Anda di halaman 1dari 58

PENETAPAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA

TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA


(STUDI DASAR HUKUM)

SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
UNTUK MEMENUHI SEBAGAI SYARAT–SYARAT
MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU
DALAM ILMU HUKUM

DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD FAHMI AKMAL
NIM: 13340111

DOSEN PEMBIMBING:
1. DR. EUIS NURLAELAWATI, M. A.
2. DR. SRI WAHYUNI, M. HUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
ABSTRAK
Perkawinan beda agama merupakan persoalan klasik yang hingga saat ini belum di temukan
solusi ideal guna memecahkan persoalan tersebut. Selama ini dalam persoalan perkawinan beda
agama terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk merealisasikan perkawinan beda agama. Cara-
cara tersebut antara lain melaksanakan perkawinan di luar negeri, menundukkan sementara waktu
pada hukum agama salah satu pasangan, serta melalui penetapan pengadilan. Dalam penelitian ini,
penulis akan menganalisa dasar dan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam
menetapkan perkara permohonan izin perkawinan beda agama yang terjadi di wilayah Pengadilan
Negeri Kota Yogyakarta. Dalam hal ini adalah penetapan hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta No.
191/Pdt/P/1990/PN. Yk dan No. 33/Pdt.P/2009/PN. Yk.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pustaka
dengan pendekatan sosiologis. Metode ini digunakan untuk mengkaji atau menganalisis data yang
berupa bahan-bahan hukum primer ataupun bahan hukum sekunder. Penulis akan mengkaji tentang
dasar dan pertimbangan hukum yang dilakukan hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, hakim
Mahkamah Agung dalam memutuskan permohonan izin perkawinan beda agama di Pengadilan
Negeri Yogyakarta. Dalam hal ini adalah penetapan hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta No.
191/Pdt/P/1990/PN. Yk dan No. 33/Pdt.P/2009/PN. Yk.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya dalam penetapan hakim Pengadilan Negeri
Yogyakarta No. 191/Pdt/P/1990/PN. Yk. Hakim PN Yogyakarta menolak permohonan tersebut
dengan mendasarkan bahwasanya perkawinan beda agama dilarang oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 huruf
f UU Perkawinan. Selanjutnya, dalam putusan kasasi yang diajukan pemohon-pemohon hakim MA
membatalkan penetapan hakim PN Yogyakarta No. 191/Pdt/P/1990/PN. Yk. Dengan alasan UU
Perkawinan tidak melarang atau mengatur mengenai perkawinan beda agama. Oleh karena itu, dengan
berdasar pada yurisprudensi MA No. 1400 K/Pdt/1986, hakim MA mengabulkan permohonan
pemohon-pemohon untuk melaksanakan pencatatan perkawinan pada pihak Kantor Catatan Sipil Kota
Yogyakarta. Selanjutnya dalam penetapan No. 33/Pdt.P/2009/PN. Yk. Hakim PN Yogyakarta
mengabulkan permohonan pemohon-pemohon dengan berdasar pada fakya-fakta yang terungkap
dalam persidangan serta dengan pertimbangan yang berbasis pada nilai-nilai Hak Asasi Manusia.
Kata Kunci: Pernikahan Beda Agama, Pengadilan Negeri Yogyakarta

ii
MOTTO

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah 216)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai
(dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Q.S
Al-Insyirah 6-7)
HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan Ridha Allah SWT, saya persembahkan skripsi ini kepada:

 Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah memberikan kasih


sayang, kesabaran, doa, dan motivasi serta cinta yang tiada
tara. Yang tidak dapat saya balas hanya dengan karya kecil
ini, yakni Dwi Indiastuti serta Ahmad Najib Umar. Dan juga
keluarga besar yang saya cintai.
 Kakak Saya, Firnadia Yulia Wahda yang selalu menjadi
contoh buat saya dalam berjuang meraih Kesuksesan.
 Kampusku tercinta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terkhusus
Prodi Ilmu Hukum atas semua ilmu, dedikasi, didikan, dan
kesabarannya dalam mendidik serta membimbing
mahasiswa-mahasiswanya terkhusus saya peribadi.

viii
KATA PENGANTAR

‫بسن هللا الرحون الرحين‬

‫الحود هلل رب العالوين والصلة والسالم علي اشرف االنبياءوالورسلين سيد نا هحود وعلي اله وصحبه‬

‫اجوعين اهبعد‬

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah mengantarkan umatnya dari

zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.

Seiring berjalanya waktu, hingga akhir karya ilmiah ini dapat

terselesaikan. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak dapat terselesaikan

dengan baik tanpa adanya dukungan, bantuan serta arahan dari berbagai pihak.

Penulis juga merasa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan. penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. KH Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

ix
2. Dr. Agus Moh. Najib, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

3. Ibu Lindra Darnela, S.Ag. M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta.

4. Ibu Dr. Euis Nurlaelawati, M.A, selaku dosen pembimbing skripsi.

5. Abi dan Ummiku yaitu Ahmad Najib Umar dan Dwi Indiastuti yang telah

mendukung baik moril maupun materil sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ilmiah skripsi ini.

6. Untuk kakakku tercinta Firnadia Yulia Wahda, terima kasih atas

motivasinya selama ini

7. Teman-teman Ilmu Hukum angkatan 2013 khususnya IH-D Ahmad Tosirin

Anaessaburi, Edi Suyitno, Mukhammad Saeful Khafi, Umar Ibnu Rochmad,

Ahmad Nur Fauzi, Ardian Yulia Pratama, Nafissatuzzaimah, Yahya Asmui,

Muhammad Akrom Zaini, Rikha Rif’atul, Lailatus Sofa Nihaayah, Nadia

Septifanny Akhmad Asa Yakhdian, Ivan Yusuf Faisal, serta Hafitz Ahmad,

Zola Cholida Rizka Ari dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu, terima kasih telah berjuang bersama-sama dan memberi semangat.

8. Teman-teman KKN Angkatan 90, yaitu Anisatun Nur F, Abdul Muklis,

Raka Handika, Egi Prayoga, Rifa’i Shodiq Fathoni, Dinar Afif Atifah Hadi,

Ifah Afifah Dayyanah Al-Rahmah, Mayala Ulfa Elzahra, dan Siti Nikmatul

Azizah, terima kasih kalian adalah keluarga dalam rumah tak berpintu.

x
9. Teman-teman di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yaitu Azmi, Arya,

Yusril, Fauziah, Kartika, Iqbal, Iman, Tifana dan lain-lain. Terima kasih

atas kontribusinya selama ini jazakumuLLAH.

10. Buat temanku yang telah berkontribusi banyak atas tersusunnya skripsi ini

yaitu Ahmad Tosirin Anaessaburi yang telah membimbing saya dari awal

sampai akhir.

11. Teman-teman KKI khususnya Ahmad Tosirin Anaessaburi, Akbar

Satriawan, Ahmad Mujahidin, Hari, Muflihin, dan Muhammad Romli

Hidayat yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. Terima kasih atas

kontribusinya.

12. Terima kasih juga kepada Muazzim Thoyyir dan Nur Anwar yang telah

memberikan semangat dan motifasi untuk trselesaikannya tugas akhir ini.

13. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini khususnya Ibu Sari Sudarmi

selaku Hakim dari Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Satriyo Wiratmoyo

selaku Panitera Muda Hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta, terima kasih

atas kerja sama yang baik dalam tugas penulisan karya ilmiah ini. Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik

dan masukan konstruktif akan senantiasa penulis nantikan untuk perbaikan

dalam penyusunan karya tulis selanjutnya. Penulis juga berharap semoga

semua yang telah dilakukan menjadi amal shaleh dan bernilai ibadah serta

mendapatkan balasan dari Allah SWT.

xi
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya

pihak yang menekuni bidang Hukum Tata Negara, serta menjadi sumbangsih

yang berharga bagi pengembangan Ilmu Hukum Indonesia. Amin.

Yogyakarta, 17 Februari 2017

Penulis,

Muhammad Fahmi Akmal

13340111

xii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


ABSTRAK ...................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN............................................................ iii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................................ v
MOTTO ...................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
D. Telaah Pustaka .................................................................... 8
E. Kerangka Teoritik .................................................................... 14
F. Metode Penelitian .................................................................... 21
G. Sistematika Pembahasan ............................................................. 28

BAB II KONSEP PERKAWINAN DAN PENAFSIRAN UNDANG-


UNDANG ................. .................................................................... 30
A. Konsep Hukum Perkawinan di Indonesia .................................. 30
B. Perkawinan Beda Agama di Indonesia ....................................... 38
C. Akibat Hukum yang Timbul dari Kawin Beda Agama .............. 45
D. Kendala-Kendala Hakim dalam Mewujudkan Kepastian
Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan Hukum di Bidang Perdata 48

xiii
BAB III PRAKTIK PERKAWINAN BEDA AGAMA DI WILAYAH
HUKUM PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA ................. 60
A. Bentuk dan Praktik Perkawinan Beda Agama Pasca
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan .......................................................... 60
B. Praktik Perkawinan Beda Agama di Yogyakarta ...................... 67
1. Data Perkawinan Beda Agama di Yogyakarta ........................ 67
2. Contoh Kasus Perkawinan Beda Agama di Yogyakarta ......... 70

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM, HAKIM


PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA PERIHAL
PERMOHONAN IZIN PENETAPAN PERKAWINAN BEDA
AGAMA DI PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA ........... 79
A. Duduk Perkara Permohonan Izin Perkawinan Beda
Agama di Pengadilan Negeri Yogyakarta ................................... 79
1. Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama di
Pengadilan Negeri Yogyakarta No. 191/Pdt/P/1990/PN. Yk 79
2. Permohonan Kasasi Mahkamah Agung No. 667 K/Pdt/1991. 82
3. Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama di
Pengadilan Negeri Yogyakarta No. 33/Pdt.P/2009/PN. Yk.... 84
B. Dasar dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri

Yogyakarta dan Hakim Mahkamah Agung dalam

Perkara Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama… .............. 89

1. Dasar Hukum Hakim.............................................................. 89

a. Peraturan Perundang-Undangan .......................................... 89

b. Sudut Pandang Fiqih ............................................................ 106

2. Pertimbangan Hukum Hakim ................................................. 114

a. Status Kewarganegaraan ...................................................... . 114

b. Sudut Pandang Hak Asasi Manusia ..................................... 127

xiv
Bab V PENUTUP………………… ............................................................ 142
A. Kesimpulan……. ........................................................................ 142
B. Saran ............... ....................................................................... 145
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan ikatan yang sakral karena di dalamnya tidak

hanya terdapat ikatan lahir akan tetapi juga terdapat ikatan rohani yang

mendasarkan pada Tuhan Yang Maha Esa, maksudnya ialah bahwa suatu

perkawinan tidak hanya sekadar hubungan lahiriah saja, melainkan lebih dari

itu, yaitu suatu ikatan hubungan lahir batin beda seorang laki-laki dengan

perempuan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1Berkenaan dengan hal tersebut di

Indonesia telah dibentuk hukum perkawinan yang berlaku bagi seluruh rakyat

Indonesia, yaitu melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan (UU Perkawinan). UU Perkawinan dimuat dalam lembaran

negara Republik Indonesia tahun 1974 No. I: sedangkan penjelasannya dimuat

dalam tambahan lembaran negara Republik Indonesia No. 3019. Pada bagian

umum penjelasan tersebut telah dimuat beberapa hal mendasar yang berkaitan

dengan masalah perkawinan.2

Peristiwa perkawinan beda agama menjadi salah satu persoalan yang

cukup kompleks dalam isu perkawinan di Indonesia. Sejarah pernikahan beda

1
Sution Utsman Adji, Kawin Lari dan Kawin Beda Agama, (Yogyakarta: Liberti,
1989), hlm. 21.
2
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 1.

1
2

agama, perkawinan beda laki-laki dan perempuan yang tunduk pada hukum

berbeda berdasarkan hukum agama, adat atau kewarganegaraan. Telah diatur

secara khusus sejak zaman kolonial, hingga pasca kemerdekaan. Namun sejak

diperlakukannya Perkawinan, definisi pernikahan beda agama mengarah

kepada orang yang menikah dengan perbedaan kewarganegaraan.3

Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan memuat asas penting bahwa,

“pernikahan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu”. Asas ini berlaku untuk semua pernikahan

yang dilaksanakan di Indonesia termasuk pernikahan beda agama. 4

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut yang dapat menentukan sah atau

tidaknya suatu perkawinan adalah berdasar kepada hukum agama, bukanlah

hukum negara. Oleh karena itu diharapkan tidak akan ada perkawinan yang

dilakukan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang diakui

di Indonesia.5

Disyaratkannya hukum agama untuk menentukan keabsahan suatu

perkawinan sudah tentu akan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya,

yaitu apabila ada dua orang yang berbeda agama akan mengadakan

perkawinan, sedangkan UU Perkawinan tidak mengatur akan hal ini.

Ketiadaan pengaturan perkawinan beda agama ini menimbulkan pertanyaan

3
Maria Ulfa dan Martin Lukito Sinaga, Tapsir Ulang Pernikahan Lintas Agama,
Prespektif Perempuan dan Pluralisme, (Jakarta: Kapal Perempuan, 2004), hlm. 92.
4
Ichtiyanto, Pernikahan Campuran dalam Negara Republik Indonesia, (Jakarta:
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2003), hlm. 81.
5
Eoh,O.S, Perkawinan Beda Agama Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Srigunting,
1996), hlm. 12.
3

apakah memang pembentuk Undang-Undang tidak menghendaki terjadinya

perkawinan semacam ini.6

Seyogyanya pembentuk undang-undang sudah dapat memperkirakan

akan kemungkinan terjadinya perkawinan beda agama, mengingat di

Indonesia diakui adanya berbagai agama dan kepercayaan yang dianut oleh

penduduk sehingga tidak mungkin dapat dihindari terjadinya perkawinan beda

agama tersebut baik sekarang maupun dimasa yang akan datang.7

Pasal 64 UU Perkawinan menyebutkan bahwa untuk perkawinan dan

segala yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-

undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama adalah

sah.8 Sedangkan peraturan lama yang digunakan sebagai dasar hukum untuk

melangsungkan perkawinan beda agama khususnya di kantor catatan sipil

adalah Penetapan Raja tanggal 29 Desember 1896 No. 23 = Staadblad 1898

No. 158, dir dan dit. Dengan Staadblad 1901/349, 1902/311, 1907/205,

1918/30, 159, 160 dan 161, 1919/81 dan 816, 1931/168 jo. 423 pasal 7, (2):

“Perbedaan agama, bangsa atau asal itu sama sekali bukanlah terjadi halangan

untuk perkawinan itu”.9

Perkawinan dan agama memiliki hubungan yang erat dan tidak

terpisahkan sehingga semua agama mengatur masalah perkawinan dan pada

6
Ibid., hlm. 12.
7
Ibid., hlm. 12.
8
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
9
Muhamad Noor-Matdawam, Pernikahan Kawin Beda Agama Keluarga Berencana
Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah RI, (Yogyakarta: Bina Karier, 1990),
hlm. 101.
4

dasarnya semua agama selalu menginginkan perkawinan beda seorang laki-

laki dengan perempuan yang seagama. Hal ini dapat dipahami karena agama

merupakan dasar atau fondasi yang utama dalam kehidupan rumah tangga,

dengan memiliki fondasi agama yang sangat kuat diharapkan kehidupan

rumah tangga menjadi kuat sehingga tidak akan roboh kendati hanya dengan

sedikit goncangan. Bila rumah tangga kuat, maka negara akan kuat, demikian

pernyataan seorang ulama dan sekaligus umaroh yaitu Prof. Dr. H. A Ali

Mukti “kalau orang bertanya bagaimana cara membangun negara yang kuat,

maka jawabannya ialah terdiri dari rumah tangga yang kuat. Negara yang adil

tersusun dari rumah tangga yang adil. Dan negara yang makmur terdiri dari

rumah tangga yang makmur. Jadi kalau ingin membangun negara yang sebaik-

baiknya, maka keluarga (yang menjadi isi rumah tangga) harus kita bangun

sebaik-baiknya. Tanpa membangun keluarga mustahil akan tercapai

pembangunan negara”.10

Perkawinan beda agama dalam pemaparan diatas hanya akan

menimbulkan banyak permasalahan, maka banyak pihak yang menentang

perkawinan beda agama. Bagi umat Islam setelah dikeluarkannya instruksi

presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 44

perkawinan beda agama, menyebutkan seorang wanita Islam dilarang

melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.

Selain itu juga dalam Al-Qura’n juga secara tegas melarang perkawinan

10
Bismar Siregar. Aspek Hukum Perlindungan Atas Hak-Hak Anak” Suatu Tinjauan
dalam Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: Rjawali, 1986), hlm 9.
5

Muslim atau Muslimah dengan lelaki atau perempuan musyrik, larangan-

larangan itu dengan tegas dijelaskan dalam al-qura’n surat al-Baqarah, surat

an-Nisa, surat al-Mumtahanah.11

Meskipun pernikahan beda agama tidak memiliki dasar hukum yang

jelas baik dalam prespektif hukum positif maupun hukum agama, namun

dalam praktiknya banyak terjadi perkawinan dibeda laki-laki dan perempuan

berbeda agama. Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta

No.191/Pdt/P/1990/PN.Yk, yaitu permohonan yang diajukan oleh pasangan

yang berinisial SW(Islam) sebagai pemohon I dan AK (katolik) sebagai

pemohon II yang telah mengajukan permohonan di PN Yogyakarta pada

tanggal 17 Desember 1990. Sebelumnya pemohon telah mengajukan

permohonan kepada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mergangsan,

namun pihak KUA Mergangsan menolak permohonan tersebut dikarenakan

kedua pasangan berbeda agamanya. Gagal di KUA Mergangsan tidak

membuat kedua pasangan jera, usaha terus mereka lakukan, salah satunya

dengan mengajukan permohonan pada Kantor Catatan Sipil Kota Yogyakarta,

usaha mereka tidak sia-sia, pihak KCS Kota Yogyakarta memberikan surat

keterangan yang isinya agar kedua pasangan mengajukan permohonan kepada

Pengadilan Negeri Yogyakarta. PN Yogyakarta pada akhirnya mengeluarkan

penetapan yang isinya menolak permohonan izin perkawinan kedua pasangan

11
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia,
1986), hlm. 47-48.
6

tersebut dengan alasan perkawinan beda agama tidak diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Setelah gagal mengajukan permohonan izin pada PN Yogyakarta kedua

pasangan selanjutnya mengajukan upaya kasasi kepada Mahkamah Agung.

MA melalui putusan Reg.No. 667 K/PDT/1991 yang isinya mengabulkan

permohonan pemohon dan membatalkan penetapan PN Yogyakarta.

Sementara pada tahun 2009 di PN Yogyakarta terdapat kasus

perkawinan beda agama yang dikabulkan oleh pihak PN Yogyakarta, yaitu

kasus yang dialami oleh pasangan dengan inisial RA (katolik) sebagai

pemohon I dan PAM (Islam) sebagai pemohon II. Mereka mengajukan

permohonan pada pihak PN Yogyakarta pada tanggal 19 Januari 2009.

Sebelumnya mereka telah mengajukan permohonan pada KUA setempat,

namun pihak KUA menolak permohonan tersebut dikarenakan kedua

pasangan berbeda agama. Untuk merealisasikan upayanya, kedua pasangan

pada akhirnya mengajukan surat permohonan kepada pihak Catatan Sipil Kota

Yogyakarta, pihak KCA merekomendasikan agar kedua pasangan tersebut

mengajukan permohonan izin perkawinan kepada pihak PN Yogyakarta.

Melalui Penetapan No. 33/Pdt.P/2009/PN.Yk PN Yogyakarta mengabulkan

permohonan izin perkawinan beda agama tersebut.

Fenomena perkawinan beda agama merupakan peristiwa hukum yang

menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam prespektif hukum positif di Indonesia.

Untuk itu dalam penyusunan skripsi ini penulis akan melakukan penelitian
7

dengan judul “Penetapan Pengadilan Negeri Dan Dasar Hukum Pernikahan

Beda Agama (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Yogyakarta)”

B. Rumusan Masalah

1. Apa dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta dan

Hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan permohonan izin

perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri Yogyakarta?

2. Mengapa hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta mengabulkan

permohonan izin penetapan perkawinan beda agama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian:

Penelitian merupakan pencerminan secara konkret kegiatan ilmu dalam

memproses ilmu pengetahuan. Penelitian hukum dilakukan untuk mencari

pemecahan atas isu hukum yang timbul dari tujuan penelitian sebagai mana

disebut di atas, diharapkan penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat dari

hasil penelitian yang dicapai sebagai berikut.

a. Tujuan Penelitian:

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan

Negeri Yogyakarta dan Hakim Mahkamah Agung dalam

menetapkan permohonan izin perkawinan beda agama di

Pengadilan Negeri Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui argumentasi Hakim Pengadilan Negeri

Yogyakarta dalam mengabulkan permohonan izin penetapan

perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri Yogyakarta.


8

b. Manfaat Penelitian:

1. Manfaat teoritis

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan landasan teoritis bagi perkembangan ilmu

hukum pada umumnya, serta bagi perkembangan hukum

perdata pada khususnya.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi,

khususnya dalam praktik perkembangan acara hukum perdata

di Indonesia.

D. Telaah Pustaka

Telaah pustaka merupakan kajian mengenai penelitian-penelitian

terdahulu yang terkait (review of releated literature). Hal ini penulis

melakukan telaah pustaka terhadap penelitian-penelitian sebelumnya oleh

peneliti lain yang berkaitan dengan penelitian penulis bertujuan untuk

mendapatkan informasi-informasi terkait pokok permasalahan, mencegah

adanya kesamaan penelitian dengan penelitian lain dan menjadi sumber

rujukan dalam pembahasan yang penulis teliti. Berdasarkan penelusuran yang

dilakukan penyusun, ditemukan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan

penelitian ini, dibedaanya adalah:

Skripsi yang ditulis oleh Theresia Anna Prodi Ilmu Hukum, Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul Studi Tentang


9

Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Penetapan Permohonan Perkawinan

Beda Agama (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta). Skripsi ini

menjelaskan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan penetapan

mengabulkan atau menolak permohonan izin perkawinan beda agama serta

kekuatan hukum penetapan permohonan perkawinan beda agama.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada beberapa

alasan yang mendasari hakim dalam menjatuhkan penetapan perkawinan beda

agama, alasan tersebut dapat terbagi ke dalam dua kategori, yaitu aspek sosial

dan aspek yuridis. Alasan mengabulkan permohonan tersebut meliputi:

Negara tidak dapat melarang dan menghalangi seseorang untuk melaksanakan

perkawinan. Serta menghindarkan dan mencegah perilaku asusila dalam

masyarakat. Serta adanya berbagai aturan perundangan yang menyebutkan

seseorang bebas melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai pemeluk suatu

agama, termasuk di dalamnya adalah mempertahankan agama dan

kepercayaan yang dianut. Sedangkan alasan menolak permohonan perkawinan

beda agama adalah Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan yang menyebutkan

perkawinan yang sah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan. 12

Skripsi yang ditulis oleh Fanny Fadlina, Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul Analisis Yuridis

Permohonan Penetapan Perkawinan Beda Agama (Studi Kasus Penetapan

Nomor: 14/Pdt.P/2008/PN.Ska dan Penetapan Nomor: 01/Pdt.P/2009/PN.Ska)

12
Theresia Anna, “Studi Tentnng Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan
Penetapan Permohonan Perkawinan Bega Agama (Studi Kasus di Pengadilan Negeri
Surakarta)”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
2008.
10

Skripsi ini menjelaskan tentang prosedur pengajuan dan pemeriksaan

permohonan penetapan perkawinan beda agama, dasar pertimbangan hakim

dalam menolak atau mengabulkan permohonan penetapan perkawinan beda

agama serta kekuatan hukum penetapan perkawinan beda agama. Berdasarkan

hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pengajuan permohonan

penetapan perkawinan beda agama sama dengan prosedur pengajuan gugatan

biasa, sedangkan mengenai proses pemeriksaan permohonan penetapan

perkawinan beda agama bersifat sepihak karena hanya menyangkut

kepentingan pemohon. Dasar yang digunakan hakim dalam proses penetapan

perkawinan beda agama meliputi untuk menghindarkan dan mencegah

perilaku asusila dalam masyarakat. Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, Pasal 28B

ayat (1) UUD 1945, Pasal 8 UU Perkawinan, Pasal 6 ayat (2) Stbl 1898 No.

158 dan Pasal 10 ayat (3) PP No. 9 Tahun 1975. Sedangkan alasan menolak

permohonan perkawinan beda agama adalah berdasar pada Pasal 2 ayat (1)

UU Perkawinan yang menyatakan perkawinan yang sah dilakukan menurut

hukum agama dan kepercayaan.13

Skripsi yang ditulis oleh Aditia Dwi Pamungkas, Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang

berjudul Pelaksanaan Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kota Magelang

(Tinjauan Yuridis Penetapan No: 04/Pdt.P/2012/PN. MGL)

13
Fanny Fadlina, “Analisis Yuridis Permohonan Penetapan Perkawinan Beda Agama
(Studi Kasus Penetapan No: 14/Pdt.P/2008/ PN. Ska dan Penetapan No: 01/ Pdt.P/ 2009/
PN.Ska)”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
1010.
11

Skripsi ini menjelaskan bahwa menurut ketentuan Pasal 35 Huruf (a)

UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang

menyebutkan pencatatan perkawinan diperuntukan pula kepada perkawinan

yang dilangsungkan beda umat yang berbeda agama dimana syarat untuk

dicatatkannya perkawinan beda agama adalah adanya salinan penetapan

pengadilan yang memberikan izin untuk itu. Sementara yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah alasan substansial hakim dalam

menetapkan pemberian izin dilangsungkan serta dicatatnya perkawinan beda

agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada penetapan

no: 04/Pdt.P/2012/PN.MGL serta pencatatan pelaksanaan pencatatan

perkawinan beda agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kota Magelang.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa alasan substansial hakim

dalam penetapan No: 04/Pdt.P/2012/PN.MGL adalah telah terjadi kekosongan

hukum dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Hakim menetapkan

perkawinan beda agama dengan alasan bahwa perkawinan beda agama

merupakan hak konstitusi dan hak asasi manusia yang dimiliki oleh warga

negara Indonesia, serta merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam

masyarakat Indonesia. Hakim beralasan bahwa pencatatan perkawinan beda

agama yang dilaksanakan oleh pihak catatan sipil di Kantor Dinas


12

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Magelang tidak berlandaskan

hukum.14

Skripsi yang ditulis oleh Wahyu Boga Oktawa Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang yang berjudul

Tinjauan Yuridis Terhadap Eksistensi Ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Penetapan Hakim

Tentang Perkawinan Beda Agama di Provinsi Jawa Tengah)

Skripsi ini menguraikan tentang UU Perkawinan yang secara eksplisit

menegaskan bahwa perkawinan campuran merupakan perkawinan beda dua

orang yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan

kewarganegaraan bukan karena perbedaan agama. Dalam penetapan

permohonan perkawinan beda agama hak asasi manusia digunakan hakim

sebagai acuan untuk mengabulkan perkawinan beda agama. Hasil dari

penelitian ini adalah putusan hakim yang mengabulkan permohonan

perkawinan beda agama yang tidak selaras dengan asas lex spesialis derogate

legi generalis.15

Skripsi yang ditulis oleh M. Andy Chafid Anwar MS jurusan Al-Ahwal

Asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

14
Aditia Dwi Pamungkas, “Pelaksanaan Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kota
Magelang (Tinjauan Yuridis Penetapan No: 04/Pdt.P/2012/PN.MGL)”, Skripsi tidak
diterbitkan, Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman Purwokorto, 2013.
15
Wahyu Boga Oktawa, “Tinjauan Yuridis Terhadap Eksistensi Ketentuan Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Penetapan Hakim
Tentang Perkawinan Beda Agama di Provinsi Jawa Tengah)”, Skripsi tidak diterbitkan,
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2013.
13

Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum

Positif Terhadap Penetapan Pengadilan Negeri Magelang Tentang Perkawinan

Beda Agama (Penetapan PN Magelang Nomor 04/PDT.P/2012/PN.MGL),

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai pertimbangan

hakim Pengadilan Negeri Magelang dalam pemberian izin perkawinan beda

agama serta tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap penetapan PN

Magelang No. 04/Pdt.P/2012/PN.MGL.

Hasil penelitian ini adalah hukum Islam telah tegas melarang

perkawinan beda agama yang telah dijelaskan dalam QS Surat Al-Baqarah

Ayat 221, Al-Maidah Ayat 5, Al-Bayyinah Ayat 6, Al-Mumtahanah Ayat 10

dan hukum positif dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (1) serta KHI

Pasal 40, Pasal 44 serta Pasal 60 Ayat (2) dan Pasal 61 yang melarang

perkawinan beda agama.16

Berdasarkan uraian di atas, perbedaan penelitian sebelumnya dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada objek penelitian, jika

penulis sebelumnya melakukan penelitian tentang penetapan hakim tentang

perkawinan beda agama yang berada di Pengadilan Negeri Magelang dan

Pengadilan Negeri Surakarta, maka dalam penelitian ini objek penelitian

berada di Pengadilan Negeri Yogyakarta mengenai dasar pertimbangan hakim

16
M. Andy Chafid Anwar MS, “Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap
Penetapan Pengadilan Negeri Magelang Tentang Perkawinan Beda Agama (Penetapan PN
Magelang No 04/PDT.P/2012/PN.MGL)”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014.
14

Pengadilan Negeri Yogyakarta tentang perkawinan beda agama yang

berlangsung di Kota Yogyakarta.

E. Kerangka Teoretik

Negara hukum Indonesia dikonsepkan secara tegas sebagai negara

hukum prismatik, yaitu menggabungkan segi-segi positif beda rechstaat dan

kepastian hukumnya serta the rule of law dengan rasa keadilannya secara

integratif. Konsep rechstaat menitikberatkan target hukum kepada tercapainya

kepastian hukum, sementara konsep the rule of law menitikberatkan target

hukum kepada aspek keadilan dan kemanfaatan.17

Menurut Mahfud MD dalam penegakan hukum modern asas kepastian

hukum tidak boleh dijadikan satu-satunya dasar penetapan atau putusan

hakim, karena ada keharusan agar penetapan atau putusan hakim didasarkan

juga pada asas keadilan dan kemanfaatan.18

1. Teori Keadilan
Kata keadilan berasal dari kata adil. Dalam Bahasa Inggris disebut

“justice”, dalam Bahasa Belanda dikenal dengan “rechtvaardig”. Adil

diartikan dapat diterima secara objektif19

17
Syarif Mappiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, (Jakarta:
Renadamedia, 2015), hlm. 71.
18
Ibid., hlm. 72.
19
Algra dkk, Mula Hukum, (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm. 3.
15

Hans Kelsen menyebutkan keadilan merupakan suatu kualitas yang

mungkin, tetapi bukan harus dari suatu tatanan sosial yang menuntun

terciptanya hubungan timbal balik dibeda sesama manusia. Setelah itu ia

merupakan suatu bentuk kebaikan bagi manusia, karena memang pada

dasarnya manusia itu adil bila mana perilakunya sesuai dengan norma-

norma tatanan sosial yang seharusnya memang adil. Makna tatanan sosial

yang adil adalah bahwa peraturan itu menuntun perilaku manusia dalam

mewujudkan kondisi yang memuaskan bagi seluruh manusia. Dengan kata

lain bahwa supaya semua orang bisa merasakan bahagia dalam peraturan

tersebut.20

Kelsen menegaskan bahwasanya esensi keadilan adalah sesuatu yang

sesuai dengan norma-norma hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat bukan

hanya norma hukum, akan tetapi juga meliputi norma lain, seperti norma

agama, norma kesusilaan dan norma-norma lainnya. Tujuan dari norma

yang dibuat tersebut adalah untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan

dalam konsep ini, bukan hanya kebahagiaan individual akan tetapi

kebahagiaan bagi segenap manusia.

Jhon Stuart Mill keadilan adalah nama bagi kelas-kelas aturan moral

tertentu yang menyoroti kesejahteraan manusia lebih dekat daripada dan

20
Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.
2.
16

karenanya menjadi kewajiban yang lebih absolut aturan penuntun hidup

apapun yang lain. keadilan juga merupakan konsepsi dimana kita

menemukan salah satu esensinya, yaitu hak yang diberikan kepada

individu mengimplikasikan dan memberikan kesaksian mengenai

kewajiban yang lebih mengikat.21

Menurut Notonegoro, keadilan adalah kemampuan untuk

memberikan kepada diri sendiri dan orang lain apa yang semestinya, apa

yang menjadi haknya. Hubungan beda manusia yang terlibat dalam

penyelenggaraan keadilan terbentuk dalam pola yang disebut dengan

hubungan keadilan segi tiga yang meliputi keadilan distributif (distributive

justice), keadilan bertaat atau legal (legal justice) dan keadilan komutatif

(komutative justice).22

2. Teori Kemanfaatan Hukum


Menurut Jeremy Bentham pada dasarnya alam telah menempatkan

manusia di bawah pengaturan dua penguasa yang berdaulat (two

sovereigen masters) yaitu penderitaan (paint) dan kegembiraan (pleasure).

Keduanya menunjukkan apa yang harus kita lakukan dan menentukan apa

yang kita lakukan. Fakta bahwa kita menginginkan kesenangan dan

berharap untuk menghindari penderitaan, digunakan oleh Bentham untuk

21
Karen Lebacqz, Six Theories Of Justice (Teori-Teori Keadilan), penerjemah Yudi
Santoso, (Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 23.
22
Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta: Pancoran Tujuh Bina
Aksara. 1971), hlm. 98.
17

membuat keputusan, bahwasanya kita harus mengejar kesenangan.23

Kemudian Bentham mengemukakan bahwasanya tujuan hukum adalah

untuk mewujudkan the greatest happiness of the greatest number

(kebahagiaan yang terbesar adalah kebahagiaan yang bermanfaat bagi

sebanyak-banyaknya manusia). Menurutnya adanya negara hukum adalah

semata-mata hanya demi kemanfaatan sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas

rakyatnya.24 Senada dengan Bentham, Mill menguatkan bahwa

kemanfaatan atau prinsip kebahagiaan terbesar menyatakan bahwa

tindakan tertentu benar jika cenderung memperbesar kebahagiaan, keliru

jika cenderung menghasilkan berkurangnya kebahagiaan. Yang

dimaksudkan dengan kebahagiaan adalah kesenangan dan tidak adanya

rasa sakit.25

Dalam pernyataan singkat inilah terletak dua asumsi krusial yang

melandasi seluruh diskusi mengenai keadilan menurut perspektif

Utilitarian. Pertama tujuan hidup adalah kebahagiaan. Baik Mill maupun

Bentham berpendapat senada. Yang kedua kebenaran dari suatu tindakan

ditentukan oleh kontribusinya bagi kebahagiaan tersebut.

23
Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) (Jakarta: Kencana, 2010), hlm 273.
24
Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum ....., hlm 273.
25
John Stuart Mill, Utilitarianism (Newyork: Bobbs-Merrill, 1957), hlm 10.
18

3. Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan salah satu istilah yang banyak

diperbincangkan dikalangan akademisi hukum, praktisi hukum atau

bahkan masyarakat pada umumnya. Kepastian hukum adalah kepastian

mengenai hak dan kewajiban mengenai apa yang menurut hukum boleh

dan tidak boleh.26

Menurut Apeldoorn, kepastian hukum memiliki dua segi, yaitu soal

dapat ditentukannya (bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal konkret,

yakni pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui apakah yang

menjadi hukumnya dalam hal yang khusus sebelum Ia memulai perkara.

Menurut Roscoe Pound ini merupakan segi predictability yaitu

kemungkinan dapat diramalkan. Demikian juga menurut Algra et.al, aspek

penting dari kepastian hukum adalah bahwa penetapan atau putusan hakim

tersebut dapat diramalkan terlebih dahulu.27

Kepastian hukum berarti keamanan hukum, artinya perlindungan

bagi para pihak terhadap kesewenangan hakim. Kepastian hukum

merupakan nilai lebih dari peraturan tertulis daripada yang tidak tertulis.

Dengan adanya peraturan tertulis, orang dapat lebih mudah untuk

menemukan, membaca, dan memastikan bagaimana hukumnya. Dengan

26
N. E. Algra et al, Mula Hukum, terjemahan J. C. T Simorangkir dari
Rechtsaanvang, (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm. 44.
27
Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis, Pengbeda Ilmu Hukum, (Jakarta:
Rajawali, 2014), hlm. 141.
19

adanya Pasal 1576 KUH Perdata, orang dapat membaca bahwa dengan

dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak

diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan

barang. Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa sehingga, orang dapat

meramalkan bagaimana putusannya jika terjadi perselisihan.

4. Teori Penemuan Hukum

Penemuan hukum merupakan pembentukan hukum oleh hakim

atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan

hukum umum pada peristiwa hukum konkrit, juga merupakan proses

konkretisasi atau individualis peraturan hukum (das sollen) yang bersifat

umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu, jadi

dalam penemuan hukum yang penting adalah bagaimana mencarikan atau

menemukan hukumnya untuk peristiwa konkrit.28

Menurut Achmad Ali, ada 2 (dua) teori penemuan hukum yang

dapat dilakukan oleh hakim dalam praktik peradilan, yaitu antara lain:

a. Teori Penafsiran Hukum

Penafsiran merupakan penjelasan setiap istilah dari suatu perjanjian

apabila terdapat pengertian ganda atau tidak jelas dan para pihak

memberikan pengertian yang berbeda terhadap istilah yang sama atau

tidak dapat memberikan arti apa pun terhadap istilah tersebut. Tujuan

28
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Liberty, 2001), hlm. 37-38
20

utama penafsiran adalah menjelaskan maksud sebenarnya dari para

pihak atau merupakan suatu kewajiban memberikan penjelasan

mengenai maksud para pihak seperti dinyatakan dalam kata-kata yang

digunakan oleh para pihak dilihat dari keadaan-keadaan yang

mengelilinginya.29

b. Teori Konstruksi Hukum

Salah satu metode yang akan digunakan oleh hakim pada saat ia

dihadapkan pada situasi adanya kekosongan hukum (rechts vacuum)

atau kekosongan undang-undang (wet vacuum), karena pada

prinsipnya hakim tidak boleh menolak perkara untuk diselesaikan

dengan dalih hukumnya tidak ada atau belum mengaturnya (asas ius

curia novit). Hakim harus terus menggali dan menemukan hukum

yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat, karena

sebagai penegak hukum dan keadilan, hakim wajib menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat.30

29
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, (Bandung:
Alumni, 2000), hlm. 19
30
Jazim Hamidi, Hermenutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru dengan
Interpretasi Teks, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 58
21

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan

peneliti untuk menyusun data.31 Esensi dari metode penelitian dalam setiap

penelitian adalah menguraikan tentang tata cara bagaimana suatu penelitian

hukum tersebut dilakukan.32 Agar penelitian yang dilakukan oleh seorang

peneliti dapat berjalan sesuai dengan prosedur dan sistematika penelitian yang

berlaku, maka penulis akan menyajikan beberapa hal yang terkait dengan

persoalan yang akan penulis uraikan di bawah ini:

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah

ini adalah jenis penelitian pustaka. Penelitian pustaka adalah

serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan

data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan

penelitian.33

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan hukum sosiologis. Pendekatan hukum sosiologis merupakan

suatu pendekatan penelitian yang berbasis pada ilmu – ilmu hukum

normatif, tetapi bukan mengkaji mengenai sistem norma dalam aturan

31
Rachmat Kriantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), hlm. 160.
32
Bambang Waluyo, Penelitian dalam Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm.
17.
33
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), hlm. 3.
22

perundang – undangan, namun mengamati bagaimana reaksi dan

interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja dalam

masyarakat. Dalam pendekatan hukum sosiologis, tugas seorang

peneliti mengkaji tentang “apa yang ada di balik yang tampak dari

penerapan perundang – undangan”. Pendekatan hukum sosiologis

mengharuskan orang untuk melihat hukum dari paradigma yang

berbeda. Pendekatan hukum sosiologi memandang hukum bukan

sebagai suatu sistem norma, tetapi hukum di konstruksikan sebagai

sesuatu perilaku masyarakat yang ajek dan terlembagakan serta

mendapatkan legitimasi secara sosial.34

Emile Durkheim menyatakan Pendekatan hukum sosiologi

merupakan pendekatan yang berbasis pada fakta sosial yaitu cara – cara

bertindak, berfikir terhadap fenomena yang ada di luar individu.

Disamping menempatkan hukum sebagai fakta sosial hukum juga

dipandang sebagai entitas yang berfungsi sebagai penelaah hukum

dengan solidaritas sosial, dalam studi ini berarti hukum dijadikan

sebagai alat untuk menetapkan bentuk solidaritas suatu masyarakat. 35

34
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Desain Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 46-47

35
Soleman B. Taneko, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 1993), hlm. 5-8
23

3. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sifat

penelitian deskriptif analitis, sifat penelitian deskriptif analitis

merupakan sifat penelitian yang bermaksud mengungkapkan praktik

pelaksanaan hukum dan teori hukum yang telah diatur dalam berbagai

hierarki peraturan perundang-undangan.36

a. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:

1) Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, baik melalui observasi, maupun laporan dalam

bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah

sedemikian rupa oleh peneliti.37

2) Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari

dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan

dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk

laporan, skripsi, tesis, desertasi dan peraturan perundang-

undangan. Data sekunder tersebut, dapat dibagi menjadi:

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan objek penelitian. Misalnya KUH Perdata,

UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Selain itu

36
Zaenuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm.
105-106.
37
Zaenuddin Ali, Metode Penelitian Hukum hlm. 106.
24

penetapan ataupun putusan hukum yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.38

b) Bahan hukum sekunder, sekunder merupakan bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian atau

pendapat pakar hukum.39

c) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan

internet.40

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan proses yang digunakan

untuk memecahkan suatu masalah dalam penyusunan penelitian ini,

penulis menggunakan teknik pengumpulan data lapangan dan studi

pustaka. Teknik pengumpulan data merupakan usaha untuk

mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan esensi penelitian

yang berupa data, fakta, gejala ataupun informasi yang bersifat Valid.

Realible (dapat dipercaya) dan sesuai dengan kenyataan.

38
Ibid.
39
Amiruddin, Pengbeda Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 32.
40
Ibid.
25

a. Observasi

Adapun yang dimaksud dengan observasi adalah teknik

pengambilan data yang dilaksanakan dengan mekanisme

pengamatan melalui pengamatan sistematik terhadap objek yang

perlu diteliti.41 Langkah pertama dalam penelitian ini, penulis

melakukan observasi langsung terhadap PN Yogyakarta.

b. Wawancara

Salah satu cara untuk mendapatkan data dapat dengan

melakukan wawancara. Teknik ini sebagai alat pengumpul

informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk

dijawab secara lisan pula.42 Atau sebuah dialog yang dilakukan

pewawancara untuk memperoleh informasi dari responden.43

Wawancara yang digunakan dalam penelitian dilaksanakan

dengan beberapa pertanyaan, namun tidak menutup kemungkinan

muncul pertanyaan baru yang ada kaitannya dengan

permasalahan. Dengan ini penyusun ingin mendapatkan informasi

atau data untuk menjawab masalah penelitian yang tidak dapat

diperoleh melalui teknik pengumpulan data yang lain. Dalam hal

41
Winarno Surahman, Pengbeda Ilmiah, (Bandug: CV Tarsito, 1982), hlm. 132.
42
Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori dan Praktik,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 179.
43
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Remaja
Rosda Karya, 1993), hlm. 7.
26

ini penulis melakukan wawancara dengan Ibu Sari Sudarmi S. H.,

salah seorang Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan buku, arsip-arsip atau dokumen-

dokumen.44 Metode pengumpulan data dengan dokumentasi ini

diharapkan bermanfaat untuk menguji, menafsirkan, dan bahkan

untuk meramalkan. Selain itu dokumen juga bermanfaat sebagai

bukti untuk suatu pengujian.45 Penulis juga melakukan

dokumentasi yaitu dengan cara mengumpulkan data-data tertulis

yang ada di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

d. Kepustakaan

Metode penelitian kepustakaan merupakan metode

penelitian yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,

buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.46

44
Masri Singaribun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Surve, (Jakarta: LP3ES,
1989), hlm. 193.
45
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1991), hlm. 161.
46
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 107.
27

5. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan cara

mendeskripsikan dan memberikan interpretasi untuk memperoleh

jawaban dari rumusan masalah. Secara umum analisa dimaksudkan

untuk memberikan penjelasan dan menginterpretasikan secara rasional

sistematis menuju cara berpikir yang deduktif-induktif yang sesuai

dengan kaidah dalam penyusuan karya ilmiah. Menurut Rusdi Pohan,

tujuan utama dari analisis data adalah untuk meringkaskan data dalam

bentuk yang mudah dipahami dan mudah ditafsirkan, sehingga

hubungan bedaa problem penelitian dapat dipelajari dan diuji. 47

47
Rusdi Pohan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Lanarka Publiser,
2007), hlm. 93.
28

G. Sistematika Pembahasan

Pembahas dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, pada setiap bab

akan berisi beberapa sub pembahasan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah

pembahas terhadap masalah yang diangkat, maka penulis berusaha untuk

menyusun penulisan ini secara sistematis. Adapun rincian pembahasannya

adalah sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari sub bab

latar belakang yang menjadi alasan dalam penelitian ini. Rumusan masalah

merupakan kerangka permasalahan yang selanjutnya akan diangkat menjadi

sebuah penelitian, kemudian juga terdapat sub bab tujuan penelitian,

kemudian juga terdapat tinjauan pustaka yang merupakan karya sarjana yang

berkaitan dengan penelitian ini dan bertujuan untuk membandingkan tersebut

agar diketahui keasliannya. Kemudian juga terdapat kerangka teoritik yaitu

merupakan teori yang dijadikan landasan berpikir dalam penyusunan

penelitian ini. Setelah itu terdapat juga metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua, berisi tentang konsep perkawinan dan penafsiran undang-

undang, pada bab ini menguraikan tentang pengertian perkawinan, perkawinan

beda agama, syarat sah dan batalnya perkawinan, definisi perkawinan beda

agama, sejarah perkawinan beda agama di indonesia, akibat hukum yang

timbul dari kawin beda agama, dan kendala-kendala hakim dalam


29

mewujudkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum di bidang

perdata.

Bab ketiga, berisi tentang praktik perkawinan beda agama di wilayah

hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta, pada bab ini menguraikan tentang

bentuk dan praktik perkawinan beda agama pasca diberlakukannya undang-

undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan praktik perkawinan beda

agama di Yogyakarta.

Bab keempat, berisi tentang analisis terhadap pertimbangan hukum,

hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Hakim Mahkamah Agung perihal

permohonan izin penetapan perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri

Yogyakarta.

Bab kelima, merupakan penutup dari tulisan ini. Penulis akan

membuat suatu kesimpulan yang diambil dari analisis dari bab-bab

sebelumnya, yang menjadi jawaban dari pokok masalah dan dilengkapi

dengan saran-saran.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum dalam perkara hukum permohonan izin perkawinan beda

agama antara perkara No. 191//Pdt/P/1990/PN./Yk. dengan perkara No.

33/Pdt.P/2009/PN.Yk. terjadi perbedaan dalam hal pertimbangan hukum yang

dilakukan oleh hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara

tersebut. Pada perkara No. 191//Pdt/P/1990/PN./Yk. Hakim Pengadilan Negeri

Yogyakarta menetapkan untuk menolak permohonan pemohon-pemohon,

sementara dalam perkara No. 33/Pdt.P/2009/PN.Yk. Hakim Pengadilan

Negeri Yogyakarta menetapkan untuk mengabulkan permohonan pemohon-

pemohon.

Pada perkara No. 191//Pdt/P/1990/PN./Yk. Hakim PN Yogyakarta

memutuskan perkara dengan mendasarkan pertimbangan hukumnya pada

ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang

menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Hakim PN

Yogyakarta menafsirkan bunyi pasal tersebut dengan pendekatan gramatikal

yang pada kesimpulannya menegaskan bahwasanya keabsahan perkawinan

adalah terjadi apabila berdasarkan hukum masing-masing agama dan

kepercayaan masing-masing calon mempelai. Oleh karena pemohon I dan

Pemohon II berbeda agama, maka perkawinan semacam ini adalah terlarang.

142
143

Selanjutnya Hakim PN Yogyakarta memperkuat argumentasi hukumnya

dengan berdasar pada ketentuan Pasal 8 huruf f Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 yang menyebutkan bahwasanya perkawinan dilarang antara dua orang

yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang

berlaku, dilarang kawin. Atas dasar ketentuan pasal tersebut hakim PN

Yogyakarta menegaskan pendiriannya bahwasanya perkawinan beda agama

adalah terlarang dan oleh sebab itu Hakim PN Yogyakarta menetapkan

menolak permohonan pemohon-pemohon dan sekaligus menguatkan

penolakan yang dilakukan oleh Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan

Mergangsan Kota Yogyakarta.

Merasa keberatan dengan penetapan PN Yogyakarta, Pemohon I

dengan inisial SW dan Pemohon II dengan Inisial AK mengajukan

permohonan kasasi pada Mahkamah Agung. Pada pertimbangan hukumnya

Hakim Kasasi MA menilai bahwasanya Hakim PN Yogyakarta telah keliru

menafsirkan Pasal 8 huruf f yang pada intinya tidak mengatur mengenai hal

ihwal perkawinan beda agama. Oleh sebab itu Hakim MA menganggap

bahwasanya dalam persoalan perkawinan beda agama terjadi kekosongan

hukum, oleh sebab itu perlu dicari jalan keluar agar persoalan ini tidak

berlarut-larut tanpa penyelesaian. Atas dasar tersebut kemudian Hakim MA

melalui yurisprudensi putusan MA No. 1400 K / Pdt / 1986 yang berpendapat

bahwa dengan di ajukannya permohonan yang beragama Islam untuk

melangsungkan perkawinan kepada Kantor Catatan Sipil, harus di tafsirkan

bahwa pemohon berkehendak untuk melangsungkan perkawinan tidak secara


144

Islam, sehingga Kantor Catatan Sipil wajib menerima permohonan pemohon-

pemohon.

Dengan pertimbangan hukum tersebut, Hakim kasasi memutuskan

untuk mengabulkan permohonan pemohon-pemohon dan sekaligus

membatalkan penetapan PN Yogyakarta.

Selanjutnya pada perkara No. 33/Pdt.P/2009/PN.Yk. Hakim PN

Yogyakarta yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara yang

diajukan pemohon-pemohon tidak mendasarkan pertimbangan hukumnya

pada ketentuan pasal-pasal yang tercantum dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai hal ihwal perkawinan di Indonesia. Dalam

pertimbangan hukumnya hakim lebih memprioritaskan pada pendekatan

sosiologis dengan menggali fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

Disamping itu hakim juga menggunakan pendekatan humanis dengan melihat

persoalan hukum yang dialami pemohon-pemohon dari sudut pandang hak

asasi manusia. Selain itu hakim juga mendasarkan pertimbangan hukumnya

dengan pendekatan teologis dengan mengutip ketentuan norma hukum agama

yang memperbolehkan adanya perkawinan beda agama antara seorang laki-

laki muslim dengan perempuan non muslim. Dengan pertimbangan hukum

tersebut kemudian Hakim PN Yogyakarta menetapkan untuk mengabulkan

permohonan Pemohon I dan Pemohon II sekaligus memerintahkan Pegawai

Kantor Kependudukan Keluarga Berencana dan Catatan Sipil Kota

Yogyakarta untuk mencatatkan perkawinan pemohon-pemohon.


145

B. Saran

1. Dalam memutus perkara seyogyanya Hakim baik Hakim pada Peradilan

Negeri, Hakim pada Pengadilan Tinggi maupun Hakim Mahkamah Agung

harus mendasarkan pertimbangan hukumnya pada ketentuan peraturan

perundang-undangan tertulis dengan mendahulukan pasal-pasal yang

relevan dengan perkara hukum yang ditangani;

2. Mengenai penafsiran hukum seyogyanya hakim baik di tingkat pertama,

hakim di tingkat banding maupun hakim pada tingkat kasasi/peninjauan

kembali harus menafsirkan pasal-pasal yang terkait dengan perkara hukum

yang ditangani dengan mendasarkan pada kebenaran subtantif dan

menjauhi adanya rekayasa dari pihak lain yang justru dapat mencemarkan

marwah hakim sebagai ujung tombak penegakan hukum di Indonesia;

3. Hakim MA dalam mengkoreksi perkara yang telah di putuskan oleh

Pengadilan Negeri seyogyanya mendahulukan substansi materi

pertimbangan hukum yang dilakukan hakim di tingkat pertama secara

menyeluruh agar putusan kasasi yang di ambil tidak terkesan prematur dan

tidak mendasarkan putusannya pada kebenaran prosedural yang terkadang

jauh dari esensi keadilan;

4. Perihal UU Perkawinan seyogyanya pemerintah perlu menyusun aturan

perundang-undangan yang baru,yang di jiwai dengan norma-norma agama

yang ada di Indonesia serta harus lebih tegas dengan mencantumkan Pasal-

Pasal yang memuat larangan perkawinan beda agama yang selama ini
146

dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan

mengatasnamakan hak asasi manusia.


DAFTAR PUSTAKA

A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undnag-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan


Perkawinan

Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

B. BUKU
Abdurrahman, Masalah-masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung:
Alumni, 1978)
Adji, Sution Utsman, Kawin Lari dan Kawin Antar Agama, (Yogyakarta: Liberty,
1989)
Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab Al-Fiqih „Ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, (Beirut: Dar
Al-Kutub Al-„Ilmyyyah, 1987)
Algra, dkk, Mula Hukum, (Jakarta: Binacipta, 1983)
Ali, Ahmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) (Jakarta: Kencana, 2010)
Ali, Zaenuddin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010)
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibn Katsir Al-Yamamah, 1987)
Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani,
2011)
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004)
Anshary, H.M., Hukum Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010)
Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, terjemahan Oetarid Sadino dari “Inleiding tot de
studie van het Nederlandse recht”, (Jakarta: Pradnya Paramita, cet.ke 29,
2001)
Arrasjid, Chainur, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006)
Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, Desain Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Dkk, Abdur Rozak, Pengkajian Hukum Tentang Perkawinan Beda Agama


(Perbandingan Beberapa Negara), (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2011)
Et Al, N. E. Algra, Mula Hukum, terjemahan J. C. T Simorangkir dari Rechtsaanvang,
(Jakarta: Binacipta, 1983)
Fajar, Mukti, dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan
Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Gede, Puja, Pengantar Tentang Perkawinan Menurut Hukum Hindu, (Jakarta:
Mayasari, 1974)
Hukumonline.com, Tanya Jawab Tentang Nikah Beda Agama Menurut Hukum di
Indonesia, (Jakarta: Lentera Hati, 2014)
Ibrahim, Johnni, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedia Publishing, 2005)

Ichtiyanto, Pernikahan Campuran dalam Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Badan


Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2003)

Ishak, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)


Jarir Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad Bin, Penerjemah Akhmad Affandi, Tafsir
Ath-Thaabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008)

Karsayuda, Perkawinan Beda Agama, (Yogyakarta: Total Media, 2006)


Kelsen, Hans, Dasar-Dasar Hukum Normatif, (Bandung: Nusa Media, 2008)
Khoirudin, Ahrum, Pengadilan Agama, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999)
Koesnoe, Mohammad, Istilah Perkawinan Campuran Sebagai Suatu Pengertian
Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Varia Peradilan, 1990)

Kriantono, Rachmat, Teknis Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi
Pemasaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008)

Lebacqz, Karen, Six Theories Of Justice (Teori-Teori Keadilan), penerjemah Yudi


Santoso, (Bandung: Nusa Media, 2011)

Manan, Bagir, Hukum Kewarganegaraan Indonesia dalam UU No. 18 Tahun 2006,


(Yogyakarta: FH UII Press, 2009),

Mappiase, Syarif, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, (Jakarta:


Renadamedia, 2015)
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Yogyakarta: Kencana, 2005)
Matdawam, Muhamad Noor, Pernikahan Kawin Antar Agama Keluarga Berencana
Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah RI (Yogyakarta:
Bina Karier, 1990)

Mill, John Stuart, Utilitarianism (Newyork: Bobbs-Merrill, 1957)


Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1991)
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta: Lentera, 2004)
Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta: Pancoran Tujuh Bina
Aksara, 1971)
O.S, Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Srigunting,
1996)
Poerwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pradjnya Paramita, 1982).
Pohan, Rusdi, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Lanarka Publiser, 2007)
Ramulyo, Mohammad Idris, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2004)
Ranawidjaja, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1982)

Ruhiatudin, Budi, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN


Sunan Kalijaga, 2008)

Rumokoy, Donald Albert, dan Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:
Rajawali, 2014)

Rusli dan R. Tama, Perkawinan Beda agama dan Masalahnya, (Bandung: Shantika
Dharma, 1984)

Rusli, dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama Dan Masalahnya, (Bandung: Pionir
Jaya, 1986)
Sadi, Muhammad, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2015)
Sairin, Weinata, dan J. M. Pattiasina, Pelaksanaan Undang-Undag Perkawinan
Dalam Perspektif Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 1994)

Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2009)
Salim, dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Desertasi dan Tesis Buku Kedua, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)

Shihab, Quraish, Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu‟i Atas Berbagai Persoalan


Umat, (Jakarta: Mizan, 1996)

Siddik, Abdullah, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Tinta Mas Indonesia, 1983)
Singaribun, Masri, dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Surve, (Jakarta: LP3ES,
1989)
Siregar, Bisma, Aspek Hukum Perlindungan Atas Hak-Hak Anak” Suatu Tinjauan
dalam Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: Rajawali, 1986)

Soekamto, Soerjono, dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan


Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo, 1995)
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)
Subagyo, Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Remaja Rosda
Karya, 1993)
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994)
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995)
Surahman, Winarno, Pengantar Ilmiah, (Bandung: CV Tarsito, 1982)
Sutioso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, (Yogyakarta: UII Press, 2006)
Taneko, Soleman B, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 1993)

Tanya, Victor, Pernikahan Campuran Katholik – Reformasi, (Jakarta: Komisi Hak


Kerukunan KWI, 1987)

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia,


1974)
Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia,
1986)
Ulfa, Maria, dan Martin Lukito Sinaga, Tapsir Ulang Pernikahan Lintas Agama,
Prespektif Perempuan dan Pluralisme, (Jakarta: Kapal Perempuan, 2004)

Usman, Suparman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Perkawinan


di Indonesia, (Serang: Saudara, 1995)

Utrecht, Ernst, dan Moh. Saleh Djindan, pengantar Dalam hukum Indonesia, (Jakarta:
PT Ikhtiar Putra, 1989)

Waluyo, Bambang, Penelitian dalam Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996)


Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004
Zuriah, Nurul, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori dan Praktik, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2006)

C. SUMBER SKRIPSI DAN PENELITIAN LAIN


Afandi, Hernadi, “Penerapan Prinsip Persamaan Kedudukan di Depan Hukum
Terhadap Hak Warga Negara Untuk Turut Serta Dalam Pemerintahan
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945”, Disertasi, Program Studi
Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Bandung,
2013

Anna, Theresia, “Studi Tentnng Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Penetapan


Permohonan Perkawinan Bega Agama (Studi Kasus di Pengadilan Negeri
Surakarta)”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, 2008.
Chandera, Nafdin Ali, “Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta”, Tesis, Universitas
Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2016.
Fadlina, Fanny, “Analisis Yuridis Permohonan Penetapan Perkawinan Beda Agama
(Studi Kasus Penetapan No: 14/Pdt.P/2008/ PN. Ska dan Penetapan No: 01/
Pdt.P/ 2009/ PN.Ska)”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010.

MS, M. Andy Chafid Anwar, “Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif Terhadap
Penetapan Pengadilan Negeri Magelang Tentang Perkawinan Beda Agama
(Penetapan PN Magelang No 04/PDT.P/2012/PN.MGL)”, Skripsi tidak
diterbitkan, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
2014.

Oktawa, Wahyu Boga, “Tinjauan Yuridis Terhadap Eksistensi Ketentuan Pasal 2 Ayat
(1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi
Penetapan Hakim Tentang Perkawinan Beda Agama di Provinsi Jawa
Tengah)”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang, Semarang, 2013.

Pamungkas, Aditia Dwi, “Pelaksanaan Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kota


Magelang (Tinjauan Yuridis Penetapan No: 04/Pdt.P/2012/PN.MGL)”,
Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokorto, 2013.

Wantu, Fence M, “Peranan Hakim dalam Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan


dan Kemanfaatan di Peradilan Perdata”, Desertasi, Program Pasca Sarjana
Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2011.

D. SUMBER WEBSITE
http://www.jpnn.com/news/walubi-bila-berjodoh-pernikahan-beda-agama-tak-bisa-
dihindari, diakses pada tanggal 29 januari 2018 pukul 23.50.

E. SUMBER WAWANCARA
Wawancara dengan Sari Sudarmi S. H, Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Ruang
Mediasi Pengadilan Negeri Yogyakarta, Tanggal 27 Oktober 2017.
Curriculum Vitae

Nama : Muhammad Fahmi Akmal

Tempat, tanggal lahir : Pati, 27 Maret 1995


Alamat asal : Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah
Alamat di Yogyakarta :Jalan Wates KM. 10 Perumahan Pelita Sedayu
Blok. 3-4 Padukuhan Perengwetan, Desa Argorejo,
Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul
Email : muhammadfahmiakmal@gmail.com
Nomor Ponsel : 087839646493
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Status :Mahasiswa Ilmu Hukum/Fakultas Syari’ah dan
Hukum/UIN Sunan Kalijaga

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN


Pendidikan Formal
SD Muhammadiyah Pakel Yogyakarta : 2001-2006
SMP IT Ihsanul Fikri Kabupaten Magelang : 2007-2009
SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta : 2010-2012
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta : 2013-2018

Anda mungkin juga menyukai