Anda di halaman 1dari 42

TENTARA NASIONAL INDONESIA

MARKAS BESAR
____________________________

KEPUTUSAN PANGLIMA TENTARA NASIONAL INDONESIA


Nomor Kep/555/VI/2018

tentang

DOKTRIN TENTARA NASIONAL INDONESIA TRI DHARMA EKA KARMA

PANGLIMA TENTARA NASIONAL INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Tentara Nasional Indonesia memiliki tugas pokok


menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman
dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara;

b. bahwa untuk melaksanakan tugas pokoknya, TNI memerlukan


suatu doktrin yang digunakan sebagai pedoman bagi seluruh prajurit TNI
dalam melaksanakan tugasnya agar dapat berjalan lancar dan tepat
sasaran;

c. bahwa Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/474/VII/2012 tentang


Naskah Sementara Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka
Karma (Tridek) sudah tidak sesuai dengan perkembangan lingkungan
strategis yang dinamis dan tantangan tugas TNI yang semakin
kompleks, sehingga perlu diganti; dan

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Keputusan Panglima TNI
tentang Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka Karma.

Mengingat : 1. Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan


Negara (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2002 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor


23/Prp/1959 tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun
1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 1957)
dan Penetapan Keadaan Bahaya (Lembaran Negara Republik Indonesia
2

Tahun 1959 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1908)


sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 52 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2113); dan

5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan


Organisasi Tentara Nasional Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi Tentara Nasional Indonesia.

Memperhatikan : 1. Surat Perintah Panglima TNI Nomor Sprin/73/2018 tanggal 14


Januari 2018 tentang Penugasan Anggota Kelompok Kerja Doktrin TNI
Tri Dharma Eka Karma; dan

2. Hasil Penyusunan Kelompok Kerja Doktrin TNI Tri Dharma Eka


Karma.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : 1. Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka Karma sebagai
doktrin induk dalam stratifikasi doktrin di lingkungan TNI sebagaimana
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
keputusan ini dengan klasifikasi Biasa.

2. Pada saat Keputusan Panglima TNI ini mulai berlaku, Keputusan


Panglima TNI Nomor Kep/474/VII/2012 tanggal 25 Juli 2012 tentang
Naskah Sementara Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka
Karma dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

3. Hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan keadaan dan


pelaksanaan doktrin ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Panglima TNI.

4. Pada saat keputusan ini mulai berlaku, semua doktrin turunan di


lingkungan TNI dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam keputusan ini.

5. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 2018
Autentikasi
Kepala Setum TNI, Panglima TNI,

tertanda

Ferry Zein Hadi Tjahjanto, S.I.P.


Brigadir Jenderal TNI Marsekal TNI
Distribusi:

A, B Mabes TNI dan Angkatan


3

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran Keputusan Panglima TNI


MARKAS BESAR Nomor Kep/555/VI/2018
____________________________________________________
Tanggal 6 Juni 2018
__________________________________________

DOKTRIN TENTARA NASIONAL INDONESIA


TRI DHARMA EKA KARMA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai salah satu lembaga negara


dibentuk untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional. Kepentingan
nasional yang dimaksud yaitu tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia (UUD NRI) 1945, serta terjaminnya kelancaran dan keamanan
pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan tujuan
pembangunan dan tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.

b. TNI memerlukan suatu doktrin sebagai pedoman dalam pelaksanaan


tugasnya. Doktrin dimaksud harus selaras dengan perkembangan lingkungan
strategis baik internasional, regional, maupun nasional. Selain itu, doktrin juga
harus mampu beradaptasi dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di berbagai bidang yang merupakan tantangan bagi TNI dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Untuk mengantisipasi tuntutan dan tantangan tugas yang semakin kompleks


tersebut, maka disusun Doktrin TNI Tridek yang komprehensif, kekinian (up to
date), dan dapat dioperasionalkan. Inti dari doktrin ini adalah rumusan kebijakan
dan strategi TNI dalam menghadapi ancaman dan gangguan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek yang meliputi pelajaran dari sejarah dan
pengalaman operasi, nilai-nilai atau asas-asas yang diperlukan baik dalam
penggunaan maupun pembinaan, serta ketentuan-ketentuan yang relevan
sehingga TNI lebih profesional, modern, dan adaptif terhadap berbagai situasi dan
kondisi.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Doktrin TNI Tridek ini disusun dengan maksud untuk menyajikan
aspek-aspek dalam penggunaan kekuatan dan pembinaan postur TNI sebagai
pedoman dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.
4

b. Tujuan. Tujuan disusunnya Doktrin TNI Tridek ini agar tercapai kesamaan
persepsi, keseragaman sikap, dan keselarasan dalam konteks penggunaan dan
pembinaan kekuatan TNI dalam rangka mendukung pencapaian tujuan nasional.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Doktrin TNI Tridek ini meliputi berbagai hal yang
berhubungan dengan TNI dalam rangka kepentingan penyelenggaraan pertahanan
negara dan mendukung kepentingan nasional yang disusun dengan tata urut sebagai
berikut:
a. Pendahuluan.
b. Hakikat TNI.
c. Ancaman dan Gangguan.
d. Kebijakan dan Strategi.
e. Ketentuan-ketentuan.
f. Doktrin Turunan.
g. Penutup.

4. Dasar.

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 23/Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya;

c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4169); dan

d. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional


Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439).

5. Landasan.

a. Landasan Idiil/Pancasila. Dalam penyusunan Doktrin TNI Tridek


berpedoman pada Pancasila sebagai ideologi negara, falsafah dan pandangan
hidup bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai moral, etika, dan cita-cita
luhur bangsa Indonesia.

b. Landasan Konstitusional/UUD NRI 1945. UUD NRI Tahun 1945


merupakan hukum dasar tertulis Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat
dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.

c. Landasan Visional/Wawasan Nusantara. Konsepsi wawasan nusantara


sebagai landasan visional merupakan nilai ajaran untuk mewujudkan semangat
persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan (daerah, suku, agama, bahasa, adat,
budaya dan lainnya) serta menumbuhkan sikap kepedulian untuk mewujudkan
daya perekat dan pengendalian diri yang kuat.

d. Landasan Konsepsional/Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional


dapat dilihat dari kondisi dinamis yang berisi keuletan dan ketangguhan suatu
bangsa yang tercermin dalam astagatra (geografi, demografi, sumber kekayaan
alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan) sebagai
daya tahan bangsa yang dihadapkan kepada berbagai ancaman yang timbul
sebagai dampak perkembangan lingkungan strategis.
5

e. Landasan Operasional. Ketentuan hukum nasional dalam berbagai


bentuk peraturan perundang-undangan serta ketentuan hukum internasional
seperti Piagam PBB (UN Charter), Hukum Humaniter Internasional, dan Hak Asasi
Manusia (HAM).

6. Referensi. Referensi yang digunakan antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258) khususnya pasal 111 ayat (1) dalam hal tertangkap tangan;

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315);

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

f. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5603);

g. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2015 tentang Kebijakan Umum


Pertahanan Negara;

h. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Susunan Organisasi TNI;

i. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Buku Putih


Pertahanan Indonesia;

j. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 24 Tahun 2015 tentang Strategi


Pertahanan Negara;

k. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 37 Tahun 2015 tentang Postur


Pertahanan Negara; dan

l. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 38 Tahun 2015 tentang Doktrin


Pertahanan Negara.
6

7. Kedudukan Doktrin TNI Tridek. Dalam penyelenggaraan pertahanan negara,


doktrin berkedudukan pada strata strategi militer yang merupakan doktrin yang bersifat
filosofis dan fundamental untuk dijadikan pedoman bagi doktrin angkatan dan doktrin-
doktrin pada strata di bawahnya (strata operasional dan strata taktis).

8. Pengertian. Untuk tercapainya pemahaman yang sama terhadap suatu istilah


dan isi doktrin secara keseluruhan maka diperlukan pengertian. Daftar Pengertian dapat
dilihat pada Lampiran A.

BAB II
HAKIKAT TNI

9. Umum. Pada dasarnya TNI dibentuk untuk menyelenggarakan tugas negara di


bidang pertahanan dalam menghadapi berbagai ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara. Selain melaksanakan tugas pertahanan tersebut, TNI juga
disiapkan untuk melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mendukung kepentingan
nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada bab ini akan diuraikan
sejarah, jati diri, pengalaman operasi, karakter, peran, fungsi, dan tugas TNI, serta
organisasi TNI.

10. Sejarah TNI. Dari pengalaman sejarah, TNI dapat belajar dan menggali nilai-nilai
yang berharga guna menentukan langkah-langkah TNI ke depan yang lebih maju dan
adaptif.

a. Sejarah Kelahiran dan Perkembangan TNI.

1) TNI lahir dari kancah perjuangan untuk mempertahankan


kemerdekaan Indonesia. Dimulai dari pembentukan Badan Keamanan
Rakyat (BKR) pada tanggal 23 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 5
Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat pembentukan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) yang anggotanya berasal dari personel BKR.
Dengan pertimbangan bahwa tugas TKR, selain memberikan keamanan
juga menjaga keselamatan rakyat dan bangsa, maka pada tanggal 1
Januari 1946 TKR diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR).
Untuk menyesuaikan dengan organisasi militer secara internasional, pada
tanggal 26 Januari 1946 TKR kembali diubah menjadi Tentara Republik
Indonesia (TRI). Selanjutnya untuk mempersatukan kedua kekuatan
bersenjata yaitu TRI sebagai tentara reguler dengan Badan-badan
Perjuangan Rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno
mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Berdasarkan
sejarah perkembangan TNI tersebut pemerintah memutuskan bahwa
momen pertama pembentukan TKR yaitu tanggal 5 Oktober sebagai hari
jadi TNI.

2) Pada akhir tahun 1949 atas tekanan Belanda, dibentuklah Republik


Indonesia Serikat (RIS) sebagai syarat untuk penyerahan kedaulatan bagi
Republik Indonesia. Sejalan dengan itu, dibentuk pula Angkatan Perang
RIS (APRIS) yang merupakan gabungan TNI dan KNIL dengan TNI sebagai
intinya. Setelah pengakuan kedaulatan oleh Hindia Belanda, pada bulan
Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk negara
kesatuan. APRIS pun berganti nama menjadi Angkatan Perang RI (APRI).
7

Sistem demokrasi parlementer yang dianut pemerintah pada periode 1950-


1959 yang akhirnya pada tahun 1962 terjadi penyatuan APRI dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi organisasi yang
bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Keputusan ini
merupakan bagian yang penting dari sejarah TNI pada dekade tahun enam
puluhan di mana masa itu sangat rawan terjadinya perpecahan. Pada
tahun 1971 melalui Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1971 nama APRI
di dalam organisasi ABRI kembali menjadi TNI. Selanjutnya, atas desakan
politik, pada tahun 2000 ABRI kembali berubah menjadi TNI setelah
dikeluarkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor VI/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan
Polri.

b. Sejarah Kelahiran Angkatan.

1) TNI Angkatan Darat (AD). Sejarah kelahiran TNI AD bersamaan


dengan lahirnya TNI. Pada masa penjajahan Belanda, terbentuk pasukan
bantuan yang beranggotakan orang-orang Bumi Putera dalam wadah KNIL
(Koninklijke Netherlands Indische Leger) dan CORO (Corp Opleiding voor
Reserve Officieren). Ketika penjajahan Jepang, pemuda dan pemudi
Indonesia dilatih kemiliteran dalam organisasi PETA (Pembela Tanah Air).
Pendidikan-pendidikan militer tersebut telah membangkitkan rasa
nasionalisme dan patriotisme, menumbuhkan kesadaran akan tugas
membela harkat dan martabat bangsa serta menjadi cikal bakal dari TNI AD.
Angkatan Darat senantiasa menjadi bagian utama dalam dinamika
transformasi sejarah TNI, mulai pembentukan Badan Keamanan Rakyat
(BKR) pada tanggal 23 Agustus 1945, pembentukan organisasi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945, selanjutnya menjadi
Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) hingga terbentuknya TNI. Meskipun
TNI AD lahir bersamaan dengan kelahiran TNI, namun hingga saat ini TNI
AD memperingati hari kelahirannya dengan menggunakan momentum
penting kemenangan TNI AD terhadap pasukan Sekutu dalam Pertempuran
Ambarawa tanggal 15 Desember 1945 berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 163 Tahun 1999 dengan nama Hari Juang Kartika TNI AD.

2) TNI Angkatan Laut (AL). TNI AL lahir bersamaan dengan proses


berdirinya NKRI tahun 1945. Pada tanggal 10 September 1945 dibentuk
BKR Laut Pusat di bawah pimpinan M. Pardi, dan telah mendapat
pengesahan dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sehingga tanggal
tersebut ditetapkan sebagai hari lahir TNI AL. Selanjutnya, pada tanggal 15
November 1945 disahkan berdirinya TKR Laut sebagai organisasi resmi
militer Matra Laut. Pada tanggal 19 Juli 1946, diselenggarakan konferensi
di Lawang, Jawa Timur dan memutuskan secara resmi digunakan nama
Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Kemudian berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1971, ALRI bertransformasi menjadi
TNI AL sebagai bagian integral dari Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI).

3) TNI Angkatan Udara (AU). Nama TNI AU bermula dari BKR Udara,
kemudian diubah menjadi TKR Jawatan Penerbangan. Selanjutnya pada
tanggal 9 April 1946 TKR Jawatan Penerbangan diganti dengan nama
Tentara Republik Indonesia Angkatan Oedara (TRI-AO) sehingga tanggal 9
8

April sampai saat ini diperingati sebagai hari jadi TNI AU. Dalam
perkembangan selanjutnya TRI-AO berganti nama menjadi Angkatan Udara
Republik Indonesia (AURI). Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 69 Tahun 1971, AURI bertransformasi menjadi TNI AU sebagai
bagian integral dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

c. Sejarah Operasi TNI.

1) Operasi Militer di Dalam Negeri. Dari pengalaman sejarah


perjuangan dan pertempuran yang dijalani TNI sebelum dan sejak
proklamasi kemerdekaan, TNI telah menjalankan berbagai operasi. Dari
pengalaman operasi tersebut dapat digali nilai-nilai dan pelajaran yang
sangat bermanfaat bagi generasi penerus perjuangan TNI. Berikut
beberapa operasi yang dilaksanakan TNI berupa perjuangan-perjuangan
sejak kemerdekaan.

a) Mempertahankan Kemerdekaan. Sejak kelahirannya, TKR


gencar melakukan perlawanan baik terhadap Jepang untuk merebut
persenjataan, terhadap Pasukan Sekutu maupun terhadap pasukan
Netherland Indische Civil Administration (NICA) dimulai dari
pertempuran-pertempuran awal sesudah proklamasi sampai dengan
Agresi Militer I dan II yang dilancarkan oleh Belanda. Berbagai
pertempuran melawan Jepang antara lain: Pertempuran Semarang
(14 Oktober 1945), Pertempuran Krueng Panjoe Aceh (24 November
1945), dan Pertempuran Lengkong (23 Januari 1946). Pertempuran
melawan pasukan Sekutu/Inggris, antara lain: Pertempuran Surabaya
(10 November 1945), Pertempuran Padang Area (November 1945),
Pertempuran Ambarawa (15 Desember 1945), Bandung Lautan Api
(23 Maret 1946), Menghadapi Agresi Militer Belanda II (19 Desember
1948), Serangan Umum Yogyakarta (1 Maret 1949), dan Serangan
Umum Solo (7 Agustus 1949).

b) Mengamankan Integritas Nasional. Dalam rangka


mempertahankan integritas nasional, TNI bersama rakyat
melaksanakan Operasi Keamanan dalam negeri dimulai dari
Penumpasan Pemberontakan PKI di Madiun (1948), Penumpasan
Pemberontakan DI/TII di beberapa wilayah Indonesia (1950),
Pembebasan Irian Barat/Operasi Trikora (1961), Operasi Dwikora
(1963), Penumpasan G30S/PKI (1965), Operasi Seroja (1974-1999)
dan Diplomasi Militer pengusiran kapal MV Expresso Lusitania
(1992), serta pemberlakuan darurat militer (1999) di Timor Timur,
Penumpasan Gerakan Pengacau Keamanan Aceh Merdeka (GPK
AM) dengan pemberlakuan Darurat Militer di Aceh (2003-2004),
pemberlakuan Darurat Sipil terhadap konflik sosial di Ambon (2000)
dan di Kalimantan (2001), Operasi Pertahanan Udara Nasional di
atas Pulau Bawean (2003), Penumpasan Gerombolan Separatis
Bersenjata Organisasi Papua Merdeka (GSB OPM) di Irian Jaya,
Operasi Tinombala di Poso (2017) dalam rangka pemberantasan
teroris, Operasi Pembebasan Sandera di Mapenduma Irian Jaya
(1996), dan Operasi Pembebasan Sandera oleh Kelompok
Separatisme Bersenjata (KSB) di Papua (2017).
9

c) Melindungi Keselamatan Bangsa. Operasi yang


dilaksanakan antara lain Operasi Menanggulangi Akibat Bencana
Alam, Pengungsian, dan Pemberian Bantuan Kemanusiaan di Dalam
dan Luar Negeri. Operasi SAR, Operasi Pemberantasan
Penyalahgunaan Narkoba.

2) Operasi Militer di Luar Negeri. Penugasan TNI yang dilaksanakan


sejak Kontingen Garuda I (1957) ke Mesir sampai dengan Kontingen
Garuda XXIII (2018) ke Lebanon; Operasi Woyla (1981) di Don Muang,
Thailand; dan Operasi Pembebasan Sandera MV Sinar Kudus di Somalia
(2011).

3) Pelajaran yang Dapat Diambil.

a) nilai-nilai keagamaan, kebangsaan, kebersamaan,


kemanusiaan, semangat juang, keprajuritan, pantang menyerah, rela
berkorban, cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, dan
keberanian.

b) kemanunggalan TNI dengan rakyat;

c) kemampuan dalam melaksanakan operasi gerilya;

d) kesemestaan dalam mempertahankan keutuhan NKRI;

e) kebersamaan TNI dengan komponen bangsa lainnya dalam


melaksanakan operasi militer dan diplomasi untuk pencapaian tujuan
politik negara;

f) keterpaduan antar angkatan dalam operasi gabungan;

g) kerja sama dengan K/L lainnya melaksanakan tugas


kemanusiaan; dan

h) keunggulan Alutsista, komando dan kendali, serta kesatuan


komando sangat memengaruhi pelaksanaan tugas.

11. Jati Diri TNI.

a. Tentara Rakyat. Tentara Rakyat yaitu tentara yang anggotanya berasal


dari warga negara Indonesia, yang berdasarkan sejarah berasal dari rakyat
bersenjata yang berjuang melawan penjajah untuk merebut dan mempertahankan
kemerdekaan pada perang kemerdekaan tahun 1945-1949 dengan semboyan
“Merdeka atau mati”. Rakyat yang menjadi dasar terbentuknya TNI pada saat itu
adalah bekas prajurit Hindia Belanda dan Jepang, antara lain Heiho, Kaigun Heiho,
dan Pembela Tanah Air (PETA) serta yang berasal dari rakyat, yaitu Barisan
Pemuda, Hisbullah, Sabililah, dan Pelopor, di samping laskar-laskar dan tentara
pelajar yang tersebar di daerah-daerah lain, baik yang sudah maupun yang belum
memperoleh latihan militer, yang keseluruhannya terhimpun dalam BKR. Sejarah
itu telah mematrikan jati diri TNI sebagai tentara yang benar-benar dari rakyat yang
mempunyai semangat pengabdian tinggi.
10

b. Tentara Pejuang. Tentara Pejuang yaitu tentara yang berjuang dengan


tidak mengenal menyerah demi tetap tegaknya NKRI. Pemahaman semboyan
“Tidak mengenal menyerah” di sini berarti tidak menyerah kepada lawan dalam
konteks taktik dan strategi perang dan juga bahwa setiap upaya untuk mencapai
tujuan harus selalu diusahakan dengan jiwa juang yang tinggi.

c. Tentara Nasional. Tentara Nasional yaitu tentara kebangsaan Indonesia


yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras,
atau golongan agama. Sebagai Tentara Nasional, TNI merupakan tentara
kebangsaan, bukan tentara kedaerahan, suku, ras, atau golongan agama. TNI
mengutamakan kepentingan nasional dan kepentingan bangsa di atas semua
kepentingan daerah, suku, ras, atau golongan agama apa pun.

d. Tentara Profesional. Tentara Profesional yaitu tentara yang terlatih,


terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan
dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut
prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional, dan hukum
internasional yang telah diratifikasi. Sebagai Tentara Profesional, TNI dituntut
mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak dan mahir menggunakan alat
tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai
akuntabilitas.

12. Karakter Prajurit TNI. Karakter Prajurit TNI tercermin dari nilai-nilai yang terdapat
dalam Sumpah Prajurit, Sapta Marga, 8 (Delapan) Wajib TNI, serta 11 Asas
Kepemimpinan TNI. Nilai-nilai tersebut menjadikan prajurit TNI memiliki karakter sebagai
berikut:

a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan


Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945;

c. bermoral dan tunduk pada hukum serta peraturan perundang-undangan;

d. berdisiplin serta taat kepada atasan; dan

e. bertanggung jawab dan melaksanakan kewajibannya sebagai tentara.

13. Peran, Fungsi, dan Tugas Pokok TNI. Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004, TNI memiliki peran, fungsi, dan tugas sebagai berikut:

a. Peran. TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam
menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

b. Fungsi. Sebagai alat pertahanan negara, TNI berfungsi sebagai:

1) penangkal setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata


baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang mengancam
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;

2) penindak setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud di atas


yang sudah masuk ke wilayah kedaulatan NKRI; dan
11

3) pemulih terhadap kondisi negara yang terganggu akibat perang atau


akibat kekacauan keamanan.

c. Tugas Pokok TNI. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun


2004 tentang TNI, tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok
tersebut dilakukan dengan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain
Perang (OMSP), dengan penjelasan sebagai berikut:

1) OMP merupakan pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI untuk


melawan ancaman berupa kekuatan militer negara lain yang melakukan
agresi terhadap Indonesia dan/atau dalam konflik bersenjata dengan suatu
negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang
dan tunduk pada hukum perang internasional; dan

2) OMSP merupakan pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI untuk


melawan atau menghadapi ancaman selain kekuatan militer suatu negara
baik ancaman itu menggunakan senjata maupun tidak bersenjata; serta un-
tuk mendukung kepentingan nasional.

d. Tugas Lainnya. Selain tugas-tugas yang telah digariskan dalam Undang-


Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tersebut di atas, TNI melaksanakan
tugas lain berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara serta peraturan
perundang-undangan.

14. Tugas Angkatan.

a. Angkatan Darat:

1) melaksanakan tugas TNI matra darat di bidang pertahanan;

2) melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah


perbatasan darat dengan negara lain;

3) melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan


kekuatan matra darat; dan

4) melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat.

b. Angkatan Laut:

1) melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;

2) menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi


nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional
yang telah diratifikasi;

3) melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka


mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
12

4) melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan


kekuatan matra laut; dan

5) melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

c. Angkatan Udara:

1) melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan;

2) menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara


yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum
internasional yang telah diratifikasi;

3) melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan


kekuatan matra udara; dan

4) melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.

15. Organisasi TNI. Organisasi TNI terdiri atas Markas Besar TNI yang
membawahi Markas Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan
Markas Besar TNI Angkatan Udara. Markas Besar TNI terdiri atas Unsur Pimpinan,
Unsur Pembantu Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan Pelaksana Pusat, dan Komando
Utama Operasi. Markas Besar Angkatan terdiri atas Unsur Pimpinan, Unsur Pembantu
Pimpinan, Unsur Pelayanan, Badan Pelaksana Pusat, dan Komando Utama Pembinaan.
Susunan organisasi TNI diatur dalam Peraturan Presiden dan dijabarkan dalam Peraturan
Panglima TNI.

BAB III
ANCAMAN DAN GANGGUAN

16. Umum. Pada umumnya dikenal istilah ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan. Namun, doktrin ini fokus pada ancaman dan gangguan yang diarahkan pada
pendekatan tugas pokok TNI, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004. Ancaman dan gangguan dapat bersumber dari dalam negeri dan luar
negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung (proxy war), sedangkan aktornya
dapat berupa negara dan bukan negara, serta dalam perkembangannya dapat dilakukan
oleh aktor bukan negara yang didukung negara. Media yang digunakan melalui media
darat, laut, udara, ruang angkasa, elektronik, dan siber. Ancaman menggunakan teknologi
persenjataan modern baik berupa senjata konvensional maupun nonkonvensional.

17. Ancaman. Pada hakikatnya ancaman merupakan setiap upaya dan kegiatan
yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman tersebut dapat dilakukan musuh
dan/atau lawan dengan menggunakan perpaduan antara berbagai macam metode, aktor,
skenario, dan taktik yang dikenal dengan Hibrida. Kompleksitas ancaman hibrida ini
menjadi tantangan bagi TNI maupun komponen bangsa lainnya untuk selalu
meningkatkan kemampuan yang adaptif dengan perkembangan teknologi. Berdasarkan
jenisnya, ancaman meliputi ancaman militer dan ancaman bersenjata serta nonmiliter
yang didukung kecanggihan teknologi informasi, senjata kimia, biologi, radiologi, nuklir
dan bahan peledak (Chemical, Biological, Radiological, Nuclear and Explosive/CBRNE).
13

a. Ancaman Militer dan Ancaman Bersenjata. Ancaman militer adalah


ancaman yang dilakukan oleh militer suatu negara kepada negara lain, sedangkan
ancaman bersenjata adalah ancaman yang datangnya dari gerakan kekuatan
bersenjata. Adapun bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata, antara lain
sebagai berikut:

1) Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain


terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara, antara lain:

a) invasi berupa serangan oleh kekuatan bersenjata negara lain


terhadap wilayah NKRI;

b) bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya yang


dilakukan oleh angkatan bersenjata negara lain terhadap wilayah
NKRI;

c) blokade terhadap pelabuhan, pantai atau wilayah udara NKRI


oleh angkatan bersenjata negara lain;

d) serangan unsur angkatan bersenjata negara lain terhadap


unsur satuan darat, laut, dan udara TNI;

e) unsur kekuatan bersenjata negara lain yang berada dalam


wilayah NKRI berdasarkan perjanjian yang tindakan atau
keberadaannya bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian
yang telah disepakati;

f) tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan


wilayahnya oleh negara lain sebagai daerah persiapan untuk
melakukan agresi atau invasi terhadap NKRI; dan

g) pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran oleh


negara lain untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah NKRI.

2) Konflik bersenjata dengan suatu negara lain atau lebih.

3) Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain.

a) Pelanggaran Wilayah Perbatasan Darat Negara. Pelanggaran


wilayah perbatasan darat dapat berupa penggeseran patok batas,
klaim wilayah darat, dan pelanggaran wilayah darat oleh pasukan
militer asing, serta kegiatan pelanggaran ilegal yang bersifat
transnasional yang dilakukan oleh warga negara asing.

b) Pelanggaran Wilayah Laut. Pelanggaran di wilayah laut dapat


berupa penggunaan wilayah laut Indonesia oleh kapal perang asing
yang mengancam kedaulatan dan netralitas Indonesia, serta lintas
kapal negara dan kapal sipil asing yang tidak sesuai dengan
ketentuan.

c) Pelanggaran Wilayah Udara. Pelanggaran wilayah udara


dapat berupa pesawat udara negara dan sipil asing melalui
14

(masuk/melintas) wilayah udara Indonesia yang tidak sesuai dengan


ketentuan.

4) Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan


mendapatkan rahasia militer.

5) Sabotase untuk merusak instalasi penting dan objek vital nasional


yang membahayakan keselamatan bangsa.

6) Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan teroris


internasional atau yang bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau
terorisme dalam negeri yang bereskalasi tinggi sehingga membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.

7) Gerakan separatisme bersenjata.

8) Pemberontakan bersenjata.

9) Perang saudara yang terjadi antara kelompok masyarakat bersenjata


dengan kelompok masyarakat bersenjata lainnya.

10) Ancaman terhadap keamanan Presiden/Wakil Presiden (Wapres)


beserta keluarganya.

11) Ancaman terhadap keamanan tamu negara setingkat kepala negara


dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia.

b. Ancaman Nonmiliter. Ancaman nonmiliter merupakan usaha atau


kegiatan yang dilakukan oleh aktor ancaman tanpa bersenjata. Ancaman
nonmiliter digolongkan dalam beberapa dimensi ancaman antara lain:

1) Ideologi. Ancaman yang berdimensi ideologi adalah berkembangnya


ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, baik yang berasal dari luar
negeri berupa penetrasi faham liberalisme dan komunisme, maupun dari
dalam negeri berupa faham anarkis yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
radikal dengan alasan keagamaan, golongan fundamental anti kemapanan,
dan tindakan tidak konstitusional yang bertentangan dengan hukum, serta
kegiatan aliran sesat. Juga timbul adanya kecenderungan menguatnya ego
kedaerahan dan primordialisme sempit (ethno-nationalism).

2) Politik. Ancaman berdimensi politik dapat berasal dari luar dan


dalam negeri. Ancaman dari luar negeri dapat berupa tekanan embargo
militer dan intervensi politik, dengan menggunakan isu global seperti
penegakan HAM, lingkungan hidup, demokratisasi, dan penyelenggaraan
pemerintahan. Pada ancaman dari dalam negeri dapat berupa kurangnya
tingkat kedewasaan berpolitik yang berujung pada mobilisasi massa atau
penggalangan kekuatan politik yang bertujuan melemahkan,
menumbangkan pemerintah yang sah, dan memisahkan diri dari NKRI.
Bentuk dari ancaman tersebut antara lain: pemberontakan tanpa bersenjata
(kudeta) dan gerakan separatis tanpa bersenjata (referendum).

3) Ekonomi. Ancaman berdimensi ekonomi dari dalam dan luar negeri


antara lain berupa embargo atau bentuk-bentuk penghalang nontarif
15

terhadap produk-produk ekspor maupun impor barang-barang kebutuhan


strategis. Ancaman berdimensi ekonomi dari dalam negeri antara lain
inflasi yang tinggi, pengangguran, kemiskinan, kesenjangan ekonomi
(inequality threat), dan infrastruktur yang buruk.

4) Sosial Budaya. Ancaman berdimensi sosial budaya dapat berupa


konflik horisontal seperti pertikaian suku, agama, ras, dan antargolongan
serta munculnya perilaku anarkis (hooliganism). Penggunaan teknologi
informasi yang tidak terkontrol dapat memicu terjadinya benturan antar
peradaban termasuk dampak peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang
dapat mengancam generasi muda. Demikian pula rendahnya kualitas SDM
menyebabkan lemahnya daya saing yang berakibat meningkatnya korupsi
dan pengangguran sehingga dapat memicu terjadinya kerawanan sosial.

5) Bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan/penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor tertentu, baik faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia. Hal ini mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan hidup, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Ancaman bencana dapat berupa bencana alam, bencana
nonalam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Khusus bencana nonalam berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit; sedangkan bencana sosial
meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan
teror.

6) Teknologi. Paradoks kemajuan teknologi di bidang informasi dan


komunikasi yang saat ini masuk pada era Revolusi Industri 4.0,
menimbulkan bentuk ancaman yang semakin kompleks, sehingga cara
bertindak musuh akan semakin bervariasi dan akurat. Kejahatan
memanfaatkan teknologi siber merupakan tindakan kriminal yang
menggunakan kecanggihan teknologi. Demikian juga kejahatan terorisme
melalui siber dan perang siber berupa serangan yang menggunakan
teknologi elektronik dapat mengganggu aktivitas sosial dan ekonomi bangsa.
Ancaman berdimensi teknologi dapat terjadi dalam bentuk penyalahgunaan
penyebar biologi patogen untuk melancarkan bioterorisme dan perang
biologi.

7) Legislasi. Ancaman berdimensi legislasi berpotensi terjadi dalam


proses perwujudan (membentuk/mengubah) atau pemaknaan substansi
suatu peraturan perundang-undangan oleh pihak tertentu sesuai dengan
kepentingannya yang dapat menyebabkan ancaman terhadap kedaulatan
negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa.

18. Gangguan. Gangguan adalah setiap upaya, kegiatan, dan/atau kejadian baik dari
pihak lain maupun alam yang dinilai mengganggu kepentingan nasional. Gangguan
tersebut berdampak terhadap upaya pemerintah dalam mendukung terwujudnya antara
lain: perdamaian dunia; pemberdayaan wilayah pertahanan; kelancaran tugas pemerintah
di daerah; keamanan dalam negeri (kamdagri); keselamatan jiwa; atau terhadap
keamanan pelayaran dan penerbangan dari pembajakan, perompakan, dan
penyelundupan.
16

19. Faktor Berpengaruh. Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya ancaman dan


gangguan antara lain:

a. Perkembangan Lingkungan Strategis. Perkembangan lingkungan


strategis yang dinamis dewasa ini telah memengaruhi penyelenggaraan
pertahanan negara. Dinamika yang perlu dicermati di antaranya adalah
pertumbuhan ekonomi yang berimplikasi pada: perkembangan kekuatan militer
khususnya di kawasan Asia Pasifik; meningkatnya ketegangan situasi di Laut Cina
Selatan; serta meningkatnya aksi terorisme internasional, proses pengembangan
dan uji coba senjata nuklir Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) di Semenanjung
Korea, krisis Palestina dan Suriah, krisis kemanusiaan di beberapa negara, serta
krisis kelangkaan air di Afrika.

b. Kepentingan Negara Lain. Indonesia semenjak dulu telah menjadi arena


perebutan pengaruh kepentingan oleh pihak asing. Dari pengalaman sejarah
menunjukkan bahwa Indonesia telah melalui beberapa periodisasi penguasaan dan
perebutan pengaruh sejak sebelum merdeka mulai dari penjajahan Portugal dan
Belanda. Pada era globalisasi tidak menutup kemungkinan munculnya
kepentingan negara lain khususnya kepentingan politik dan ekonomi terhadap
Indonesia. Pergeseran hegemoni negara besar juga berpengaruh baik langsung
maupun tidak langsung terhadap Indonesia sehingga Indonesia sebagai negara
terbesar di kawasan Asia Tenggara akan menjadi objek perebutan pengaruh oleh
negara-negara besar.

c. Konstelasi Geografis Indonesia. Indonesia memiliki nilai strategis


berdasarkan luas, bentuk wilayah, dan letaknya. Pada aspek luas dan bentuk
wilayah, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.504 pulau memiliki luas
7,81 juta km2 dengan wilayah daratan 2,01 juta km2 dan wilayah laut 5,8 juta km2.
Selain memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), letak geografis
Indonesia sangat strategis yakni sebagai negara kepulauan dengan posisi di
antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan Samudera
Hindia. Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang terbuka dari
segala arah, sehingga rawan dari berbagai ancaman dan gangguan.

d. Geoekonomi. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan


dengan jumlah penduduk yang besar merupakan pasar perekonomian dunia, serta
dengan wilayah perairan yang luas menjadikan urat nadi perdagangan
internasional. Hal ini menjadikan Indonesia rentan terhadap ancaman negara lain
untuk mendapatkan sumber daya potensial.

e. Geopolitik. Indonesia memiliki peran penting dalam kehidupan politik


internasional baik global maupun regional. Salah satu peran Indonesia pada
tingkat global adalah dengan ikut sertanya Indonesia memelopori lahirnya Gerakan
Non-Blok (GNB), sebagai perimbangan Blok Barat dan Blok Timur. Peran aktif
Indonesia dalam GNB merupakan perwujudan politik luar negeri bebas aktif.
Peran Indonesia pada tingkat regional adalah sebagai salah satu pendiri ASEAN,
yang secara politis sangat dominan serta berperan penting di kawasan sehingga
menarik negara-negara besar untuk memiliki pengaruh kepentingannya di
regional. Di samping itu, Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar
dan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia memiliki pengaruh dalam
tatanan politik global.
17

f. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Berbagai kemajuan


ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah berbagai aspek kehidupan
manusia termasuk bagaimana militer memenangkan perang. Terbatasnya
kemampuan adaptasi serta akselerasi penguasaan teknologi sistem persenjataan
modern berpengaruh pada kemungkinan munculnya ancaman militer terhadap
Indonesia.

20. Eskalasi Ancaman dan Gangguan. Eskalasi ancaman dan gangguan


dipengaruhi perkembangan situasi dan kondisi dari dalam maupun luar negeri. Ancaman
dan gangguan dapat muncul secara bertahap mulai situasi damai sampai perang, namun
dapat juga muncul dari kondisi damai langsung menjadi kondisi perang. Penetapan
status berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada tentang keadaan bahaya,
yang dibagi menjadi darurat sipil, darurat militer, dan keadaan perang. Khusus untuk
konflik sosial dan/atau bencana penetapan status keadaan konflik dan/atau bencana
dimulai dari skala kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Status keadaan bahaya
tersebut mempunyai tingkatan kewenangan masing-masing, termasuk pelibatan TNI.

BAB IV
KEBIJAKAN DAN STRATEGI

21. Umum. Kebijakan dan strategi diperlukan oleh TNI untuk menghadapi ancaman
dan gangguan terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa. Kebijakan dirumuskan sejalan dengan kebijakan pemerintah di bidang
pertahanan negara yang diorientasikan agar mampu melaksanakan tugas pokoknya.
Strategi TNI dirumuskan untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan TNI dalam konteks
penggunaan dan pembinaan. Penggunaan kekuatan diarahkan untuk menghadapi
ancaman dan gangguan dalam bentuk operasi dan kegiatan, sedangkan pembinaan
meliputi pembangunan postur, penyiapan, dan penyiagaan kekuatan diarahkan agar
dapat melaksanakan operasi dan kegiatan tersebut.

22. Penggunaan.

a. Kebijakan. Kebijakan yang diambil untuk menghadapi ancaman dan


gangguan adalah dengan mengatasinya secara bertahap sesuai fungsi TNI.

b. Strategi. Strategi yang diterapkan TNI untuk merealisasikan kebijakan


tersebut yaitu melaksanakan OMP dan OMSP dengan menggunakan kekuatan TNI
yang sudah disiagakan.

1) OMP. TNI melaksanakan OMP untuk menghadapi agresi dan konflik


bersenjata dengan satu negara atau lebih dilaksanakan dengan sistem
pertahanan negara bersifat semesta melalui tahapan-tahapan penangkalan,
penindakan, dan pemulihan.

a) Penangkalan. Pada tahap penangkalan dilaksanakan


strategi penggunaan kekuatan TNI melalui kegiatan dan operasi
militer sesuai kebijakan dan politik negara meskipun belum ada
pernyataan perang oleh Presiden. Pada tahap ini, TNI bersinergi
dengan K/L terkait lainnya. Kegiatan penangkalan ini dilaksanakan
dengan pembangunan kekuatan dan Diplomasi Militer.
Pembangunan kekuatan dilakukan secara terus- menerus sesuai
18

perkembangan teknologi modern. Bentuk Diplomasi Militer antara


lain: unjuk kekuatan militer, latihan bersama, pendidikan, pertemuan
militer, kunjungan, kerja sama militer, atau olahraga militer. Operasi
militer yang dilaksanakan antara lain: Operasi Intelijen, Operasi
Pengamanan Wilayah NKRI, Operasi Informasi, Operasi Teritorial
dan/atau Operasi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan, dan Operasi
Patroli Terkoordinasi.

b) Penindakan. Pada tahap penindakan dilaksanakan strategi


yang menggunakan kekuatan TNI sesuai kebijakan dan keputusan
politik negara dan/atau setelah adanya pernyataan perang oleh
Presiden. Strategi menghadapi musuh dilakukan melalui Operasi
Intelijen, Operasi Tempur, Operasi Teritorial, Diplomasi Militer,
Operasi Informasi. Untuk sasaran yang bernilai strategis terpilih
dilaksanakan operasi khusus. Bantuan dari luar TNI yang diperlukan
untuk memperkuat komponen utama bersifat opsional melalui
mobilisasi komponen cadangan dan pendukung. Strategi
penindakan yang diselenggarakan bersifat defensif aktif (active
defence) dengan menggunakan pola pertahanan berlapis (defence in
depth). Tindakan yang dilakukan, yaitu: menghancurkan musuh di
pangkalannya, dalam perjalanan, dan setelah masuk ke wilayah
NKRI. Selanjutnya, apabila musuh berhasil merebut dan
menguasai seluruh atau sebagian wilayah NKRI maka dilaksanakan
perang berlarut dengan taktik gerilya. Pada tahap penindakan ini
dilaksanakan secara efektif dengan didukung teknologi informasi
yang modern, di antaranya Network Centric Warfare (NCW).

c) Pemulihan. Pada tahap ini dilaksanakan operasi militer dan


kegiatan pemulihan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik
negara terkait persetujuan gencatan senjata. Operasi yang
dilaksanakan antara lain: Operasi Pemindahan ke Belakang atau
melakukan penarikan kekuatan yang tidak dibutuhkan, Operasi
Teritorial dan/atau Operasi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan dan
Kekuatan Pendukungnya untuk siap menghadapi perkembangan
situasi. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: rekonstruksi,
rehabilitasi, konsolidasi yang bersinergi dengan K/L terkait lainnya
serta membawa tawanan ke Peradilan Umum dan/atau Peradilan
Militer.

2) OMSP. TNI melaksanakan OMSP untuk menghadapi ancaman


bersenjata, ancaman nonmiliter, dan gangguan dengan ketentuan sebagai
berikut:

a) Penangkalan. Pada tahap ini dilaksanakan strategi yang


menggunakan kekuatan TNI melalui kegiatan dan operasi militer
dalam rangka menangkal ancaman bersenjata, ancaman nonmiliter,
dan gangguan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: Diplomasi
Militer di antaranya: latihan bersama, pendidikan, pertemuan militer,
kunjungan, kerja sama militer, atau olahraga militer; dan pembinaan
teritorial dan/atau Pemberdayaan Wilayah Pertahanan yang
bersinergi dengan Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP), Badan
Keamanan Laut (Bakamla), K/L terkait lainnya; serta aktif di Forum
19

Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Sedangkan Operasi


yang dilaksanakan antara lain: Operasi Mengatasi Gerakan
Separatisme Bersenjata, Operasi Mengatasi Pemberontakan
Bersenjata, Operasi Mengatasi Aksi Terorisme, Operasi
Pemberdayaan Wilayah Pertahanan, Operasi Pengamanan Objek
Vital Nasional, Operasi Pengamanan Wilayah NKRI, Operasi
Pengamanan Presiden dan Wapres beserta keluarganya, serta
Operasi Membantu Pengamanan Tamu Negara Setingkat Kepala dan
Perwakilan Pemerintah Asing yang sedang berada di Indonesia,
Operasi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan; Operasi Perdamaian
Dunia; Operasi Membantu Pemerintah di Daerah; Operasi Membantu
Polri dalam rangka Kamtibmas; Operasi Membantu Menanggulangi
Akibat Bencana Alam, Pengungsian, dan Pemberiaan Bantuan
Kemanusiaan; Operasi Membantu Pencarian dan Pertolongan dalam
kecelakaan; dan Operasi Membantu Pemerintah dalam Pelayaran
dan Penerbangan yang didukung oleh Operasi Teritorial, Operasi
Intelijen, dan Operasi Informasi.

b) Penindakan. Pada tahap penindakan dilaksanakan strategi


penggunaan kekuatan TNI melalui Operasi Militer untuk menindak
langsung lawan setelah adanya kebijakan dan keputusan politik
negara, misalnya setelah pernyataan status darurat sipil atau darurat
militer.

(1) Dalam menghadapi ancaman bersenjata dilakukan


antara lain melalui Operasi Mengatasi Pelanggaran Wilayah
yang dilakukan oleh negara lain; Penindakan dalam konteks
Operasi Pengamanan Objek Vital Nasional; Operasi
Pengamanan Wilayah NKRI; Operasi Mengatasi Aksi
Terorisme; Operasi Mengatasi Pemberontakan Bersenjata;
Operasi Mengatasi Gerakan Separatisme Bersenjata; Operasi
Pengamanan Presiden atau Wapres beserta keluarganya;
Operasi Pengamanan Mantan Presiden dan Wapres beserta
keluarganya, Operasi Membantu Pengamanan Tamu Negara
yang didukung dengan Operasi Intelijen, Operasi Teritorial,
dan Operasi Informasi. Untuk sasaran yang bernilai strategis
terpilih dilaksanakan operasi khusus. Pada tahap penindakan
ini dilaksanakan secara efektif dengan didukung teknologi
informasi yang modern.

(2) Dalam menghadapi ancaman nonmiliter, TNI membantu


pemerintah dalam menghadapi ancaman yang berdimensi
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, bencana, teknologi,
dan legislasi; termasuk mendukung kebijakan pemerintah
mewujudkan Poros Maritim Dunia. Perbantuan tersebut
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta prosedur K/L terkait.

(3) Dalam mengatasi gangguan terhadap kelancaran


pembangunan dan pencapaian kepentingan nasional, TNI
melaksanakan operasi dan kegiatan bersinergi dengan K/L
terkait. Operasi yang dilaksanakan antara lain: Operasi
Pemberdayaan Wilayah Pertahanan; Operasi Perdamaian
20

Dunia; Operasi Membantu Pemerintah di Daerah; Operasi


Membantu Polri dalam rangka Kamtibmas; Operasi Membantu
Menanggulangi Akibat Bencana Alam, Pengungsian, dan
Pemberiaan Bantuan Kemanusiaan; Operasi Membantu
Pencarian dan Pertolongan Dalam Kecelakaan; dan Operasi
Membantu Pemerintah dalam Pelayaran dan Penerbangan
yang didukung oleh Operasi Teritorial, Operasi Intelijen, dan
Operasi Informasi. Sedangkan kegiatan yang dilaksanakan
antara lain: pembinaan teritorial dan/atau pemberdayaan
wilayah pertahanan bersinergi dengan Polri, BNPB, BNPP,
Bakamla, dan BNN serta K/L terkait lainnya.

c) Pemulihan. Pada tahap pemulihan dilaksanakan strategi


penggunaan kekuatan TNI melalui Operasi Militer dan kegiatan
pemulihan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Operasi yang dilaksanakan antara lain: Operasi Teritorial dan/atau
Operasi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan dan kekuatan
pendukungnya untuk siap kembali menghadapi perkembangan
situasi. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain: rekonstruksi,
rehabilitasi, konsolidasi yang bersinergi dengan K/L terkait lainnya,
dan membawa tawanan ke Peradilan Umum atau Peradilan militer.

23. Pembinaan.

a. Kebijakan. Kebijakan dalam konteks pembinaan meliputi kegiatan-


kegiatan membangun, menyiapkan, dan menyiagakan Postur TNI.

b. Strategi. Strategi untuk mewujudkan kebijakan pembinaan dilaksanakan


melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1) Pembangunan. Postur TNI dibangun sesuai kebijakan pertahanan


negara yang disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan.

a) Pembangunan Kekuatan. Pembangunan kekuatan


dilaksanakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan
mengikuti kemajuan perkembangan teknologi terkini. Pembangunan
postur tersebut antara lain meliputi pembangunan bidang-bidang
organisasi, personel, materiil/alutsista, dan fasilitas.

b) Pembinaan Kemampuan. Pembinaan kemampuan TNI


meliputi pembinaan kemampuan fungsi penangkalan, penindakan,
dan pemulihan berupa: kemampuan diplomasi, kemampuan intelijen,
kemampuan pertahanan, kemampuan keamanan, kemampuan
pembinaan teritorial/pemberdayaan wilayah pertahanan, dan
kemampuan dukungan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi termasuk pengembangan teknologi luar
angkasa.

c) Gelar Kekuatan. Strategi gelar kekuatan TNI dengan


memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan,
daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau terpencil sesuai
dengan kondisi geografis dan strategi pertahanan. Kekuatan TNI
digelar secara terpusat maupun kewilayahan. Gelar kewilayahan
21

disusun antara lain dalam bentuk Komando Gabungan Wilayah


Pertahanan (Kogabwilhan). Di samping itu gelar kekuatan TNI
harus memenuhi kelengkapan standar dasar (Basic Standard) militer
berdasarkan pertimbangan strategis, operasional dan taktis, dan
dukungan kemampuan logistik, serta sarana prasarana termasuk
kantong-kantong logistik.

2) Penyiapan. Penyiapan postur TNI dilaksanakan oleh Angkatan


melalui kegiatan-kegiatan antara lain: pendidikan, latihan, pembinaan
doktrin, pemeliharaan/perawatan materiil/alutsista dan fasilitas. Dalam
penyiapan postur TNI juga diberikan pemahaman wawasan kebangsaan
dan ketahanan nasional, serta Hukum Humaniter Internasional dan HAM.
Tujuan penyiapan postur TNI untuk mewujudkan satuan-satuan TNI yang
mampu melaksanakan operasi khas angkatan dan siap melaksanakan
operasi militer bersifat gabungan. Selain itu kegiatan penyiapan juga
mencakup komponen cadangan dan pendukung sesuai dengan kebijakan
Kemhan RI.

3) Penyiagaan. Penyiagaan postur TNI dilaksanakan oleh TNI melalui


pembinaan latihan dan doktrin yang diarahkan kepada keterpaduan operasi
(interoperability), keberlanjutan dukungan (sustainability), dukungan politik,
legalitas hukum, dan komando pengendalian serta kerja sama Operasi
Gabungan, Operasi Gabungan Terpadu, Operasi Gabungan Bersama, dan
Operasi Gabungan Bersama Terpadu. Tujuan penyiagaan postur TNI
untuk mewujudkan satuan-satuan TNI yang mampu melaksanakan operasi
militer bersifat gabungan.

BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN

24. Umum. Untuk kelancaran dan keberhasilan setiap pelaksanaan tugas TNI
diperlukan berbagai ketentuan terkait penggunaan, pembinaan, dan ketentuan lainnya.

25. Penggunaan.

a. Asas. Dalam penggunaan kekuatan TNI baik OMP maupun OMSP dapat
menggunakan asas-asas antara lain:

1) Pegang Teguh Tujuan. Penggunaan TNI harus dilaksanakan


secara terukur, mengarah pada pencapaian tujuan sesuai pentahapan
operasi yang jelas serta realistis.

2) Inisiatif. Inisiatif merupakan tindakan TNI mendahului tindakan


musuh/lawan untuk memenangkan pertempuran.

3) Kesatuan Komando. Kesatuan komando merupakan pengerahan


seluruh upaya pada setiap sasaran dalam sebuah komando tunggal yang
memiliki kewenangan komando terhadap semua kesatuan di bawah
kendalinya guna menjamin tercapainya tujuan bersama.
22

4) Pemusatan Kekuatan. Kekuatan dan perkuatan yang dimiliki oleh


pasukan TNI dikonsentrasikan pada daerah operasi dan sasaran tertentu,
untuk menjamin penyelesaian tugas dalam ruang dan waktu yang
menentukan.

5) Pemusatan Serangan. Tindakan pemusatan serangan diarahkan


pada centre of gravity musuh sehingga berdampak pada niatan musuh
untuk melanjutkan peperangan.

6) Pendadakan. Pendadakan merupakan faktor pengganda kekuatan


yang dimiliki pasukan TNI akibat kelengahan dan ketidaksiapan musuh.
Pendadakan dapat didukung oleh faktor kecepatan dalam pengambilan
keputusan, data informasi, intelijen dan mobilitas pasukan.

7) Moril Tinggi. Setiap personel yang dikerahkan dalam tugas harus


memiliki keunggulan moril, sehingga pasukan akan bertempur dengan
dilandasi oleh motivasi yang kuat dan semangat juang pantang menyerah
sampai memperoleh kemenangan. Moril yang tinggi dapat diperoleh
melalui adanya hubungan atasan dan bawahan yang kohesif, latihan yang
keras, dukungan yang memadai dan prosedur operasional yang jelas.

8) Efektif dan Efisien. Dalam penggunaan kekuatan TNI, segenap


faktor yang berpengaruh harus mempertimbangkan dengan cermat
sedemikian rupa sehingga pelaksanaan pengerahan kekuatan TNI menjadi
efektif dan efisien.

9) Kekenyalan. Penggunaan kekuatan TNI harus memiliki kemampuan


untuk menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi yang relatif cepat
berubah.

10) Kerahasiaan. Kerahasiaan merupakan faktor yang sangat penting


untuk memelihara keamanan pihak sendiri dari upaya gangguan oleh
musuh, serta menciptakan pendadakan terhadap pihak musuh.

11) Manfaat. Penggunaan kekuatan TNI dilaksanakan dengan


mengutamakan manfaat yang dapat diraih atas pelaksanaan pengerahan
kekuatan tersebut.

12) Keterpaduan. Penggunaan kekuatan TNI harus mampu


memadukan semua unsur-unsur kekuatan yang tersedia. Untuk itu
membutuhkan adanya interaksi dan koordinasi antarkesatuan dalam
melaksanakan kegiatan tempur dan nontempur sehingga tercapai hasil
upaya yang optimal. Selain itu, dalam pelaksanaan operasi yang
melibatkan institusi di luar TNI, maka diperlukan adanya persamaan
persepsi, koordinasi yang tepat dan keterpaduan dalam kesatuan dan
dukungan.

13) Interoperability. Penggunaan kekuatan TNI dilakukan dengan


menyinkronisasikan dan mengintegrasikan secara tepat semua kemampuan
yang dimiliki oleh pasukan gabungan, sehingga tercipta keterpaduan
operasional yang dapat menentukan keberhasilan tugas. Interoperability
didasarkan pada rasa kebersamaan melalui latihan-latihan yang sangat
menentukan efektivitas keterpaduan satuan dalam pelaksanaan tugas.
23

14) Well Informed. Kekuatan TNI yang digunakan harus selalu


mendapatkan keterangan yang aktual tentang daerah operasi dan musuh
guna mempercepat adaptasi terhadap setiap perkembangan situasi dan
kondisi.

15) Pertahanan Berlapis (Defence in depth). Gelar kekuatan TNI


disusun secara berlapis-lapis dan saling mendukung untuk dapat
memberikan kedalaman bagi operasi pertahanan.

16) Kewilayahan. Seluruh wilayah NKRI diberdayakan untuk dapat


menjadi tumpuan bagi usaha perlawanan secara berkelanjutan.

17) Kesemestaan. Penggunaan kekuatan TNI didukung oleh seluruh


warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, yang
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total,
terpadu, terarah, serta berkesinambungan.

18) Tidak Mengenal Menyerah. Usaha untuk mempertahankan


kemerdekaan, kedaulatan serta keutuhan bangsa dan NKRI dilakukan
dengan segala cara dan tidak mengenal kata menyerah.

19) Legal. Penggunaan kekuatan TNI memiliki payung hukum yang


sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
berdasarkan kepada keputusan politik negara.

20) Sustainability. Postur TNI dibangun dan dikembangkan agar dapat


memenuhi kebutuhan saat ini, namun dengan tidak mengorbankan
kemampuan generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan akan
kemampuan pertahanan negara.

b. Tataran Kewenangan.

1) Presiden.

a) Kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI


berada pada Presiden.

b) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat


Republik Indonesia (DPR RI) menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

c) Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan


akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

d) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan


seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam
keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau
keadaan darurat militer atau keadaan perang.

e) Untuk menghadapi ancaman bersenjata, Presiden berwenang


mengerahkan kekuatan TNI dengan persetujuan DPR RI. Dalam
keadaan memaksa, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan
24

Tentara Nasional Indonesia dengan kewajiban paling lambat 2 x 24


(dua kali dua puluh empat) jam harus mengajukan persetujuan
kepada DPR RI. Apabila DPR RI tidak menyetujui pengerahan
tersebut, Presiden harus menghentikan operasi militer.

2) Panglima TNI.

a) Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada


Panglima TNI dan bertanggung jawab kepada Presiden.

b) Menggunakan segenap komponen pertahanan negara dalam


penyelenggaraan operasi militer berdasarkan undang-undang.

c) Menggunakan komponen cadangan setelah dimobilisasi bagi


kepentingan operasi militer.

d) Menggunakan komponen pendukung yang telah disiapkan


bagi kepentingan operasi militer.

c. Komando dan Kendali. Komando dan Kendali merupakan pelaksanaan


kewenangan dan petunjuk oleh Panglima/Komandan yang ditugaskan untuk
memimpin pasukan dalam menyelesaikan tugas pokok.

1) Komando. Komando merupakan kewenangan Panglima/Komandan


militer yang diatur berdasarkan hukum dalam melaksanakan kegiatan
dengan bawahannya. Komando meliputi kewenangan dan tanggung jawab
untuk menggunakan sumber daya yang tersedia secara efektif pada saat
perencanaan, pengorganisasian, memberikan petunjuk/arahan, serta
melakukan koordinasi dan mengendalikan pasukan dalam rangka
pencapaian tugas. Komando juga bertanggung jawab terhadap kesehatan,
kesejahteraan, moril, dan disiplin dari personel satuannya pada saat
melaksanakan tugas.

2) Kendali. Kendali merupakan kewenangan Panglima/Komandan


dalam melaksanakan sebagian kegiatan bagi organisasi yang termasuk
jajarannya atau organisasi lain yang biasanya tidak di bawah komandonya,
yang mencakup tanggung jawab untuk mengimplementasikan perintah
atau petunjuk/arahan. Semua atau sebagian dari kewenangan ini dapat
dipindahkan atau didelegasikan.

d. Aturan Pelibatan atau Rules of Engagement (RoE). Aturan pelibatan


atau RoE merupakan petunjuk/arahan yang dikeluarkan oleh suatu Markas
Komando suatu satuan yang berisi tentang batasan-batasan terhadap prajurit
maupun satuan di lapangan dalam merespon aksi provokatif dalam rangka
melindungi diri sendiri maupun satuannya.

1) Pengerahan dan penggunaan kekuatan militer baik dalam OMP


maupun OMSP tidak boleh melanggar ketentuan-ketentuan internasional
seperti Piagam PBB (UN Charter), Hukum Perang/Hukum Humaniter/Hukum
Sengketa Bersenjata, HAM dan Konvensi-konvensi lainnya. Pengerahan
kekuatan militer memerlukan Aturan Pelibatan/RoE.
25

2) Aturan Pelibatan/RoE dibedakan dalam dua jenis yaitu RoE yang


berlaku dalam keadaan damai (Peace time) yang bersifat tetap (Standing
RoE) dan dalam keadaan perang (Wartime RoE). Aturan tersebut berisi
langkah-langkah menyangkut tindakan yang diperbolehkan dan dilarang
dalam menghadapi situasi yang provokatif RoE masa damai terdiri dari:
bagaimana merespon atau menghadapi niat permusuhan (Hostile Intent)
maupun tindakan permusuhan (Hostile Act). Penjelasan rinci tentang RoE
diatur dalam doktrin turunan.

26. Pembinaan.

a. Asas.

1) Pegang Teguh Tujuan. Upaya pembinaan satuan-satuan TNI harus


selalu mengacu kepada tujuan pembinaan yaitu mewujudkan satuan yang
siap dan siaga operasional dalam melaksanakan tugas pokok secara
berdaya dan berhasil guna. Tujuan senantiasa harus dipegang teguh
dengan tetap memperhatikan kekenyalan bertindak dalam menghadapi
setiap perubahan situasi dan kondisi yang terjadi.

2) Kesatuan Komando. Keterpaduan, keserasian, dan keselarasan


dalam melaksanakan setiap usaha dan kegiatan merupakan faktor utama
untuk mencapai sasaran kegiatan pembinaan satuan di lingkungan TNI.
Oleh karena itu agar pembinaan berhasil guna, maka diperlukan kesatuan
komando dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pembinaan.

3) Efektif, Efisien, dan Ekonomis. Dalam menentukan baik alutsista


TNI maupun barang dan jasa lainnya hendaklah mempertimbangkan faktor-
faktor utama agar tepat fungsi, tepat harga, dan biaya pemeliharaan serta
operasionalnya yang seminim mungkin.

4) Kekenyalan. Pembinaan TNI merupakan bagian dari upaya


pembangunan dan pengembangan kekuatan TNI yang senantiasa adaptif
terhadap perkembangan situasi dan kondisi lingkungan strategis serta
ancaman dan gangguan.

5) Manfaat. Pembinaan TNI dilaksanakan dengan mengutamakan


manfaat yang dapat diraih atas pelaksanaan kegiatan pembinaan tersebut.

6) Akuntabilitas. Penyelenggaraan kegiatan pembinaan di lingkungan


TNI dilaksanakan sesuai dengan sasaran program dan anggaran, patuh
pada ketentuan yang berlaku, serta tertib administrasi, sehingga setiap
kegiatan pembinaan dapat dipertanggungjawabkan.

7) Well Informed. Untuk kelancaran dan keberhasilan setiap proses


pembinaan maka setiap kepala satuan kerja dan pejabat-pejabat terkait
harus selalu mendapat informasi yang aktual tentang progres setiap
program yang sedang berjalan sehingga fungsi pengawasan dan
pengendalian berjalan lancar dalam rangka menjaga kualitas dan kuantitas
suatu program kerja.

8) Keterpaduan. Proses pembinaan dan pengembangan baik satuan


TNI maupun alutsistanya diselenggarakan secara terpadu dan terkoordinasi
26

untuk mendapatkan hasil yang optimal sehingga interoperability dalam tugas


dapat terwujud.

9) Keselarasan. Pembinaan TNI di setiap bidang harus berjalan


selaras agar tercapai keselarasan penggunaannya dalam tugas-tugas antar
satuan internal TNI dan keterpaduan dengan komponen bangsa lainnya.

10) Kesemestaan. Pembinaan di lingkungan TNI dalam menyiapkan


proses penyelenggaraan pertahanan negara hendaknya lebih banyak
melibatkan berbagai sumber daya nasional sedemikian rupa sehingga akan
terwujud sistem pertahanan yang bersifat semesta.

11) Legal. Pembinaan kekuatan, kemampuan dan gelar satuan TNI


berdasarkan payung hukum yang kuat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan mengacu pada kebijakan pemerintah.

12) Kontinuitas. Penyelenggaraan kegiatan pembinaan satuan di


lingkungan TNI dilaksanakan secara terus-menerus dan berkelanjutan
dalam rangka mewujudkan satuan yang siap dan siaga operasional.

13) Bertahap, Bertingkat, dan Berlanjut. Penyelenggaraan pembinaan


harus dilaksanakan melalui tahapan-tahapan yang konstruktif dalam
mencapai sasaran yang ingin dicapai.

14) Prioritas. Penyelenggaraan pembinaan harus mendahulukan yang


dianggap lebih penting demi tercapainya daya guna dan hasil guna yang
ditentukan untuk jangka waktu tertentu.

15) Visioner. Penyelenggaraan pembinaan harus melihat jauh ke


depan, sehingga dapat membuat perencanaan dan perkiraan yang memadai
dan mampu menyesuaikan perkembangan.

16) Transparansi. Proses pembinaan harus mengedepankan


keterbukaan untuk memperoleh kesamaan pandang serta menjamin hasil
capaian yang optimal.

17) Adil. Penyelenggaraan pembinaan harus menjamin setiap prajurit


memperoleh kesempatan yang sama untuk maju dalam jenjang kariernya
berdasarkan persyaratan yang berlaku.

18) Soliditas. Penyelenggaraan pembinaan harus didasarkan pada


rasa kebersamaan dan persatuan yang tercipta melalui latihan-latihan yang
sangat memerlukan efektivitas satuan pertempuran.

19) Proporsional. Penyelenggaraan pembinaan harus dilakukan secara


sepadan berimbang sesuai kebutuhan matra.

20) Terukur. Pencapaian pembinaan kekuatan TNI harus dapat diukur


sesuai tahapan yang direncanakan.

21) Inovatif. Penyelenggaraan pembinaan terus berupaya untuk


mengembangkan ide-ide baru dalam penggunaan metode, alat, sarana
27

prasarana yang mendukung pencapaian hasil pembinaan yang optimal


dengan tetap memperhatikan tata aturan yang berlaku.

22) Modern. Penyelenggaraan pembinaan dan hasil pembinaan mampu


memanfaatkan dan/atau mengoperasikan teknologi terkini.

23) Profesional. SDM TNI dididik, dilatih, dijamin kesejahteraannya dan


dilengkapi agar mampu melaksanakan semua tuntutan tugas dengan baik.

24) Integritas. Pada proses pembinaan, harus dilandasi dengan


konsistensi yang kuat dalam tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-
ukuran, prinsip-prinsip untuk menghasilkan pembinaan yang diharapkan.

25) Realistis. Penyelenggaraan pembinaan dilaksanakan sesuai


dengan kondisi yang sesungguhnya agar dapat diterapkan dengan tepat
guna.

26) Sustainability. Postur TNI dibangun dan dikembangkan dengan


tujuan tercapainya suatu kondisi yang secara terus-menerus siaga untuk
setiap saat siap digunakan dalam tugas-tugas TNI baik OMP maupun OMSP
dan mampu bertahan selama mungkin.

b. Tataran Kewenangan.

1) Menteri Pertahanan:

a) menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan


negara berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan Presiden RI;

b) merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan TNI dan


komponen pertahanan lainnya; dan

c) menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan,


pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan
industri pertahanan yang diperlukan oleh TNI dan komponen
pertahanan lainnya.

2) Panglima TNI:

a) memimpin TNI;

b) melaksanakan kebijakan pertahanan negara;

c) mengembangkan doktrin TNI;

d) menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara


kesiagaan operasional;

e) memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam


hal penetapan kebijakan pertahanan negara;
28

f) memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam


hal penetapan kebijakan pemenuhan kebutuhan TNI dan komponen
pertahanan lainnya;

g) memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam


menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan
sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara; dan

h) melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan


peraturan perundang-undangan.

3) Kepala Staf Angkatan:

a) memimpin Angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan


operasional Angkatan;

b) membantu Panglima TNI dalam menyusun kebijakan tentang


pengembangan postur, doktrin, dan strategi serta operasi militer
dengan matra masing-masing;

c) membantu Panglima TNI dalam penggunaan komponen


pertahanan negara sesuai dengan kebutuhan Angkatan; dan

d) melaksanakan tugas lain sesuai dengan matra masing-masing


yang diberikan oleh Panglima TNI.

c. Pengawasan dan Pengendalian. Kegiatan pengawasan dan


pengendalian terhadap pembinaan di lingkungan TNI dilaksanakan secara terus-
menerus sesuai dengan tingkat kewenangan organisasi yang ada di jajaran TNI,
sehingga dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

1) Pengawasan. Pengawasan dititikberatkan pada upaya pencegahan


untuk menghindari terjadinya penyimpangan baik di tingkat Mabes TNI
maupun di Angkatan, dilaksanakan secara langsung (operatif) dan tidak
langsung (administratif) dengan menggunakan metode yang tepat.

2) Pengendalian. Pengendalian merupakan proses pengarahan yang


dilaksanakan sejalan dengan kegiatan pengawasan sehingga dapat
mewujudkan kegiatan yang lebih teratur, tertib, efektif dan efisien
dalam pelaksanaannya. Penyelenggaraan pengendalian dalam bentuk
administrasi, operasional, dan teknis, serta menggunakan metode, alat dan
sistem pengendalian untuk mendukung kelancaran pengendalian.

27. Ketentuan Lain.

a. Tantangan Tugas. Tantangan tugas akan dihadapi oleh TNI apabila ada
perubahan situasi yang mendadak, tidak dapat diprediksi, dan di luar perkiraan.
Untuk menghadapi tantangan tugas ini perlu upaya-upaya ekstra agar TNI berhasil
melaksanakan tugas.

b. Koordinasi dengan K/L Terkait. Dalam situasi tertentu, berdasarkan UU


atau ketentuan lain yang terkait, TNI dapat dilibatkan dalam kegiatan yang
29

diselenggarakan oleh K/L lainnya. Agar koordinasi berjalan lancar dan optimal,
dapat dibentuk suatu wadah atau forum baik bersifat permanen atau sementara di
berbagai level. Koordinasi dengan K/L yang memerlukan keterlibatan TNI antara
lain untuk membicarakan substansi kegiatan dan prosedur guna mengatasi
permasalahan yang dihadapi.

c. Status Pelibatan TNI dengan K/L.

1) Bawah Komando Operasi (Bakoops) adalah status suatu satuan yang


mempunyai hubungan operasional dengan satuan atasan yang bukan
satuan atasan organiknya. Satuan yang menerima bawah komando
mempunyai wewenang komando operasional terhadap kesatuan yang
berstatus bawah komando.

2) Bawah Kendali Operasi (BKO) adalah status suatu satuan yang telah
mempunyai tugas pokok tertentu, mempunyai hubungan operasional
dengan satuan atasan yang bukan satuan atasan organiknya. Satuan yang
menerima Bawah Kendali mempunyai wewenang kendali operasional
terhadap satuan yang berstatus bawah kendali.

d. Mobilisasi Komponen Cadangan dan Pendukung. Mobilisasi komponen


cadangan dan pendukung ditujukan untuk menambah kekuatan dan kemampuan
komponen utama. Pelaksanaan mobilisasi dikoordinasikan dengan Kementerian
Pertahanan.

e. Penilaian Ancaman dan Gangguan. Penilaian ancaman dan gangguan


dilakukan Institusi TNI bersama dan/atau didukung K/L yang bertanggung jawab,
sedangkan penilaian ancaman dan gangguan dalam situasi di lapangan dilakukan
oleh Panglima/Komandan.

f. Doktrin Tambahan. Dalam hal terdapat perkembangan situasi dan/atau


kebijakan Pimpinan TNI untuk membuat doktrin turunan yang belum terwadahi
dalam Doktrin TNI Tridek ini, maka Doktrin TNI Tridek ini harus diamandemen
terlebih dahulu dengan memasukkan judul doktrin yang akan disusun.

g. Produk Hukum Panglima TNI. Selain doktrin turunan, produk lain yang
dapat dibuat antara lain adalah Peraturan Panglima TNI yang disusun dalam
rangka menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi/sederajat (bersifat delegasi) dan/atau dalam rangka kegiatan-kegiatan lain
yang perlu diatur lebih lanjut oleh TNI (bersifat atribusi). Ketentuan tentang
penyusunan Peraturan Panglima TNI sesuai dengan Peraturan Panglima TNI
tentang Pembentukan Produk Hukum di Lingkungan TNI.

h. Perubahan, Pengembangan, dan Sinergi.

1) Mekanisme Perubahan dan Pengembangan Doktrin TNI Tridek perlu


diatur melalui suatu proses evaluasi dan pengkajian terhadap hal-hal yang
menjadi faktor-faktor yang memengaruhi validitas doktrin itu sendiri agar
tercipta sinergi internal maupun eksternal. Perubahan terhadap Doktrin
TNI Tridek ini dapat dilakukan setiap saat melalui mekanisme ralat,
amandemen, dan revisi agar tercapai kesempurnaan dan kekinian dari isi-
isinya. Mekanisme perubahan doktrin diatur tersendiri dalam doktrin
turunan.
30

2) Doktrin TNI Tridek ini sifatnya mengikat namun tidak dogmatik yang
bermakna bahwa doktrin ini bisa dikembangkan sesuai dengan
perkembangan lingkungan strategis yang terjadi. Dengan demikian, maka
ketentuan-ketentuan, aturan-aturan, prinsip, asas, dan nilai-nilai lainnya
yang ada dalam doktrin ini harus dikembangkan secara terus-menerus
melalui penelitian, analisa, dan pengkajian, serta hasil evaluasi. Di samping
itu juga harus memperhatikan berbagai faktor, baik eksternal maupun
internal yang berpengaruh langsung pada pengembangan doktrin seperti:
perubahan ancaman, kondisi geografi dan demografi, ilmu pengetahuan
dan teknologi, sumber daya, strategi dan budaya militer, kebijakan-
kebijakan pemerintah, konsep-konsep para ahli, perkembangan konsep
strategi, kampanye militer atau operasi militer, serta perkembangan doktrin-
doktrin militer secara universal.

3) Doktrin TNI Tridek harus bisa bersinergi baik dengan Doktrin


Hanneg maupun dengan Doktrin Dwi Bhakti Eka Dharma (Doktrin K/L
lainnya) dalam menghadapi ancaman nonmiliter yang dapat mengancam
baik langsung maupun tidak langsung kepada prajurit dan institusi TNI.

BAB VI
DOKTRIN TURUNAN

28. Umum. Doktrin TNI Tridek adalah Doktrin Induk bagi TNI yang berada pada strata
strategi militer dan merupakan turunan dari atau setingkat di bawah doktrin dasar yaitu
Doktrin Pertahanan Negara (Hanneg). Doktrin TNI Tridek ini menjadi pedoman yang
mengikat bagi doktrin-doktrin turunannya termasuk doktrin angkatan. Pada bab ini akan
dijelaskan stratifikasi doktrin secara singkat dan doktrin turunan langsung dari Doktrin TNI
Tridek ini.

29. Stratifikasi Doktrin. Strata doktrin, baik di lingkungan Mabes TNI maupun
angkatan mempunyai bagan yang kongruen atau sama bentuknya dimulai dari doktrin
induk di tataran paling atas sampai juknis di tataran paling bawah, dengan ketentuan
penempatan masing-masing doktrin pada setiap strata seperti diuraikan di bawah ini.
Secara rinci, Stratifikasi Doktrin di Lingkungan TNI akan diatur tersendiri dalam satu
Petunjuk Referensif (Jukref) yang menjadi turunan langsung dari Doktrin TNI Tridek ini.
Bagan Stratifikasi Doktrin di Lingkungan TNI, dapat dilihat pada Lampiran B.

a. Strata Strategy. Pada strata ini terdapat doktrin induk TNI yaitu Doktrin
TNI Tridek dan doktrin angkatan.

b. Strata Operasional. Pada Strata Operasional terdapat dua level terdiri dari
Level Operasional Satu dan Operasional Dua. Pada Level Operasional Satu,
sebagai turunan langsung dari Doktrin TNI Tridek terdapat Doktrin Opsmil, Doktrin
Fungsi, dan Jukref. Sedangkan pada Level Operasional Dua, sebagai turunan dari
Doktrin Opsmil dan Doktrin Fungsi, terdapat Jukgar dan Jukref.

c. Strata Taktis. Pada Srata Taktis, sebagai turunan dari jukgar terdapat
juknis dan jukref. Dalam pelaksanaannya, juknis suatu kegiatan baik fungsi
maupun operasi akan dikonversikan menjadi protap di setiap satuan yang
menjalankan kegiatan yang sama, atau bila kondisi dan situasinya berbeda.
31

30. Doktrin Turunan. Doktrin TNI Tridek mempunyai beberapa doktrin turunan
langsung, yaitu: Doktrin Operasi Militer (Opsmil), Doktrin Fungsi, dan Jukref, dengan
penjelasan sebagai berikut:

a. Doktrin Operasi Militer. Untuk menjawab langsung ancaman dan


gangguan, maka TNI menyelenggarakan Operasi Militer. Agar pelaksanaannya
berjalan lancar dan hasilnya optimal, maka diperlukan pedoman berupa doktrin-
doktrin sebagai berikut:

1) Doktrin Operasi Militer Perang (OMP). Doktrin OMP berisi hal-hal


terkait OMP meliputi ketentuan-ketentuan bersifat umum dan khusus, asas-
asas, kegiatan-kegiatan OMP yang akan dilaksanakan, dan hal-hal terkait
lainya yang relevan, serta doktrin-doktrin turunannya.

2) Doktrin Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Seperti Doktrin


OMP di atas, Doktrin OMSP juga memuat hal serupa namun untuk OMSP.

b. Doktrin Fungsi. Untuk terlaksana dan berhasilnya semua Operasi Militer


yang disiapkan di atas, maka diperlukan adanya suatu rangkaian kegiatan sehari-
hari berupa perencanaan, penyiapan, dan pembinaan dalam rangka
merealisasikan operasi-operasi militer tersebut, baik yang dipersiapkan maupun
yang bersifat ad hoc atau spontan. Doktrin-doktrin Fungsi di bawah ini menjadi
acuan atau pedoman bagi TNI baik yang langsung berhubungan dengan Operasi
Militer, maupun yang tidak langsung namun terkait dengan internal dari masing-
masing fungsi atau fungsi khusus. Doktrin-doktrin Fungsi dimaksud adalah
sebagai berikut:

1) Fungsi Umum. Doktrin Fungsi Umum (DFU) tersebut meliputi


doktrin-doktrin: Pengawasan dan Pemeriksaan, Keahlian dan Kekhususan,
Perencanaan, Intelijen, Operasi, Personel, Logistik, Teritorial, serta
Komunikasi dan Elektronika.

2) Fungsi Khusus. Doktrin Fungsi Khusus (DFK) ini diperlukan oleh


Balakpus TNI dan Unsur Pelayanan, yaitu DFK terkait: Doktrin, Pendidikan,
Latihan, Hukum, Kepolisian Militer, Penerangan, Kesehatan, Perbekalan,
Pengadaan, Pembinaan Mental, Keuangan, Informasi dan Pengolahan Data,
Pengkajian Strategi, Penelitian dan Pengembangan, Kerjasama
Internasional, Garnisun Tetap, Media Siber, Pelestarian Sejarah, dan DFK
Pelayanan (Denma, Setum, Satkomlek, dan Puskodal).

c. Petunjuk Referensif. Jukref yang menjadi turunan dari Doktrin TNI Tridek
ini adalah petunjuk-petunjuk bersifat referensi yang diperlukan baik dalam konteks
pembinaan maupun penggunaan. Jukref dimaksud antara lain terkait: tata tulis
militer, sasaran kemampuan TNI (Capability Requirement), stratifikasi doktrin,
ketentuan penyusunan aturan pelibatan, ketentuan koordinasi TNI dengan K/L
terkait, serta jukref lainnya sesuai kebutuhan namun terkait erat dengan doktrin
induk ini.
32

BAB VII
PENUTUP

31. Doktrin TNI Tridek harus dipahami dan dihayati oleh seluruh prajurit TNI secara
utuh. Pengamalan Doktrin TNI Tridek dilaksanakan untuk mencapai kelancaran dan
keberhasilan tugas pokok TNI dengan dilandasi keyakinan dan tekad luhur melalui
penekanan sebagai berikut:

a. TNI sebagai organisasi dan sebagai individu senantiasa mawas diri untuk
tidak menyalahi dan menyimpang dari Pancasila, UUD NRI 1945, dan hakikat
perjuangan bangsa Indonesia.

b. Isi dan makna yang terkandung di dalam doktrin ini dipahami, dihayati, dan
dipedomani dalam rangka pencapaian keberhasilan setiap tugas TNI.

c. Senantiasa memperkokoh soliditas TNI dalam keselarasan dan


kebersamaan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak di dalam pelaksanaan tugas
yang didasari pada nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan.

d. Secara terus-menerus doktrin disosialisasikan baik secara konvensional


maupun melalui sistem elektronik.

e. Menerapkan doktrin secara nyata sehingga prajurit dapat sejalan dalam


memahami arah tujuan atau keinginan yang dituju.

f. Proses penyempurnaan doktrin ini dilakukan sesuai mekanisme umpan


balik melalui ralat dan amandemen.

Panglima TNI,

tertanda

Hadi Tjahjanto, S.I.P.


Marsekal TNI

Autentikasi
Kepala Setum TNI,

Ferry Zein
Brigadir Jenderal TNI

Paraf:
Dankodiklat :
Kasetum :
Asintel :
Asops :
Aspers :
Aslog :
Aster :
33

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran A Keputusan Panglima TNI


MARKAS BESAR Nomor Kep/555/VI/2018
_____________________________ Tanggal 6 Juni 2018
________________________________

DAFTAR PENGERTIAN

1. Agresi. Agresi adalah penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain


terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dalam
bentuk atau cara-cara antara lain invasi, bombardemen, blokade sebagian atau seluruh
wilayah suatu negara, serangan bersenjata terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara,
serta keberadaan atau tindakan unsur kekuatan bersenjata asing dalam wilayah suatu
negara, yang bertentangan dengan ketentuan atau perjanjian yang disepakati.

2. Aktor Negara. Aktor negara adalah suatu negara atau perwakilan resmi suatu
negara yang paling dominan memainkan perannya dalam sistem internasional.

3. Aktor Nonnegara. Aktor nonnegara adalah orang atau kelompok yang setiap
tindakannya tidak mewakili atau tidak atas nama suatu negara.

4. Amandemen. Amandemen adalah perubahan berupa amandemen dilakukan bila


ada perubahan yang bersifat esensi terhadap sebagian isi suatu petunjuk namun tidak
lebih dari 50% isi keseluruhan.

5. Ancaman. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

6. Ancaman Bencana. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa


yang bisa menimbulkan bencana.

7. Ancaman Bersenjata. Ancaman bersenjata adalah ancaman yang datangnya


dari gerakan kekuatan bersenjata.

8. Ancaman Hibrida. Ancaman Hibrida adalah ancaman yang bersifat campuran


dan merupakan paduan antara ancaman militer dan nonmiliter. Ancaman hibrida antara
lain mengombinasikan antara ancaman konvensional, asimetrik, teroris, dan perang siber
serta kriminal yang beragam dan dinamis. Selain berbagai kombinasi ancaman tersebut,
ancaman hibrida dapat juga berupa keterpaduan serangan antara penggunaan senjata
kimia, biologi, radiologi, nuklir dan bahan peledak (Chemical, Biological, Radiological,
Nuclear and Explosive /CBRNE) dan perang informasi.

9. Ancaman Militer. Ancaman militer adalah ancaman yang dilakukan oleh militer
suatu negara kepada negara lain.

10. Aplikatif. Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata aplikatif
adalah mengenai (berkenaan dengan) penerapan. Dalam Petunjuk Penyelenggaraan
Penyusunan dan Penerbitan Petunjuk (Jukgarsunbitjuk) TNI ini kata aplikatif bermakna
bahwa petunjuk penyelenggaraan dan petunjuk teknis merupakan petunjuk aplikatif
karena di dalamnya berisikan tentang penerapan/implementasi dari tahap-tahap kegiatan.
34

11. Arah Pembangunan Kekuatan TNI. Arah pembangunan kekuatan TNI adalah
pembangunan kekuatan yang dilaksanakan secara terencana, terarah dan berkelanjutan
dengan mengikuti perkembangan kemajuan teknologi modern dan terkini dengan
mengacu pada pembangunan kekuatan pertahanan. Pembangunan kekuatan
pertahanan tidak ditujukan sebagai bentuk perlombaan senjata, melainkan upaya
pencapaian standar profesionalisme angkatan bersenjata, dengan mendasarkan pada
visi, misi, nawacita, dan kebijakan Poros Maritim Dunia (PMD).

12. Aturan Pelibatan/Rules of Engagement (RoE). Aturan Pelibatan adalah


petunjuk/arahan/ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas militer yang kompeten, yang
menggambarkan keadaan dan keterbatasan dimana militer akan berinisiatif dan/atau
melanjutkan keterlibatannya dalam suatu kesempatan pertempuran dengan pasukan lain
yang mungkin dihadapi.

13. Bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.

14. Bencana Alam. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

15. Bencana Nonalam. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

16. Bencana Sosial. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

17. Diplomasi Angkatan Laut (Naval Diplomacy). Diplomasi Angkatan Laut (naval
diplomacy) adalah fungsi diplomasi sesuai dengan kebijakan politik luar negeri yang
melekat pada peran Angkatan Laut secara universal sesuai dengan kebiasaan
internasional, serta sudah menjadi sifat dasar dari setiap kapal perang suatu negara yang
berada di negara lain memiliki kekebalan diplomatik dan kedaulatan penuh.

18. Diplomasi Militer. Diplomasi Militer adalah tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh militer untuk mendukung kebijakan politik luar negeri yang bertujuan untuk
memengaruhi kepemimpinan negara lain, baik dalam keadaan damai maupun pada
situasi bermusuhan. Bentuk Diplomasi Militer antara lain: unjuk kekuatan militer, latihan
bersama, pendidikan, pertemuan militer, kunjungan, kerja sama militer.

19. Doktrin Angkatan. Doktrin Angkatan adalah doktrin di lingkup Angkatan yang
meliputi: Doktrin TNI AD, Doktrin TNI AL, dan Doktrin TNI AU.

20. Doktrin Dasar. Doktrin Dasar adalah doktrin yang menjadi dasar bagi semua
doktrin yang berhubungan dengan pertahanan negara. Doktrin Pertahanan Negara
berada dalam strata doktrin dasar.

21. Doktrin Fungsi. Doktrin Fungsi adalah doktrin yang menjadi pedoman dalam
pelaksanaan semua fungsi manajemen TNI.
35

22. Doktrin Induk. Doktrin Induk adalah doktrin yang menjadi dasar bagi semua
doktrin yang berhubungan dengan pertahanan militer. Doktrin TNI Tridek merupakan
doktrin induk bagi TNI.

23. Doktrin Operasi Militer. Doktrin Operasi Militer adalah doktrin yang menjadi
pedoman dalam pelaksanaan operasi militer.

24. Doktrin TNI. Doktrin TNI adalah segala sesuatu yang menjadi pedoman bagi TNI
dalam melaksanakan tugas pokoknya.

25. Hambatan. Hambatan adalah usaha yang ada dan berasal dari dalam diri sendiri
yang memiliki sifat atau memiliki tujuan untuk melemahkan dan menghalangi secara tidak
konsepsional.

26. Instalasi Penting (Critical Infrastructure). Instalasi penting adalah fasilitas,


sistem, jaringan, teknologi baik fisik maupun virtual yang terkait dengan pelayanan umum
baik keamanan, kesehatan, transportasi, energi, air minum, komunikasi dan
perekonomian. Gangguan terhadap instalasi penting akan melemahkan keamanan,
ekonomi nasional, kesehatan masyarakat atau keamanan, atau kombinasinya. Dalam
konteks militer merupakan instalasi-instalasi yang memengaruhi keunggulan militer.

27. Kampanye Militer. Kampanye Militer adalah serangkaian dari beberapa operasi
gabungan yang dilaksanakan secara berurutan atau serentak, untuk mencapai sasaran
strategis pada suatu ruang dan waktu yang telah ditentukan, sebagai strategi operasional
Pangkogab.

28. Keadaan Memaksa. Keadaan memaksa adalah situasi dan keadaan yang kalau
dibiarkan akan mengakibatkan kekacauan keamanan dan kerugian negara yang lebih
besar sehingga perlu segera mengambil tindakan untuk mencegah dan mengatasi
ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata guna menyelamatkan kepentingan
nasional.

29. Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri). Kamdagri adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.

30. Kebijakan dan Keputusan Politik Negara. Kebijakan dan keputusan politik
negara merupakan kebijakan dan keputusan politik yang dilakukan oleh pemerintah
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan dirumuskan melalui
mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR RI, seperti rapat konsultasi dan
rapat kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan tugas
DPR RI di bidang legislasi, pengawasan, maupun anggaran. Produk hasil rapat
konsultasi dan rapat kerja antara lain berupa kesepakatan atau hal-hal yang perlu
ditindaklanjuti oleh pemerintah agar tidak menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan
dan/atau perlu adanya program kegiatan lain yang belum ditentukan dalam program dan
anggaran APBN dan lain sebagainya.

31. Keluarga VVIP. Yang dimaksud keluarga dalam VVIP adalah istri atau suami dari
Presiden RI dan Wakil Presiden RI, anak dan menantu Presiden RI dan Wakil Presiden
RI, keluarga tamu negara yang mendampingi kepala negara/kepala pemerintahan dalam
36

rangka kunjungan kenegaraan atau kunjungan kerja/resmi, serta istri atau suami mantan
Presiden RI dan mantan Wakil Presiden RI.

32. Kepentingan Nasional. Kepentingan nasional adalah tetap tegaknya negara


Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan
guna mewujudkan tujuan pembangunan dan tujuan nasional.

33. Kesiagaan Operasional. Kesiagaan operasional adalah kondisi kemampuan


satuan yang telah siap siaga setiap saat untuk dilibatkan dalam operasi gabungan (antar
Angkatan) dan telah dipersiapkan dengan dukungan pelayanan logistik dan unsur
angkutan dari basis ke daerah operasi secara terpadu antar Angkatan.

34. Kesiapan Operasional. Kesiapan operasional adalah kondisi kemampuan satuan


yang sudah siap dioperasikan dengan menggunakan daya tempur secara terpadu dan
efektif (terpadu antarcabang) dan telah dilengkapi dengan bekal satuan secara terbatas
untuk penugasan dalam Iingkungan yang terbatas.

35. Komando Utama Operasi. Komando Utama Operasi adalah kekuatan TNI yang
terpusat yang berada di bawah komando Panglima TNI.

36. Komando Utama Pembinaan. Komando Utama Pembinaan adalah kekuatan TNI
yang memiliki fungsi pembinaan kekuatan matra yang berada di bawah Komando Kepala
Staf Angkatan.

37. Landasan, Dasar, dan Referensi.

a. Landasan adalah suatu pijakan yang bersifat fundamental sebagai penguat


dalam pemikiran atau ide.

b. Dasar adalah norma atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan


yang menjadi dasar bagi setiap penyelenggaraan atau tindakan oleh TNI dalam
melaksanakan tugasnya.

c. Referensi adalah sumber rujukan atau acuan yang dapat digunakan dalam
penyusunan doktrin.

38. Latihan Bersama. Latihan Bersama adalah latihan antar Angkatan dengan
negara/beberapa negara lain.

39. Latihan Gabungan Bersama/Multilateral. Latihan Gabungan Bersama/


Multilateral adalah latihan pengerahan kekuatan dan kemampuan TNI dengan melibatkan
satuan-satuan TNI secara gabungan bersama-sama dengan angkatan bersenjata negara
lain, baik secara bilateral (Bilateral Joint Combine Operations) maupun multilateral
(Multilateral Joint Combine Operations) untuk OMSP tertentu.

40. Lawan. Lawan adalah sebutan bagi pihak-pihak bukan negara yang mengancam
NKRI.

41. Melindungi Segenap Bangsa dan Seluruh Tumpah Darah. Melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah adalah melindungi jiwa, kemerdekaan dan harta benda
setiap warga negara.
37

42. Membantu Tugas Pemerintahan di Daerah. Membantu tugas pemerintahan di


daerah adalah membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam kondisi dan situasi yang
memerlukan sarana, alat dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang
sedang dihadapi, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam, merehabilitasi
infrastruktur, serta mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal.

43. Memberdayakan Wilayah Pertahanan. Memberdayakan wilayah pertahanan


adalah membantu pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan
yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan beserta kekuatan
pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer untuk perang, yang pelaksanaannya
didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan sistem pertahanan
semesta; membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran secara
wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan; membantu
pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

44. Menegakkan Hukum dan Menjaga Keamanan Laut. Menegakkan hukum dan
menjaga keamanan laut adalah segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan
penegakan hukum di laut sesuai dengan kewenangan TNI AL (constabulary function)
yang berlaku secara universal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku untuk mengatasi ancaman tindakan kekerasan, ancaman navigasi, serta
pelanggaran hukum di wilayah laut yurisdiksi nasional. Menegakkan hukum yang
dilaksanakan oleh TNI AL di laut, terbatas dalam lingkup pengejaran, penangkapan,
penyelidikan dan penyidikan perkara yang selanjutnya diserahkan kepada Kejaksaan, TNI
AL tidak menyelenggarakan pengadilan.

45. Menegakkan Hukum dan Menjaga Keamanan Udara. Menegakkan hukum dan
menjaga keamanan udara adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk menjamin
terciptanya kondisi wilayah udara yang aman serta bebas dari ancaman kekerasan,
ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum di wilayah udara yurisdiksi nasional.

46. Menegakkan Kedaulatan Negara. Menegakkan kedaulatan negara adalah


mempertahankan kekuasaan negara untuk melaksanakan pemerintahan sendiri yang
bebas dari ancaman.

47. Menjaga Keamanan Wilayah Perbatasan Darat. Menjaga keamanan wilayah


perbatasan darat adalah segala upaya, pekerjaan, dan kegiatan untuk menjamin tegaknya
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa di wilayah perbatasan
dengan negara lain dari segala bentuk ancaman dan pelanggaran.

48. Menjaga Keutuhan Wilayah. Menjaga keutuhan wilayah adalah


mempertahankan kesatuan wilayah kekuasaan negara dengan segala isinya, di darat, laut
dan udara yang batas-batasnya ditetapkan dengan undang-undang.

49. Militer. Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

50. Musuh. Musuh adalah sebutan bagi negara lain yang mengancam NKRI.

51. Naskah Doktrin. Naskah Doktrin (ND) adalah naskah yang berisi doktrin sebagai
pedoman bagi TNI dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan maksud isinya, ND dibagi
menjadi dua yaitu aplikatif dan referensif, sedangkan terkait turunannya, terdiri dari ND
yang mempunyai turunan dan ND yang tidak memiliki turunan.
38

52. Naskah Doktrin Aplikatif (NDA). NDA adalah naskah doktrin yang bersifat
aplikasi dimana berisi tata cara menjalankan suatu kegiatan, baik opsmil maupun fungsi.
Format dan isi NDA ini menjelaskan “Siapa, Apa yang dikerjakan, Di mana, Bilamana, dan
Bagaimana” (SiADiBiBa) dari suatu kegiatan, dengan tujuan agar penyelenggaraan suatu
kegiatan berjalan lancar. NDA pada level operasional termasuk ND yang mempunyai
turunan sampai NDA di level taktis.

53. Naskah Doktrin Referensif (NDR). NDR adalah naskah doktrin yang bersifat
referensi (petunjuk referensi) dimana pada umumnya tidak memiliki turunan, berisi:
ketentuan, kriteria, dan hal-hal lainnya yang relevan, dengan tujuan agar
penyelenggaraan suatu kegiatan berhasil optimal.

54. Objek Vital Nasional/Objek Vital Nasional yang Bersifat Strategis. Objek vital
nasional adalah objek yang bersifat strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
harkat dan martabat bangsa, serta kepentingan nasional yang ditentukan oleh keputusan
pemerintah. Objek vital nasional yang bersifat strategis antara lain Istana
Presiden/Wapres, kediaman Presiden/Wapres, bandar udara internasional, pelabuhan
internasional, eksplorasi/eksploitasi sumber daya alam, instalasi nuklir, industri biologi dan
kimia skala besar, industri pertahanan, industri dan badan keantariksaan dan perusahaan
umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI).

55. Operasi. Operasi adalah suatu rangkaian kegiatan untuk tujuan tertentu yang
memiliki komando, pengendalian, dan staf.

56. Operasi Bantuan di Luar TNI. Operasi Bantuan di Luar TNI adalah operasi yang
dilaksanakan untuk memberikan bantuan kepada unsur militer lainnya di luar Komando
Operasi untuk membantu keberhasilan operasi-operasi yang dilaksanakan.

57. Operasi Dukungan. Operasi Dukungan adalah operasi yang dilaksanakan baik
secara mandiri maupun gabungan, diarahkan untuk mendukung keberhasilan operasi
yang dilaksanakan dalam Kampanye Militer, sehingga diperoleh peningkatan daya guna
dan hasil guna operasi yang dilaksanakan. Panglima/Komandan yang
menyelenggarakan Operasi Dukungan harus benar-benar memahami tujuan dari Operasi
Dukungan yang dilaksanakan, serta meyakini bahwa Operasi Dukungan akan dapat
mendukung pencapaian tugas pokok Kampanye Militer.

58. Operasi Gabungan Utama. Operasi Gabungan Utama adalah operasi gabungan
dalam rangka tugas tempur, merupakan bagian dari kampanye militer maupun berdiri
sendiri, bukan bagian dari kampanye militer dengan tujuan untuk memadukan kekuatan
dan kemampuan angkatan yang dilibatkan. Jenis Operasi Gabungan Utama: Operasi
Udara Gabungan; Operasi Laut Gabungan; Operasi Lintas Udara; Operasi Amfibi;
Operasi Pendaratan Administrasi; Operasi Darat Gabungan; dan Operasi Pertahanan
Pantai.

59. Operasi Khusus TNI adalah Operasi Militer yang dilakukan oleh satuan tugas
yang dibentuk secara khusus (matra tunggal maupun gabungan/Koopssus TNI) bertujuan
untuk merebut, menguasai, menghancurkan dan membebaskan serta menyelamatkan
sasaran yang bernilai strategis terpilih baik di daerah musuh/lawan maupun di wilayah
sendiri yang dikuasai musuh/lawan, diselenggarakan oleh komando tugas berdiri sendiri
atau komando tugas yang merupakan rangkaian operasi lainnya dalam rangka
mendukung tugas pokok TNI.
39

60. Operasi Militer. Operasi Militer adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh instansi militer. Operasi Militer dapat berdiri sendiri dan dapat merupakan bagian
dari operasi berskala lebih besar. Operasi Militer dapat dilakukan oleh Kogab atau
Kogasgab atau Satgas.

61. Operasi Militer Perang (OMP). Operasi Militer Perang adalah segala bentuk
pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI untuk melawan kekuatan militer negara lain
yang melakukan agresi terhadap Indonesia dan/atau dalam konflik bersenjata dengan
satu negara lain atau Iebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk
pada hukum perang internasional.

62. Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Operasi Militer Selain Perang adalah
pengerahan kekuatan TNI untuk melaksanakan operasi militer yang bukan dalam rangka
perang dengan negara lain, tetapi untuk melaksanakan tugas-tugas nontempur, seperti
tugas-tugas kemanusiaan, menanggulangi akibat bencana dan untuk kepentingan
nasional lainnya, mengatasi pemberontakan bersenjata, gerakan separatis, tugas
mengatasi kejahatan lintas negara dan tugas perdamaian.

63. Operasi Perlawanan Wilayah. Operasi Perlawanan Wilayah adalah Operasi


yang diselenggarakan oleh satuan TNI dalam rangka mewujudkan kekuatan pertahanan
aspek darat, laut dan udara yang menyangkut wilayah pertahanan maupun kekuatan
pendukung yang memiliki ketahanan dalam semua aspek kehidupan dan memiliki
kemampuan, keterampilan serta upaya bela negara, untuk menangkal setiap ancaman
dan gangguan yang membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI yang
dilaksanakan sesuai kewenangan dan peraturan perundang-undangan.

64. Operasi Teritorial. Operasi Teritorial adalah segala upaya, pekerjaan dan
kegiatan untuk menciptakan kondisi wilayah dengan mendayagunakan sumber daya
nasional serta sarana prasarana baik yang telah disiapkan maupun yang belum disiapkan
dalam ruang dan waktu, agar secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan
perlawanan terhadap setiap bentuk ancaman yang mengganggu kedaulatan NKRI.

65. Pelanggaran Wilayah. Pelanggaran wilayah adalah suatu tindakan memasuki


wilayah negara lain tanpa izin (diplomatic clearance dan security clearence), baik oleh
kendaraan, pesawat terbang tempur maupun kapal-kapal perang.

66. Pembinaan. Pembinaan adalah suatu proses berlanjut dengan tujuan tercapainya
suatu kondisi yang siap untuk melaksanakan tugas fungsi dan siaga untuk digunakan
dalam tugas OMP dan OMSP. Objek dari proses ini adalah kemampuan personal,
materiel, dan sistem di mana dalam pelaksanaanya saling berkaitan.

67. Pemulih. Pemulih adalah kekuatan TNI yang mempunyai kemampuan untuk
memulihkan atau mengembalikan kondisi keamanan negara yang kacau atau hancur
akibat perang, pemberontakan, konflik komunal, huru-hara, terorisme, atau bencana alam.
Dalam konteks nasional TNI melaksanakan pemulihan bersama-sama dengan elemen
bangsa lainnya membantu fungsi pemerintah. Dalam konteks internasional, TNI turut
berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia melalui upaya penciptaan dan
pemeliharaan perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.

68. Penggunaan. Terminologi “Penggunaan” pada naskah doktrin ini adalah suatu
istilah yang secara khusus digunakan dalam konteks OMP dan OMSP yang merupakan
suatu proses pemanfaatan sumber daya yang dimiliki TNI baik SDM maupun Alutsista
dan sarana pendukungnya.
40

69. Penangkal. Penangkal adalah kekuatan TNI yang mempunyai aspek psikologis
untuk diperhitungkan oleh musuh atau lawan sehingga mereka mengurungkan niatnya
untuk melakukan tindakan yang akan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa.

70. Penindak. Penindak adalah kekuatan TNI yang mempunyai kemampuan untuk
menindak atau menghancurkan kekuatan musuh atau lawan yang mengancam
kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

71. Penyiagaan postur TNI. Suatu upaya dan kegiatan pembinaan postur TNI yang
dilakukan oleh Mabes TNI dalam rangka kesiagaan operasional.

72. Penyiapan postur TNI. Suatu upaya dan kegiatan pembinaan postur TNI yang
dilakukan oleh Angkatan dalam rangka kesiapan operasional.

73. Pertahanan Negara. Pertahanan negara adalah segala usaha untuk


menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan memperhatikan
kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

74. Pertahanan Berlapis. Pertahanan Berlapis (defence in-depth) meliputi tiga


mandala yaitu:

a. di luar wilayah Indonesia sesuai dengan kemampuan terjauh proyeksi


kekuatan militer (mandala luar);

b. dalam wilayah yurisdiksi Indonesia sampai dengan batas kemampuan


terjauh alutsista pertahanan pantai Indonesia (mandala utama); dan

c. pantai Indonesia sampai dengan wilayah daratan (mandala dalam).

75. Petunjuk Penyelenggaraan (Jukgar). Jukgar adalah jabaran lebih lanjut dari
Petunjuk Induk yang menjelaskan Si-A-Di-Bi-Ba sebagai pedoman bagi penyelenggara,
pelaksana, dan pelaku serta pendukung dalam menjalankan suatu kegiatan baik
operasional maupun fungsional di bidang masing-masing.

76. Petunjuk Teknis (Juknis). Juknis TNI adalah jabaran lebih lanjut dari Petunjuk
Penyelenggaraan TNI yang memuat penjelasan tentang tata cara teknis dan/atau
pelaksanaan suatu kegiatan atau pekerjaan secara terinci termasuk juga penggunaan,
pemeliharaan dan/atau perbaikan peranti keras atau materiil dalam rangka pembinaan di
lingkungan TNI.

77. Postur TNI. Postur TNI adalah wujud penampilan TNI yang tercermin dari
keterpaduan kekuatan, gelar kekuatan, dan kemampuan.

78. Proxy War. Proxy War adalah perang di suatu negara yang terjadi akibat hasutan
dari kekuatan suatu negara lainnya dengan memanfaatkan aktor nonnegara atau pihak
ketiga atas nama mereka untuk melawan negara dimaksud.

79. Ralat. Ralat adalah perubahan berupa ralat yang dilakukan bila terjadi kesalahan
ringan terkait tata tulis seperti: kesalahan ketik, perubahan makna kata dalam tata bahasa
41

umum, dalam rangka konsistensi penulisan, atau ada perubahan dokumen yang menjadi
dasar. Secara umum, ralat tidak mengubah esensi materi dari petunjuk dimaksud.

80. Rencana Kampanye. Rencana Kampanye adalah:

a. Serangkaian rencana operasi-operasi yang bertujuan untuk mencapai


sasaran strategi dan operasional dalam suatu ruang dan waktu yang ditentukan.

b. Rangkaian rencana operasi militer yang bertujuan untuk menanggulangi


setiap ancaman nyata baik yang didasarkan kepada rencana kontinjensi yang
dirumuskan melalui perencanaan strategi maupun untuk menghadapi ancaman
yang bersifat mendadak yang tidak direncanakan sebelumnya.

81. Rencana Operasi. Rencana Operasi adalah konsep operasi yang berisi
perencanaan yang detail dan lengkap, dituangkan dalam konsep yang masih memerlukan
pengembangan dan perubahan untuk diimplementasikan sesuai dengan perkembangan
situasi.

82. Revisi. Revisi adalah perubahan yang dilakukan dengan ketentuan:

a. bila sudah berlaku lebih dari dua tahun dan terdapat beberapa ralat dan
amandemen; dan

b. bila ada perubahan yang bersifat esensi terhadap sebagian besar atau lebih
dari 50% isi keseluruhan suatu petunjuk.

83. Revolusi Industri 4.0. Revolusi industri 4.0. adalah suatu kondisi dunia yang
ditandai dengan munculnya berbagai teknologi baru yang digunakan dalam industri yang
antara lain menghasilkan: kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), Robotic, Cyber,
Internet of things, Virtual Reality, teknologi pencetakan/printing tiga dimensi, teknologi
neuro, dan Teknologi Nano/Micro Nano.

84. Senjata Konvensional. Senjata Konvensional adalah persenjataan yang secara


umum digunakan negara-negara yang berkonflik dan bukan senjata pemusnah massal
(NCB). Secara umum senjata ini dibagi dalam tiga golongan besar berupa Major
Conventional arms, small arms dan light weapons.

85. Tantangan. Tantangan adalah suatu hal atau bentuk usaha yang memiliki tujuan
untuk menggugah kemampuan.

86. Tantangan Tugas. Tantangan Tugas adalah hal-hal yang menantang TNI dalam
melaksanakan tugas di mana sebelum menjalankan tugas tersebut harus terlebih dahulu
mempertimbangkan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas diri.

Autentikasi Panglima TNI,


Kepala Setum TNI,
tertanda

Ferry Zein Hadi Tjahjanto, S.I.P.


Brigadir Jenderal TNI Marsekal TNI
42

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran B Keputusan Panglima TNI


MARKAS BESAR Nomor Kep/555/VI/2018
_____________________________ Tanggal 6 Juni 2108
_____________________________

BAGAN STRATIFIKASI DOKTRIN DI LINGKUNGAN TNI

S
T
DOKTRIN
R
TRIDEK
A
T DOKTRIN
E ANGKATAN
G
I
S

DOKTRIN JUKREF DOKTRIN JUKREF


O DOKTRIN
JUKOPS
OPSMIL JUKOPS
FUNGSI JUKOPS
OPS/FUNGSI
JUKOPS
P
E
R
A JUKREF JUKREF
S
I
JUKREF
O JUKGAR JUKGAR JUKGAR
JUKOPS
JUKOPS JUKOPS
JUKOPS JUKOPS
JUKOPS
N
A
L

T JUKREF JUKREF JUKREF


A
K JUKNIS JUKNIS JUKNIS
JUKOPS PROTAP JUKOPS JUKOPS PROTAP
T JUKOPS JUKOPS JUKOPS
I
S

Autentikasi Panglima TNI,


Kepala Setum TNI,
tertanda

Ferry Zein Hadi Tjahjanto, S.I.P.


Brigadir Jenderal TNI Marsekal TNI

Anda mungkin juga menyukai