SKRIPSI
OLEH:
HATIKA SARTIKA
H1 A1 16 378
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
panitia Seminar Skripsi pada program studi ilmu hukum bagian Kekhususan
MOKOAU)
Kendari, 2022
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
ii
ABSTRAK
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui akibat hukum bagi perceraian yang tidak melalui
pengadilan Agama.
Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yang bersifat normatif yaitu
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier. Kemudian dikaji secara sistematis, dan
ditarik kesimpulan terkait masalah yang diteliti.
iii
Kata Kunci : Akibat Hukum, Perceraian, Diluar Pengadilan.
KATA PENGANTAR
Bismillahi Rahmanirahim
menyelesaikan Skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan
sahabatnya yang telah membawa kita dari zaman kegegelapan ke zaman terang
Skripsi ini berjudul “Akibat Hukum Perceraian Yang Dilakukan tidak Melalui
merupakan tugas akhir dan sekaligus menjadi salah satu syarat guna mencapai
gelar Sarjana Hukum pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik
iv
pihak. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada
kedua orang tua tercinta penulis Ayah Alm, Zainal dan Ibu Almh, Wa Ikolo
kasih sayang dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Suami Muhammad Ridwan atas segala
bantuan, dukungan semangat, perhatian, kasih sayang serta doa sehingga dapat
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Muh. Sjaiful, S.H.,
M.Hum selaku pembimbing I dan Ibu Waode Zuliarti, S.H., M.H selaku
terima kasih kepada Bapak Dr. Zahrowati S.H., M.H., selaku penguji I, Ibu
Jumiati Ukkas, S.H., M.H selaku penguji II, dan Bapak Haris Yusuf, S.H.,
M.H selaku penguji III atas segala kritik, saran, masukan kepada penulis.
Penulis juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
sebesar-besarnya kepada :
v
4. Ibu Sitti Aisah Abdullah, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Bidang
Oleo.
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah banyak
ilmu yang diberikan bapak-ibu dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi
penulis.
penulis.
11. Seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa serta
vi
12. Teman-teman mahasiswa angkatan 2016 Fakultas Hukum Universitas
Halu Oleo yang telah membantu dan menjadi teman selama masa
perkuliahan.
13. Andi Indah, Ulfradesti Julia Rahayu, Fadlia Syafitri, Pusvita Sari
14. Weli Lestari, Nurbay, Komang Tri Harianti, Widiastuti, Erlina dan
15. Si Endang, Andy Sugianto, Eko Adrian dan Veli Wardayani yang
16. Teman - teman KKN Reguler UHO 2021 desa Amosilu, kabupaten
Konawe.
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima Kasih banyak atas
Akhir kata Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna untuk
perbaikan tugas akhir ini dan semoga karya ini dapat bermanfaat.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL-------------------------------------------------------------------i
HALAMAN PERSETUJUAN-------------------------------------------------------ii
ABSTRAK-------------------------------------------------------------------------------iii
KATA PENGANTAR-----------------------------------------------------------------iv
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang---------------------------------------------------------------1
B. Rumusan Masalah-----------------------------------------------------------9
C. Tujuan penelitian------------------------------------------------------------10
D. Manfaat penelitian----------------------------------------------------------10
E. Keaslian Penelitian----------------------------------------------------------10
viii
3. Perkawinan Menurut Hukum Islam------------------------------------14
1. Pengertian Perceraian----------------------------------------------------18
4. Alasan-alasan Perceraian------------------------------------------------31
A. Tipe Penelitian-------------------------------------------------------------42
B. Pendekatan Penelitian-----------------------------------------------------42
Agama………………………………………………………………45
BAB V PENUTUP---------------------------------------------------------------------53
A. Kesimpulan-----------------------------------------------------------------53
B. Saran------------------------------------------------------------------------54
DAFTAR PUSTAKA
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah untuk menjaga kehormatan dan juga untuk membedakan umat manusia
hubungan antara manusia yang sering kali dikenal dengan muamalat duniawiyat,
Sudah menjadi kodrat segala sesuatu yang ada didunia ini mempunyai
perdata semata, melainkan ikatan suci (mitsaqan ghalidan) yang terkait dengan
keyakinan dan keimanan kepada Allah, dengan demikian ada defenisi ibadah
dalam sebuah perkawinan dan keimanan kepada Allah, dengan demikian ada
x
Mengenai sahnya perkawinan terdapat pada Pasal 4 Kompilasi Hukum
Islam yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
Islam” sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
yaitu perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan syarat dan prosedur yang
Perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan yang
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa, memperoleh
ajaran Allah membentuk dan membina tercapainya ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dalam kehidupan rumah tangga yang
Prinsip-prinsip perkawinan juga harus didasari oleh rasa cinta, kasih dan
sayang, serta saling menghormati. Namun jika diantara suami istri sudah tidak ada
lagi Perasaan cinta dan kasih sayang, rumah tangga tersebut akan terus-terusan
sudah tidak ada lagi yang biasa saling memghargai dan selalu terjadi perselisihan
1
Wahyono Darmabrata,Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Gitama Jaya,
Jakarta, 2003. h.101
xi
yang tidak terhindarkan lagi dan sudah berusaha berdamai tetapi tidak berhasil,
memandangnya dengan perceraian itu adalah suatu perbuatan yang halal tetapi
Abu al’la al-Maududi seperti yang dikutip oleh Rahmat Hakim dalam
bukunya yang berjudul hukum perkawinan Islam menyatakan, salah satu prinsip
sedapat mungkin agar tidak terjadi perceraian. Oleh karena itu segala usaha harus
harapan dan kasih sayang telah musnah dan perkawinan merupakan suatu yang
Islam tidak memberikan jalan menuju talak kepada bagi suami dan istri dan
tidak membolehkan mereka bercerai pada saat yang sangat kritis, maka hal itu
akan sangat membahayakan bagi pasangan suami istri tersebut. Perkawinan adalah
hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perkawinan itu merupakan jalan yang
amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan . Namun
dalam perjalanan kehidupan pasangan suami istri bisa dilanda masalah, yang
dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Bahwa seorang suami bisa
xii
perbedaan pandangan terhadap keabsahan perceraian seperti ini. Menurut Hukum
(fiqh) Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat di Indonesia, talak adalah hak
suami, sehingga talak yang dilakukan oleh suami dimanapun otomatis akan jatuh
talaknya2.
Mereka pasti akan merasakan rumah tangga yang tidak harmonis yang
mana akan jauh dari tujuan suatu perkawinan itu dibuat, tidak hanya berdampak
bagi suami istri itu saja tetapi akan berdampak juga bagi anak-anak mereka dan
untuk bercerai harus tunduk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku
KHI terdapat dua istilah yaitu ‘cerai gugat’ dan ‘cerai talak’. Pasal 116 KHI
wajar. Karena akad atau perikatan terjadi jika dua orang yang apabila mempunyai
kemauan dan kesanggupan yang dipadukan dalam suatu ketentuan dan dinyatakan
2
Wiwi Fauziah dan Muhammad Fathan Ansori, keharusan perceraian di pengadilan
agama. diakses di http://pa-pulangpisau.go.id/berita/arsip-berita-pengadilan/149-artikel/1711-
keharusan-perceraian-di-pengadilan-agama. pada tanggal 18 April 2022 jam 11: 36 WITA
3
Hilman Hadikusuma. Hukum Perkawinan Indonesia; Menurut Perundangan, Hukum
Adat dan Hukum Agama, Cet Ke-1, Mandar Maju. Bandung, 1990. h. 160.
xiii
hukum yang disebut dengan perikatan. Jika ikatan tersebut sudah tidak dapat
Perceraian yang terjadi karena talak suami kepada istrinya ditandai dengan
adanya pembacaan ikrar talak, yaitu ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan
Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dan dilakukan sesuai
tata cara perceraian yang diatur dalam Pasal 129, 130, dan 131 KHI. Sehingga
perceraian yang dilakukan di luar pengadilan dianggap tidak sah secara hukum.
“perceraian”. Perceraian berasal dari kata “cerai” yang menurut bahasa yaitu
“pisah” atau “talak”.4 Sedangkan perceraian dalam fiqh disebut “talak” atau
firqah berarti bercerai, lawan dari berkumpul. Kemuadian kedua kata ini dijadikan
istilah oleh ahli-ahli fikih yang bearti perceraian (putusnya perkawinan) antara
suami istri.6
Akan tetapi perlu diketahui bahwa putusnya perkawinan itu tidak dengan
perceraian, bisa juga terjadi karena kematian dan atas putusan Mahkamah.
Perkataan “talak” dan “firqah” dalam istilah fikih mempunyai arti yang umum
dan arti yang khusus. Arti yang umum yaitu sagala macam bentuk perceraian yang
dijatuhkan oleh suami, yang telah ditetapkan oleh Hakim dan perceraian yang
4
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bulan Bintang, Cet.Pertama, Jakarta, 1998.
h. 163.
5
Ahmad Syaibi, Kamus An-Nur, Halim Jaya, Surabaya, 2002. h.186
6
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah al-Qahirah: Dar al-Fath Li’Ilmi al-Arobi, Jilid 2, 1997. h.
206.
xiv
satu dari suami atau istri, arti khusus yaitu perceraian yang dijatuhkan oleh suami
saja.
melepaskan atau putusnya ikatan perkawinan yang telah diikat dengan ijab qabul.
Dalam hukum Islam talak hanyalah salah satu bentuk yang dapat menyebabkan
putusnya perkawinan. Jadi, dapat diketahui bahwa talak pada dasarnya merupakan
cara untuk melepaskan ikatan perkawinan, dan sudah menjadi ketentuan syarak
bahwa talak itu adalah hak suami dan hanya dia yang bisa mentalak istrinya.9
kehendak salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu adanya campur tangan dari
dari pihak suami dan juga demi kepastian hukum sebaiknya perceraian tersebut
Perceraian yang dilakukan tidak sesuai dengan apa yang di atur di Undang-undang
xv
Salah satunya yang terjadi di Jl. Grand Boulevard Regency, Mokoau, Kec.
Kambu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara seorang laki-laki yang bernama Anto
pasangan suami istri tersebut telah dikaruniai 4 orang anak namun ditahun 2020
pernikahan mereka tidak harmonis lagi dan puncaknya terjadi pada pertengahan
2021 hingga mengakibatkan pisah ranjang, sampai sekarang suami telah pergi dari
rumah dan mentalak istrinya akan tetapi tidak melalui Pengadilan Agama dengan
gugatan cerai. Proses yang singkat pula Rheni hanya dikirimkan sebuah surat
yang hanya dititipkan melalui ketua RT setempat yang berisikan bahwa istri telah
diceraikan secara tertulis tanpa menemui langsung istri dan anaknya. Alasan
Rheni tidak melakukan perceraian di pengadilan itu karena faktor biaya, tidak
cukup uang untuk berurusan di pengadilan. Tidak lama berselang waktu suami
Rheni telah menikah lagi akan tetapi tidak meminta persetujuan dari Rheni
Kemudian kasus lain juga yang terjadi yakni perceraian dibawah tangan
Bapak Mutalib, S. Kep. dan ibu Wa ode Marulana yang beralamat BTN Wahana
Pernikahannya tercatat di KUA kambu pada tahun 2016 yang lalu dan dikaruniai
1 orang putri yang lahir pada tahun 2018, pernikahannya mulai tidak harmonis di
awal tahun 2020 dimana kedua pasangan tersebut mengalami pertengkaran hebat
tersebut marulana pulang kerumah orang tuanya dan membawa anaknya. Tidak
10
Wawancara dengan Rheni Ramli, di kelurahan Mokoau pada tanggal 28 Januari 2022
xvi
lama berselang diawal tahun 2021 mutalib menikah dengan wanita
melalui ucapan dan pesan whatsapp serta surat yang diberikan pada adik marulana
tersebut. Hingga saat ini status perceraian tersebut belum jelas karena belum
mempunyai akta cerai pada pengadilan agama dikarenakan belum ada yang
melalui proses pengadilan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, perceraian
tentunya terjadi persepsi yang berbeda antara hukum agama dengan Undang-
Undang Perkawinan, terutama bagi mereka yang beragama Islam. Maksud dan
kepada salah satu pihak, baik pihak isteri maupun pihak suami serta untuk adanya
untuk sahnya suatu perceraian. Maka dengan itulah peneliti tertarik mengangkat
11
Wawancara dengan Wa Ode Marulana, 25 Mei 2022
xvii
Pengadilan Agama (Studi Kasus Di Kecamatan Kambu Kelurahan
Mokoau)”.
B. Rumusan Masalah
masalah, yaitu :
Agama?
C. Tujuan Penelitian
di atas, maka tujuan penelitian ini bermaksud memperoleh data serta jawaban
yang berkaitan dengan permasalahan peneliti. Maka tujuan penelitian ini adalah :
pengadilan Agama
D. Manfaat Penelitian
xviii
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan
kontribusi dan solusi bagi masayrakat, serta penelitian ini di harapkan juga
E. Keaslian Penelitian
Penulisan skripsi ini yang berjudul “Akibat Hukum Perceraian yang Tidak
penelitian yang membahas tentang Akibat Hukum Perceraian yang Tidak Melalui
dilakukan oleh para peneliti, dari hasil penelusuran yang telah dilakukan ada
hadapan Kepala Desa dan akibat hukum dari perceraian yang dilakukan secara
akibat hukum bagi perceraian yang tidak melalui pengadilan Agama yang
xix
berada di Kecamatan Kambu, Kelurahan Mokoau dan juga menemukan
prinsip hukum dalam hukum perceraian yang menjadi dasar perceraian yang
a. Khairuddin, STAI Syekh Abdur Rauf Singkil, (2022). penelitian dengan judul
titik fokusnya pada apa saja yang menjadi alasan masyarakat Sanggaberu
pada akibat hukum bagi perceraian yang tidak melalui pengadilan Agama,
xx
kasusnya yang berada di Kecamatan Kambu, Kelurahan Mokoau serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
xxi
1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun
1974
bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha
bukan hanya untuk melahirkan suatu ikatan perdata saja tetapi juga
hanya memenuhi syarat yuridis semata tetapi juga syarat dari masing-masing
agama dan kepercayaan,oleh sebab itu dalam Pasal 2 ayat (2) dijelaskan
bersifat monogami dan mutlak adalah bahwa setiap suami hanya mempunyai
12
Wahyu Ermaningsih & putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia, Penerbit
Rambang, 2006. h, 16.
xxii
seorang istri saja dan begitu pula sebaliknya.sebelum diberlakukannya
salah satunya adalah KUH Perdata ,” yaitu dalam ketentuan Pasal 26 KUH
dalam hubungan perdata dan dalam Pasal 81 KUH Perdata dikatakan bahwa
dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri
Al-Qur’an dan Hadits Nabi, juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
kata,nikah (Kawin) menurut arti asli hubungan seksual tetapi menurut arti
majai (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan
halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seeorang pria dengan
seorang wanita.15
menurut hukum islam adalah pernikahan,yaitu “ akad yang sangat kuat atau
13
Hilman Hadikusuma,Op.Cit.,h. 7.
14
R.Subekti, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Intermasa, Jakarta, 2000. h.5.
15
Mohd.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2004. h. 1.
xxiii
miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan dilakukannya
sah, apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 Ayat (1)
muttafaqun alaihi (sepakat para ahli hadis) atau jamaah ahli hadis “Hai
pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak
perkawinan itu akan menjauhkan mata terhadap orang yang tidak halal
adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat kepada sifatnya sebagai
sunnah Allah dan Rasul, maka dikatakan bahwa hukum asal melakukan
dengan jelas berupa Ijab (serah) dan kabul (terima) oleh calon suami yang
mengatur tata cara perkawinan semata,akan tetapi juga mengatur secara rinci
dan jelas persoalan yang erat hubungannya dengan perkawinan seperti hak
16
Ibid, h. 11.
xxiv
putusnya perkawinan,hak dan kewajiaban suami-isteri dalam pengaturan
21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
c) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih
d) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup
xxv
e) Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dengan
dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini,atau salah seorang atau lebih
mendengar orang-orang yang tersebut dalam ayat (2) ,(3) dan (4) dalam
pasal ini.
f) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
29 KUH Perdata).
d) Ada masa tunggu bagi seorang perempuan yang bercerai, yaitu 300 hari
e) Anak-anak yang belum dewasa harus memperoleh izin kawin dari kedua
xxvi
a) Calon suami
b) Calon istri
c) Wali nikah
1. Pengertian Perceraian
karena itu perludipahami jiwa dari peraturan mengenai perceraian itu serta
itu suami karena suami yang telah menjatuhkan cerai (thalaq), ataupun karena
istri yang menggugat cerai atau memohonkan hak talak sebab sighat taklik
Di mata hukum, perceraian tentu tidak bisa terjadi begitu saja. Artinya,
harus ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan sebuah
xxvii
berwenang memutuskan, apakah sebuah perceraian layak atau tidak untuk
perceraian. Misalnya soal hak asuh anak, kewajiban mantan suami kepada
perceraian adalah hal terburuk yang terjadi dalam hubungan rumah tangga.
pemeluk Agama untuk menentukan jalan islah atau terbaik bagi siapa saja yang
perceraian. Hukum Positif menilai bahwa perceraian adalah perkara yang sah
perceraian yang diajukan oleh pihak (disebut gugat cerai). Kemudian dalam
xxviii
2. Bentuk-bentuk Perceraian Menurut Hukum Islam
a. Talak
baik tali pengikat itu bersifat konkrit seperti tali pengikat kuda maupun
semakna dengan kata tahliq yang bermakna “irsal” dan “tarku” yaitu
b. Khuluk
isteri dengan tebusanharta atau uang dari pihak isteri dengan tebusan harta
atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu.20
mengimbangi hak talak yang ada pada suami. Dengan khuluk ini si isteri
19
Zakiah Daradjat. Ilmu Fiqh Jilid 2, Dana Bhakti wakaf, Yogyakarta, 1995. h.72
20
Abdul Djamali, Hukum Islam berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu
Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002. h. 100-101
xxix
dapat mengambil inisiatif untuk memutuskan hubungan perkawinan
persetujuan suami-isteri.
kepadanya.
3) Khulu‟ dijatuhkan oleh suami sah yang berhak menjatuhkan talak dan
4) Lafal yang diucapkan itu menggunakan kata khulu, atau sesuatu yang
5) Khulu‟ terjadi dengan tebusan yang diberikan oleh pihak isteri. Sebab,
dialah yang ingin lepas dari ikatan suami istri yang sudah tidak dapat
usah menanti isteri dalam keadaan suci dan belum dicampuri, hal ini
c. Syiqaq
21
Abdul Majid Mahmud Mathlub. Paduan Hukum Keluarga Sakinah, Era intermedia,
Solo, 2005. h. 409
xxx
Syiqaq itu berarti perselisihan atau menurut istilah Fiqh berarti
dari pihak suami dan yang satu orang dari pihak isteri. Menurut Syekh
Abdul „Aziz Al Khuli tugas dan syarat-syarat orang yang boleh diangkat
d. Fasakh
sembuh.
hubungan kelamin.
4) Suami jatuh miskin hingga tidak mampu memberi nafkah pada isterinya.
22
Ibid, h.107-108
23
Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari‟ah), Raja Grafindo,
Jakarta. 2002. h. 224
xxxi
5) Isteri merasa tertipu baik dalam nasab, kekayaan atau kedudukan suami.
tidak diketahui hidup atau mati dan waktunya sudah cukup lama.
e. Ila’
dan selama itu isteri tidak ditalak ataupun diceraikan. Sehingga kalau
1) Suami yang mengila‟ isterinya batasnya paling lama hanya empat bulan.
2) Kalau batas waktu itu habis maka suami harus kembali hidup sebagai
Kafarah sumpah ila‟ sama dengan kafarah umum yang terlanggar dalam
hukum Islam. Denda sumpah umum ini diatur dalam Al-Quran surat Al-
Maidah ayat 89, berupa salah satu dari empat kesempatan yang diatur secara
berurutan, yaitu:
xxxii
1) Memberi makan sepuluh oran/g miskin menurut makan yang wajar yang
mentalak isterinya dan merujuknya kembali pada masa iddah atau dalam
Bila sampai batas waktu empat bulan itu habis dan kebencian hati suami
f. Zhihar
Zhihar adalah tindakan suami terhadap istrinya yang tidak dianggap talak
ataupun fasakh.26 Zhihar ialah ucapan seorang suami yang bersumpah bahwa
24
Departemen Agama Republik Indonesia. Al Qur‟an dan Terjemahnya Djuz 1-10 ,
Jamunu, Jakarta. 1965. h.176
25
Ibid. h.202
26
Abdul Majid Mahmud Mathlub. Paduan Hukum Keluarga Sakinah, Era intermedia,
Solo, 2005. h. 448
27
Zakiah Daradjat. Ilmu Fiqh Jilid 2, Dana Bhakti wakaf, Yogyakarta, 1995. h. 196
xxxiii
suami telah menceraikan isterinya. Ketentuan mengenai zhihar ini diatur
1) Zhihar ialah ungkapan yang berlaku khusus bagi orang Arab yang artinya
suatu keadaan di mana seorang suami bersumpah bahwa bagi isterinya itu
sama dengan punggung ibunya, sumpah ini berarti dia tidak akan
2) Sumpah seperti ini termasuk hal yang mungkar, yang tidak disenangi oleh
3) Akibat dari sumpah itu ialah terputusnya ikatan perkawinan antara suami-
bersangkutan, yakni:
Namun, jika ia enggan membayar kafarat, sementara sang istri pun sabar
maka tak seorang pun yang dapat membayarkannya. Dengan syarat, sang istri
tidak ragu terhadap kebenaran ucapan zhihar dari suaminya itu. Namun, istri
membayar kafarat.
xxxiv
Jika istri mengadukan persoalan tersebut kepada qadi (hakim)
talak. Hal itu dilakukan demi menghilangkan kedzaliman yang menimpa istri.
Hakim pun boleh memenjarakan suami. Jika suami enggan maka ia boleh
g. Li’an
Li‟an adalah mashdar dari kata la‟ana yang berasal dari dari kata la‟n
yang berarti mengusir dan menjauhkan diri dari rahmat Allah SWT.
Sementara, menurut istilah, li‟an adalah nama sesuatu yang terjadi antara
suami istri, berupa kesaksian dan ucapan-ucapan yang telah diketahui, serta
diiringi oleh laknat dari pihak suami, dan kemarahan dari pihak istri.29
Allah SWT telah mensyariatkan had (hukuman yang telah ditentukan) bagi
orang yang menuduh perempuan yang mushanah (beristri) berzina, tetapi orang
itu tidak dapat memperkuat tuduhannya itu dengan empat saksi. Namun
Perkawinan dapat putus karena tiga sebab: kematian, perceraian, dan atas
xxxv
perkawinan antara suami istri yang bukan disebabkan oleh kematian salah satu
pihak, akan tetapi didasarkan atas keinginan dan kehendak para pihak 30. Di
dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 114 bahwa Putusnya perkawinan yang
gugatan perceraian31.
Perkara perceraian bisa timbul dari pihak suami dan juga bias dari pihak
istri perkara perceraian yang oleh suami disebut cerai talak dengan suami
Pemohon dan istri sebagai Termohon, dan perkara yang diajukan oleh istri
disebut perkara cerai gugat dengan istri sebagai Pengugat dan suami sebagai
Tergugat32.
a. Cerai Talak
pada Pasal 114 yang membagi perceraian bisa disebabkan karena cerai talak
mengenal istilah talak, KHI Pasal 117 menjelaskan yang dimaksud dengan
talak adalah33:
30
Aris Bintania, Hukum Acara Pengadilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, Raja
Grafindo Persada, Jakarta2012. h.151.
31
Tim Redaksi Arkola. Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Arkola, Surabaya,
2010. h. 216.
32
Aris Bintania. Hukum Acara Pengadilan Agama dalam Kerangka Fiqh al - Qadha, Raja
Grafindo Persada. Jakarta, 2012. h. 151.
33
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Kencana, Jakarta, 2006. h. 220.
xxxvi
“Talak adalah Ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.”34
menjelaskan hal yang sama seperti yang terdapat pada Pasal 66 ayat (1)
yang berbunyi
diajukan oleh suami sebagai Pemohon dan istri sebagai Termohon, suami
Suatu permohonan cerai talak harus memuat nama, umur, dan tempat
yang menjadi dasar cerai talak dan petitum perceraian. Selain itu
permohonan mengenai penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta
bersama dapat diajukan bersamaan dengan permohonan cerai talak dan bisa
berkenaan dengan pembagian talak. KHI membagi talak kepada talak raj’i,
34
Tim Redaksi Arkola, Op. Cit., h. 217
35
Tim Redaksi Sinar Grafika, Amandemen Undang Undang Peradilan Agama Undang-
Undang Rrpublik Indonesia No. 3 Tahun 2006, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. h. 56.
36
Aris Bintania, Op. Cit., h. 152.
37
Aris Bintania, Op. Cit., h. 152-153.
xxxvii
talak ba’in sughra, dan talak ba’in kubra sebagimana dalam Pasal 118, 119
dan 12038.
Pasal 118
“Talak raj‟i adalah talak satu atau dua, dimana suami berhak rujuk
selama istri dalam massa iddah”39.
Pasal 119
1) Talak ba‟in sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh
akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah.
2) Talak ba‟in sughra sebagamana tersebut pada ayat (1) adalah:
a) Talak yang terjadi qabla al dukhul.
b) Talak dengan tebusan atau talak khulu‟.
c) Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.40
Pasal 120
Talak ba‟in kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak
jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahi kembali, kecuali
apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan
orang lain dan kemudian tejadi perceraian ba‟da al dukhul dan habis
masa iddahnya41. Disamping pembagian di atas juga dikenal pembagian
talak ditinjau dari waktu menjatuhkannya ke dalam talak sunni’ dan
talak bid’i.
Pasal 121
“Talak sunni‟ adalah talak yang dibolehkan yaitu talak dijatuhkan terhadap
istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut”.42
Pasal 122
Talak bid‟i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada
waktu istri dalam keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah
dicampuri pada waktu suci tersebut.43
b. Cerai Gugat
38
Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Op. Cit., h. 223.
39
Tim Redaksi Arkola, Op. Cit., h. 217.
40
Ibid., h. 21.
41
Ibid., h. 218.
42
Tim Redaksi Arkola, Op. Cit., h. 218.
43
Ibid.
xxxviii
Cerai gugat adalah perkawinan yang putus akibat permohonan yang
permohonan dimaksud.44
Cerai gugat diatur dalam KHI Pasal 132 ayat (1) dan Pasal 73 UUPA
menyebutkan bahwa:
Pasal 73 UUPA
1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada
pengadilan yang daerah hukum yang meliputi tempat kediaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan
tempat kediaman Bersama tanpa izin tergugat.
2) Dalam hal penggugat tinggal diluar negeri, gugatan perceraian
diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat.
3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman diluar negeri,
maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau ke Pengadilan Agama
Jakarta Pusat46.
Agama hanya mengenal ada dua jenis perkara perceraian, yaitu perkara
permohonan cerai talak dari pihak suami dan perkara cerai gugat dari pihak
44
Zainuddin Ali,. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2007. h. 81
45
Tim Redaksi Arkola, Op. Cit., h. 221.
46
Tim Redaksi Sinar Grafika , Op. Cit., h. 59-60.
47
Aris Bintania, Op. Cit., h. 133.
xxxix
Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan
Pasal 11648.
4. Alasan-alasan Perceraian
Di dalam fiqh memang tidak mengatur secara khusus tentang alasan untuk
Nusyuz berasal dari bahasa Arab yang secara berarti meninggi atau
terangkat. Kalau dikatakan istri nusyuz itu terhadap suami berarti istri
kepadanya.49
48
Ibid., h. 139.
49
Amir Syarifuddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2006. h. 190-191.
50
Ibid, h. 193.
xl
suami bisa terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi
kewajiban pada pihak istri baik nafkah lahir maupun batin. Penyebab nusyuz
bagi istri.51
3) Terjadinya syiqaq
Kata syiqaq berasal dari kata bahasa Arab, Syiqaqa yang berarti: sisi,
pertengkaran yang terjadi antara suami istri yang tidak dapat terselesaikan
sendiri oleh keduanya. Syiqaq biasanya terjadi apabila suami istri atau
4) Salah satu pihak melakukan perbuatan zina, yang menimbulkan saling tuduh
51
Ali Yusuf as-Subki, Nidhom al-Ushroti fiil Islam. Terj. Fiqh Keluarga, Amzah, Jakarta,
2010. h. 317.
52
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syari’ah dalam Hukum Indonesia,
Kencana, Jakarta, 2012. h. 304
53
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, 2001. h. 193-194.
54
Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tagiran, Op. Cit., h. 214.
xli
sesuai undang-undang, perceraian bias dilakukan. Pada Pasal 39 ayat 2
perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak dapat
hidup rukun sebagai suami istri. Jadi walaupun pada dasar perceraian itu tidak
memutuskan ikatan tanpa adanya alasan yang terdapat dalam penjelasan atas
a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, perjudian
dan lain-lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b) Salah satu meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturutturut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemauan.
c) Salah satu mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap pihak lain.
e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau
isteri.
f) Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisian dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.56
Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini diulangi dalam KHI pada pasal 116
dengan rumusan yang sama, dengan menambah dua ayat untuk orang Islam,
yaitu:
55
Abd. Shomad, Op. Cit., h. 325.
56
Tim Redaksi Arkola, Op. Cit., h. 48.
57
Ibid., h. 216-217.
xlii
Hal ini terkait erat dengan misi Undang Undang No.1 Tahun 1974 untuk
5. Akibat Perceraian
Akibat hukum yang muncul ketika putus ikatan perkawinan antara suami
dan istri dapat dilihat beberapa garis hukum, baik yang tercantum dalam
a. Akibat Talak
sebagai berikut :
xliii
a) Memberi mut‟ah (sesuatu) yang layak untuk bekas istrinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul.
b) Memberi makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian). kepada bekas
istri selama dalam masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak
ba”in atau nusyuz dan keadaan tidak hamil.
c) Melunasi mahar yang terutang seluruhnya dan separoh apabila qabla al-
dukhul.
d) Memberikan biaya hadhanah (pemeliharaan anak) untuk anak yang
belum mencapai umur 21 tahun.59
Segala akibat hukum talak baru berjalan sesudah habis masa iddah dan jika
dalam masa iddah. ketentuanya tentang masa iddah terdapat dalam pasal 150
“Bekas istri dalam masa iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima
pinangan dan tidak menikah dengan pria lain”.62
Karena pada hakikatnya istri dalam masa iddah, masih dalam ikatan
59
Tim Redaksi Arkola, Op. Cit., h. 227-228
60
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta, 2010. h.266.
61
Ibid.
62
Tim Redaksi Arkola (ed), Op. Cit., h 228
xliv
Pasal 156 KHI mengatur mengenai putusnya perkawinan sebagai akibat
Pasal 156
Akibat Putusnya perkawinan karena perceraian :
a) Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya
kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti
oleh:
1) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu.
2) Ayah.
3) Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah
4) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5) Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu
6) Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping
7) dari ayah.
b) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadhanah dari ayah atau ibunya.
c) Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah
dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan
dapat memindahkan hak hadanah kepada kerabat lain yang mempunyai
hak hadanah pula.
d) Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21) tahun.
e) Bila terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b),
(c), dan (d).
f) Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak
yang tidak turut padanya.63
yang putus karena pihak pihak istri telah memberikan hartanya untuk
adalah perceraian yang terjadi dalam bentuk mengurangi jumlah talak dan
tidak dapat rujuk. Hal ini sesuai dengan KHI Pasal 161 yang berbunyi:
63
Tim Redaksi Arkola, Op. Cit., h. 230-231.
xlv
“Perceraian dengan jalan khulu‟ mengurangi jumlah talak dan tak dapat
rujuk”.64
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengaturan tersebut
hidup di antara seorang pria dan seorang wanita. Sejalan dengan hal ini, Indonesia
manakala mereka telah melangsungkan Perkawinan. Hal ini dapat terlihat jelas
dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan. Ketentuan tersebut mengatur bahwa tiap-
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Hal tersebut merupakan tanggung
64
Zainuddin Ali, Op. Cit., h. 78-79.
xlvi
jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
yang sangat luas. Berkaitan dengan hal tersebut, dokumen yang dihasilkan dari
sempurna dengan suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh
negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat
Oleh karena itu, pencatatan perkawinan merupakan hal yang sangat penting
dan wajib untuk dilakukan meski tidak berkaitan dengan syarat sah suatu
pencatatan perkawinan pun menjadi hal penting untuk dilakukan. Baiknya, negara
dapat hadir untuk memberikan edukasi pada masyarakat terutama bagi pasangan-
menurut agama islam, yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada
65
Marwin. “Pencatatan Perkawinan Dan Syarat Sah Perkawinan dalam Tatanan
Konstitusi”. Asas. Volume 6-Nomor 2. 2014.
66
Suhaila Zulkifli, Ardhiya Ega Pramono, Qoni Alexandra Fadillah Shelyza Azura Alfan,
Media Komuikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat, Jurnal Hukum Kaidah, Volume 18,
Nomor 3, h. 19-21
xlvii
Untuk Pasal 14 di atas memeberi penjelasan kepada pihak suami maupun
istri yang hendak melakukan perceraian tentang langkah pertama yang harus
perceraian yang diajukan dan tidak lupa berbagai alasannya, sehingga pengadilan
harus melaksanakan sidang sesuai keperluan yang dimaksud. Lain halnya dengan
cerai gugat, adapun tata pelaksanaannya dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pasal 20 ayat (1) menyatakan, gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri
kediaman tergugat.67
menyatakan:
b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami
istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri
perundang-undangan tersendiri.
menyatakan:
67
Ibid
xlviii
2) Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini di atur
karena perceraian merupakan salah satu peristiwa penting yang mengubah status
catatan sipil seseorang. Perceraian mengubah status kawin menjadi status janda
atau duda, dan membawa akibat-akibat hukum lain seperti pembagian harta
bersama (gono-gini), serta hak dan kewajiban terhadap anak. Pengadilan hanya
antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup
rukun lagi dalam rumah tangga. Sesaat setelah dilakukan sidang untuk
pencatatan perceraian.
sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai
Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
xlix
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.
penelitian hukum yakni mencari kebenaran pragmatik yang mana suatu kebenaran
didasarkan pada kesesuain antara yang ditelaah dengan aturan yang ditetapkan.68
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-
68
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan ke-8, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2013. h.93
l
prinsip hukum, dan doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang
dihadapi. Hal tersebut sesuai dengan karakter preskriptif dari ilmu hukum69.
B. Pendekatan Penelitian
69
Ibid,
70
Ibid, h.35
71
Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, h.137
li
Dengan demikian, dari kedua pendekatan tersebut dapat membangun suatu
argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. Untuk sumber bahan
hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku hukum termasuk tesis dan
lii
Penelitian dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu pengumpulan bahan bahan
hukum (legal materials) dan pengkajian dan atau analisis terhadap bahan bahan
dan penelusuran kepustakaan (studi pustaka) terkait dengan masalah yang diteliti.
analisis dan atau interpretasi, melalui cara ini diharapkan permasalahan dalam
BAB IV
PEMBAHASAN
Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) dan PP No. 9 Tahun 1975 sebagai
perkawinan terdapat di dalam Kompilasi Hukum Islam (Inpres No.1 Tahun 1991).
Perkawinan menurut Pasal 2 ayat (1) UUP, sah apabila dilakukan menurut
adalah sah apabila telah dilaksanakan menurut rukun dan syarat-syarat yang
liii
pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama bertujuan untuk memberikan
akibatnya.
tercatat dan ada yang tidak tercatat. Perkawinan yang tidak tercatat, biasa dikenal
di dalam masyarakat dengan sebutan perkawinan di bawah tangan atau kawin siri.
ikatan perkawinan karena perceraian dapat diakibatkan karena adanya talak dari
suami atau adanya gugatan dari istri. Pasal 114 KHI menyatakan: “Putusnya
perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau
Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam yang ditunjukan khusus bagi umat
Islam. Perceraian yang bisa dilakukan di instansi atau lembaga mana yang berhak
yang dalam, anak-anak yang menjadi korban, tudingan miring masyarakat sekitar,
liv
hingga hilangnya rasa percaya diri.72 Sedangkan Kelebihan dalam perceraian
lebih bahagia.
diucapkan kata ‘kita cerai’ dan ada juga salah satu contoh kasus adanya cerai
tanpa melalui pengadilan yakni yang terjadi di Jl. Grand Boulevard Regency,
Mokoau, Kec. Kambu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara seorang laki-laki yang
bernama Anto menikah dengan seorang perempuan bernama Rheni secara resmi
tahun pasangan suami istri tersebut telah dikaruniai 4 orang anak namun ditahun
2020 pernikahan mereka tidak harmonis lagi dan puncaknya terjadi pada
telah pergi dari rumah dan mentalak istrinya akan tetapi tidak melalui Pengadilan
Agama dengan gugatan cerai. Proses yang singkat pula Rheni hanya dikirimkan
sebuah surat yang hanya dititipkan melalui ketua RT setempat yang berisikan
bahwa istri telah diceraikan secara tertulis tanpa menemui langsung istri dan
anaknya. Alasan Rheni tidak melakukan perceraian di pengadilan itu karena faktor
biaya, tidak cukup uang untuk berurusan di pengadilan. Tidak lama berselang
waktu suami Rheni telah menikah lagi akan tetapi tidak meminta persetujuan dari
72
diakses dihalaman website http://www.mukminun.com/2012/11bahtera-yang-kandas-
menilik-manfaat-dan.html?m=1 tanggal 30 Agustus 2022
lv
Penjatuhan talak oleh suami, menurut hukum formal, wajib dilakukan
lewat pengadilan agama, dengan merujuk pada ketentuan Pasal 39 ayat (1) UUP,
dalam hal ini untuk orang yang beragama Islam di Pengadilan Agama. Pasal 39
ayat (1) UUP menyatakan: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
mendamaikan”.
Dengan demikian, maka perceraian baik cerai karena talak maupun cerai
karena gugatan hanya bisa dilakukan dan sah secara hukum apabila melalui proses
hukum yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang perkawinan, tidak diatur
dan tidak dikenal pengertian talak di bawah tangan. Pengertian talak menurut
Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Pasal 117 KHI menyatakan:
“Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi
salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam
Talak menurut hukum adalah ikrar suami yang diucapkan di depan sidang
pengadilan, maka perceraian sah secara hukum agama saja, tetapi belum sah
secara hukum negara karena belum dilakukan di depan sidang pengadilan agama.
Akibat dari talak yang dilakukan di luar pengadilan adalah ikatan perkawinan
lvi
antara suami-istri tersebut belum putus secara hukum, atau dengan kata lain, baik
perceraian di luar prosedur pengadilan. Untuk perceraian harus ada cukup alasan
bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Namun
maka status perceraian tersebut tidak memiliki akibat atau kekuatan hukum akibat
dari pada perceraian tersebut, karena keputusan cerai tersebut tidak dilakukan di
pengadilan sudah sangat jelas status hukumnya, bahwa perceraian tersebut tidak
sah, berdasarkan Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam. Pada dasarnya dalam Islam
diucapkan di depan istrinya atau orang lain maka jatuhlah talaq, akan tetapi dalam
lvii
bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri, karena taat kepada pemerintah,
serta mempersulit perceraian. Hal ini pada dasarnya sesuai dengan prinsip hukum
akibat hukum yang ditimbulkan adanya perceraian diluar pengadilan untuk istri
adalah perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan akan berpengaruh dan
luar sidang pengadilan tidak memiliki surat cerai yang mempunyai kekuatan
hukum, sehingga si janda menikah lagi maka akan mendapatkan kesulitan dengan
pihak Kantor Urusan Agama. Karena setiap janda yang hendak menikah lagi
harus memiliki surat cerai dari Pengadilan, sehingga menempuh jalur menikah
kedua kali lewat nikah di bawah tangan. Selanjutnya setelah terjadinya perceraian
seperti nafkah selama masa iddah tempat untuk tinggal, pakaian, pangan.
istri tapi juga berpengaruh terhadap suami. Sama halnya dengan istri, suami yang
pengadilan tidak akan memiliki surat cerai yang sah dan memiliki kekuatan
hukum tetap, sehingga jika hendak menikah lagi melalui Pihak Kantor Urusan
lviii
Agama tidak akan mengizinkan sampai ada surat yang sah dari pengadilan,
Setiap perceraian pasti akan menimbulkan akibat negatif bagi setiap orang
yang berkaitan dengan pasangan suami istri yang bercerai tersebut, baik dari pihak
istri,suami, maupun bagi keluarga kedua belah pihak, terlebih lagi percerian
tersebut akan berpengaruh si buah hati, baik perceraian tersebut dilakukan di luar
merupakan hal yang dapat mengganggu kondisi keejiwaan, yang tadinya si anak
berada dalam lingkungan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dari kedua
orang tuanya, hidup bersama dengan memiliki figur seorang ayah, dengan figur
seorang ibu, tiba-tiba berada dalam lingkungan keluarga yang penuh masalah
yang pada akhirnya harus tinggal hanya dengan salah satu figur, ibu ataupun ayah.
pada kondisi kejiwaan anak, karena sering terjadi si ayah tidak member nafkah
secara teratur dan jumlah yang tetap. Perceraian yang dilakukan di luar
ayah ataupun ibu memberi nafkahnya secara teratur baik dari waktu memberi
nafkah maupun dari jumlah materi atau nafkah yang diberikan. Jika perceraian
sesuai dengan Pasal 156 poin f Kompilasi Hukum Islam. Di negara Indonesia ini
sangat jelas bahwa pada dasarnya perkara perceraian merupakan perkara yang
lix
Pengadilan dan tidak mengikat serta tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini
merujuk pada Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa :
kedua belah pihak. Akan tetapi tidak selamanya suatu hukum selalu dipatuhi oleh
Walaupun tidak ada sanksi pidana secara langsung, akan tetapi banyak
mereka yang tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak diputuskan di depan
Urusan Agama karena tidak memiliki Akta Cerai. Dampak negatif dari perceraian
di luar pengadilan tidak hanya berdampak terhadap suami istri saja tetapi terhadap
anak pun mempunyai dampak negatif. Si anak tidak mendapatkan nafkah secara
teratur karena tidak ada suatu putusan yang memiliki kekuatan hukum sehingga
tidak dapat memaksa pihak ayah untuk memberikan nafkah nya secara teratur baik
dan tidak lagi memperhatikan nilai ajaran agama serta tidak meningahkan norma
lx
dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itulah sangat diperlukan
pemahaman terhadap ajaran agama dan norma yang hidup dalam masyarakat,
harmonis di dalamnya. Antara suami dan istri haruslah saling melindungi, saling
menyayangi satu sama lain, dan selalu bersama baik dalam suka maupun duka.
Akan tetapi harapan manusia tidak selamanya dapat terkabul seperti dicita-
citakan.
pihak yaitu suami dan istri sering terjadi pertengkaran percekcokan, ataupun hal-
mereka bina, bahkan terkadang terjadi penganiayaan terhadap istri oleh suami,
sehingga hal ini akan mengakibatkan suatu kesengsaraan dan penderitaan, baik
secara lahir maupun batin bagi pihak istri. Apabila keretakan di dalam suatu
penganiayaan dan tidak ada kemungkinan untuk diperbaiki, maka jalan yang
terkait perceraian menjadi salah satu faktor yang menjadi dasar perceraian yang
lxi
tidak dilakukan didepan pengadilan. Pemahaman yang demikian tidak bisa
ketiga UUD 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah
Indonesia berlaku beberapa sistem hukum yang memiliki corak dan susunan
sendiri. Sistem hukum yang dimaksud tersebut adalah sistem hukum adat, sistem
bersamaan. Salah satu contohnya adalah tentang keabsahan perceraian ini. Secara
hukum Islam, jika antara suami istri bertengkar terus menerus kemudian keduanya
ingin bercerai maka ketika lisan suami mengucapkan kata-kata yang menunjukan
perceraian seperti talak maka seketika itu jatuhlah talak atas istrinya. Akan tetapi
mendamaikan kedua belah pihak. Hal ini sebagaimana dalam Pasal 39 ayat (1)
Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan pasal 123 Kompilasi
Hukum Islam (KHI). Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
73
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 231.
74
Ibid
lxii
berbunyi: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
berbunyi “Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di
hukum Islam adalah syarat dan rukunnya. Sebagai contoh ketika suami
mengatakan kepada istrinya “wahai istriku, aku jatuhkan talak satu kepadamu,
maka mulai detik ini kau bukan lagi istriku”, maka sejak saat itu di antara mereka
sudah tidak ada lagi ikatan perkawinan. Dengan kata lain dalam penetapan talak,
fikih tidak terikat oleh dimensi ruang dan waktu, dimanapun tempat dan waktunya
talak dapat dilakukan oleh suami. Sedangkan dalam hukum positif, meskipun
atas, hal tersebut tidaklah dinilai sebagai kata-kata talak. Sebab yang dinilai
lxiii
sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama yang bersangkutan berusaha
dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.” Sedangkan pasal 123 KHI
berbunyi “Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di
hal itu bertentangan dengan naṣdan atau ijmā‟ maka yang harus didahulukan
penggalian hukum Islam dengan mencegah, melarang, menutup jalan atau wasilah
dalam hukum Islam (fikih), namun perceraian yang dilakukan di luar pengadilan
lxiv
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Akibat hukum dari perceraian yang tidak dilakukan melalui pengadilan maka
status perceraian tersebut tidak memiliki akibat atau kekuatan hukum akibat
dari pada perceraian tersebut, karena keputusan cerai tersebut tidak dilakukan
adanya perceraian diluar pengadilan untuk istri adalah karena perceraian yang
akan mendapatkan kesulitan dengan pihak Kantor Urusan Agama dan si istri
tidak mendapatkan haknya setelah bercerai, seperti nafkah selama masa iddah
lagi dengan perempuan lain. Dan terakhir terhadap anak, akibat perceraian
lxv
yang dilakukan di luar sidang pengadilan akan berpengaruh pada kondisi
kejiwaan anak, karena sering terjadi si ayah tidak memberi nafkah secara
teratur dan jumlah yang tetap. Perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan
ataupun ibu memberi nafkahnya secara teratur baik dari waktu memberi
meskipun hal itu dibenarkan dalam hukum Islam (fikih), namun perceraian
B. Saran
solusi karena pada dasarnya perceraian mempunyai dampak buruk baik terhadap
suami istri maupun anak. namu apabila rumah tangga tersebut tidak dapat
dilakukan maka lakukanlah perceraian seperti apa yang telah diamanatkan dalam
lxvi
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bintania Aris, Hukum Acara Pengadilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-
Qadha, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.
Daradjat Zakiah, Ilmu Fiqh Jilid 2, Dana Bhakti wakaf, Yogyakarta, 1995.
lxvii
Nuruddin Amiur, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Kencana, Jakarta, 2006.
Yusuf as-Subki Ali, Nidhom al-Ushroti fiil Islam. Terj. Fiqh Keluarga,
Amzah, Jakarta, 2010.
B. Peraturan Perundang-Undangan
lxviii
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
Hukum Islam. (Lembaran Lepas Sekretariat Negara Tahun 1991)
C. Sumber lainnya
lxix
lxx