Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat manusia selalu melakukan berbagai interaksi

yang menimbulkan suatu akibat. Di masyarakat itu sendiri terdapat suatu aturan baik

peraturan yang timbul dengan sendirinya selama proses sosialisasi itu berlangsung,

maupun aturan yang sengaja dibuat untuk mengatur dan menciptakan ketertiban

dalam masyarakat itu sendiri. Sikap tindak dalam melakukan setiap perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang tidak selamanya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di

masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh

masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya

untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar

yang sangat penting dalam pembentukan suatu Negara, berpengaruh dalam segala

segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar

tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai. Indonesia sebagai negara yang

berlandaskan hukum, berarti harus mampu menjunjung tinggi hukum sebagai

kekuasaan tertinggi di negeri ini, sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945.1

1
https://www.academia.edu/12601402/HUKUM_ACARA_PIDANA (Diakses pada: 02-05-2019
21:30)

1
Dalam KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana), penuntut

umum berwenang untuk melakukan penuntutan terhadap siapa saja yang didakwa

melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara kepada

pengadilan yang berwenang mengadilinya.2

Dalam penuntutan perkara pidana dikenal adanya dua asas yang berlaku yaitu

asas legalitas dan asas oportunitas. Kedua asas tersebut berada dalam posisi yang

saling berlawanan, di satu pihak asas legalitas menghendaki dilakukannya penuntutan

terhadap semua perkara ke pengadilan, tanpa terkecuali. Sedangkan disisi lain asas

oportunitas memberikan peluang bagi Penuntut Umum untuk tidak melakukan

penuntutan perkara pidana di Pengadilan. Wewenang untuk mengesampingkan

perkara demi kepentingan umum adalah penerapan dari asas oportunitas yang hanya

dimiliki oleh Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf c Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, hal ini berbeda dengan

Penghentian Penuntutan. Wewenang untuk menghentikan penuntutan dimiliki oleh

Penuntut Umum. Mengenai penghentian penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (2)

KUHAP, yang menegaskan bahwa penuntut umum "dapat menghentikan penuntutan"

suatu perkara. Berdasarkan pasal 140 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa

penghentian penuntutan dapat dilakukan dengan alasan yuridis. Namun dalam kasus

Mantan Komisioner/Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Martha

Hamzah (Kasus Bibit-Chandra), Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejari

2
http://www.informasiahli.com/2015/08/pengertian-penuntutan-dalam-hukum-pidana.html (Diakses
pada: 04-05-2019 13:06)

2
Jakarta Selatan) selain menghentikan dengan alasan yuridis juga disertai alasan

sosiologis. Alasan sosiologis inilah yang kemudian menjadi kontroversi dikarenakan

tidak diatur dalam pasal 140 ayat (2) KUHAP. Tujuan tesis ini pada intinya untuk

mencari jawaban dan menganalisa ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur

tentang Penghentian Penuntutan serta mencari jawaban dan menganalisa Penerapan

Penghentian Penuntutan Perkara Pidana Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Kasus

Bibit-Candra yang didasarkan pada alasan yuridis dan alasan sosiologis.3

Berkenaan dengan itu suatu penuntutan dapat pula dihentikan, ada hal yang

mendasari dihentikannya suatu penuntutan dan ada akibat hukum yang timbul dari

penghentian penuntutan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumukan

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi alasan dan dasar dilakukannya penghentian

penuntutan?

2. Bagaimana akibat hukum yang timbul dari penghentian penuntutan dalam

proses peradilan?

C. Tujuan Penelitian

3
http://repository.unair.ac.id/34027/ (diakses pada: 14-05-2019 16:53)

3
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui alasan dan dasar dilakukannya penghentian penuntutan!

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari penghentian penuntutan

dalam proses peradilan!

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian sangat diharapkan adanya manfaat yang disampaikan oleh

penulis dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian

ini adalah:

1) Manfaat Teoritis:

a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya.

b. Dapat menjadi referensi dan bahan masukan bagi penelitian atau sebuah

karya tulis yang sejenis di masa yang akan datang.

2) Manfaaat Praktis:

a. Untuk memberikan gambaran mengenai atas dasar permasalahan yang

diteliti.

b. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis yang telah

diperoleh semasa menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas

Tadulako.

4
E. Metode Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum merupakan suatu kegiatan

ilmiah, yang didasarkan pada metode sistematika, dan pemikiran tertentu, yang

bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

jalan menganalisanya.4

1) Jenis penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan karya ilmiah ialah

jenis penelitian normatif. Penelitian normatif tersebut mengacu kepada norma –

norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan dan

putusan – putusan pengadilan serta norma – norma hukum yang ada dalam

masyarakat.

2) Jenis dan Sumber data

Dalam penelitian hukum normatif, data yang digunakan berupa data

sekunder saja, jenis datanya (bahan hukum) adalah sebagai berikut:5

a. Bahan Hukum Primer, yaitu berasal dari peraturan-peraturan hukum yang

berlaku seperti, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab

Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

4
Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm 18
5
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, Hlm 31

5
b. Bahan Hukum Sekunder, yang terutama adalah buku – buku hukum

termasuk skiripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal – jurnal hukum. Di

samping itu juga, kamus – kamus hukum, dan komentar – komentar atas

putusan pengadilan.6

c. Bahan Hukum Tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah

kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.7

3) Tehnik Pengumpulan Data

Dalam metode pengumpulan data, penulis menggunakan metode

penelitian kepustakaan. Data Kepustakaan yang di peroleh melalui penelitian

kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang – undangan, Buku,

dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.

4) Tehnik Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian

yang bersifat deskriptif analitis, analisa data yang digunakan adalah analisis

data kualitatif yang memberikan penjelasan jelas dan kongkret terhadap objek

penelitian yang dibahas, sehingga mendapatkan jawaban berdasarkan

permasalahan dari penelitian ini.

6
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenadamedia Group, Jakarta, Hlm
195
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Normatif
Cet. 14, PT Grafindo Persada, Jakarta, Hlm 13

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Hukum pidana Belanda memakai istilah strafbaar feit, kadang – kadang juga

berasal dari bahasa latin delictum. Hukum pidana negara – negara Anglo-Saxon

memakai istilah offense atau criminal act untuk maksud yang sama. Oleh karena itu

KUHP Indonesia bersumber pada WvS Belanda, Istilah aslinya pun sama yaitu

strafbaar feit.8

Menurut Prof. Moeljatno S.H., Tindak Pidana (strafbaar feit) adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang

berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Terdapat 3 (tiga) hal yang

perlu diperhatikan:

 Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.

  Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan

oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang

menimbulkan kejadian itu.

 Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian

dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “ Kejadian tidak dapat

8
Andi Hamzah, 2014, Asas – Asas Hukum Pidana Edisi Revis, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm 94

7
dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika

tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya”.9

Selanjutnya Moeljatno membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan (die

strafbaarheid van het feit) dan dapat dipidananya orang (strafbaarheid van den person).

Sejalan dengan itu memisahkan pengertian perbuatan pidana (criminal act) dan

pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility). Pandangan ini disebut pandangan dualistis

yang sering dihadapkan dengan pandangan monistis yang tidak membedakan

keduanya.10

Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana, Prof. DR. Bambang

Poernomo, SH, berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih

lengkap apabila tersusun sebagai berikut:

 “Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum

pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut.”11

Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan hukum

pidana” dimaksudkan  akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih

mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis,

Prof.DR. Bambang Poernomo, SH, juga berpendapat mengenai kesimpulan dari

9
Moeljatno, 2014, Asas – Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm 94.
10
https://www.academia.edu/7933833/PENGERTIAN_TINDAK_PIDANA (diakses pada: 13-05-2019
22:22)
11
Poernomo Bambang, 1992, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 130.

8
perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan terlarang

dengan diancam pidana.

Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbuatan pidana,

maupun peristiwa hukum dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari

istilah asing stafbaar feit namun belum jelas apakah disamping mengalihkan bahasa

dari istilah sratfbaar feit dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan pengertiannya,

juga oleh karena sebagian besar kalangan ahli hukum belum jelas dan terperinci

menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya, hal ini

yang merupakan pokok perbedaan pandangan, selain itu juga ditengan-tengan

masyarakat juga dikenal istilah kejahatan yang menunjukan pengertian perbuatan

melanggar morma dengan mendapat reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar

dijatuhi pidana.

Pendapat beberapa para ahli mengenai tindak pidana adalah:

a. J. E. Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana ialah “perbuatan yang

melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kengajaan atau

kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan”.

b. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.

c. H. J. Van Schravendijk, merumuskan perbuatan yang boleh dihukum adalah

“kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan keinsyafan hukum sehingga

kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal dilakukan oleh seseorang yang

karena iyu dapat dipersalahkan”.

9
d. Simons, merumuskan strafbaar feit adalah “suatu tindakan melanggar hukum

yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat di

pertanggungjawabkan atas tindakannya , yang dinyatakan sebagai dapat

dihukum”.12

Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi

pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggung

jawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu

mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan

pidanya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas (Principle of legality) asas yang

menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih

dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege 

(tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal

dari von feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini dimaksud

mengandung tiga pengertian yaitu:

 Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu

terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

 Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.

 Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.

12
Adam Chazawi, 2005, Pelajaran Hukum Pidana 1, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori – Teori
Pemidanaan & batas Berlakunya Hukum Pidana, PT Grafindo Persada, Jakarta, Hlm 75

10
Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang

dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk adanya

kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan

harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan

kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian

kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah

karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan

hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawabkan

segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan

bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang telah

dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai

dengan pasal yang mengaturnya.13

B. Pengertian Penyidikan

Penyidikan merupakan tahap awal dari proses penegakan hukum pidana atau

bekerjanya mekanisme Sistem Peradilan Pidana. Penyidikan merupakan kegiatan

pemeriksaan pendahuluan/awal (vooronderzoek) yang seyogyanya di titik beratkan

pada upaya pencarian atau pengumpulan “bukti faktual” penangkapan dan

penggeledahan, bahkan jika perlu dapat di ikuti dengan tindakan penahanan terhadap

tersangka dan penyitaan terhadap barang atau bahan yang di duga erat kaitannya

dengan tindak pidana yang terjadi.

13
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-unsur.html (diakses pada: 13-05-
2019 22:31)

11
Penyidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan

strategis untuk menentukan berhasil tidaknya proses penegakan hukum pidana

selanjutnya. Pelaksanaan penyidikan yang baik akan menentukan keberhasilan Jaksa

Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan dan selanjutnya memberikan

kemudahan bagi hakim untuk menggali/menemukan kebenaran materiil dalam

memeriksa dan mengadili di persidangan.14

Definisi penyidikan berdasarkan Undang-undang:

 Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan

bahwa,

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya”.

 Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa,

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan

14
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-penyidikan/14755 (diakses pada: 13-05-2019
22:41)

12
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya”.

 Pasal 1 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur

Pengorganisasian menyebutkan bahwa,

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya”.

 Pasal 1 ayat (5) Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur

Pengorganisasian menyebutkan bahwa,

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya”.

Maka dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyidikan

merupakan upaya paksa yang meliputi kegiatan untuk melakukan pemanggilan,

penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan. Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 6 ayat

13
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang di maksud sebagai penyidik

adalah :

1. Pejabat polisi negara Republik Indonesia;

2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang.

Penyidikan merupakan suatu rangkaian kegiatan penindakan/upaya paksa,

pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Dalam hal ini mulai dari

proses pembuatan laporan polisi, penyelidikan, pemanggilan, penangkapan,

penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan, pemberkasan, hingga

penyerahan berkas perkara dan tersangka serta barang bukti (P-21), sehingga tindakan

yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu dalam setiap upaya atau langkah

tindakannya dapat berjalan efektif dan efisien dalam rangka penegakan hukum.

Penyidikan adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan

adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa

setelah pengumpulan bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu

peristiwa yang patut di duga merupakan tindak pidana. Dalam bahasa Belanda

penyidikan disejajarkan dengan pengertian opsporing.15

C. Pengertian penuntutan

15
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-penyidikan/14755/2 (diakses pada: 13-05-2019
22:48)

14
Menurut Wirjono Prodjodikoro, Pengertian Penuntutan adalah menyerahkan

perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan

permohonan agar hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu

terhadap terdakwa.

Pengertian Penuntutan Menurut KUHAP, “Penuntutan adalah suatu tindakan

dari penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana kepada pengadilan negeri

yang berwenang, yang tata caranya telah diatur di dalam UU berdasarkan permintaan

supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam sidang pengadilan”. (KUHAP BAB

XV Tentang penuntutan)

Dalam KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana), “penuntut umum

berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu

tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan

yang berwenang mengadilinya”. ( Pasal 137 KUHAP BAB XV Tentang Penuntutan)

Menurut E. Bonn, seorang jaksa atau penuntut umum mempunyai daerah

hukum masing-masing sesuai dengan daerah hukum kejaksaan negeri di mana dia

diangkat. Jadi, jaksa di kejaksaan tinggi atau di kejaksaan agung hanya dapat

melakukan penuntutan jika ia terlebih dahulu diangkat untuk kejaksaan negeri yang

daerah hukumnya dilakukan delik tersebut.

Jika menurut pertimbangan penuntut umum suatu perkara tidak cukup bukti-

bukti untuk diteruskan ke pengadilan atau perkara tersebut bukan merupakan suatu

15
delik pidana, oleh karena itu penuntut umum dapat membuat suatu ketetapan

mengenai hal tersebut. Selanjutnya isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada

tersangka dan bila tersangka ditahan, maka wajib untuk dibebaskan. Surat ketetapan

ini biasa disebut dengan Surat Perintah Penghentian Penuntutan.

Jika dikemudian hari terdapat alasan baru untuk menuntut perkara yang telah

dikesampingkan karena kurangnya bukti-bukti, maka penuntut umum dapat

melakukan penuntutan tersangka seperti yang diatur di dalam KUHAP.16

D. Pengertian Alat Bukti dan Macam - macam Alat Bukti

Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu

perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan

pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak

pidana yang telah dilakukan terdakwa (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003: 11).

Definisi Alat-alat bukti yang sah, adalah alat-alat yang ada hubungannya

dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai

bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya

suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa (Darwan Prinst,1998:135).17

Adapun macam- macam alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP,

adalah sebagai berikut:

16
http://www.informasiahli.com/2015/08/pengertian-penuntutan-dalam-hukum-pidana.html (diakses
pada: 13-05-2019 23:00)
17
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-alat-bukti-yang-sah-dalam.html (diakses pada: 13-05-
2019 23:20)

16
1. Keterangan saksi

Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti

dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu

peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri

dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

2. Keterangan ahli

Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang

diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang

diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

3. Surat

Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1)

huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

 berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum

yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya

sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

 surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat

yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang

menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu

hal atau sesuatu keadaan.

17
 surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara

resmi dan padanya; 

 surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat

pembuktian yang lain.

4. Petunjuk

Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau

keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,

maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya.

5. Keterangan terdakwa

Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang

terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia

ketahui sendiri atau ia alami sendiri.

Dasar Hukum Alat Bukti Keterangan Terdakwa.

1. Keterangan terdakwa:

Pasal 184 huruf e dan Pasal 189 KUHAP.

2. Pemeriksaan terdakwa

Pasal 175 sampai Pasal 178 KUHAP.

E. Pengertian Sistem Peradilan Pidana

18
Sistem Peradilan Pidana (SPP) berasal dari kata yaitu “sistem” dan “peradilan

pidana”. Pemahaman mengenai ”sistem” dapat diartikan sebagai suatu rangkaian

diantara sejumlah unsur yang saling terkait untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam

pandangan Muladi, pengertian system harus dilihat dalam konteks, baik sebagai

physical system dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk

mencapai suatu tujuan dan sebagai abstract system dalam arti gagasan-gagasan yang

merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain saling ketergantungan.

Dan apabila dikaji dari etimologis, maka ”sistem” mengandung arti terhimpun

(antar) bagian atau komponen (subsistem) yang saling berhubungan secara beraturan

dan merupakan suatu keseluruhan. Sedangkan ”peradilan pidana” merupakan suatu

mekanisme pemeriksaan perkara pidana yang bertujuan untuk menghukum atau

membebaskan seseorang dari suatu tuduhan pidana. Dalam kaitannya dengan

peradilan pidana, maka dalam implementasinya dilaksanakan dalam suatu sistem

peradilan pidana. Tujuan akhir dari peradilan ini tidak lain adalah pencapaian

keadilan bagi masyarakat.

Sistem Peradilan Pidana atau “Criminal Justice System” kini telah menjadi

suatu istilah yang menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan

dengan mempergunakan dasar pendekatan sistem. Ciri pendekatan ”sistem” dalam

peradilan pidana.

Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum

pidana dan ahli dalam criminal justice system di Amerika Serikat sejalan dengan

ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi

19
penegak hukum. Ketidakpuasan ini terbukti dari meningkatnya kriminalitas di

Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada masa itu pendekatan yang dipergunakan

dalam penegakan hukum adalah ”hukum dan ketertiban” (law and order approach)

dan penegakan hukum dalam konteks pendekatan tersebut dikenal dengan istilah ”law

enforcement”.18

Pengertian sistem peradilan pidana menurut beberapa ahli, diantaranya:

a. Mardjono Reksodiputro

Sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang

terdiri dari lembaga lembaga kepolisian. Kejaksaan, pengadilan dan

permasyarakatan terpidana.19 Dikemukakan pula bahwa sistem peradilan pidana

(criminal justice system) adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk

menanggulangi kejahatan.20 Menanggulangi diartikan sebagai mengendalikan

kejahatan agar berada dalam batas batas toleransi masyarakat. Pengendalian

kejahatan agar masih dalam batas toleransi masyarakat tidak  berartimemberikan

oleransi terhadap suatu tindak kejahatan tertentu atau membiarkannya untuk

terjadi. Toleransi tersebut sebagai suatu kesadaran bahwa kejahatan akan tetap

18
http://syah8400.blogspot.com/2014/03/pengertian-dan-tujuan-sistem-peradilan.html (diakses pada:
20-05-2019 16:34)
19
Mardjono Reksodiputro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada Kejahatan Dan
Penegakan Hukum Dalam Batas, Batas Toleransi), Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, Hlm. 1
20
 Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) Perspektif
Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, Penerbit Bina Cipta, Jakarta, Hlm. 15

20
ada selama masih ada manusia di dalam masyarakat. Jadi, dimana ada

masyarakat pasti tetap akan ada kejahatan.21

b. Muladi

Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan

yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana

materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksnaan pidana. Namun

demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks

sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan

kepastian hukum saja akan membawa kepada ketidakadilan.22

c. Remington dan Ohlin

Mengartikan sistem peradilan pidana sebagai pemakaian pendekatan

sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana dan peradilan pidana

sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang –

undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Dari

pengertian Sistem Peradilan Pidana yang dikemukakan para ahli diatas dapat

ditarik bahwa Sistem Peradilan Pidana memiliki unsur  –  unsur yang berkaitan

satu sama lain, yaitu bekerjanya atau bekerjasamanya penegak hukum pidana

21
https://www.academia.edu/36002666/
PENGERTIAN_SISTEM_PERADILAN_PIDANA_MENURUT_PARA_AHLI_BESERTA_UNSUR
-UNSURNYA (diakses pada: 20-05-2019 02:47)
22
Muladi, 1995 , Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, Hlm 18

21
materiil dan formiil. adapun unsur unsur penegak hukum tersebut yaitu :

Kepolisian, Kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan.

d. Indriyanto Seno Adji

Sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan terjemahan sekaligus

penjelmaan dari Criminal Justice System, yang merupakan suatu sistem yang

dikembangkan di Amerika Serikat yang dipelopori oleh praktisi hukum (law

enforcement officers). Dengan kata lain sistem peradilan pidana merupakan

istilah yang digunakan sebagai padanan dari Criminal Justice System.23

23
http://syah8400.blogspot.com/2014/03/pengertian-dan-tujuan-sistem-peradilan.html (diakses pada:
20-05-2019 16:34)

22
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adam Chazawi, 2005, Pelajaran Hukum Pidana 1, Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori – Teori Pemidanaan & batas Berlakunya Hukum Pidana, PT
Grafindo Persada, Jakarta

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta

Andi Hamzah, 2014, Asas – Asas Hukum Pidana Edisi Revis, Rineka Cipta, Jakarta

Mardjono Reksodiputro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kepada


Kejahatan Dan Penegakan Hukum Dalam Batas, Batas
Toleransi), Fakultas Hukum Unversitas Indonesia
Moeljatno, 2014, Asas – Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta

Muladi, 1995 , Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenadamedia Group,
Jakarta

Poernomo, 1992, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)

Perspektif Eksistensialisme Dan Abolisionalisme, Penerbit Bina Cipta,


Jakarta

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Normatif Cet. 14, PT Grafindo Persada, Jakarta

Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

23
Peraturan Perundang – Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Internet

https://www.academia.edu/12601402/HUKUM_ACARA_PIDANA

http://repository.unair.ac.id/34027/

https://www.academia.edu/7933833/PENGERTIAN_TINDAK_PIDANA

http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-unsur.html

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-penyidikan/14755

http://www.informasiahli.com/2015/08/pengertian-penuntutan-dalam-hukum-
pidana.html

http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-alat-bukti-yang-sah-dalam.html

http://syah8400.blogspot.com/2014/03/pengertian-dan-tujuan-sistem-peradilan.html

https://www.academia.edu/36002666/
PENGERTIAN_SISTEM_PERADILAN_PIDANA_MENURUT_PARA_AHLI_BE
SERTA_UNSUR-UNSURNYA

24

Anda mungkin juga menyukai