Anda di halaman 1dari 17

HUKUM KEPOLISIAN POLRI

Semester I

Bandung, Sept 2020


PERTEMUAN KULIAH KE 4

FUNGSI, PERAN, TUGAS, DAN WEWENANG POLRI

Kepolisian didunia termasuk Kepolsian Negara RI dari masa kemasa selalu menjadi bahan
perbincangan berbagai kalangan, mulai dari praktisi hukum, akademis maupun masyarakat umum yang
berusaha secara positif memposisikan kedudukan, fungsi, peran, tugas dan wewenang kepolisian seiring
dengan perubahan – perubahan sesuai kebijakan politik.

A. Fungsi Kepolisian.

Fungsi kepolisian secara proses kronologis tertuang dalam sumber – sumber hukum
Undang – undang RI No. 8 Tahun 1981.

Peraturan Pemerintah RI No 27 Tahun 1983, Undang – Undang Dasar 1945


amandemen / perubahan keempat, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000.

Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun 2000

Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 yaitu pasal 2 “ Polri mengemban fungsi
kepolisian yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat “

Pasal 3 ayat ( 1 ) “ Pengemban fungsi kepolisian adalah Polri yang dibantu oleh a.
kepolisian khusus, b. penyidik pegawai negeri sipil dan atau c. bentuk – bentuk pengamanan
swakarsa “., ayat ( 2 ) “ Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 )
huruf a, b, dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang – undangan
yang menjadi dasar hukumnya masing – masing “
36
PERTEMUAN KULIAH KE 4

Pasal 5 ayat ( 1 ) “ Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri “., ayat ( 2 ) “ Polri
adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana
dimaksud dalam ayat ( 1 )”, pasal 12 ayat ( 1 ) “ Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan
fungsional yang pejabatnya diangkat dengan keputusan Kapolri “

Pasal 42 ayat ( 3 ) “ Hubungan dan kerjasama luar negeri dilakukan terutama dengan badan – badan
kepolisian dan penegak hukum lain melalui kerjasama bilateral atau multilateral dan badan pencegahan
kejahatan baik dalam rangka tugas operasional maupun kerjasama teknik dan pendidikan serta pelatihan
“ seperti ICPO – Interpol dan Aseanapol.

36
B. Peran Kepolisian.

Sesuai dengan dasar falsafah kepolisian “ Tri Brata “ bahwa Kepolisian Negara RI
adalah “ Abdi Negara “ dan sekaligus “ Abdi Masyarakat “, dimana sebagai “ Abdi Negara “
berperan sebagai pemelihara keamanan dalam negeri, yaitu terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat serta tertib dan tegaknya hukum sesuai dengan ketentuan / peraturan
perundang – undangan yang berlaku. Sedangkan sebagai “ Abdi Masyarakat “ berperan sebagai
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dengan senantiasa memperhatikan dan mentaati
peraturan- peraturan / norma – norma serta hak asasi manusia setiap warga masyarakat.

Dalam sumber hukum Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000 didalam pasal 6 ayat ( 1 )
menyebutkan “ Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat “ dan dalam menjalankan perannya wajib memiliki
keahlian dan ketrampilan secara profesional, selanjutnya peran – peran lain nya dirumuskan dalam
pasal 9 dengan substansinya
a. Apabila negara dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada TNI,
b. Turut serta secara aktif dalam tugas – tugas penaggulangan kejahatan internasional sebagai
anggota International Criminal Police Organization Interpol,
c. Membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia ( peace keeping operation )
dibawah bendera Perserikatan Bangsa bangsa .

37
C. Tugas Kepolisian.

Dalam melaksanakan perannya, kepolisian negara RI mempunyai tugas pokok yang


dirumuskan dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 pasal 13, sebagai berikut :
1. “ Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat “ bersumber dari kewajiban umum
kepolisian yaitu memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum,
2. “ Menegakkan hukum “ bersumber dari ketentuan peraturan perundang – undangan dalam
kaitannya dengan sistem peradilan pidana KUHAP, KUHP dan Undang – undang lainnya,
3. “ Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat “ bersumber dari
kedudukan fungsi kepolisian sebagai bagian dari fungsi pemerintahan negara yang pada
hakekatnya bersifat pelayanan publik ( public service ) dan termasuk kewajiban umum
kepolisian.

Kemudian dalam implementasi atau melaksanakan tugas pokok kepolisian, tugas


– tugas terperinci dirumuskan sebagaimana dalam pasal 14 ayat ( 1 ) :
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat
dan pemerintah sesuai kebutuhan,
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas dijalan,
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum
masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang –
undangan,
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional,
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum,
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus,
penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk – bentuk pengamanan swakarsa,
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
acara pidana dan peraturan perundang – undangan lainnya
38
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik, dan
psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian,
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari
gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk melindungi hak asasi manusia,
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi
dan/atau pihak yang berwenang,
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup
tugas kepolisian, serta
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan – peraturan perundang – undangan.

D. Wewenang Kepolisian.

Dalam menyelenggarakan tugas – tugasnya, Kepolisian Negara Ri mempunyai


wewenang secara umum yang diatur dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 maupun dalam
wewenang sesuai peraturan perundang – undangan dan wewenang dibidang proses pidana
sebagaimana diatur dalam Undang – undang RI No. 8 Tahun 1981, Undang – undang RI No. 1
Tahun 1946 diperbaharui dengan Undang – undang RI No. 73 Tahun 1958 tentang berlakunya
KUHP di Indonesia, dan perubahan dengan Undang – undag RI NO. 27 Tahun 1999 tentang
Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.

39
1. Wewenang kepolisian secara umum.

Wewenang kepolisian secara umum, diatur dan dirumuskan menurut Undang –


undang RI No. 2 Tahun 2002 psal 15 ayat ( 1 ) yaitu :
a. Menerima laporan dan/atau pengaduan.
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu
ketertiban umum.
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa.
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian.
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan
g. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
i. Mencari keterangan dan barang bukti.
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat.
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan,
kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

40
2. Wewenang kepolisian sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

Kewenangan kepolisian tersebar diberbagai Undang – undang dan peraturan


perundang – undangan dan dikelompokkan seperti yang diatur dalam Undang – undang RI
No. 2 Tahun 2002 pasal 15 ayat ( 2 ), berbunyi :
a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat
lainnya,
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor,
c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor,
d. Menerima pemberitaan tentang kegiatan politik,
e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata
tajam,
f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha
dibidang jasa pengamanan,
g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas
pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian,
h. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional,
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang yang berada diwilayah
Indonesia dengan koordinasi instansi terkait,
j. Mewakili pemerintah RI dalam organisasi Kepolisian Internasional,
k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

41
3. Wewenang kepolisian dibidang proses pidana.

Fungsi kepolisian terdiri dari tugas – tugas pencegahan ( preventif ), sosialisasi


penyuluhan ( preemptif ) dan penindakan ( represif ). Tugas represif terdiri atas bentuk –
bentuk pertama, tindakan kepolisian yang bersifat represif non-yustisial ( memulihkan
keadaan tertib yang terganggu berdasarkan kewajiban umum kepolisian ) dan kedua,
tindakan kepolisian yang bersifat represif yustisial yaitu tindakan kepolisian dibidang proses
pidana ( criminal justice system ) selaku penyidik berdasarkan asas legalitas sesuai
ketentuan hukum acara pidana ( Undang – undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP).

Pengaturan wewenang kepolisian dibidang proses pidana diatur dalam Undang –


undang RI No. 2 Tahun 2002 pasal 16, berbunyi :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan,
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan,
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan,
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri,
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat,
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi,
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara,
h. Mengadakan penghentian penyidikan,

42
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam keadaan
mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana.
k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyelidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil
serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada
penuntut umum.
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

4. Wewenang “ Diskresi Kepolisian ’’.

Diskresi kepolisian ( Police Discretion ) menurut Davis ( 1969 ) dan Ensiklopedia Ilmu
Kepolisian dalam Momo Kelana ( 2007 ) didefinisikan atau dirumuskan sebagai kapasitas petugas
kepolisian untuk memelihara diantara sejumlah tindakan legal atau tidak legal, atau bahkan tidak
melakukan tindakan sama sekali pada saat menunaikan tugas. Dalam pengertian umum “ Diskresi
“ merupakan wewenang dari pejabat publik, demi kepentingan umum, untuk bertindak atau tidak
bertindak dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya menurut penilaiannya sendiri. Diskresi
kepolisian merupakan kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum kepolisian
( plichtmatigheidsbeginsel ) yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat
kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka
kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

42
Kewenangan “ Diskresi kepolisian “ dirumuskan dalam Undang – undang RI No. 2
Tahun 2002 dalam pasal 18 ayat ( 1 ) Untuk kepentingan umum, pejabat Polri dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri, dilengkapi rambu – rambu
bagi pelaksanaan diskresi kepolisian pada ayat ( 2 ) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat ( 1 ) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan
peraturan perundang – undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI, oleh karena itu
sudah seharusnya dikaitkan dengan konsekuensi pembinaan profesi kepolisian pasal 31, 32, dan 33
Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002. Oleh karena wewenang untuk bertindak berdasarkan
penilaiannya sendiri dalam rangka menjalankan kewajiban hukum/undang – undang
( rechtmatigheid ) dan kewajiban tugas, sehingga dalam menilai suatu situasi konkrit diperlukan
persyaratan – persyaratan kemampuan bagi setiap anggota kepolisian ( interpersonal skill ).

Diskresi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memilih secara bijak


tindakan yang akan diambil atas pertimbangan sendiri demi kepentingan umum. Tindakan
dimaksud harus memenuhi syarat–syarat :
a. Tidak bertentangan dengan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; menghormati hak
asasi manusia.

43
E. Tanggungjawab Kepolisian.

Dalam Negara Hukum yang demokratis , pertanggungjawaban dan


akuntabilitas merupakan salah satu paradigma yang mendasar, akuntabilitas adalah
sesuatu yang berkaitan dengan pertanggungjawaban atas sebuah keputusan setelah
keputusan itu diambil. Baik institusi / organ / badan / lembaga kepolisian maupun
pejabat kepolisian dituntut pertanggungjawaban dari segi politik, yuridis ( hukum ),
moral dan etika profesi, serta administrasi ketatanegaraan.

1. Tanggungjawab politik kepolisian.

Sebagai pengemban salah satu fungsi pemerintahan Negara ( pasal 2 Undang


– undang RI No. 2 tahun 2002 ) secara formal, institusi kepolisian memiliki tanggungjawab
dalam rangka keseluruhan penyelenggaraan pemerintahan Negara sesuai Undang –
Undang Dasar ( Konstitusi ) Negara RI 1945, dimaksudkan dalam rangka menjamin
obyektifitas tindakan kepolisian dan pemuliaan profesi kepolisian agar tidak terpengaruh
oleh kekuatan politik tertentu.

2. Tanggungjawab Yuridis ( Hukum ) Kepolisian.

Sebagai alat negara penegak hukum dengan sendirinya Kepolisian Negara RI


mengemban tanggungjawab hukum dan taat asas. Substansi tanggungjawab hukum
Kepolisian dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 terdapat pada pasal 29 ayat ( 1 )
Anggota Kepolisian Negara RI tunduk pada keuasaan peradilan umum, ayat ( 2 )
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

45
Tanggungjawab pidana, selaku warga negara Indonesia yang mempunyai
kedudukan yuridis ( hukum ) yang sama dengan warga negara lainnya apabila melanggar
peraturan atau ketentuan dalam perundang –undangan harus mempertanggungjawabkan
tindakannya secara hukum sebagaimana yang diatur dalam Undang undang RI No. 1 Tahun
1946 diperbaharui Undang – undang RI No. 73 Tahun 1958 tentang berlakunya KUHP di
Indonesia, dan Undang – undang RI No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP ( yang
berkaitan dengan kejahatan terhadap Keamanan Negara ), pasal 421, 422, 426, 427 dan 429.

Tanggungjawab perdata, tanggungjawab karena penyalah gunaan tugas wewenang


sehingga mengakibatkan penderitaan dan kerugian bagi orang lain atau pihak lain baik
mengenai jiwa maupun harta benda. Dalam Kitab Undang –undang Hukum Perdata pasal
1365, dinyatakan bahwa terhadap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian
bagi orang lain, maka orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum itu diwajibkan untuk
mengganti rugi.

Tanggungjawab karena lalai atau tidak berbuat, dalam Kitab Undang – undang
Hukum perdata pasal 1366 dinyatakan pertanggungjawaban itu tidak hanya atas perbuatan
pidana atau perdata saja, tetaoi juga atas kechilapan dan atau sikap yang yak berhati – hati
yang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Bahkan terhadap sikap “ Tidak Berbuat “ dimana
polisi tidakmemenuhi kewajibannya atau melelaikan kewajibannya juga harus
mempertanggungjawabkan “ mengapa ia tidak berbuat “ baik secara pidana dan bisa pula
secara perdata.

46
3. Tanggungjawab Moral dan Etika Profesi.

Tanggungjawab moral anggota kepolisian terkait dengan sumpah atau janji


pada saat dilantik sebagai anggota kepolisian. Dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun
2002 tentang Polri, dalam pasal 22 ayat ( 1 ) bahwa “ sebelum diangkat sebagai anggota
Kepolisian Negara RI seorang calon anggota yang telah lulus pendidikan pembentukan
wajib mengucapkan sumpah atau janji agamanya dan kepercayaannya itu “. Lafal
sumpah atau janji yang dimuat dalam pasal Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 pasal
23, merupakan komitment dan prinsip moral anggota Kepolisian Negara RI pada
profesinya sehingga merupakan sumber nilai – nilai bagi kode etik profesi.

4. Tanggungjawab Administratif.
Tanggungjawab administratif pada dasarnya merupakantanggungjawan
hukum tatausaha negara. Secara administratif, anggota Polri menjalani dinas
keanggotaan dengan ikatan dinas yang diatur dengan peraturan perundang – undangan.
Dalam Undang – undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang No. 43 Tahun 1999 tesebut diatur
tentang hak–hak dan kewajiban kedinasan antara lain mengenai gaji dan hak- hak
lainnya. Untuk membina moril dan semangat kerja diadakan peraturan disiplin anggota
kepolisian dalam Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian Negara RI. Menjadi wacana dan pemikiran bagi penentu dan atau
pembuat kebijakan bahwa dalam Peraturan Pemerintah tersebut hanya mengatur
tentang “ Kewajiban, Larangan dan Sanksi “ tetapi tidak memuat tentang “ Penghargaan
( reward ) “ bagi anggota yang berprestasi dan menunjukkan disiplin melebihi panggilan
tugasnya.

47
5. Tanggungjawab Profesionalisme Kepolisian.

Menghadapi era globalisasi dari segala perkembangan perubahan permasalahan


aspek kehidupan sosial masyarakat majemuk atau plural dengan berbagai komunitas yang
heterogen penuh harapan dan tantangannya, reformasi menuntut introspeksi dan evaluasi
oyektif serta jujur. Dalam era reformasi ada beberapa aspirasi paradigma yang berkembang
di masyarakat mempengaruhi kinerja kepolisian yaitu supremasi hukum, perlindungan hak
asasi manusia, demokratisasi, transparansi, akuntabilitas, kemandirian dan profesionalisme.
Dalam kebijakan kepolisian dan aktualisasi kinerja pemolisiannya, Polri harus mau dan
mampu menampilkan kesesuaiannya dengan aspirasi paradigma masyarakat melalui upaya
pembinaan profesi kepolisian.

48
Menurut Edward A. Farris dalam The Encyclopedia of Police Science –
Bailey G.William ( 2005 ) dikutip Momo Kelana ( 2007 ) dikemukakan “
Profesionalisme ( Profesionalism ) “ merupakan suatu keadaan pikiran, standar
tingkah laku, citra dan kemampuan, kepekaan, dan kumpulan sikap sejenis seperti
yang dimiliki oleh orang – orang terbaik yang mengikuti suatu panggilan, yang
menjalankan seni dan ilmu dari suatu lapangan pekerjaan serta menunjukkan
fungsi suatu pekerjaan.

Dalam Undang – undang RI No. 2 Tahun 2002 terdapat Bab V pasal 31


dan pasal 32 mengenai Pembinaan Profesi yang menandakan bahwa Pembinaan
kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara RI dengan lingkup tugas
pemeliharaan ketertiban dan keamanan umum, penegakkan hukum, perlindungan
dan pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat mendapat perhatian dalam
hukum kepolisian Indonesia, yaitu diselenggarakan melalui pembinaan etika
profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya dibidang teknis
kepolisian melalui pendidikan, pelatihan dan penugasan secara berjenjang,
berlanjut dan berkesinambungan komprhensif.

Quis pertemuan kuliah ke 4 :

1. Jelaskan bagaimana tugas kepolisian dalam menjaga keamanan dan


ketertiban masyarakat

2. Jelaskan bagaimana tanggungjawab Yuridis (Hukum Kepolisian)

49
Selamat Meraih Cita-Cita

Anda mungkin juga menyukai