Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

WAWASAN LINGKUNGAN
GREEN INDUSTRY
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Titien Setiyo Rini, MT

Disusun oleh :
SINTYA ARDIYANI (18120066)
ILDA KURNIA DYASTARI (18120071)
LINDA (18120079)

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK INFORMATIKA

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu hanya kepada Allah, yang tiada hentinya memberikan semua
nikmat dalam kehidupan. Serta shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar
Nabi Muhammad saw.
Makalah yang berjudul “ Green Industry” ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Wawasan Lingkungan oleh dosen pengajar mata kuliah Bu Titien. Diharapkan
makalah ini dapat menjadi salah satu sumber yang dapatmenambah pengetahuan tentang
Green Industry atau bias disebut Eco Industry. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa
penjelasan Green Industry yang telah dijabarkan masih kurang dari kata cukup karena
melihat Green Industry merupakan program yang dapat dikatakan baru sehingga
referensi-referensi yang membahas tentang hal ini juga sangat terbatas. Oleh karena itu,
diharapkan bagi para pembaca untuk mencari referensi-referensi yang lebih banyak lagi
tentang Green Industry.
Demikian sedikit kata pengantar dari saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan terima kasih atas perhatiannya.

Surabaya, 3 Juli 2019


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isu lingkungan saat ini sudah menjadi isu global dengan semakin banyaknya lembaga
peduli lingkungan yang mempromosikan dan mengajak seluruh kalangan untuk menjaga
lingkungan. Industri dinilai menjadi salah satu penyebab isu lingkungan saat ini industry
merupakan penyumbang gas CO2, limbah B3, dan limbah padat maupun cair yang sangat
membahayakan Selain penyumbang limbah, industri manufaktur juga diklaim sebagai
pengguna sumber daya alam dan energi terbesar. Bey dkk (2013) mengatakan bahwa isu
lingkungan menjadi sangat penting sekarang ini, berbagai tekanan dari berbagai pihak
mulai dari masyarakat sekitar hingga permintaan pasar akan proses produksi dan produk
yang ramah lingkungan. Upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang
diakibatkan oleh industry telah banyak dikembangkan oleh masyarakat ataupun industri
itu sendiri. Shapira dkk (2014) mengatakan upaya untuk membantu perkembangan
program “green” pada industri sudah diperkenalkan ke seluruh negara. di Eropa, sudah
diperkenalkan program Eco-Innovation melaluithe Executive Agency for
Competitiveness and Innovation pada tahun 2008. Dengan berkembangnya kewaspadaan
mengenai masalah perlindungan lingkungan makadiwujudkannya program-program
peduli lingkungan untuk industri manufaktur seperti GreenManufacture, Green Supply
Chain, Green Building, Green Construction, Green Product,Green Technology dan masih
banyak yang lain.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah mulai memperkenalkan program peduli
lingkungan lewat program PROPER dari Kementerian Lingkungan hidup RI yang fokus
pada pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi industri manufaktur.
dan Pada tahun 2010 pemerintah melalui Kementrian Perindustrian RI mulai
mencanangkan program penghargaan Industri Hijau. Industri Hijau merupakan program
pemilihan industri yang berwawasan lingkungan yang telah berupaya melakukan
pengelolaan lingkungan hidup sehingga dapat meminimalisir pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup akibat kegiatan industri, mengutamakan efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumber daya alam serta bermanfaat bagi masyarakat (Kementerian
Perindustrian, 2014). Program Industri Hijau ini sendiri memiliki beberapa kriteria
penilaian yang mencakup semua departemen, divisi dan bagian pada suatu industri.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa pengertian dari Industri Hijau itu sendiri ?
 Apa tujuan dari Industri Hijau itu ?
 Apa manfaat dari Industri Hijau untuk berkesinambungan industri masa yang
akan datang?
 Bagaimana konsep dari Industri Hijau ?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan kajian adalah tersusunnya informasi yang komprehensif
mengenai konsep industri hijau, antara lain:
 Untuk mengetahui pengertian dari Industri Hijau itu sendiri
 Untuk mengetahui tujuan dari Industri Hijau tersebut
 Untuk mengetahui manfaat dari Industri Hijau tersebut
 Untuk mengetahui Konsep Industri hijau

1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini untuk mengetahui pengertian, tujuan dam manfaat tentang
industri hijau. Serta menekankan pemahaman mengenai Green Industry di Indonesia
tentang pentingnya konsep Industri Hijau
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Green Industry


Industri Hijau atau dalam Bahasa inggrih Green Industry adalah industri yang dalam
proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan
sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan
industri dengan kelestarian fungsi lingkunganhidup serta dapat memberi manfaat bagi
masyrakat (RUU Perindustrian). (UU No. 3/2014 tentang perimdustrian).
Industri hijau berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2014
tentang Perindustrian adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan
upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga
mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Untuk mendukung berkembangnya
Industri Hijau, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia akan memberikan
penghargaan Industri Hijau bagi industri yang memenuhi kriteria penilaian.
Industri hijau atau industri ramah lingkungan merupakan industri yang dalam proses
produksinya mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara
berkelanjutan, sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.
Industri hijau merupakan salah satu jawaban terwujudnya bumi yang sehat, karena
industri hijau merupakan suatu gerakan industri yang berwawasan lingkungan,
menselaraskan pembangunan dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta
mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
Pengembangan industri hijau dapat dilakukan melalui beberapa penerapan seperti
produksi bersih (cleaner production), konservasi energi (energy efficiency), efisiensi
sumberdaya (resource efficiency eco-design), proses daur ulang, dan low-carbon
technology. Melalui penerapan industri hijau akan terjadi efisiensi pemakaian bahan
baku, energi dan air, sehingga limbah maupun emisi yang dihasilkan menjadi minimal
dan proses produksi akan menjadi lebih efisien yang dapat meningkatkan daya saing
produk industri nasional.
Pengembangan industri yang sudah ada menuju industri hijau, dilakukan melalui
berbagai upaya antara lain:
1. Rencana penerapan 5 standar industri hijau yaitu industri tekstil, ubin keramik,
semen, baja, serta pulp dan kertas;
2. Katalog bahan baku ramah lingkungan untuk industri tekstil, ubin keramik, dan
makanan;
3. Pedoman umum dan teknis konservasi energi dan pengurangan emisi gas CO2;
4. Panduan teknis untuk studi kelayakan untuk implementasi Konservasi Energi dan
Pengurangan Emisi CO2;
5. Panduan pengolahan limbah cair, bahan berbahaya dan beracun (B3);
6. Selanjutnya,
7. Panduan produksi bersih;
8. Program restukturasi mesin untuk industri gula, industri tekstil dan produk tekstil
serta industri kulit dan alas kaki yang telah dilakukan sejak tahun 2007; serta
9. Pemberian penghargaan Industri Hijau sejak tahun 2010 dan pada tahun 2014
telah diberikan penghargaan kepada 256 perusahaan.
Sedangkan, untuk pembangunan industri baru akan diterapkan prinsip-prinsip
Industri Hijau dalam proses produksinya seperti penggunaan bahan baku, energi, dan air
yang efisien. "Insentif yang bisa diberikan untuk industri yang telah menerapkan industri
hijau berupa peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) perusahaan industri,
dukungan promosi, serta penyediaan tenaga ahli audit energi, air dan bahan baku.
Dengan penerapan industri hijau melalui penggunaan teknologi rendah karbon,
tentunya akan memberikan dampak penghematan energi, air dan bahan baku. Selain itu
juga akan meningkatkan produktivitas dan menghasilkan limbah yang lebih sedikit.
Pengertian Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya
menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya secara
berkelanjutan. Dengan kata lain industri hijau merupakan sebuah industri yang ramah
lingkungan. Industri hijau mensyaratkan bahan baku, energi, dan proses yang ramah
lingkungan. Selain itu dibutuhkan teknologi yang ramah lingkungan sehingga bisa se
efisien mungkin dalam penggunaan sumber daya alam. Industri hijau juga mensyaratkan
adanya limbah buang yang tidak terlalu merusak lingkungan.

Ada sembilan jenis industri hijau, antara lain:

1. pengembangan hutan energi


2. ekowisata
3. pembentukan kebun raya atau hutan kota
4. penangkaran satwa liar dan langka,
5. pengembangan hutan non hasil kayu seperti getah dan sebagainya.
6. pengembangan produk subtitusi impor
7. pengolahan limbah energi dari hasil pemanfaatan mikroba
8. pemanfaatan panas bumi (geothermal)
9. restorasi ekosistem

Setidaknya ada tiga tantangan dalam pengembangan industri hijau

1. Pertama, industri hijau perlu dukungan teknologi tinggi yang biayanya mahal.
2. Kedua, industri hijau membutuhkan sumber daya manusia yang andal.
3. Ketiga, insentif untuk industri hijau harus ditingkatkan.

Selama ini pengembangan industri hijau masih cenderung mahal. Sehingga, insentif
diperlukan untuk bersaing dengan produk konvensional di pasaran. Sementara itu,
Kementerian Perindustrian telah menerbitkan aturan mengenai pedoman penyusunan
standar industri hijau (SIH) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian
Nomor 51/M-IND/PER/6/2015.

Standar Industri Hijau merupakan acuan para pelaku industri dalam menyusun
secara konsensus terkait dengan bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi,
produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang
bertujuan untuk mewujudkan industri hijau.

2.2 Tujuan Green Industry


Pembangunan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan Industri yang
berkelanjutan dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya alam
secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan
kelangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan
upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga
mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Lingkup pembangunan industri
hijau meliputi standarisasi industri hijau dan pemberian fasilitas untuk industri hijau.
Penerapan industri hijau dilaksanakan dengan pemenuhan terhadap Standar Industri
Hijau (SIH) yang secara bertahap dapat diberlakukan secara wajib. Pemenuhan terhadap
Standar Industri Hijau oleh perusahaan industri dibuktikan dengan diterbitkannya
sertifikat industri hijau yang sertifikasinya dilakukan melalui suatu rangkaian proses
pemeriksaan dan pengujian oleh Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH) yang
terakreditasi. Proses pemeriksaan dan pengujian dalam rangka pemberian sertifikat
industri hijau dilaksanakan oleh auditor industri hijau yang wajib memiliki sertifikasi
kompetensi auditor industri hijau.
Tujuan pembangunan industri jangka panjang adalah membangun industry dengan
konsep pembangunan yang berkelanjutan, yang didasarkan pada tiga aspek yang tidak
terpisahkan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan lingkungan hidup.
Sedangkan tujuan pembangunan sektor industri jangka menengahditetapkan bahwa
industry :
1. harus tumbuh dan berkembang sehingga mampu memberikan sumbangan
nilai
2. tambah yang berarti bagi perekonomian dan menyerap tenaga kerja secara
3. berarti;
4. mampu menguasai pasar dalam negeri dan meningkatkan ekspor;
5. mampu mendukung perkembangan sektor infrastruktur;
6. mampu memberikan sumbangan terhadap penguasaan teknologi nasional;
7. mampu meningkatkan pendalaman struktur industri dan mendiversifikasi
jenisjenis produksinya;
8. tumbuh menyebar ke luar Pulau Jawa.
(Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional)

2.3 Manfaat Green Industry


1. Meningkatkan profitabilitas (keuntungan) melalui peningkatan efisiensi
sehingga dapat menurangi biaya operasi, pengurangan biaya pengolahan
limbah dan tambahan pendapatan dari produk hasil
2. Meningkatkan image perusahaan
3. Meningkatkan kinerja perusahaan
4. Mempermudah akses pendanaan
5. Flexibelitas dalam regulasi
6. Terbukanya peluang pasar baru
7. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan
(anonim, 2016)
2.4 Konsep Green Industry
 Umum
Definisi industri hijau, industri yang berkelanjutan atau definisi yang lebih
luas seperti Green Development atau Green Economy seringkali diangkat dari
sudut pandang yang beragam sehingga terminologi tersebut saat ini dapat
memiliki dimensi yang luas. Konsep industri hijau tidak hanya terkait dengan
pembangunan industri yang ramah lingkungan tetapi juga berhubungan dengan
penerapan sistem industri yang terintegrasi, holistik dan efisien. Pemikiran
tentang konsep industri hijau juga memunculkan berbagai kajian, termasuk dalam
manufaktur sehingga dikenal istilah sistem manufaktur yang berkelanjutan atau
sustainable manufacturing. NACFAM-USA mendefinisikan sustainable
manufacturing sebagai “penciptaan produk manufaktur yang bebas polusi,
menghemat energi dan sumberdaya alam, serta ekonomis dan aman bagi
karyawan, masyarakat dan pelanggan‟.

ISO sebagai lembaga internasional tentang standarisasi bahkan telah


merumuskan “tripple bottom-line” (lihat Gambar 2-1). Konsep tersebut
mencakup ISO9000 yang bertujuan untuk memajukan perusahaan dengan
menciptakan pertumbuhan (growth), ISO14000 yang bertujuan untuk menjaga
kelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup (environment) dan ISO 26000 yang
bertujuan untuk mendorong peningkatan kontribusi perusahaan bagi
kesejahteraan masyarakat (society). Artinya, ISO mendorong agar setiap
perusahaan memiliki keseimbangan fokus pada pertumbuhan, lingkungan hidup,
dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan (sustainable). Di dalam
Konsep Hijau secara luas, infrastruktur, desain dan sistem dibuat sedekat mungkin
dengan karakteristik ekosistem, dimana energi dimanfaatkan secara efisien dan
materi, alat atau bahan baku dimanfaatkan dari satu entitas ke entitas yang lain
dalam sistem siklus yang terbarukan (renewable inputs) serta ikut serta dalam
mensejahterakan masyarakat.

 Kegiatan operasional

Dalam pelaksanaanya, pengertian atau persyaratan hijau pada tahapan


kegiatan operasional adalah:
- Material sebagai bahan baku didapat dari bahan yang dapat diperbarui
atau dibudidaya, bukan dari bahan yang didapat dengan cara sekali pakai yang
berpotensi merusak fungsi lingkungan hidup.

- Pembangkitan energi umumnya akan menghasilkan emisi gas CO2


berupa gas rumah kaca, sehingga pembangkitan diupayakan menggunakan
teknologi yang tidak menghasilkan CO2 dan pemanfaatan energi diusahakan se-
efisien mungkin, sehingga emisi CO2 menjadi kecil.

- Dalam proses produksi diusahakan menggunakan mesin atau peralatan


yang hemat energi, serta dalam proses produksinya tidak banyak menghasilkan
limbah, baik cair, padat, maupun pencemaran udara.

- Produk yang dihasilkan diusahakan dalam tahap pemakaian atau


pemanfaatannya tidak merusak lingkungan, atau sebaiknya memenuhi syarat 3R
(Reduce, Reuse &Recycle).

 Dalam Perancangan

1) Perancangan Produk

Perancangan produk merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan


pembuatan produk. Tahap ini biasanya dimulai dengan pendefinisian kebutuhan
pelanggan (customer needs) yang kemudian diterjemahkan kedalam fungsi dan
kegunaan produk. Hasil pendefinisian ini dapat menghasilkan rancangan produk
yang baru atau modifikasi produk yang telah ada. Dalam hal modifikasi,
perubahan dilakukan dengan subtitusi beberapa fungsi yang sebelumnya tidak
atau belum ada, sehingga produk yang dihasilkan memilki nilai guna yang lebih
tinggi, lebih mudah dan murah pengoperasiannya atau penggunaannya serta
menjadi lebih ramah lingkungan dan tidak mencemari jika masa guna produk
telah berakhir sebagaimana tujuan industri hijau. Perancangan produk bisa
berawal dari:

a) Gagasan baru atau inspirasi baru dari bagian penelitian dan


pengembangan perusahaan yang memang diarahkan untuk penciptaan
produk baru yang belum ada di pasar atau
b) Masukan dari konsumen atau pasar untuk menciptakan produk
modifikasi dan pengembangan produk lama atau produk subtitusi.
Untuk mendapatkan sifat-sifat dan kinerja produk yang lebih baik sesuai
dengan konsep industri hijau, sejak perancangan, mulai dari rancangan
konseptual, pembuatan gambar teknik, sampai pembuatan model (mock-up atau
prototype/purwarupa), pengujian model, dan uji pasar, harus mengarah pada
pemilihan sumber-sumber terbarukan (renewable resources) yang diperlukan
yang mudah didapat, murah dan karakteristik penggunaan yang efisien, baik
material, waktu proses, teknologi, energi, maupun tenaga kerja.

Dari sisi perancangan, pemilihan jenis material yang akan digunakan perlu
diperhatikan ketersediaan serta kesinambungan sumbernya, jumlah, mutu dan
keamanan penggunaannya bila dilakukan subtitusi/ penggantian dengan tidak
mengabaikan atau mengurangi karakteristik dan fungsi produk akhir yang
diharapkan.

Jenis material yang akan digunakan pada dasarnya dapat berasal langsung dari
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui atau dapat diperbaharui (seperti
gas alam, gula, semen, pulp-kertas, kulit hewan) atau tidak langsung dari sumber
daya alam, yaitu hasil olahan yang bahan dasarnya berasal dari sumber daya alam
(biji plastik, baja, benang sutera).Jenis material yang akan digunakan dalam
proses lebih lanjut tidak membutuhkan jumlah, energi, tahapan proses, dan tenaga
kerja yang banyak serta menghasilkan sedikit limbah/barang rusak (berbahaya
atau tidak berbahaya).Setiap jenis material yang akan digunakan harus jelas
datanya (material data sheet/MDS), perlakuan dan penggunaannya. Perhatikan
juga kemasan, pengangkutannya dari sumbernya/pabrik asal agar tetap dalam
kondisi utuh spesifikasi, jumlah, sifat dan fungsinya.

2) Perancangan penggunaan sumber energi

Perancangan jenis sumber energi yang akan digunakan sangat penting artinya,
karena terkait dengan proses produksi. Untuk menggerakan mesin peralatan
energi yang diperlukan adalah listrik, baik dari pembangkit sendiri atau dari
luar/PLN. Sementara proses pengolahan memerlukan energi lain selain listrik
untuk proses pemanasan/penguapan, baik dengan batubara, gas atau lainnya.
Namun penggunaan energi ini diharapkan dapat dilakukan seefisien mungkin dan
tidak menghasilkan polutan atau limbah lainnya.

3) Perancangan proses dan pabrik

Perancangan produk juga tidak lepas dari perancangan proses, antara lain:
 Untuk produk yang memanfaatkan bahan baku yang berasal dari
sumber alam langsung/material oriented (semen, minyak sawit, pulp
kertas, pengolahan buah), perancangan dimulai dengan pemilihan
lokasi yang dekat dengan sumber material.
Dilihat dari konsep kehijauan, hal ini sangat berpengaruh terhadap:
· Lingkungan, (perusakan jalan, polusi udara akibat gas buang
alat transportasi)
· Sifat atau bentuk atau volume atau keamanan material
· Biaya transportasi.
 Selanjutnya adalah perancangan tata letak bangunan (lay out
bangunan) dilingkungan/lokasi pabrik, seperti letak gudang bahan
baku, genset/power house, area pengolahan, pengepakan/gudang
barang jadi, bengkel perawatan internal, perkantoran/bangunan
pengolahan limbah dan bangunan pendukung lainnya.Arah bangunan
harus memperhatikan arah angin, pencahayaan sinar matahari, jalan
lingkungan dan akses ke jalan umum, yang dapat mempengaruhi
proses atau buangan proses produksi
 Bentuk/konstruksi bangunan pabrik atau bangunan lainnya (atap
lengkung, segitiga, miring, dll ) perlu disesuaikan dengan proses
produksi, barang yang diproduksi, mesin dan peralatan yang
digunakan/dipasang (lay-out) yang membutuhkan sistem
ventilasi/buangan asap, pencahayaan dan penerangan, kebisingan, alur
lalu lintas barang dan orang, serta instalasi material supplies (air,
angin, gas)
 Tata letak (lay-out) mesin dan peralatan produksi perlu agar
berdasarkan proses, urutan proses, dan jenis produk (bila lebih dari
satu jenis/tipe). Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas
dan efisiensi.
 Pengadaan mesin peralatan produksi dipilih yang tidak membutuhkan
banyak energi/listrik untuk pengoperasiannya. Kapasitasnya
disesuaikan dengan rencana kapasitas produksi, teknologi mesin dan
peralatan (baru atau tidak baru), kinerja, robotik, kemudahan dan
murah dalam perawatan. Jumlah dan jenis mesin sangat tergantung
pada tahapan proses. Selain itu, tidak kalah pentingnya juga adalah
pemasok, dari dalam atau luar negeri, serta jaminan purna jual mesin
peralatan (baru atau bukan baru).

Keselamatan kerja dalam setiap aktivitas/kegiatan pabrik perlu mendapat


perhatian, sejak perencanaan pabrik sudah dipersiapkan di dalam manajemen
perusahaan mengenai “Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja
(SMK3)” dan sejak awal perusahaan menyiapkan untuk “Audit SMK3 internal”
Demikian juga bagi perusahaan sudah sejak perencanaan dipersiapkan untuk
melakukan 5R (Ringkas, Rapih, Resik, Rawat dan Rajin) didalam maupun di
lingkungan pabrik atau bagi perusahaan yang sudah existing selain secara
kontinyu melaksanakan 5R atau melakukan sistem kerja Kaizen atau Continuous
Improvement, yang selama ini belum ada sertifikasinya baik yang dikeluarkan
pemerintah maupun swasta. Kaizen merupakan sistem pengembangan
produktivitas, kualitas teknologi, proses produksi, budaya kerja, keamanan kerja,
dan kepemimpinan yang dilakukan terus menerus. Salah satu metode perubahan
dan perbaikan yang dilakukan banyak perusahaan adalah menerapkan 5S/5R.
5S/5R adalah cara untuk meningkatkan produktivitas dengan melakukan kegiatan
menata tempat kerja. Karena lingkungan kerja yang nyaman, dan teratur, dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang tinggi di perusahaan. Hal yang
menarik pada Kaizen adalah melibatkan semua orang, mulai dari manajer sampai
karyawan/karyawati pada level bawah, mengandalkan pengamatan di tempat
kerja, dilakukan dengan biaya yang cukup murah, dan berhasil meningkatkan
keunggulan bersaing produk di bidang mutu dan harga. Selain itu, juga
menanamkan mindset untuk selalu berpikir ke arah yang lebih baik, untuk selalu
belajar dan memperbaiki diri.

 Dalam proses produksi

Proses produksi tidak lepas dari teknologi proses, material yang diolah, mesin
peralatan proses produksi, dan kondisi pendukung lainnya.

 Teknologi Proses
Teknologi prosessangat menentukan mesin dan peralatan proses.
Untuk mencapai tingkat efisien yang tinggi dapat dilakukan dengan
pengurangan langkah proses, otomatisasi atau robotisasi. Misalnya:
pembentukan barang logam tidak memerlukan banyak mesin atau
penggantian cetakan atau perkakas (bor, mould/dies, ponds).Semakin
pendek rantai proses, semakin pendek waktu proses, semakin sedikit
penggunaan tenaga kerja, sehingga energi yang digunakan tidak
banyak, produktifitas menjadi tinggi dan biaya produksi rendah. Pada
proses produksi perlu diperhatikan:
 Waktu dan energi yang hilang saat
pemindahan/handlingpasokan material ke lini produksi
atau pemindahan benda kerja dari satu unit proses ke unit
proses berikutnya
 Material atau benda kerja dijamin amandan tidak
mengalami kerusakan atau terjadi kecelakaan kerja baik
bagi operator/pekerja maupun pada benda kerja saat
dilakukan handling material
 Pemilihan alat handling, mekanikal, elektrikal, atau
manual. Pemindahan secara elektrik menggunakan energi
lebih banyak dibandingkan dengan pemindahan secara
mekanik. Misalnya, pemindahan dilakukan dengan
meluncurkan benda kerja pada alur di atas meja kerja.
 Material yang diolah
Hindari pasokan material/komponen yang akan diproses dari pihak
luar/kontraktor/vendor karena dapat mempengaruhi ketepatan waktu
pasokan, yang dapat menimbulkan keterlambatan produksi dan
ketidak-efisienan, sehingga produk menjadi mahal, Just in time (JIT)
tidak tercapai. Sementara itu pastikan bahwa material atau komponen
yang dipasok ke lini produksi dijamin tidak mengalami penolakan
(reject). Disisi lain yang tidak bisa dihindarkan adalah dampak
transportasi material dari luar/ vendor ke pabrik berupa polusi di jalan
umum.
 Kondisi Pendukung Lain.
Kondisi pendukung proses produksi lainnya adalah tata letak
pabrik, letak mesin, pencahayaan, suhu, ventilasi di tempat kerja,
metoda kerja; keleluasaan gerak operator (jangkauan dengan: alat
kerja, material/komponen yang dikerjakan) dan alat pengaman kerja
yang dapat mencegah sakit/kecelakaan kerja dan kompetensi operator
yang memadai. Dengan teknologi proses, metoda dan pemilihan mesin
yang tepat, zero timepengadaan bahan dalam proses produksi, kondisi
pendukung yang memenuhi, sehingga produk yang dihasilkan
diharapkan adalah produk hijau yang ramah lingkungan dan memilki
daya saing sebagaimana direncanakan.Dalam proses produksi selain
dihasilkan produk utama yang hijau, juga produk sampingan, limbah
atau material lain. Produk sampingan ini harus ditangani secara
optimal sehingga dapat dicapai zero limbah karena dapat didaur ulang
oleh pabrik sendiri (internal) atau pihak lain yang memanfaatkannya,
sehingga menjadikan pabrik dan lingkungannya bersih atau hijau.
 Pasca proses produksi

Penanganan pasca proses produksi sangat tergantung pada jenis produk, sifat
produk, keadaan infrastruktur yang akan berpengaruh pada pola distribusi, dan
purna jasa dari produk. Tergantung dari jenis produk yang dihasilkan, dan proses
pengepakan atau packaging yang diperlakukan. Untuk menghindari dari
kerusakan, dan memudahkan pengangkutan / handling saat pengiriman, perlu
dibungkus dahulu baru pengepakan atau langsung dipak atau tidak perlu dipak.

 Pengepakan
Material pembungkus tergantung dari sifat dan jenis produk yang
akan dibungkus, seperti produk peka cahaya, peka udara, tidak boleh
terbanting/terbentur, peka air, peka oksidasi dan lain-lain. Material
pembungkus dari alumunium foil, plastik, dan kertas, diwadahi
dengan kayu, karton, atau logam yang berfungsi sebagai pengaman
produk.Material pembungkus/packing dirancang agar tidak
menimbulkan efek negatif terhadap fungsi dan manfaat produk serta
tidak berdampak terhadap lingkungan apabila sudah tidak digunakan
atau dilepas dari produk ketika sampai ditangan konsumen akhir.
Diharapkan jenis material dimaksud dapat dimanfaatkan lebih lanjut
dan atau didaur ulang sehingga tidak menimbulkan masalah baru bagi
lingkungan.
 ¨ Handling
Pemilihan alat pemindah/transpor produk merupakan hal yang
penting bagi keamanan produk dalam perjalanan, supaya, tidak mudah
terkontaminasi, tidak mengalami kerusakan/pencurian di jalan dan
aman bagi lingkungan yang dilalui, konstruksi dan jenis alat transport,
seperti tahan guncangan, dan kecepatan pengiriman menjadi bahan
pertimbangan (Truk, kereta api, kapal, pesawat terbang). Pilihlah alat
transportasi yang hemat energi, tidak menghasilkan emisi namun tetap
efisien.
 ¨ Tempat penampungan
Penanganan produk di gudang atau tempat penampungan juga
sangat penting. Disamping persyaratan gudang harus diperhatikan
juga suhu, kelembaban, ketinggian, ventilasi, pencahayaan, dan alur
lalu lintas orang dan alat handling.
 ¨ Purna Jual / Jasa
Untuk kemudahan dan keamanan penggunaan atau pengoperasian
produk yang dibuat, sampai perawatan atau penyimpanan dan
penanganan produk bekas pakainya, pihak pabrikan diwajibkan
membuat buku panduan atau buku petunjuk.Bila produk tersebut
sudah tidak berfungsi lagi atau menjadi produk bekas, diusahakan
produk tersebut masih bisa untuk di recycle dan reuse. (laporan kajian,
2012)
 Pengembangan dan Penerapan

Secara umum fokus pengembangan konsep dan penerapan industri hijau


mencakup tiga unsur, yaitu :

1. bersifat memberikan motivasi yang kuat (Industry Standard EMS,


Trade Agreement, Green the supply chain, Voluntary Agreement, and
Industry awareness and capacity building)
2. bersifat memberikan adanya manfaat atau reward serta pinalti (Norms
and Standards, Liability, Fees and user charges, Ecocluster network,
Environtmental taxes, Tradable permite, Subsidies, Green public
procurement, Ecolabeling, Extended producer responsibility, and
Corporate Social Responsibility)
3. sebagai program pendukung (Finance mechanism, Reasearch &
Development, Ecocluster network, Technology diffusion, Monitoring,
Information tools, Education & training).
 Standarisasi Industri Hijau

Dari uraian dalam di atas, yang dinamakan industri hijau adalah industri yang
menghasilkan eko-produk sejak perancangan, pengadaan dan penggunaan
material, proses produksi, distribusi, penggunaan, dan perawatan produk sampai
menjadi limbah/rusak dengan menerapkan prinsip-prinsip zero emisi, polusi,
limbah, kecelakaan, waktu, penggunaan energi rendah (listrik, air, angin,
minyak), karbon rendah, sehingga dapat menekan biaya dan menghasilkan margin
yang setinggi-tingginya serta meningkatkan daya saing.

Untuk setiap tahapan proses tersebut sebaiknya mempunyai indikator-


indikator yang terukur untuk memenuhi persyaratan sebagai industri hijau.
Persyaratan dan indikator tersebut bisa dituangkan dalam bentuk nilai batas atau
standar.Khusus untuk limbah dari proses produksi telah ada ketentuan dari
institusi yang menangani tentang nilai ambang batas untuk limbah cair, padat dan
udara.

Standar-standar sebagai contoh yang dapat diterapkan dalam kegiatan


manufaktur/industri untuk menuju industri hijau adalah:

 ISO 14000 (Enviromental Management System)


 ISO 26000 (Social Responsibility)
 EU (Ristriction Hazardous Substance/RoHS & Waste Electrical and
Electronic Equipment /WEEE toward reuse & recycle)
 British Standard (Publicly Available Specification/PAS toward lifecycle
GHG Emission)
 Green Label : Green seal, energi star, ATIS, EURO
 USA & Eropa (California proposition 65)
 Jepang & Eropa (Oeko-Tex Std 100)

 Infrastruktur Pendukung Industri Hijau

Infrastruktur yang mendukung penerapan konsep-konsep industri hijau antara lain


:

1. Tersusunnya sarana peraturan atau aspek hukum yang mendukung


diterapkannya konsep-konsep industri hijau mulai dari Undang-undang
sampai peraturan pelaksanaannya.
2. Terbangun dan berkembangnya lembaga atau pusat-pusat penelitian dan
pengembangan industri hijau, yang menghasilkan kajian dan usulan
konsep menuju industri hijau yang efisien dan meningkatkan daya saing
industri sesuai atau sejalan dengan peraturan dan program yang telah
ditetapkan.
3. Tersusunnya standar-standar industri hijau sebagai pedoman yang dapat
diterapkan dan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan internasional.
4. Pemberian insentif dan/atau sanksi yang transparan bagi pelaku industri
yang menerapkan konsep-konsep industri hijau sesuai dengan standar dan
peraturan yang berlaku.
5. Tersedianya tenaga-tenaga atau sumber daya manusia yang kompeten dan
memahami penerapan standar industri hijau.
 Konsep Kementerian Perindustrian
 Kondisi Industri
Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah berjalan
sekitar 50 (lima puluh) tahun, selain telah memberi dampak positif bagi
negara, juga memberikan dampak negatif terhadap permasalahan
lingkungan terutama pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
limbah industri serta pemanfaatan sumber daya alam yang tidak efisien.
Dengan semakin terbatasnya sumber daya alam, krisis energi dan
menurunnya daya dukung lingkungan, maka tuntutan untuk
mengembangkan industri yang ramah lingkungan atau yang dikenal
dengan istilah industri hijau telah menjadi isu penting.
 Trend Pasar Global
Berlangsungnya liberalisasi perdagangan mengakibatkan
diturunkannya (atau bahkan dihapus) tarif perdagangan. Penerapan
kebijakan yang bersifat nontarif seperti penerapan standardisasi proses
produksi dan produk yang ramah lingkungan (eco product), Renewal
Energy Directive (RED) serta REACH menjadi kendala ekspor produk
Indonesia, khususnya ke negara kawasan Amerika dan Eropa. Trend pasar
global yang semakin mengarah pada eco product merupakan peluang yang
perlu segera diantisipasi sekaligus dimanfaatkan. Untuk dapat bersaing di
pasar global perlu dikembangkan industri ramah lingkungan/industri
hijau/green industry yang menghasilkan green product.
BAB III

STRATEGI PENERAPAN GREEN INDUSTRI

Namun untuk mencapai target pembangunan ekonomi tersebut tidaklah mudah.


Terdapat berbagai tantangan bagi industri nasional untuk lebih berdaya saing seperti
masalah ketersediaan sumber daya yang semakin menipis juga ketergantungan
terhadap bahan baku impor hingga masalah timbulan limbah. Di tingkat global, tuntutan
agar diterapkannya standar industri yang menitikberatkan pada upaya efisiensi bahan
baku, air dan energi, diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon dengan
sasaran peningkatan produktivitas dan minimalisasi limbah semakin tinggi. Issue
lingkungan saat ini menjadi salah satu hambatan perdagangan (barriers to trade) untuk
penetrasi pasar suatu negara. Barrier tersebut dilaksanakan dengan cara menerapkan
berbagai macam standar, baik itu standar international (ISO, ekolabel) maupun
persyaratan pembeli (buyer requirement). Oleh karena itu dunia usaha perlu
mengantisipasi hambatan yang diterapkan oleh beberapa negara tujuan ekspor produk
Indonesia.
Untuk mendukung beralihnya sektor industri Indonesia dari Business as Usual
(BAU) menjadi Green Business beberapa langkah sudah mulai dilakukan. Pada bulan
September 2009 bersama 20 negara Asia lainnya, Indonesia menandatangani Manila
Declaration on Green Industry di Filipina. Dalam deklarasi ini, Indonesia menyatakan
tekad untuk menetapkan kebijakan, kerangka peraturan dan kelembagaan yang
mendorong pergeseran ke arah industri yang efisien dan rendah karbon atau dikenal
dengan istilah industri hijau. Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya
mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara
berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat.
Penerapan industri hijau dilakukan melalui konsep produksi bersih (cleaner
production) melalui aplikasi 4R, yaitu Reduce (pengurangan limbah pada
sumbernya), Reuse (penggunaan kembali limbah), dan Recycle (daur ulang limbah),
dan Recovery (pemisahan suatu bahan atau energi dari suatu limbah). Untuk lebih
mengefektifkan aplikasi penerapan produksi bersih, prinsip Rethink (konsep pemikiran
pada awal operasional kegiatan) dapat ditambahkan sehingga menjadi 5R. Disamping itu,
produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
bahan baku, bahan penunjang dan energi di seluruh tahapan produksi. Dengan
menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat lebih dilindungi
dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara singkat, produksi bersih memberikan dua
keuntungan, pertama efisiensi dalam proses produksi; dan kedua adalah meminimisasi
terbentuknya limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup.
Produksi bersih juga menghendaki adanya perubahan dalam pola produksi dan
konsumsi, baik pada proses maupun produk yang dihasilkan. Selain itu perlu dilakukan
perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak agar menerapkan aplikasi
teknologi ramah lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil implementasi, produksi bersih ini teruji
mampu mengurangi terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan sekaligus
meningkatkan daya saing sektor industri karena selain mengurangi biaya produksi dan
biaya pengolahan limbah juga akan memperbaiki efisiensi industri.

3.1 PROGRAM YANG DIKEMBANGKAN


Berbagai program terus dikembangkan untuk mendukung terwujudnya industri hijau,
diantaranya :
1. Menyusun rencana induk pengembangan industri hijau.
Rencana induk merupakan arahan kebijakan dan panduan bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam mengembangkan industri hijau di Indonesia. Dokumen ini memuat
visi, misi, roadmap dan rencana aksi pengembangan industri hijau sampai tahun 2030.
2. Konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor industri.
Sektor industri merupakan pengguna energi terbesar, dimana ± 47% energi nasional
dikonsumsi oleh kegiatan industri. Kebutuhan energi terus meningkat, sementara
cadangan sumber energi semakin menipis. Oleh sebab itu, harus ditingkatkan upaya
konservasi dan diversifikasi energi sehingga dapat terjaga keberlanjutan sektor industri,
disamping untuk memenuhi komitmen pemerintah Indonesia untuk penurunan emisi gas
rumah kaca (GRK). Sebagaimana diketahui pemerintah Indonesia di Konvensi G-20
tahun 2009 di Pittsburg telah berkomitmen akan menurunkan emisi GRK sebesar 26%
pada tahun 2020 apabila dilaksanakan secara mandiri (tanpa bantuan donor internasional)
dan menjadi 41% apabila dibantu oleh donor internasional.
3. Penggunaan mesin ramah lingkungan.
Program ini telah dimulai dengan melakukan restrukturisasi permesinan untuk industri
tekstil dan produk tekstil, alas kaki, dan gula. Kondisi permesinan di beberapa jenis
industri seperti tekstil, alas kaki, dan gula sudah tua sehingga boros dalam penggunaan
sumber daya dan menurunkan tingkat efisiensi produksi. Untuk meningkatkan efisiensi
dan produktivitas, Kementerian Perindustrian melakukan program restrukturisasi
permesinan dengan memberi bantuan pembiayaan kepada industri untuk pembelian
mesin-mesin baru. Program yang dimulai sejak tahun 2007 telah memberikan dampak
yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas, efisiensi penggunaan sumber daya
(bahan baku, energi dan air) serta mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
4. Menyiapkan standar industri hijau.
Penyusunan standar industri hijau bertujuan untuk melindungi kepentingan perusahaan
industri dan konsumen serta meningkatkan daya saing industri nasional dalam persaingan
global. Kegiatan ini telah dimulai pada tahun 2012 dengan menyusun standar industri
hijau untuk komoditi industri keramik dan industri tekstil. Penyusunan standar ini akan
dilakukan secara bertahap untuk semua komoditi industri. Standar industri hijau pada
awalnya akan bersifat sukarela (voluntary), tetapi seiring dengan berkembangnya
tuntutan pasar di masa depan dapat juga diberlakukan secara wajib (mandatory).
5. Menyiapkan lembaga sertifikasi industri hijau.
Bagi perusahaan industri yang telah memenuhi standar industri hijau akan diberikan
sertifikat oleh suatu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi. Saat ini Kementerian
Perindustrian sedang dalam proses penyiapan mekanisme dan lembaga sertifikasi yang
nantinya dapat diakui baik secara nasional maupun internasional.
6. Menyiapkan insentif bagi industri hijau.
Salah satu aspek penting dalam mendorong pengembangan industri hijau adalah perlunya
pemberian stimulus berupa insentif (fiskal dan non fiskal) bagi pelaku industri untuk
mendorong dan mempromosikan iklim investasi bagi pengembangan industri hijau.
Investasi untuk industri hijau sangat besar, salah satunya adalah karena diperlukan
penggantian mesin produksi dengan teknologi yang ramah lingkungan, oleh sebab itu
diperlukan insentif dari pemerintah agar industri tetap bisa tumbuh dan berkembang di
Indonesia. Tanpa dukungan insentif, dikhawatirkan industri bakal kalah bersaing,
khususnya di pasar dalam negeri.
7. Penerapan produksi bersih.
Penerapan produksi bersih di sektor industri telah dimulai sejak tahun 1990an. Berbagai
program telah dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian untuk mendorong pelaku
industri menerapkan produksi bersih, terutama untuk mendorong pelaku IKM agar
menerapkan produksi bersih. Program-program yang telah dilakukan diantaranya adalah
menyusun pedoman teknis produksi bersih untuk beberapa komoditi industri dan
memberikan bantuan teknis kepada beberapa industri.
8. Penyusunan katalog material input ramah lingkungan
Penyusunan katalog ini bertujuan untuk menyediakan informasi bagi pelaku industri
dalam memilih bahan baku dan bahan penolong yang lebih ramah lingkungan. Pada tahun
2012 telah disusun katalog untuk komoditi industri tekstil, keramik dan makanan.
Penyusunan katalog ini akan terus dilakukan dalam rangka mendorong pelaku industri
menuju industri hijau.

3.2 Rumusan Pemerintah

Pemerintah tengah merumuskan standar penerapan industri hijau (green industry)


yang akan diberlakukan. Selain mendorong komitmen perusahaan menerapkan produksi
ramah lingkungan, langkah ini juga dapat mendorong efisiensi pada penggunaan sumber
daya alam.

Tri Reni Budiharti, Kepala Puskaji Industri Hijau dan Lingkungan Hidup
Kementerian Perindustrian, mengatakan kewajiban implementasi industri hijau juga akan
disertai pemberian insentif baik dari sisi fiskal maupun nonfiskal. Penerapan industri
hijau dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan industri baik
dari skala makro maupun mikro.

Dari skala makro, pembangunan industri ini menyebabkan ketimpangan dan


terge-sernya lahan pertanian, hingga eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan
sehingga menyebabkan investor enggan berinvestasi. Ketimpangan ini terlihat dari
mayoritas kawasan industri yang terlampau besar berkembang di Jawa. Sedangkan
beralihnya lahan pertanian bisa dilihat dari kota Karawang yang awalnya, lumbung beras
saat ini menjadi kawasan industri.

Dari skala mikro, nienurut Tri, pembangunan sektor industri ini menyebabkan
degra-dasi kualitas lingkungan seba-gai akibat pemanfaatan sumber daya yang tidak
eflsien dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Apalagi
dengan kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam terutama sumber daya alam tidak
terbarukan, krisis energi dan menurunnya daya dukung lingkungan. Arryanto Sagala,
Kepala Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian,
mengatakan tuntutan industri berwawasan lingkungan menjadi isu penting dan mutlak
untuk segera dilaksanakan guna tercapainya efisiensi produksi serta menghasilkan produk
ramah lingkungan. Meskipun pembangunan industri berdampak positif terhadap
pembangunan nasional, sektor industri juga berdampak negatif terhadap lingkungan.
Arryanto mengatakan saat ini penerapan industri hijau niasih bersifat sukarela. Ketika
seluruh infrastruktur pendukung industri hijau dan pelaku industri telah siap, standar
industri hijau akan diwajibkan. Kementerian Perindustrian menginginkan penerapan
praktik industri hijau oleh para pelaku usaha industri tidak hanya sesaat ketika mengikuti
penghargaan saja. Karena itu, kelak pemerintah akan mewajibkan seluruh perusahaan
untuk menerapkan pola industri hijau. "Pada tahapan itu nantinya, akan ada sanksi bagi
perusahaan yang tidak memenuhi standar industri hijau dan reward bagi yang bisa
memenuhinya," katanya.

3.3 Meningkatkan nilai perusahaan melalui green industry

Perusahaan yang sudah di dirikan bertahun tahun, pada awal berdirinya, hanya
memiliki sedikit kapasitas per tahunnya untuk menopang kebutuhan perusahaan. Seiring
dengan perkembangan Perusahaan, dengan akuisisi 70% saham maka perusahaan
memiliki kapasitas 29 juta ton per tahun pada tahun berikutnya dan ditargetkan mencapai
31,8 juta hanya pada 1 tahun kedepan. Pertumbuhan konsumsi rata-rata semen per kapita
di sejumlah Negara di kawasan Asean, penerapan FTA, perkembangan kapitalisasi
properti akan berpengaruh signifikan terhadap penjualan dan penyerapan kapasitas
produksi tersebut.

Tahun 2013, meskipun pertumbuhan perusahaan turun dibandingkan tahun 2012,


Semen Indonesia berhasil membukukan pendapatan Rp 24,5 triliun dan tumbuh 25%
dibandingkan tahun 2012. Volume penjualan sebesar 27,81 juta meningkat 27%
dibandingkan tahun 2012. Pangsa pasar juga meningkat menjadi 44% dibandingkan 41%
yang tercatat di tahun 2012. Dari segi kinerja keuangan, Perseroan mencatat EBITDA
mencapai Rp 8,1 triliun. Laba yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk
sebesar Rp 5,37 triliun (meningkat 10,8% dibanding 2012). Laba bersih per saham dasar
pun meningkat dari Rp 817 menjadi Rp 905. Dari sisi pertumbuhan dan kinerja Perseroan,
tak dipungkiri lagi bahwa perusahaan yang berkembang mencatat prestasi yang sangat
baik.
BAB IV

3.1 Kesimpulan
Industri Hijau adalah rezim ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan
manusia dan kesetaraan sosial, yang sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara
signifikan. Industri Hijau juga berarti perekonomian yang rendah karbon atau tidak
menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan
sosial. Untuk menjalankan Industri hijau tersebut, maka sektor industri harus berperan
dalam hal pengurangan resiko lingkungan dari limbah hasil industrinya, bekerja dengan
produksi bersih agar bisa mengurangi emisi gas karbon, menghemat penggunaan energi,
dan memperhatikan penggunaan bahan baku yang berkelanjutan. Untuk mencapai hal
tersebut maka sektor industri juga harus berproduksi secara Industri Hijau.

3.2 Saran
Dalam melaksanakan konsep industri hijau pemerintah perlu mengendalikan
investasi industri, baik investasi baru maupun perluasan melalui penetapan Daftar Negatif
Investasi setiap tahunnya, yang meliputi pengaturan lebih rinci untuk masing-masing
industri berupa ketentuan – ketentuan yang mengikuti standar industri hijau, antara lain
berupa: penggunaan bahan baku, bahan penolong, energi alternatif yang ramah
lingkungan serta proses produksi yang lebih efisien, produk yang ramah lingkungan,
penanganan pasca proses produksi atau distribusi yang menerapkan pola 4R, manajemen
pengusahaan yang berkelanjutan dan lebih bertanggung jawab (sesuai konsep people-
planet-profit * ). Kegiatan Penerapan konsep Green industry juga seharusnya di terapkan
pada seluruh wilayah di Indonesia. Karena dapat menjaga kelesatrian lingkungan di masa
yang akan mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2014, Pedoman Penilaian Penghargaan Industri Hijau. Jakarta. Kementerian


Perindustrian Republik Indonesia.
Anonimus, 2014, Green Industry Concept and Implementation. Jakarta. Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia.
Anonimus, 2012, Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri Dalam Rangka
Ekselerasi Industrialisasi.
Peraturan Presiden Replublik Indonesia No. 28 Tahun 2008, kebijakan Industri Nasional.
Anonimus, 2012, Konsep Industri Hijau

Anda mungkin juga menyukai