Anda di halaman 1dari 28

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PRAJURIT TNI TERHADAP TINDAK

PIDANA ISTRI DAN ANGGOTA KELUARGA

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

KUMARA PUSPITA YEKTI

NBI : 1311700023

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................iii
1. Latar Belakang Masalah......................................................................................................1
2. Rumusan Masalah................................................................................................................5
3. Tujuan Penelitian.................................................................................................................5
4. Manfaat Penelitian...............................................................................................................5
5. Tinjauan Pustaka..................................................................................................................6
5.1.Hukum Disiplin Militer.................................................................................................6
5.2.Pelanggaran Disiplin Militer.......................................................................................10
5.3.Pertanggungjawaban Pidana Militer............................................................................12
5.4.Pertanggungjawaban Pidana Istri Prajurit Militer.......................................................15
5.5.Penyertaan Tindak Pidana...........................................................................................17
6. Metode Penelitian..............................................................................................................19
6.1.Jenis Penelitian............................................................................................................19
6.2.Metode Pendekatan......................................................................................................19
6.3.Sumber dan Jenis Bahan Hukum.................................................................................20
6.4.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum...........................................................................21
6.5.Teknik Analisis Bahan Hukum....................................................................................21
Daftar Bacaan Sementara..........................................................................................................23

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PRAJURIT TNI TERHADAP TINDAK


PIDANA ISTRI DAN ANGGOTA KELUARGA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi


Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar
Sarjana Hukum

Oleh:

KUMARA PUSPITA YEKTI


NBI : 1311700023

Dosen Pembimbing:

Kristoforus Laga Kleden, S.H., M.H.


NPP : 20310900210

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2020

iii
1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan pada era globalisasi yang semakin cepat perubahannya menyebabkan


permasalahan di masyarakat semakin meningkat. Meningkatnya permasalahan ini
semakin menuntut berkembangnya peraturan hukum disesuaikan dengan kehidupan
masyarakat saat ini. Dalam menjalani kehidupannya, masyarakat tidak lepas dari
peraturan-peraturan yang berlaku dan mengikat dalam masyarakat guna mengatur tingkah
laku manusia. Agar peraturan hukum terlaksana dengan baik, dibutuhkannya peranan
negara dalam melindungi segenap bangsa untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut berperan aktif dalam melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan.

Di Indonesia, negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam
mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, tertib, dan tenteram diperlukan
upaya untuk menegakkan keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum yang mampu
memberikan pengayoman kepada masyarakat dan peran aktif masyarakat. 1 Maka, dengan
ini dibentuklah Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disebut TNI). TNI sebagai
bagian dari warga negara Indonesia dan memiliki kedudukan yang sama dihadapan
hukum dan wajib menjunjung tinggi tanpa pengecualian. TNI sendiri termasuk dalam
struktural sosial yang dipersiapkan secara khusus guna menjaga keamanan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.2

Hubungan antara TNI dengan masyarakat dalam menjalani kehidupan bermasyarakat


sehari-hari melekat pada aturan hukum. TNI dibatasi oleh Undang-Undang dan peraturan
khusus bagi militer, sehingga semua perbuatan yang dijalankan harus tunduk pada
Undang-Undang dan peraturan militer yang berlaku. Selain tunduk pada peraturan
militer, militer juga tunduk pada aturan-aturan hukum yang berlaku untuk masyarakat
pada umumnya. Tetapi, pada kenyataannya hukum militer belum sepenuhnya
mendapatkan perhatian khusus dari kalangan masyarakat, hal ini sepertinya karena
dipengaruhi oleh keberadaan hukuman biasa yang diterapkan warga sipil daripada
diterapkannya hukuman militer yang dirasa kurang, dimana pembahasan mengenai
hukum militer tidak begitu secara terbuka dibicarakan dalam kehidupan masyarakat
1
Muchsin, Ikhtisar Hukum Indonesia, Jakarta, Badan Penerbit Iblam, 2005, h. 11.
2
Amiroeddin Sjarif, Hukum Disiplin Militer Indonesia, Cetakan I, Jakarta, Rineka Cipta, 1996, h. 1.

1
Indonesia. Alasan tersebut dipengaruhi pemahaman masyarakat yang beranggapan
hukum militer hanya diterapkan di kalangan militer saja.

Militer merupakan organisasi yang dibentuk dan diberi wewenang khusus oleh
negara untuk menggunakan kekuatannya yang mematikan untuk membela dan
mempertahakan negaranya dari peristiwa yang dirasa adalah sebuah ancaman. Jadi
dididik, dibina, dan disiapkan untuk bertempur di medan perang, maka diadakan norma-
norma atau kaidah-kaidah yang khusus dan mereka harus patuh tanpa syarat pada tata
kelakuan yang ditetapkan dengan pasti dan pelaksanaanya diawasi secara saksama. 3
Sedangkan Tentara Nasional Indoneisa (TNI) merupakan salah satu alat pertahanan yang
dimiliki oleh negara Indonesia untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi
militer untuk perang dan selain perang, serta aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian
regional dan internasional. Penjelasan mengenai TNI ini diatur dalam Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Tanggung jawab dalam mempertahankan suatu wilayah dibebankan pada TNI,


dimana setiap TNI wajib berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
khusus, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), Undang-
Undang Hukum Disiplin Militer, Peraturan Disiplin Prajurit, dan peraturan-peraturan
lainnya yang berkaitan dalam lingkungan militer. TNI terdiri dari Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD), Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-
AL), Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU).4 Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya tentu saja ada kemungkinan penyimpangan yang dilakukan oleh TNI,
salah satunya pelanggaran hukum disiplin militer.

Ketentuan disiplin bagi TNI diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014
tentang Hukum Disiplin Militer, aturan ini menjadi dasar TNI dalam kehidupan sehari-
hari berperilaku disiplin sebagai wujud menjalankan kewajiban dinasnya. Pelanggaran
sekecil apapun bagi TNI tetaplah pelanggaran, karena tingkat disiplin militer sangatlah
tinggi guna mengurangi terjadinya pelanggaran. TNI yang tangguh, solid, dan didukung

3
Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Militer Di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2002, h. 74.
4
Muhammad Hykna Kurniawan Lubis, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Militer (Studi
Tindak Pidana Militer Di Kosek Hanudnas III Medan, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Vol. 1 No. 3, 2013, h.
19.

2
oleh disiplin yang tinggi akan menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).

Profesionalitas TNI dalam pembinaan hukum militer diantaranya ditunjukkan


dengan adanya kehendak dan kepatuhan untuk mentaati seluruh ketentuan hukum yang
berlaku, baik yang berlaku secara khusus di lingkungan internal TNI maupun ketentuan
hukum yang berlaku pada umumnya. Dalam memelihara disiplin internal yang baik
personel dan satuan, dalam lingkungan militer dikenal adanya seorang Atasan yang
Berhak Menghukum (selanjutnya disebut Ankum) memiliki kewenangan hukum
berdasarkan undang-undang untuk memelihara tegaknya hukum disiplin militer. 5
Berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit dijelaskan bahwa TNI wajib patuh dan
taat terhadap atasannya, karena dalam militer, patuh dan taat bawahaan terhadap
atasannya merupakan suatu keharusan yang didasarkan pada kedisiplinan. Mengenai
segala bentuk pelanggaran terhadap peraturan disiplin dapat dijatuhi hukuman disiplin.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, TNI tidak terlepas dengan masyarakat,


seperti fenomena tindak pidana yang dilakukan oleh istri dan anggota keluarga prajurit
TNI bukan sesuatu yang baru dalam pembicaraan masyarakat luas. Pada tahun 2013
Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni, Lampung Selatan
menggagalkan rencana aksi perampok antarpulau yang terbongkar saat pemeriksaan rutin
Seaport Interdiction (SI) Pelabuhan Bakauheni. KSKP Bakauheni langsung
mengamankan Hari Pambigio, Astri Purnawirawan, dan Tri Susilowati kedapatan
membawa senjata api yang merupakan pesanan Medi untuk melakukan perampokan di
Kota Gudeg. Sebagaimana dikutip dari JPNN.com, setelah diperiksa lebih lanjut, Tri
Susilowati mengaku sebagai istri anggota TNI yang bertugas di Pusinfo Mabes TNI
dengan pangkat Sersan Mayor. Tugas Tri Susilowati adalah penyumbang dana sebagai
modal untuk melakukan perampokan.6

Kasus tindak pidana yang dilakukan MZA, umur 14 tahun, kasus ini terjadi pada
tahun 2014. MZA yang merupakan anak seorang TNI di Kota Malang, ditangkap polisi
setelah diketahui mencuri perhiasan emas, uang, modem, handphone di perumahan
kompleks TNI-AU, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebagaimana

5
Allan Hermit Prasetyo, Kewenangan ANKUM Terhadap Warga Negara Yang Dimobilisasi Dalam
Hukum Disiplin Militer, Udayana Master Law Journal, Bali, Vol. 5 No. 3, 2016, h. 560.
6
"Istri Sersan Mayor TNI Terlibat Sebagai Donatur Perampokan", JPNN.com, 04 Oktober 2020.

3
dikutip dari Kompas, MZA telah mencuri sebanyak 14 kali saat libur sekolah, sebanyak 7
kali dilakukan sendiri, sebanyak 6 kali dilakukan bersama temannya berinisial FH, dan
sebanyak 1 kali bersama temannya yang masih berstatus DPO. Barang curianmya
kemudian dijual dan uangnya dipakai untuk bermain game di warnet.7

Selain itu, pada tahun 2017 lalu kasus yang terjadi di Medan. Seorang wanita
berinisial LN, istri seorang perwira TNI-AD berinisial AB ditangkap petugas Badan
Narkotika Nasional Provinsi Jambi (BNNP Jambi) bersama adik sepupunya yang
berinisial DL di Batam. Sebagaimana dikutip dari Waspada Online, bahwa LN dan DL
kedapatan sedang mengedarkan narkoba.8

Baru-baru terjadi pada tahun 2019 yang menjadi perhatian masyarakat luas, berawal
dari kasus insiden penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten.
Menko Polhukam Wiranto terkena senjata tajam oleh seseorang yang sengaja
mengakibatkan Menko Polhukam Wiranto mengalami luka tusuk tubuh dibagian depan.
Sebagaimana dikutip dari Kompas, dua personel TNI-AD di Kendari, yakni Kolonel HS
dan Sersan Z, serta Peltu YNS TNI-AU di Surabaya, dijatuhkan hukuman disiplin militer
akibat istri dari 3 prajurit TNI menyebarkan opini negatif, fitnah, dan konten tidak sopan
di media sosial terkait penusukan Menko Polhukam Wiranto.9

Kasus yang hampir sama, terjadi pada tahun 2020, kasus ini menjadi berita utama
Redaksi, bernisial SD adalah istri dari Sersan Mayor T, melakukan penghinaan terhadap
pemerintah yang diunggah melalui media sosial. Akibat dari unggahan tersebut, Sersan
Mayor T dijatuhkan hukuman disiplin militer.10 Kasus kedua, anggota TNI-AD kembali
dikenakan sanksi disiplin lantaran perbuatan sang istri menyalahgunakan media sosial.
Dikutip dari Kompas, Ajeng Larasati, istri dari Sersan Dua K anggota Kodim Pidie,
Korem Lilawangsa, Kodam Iskandar Muda, Aceh. Dikutip dari Kompas, Ajeng Larasati
mengunggah tautan media konser “Bersatu Lawan Korona” dianggap menyinggung umat
Islam dan status dan foto Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.11

7
Yatimul Ainun, "Anak Anggota TNI AU Ditangkap, Mencuri Di14 Rumah", Kompas, 04 Oktober 2020.
8
Sandy Waradewa, "BNNP Jambi Tangkap Istri Perwira TNI-AD Miliki Narkoba", Waspada Online, 04
Oktober 2020.
9
Luthfia Ayu Azanella, "Prajurit TNI Dicopot Dari Jabatannya Karena Unggahan Istri Soal Wiranto",
Kompas, 04 Oktober 2020.
10
"Sersan Mayor T Dikenakan Sanksi Disiplin", Redaksi, 04 Oktober 2020.
11
Dani Prabowo, "Istri Singgung Konser Untuk Korban Covid-19, Sersan Dua K Ditahan 14 Hari" ,
Kompas, 04 Oktober 2020.

4
Berdasarkan lima fenomena di atas, tiga fenomena yang terjadi istri atau anggota
keluarga TNI, prajurit TNI tidak turut serta bertanggung jawab atas perbuatan istri atau
anggota keluarganya. Tetapi, mulai dari tahun 2019 fenomena kasus yang berkaitan
dengan prajurit TNI, prajurit TNI turut bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan
istri yang berujar tidak pantas dalam menggunakan media sosial. Akibat perbuatan yang
dilakukan istri anggota prajurit TNI, prajurit TNI dapat dikenakan hukuman disiplin
militer.

Berdasarkan uraian fenomena tersebut di atas, menjadi permasalahan hukum yang


dapat dijadikan sebagai bahan penelitian hukum. Bahwa dari kasus-kasus yang terjadi,
terungkap para pelaku merupakan istri atau anggota keluarga dari prajurit TNI. Hal ini
yang menjadi isu hukum untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk karya
ilmiah. Dalam artian untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap
suami atau prajurit TNI karena istri atau anggota keluarga terlibat dalam tindak pidana.

. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut:

1. Apakah konsep penjatuhan hukum disiplin militer terhadap prajurit TNI akibat
tindak pidana istri dan anggota keluarga?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana prajurit TNI terhadap istri yang melakukan
tindak pidana?

. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan konsep penjatuhan hukum disiplin militer


terhadap prajurit TNI akibat tindak pidana istri dan anggota keluarga.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pertanggungjawaban pidana prajurit TNI
terhadap istri yang melakukan tindak pidana.

. Manfaat Penelitian

Adapun adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai


berikut:

5
4.1. Manfaat dari segi teoritis

Dalam hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada


masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya, berkaitan dengan
penerapan konsep penjatuhan hukum disiplin militer terhadap prajurit TNI akibat
tindak pidana istri dan anggota keluarga, serta pertanggungjawaban pidana prajurit
TNI terhadap istri yang melakukan tindak pidana.

.2. Manfaat dari segi praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana dan wawasan
baru, serta dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang dihadapi, khususnya
bagi prajurit TNI, masyarakat, serta penegak hukum militer dalam menerapkan
konsep hukum disiplin militer terhadap pertanggungjawaban prajurit TNI akibat
tindak pidana istri dan anggota keluarga.

. Tinjauan Pustaka

5.1. Hukum Disiplin Militer

Dalam bahasa Yunani, istilah militer disebut (miles), artinya seorang yang
bersenjata yang disiapkan untuk bertempur. Dalam bahasa Latin (miles), artinya
warrior atau prajurit, sedangkan perkembangan selanjutnya dalam bahasa Perancis
disebut (militair).12 Menurut Amiroeddin Sjarif dalam bukunya yang berjudul
Hukum Disiplin Militer Indonesia, bahwa militer merupakan orang yang dididik,
dilatih, dan dipersiapkan untuk keadaan tempur/perang, karena itu bagi mereka
diadakan ketentuan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang khusus.13 Militer
harus tunduk pada peraturan untuk mengatur tata kelakuan yang ditentukan dengan
pasti dan pelaksanaannya diawasi dengan ketat.14

Sedangkan menurut S.R. Sianturi, bahwa militer adalah seseorang yang


dipersenjatai dan dipersiapkan untuk melakukan tugas pertempuran atau peperangan
terutama dalam rangka pertahanan dan keamanan negara. 15 Dari pengertian menurut
para ahli, maka dapat disimpulkan, bahwa militer adalah seseorang yang dididik dan

12
A.S.S. Tambunan, Hukum Militer Indonesia Suatu Pengantar, Jakarta, Pusat Studi Hukum Militer
STHM, 2005, h. 3.
13
Amiroeddin Sjarif, Op. Cit,.
14
Ibid,.
15
S.R. Sianturi, Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum TNI, 2010, h. 28.

6
dilatih secara khusus untuk suatu tugas pertempuran dalam rangka untuk
mempertahankan negara dengan dibekali alat senjata, pangkat, jabatan, dan seragam
tertentu, serta harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku.

Pengertian militer diatur dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang RI Nomor 34


Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang RI Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, bahwa militer
adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 42 Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer memberi pemaknaan tentang
militer atau prajurit sebagai warga negara yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh
pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam pembelaan negara dengan
dibekali senjata, rela berkorban jiwa dan raga, dan berperan penting dalam
pembangunan nasional serta tunduk pada hukum militer.

Pengertian Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga diatur dalam Pasal 1 angka 1
Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara
Nasional Indonesia, bahwa TNI adalah komponen utama yang siap digunakan untuk
melaksanakan tugas pertahanan negara. TNI dipimpin oleh Panglima TNI yang mana
merupakan Perwira Tinggi militer. Kehadiran tentara dalam suatu negara, yaitu
menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang
Dasar NRI Tahun 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. 16
Setiap anggota TNI di ikat dalam sebuah peraturan yang harus dipatuhi, peraturan
tersebut berbentuk Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Delapan Wajib TNI, dan Sumpah
Perwira. TNI sendiri terdiri atas TNI Angkatan Darat (TNI-AD), TNI Angkatan Laut
(TNI-AL), dan TNI Angkatan Udara (TNI-AU), masing-masing dipimpin oleh
seorang Kepala Staf Angkatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Panglima. Setiap anggota atau Prajurit TNI harus tunduk dan mematuhi
ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku bagi militer yaitu Kitab Undang-Undang
16
Bagas Waskito, ‘Proposal Skripsi Normatif (Wewenang Tentara Nasional Indonesia Dalam Pasal 43I
Ayat 1 Undang-Undang Terorisme Terkait Fungsi Tentara Nasional Indonesia', Universitas Negeri Surabaya,
2017, h. 20.

7
Pidana Militer (KUHPM), Kitab Undang-Undang Disiplin Militer (KUHDM),
Peraturan Disiplin Militer (PDM), dan peraturan-peraturan militer lainnya.17

Pengertian Prajurit dalam Pasal 21 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI,


bahwa prajurit adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang
berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan. Dalam ketentuan Pasal
2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2010 tentang
Administrasi prajurit TNI, bahwa prajurit terdiri atas prajurit AD, prajurit AL, dan
prajurit AU, berdasarkan cara memasuki Dinas keprajuritan terdiri atas prajurit
sukarela dan prajurit wajib. Prajurit dikelompokkan dalam golongan kepangkatan
ada 3 (tiga), yaitu perwira, bintara, dan tamtama.

Disiplin merupakan tatanan keteraturan dalam bersikap, berpola, dan perilaku


yang didasari oleh kesadaran pribadi. Disiplin dari kata “discere”, dapat diartikan
sebagai tingkah laku yang sesuai dengan aturan-aturan perilaku dalam suatu
kelompok tertentu. Dalam makna lain, disiplin dapat diartikan sebagai kepatuhan
terhadap peraturan atau sikap batin yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat
berperilaku dengan benar dan tertib.

Menurut A.S.S Tambunan, bahwa disiplin adalah suatu organisasi, sikap, dan
cara bekerja tidak lain daripada suatu sistem bekerja yang menghendaki supaya
tujuan atau kepentingan dapat dilaksanakan sebaik mungkin.18 Sedangkan menurut
Faisal Salam, disiplin adalah pernyataan keluar (outward manifestation) daripada
sikap mental (mental houding) dari seseorang. Pernyataan keluar merupakan
ketaatan mutlak lahir dan batin tanpa terpaksa dengan ikhlas dan rasa tanggung
jawab datang dari hati seseorang merupakan kesesuaian tingkah laku yang
dikehendaki oleh hukum dengan tingkah laku yang sebenarnya dimana seseorang itu
mempunyai keyakinan batin seharusnya memang terjadi.19

Dalam organisasi militer, permasalahan kedisiplinan merupakan hal pokok yang


mendasar, sehingga pengaturan tentang disiplin di normakan dalam bentuk peraturan
17
Rangga Anwari Yastiant, ‘Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana Desersi Yang Dilakukan Oleh
Anggota TNI’, Jurnal Verstek Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Maret, Vol. 3 No.1, 2015, h. 152–160.
18
A.S.S. Tambunan, Hukum Disiplin Militer Suatu Kerangka Teori, Jakarta, Pusat Studi Hukum Militer
STHM, 2013, h. 31.
19
Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2006, h. 23.

8
perundang-undangan, yaitu undang-undang. Norma dasar kemiliteran adalah hukum
disiplin militer yang tidak hanya norma tertulis saja, tetapi di dalamnya terdapat
nilai-nilai tidak tertulis yang dijadikan landasan kehidupan militer. Disiplin militer
adalah perpaduan dari tata cara hidup militer yang disesuaikan dengan peraturan-
peraturan, norma-norma, atau kaidah-kaidah yang berlaku.20

Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang 25 Tahun


2014 tentang Hukum Disiplin Militer, bahwa disiplin militer adalah kesadaran,
kepatuhan, dan ketaatan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan,
peraturan kedinasan, dan tata kehidupan yang berlaku bagi militer itu sendiri.
Adapun pengertian lain dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Panglima TNI Nomor 44
Tahun 2015 tentang Peraturan Disiplin Militer, bahwa disiplin militer adalah
kesadaran, kepatuhan, dan ketaatan untuk melaksanakan peraturan kedinasan, dan
tata kehidupan yang berlaku bagi militer. Apabila dikaitkan khususnya pada prajurit,
disiplin Prajurit TNI adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh bagi
prajurit TNI yang didukung oleh kesadaran yang bersendikan Sapta Marga dan
Sumpah Prajurit untuk menunaikan tugas dan kewajiban serta bersikap dan
berprilaku sesuai dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit TNI.

Dengan adanya disiplin militer dapat mengatur dan mengerahkan agar seorang
militer selalu berada pada tatanan budaya hukum dan mekanisme perilaku yang
berlaku di lingkungan militer, khususnya dalam menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban pada satu sisi lain. Keseimbangan ini melahirkan pemahaman yang
bersifat kultural, bahwa mekanisme kehidupan dalam kemiliteran dijalankan atas
keteraturan norma-norma sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap
supremasi hukum. Pada akhirnya kedisiplinan ini diharapkan mampu untuk
menjauhkan diri dari sikap dan perilaku yang arogan atau semena-mena, serta rasa
superior atas komponen bangsa lainnya.

Selanjutnya hukum disiplin militer merupakan norma hukum yang bersifat


mengatur dan memaksa serta menimbulkan sanksi yang diatur secara bertahap
mengenai penegakan disiplin militer.21 Sedangkan menurut Brigen TNI Markoni,
bahwa hukum disiplin militer pada hakikatnya mengatur tingkah laku anggota dalam
20
A.S.S. Tambunan, Loc.Cit, 2013, h.32.
21
Ibid, h. 55.

9
suatu pasukan, sehingga hukum disiplin militer merupakan alat bagi komandan
untuk mengendalikan pasukannya, karena komandan memiliki tanggung jawab
dalam pembinaan dan penegakan hukum termasuk dalam hukum disiplin militer. 22
Dalam pengertian hukum disiplin militer sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer,
didefinisikan sebagai peraturan dan norma untuk mengatur, membina, menegakkan
disiplin, dan tata kehidupan yang berlaku bagi militer.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dijabarkan diatas, maka hukum


disiplin militer dapat diartikan sebagai serangkaian peraturan dan norma untuk
mengatur, mengendalikan, menegakkan, dan membina kedisiplinan dalam tata
kehidupan militer dalam rangka mewujudkan tertib hukum dan pencapaian
keberhasilan tugas pokok di bidang pertahanan negara. Terpelihara dan tegaknya
hukum disiplin merupakan salah satu faktor untuk mewujudkan kesiapan personel
dan operasional satuan guna mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas pokok
satuan Tentara Nasional Indonesia TNI sebagaimana diamanatkan dalam peraturan
perundang-undangan terkait.

.2. Pelanggaran Disiplin Militer

Secara umum, pengertian pelanggaran menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa


pelanggaran (overtredingen) adalah suatu perbuatan yang melanggar sesuatu dan
berhubungan dengan hukum yang tidak lain daripada perbuatan melawan hukum. 23
Sedangkan menurut Bambang Poernomo memberikan pengertian pelanggaran adalah
politis-on-recht yang merupakan suatu perbuatan yang melanggar larangan dan tidak
mematuhi keharusan atau perintah yang ditentukan oleh penguasa negara.24
Dikaitkan pelanggaran dalam lingkungan militer, ditujukan oleh militer itu sendiri
guna menegakkan hukum disiplin militer.

Pelanggaran disiplin lebih ke arah perbuatan yang tidak pantas, dapat diatasi
dengan cara memberikan peringatan atau teguran atau hukuman yang lebih bersifat
mendidik. Dapat juga disebutkan sebagai perbedaan berat atau ringannya sifat suatu
22
Brigjen TNI Markoni, Tanggapan Terhadap RUU Hukum Disiplin Militer Ditinjau Dari Aspek
Pembinaan Personel Dan Pembinaan Satuan, Jurnal Hukum Militer, Jakarta, Pusat Studi Hukum Militer
Sekolah Tinggi Hukum Militer, Vol. 2 No. 1, 2014, h. 9.
23
Wirjono Prodjodikiro, Asas-Asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, 2003, h. 33.
24
Bambang Poernomo, Dalam Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002, h. 40.

10
perbuatan/tindakan atau akibat-akibatnya. Dalam hal atau keadaan tertentu sering
ditemukan, misalnya ada suatu perbuatan militer umumnya dianggap sebagai
“kenakalan” militer atau bisa disebut pelanggaran disiplin militer, akan tetapi oleh
masyarakat tertentu dianggap sebagai pantas untuk dipidana.25

Ketentuan pelanggaran disiplin militer diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-


Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer dan Pasal 1 angka 7
Peraturan Panglima TNI Nomor 44 Tahun 2015 tentang Peraturan Disiplin Militer,
bahwa pelanggaran hukum disiplin militer di definisikan sebagai segala perbuatan
dan/atau tindakan yang dilakukan oleh militer yang melanggar hukum dan/atau
peraturan disiplin militer dan/atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
sendi-sendi kehidupan militer berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

Dalam Sapta Marga, sikap, kepribadian, dan jalan hidup TNI merupakan
pedoman dan pandangan hidup prajurit TNI. Sedangkan Sumpah Prajurit, prajurit
mempunyai semangat yang membara/berkobar-kobar dan tidak pernah padam dalam
melaksanakan kegiatan satuan demikian juga dengan disiplin waktu harus senantiasa
dipelihara dan ditingkatkan. Ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap
prajurit didukung oleh kesadaran yang bersendikan Sumpah Prajurit untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan
aturan-aturan atau tata kehidupan militer. Prajurit memegang teguh Sumpah Prajurit
mustahil akan terseret arus perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan atau
tidak disiplin, karena Sumpah Prajurit adalah nafas prajurit, kehormatan prajurit
yang harus dipertahankan dengan nyawa sebagai taruhannya.

Adapun jenis pelanggaran hukum disiplin militer sebagaimana diatur dalam


Pasal 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer,
yaitu segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan
kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai tata tertib militer, dan perbuatan yang
melanggar peraturan perundang-undangan pidana sedemikian ringan sifatnya.
Pelanggaran terhadap perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atau
atas nama atasan yang memiliki kewenangan mengenai atau yang ada hubungannya

25
Benediktus Sulistyo Hardiyanto, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Prajurit Di
Lingkungan Korem 072 Yogyakarta, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Vol. 1 No.1,
2015, h. 1–10.

11
dengan kedinasan. Perintah kedinasan dapat disampaikan secara tertulis, lisan, dan
dengan isyarat tertentu yang sudah dipahami. Sedangkan peraturan kedinasan
dikeluarkan oleh atau atas nama atasan (Pimpinan TNI) dalam bentuk Peraturan
(Per), Keputusan (Kep), Surat Telegram (ST), Instruksi (Inst), Prosedur Tetap
(Protap), dan Surat Perintah (Sprin). Sedangkan tata tertib militer sendiri diatur
dalam Pasal 1 angka 18 UU Nomor 25 Tahun 2014, yaitu ketentuan tertulis atau
tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh militer dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam dinas maupun di luar dinas.

Terhadap militer yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer dapat


diberikan sanksi berupa hukuman disiplin militer. Jenis hukuman disiplin militer
diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 2014, yaitu teguran, penahanan disiplin
ringan paling lama 14 (empat belas) hari, atau penahanan disiplin berat paling lama
21 (dua puluh satu) hari. Perbedaan antara penahanan disiplin ringan dan berat
terletak pada mekanisme pelaksanaan hukuman yang dijalankan. Dalam pelaksanaan
penahanan disiplin ringan, terhukum dapat menerima tamu dan dapat dipekerjakan
dilingkungan satuannya pada jam kerja, sedangkan dalam hal pelaksanaan
penahanan berat, terhukum tidak dapat menerima tamu, tidak dapat dipekerjakan,
dan menjalani penahanan tersebut pada tempat tertutup. Dalam keadaan khusus,
jenis hukuman disiplin militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dan
huruf c, dapat diperberat dengan tambahan waktu paling lama 7 (tujuh) hari.

.3. Pertanggungjawaban Pidana Militer

Pengertian pertanggungjawaban secara umum, merupakan bentuk tanggung


jawab seseorang atas tindakan yang dilakukannya. Sedangkan pertanggungjawaban
pidana merupakan bentuk pemidanaan pelaku untuk menentukan apakah seseorang
tersangka dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau
tidak. Dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang (diharuskan), seseorang
akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan
tersebut melawan hukum. Dari sudut kemampuan bertanggung jawab, maka
seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar), apabila
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, dapat menginsyaf’i hakekat dari

12
tindakannya, dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut.26 Untuk
pengertian pertanggungjawaban militer, tidak diatur secara tertulis dalam peraturan
perundang-undangan. Jadi dapat dikaitkan dengan pertanggungjawaban pidana,
bahwa pertanggungjawaban militer adalah kemampuan bertanggung jawab yang
dilakukan oleh anggota militer atas kesalahan yang dilakukan atau telah diperbuat.

Pada dasarnya pertanggungjawaban pidana bagi militer merupakan suatu


tindakan penjeraan atau pembalasan selama terpidana dan bebas dinas militer.
Setelah menjalani pidana, akan diaktifkan kembali dalam dinas militer. Seorang
militer yang akan kembali aktif sesudah menjalani hukuman, harus menjadi seorang
militer yang baik dan berguna dari kesadaran diri maupun sebagai hasil tindakan
pendidikan yang diterima selama dalam penjara militer. Pemidanaan militer
merupakan penerapan dari pidana militer atau disebut dengan statsel pidana dalam
pengaturannya berbasis militer.27 Secara garis besar, pemidanaan merupakan suatu
tindakan yang diberikan kepada anggota TNI yang melakukan kejahatan. Pidana
bukan hanya dijadikan sebagai ajang balas dendam tetapi juga untuk membina
pelaku kejahatan (anggota TNI) sekaligus sebagai upaya untuk menumpas kejahatan.

Adapun bentuk pertanggungjawaban pidana bagi anggota militer yang


melakukan tindak pidana dapat diselesaikan menurut hukum disiplin atau penjatuhan
sanksi pidana melalui Peradilan Militer. Hukuman disiplin militer merupakan
tindakan pendidikan bagi militer yang dijatuhi hukuman sebagai tujuan pembinaan
(disiplin) militer. Pertanggungjawaban disiplin militer, apabila anggota militer
melakukan pelanggaran hukum disiplin militer, maka dikenakan hukuman disiplin
militer. Dalam hal penjatuhan tindakan disiplin, setiap atasan berwenang mengambil
tindakan disiplin terhadap setiap bawahan yang melakukan pelanggaran hukum
disiplin militer. Pengertian atasan dalam militer diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 25
Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, yaitu:

1) Militer yang pangkatnya lebih tinggi, meliputi:


a. Setiap militer yang pangkatnya lebih tinggi daripada pangkat militer
lainnya;
26
Haryo Sulistiriyanto, Pertanggungjawaban Pidana Anggota Militer TNI Yang Melakukan Tindak
Pidana, Jurnal Prespektif, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Vol. 16
No. 2, 2011, h. 82–94.
27
Laden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 2.

13
b. Dalam hal pangkatnya sama, kedudukannya ditinjau dari lamanya
menyandang pangkat;
c. Dalam hal pangkatnya sama dan lamanya menyandang pangkat sama maka
kedudukannya ditinjau dari lamanya memangku jabatan setingkat;
d. Dalam hal pangkatnya sama, lamanya menyandang pangkat sama, dan
lamanya memangku jabatan setingkat sama, maka kedudukannya ditinjau
dari lamanya menjadi militer; atau
e. Dalam hal pangkatnya sama, lamanya menyandang pangkat sama, lamanya
memangku jabatan setingkat sama, dan lamanya menjadi militer sama,
maka kedudukannya ditinjau dari usianya.
2) Militer yang jabatannya lebih tinggi, meliputi:
a. Memangku jabatan sesuai dengan tingkat jabatan berdasarkan struktur
organisasi; atau
b. Memangku jabatan sesuai dengan tingkat jabatan berdasarkan penunjukan
lebih tinggi daripada jabatan lainnya.

Dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan/kemiliteran, setiap atasan memikul


tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara stabilitas satuannya. Oleh karena
itu, atasan perlu memiliki keunggulan moral, motivasi, dan reputasi yang
memungkinkan setiap atasan dapat melakukan kepemimpinan secara benar terhadap
dirinya sendiri, satuan, maupun kepada bawahannya. Setiap atasan juga dituntut
memiliki kemampuan yang unggul dalam bidang pengetahuan dan penugasannya
serta mampu merespon setiap perkembangan lingkungan strategis yang terjadi
sebagai sarana untuk memberi pemahaman dan arahan kepada para bawahannya,
agar setiap bawahan senantiasa berada dalam keadaan yang terkendali, tepat, dan
benar sesuai dengan kepentingan tugas yang dihadapi.

Sedangkan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang


Hukum Disiplin Militer, yang dimaksud dengan bawahan merupakan militer yang
karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih rendah daripada pangkat
dan/atau jabatan militer lainnya. Dalam pelaksanaan tugas kedinasan, bawahan
memiliki kewajiban untuk mematuhi norma-norma yang secara khusus berlaku bagi
militer, yaitu:

14
a) Patuh dan taat kepada atasan, serta menjunjung tinggi semua perintah dinas
yang diberikan oleh atasan, berdasarkan kesadaran bahwa setiap perintah
dilaksanakan untuk kepentingan kedinasan;
b) Bersikap hormat dan memiliki loyalitas kepada atasan, berdasarkan kesadaran
bahwa loyalitas diperlukan untuk menegakkan kehormatan militer; dan
c) Memegang teguh norma-norma kemiliteran dan menjaga sikap pada waktu
berhadapan dengan atasan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

Dalam melaksanakan tugas dan perintah kedinasan dari atasan, bawahan


memiliki kewajiban untuk:

a) Memahami maksud dan isi perintah yang diberikan. Bawahan wajib bertanya
kepada atasan yang memberikan perintah, apabila perintah yang diberikan
belum dapat dipahami;
b) Mengulangi isi perintah dan menyampaikan pemahaman tentang maksud
perintah tersebut kepada atasan yang memberi perintah;
c) Menyampaikan laporan kepada atasan yang memberi perintah atas pelaksanaan
tugas yang dicapai dari perintah; dan
d) Bertanggung jawab kepada atasan atas pelaksanaan perintah yang diberikan.

Bawahan memiliki tanggung jawab hukum dan moral dalam menjalan setiap
perintah dan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan norma yang berlaku
dalam lingkungan kemiliteran. Pertanggungjawaban bawahan dalam pelaksanaan
tugas merupakan salah satu wujud penerapan disiplin dalam kehidupan militer.28

.4. Pertanggungjawaban Pidana Istri Prajurit Militer

Dalam hukum pidana, istilah pertanggungjawaban dalam bahasa Belanda


disebut toerekenbaarheid, dalam bahasa Inggris disebut criminal responbility atau
criminalbility. Menurut Simons, bahwa kemampuan bertanggung jawab dapat
diartikan suatu keadaan psikis, sehingga penerapan suatu upaya pemidanaan.
Seorang pelaku pidana mampu bertanggungjawab apabila mengetahui/menyadari
bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan menentukan kehendaknya

28
Bambang Slamet Eko Sugistiyoko, Hukum Disiplin Prajurit Tentara Nasional Indonesia/Militer Pada
Komando Distrik Militer 0807/Tulungagung, Jurnal Yustitiabelen, Fakultas Hukum Universitas Tulungagung,
Vol. 3 No.1, 2017, h. 1–18.

15
sesuai dengan kesadaran.29 Sedangkan menurut Pompe, bahwa pertanggungjawaban
pidana dalam batasan unsur-unsur kemampuan berpikir pada pelaku yang
memungkinkan menguasai pikirannya dan menentukan kehendaknya. Pelaku dapat
mengerti makna dan akibat dari tingkah lakunya serta pelaku dapat menentukan
kehendaknya sesuai dengan pendapatnya (tentang makna dan akibat tingkahj
lakunya).30

Berdasarkan dua pendapat para ahli tersebut di atas, pertanggungjawaban pidana


berbeda dengan perbuatan pidana. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada
dilarang dan diancamnya perbuatan suatu tindak pidana. Sebab pertanggungjawaban
pidana menganut asas Geen straf zonder schuld yang artinya tidak ada pidana jika
tidak ada kesalahan.

Berkaitan pertanggungjawaban pidana istri prajurit militer, istri prajurit militer


termasuk warga sipil atau non-militer, dalam artian istri prajurit militer tunduk pada
pidana non-militer. Apabila istri prajuri militer melakukan tindak pidana, maka akan
dipertanggungjawabkan atas tindakannya yang melawan hukum. Adapun unsur-
unsur dari pertanggungjawaban pidana adalah, sebagai berikut:

a. Kemampuan bertanggung jawab


Adanya pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa seseorang
mampu bertanggungjawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat
dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu bertanggung jawab. Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada ketentuan penjelasan
arti kemampuan bertanggung jawab. Namun, dalam Pasal 44 KUHP tertulis
bahwa seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya
atau jiwanya terganggu karena penyakit tidak dipidana.
b. Kesalahan
Adanya kesalahan, apabila dengan sengaja atau karena kelalain telah
melakukan perbuatan yang menimbulkan keadaan atau akibat yang dilarang
oleh hukum dan dilakukan dengan mampu bertanggung jawab. Menurut
Prodjohamidjojo, seseorang yang melakukan kesalahan mendapatkan pidana
29
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Depok, 2010, h. 85.
30
Ibid., h. 86.

16
tergantung pada dua hal, yakni harus ada perbuatan yang bertentangan dengan
hukum, atau dengan kata lain, harus ada unsur melawan hukum, jadi harus ada
unsur Objektif, dan terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk
kesengajaan dan atau kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum
tersebut dapat di pertanggungjawabkan kepadanya,jadi ada unsur subjektif.31
c. Tidak ada alasan pemaaf
Tidak adanya alasan pemaaf, yaitu kemampuan bertanggungjawab, bentuk
kehendak dengan sengaja atau alpa, tidak terhapus kesalahannya atau tidak
terdapat alasan pemaaf termasuk dalam pengertian kesalahan (schuld). Dalam
teori Pompe mengatakan bahwa hubungan petindak dengan tindakannya ditinjau
dari sudut kehendak, kesalahan petindak adalah merupakan bagian dalam dari
kehendak tersebut. asas yang timbul dari padanya ialah tiada pidana, tanpa
kesalahan.32

.5. Penyertaan Tindak Pidana

Secara umum penyertaan atau dalam bahasa Belanda disebut deelneming, dari
kata deelnemen dengan terjemahan “menyertai”, dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan pidana (tindak pidana). Menurut S.R Sianturi, penyertaan merupakan
tindak pidana yang dilakukan oleh dua orang atau lebih atau dengan kata lain ada
dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. 33
Sedangkan menurut Adami Chazawi penyertaan (deelneming) merupakan semua
bentuk turut serta/terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun fisik
dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak
pidana.34 Dasar hukum penyertaan diatur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP
menyatakan:

“(1) Dihukum sebagai pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana, yaitu :


1. Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau yang turut
melakukan.

31
Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Victimologi, Djambatan, Jakarta, 2004, h.
45.
32
Andi Zainal Abidin dan Andi Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, Yarsif Watampne,
Jakarta, 2010, h. 94.
33
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Yogyakarta, 2012, h. 2.
34
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana: Percobaan Dan Penyertaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011, h. 73.

17
2. Mereka yang dengan pemberian-pemberian, janji-janji, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau keterpandangan, dengan
kekerasan, ancaman, atau dengan memberikan kesempatan, sarana-
sarana, atau keterangan-keterangan, dengan sengaja telah
menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana yang
bersangkutan.”
(2) Mengenai mereka yang disebutkan terakhir ini, yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada mereka itu hanyalah tindakan-tindakan
yang dengan sengaja telah mereka gerakkan untuk dilakukan oleh orang
lain, berikut akibat-akibatnya”.
Kemudian juga diatur dalam Pasal 56 KUHP yang menyatakan:
“(1) Mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam melakukan
kejahatan tersebut.
(2) Mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempatan, sarana-
sarana
atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan tersebut”
Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dapat diketahui bahwa pernyertaan
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Kelompok seseorang yang perbuatannya disebabkan dalam pasal 55 ayat
(1) KUHP, dalam hal ini disebut dengan para pembuat (mededader), adalah
mereka yang:
a. Melakukan (plegen), orangnya disebut dengan pembuat pelaksana
(pleger);
b. Menyuruh melakukan (doenplegen), orangnya disebut pembuat
penyuruh (doenpleger);
c. Turut serta melakukan (medeplegen), orangnya disebut dengan
pembuat peserta (medepleger); dan
d. Sengaja menganjurkan (uitlokken), orangnya disebut dengan pembuat
penganjur (uitlokker).
2) Seseorang yang disebut dengan pembuat pembantu (medeplichtige)
kejahatan, yang dibedakan menjadi :
a. Pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan; dan

18
b. Pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan.
. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur atau cara yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan dan menganalisis bahan hukum. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini, sebagai berikut:

6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif (normative legal research), yaitu metode atau cara yang dipergunakan
dalam penelitian hukum untuk menemukan aturan hukum dengan meneliti norma
hukum yang ada, prinsip-prinsip hukum, doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu
hukum (legal issues). Hasil penelitian ini dapat memberikan jawaban mengenai
permasalahan yang dirumuskan dalam rumusan masalah. Menurut Peter Mahmud
Marzuki, yang dimaksud penelitian hukum (legal research) adalah menemukan
kebenaran koherensi adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma
yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah
tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan
hukum) atau prinsip hukum.35

.2. Metode Pendekatan

Dalam metode penelitian ini, ada 2 (dua) pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan
pendekatan konsep (conseptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statue
approach) adalah pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang
dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani. 36 Hasil dari
telaah peraturan perundang-undangan merupakan suatu argumen untuk memecahkan
isu hukum yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan untuk mencari
dan mengetahui ratio legis dan dasar ontologis lahirnya peraturan perundang-
undangan tersebut.

Sedangkan pendekatan konseptual (conspetual approach) adalah pendekatan ini


dilakukan untuk menelaah konsep pemikiran yang berkembang di dalam doktrin-

35
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta 2005, h. 47.
36
Ibid., h. 133.

19
doktrin ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin-doktrin di dalam
ilmu hukum akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian
hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dalam
membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang diteliti.37

.3. Sumber dan Jenis Bahan Hukum

Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, maka sumber dan
jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapun bahan-bahan tersebut mencakup,
sebagai berikut:

1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat authoritatif


atau bahan hukum yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan mengikat
secara umum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri
dari:

a) Peraturan Perundang-undangan

- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang


Hukum Pidana (KUHP);
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang
Peradilan Militer;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang
Tentara Nasional Indonesia;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang
Hukum Disiplin Militer;
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2010
Tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia;
- Peraturan Panglima TNI Nomor 44 Tahun 2015 tentang Peraturan
Disiplin Militer.
2. Bahan hukum sekunder

37
Ibid., h. 135-136.

20
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang berasal dari buku-
buku hukum termasuk skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal-jurnal hukum. Bahan
hukum sekunder tersebut memberikan petunjuk bagi penulis untuk mengetahui
kemana arah tujuan penulisan dalam membangun argumentasi hukum.38

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun


penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kamus hukum, ensiklopedia, serta bahan-bahan
penunjang lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan


dengan cara mengumpulkan bahan hukum primer untuk mencari, memahami, dan
mendeskripsikan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya bahan hukum sekunder dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan
studi kepustakaan digunakan sebagai petunjuk untuk memecahkan masalah hukum
dalam membangun argumentasi hukum. Studi kepustaakaan merupakan segala usaha
yang dilakukan oleh peneliti dalam mencari dan menghimpun bahan hukum,
mengklasifikasikan bahan hukum yang relevan dengan topik atau masalah isu yang
diteliti. Selain mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
yakni mengumpulkan bahan hukum tersier sebagai bahan hukum tambahan yang
dapat memberikan jawaban istilah-istilah hukum yang dapat berupa kamus-kamus.
Selain itu, peneliti juga mengumpulkan bahan hukum melalui metode internet atau
daring. Dengan menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum tersebut, maka
dapat mempermudah peneliti dalam menulis kesimpulan.

.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan hukum dikumpulkan, peneliti melakukan analisis terhadap semua


bahan hukum yang ada. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis
normatif, yakni teknik analisis yang dilakukan dengan cara menjelaskan,
menganalisis, dana mensistematisasi seluruh bahan hukum primer dengan
menggunakan konsep, teori, dan prinsip yang ada di dalam bahan hukum sekunder
38
Hyronimus Rithi, Filsafat Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2011, h. 135.

21
dan tersier yang telah dikumpulkan secara sistematisasi berdasarkan bab-bab sesuai
dengan rumusan masalah. Dalam teknik analisis bahan hukum, peneliti
menggunakan metode penafisiran. Metode penafsiran ini dengan menggunakan cara
berpikir deduktif, yakni menjelaskan secara mendasar pada hal-hal yang umum,
sehingga menghasilkan jawaban atau kesimpulan dan preskripsi terhadap rumusan
masalah yang diteliti.

22
Daftar Bacaan Sementara
Buku
Muchsin, Ikhtisar Hukum Indonesia, Jakarta, Badan Penerbit Iblam, 2005.
Sjarif, Amiroeddin, Hukum Disiplin Militer Indonesia, Cetakan I, Jakarta, Rineka Cipta,
1996.
Salam, Moch. Faisal, Hukum Acara Pidana Militer Di Indonesia, Bandung, Mandar Maju,
2002.
Rithi, Hyronimus, Filsafat Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2011.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana, Jakarta 2005.
Mulyadi, Lilik, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Victimologi, Djambatan,
Jakarta, 2004.
Abidin, Andi Zainal dan Andi Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, Yarsif
Watampne, Jakarta, 2010.
Ilyas, Amir, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Yogyakarta, 2012.
Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana: Percobaan Dan Penyertaan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2011.
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Depok, 2010.
Marpaung, Laden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,
2005.
Tambunan, A.S.S., Hukum Militer Indonesia Suatu Pengantar, Jakarta, Pusat Studi Hukum
Militer STHM, 2005.
Sianturi, S.R., Hukum Pidana Militer di Indonesia, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum TNI,
2010.
Tambunan, A.S.S., Hukum Disiplin Militer Suatu Kerangka Teori, Jakarta, Pusat Studi
Hukum Militer STHM, 2013.
Salam, Moch. Faisal, Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2006.
Prodjodikiro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, 2003.
Poernomo, Bambang, Dalam Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

23
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2010 Tentang Administrasi
Prajurit Tentara Nasional Indonesia.
Peraturan Panglima TNI Nomor 44 Tahun 2015 tentang Peraturan Disiplin Militer.
Jurnal
Hardiyanto, Benediktus Sulistyo, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Pelanggaran Disiplin
Prajurit Di Lingkungan Korem 072 Yogyakarta, Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, Vol. 1 No.1, 2015.
Lubis, Muhammad Hykna Kurniawan, Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana
Militer (Studi Tindak Pidana Militer Di Kosek Hanudnas III Medan, Tesis, Universitas
Sumatera Utara, Vol. 1 No. 3, 2013.
Markoni, Brigjen TNI, Tanggapan Terhadap RUU Hukum Disiplin Militer Ditinjau Dari
Aspek Pembinaan Personel Dan Pembinaan Satuan, Jurnal Hukum Militer, Jakarta,
Pusat Studi Hukum Militer Sekolah Tinggi Hukum Militer, Vol. 2 No. 1, 2014.
Prasetyo, Allan Hermit, Kewenangan ANKUM Terhadap Warga Negara Yang Dimobilisasi
Dalam Hukum Disiplin Militer, Udayana Master Law Journal, Bali, Vol. 5 No. 3, 2016.
Sugistiyoko, Bambang Slamet Eko, Hukum Disiplin Prajurit Tentara Nasional
Indonesia/Militer Pada Komando Distrik Militer 0807/Tulungagung, Jurnal
Yustitiabelen, Fakultas Hukum Universitas Tulungagung, Vol. 3 No.1, 2017.
Sulistiriyanto, Haryo, Pertanggungjawaban Pidana Anggota Militer TNI Yang Melakukan
Tindak Pidana, Jurnal Prespektif, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Jawa Timur, Vol. 16 No. 2, 2011.
Waskito, Bagas, Wewenang Tentara Nasional Indonesia Dalam Pasal 43I Ayat 1 Undang-
Undang Terorisme Terkait Fungsi Tentara Nasional Indonesia, Universitas Negeri
Surabaya, 2017.
Yastiant, Rangga Anwari, Tinjauan Tentang Pertanggungjawaban Pidana Desersi Yang
Dilakukan Oleh Anggota TNI, Jurnal Verstek Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas
Maret, Vol. 3 No.1, 2015.
Surat Kabar
"Istri Sersan Mayor TNI Terlibat Sebagai Donatur Perampokan", JPNN.com, 04 Oktober

24
2020.
"Sersan Mayor T Dikenakan Sanksi Disiplin", Redaksi, 04 Oktober 2020.
Ainun, Yatimul, "Anak Anggota TNI AU Ditangkap, Mencuri di 14 Rumah", Kompas, 04
Oktober 2020.
Azanella, Luthfia Ayu, "Prajurit TNI Dicopot Dari Jabatannya Karena Unggahan Istri Soal
Wiranto", Kompas, 04 Oktober 2020.
Prabowo, Dani, "Istri Singgung Konser Untuk Korban Covid-19, Sersan Dua K Ditahan 14
Hari", Kompas, 04 Oktober 2020.
Waradewa, Sandy, "BNNP Jambi Tangkap Istri Perwira TNI-AD Miliki Narkoba", Waspada
Online, 04 Oktober 2020.

25

Anda mungkin juga menyukai