Anda di halaman 1dari 12

RESUME MATERI TERKAIT PROFESI KEPOLISIAN

A. Etika Kepolisian
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara berpikir,
kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika, antara lain
Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang
menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika
juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
atau moral. Selain itu, Etika bias juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan
yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang
diteliti secara sistematis dan metodis.1
Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politea. Kata ini pada mulanya
dipergunakan untuk menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena,
kemudian pengertian itu berkembang menjadi kota dan dipakai untuk menyebut
semua usaha kota. Polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai
organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan agar
yang diperintah menjalankan badan tidak melakukan larangan-larangan perintah.2
Polisi menurut KBBI ialah; 1 badan pemerintah yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-undang
dan sebagainya); 2 anggota badan pemerintah (pegawai negara yang bertugas menjaga
keamanan dan sebagainya);

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia
2
Andi Munawarman, Artikel Sejarah Singkat POLRI, di.http:/ /www.HukumOnline.com/
hg/narasi/2004/04/21/nrs,20040421-01,id.html. diakses pada tanggal September 2016 pukul 11.20 WIB.
Pada awalnya, Polri berada di lingkungan kementerian dalam negeri karena
masih dalam suasana transisi, pada masa penjajahan Belanda, administrasi Kepolisian
dilaksanakan oleh Departement Van Binnen lasch Bestuur (Departemen Dalam
Negeri). Sedangkan dalam masa penjajahan Jepang, pengaturan pola-pola Kepolisian
sesuai dengan peraturan Pemerintahan Jepang, Oleh sebab itu sejak tanggal 8 Agustus
1942 di Jawa, dibentuk Keimubu (Departemen Kepolisian) yang berdiri sendiri, tidak
berada dibawah Departemen Dalam Negeri atau Departemen Kehakiman.
Perubahan mulai terjadi, yaitu militerisasi Kepolisian. Dengan adanya
Instruksi Dewan Pertahanan Negara (DPN) dengan TAP No. 112/DPN/1947, 1
Agustus 1947, bahwa kewajiban Kepoisian Negara secara umum tetap berlaku
menurut peraturan yang ada, kecuali ditentukan lain dalam Penetapan Dewan
Pertahanan Negara No. 39 Tahun 1946, 19 September 1945, dan dalam penetapan
tersebut memuat hal-hal yang mengatur fungsi Kepolisian sebagai militer. Dalam
Penetapan Dewan Pertahanan Negara (DPN), diatur beberapa ketentuan tentang
Kepolisian yang menyatakan tentang militerisasi Kepolisian yaitu : Kepolisian Negara
menjalankan perintah-perintah dan putusan-putusan DPN yang diberikan dengan
Surat Penetapan atau Surat Perintah. Dalam keadaan mendesak, perintah diberikan
dengan lisan yang kemudian disusul dengan surat. Kepolisian Negara mempunyai
kedudukan yang sama dengan tentara, dengan Peraturan Tata Tertib Militer (bukan
pidana militer) dan pengadilan tentara berlaku bagi segenap anggota Kepolisian
Negara.
Dalam suatu penyidikan perkara, Kepolisian dapat menangkap anggota-
anggota tentara untuk kemudian diserahkan kepada komando tentara yang
bersangkutan disertai dengan laporannya. Untuk kepentingan pertahanan, DPN berhak
memasukkan Kepolisian sebagian atau seluruhnya menjadi kesatuan tentara. Dalam
hal ini, fungsi Kepolisian sebagai combatant, karena Kepolisian dapat dijadikan
tentara.3
Jadi Etika Kepolisian adalah system nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-
norma moral yang menjadi pedoman bagi kepolisian untuk bersikap dan bertindak.
Dalam PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIAdisebutkan tentang Etika Kepolisian dalam
Kewajiban, diantaranya;
1) Etika Kenegaraan (Pasal 6)

3
Irwan Suwarto (2003), Polri Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia. (Ekasakti Press: Padang) hlm. 49
2) Etika Kelembagaan (Pasal 7-9)
3) Etika Kemasyarakatan (Pasal 10)
4) Etika Kepribadian (Pasal 11)

B. Etika Tugas dan Jabatan Kepolisian


Polisi merupakan salah satu penegak hukum yang seringkali mendapat sorotan karena
polisi merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum pidana, sehingga tidaklah
berlebihan jika polisi dikatakan sebagai hukum pidana yang hidup, yang menterjemahkan dan
menafsirkanlaw in thebook menjadi law in action. Meskipun polisi dikatakan sebagai garda
terdepan, akan tetapi dapat terjadi pada tahap awal penyelesaian suatu perkara pidana dapat
berakhir, karena polisi mempunyai kewenangan yang disebut diskresi. Polisi dalam
menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, bukan hanya harus tunduk pada hukum yang
berlaku sebagai aspek luar, mereka dibekali pula dengan etika kepolisian sebagai aspek dalam
kepolisian. 4
Tugas kepolisian merupakan bagian dari pada tugas Negara dan untuk mencapai
keseluruhannya tugas itu, maka diadakanlah pembagian tugas agar mudah dalam pelaksanaan
dan juga koordinasi, karena itulah dibentuk organisasi polisi yang kemudian mempunyai
tujuan untuk mengamankan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang
berkepentingan, terutama mereka yang melakukan suatu tindak pidana.Dalam pasal
13Undang-UndangNomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian,tugas pokok Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah:5
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan perlindungan kepada masyarakat.
Selanjutnya dalam pasal 14 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:6
a. Melaksanakan pengaturan, pengawasan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,
dankelancaran lalu lintas dijalan;

4
Agus Raharjo dan Angkasa.PROFESIONALISME POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM. Jurnal Dinamika
Hukum,Vol. 11 No. 3 September 2011, FH Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. Hlm 390
5
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian
6
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaranhukummasyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum Nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik, pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuaidengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensikdan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tugas Polisi Republik
Indonesia seperti yang disebutkan di atas, maka jelaslahbahwa tugas Polisi Republik
Indonesia sangat luas yang mencakup seluruh instansi mulai dari Departemen Pertahanan
Keamanan sampai pada masyarakat kecil semua membutuhkan polisi sebagai pengaman dan
ketertiban masyarakat. Untuk melaksanakan tugas dan membina keamanan dan ketertiban
masyarakat, Polisi Republik Indonesia berkewajiban dengan segala usaha pekerjaan dan
kegiatan untuk membina keamanan dan ketertiban masyarakat. 7
Dalam rangka menyelenggarakan tugasnya, kepolisian memiliki wewenang umum yang
tertuang dalam pasal 15 ayat (1), Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian.
Diantaranyasecara umum berwenang:
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yangdapat mengganggu
ketertiban umum;

7
I Ketut Astawa. Etika Profesi Polri. Kepolisian Republik Indonesia, 2016. Hlm17
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenanganadministratif
kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian daritindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotretseseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yangdiperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang danpelaksanaan putusan pengadilan,
kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementarawaktu.
Berkaitan dengan tugas dan wewenang polisi ini harus dijalankan dengan baik agar
tujuan polisi yang tertuang dalam pasal-pasal berguna dengan baik, Undang-undang
kepolisian bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanyaketentraman
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanaan negara, terselenggaranya fungsi
pertahannan dan keamanan negara, tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung fungsi
hak asasi manusia dapat terlaksana.
Kedudukan kepolisian di Negara Indonesia (POLRI)sebagai lembaga negara non departemen
yang berperan dalam pemeliharaan keamanan, dipimpin seorang Kapolri dan berkedudukan
langsung di bawah Presiden. Pelaksanaan kegiatan operasional dan pembinaan kemampuan
POLRIdilaksanakan oleh seluruh fungsi POLRI secara berjenjang mulai dari tingkat pusat
sampai tingkat daerah yang terendah. Untuk tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan
wewenang POLRI secara hierarki dimulai dari tingkat paling bawah ke tingkat pusat yaitu
Kapolri, selanjutnya Kapolri mempertangungjawabkannya kepada Presiden Republik
Indonesia (Presiden RI).
C. Etika Pelayanan terhadap Pencari Keadilan
Hukum tidak sekedar untuk mewujudkan ketertiban, lebih dari itu hukum harus
memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tidak dengan sendirinya akan melahirkan
keadilan akan tetapi untuk tercapainya keadailan hukum harus ditegakkan. Fungsi dari
penegakan hukum adalah untukmengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan
yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku
manusia sesuai dengan bingkai (frame-work) yang telah ditetapkan oleh suatu Undang-
Undang atau hukum. Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah
menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata manusia.
Pada hakikatnya hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin kehidupan sosial
masyarakat, karena hukum dan masyarakat terdapat suatu interelasi. Sistem peradilan pidana
harus selalu mempromosikan kepentingan hukum dan keadilan. Apapun teori keadilan yang
dipergunakan, definisi keadilan harus mencakup: kejujuran (fair-ness), tidak memihak
(impartiality), dan pemberian sanksi dan hadiah yang patut (appropriate reward and
punishment).8
Pada hakekatnya kepolisian harus mampu melaksanakan apa yang menjadi tugas
kewajiban polisi, yaitumenegakan hukum, menjaga kamtibmas dan bertindak etis dalam
melayani, melindungi serta mengayomi masyarakat sehingga masayarakat merasa tentram.
Tuntutan masyarakat akan kinerja kepolisian tidak statis tetapi senantiasa meningkat dari
waktu ke waktu sejalan dengan perjalanan waktu yang disertai peningkatan kesadaran
masyarakat akan hak-haknya, peningkatan kesadaran masyarakat akan keadilan dan
peningkatan kesejahteraan serta peningkatan akan rasa aman yang merupakan syarat mutlak
guna dapat dilangsungkan kegiatan kerja guna mewujudkan kemakmuran masyarakat.9
Hukum memberi wewenang kepada polisi untuk menegakkan hukum dengan berbagai
cara, dari cara yang bersifat preventif sampai represif berupa pemaksaan dan penindakan.
Tugas polisi dalam ruang lingkup yang kebijakan kriminal yang penal berada pada ranah
kebijakan aplikatif, yaitu ranah penerapan hukum pidana yang cenderung represif. Dalam
meningkatkan pelayanan hukum kepada masyarakat, kepolisian harus memberikan pelayanan
prima yang tercermin dari: 10
a. Transparansi. Semua hasil dari penguatan institusi, terobosan kreatif, peningkatan
integritas bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat
sehingga semua pengerjaannya diawasi langsung oleh masyarakat.
b. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

8
Ibnu Suka. Peran Dan Tanggung Jawab Polri Sebagai Penegak Hukum Dalam MelaksanaanRestorativeJustice
Untuk Keadilan Dan Kemanfaatan Masyarakat. Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 13. No. 1 Maret 2018, FH
UNISSULA Semarang. hlm 112
9
I Ketut Astawa. Etika Profesi Polri. Kepolisian Republik Indonesia, 2016. Hlm95
10
Putri Diati Yanuarsasi. REVITALISASI POLRI MENUJU PELAYANAN PRIMA (Studi pada Polres Tulungagung).
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No 1,FIA UNIBRAW, Malang. Hlm.186-187
c. Kondisional.
d. Partisipatif. Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
kegiatan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
e. Kesamaan Hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Pelayanan yang mempertimbangkan aspek
keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

A. Pengawasan polisi (kompolnas)


Untuk mengawasi kinerja kepolisian, Pemerintah membentuk Komisi Kepolisian
Nasional (Kompolnas) pada tahun 2006 melalui Perpres RI No. 17 Tahun 2005.
Wewenang Kompolnas antara lain;
1. Mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada
Presiden yang berkaitan dengan anggaran, pengembangan sumber daya manusia, dan
pengembangan sarana dan prasarana Polri,
2. Memberikan saran profesional dan mandiri
3. Menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan
menyampaikannya kepada Presiden.Berbeda dengan di negara lain yang
menempatkan komisi kepolisian sebagai lembaga pengawas, yang memiliki
wewenang investigasi bahkan penangkapan.
Di Indonesia Kompolnas tidak menjadi lembaga pengawas yang efektif karena tidak
memiliki fungsipengawasan, Kompolnas hanya dapat menampung keluhan masyarakat
terkait dengan pelayanan kepolisian dan melanjutkannya ke Markas Besar Polri tanpa dapat
menindaklanjutinya secara independen. Selain komisi kepolisian, di negara demokrasi
biasanya terdapat dua bentuk pengawasan lainnya, yaitu pengawasan internal dan
pengawasan eksternal yang saling melengkapi. Mekanisme pengawasan eksternal pada level
kebijakan dan politik dibutuhkan untuk menghindari pimpinan kepolisian mengelak dari
investigasi atau menghukum polisi yang melakukan kejahatan dilaksanakan oleh DPR dan
Presiden. Pengawasan eksternal secara teoritik dapat memberikan kesetaraan yang lebih besar
dalam investigasi akan tuduhan serius atas kejahatan polisi dan dapat diposisikan mendorong
petugas polisi untuk memberikan alatbukti kejahatan yang dilakukan petugas lainnya.
Tujuan reformasi kepolisian adalah membangun kepolisian sipil yang profesional dan
akuntabel dalam melayani masyarakat dengan menjunjung tinggi norma-norma demokrasi,
menghormati HAM dan hukum internasional lainnya. Reformasi Polri merupakan bagian dari
reformasi sektor keamanan yang juga memiliki jalinan interidependensi dengan reformasi di
sektor lain. Dalam konteks inilah diperlukan peran Kompolnas sebagai lembaga independen
yang akan meberi masukan dan arahan serta memberi dorongan agar Polri mampu bertindak
secara profesional, mandiri dan dicintai rakyat. Hal ini sesuai dengan fungsi Polri
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 37 UU No.2 Tahun 2002 dan dijabarkan dalam
Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2005.
Menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan berbagai kebijakan dalam rangka
membangun Polri yang dipercaya oleh masyarakat, akan sangat tergantung dan dipengaruhi
oleh tiga hal. Pertama; Adanya komitmen yang tinggi dari setiap anggota Polri, sehingga
proses penyadaran setiap anggota Polri akan tugas, fungsi, peranan dan wewenang adalah
merupakan kunci pokok utama yang harus dilakukan setiap atasan terhadap bawahannya.
Proses internalisasi nilai-nilai Tribrata, Catur Prasetya dan Etika Profesi Kepolisian harus
berlangsung secara intens, agar mampu memotivasi dan mengendalikan sikap mental dan
perilaku setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung, pengayom
dan pelayan masyarakat dalam memelihara keamanan dan menegakkan hukum. Kedua;
Political Will dari pemerintah dan dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat, baik dalam
pemenuhan kebutuhan Polri maupun dalam pengawasan, merupakan prasyarat utama, agar
program-program Polri yang mendorong perubahan menuju Polri yang profesional semakin
mendekati kenyataan. Ketiga; Partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pemolisian di
lingkungannya masing- masing, dansosial control yang bertanggung jawab sebagai warga
masyarakat yang patuh hukum merupakan mitra utama dalam mewujudkan keamanan,
ketertiban dan ketenteraman masyarakat.11

B. Hubungan etika polisi dengan undang undang kepolisian


Dalam UU Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
telah dituangkan dipasal 2, 13 ,18 dan pasal 31 tentang fungsi kepolisian, tugas dan
wewenang kepolisian, tugas dan wewenang menurut penilaian sendiri (diskresi) dan
pelaksanaan tugas dan wewenang harus memiliki kemampuan profesi. Dalam tubuh Polri
mengeluarkan peraturan kapolri atau perkap no 14 tahun 2011 tentang KEPP untuk mengatur
kehidupan seluruh personil polri. Perlunya anggota Polri mengambil diskresi diatur dalam
Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 18 ayat (1) memang tidak
definitif menyebut

11
Sukamto Satoto. Kapolnas, Mandiri, Independen. Jurnal Inovatif, Volume VII Nomor III
September 2014.
istilah "diskresi", tetapi "bertindak menurut penilaiannya sendiri". Selanjutnya, ayat (2)
menegaskan syarat pelaksanaan diskresi, yaitu "dalam keadaan yang sangat perlu dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia".
Diskresi kepolisian sangat rentan terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan
dalam pelaksanaannya apabila tidak diberikan pengawasan dan pengendalian di dalam
pelaksanaannya, maka dari itu diskresi hanya boleh dilakukan apabila menyangkut
kepentingan umum saja, tidak boleh diskresi ini digunakan untuk kepentingan golongan,
apalagi semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi saja.Maka dari itu aspek paling penting
dalam mengantisipasi terjadi penyalahgunaan wewenang diskresi kepolisian adalah
pentingnya bahwa setiap anggota yang melaksanakan diskresi ini harus bisa
mempertanggungjawabkan diskresi yang dilakukannya itu di hadapan hukum, bahwa
kegiatannya tersebut, memang benar- benar demi kepentingan umum, dan sesuai dengan kode
etik profesi Polri yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan tugas Polri oleh setiap
anggota kepolisian RI.
Salah satu contoh tindakan diskresi kepolisian yaitu, apabila seorang anggota Polantas
sedang melaksanakan pengaturan di suatu persimpangan jalan traffic light, kemudian
mengetahui di salah satu sisi jalur terdapat mobil ambulance yang membunyikan sirine
menandakan bahwa sedang ada orang di dalam mobil tersebut yang sedang membutuhkan
pertolongan untuk dibawa ke rumah sakit.Maka walaupun pada saat itu jalur yang dilewati
mobil ambulance itu sedang lampu merah, namun polantas yang bertugas di simpang itu
berhak memberikan prioritas jalan terhadap jalur yang dilewati ambulance tersebut dan
menstop jalur jalur lain walaupun jalur lain sedang lampu hijau.Contoh tindakan diskresi
kepolisian tersebut merupakan yang dapat dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang dalam bertidak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari
tindakannya dan betul–betul untuk kepentingan umum dan tindakan kemanusiaan.
C. Hubungan Kode Etik Polisi dengan UU Kepolisian
Kode etik profesi polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau
aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan
perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut
yang dilakukan oleh anggota polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung
jawab jabatan.12 Tjuan kode etik kepolisian adalah berusaha meletakkan etika kepolisian
secara

12
Nestiti Aroma Puspita. Pelaksanaan tugas dan wewenang komisi kode etik kepolisian Republik
Indonesia. Diponegoro Law jurnal. Vol. 5 No. 3., tahun 2016. Hlm 8
proposional dalam kaitannya dengan masyarakat, dan bagi polisi berusaha memberikan bekal
keyakinan bahwa internaslisasi etika kepolisian yang benar, baik, dan kokoh. Adapun fungsi
a) kode etik profesi memberikan petunjuk bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksanaan
profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan;
b) kode etik profesi merupakan peraturan untuk mengontrol sikap masyarakat atas profesi
yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan
kepada masyarakat agar juga memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga
memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja; c) kode etik profesi
tidak memperbolehkan adanya campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keangotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para
pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri
pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.13
Proses pembentukan UU No. 2 tahun 2002 tentang POLRI pada dasarnya dimulai
pada masa-masa pemerintahan Gus Dur dengan dilanjutkan oleh Pemerintahan presiden
megawati. Tema sentral perubahandiarahkan untuk: Menghasilkan produk hukum nasional
yang mampu mengatur tugas lembaga pemerintahan dan pembangunan nasional itu sendiri,
yang harus di diukung oleh aparatur hukum yang bersih, berwibawa, penuh pengabdian,
sadar dan taat hukum, mempunyai rasa keadilan sesuai dengan kemanusiaan, professional,
efisien, efektif yang dilengkapi sarana prasarana hukum secara optimal. Undang-undang
kepolisian disusun mencangkup pokok-pokok konsepsi kepolisian, meliputi: 1) tujuan; 2)
landasan idiil filosofis
3) kedudukan dan susunan; 4) fungsi, tugas, dan asas-asas pelaksanaan tugas; 5) wewenang
dan tanggung jawab; 6) pembinaan profesionalisme dan hubungan-hubungan yang
kesemuanya itu harus bersumber pada pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideology Negara
maupun UUD 1945 sebagai konstitusinya serta aspirasi yang berkembang dalam tata
kehidupan masyarakat.
Pelaksanaan peraturan disiplin oleh anggota polri juga dapat dijadikan salah satu
parameter untuk menilai profesionalisme anggota polri dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sesuai amanat UU No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara republic Indonesia.
Jika ada anggota Polri melanggar disiplin maka berarti anggota polisi tersebut tidak

13
Nestiti Aroma Puspita. Pelaksanaan tugas dan wewenang komisi kode etik kepolisian Republik
Indonesia. Diponegoro Law jurnal. Vol. 5 No. 3., tahun 2016. Hlm 9
menjalankan tugas dan kewajiban dengan baik, sehingga diartikan bahwa yang bersangkutan
telah bertindak tidak professional.
DAFTAR PUSTAKA

Astawa, I Ketut. Etika Profesi Polri. Kepolisian Republik Indonesia, 2016.


Diati Yanuarsasi, Putri. REVITALISASI POLRI MENUJU PELAYANAN PRIMA
(Studi pada Polres Tulungagung). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No 1,FIA
UNIBRAW, Malang.
Kanisius, Petrus Noven Manalu. Jurnal fungsi kode etik profesi polisi dalam rangka
meningkatkan profesionalitas kerjanyata. (Universitas Atma Jaya: Yogyakarta. 2014)
Munawarman, Andi. Artikel Sejarah Singkat POLRI, di.http:/
/www.HukumOnline.com/ hg/narasi/2004/04/21/nrs,20040421-01,id.html. diakses pada
tanggal September 2016 pukul 11.20 WIB.
Puspita, Nestiti Aroma. Pelaksanaan tugas dan wewenang komisi kode etik kepolisian
Republik Indonesia. Diponegoro Law jurnal. Vol. 5 No. 3, 2016.
Raharjo, Agus dan Angkasa.PROFESIONALISME POLISI DALAM PENEGAKAN
HUKUM. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 No. 3 September 2011, FH Universitas Jendral
Soedirman, Purwokerto.
Suwarto, irwan (2003), Polri Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia. (Ekasakti
Press: Padang)
Suka, Ibnu. Peran Dan Tanggung Jawab Polri Sebagai Penegak Hukum Dalam
Melaksanaan Restorative Justice Untuk Keadilan Dan Kemanfaatan Masyarakat. Jurnal
Hukum Khaira Ummah Vol. 13. No. 1 Maret 2018, FH UNISSULA Semarang.
Satoto, sukamto. Kapolnas, Mandiri, Independen. Jurnal Inovatif, Volume VII Nomor
III September 2014.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian

Anda mungkin juga menyukai