Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK MAKALAH

POTRET PENEGAKAN HUKUM OLEH LEMBAGA


KEPOLISIAN
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Pada Mata kuliah Sosiologi Hukum

KELOMPOK 7
Disusun Oleh :
 Abdul hakim (223300416172)
 Renata Yosephine Sukanto (223300416168)
 Bagus Satrio Tri Pamungkas (223300416182)
 Danang Bayu Aji Soekamto (223300436176)
 Irwan Syah NPM (223300426143)
 Edi Subandono (223300416163)

Pembimbing :
Dr. Ismail Rumandan, S.H, M.H

FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Potret
Penegakan Hukum Oleh Lembaga Kepolisian” dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam
penyelesaian makalah ini. Khususnya untuk Dosen Mata Kuliah Sosiologi Hukum, Bapak Dr.
Ismail Rumandan, S.H, M.H yang yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan bernilai bagi pembaca dan
penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
diperlukan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

Jakarta, 13 Oktober 2022

Kelompok 7
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terciptanya keamanan
dalam negeri

Kepolisian juga diatur dalam Undang undang Negara Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. POLRI tumbuh dan berkembang sebagai
satu kesatuan institusi kepolisian yang utuh seperti halnya TNI. Karena itu, dalam Pasal
30 ayat (4) UUD 1945, ditegaskan, “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat
Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”. Sedangkan Pasal 30 ayat
(3) menentukan bahwa “Tentara Nasional Indonesia…. sebagai alat negara bertugas
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”.
Dengan demikian, baik POLRI maupun TNI sama-sama merupakan alat negara, artinya
bukan alat pemerintah apa lagi alat partai politik, dan kedua organisasi merupakan satu
kesatuan institusi yang bersifat nasional yang tidak dapat dipecah-pecah atas dasar
kedaerahan. Karena itu, dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
mungkin mengembangkan pengertian tentang struktur organisasi kepolisian seperti yang
dipraktikkan di lingkungan negara-negara federal, seperti di Amerika Serikat yang
memiliki struktur organisasi yang terdesentralisasi.

Di Indonesia, desentralisasi urusan-urusan dan struktur organisasi kepolisian itu hanya


ada dalam rezim Republik Indonesia Serikat berdasarkan Konstitusi RIS Tahun 1949.
Sedangkan berdasarkan UUD 1945, kekuasaan kepolisian tidak termasuk objek kebijakan
desentralisasi atau otonomi daerah menurut undang-undang pemerintahan daerah yang
berlaku dalam sistem konstitusional Negara Kesatuan. Sekarang yang menjadi masalah
adalah apakah pengorganisasian institusi kepolisian itu, seperti sekarang, dapat
dibenarkan tidak simetris dengan TNI? Di zaman Orde Baru TNI dan POLRI terintegrasi
dalam organisasi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Polri diperlakukan
setara dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Di samping ada
ABRI, ada pula jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) yang biasanya
selalu dijabat oleh perwira tinggi tentara. Sekarang setelah reformasi, sesuatu dengan
amanat Ketetapan MPR dan juga amanat Pasal 30 UUD 1945, POLRI dipisahkan dari
TNI. Bahkan Departemen Pertahanan dan Keamanan diubah menjadi Departemen
Pertahanan (Dephan) saja yang melakukan fungsi koordinasi dengan TNI saja, sedangkan
POLRI tidak lagi dikoordinasikan oleh Dephan yang kemudian sekarang berubah
menjadi Kemhan (Kementerian Pertahanan). POLRI dianggap langsung dikoordinasikan
oleh Menteri Koordinator atas nama Presiden, sedangkan TNI dikoordinasikan oleh
Menteri Pertahanan.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan secara singkat sejarah pembentukan polisi
2. Apa fungsi dan tugas polri?
3. Bagaimana Peranan kepolisian dalam penegakan hukum?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui seluk beluk kinerja Kepolisian Republik
Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia, selain itu makalah ini bertujuan untuk
pembuktian benar atau salah aspek pandangan masyarakat untuk kepolisian yang saat ini
sedang ramai diperbicangkan.
Manfaat dari penelitian ini adalah agar kami selaku mahasiswa lebih paham dan lebih
bijaksana dalam memberikan penilian dengan aspek yang berbeda namun tetap berpikir
secara rasional.

D. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang dipakai dalam
penelitian adalah survey hukum (legal survey).Teknik penentuan Sampel dalam
penelitian ini adalah Purposive Sampling. Penelitian ini mengambil pandangan
masyarakat dan mengambil kasus sebagai sampel pembahasan
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Sejarah pembentukan polisi

Masa Kolonial Belanda


Dikutip dari situs Polri, memasuki masa penjajahan atau kolonial Belanda, dibentuklah
pasukan pengamanan yang terdiri dari kalangan pribumi. Pasukan ini melindungi aset
berharga orang Eropa di Hindia Belanda.
Di masa kolonial Belanda ada banyak bentuk kepolisian dengan berbagai istilah yang
berbeda-beda, di antaranya:
 Veld Politie (Polisi Lapangan)
 Stands Politie (Polisi Kota)
 Cultur Politie (Polisi Pertanian)
 Bestuurs Politie (Polisi Pamong Praja)
Saat itu, golongan pribumi hanya boleh menduduki jabatan tertentu seperti mantri polisi,
asisten wedana, dan wedana polisi.
Sedangkan jabatan kepolisian tertinggi yaitu hood agent (bintara), inspecteur van politie,
dan commissaris van politie hanya boleh diisi oleh kolonial.
Pada tahun 1897-1920, modernisasi Kepolisian Hindia Belanda mulai dilakukan.
Pada masa pendudukan Jepang, kepolisian Indonesia dibagi menjadi empat wilayah yakni
Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera di
Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur di Makassar, dan Kepolisian
Kalimantan di Banjarmasin.
Periode Awal Kemerdekaan Indonesia

Setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, secara resmi


kepolisian menjadi kepolisian Indonesia. Pada 19 Agustus 1945 dibentuk Badan
Kepolisian Negara (BKN).
Pada 21 Agustus 1945, Komandan Polisi di Surabaya, Inspektur Kelas I (Letnan Satu)
Polisi Mochammad Jassin memproklamasikan Pasukan Polisi RI. Ini merupakan langkah
awal untuk membangkitkan semangat pasukan polisi di Indonesia.
Pada 29 September 1945, Presiden Soekarno melantik RS Soekanto Tjokrodiatmodjo
menjadi Kepala Kepolisian Negara.
Barulah pada 1 Juli 1946, Polri resmi ditetapkan sesuai dengan Penetapan Pemerintah
tahun 1946 No.11/S.D. Dengan adanya surat penetapan tersebut, tanggal 1 Juli
diperingati sebagai Hari Bhayangkara.
Pada periode setelah kemerdekaan, Polri menerapkan sejumlah aturan dan menjalin
hubungan kelembagaan dengan berbagai pihak.
B. Fungsi dan tugas polri
Fungsi dan tugas kepolisian memegang peran penting sebagai garda terdepan dalam
melindungi masyarakat.
Dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dijelaskan
pada Pasal 2 bahwa fungsi kepolisian di antaranya:
 Pemelihara keamanan
 Ketertiban masyarakat
 Penegakan hukum
 Perlindungan dan pengayoman
 Pelayanan masyarakat
Masih merujuk pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, tugas utama kepolisian meliputi:
1. Tugas pembinaan masyarakat
Pembinaan masyarakat dilakukan dengan pendekatan secara sosial serta mutualisme
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan kesadaran hukum.
2. Tugas di bidang preventif
Tugas ini meliputi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk memberi
perlindungan serta pertolongan.
3. Tugas di bidang represif justisil
Tugas ini memuat substansi mengenai penyidikan dan penyelidikan pada tindak pidana
sesuai peraturan perundang-undangan.
Dalam ketentuan Undang-undang tersebut, ada tiga hal mendasar yang menjadi
tugas utama Polri sebagaimana yang termuat dalam Tribrata maupun Catur Prasetya
Polri. Sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002, khususnya pada Pasal 13. Dalam
ketentuan Pasal 13 ditegaskan bahwa Polri bertugas:
1. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2. menegakkan hukum
3. memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Untuk memelihara keamanan fungsi utama Kepolisian adalah menghentikan
sesuatu yang tidak seharusnya terjadi dan mendorong seseorang untuk berbuat lebih baik
dari sekarang. Fungsi menegakkan hukum pada Kepolisian harus dilakukan secara
bergandengan dan beriringan dengan fungsi perlindungan, pegayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.
Fungsi dan tugas Kepolisian selanjutnya yang ditetapkan dalam UU No.2 Tahun
2002 tentang Kepolisian sebagai berikut :
1. Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002
Fungsi Kepolisian adalah : “salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”;
2. Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002,:
“Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlingdungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri”;
3. Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002,
mengatur mengenai pelaksanaan tugas pokok sesuai yang dimaksud Pasal 13 UU No.2
Tahun 2002,bertugas:
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan
masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangkamenjamin keamanan, ketertiban,
dan kelancaranlalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaranhukum
masyarakat serta ketaatan wargamasyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-
undangan
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pengawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengawasan swakarsa
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan perundang-undangan lainnya.
Dari ketiga Pasal diatas pada prinsipnya polisi Indonesia dibentuk sebagai agen
perubahan. Kapolri Idham Aziz menyatakan bahwa polisi diharapkan menjadi agen
perubahan pada saat menjalankan tugasnya,yaitu bukan hanya sebagai alat untuk
menumpas kejahatan, tetapi juga sebagai pemimpin yang baik melalui proses, dan yang
ditempa berbagai tahapan hingga menghasilkan karakter leadership. Tantangan yang
dihadapi polri ke depan juga semakin rumit dan kompleks,oleh sebab itu diperlukan
pemimpin yang mumpuni, kaya pengalaman dan berani mengambil keputusan serta
berintegritas tinggi.
Tugas dan peran Polisi memberikan informasi dan Tugas dan wewenang Kepolisian
meliputi:

“Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan


memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat Tugastugas
kepolisian dimaksud secara umum diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a sampai dengan
1 UU No. 2 Tahun 2002, sedangkan untuk kewenangan secara umum diatur dalam Pasal
15 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002, kewenangan yang berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan lain dirumuskan dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2002.
Kewenangan secara khusus dalam menyelenggarakan tugas bidang proses pidana selain
diatur dalam Pasal 16 Undang-undang No. 2 Tahun 2002, juga diatur dalam Pasal 7 ayat
(1) Undangundang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Peran polisi dalam penyelidikan menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Pengertian Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undangundang ini.
Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan
yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan,
penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan
penyerahan berkas kepada penuntut umum.
Dalam tahap penangkapan, berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Pengertian Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh Kepolisian
penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia
diperiksa hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang penuntut umum atau Penyidikan.

Dalam tahap penahanan, Berdasarkan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana UU


No. 8 Tahun 1981 Pengertian Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

C. Penegakan hukum oleh Kepolisian

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan
aparat hukum. Dalam arti sempit aparatur hukum yang terlibat dalam proses tegaknya
hukum itu,d imulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir
pemasyarakatan. Setiap aparat dansuatu interelasi. Sistem peradilan pidana aparatur
terkait mencakup pula pihak-pihak yangsebagai wadah penegakan hukum harus
bersangkutandengan tugas atau perannya yaituselalu mempromosikan kepentingan terkait
dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan,hukum dan keadilan. Apapun teori
penyelidikan, penyidikan, penuntutan,keadilan yang dipergunakan, definisi pembuktian,
penjatuhan vonis dan pemberiankeadilan harus mencakup: kejujuran (fair- sanksi serta
upaya pemasyarakatan kembaliness), tidak memihak (impartiality), dan (resosialisasi)
terpidana dan juga aparatur penegakpemberian sanksi dan hadiah yang patut
hukum dapat memberikan kenyamanan masyarakat disekitarnya.
Penegak hukum diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk
menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan dengan semestinya dan
seharusnya. Hukum ditegakkan demi kepentingan masyarakat sehingga tercapainya
masyarakat yang aman dan tentram.
Didalam ilmu Kriminologi penegakan hukum sangatlah diperlukan dikarenakan untuk
memberikan efek jera terhadap para penjahat baik secara sosiologis dan ekonomis. Selain
itu juga para penjahat akan mendapatkan celaan/ejekan dari masyarakat bahkan
mengakibatkan korban jiwinya dirinya.
Hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan rasa keadilan bagi masyarakat. untuk
mewujudkan keadilan hukum harus ditegakkan. Fungsi dari penegakan hukum adalah
untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan
oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai
dengan bingkai (frame-work) yang telah ditetapkan oleh suatu UU atau hukum.
Pengaktualisasian atau konkritasi aturan hukum tersebut dalam kenyataan salah satunyas
dilaksanakan oleh kepolisian.
Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah menyangkut
penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata manusia. Dari aspek
ontolog/hakekat hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin kehidupan sosial
masyarakat, karena hukum dan masyarakat teradapat
bagi(appropriate reward and punishment). Selama ini peran penegak hukum kepolisian
secara normatif (hukum formal), dalam proses penegakan hukum pidana (integrated
criminal justice system) adalah: pertama, mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; kedua, memasyarakatkan
terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan
berguna; ketiga, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; keempat,
membebaskan rasa bersalah pada terpidana
dan memaafkan terpidana.
Penjelasan secara konsep teoritis
tersebut di atas, penegakan hukum yang ingin di capai adalah keadilan procedural dan
tidak menyentuh keadilan substantive, oleh karena itu penegakan hukum oleh kepolisian
yang diinginkan tidak semata menjalankan aturan akan tetapi berusaha keluar dari aturan
untuk mencapai keadilan restorative (Restorative justice).
Restorative justice menjadi wacana yang sangat popular di tengah kejenuhan masyarakat
yang melihat hukum formal didominasi aliran pemikiran positivisme dan tidak bisa
optimal mengakomodir rasa keadilan masyarakat karena lebih mengedepankan kepastian
hukum (Rechtssicherheit). Restorative justice hadir dengan menawarkan konsep
penyelesaian tidak formalistik yang sekedar mengedepankan sisi legalistic formal, tetapi
dapat dilakukan dengan cara mediasi antara pelaku dan korban, reparasi (pelaku
membetulkan kembali segala hal yang dirusak), konferensi korban-pelaku (yang
melibatkan keluarga dari kedua belah pihak dan tokoh pemuka dalam masyarakat), dan
victim awareness work (suatu usaha dari pelaku untuk lebih peduli akan dampak dari
perbuatannya). Selain itu, sistem peradilan pidana yang ada sekarang dianggap tidak lagi
dapat memberikan perlindungan terhadap HAM serta transparansi terhadap kepentingan
umum yang semakin tidak dirasakan. Kenyataan menunjukan bahwa banyak masyarakat
lebih memilih menyelesaikan perkara pidana yang dialaminya diluar sistem24.
Penyelesaian diluar sistem baik dilakukan oleh para pihak (pelaku dan korban secara
mandiri) ataupun dengan melibatkan petugas penegak hukum. Ketidakpuasan terhadap
Sistem Peradilan Pidana dengan demikian terkait tidak saja dengan mekanisme
penanganan perkara dan administrasi, tetapi juga Hasil akhir dari proses yang berjalan.
Terdapat pandangan salah bahwa seringkali ukuran keberhasilan penegakan hukum
hanya ditandai dengan keberhasilan mengajukan tersangka ke pengadilan dan kemudian
dijatuhi hukuman. Seharusnya ukuran keberhasilan penegakan hukum oleh aparat
penegak hukum ditandai dengan tercapainya nilai-nilai keadilan di dalam masyarakat.
Lembaga Kepolisian adalah salah satu lembaga penegak hukum yang diharapkan dapat
menjalankan mekanisme restorative justice ini. Tujuan dibentuknya Kepolisian Negara
Republik Indonesia untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya
ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kepolisian Negara RI merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.

HUBUNGAN DENGAN INSTANSI-INSTANSI LAIN.

Pasal 16. Hubungan Kepolisian Negara dengan instansi-instansi lain didasarkan atas
sendi-sendi hubungan fungsionil, dengan mengindahkan hierarchi masing-masing fihak.
Pasal 17. Dalam hal terjadi gangguan ketertiban dan keamanan umum, dalam hal mana
diduga bahwa tenaga Kepolisian Negara tidak mencukupi untuk mengatasinya, maka diberikan
bantuan militer, menurut peraturan-peraturan yang berlaku tentang bantuan militer. Pasal
18. (1) Mengenai tugas serta kedudukan Kepolisian Negara pada waktu Negara
dinyatakan dalam keadaan bahaya, berlaku peraturan-peraturan perundang-undangan tentang
keadaan bahaya.
(2) Kepolisian Negara dapat diikut-sertakan secara fisik didalam pertahanan dan ikut
serta didalam pengalaman usaha pertahanan guna mencapai potensi maximal dari rakyat di dalam
pertahanan total.

BAB 3
Penetapan Perbuatan Melawan Hukum Oleh Polisi Dalam Melaksanakan Tugas Sebagai
Penyelidik dan Penyidik Perkara Pidana

Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat obyektif adalah perbuatan yang
bersifat melawan hukum. Hal ini di kaitkan pada asas legalitas yang tersirat di dalam pasal 1 ayat
1 KUHP. Suatu perbutan yang telah memenuhi rumusan perundang-undangan pidana, dan
dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan ata kesalahannya, berakibat orang itu
dapat dijatuhi pidana. Mengenai sifat melawan hukum perbuatan tersebut, ternyata bahwa
perbuatan yang memenui rumusan delik tidak selalu bersifat melawan hukum, dengan akibat
pelakunya tidak dapat dijatuhi pidana. Misalnya seorang polisi yang karena tugasnya menangkap
atau menahan seorang yang dicurigai sebagai pelaku tindak pidana. Perbuatan menangkap dan
menahan itu sendiri memenuhi rumusan passal 333 KUHP yaitu merampas kemerdekaan orang.
Tetapi karena polisi tersebut menjalankan tugas, yang juga diatur oleh perundang-undangan yang
memberi kewenangan kepadanya untuk menangkap dan menahan orang, maka sifat melawan
hukum perbuatan polisi itu dihapuskan.

Sifat melawan hukum sebagai unsur ojektif dari suatu tindak pidana dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa kategori sebagai berikut:

a) Sifat melawan hukum umum; sifat melawan hukum umum merupakan syarat tidak
tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan. Artinya, untuk dapat dipidanya suatu perbuatan,
maka dengan sendirinya berlaku syarat bahwa perbuatan itu bersifat melawan hukum atau
bertentangan dengan hukum.
b) Sifat melawan hukum khusus; sifat melawan hukum khusus merupakan sifat melawan
hukum yang tercantum secara tertulis di dalam rumusan delik. Dengan kata lain, sifat melawan
hukum merupakan syarat tertulis dapat dipidananya suatu perbuatan. Sifat melawan hukum
khusus ini sering disebut pula dengan sifat melawan hukum faset.
c) Sifat melawan hukum formal; sifat melawan hukum formal dimaksudkan bahwa suatu
perbuatan baru dapat dikatakan melawan hukum apabila pebuatan tersebut telah memenuhi
unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan suatu delik menurut undang-undang. dengan kata lain,
sifat melawan hukum formal baru terjadi apabila rumusan delik dari undangundang telah
terpenuhi.
d) Sifat melawan hukum materiil: sifat melawan hukum materiil dimaksudkan bahwa
suatu sifat melawan hukum berarti melanggar. atau membahayakan kepentingan hukum yang
telah dilindungi oleh pembentuk undang-undang dengan rumusan delik tertentu. ukuran dari
adanya sifat melawan hukum materiil yaitu adanya suatu kepentiangan hukum yang dibahayakan
atau dilanggar oleh suatu perbuatan. Sifat melawan hukum materiil ini tidak perlu untuk
dibuktikan, sebab selain telah ditentukan sebagai sifat yang bertengan dengan undang-undang,
juga bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.
Untuk melindungi kepentingan masyarakat dari kesewenangwenangan polisi dalam
menjalankan tugasnya sebagai penyelidik dan penyidik dalam perkara pidana dan sesuai asas
legalitas perlu kebijakan kriminalisasi (penetapan suatu tindak pidana) dalam pelaksanaan tugas
tersebut.
Untuk itu telah diatur bagaimana seharusnya seorang polisi dalam melkasanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 8 Tahun 2009
tentang Implementasi Prinip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Perkap Nomor 8 tahun 2009.
Dalam Perkap Nomor 8 tahun 2009 tersebut diatur sejumlah larangan agar dalam menjalankan
tugasnya sebagai penyelidik dan penyidik perkara pidana, polisi tidak melakukan perbuatan
melawan hukum. Pada Pasal 12 Perkap Nomor 8 tahun 2009 dinyatakan bahwa pelaksanaan tugas
penyelidikan harus dilengkapi dengan Surat perintah yang sah, terkecuali dalam keadaan yang
mendesak sesuai yang diperintahkan oleh Pimpinan yang berwenang;
dalam melaksanakan tindakan penyelidikan setiap petugas wajib menghargai norma-norma yang
berlaku, bertindak manusiawi dan menjalankan tugasnya sesuai dengan etika kepolisian dan
dalam melaksanakan investigasi setiap petugas dilarang melakukan tindakan yangn berlebihan
sehingga merugikan pihak lain.

Selanjutnya pada Pasal 13 Perkap Nomor 8 tahun 2009 tersebut secara tegas dinyatakan bahwa

(1) melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan
informasi, keterangan atau pengakuan;
(2) menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses
hukum atau secara sewenang-wenang;
(3) memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;
(4) memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan hasil
penyelidikan;
(5) merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran;
(6) melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara

Selain itu, polisi juga dilarang


(1) menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sah;
(2) menolak permintaan bantuan dari seseorang yang membutuhkan pertolongan atau
mencari keadilan tanpa alasan sah.

Sementara itu pengaturan tentang bagaimana seorang polisi bertindak agar tidak terjebak
dalam perbuatan melawan hukum dalam melakukan tugas penyidikan suatu perkara pidana, diatur
dalam Pasal 27 Perkap Nomor 8 tahun 2009 yang menyatakan setiap petugas yang melakukan
tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa wajib:
a. memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk
menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.
b. segera melakukan pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan;
c. memulai pemeriksaan dengan menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang
akan diperiksa;
d. menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan;
e. mengajukan pertanyaan secara jelas, sopan dan mudah dipahami oleh terperiksa;
f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan pemeriksaan;
g. memperhatikan dan menghargai hak terperiksa/saksi untuk memberikan keterangan
secara bebas;
h. menghormati hak saksi/terperiksa untuk menolak memberikan informasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya;
i. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dengan memperhatikan
kondisi dan kesediaan yang diperiksa;
j. memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan ibadah,
makan, dan keperluan pribadi lainnya sesuai peraturan yang berlaku;
k. membuat berita acara pemeriksaan semua keterangan yang diberikan oleh
saksi/terperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan;

i. membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan bahasa yang
dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri;
l. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/atau orang yang
menyaksikan jalannya pemeriksaan; dan
m. memberikan kesempatan saksi atau tersangka untuk memberikan keterangan
tambahan sekalipun pemeriksaan sudah selesai.

Begitu juga dalam melakukan penyidikan atau pemeriksaan terhadap saksi, tersangka
atau terperiksa, petugas polisi dilarang:

a. memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi oleh penasihat hukumnya,
kecuali atas persetujuan yang diperiksa;
b. menunda-nunda waktu pemeriksaan tanpa alasan yang sah, sehingga merugikan pihak
terperiksa;
c. tidak menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang diperiksa pada awal pemeriksaan; d.
tidak menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan;
d. mengajukan pertanyaan yang sulit dipahami terperiksa, atau dengan cara membentak-bentak,
menakuti atau mengancam terperiksa;
e. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan;
f. melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak terperiksa;
g. melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat fisik atau psikis dengan
maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau pengakuan;
h. memaksa saksi, tersangka/terperiksa untuk memberikan informasi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan rahasia jabatannya;
i. membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa untuk melakukan tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan hak-hak yang diperiksa;
j. melakukan pemeriksaan pada malam hari tanpa didampingi oleh penasihat hukum dan tanpa
alasan yang sah;
k. tidak memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan ibadah,
makan, dan keperluan pribadi lainnya tanpa alas an yang sah;
l. memanipulasi hasil pemeriksaan dengan cara tidak mencatat sebagian keterangan atau
mengubah keterangan yang diberikan terperiksa yang menyimpang dari tujuan pemeriksaan;
m. menolak saksi atau tersangka untuk mengajukan saksi yang meringankan untuk diperiksa;
n. menghalangi-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan hokum kepada saksi/
tersangka yang diperiksa;
o. melakukan pemeriksaan ditempat yang melanggar ketentuan hukum;

Perbedaan Penyidikan dan penyelidikan


Banyak orang yang bermasalah dengan hukum khususnya masalah pidana tidak memahami
dengan istilah-istilah yang sering mereka dengar terutama pasca adanya panggilan pemeriksaan
terhadap mereka oleh polisi, jaksa ataupun KPK sebagai penegak hukum terkait adanya suatu
peristiwa yang diduga  sebagai tindak pidana. Terkadang dalam panggilan tertulis istilah
“penyidikan” atau “penyelidikan”. Intinya, ke-2 (dua) istilah tersebut dalam hukum adalah
sesuatu yang berbeda.
Istilah “penyelidikan” dan “penyidikan” dipisahkan  oleh KUHAP, walaupun menurut bahasa
Indonesia kedua kata itu berasal dari kata dasar sidik, yang artinya memeriksa, meneliti.
Penyelidikan
Dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP disebutkan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.”
Penyelidikan dilakukan berdasarkan :

1. Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh


penyelidik/penyidik;
2. Laporan polisi;
3. Berita Acara pemeriksaan di TKP.

Penyelidikan pada dasarnya bukanlah suatu tindakan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu,
penyelidikan dapat dikatakan sebagai   bagian dari fungsi penyidikan.
Penyidikan
Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan  Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.”
Pada dasarnya penyidikan adalah tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang
merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa.
Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan
berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada
tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai
tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan
“mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang
ditemukan dan juga menentukan pelakunya.
BAB 4

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penulis terhadap perbandingan sistem hukum mengenai
disiplin hukum, maka dapat diambil kesimpulan :

1. Tugas dan Fungsi Kepolisian Sebagai Penegak Hukum Menurut UU Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dilihat pada Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002
mengenai fungsi Kepolisian. Fungsi kepolisian adalah “salah satu fungsi pemerintahan negara di
bidang pemeliharaan kemanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

2. Faktor penghambat kepolisian dalam melaksanakan tugasnya dalam penegakan hukum yaitu :

a. Faktor hukumnya sendiri;


b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
c. Faktor sarana atau fasilitas;
d. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;
e. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia dalam pergaulan hidup.

B. Saran
Sebaiknya masyarakat turut membantu tugas Kepolisian sehingga terjalin hubungan yang
baik antara masyarakat dan Polri dan sehingga terhindar dari benturan yang dapat merugikan
masyarakat dan citra Polri sendiri. Serta sebaiknya polri sebagai penegak hukum dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak melakukan pilih kasih dalam menindaki pelaku
tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai