akan menyampaikan rumusan masalah yaitu
“Bagaimana Optimalisasi Pelibatan TNI Dalam Membantu Penanggulangan Akibat
Bencana Alam di Wilayah ?”.

Dengan demikian, nilai guna dalam penulisan esay ini adalah untuk dijadikan
sebagai pedoman guna meningkatkan pelibatan TNI dalam rangka penanggulangan
bencana, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi sebuah keraguan-raguan dan
pandangan negatif dari masyarakat terhadap peran TNI saat terjadi suatu bencana di
belahan bumi Indonesia. Maksud dari essay ini adalah untuk memberikan gambaran
kepada Pimpinan TNI tentang mengoptimalkan Pelibatan TNI Dalam Membantu
Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Wilayah saat ini dan salah satu metode
pemecahan masalahnya. Tujuannya adalah agar dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan masukan bagi Pimpinan TNI dalam menentukan kebijakan lebih lanjut,
khususnya mengoptimalkan Pelibatan TNI Dalam Membantu Penanggulangan Akibat
Bencana Alam di Wilayah.

Adapun metoda penulisan essay ini menggunakan metode deskriptif analisis


dengan menguraikan fakta-fakta yang dianalisis yaitu menjelaskan kondisi TNI dalam
Operasi Penanggulangan Bencana Alam saat ini dengan pendekatan kualitatif, yaitu
membandingkan dari kondisi saat ini dengan kondisi ideal yang diharapkan, sehingga
dapat disusun cara mengoptimalkan Pelibatan TNI Dalam Membantu Penanggulangan
Akibat Bencana Alam di Wilayah yang ditawarkan. Analisis permasalahan dengan
pendekatan secara empiris dan studi kepustakaan. Ruang lingkup pembahasan dibatas
pada instansi terkait/pemangku kepentingan yang mengurusi Pelibatan TNI Dalam
Membantu Penanggulangan Akibat Bencana Alam di lingkungan TNI. Adapun tata urut
yaitu latar belakang, data/fakta, analisa dan pembahasan serta resume dan saran.
4

Untuk Landasan pemikiran yang digunakan adalah Undang-Undang No 34 Tahun 2004


tentang TNI, Naskah Sekolah Keputusan Dansesko TNI Nomor Kep/25/I/2015 Tanggal
9 Januari 2015 tentang Operasi Penangulangan Akibat Bencana Alam, Pengungsian
dan Pemberian Bantuan Kemanusiaan.

Data dan Fakta.


Selanjutnya penulis akan terlebih dahulu menjelaskan tentang data dan fakta
dari masing-masing persoalan yang akan dibahas untuk memberikan penjelasan
mengenai kondisi yang dihadapi saat ini. Permasalahan Pertama, Perlunya Standar
Operasional Prosedur yang sinkron antara Pemerintah baik pusat maupun daerah
dengan TNI; Permasalahan Kedua, Penanganan bencana alam dimasukkan ke dalam
pola latihan dan pembinaan satuan TNI; Permasalahan Ketiga, Keterbatasan dan
kurang memadainya alat perlengkapan yang dimiliki TNI akan berpengaruh dalam
proses penanggulangan bencana; dan Permasalahan Keempat, Tidak adanya
anggaran.
Menginjak pada Permasalahan Pertama, Perlunya Standar Operasional
Prosedur yang sinkron antara Pemerintah baik pusat maupun daerah dengan TNI. TNI
sebagai salah satu komponen utama pertahanan berdasarkan UU No 34 Tahun 2004
memiliki tugas pokok melaksanakan Operasi Militer Selain Perang dimana salah
satunya adalah melaksanakan penanggulangan bencana alam, pengungsian dan
bantuan kemanusiaan. Tetapi dalam pelaksanaannya sering tidak optimal karena terjadi
perbedaaan dalam pedoman pelaksanaan penanggulangan bencana alam antara TNI
dan Pemerintah, dimana Peraturan Pemerintah tidak sinkron dengan Perpang TNI yang
dijadikan pedoman oleh TNI. Kendala yang sangat mendasar saat ini adalah perbedaan
persepsi dalam pedoman penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan unsur
pemerintah sesuai UU No 24 Tahun 2007 dan PP No 8 Tahun 2008 tentang BNPB
dengan Perkasad No Skep 96/XI/2009 dimana pada peraturan Pemerintah peran TNI
dalam BNPB maupun BPBD tingkat Provinsi/Kabupaten hanyalah sebagai unsur
pengarah pada saat kegiatan Pra Bencana. Sementara bila kita melihat di lapangan
maka kita akan menemui banyak sekali peran yang sudah dilaksanakan TNI pada saat
kegiatan Pra Bencana khususnya peran dari Satuan PRCPB (Pasukan Reaksi Cepat
5

Penanggulangan Bencana) di daerah yaitu Satkowil mulai dari tingkat Kodam, Korem,
Kodim, Koramil sampai Babinsa. Pada saat tanggap darurat peran satuan-satuan TNI
langsung terlihat pada saat action di lapangan, tetapi sebenarnya itu merupakan inisiatif
dari unsur Komandan Satuan untuk ikut membantu penanggulangan bencana alam
sehingga dalam hal dukungan logistik dan perlengkapan menemui permasalahan
karena merupakan upaya dari satuan itu sendiri. Rantai Komando dan kesiapan untuk
bergerak selama 24 Jam merupakan kelebihan dari prajurit TNI yang belum bisa
disamai oleh unsur Pemerintah Daerah yang sering terpaku oleh Birokrasi dan Stagnasi
karena klasifikasi bencana, apakah bencana alam tersebut masuk kategori bencana
nasional atau bencana daerah sehingga action yang dilakukan BPBD sering terkesan
lambat. Selanjutnya Permasalahan Kedua, Penanganan bencana alam dimasukkan ke
dalam pola latihan dan pembinaan satuan TNI. Dalam menghadapi permasalahan
penanggulangan bencana, Mabes TNI belum memiliki pendidikan dan latihan yang
diberikan kepada tiap prajurit untuk menanggulangi bencana yang terjadi sesuai
dengan karakteristik kerawanan bencana di tiap daerah. Di sisi lain, Mabes TNI
khususnya Mabes TNI telah berupaya untuk memberikan latihan penanggulangan
bencana walaupun latihan tersebut masih bersifat Gladi Posko (Pos Komando)
Bencana yakni latihan yang bertujuan untuk melatih komandan dan staf dalam
menghadapi bencana dan latihan simulasi bencana yang dilaksanakan dengan aparat
pemerintah setempat. Latihan yang dilaksanakan TNI mayoritas saat ini masih bersifat
OMP. Berikutnya Permasalahan Ketiga, Keterbatasan dan kurang memadainya alat
perlengkapan yang dimiliki TNI akan berpengaruh dalam proses penanggulangan
bencana. Keadaan tersebut disebabkan alat perlengkapan yang dimiliki TNI tidak
khusus disiapkan untuk penangggulangan bencana. TNI juga memiliki keterbatasan
baik dari segi rumah sakit lapangan, tenaga medis dan obat-obatan. Hospitalisasi TNI
tidak disiapkan secara khusus untuk menangani tugas perbantuan penanggulangan
bencana alam. Keterbatasan ini sangat berpengaruh dalam penanganan korban
bencana alam berskala besar; dan terakhir Permasalahan Keempat, Tidak adanya
anggaran. TNI tidak memiliki anggaran khusus untuk operasi penanggulangan bencana
alam dan kemanusiaan, bahkan berdasarkan informasi dukungan giat TNI dalam
penanggulangan bencana alam dan kemanusiaan yang terjadi selama tahun 2018
6

seperti tanggap darurat bencana Gempa Bumi di Lombok, dengan melibatkan personel
dan material (4.633 personel dan alutsista TNI/pesawat dan KRI, alat berat Zeni,
kendaraan angkutan dan alat komunikasi) dan tanggap bencana Gempa Bumi dan
Tsunami di Palu dan Donggala, dengan melibatkan personel dan material (6.986
personel dan mengerahkan pesawat dan KRI, alat berat Zeni, kendaraan angkut dan
peralatan komunikasi) menggunakan anggaran OMP Mabes TNI.

Analisa dan Pembahasan.


Keterlibatan TNI dalam mengatasi dampak bencana alam selama ini adalah
sebagai bentuk keterpanggilan dan kepedulian untuk ikut serta mengurangi beban
masyarakat yang sedang mengalami musibah. Karena sesuai Undang-Undang yang
berlaku, bahwa penempatan peran TNI dalam penanganan bencana alam adalah pada
posisi membantu instansi lain sesuai permintaan. Namun kenyataannya kondisi di
lapangan yang terjadi justru sebaliknya, seolah-olah aparat TNI sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab sehingga dengan keterbatasan yang ada dituntut untuk terjun
ke lapangan membantu masyarakat yang terkena bencana. Dihadapkan dengan skala
dan intensitas bencana yang cukup tinggi akhir-akhir ini, dirasakan tidak sebanding
dengan kesiapan dan kemampuan TNI baik dari segi organisasi, personel maupun
materiil yang dimiliki TNI saat ini.

Salah satu substansi Tugas Pokok TNI dalam menegakkan kedaulatan Negara,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman maupun gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan Negara dilakukan melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMSP yang
dilakukan oleh TNI untuk menghadapi ancaman yang sangat kompleks, dilaksanakan
secara aktif dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa
Indonesia sesuai perundang-undangan pelibatan TNI dalam penanggulangan bencana
alam diperioritaskan berdasarkan kondisi yang berlaku di wilayah setempat dan
kebutuhan serta kemampuan satuan.
7

Menghadapi kondisi tersebut, pelibatan TNI dalam penanganan bencana sangat


penting, mengingat sistem organisasi yang dimiliki TNI terstruktur dengan baik, namun
masyarakat masih menilai TNI lamban dalam bergerak. Sebenarnya yang terjadi adalah
TNI sebagai alat negara dalam setiap melaksanakan tugasnya harus melalui prosedur
yang berlaku. Hal ini tentu saja berbeda dengan elemen masyarakat umum yang
spontanitas dapat langsung turun ke lapangan sesaat setelah bencana terjadi. TNIalah
salah satu contoh penanganan secara formal, sedangkan Ormas, LSM, Parpol dan
masyarakat umum adalah contoh penanganan bencana secara spontan. Namun
demikian, memang dirasakan masih perlu adanya upaya untuk mengoptimalkan
kesiapan TNI dalam penanggulangan bencana alam khususnya aspek organisasi,
personel dan materiil sehingga semakin mendekatkan diri dan menciptakan citra yang
positif terhadap setiap masyarakat Indonesia. Dengan demikian, maka upaya-upaya
yang dilaksanakan untuk mengoptimalkan kesiapan TNI dalam menanggulangi akibat
bencana alam adalah meliputi :
Pertama, Perlunya Standar Operasional Prosedur yang sinkron antara
Pemerintah baik pusat maupun daerah dengan TNI, hal ini dapat dilakukan dengan
membuat peraturan berupa Undang-undang atau Peraturan Presiden tentang pelibatan
TNI dalam penanganan bencana alam, sehingga TNI dengan membentuk PRCPB baik
pusat maupun daerah memiliki dasar dan pegangan yang kuat untuk dapat berperan
lebih optimal dalam penanggulangan bencana alam, kebijakan dan peraturan ini tidak
mengurangi peran BNPB atau BPBD tingkat Provinsi/Kabupaten sebagai lembaga yang
memiliki otoritas tertinggi dalam penangananan bencana tetapi peran serta dan
pelibatan TNI sebagai unsur pengarah dan pelaksana pada saat Pra Bencana, Tanggap
Darurat maupun Pasca Bencana lebih ditonjolkan dan dijelaskan secara terperinci
sehingga tidak ada keraguan dalam tindakan di lapangan, selain itu kebijakan ini akan
berdampak pada kesiapan prajurit dalam melaksanakan kegiatan penanganan bencana
alam. Peraturan yang sinkron ini akan membuat pelaksanaan kegiatan yang lebih
optimal, yaitu : a) Pada saat Pra Bencana. Struktur organisasi penanganan bencana
yang sudah disiapkan Satuan Kewilayahan sebagai PRCPB daerah dapat dioptimalkan
dengan melaksanakan kegiatan latihan pra bencana yang dapat disinergikan dengan
unsur pemerintah daerah dengan membentuk Komando Tugas Terpadu, latihan ini bisa
8

berbentuk latihan teknis, taktis sampai dengan Geladi Posko penanganan bencana
alam. Unsur TNI di kewilayahan dapat memberikan pelatihan mengenai kegiatan
penanganan bencana kepada elemen-elemen masyarakat yang ada seperti Organisasi
Pemuda, Organisasi Kemasyarakatan dan lainnya sementara prajurit TNI dapat
menerima pelatihan dan bimbingan dari unsur-unsur yang telah profesional dalam
penanganan bencana seperti LSM, para ahli mitigasi maupun organisasi seperti SAR
tingkat daerah. Selain itu peran satuan TNI dalam kegiatan mitigasi bisa dilaksanakan
secara luas, mulai dari sosialisasi bencana, pembuatan rencana kontijensi, pemetaan
lokasi rawan bencana sampai pengungsian penduduk ke lokasi yang lebih aman dapat
dilaksanakan. ; b) Pada saat Tanggap Darurat. Peran PRCPB dalam pelaksanaan
tanggap darurat dapat lebih optimal dengan adanya koordinasi yang baik dengan unsur
dan elemen lain baik dari pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan. Penyiapan
Posko baik Posko Taktis maupun Posko Utama Terpadu yang menjadi pusat
pengendalian kegiatan bisa optimal karena masing-masing elemen memiliki fungsi yang
saling berkaitan, distribusi bantuan dan kegiatan evakuasi bisa terlaksana dengan baik
karena sarana angkutan dan pembagian tugas ke wilayah-wilayah yang terkena
bencana bisa merata, tidak menumpuk di suatu lokasi lagi. Alat komunikasi yang
menjadi sarana vital dalam pengendalian dapat terkoneksi antar elemen dan tergelar
secara luas sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan. Perlengkapan khusus
sesuai daerah bencana seperti masker, kendaraan khusus, jembatan ponton/belly,
detektor gerakan dan lainnya dapat terdukung oleh pemerintah bila daerah bencana
dan jenis bencana sudah terpetakan dan disertai dengan jenis perlengkapan yang
dibutuhkan. ; c) Pada saat Pasca Bencana. Pelaksanaan pasca bencana yaitu kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dapat menjadi lebih optimal karena koordinasi antar unsur
pemerintah dan TNI sudah berjalan dengan baik, Rehabilitasi secara fisik dapat
dilakukan oleh satuan TNI seperti Zeni maupun unsur pemerintah daerah yang memiliki
Dinas Pekerjaan Umum, sementara rehabilitasi non fisik dapat dilakukan oleh satuan
Kesehatan dan Psikologi TNI untuk mengatasi masalah penyakit/wabah lanjutan dan
depresi psikologi korban bencana bekerjasama dengan instansi kesehatan daerah dan
LSM yang ada. Untuk rekonstruksi TNI dapat mengerahkan satuan Zeni dalam
9

pembuatan barak-barak pengungsian maupun rumah non permanen yang dapat


ditempati oleh korban bencana sampai dapat mandiri kembali.
Kedua, Penanganan bencana alam dimasukkan ke dalam pola latihan dan
pembinaan satuan TNI. Walaupun kegiatan penanganan bencana alam sudah sering
dilaksanakan oleh satuan-satuan TNI, namun pelaksanaannya belum maksimal dan
belum pada tingkat profesional karena adanya keterbatasan dalam penguasaaan materi
penanganan bencana alam, keterbatasan sarana dan prasarana serta kesempatan
untuk melaksanakan latihan dengan materi tersebut, oleh sebab itu materi penanganan
bencana alam perlu dimasukkan dalam pendidikan maupun latihan satuan TNI sebagai
kurikulum yang ada di lembaga pendidikan pembentukan maupun lanjutan. Selama ini
materi-materi kemampuan perorangan yang dibutuhkan dalam penanganan bencana
alam sebagian sudah ada dalam Proglatsi seperti Navigasi Darat, Penyeberangan
Basah, Pionir, Kesehatan Lapangan dan lainnya, tetapi materi-materi tersebut belum
mewadahi keseluruhan materi-materi yang dibutuhkan dalam penanganan bencana
alam. Kemudian pelaksanaan latihan teknis dan taktis sampai dengan pelaksanaan
Geladi Posko bahkan Geladi Lapang penanganan bencana perlu dimasukkan dalam
kegiatan latihan seluruh satuan secara bergantian, bukan hanya satuan yang disiapkan
sebagai PRCPB saja namun kepada seluruh prajurit TNI. Kemudian dengan
dimasukkannya materi penanganan bencana alam ke dalam pola latihan satuan TNI
maka akan berpengaruh terhadap penambahan piranti lunak dan sarana prasarana
latihan yang ada di satuan, sehingga Komando Atas dalam hal ini Mabes TNI dan
Angkatan akan memberikan dukungan alat perlengkapan yang memadai untuk
pelaksanaan latihan maupun kegiatan penanganan bencana alam secara nyata di
lapangan. Ketiga, Keterbatasan dan kurang memadainya alat perlengkapan yang
dimiliki TNI akan berpengaruh dalam proses penanggulangan bencana. Rencana untuk
menggantikan kesenjangan alutsista yang sudah tua dan perlu diganti, pengadaan
spesifikasi alutsista Indonesia ke depan akan menyesuaikan dengan kebutuhan SAR
dan bencana alam. Dalam pelaksanaan penanggulangan bencana alam tentunya TNI
tidak hanya mengerahkan prajuritnya namun juga seluruh asset yang berkaitan dan
mendukung pelaksanaan penanggulangan bencana. Dengan kondisi yang terbatas
seluruh fasilitas yang dimiliki TNI dikerahkan. Pada pelaksanaanya memang sangat
10

membantu namun pada akhirnya asset-asset milik TNI tersebut akan mengalami
banyak kerusakan. Sampai dengan saat ini penggunaan asset militer dalam
pelaksanaan penanggulangan bencana belum pernah dilakukan penggantian atau
paling tidak rehabilitasi sehingga tidak akan menggangu pelaksanan tugas pokok TNI
sendiri atau pelaksanaan penanggulangan bencana di masa depan. Berkaitan dengan
hal tersebut maka penggunaan asset militer perlu dipertimbangkan tentang
penggantiannya. Mengacu pada Rencana pada 2019, Panglima TNI mengatakan
bahwa TNI akan menghadapi ancaman yang pertama adalah bencana alam karena
Indonesia masuk pada rawan bencana alam, sehingga ada beberapa alat yang harus
kita siapkan.Upaya yang dapat dilakukan menginventarisir kebutuhan-kebutuhan yang
dibutuhkan dalam penanggulangan bencana. Keempat, Belum terdapatnya anggaran
yang dialokasikan secara khusus dalam tugas penanggulangan bencana di TNI baik
dalam dukungan operasional ataupun operasional personel. Dalam merespon bencana
yang terjadi khususnya fase tanggap darurat, acap kali TNI menggunakan anggaran
internal dimana hal ini dilakukan karena keadaan yang membutuhkan kecepatan dan
kesigapan dalam menolong korban bencana alam sebelum mendapatkan dukungan
anggaran dari pemerintah setempat atau pemerintah pusat. Sebagian besar
pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan bencana terintegrasikan dalam
kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral
dibiayai dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan
khusus seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan peralatan khusus dibiayai dari pos-pos
khusus dari anggaran pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.
Upaya yang perlu dilakukan adalah Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi
untuk mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi kedaruratan
yang bisa digunakan sewaktu-waktu dan atas persetujuan pimpinan daerah. Demikian
pula dengan TNI juga mempunyai dana kontijensi dimasing-masing Kodam yang
digunakan sewaktu-waktu dan atas persetujuan Panglima TNI untuk melaksanakan
Tanggap Darurat. Hal ini perlu dilaksanakan pembahasan di tingkat atas baik dalam
besarnya dan tatacara akses serta penggunaannya diatur bersama dengan DPR yang
bersangkutan.
11

Penutup dan Saran.


Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa TNI memiliki peran signifikan
dalam kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, khususnya
dalam kegiatan penanggulangan akibat bencana alam di wilayah. Kondisi kesiapan TNI
saat ini dihadapkan dengan ancaman bencana alam yang frekuensinya relatif tinggi,
belum memiliki tingkat kesiapan yang optimal Kesiapan TNI dalam rangka
penanggulangan akibat bencana alam dapat dilakukan dengan upaya untuk perbaikan,
seperti: kesiapan standar operasional prosedur, penanganan bencana alam
dimasukkan ke dalam pola latihan dan pembinaan satuan TNI, Keterbatasan alat
perlengkapan yang dimiliki TNI akan berpengaruh dalam proses penanggulangan
bencana dan tidak adanya anggaran. Adapun saran dari penulis Pertama, perlu
dilaksanakan adalah sinkronisasi pedoman penanggulangan bencana alam antara
unsur-unsur pemerintah dan TNI, dengan penanganan yang sinkron dan sinergis
tersebut diharapkan pelaksanaan penanggulangan bencana alam oleh TNI dan
pemerintah bisa lebih optimal; Kedua, perlu adanya penambahan materi pendidikan
dan latihan mengenai penanggulangan bencana alam di dalam pola latihan satuan TNI
dalam bentuk kurikulum di lembaga pendidikan pembentukan maupun lanjutan,
sehingga kemampuan prajurit dalam penanganan bencana alam bisa lebih meningkat
dan semakin profesional.; Ketiga, Perlunya peremajaan atau perbaikan alat
perlengkapan yang dimiliki TNI dikarenakan sering difokuskan untuk membantu
penangulangan Bencana; Keempat, Perlunya anggaran yang dialokasikan secara
khusus bagi unsur-unsur yang terlibat dalam penanggulangan bencana alam. Anggaran
tersebut diprioritaskan untuk pengembangan kemampuan personel dan anggaran
operasional pada prabencana, saat terjadi bencana dan pascabencana.

Demikian essay ini kami tulis semoga dapat dijadikan bahan masukan bagi
pimpinan TNI dalam melakukan langkah Optimalisasi Pelibatan TNI Dalam Membantu
Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Wilayah.
12

Jakarta, Februari 2019


Penulis

Surya Wibawa Suparman


Kolonel Inf NRP 11950044840774

Anda mungkin juga menyukai